DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI --------------------------------- LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI --------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari/tanggal Waktu Tempat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Hadir Izin Acara : : : : : : : : : : : : : 2012-2013 I Terbuka Rapat Kerja Komisi III DPR RI Kamis, 6 September 2012 Pukul 10.50 – 11.35 WIB Ruang Rapat Komisi III DPR RI. M Nasir Djamil / Wakil Ketua Komisi III DPR RI. Endah Sri Lestari, SH, M.Si / Kabag Set.Komisi III DPR-RI. 32 orang Anggota dari 51 orang Anggota Komisi III DPR-RI. 2 orang Anggota. 1. Penjelasan DPR RI terhadap RUU tentang Perubahan Atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 2. Pandangan Presiden terhadap Perubahan Atas Undangundang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 3. Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). 4. Pembentukan Panitia Kerja (Panja). KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Rapat Kerja Komisi III DPR RI dibuka pukul 10.50 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, M Nasir Djamil dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN 1. Pimpinan membacakan penjelasan DPR terhadap RUU Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, sebagai berikut : D:\317435496.doc 1 KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN A. LATAR BELAKANG Adanya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia, khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman (judicative power). Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945) mengatur bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Sejalan dengan ketentuan tersebut, salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Sejalan dengan ketentuan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum maka salah satu prinsip penting adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dalam usaha memperkuat prinsip tersebut maka salah satu substansi penting perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badanbadan lain yang fungsinya berkait-an dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Ketentuan badan-badan lain tersebut dipertegas oleh Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia. Sejalan dengan perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, dan beberapa undang-undang yang baru, serta berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan maka Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk undang-undang yang baru. Pembaharuan Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun, yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. D:\317435496.doc 2 Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap kejaksaan untuk menyesuaikan dengan perubahanperubahan tersebut di atas. Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan meng-indahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegak-kan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat. B. TUJUAN PERUBAHAN 1. Melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi RI; 2. Menguatkan kedudukan, tugas, dan wewenang Kejaksaan RI sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. C. MATERI MUATAN RUU Beberapa substansi yang menjadi materi muatan RUU tentang Perubahan Atas UU Kejaksaan mencakup antara lain mengenai: 1. Penegasan bahwa dalam melaksanakan penuntutan harus didasarkan pada alat bukti yang sah dan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus berdasarkan hukum dengan mempertimbangkan norma keagamaan, kesusilaan dan wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan serta menjaga kehormatan profesinya. 2. Dalam pelaksanaan rekruitmen jaksa harus dilaksanakan secara transparan, profesional dan akuntabel serta selanjutnya dilakukan pendidikan secara khusus dalam rangka melahirkan jaksa yang berkualitas dan mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya secara optimal. 3. Pengangkatan Jaksa Agung dilakukan setelah mendengarkan pertimbangan DPR, dengan masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. 4. Pemberhentian dengan hormat, Jaksa Agung dapat dilakukan apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan secara terus menerus sakit jasmani atau rohani. Sedangkan pemberhentian dengan tidak hormat Jaksa Agung dilakukan apabila dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, melakukan perbuatan tercela, melalaikan kewajiban selama 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, melanggar sumpah jabatan dan melanggar larangan yang ditentukan dalam undang-undang ini. 5. Penguatan Kejaksaan Agung melalui pembentukan Sekretariat Jenderal yang tugas dan fungsinya lebih pada memberikan dukungan administrasi dan dukungan teknis lainnya. D:\317435496.doc 3 6. Dalam hal pelaksanaan kewenangan Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum dengan mendapatkan pertimbangan dari DPR. 7. Penguatan Komisi Kejaksaan dalam rangka pengawasan terhadap perilaku Jaksa serta pelibatan dalam rekruitmen dan pelaksanaan Pendidikan Pelatihan dalam rangka melahirkan jaksa yang berkualitas dan bermartabat. Komisi Kejaksaan berkedudukan bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden. 8. Larangan bagi Jaksa dalam melaksanakan tugasnya seperti menangani perkara yang mempunyai hubungan dengan pribadi dan pekerjaan, tidak boleh bertindak diskriminatif, merekayasa fakta hukum dalam penanganan perkara, dan meminta atau menerima hadiah atau keuntungan sehubungan dengan jabatanya. Selain itu Jaksa juga dilarang melakukan penangkapan, penuntutan, penahanan, dan/atau penuntutan tanpa alasan berdasarkan undang-undang. 