Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN”THINK PAIR SHARE PADA MATERI POKOK BANGUN RUANG SISI LENGKUNG DI TINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS IX SMP DI KOTA PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH Oleh : Magfiratullah * Abstrak Matematika mempunyai kegunaan yang sangat penting, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui apakah model pembelajaran TPS dapat menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada penggunaan model pembelajaran STAD pada materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung. (2) Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa dengan gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik, pada kelas yang menggunakan model pembelajaran TPS. (3) Untuk mengetahusi manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa dengan gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik, pada kelas yang menggunakan model pembelajaran STAD. Hasil analisis data menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama dengan taraf signifikansi α = 0,05 adalah (1) Ada perbedaan efek antar baris (Fa = 27,7811 > F0,05;1;240 = 3,8815), dengan kata lain kedua model pembelajaran memberi pengaruh yang tidak sama terhadap prestasi belajar metematika siswa pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. (2) Ada perbedaan efek antar kolom (Fb = 13,3093 > F0.05;2,240 = 3,0344), dengan kata lain ketiga kategori gaya belajar matematika siswa memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap prestasi beljar matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. (3) Terdapat interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat. (Fab = 6,0386 > F0.05;2,240 = 3,0344). Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1) Materi dengan menggunakan model pembelajaran TPS lebih baik dari pada prestasi belajar Prestasi belajar matematika siswa pada matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran STAD (2) Pada kelas yang menggunakan pembelajaran TPS, gaya belajar kinestetik memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik dari pada siswa dengan gaya belajar visual dan gaya belajar auditorial sama baiknya dengan gaya belajar kinestetik maupun dengan gaya belajar visual. (3) Pada kelas yang menggunakan pembelajaran STAD, gaya belajar auditorial memberian prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik dari pada siswa dengan gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik sama baiknya dengan gaya belajar visual maupun auditorial. Kata Kunci : Model TPS, Model STAD, Gaya Belajar, Prestasi Belajar Matematika PENDAHULUAN Kehidupan dimasa yang akan datang ditandai dengan perkembangan teknologi yang semakin maju Perkembangan teknologi sangat dipengaruhi oleh kemajuan yang dicapai manusia. dalam penguasaan matematika, Seseorang yang menguasai matematika berarti dia harus mampu memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan matematika. Menurut Miller (Noraini Idris. 2009) mengatakan bahwa “Mathematics learning for understanding is not easy. Many students fail to understand the concepts * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 76 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) taught to them. They solve problems by memorizing formulae and procedures teachers have taught them. The students merely put the required figures into the formulae to arrive at the answer.” Artinya bahwa belajar tentang pemahaman matemematika memang tidak mudah. Banyak siswa tidak berhasil memahami konsep yang diajarkan kepada mereka. Mereka menyelesaikan masalah dengan menghafal rumus dan formula yang diajarkan oleh guru. Mereka hanya meletakan unsur-unsur yang ada kedalam rumus atau formula untuk menjawab suatu pertanyaan. Salah satu faktor penyebab kesulitan siswa dalam belajar matematika kemungkinan adalah model pembelajaran yang digunakan guru tidak sesuai dengan kondisi siswa maupun materi pokok yang disampaikan. Model pembelajaran yang sering digunakan selain model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran kooperatif STAD. Selain Model pembelajaran kooperatif STAD masih ada model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah misalnya model pembelajaran Think Pair Share (TPS), yang melibatkan siswa untuk bekerja sama. Pemilihan model pembelajaran perlu memperhatikan beberapa hal seperti materi yang disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia dan banyaknya siswa serta hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Di samping penggunaan model pembelajaran yang sesuai, terdapat faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar matematika, diantaranya gaya belajar matematika. Gaya belajar matematika merupakan cara yang khas dan konsisten dilakukan oleh siswa dalam menyerap informasi. Gaya belajar matematika dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Berdasarkan uraian diatas penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran TPS dapat menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada penggunaan model pembelajaran STAD pada materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung. 2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yamempunyai gaya belajar visual, auditorial, dan kenestetik pada materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung. 3. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebh baik antara model pembelajaran TPS atau model pembelajaran STAD, pada siswa dengan gaya belajar visual. KAJIAN TEORI Belajar adalah salah satu unsur utama dalam proses pendidikan formal di sekolah. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu dekat dengan apa yang disebut belajar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Winkel (2004: 59) bahwa, “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas”. Prestasi belajar merupakan suatu hasil usaha yang dicapai seseorang dalam penguasaan pengetahuan, sikap serta ketrampilan berkat pengalaman dan latihan yang dinyatakan dalam perubahan tingkah laku. Sutratinah Tirtenegoro (2001: 43) mengatakan bahwa, “Prestasi belajar adalah * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 77 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar” Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai oleh semua siswa karena pelajaran lainnya tidak bisa terlepas dari matematika. (Huntley : 329). Menurut Lawson (2000: 26) “A major aim mathematics education is to devise ways of encouraging students to take more active role s in acquiring, experimenting with, and using the mathematical ideas and procedures that are included in the school curriculum”. menyatakan bahwa tujuan utama dari pembelajaran matematika adalah untuk menemukan jalan yang memberikan harapan siswa untuk melakukan banyak peranan dengan kecakapan, mengadakan percobaan dengan atau menggunakan ideide secara matematis dan prosedural yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Prestasi belajar matematika pada penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses belajar matematika yang menghasilkan perubahan pada diri seseorang berupa penguasaan, ketrampilan, dan kecakapan baru yang dinyatakan dengan symbol, angka, atau, huruf. Tujuan utama pembelajaran adalah mendorong siswa untuk belajar. Pembelajaran merupakan upaya pengaturan informasi dan lingkungan sedemikian rupa untuk memfasilitasi terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Lingkungan pembelajaran meliputi model, media, dan peralatan yang diperlukan dalam penyampaian informasi dalam proeses pembelajaran. Pengaturan atau pemilihan model, media atau peralatan serta informasi dalam proses pembelajaran menjadi tanggung jawab dari guru untuk merancang atau mendesainnya. Model pembelajaran adalah bagian dari proses pembelajaran yang merupakan langkah-langkah taktis bagi guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan. Menurut Jouce, Weil dan Calhoun (2000: 10) model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu cara atau pola yang digunakan untuk membantu siswa mengembangkan potensi dirinya sebagai pembelajaran. Siswa tidak hanya menguasai materi perihal pengetahuan dan keterampilan melainkan juga harus memperoleh peningkatan kemampuan untuk menghadapi tugas-tugas di masa depan dan untuk keperluan belajar mandiri. Dick dan Carey (1990: 1) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga pesetra didik dapat mengusai isi pelajaran Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran Kooperatif menciptakan interaksi yang asah,asih dan auh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning Community). Siswa tidak hanya belajar dari guru tetapi juga dari sesama siswa. Selanjutnya Armstrong, Scott (1998) mengatakan “Teams members may (a) work on the worksheets in pairs, (b) take turns quizzing each other, (c) discuss problems as a group, or (d)use whatever strategies they wich to learn the assigned material”. Artinya anggota kelompok diperbolehkan (a) mengerjakan lembar kerja secara