95 KARAKTERISTIK DAN KORELASI ANTAR SIFAT HIBRIDA HASIL PERSILANGAN ANTAR SPESIES KACANG HIJAU DENGAN KACANG BERAS CHARACTERISTIC AND CORRELATION AMONG TRAITS OF HYBRIDS OF INTERSPECIFIC HYBRIDIZATION BETWEEN MUNGBEAN AND RICEBEAN Lestari Ujianto a), Nur Basuki b), Kuswanto b) dan Astanto Kasno c) a). Fakultas Pertanian Universitas Mataram b). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang c). Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan karakteristik pada hibrida hasil persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras dan menduga besarnya koefisien korelasi genotipik dan fenotipik antar sifat-sifat kuantitatif hibrida. Penelitian ini terdiri dari tiga macam kegiatan yaitu persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras, silang balik dan perbanyakan F1, dan evaluasi populasi yang ada. Penelitian dilakukan mulai September 2009 sampai Januari 2011. Penanaman untuk persilangan dilakukan secara periodik. Rancangan yang digunakan untuk evaluasi adalah rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas empat varietas kacang hijau yaitu Manyar(MR), Merak(MK), Sampeong(S), Vima(V), dua genotip kacang beras yaitu yang berbiji kuning(RBK) dan berbiji merah(RBM), dan delapan hibrida hasil persilangan MR x RBK, MR x RBM, MK x RBK, MK x RBM, S x RBK, S x RBM, V x RBK, V x RBM. Data dianalisa dengan korelasi genotipik dan fenotipik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: karakteristik hibrida hasil persilangan antar spesies kacang hijau dan kacang beras berkisar diantara karakteristik kedua tetua baik sifat kualitatif maupun kuantitatif. Berat biji kering per tanaman berkorelasi positif nyata baik secara genotipik maupun fenotipik dengan jumlah polong per tanaman dan jumlah tangkai daun. Implikasinya adalah perbaikan daya hasil hibrida dapat dilakukan melalui perbaikan jumlah polong per tanaman dan jumlah tangkai daun. ABSTRACT The objectives of this research were to determine the characteristic change of hybrids of interspecific hybridization between mungbean and ricebean and estimate coefficient of genotypic and phenotypic correlation among quantitative characters of hybrids. This research consisted of three activities: interspecific hybridization between mungbean and riceban, backcross and reproduction of F1, and evaluation of all populations. The research was conducted from September 2009 until January 2011. Planting for hybridization was conducted periodically. Design used in this research was randomized completely block design with four replications. The treatments consisted of four mungbean varieties i.e.Manyar(MR), Merak(MK), Sampeong(S), Vima(V), two genotypes of ricebean i.e. yellow seed ricebean(RBK) and red seed ricebean(RBM), and eight hybrids of crossing MR x RBK, MR x RBM, MK x RBK, MK x RBM, S x RBK, S x RBM, V x RBK, V x RBM. Data was analyzed using genotypic and phenotypic correlation. The results of this research showed that the qualitative and quantitative characteristics on hybrids of interspecific hybridization between mungbean and ricebean were intermediate between characteristics of both parents, Weight of seeds per plant has positive significant correlation both genotypic and phenotypic with number of pods per plant and number of leave stalks. The implication is the improvement of yield potential of hybrids could be done through improvement of number of pods per plant and number of leave stalks. __________________________________ Kata kunci: persilangan antar spesies, hibrida, kacang hijau, kacang beras, korelasi, Key words: Interspecific hybridization, hybrids, mungbean, ricebean, correlation PENDAHULUAN Salah satu tujuan dari persilangan antar spesies pada tanaman yaitu untuk mendapatkan ekspresi karakter baru yang tidak nampak pada kedua spesies tetuanya. Persilangan antar spesies juga ditujukan untuk menambah keragaman genetik atau untuk menimbulkan keragaman baru sehingga memperbesar keragaman di alam Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011 96 atau koleksi yang sudah ada serta memperbanyak materi pemuliaan(Chen, et al., 1983; Choudary, et al., 2000). Menurut Gomathinayagam et al., 1998, tujuan persilangan antar spesies tergantung pada tujuan program pemuliaan yang ingin dicapai. Oleh karena itu persilangan antar spesies dapat menyebabkan perubahan karakter pada keturunannya baik kualitatif maupun kuantitatif. Persilangan antar spesies dapat mengakibatkan karakteristik keturunannya akan beragam antara pasangan persilangan yang satu dengan yang lain baik yang disebabkan oleh faktor genetik maupun lingkungan. Tingkat keragaman karakter