TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka akan melihat kedudukan penelitian dengan penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya ataupun yang sedang berkembang saat ini. Akhir dari tinjauan pustaka diharapkan dapat dikembangkan suatu landasan teori. A. Penelitian yang Relevan. Penelitian yang menggunakan rumah vernakular bugis dengan lokasi Sulawesi Selatan telah banyak dilaksanakan. Penelitian ini ada yang mengungkapkan fenomena rumah tradisional dan ada juga yang meneliti perubahan – perubahan yang terjadi pada rumah vernakular persebut. Peneliti yang mengungkapkan perubahan dan faktor yang berpengaruh pada perubahan itu dalam kasus rumah vernakular diantaranya. Bambang Sugestyadi (1998) Menemukan adanya pengaruh asal tradisi pemilik rumah dalam perkembangan pembangunan rumah selanjutnya. Perkembangan fisik yang dapat ditelusuri adalah bagian core elemen dan pheriperal elemen. I Wayan Runa (1993) Mengungkapkan perubahan yang terjadi pada tata fisik rumah disebabkan oleh perubahan pola pikir manusia. Perubahan tersebut berupa perubahan kecil, sedang, besar. Perubahan ini terkait dengan keadaan status sosial pemiliknya (kelompok elite, terdidik, kaya dan hamba desa). Bangunan kompleks dan terkait dengan ritus desa lebih sulit berubah dibanding dengan ritus individu keluarga.Perubahan dapat ditelusuri melalui pada fasilitas sosial dan ekonomi, aturan penataan pekarangan, upacara proses pembangunan, material, dimensi, sistem struktur dan konstruksi, fasade bangunan. Triyuni Iswati (2001) Dalam perubahan denah rumah tinggal di Kampung Dalem Kota Gede mengungkapkan terjadinya penyimpangan terhadap denah tipe lengkap karena pada daerah dengan tingkat sosial rendah tidak membutuhkan privacy yang berlebih, tetapi sebaliknya membutuhkan sosialisasi tinggi. Akibatnya rumah rumahnya dibiarkan tanpa pagar . Faktor ekonomi berpengaruh terhadap konfigurasi denah rumah. Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 30 Tipomorfologi perubahan rumah pada perumahan minoastani Yokyakarta yang diungkapkan oleh Sugini (1997). Ada 6 cara pandang untuk mengungkapkan typomorpologi yaitu: 1. Tahapan perubahan 2. Arah tahapan perubahan depan belakang 3. Arah perubahan kulit isi 4. Arah perubahan vertikal horisontal 5. Kategori prioritas finishing 6. Perencanaan. Perubahan rumah adalah perilaku ”ajustment” terhadap tekanan lingkungan (tekanan dari luar). Perubahan juga dipengaruhi oleh keinginan penghuni untuk aktualitas diri. Lusia Kristiani (1995), Melihat bahwa perubahan tata ruang bangunan usaha secara spasial meliputi; Komposisi ruang, pertambahan kepadatan ruang, perubahan fungsi, perunahan derajat tipe teritori ruang, perluasan usaha. Perubahan fisik berupa berupa pertambahan dan perbedaan bentuk elemen dan komponen bangunan. Perubahan ini disebabkan oleh factor internal dan eksternal. Perubahan tataruang bangunan rumah batik tidak hanya disebabkan oleh pergantian jenis usaha tetapi juga karena adanya pergeseran pola pandang pemilik yang cenderung berorientasi ekonomi. Julianus Anthon Ronny Sondakh, (2003) dalam Kajian terhadap perubahan struktur konstruksi dan bentuk pada Rumah Tradisional Minahasa Menemukan adanya perkembangan / perubahan pada konstruksi yaitu; Sistem pondasi, sistem balok bantalan, sistem tiang lante, sistem plafond dan struktur tangga. Dibalik perkembangan / perubahan struktur dan konstruksi tersirat empat makna pokok yang terkait dengan status sosial penghuni sebagai kelompok terdidik, kaya dan hamba desa. Perubahan terjadi pada tata fisik rumah tinggal disebabkan oleh adanya pola pikir manusia. Ambo Masse (2004) dari Yayasan Lembaga Konsemen Sulawesi Selatan mengungkapkan dapur orang bugis makassar. dalam arsitektur budaya lokal sulawesi selatan mengungkapkan fenaomena ruang dapur bagi masyarakat bugis terbatas pada bentuk ruang, peralatan masak dan pandangan pandangan orang bugis terhadap eksistensi dapur termasuk pantangan pantangan yang tidak dibolehkan yang berkaitan dengan dapur. Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 31 Syahriar Tato (2008) www.tribun-timur.com. Arsitektur tradisional budaya lokal bugis makassar megemukakan unsur hiasan yang digunakan pada rumah tradisonal yang banyak mengambil bentuk dari flora dan fauna. Sekilas dalam hal rumah tradisonal disebutkan bahwa; scara konsepsual arsitektur, masyarakat tradisional Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar) berangkat dari suatu pandangan hidup ontologis, memahami alam semesta secara universal. Filosofi hidup masyarakat tradisional Bugis Makassar yang disebut sulapa appa, menunjukkan upaya untuk menyempurnakan diri, filosofi ini menyatakan bahwa segala aspek kehidupan manusia barulah sempurna jika berbentuk segi empat, yang merupakan mitos asal kejadian manusia yang terdiri dari empat unsur, yaitu: tanah, air, api, dan angin. Bagi masyarakat tradisional Bugis Makassar yang berpikir secara totalitas, rumah tradisional Bugis Makassar dipengaruhi oleh: Struktur kosmos, di mana alam terbagi atas tiga bagian yaitu alam atas sebagai tempat suci, alam tengah, sebagai tempat berlangsungnya kehidupan manusia, dan alam bawah, tempat terjadinya interaksi dengan lingkungan sekitar dan makhluk hidup lainnya. Rumah tradisional Bugis Makassar pada dasarnya terdiri dari beberapa macam yaitu: Pertama, rumah Kaum Bangsawan Arung atau Karaeng. Untuk rumah bangsawan yang memegang jabatan, pada puncak rumah induk terdiri dari tiga atau lebih sambulayang /timpalaja. Jumlah tiang ke samping dan ke belakang 5 - 6 buah, sedang untuk bangsawan biasa jumlah tiang ke samping dan ke belakang 4 -5 tiang. Kedua, rumah Orang Kebanyakan Tosama, terdiri dari 4 buah tiang kesamping dan kebelakang, puncak sambulayang/timpalaja hanya dua susun. Ketiga, Rumah Hamba Sahaja Ata atau Suro, bentuk dengan ukuran yang lebih kecil, biasanya hanya tiga petak, dengan sambulayang/timpalaja yang polos. Pada umumnya rumah tradisional Bugis Makassar berbentuk panggung dengan penyangga dari tiang yang secara vertikal terdiri atas tiga bagian yaitu: Rakkeang/Pammakkang, terletak pada bagian atas, di sini melekat plafond tempat atap menaungi, penyimpanan padi sebagai lambang kehidupan dan tempat atribut adat disimpan. Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 32 Ale bola/kale balla, terletak pada bagian tengah, di mana sebuah tiang ditonjolkan di antara tiang tiang lainnya, yang terbagi atas beberapa petak dengan fungsinya masing-masing. Awaso/siring, terletak pada bagian bawah, sebagai tempat penyimpanan alat cocok tanam, ternak, alat bertukang dan lain lain. Sedang secara horisontal ruangan dalam rumah terbagi atas tiga bagian yaitu: Lontang ri saliweng/padaserang dallekang, letaknya di ruang bahagian depan. Lontang ri tengnga/padaserang tangnga, terletak di ruang bahagian tengah. Lontang ri laleng /padaserang riboko, terletak di ruang bahagian belakang. Selain ruang ruang tersebut, masih ada lagi tambahan di bagian belakang annasuang atau appalluang, dan ruang samping yang memanjang pada bagian samping yang disebut tamping, serta ruang kecil di depan rumah yang disebut lego-lego atau paladang. Ragam hias ornamen pada rumah tradisional Bugis dan Makassar merupakan salah satu bagian tersendiri dari bentuk dan corak rumah tradisional Bugis dan Makassar. Selain berfungsi sebagai hiasan, juga dapat berfungsi sebagai simbol status pemilik rumah. Ragam hias umumnya memiliki pola dasar yang bersumber dari alam flora dan fauna. Ornamen corak tumbuhan, umumnya bermotifkan bunga/kembang, daun yang memiliki arti rejeki yang tidak putus putusnya, seperti menjalarnya bunga itu, di samping motif yang lainnya. Ornamen corak binatang, umumnya bentuk yang sering ditemukan adalah: kepala kerbau yang disimbolkan sebagai bumi yang subur, penunjuk jalan, bintang tunggangan dan status sosial. Bentuk naga yang diartikan simbol wanita yang sifatnya lemah lembut, kekuatan yang dahsyat. Bentuk ayam jantan yang diartikan sebagai keuletan dan keberanian, agar kehidupan dalam rumah senantiasa dalam keadaan baik dan membawa keberuntungan. Ornamen corak alam, umumnya bermotifkan kaligrafi dari kebudayaan Islam. Penempatan ragam hias ornamen tersebut pada sambulayang/timpalaja, jendela, anjong, dan lain-lain. Penggunaan ragam hias ornamen tersebut menandakan bahwa derajat penghuninya tinggi. Dalam hal ragam hias yang khusus digunakan pada rumah tradisional bugis diungkapkan oleh Pangeran Paita Yunus (1999) Fine Arts ITB menyebutkan bahwa Ragam hias Saoraja harus lebih indah dan lebih baik Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 33 daripada 'Bola' (rumah rakyat), misalnya, Saoraja dihiasi dengan ukiran-ukiran puncak bubungannya diberi hiasan dengan kepala kerbau atau ayam jantan, 'timpalajanya' (tutup bubungan) bertingkat sampai lima, sedangkan 'Bola' (rumah rakyat) tidak boleh. Hiasan