berpasangan, (b) membuat giliran kuis satu sama lain, (c) mendiskusikan masalah di dalam kelompok, atau (d) mengunakan strategi apa saja untuk belajar materi yang ditugaskan. * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 78 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) Beberapa karakteristik cooperative learning menurut Rossetti dan Nembhard (1998: 68) antara lain: a. Positive interdependence, adalah sifat yang menunjukkan saling ketergantungan satu terhadap yang lain dalam kelompok serta positif. b. Face-to-Face Promotive Interaction, proses yang melibatkan siswa dalam proses belajar yang mengharuskan siswa untuk belajar dengan satu sama lain. c. Individual accountability/Personal Responsibility, yaitu setiap individu dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi kelompok. d. Collabortive Skills, yaitu suatu kebutuhan untuk mengajarkan kepada siswa tentang bagaimana siswa berfungsi dalam suatu kelompok. Siswa harus mempunyai pemahaman berkelompok, metode pendengaran yang aktif, pengendalian konflik, dan ketrampilan sosial lainnya agar diskusi berlangsung secara efektif. e. Group processing, proses perolehan jawaban permasalahan dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland. Model pembelajaran TPS memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain. Dalam menerapkan model pembelajaran TPS Frank Lyman dalam Arends, (2001: 325-326) menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1). Thinking (berpikir): Guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. 2). Pairing (berpasangan): Guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada langkah pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan. 3). Sharing (berbagi): Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka diskusikan dengan cara bergantian pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai beberapa siswa telah mendapat kesempatan untuk melaporkan, paling tidak sekitar seperempat pasangan, tetapi disesuaikan Model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD), merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert E, Slavin (2008) di Universitas Jonn Hopkins, AS. Tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana terdiri dari empat fase, yaitu: 1. Presentasi kelas: Pada komponen ini, guru memberikan materi dengan mengemukakan konsep-konsep, keterampian-keterampilan dengan menggunakan buku siswa, buku guru, bahan untuk audio visual dan sebagainya. Guru harus mampu mendesain materi pembelajaran untuk mode pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu guru menyiapkan Lembar * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 79 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) Kerja siswa (LKS) untuk masingmasing kompetensi dasar. 2. Kelompok Belajar: Peserta didik dalam satu kelas dibagi menjadi kelompokkelompok heterogen dengan jumlah anggota 4-5 orang siswa. Pada pembentukan kelompok guru harus memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosial, etnik, serta tingkat kemampuan akademik siswa dalam keanggotaan kelompok. Fungsi utama kelompok belajar ini adalah siswa belajar dalam kelompoknya serta mempersiapkan anggotanya untuk belajar dengan baik dalam menghadapi tes individu.. 3. Evaluasi Belajar: Setelah guru mempresentasikan satu materi pokok bahasan, kemudian dilakukan evaluasi perorangan dengan tujuan untuk mengukur pengetahuan yang diperoleh selama kegiatan belajar mengajar. 4. Skor/nilai peningkatan perorangan atau kelompok. Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok. Gaya belajar siswa adalah cara belajar yang khas, bersifat konsisten, kerapkali tidak disadari yang merupakan kombinasi dari bagaimana siswa tersebut menyerap dan mengatur serta mengolah informasi. De Porter dan Hernacki, (1999: 110-112) yang merumuskan bahwa, “Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi”. Sedangkan Winkel (1996: 147) mengemukakan bahwa, ”Gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa. Cara khas ini bersifat individual yang kerapkali tidak disadari dan sekali terbentuk dan cenderung bertahan terus” Menurut De Porter dan Hernacki, (1999: 112-113) mengolongkan gaya belajar berdasarkan cara menerima informasi dengan mudah (modalitas) ke dalam tiga tipe yaitu gaya belajar tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. Selanjutnya sesuai dengan pembagian tipe gaya belajar, orang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu orang bertipe visual, auditorial, dan