immunomodulator centella asiatica (pegagan)

advertisement
TUGAS MATERIA MEDIKA HERBAL
IMMUNOMODULATOR
CENTELLA ASIATICA (PEGAGAN)
Disusun oleh:
Dwi Handayani
NPM. 1106106722
Dosen: Dr. Katrin B, M.S, Apt
PROGRAM MAGISTER HERBAL
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
IMMUNOMODULATOR
I.
PENDAHULUAN
Immunomodulator dapat didefinisikan sebagai suatu zat biologis atau sintetis
yang bisa menstimulasi, menekan atau mengatur setiap komponen dari sistem
kekebalan tubuh. Fungsi dasar dari sistem kekebalan tubuh adalah untuk
melindungi tubuh terhadap infeksi dan patogen yang menempatkan sistem
kekebalan tubuh dalam posisi penting antara dinyatakan sehat dan sakit(4).
Imunomodulator membantu tubuh untuk mengoptimalkan fungsi sistem imun
yang merupakan sistem utama yang berperan dalam pertahanan tubuh di mana
kebanyakan orang mudah mengalami gangguan sistem imun.
Beberapa
jenis
tanaman
obat
yang
mempunyai
aktivitas
sebagai
imunomodulator adalah Echinacea purpurea, American ginseng (Panax
quinquefoliun), Ashwagandha (Withania somnifera), akar Astragalus (Astragalus
membranaceus), Borage (Borago officinalis), Bupleurum (Bupleurum chinense),
Cola nut (Cola nitida), Devil’s club (Optopanax horridum), Ginseng (Panax sp),
Licorice (Glycyrrhiza glabra), Matricaria chamomile, Oats (Avena sativa), abu
Prickly (Xanthoxylum clava-herculis) bark, Siberian ginseng (Eleutherococcus
senticosus), Sculicap (Scultellaria lateriflora), Suma (Pfaffia paniculata),
Turmeric (Curcuma longa), mengkudu (Morinda citrifolia L.), jahe, meniran,
pegagan, daun mimba dan sambiloto.
Senyawa-senyawa yang mempunyai prospek cukup baik yang dapat
meningkatkan aktivitas sistem imun biasanya dari golongan flavonoid, kurkumin,
limonoid, vitamin C, vitamin E (tokoferol) dan katekin. Hasil test secara in vitro
dari favonoid golongan flavones dan flavonols telah menunjukkan adanya respon
imun (Hollman et al., 1996). Sedangkan katekin merupakan senyawa fenol,
aktivitasnya sebagai antioksidan yang lebih tinggi daripada antioksidan sintetik
seperti BHA (Butil Hidroksi Anisol) (Das, 1994). Katekin mempunyai efek antiproliferatif dan bersifat toksik terhadap sel kanker. Kebanyakan senyawa fenol
telah diuji secara in vitro dan in vivo memperlihatkan kemampuan antioksidan,
antiinflamasi dan antialergi. Sedangkan senyawa yang mempunyai bioaktifitas
Page 2 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
sebagai imunostimulan agent adalah golongan senyawa polisakarida, terpenoids,
alkaloid dan polifenol (Wagner, 1985).
Menurut Djauzi (2003) penyakit yang dapat menurunkan kekebalan tubuh
diantaranya adalah : (1). Infeksi virus, pada umumnya infeksi virus menurunkan
imunitas. Penurunan kekebalan tubuh dapat bersifat sementara misalnya pada
SARS, influenza, herpes, morbili, juga common cold (batuk pilek), tetapi dapat
pula menurunkan kekebalan tubuh secara lama dan progresif misalnya HIV, (2).
Kanker, pada penyakit kanker juga terjadi penurunan kekebalan tubuh dan pada
kanker lanjut penurunan kekebalan tubuh menjadi lebih nyata,dan (3). Penyakit
kronik, beberapa penyakit seperti diabetes melitus, sirosis hati, gagal ginjal
kronik, tuberkolosis, lepra, juga menurunkan imunitas.
Fungsi imunomodulator adalah memperbaiki sistem imun yaitu dengan cara
stimulasi (imunostimulan) atau menekan/menormalkan reaksi imun yang
abnormal (imunosupresan).
Immunomodulator dapat dibedakan menjadi(4):

Immunoadjuvant
Digunakan untuk meningkatkan efektivitas vaksin, disebut juga
immunostimulan spesifik.