pada anjong rumah tradisional Bugis menggunakan pola dasar penciptaan hiasan yang bersumber dari alam sekitar manusia itu berada, seperti flora, fauna, dan gejala alam seperti bulan dan bintang dan kaligrafi Arab. Hiasan flora umumnya dijumpai dalam bentuk bunga yang disebut 'Bunga Parenreng' yang mempunyai makna bunga yang menarik. Di samping hidupnya melata, menjalar kemana-mana seperti tidak ada putus-putusnya. Bunga parenreng juga bermakna sebagai rezki yang tak putus-putusnya seperti menjalarnya bunga parenreng tsb, juga bermakna sebagai lambang kesuburan dan kemakmuran (nilai budaya asongireng dan agettengeng). Hiasan fauna pada anjong rumah dijumpai dalam bentuk ayam jantan, naga dan kepala kerbau. Ada beberapa saran yang diajukan sehubungan dengan penelitian ini adalah arsitektur sebagai tradisi perwujudan lambang bukan tulisan merupakan sumber informasi budaya daerah yang perlu dilestarikan agar supaya nilai-nilai budaya Bugis yang terkandung di dalamnya dapat diwariskan ke generasi berikutnya dalam rangka memperkaya kebudayaan nasional. Hal lain yang diungkapkan adalah bahwa rumah tradisional Bugis merupakan kesatuan bidang-bidang persegi empat dan persegi tiga mewujudkan suatu arsitektur khas Bugis yang disebut 'Bola Ugi'. Ada beberapa unsur estetika yang tercermin dalam rumah tradisional Bugis, yaitu: kesatuan (unity) yaitu semua bentuk peralatannya terwujud dari kesatuan antara besarnya tiang-tiang dengan lebar 'pattolo' dan 'arateng', antara tinggi kolong dengan tinggi dinding dan antara besar badan rumah dengan tinggi puncaknya. Proporsi (perbandingan) dan balance (keseimbangan) bahagianbahagiannya terlihat adanya keserasian antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena ukuran yang mereka pakai diambil dari ukuran perbandingan dari anggota badan sendiri, seperti ukuran tinggi badan, panjang depa, panjang langkah, panjang hasta, panjang jengkal dan panjang atau lebar jari. Jadi perbandingan peralatan adalah perwujudan dari perbandingan-perbandingan dan keseimbangan yang ada pada tubuhnya sendiri, sehingga mereka menganggap rumahnya adalah dirinya sendiri. Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 34 Sumber: Ilustrasi Penulis Koleksi Penulis Gambar 1. Salah satu bentuk dan struktur rumah vernakular bugis Peneliti lainnya yang berhubungan rumah tradisional bugis dan makassar adalah Andi Akbar (2007) mengungkapkan fenomena arsitektur tradisional bangsawan bugis dalam akulturasi nilai nilai modern dengan tata nilai tradisi secara bertahap telah meningkat kearah penyempurnaan budaya yang terwujud pada arsitekturnya. Oleh sebab itu keberadaan rumah tradisional bangsawan bugis tetap relevan dengan segenap kehidupan sosial masyarakatnya. Keberadaan unsur unsur arsitektur modern yang terdapat pada rumah bangsawan bugis adalah nilai tambah yang menjamin kelangsungan arsitektur tradisional rumah bugis Faisah Mastuti (2002) Dalam keragaman pola perubahan rumah dipermukiman nelayan Biringkanaya Makassar mengungkapkan dua 2 aspek yang berubah pada permukiman nelayan di biringkanaya makassar yaitu; perubahan ruang dan perubahan kualitas. Perubahan ruang meliputi perubahan luas ruang, jumlah ruang, fungsi, orientasi dan hubungan ruang. Perubahan kualitas berkaitan dengan material struktur lantai, dinding, tiang/kolong rumah serta pintu jendela dan fasade. Faktor penyebab perubahan dipengaruhi secara ekternal dan internal. Faktor internal meliputi; 1. aktifitas penghuni didalam rumah, 2. Persepsi penghuni tentang rumah lama, 3. jumlah penghuni, 4. Jumlah penghasilan, 5. status rumah. Faktor eksternal meliputi; 1. Aktifitas penghuni didalam rumah, 2. Setting ruang rumah lama, 3. Aturan pemerintah yang membatasi perubahan rumah. Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 35 Abd Mufti Raja (2000) Dalam Keragaman Rumah Tradisional Makassar. Studi kasus rumah tradisional suku Makassar di Buluttana Gowa, Sanro Bone dan Tamasaju Takalar. mengungkapkan 2 keragaman mendirikan rumah, bentuk rumah dan bentuk denah dengan kesamaan fungsi. Keaneka ragaman dalam perbedaan meliputi fungsi pammakkang, siring, jambang, dan paladang/dego-dego. Arah letak tangga jenis timba sila, fasad rumah, orientasi dan pemakaian material. Perbedaan tersebut dipangaruhi oleh sosial budaya. Waluya Hadi (2000), Perkembangan Rumah Ara di desa Ara Kebupaten Bulukumba mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan rumah Ara diantaranya: 1. Kebudayaan memiliki pengaruh kecil pada periode awal dan pertengahan. Pengaruh besar terjadi pada masa periode akhir 2. Sosial ekonomi berpengaruh pada penambahan luas ruang 3. Cuaca dan alam berpengaruh pada pembuatan kamar untuk menahan cuaca dingin Perkembangan yang terjadi dapat ditelusuri sebagai berikut; 1. Pola peruangan desa dan bangunan berawal dari pandangan hidup yang memahami alam semesta. 