BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Reksa Dana 2.1.1. Pengertian Reksa Dana “Jangan taruh semua telur yang ada dalam satu keranjang!” Mungkin prinsip ini sudah sering kita dengar, bahkan secara nyata telah kita saksikan dalam kehidupan berinvestasi baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Prinsip inilah yang menjadi dasar terciptanya sekian banyak sarana investasi untuk memudahkan pengelolaan investasi yang terdiversifikasi dalam berbagai instrumen, salah satunya adalah reksa dana. Reksa dana pada dasarnya diciptakan untuk mempermudah pengelolaan investasi, khususnya bagi investor individu. Kita tidak berinvestasi di reksa dana, melainkan kita berinvestasi melalui reksa dana supaya modal yang kita miliki dapat dialokasikan ke instrumen-instrumen investasi yang kita kenal atau yang sulit kita lakukan sendiri. Definisi reksa dana sendiri menurut Undang-undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, pasal 1 ayat (27) dalam buku Manajemen Lembaga Keuangan oleh Dahlan Siamat adalah sebagai berikut “Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam.” Portofolio investasi dari reksa dana dapat terdiri dari berbagai macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi, instrument pasar uang, atau campuran dari instumen-instrumen di atas. 6 Dari pengertian tentang reksa dana di atas, jelaslah bahwa reksa dana memberikan banyak manfaat dan kemudahan kepada investor, yang menurut Eko Priyo Pratomo dalam buku Reksa Dana (2003, pp34-35) antara lain: 1. Akses kepada instrumen-instrumen investasi yang sulit dilakukan sendiri, seperti saham, obligasi dan instrumen lainnya. 2. Pengelolaan investasi yang profesional oleh manajer investasi yang sudah berpengalaman serta administrasi investasi yang dilakukan oleh Bank Kustodian. Melalui reksa dana investor memberikan kepercayaan kepada manager investasi dan Bank Kustodian untuk mengelola dananya, sehingga ia terbebas dari pekerjaan menganalisa, memonitor serta melakukan administrasi yang rumit. 3. Diversifikasi investasi yang sulit dilakukan sendiri karena keterbatasan dana, namun dapat dilakukan oleh reksa dana melalui dukungan dana dari sekian banyak investor yang berkumpul dalam satu wadah. 4. Hasil investasi dari reksa dana bukan merupakan objek pajak karena kewajiban pajak sudah dipenuhi oleh reksa dana. Selain itu, pendapatan instrumen investasi tertentu, saat ini kupon dari obligasi, bukan merupakan objek pajak bagi reksa dana, sehingga investor reksa dana pun dapat turut memanfaatkannya. 5. Likuiditasnya tinggi, karena Unit Penyertaan (satuan investasi) reksa dana dapat dibeli dan dicairkan setiap hari bursa melalui manager investasi. 6. Dana investasi yang dibutuhkan relatif kecil, dengan dana mulai Rp.200,000,- kita sudah dapat berinvestasi dengan perolehan manfaat di atas. 7 2.1.2. Karakteristik Reksa Dana Setelah penjelasan tentang definisi dan manfaat dari reksa dana sebelumnya, maka perjalanan awal untuk lebih mengenal tentang Reksa Dana disajikan sebagai berikut: 1. Pengelola Reksa dana dikelola oleh dua pihak, yakni manajer investasi dan bank kustodian. Menurut Prospektus Reksa Dana (2003, pp1-2) dijelaskan pengertian manajer investasi dan bank kustodian. Manajer investasi adalah perusahaan dan bukan perorangan, yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek milik nasabah. Dengan kata lain, manajer investasi bertanggung jawab atas kegiatan investasi, yang meliputi analisa dan pemilihan jenis investasi, dan melakukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk kepentingan investor. Sementara bank kustodian bertindak sebagai penyimpan kekayaan. Bank kustodian selain sebagai asset deposit box, juga bertanggung jawab melakukan administrasi investasi yang meliputi penyelesaian transaksi (settlement) dengan brooker atau bank, registrasi dan pendaftaran efek, corporate action yang berkaitan dengan dividen, interest, right issue dan bonus perhitungan kenaikan aset dan pelaporan (reporting). Jadi dana dan kekayaan (suratsurat berharga) yang dimiliki oleh reksa dana adalah milik para investor dan disimpan atas nama reksa dana di bank kustodian. 2. Bentuk Hukum Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, terdapat dua bentuk hukum reksa dana, yakni reksa dana berbentuk Perseroan Terbatas (PT Reksa Dana) dan reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (reksa dana KIK). PT Reksa Dana akan menerbitkan saham yang dapat dibeli oleh investor. Sementara reksa dana KIK 8 tidak menerbitkan saham, tetapi menerbitkan unit penyertaan. Dengan memiliki unit penyertaan reksa dana KIK, investor juga mempunyai kepemilikan atas kekayaan bersih reksa dana KIK tersebut. Selain perbedaan dalam bentuk hukum, dari sifat operasionalnya, reksa dana juga dibedakan antara reksa dana terbuka (open-end) dan reksa dana tertutup (closedend). Pada reksa dana terbuka, jual beli saham atau unit penyertaan reksa dana dilakukan antara reksa dana (manajer investasi) dengan investor, tanpa melalui bursa. Sedangkan pada reksa dana tertutup, jual beli saham kepada pemodal adalah melalui penawaran umum perdana yang dicatatkan di pasar modal. Selanjutnya pemodal hanya dapat menjual saham atau unit penyertaan kepada pemodal lain pada pasar sekunder (secondary market) di pasar modal dan bukan kepada perusahaan penerbit reksa dana. Reksa dana berbentuk perseroan dapat beroperasi secara terbuka maupun tertutup, sementara reksa dana berbentuk KIK hanya dapat beroperasi secara terbuka. Dalam skripsi ini, pembahasan dan penelitian dibatasi pada reksa dana terbuka. 3. Penempatan Investasi, Bukti Kepemilikan dan Hasil Investasi Investasi pada reksa dana adalah dengan membeli saham atau unit penyertaan yang dikeluarkan oleh reksa dana. Unit penyertaan dapat dianalogikan seperti satuan saham perusahaan. Harga per unit penyertaan dihitung berdasarkan Nilai Aktiva Bersih atau NAB/unit penyertaan yang dikeluarkan oleh bank kustodian setiap hari dan diumumkan di surat kabar harian. Sebagai bukti kepemilikan atas unit penyertaan, bank kustodian akan mengirimkan surat konfirmasi kepemilikan unit penyertaan. Beberapa reksa dana 9 tidak mengirimkan surat konfirmasi, tetapi menerbitkan laporan bulanan yang juga berfungsi sebagai bukti kepemilikan unit penyertaan. Hasil investasi pada reksa dana dilihat dari perubahan harga pada saat kita membeli dan pada saat kita menjual. Harga itu sendiri bergantung pada Nilai Aktiva Bersih per unit penyertaan pada saat itu. 4. Biaya dan Pajak Reksa Dana Investor reksa dana (khususnya reksa dana terbuka) perlu memperhatikan biayabiaya yang dibebankan baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya yang secara langsung dibebankan kepada investor umumnya hanya berbentuk biaya pembelian (selling fee) yang dibebankan pada saat pembelian unit penyertaan dan biaya penjualan kembali (redemption fee) yang dibebankan pada saat investor menjual kembali unit penyertaannya. Biaya yang tidak langsung yang dibebankan kepada investor meliputi biaya manajer investasi, biaya bank kustodian, biaya transaksi, biaya auditor, biaya pajak dan lainya yang berkenaan langsung dengan pengelolaan investasi. Biaya ini dikatakan tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada investor. Perhitungan pengenaan biaya-biaya ini dilakukan pada saat perhitungan NAB per unit, sehingga hasil investasi yang diketahui oleh investor melalui perubahan NAB per unit sudah merupakan hasil bersih setelah dikurangi biaya-biaya tersebut di atas. Hasil investasi yang diperoleh investor dari reksa dana bukanlah objek pajak. Hal ini disebabkan hasil investasi sudah dikenakan pajak di tingkat reksa dana, sehingga jika investor masih harus dikenakan pajak pada saat menerima keuntungan akan terjadi pembayaran pajak berganda. Selain itu, hal yang menarik dari sisi perpajakan 10 reksa dana adalah dibebaskannya pajak atas bunga kupon obligasi yang diterima reksa dana. 2.1.3. Jenis-Jenis Reksa Dana Dari sisi BAPEPAM, reksa dana Indonesia dibagi dalam 4 kategori, yaitu: 1. Reksa dana pasar uang Reksa dana pasar uang didefinisikan sebagai reksa dana yang melakukan investasi minimal 80% pada efek pasar uang, misalnya deposito, SBI, dan lainnya. Reksa dana pasar uang merupakan reksa dana dengan tingkat resiko paling rendah. Di lain pihak, potensi keuntungan reksa dana ini juga terbatas. Reksa dana pasar uang sangat cocok untuk investasi jangka pendek (<1 tahun). 