evaluasi ketepatan terapi obat pada pasien gagal ginjal di instalasi

advertisement
EVALUASI KETEPATAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL
DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” TAHUN 2014
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Farmasi
Oleh:
GABELA ARDAVY WINALDA
K 100 120 150
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
i
HALAMAN PERSETUJUAN
EVALUASI KETEPATAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL
DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” TAHUN 2014
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
GABELA ARDAVY WINALDA
K 100 120 150
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt
i
ii
HALAMAN PENGESAHAN
EVALUASI KETEPATAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL
DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” TAHUN 2014
OLEH
GABELA ARDAVY WINALDA
K 100 120 150
Telah dipertahankan di depan Penguji
Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Senin, 20 Juni 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Penguji:
1. Zakky Cholisoh, M.Clin.Pharm., Ph.D., Apt
(……..……………….)
(Ketua Penguji)
2. Tanti Azizah Sujono, M.Sc., Apt
(……..……………….)
(Anggota I Penguji)
3. Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt
(Anggota II Penguji)
Dekan,
Azis Saifudin, Ph.D., Apt
NIK. 956
ii
iii
(……..……………….)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya
pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 20 Juni 2016
Penulis
GABELA ARDAVY WINALDA
K 100 120 150
iii
iv
EVALUASI KETEPATAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL
DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” TAHUN 2014
Abstrak
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
irreversible. Ginjal yang mengalami penurunan fungsi menyebabkan akumulasi obat dan metabolit
aktif, dan terkadang dapat menyebabkan nefrotoksisitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
ketepatan terapi obat meliputi ketepatan indikasi, ketepatan pasien, ketepatan pemilihan obat, dan
ketepatan dosis terhadap pasien gagal ginjal di instalasi rawat inap RS “X” tahun 2014. Penelitian
ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif dan
dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Sampel dalam penelitian ini yaitu data rekam medik
pasien yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian, yaitu pasien dengan diagnosa gagal ginjal
baik akut maupun kronis yang menjalani rawat inap pada tahun 2014 periode bulan Juli-Desember,
pasien yang mendapatkan terapi obat, dan pasien yang memiliki data rekam medik lengkap. Hasil
penelitian dari 53 sampel pasien dan 308 obat yang dianalisis, sebagian besar obat yang digunakan
untuk terapi pada pasien gagal ginjal yaitu furosemid (86,79%), kalsium karbonat (77,35%), dan
asam folat (73,58%). Sedangkan dari 35 sampel pasien dan 177 obat yang digunakan pada tanggal
hemodialisis yaitu furosemid (85,71%), kalsium karbonat (77,14%), dan asam folat (74,28%).
Ketepatan terapi obat berdasarkan tepat indikasi yaitu 99,35%, tepat pasien yaitu 98,05%, tepat obat
yaitu 78,25%, tepat dosis yaitu 50,32% dan tepat dosis pada tanggal hemodialisis yaitu 65,53%.
Kata kunci : Gagal ginjal, ketepatan terapi obat, evaluasi ketepatan terapi obat.
Abstracts
Kidney failure is a clinical condition characterized by the irreversible decline of kidney function.
Decreased in kidney function leads to the accumulation of drug and its active metabolite, and this
sometimes cause nephrotoxicity. This study was aimed to determine the accuracy of drug therapy
including the right indications, the right patient, and the accuracy of drug selection and dosage for
the inpatients with kidney failure at “X” Hospital in 2014. This study is a non-experimental study
with retrospective data collection and the data was analyzed using descriptive analysis method.
The samples were taken from the medical records of the patients that meet the inclusion criterias
of this study, i.e. patients with kidney failure hospitalized in July-December 2014, patients who
received drug therapy, and patients who have a complete medical record. The results obtained
from 53 samples and 308 drugs, indicated that several drugs which are commonly used in the
treatment of the patients with kidney failure are furosemide 86.79%, calcium carbonate 77.35%,
and folic acid 73.58%. Meanwhile, from 35 sample patients and 177 drugs, indicated that several
drugs which are commonly used in the treatment of the patients with kidney failure on the
hemodialisis are furosemide 85,71%, calcium carbonate 77,14%, and folic acid 74,28%. The
accuracy of drug therapy based on the right indications 99.35%, the right patient 98.05%, the right
drug 78.25%, the right dosage 50.32%, and the right dosage on the hemodialisis 65.53%.
Keywords: Kidney failure, the rational drug therapy, the evaluation of rational drug therapy.
1. PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ tubuh yang memiliki peranan penting dalam mengatur volume
dan komposisi cairan tubuh, mengeluarkan banyak obat-obatan dan produk-produk limbah dari
proses metabolisme sehingga rentan terhadap efek samping obat. Ginjal yang mengalami
penurunan fungsi menyebabkan akumulasi obat dan metabolit aktif, dan terkadang dapat
menyebabkan nefrotoksisitas. Berdasarkan beberapa peranan penting ginjal tersebut, perhatian
yang besar menyangkut pemilihan dan penyesuaian dosis obat sangat diperlukan agar fungsi
1
ginjal tetap baik (Soetikno et al., 2009). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2013 menyatakan bahwa 0,2%
penduduk Indonesia menderita penyakit gagal ginjal kronis. Jika penduduk Indonesia pada
tahun itu sebesar 252.124.458 jiwa, maka terdapat 504.248 jiwa yang menderita gagal ginjal
kronis.
Soetikno et al., (2009) mengatakan dalam penelitiannya bahwa untuk mengetahui
ketepatan penyesuaian dosis dan ketepatan pemilihan obat pada pasien dengan gangguan ginjal
di ruang rawat inap di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2007, dari 43
pasien, terdapat pemakaian obat 385 jenis, 164 jenis di antaranya mempunyai jalur ekskresi
utama di ginjal atau bersifat nefrotoksik. Penyesuaian dosis dilakukan dengan tepat pada 142
jenis (86,5%), tidak tepat pada 22 jenis (13,5%), 1 jenis obat kontraindikasi, dan 15,1%
berpotensi mengalami interaksi. Mulyani (2005) mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan
di bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin Bandung periode Februari - April 2005
menunjukkan masih terdapat 50,39% dosis yang tidak sesuai. Berdasarkan banyaknya kejadian
ketidaktepatan terapi obat tersebut mendasari peneliti untuk melakukan penelitian evaluasi
ketepatan terapi obat pada pasien gagal ginjal di instalasi rawat inap RS “X” tahun 2014 untuk
melihat ketepatan terapi obat.
2. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional (non eksperimental) dengan pengambilan
data secara retrospektif dan dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Data diambil dari
bagian rekam medik RS “X”.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengumpul data, literatur seperti
British National Formulary, Drug Dosing Renal Failure serta guideline penyakit ginjal seperti
NKF-DOQI (National Kidney Foundation - Dialysis Outcome Quality Initiative). Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengumpul data dari rekam medik pasien dengan
kelengkapan identitas pasien (nama, nomor rekam medik, jenis kelamin, usia), data pengobatan
(penggunaan obat dan pemberian dosis obat), dan data laboratorium lengkap. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal rawat inap di RS “X” tahun 2014 periode bulan
Juli-Desember. Sampel penelitian harus memiliki kriteria inklusi sebagai berikut:
a.
Pasien dengan diagnosa gagal ginjal yang menjalani rawat inap.
b. Pasien yang mendapatkan terapi obat.
c.
Pasien yang memiliki data rekam medik lengkap.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Sampel yang
digunakan adalah pasien RS “X” periode bulan Juli- Desember tahun 2014. Data yang
2
diperoleh di bagian rekam medis RS “X” dianalisis dan dievaluasi berdasarkan ketepatan
indikasi, ketepatan pasien, ketepatan obat, dan ketepatan dosis.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di RS “X” periode bulan Juli - Desember tahun 2014 dengan populasi
sebanyak 586 pasien. Dari 100 data rekam medik yang diberikan instalasi rumah sakit,
peneliti memilih kembali data-data yang memiliki kelengkapan sesuai dengan kriteria inklusi
penelitian dan didapatkan 53 data pasien.
3.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Karakteristik pasien
Tabel 1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia pada pasien gagal ginjal
di instalasi rawat inap RS “X” periode bulan Juli – Desember tahun 2014
Frekuensi
Persentase (%)
(n=53)
Jenis kelamin
Laki-Laki
41
77,35
Perempuan
12
22,64
Usia pasien
17-25 tahun
3
5,66
26-35 tahun
8
15,09
36-45 tahun
7
13,20
46-55 tahun
15
28,30
56-65 tahun
12
22,64
> 65 tahun
8
15,09
LFG (mL/menit/1,73m2)
<15
53
100
Analisis dilakukan pada 53 data pasien, baik yang menjalani hemodialisis maupun
tidak menjalani hemodialisis. Terdapat 41 atau 77,35% pasien laki-laki dan 12 atau 22,64%
pasien perempuan. Usia pasien dalam penelitian dibagi menjadi 6 kelompok rentang usia
menurut Departemen Kesehatan RI (2010). Dari 53 data terdapat beberapa rentang usia pasien
diantaranya usia 17-25 tahun sebanyak 3 atau 5,66%, usia 26-35 tahun sebanyak 8 atau
15,09%, usia 36-45 tahun sebanyak 7 atau 13,20%, usia 46-55 tahun sebanyak 15 atau
28,30%, usia 56-65 sebanyak 12 atau 22,64%, dan usia diatas 65 tahun sebanyak 8 atau
15,09%. Berdasarkan penilaian keparahan penyakit ginjal dari 53 pasien, diketahui bahwa
semua pasien memiliki LFG <15 mL/menit/1,73m2. National Kidney Foundation (2002)
menyatakan bahwa LFG <15 mL/menit/1,73m2masuk pada gangguan ginjal stage 5 atau
gagal ginjal. Prevalensi pasien gagal ginjal lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki sebanyak
41 atau 77,35% dari keseluruhan sampel. Menurut hasil riset kesehatan dasar pada tahun
2013, prevalensi penyakit gagal ginjal pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 0,3%.