2. Perkembangan ruang terjadi secara horisontal dan vertikal, berubah fungsi (ruang bergeser ruang bertambah/disekat). Dan berubah sifat (ruang multi fungsi keruang privat/individu). 3. Kesamaan peruangan rumah ara meliputi; sifat ruang, orientasi/arah rumah, konsep rumah, bentuk ruang. 4. Perbedaan rumah Ara meliputi; arah rumah, fungsi ruang, luas ruang dan sifat perubahan ruang. 5. Faktor yang mempengaruhi perkembangan adalah kepercayaan (masih taat dan yang sudah berubah) sosial ekonomi (pemilik mampu, terdidik dan kurang mampu). Sosial politik (Arah rumah) Secara struktural pada rumah Ara di Bulukumba diinformasikan telah terjadi pemotongan tiang pada bagian badan rumah sebagai tuntutan kebutuhan bisnis masyarakat. Keberadaan Rumah Suku Bajo Terhadap Perubahan Lingkungan Tempat Tinggalnya di Bone Sulawesi Selatan, diungkapkan oleh Syahriana Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 36 Syam 2003. Ada 2 unsur perubahan pada rumah Suku Bajo yaitu; perubahan ruang pada luas, jumlah dan fungsi. Perubahan kualitas pada penggunaan material akibat tuntutan aktifitas. Perubahan perubahan ini umumnya terjadi pada rumah yang telah terletak di darat akibat laut mengalami pendangkalan. Karakteristik Rumah Tinggal Tradisional Komunitas Suku Bajo Desa Bajo Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, diungkapkan oleh Suharto Arfan 1999. Rumah tradisional Suku Bajo memiliki karakteristik keseragaman dalam hal; Bentuk struktur utama dan jumlah tiang, fungsi spatial ruang vertikal dan horisontal, orientasi rumah, letak pintu dan jendela serta material yang digunakan. Pola Spasial Permukiman Pantai Galesong Sulawesi Selatan diungkapkan oleh Asniwaty 2000. Pola spasial rumah mengelompok membentuk open space dengan komposisi rapat dan renggang. Komposisi rapat menggunakan jalan sebagai akses penghubung. Sedang pada kelompok dengan komposisi renggang menggunakan ruang antar massa sebagai akses penghubung. Rumah dipantai membentuk open space desa sebagai pengikat dan penghubung antar kelompok massa. Sosial budaya berpengaruh terhadap pola spasial dimana open space digunakan sebagai penunjang aktifitas nelayan. Arsitektur vernakular Ammatoa Kajang di Sulawesi Selatan. Karakteristik dan beberapa aspek simbolik dalam perwujudan rumah tinggal diungkapkan oleh Sukman 1993. Arsitektur vernakular Ammatoa Kajang memiliki perbedaan signifikan dengan arsitektur vernakular yang ada disekitarnya yaitu Bugis dan Makassar meskipun kedua rana arsitektur ini berada pada lokus yang sama dan berdekatan. Hal ini sebagai akibat dari konsistensi masyarakat Kajang terhadap nilai-nilai tradisi dan kepercayaan. Pengejawantahan dari nilai tradisi dapat dilihat pada wujud dan karakteristik yang menampilkan keragaman antara formasi spasial, pola dan bentuk. Formasi dan jumlah tiang. B. Unsur Kepercayaan Dalam Membangun Rumah. Paisal 2008, dalam Pengetahuan Lokal Masyarakat Bugis Wajo dalam memelihara kelangsungan hidup sebagai Kajian sosiologi budaya terhadap perilaku masyarakat Wajo pada kegiatan Makkaja, Mapatettong Bola dan Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 37 Mabatattau) mengungkapkan perihal yang berkaitan dengan pandangan masyarakat Bugis terhadap kepercayaan dalam hal mendirikan rumah dan pada rumah itu sendiri. Dikatakan bahwa, Meskipun telah terjadi perubahan sosial akibat perkembangan pengetahuan dan teknologi, perubahan tersebut belum mampu menggeser apalagi menggusur sikap dan perilaku masyarakat Wajo dalam menerapkan pengetahuan lokal pada kegiatan makkaja, mapatettong bola dan mabatattau. Karena pengetahuan tersebut telah mengakar. Faktor faktor yang mempengaruhi masyarakat masih tetap bertahan menggunakan pengetahuan lokal adalah kultur dan nilai-nilai agama yang berlaku, diterapkan dengan cara perseorangan, kolektif, rasional fan non rasional, pengalaman, arolang, significant others dan generalis others. Internalisasi dan sosialisasi dilakukan dengan cara tudang sipulung, mappettu ada, face to face dan jaringan