2. Reksa dana pendapatan tetap Reksa dana pendapatan tetap adalah reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat utang, misalnya obligasi. Obligasi yang dimaksud dalam tujuan investasi reksa dana di sini termasuk obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Reksa dana pendapatan tetap memiliki karakteristik potensi hasil investasi yang lebih besar daripada reksa dana pasar uang, sementara resiko reksa dana pendapatan tetap juga lebih besar dari reksa dana pasar uang. Reksa dana pendapatan tetap cocok untuk tujuan investasi jangka menengah dan panjang (>3 tahun). 3. Reksa dana saham Reksa dana saham adalah reksa dana yang melakukan investasi sekurangkurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat ekuitas (saham). Dibandingkan dengan reksa dana pasar uang dan reksa dana pendapatan 11 tetap, reksa dana saham memberikan potensi pertumbuhan nilai investasi yang lebih besar, demikian juga resikonya. Reksa dana saham merupakan alternatif menarik untuk investasi jangka panjang. 4. Reksa dana campuran Reksa dana campuran adalah reksa dana yang melakukan investasi dalam efek ekuitas dan efek hutang yang perbandingannya (alokasi) tidak termasuk dalam kategori reksa dana pasar uang, dan reksa dana pendapatan tetap. 2.1.4. Nilai Aktiva Bersih / Unit Penyertaan Nilai Aktiva Bersih/unit penyertaan (NAB/unit) merupakan besaran yang penting dalam reksa dana. Hal-hal yang perlu diketahui mengenai NAB/unit seperti tercantum dalam buku Reksa Dana: Solusi Perencanaan Investasi di Era Modern oleh Pratomo (2000, pp50-56) antara lain: 1. NAB/unit merupakan “harga beli” per unit penyertaan yang harus dibayar investor, jika ingin berinvestasi melalui reksa dana. Ia juga sekaligus menjadi “harga jual” per unit penyertaan jika investor ingin mencairkan investasinya. 2. NAB/unit yang dipublikasikan setiap hari merupakan NAB/unit penutupan hari sebelumnya, sehingga publikasi NAB/unit yang dilakukan setiap hari dapat memberikan indikasi kepada investor untuk melakukan keputusan beli / jual. NAB/unit juga menjadi indikator untung ruginya investor dengan mengetahui harga beli dan harga jual tersebut. 3. Perubahan NAB/unit memberikan indikator kinerja investasi suatu reksa dana. Naik turunnya NAB/unit reksa dana dipengaruhi oleh nilai pasar dari masingmasing efek yang dimiliki reksa dana tersebut. Nilai aktiva bersih reksa dana 12 dihitung dengan menjumlahkan seluruh nilai masing-masing efek yang dimilikinya, berdasarkan harga penutupan efek yang bersangkutan, kemudian menguranginya dengan kewajiban-kewajiban reksa dana. Kewajiban-kewajiban yang digolongkan sebagai kewajiban Reksa Dana antara lain: • Imbalan jasa manajer investasi • Imbalan jasa bank kustodian • Biaya transaksi efek • Imbalan jasa akuntan publik • Biaya pengiriman laporan bulanan • Biaya-biaya pajak yang berkenaan dengan biaya-biaya yang disebutkan di atas. Dalam perhitungan NAB harian, maka seluruh kewajiban tersebut juga dihitung per hari, yakni dibagi 365 hari. Adalah merupakan kewajiban bank kustodian untuk menghitung nilai aktiva bersih reksa dana, yang kemudian akan dikirimkan ke harian tertentu untuk dimuat setiap hari. Nilai NAB/unit penyertaan didapatkan dari total nilai aktiva bersih dibagi dengan total unit penyertaan yang beredar. 2.1.5. Tingkat Pengembalian Investasi Dalam melakukan investasi, investor tentu akan berorientasi pada diperolehnya pengembalian (return) dari alternatif investasi. Return adalah hasil pengembalian atau pendapatan atas investasi yang dilakukan. Pengertian tingkat pengembalian yang digunakan dalam hal ini adalah tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return), yaitu: 13 1. Tingkat pengembalian reksa dana Dalam reksa dana, tingkat pengembalian dilihat dari pengembalian nilai aktiva bersih per unit penyertaan setiap sub periode pengumpulan. Sebelumnya telah dijelaskan mengapa nilai aktiva bersih dijadikan standar pengukuran tingkat pengembalian reksa dana. Tingkat pengembalian reksa dana atau yang lazim digambarkan sebagai ukuran kinerja reksa dana didapatkan dengan mngurangkan nilai aktiva bersih pada akhir sub periode pengukuran dengan nilai aktiva bersih pada awal sub periode pengukuran dan membagi angka tersebut dengan nilai aktiva bersih pada awal sub periode pengukuran. 2. Tingkat pengembalian investasi bebas resiko (risk free rate) Dalam melakukan investasi, seorang investor perlu mengetahui tingkat pengembalian dari investasi bebas resiko, sebagai pembanding besarnya kelebihan pengembalian yang ditawarkan jenis investasi terhadap investasi bebas resiko dengan mempertimbangkan tambahan resiko yang harus ditanggung investor dari jenis investasi tersebut. Tingkat pengembalian bebas resiko yang digunakan sebagai tolak ukur dalam analisis kinerja reksa dana pendapatan tetap adalah tingkat suku bunga deposito berjangka waktu 1 bulan dalam periode analisa. Dalam reksa dana pendapatan tetap, yang dijadikan patokan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi bebas resiko adalah tingkat suku bunga deposito, karena bila kita berinvestasi dengan deposito, maka kita tidak akan kehilangan modal yang kita investasikan. 14 2.1.6. Resiko Investasi Suatu hal yang perlu disadari investor adalah adanya resiko dalam setiap jenis investasi. Adanya potensi memperoleh keuntungan selalu dibarengi dengan adanya resiko kerugian. Resiko adalah penyimpangan yang terjadi pada actual return dari apa yang telah diperkirakan sebelumnya, baik yang menyimpang lebih besar maupun lebih kecil dari apa yang diharapkan. Menghitung resiko dapat dilakukan dengan menghitung standar deviasi (standart deviation) atau dengan menghitung varians (variance). Resiko investasi dalam penelitian ini adalah resiko investasi pada reksa dana yang terdiri dari 2 jenis, yakni: 1. Resiko berkurangnya nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/unit) Berkurangnya nilai NAB/unit dari harga NAB/unit pada saat pembelian merupakan indikator kerugian bagi investor. Turunnya harga NAB/unit disebabkan oleh turunnya nilai atau harga efek-efek yang dimiliki reksa dana. 2. Resiko Likuiditas Resiko likuiditas berkaitan dengan cepat lambatnya investor dapat mencairkan investasinya dengan melakukan penjualan kembali unit penyertaan yang dimilikinya. Peraturan BAPEPAM mensyaratkan pembayaran dana hasil penjualan kembali unit penyertaan oleh investor dapat dibayarkan paling lambat 7 hari bursa setelah permohonan diterima oleh manager investasi, kecuali dalam keadaan luar biasa (force majeur). 