peran kejaksaan dalam perhitungan kerugian

advertisement
PERAN KEJAKSAAN DALAM PERHITUNGAN KERUGIAN NEGARA
PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
THE ROLE OF STATE ATTORNEY IN THE CALCULATION OF
STATE LOSS IN CORRUPTION CASES
Ahmad Fitrah Kusuma, Achmad Ruslan, Muhadar
Bagian Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Alamat korespodensi :
Ahmad Fitrah Kusuma, SH
Fakultas Hukum
Konsentrasi Hukum Pidana
Program Pascasasrjana (S2)
Universitas Hasanuddin
Makassar, 90245
HP : 081333927655
Email : [email protected]
1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui pelkaksanaan fungsi kejaksaan dalam perhitungan kerugian
keuangan Negara dan hambatan pelaksanaan perhitungan kerugian Negara dalam perkara tindak pidana korupsi.
Penelitian ini bersifat deskripstif. Responden penelitian ini adalah Jaksa tindak pidana khusus yang berada di
wilayah kejaksaan tinggi Sulawesi selatan yang diambil sebanyak dua oprang yang dianggap memahami dan
mengetahui tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui obsevasi,
wawancara, dan dokumentasi. Data dianaalisis kualitaatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fuingsi
kejaksaan dalam perhitungan kerugian Negara pada perkara tindak pidana korupsi telah dilaksanakan di wilayah
kejaksaan tinggi Sulawesi selatan. Pelaksanaan perhitungan kerugian Negara itu nyata, sederhana, dan mudah
perhitungannya. Namun dalam pelaksanaannya terdapat hambatan dalam perhitungan yaiutn kurangnya data
yang diperoleh dalam menentukan kerugian Negara serta para pihak yang terkait kurang proaktif dalam
memberikan keterangan. Peran kejaksaan dalam perhitungan kerugian Negara telah diatur dalam undang-undang
kejaksaan. Untuk meningkatkan sumber daya manusia perlu dilakukan diklat auditor bagi Jaksa
Kata kunci : perhitungan kerugian Negara
Abstract
This study aims to find out: (1) the implementation of attorney function in the calculation of state loss;
and (2) the barriers in the implementation of state loss calculation in corruption cases.The method used in this
study was qualitative analysis. The respondentswere special crime prosecutor in the area of South Sulawesi
Attorney General`s Office (2 from each area). It was considered that the samples had understanding and
knowledge about the objects of this research.The result reveal that the function of attorney in calculating state
loss in corruption cases has been conducted in the area of South Sulawesi Attorney General`s Office. The
calculations area real, simple, and easy. However, there are obstacles in the implementation, such as lack of
datain deterneming state loss. In addition, related parties are less proactive in providing information.
Keyword: calculating state loss
2
PENDAHULUAN
Pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan negara
serta partisipasi masyarakat yang lemah dalam menjalankan fungsi kontrol sosial merupakan
salah satu faktor penyebab meningkatnya korupsi di Indonesia. Faktor lain yang sering
dianggap sebagai penyebab merebaknya korupsi adalah faktor korupsi yang terjadi di
Indonesia dianggap sudah “membudaya” dan menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan
dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pendekatan dari aspek hukum memandang bahwa substansi hukum bukan merupakan
satu-satunya faktor kelemahan dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi. Faktor
struktur hukum dan budaya hukum yang lemah juga terakumulasi pada lemahnya
pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai kelemahan yang ada pada hukum (pidana)
untuk melakukan upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi, menimbulkan berbagai
wacana baru untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi dengan cara lain dan bersifat
crash program seperti membentuk wadah tersendiri untuk mengadili para tersangka pelaku
korupsi.
Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara
dibidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun. Dalam penuntutan
dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh
kekuasaan lainnya. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut lebih
berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum,
penegakkan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi (Hartanti,2005)
Harapan
dapat
memberantas
korupsi secara
hukum
adalah
mengandalkan
diperlakukannya secara konsisten undang-undang tentang pemberantasan korupsi disamping
ketentuan terkait yang bersifat preventif. Fokus pemberantasan korupsi juga harus
menempatkan kerugian negara sebagai suatu bentuk pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi
secara luas. Pemikiran dasar mencegah timbulnya kerugian keuangan negara telah dengan
sendirinya mendorong agar baik dengan cara pidana atau cara perdata, mengusahakan
kembalinya secara maksimal dan cepat seluruh kerugian negara yag ditimbulkan olek praktek
korupsi. Pemikiran dasar tersebut telah memberi isi serta makna pasal–pasal dalam UU
pemberantasan tindak pidana korupsi. Adanya kerugian negara atau perekonomian negara
menjadi unsur utama dari delik korupsi. (Chazawi, 2003)
3
Berkaitan dengan banyaknya permasalahan tentang pidana korupsi, pada penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui fungsi kejaksaan dalam perhitungan kerugian Negara dalam
perkara tindak pidana korupsi.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian hukum tentang peran kejaksaan dalam perhitungan kerugian Negara
terhadap tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi maupun KUHAP ini memilih lokasi pada Wilayah Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Selatan, merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak perkara korupsi untuk diteliti
secara produktif, pada sisi lain penanganan perkara tindak pidana korupsi di Sulawesi Selatan
cenderung meningkat dan berdampak pada penyelenggaraan negara yang bersih dan
baik“clean and good Governance ”. Di daerah Sulawesi Selatan banyak terjadi tindak pidana
korupsi dalam berbagai modus, aspek dan berbagai institusi, namun permasalahan yang
timbul dari proses hukum (Penyidikan, Penuntutan, hingga eksekusi) dimana dalam
menentukan berapa kerugian negara yang menjadi satu hambatan pemberantasan korupsi
oleh Kejaksaan di Sulawesi Selatan. Oleh karenanya penelitian ini dilakukan di Provinsi
Sulawesi Selatan untuk melihat penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Sifat dan Tipe Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif.