Immunostimulan
Dikenal dua golongan imunostimulan yaitu imunostimulan biologi dan
sintetik. Beberapa contoh imunostimulan biologi adalah sitokin, antibodi
monoklonal, jamur dan tanaman obat (herbal). Sedangkan imunostimulan
sintetik yaitu levamisol, isoprinosin dan muramil peptidase (Djauzi,
2003).

Immunosupressan
Merangsang pelepasan hormon adrenokor-tikotropik (ACTH) dari
kelenjar pituitari anterior yang berbeda di dalam otak yang selanjutnya
akan merangsang kelenjar adrenal bagian kortek untuk memproduksi
kortisol. Kortisol yang dihasilkan ini selanjutnya akan bertindak sebagai
imunosupresan (West, 1995).
Page 3 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
II.
DESKRIPSI TANAMAN
Klasifikasi(2)
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Bangsa
: Apiales
Suku
: Apiaceae
Marga
: Centella
Jenis
: Centella asiatica (L) Urban
Sinonim(3)
: Centella coriacea Nannfd., Hydrocotyle asiatica L.,
Hydrocotyle lunata Lam. dan Trisanthus cochinchinensis Lour. (1, 3, 6).
Nama umum/dagang
: Pegagan(1)
Nama daerah
:

Sumatera
: Pegaga (Aceh), daun kaki kuda, daun penggaga, penggag,
rumput kaki kuda, pegagan, kaki kuda (Melayu), pegago, pugago
(Minangkabau)

Jawa
:
Cowet gompeng, antanan, antanan bener, antanan gede
(Sunda), gagan-gagan, ganggagan, kerok batok, panegowang, panigowang,
rendeng, calingan rambat, pacul gowang (Jawa), gan gagan (Madura)

Nusa Tenggara: Bebele (Sasak), paiduh, panggaga (Bali), kelai lere (Sawo)

Maluku
: Sarowati (Halmahera), kolotidi manora (Ternate)

Sulawesi
: Pagaga, wisu-wisu (Makassar)), cipubalawo (Bugis), hisu-
hisu (Salayar)

