BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skripsi ini berusaha menganalisa kegagalan Presiden Rusia Boris Nikolayevich Yeltsin (Boris Yeltsin) dalam melakukan pembaharuan atau reformasi ekonomi negara selama dua periode pasca kepemimpinan presiden sebelumnya, Mikhail Gorbachev. Pembahasan pada skripsi ini akan terfokus pada dua poin penting, yaitu perubahan sistem ekonomi yang dilakukan Boris Yeltsin pasca-gagalnya reformasi ekonomi Gorbachev dan implikasi sistem ekonomi di bawah kepresidenan Yeltsin yang cenderung liberal dan terbuka pada pasar global (swastanisasi). Boris Yeltsin terpilih menjadi Presiden Rusia (dulu Uni Soviet) melalui pemilihan langsung pertama di Rusia pada tanggal 12 Juni 1991 secara demokratis dan sekaligus menjadi presiden pertama yang dipilih secara langsung dalam sejarah kepemimpinan di Rusia. Era kepemimpinan Boris Yeltsin dikenal sebagai era revolusioner yang juga menandai masa berakhirnya komunisme di Rusia. Sebagai seorang reformis radikal, program-program reformasi yang dicanangkan oleh Yeltsin adalah mempromosikan demokratisasi dan didukung oleh pengenalan reformasi ekonomi yang berorientasi pasar secara radikal.1 1 J.P. Willerton, ‘Yeltsin and The Rusian Presidency’, dalam S. White (eds.), Development in Rusian and Post-Soviet Politics, Macmillan Press, Hampshire, 1994. 1 Pendekatan utama reformasi Yeltsin adalah paket-paket reformasi ”shock doctrine2 atau shock approach” yang muncul pada Oktober 1991, beberapa bulan setelah keruntuhan akhir Soviet.3 Shock doctrine sendiri merupakan suatu kebijakan atau doktrin ekonomi yang terpaksa dilakukan oleh negara-negara berkembang untuk mereformasi sistem perekonomian negaranya. Kebijakan seperti ini dilakukan oleh suatu negara yang sebelumnya memiliki sistem ekonomi sosialis, namun akhirnya gagal karena inflasi yang melambung tinggi mengakibatkan krisis ekonomi di negara tersebut. Sehingga, untuk memulihkan dan menstabilisasi perekonomiannya kembali negara tersebut berusaha melakukan transisi dan mengubah sistem ekonomi negaranya menjadi liberal dan lebih terintegrasi kepada pasar ekonomi global. Sistem ini membuat persaingan usaha lebih terbuka di tengah penurunan kondisi ekonomi di masa transisi pasca komunisme. Pembaharuan sistem ekonomi tersebut dijalankan berdasar pada nilai-nilai Konsensus Washington dan rekomendasi IMF yang berupa Structural Adjustment Programme (SAP) dan diyakini dapat diterapkan di setiap negara. Bersama dengan liberalisasi dan deregulasi, privatisasi merupakan salah satu contoh produk yang dilaksanakan dalam melakukan pendekatan melalui shock doctrine. Berbagai resep neoliberal ini nyatanya tidak berujung kepada perbaikan dan pertumbuhan ekonomi Rusia, tetapi justru menuju kebangkrutan negara. Kemerosotan ekonomi Rusia pada saat itu mencapai 40%, ini lebih besar daripada Great Depression (Malaise) yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2 Istilah Shock Doctrine diperkenalkan oleh seorang bernama Naomi Klein, yang melihat perubahan shock yang dilakukan oleh sebuah negara menjadi sebuah keharusan sebagai standard operating procedure (SOP) ketika suatu negara ditempa krisis. Oleh karena itulah hal ini menjadi doktrinal bagi negara-negara di seluruh dunia. 3 Budi Winarno, 200. Diktat Politik dan Pemerintahan Rusia, hal. 46. 2 1930-an, yang hanya sekitar 25%, sehingga penduduk Rusia yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat sebanyak 50%4. Produksi industri Rusia yang turun sebesar puluhan persen, jumlah hutang yang semakin meningkat akibat tekanan IMF serta diperparah dengan adanya pelarian modal besar-besaran dan munculnya kelas oligarki dan pengusaha (Novie Russkie) yang menyebabkan kesenjangan sosial dan inflasi di Rusia yang terus meningkat. Melalui gambaran singkat latar belakang tersebut, skripsi ini berusaha memberikan kontribusi kepada para pembuat kebijakan dan juga dunia akademis, khususnya studi politik luar negeri dan kebijakan publik. Faktor-faktor yang dapat menunjukkan berhasil atau tidaknya sebuah reformasi yang dilakukan suatu negara dalam sektor perekonomian dalam waktu singkat, misalnya saja adalah pendekatan yang dilakukan oleh Boris Yeltsin dalam melakukan pendekatan sistem reformasi ekonomi di Rusia. Hal ini dapat dilihat melalui gambaran perkembangan dari masa ke masa, kondisi perekonomian negara sebelum era kepemimpinan Boris Yeltsin, selama kepemimpinannya dan hasil dari pendekatan sistem reformasi ekonomi yang dilakukan. Dengan melakukan penelitian terhadap hubungan antara kondisi perekonomian negara, aktor pengambil kebijakan serta kebijakan yang ditetapkan, diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk kontribusi dalam perkembangan studi hubungan internasional. 