Pilkada serentak untuk demokrasi lokal indonesia

advertisement
PILKADA SERENTAK:
PELUANG DAN TANTANGAN
Titi Anggraini
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
www.perludem.org, www.rumahpemilu.org
[email protected]
PEMBAHASAN PENGESAHAN PENGUNDANGAN UNDANG-UNDANG PILKADA
TAHAP 1
TAHAP 2
TAHAP 3
SEBELUM PEMILU 2014
SETELAH PEMILU 2014
SETELAH PELANTIKAN
Presiden mengajukan RUU
Pilkada
Pembahasan 7 cluster isu
Mayoritas fraksi menolak
pilkada oleh DPRD
DPR menyetujui RUU
Pilkada oleh DPRD.
Presiden megeluarkan
Perppu Pilkada Langsung
DPR menerima Perppu
Pilkada Langsung
Presiden mengundangkan
UU Pilkada Langsung
UU NO 22/2014, PERPPU NO 1/2014, UU NO 1/2015
DIBAHAS DLM
WAKTU SINGKAT
PERPPU NO 1/2014
UU NO 1/2015
TIDAK SEMPAT
DIKRITISI
PARA PIHAK
MASALAH
REDAKSIONAL
REVISI
TAHAP I
UU 8/2015
MASALAH
SISTEMATIKA
MASALAH
SUBSTANSI
REVISI
TAHAP II?
DESAIN IDEAL
1. Serentak Nasional: DPR, DPD, dan
Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
2. Serentak Daerah: Kepala daerah
dan DPRD.
DESAIN PILADA SERENTAK
SERENTAK BIAYA MEMBENGKAK?
Gelombang pertama Desember 2015  269 daerah.
Gelombang kedua Februari 2017  99 daerah.
Gelombang Ketiga Juni 2018  171 daerah.
Kemudian masih akan dilaksanakan masing-masing satu
gelombang lagi, sampai menuju PILKADA SERENTAK
NASIONAL PADA 2027.
JUMLAH ANGGARA PILKADA PALING BESAR (JPPR)
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
10
DAERAH
JUMLAH
KAB. JEMBER
71,659,000,000
KOTA SURABAYA
KAB. KUTAI
KARTANEGARA
70,383,600,000
KOTA SAMARINDA
KOTA TANGERANG
SELATAN
61,680,600,000
KAB. KARAWANG
59,597,300,000
KAB. KUTAI TIMUR
52,987,400,000
KAB. SUKABUMI
48,400,000,000
KAB. KEDIRI
46,610,700,000
64,504,400,000
60,949,200,000
Pilkada 9 Provinsi, 260 Kabupaten/Kota 2015
*Pemungutan Suara 9 Desember
176
3
81
112
51
7
41
8
63
71
52
7
71
11
174
3
163
3
62
4
5
62
22
43
61
51
8
7
4
9
11
VARIABLE PEMBEDA PILKADA SERENTAK
Tahapan (semestinya) dimulai serentak. Pemungutan suara dilaksanakan pada
hari yang sama.
Naiknya syarat dukungan pencalonan jalur perseorangan maupun partai politik.
Adanya kampanye yang dibiayai oleh negara.
1.
Debat publik
2.
Kampanye media cetak dan elektronik
3.
Pemasangan alat peraga kampanye
4.
Penyebaran Bahan Kampanye
Adanya pembatasan belanja kampanye.
Tidak ada proses rekapitulasi suara di PPS.
Tidak ada ambang batas kemenangan (pilkada satu putaran).
Syarat pengajuan sengketa hasil ada ambang batas maksimal selisih yang harus
dipenuhi.
Larangan mahar politik.
Bawaslu dan Pengawas Kab/Kota memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa.
Terdapat pengawas TPS.
TITIK WASPADA PENYELENGGARAAN
PILKADA SERENTAK
 Gangguan imbas dualisme partai.
 Kisruh Sengketa Pencalonan.
 Calon Tunggal
 Perubahan pengaturan dan Uji Materi atas beberapa
ketentuan UU dan PKPU di MK dan MA.
 Soal anggaran di beberapa daerah, harus segera
dipastikan, agar tahapan yang sedang berjalan tidak
terganggu (ada 3 daerah yang mengalami pemotongan
anggaran).
 Keadilan pembiayaan kampanye.
 Isu spesifik daerah tenggelam oleh isu “nasional”.
SENGKETA TAHAPAN PILKADA
Memisahkan antara kewenangan pengawasan dan kewenangan
penyelesaian sengeta. Sebaiknya, demi kepastian hukum dan
menghindari terjadinya benturan kepentingan, kewenangan
penyelesaian sengketa pilkada ditangani langsung badan peradilan,
dalam hal ini Peradilan Tata Usaha Negara. Sebab, Keputusan KPU
masuk kategori keputusan pejabat tata usaha negara. Selain juga
harus dibuka mekanisme banding atas putusan tingkat pertama agar
tidak menutup jalan seseorang untuk mencari keadilan.
TITIK WASPADA PENYELENGGARAAN
PILKADA SERENTAK

Politisasi APBD, dana desa

Kulaitas DPT  persoalan di ujung.

Aktivitas pendidikan politik dan sosialisasi kepada masyarakat
dan pemilih harus berjalan dengan visioner, agar partisipasi
masyarakat tidak hanya dalam memberikan hak suara, tapi juga
mengawal proses.

Konsolidasi penyelenggara pemilu sampai ke tingkat TPS harus
berjalan dengan baik, agar seluruh proses dan tahapan pilkada
bisa berjalan maksimal.
TITIK WASPADA PENYELENGGARAAN PILKADA
SERENTAK
Potensi konflik: Konsolidasi aparat kemanan, strategi kemanan perlu diperbaharui.
Persoalan penegakan hukum dalam pilkada, mesti lebih baik dan belajar dari
evaluasi pileg dan pilpres yang lalu. Sehingga prinsip electoral justice dalam suatu
pemilihan, bisa dijaga dengan baik.
Problematika pasal-pasal tindak pidana pemilihan GBW dalam UU No. 1 Tahun
2015 jo UU No. 8 Tahun 2015.
1.
Ketiadaan Pasal Pidana Politik Uang.
2.
“Ketiadaan” Pasal Pidana Mahar Politik.
Salah rujuk, Pasal 187 ayat ayat 6 menyebutkan bahwa:
“Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana Kampanye dari atau
kepada pihak yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) dan/atau
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Permasalahannya: Dalam ayat di atas terjadi kesalahan dalam merujuk Pasal karena
harusnya merujuk pada pasal 76 ayat 2 tetapi tertulis merujuk pada pasal 71 ayat 2.
Pasal 71 menjelaskan larangan dalam kampanye.
Terima Kasih
Download