15 2.2. Sharpe Ratio 2.2.1. Pengenalan Sharpe Ratio Sharpe Ratio diperkenalkan pertama kali oleh Prof. William Sharpe yang sekarang bekerja di Stanford University. Beliau adalah salah satu dari tiga ahli ekonomi yang memperoleh hadiah nobel dalam bidang ekonomi pada tahun 1990 atas kontribusinya pada apa yang disebut “Modern Portfolio Theory”. Perhitungan untuk Sharpe Ratio sangat jelas. Anda menginvestasikan uang dalam alat investasi, kemudian menghitung nilai dari investasi (termasuk untung atau rugi) setiap periode (dalam skripsi ini mingguan). Tidak masalah jenis investasi yang dipakai, baik itu membeli satu jenis saham, atau menggunakan beberapa komoditi untuk investasi. Yang penting dari Sharpe Ratio adalah nilai dari investasi anda pada akhir setiap periode (dalam skripsi ini mingguan). Yang diperlukan dalam Sharpe Ratio adalah menghitung rata-rata tingkat pengembalian nilai investasi anda per periode (dalam skripsi ini mingguan) dengan membagi dengan 4 dari jumlah nilai pengembalian perminggu untuk satu bulan dari alat investasi anda. Setelah itu anda juga perlu menghitung nilai standar deviasi untuk setiap periode (dalam skripsi ini mingguan) perhitungan. Diperlukan juga nilai dari pengembalian investasi yang bebas resiko seperti bunga deposito (suku bunga BI) per periode (dalam skripsi ini mingguan). Dalam Sharpe Ratio kita menghitung nilai dari excess return dari investasi yang kita tanamkan, yaitu kelebihan tingkat pengembalian investasi dari tingkat pengembalian bebas resiko (risk free return) per periode pengukuran (dalam skripsi ini mingguan). Ini adalah kelebihan pengembalian yang akan anda peroleh dengan mengasumsikan 16 sejumlah resiko (resiko diketahui dengan standar deviasi yang sesungguhnya adalah variansi dari tingkat pengembalian). excess return = investment return – risk free return kemudian kita menghitung nilai dari Sharpe Ratio dengan cara: sharpe = excess return / standart deviation 2.2.2. Sharpe Ratio Untuk Reksa Dana Reksa dana merupakan portofolio dari efek yang komposisi dari portofolio tersebut ditentukan oleh kebijakan manajer investasi masing-masing reksa dana. Salah satu ukuran evaluasi kinerja dari portofolio adalah Sharpe Ratio atau yang sering disebut sebagai Reward to Variability Ratio (RVOR). Sharpe Ratio ini didefinisikan sendiri oleh Jones (2000, p124) dalam Investment: Analysis and Management sebagai rasio antara excess return portofolio terhadap standar deviasi (resiko) portofolio, di mana yang dimaksud dengan excess return adalah kelebihan return portofolio terhadap tingkat pengembalian dari aktiva bebas resiko. Sharpe’s Ratio (SRD) = E (R) RD − E (R) RF σ dimana: SRD = nilai Sharpe Ratio reksa dana E(R)RD = rata-rata kinerja reksa dana sub periode E(R)RF = tingkat pengembalian bebas resiko per sub periode σ = deviasi standar reksa dana untuk sub periode Jadi dapat kita simpulkan bahwa Sharpe Ratio ini mengukur seberapa besar kelebihan pengembalian portofolio efek, dalam hal ini adalah reksa dana, terhadap 17 aktiva bebas resiko dibandingkan dengan resiko yang akan dihadapi investor dalam portofolio efek tersebut. Dengan demikian semakin besar nilai Sharpe Ratio, semakin baik kinerja dari portofolio efek (reksa dana). 2.3. Analisis Teknikal 2.3.1. Divergensi (Divergence) Dalam melakukan analisis modern, terutama yang menggunakan alat-alat analisis momentum, kita akan sering berhadapan dengan istilah divergence. Sesuai dengan namanya, istilah ini berarti perbedaan. Dalam konteks ini, maka perbedaan yang dimaksudkan adalah perbedaan trend atau pergerakan harga dan indikator teknikal. Dalam analisis teknikal, divergence dibagi menjadi dua jenis, yaitu divergence positif dan divergence negatif, sedangkan arti dan dampak yang ditimbulkannya dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini: • Divergence positif adalah suatu kondisi di mana harga berada dalam trend penurunan sementara indikator teknikal analisis telah berada dalam trend penguatan. Output dari kondisi ini adalah bahwa harga akan segera mengikuti pergerakan dari indikator TA hingga kondisi ini menginformasikan kepada analisis bahwa harga akan segera menguat. Indikator Teknikal Harga Gambar 2.1. Divergence positif 18 • Divergence negatif adalah suatu kondisi di mana harga berada dalam trend kenaikan sementara indikator teknikal analisis telah berada dalam trend menurun. Output dari kondisi ini adalah bahwa harga saham akan segera mengikuti pergerakan indikator TA hingga kondisi ini menginformasikan kepada analis bahwa harga akan segera menurun. Indikator Teknikal Harga Gambar 2.2. Divergence negatif 2.3.2. Moving Average Metoda Moving Average adalah suatu metode sederhana yang sangat penting dalam analisis teknikal. Metoda Moving Average menghaluskan pergerakan harga sehingga mempermudah dalam melakukan perngamatan terhadap trend harga. Dari banyak metoda Moving Average dikenal Simple Moving Average, Weighted Moving Average, Exponential Moving Average, Moving Average Convergence Divergence. Terdapat perbedaan antara Simple, Weighted, dan Exponential Moving Average yaitu dari segi sensitifitasnya dalam menanggapi tingkat perubahan harga. Untuk selanjutnya dalam skripsi ini akan dijelaskan mengenai Simple dan Exponential Moving Average. Weighted Moving Average tidak akan dijelaskan karena tidak digunakan dalam skripsi ini. 19 2.3.3. Simple Moving Average Metode Simple Moving Average adalah metode yang paling sederhana dan banyak digunakan dalam analisis teknikal untuk perubahan harga. Rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average) dibentuk dari nilai rata-rata dari (n) periode terakhir. Metode ini dinamai rata-rata bergerak karena nilainya akan berubah begitu diperoleh data terbaru. Untuk ilustrasi dari Simple Moving Average dapat dilihat dari gambar berikut: Gambar 2.3 Simple Moving Average (sumber : www.investopedia.com) Perumusan untuk mencari Simple Moving Average adalah: i+n ∑X SMAni = j j =i n dimana: SMAni = Nilai rata-rata sederhana yang dicari n = Periode pengukuran 20 i = iterasi perhitungan Xj = Data harga yang digunakan untuk menentukan nilai SMAni Metode Simple Moving Average ini sangat cocok digunakan untuk investor yang menghindari resiko (risk avoider). Karena sensitifitas metoda Simple Moving Average terhadap perubahan harga sangat kecil / rendah, maka mungkin saja terjadi keterlambatan dalam memprediksi tingkat perubahan harga. Simple Moving Average bekerja dengan baik pada saat pergerakan harga berada pada trend tertentu, namun pada saat terjadi pergolakan harga, Simple Moving Average akan memberikan misleading signal atau kesalahan signal awal (false signal). 2.3.4.Exponential Moving Average Metoda Exponential Moving Average (XMA) adalah bentuk lain dari penyempurnaan SMA yang diciptakan untuk mengeliminir kelemahan SMA yaitu keterlambatan dalam memprediksi tingkat perubahan harga. Exponential Moving Average mangatasi keterlambatan SMA dengan pemberian bobot yang lebih besar untuk data harga sebelum harga terakhir. Semakin pendek periode dari XMA, maka bobot yang akan diberikan untuk data harga sebelum harga terkini juga akan bertambah besar. Pemberian bobot dalam metode XMA tergantung pada panjang periode yang ditetapkan. Perumusan untuk Exponential Moving Average adalah: XMAni = (K × (C i − XMAni −1 )) + XMAni −1 K= 2 n +1 dimana: XMAni = Current XMA 21 Ci = Current Price XMAni −1 = Previous Period’s XMA* K = Smoothing Constant n = Periode yang dipilih i = iterasi perhitungan (* XMA pada awal periode perhitungan akan sama dengan SMA) Metode Exponential Moving Average lebih peka terhadap perubahan harga daripada SMA sehingga sangat cocok untuk investor yang menyukai resiko (risk lover) karena metode ini akan dengan cepat memberikan signal tentang akan adanya perubahan harga. Kelemahan Exponential Moving Average adalah bahwa efek yang ditimbulkan oleh data yang lama tidak akan hilang sepenuhnya dan akan mempengaruhi nilai dari XMA baru. Dengan menggunakan periode XMA yang pendek, akan mempercepat penurunan pengaruh data XMA lama terhadap XMA baru, tetapi tetap saja pengaruh data XMA lama tidak akan hilang sepenuhnya. 