4 Simon Saragih, 2008. Bangkitnya Rusia : Peran Putin dan eks KGB, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hal. 3. 3 B. Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan ke dalam suatu pertanyaan yaitu: Mengapa pembaruan ekonomi Rusia era transisi komunisme ke liberalisme di bawah Presiden Boris Yeltsin dinilai gagal? C. Kerangka Berpikir Untuk menjawab rumusan masalah yang sudah ada, penulis akan memusatkan perhatian kepada dua bahasan penting mengenai studi kasus, yaitu masa transisi dari komunisme ke liberalisme di Rusia serta kebijakan-kebijakan ekonomi neoliberal masa kepemimpinan Yeltsin. Kerangka dasar pemikiran dimulai dari bagaimana Rusia sebagai sebuah negara yang dikenal kuat dengan pengaruh komunisme sepanjang sejarah, kemudian mencoba bertransformasi melalui reformasi ekonomi. Kondisi perekonomian yang seperti ini akan menghadapi proses dengan pilihan yang sulit. Masa transisi adalah masa yang sulit bagi setiap negara, untuk itu periode waktu sangatlah penting. Konsep teori transisi atau Transition Theories dapat dipakai untuk menjelaskan fenomena tersebut. Ide dasar dari teori ini menjelaskan tentang perubahan nature of state dan ekonomi yang sebelumnya komunisme menjadi liberal yang berbasiskan negara demokratik dan berorientasi pasar bebas.5 Konsepsi ini menganalisis sifat perubahan dalam perekonomian Rusia dari era Soviet pada saat perestroika ketika Rusia mendirikan negara federal. Tentunya pemerintah ingin segera membebaskan rakyat dan negaranya dari kondisi perekonomian yang sulit pada masa transisi. Itulah yang coba dilakukan 5 Robert Gilpin, 2001. Global Political Economies: Understanding The International Economic Order, Princeton University Press, hal. 334-336. 4 oleh Presiden Boris Yeltsin dengan reformasi ekonominya dengan memilih sistem ekonomi privatisasi dan liberalisasi pasar. Seperti yang telah dijelaskan di awal, resep ini berasal dari badan-badan neoliberal yakni Konsensus Washington dan Structural Adjustment Programmes dari IMF. Structural Adjustment Programmes (SAPs) merupakan paket stabilisasi ekonomi yang dikeluarkan oleh IMF dan Bank Dunia sebagai bentuk bantuan terhadap negara-negara anggota yang sedang mengalami kondisi krisis ekonomi dan pembangunan. SAPs sendiri disepakati dan mulai dijalankan sejak tahun 1980an, dengan prinsip untuk membantu negara-negara yang sedang berkembang dan menghadapi masa transisi setelah mengalami kejatuhan ekonomi.6 SAPs menjalankan paket stabilisasi ekonominya diawali dengan kesepakatan untuk merubah sistem ekonomi negara yang semulanya terpusat menjadi liberal. Dengan artian bahwa pemerintah tidak lagi menjadi satu-satunya kontrol terhadap keberlangsungan sumber daya maupun segala sektor yang mendukung peningkatan perekonomian. SAPs mendorong peranan pihak swasta dan private untuk mengambil alih kontrol terhadap pasar dan laju pertumbuhan ekonomi. SAPs ini sendiri mengandung empat komponen pokok terkait dengan kebijakan reformasi ekonomi:7 1. Devaluasi mata uang dan penyesuaian nilai tukar. Maksud dari devaluasi mata uang atau bisa juga disebut sebagai penyesuaian nilai tukar ini adalah bentuk penyesuaian terhadap nilai mata uang lainnya. 6 Katarzyna Zawalinska, 2004. What has been an economic impact of Structural Adjustment Programs on households in Transition countries?, University of Cambridge, pg. 6 7 Muhadi Sugiono dalam Budi Winarno, 2010. Melawan Gurita Neoliberalisme, Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 57. 