social. Jaman dulu bila ada pesta rakkeang digunakan sebagai tempat tinggal bagi gadis-gadis untuk berdandan disamping sebagai tempat menyediakan kue jadi. Ale bola terdiri dari 2 elle’ (lontang, ruangan) ruang depan adalah tempat tetamu, tempat kepala keluarga dan ruang belakang tempat gadis / wanita. Elle’ ada 2 elle’ risaliweng, elle’ rilaleng. Tatacara mendirikan rumah dalam konsep arsitektur Wajo merujuk pesan wasiat yang bersumber dari kepercayaan yang dianut, mulai dari pemilihan tempat, bentuk arsitektur, upacara ritual ketika membangun, sampai pada penentuan arah perletakan rumah. Secara konseptual masyarakat tradisional wajo berangkat dari pendangan hidup ontologis memahami alam semesta secara universal. Filosofi hidup masyarakat wajo adalah sulapa’ eppa’ yang berarti penyempurnaan diri. Artinya segala aspek kehidupan manusia akan sempurna bila terbentuk dari empat unsur: air, tanah, api dan angin. Rumah dipengaruhi oleh struktur kosmos, alam atas, alam tengah alam bawah. Alam atas untuk alam suci, alam tengah untuk manusia dan alam bawah untuk interaksi dengan lingkungan sekitar. Ada 3 jenis rumah dengan ciri tertentu bagi masyarakat bugis Wajo yaitu rumah arung, rumah tosama dan rumah hamba. Orde adalah adat istiadat yang harus ditaati oleh mayarakat dirumah. Di Wajo rumah dan orde dianggap sebagai ketetapan dewata seuwwae Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 38 (Tuhan Yang Maha Esa). Pelanggaran orde berarti malapetaka bagi masyarakat yang melakukan pellanggaran. Perhitungan tentang datangnya banjir, angin, gempa dianggap telah terwakili oleh perhitungan pada pemilihan tempat dan orientasi rumah. Letak tamping (ruang tambahan) pada rumah yang berorientasi utara selatan umumnya menambah tamping disebelah utara. Bila rumah mengadap kebarat maka tamping disebelah barat. Tatacara tidur dengan kepala terletak pada arah barat berpengaruh terhadap tata letak perabot rumah tangga. Ada 2 (dua) arah orientasi rumah yang umum dan digemari dalam hal kepercayaan terhadap rezeki dan kewarisan. Orientasi rumah yaitu; timur dan barat dengan alasan ; 1. Narekko mangolo alau-i bolae, majeppu masempu enrenna tapi madodong yappamanareng Artinya; Kalau rumah menghadap kearah timur maka rumah akan murah rezeki. Tetapi rumah ini kurang potensil untuk diwariskan. 2. Narekko mangolo orai-i, madodong enrekna yappamanareng wija wija. Artinya; Bilamana rumah menghadap kearah barat maka rumah tersebut kurang dalam hal perolehan rezeki tapi potensi untuk diwariskan Kepercayaan yang berkaitan dengan keberadaan pasu (cacat kayu berupa benjolan calon dahan atau lobang pada kayu). Bagian konstruksi rumah yang ternyata ada pasu dianggap sebagai suatu pertanda kebaikan atau keburukan bagi pemilik rumah. Pasu dianggap sebagai bisul yang mengandung nana. Pasu ada 2 jenis yaitu pasu mallino (pasu yang tampak) dan pasu mallinrung (pasu yang tidak kelihatan). Pasu mallino berupa cacat kayu. Pasu mallinrung berkaitan dengan pandangan pandangan saat mendirikan rumah terutama dalam hal perselisihan dengan panre bola. Selain pasu tersebut adapula yang disebut dengan pasu lokasi yaitu pantangan untuk menempati lokasi rumah bagi selain yang berhak. Contoh lokasi bekas langgar atau surau tidak diperkenankan ditempati oleh keluarga selain keluarga perangkat pemuka agama. Letak tangga hendaknya seiring dengan letak tangga tetangga sebelah. Hindari tangga berhadapan dengan tetangga. Tinggi anak tangga sesuai dengan ukuran kaki anggota keluarga biasanya kepala rumah tangga. Kedua telapak kaki didempetkan dengan rapat lalu diukur melingkar akan Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 39 digunakan sebagai ukuran tinggi tanjakan. Bila hal ini dilanggar maka akan mendatangkan bahaya berupa sering jatuh. C. Teori dan Konsep Vernakular Polemik yang berkaitan dengan istilah vernakular telah berlangsung. Beberapa pakar mengungkapkannya dari dasar dan pandangan yang berbeda. Secara etymology kata vernakular berasal dari bahasa Latin yaitu vernaculus dan verna. Veranaculus berarti domestik, berkaitan dengan penduduk asli pribumi, terbelakang. Sementara kata verna berarti rakyat penduduk pribumi. Atau rumah tempat lahirnya penduduk pribumi. Dalam linguistik kata vernakular berkenaan dengan keterangan tentang waktu, tempat atau kelompok. John Brinckerhoff Jackson (1984) mengemukakan pengertian arsitektur vernakular sebagai tempat tinggal yang direncanakan