2.3.5.Moving Average Convergence Divergence (MACD) Metode Moving Average Convergence Divergence (MACD) adalah sebuah formulasi teknikal analisis yang dikembangkan pertama kali oleh Gerald Apple. Bagi sebagian besar pelaku pasar, MACD dikenal sebagai salah satu alat analisis yang cukup handal dalam mengambil keputusan selama perdagangan. Menurut Syamsir (2005), satu hal yang membedakan MACD dengan alat-alat analisis teknikal sebelumnya adalah bahwa output Moving Average sebelumnya dapat langsung kita analisis sebagai indikator penurunan atau kenaikan, sedangkan output dari 22 MACD tidak dapat langsung dapat dianalisis, namun terlebih dahulu harus diolah sebelum dijadikan sebuah indikator momentum yang akan mengindikasikan perubahan trend harga. Perlu diperhatikan bahwa dalam MACD, metoda Moving Average yang dipilih adalah yang paling sensitif yaitu metode XMA. XMA yang digunakan di sini harus merupakan kombinasi antara XMA periode pendek (biasanya 12) dengan XMA periode panjang (biasanya 26). Formulasi dari garis MACD adalah: MACDi = XMApendeki − XMApanjang i Karakteristik Moving Average adalah, jika harga berada dalam trend menguat (bullish), maka XMA periode pendek akan selalu lebih besar daripada XMA periode yang lebih panjang dan begitu pula sebaliknya, XMA periode pendek akan selalu lebih kecil daripada XMA periode yang lebih panjang jika harga berada dalam trend menurun (bearish). Alasan pemilihan digunakannya MACD dalam skripsi ini adalah bahwa MACD dapat menginformasikan peralihan momentum yang dapat dinilai kuat maupun lemah. Mengapa MACD dapat memberikan informasi yang demikian? Jawabannya adalah karena analisis MACD tidak hanya terdiri dari perhitungan selisih XMApendek dengan XMApanjang, tetapi lebih jauh dari itu kerena analisis MACD sebenarnya terdiri dari 3 bagian, yaitu: 1. Garis MACD yang terdiri dari XMApanjang dan XMApendek MACDi = XMApendeki − XMApanjang i dimana: MACDi = nilai garis MACD yang ingin dicari 23 XMApendeki = nilai garis XMA periode pendek XMApanjang i = nilai garis XMA periode panjang pendek = periode pendek yang dipilih panjang = periode panjang yang dipilih = iterasi perhitungan i 2. Garis Pemicu (Trigger Line) dari garis MACD triggerlinei = XMAtriggeri dimana: triggerlinei = triggerline yang ingin dicari XMAtriggeri = nilai garis XMA periode trigger line trigger = periode trigger line yang dipilih i = iterasi perhitungan 3. Center Line (garis pemisah horizontal antara MACD positif dan MACD negatif) Selanjutnya dalam analisis teknikal dengan MACD dikenal adanya istilah sebagai berikut: • Bullish Signal. • Bearish Signal 2.3.5.1.Bullish Signal MACD menghasilkan bullish signal (sinyal menguat) dari 3 sumber: 24 1. Positif Divergence Positif divergence terjadi ketika MACD mulai menguat sementara pergerakan harga masih dalam kondisi downtrend. Positif divergence pada MACD terjadi jika terdapat 2 titik terendah (lembah) dimana lembah kedua nilainya lebih tinggi daripada nilai lembah pertama. Positif divergence mungkin adalah sinyal yang kurang umum, tetapi yang paling dapat dihandalkan dalam pengambilan langkah besar dalam perdagangan. Grafik 2.1. Bullish Positif Divergence (sumber : www.stockcharts.com) 2. Bullish Moving Average Crossover Bullish Moving Average Crossover terjadi ketika MACD bergerak ke atas melewati trigger line. Bullish Moving Average Crossover mungkin adalah sinyal 25 yang paling umum dan sangat kurang dapat dihandalkan dalam analisis teknikal. Bila tidak digabungkan dengan sinyal-sinyal yang lain, Bullish Moving Average Crossover dapat menyebabkan banyak false signal. Bullish Moving Average Crossover biasanya digunakan untuk konfirmasi dari positif divergence. Suatu Positif Divergence dapat dikatakan valid / sahih bila diikuti oleh Bullish Moving Average Crossover. Grafik 2.2. Bullish Moving Average Crossover (sumber : www.stockcharts.com) 3. Bullish Centerline Crossover Bullish Centerline Crossover terjadi jika MACD bergerak ke atas melewati garis nol dan menuju ke daerah positif. Bullish Centerline Crossover adalah indikasi yang jelas bahwa momentum sudah berubah dari bearish menjadi bullish. Setelah Positif 26 Divergence dan Bullish Moving Average Crossover, Bullish Centerline Crossover dapat berguna sebagai sinyal konfirmasi. Dari ketiga sinyal bullish di atas, Bullish Centerline Crossover adalah sinyal kedua yang paling umum. Grafik 2.3. Bullish Centerline Crossover (sumber : www.stockcharts.com) 2.3.5.2.Bearish Signal MACD menghasilkan bearish signal (sinyal menurun) dari 3 sumber. Sinyalsinyal ini adalah kebalikan dari bullish signal. Sinyal-sinyal tersebut adalah: 27 1. Negatif Divergence Negative Divergence terjadi ketika pergerakan harga masih dalam kondisi uptrend sedangkan MACD sudah bergerak melemah. Dalam MACD, Negatif Divergence terjadi ketika terdapat 2 titik tertinggi (pundak) dimana nilai puncak kedua lebih rendah daripada nilai puncak pertama. Negatif Divergence mungkin adalah sinyal yang kurang umum dari ketiga sinyal bearish, namun biasanya dapat dihandalkan untuk menjadi peringatan akan adanya penurunan harga. Grafik 2.4. Bearish Negatif Divergence (sumber : www.stockcharts.com) 2. Bearish Moving Average Crossover Bearish Moving Average Crossover adalah sinyal yang paling umum dari sinyal bearish. Bearish Moving Average Crossover terjadi ketika MACD bergerak turun 28 sampai di bawah trigger line. Sama seperti Bullish Moving Average Crossover, Bearish Moving Average Crossover juga banyak memberikan false signal. Biasanya Bearish Moving Average Crossover digunakan sebagai konfirmasi akan adanya Negatif Divergence. Grafik 2.5. Bearish Moving Average Crossover (sumber : www.stockcharts.com) 3. Bearish Centerline Crossover Bearish Centerline Crossover terjadi ketika MACD bergerak melewati garis nol dan bergerak menuju daerah negatif. Bearish Centerline Crossover adalah indikasi yang jelas bahwa momentum sudah berubah dari bullish menjadi bearish. Bearish Centerline Crossover dapat bertidak sebagai sinyal tersendiri atau sebagai 29 konfirmasi dari sinyal Negatif Divergence ataupun Bearish Moving Average Crossover sebelumnya. Grafik 2.6. Bearish Centerline Crossover (sumber : www.stockcharts.com) 2.3.5.3.Keuntungan MACD Salah satu keuntungan yang paling penting dari MACD adalah MACD menggabungkan 2 aspek dalam analisis teknikal yaitu trend dan momentum dalam satu analisis. Sebagai pengikut trend, MACD tidak akan salah dalam waktu yang lama. Kegunaan Moving Average akan mengikuti pergerakan harga secara terus menerus dan 30 pengunaan Exponential Moving Average akan mengatasi keterlambatan yang terjadi. Sebagai indikator momentum, MACD dapat memprediksi arah pergerakan harga. Divergensi dari MACD dapat menjadi faktor kunci dalam memprediksi perubahan trend. 2.3.5.4.Kelemahan MACD Keuntungan yang dimiliki MACD mungkin saja merupakan kelemahannya sendiri. Moving Average baik itu Simple atau Exponential, adalah indikator keterlambatan. Meskipun MACD menggambarkan perbedaan antara 2 Moving Average, masih mungkin terjadi keterlambatan dari sinyal MACD itu sendiri. Salah satu alat yang digunakan untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan MACD-Histogram. 2.3.5.5.Karakteristik MACD Karena MACD adalah pengembangan dari metode Moving Average sebelumnya, maka karakteristik MACD sama dengan karakteristik metode Moving Average sebelumnya yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 2.1. Ringkasan ketentuan umum MACD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jika terdapat Divergence Positif Jika terdapat Divergence Negatif Titik potong = peralihan trend MACD > Trigger Line (bullish cross over) MACD < Trigger Line (bearish cross over) MACD > 0 MACD < 0 Bullish Cross Over Bearish Cross Over Bullish Centerline Bearish Centerline Bullish Bearish Bullish Bearish Bullish Centerline Bearish Centerline Bullish jangka pendek Bearish jangka pendek Bullish jangka panjang Bearish jangka panjang (sumber : Syamsir (2005, p162)) 31 2.3.6.MACD-Histogram Grafik 2.7. MACD-histogram (sumber : www.stockcharts.com) Salah satu alat yang digunakan untuk mengatasi keterlambatan dari MACD adalah dengan menggunakan MACD-histogram. Pada tahun 1986, Thomas Aspray mengembangkan MACD-Histogram. Dia meneliti dan menemukan bahwa terkadang MACD juga mengalami keterlambatan dalam mendeteksi beberapa trend penting dari suatu alat investasi terutama bila MACD digunakan dalam grafik mingguan. Percobaan pertamanya adalah dengan mengganti periode Moving Average dan menemukan bahwa Moving Average dengan periode yang lebih pendek cenderung untuk mempercepat sinyal. Meskipun demikian, sbenarnya tujuan Aspray adalah mencari cara untuk mengantisipasi MACD Crossover dan salah satu caranya dengan menggunakan MACDhistogram. 