keturunan sangat dipengaruhi oleh tetua yang digunakan(Ahn dan Hartmann, 1978). Keturunan pertama hasil persilangan merupakan rekombinasi gen-gen dari kedua tetuanya. Apabila keturunan ini ditanam maka akan terjadi pemisahan kembali (segregasi) dan menghasilkan keragaman pada keturunannya. Keragaman pada populasi F2 tergantung pada banyaknya kombinasi alel (genotip) yang terbentuk. Banyaknya kombinasi alel pada F2 mengikuti rumus 4n dimana n adalah banyaknya gen. Keragaman populasi F2 adalah lebih besar dari populasi F1 karena populasi F2 mengalami segregasi secara bebas. Semakin banyak gen yang mengendalikan maka semakin banyak kombinasinya alel dan akan semakin besar keragaman pada populasi F2 (Belanger et al., 2003). Dalam rangka perakitan varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi, pemulia dapat melakukan perbaikan hasil melalui perbaikan komponen hasil. Salah satu komponen hasil kacang hijau yang penting adalah jumlah polong per tanaman. Dengan perbaikan jumlah polong per tanaman diharapkan akan terjadi perbaikan daya hasil jika komponen hasil yang lain dapat dipertahankan (Arshad, et al., 2009; Ghafoor et al., 2002). Untuk itu pemulia perlu sumber plasma nutfah yang memiliki jumlah polong per tanaman yang tinggi. Kacang beras (Vigna umbellata (Thunb.) Ohwi & Ohashi) yang dikenal dengan rice bean memiliki jumlah polong per tanaman yang tinggi. Selain memiliki jumlah polong yang tinggi, kacang beras tahan terhadap beberapa hama penting kacang hijau seperti hama kumbang bubuk (Ullah, et al., 2007; Somta, et al., 2006). Oleh karena itu kacang beras cocok dijadikan tetua donor untuk perakitan kacang hijau yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penting. Untuk menggabungkan keunggulan sifat tersebut perlu dilakukan persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras. L. Ujianto dkk: Karakteristik dan korelasi … Dengan persilangan antar spesies ini juga diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik pada keturunannya. Karakter keturunan hasil persilangan merupakan kombinasi atau gabungan dari karakter kedua tetuanya. Oleh karena itu akan ada perbedaan karakteristik keturunan dengan kedua tetuanya. Tingkat perbedaannya tergantung pada seberapa besar faktor genetik tetua yang diwariskan kepada keturunannya (Hadley dan Openshaw, 1980). Banyak informasi genetik yang dapat dikaji pada keturunan hasil persilangan terutama tentang faktor-faktor yang menyebabkan perubahan karakteristik dan korelasi genotipik. Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1). mengetahui perubahan karakteristik pada hibrida hasil persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras dan sekaligus untuk mengkonfirmasi keberhasilan persilangan, 2). Menduga besarnya koefisien korelasi genotipik dan fenotipik antar sifat-sifat kuantitatif hibrida. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari tiga kegiatan, yaitu 1). Persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras, 2). Silang balik dan perbanyakan F1, 3). Evaluasi populasi yang ada. Bahan yang digunakan yaitu empat varietas unggul kacang hijau yang berbeda karakteristiknya (Manyar, Merak, Sampeong dan Vima) dan dua genotip kacang beras (berbiji kuning dan merah). Penanaman untuk persilangan dilakukan secara periodik. Penanaman dilakukan pada pot agar memudahkan dalam kegiatan hibridisasi. Sebelum penanaman, dilakukan persiapan media tanam. Tanah yang digunakan adalah tanah regosol. Tanah dikeringanginkan selama 1 minggu kemudian dilembutkan. Sebelum dimasukkan ke dalam pot, tanah diaduk dahulu sampai homogen, selanjutnya dimasukkan dalam pot dengan volume yang sama. Setiap pot ditanami dengan dua benih. Pemupukan dilakukan pada awal penanaman dengan dosis 1 g Urea, 2 g Superphos, dan 1 g K.Cl per tanaman. Pemberian pupuk dilakukan bersamaan pada saat tanam dengan jarak 5 cm dari lubang tanam. Penyiangan dilakukan setiap minggu, pengairan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, dan pengendalian hama menggunakan Confidor 200 SL dengan konsentrasi 2 ml l-1. Persilangan guna membentuk populasi F1 antar spesies dan BC1.1. mengacu metode yang dilakukan oleh IITA Research Guide 42 Hand Crossing of 97 Cowpea (Myers, 1996). Emaskulasi dilakukan dengan cara memotong 1/3 bagian bunga betina yang diperkirakan besoknya akan mekar. Polinasi dilakukan pada pagi hari. Evaluasi hibrida hasil persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras untuk mengkaji karakteristik dan korelasi antar sifat dilakukan di lapang. Rancangan yang digunakan untuk evaluasi adalah rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas 4 tetua betina, 2 tetua jantan, 8 populasi F1, 4 populasi silang balik, dan 4 populasi F2. Luas lahan yang digunakan adalah kurang lebih 1500 m2. Petak lahan dibagi dalam 10 blok, 8 blok untuk evaluasi dan 2 blok untuk penanaman tanaman cadangan, dengan ukuran 40 m x 2,5 m dan tiap blok dibagi dalam plot-plot. Adapun jarak tanamnya yaitu 40 cm x 15 cm. Pemupukan menggunakan 50 kg ha-1 Urea, 100 kg ha-1 Superphos dan 50 kg ha-1 KCl. Pupuk diberikan bersamaan dengan penanaman. Pemupukan dilakukan secara tugal dengan jarak 5 cm dari tanaman. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 dan 4 minggu setelah tanam. Pengendalian hama digunakan Confidor 200 SL dengan konsentrasi 2 ml l-1 air. Penyemprotan dilakukan pada saat tanaman berumur 14 dan 28 hari setelah tanam. Untuk pengendalian penyakit digunakan Dithane M-45 80WP dengan konsentrasi 2 g l-1. Penyemprotan dilakukan pada saat tanaman berumur 21 hari setelah tanam. Pengairan tidak dilakukan karena kebutuhan air sudah cukup dari air hujan. Pemanenan dilakukan apabila batang sudah mengeras, daun menguning dan sebagian berguguran, polong sudah berisi penuh dan keras. Korelasi antar sifat tanaman diduga dengan analisis korelasi genotipik (rg) dan korelasi fenotipik (rp) dengan persamaan yang diajukan oleh Singh dan Chaudhary (1979). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik populasi keturunan hasil persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras menunjukkan adanya penggabungan sifat dari kedua tetuanya. Hal ini ditunjukkan oleh karakteristik kualitatif dan kuantitatif. Karakteristik baik kualitatif maupun kuantitatif populasi keturunan hasil persilangan umumnya berada pada kisaran antara tetua betina yaitu kacang hijau dan tetua jantan yaitu kacang beras. Pada Tabel 3 terlihat bahwa karakteristik kualitatif keturunan hasil persilangan berada pada kisaran kedua tetuanya terutama warna bunga, warna biji, warna tangkai daun, warna hipokotil dan tipe pertumbuhan. Kacang hijau varietas Manyar warna bunganya kuning kelabu disilangkan dengan kacang beras berbiji kuning dengan warna bunga kuning cerah menghasilkan keturunan dengan warna bunga kuning. Lebih jelas lagi terlihat terjadinya penggabungan sifat yaitu pada warna biji. Kacang hijau varietas Manyar dan Vima memiliki warna biji hijau kusam disilangkan dengan kacang beras berbiji kuning (RBK) menghasilkan keturunan dengan warna biji hijau kusam agak kekuningan. Kacang hijau varietas Manyar dan varietas Vima berbiji hijau kusam disilangkan dengan kacang beras berbiji merah (RBM) menghasilkan keturunan dengan warna biji hijau kusam kemerahan. Kacang hijau varietas Merak dan Sampeong yang memiliki biji berwarna hijau mengkilat disilangkan dengan kacang beras berbiji kuning menghasilkan keturunan dengan warna biji hijau mengkilat kekuningan. Kacang hijau varietas Merak dan Sampeong berbiji hijau mengkilat disilangkan dengan kacang beras berbiji merah menghasilkan keturunan dengan warna biji hijau mengkilat kemerahan. Tabel 1. Analisis Keragaman Salah Satu Peubah yang Diamati Sumber Keragaman Derajat Bebas Blok r-1 JKB KTB KTB/KTE Perlakuan p-1 JKP KTP KTP/KTE JKE KTE Error (r-1)(p-1) Total r.p-1 Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011 98 Tabel 2. Analisis Peragaman antar Dua Peubah yang Diamati Sumber Keragaman Blok Perlakuan Error Total Derajat Bebas r-1 p-1 (r-1)(p-1) r.p-1 Hasil Kali Tengah HKTB HKTP HKTE F hitung NHKT HKTB/HKTE HKTP/HKTE Cove + gCovB Cove + r CovG Cove CovG = (HKTG – HKTE) / r CovP = CovG + CovE σ2g = (KTG - KTE) / r σ2p = σ2g + σ2e σ2e = KTE rg = CovG / (σ2gx . σ2gy)1/2 rp = CovP / (σ2px . σ2py)1/2 Tabel 3. Sifat-sifat Kualitatif Tetua dan Keturunan Hasil Persilangan Kacang Hijau dengan Kacang Beras No Genotip Warna Bunga Kuning kelabu WarnaTang kai Daun Merah Hijau kusam kehijauan Hijau agak Hijau kekuningan kemerahan Hijau agak Hijau kemerahan kemerahan Hijau Hijau mengkilap Hijau agak Hijau kekuningan Hijau agak Hijau agak kemerahan kemerahan Hijau Hijau mengkilap kemerahan Hijau agak Hijau kekuningan kemerahan Hijau agak Hijau kemerahan kemerahan Hijau kusam Hijau Hijau agak Hijau kekuningan Hijau agak Hijau agak kemerahan kemerahan Warna Biji 1 MANYAR 2 MANYAR X RBK Kuning 3 MANYAR X RBM Kuning 4 MERAK Kuning 5 MERAK X RBK Kuning 6 MERAK X RBM Kuning 7 SAMPEONG Kuning kelabu 8 SAMPEONG XRBK Kuning 9 SAMPEONG X RBM Kuning 10 VIMA Kuning 11 VIMA X RBK Kuning 12 VIMA X RBM Kuning 13 RBK Kuning cerah Kuning 14 RBM Kuning Merah Warna tangkai daun dan warna hipokotil keturunan hasil persilangan juga berada pada kisaran kedua tetuanya. Kacang hijau varietas