Angka ini lebih tinggi daripada prevalensi pada pasien perempuan yaitu 0,2% (Kementrian
Kesehatan RI, 2013). Sedangkan berdasarkan usia, persentase tertinggi pasien gagal ginjal
yaitu pada usia 46-55 tahun atau pada tahap lansia awal. CKD (Chronic Kidney Disease) lebih
banyak terjadi pada usia tua seiring dengan menurunnya fungsi ginjal (Dowling, 2002).
3
Karakteristik berdasarkan penyakit penyerta
Tabel 2. Penyakit penyerta pada pasien gagal ginjal di instalasi rawat inap RS “X”
periode bulan Juli - Desember tahun 2014
Penyakit penyerta
Penyakit
Persentase (%)
penyerta
(n= 53)
Anemia
40
75,47
Hipertensi
32
60,37
CHF NYHA II-III
10
18,86
CHF NYHA IV
10
18,86
Hiperkalemia
9
16,98
Udem pulmo
8
15,09
Asidosis metabolik tidak terkompensasi
5
9,43
Efusi pleura
3
5,66
Hiponatremia
3
5,66
Berdasarkan tabel 2, penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien gagal ginjal
dengan persentase lebih dari 50% pada 53 pasien gagal ginjal yaitu anemia dan hipertensi.
Penyakit anemia pada pasien dengan gangguan ginjal terjadi akibat penurunan 90% produksi
hormon eritropoetin oleh sel-sel ginjal (Hudson, 2002). Hipertensi merupakan salah satu
penyebab utama menurunnya progresifitas ginjal dan lazim terjadi pada sebagian besar pasien
dengan CKD (Chronic Kidney Disease).
Karakteristik berdasarkan keluhan
Tabel 3. Keluhan pada pasien gagal ginjal di instalasi rawat inapRS “X “
periode bulan Juli - Desember tahun 2014
Keluhan
Jumlah
Persentase (%)
keluhan
(n= 53)
Lemas
36
67,92
Sesak nafas
31
58,49
Mual
19
35,84
Muntah
11
20,75
Sakit kepala
11
20,75
Nyeri perut
10
18,86
Kaki bengkak
8
15,09
Nyeri ulu hati
6
13,32
Perut terasa penuh
5
9,43
Nyeri pinggang
5
9,43
Berdasarkan tabel 3, keluhan yang sering terjadi dengan persentase diatas 30% pada 53
pasien gagal ginjal yaitu badan badan lemas, sesak nafas, dan mual. National Kidney
Foundation tahun 2010 menyebutkan bahwa merasa lelah dan memiliki sedikit energi adalah
salah satu gejala CKD (Chronic Kidney Disease). Sesak nafas adalah salah satu manifestasi
respiratorik dari Severe Chronic- End Stage Kidney Disease dan mual adalah manifestasi
gastrointestinal dari dari Severe Chronic- End Stage Kidney Disease (Winkelman, 2016).
4
3.2 Karakteristik obat
Tabel 4. Distribusi penggolongan obat menurut golongan obat yang diberikan pada
pasien gagal ginjal di instalasi rawat inap RS “X”periode bulan Juli – Desember
tahun 2014
Golongan obat/indikasi Nama generik obat
Jumlah
Persentase (%)
(n= 53)
Antihipertensi
Kaptopril
17
32,07
Ramipril
2
3,77
Lisinopril
1
1,88
Candesartan
8
15,09
Valsartan
1
1,88
Amlodipin
12
22,64
Clonidin
17
32,07
Furosemid
46
86,79
Spironolakton
1
1,88
Antibiotik
Seftriakson
21
39,62
Analgetik-Antipiretik
Parasetamol
2
3,77
Metampiron
2
3,77
Analgesik non opioid
Ketorolac
3
5,66
Mukolitik
N-Asetil sistein
12
22,64
Antiemetik
Ondansetron
8
15,09
Granisetron
1
1,88
Tropisetron
2
3,77
Metoklopramid
5
9,43
Antidiare
Attapulgit
2
3,77
Antitukak
Ranitidin
19
35,84
Pantoprazole
4
7,57
Omeprazole
13
24,52
Antiplatelet
Aspirin
2
3,77
Antifibrinolitik
Asam Traneksamat
2
3,77
Antidislipidemia
Simvastatin
2
3,77
Anti gout
Allopurinol
2
3,77
Antianemia
Asam folat
39
73,58
Vitamin B kompleks
13
24,52
Antisembelit
Bisakodil
1
1,88
Antiangina
ISDN
3
5,66
Suplemen kalsium
CaCO3
41
77,35
Antihiperkalemia
Kalitake
3
5,66
Antiansietas
Alprazolam
1
1,88
Total
308
Berdasarkan tabel 4, jumlah obat yang diberikan kepada pasien yaitu 308 obat. Jenis