32 2.3.6.1.Definisi MACD-Histogram MACD-Histogram menggambarkan perbedaan antara garis MACD dengan trigger line dari MACD. Perbedaan ini dituangkan dalam bentuk histogram, yang membuat Centerline Crossover dan Divergence mudah diidentifikasi. Centerline Crossover dalam MACD-histogram sama saja dengan Moving Average Crossover dalam MACD. Jika nilai dari MACD lebih besar dari nilai dari trigger line, maka MACDhistogram akan menghasilkan nilai positif, begitu pula sebaliknya, jika nilai dari MACD lebih kecil dari nilai trigger line, maka MACD-histogram akan menghasilkan nilai negatif. Kenaikan dan penurunan jarak antara MACD dengan trigger line akan dicerminkan oleh nilai MACD-histogram. Kenaikan tajam dari MACD-histogram berarti nilai MACD meningkat lebih cepat dari nilai trigger line dan momentum bullish sedang menguat. Penurunan tajam dari MACD-Histogram berarti nilai MACD turun lebih cepat dari nilai trigger line dan momentum bearish lebih kuat. 33 Grafik 2.8. Representasi dari MACD-histogram (sumber : www.stockcharts.com) 2.3.6.2.Kegunaan MACD-Histogram Thomas Aspray merancang MACD-histogram sebagai alat untuk mengantisipasi Moving Average Crossover pada MACD. Divergensi antara MACD-histogram dengan MACD adalah alat utama yang digunakan untuk mengantisipasi Moving Average Crossover. Divergensi positif dari MACD-histogram mengindikasikan bahwa MACD sedang menguat dan kemungkinan akan terjadi Bullish Moving Average Crossover. Divergensi negatif dari MACD-histogram mengindikasikan bahwa MACD sedang melemah dan kemungkinan akan terjadi Bearish Moving Average Crossover. Biasanya perubahan dari MACD-histogram akan mendahului perubahan dari MACD. 34 2.3.6.3.Sinyal MACD-Histogram Dalam MACD-histogram, sinyal utama yang dihasilkan adalah Divergence diikuti dengan Centerline Crossover. Sinyal Bullish dihasilkan ketika terbentuk Positive Divergence dan diikuti oleh Bullish Centeline Crossover. Sinyal Bearish dihasilkan ketika Negative Divergence terbentuk diikuti oleh Bearish Centerline Crossover. Perlu diingatkan bahwa Centerline Crossover dari MACD-histogram sama dengan Moving Average Crossover pada MACD. Divergence dapat memiliki banyak bentuk dan berbagai macam derajat kemiringan. Secara umum terdapat 2 jenis divergence, yaitu: 1. Slant Divergence Grafik 2.9. Slant Divergence (sumber : www.stockcharts.com) 35 Slant Divergence terbentuk ketika terdapat pergerakan yang lambat dari MACDhistogram secara terus menerus dalam 1 arah (naik atau turun). Slant divergence biasanya mencakup periode yang lebih pendek daripada periode dari Peak-Trough Divergence. 2. Peak-Trough Divergence Grafik 2.10. Peak-Trough Divergence (sumber : www.stockcharts.com) Sebuah Peak-Trough Divergence terbentuk ketika 2 buah puncak atau 2 buah lembah terbentuk dalam 1 arah untuk menghasilkan Divergence. Susunan 2 atau lebih lembah dari MACD-histogram dapat membentuk Positive Divergence. Susunan 2 atau lebih puncak dari MACD-Histogram dapat membentuk Negative Divergence. Peak-Trough Divergence mencakup periode yang lebih panjang daripada Slant 36 Divergence. dalam grafik harian atau bulanan, Peak-Trough Divergence mencakup periode dari 2 minggu sampai beberapa bulan. Biasanya Divergence yang lebih panjang periodenya dan pergerakannya tajam akan menghasilkan sinyal yang lebih dapat dihandalkan atau dipercaya. Sedangkan Divergence yang lebih pendek periode dan pergerakannya lambat dapat menghasilkan banyak false signal. Peak-Trough Divergence lebih dapat dihandalkan daripada Slant-Divergence. 2.4. Peramalan Peramalan adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam pengambilan keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada beberapa faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan itu diambil. Peranan peramalan menjelajah ke dalam banyak bidang, seperti misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, produksi, riset operasional, administrasi negara, meteorologi, geofisika, dan kependudukan. 2.4.1. Macam-Macam Peramalan Menurut Soejoeti (1987, pp1.13-1.14), jenis-jenis peramalan yang kita kenal saat ini diantaranya: 1. Peramalan Subjektif Metode yang banyak digunakan dalam pengambilan keputusan sehari-hari atau peramalan untuk jangka pendek adalah metode peramalan subjektif atau intuitif. Kebutuhan yang mendesak, dan biaya yang relative tinggi untuk menggunakan metode peramalan yang canggih seringkali mendorong orang untuk menggunakan 37 metode peramalan subjektif ini. Lagi pula, pengambil keputusan seringkali percaya bahwa intuisinya tentang masalah-masalah tertentu lebih dapat dipercaya daripada model matematik. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam membentuk peramalan intuitif dapat banyak atau sedikit, tetapi semuanya bersifat khusus individual dan tidak dapat ditiru oleh orang lain. Jika kita ingin menilai hasil peramalannya, maka satu cara yang paling baik kita tempuh adalah dengan melihat hasil pekerjaan peramalannya yang telah berlalu. 2. Model Ekonometrik dan Struktural Di sini metode matematik dan statistik digunakan sebagai alat. Fungsi matematik digunakan untuk menggambarkan lingkungan organisasi, yakni hal-hal yang terlibat dalam peramalan. Karena dalam model tersebut terdapat variabel acak, maka model ini merupakan model statistic. Tetapi karena variabel-variabel itu adalah variabelvariabel ekonomi, maka modelnya dinamakan model ekonometri. Qts = α 0 + α 1 Pt + α 2Wt + ∈s ,t Qtd = β 0 + β1 Pt + β 2Yt + ∈d ,t Qts = Qdt ⇒ keadaan seimbang 3. Model Deterministik Model yang menggambarkan hubungan antara variabel yang kita pelajari dengan waktu, dalam bentuk fungsional yang kita tentukan. Kelemahan utama model ini adalah adanya implikasi bahwa perubahan jangka panjang adalah sangat sistematik dan mudah diramalkan. Salah satu model deterministik yang banyak digunakan dalam praktek adalah model pertumbuhan eksponensial: Zt = Aert dimana: 38 A = konstantan yang tergantung pada kondisi awal e = bilangan alam r = tingkat pertumbuhan kontinu Zt karena waktu 4. Rumus Peramalan Ad Hoc Teknik peramalan yang hanya tergantung pada sejarah yang lalu adalah yang dapat kita karakterisasi sebagai rumus peramalan Ad Hoc. Semua rumus semacam itu berbentuk: Λ Z t (l ) = f l (Z 1 ,..., Z t −1 , Z t ) Λ dimana Z t (l ) menunjukkan peramalan yang dibuat pada waktu t untuk runtun waktu Z t −1 , dan f l (.) adalah suatu fungsi sejarah yang hanya tergantung pada cakrawala peramalan l. Salah satu contoh model yang menggunakan rumus peramalan Ad Hoc adalah model Moving Average. 