kinestetik. Model pembelajaran bukanlah satusatunya faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Gaya belajar siswa juga memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Karena perbedaan gaya belajar siswa maka ada kemungkinan bahwa suatu model pembelajaran matematika tidak selalu cocok untuk semua siswa. Suatu model pembelajaran mungkin cocok untuk siswa dengan gaya belajar visual, tetapi tidak cocok untuk siswa dengan gaya belajar auditorial dan kinestetik, dan sebaliknya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental semu (quasiexperimental research). Sebelum memulai perlakuan terlebih dahulu dilakukan uji keseimbangan dengan menggunakan uji-t untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam keadaan seimbang atau tidak. Data yang digunakan untuk melakukan kedua uji tersebut adalah nilai hasil Ulangan Umum Bersama semester genap kelas VIII Pada akhir eksperimen, kedua kelas tersebut diukur dengan alat ukur yang sama yaitu soal-soal tes prestasi belajar matematika pada materi pokok rumusrumus trigonometri. Hasil pengukuran * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 80 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan uji statistik yang sesuai. Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 × 3 dengan maksud untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMP di Kota Palangka Raya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified cluster random sampling (Budiyono, 2003: 37) yaitu dengan mengelompokkan sekolah-sekolah kedalam kelompok atas, menengah dan rendah. Dalam penelitian ini sekolah-sekolah yang terpilih menjadi sampel adalah SMP Nusantara Palangka Raya (kelompok atas), SMP Muhammadiyah Palangka Raya (kelompok menengah) dan SMPN I Palangka Raya (kelompok bawa). Sedangkan banyaknya siswa yang menjadi sampel adalah 240 orang yang terdiri dari 120 orang kelompok eksperimen dan 120 orang kelompok kontrol. Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu Model Pembelajaran (A) dan Gaya belajar siswa (B) dan satu variabel terikat yaitu Prestasi Belajar Matematika (AB) sedangkan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data ada tiga cara, yaitu dokumentasi, angket, dan tes. Dokumentasi, digunakan untuk mengetahui pengelompokan sekolah guna penetapan sampel serta data kemampuan awal siswa untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam keadaan seimbang atau tidak. Angket, digunakan untuk mengetahui gaya belajar siswa. Angket berisi Butir pernyataan angket mengacu pada gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Diberikan 2 pilihan jawaban yaitu ya dan tidak. Tes, memuat pertanyaan pertanyaan yang berisi materi-materi pokok rumusrumus trigonometri. Tes tersebut berupa tes objektif / pilihan ganda dan setiap butir tes tersedia empat alternatif jawaban dan untuk setiap jawaban benar diberi skor 1 dan setiap jawaban salah diberi skor 0. Uji prasyarat analisis terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak; uji normalitas menggunakan Uji Liliefors. Sedangkan uji homogenitas untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas digunakan Uji Bartlett. Untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, dan dilanjutkan uji komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe’. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. HASIL PENELITIAN A. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Tabel 1. Rangkuman Hasil Uji Normalitas L0,05;n Keputusan Kesimpula Uji Normalitas Lobs n Kelompok 0,0630 L0,05;120 = 0,0809 H0 diterima Normal Eksperimen * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 81 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) Kelompok Kontrol 0,0736 L0,05;120= 0,0809 H0 diterima Normal Gaya Belajar Visual 0,0929 L0,05;73 = 0,1037 H0 diterima Normal Gaya Belajar Auditorial Gaya Belajar Kinestetik 0,0902 L0,05;82 = 0,0978 H0 diterima Normal 0,0733 L0,05;85 = 0,0961 H0 diterima Normal Berdasarkan tabel di atas untuk masing-masing sampel ternyata L0bs < Ltab, sehingga H0 diterima. Ini berarti masing- masing sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. b. Uji Homognitas Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Model 2 0,5473 Pembelajaran Gaya Belajar 3 0,6284 B erdasarkan tabel di atas, ternyata harga X2obs dari kelas yang diberi perlakuan model mengajar dan gaya belajar siswa kurang dari X20,05;n sehingga Ho diterima. Ini berarti 3,8410 Ho diterima Homogen 5,9910 Ho diterima Homogen populasi yang dikenai perlakuan model pembelajaran dan gaya belajar siswa berasal dari populasi homogen. B. Pengujian Hipotesis Penelitian Tabel 3. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Sumber varian Model Pembelajaran (A) Gaya Belajar (B) JK dK RK Fobs 2501,8446 1 2501,8446 27,7811 3,8815 2397,1469 2 1198,5735 13,3093 3,0344 Interaksi (AB) 1087,6230 2 543,8115 6,0386 3,0344 Galat 21073,0229S 234 90,0557 Total 27059,6374 239 F Keputusan HOA ditolak HOB ditolak HOAB ditolak Keterangan : F di dapat dengan perhitungan MINITAB * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 82 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) Berdasarkan tabel diatas a. Pada efek utama A model pembelajaran) hasil statistik uji Fa = 27,7811 dan Fα = 3,8815 sehingga Fa > Fα dengan demikian HOA ditolak. b. Pada efek utama B (gaya belajar) hasil statistik uji Fb = 13,3093 dan Fα = 3,0344 sehingga Fb > Fα dengan demikian HOB ditolak.. c. Pada efek AB (model pembelajaran dan gaya belajar siswa) hasil statistik uji Fab = 6,0386 dan Fα = 3,0344 sehingga Fab > Fα dengan demikian HOAB ditolak. C. Uji Komparasi Ganda Pada antar baris tidak perlu dilakukan uji komparasi ganda karena variabel model pembelajaran hanya ada dua (pembelajaran TPS dan pembelajaran STAD). Sehingga dilihat dari rataan marginalnya dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswasiswa yang diberi pembelajaran TPS memiliki prestasi yang berbeda daripada siswa-siswa yang diberi pembelajaran STAD. Hal ini dapat dilihat dari tabel sebagai berikut : Tabel 4. Rataan Marginal Gaya Belajar Model Mengajar Model pembelajaran TPS Model Pembelajaran STAD Rataan Marginal Visual Auditorial Kinestetik 63,8892 66,5859 72,9460 68,0559 56,4046 65,7727 61,8298 61,5042 60,0956 66,1793 67,4533 a. Komparansi Ganda Antar Baris Dari rataan marginalnya ( Rataan Marginal 1. = 68,0559 > 61.5042 = 2 . ) dapat disimpulkan bahwa pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar lebih baik dibandingkan, pembelajaran STAD b. Komparasi Ganda Antar Kolom Karena HOB ditolak sehingga dilakukan uji komparasi ganda dengan menggunakan model Scheffe' dan dirangkum dalam tabel berikut. Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Kolom Komparasi µ.1 VS µ.2 µ.1 VS µ.3 µ.2 VS µ.3 ( )2 37,0108 54,1354 1,6231 ( ) 0,0259 0,0255 0,0240 RKG Fobs Kritik Keputusan 90,0557 90,0557 90,0557 15,8717 23,6078 0,7522 6,06882 6,06882 6,06882 Ho ditolak Ho ditolak Ho diterima * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 83 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ada perbedaan rataan untuk ( = 60,0956 < 66,1793 = ) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki gaya belajar auditorial prestasi belajarnya lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki gaya belajar visual. 2. Ada perbedaan rataan untuk ( = belajar kinestetik prestasi belajarnya lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki gaya belajar visual. 3. Tidak ada perbedaan antara siswa yang memiliki gaya belajar belajar Auditorial prestasi belajarnya sama baiknya siswa yang memiliki gaya belajar belajar Kinestetik. c. Komparasi Ganda Antar Sel pada Kolam Yang Sama 60,0956 < 67,4533 = menunjukkan bahwa siswa yang memiliki gaya belajar Tabel 5. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Sel pada kolom yang sama RKG )2 ( + ) 56,0188 0,0548 90,0557 0,6612 0,0488 90,0557 123,5718 0,0471 90,0557 Komparasi F Kritik Keputusan 11,3502 0,1505 29,1546 11.2631 11.2631 11.2631 Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak ( µ11 vs µ21 µ12 vs µ22 µ13 vs µ23 d. Komparasi Ganda Antar Sel Pada Baris Yang Sama Tabel 6. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Sel pada baris yang sama Komparasi µ11 vs µ11 vs µ12 vs µ21 vs µ21 vs µ22 vs µ12 µ13 µ13 µ22 µ23 µ23 ( )2 7,2721 82,0271 40,4521 87,7611 29,4324 15,5466 ( + ) 0,0514 0,0508 0,0482 0,0522 0,0510 0,0476 RKG F 90,0557 1,5705 90,0557 17,9172 90,0557 9,3193 90,0557 18,6804 90,0557 6,4041 90,0557 3,6232 Berdasarkan Tabel di atas dapat disimpulkan 1) Terdapat perbedaan prestasi antara siswa yang dikenakan pembelajaran TPS dan pembelajaran STAD pada gaya belajar visual. Jika dilihat dari rataan marginal yaitu Kritik Keputusan 11.2631 11.2631 11.2631 11.2631 11.2631 11.2631 Ho diterima Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak Ho diterima Ho diterima berarti prestasi siswa dengan gaya belajar visual pada pembelajaran TPS lebih baik dari prestasi siswa pada pembelajaran STAD , pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 84 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) 2) Tidak terdapat perbedaan prestasi antara siswa yang dikenakan pembelajaran TPS dan pembelajaran STAD pada gaya belajar auditorial. Hal ini berarti prestasi belajar siswa dengan gaya auditorial pada pembelajaran TPS sama baiknya dengan prestasi belajar siswa pada pembelajaran STAD, pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. 