oleh ahli terampil, bukan arsitek terdidik. Dibangun dengan cara cara setempat, menggunakan bahan setempat dan memikirkan lingkungan setempat termasuk iklim, radiasi, ekonomi dan lebih banyak bertkaitan dengan pertanian. R.W. Brunskill dalam information from answer.com mengatakan sebagai bangunan yang direncanakan secara amatir, tanpa melalui pelatihan perancangan. Dapat dibangun oleh penduduk secara individual melalui petunjuk secara konvensional. Free Encyclopedia Wikipedia (2009). Mendefinisikan arsitektur vernakular sebagai terminologi akdemik untuk mengkategorikan struktur yang dibangun diluar tradisi akademik, termasuk didalamnya veriasi yang luas meliputi berbagai bangunan dan berbagai fungsi. Britannica Concise Encyclopedia menyatakan arsitektur vernakular sebagai arsitektur domestik pada suatu kawasan yang sangat sederhana dibanding dengan keberadaan teknologi yang ada pada saat itu. http://www/vernaculararchitecture. com/ Pengertian vernacular Secara umum, istilah "arsitektur vernakular" mengacu pada struktur yang dibuat oleh pembangun empiris, tanpa campur tangan arsitek profesional. Ini adalah yang paling tradisional dan cara luas untuk membangun . Namun, terlepas dari yang dikaitkan dengan tradisi, dapat dianggap sebagai state-of-the-art, karena Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 40 menawarkan alternatif untuk praktik arsitektur konvensional yang sangat bertanggung jawab atas krisis energi saat ini. Bahkan, menurut estimasi tahun 1991, industri bangunan (konstruksi dan operasi) mengkonsumsi lima puluh persen dari seluruh energi di dunia (Housing Research Center, 1992). Sebagai aktor kunci di balik konsumsi yang berlebihan, arsitek sekarang mencari cara untuk mengurangi hal tersebut melalui "green" desain. Dalam eksplorasi ini, sangat penting untuk melihat istilah vernakular, karena selama ratusan tahun pembangun seperti ini berhasil membangun hanya menggunakan sebagian kecil dari sumber daya energi yang tersedia Vernakular arsitektur sebagai sebuah konsep yang sama sekali tidak revolusioner . Namun, istilah ini mungkin terdengar baru bagi banyak orang, seperti bahasa sehari-hari banyak nama-nama lain terkait dengan: primitif arsitektur, arsitektur pribumi, anonim arsitektur; rakyat, populer, pedesaan, atau arsitektur tradisional; arsitektur tanpa arsitek, atau bahkan, "non-silsilah "arsitektur. Istilah-istilah ini membuat arsitektur vernakular tampak eksklusif milik dunia yang eksotik dan jauh. Walaupun, sebagian besar dari kita sangat mungkin dibesarkan di rumah vernakular, karena setidaknya 90 persen dari arsitektur dunia diperkirakan vernakular, hanya lima untuk sepuluh persen telah dirancang oleh arsitek (Rapoport 1969, 2nd, 1). Artinya, vernakular denominasi tidak berlaku secara eksklusif pada arsitektur dari masa lalu maupun dari non-Barat atau masyarakat pedesaan. Arsitektur vernakular telah memberikan pengaruh yang cukup besar dari berbagai aspek yang berhubungan dengan perilaku manusia dan lingkungannya. Aspek iklim, Budaya dan bahan bangunan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktifitas pembangunan vernakular. Maria Veronica Machado (2009) Dalam Emerging Green Builders Symposium “Tropical Vernacular Architecture” membuktikan bagaimana evolusi arsitektur vernakular yang telah secara bijak menanggapi lingkungan dalam proses pembangunannya. Fokus pada zona subtropis dan khusus pada Danau Maracaibo. Sejarah menunjukkan kepada kita bagaimana iklim panas dan lembab memiliki dampak langsung pada bangunan yang telah merespon iklim, dan bagaimana proposal perumahan baru-baru ini yang timbul dari penelitian yang terungkap dari fenomena arsitektur vernacular. Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 41 N. Dehghan and S.M. Mofidi. Dalam Passive Cooling in Architecture by Vernacular Sustainable Solutions in Iran. Mengungkapkan keunggulan rancangan vernacular di Iran dalam hal peningkatan kenyamanan ruang dalam rumah. Khususnya terhadap system pendinginan passif. Sistem pendinginan modern yang dikembangkan pada dasarnya mengadopsi system pendinginan dari perinsip yang berkembang pada arsitektur vernacular. Dewasa ini sejumlah alternatif teknologi yang tersedia manjadikan isu lingkungan sebagai masalah utama perancangan bangunan gedung. Praktek membangun bagi perancangan vernakular, biasanya lebih baik daripada arsitek,dalam menanggapi adaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan. Hal