5. Analisis Runtun Waktu (time series) Pada analisis Time Series Zt dipandang sebagai suatu realisasi dari suatu variabel acak Z yang mempunyai fkp (fungsi kepadatan probabilitas) tertentu. Setiap himpunan Zt misalnya, Z t1 ,K, Z tk mempunyai fkp bersama. Model ini dinamakan model statistik (stokastik). Ramalan yang dibuat pada waktu t untuk k langkah ke depan dipandang sebagai nilai ekspektasi Zt+k dengan syarat diketahui observasi yang lalu sampai dengan Zt. 39 2.4.2. Langkah-Langkah Iteratif Dalam Memilih Model Dalam sebuah peramalan matematik sangat diperlukan model yang cocok agar sebuah ramalan yang dilakukan tidak menghasilkan nilai yang justru menyesatkan. Memilih model yang tepat terkadang sulit bila kita tidak mengetahui langkah-langkah yang terstruktur. Di bawah ini diberikan langkah-langkah (Box et al., 1994, p17; Soejoeti, 1987, pp24-25) untuk menyusun sebuah model. Mula-mula kita memodelkan data runtun waktu secara umum. Jika kelas model ini masih terlalu luas, maka kita identifikasi kelas bagian dari model-model ini. Proses identifikasi dapat juga digunakan untuk menghasilkan estimasi awal parameterparameter dalam model. Untuk model yang kita pilih, parameter-parameternya kita estimasi dari data. Estimasi awal yang diperoleh dalam langkah identifikasi dapat digunakan sebagai nilai awal dalam metode estimasi secara iteratif. Selanjutnya dilakukan uji statistik untuk verifikasi apakah model yang telah diestimasi itu cukup cocok (memadai) dengan data runtun waktunya. Jika hasil verifikasi menentukan model tidak cocok, maka haruslah uji itu menunjukkan bagaimana model harus dirubah. Demikianlah langkah-langkah identifikasi, estimasi, dan verifikasi berulang kembali sampai akhirnya diperoleh model yang cukup cocok dan dapat digunakan untuk peramalan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari diagram dibawah ini: 40 Diagram 2.1. Langkah-langkah penyusunan Model (sumber : Box et al. (1994), p17) 2.4.3. Analisis Time Series Menurut Box et al. (1994, p1) suatu runtun waktu (time series) adalah rangkaian observasi yang diambil dalam periode waktu tertentu yang berurutan. Time series mempunyai aplikasi di berbagai bidang. Dalam bidang ekonomi dan bisnis, time series dapat dipakai untuk memodelkan penutupan nilai tukar rupiah terhadap dolar perhari, penutupan harga saham harian, laba perusahaan pertahun, dan lain-lain. Dalam bidang meteorologi, time series dapat dipakai untuk memodelkan suhu udara perhari suatu tempat, kecepatan angin setiap jam, curah hujan suatu tempat pertahun, dan lain-lain. Dalam bidang ilmu sosial, time series dapat dipakai untuk memodelkan angka kelahiran pertahun, angka kematian pertahun, dan lain-lain. Masih banyak aplikasi time series dalam bidang yang lain. 41 2.4.3.1.Konsep-Konsep Dasar Time Series Dalam analisis Time Series perlu diketahui beberapa perumusan atau konsep dasar yang digunakan dalam perhitungannya, antara lain: 1. Fungsi autokovariansi dan autokorelasi (ACF) Untuk proses (Zt)= (proses yang perubahan t) yang waktu) dengan E(Z μ danweakly var(Zt)stationary = σ2 adalah konstan dantergantung Cov(Zt,Zs)dari adalah fungsi dari selisih waktu |t-s|. Kita akan menuliskan kovariansi dan korelasi antara Zt dan Zt+k berturut-turut adalah γ k = Cov(Zt , Z t + k ) = E(Zt − μ , Z t + k − μ ) dan ρ k = Korr(Zt , Z dimana γ t+k )= Cov(Z t , Z t + k ) Var(Z t ) Var(Z t + k ) = γk γ0 = var(Zt) = var(Zt+k). Sebagai fungsi-fungsi dari k, γk dinamakan fungsi 0 autokovariansi dan ρk dinamakan fungsi autokorelasi (autocorrelation function), disingkat dengan ACF. 2. Fungsi autokovariansi parsial (PACF) Autokorelasi parsial antara Zt dan Zt+k adalah korelasi antara Zt dan Zt+k setelah ketergantungan linearnya dengan Zt+1, …, Zt+k-1 dihilangkan. Autokorelasi parsial antara Zt dan Zt+k, dinotasikan dengan φkk, dirumuskan sebagai berikut: φ11 = ρ1 1 φ 22 = ρ1 1 ρ1 ρ1 ρ2 ρ1 1 42 1 φ33 = ρ1 ρ2 1 M ρ1 ρ2 1 ρ1 M ρ φ kk = k −1 1 ρ1 M ρ k −1 ρ1 1 ρ1 ρ1 1 ρ1 ρ1 ρ2 ρ3 ρ2 ρ1 1 ρ1 ρ2 1 ρ1 M M ρ k − 2 ρ k −3 ρ1 ρ2 1 ρ1 M M ρ k − 2 ρ k −3 L ρ k −2 L ρ k −3 M L ρ1 L ρ k −2 L ρ k −3 M L ρ1 ρ1 ρ2 M ρk ρ k −1 ρ k −2 M 1 Sebagai fungsi dari k, φkk, dinamakan fungsi autokorelasi parsial (partial autocorrelation function) disingkat dengan PACF. 3. Proses white noise Proses (at) dinamakan proses white noise jika proses tersebut merupakan barisan variabel acak yang tidak berkorelasi dari sebuah distribusi dengan mean konstan E(at)=μa (biasanya dianggap μa=0), variansi konstan var(at)=σa2 dan γk=Cov(at, at+k)=0 untuk semua k ≠ 0. Dari definisinya proses white noise adalah stasioner dan ⎧σ 2 , k = 0 γk = ⎨ a k≠0 ⎩0, ⎧1, k = 0 ρk = ⎨ ⎩0, k ≠ 0 43 ⎧1, k = 0 φ kk = ⎨ ⎩0, k ≠ 0 Proses white noise adalah proses Gauss jika distribusi bersamanya normal. 4. Estimasi mean, kovarians dan korelasi Suatu time series stasioner (Zt) akan dicirikan oleh mean (μ), variansi (σ2), autokorelasi (ρk=0), dan autokorelasi parsial (φkk). Dengan diketahuinya sebuah realisasi dari proses (Zt) kita dapat mengestimasi kuantitas-kuantitas di atas. a. Mean Mean μ=E(Zt) dapat diestimasi dengan sampel mean: μ̂ = Z = 1 n ∑ Zt n t =1 Estimator ini tak bias untuk μ, yakni: E (Z ) = 1 n 1 n E (Z ) = μ =μ ∑ t n∑ n t =1 t =1 b. Autokovariansi Autokovariansi γ k = Cov(Zt , Z t + k ) γˆ k = dapat diestimasi dengan: 1 n−k ∑ (Z t − Z )(Z t + k − Z ) n t =1 c. Autokorelasi Autokorelasi ρ k = γk dapat diestimasi dengan: γ0 n −k (Z t − Z )(Z t + k − Z ) γˆ k ∑ t =1 ρ̂ k = = n−k γˆ0 ∑ (Z t − Z ) 2 t =1 44 d. Autokorelasi parsial Autokorelasi parsial φkk dapat diestimasi dengan φˆ kk yang diperoleh dengan mengganti ρi dengan ρ̂ i pada rumus φkk. 2.4.3.2.Representasi Moving Average Dan Autoregressive Untuk notasi akan digunakan: Z& t = Zt − μ B j Zt = Z t − j (B dinamakan backshift operator) a. Moving average (MA) Time series (Zt) dapat disajikan dalam bentuk moving average (MA): ∞ Z t = μ + a t + ψ 1 a t −1 + ψ 2 a t − 2 + ... = μ + ∑ψ j at − j j =0 ∞ dimana ψ0 = 1, (at) proses white noise dengan mean 0, dan ∑ψ 2 j <∞. j =0 Proses MA dengan ψ1= - θ1 , ψ2= - θ2 , …, ψq= - θq ≠ 0 dan ψk=0 untuk k>q dinamakan proses moving average order q (MA(q)), ditulis sebagai: Z& t = a t − θ 1 at −1 − θ 2 a t − 2 − ... − θ q a t − q . b. Autoregressive (AR) Time series (Zt) dapat disajikan dalam bentuk autoregressive (AR): Z& t = π 1 Z& t −1 + π 2 Z& t − 2 + ... + a t atau π (B)Z& t = at 45 ∞ ∞ 1 j ∑| π j | . j =1 j =1 Proses AR dengan π1=φ1 , π2=φ2 , …, πp=φp≠0 dan πk=0 untuk k>p dinamakan proses autoregressive order p (AR(p)), ditulis sebagai: Z& t = φ1 Z& t −1 + φ 2 Z& t − 2 + ... + φ p Z& t − p + a t c. Autoregressive Moving Average (ARMA) Proses dengan bentuk umum: Z& t − φ1 Z& t −1 − φ 2 Z& t − 2 − ... − φ p Z& t − p = a t − θ 1 a t −1 − θ 2 a t − 2 − ... − θ q a t − q dinamakan proses autoregressive moving average order p dan q (ARMA(p,q)). Selanjutnya dalam skripsi ini hanya akan dibahas mengenai model autoregressive saja karena berdasarkan model yang dihasilkan oleh SPSS, hampir semua pergerakan harga reksa dana pendapatan tetap memiliki model AR(1) atau AR(2). 2.4.3.3.Proses Autoregressive (AR) Pada bagian sebelumnya telah dibahas bahwa time series (Zt) dapat disajikan dalam bentuk autoregressive (AR): Z& t = π 1 Z& t −1 + π 2 Z& t − 2 + ... + at atau π (B)Z& t = at ∞ ∞ j j =1 1 ∑| π j =1 j | . 46 Suatu proses (Zt) yang dapat ditulis dalam bentuk π (B)Z& t = at dikatakan invertible. Proses autoregressive dengan π1=φ1 , π2=φ2 , …, πp=φp≠0 dan πk=0 untuk k > p dinamakan proses autoregressive order p (AR(p)), ditulis sebagai Z& t = φ1 Z& t −1 + φ 2 Z& t − 2 + ... + φ p Z& t − p + a t atau φP (B)Z& t = at φP (B) = (1 − φ1 B − ... − φ p B p ). dimana ∞ AR(p) selalu invertible karena p ∑| π j =1 Proses j | = ∑ | φ j | < ∞ . Berikut ini akan dibahas lebih detail beberapa proses AR(p). j =1 1. Autoregressive orde 1 Î AR(1) Bentuk umum: Z& t = φ1Z& t −1 + at atau (1 − φ1B)Z& t = at Proses AR(1) dinamakan juga proses Markov. Karakteristik proses AR(1): 1. Proses AR(1) selalu invertible. 2. Proses AR(1) akan stasioner jika akar-akar persamaan (1 − φ1 B) = 0 terletak di luar lingkaran satuan. Karena akar dari (1 − φ1 B) = 0 adalah B = 1/ φ1 , maka syarat agar proses AR(1) stasioner adalah: | B |=| 1/ φ1 |> 1 atau 47 |φ1|<1. 3. Fungsi autokovariansi: karena E(Z& t − k Z& t ) = E(Z& t − k [φ1 Z& t −1 + at ]) = E(φ1 Z& t − k Z& t −1 ) + E(Z& t − k a t ) = E(φ1 Z& t − k Z& t −1 ) maka ⎧Var (Z& t ), k = 0 γk = ⎨ k ≥1 ⎩φ1γ k −1 , 4. Fungsi autokorelasi (ACF): karena ρk = γ k φ 1γ k −1 φ 21γ k − 2 = = = ... = φ1 k γ0 γ0 γ0 maka ⎧1, ρk = ⎨ k ⎩φ1 , k=0 k ≥1 5. Fungsi autokorelasi parsial (PACF): ⎧ρ =φ , φkk = ⎨ 1 1 ⎩0, k =1 k≥2 jadi PACF dari AR(1) terputus setelah lag 1. 48 Gambar 2.4. ACF dan PACF proses AR(1) (sumber : Assauri (1984, p149)) 2. Autoregressive orde 2 Î AR(2) Bentuk umum: Z& t = φ1Z& t −1 + φ2 Z& t − 2 + at atau (1 − φ1B − φ2 B 2 )Z&t = at Proses AR(2) dinamakan juga proses Yule. Karakteristik proses AR(2): 1. Proses AR(2) selalu invertible. 