L. Ujianto dkk: Karakteristik dan korelasi … Warna Hipokotil Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau kemerahan Tipe Pertum buhan Semideterminit Semideterminit Semideterminit Hijau Determinit Hijau semideterminit Hijau semideterminit Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau kemerahan Hijau Semideterminit Semideterminit Semideterminit Determinit Hijau semideterminit Hijau semideterminit Hijau Hijau Semideterminit Merah kehijauan Hijau kemerahan Semideterminit Manyar memiliki hipokotil dan tangkai daun berwarna merah kehijauan disilangkan dengan kacang beras berbiji kuning yang memiliki 99 hipokotil dan tangkai daun berwarna hijau menghasilkan keturunan dengan hipokotil dan tangkai daun berwarna hijau kemerahan. Demikian juga kacang hijau varietas Sampeong, hipokotilnya berwarna merah kehijauan disilangkan dengan kacang beras berbiji kuning yang hipokotilnya berwarna hijau menghasilkan keturunan dengan hipokotil berwarna hijau kemerahan. Kacang hijau varietas Merak warna tangkai daunnya hijau disilangkan dengan kacang beras berbiji merah dengan warna tangkai daun merah kehijauan menghasilkan keturunan dengan tangkai daun berwarna hijau kemerahan. Kacang hijau varietas Merak dan Vima memiliki tipe pertumbuhan yang determinit disilangkan dengan kacang beras yang memiliki tipe pertumbuhan semideterminit menghasilkan keturunan yang cenderung semi determinit. Karakteristik kuantitatif yang sangat berbeda antara kacang hijau dengan kacang beras yaitu tinggi tanaman, jumlah polong, umur panen, dan berat biji per tanaman. Kacang beras yang memiliki tipe pertumbuhan semideterminit memiliki tinggi tanaman yang cukup besar terutama jika ditanam dilahan sawah dan pada musim penghujan. Kacang hijau kebanyakan memiliki tipe pertumbuhan yang determinit. Umur panen kacang beras untuk panen pertama sekitar tiga bulan sedangkan kacang hijau kebanyakan varietas memiliki umur panen dua bulan. Karakteristik kacang beras yang lainnya yaitu jumlah polongnya yang banyak dan berat biji per tanamannya yang tinggi. Karakteristik kuantitatif populasi keturunan hasil persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras berada diantara karakteristik kedua tetua terutama yang mudah diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, umur panen dan berat biji per tanaman (Gambar 1-4). Kacang hijau varietas Merak dengan rata-rata tinggi tanaman 48,5 cm disilangkan dengan kacang beras berbiji kuning dan merah dengan rata-rata tinggi tanaman 85 cm menghasilkan keturunan dengan rata-rata tinggi tanaman 60 cm. Kacang hijau varietas Vima yang memiliki rata-rata jumlah polong 17,5 disilangkan dengan kacang beras berbiji kuning yang memiliki rata-rata jumlah polong 81 menghasilakan keturunan yang memiliki jumlah polong rata-rata 26,8. Kacang hijau varietas Vima yang memiliki rata-rata umur panen 60 hari disilangkan dengan kacang beras berbiji kuning yang memiliki rata-rata umur panen 91,3 hari menghasilkan keturunan dengan rata-rata umur panen 64,5 hari. Demikian juga kacang hijau varietas Merak yang memiliki ratarata berat biji per tanaman 13 g disilangkan dengan kacang beras yang memiliki rata-rata berat biji per tanaman 41,3 g menghasilkan keturunan dengan rata-rata berat biji per tanaman 16 g. Untuk karakteristik kuantitatif yang lain yaitu diameter batang, jumlah cabang, jumlah biji per polong tidak begitu kontras. Analisis korelasi genotipik dan fenotipik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar derajat keeratan hubungan antar sifat yang diamati baik yang dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan maupun interaksi keduanya. Pada Tabel 4 terlihat bahwa koefisien korelasi genotipik maupun fenotipik yang diperoleh terdapat nilai yang positif maupun negatif. Berat biji per tanaman memiliki koefisien korelasi yang positif terhadap sifat yang lain kecuali terhadap diameter batang dan jumlah biji per polong baik secara genotipik maupun fenotipik. Berat biji per tanaman berkorelasi positif nyata dengan jumlah tangkai daun dan jumlah polong baik secara genotipik maupun fenotipik. Jumlah polong per tanaman berkorelasi positif nyata baik secara genotipik maupun fenotipik dengan jumlah tangkai daun, jumlah tangkai polong, tinggi tanaman, panjang polong, dan berat 100 biji. Pembahasan Karakteristik kualitatif populasi keturunan persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras ini umumnya berada diantara karakteristik kedua tetuanya. Kacang hijau sesuai dengan namanya bijinya umumnya berwarna hijau disilangkan dengan kacang beras berbiji kuning menghasilkan keturunan dengan warna biji hijau kekuningan dan hijau kemerahan jika disilangkan dengan kacang beras berbiji merah. Karakter warna dikategorikan dalam sifat kualitatif karena umumnya dikendalikan secara monogenik atau digeneik yang dikendalikan oleh satu atau dua gen pengendali serta kurang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dalam ekspresinya. Mittapalli dan Rowland (2003) melaporkan bahwa warna biji kuning pada tanaman flax dikendalikan oleh gen resesif. Karakter kualitatif umumnya mudah diklasifikasikan dalam kelas dan urutan kelas kurang menjadi pertimbangan. Menurut Purnomo, dkk. (2001), warna biji, warna polong, warna hipokotil termasuk sifat kualitatif kacang hijau. Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011 100 Keterangan : MR = varietas Manyar, RK = kacang beras berbiji kuning, RM = kacang beras berbiji merah, S = varietas Sampeong, MK = varietas Merak, V = varietas Vima, MR x RK = keturunan pertama hasil persilangan MR x RK, MK x RM = keturunan pertama hasil persilangan MK x RM, S x RK = keturunan pertama hasil persilangan S x RK, V x RM = keturunan pertama hasil persilangan V x RM, Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Tetua dan Keturunan Hasil Persilangan Kacang Hijau dengan Kacang Beras Keterangan : MR = varietas Manyar, RK = kacang beras berbiji kuning, RM = kacang beras berbiji merah, S = varietas Sampeong, MK = varietas Merak, V = varietas Vima, MR x RK = keturunan pertama hasil persilangan MR x RK, MK x RM = keturunan pertama hasil persilangan MK x RM, S x RK = keturunan pertama hasil persilangan S x RK, V x RM = keturunan pertama hasil persilangan V x RM, Gambar 2. Grafik Jumlah Polong Tetua dan Keturunan Hasil Persilangan Kacang Hijau dengan Kacang Beras L. Ujianto dkk: Karakteristik dan korelasi … 101 Keterangan : MR = varietas Manyar, RK = kacang beras berbiji kuning, RM = kacang beras berbiji merah, S = varietas Sampeong, MK = varietas Merak, V = varietas Vima, MR x RK = keturunan pertama hasil persilangan MR x RK, MK x RM = keturunan pertama hasil persilangan MK x RM, S x RK = keturunan pertama hasil persilangan S x RK, V x RM = keturunan pertama hasil persilangan V x RM, Gambar 3. Grafik Berat Biji per Tanaman Tetua dan Keturunan Hasil Persilangan Kacang Hijau dengan Kacang Beras Keterangan : MR = varietas Manyar, RK = kacang beras berbiji kuning, RM = kacang beras berbiji merah, S = varietas Sampeong, MK = varietas Merak, V = varietas Vima, MR x RK = keturunan pertama hasil persilangan MR x RK, MK x RM = keturunan pertama hasil persilangan MK x RM, S x RK = keturunan pertama hasil persilangan S x RK, V x RM = keturunan pertama hasil persilangan V x RM, Gambar 4. Grafik Berat Biji per Tanaman Tetua dan Keturunan Hasil Persilangan Kacang Hijau dengan Kacang Beras . Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011 102 Tabel 4. Koefisien Korelasi Genotipik (di Atas Diagonal) dan Fenotipik (di Bawah Diagonal) antar Sifat Kuantitatif yang Diamati DB JC JTD JTP TT PP JBP B100 UB UP JP BBT DB 1.00 0.59* -0.30 0.10 0.43* -0.37 0.73* 0.61* 0.08 0.08 -0.14 -0.15 JC 0.35* 1.00 0.74* 0.32* 0.67* 0.37* 0.25 0.36* 0.25 0.25 0.57* 0.20 JTD -0.68* 0.67* 1.00 0.34* 0.72* 0.75* -0.30* 0.53* 0.30 0.30 0.67* 0.30* JTP -0.13 0.29* 0.37* 1.00 0.28* 0.24 0.04 0.10 0.11 0.11 0.25 0.10 TT -0.45* 0.70* 0.77* 0.33* 1.00 0.40* 0.41* 0.27 0.25 0.25 0.51* 0.20 PP JBP -0.20 0.56* 0.31* 0.31* 0.54* -0.29* 0.20 0.03 0.33* 0.36* 0.24 1.00 -0.21 1.00 0.59* 0.57* 0.21 0.12 0.20 0.12 0.52* -0.21 0.24 -0.15 B100 -0.98* -0.34* 0.53* 0.12 -0.29* 0.44* -0.47* 1.00 0.06 0.06 0.35* 0.20 UB UP 0.13 0.13 0.26 0.25 0.31* 0.30* 0.13 0.13 0.28* 0.28* 0.15 0.15 0.09 0.09 0.06 0.06 1.00 0.10 0.10 1.00 0.21 0.21 0.09 0.09 JP 0.11 0.07 0.71* 0.28* 0.58* 0.40* -0.17 0.38* 0.23 0.23 1.00 0.44* BBT -0.29* 0.22 0.32* 0.12 0.23 0.19 -0.14 0.22 0.10 0.10 0.51* 1.00 Keterangan : * berbeda nyata pada taraf nyata 5%, DB = diameter batang, JC = jumlah cabang, JTD = jumlah tangkai daun, JTP = jumlah tangkai polong, TT = tinggi tanaman, PP = panjangpolong, JBP = jumlah biji per polong, B100 = berat 100 biji, UB = umur berbunga, UP = umur panen, JP = jumlah polong per tanaman, BBT = berat biji per tanaman. Warna biji keturunan hasil persilangan tidak hanya beragam antar pasangan persilangan tetapi juga dalam satu pasangan persilangan bahkan pada beberapa polong, warna bijinya berbedabeda dalam satu polong. Fenomena dimana biji atau buah berbeda dengan biji atau buah lainnya dalam satu tanaman dalam hal warna, ukuran, bentuk atau penampakan lainnya dinamakan xenia. Pembentukan xenia merupakan hasil dari pengaruh gen tetua jantan pada endosperm atau kulit