3) Terdapat perbedaan prestasi antara siswa yang dikenakan pembelajaran TPS dan pembelajaran STAD pada gaya belajar kinestetik. Jika dilihat dari rataan marginal yaitu berarti prestasi siswa dengan gaya belajar kinestetik pada pembelajaran TPS lebih baik dari prestasi siswa pada pembelajaran STAD, pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. 4) Tidak terdapat perbedaan prestasi antara siswa dengan belajar visual dan siswa dengan gaya belajar auditorial pada pembelajaran TPS. Hal ini berarti pada pembelajaran TPS, prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual sama baiknya dengan prestasi siswa dengan gaya belajar auditorial pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. 5) Terdapat perbedaan prestasi antara siswa dengan belajar visual dan siswa dengan gaya belajar kinestetik pada pembelajaran TPS. Jika dilihat dari rataan marginal yaitu hal ini berarti pada pembelajaran TPS prestasi belajar siswa dengan gaya belajar kinestetik lebih baik dari pada prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. 6) Tidak terdapat perbedaan prestasi antara siswa dengan belajar auditorial dan siswa dengan gaya belajar kinestetik pada pembelajaran TPS. Hal ini berarti pada pembelajaran TPS prestasi belajar siswa dengan gaya belajar auditorial sama baiknya dengan prestasi belajar siswa dengan gaya belajar kinestetik pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. 7) Terdapat perbedaan prestasi antara siswa dengan belajar visual dan siswa dengan gaya belajar auditorial pada pembelajaran STAD Jika dilihat dari rataan marginal yaitu hal ini berarti pada pembelajaran STAD prestasi belajar siswa dengan gaya belajar auditorial lebih baik dari pada prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung 8) Tidak terdapat perbedaan prestasi antara siswa dengan gaya belajar visual dan siswa dengan gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD. Hal ini berarti pada pembelajaran STAD prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual sama baiknya dengan prestasi belajar siswa dengan gaya belajar kinestetik materi pokok bangun ruang sisi lengkung 9) Tidak terdapat perbedaan prestasi antara siswa dengan gaya belajar auditorial dan siswa dengan gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD. Hal ini berarti pada pembelajaran STAD prestasi siswa dengan gaya belajar auditorial sama baiknya dengan prestasi siswa dengan gaya belajar kinestetik pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Berdasarkan uji anava dua jalan sel tak sama yang dilakukan diperoleh Fa= * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 85 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) 27,7811 > 3,8815 = sehingga Fa daerah kritik maka H0A ditolak, ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberikan pembelajaran TPS dan siswa yang diberikan pembelajaran STAD. Berdasarkan rataan marginal pada kelas yang diberi pembelajaran TPS adalah 68,0559 dan pembelajaran STAD adalah 61,5042 jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar lebih baik dibandingkan pembelajaran STAD. Hal ini disebabkan pada pembelajaran TPS interaksi antara siswa melalui diskusi untuk menyelesaikan masalah yang akan meningkatkan ketrampilan siswa cukup baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada pembelajaran STAD pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. 2. Berdasarkan uji anava dua jalan sel tak sama diperoleh Fb = 13,3093 > 3,0344 = , sehingga Fb daerah kritik maka HOB ditolak, ini berarti terdapat perbedaan pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa. Selanjutnya dari uji lanjut pasca anava diperoleh DK= {F | F > 6.0688 } dan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. F1-2 = 15,8717 DK Hal ini berarti, ada perbedaan rataan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditorial b. F1-3 = 23,6078 DK Hal ini berarti, ada perbedaan rataan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik. c. F2-3 = 0,7522 ∉ DK Tidak terdapat perbedaan rataan prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditorial dan siswa dengan gaya belajar kinestetik. Berdasarkan uji lanjut pasca anava dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar auditorial lebih baik dari prestasi siswa yang memiliki gaya belajar visual, siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih baik dari prestasi siswa yang memiliki gaya belajar visual, dan siswa yang memiliki gaya belajar auditorial sama baiknya dengan prestasi siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. 