2. Proses AR(2) akan stasioner jika akar-akar persamaan (1 − φ 1B − φ 2B 2 ) = 0 terletak diluar lingkaran satuan. 49 Misalkan B1 dan B2 adalah akar-akar dari (1 − φ 1B − φ 2B 2 ) = 0 atau φ2 B2 + φ1 B − 1 = 0 . maka B1 = − φ1 + φ12 + 4φ 2 2φ 2 dan − φ1 − φ12 + 4φ 2 B2 = . 2φ2 Mudah diperiksa bahwa 2 1 φ1 + φ1 + 4φ2 = 2 B1 dan 2 1 φ1 − φ1 + 4φ2 = . 2 B2 Agar proses AR(2) stasioner haruslah |Bi|>1 atau |1/Bi|<1 untuk i = 1 dan 2. Di sini φ + φ12 + 4φ2 φ1 − φ12 + 4φ2 1 1 ⋅ = 1 ⋅ =| φ2 |< 1 2 2 B1 B2 dan φ1 + φ12 + 4φ2 φ1 − φ12 + 4φ2 1 1 + =| φ1 |< 2 . = + 2 2 B1 B2 50 Tanpa memandang apakah akar-akar B1 dan B2 adalah bilangan real atau bilangan komplek, kita peroleh syarat perlu untuk proses AR(2) agar stasioner adalah: ⎧ − 1 < φ2 < 1 ⎨ ⎩− 2 < φ1 < 2 Untuk akar-akar yang real diperlukan syarat φ12 + 4φ2 ≥ 0 , yang mengakibatkan 2 2 1 φ1 − φ1 + 4φ2 φ1 + φ1 + 4φ2 1 −1 < = ≤ = < 1, 2 2 B2 B1 yang ekuivalen dengan ⎧φ2 + φ1 < 1 ⎨ ⎩φ2 − φ1 < 1 Untuk akar-akar yang komplek diperlukan syarat φ2<0 dan φ12 + 4φ2 < 0 . Jadi syarat agar proses AR(2) stasioner adalah: ⎧ φ2 + φ1 < 1 ⎪ ⎨ φ2 − φ1 < 1 ⎪− 1 < φ < 1. 2 ⎩ Dalam bentuk grafik, nilai-nilai parameter yang menyebabkan proses AR(2) stasioner adalah berbentuk segitiga seperti terlihat pada gambar berikut ini. 51 1 φ2 0 -1 φ1 -2 2 Gambar 2.5. Daerah stasionaritas untuk proses AR(2) 3. Fungsi autokovariansi: Karena E (Z& t − k Z& t ) = E(Z& t − k [φ1Z& t −1 + φ2 Z& t − 2 + at ]) = E(φ1Z& t − k Z& t −1 ) + E(φ2 Z& t − k Z& t − 2 ) + E(Z& t − k at ) = E(φ1Z& t − k Z& t −1 ) + E(φ2 Z& t − k Z& t − 2 ) maka ⎧Var(Z&t ), γk = ⎨ ⎩φ1γ k −1 + φ2γ k − 2 , k=0 k ≥1 4. Fungsi autokorelasi (ACF): Karena ρk = γ k φ1γ k −1 + φ2γ k − 2 = = φ1 ρ k −1 + φ2 ρ k − 2 γ0 γ0 maka k =0 ⎧1, ρk = ⎨ φρ φρ , k ≥1 ⎩ 1k k=−11+dan 2 k2− 2maka Khususnya, jika 52 ρ1 = φ1 + φ2 ρ1 ρ 2 = φ1ρ1 + φ2 , yang mengakibatkan ρ1 = φ1 1 − φ2 ρ2 = φ12 φ 2 + φ 2 − φ22 + φ2 = 1 . 1 − φ2 1 − φ2 dan Untuk k ≥ 3, ρk dapat dicari secara rekursif dengan rumus ρ k = φ1ρ k −1 + φ2 ρ k − 2 . 5. Fungsi autokorelasi parsial (PACF): Karena ρ k = φ1ρ k −1 + φ2 ρ k − 2 untuk k ≥ 1, maka φ11 = ρ1 = 1 φ22 = ρ1 1 ρ1 1 ρ1 ρ φ33 = 2 1 ρ1 ρ2 φ1 1 − φ2 ρ1 ρ2 ρ 2 − ρ12 = = φ2 ρ1 1 − ρ12 1 ρ1 1 ρ1 ρ1 1 ρ1 1 ρ1 ρ1 ρ2 ρ1 1 ρ3 ρ ρ1 = 2 ρ2 1 ρ1 ρ1 1 ρ2 φ1 + φ2 ρ1 φ1 ρ1 + φ2 φ1ρ 2 + φ2 ρ1 = 0, ρ1 ρ 2 1 ρ1 ρ1 1 karena kolom terakhir pada pembilang merupakan kombinasi linear dari dua kolom pertama. Secara serupa dapat dibuktikan bahwa φkk = 0 untuk k ≥ 3. Jadi PACF proses AR(2) terputus setelah lag 2. 53 Gambar 2.6. ACF dan PACF proses AR(2) (sumber : Assauri (1984, p150)) 3. Autoregressive orde p Î AR(p) Bentuk umum: Z& t = φ1 Z& t −1 + φ 2 Z& t − 2 + ... + φ p Z& t − p + a t atau φP (B)Z& t = at p dimana φ P (B) = (1 − φ1 B − ... − φ p B ). Karakteristik proses AR(p): 1. Proses AR(p) selalu invertible untuk p < ∞. 2. Proses AR(p) akan stasioner jika akar-akar persamaan (1 − φ1 B − ... − φ p B p ) = 0 terletak diluar lingkaran satuan. Untuk p>2 syarat agar proses AR(p) stasioner menjadi lebih kompleks. 54 3. Fungsi autokovariansi: Karena Z& t − k Z& t = φ1Z& t − k Z& t −1 + ... + φ p Z& t − k Z& t − p + Z& t − k at maka dengan mengambil harga harapan pada kedua ruas diperoleh γ k = φ1γ k −1 + ... + φ pγ k − p , k>0 karena E (Z& t − k at ) = 0 untuk k > 0. 4. Fungsi autokorelasi (ACF): ρ k = φ1ρ k −1 + ... + φ p ρ k − p , k>0 5. Fungsi autokorelasi parsial (PACF): Fungsi autokorelasi parsial dari AR(p) secara prinsip dapat diperoleh dengan menggunakan rumus umum yang telah dipelajari di atas. 2.5. Kerangka Pemikiran 2.5.1. Perhitungan Kinerja Dengan Sharpe Ratio Kerangka pemikiran perhitungan kinerja dengan Sharpe’s Ratio dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa konsep penilaian kinerja (return) yaitu pengukuran kinerja reksa dana didasarkan atas perubahan NAB/unit, resiko reksa dana, pengukuran return investasi bebas resiko yaitu deposito, dan penggunaan ukuran Sharpe’s Ratio. Dalam penelitian ini digunakan sub periode mingguan, jadi dalam satu tahun terhitung 52 minggu. Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada beberapa rumus di bawah ini: 1. Returnsub periode = dimana: NAK − NAW NAW 55 Returnsub periode = tingkat pengembalian aktual reksa dana per sub periode NAK = NAB/unit akhir sub periode yang diukur NAW = NAB/unit akhir sub periode sebelumnya 2. E(R)RD = ∑ Return sub periode n dimana: E(R)RD = tingkat pengembalian rata-rata reksa dana per sub periode n = jumlah sub periode (minggu) pengukuran E(R)RF = tingkat pengembalian bebas resiko per sub periode i = tingkat suku bunga deposito berjangka satu bulan/tahun 3. E(R)RF = i 52 dimana: 4. Deviasi Standar (σ) = ∑=(Return − E(R) RD ) 2 sub periode n −1 dimana: σ = deviasi standar reksa dana untuk sub periode Returnsub periode = tingkat pengembalian aktual reksa dana per sub periode E(R)RD = tingkat pengembalian rata-rata reksa dana per sub periode n = jumlah sub periode pengukuran (minggu) 5. Sharpe Ratio (SRD) = E (R) RD − E (R) RF σ dimana: SRD = nilai Sharpe’s Ratio reksa dana E(R)RD = tingkat pengembalian rata-rata reksa dana per sub periode 56 E(R)RF = tingkat pengembalian bebas resiko per sub periode σ = deviasi standar reksa dana untuk sub periode 2.5.2. Peramalan Trend Pergerakan Harga Dengan MACD Kerangka pemikiran peramalan pergerakan harga dari reksa dana berdasarkan nilai NAB/unit penyertaan historis adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan NAB/unit penyertaan historis harus ditentukan periode untuk XMApendek (biasanya 12) dan XMApanjang (biasanya 26). Hal ini bertujuan agar dari periode yang dipilih untuk XMA dapat dihasilkan garis MACD yang mendekati pergerakan harga dari reksa dana tersebut. 2. Mencari nilai garis XMApendek XMA pendek (curr) = (K pendek × (NAB(curr) − XMA pendek (curr − 1) )) + XMA pendek (curr − 1) K pendek = 2 n pendek + 1 dimana: XMApendek(curr) = Current XMApendek NAB(curr) = Current Price (NAB/unit penyertaan) XMApendek(curr-1) = Previous Period’s XMApendek* Kpendek = Smoothing Constant npendek = Periode pendek yang dipilih (* XMApendek pada awal periode perhitungan akan sama dengan SMApendek) 57 3. Mencari nilai garis XMApanjang XMA panjang (curr) = (K panjang × (NAB(curr) − XMA panjang (curr − 1) )) + XMA panjang (curr − 1) K panjang = 2 n panjang + 1 dimana: XMApanjang(curr) = Current XMApendek NAB(curr) = Current Price (NAB/unit penyertaan) XMApanjang(curr-1) = Previous Period’s XMApendek* Kpanjang = Smoothing Constant npanjang = Periode panjang yang dipilih (* XMApendek pada awal periode perhitungan akan sama dengan SMApendek) 4. Mengurangkan antara nilai XMApendek dan nilai garis XMApanjang untuk memperoleh nilai garis MACD. MACD(curr) = XMApendek(curr) – XMApanjang(curr) dimana: MACD(curr) XMApendek(curr ) XMApanjang(curr) = = nilai garis MACD = nilai garis XMApendek nilai garis XMApanjang 5. Setelah memperoleh nilai garis MACD yang diinginkan kemudian menentukan periode dari trigger line (biasanya 9) yang akan dibuat sehingga nantinya sinyalsinyal yang dihasilkan dari MACD tidak sering memberikan false signal yang tentunya akan mengganggu dalam pengambilan keputusan. 58 6. Mencari nilai garis trigger line (XMAtrigger). XMAtrigger (curr) = (K trigger × (MACD(curr) − XMAtrigger (curr − 1) )) + XMAtrigger (curr − 1) K trigger = 2 ntrigger + 1 dimana: XMAtrigger(curr) = Current XMAtrigger MACD(curr) = MACD value XMAtrigger(curr-1) = Previous Period’s XMAtrigger* Ktrigger = Smoothing Constant ntrigger = Periode trigger yang dipilih (* XMAtrigger pada awal periode perhitungan akan sama dengan SMAtrigger) 7. Dari nilai garis MACD dan nilai garis trigger line yang didapat kemudian dicari nilai dari MACD Histogram dengan cara mengurangi nilai garis MACD dengan nilai garis trigger line. MACD Histogram ini digunakan untuk melihat divergence dari MACD. Histogram(curr) = MACD(curr) – XMAtrigger(curr) 8. Setelah semua syarat analisis MACD dipenuhi, kemudian lakukan pengekstraksian informasi dengan menggunakan aturan-aturan MACD yang berlaku untuk mencari kemungkinan Divergence, Moving Average Cross Over, atau Centerline Cross Over. 2.5.3. Peramalan Harga NAB Baru Dengan Time Series Peramalan harga NAB baru dengan Time Series mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 59 1. Menghitung mean ( Z ) dari data NAB 50 hari terakhir. μ=Z = 1 n ∑ Zt N t =1 dimana: μ =Z = mean dari data 50 hari terakhir Z = data harian t = periode waktu (hari) N = jumlah data (50) 2. Menentukan jumlah lag yang akan dihitung. Jumlah lag tidak perlu terlalu banyak karena semakin besar lag, maka nilai autokorelasi-nya akan semakin kecil dan mendekati nol (~0). Lag mencerminkan perbedaan waktu dari data-data yang diamati. 