Disebut sebagai metode pendekatan Normatif-Empirik karena penelitian ini mempergunakan
data sekunder untuk menganalisis mengenai asas, teori hukum yang dipergunakan sebagai
dasar perhitungan kerugian Negara terhadap tindak pidana korupsi. Pendekatan ini bertujuan
untuk melakukan penjelasan atas permasalahan yang diteliti dengan hasil penelitian yang
diperoleh dalam hubungannya dengan pemberantasan tindak pidana korupsi dan dasar
hukumnya.
Jenis penelitian dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian deskriptis yaitu
penelitian yang bermaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin serta gambaran
secara rinci, sistematik dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan dengan peran
kejaksaan dalam perhitungan kerugian Negara terhadap tindak pidana korupsi. Sekaligus
bermaksud adalah mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu di dalam
memperkuat teori-teori lama atau teori-teori baru.
4
Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul.
penentuan data dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling atau
judgemental sampling (tidak semua populasi dijadikan sampel namun hanya sampel yang
telah ditentukan terlebih dahulu dengan alasan kuat dapat memberikan data). Penentuan data
yang berasal dari berasal dari para praktisi (Jaksa), para akademisi dalam bidang Ilmu Hukum
dan Criminal justice system untuk menjawab permasalahan yang ada, serta data tambahan dari
berbagai literatur tentang azas, prinsip dan teori. Data yang berasal dari laporan penanganan
dan berkas perkara penanganan Tindak Pidana Korupsi Wilayah Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Selatan dan pihak lainnya yang terkait dan dibutuhkan dalam rangka untuk memperoleh
jawaban atas pertanyaan dalam penelitian ini.
HASIL
Fungsi kejaksaan sesuai dengan Undang-undang no. 16 tahun 2004 tentang kejaksaan
Republik Indonesia mencangkup aspek preventif dan aspek represif dalam kepidanaan serta
pengacara Negara dalam keperdataan dan tata usaha Negara. Sesuai dengan bunyi Pasal 30
UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian ini penulis, maka fungsi kejaksaan dalam perhitungan
kerugian Negara adalah sebagai mana berikut ini:
Dilakukan penyelidikan secara yuridis dalam pasal 1 angka 5 KUHAP yaitu
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukannsuatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya diloakukan penyidikan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang.
Latar belakang, motivasi dan urgensi diintrodusir fungsi penyelidikan kedalam undangundang pidana, antara lain untuk memberikan perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi
manusia mengacu kepada azas legalitas “nullum crime sine lege”. Azas ini dimaksudkan
untuk membatasi secara ketat penggunaan upaya paksa, disamping ada lembaga ganti
kerugian dan rehabilitasi. Setiap perbuatan yang diduga atau terjadi suatu tindak pidana, harus
menampilkan bentuknya secara jelas sebagai tindak pidana, berapa bukti permulaan cukup
yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan penyidikan dan konsekuensi logis dari suatu
penyidikan dapat dilakukan suatu upaya paksa. Mengapa hal tersebut perlu ditentukan terlebih
dahulu, karena berdasarkan identifikasi secara akurat dan tepat hasil penyelidikan, barulah
dapat ditentukan sebagai suatu perbuatan pidana, jika memuat bukti permulaan yang cukup.
5
Berdasarkan identifikasi yang akurat dan tepat sebagai bukti permulaan yang cukup, maka
hasil penyelidikan tersebut dapat dilanjutkan ketingkat penyidikan.(Krisna, 2009)
Sedangkan penyidikan secara yuridis dalam pasal 1 angka 2 KUHAP adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dan berdasarkan pasal 30
huruf d Undang-undak No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI menyebutkan bahwa
kejaksaan dalam hal ini jaksa dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan Undang-undang.