obat yang banyak digunakan pada pengobatan pasien gagal ginjal yaitu antihipertensi,
suplemen kalsium, dan antianemia. Antihipertensi yang banyak digunakan untuk pengobatan
hipertensi pada pasien adalah furosemid yang merupakan jenis loopdiuretic. Furosemid yang
merupakan loop diuretic adalah diuretik yang paling banyak digunakan pada CKD terutama
5
CKD stage 4-5. Furosemid diberikan dengan dosis yang lebih besar pada pasien CKD karena
furosemid terikat 91% sampai 99% total protein sehingga dapat menghambat diuresis
(KDOQI Guidelines, 2013). Golongan obat kedua yang banyak digunakan yaitu suplemen
kalsium. Menurut Tomasello (2008), terhambatnya ekskresi fosfat pada gagal ginjal kronik
menyebabkan terjadinya hiperfosfatemia yang secara fisikokimiawi akan mengakibatkan
terjadinya hipokalsemia. Pada keadaan seperti ini diperlukan pemberian agen pengikat fosfat
untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia. Agen pengikat fosfat yang sering digunakan
adalah kalsium karbonat. Antianemia yang diberikan pada pasien adalah asam folat. Asam
folat digunakan sebagai pengobatan defisiensi asam folat pada anemia megaloblastik (BNF,
2007).
Tabel 5. Distribusi penggolongan obat pasien gagal ginjal pada tanggal hemodialisis di
instalasi rawat inap RS “X”periode bulan Juli - Desember tahun 2014
Golongan obat/indikasi
Nama generik obat
Jumlah
Persentase (%)
(n=35)
Antihipertensi K Kaptopril
11
31,42
Lisinopril
1
2,58
Candesartan
3
8,57
Amlodipin
5
14,28
Clonidin
10
28,57
Furosemid
30
85,71
Antibiotik
Seftriakson
9
25,71
Analgetik-Antipiretik Parasetamol
1
2,58
Analgesik non opioid Ketorolac
1
2,58
Mukolitik
N-Asetil sistein
6
17,14
Antiemetik
Ondansetron
4
11,42
Tropisetron
2
5,71
Metoklopramid
3
8,57
Antidiare
Attapulgit
1
2,58
Antitukak
Ranitidin
12
34,28
Pantoprazole
3
8,57
Omeprazole
6
17,14
Antifibrinolitik
Asam Traneksamat
2
5,71
Antidislipidemia
Simvastatin
1
2,85
Anti gout
Allopurinol
1
2,85
Antianemia
Asam folat
26
74,28
Vitamin B kompleks
9
25,71
Antiangina
Isosorbide dinitrate
2
5,71
Suplemen kalsium
Kalsium karbonat
27
77,14
Antihiperkalemia
Kalitake
1
2,85
Total
177
Berdasarkan tabel 5, jumlah obat yang diberikan kepada pasien yaitu 177 obat. Jenis
obat yang banyak digunakan pada pengobatan pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis yaitu furosemid, kalsium karbonat, dan asam folat.
6
3.3 Evaluasi Ketepatan Terapi Obat
a. Tepat Indikasi
Tabel 6. Analisis ketidaktepatan indikasi obat pada pasien gagal ginjal di instalasi rawat
inap RS “X” periode bulan Juli - Desember tahun 2014
Nama Obat
Alasan tidak tepat
Jumlah
Persentase (%)
(n = 308)
Seftriakson
Tidak ada tanda -tanda infeksi dan
1
0,32
tidak menjalani operasi*
Isosorbide
Tidak ada indikasi angina**
1
0,32
dinitrate
Total
2
0,64
Keterangan: * (Hudson, 2002); ** (BNF, 2007)
Berdasarkan tabel 6, diperoleh ketepatan indikasi obat sebesar 99,35% dan
ketidaktepatan indikasi sebesar 0,64%. Obat-obat yang dinilai tidak tepat indikasi antara lain:
seftriakson dan Isosorbide dinitrate. Seftriakson tidak tepat indikasi karena tidak adanya
gejala seperti kenaikan leukosit maupun tanda yang menunjukan terjadinya infeksi bakteri dan
tidak menjalani operasi. Menurut Hudson (2002) sebagian besar infeksi mengakibatkan
peningkatan jumlah WBC (White Blood Cell). Isosorbide dinitrate merupakan obat yang
diindikasikan untuk profilaksis dan pengobatan angina (BNF, 2007). Sedangkan pasien tidak
menunjukkan adanya gejala maupun tanda mengalami angina.