5 Ciri-ciri perlu dilakukannya devaluasi adalah adanya penurunan jumlah ekspor serta penurunan aktivitas industri. Tujuan dari dilakukannya devaluasi ini sendiri adalah untuk meningkatkan jumlah ekspor dan menekan aktivitas impor. Karena dengan dilakukannya devaluasi mata uang maka penyesuaian yang terjadi adalah harga impor menjadi lebih tinggi. Sehingga diharapkan pemerintah lebih memilih untuk meningkatkan kegiatan ekspor dibandingkan dengan kegiatan impor. Meningkatnya sektor ekspor ke luar dapat mendorong meningkatnya aktivitas industri dalam negeri, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan penyerapan jumlah tenaga kerja.; 2. Tindakan-tindakan manajemen demand yang ditujukan untuk mengontrol inflasi yang tinggi. Tindakan pengehematan ini dilakukan melalui adanya pengurangan upah buruh, menekan biaya industri dan pengeluaran, menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran sehingga mampu mereduksi adanya kemungkinan defisit; 3. Restorasi pasar berupa pemulihan dan kontrol terhadap harga pasar serta mengurangi bentuk-bentuk intervensi negara. Di sini kontrol negara terhadap mekanisme pasar mulai dialihkan pada kepemilikan swasta dan diserahkan sepenuhnya kepada pasar bebas (liberalisasi); 4. Hegemoni ilmu pengetahuan ini ditandai dengan munculnya para ahli ekonomi yang berkembang di Amerika Serikat. Para ahli ini cenderung mengadaptasi bentuk penerapan liberalisme. Paket stabilisasi ekonomi SAPs merupakan bentuk adaptasi dan penerimaan IMF serta Bank Dunia terhadap kebijakan neo-liberal yang berkembang melalui 6 Konsensus Washington.8 Neoliberalisme mengacu kepada filosofi ekonomi-politik yang mengurangi atau menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik. Sistem ekonomi diserahkan sebesar-besarnya kepada pasar tanpa ada intervensi dari pemerintah atau negara. Paham ini mengatakan pasar memiliki ‘tangan-tangan’ tersembunyi yang akan menemukan jalannya sendiri (laissez-faire). Namun pada praktiknya, negara tidak mungkin untuk tidak ikut campur dalam mengontrol mekanisme pasar yang sesuai dengan neoliberalis. Inilah yang menjadi kelemahan bagi paham ekonomi neoliberalisme. Beberapa ilmuwan mengkritisi bahwa kelemahan neoliberalisme dan peluang kegagalan neoliberalisme itu sendiri terletak pada sistem dan prinsip yang dijalankan.9 Kelemahan neoliberalisme itu sendiri terletak pada minimnya kontrol pemerintah serta regulasi yang kurang. Masyarakat akan cenderung konsumtif dan negara akan lebih berpeluang untuk memiliki hutang. Tidak adanya batasan untuk berinvestasi menyebabkan arus mekanisme pasar berjalan di luar kendali pemerintah. Berikut ini adalah beberapa kebijakan yang ada dalam Konsensus Washington10: 1. Disiplin fiskal dan pengekangan defisit anggaran 2. Pengurangan belanja publik khususnya militer dan administrasi publik 3. Reformasi pajak dengan memberi kelonggaran kepada pengusaha untuk kemudahan membayar pajak 4. Liberalisasi finansial berupa kebijakan bunga bank oleh mekanisme pasar 5. Usaha untuk membuat nilai tukar uang yang kompetitif 8 Konsensus Washington menggunakan pendekatan neo-liberal untuk melakukan liberalisasi dan pasar bebas dalam kebijakan ekonomi. (Alfredo Saad-Filho, 2010) 9 Thomas I. Palley, 2004. An Alternative to Neo-Liberalism, Pluto Pres, pg. 7 10 Budi Winarno, 2008. Pertarungan Negara VS Pasar, Yogyakarta: Media Pressindo, hal. 50. 7 6. Liberalisasi hambatan-hambatan perdagangan 7. Menggiatkan Foreign Direct Investment (FDI) 8. Privatisasi atas perusahaan negara (BUMN) 9. Deregulasi peraturan sehingga lebih terbuka dengan pasar 10. Perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual (Intellectual Property Rights) Pada perjalanannya, kebijakan ekonomi neoliberal ini tidak berhasil diimplementasikan di Rusia. Negara tetap harus memegang peran di dalam sistem perekonomian, terlebih negara eks-komunis yang sentralistik seperti Rusia. Institusi-institusi yang dibutuhkan untuk menunjang perekonomian kapitalistik Rusia belumlah siap, termasuk di dalamnya aturan main yang penting untuk diciptakan dalam iklim bisnis. Ketiadaan hukum yang jelas inilah yang menyebabkan para oligarki Rusia merajalalela dan akhirnya menggerogoti kekayaan alam Rusia di berbagai sektor. Penulis akan mencoba melihat bagaimana kegagalan reformasi ekonomi di bawah Boris Yeltsin dapat terjadi dengan melihat kelemahan prinsip ekonomi neoliberalisme, ketidaksesuaian Konsensus Washington serta Structural Adjustments Programmes (SAPs) dalam masa transisi ekonomi di Rusia D. Hipotesis Kegagalan reformasi ekonomi Rusia yang dilakukan pada era kepemimpinan Boris Yeltsin disebabkan beberapa hal, antara lain: 1. Privatisasi yang dilakukan secara keliru dengan disertainya dominasi kaum oligarki; 2. Semakin meningkatnya hutang negara disertai dengan inflasi yang tinggi. 