Berdasarkan hal tersebut maka jaksa dengan cara melakukan penyelidikan setelah
menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan terjadinya tindak pidana korupsi
yang dapat merugikan keuangan Negara. Setelah itu untuk mencari alat bukti maka
penyelidikan dilakukan dengan mengumpulkan bahan keterangan (pulbaket) maupun
pengumpulan data (puldata) minimal 2 alat bukti mengacu pada pasal 184 KUHAP.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian ini untuk mengetahui tentang cara yang dilakukan untuk
memperoleh data dengan cara pulbaket melalui permintaan keterangan terhadap saksi/ahli
atau dapat dilakukan wawancara dan bahan keterangan tersebut harus dapat menjelaskan
rumusan 4 W + 1H (what, who, when, where, dan How).
Dalam pelaksanaannya, pulbaket berkaitan dengan permintaan keterangan dapat
dilakukan dengan mengundang orang-orang yang akan dijadikan saksi/ahli, sedangkan
wawancara dengan cara langsung mendatangi saksi/ahli tersebut dan hasilnya untuk
permintaan keterangan dituangkan dalam berita acara, yang ditanda tangani pemeriksa dan
saksi/ahli, sedangkan wawancara cukup dicatat saja atau direkam.
Cara puldata dapat dilakukan dengan meminta data berupa surat, informasi yang
dikirim, diterima atau diseimpan secara elektronik dengan alat optik atau dokumen berupa
rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda
fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elelktronik, yang berupa tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau performasi yang memiliki
makna, dalam pelaksanaannya puldata baik yang berkaitan dengan surat maupun lainnya yang
terkait dengan petunjuk dapat diminta langsung atau melalui surat kepada orang yang
6
menguasainya. Permintaan ini tidak dapat dilakukan dengan upaya paksa yang lazim
dilakukan oleh penyidik didalam penyidikan suatu perkara tindak pidana, untuk menghindari
tuntutan hukum maka dilakukan dengan membujuk atau penyerahan sukarela yang
dituangkan dalam suatu berita acara yang ditnada tangani si pemberi dan si penerima serta
ditanda tangani juga oleh saksi-saksi (minimal 2 orang).
Pada dasarnya memang tidak ada aturan yang melarang atau memperbolehkan jaksa
untuk melakukan perhitungan kerugian Negara sendiri akan tetapi sesuai bunyi Pasal 30 UU
No.16 Tahun 2004 salah satu Tugas dan Wewenang Kejaksaan
adalah melakukan
Penyidikan Tindak Pidana Korupsi (penjelasan UU No.16 Tahun 2004). Dimana disini
sudah jelas tersirat salah satu tugas penyidik adalah mencari data dan mengumpulkan barang
bukti serta alat bukti.
Tetapi dari data yang diperoleh yang sebagian besar mengatakan bahwa jaksa dapat
melakukan perhitungan kerugian Negara rata-rata mengatakan bahwa sebenarnya Jaksa dalam
melakukan penyelidikan dan penyidikan itu dapat diperoleh dari hasil data-data berupa
dokumen dan alat bukti yang lain yang pada kasus tindak pidana korupsi berapa besar
kerugian negara yang diakibatkan itu sudah jelas ditemukan kerugian tersebut sudah benarbenar nyata dan perhitungannya mudah sehingga kerugian Negara sudah dapat ditentukan.
Dari sebagian kecil yang mengatakan jaksa tidak dapat melakukan perhitungan
kerugian Negara sendiri mereka rata-rata berpendapat bahwa yang dapat melakukan
perhitungan itu adalah ahli, jika perkara tindak pidana korupsi tersebut rumit
dalam
perhitungan kerugian negaranya dan membutuhkan keahlian khusus untuk menghitungnya.
Sehingga perkara tersebut membutuhkan ahli agar dapat dinyakini berapa besar kerugian yang
diakibatklan dari perkara itu.
Namun begitu semuanya mengatakan yang penting dalam kasus tindak pidana korupsi
tersebut terdapat ada kerugian negaranya dan bisa dibuktikan dengan didukung minimal 2 alat
bukti, pada saat persidangan nantinya apakah diperlukan keterangan ahli atau tidak itu
tergantung dari jaksanya yang dapat menyakinkan hakim di persidangan.
Hambatan Pelaksanaan Perhitungan Kerugian Negara
Tindak
pidana
korupsi di Indonesia
seperti
tidak
habis-habisnya.
Upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi tidak dapat hanya dilakukan secara parsial tetapi juga
dilakukan secara komperhensif. Untuk itu membutuhkan optimnalisasi kinerja dari aparat
hukum, disamping peran serta seluruh elemen masyarakat, didalam mengungkap segala
7
bentuk tindak pidana korupsi yang terjadi, terutama melalui laporan disertai dengan bukti
permulaan cukup.