b. Tepat Pasien
Tabel 7. Analisis ketidaktepatan pasien pada pasien gagal ginjal di instalasi rawat inap
RS “X” periode bulan Juli - Desember tahun 2014
Nama Obat
Alasan tidak tepat
Jumlah
Persentase (%)
(n = 308)
Kaptopril
Pasien mengalami hiperkalemia*
3
0,97
Ramipril
Pasien mengalami hiperkalemia*
1
0,32
Asam
Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal
2
0,64
Traneksamat
tahap severe*
Total
6
11,94
Keterangan: *(BNF, 2007)
Berdasarkan tabel 7, diperoleh ketepatan pasien sebesar 98,05% dan ketidaktepatan
pasien sebesar 1,94%. Obat-obat tidak tepat pasien yaitu kaptopril, ramipril, dan asam
traneksamat. Kaptopril dan ramipril tidak tepat pasien karena pada pemeriksaan laboratorium,
pasien memiliki kadar kalium diatas normal, sedangkan salah satu efek samping yang sering
terjadi pada pemberian kedua obat tersebut yaitu hiperkalemia (BNF, 2007). Asam traneksamat
tidak tepat pasien karena obat ini dikontraindikasikan pada pasien CKD tahap severe (BNF,
2007).
7
c. Tepat Obat
Tabel 8. Analisis ketidaktepatan obat pada pasien gagal ginjal di instalasi rawat inap RS
“X” periode bulan Juli - Desember tahun 2014
Nama Obat
Alasan tidak tepat
Jumlah
Persentase (%)
(n=308)
Seftriakson
Tidak tepat indikasi, maka tidak tepat obat
1
0,32
Isosorbide
Tidak tepat indikasi, maka tidak tepat obat
1
0,32
dinitrate
Metampiron
Metampiron bukan drug of choice untuk
2
0,64
analgetik pada CKD*
Ketorolac
Ketorolac bukan drug of choice untuk
3
0,97
analgetik pada CKD*
Ondansetron
Ondansetron bukan drug of choice untuk
5
1,62
antiemetik pada CKD*
Granisetron
Granisetron bukan drug of choice untuk
1
0,32
antiemetik pada CKD*
Tropisetron
Tropisetron bukan drug of choice untuk
2
0,64
antiemetik pada CKD*
Asam folat
Asam folat bukan drug of choice untuk
39
12,66
antianemia pada CKD**
Vitamin
B
Vitamin B kompleks bukan drug of choice
13
4,22
kompleks
untuk antianemia pada CKD**
Total
Keterangan: * (Renal Palliative Care Guideline (2013)
** (Hudson, 2002)
67
21,75
Berdasarkan tabel 8, diperoleh tepat obat sebesar 78,25% dan tidak tepat obat sebesar
21,75%. Ketidaktepatan obat yaitu seftriakson, Isosorbide dinitrate, metampiron, ketorolac,
ondansetron, granisetron, tropisetron, asam folat dan vitamin B kompleks. Seftriakson dan
Isosorbide dinitrate tidak tepat obat karena tidak ada indikasi yang memerlukan terapi dengan
obat ini. Metampiron dan ketorolac tidak tepat obat karena pengobatan pilihan nyeri ringan
pada pasien CKD yaitu parasetamol dengan atau tanpa adjuvant therapy, nyeri ringan sampai
sedang yaitu parasetamol + analgesik opioid dosis rendah dengan atau tanpa adjuvant
therapy, nyeri sedang sampai berat dengan parasetamol + analgesik opioid pilihan dengan
atau tanpa adjuvant therapy (Renal Palliative Care Guideline, 2013). Ondansetron,
granisetron, tropisetron tidak tepat obat karena menurut Renal Palliative Care Guideline
(2013), pengobatan yang tepat untuk gejala mual dan muntah pada pasien CKD yaitu
metoklopramid (jangka pendek) atau domperidon. Asam folat dan vitamin B kompleks tidak
tepat obat karena menurut Hudson (2002), drug of choice pada anemia normositik
normokromik adalah pemberian terapi ESA (Erythropoiesis Stimulating Agents) yaitu epoetin
alfa atau darbepoetin alfa.