biji tetua betina. Fenomena xenia ini banyak ditemukan pada tanaman jagung (Seka dan Cross, 1995; Waller, 1917). Warna bunga dan warna hipokotil sering digunakan sebagai penanda dalam persilangan pada tanaman kelompok kacang-kacangan. Karakteristik warna pada populasi keturunan hasil persilangan merupakan gabungan dari karakter warna bunga dan hipokotil tetuanya. Kacang hijau yang warna bunganya kuning kelabu disilangkan dengan kacang beras dengan warna bunga kuning cerah menghasilkan keturunan dengan warna bunga kuning. Kacang hijau yang warna hipokotilnya hijau disilangkan dengan kacang beras dengan warna hipokotil merah kehijauan menghasilkan keturunan dengan warna hipokotil hijau kemerahan. Demikian juga kacang hijau yang warna hipokotilnya merah kehijauan disilangkan dengan kacang beras dengan warna hipokotil hijau menghasilkan keturunan dengan warna hipokotil hijau kemerahan. Kacang hijau dengan L. Ujianto dkk: Karakteristik dan korelasi … tipe pertumbuhan determinit disilangkan dengan kacang beras yang semi determinit menghasilkan keturunan yang cenderung semi determinit. Tipe pertumbuhan tanaman umumnya diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu determinit, semi determinit dan indeterminit. Pewarisan sifat dari warna hipokotil dan tipe pertumbuhan umumnya adalah juga monogenik. Mustapha dan Singh (2008) melaporkan bahwa pewarisan sifat warna polong kacang tunggak dikendalikan oleh gen tunggal atau monogenik dimana polong yang berpigmen dominan terhadap yang tidak berpigmen. Berdasarkan penelitian Sangwan dan Lodhi (1998) warna bunga dan warna polong pada kacang tunggak dikendalikan oleh gen tunggal resesif. Berdasarkan penelitian Mustapha (2007), warna kelopak dan mahkota bunga kacang tunggak diwariskan secara monogenik dan digenik karena dikendalikan oleh satu dan dua gen. Karakteristik kualitatif populasi keturunan hasil persilangan kacang hijau dan kacang beras selain warna biji, bunga, hipokotil, dan tipe pertumbuhan hampir sama dengan sifat kualitatif kacang hijau. Hal ini kemungkinan sifat-sifat kualitatif tersebut banyak dipengaruhi oleh induk betina. Adanya perubahan karakteristik kualitatif pada keturunan hasil persilangan membuktikan keberhasilan persilangan antar spesies kacang hijau dengan kacang beras. Hal ini diperkuat dengan munculnya fenomena xenia yang merupakan bukti adanya kontribusi dari tetua 103 jantan. Fenomena ini tidak akan muncul jika persilangan antar spesies ini tidak berhasil. Purnomo, dkk. (2001) menyatakan bahwa penggabungan karakter genetik yang baik ke dalam suatu varietas sangat ditentukan oleh sifat terpenting yang akan digabungkan. Sifat kuantitatif kacang hijau meliputi tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, umur berbunga, umur panen, bobot 100 biji. Sifat kuantitatif umumnya memiliki keragaman tinggi sehingga mempunyai peluang untuk perbaikan karakter-karakter tersebut Berat biji kering per tanaman secara genetik dan fenotipik merupakan manifestasi dari hasil berkorelasi positif nyata dengan jumlah polong per tanaman. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah polong per tanaman akan semakin tinggi hasilnya jika sifat lainnya tetap. Karena jumlah polong per tanaman ini berkorelasi positif nyata dengan hasil, maka untuk perbaikan daya hasil dapat ditempuh dengan perbaikan jumlah polong per tanaman. Selain dengan berat biji per tanaman, jumlah polong berkorelasi positif nyata secara fenotipik dengan jumlah cabang, jumlah tangkai daun, tinggi tanaman, panjang polong. Secara genetik jumlah polong per tanaman berkorelasi positif nyata hanya dengan tinggi tanaman dan jumlah tangkai daun selain berat biji kering per tanaman. Hasil penelitian yang sama pada tanaman kacang hijau dilaporkan oleh Saeed et al. (2007), Aqsa et al. (2010), Mensah dan Tope (2007), Makeen, et al. (2007), Rohman, et al. (2003), Hakim (2008) dan (2010). Saeed et al. (2007), melaporkan bahwa berat biji per tanaman berkorelasi positif nyata dengan jumlah polong per tanaman dan jumlah cabang. Sifat morfologi mempunyai kecenderungan hubungan yang beragam satu sama lain. Disamping itu jumlah polong memiliki hubungan langsung yang tinggi terhadap hasil biji per tanaman dibanding sifat yang lain. Hasil penelitian Aqsa, et al. (2010) menunjukkan bahwa hasil biji per tanaman berkorelasi positif nyata baik secara genotipik maupun fenotipik dengan jumlah polong per tanaman, dan berkorelasi secara fenotipik dengan hasil. Koefisien korelasi genotipik umumnya lebih besar dari korelasi fenotipik. Mensah dan Tope (2007) melaporkan bahwa berat biji per tanaman berkorelasi positif nyata