3. Hasil analisis uji hipotesis Fab = 6,0386 > = 3,0344 maka HO(AB) ditolak. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan kategori gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Karena HO(AB) ditolak maka harus dilanjutkan dengan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe. Dari hasil ini maka keputusan ujinya adalah terdapat perbedaan prestasi pada siswa dengan gaya belajar visual antara pembelajaran TPS dan pembelajaran STAD. Sehingga pada gaya belajar visual, pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dari pembelajaran STAD. * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 86 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) Hasil analisis uji hipotesis Fab = 6,0386 > = 3,0344 maka HO(AB) ditolak. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan kategori gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung Karena HO(AB) ditolak maka perlu dilakukan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe. Dari hasil ini maka keputusan ujinya adalah terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial antara pembelajaran TPS dan pembelajaran STAD Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial pada pembelajaran TPS sama baiknya dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar visual pada pembelajaran STAD materi pokok bangun ruang sisi lengkung Pada gaya belajar visual, pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar matematika sama baiknya dengan pembelajaran STAD 4. Hasil analisis uji hipotesis Fab = 6,0386 = > 3,0344 maka HO(AB) ditolak. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan kategori gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung.. Karena HO(AB) ditolak maka harus dilanjutkan dengan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe. Dari hasil ini maka keputusan ujinya adalah terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran TPS dan gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran TPS lebih baik dari prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Pada gaya belajar kinestetik, model pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dari model pembelajaran STAD 5. Hasil analisis uji hipotesis Fab = 6,0386 > 3,0344 = Ftabel menunjukkan bahwa HO(AB) ditolak. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan kategori gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Karena HO(AB)) ditolak maka harus dilanjutkan dengan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe. Dilihat dari perhitungan pada Lampiran 33 bahwa F11-12 < Ftabel , F12-13 < Ftabel , F11-13 > Ftabel. Dari hasil ini maka keputusan ujinya adalah : a. Tidak terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar visual dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial pada pembelajaran TPS. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar visual sama baiknya dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial pada pembelajaran TPS materi pokok bangun ruang sisi lengkung. b. Tidak terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran TPS. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial sama baiknya dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 87 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) pembelajaran TPS materi pokok bangun ruang sisi lengkung. c. Terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar visual dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran TPS. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik lebih baik dari prestasi siswa kelompok gaya belajar visual pada pembelajaran TPS materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Pada pembelajaran TPS prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar visual sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar auditorial, prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar auditorial sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar kinestetik, dan prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar kinestetik lebih baik dari prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar visual. 