3. Menghitung nilai kovarians masing-masing lag γk = 1 n −k ∑ (Z t − Z )(Z t + k − Z ) N t =1 dimana: γk = nilai kovarians untuk lag-k Zt = data pada periode ke t Zt+k = data pada periode ke t+k Z = mean dari data N = jumlah periode data yang diamati 4. Menghitung nilai autokorelasi untuk masing-masing lag ρk = γk γ0 60 dimana: ρk = nilai autokorelasi untuk lag-k γk = nilai kovarians untuk lag-k γ0 = nilai kovarians untuk lag-0 5. Menghitung nilai autokorelasi parsial untuk masing-masing lag 1 ρ1 φ kk = M ρ k −1 1 ρ1 M ρ k −1 ρ1 ρ1 1 ρ1 M M ρ k − 2 ρ k −3 ρ1 ρ1 1 ρ1 M M ρ k − 2 ρ k −3 ... ρ k − 2 ... ρ k −3 M ... ρ1 ... ρ k − 2 ... ρ k −3 M ... ρ1 ρ1 ρ2 M ρk ρ k −1 ρ k −2 M 1 dimana: φkk = nilai autokorelasi parsial untuk lag-k ρ = nilai autokorelasi k = lag 6. Menghitung nilai limit / standar error dari PACF SE = Var(φ kk ) ≈ 1 N dimana: SE = standar error dari PACF lag-k N = jumlah periode data 7. Menentukan model yang cocok dengan memperhatikan nilai dari PACF dibandingkan dengan nilai limit / standar error-nya. Jika nilai mutlak PACF lag-1 61 saja yang lebih besar dari 1,96SE, maka modelnya adalah AR(1). Jika nilai mutlak PACF lag-1 dan nilai mutlak PACF lag-2 keduanya lebih besar dari 1,96SE, maka modelnya adalah AR(2). Jika semua nilai mutlak PACF ada di antara dari 1,96SE, maka modelnya adalah White Noise. 8. Mengestimasi nilai varians dari mean (Var (Z ) ) dan varians dari variabel White Noise( σ a2 ) Tabel 2.2. Estimasi Var (Z ) model AR(1), AR(2), dan White Noise Model Var (Z ) AR(1) γ 0 (1 + ρ1 ) N (1 − ρ1 ) AR(2) γ 0 (1 + ρ1 )(1 − 2 ρ 12 + ρ 2 ) N (1 − ρ1 )(1 − ρ 2 ) White Noise γ0 N (sumber : Soejoeti (1987, p5.3)) Tabel 2.3. Estimasi σ 2a model AR(1), AR(2) dan White Noise Model σ a2 AR(1) γ 0 (1 − φ11 × ρ1 ) AR(2) γ 0 (1 − (φ11 × ρ1 + φ 22 × ρ 2 )) White Noise γ0 dimana: Var (Z ) = variansi dari mean 62 γ0 = nilai kovarians lag-0 ρ1 = nilai autokorelasi lag-1 ρ2 = nilai autokorelasi lag-2 N = jumlah periode data φkk = nilai autokorelasi parsial lag-k 9. Mengestimasi nilai parameter-parameter ( φ ) untuk pemodelan Tabel 2.4.Estimasi φ model AR(1), AR(2), dan White Noise Model φ AR(1) φ 0 = ρ1 AR(2) φ10 = ρ1 (1 − ρ 2 ) 1 − ρ 12 φ 20 = ρ2 − ρ12 1 − ρ12 White Noise φ=0 (sumber : Soejoeti (1987, pp5.5-5.6)) 10. Memeriksa apakah nilai dari mean ( Z ) signifikan terhadap nol (0) − 1,96 Var (Z ) < Z < +1,96 Var(Z ) Bila kondisi di atas terpenuhi, maka nilai Z tidak berbeda signifikan dengan nol (0). Karena nilainya terlalu kecil, maka nilai Z ini dapat diabaikan dalam pemodelan ( Z = 0 ). Namun bila kondisi di atas tidak terpenuhi, maka nilai Z signifikan dengan nol (0) dan nilai Z harus disertakan dalam pemodelan. berbeda 63 11. Membuat model dengan aturan model autoregressive Tabel 2.5. Aturan model AR(1), AR(2), dan White Noise Model Aturan Model AR(1) Z t +1 − Z = φ1 (Z t − Z ) + at AR(2) Z t +1 − Z = φ10 (Z t − Z ) + φ 20 (Z t −1 − Z ) + at White Noise Z t +1 − Z = at dengan at ~ N (0; σ a2 ) dengan at ~ N (0; σ a2 ) dengan a t ~ N (0; σ a2 ) 12. Menghitung nilai ramalan untuk harga NAB berikut beserta dengan interval dari pergerakkan harganya. 2.6. Dasar Perancangan Software (Perangkat Lunak) Menurut Pressman (2002, p10): perangkat lunak adalah: 1. perintah (program komputer) yang bila dieksekusi akan memberikan fungsi dan unjuk kerja seperti yang diinginkan. 2. struktur data yang memungkinkan program memanipulasi informasi secara proposional, dan 3. dokumen yang menggambarkan operasi dan kegunaan program. Salah satu cara perancangan perangkat lunak adalah dengan menggunakan model air terjun (waterfall model) menurut Sommerville (1995), tahap-tahap utama dalam model air terjun dapat digambarkan dalam aktifitas dasar pengembangan seperti berikut ini: 64 1. Analisis dan penentuan kebutuhan Tugas, kendala dan tujuan sistem ditentukan melalui konsultasi dengan pengguna sistem kemudian ditentukan cara yang dapat dipahami baik oleh pengguna maupun staff pengembang. 2. Desain sistem dan perangkat lunak Proses desain sistem terbagi dalam kebutuhan perangkat keras dan perangkat lunak. Hal ini menentukan arsitektur perangkat lunak secara keseluruhan. Desain perangkat lunak mewakili fungsi sistem perangkat lunak dalam suatu bentuk yang dapat ditranformasikan ke dalam satu atau lebih program yang dapat dieksekusi. 3. Implementasi dan Pengujian unit Dalam tahap ini, desain perangkat lunak direalisasikan dalam suatu himpunan program atau unit-unit program. Pengujian unit mencakup kegiatan verifikasi terhadap setiap unit sehingga memenuhi syarat spesifikasinya. 4. Integrasi dan Pengujian Sistem Unit program secara individual diintegrasikan dan diuji sebagai satu sistem yang lengkap untuk memastikan bahwa kebutuhan perangkat lunak telah terpenuhi. Setelah pengujian, sistem perangkat lunak disampaikan kepada pengguna. 5. Pengoperasian dan pemeliharaan Secara normal, walaupun tidak perlu, tahap ini merupakan fase siklus hidup yang terpanjang. Sistem telah terpasang dan sedang dalam penggunaan. Pemeliharaan mencakup perbaikan kesalahan yang tidak ditemukan dalam tahap-tahap sebelumnya, meningkatkan implementasi unit-unit sistem dan mempertinggi pelayanan sistem sebagai kebutuhan baru yang ditemukan. 65 Diagram 2.2. Perancangan perangkat lunak model air terjun (waterfall) (sumber : Pressman (2002)) 2.7. STD (State Transition Diagram) STD merupakan suatu modeling tool yang menggambarkan sifat ketergantungan pada waktu di sistem. Pada mulanya STD hanya digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang memiliki sifat real time, seperti process control, telephone switching system, high speed data acquisition dan lain-lain. Pada STD terdapat 2 macam kerja: 1. Passive: Sistem ini melakukan kontrol terhadap lingkungan, tetapi lebih bersifat memberi reaksi / menerima data saja. Contoh adalah sistem yang hanya mengumpulkan / menerima data melalui sinyal yang dikirimkan. 2. Active: Sistem melakukan kontrol terhadap lingkungan secara aktif, dapat menerima data serta memberi respon terhadap lingkungan sesuai dengan program yang telah 66 ditentukan. Contohnya pada sistem komputer yang ditempatkan pada suatu robot / sistem yang digunakan pada proses kontrol. Notasi: 1. State disimbolkan segi 4 Bentuk: Dipakai untuk merepresentasikan status menunggu terhadap keadaan yang akan terjadi. State adalah kumpulan keadaan / atribut yang mencirikan seseorang / suatu benda pada waktu tertentu / kondisi tertentu. Contohnya menunggu pengguna memberikan input, menunggu instruksi berikutnya, dan lain-lain. 2. Transition state disimbolkan anak panah Bentuk: Kondisi (condition) adalah suatu kejadian (event) pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem. Contohnya sinyal, interupsi, dan lain-lainnya. Hal ini akan menyebabkan perubahan terhadap state dari state menunggu A ke state menunggu B / memindahkan aktivitas A ke aktivitas B. Aksi (action) adalah sesuatu yang dilakukan sistem bila terjadi perubahan state / merupakan reaksi dari kondisi. Aksi akan menghasilkan output / tampilan display pada layar, menghasilkan hasil kalkulasi. State A Kondisi Aksi State B Gambar 2.7. State Transition Diagram