Irian
: Dogauke, gogauke, sandanan
Deskripsi Tanaman(1)
Terna atau herba tahunan, tanpa batang tetapi dengan rimpang pendek dan
stolon-stolon yang melata, panjang 10 cm sampai 80 cm. Daun tunggal, tersusun
dalam roset yang terdiri dari 2 sampai 10 daun, kadang-kadang agak berambut;
tangkai daun panjang sampai 50 mm, helai daun berbentuk ginjal, lebar dan
bundar dengan garis tengah 1 cm sampai 7 cm, pinggir daun beringgit sampai
beringgit-bergerigi, terutama ke arah pangkal daun. Perbungaan berupa payung
Page 4 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
tunggal atau 3 sampai 5 bersama-sama keluar dari ketiak daun kelopak, gagang
perbungaan 5 mm sampai 50 mm, lebih pendek dari tangkai daun.
Bunga
umumnya 3, yang ditengah duduk, yang disamping bergagang pendek; daun
pelindung 2, panjang 3 mm sampai 4 mm, bentuk bundar telur; tajuk berwarna
merah lembayung, panjang 1 mm sampai 1,5 mm, lebar sampai 0,75 mm. Buah
pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas
berusuk, berwarna kuning kecoklatan, berdinding agak tebal.
Keanekaragaman
Variasi morfologi besar.
Ekologi dan Penyebaran
Tumbuh liar di seluruh Indonesia serta daerah-daerah beriklim tropik pada
umumnya, dari dataran rendah hingga ketinggian 2.500 m di atas permukaan laut.
Tumbuh di tempat yang terbuka atau sedikit kenaugan. Pada tanah yang lembab
dan subur seperti di tegalan, padang rumput, tepi parit, di antara batu-batu, di tepi
jalan dan tembok(1).
Tanaman ini asli ke daerah panas dari kedua belahan hemisperm, termasuk
Afrika,
Australia,
Kamboja,
Amerika
Tengah,
Cina,
Indonesia,
Laos
Rakyat Republik Demokratik, Madagaskar, Kepulauan Pasifik, Amerika Selatan,
Thailand,
bagian
selatan
Amerika
Serikat,
dan
Vietnam.
Dan
melimpah di daerah rawa seperti di India, Republik Islam Iran, Pakistan,
dan Sri Lanka hingga ketinggian sekitar 700m(3).
Budidaya
Tidak dibudidayakan. Di Jawa pernah dipakai pada suatu pertanaman untuk
mencegah erosi dan sebagai penutup tanah.
III.
DESKRIPSI SIMPLISIA(1)
Herba pegagan adalah seluruh tanaman Centella asiatica L. Urban(3).
Pemerian
Bau lemah, aromatik; rasa mula-mula tidak berasa, lama kelamaan agak pahit.
Page 5 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
Makroskopik
Daun: tunggal, berkeriput, rapuh, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2 sampai
10 daun; tangkai daun, panjang 2 cm sampai 10 cm, dengan pangkal tangkai
melebar, panjang sampai 9 cm, lebar sampai 7 cm, atau berbentuk bundar dengan
garis tengah sampai 7 cm, berwarna hijau kelabu, umumnya dengan 7 tulang
daun yang menjari; pangkal helai daun berlekuk; ujung daun membundar; pinggir
daun beringgit sampai beringgit-bergerigi, pinggir pangkal daun bergigi;
permukaan daun umumnya licin, tulang daun pada permukaan bawah agak
berambut; stolon dan tangkai daun berwarna coklat kelabu, berambut halus.
Nodium dari batang yang menjalar umumnya berakar; panjang ruas batang
sampai 11 cm.
Rimpang:
pendek, umumnya tegak, warna coklat kelabu.
Perbungaan: berupa payung tunggal, panjang gagang sampai 5 cm; perbungaan
umumnya terdiri dari 3 bunda; daun pelindung 2 sampai 3 helai; daun mahkota
berwarna kemerahan, panjang 1 mm sampai 1,5 mm. Buah: terdapat 3 sampai 5
kremokarp berbentuk pipih, berlekuk 2, berusuk, tinggi kremokarp 3 mm, lebar
sampai 4 mm, saling berhadapan pada bidang yang lebar, berwarna kuning
kecoklatan; tiap kremokarp terdiri dari 2 merikarp.
Mikroskopik
Daun: epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel jernih berbentuk poligonal, dinding
antiklinal lurus, kutikula bergaris. Sel epidermis bawah: mirip sel epidermis
atas, tetapi lebih kecil. Stomata: tipe anisositik berbentuk corong, besar 25 µm
sampai 40 µm dengan 2 sel tetangga yang kecil dan 1 sel tetangga lebih besar,
terdapat lebih banyak pada epidermis bawah dari pada epidermis atas. Rambut
penutup: berbentuk kerucut ramping, panjang 100 µm sampai 200 µm, terdiri
dari 2 sel, sel ujung lebih panjang dan berdinding lebih tebal dari sel pangkal.
Jaringan palisade: terdiri dari 2 lapis sel, lapisan pertama selnya lebih panjang
dari lapisan kedua. Jaringan bunga karang : 5 sampai 7 lapis sel. Idioblas:
berisi hablur kalsium oksalat berbentuk roset, tersebar di dalam mesofil, terutama
di dalam jaringan palisade lapisan kedua; besar hablur 15 µm sampai 25 µm.
Buah: merikarp terdiri dari epikarp, mesokarp dan endokarp. Epikarp: sel kecil,
dinding antiklinal agak berombak, kutikula bergaris, stomata dan rambut penutup
serupa di daun. Mesokarp: bagian luar parenkimatik, saluran minyak pipih dan
Page 6 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
berkas pembuluh kolateral terdapat di rusuk; mesokarp bagian dalam terdiri dari
beberapa jaringan yaitu parenkim dengan sel kecil, dinding berlignin, bernoktah