8 Perubahan sistem ekonomi dari sistem terencana menuju mekanisme pasar membutuhkan waktu lama dan bertahap. Pola bertahap ini yang dimanifestasikan negara lain misalnya China dan beberapa negara Eropa Timur. Yeltsin memasukkan kekuatan pasar kepada ekonomi nasional di saat kondisi negara masih lemah. E. Metode Penelitian Dalam skripsi ini, penulis melakukan beberapa proses, yaitu: 1. Proses pengumpulan data Dalam mengumpulkan data, digunakan dua metode penelitian, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Dalam metode kualitatif, penulis meneliti norma, nilai ataupun sikap yang berkaitan dengan subjek penelitian yang diperoleh dari beberapa sumber, seperti sumber literatur, artikel dan jurnal internet. Misalnya, penulis melihat lebih jauh mengenai permasalahan ekonomi di Rusia serta kebijakan-kebijakan yang ada, bagaimana hal setiap kebijakan berpengaruh pada perkembangan dan perubahan ekonomi di Rusia. Dan juga secara khusus melihat signifikansi reformasi ekonomi yang dilakukan di era kepemimpinan Boris Yeltsin sebagai Presiden Rusia. Adapun dalam metode kuantitatif, penulis menggunakan data-data yang diperoleh dari hasil survei dan pengamatan basis angka, melalui data berupa grafik, tabel dan persentase. Data kuantitatif ini bersifat primer dan sekunder, untuk selanjutnya dikaitkan dengan studi kasus skripsi. Misalnya grafik yang menunjukkan peningkatan maupun penurunan perekonomian di Rusia setelah maupun sebelum diterapkannya reformasi ekonomi oleh Boris Yeltsin melalui pendekatan shock doctrine. 9 2. Pengolahan data Pada proses ini, penulis melakukan olah data berdasarkan tujuan skripsi ini. Penulis menggolongkan data, melakukan proses perbandingan dan menghubungkan. Misalnya, penulis mengolongkan data berdasarkan tahun kejadian sebelum dan sesudah masa kepemimpinan Boris Yeltsin, membandingkan kondisi sebelum dan sesudah diterapkannya reformasi ekonomi, serta menghubungkan bagaimana pengaruh reformasi ekonomi Boris Yeltsin terhadap perekonomian Rusia. 3. Pelaporan data Dalam tahap akhir, penulis menggabungkan data yang telah dikumpulkan dan diolah ke dalam penjelasan sistematis di skripsi ini, yang bersifat deskriptifanalitis. F. Sistematika Penulisan Penelitian ini dikembangkan melalui sistematika penelitian, sebagai berikut: - Bab I : Pendahuluan. Bab ini meliputi alasan latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka berpikir, hipotesis, metode penelitian, dan sistematika penulisan. - Bab II: Rusia di Masa Transisi Gorbachev ke Yeltsin. Bab ini meliputi pembahasan tentang penerapan sistem reformasi ekonomi-politik di masa transisi Rusia dari Michael Gorbachev ke Boris Yeltsin, terpilihnya Yeltsin melalui Pemilihan Umum 1991. - Bab III : Structural Adjusment Programmes (SAPs) dan Konsensus Washington. Bab ini meliputi pemaparan SAPs dan Konsesus Washington 10 yang digunakan sebagai pilar untuk melihat kegagalan reformasi ekonomi Rusia serta implementasi reformasi ekonomi-politik Rusia di bawah Yeltsin. - Bab IV: Kegagalan Kebijakan Ekonomi. Bab ini meliputi pembahasan mengenai upaya identifikasi kesesuaian penerapan SAPs dan Konsensus Washington terhadap reformasi ekonomi yang dilakukan oleh Boris Yeltsin sebagai upaya pembaruan atau stabilisasi ekonomi di Rusia. - Bab V: Kesimpulan. Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari seluruh pembahasan dan analisa yang sudah dikaji dalam penelitian ini. Kesimpulan ini kemudian akan memberikan gambaran singkat mengenai hasil penelitian yang terfokus pada pembaruan dan reformasi ekonomi Rusia di bawah kepemimpinan Boris Yeltsin. 11