Hasil penghitungan kerugian keuangan negara merupakan salah satu bahan sarana
yang akan digunakan oleh Penyidik dalam proses penuntutan, sehingga harus dilakukan oleh
pihak yang kompeten agar dapat mendukung upaya penuntutan itu sendiri. Kecerobohan
dalam melakukan penghitungan akan berakibat fatal dalam suatu pembuktian dugaan tindak
pidana korupsi di pengadilan nantinya. Oleh karena itu, apabila dalam melakukan
penghitungan masih terdapat data atau bukti penting yang belum diperoleh maka hal itu sudah
dapat menjadi hambatan/keraguan dalam menetapkan jumlah kerugian. Dan sebaiknya agar
diupayakan untuk memperoleh data atau bukti tersebut sehingga terdapat kepastian untuk
menetapkan jumlah kerugian.
Hasil wawancara terhadap Kasi Penyidikan M. Ashan Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Selatan, tanggal 26 Maret 2012 mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menghambat dalam
pelaksanaan dalam penghitungan kerugian Negara yaitu:
Kurangnya data
Hal ini maksudnya adalah bahwa selama proses penyelidikan dan penyidikan dugaan
perkara tindak pidana korupsi, di dalam pemeriksaan saksi maupun tersangka dimana mereka
itu menyembunyikan dokumen yang menjadi informasi penting dalam menentukan kerugian
Negara, sehingga dokumen-dokumen tersebut mereka mencoba untuk dihilangkan sehingga
kerugian Negara tersebut akan kurang jelas.
Para pihak kurang proaktive
Maksudnya pihak-pihak yang terkait dalam hal ini saksi dan tersangka dalam
memberikan keterangan dan sulit untuk menyerahkan dokumen penting dan berusaha untuk
dihilangkan
Auditor yang lamban
Dalam hal perhitungan kerugian Negara yang memerlukan audit dari BPKP dalam
penanganan perkara tindak pidana korupsi kinerja yang dilakukan untuk menentukan
perhitungan kerugian sangat lamban yang memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan hasil
audit itu bisa memakan waktu sampai 1 tahun, sehingga hal ini memperlambat proses
penyidikan.
Dan beliau juga mengatakan perlu adanya peningkatan mengenai kapasitas aparatur
Penegak Hukum khususnya Jaksa dalam menangani perkara tindak pidana korupsi untuk
mengikuti kegiatan sebagai berikut, Mengikuti pelatihan asset tracing, legal audit, forensic
8
accounting/audit forensic dan public relation dalam rangka proses peradilan dengan indikator
pencapaian meningkatnya penyelesaian kasus-kasus korupsi dengan kompleksitas tinggi,
Menyempurnakan sistem manajerial lembaga penegak hukum dengan indikator yang akan
dicapai adalah meningkatnya transparansi dan akuntabilitas proses penegakan hukum,
Menyempurnakan dan mengimplementasikan pedoman pelayanan pengaduan masyarakat
termasuk atas perilaku/sikap personel dengan indikator yang akan dicapai adalah masyarakat
secara proaktif mendukung upaya pemberantasan korupsi, terutama korupsi di lembaga
penegak hukum, Mengimplementasikan Standar Profesi/Kode Etik dengan indikator yang
akan dicapai adalah standar kinerja aparatur penegak hukum yang lebih terukur dan
akuntabel.
KESIMPULAN DAN SARAN
Adapun pelaksanaan fungsi kejaksaan dalam perhitungan kerugian Negara pada tindak
pidana korupsi yaitu: hasil penyelidikan dan hasil penyidikan, bahwa dalam praktek
penentuan kerugian Negara tidak di haruskan dilakukan oleh auditor tetapi dapat dilakukan
sendiri oleh jaksa sendiri asalakan kerugian tersebut sudah jelas, nyata dan tidak berbelit-belit
dengan pembuktiaannya mudah. Hambatan pelaksanaan perhitungan kerugian Negara yaitu
kurangnya data, para pihak kurang proactive dan lambannya auditor.
Bahwa agar peran kejaksaan dalam perhitungan kerugian Negara diatur dalam
Undang-undang Kejaksaan supaya lebih tegas kewenangannya. Dan perlu diberbanyak Diklat
Auditor di Kejaksaan RI.
DAFTAR PUSTAKA
Chazawi, Adami (2003). Hukum Pidana Materiil Dan Formil Tentang Korupsi Di Indonesia.
Malang. Bayu Media Publising
Hartanti, Evi. (2005). Tindak Pidana Korups.PT.Sinar Grafika, Semarang.
Harahap, Krisna (2009). Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan
Perundang-undangan.Bandung. PT.Grafitti
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, Tentang KUHAP.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang Nomor 16 tahun 2004.Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
9
Download