8
d. Tepat Dosis
Tabel 9. Analisis ketidaktepatan dosis pada pasien gagal ginjal di instalasi rawat inap
RS “X” periode bulan Juli – Desember tahun 2014
Jumlah Persentase
Nama Obat
ClCr
Dosis
Dosis
Keterangan
pemberian
standar
(%)
(n=308)
Kaptopril
<10
12,5-25 mg
12,5-25 mg
17
5,51
Frekuensi
mL/menit 3x sehari PO sekali sehari PO
berlebih
Candesartan
<10
mL/menit
16 mg sekali
sehari PO
4 mg sekali
sehari PO
8
2,59
Dosis berlebih
Valsartan
<10
mL/menit
60 mg sekali
sehari PO
40 mg sekali
sehari PO
1
0,32
Dosis berlebih
Furosemid
<10
mL/menit
20 mg 1x
sehari IV
40-80 mg
2x sehari IV
2
0,64
Dosis kurang
<10
mL/menit
20 mg 2x
sehari IV
5
1,62
Dosis kurang
<10
mL/menit
20 mg 3x
sehari IV
16
5,19
Dosis kurang
frekuensi
berlebih
<10
mL/menit
20 mg 4x
sehari IV
1
0,32
Dosis kurang
frekuensi
berlebih
<10
mL/menit
40 mg 3x
sehari IV
7
2,27
Frekuensi
berlebih
<10
mL/menit
40 mg 4x
sehari IV
1
0,32
Frekuensi
berlebih
<10
mL/menit
60 mg 3x
sehari IV
3
0,97
Frekuensi
berlebih
<10
mL/menit
200 mg
sekali sehari
IV
3
0,97
Dosis berlebih
<10
mL/menit
80 mg 3x
sehari IV
1
0,32
Frekuensi
berlebih
<10
80 mg 4x
mL/menit sehari IV
3
0,97
Frekuensi
berlebih
<10
1 g 2x sehari 1-2 g sekali
mL/menit
IV
sehari IV
5
1,62
Frekuensi
berlebih
SSeftriakson
9
LanjutanTabel 9. Analisis ketidaktepatan dosis pada pasien gagal ginjal
di instalasi rawat inap RS “X” periode bulan Juli – Desember tahun 2014
Nama Obat
Jumlah Persentase
Dosis
pemberian
Dosis
standar
<10
mL/menit
8 mg 3x
sehari PO
4 mg IV pada
akhir operasi
<10
mL/menit
8 mg 3x
sehari PO
Tidak ada
2
dosis standar
untuk pasien nonkemoterapi
dan non-operasi
0,64
Tidak ada dosis
standar untuk
kondisi pasien
<10
mL/menit
1ampul 2x
sehari IV
1
0,32
Tidak ada dosis
standar untuk
kondisi pasien
<10
mL/menit
1ampul 3x
sehari IV
2
0,64
Tidak ada dosis
standar untuk
kondisi pasien
<10
mL/menit
1 ampul
secara IV
Tidak ada dosis
standar untuk
pasien nonkemoterapi dan
non-operasi
1
0,32
Tidak ada dosis
standar untuk
kondisi pasien
Tropisetron
<10
mL/menit
2 ampul
sekali
sehari IV
2
0,64
Tidak ada dosis
standar untuk
kondisi pasien
Ranitidin
<10mL/
menit
50mg 2x
sehari
IV
Tidak ada dosis
standar untuk
pasien nonkemoterapi dan
non-operasi
50 mg sekali
sehari IV
19
6,16
Frekuensi
berlebih
10 mg 4x
sehari IV
4
1,29
Frekuensi
kurang
1
0,32
Frekuensi
kurang
1
0,32
Dosis dan
frekuensi kurang
2
0,64
Dosis dan
frekuensi kurang
1
0,32
Dosis kurang,
frekuensi berlebih
Ondansetron
Granisetron
ClCr
Metoklopra<10
mid
mL/menit
10 mg 3x
sehari IV
<10
mL/menit
10 mg 2x
sehari IV
<10
mL/menit
10 mg 2x
sehari IV
<10
mL/menit
10 mg 3x
sehari IV
Ketorolac
Aspirin
15 mg 4x
sehari IV
<10
40mg sekali
81-325 mg
mL/menit sehari PO sekali sehari PO
10
3
(%)
(n=308)
0,97
Keterangan
Dosis dan
frekuensi
berlebih
LanjutanTabel 9. Analisis ketidaktepatan dosis pada pasien gagal ginjal
di instalasi rawat inap RS “X” periode bulan Juli – Desember tahun 2014
Nama Obat
ClCr
Dosis
pemberian
<10
mL/menit
80 mg 3x
sehari PO
Simvastatin
<10
mL/menit
80 mg 1x
sehari PO
Asam folat
<10
mL/menit
0,4 mg 3x
sehari PO
Dosis
standar
Jumlah Persentase
Keterangan
1
(%)
(n=308)
0,32
10-20 mg
sekali sehari
PO
1
0,32
Dosis kurang,
frekuensi
berlebih
0,4 mg sehari
sekali
PO/IV/IM
20
6,49
Dosis berlebih
19
6,16
Dosis berlebih
2x0,4 mg
sekali sehari
PO
Total
153
Dosis kurang,
frekuensi
berlebih
49,67
Berdasarkan tabel 9, diperoleh ketepatan dosis sebesar 50,33% dan 49,67%
ketidaktepatan dosis. Obat-obat tidak tepat dosis antara lain kaptopril, candesartan, valsartan,
furosemid, seftriakson, ondansetron, granisetron, tropisetron, ranitidin, metoklopramid,
ketorolac, aspirin, simvastatin dan asam folat. Semua pasien memiliki klirens kreatinin <10
mL/menit. Kaptopril tidak tepat dosis karena dalam Drug Dosing in Critically Ill Patients
with Renal Failure: A Pharmacokinetic Approach (2000), dosis kaptopril yang seharusnya
diberikan yaitu 12,5-50 mg sekali sehari po. Dosis candesartan yang seharusnya diberikan
yaitu 4 mg sehari po (BNF, 2007). Dosis valsartan yang seharusnya diberikan yaitu 40 mg
sekali sehari po (BNF, 2007). Dosis furosemid yang seharusnya diberikan yaitu 40-80 mg dua
kali sehari iv (DeBellis, 2000). Dosis seftriakson yang seharusnya diberikan yaitu 1-2 g sekali
sehari iv (DeBellis, 2000). Dosis ondansetron pada pasien yang menjalan operasi yaitu 4 mg
iv diberikan setelah operasi. Pemberian ondansetron, granisetron, dan tropisetron pada pasien
tanpa operasi dan tanpa kemoterapi tidak terdapat dosis standar yang ditetapkan (DeBellis,
2000). Dosis ranitidin yang seharusnya diberikan yaitu 50 mg sekali sehari iv (DeBellis,
2000). Dosis metoklopramid yang seharusnya diberikan yaitu 5-10 mg 4x sehari iv (DeBellis,
2000). Dosis ketorolac yang seharusnya diberikan yaitu 15 mg 4x sehari iv (DeBellis, 2000).