6. Hasil analisis uji hipotesis Fab = 6,0386 lebih dari Ftabel = 3,0344 menunjukkan bahwa HO(AB) ditolak. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan kategori gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Karena HO(AB)) ditolak maka harus dilanjutkan dengan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe. Dilihat dari perhitungan pada Lampiran 33 bahwa F21-22 > Ftabel, F22-23 < Ftabel, F21-23, < Ftabel. Dari hasil ini maka Keputusan ujinya adalah : a. Terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar visual dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial pada pembelajaran STAD. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial lebih baik dari prestasi siswa kelompok gaya belajar visual pada pembelajaran STAD materi pokok bangun ruang sisi lengkung. b. Tidak terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik sama baiknya dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial pada pembelajaran STAD materi pokok bangun ruang sisi lengkung. c. Tidak terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar visual dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar visual sama baiknya dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD materi pokok bangu ruang sisi lengkung. Pada pembelajaran STAD, prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar audiorial lebih baik dari prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar visual, prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar auditorial sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 88 Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2014, Volume 9 Nomor 2, ( 76 – 89 ) kinestetik, dan prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar visual sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar kinestetik. SIMPULAN a. Model pembelajaran TPS memiliki kelebihan interaksi antara siswa dibandingkan model pembelajaran STAD, karena model pembelajaran TPS siswa lebih aktif bekerjasama daripada siswa yang diberi model pembelajaran STAD b. Berdasarkan hasil penelitian juga diperoleh hasil bahwa siswa yang memiliki gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar visual. Hal ini disebabkan karena siswa yang memiliki gaya belajar auditorial dan kinestetik memiliki ciri suka berdiskusi dan lebih mudah mengingat dan berbuat.. c. Selain kedua hal di atas, berdasarkan penelitian juga diperoleh hasil bahwa pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik untuk gaya belajar kinestetik dibandingkan dengan gaya belajar visual dan auditorial, sedangkan pada model pembelajaran STAD menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik untuk siswa dengan gaya belajar auditorial dibandingkan dengan gaya belajar visual dan kinestetik. DAFTAR PUSTAKA Amstrong, Scott. 1998. Student Team Archievement Divisions (STAD) in a Twelfth Grade Classroom: Effect on Student Archievement and Attitude. Journal International of Social Studies Research, Vol 3, No 11, pp 1-5. Arend, R.I . 2001 . Learning to Teach: Fifth Edition . Mc Graw-Hill Higher Education : Singapore.. Budiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Carss Wendy Diane. 2007. ”The Effects of Using Think-Pair-Share During Guided Reading Lessons”. Thesis: The University of Waikato. De Porter, Bobbi dan Hernacki, Mike . 1999 . Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan . Terjemahan Ary Nilandri . Bandung : Kaifa. Gobai, Yosep. 2005. Pengaruh Penggunaan Bahan Ajar dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar. Homepage Pendidikan Network. Joyce, Bruce, Marsha Weil. & Emily Calhoun. 2000. Models of Teching. Boston: Allyn and Bacon. Manuel D. Rossetti dan Harriet Black Nembhard . 1998 . Using Cooperative Learning To Activate Your Simulation Classroom . USA.. Michael J. Lawson. 2000. Knowledge Connectedness in Geometry Problem Solving. Journal for Research in Mathematics Education Volume 31, Number 1, page 26-43 Noraini Idris.2009. Enhancing Students’ Understanding In Calculus Trough Writing. International Electronic Journal of Mathematics Education Volume 4, Number1, page 39. . Robert E Slavin. 2008. Cooperative Learning: Tesis Riset dan Praktik. Penerjemah: Nurulita. Bandung: Nusa Media. Winkel . 2004 . Psikologi Pengajaran . Jakarta : Gramedisa Widiasarana Indonesia. * Magfiratullah, M.Pd Guru SMP Muhammadiyah Palangka Raya 89