ini disebabkan karena mereka dapat bereksperimen dengan alternatif risiko yang menawarkan hasil pasti, tanpa takut kehilangan prestise profesional, dan / atau kontrak, jika mereka gagal. D. Perubahan Bentuk dan Ruang Pada Bangunan Rumah Rumah sebagai bagian dari kehidupan manusia yang memiliki sifat yang dinamis dan adaptif tercermin pada bentuk ruang dan rumah yang ditempatinya. Rapoport, A. (1969). Pada bangunan rumah vernakular terdapat unsur tetap dan unsur yang berubah. Unsur yang tetap datang dari sifat dan karakter pemilik secara psikologis, sementara bagian yang berubah adalah perwujudan dan manifestasi dari unsur tetap yang diterjemahkan dengan cara yang berbeda. Dalam upaya untuk memjaga keamanan pribadi dan keluarga dipresentasikan dengan cara berbeda, misalnya dengan membuat dinding yang tebal, membuat bangunan yang tinggi dan sebagainya. Disamping itu unsur lingkungan dimana bangunan tersbut didirikan juga merupakan pembentuk yang dapat memberikan perubahan yang berarti pada bentuk bangunan. Sarjono, A,B 2009. Mengungkapkan eksistensi ruang dan bentuk bangunan pada rumah adat Kudus, bukan lagi sekedar ekspresi fisik dan perlindungan untuk keamanan semata namun merupakan aktualisasi diri sebagai muslim yang madiri dan sukses. Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 42 E. Struktur dan Arsitektur Angus J. Macdonald (2001), dalam buku Structure and Arhitecture. Mengemukakan pentingnya pengetahuan dasar struktur bagi arsitek sebagai hal yang telah lama dikenal. Sejak jaman Vitruvius yang mengemukakan tiga komponen dasar dalam arsitektur yaitu firmitas, utilitas dan venustas. Kemudian Sir Henry Wooton pada abad ke tujuh belas menterjemahkan firmness sebagai commodity and delight. Firmitas dalam pandangan Vitruvius adalah semua dasar kualitas termasuk kemampuan gedung melindungi secara fisik dan kemampuan mempertahankan dirinya secara fisik. Bagian gedung yang dapat memberikan kebutuhan kepuasan firmness adalah struktur. Struktur adalah sangat penting karena tanpa struktur tidak akan ada gedung dan artinya tidak akan terbentuk suatu wujud barang (commodity). Dan tanpa rancangan struktur yang baik tidak akan ada hal yang menyenangkan (delight). Andrew W. Charleson (2005) dalam buku Structure as architecture mengemukakan bahwa struktur bukanlah elemen netral dalam arsitektur karena dipengaruhi oleh ruang yang ada disekitarnya. Kehadirannya memerlukan analisis arsitektur atau dukungan referensi bacaan. Arsitek seharusnya memungkinkan rancangannya meransang perancangan struktur. Dengan demikian karya asitektur sebagai bagian pertama yang peru dilihat sebelum melihat kebutuhan strukturnya. F. Kayu Sebagai Bahan Bangunan Kayu adalah jaringan beserat yang ditemukan pada banyak tumbuhan. Bahan ini telah lama digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai bahan konstruksi untuk pembuatan rumah, furniture,senjata, barang seni, pengepakan dan kertas. Bahan ini dilaporkan oleh imuwan Italia pada januari 2010 bahwa kayu dapat digunakan sabagai bahan pengganti tulang. Penggunaan untuk manusia diperlukan 5 tahun Bahan organik ini adalah campuran serat selulosa yang tahan terhadap tegangan dipadukan dengan jaringan lignin yang tahan terhadap gaya tekan (Wikipedia, the free encyclopedia). Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 43 Gambar 2. Penampang Kayu Sumber : Wikipedia, the free encycopedia 2010 Sifat mekanik kayu adalah Kayu adalah bahan yang memiliki sifat fisik yang kuat menahan beban yang sejajar dengan arah serat baik tarik maupun tekan. Tetapi bahan ini lemah menerima beban yang tegak lurus dengan arah serat Gambar 3. Sifat mekanik Kayu sumber http://www.woodworks.org/publicationsResources/Presentations.aspx Karakteristik kayu sebagai bahan orthotropic berbeda dengan bahan bangunan lain seperti baja dan beton. Sifat mekaniknya yang unik membuat kayu berbeda dan perlu mendapat perhatian khusus dalam perancangan batangnya. Kekuatannya dipengaruhi oleh tiga faktor yang saling berpengaruh yaitu longitudinal, radial dan tangensial demikian meunurt David W, dalam Mecahanical Properties of wood. Lanjut dijelaskan bahwa Sifat elastisitas kayu terdiri dari 12 prilaku yaitu, 3 (tiga) modulus elastisitas, 3 (tiga) modulus kekakuan dan 6 (enam) Poisson ratio. (Suharjono, 1994) Kayu memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihannya adalah Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 