Dosis aspirin yang seharusnya diberikan yaitu 81-325 mg sekali sehari po (DeBellis, 2000).
Dosis simvastatin yang seharusnya diberikan yaitu 10-20 mg sekali sehari po (BNF,2007).
Dosis asam folat yang seharusnya diberikan pada pasien anemia yaitu 0,4 mg sekali sehari
secara peroral, intravena, maupun intramuscular (Drug Information Handbook, 2008).
Ketidaktepatan dosis terbanyak terdapat pada pemberian dosis furosemid.
11
Tabel 10. Analisis ketidaktepatan dosis pada pasien gagal ginjal pada tanggal pasien
menjalani hemodialisis di instalasi rawat inap RS “X”
periode bulan Juli – Desember tahun 2014
Jumlah Persentase
Nama Dosis pemberian
Dosis
Keterangan
Obat
standar
(%)
(n=177)
12,5-25 mg
Kaptopril
12,5-25 mg
11
6,21
Frekuensi
sekali
sehari
PO
ditambahkan
3x sehari PO
berlebih
25-30% dosis setelah HD
Furosemid 20 mg 1x sehari
IV
40-80 mg
2x sehari IV
1
0,56
Dosis kurang
20 mg 2x sehari
IV
3
1,69
Dosis kurang
20 mg 3x sehari
IV
10
5,64
Dosis kurang
frekuensi berlebih
20 mg 4x sehari
IV
1
0,56
Dosis kurang
frekuensi
berlebih
40 mg 3x sehari
IV
5
2,82
Frekuensi
berlebih
40 mg 4x sehari
IV
1
0,56
Frekuensi
berlebih
60 mg 3x sehari
IV
1
0,56
Frekuensi
berlebih
200 mg sekali
sehari IV
3
1,69
Dosis berlebih
80 mg 3x sehari
IV
1
0,56
Frekuensi
berlebih
80 mg 4x sehari
IV
2
1,12
Frekuensi
berlebih
2
1,12
Tidak ada dosis
standar untuk
kondisi pasien
1
0,56
Tidak ada dosis
standar untuk
kondisi pasien
Ondanse- 8 mg 3x sehari PO Tidak ada dosis standar
untuk pasien nontron
kemoterapi dan
non-operasi
1 ampul 2x
sehari IV
12
LanjutanTabel 10. Analisis ketidaktepatan dosis pada pasien gagal ginjal pada
tanggal pasien menjalani hemodialisis di instalasi rawat inap RS “X”
periode bulan Juli – Desember tahun 2014
Nama
Obat
Dosis pemberian
Dosis
standar
1 ampul
3x sehari IV
Jumlah Persentase
1
(%)
(n=177)
0,56
Keterangan
Tidak ada dosis
standar untuk
kondisi pasien
Tropisetron
2 ampul sekali
sehari IV
Tidak ada dosis standar
untukpasien nonkemoterapi dan
non- operasi
2
1,12
Tidak ada dosis
standar untuk
kondisi pasien
Ranitidin
50 mg
2x sehari
IV
50 mg sekali sehari
IV padaakhir HD
12
6,77
Frekuensi
berlebih
Metoklopramid
10 mg 3x sehari
IV
10 mg 4x sehari IV
2
1,12
Frekuensi kurang
1
0,56
Frekuensi kurang
1
0,56
Dosis dan
frekuensi kurang
61
34,46
10 mg 2x sehari
IV
Ketorolac 10 mg 3x sehari
IV
Total
15 mg 4x sehari IV
Berdasarkan tabel 10, diperoleh ketepatan dosis sebesar 65,53% dan ketidaktepatan
dosissebesar 34,46%. Obat-obat tidak tepat dosis yaitu kaptopril, furosemid, ondansetron,
tropisetron, ranitidin, metoklopramid, dan ketorolac. Obat diberikan untuk pasien pada
tanggal hemodialisis. Semua pasien memiliki klirens kreatinin <10 mL/menit. Dosis kaptopril
yang seharusnya yaitu 12,5-50 mg sekali sehari po dengan penambahan 25-30% dosis
diberikan setelah hemodialisis. Dosis furosemid yang seharusnya diberikan yaitu 40-80 mg
dua kali sehari iv tanpa tambahan dosis (DeBellis, 2000). Dosis ondansetron dan tropisetron
pada pasien tanpa operasi dan tanpa kemoterapi tidak terdapat dosis standar yang ditetapkan
(DeBellis, 2000). Dosis ranitidin yang seharusnya diberikan yaitu 50 mg sekali sehari iv
(DeBellis, 2000). Dosis metoklopramid yang seharusnya diberikan yaitu 5-10 mg 4x sehari iv
(DeBellis, 2000). Dosis ketorolac yang seharusnya diberikan yaitu 15 mg 4x sehari iv
(DeBellis, 2000). Ketidaktepatan dosis terbanyak terdapat pada pemberian dosis furosemid.