9. Pemberian sanksi pidana bagi Jaksa yang melanggar larangan dan menyalahgunakan kewenangan/jabatannya. 10. Pemberian hak bagi orang yang ditangkap, dituntut, ditahan, dan/atau dituntut tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya dengan memberikan ganti rugi dan rehabilitasi. D. PENUTUP Kejaksaan RI termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut UUD NRI Tahun 1945. Oleh sebab itu, Kejaksaan RI mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Ketentuan mengenai Kejaksaan RI sebagaimana diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI sebagian sudah tidak sesuai lagi dengan kehidupan ketatanegaraan dan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Untuk itu, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. 2. Selanjutnya Menteri Hukum dan HAM menyampaikan Pandangan Presiden terhadap Perubahan Atas Undang-undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.yang pada intinya, sebagai berikut : Berdasarkan Surat Presiden Nomor R-43/Pres/05/2012 tertanggal 4 Mei 2012 perihal Penunjukan wakil untuk membahas RUU Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, sesuai dengan surat Ketua DPR RI Nomor LG.01.01/04140/DPR RI/IV/2012 tertanggal 20 April 2012 Pada intinya menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada DPR dalam membantu pemerintah dalam pengaturan terkait penegak hukum yakni Kejaksaan. Perlunya dikedepankan dalam hal sinkronisasi struktural, kultural, dan substansial. Setelah membaca dan mempelajari Naskah Akademik, Presiden menyampaikan apresiasi terhadap konsistensi dalam menjunjung tinggi prinsip Kejaksaan adalah lembaga tertinggi yang bertugas dan berwenang dalam penuntutan (penegakan hukum). Terkait pengaturan mengenai reformasi struktur dan rekruitmen atau sistem Birokrasi pada Kejaksaan RI, Presiden menyampaikan apresiasi Terkait Masa Jabatan Jaksa Agung yang perlu diskusi lebih mendalam Sanksi Pidana yang sebenarnya sudah ada dan diatur dalam UU yang lain seperti KUHP, KUHAP, dan UU lainnya. D:\317435496.doc 4 3. Beberapa hal lainnya yang menjadi pokok-pokok pembahasan, diantaranya sebagai berikut : Dalam pelaksaan tugas dan kewenangannya, Kejaksaan RI seringkali tidak melaksanakan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan dalam KUHAP. Dengan tidak dibahasnya secara bersamaan antara RUU tentang Perubahan Atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dengan RUU tentang KUHAP, menjadikan hal tersebut dilema bagi jajaran Kejaksaan RI. Berkenaan dengan hal tersebut, meminta Pemerintah untuk segera mengirim RUU tentang KUHAP. Dalam pembahasan kedepannya, diusulkan terhadap Anggota Panja yang membahas RUU tentang Perubahan Atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, juga membahas RUU tentang KUHAP, sehingga dalam pembahasannya tidak ada informasi yang terputus. Menegaskan kembali kepada Pemerintah terkait dengan RUU tentang KUHAP agar Pemerintah segera menyerahkan dan dilakukan pembahasan. Pemerintah menyampaikan bahwa RUU tentang KUHAP sudah dalam titik-titik akhir pembahasan dalam bulan September ini atau dalam waktu dekat selanjutnya. Pemerintah sebelumnya akan kembali melakukan rapat terbatas dengan instansi terkait dalam penyelesaian RUU dimaksud. Adanya permasalahan yang terkadang terjadi saat pembahasan RUU dimana pihak-pihak pada pemerintah tidak dalam satu suara atau tidak dalam satu kesepahaman. Meminta kesolidan dari pihak-pihak pemerintah dalam pembahasan nantinya. Dalam rangka memperdalam dan menambah pengetahuan pembahasan RUU ini, diusulkan dilakukan kunjungan kerja luar negeri. Pemerintah mengharapkan terhadap hal-hal substansi yang bersifat krusial nantinya dapat diselesaikan dalam pembahasan bersama-sama dengan Komisi III DPR RI. III. KESIMPULAN/PENUTUP 1. Rapat Kerja meminta kepada Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang mewakili Presiden untuk secepatnya menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia guna dapat dibahas secara bersama-sama dalam rapat kerja berikutnya. 2. Rapat Kerja menyetujui terlebih dahulu dibentuk dan disahkan Anggota Panitia Kerja RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang komposisi jumlah anggota dan fraksinya sudah diterima oleh Pimpinan Komisi III. Rapat ditutup tepat pukul 11.35 WIB PIMPINAN KOMISI III DPR RI WAKIL KETUA, M NASIR JAMIL D:\317435496.doc 5 D:\317435496.doc 6