44 1. Berkekuatan tinggi dengan berat jenis yang rendah 2. Tahan terhadap pengaruh kimia dan listerik 3. Relatif mudah dikerjakan dan diganti serta mudah diperoleh 4. Relatif lebih murah 5. Pengaruh temperature terhadap perubahan bentuk dapat diabaikan 6. Memiliki daya hantar panas dan listerik yang rendah 7. Memiliki sisi keindahan yang khas. Disamping kelebihan kayu juga memilki Kekurangan diantara adalah 1. Adanya sifat kayu yang kurang homogen, cacat kayu (mata kayu, retak,dll) 2. Beberapa jenis diantaranya kurang awet 3. Kekuatannya sangat dipengaruhi oleh jenis kayu,mutu, kelembaban dan pengaruh waktu pembabanan 4. Ukurannya relative terbatas 5. Untuk beberpa jenis kayu tertentu harganya relative mahal dan ketersediaanya terbatas. Wiryomartono, Suwarno (1976).mengemukakan sifat sifat khas kayu sebagai berikut. 1. Kayu lebih kuat mendukung gaya tarik sejajar arah serat daripada tegak lurus arah serat. 2. Menurut serat kayu lebih kuat mendukung tarikan sejajar serat daripada mendukung desakan tegak lurus serat sebesar 2- 2,5 kali 3. Kayu lebih mendukung gaya desak sejajar arah serat daripada tegaklurus arah serat sebesar 1,2 kali 4. Kayu lebih kuat mendukung gaya geser tegak lurus arah serat daripada menurut arah serat. Perkembangan penggunaan kayu dinegara maju seperti Amerika bahkan telah mengadakan revisi peraturan bangunan yang memberikan peluang pembuatan bangunan kayu berlantai banyak lebih tinggi dari yang pernah diizinkan sebelumnya. Aturan lama hanya mengizinkan ketinggian bangunan kayu sebatas 2 – 3 lantai saja. Saat ini bangunan berlantai banyak dengan bahan kayu telah diizinkan pada ketinggian lebih dari 4 lantai. Demikian dalam NZ Design timber journal. Issue 2 volume 7. Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 45 G. Landasan Teori Penelitian dan pembahasan tentang aristektur vernakular diakui sebagai suatu rana penelitian yang cukup potensil dan sangat menarik. Sejumlah pakar telah terlibat dalam masalah ini sebagai wujud upaya peningkatan kualitas hidup ummat manusia tanpa merusak alam. Penelitian dan pembahasan yang ada umumnya melihat terjadinya perubahan dari perubahan pola pikir manusia. Perubahan mana diuraikan dalam hal-hal yang masih dapat dikategorikan sebagai hal makro. Sentuhan mengenai objek yang berubah pada unit kajian belum diungkapkan dengan tegas. Kondisi inilah merupakan salah satu inspirator usulan penelitian ini. Penelitian ini akan melihat interface antara pelaku kegiatan real dengan bagian struktur dan konstruksi bangunan rumah vernakular Bugis di Sulawesi Selatan. Para pakar dan peneliti sebelumnya telah mengungkapkan dan mengakui bahwa rumah vernakular memiliki keunggulan dalam hal jumlah dan varian jenis bangunan, adaptif terhadap lingkungan sosial dan budaya, keramahan terhadap lingkungan, hemat energi dan bersahabat dengan iklim. Darinya perlu dijadikan sebagai bahan pembelajaran yang bijaksana untuk pembangunan masa depan yang lebih berkualitas dan manusiawi. Pengembangan teknologi masa depan untuk suatu kawasan tertentu seyogyanya dikembangkan dengan mengacu pada perinsip perinsip arsitektural vernakular pada daerah tersebut. Sistem iklim alami dan fisik lingkungan serta sosial dan budaya pada suatu kawasan berbeda antara satu dengan yang lain. Sehingga upaya pengembangan teknologi perlu disesuaikan dengan konteks fisik dan non fisik suatu kawasan. Secara umum telah terjadi adanya perubahan dan pergeseran ruang pada rumah tinggal. Pada rumah vernakular Bugis Makassar di Sulawesi Selatan, telah terungkap pula adanya pergeseran dan perubahan ruang. Pergeseran dan perubahan ini umumnya terjadi akibat tuntutan kebutuhan dan pengaruh sosial ekonomi. Hal yang kurang mengalami perubahan lebih berat pada kondisi kepercayaan yang telah mengakar. Penggunaan bahan kayu sebagai bahan bangunan telah menunjukkan adanya sejumlah keunggulan dibanding dengan bahan modern seperti beton, baja dan alumnium. Kayu memiliki sifat yang sangat ramah lingkungan, secara fisik menunjukkan kekuatan yang cukup besar dibanding dengan Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 46 beratnya yang ringan serta kelenturannya yang handal mengahadapi beban lateral. Penggunaan bahan kayu sebagai bahan bangunan telah dikembangkan kembali dinegara maju sebagai buah kesadaran akan keunggulan yang dimilikinya. Proposal Disertasi Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 47