13
4. PENUTUP
Kesimpulan
1.
Sebagian besar obat yang digunakan untuk terapi pada pasien gagal ginjal yaitu furosemid
(86,79%), kalsium karbonat (77,35%), dan asam folat (73,58%). Sedangkan obat yang
digunakan pada tanggal hemodialisis yaitu furosemid (85,71%), kalsium karbonat
(77,14%), dan asam folat (74,28%).
2.
Ketepatan terapi obat pada pasien gagal ginjal di instalasi rawat inap RS “X” periode Juli Desember 2014 yaitu tepat indikasi 99,35%, tepat pasien 98,05%, tepat obat 78,25%, tepat
dosis yaitu 50,32%, dan tepat dosis pada tanggal hemodialisis 65,53%.
Saran
Perlu adanya penelitian secara prospektif dengan melihat perkembangan pasien,
sehingga didapatkan data yang lebih lengkap untuk menentukan ketepatan terapi obat.
5. PERSANTUNAN
Terima kasih kepada pembimbing skripsi Ibu Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt yang telah
membimbing, membantu, dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan artikel ini.
6. DAFTAR PUSTAKA
BMJ Group and RPS Publishing Royal Pharmaceutical Society, 2007, British National
Formulary 54 September 2007, Germany: GGP Media.
Depkes RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Dowling, T.C., 2002. Quantification of Renal Function. In J. T. Dipiro., Talbert, R.L., Yee, G.
C., Matzke, G. R., Wells, B. G. & Posey, L. M, eds. Pharmacotherapy A
Pathophysiological Approach. The McGraw-Hill Companies, p. 705.
Hudson, J.Q., 2002. Management of Complications. In J. T. Dipiro., Talbert, R.L., Yee, G. C.,
Matzke, G. R., Wells, B. G. & Posey, L. M, eds. Pharmacotherapy A Pathophysiological
Approach. The McGraw-Hill Companies, p. 765-788.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. InfoDatin Hipertensi.Pusat Data dan
lnformasi Kementerian Kesehatan Rl, Jakarta Selatan, p.6.
Lacy, C., Lora, L., Morton, P., & Leonard, 2008. Drug Information Handbook 17th Edition,
17th ed., Lexi Comp, Ohio.
Mulyani, Y., 2005. Evaluasi Penggunaan Obat pada Penderita Gangguan Fungsi Ginjal, Usia
Lanjut, Hipertensi dan Diabetes Mellitus di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Perjan Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung. Tesis. Institut Teknologi Bandung.
14
National Kidney Foundation, 2010 . About Chronic Kidney Disease: A Guide for Patients and
Their Families. In New York: National Kidney Foundation, Inc., p.8.
NKF-KDOQI, 2013. Clinical Practice Guidelines on Hypertension and Antihypertensive
Agents in Chronic Kidney Disease, Guideline 12.
Soetikno, V., Effendi, Imam., Nafrialdi. & Setiabudy, Rianto., 2009. A survey on the
appropriateness of drug therapy in patients with renal dysfunction at the Internal
Medicine Ward FMUI/Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Medical Journal of
Indonesia, 18 (Drug therapy in renal dysfunction), p. 108-113.
Tomasello, Sarah., 2008. Secondary Hyperparathyroidism and Chronic Kidney Disease,
Diabetes Spectrum Volume 21, Number 1.,p. 19-22.
Winkelman, Chris., 2016. Care or Patients with Acute Kidney Injury and Chronic Kidney
Disease In Idnatavicius, D.D., and Workman, M.L., Medical Surgical Nursing: PatientsCentered Collaborative Care Eighth Edition. Elsevier, p. 1432.
15
Download