dengan jumlah polong per tanaman, umur panen, jumlah cabang, dan jumlah biji per tanaman. Rohman, et al. (2003) melaporkan bahwa berat biji per tanaman berkorelasi positif nyata secara genotipik dan fenotipik dengan jumlah polong per tanaman. Secara genotipik berat biji per tanaman juga berkorelasi dengan jumlah biji per polong dan berat 100 biji. Hasil penelitian Hakim (2010) menunjukkan bahwa hasil berkorelasi positif nyata dengan jumlah polong per tanaman dan tinggi tanaman dengan koefisien korelasi sebesar 0,722 dan 0,946. Hasil penelitian yang berbeda dilaporkan oleh Arshad, et al. (2009) yang menunjukkan bahwa hanya tinggi tanaman diantara karakter yang menunjukkan hubungan yang positif nyata terhadap hasil per tanaman baik tingkat fenotipik maupun genotipik. Lebih jauh korelasi positif nyata tinggi tanaman dengan umur berbunga dan cabang sekunder juga diperoleh. Cabang utama per tanaman dan umur berbunga juga menunjukkan hubungan yang positif nyata. Asosiasi yang negatif nyata terjadi hanya antara cabang sekunder dan panjang polong. Hubungan antara sifat yang lainnya ada yang positif dan negatif tetapi tidak berbeda nyata. Korelasi antara hasil dengan jumlah polong ternyata tidak hanya pada tanaman kacang hijau tetapi juga tanaman yang lain. Lopez, et al. (1997) melaporkan bahwa tinggi tanaman berkorelasi genetik positif nyata dengan berat 100 biji tetapi tidak berbeda nyata dengan berat biji kering kedelai. Arshad et al. (2004) melaporkan bahwa berat biji per tanaman Cicer arietinum L. berkorelasi positif nyata dengan tinggi tanaman dan jumlah polong per tanaman baik secara genotipik maupun fenotipik. Jumlah polong berkorelasi genotipik positif nyata dengan tinggi tanaman. Keterkaitan sifat yang satu dengan sifat yang lain ini dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Faktor genetik yang utama yaitu adanya peristiwa pleiotropi dan linkage. Menurut Panthalone, et al. (1996) derajat keeratan sifat ini secara genetik dipengaruhi oleh faktor pleiotropi dan linkage. Pleiotropi merupakan suatu peristiwa dimana satu gen dapat mengendalikan lebih dari satu sifat, sehingga perubahan atau perbaikan pada suatu sifat akan mempengaruhi perbaikan pada sifat lain yang derajat keeratannya nyata. Linkage merupakan peristiwa dimana beberapa gen yang mengendalikan beberapa sifat diwariskan secara bersama-sama, sehingga perbaikan suatu sifat akan dapat memperbaiki sifat lainnya. Perubahan pada satu sifat menyebabkan perubahan pada sifat yang lainnya. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh yaitu kesuburan tanah, intensitas dan lama penyinaran, curah hujan, dan temperatur. Secara genetik maupun fenotipik, jumlah polong per tanaman memiliki korelasi positif nyata dengan hasil yang dicerminkan oleh berat biji per tanaman. Hal ini berarti bahwa sifat Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011 104 jumlah polong per tanaman dapat dijadikan sebagai kreteria seleksi tak langsung untuk perbaikan hasil kacang hijau. Dengan perbaikan jumlah polong akan dapat juga memperbaiki hasil kacang hijau dengan mempertahankan komponen hasil yang lain. Perbaikan sifat jumlah polong akan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan hasil tanaman karena jumlah polong mudah diamati. Pengamatannya dapat dilakukan sebelum panen sehingga dapat dilakukan seleksi sebelum panen. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). karakteristik hibrida hasil persilangan antar spesies kacang hijau dan kacang beras berkisar diantara karakteristik kedua tetua baik sifat kualitatif maupun kuantitatif. 2). Berat biji kering per tanaman berkorelasi positif nyata baik secara genotipik maupun fenotipik dengan jumlah polong per tanaman dan jumlah tangkai daun. Implikasinya adalah perbaikan daya hasil hibrida hasil persilangan kacang hijau dengan kacang beras dapat dilakukan melalui perbaikan jumlah polong per tanaman dan jumlah tangkai daun. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Pendidikan Tinggi yang telah memberi beasiswa dan hibah penelitian Disertasi Doktor, Kepala Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan yang telah membatu benih dan pustaka, serta semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. DAFTAR PUSTAKA Ahn, C.S. and R.W. Hartmann. 1978. Interspecific hybridization between mungbean (Vigna radiata (L.) Wilczek). and adzuku bean (Vigna angularis (Wild) Ohwi * Ohashi. J. Amer.Soc. Hort.Sci. 103:3-6 Aqsa, T., M.. Saleem, and I. Aziz. 2010. Genetic variability, trait association and path analysis of yield and yield components in mungbean (Vigna radiata (L.) Wilczek). Pak. J. Bot. 42(6): 3915-3924. Arshad, M., M. Aslam, and M. Irshad. 