Wawan Sobari : Politik Informal Berperan Kuat dalam Pilkada Dikirim oleh humas3 pada 21 Juli 2014 | Komentar : 0 | Dilihat : 3322 Wawan Sobari saat melakukan presentasi Dosen Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) Wawan Sobari, S.IP., MA mempresentasikan makalah dalam the Asian Studies Association of Australia (ASAA) 2014 Conference di University of Western Australia (UWA) Perth. Kegiatan yang berlangsung 8-10 Juli 2014 itu merupakan konferensi multi disiplin yang merupakan forum untuk mempresentasikan riset-riset baru dan inovatif mengenai Kawasan Asia yang menekankan pada pelibatan dan interaksi para pengkaji tentang Asia. Dalam the 2014 ASAA Conference, Wawan mempresentasikan secara oral makalah berjudul "Rescuing Democratic Reform: the Politics of Particularism and Political Survival in the Indonesian Electoral Democracy". Wawan menyajikan makalahnya pada 9 Juli 2014. Dalam presentasinya, ia membedah dan mengkomparasikan peran praktik-praktik dan aktor politik informal dalam pilkada. Khususnya, kontribusi faktor politik informal terhadap kemampuan mempertahankan jabatan para incumbent (petahana/penjabat) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung di tingkat kabupaten dan kota. Komparasi kasus daerah-daerah yang berbeda karakter sosiologis (perkotaan dan pedesaan) sengaja diangkat dalam presentasi Wawan untuk mendorong analisis yang kuat terhadap kemampuan bertahan para incumbent dalam pilkada. Dalam presentasinya, Wawan menyampaikan beberapa hasil kajian bahwa peran politik informal dalam bentuk praktik-praktik partikularisme atau informalitas berperan dalam mendorong kemampuan para incumbent untuk tetap bertahan dalam pilkada periode kedua masa jabatan mereka. Lima aktor yang cukup berperan dalam praktikpraktik politik informal terkait pilkada kabupaten/kota, yaitu pebisnis, partai politik, birokrat partisan, LSM dan media partisan, dan para legislator lokal (anggota DPRD).Masing-masing-masing aktor tesebut memiliki peran berbeda dalam mendorong kemampuan para incumbent untuk bertahan atau bahkan kalah dalam pilkada. Wawan, yang saat ini tengah menempuh studi doctoral by research pada Department of Politics and Public Policy, Flinders University of South Australia, menambahkan bahwa praktik-praktik buruk politik informal tengah mempermalukan demokrasi Indonesia yang saat ini sedang tumbuh. Berita-berita buruk terkait pilkada itu kemudian berimplikasi pada diskursus rancangan undang-undang (RUU) yang tengah dilakukan DPR dan pemerintah. Dengan merujuk pada praktik-praktik informalitas, kedua institusi negara itu kemudian memperkuat argumen kebijakanuntuk menghapus pilkada langsung. Dalam akhir presentasinya, Wawan memungkasi dengan fakta dan kesimpulan bahwa di tengah perdebatan kebijakan yang tidak menguntungkan itu, ironisnya, masih ada pihak-pihak yang ingin menyelamatkan pilkada, khususnya partai politik. Sayangnya, motif mereka bukan sekadar untuk meningkatkan kualitas demokrasi, melainkan lebih pada upaya mempertahankan pengaruh dan/atau kekuasaan di daerah. Penyelenggaraan konferensi ini bertujuan memajukan perdebatan-perdebatan lama dan memulai perdebatan baru yang akan menghasilkan ide-ide baru untuk kolaborasi dalam pengajaran dan riset tentang Asia. Partisipan konferensi ini berasal dari 22 negara di Asia dan non-Asia termasuk para pengkaji Indonesia dari Australia dan nonIndonesia. Konferensi yang diselenggarakan Asian Studies Association of Australia (ASAA)itu merupakan penyelenggaraan konferensi rutin yang ke-20. Konferensi dilakukan secara bergantian setiap dua tahun sekali(biennial) di Universitas-Universitas di Australia. Dalam panel yang sama, bersama Wawan Sobari hadir pula Prof. Kevin Rowison (Asia Research Centre, Murdoch University, Perth, Australia) dan Adele Webb (The University of Sydney, Australia)mempresentasikan makalahnya terkait demokrasi dan konstitusi politik di Thailand dan Filipina. [wawan/ai]