2009. Genetic variability and character association among morphological traits of mungbean, Vigna radiata L. wilczek genotypes. J. Agric. Res. Vol. 47(2): 121-126 L. Ujianto dkk: Karakteristik dan korelasi … Arshad, M., A. Bakhsh, and A. Ghafoor. 2004. Path coefficient analysis in chickpea (Cicer arietinum L.) under rainfed conditions. Pak. J. Bot., 36(1): 75-81. Belanger, F.C., K.A. Plumley, P.R. Day, and W.A. Meyer. 2003. Interspecific hybridization as a potential method for improvement of Agrostis species. 43(6): 2172-2176. Chen, N.C., L.R.Baker, and S..Honma. 1983. Interspecific crossability among four species of vigna food legumes. Euphytica Vol. 32: 925-937 Choudhary, B.R., P. Joshi and S. Ramaraq. 2000. Interspecific hybridization between Brassica carinata and Brassica rapa. Plant Breeding 119: 417-420. Ghafoor, A, Z. Ahmad, A.S. Qureshi and M. Bashir. 2002. Genetic relationship in Vigna mungo (L.) Hepper and V. radiata (L.) R.Wilczek based on morphological traits and SDS-PAGE. Euphytica 123: 367–378. Gomathinayagam, P., S.G. Ram, R. Rathaswamy and N.M. Ramaswamy. 1998. Interspecific hybridization between Vigna unguiculata (L.) Walp. and V. vexillata (L.) A.Rich. through in vitro embryo culture. Euphytica 102: 203-209. Hadley, H.H. and S.J. Openshaw. 1980. Interspecific and intergeneric hybridization. p. 133-160. In: W.R. Fehr and H.H. Hadley (eds.), Hybridization of crop plants. American Society of Agronomy and Crop Science Society of America, Wisconsin, USA. Hakim, L. 2008. Variability and correlation of agronomic characters of mungbean germplasm and their utilization for variety improvement program. Indonesian J. Agric. Sci. 9(1): 24-28. Lopez, E.C.A., D. Destro, R. Montalvan, M.U. Ventura, and E.P. Guerra. (1997), Genetic gain and corelation among traits for stink bug resistance in soybean. Euphytica 96:161-166. Makeen, K., G. Abrahim, A. Jan and A.K. Singh. 2007. Genetic variability and correlations studies on yield and its components in mungbean (Vigna radiata (L.)Wilczek). Journal of Agronomy 6(1): 216-218. 105 Mensah, J.K and O.R. Tope. 2007. Performance of mung beans (Vigna mungo (L.) Hepper) grown in Mid-west Nigeria. American Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 2(6): 696701 Myer, G.O. 1996. IITA Research Guide 42: Hand crossing of cowpea. IITA Ibadan Nigeria. Mittapalli and Rowland. 2003. Inheritance of seed color of flax. Crop Sci. 6: 1945-1951 Mustapha, Y. and B.B.Singh, 2008. Inheritance of pod colour in cowpea (Vigna unguiculata L. Walp.). Sci.world J. 3(2): 39-42 Mustapha, Y. 2007. Inheritance of flower color on cowpea (Vigna unguiculata L. Walp.). IJPAS, 1(1): 10-19 Pantalone, V.R., J.W. Burton, and T.E. Carter, Jr. 1996. Soybean root heritability and genotypic correlations with agronomics and seed quality traits. Crop Sci. 35: 1120-1125. Purnomo, H., A. Supeno, dan M. Anwari. 2001. Keragaman beberapa karakter kuantitatif dan kualitatif plasma nutfah kacang hijau. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, hal. 243-252 Rohman, Md.M., A.S.M.I. Hussain,Md.S. Arifin, Z. Akhter and M. Hasanuzzaman. 2003. Genetic variability, correlation and path analysis in mungbean. Asian J. of Plant Sci. 2(17-24): 1209-1211 Saeed, I., G.S.S. Khattak and R. Zamir. 2007. Association of seed yield and some important morphological traits in mungbean (Vigna radiata (L.)Wilczek). Pak. J. Bot. 39(7): 2361-2366 Sangwan, R.S. and G.P. Lodhi. 1998. Inheritance of flower and pod color in cowpea (Vigna unguiculata L. Walp. Euphytica 102: 191-193 Seka and Cross, 1995. Xenia and maternal effects on maize agronomic traits at three plant densities. Crop Sci. 35: 86 – 90. Singh, R.K and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Anslysis. Kalyani Publishers, Ludhiana, India, 303 p. Somta, P., A. Kaga, N. Tomooka, K. Kashiwaba, T. Isemura, B. Chaitieng, P. Srinives, and D.A. Vaughan. 2006. Development of an interspecific Vigna linkage map between Vigna umbellata (Thumb) Ohwi & Ohashi dan Vigna nakashimae (Ohwi) Ohwi & Ohasi and its use in analysis of bruchid resistance and comparative genomics. Plant Breeding J. Vol. 125 (1): 77-84 Ullah, M.A., A.N. Tariq, and A. Razzaq. 2007. Effect of rice bean (Vigna umbellata) intercropping on the yield of perennial grass, Panicum maximum CV. Gaton under rainfed conditions. Journal of Agriculture & Social Sciences. J. Agri. Soc. Sci., Vol. 3(2): 70-72. Waller, A.E. 1917. Xenia and other influences following fertilization. The Ohio Journal of Science, 8: 273-284. Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011