jelas dan jaringan sklerenkim yang terdiri dari sel batu berbentuk bulat panjang,
saluran noktah jelas, lumen sempit, tersusun membujur; pada batas 2 jenis
jaringan itu terdapat lapisan sel idioblas berisi kalsium oksalat berbentuk prisma
berukuran lebih kurang 20 µm. Endokarp: serupa dengan sklerenkim mesokarp,
tersusun melintang. Endosperm: sel parenkim berdinding tebal, tidak berlignin,
mengandung butir-butir minyak dan hablur kalsium oksalat berbentuk roset.
Stolon dan tangkai daun: sel epidermis berkutikula tebal dan bergaris, jaringan
kolenkimatik terdapat di bawah epidermis.
Korteks: parenkimatik, dengan
saluran minyak tersebar; beberapa berkas pembuluh kolateral, terpisah satu
dengan yang lain oleh parenkim, tersusun dalam lingkaran; empulur
parenkimatik;empulur tangkai daun sering rusak dan berongga; pembuluh kayu
berpenebalan spiral, cincin dan bernoktah sempit serupa celah. Di sebelah luar
floem terdapat lengkungan serabut sklerenkim.
Rimpang: parenkimatik berisi
butir pati kecil; pembuluh kayu terutama terdiri dari pembuluh jala dan pembuluh
bernoktah sempit; di permukaan akar terdapat periderm.
Serbuk: warna hijau kelabu. Fragmen pengenal adalah fragmen daun, tampak
melintang dan tangensial dengan sel epidermis jernih, bentuk poligonal, dinding
antiklinal lurus; kutikula bergaris; hablur kalsium oksalat berbentuk roset di
dalam mesofil; stomata dengan 2 sel tetangga kecil dan 1 sel tetangga lebih besar;
fragmen sklerenkim dari mesokarp dan endokarp yang susunan lapisan selnya
saling menyilang; lapisan idioblas berisis hablur kalsium oksalat berbentuk
prisma; fragmen pembuluh spiral, pembuluh cincin, pembuluh jala dan pembuluh
noktah dari berkas pembuluh; fragmen endosperm dengan hablur roset.
Kadar abu tidak lebih dari 19%
Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak kurang dari 5%
Kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 6%
Kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 9,5%
Bahan organik asing tidak lebih dari 2%
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
Page 7 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
IV.
KANDUNGAN KIMIA
Glikosida, asiatikosida, asam asiatikat(1,) madekasosida, asam asiatat, asam
madekasat, asam indosentoat, bayogenin, asam2, 3β, 20, 23-tetrahidroksiurs28-oat, asam euskapat, asam terminolat, asam 3β-6β-23-tri-hidroksiolean-12-en28-oat, asam 3β-6β-23-trihidroksiurs-12-en-28-oat; flavonoid: kaempferol,
kuersetin; saponin: sentelasapogenol A, sentelasaponin A, B dan D; poliasetilen:
kadiyenol, sentelin, asiatisin dan sentelisin(2).
V.
KEGUNAAN
Kegunaan diuretik(1) , secara tradisional banyak digunakan untuk penyakit kulit.
Di samping untuk penggunaan topikal pegagan juga digunakan untuk mengobati
sakit perut, batuk, batuk berdarah dan disentri, penyembuh luka, radang, pegal
linu, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, demam dan penambah selera makan(2).
Page 8 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
VI.
KONTRA INDIKASI
Tidak ditemukan data
VII.
EFEK FARMAKOLOGI BERDASARKAN PENELITIAN
a. Tukak Lambung (Gastric Ulcer)(2)
In Vitro
Ekstrak air pegagan 250 mg/kgBB dan asiatikosida 10 mg/kgBB
menunjukkan aktivitas penyembuhan tukak lambung. Efek ini ditunjukkan
dengan menstimulasi pembentukan pembuluh darah (angiogenesis) dan
regenerasi
sel
mukosal
pada tahap penyembuhan tukak lambung,
memfasilitasi proliferasi epitel dan menekan aktifitas mieloperoksidase yang
berperan dalam pembentukan tukak lambung.
b. Anticemas(2)
In Vivo
Pemberian simplisia dosis 500 mg/kgBB, 111 mg/kgBB fraksi etil asetat yang
dibut dari residu hasil ekstraksi 128 g kering pegagan dengan 4 L etil asetat
secara sonifikasi dan 1,85 mg/kgBB asiatikosida murni dapat memberikan
efek ansiolitik pada mencit.
Uji Klinik
Uji klinik (a double-blind, placebo-controlled study (N=40)) serbuk pegagan
dosis tunggal 12 g pada 21 wanita dan 19 pria sehat, menunjukkan efek
ansiolitik dibandingkan dengan plasebo.
c. Efek Antiinflamasi(2)
In Vivo
Madekasosida dengan dosis 3, 10 dan 30 mg/kgBB mempunyai efek
antiinflamasi secara bermakna terhadap mencit yang diinduksi dengan
kolagen sapi tipe 2. Studi histologi pada jaringan hiperplasia sinovial dengan
pemberian dosis tersebut menunjukkan bahwa jaringan yang diberi perlakuan
dengan madekasosida, ukuran selnya menjadi lebih kecil dibandingkan
ukuran sel pada jaringan yant tidak diberi madekasosida. Efek antiinflamasi
lain terlihat pada penghambatan proliferasi sel limfosit, mengurangi ekspresi
enzim siklooksigenase dan produksi prostaglandin yang berperan dalam
Page 9 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
pembentukan inflamasi serta menurunkan produksi tumour necrosis factor
(TNF) dan interleukin (IL)6.
d. Antihipertensi(2)
Fraksi triterpenoid total pegagan secara invitro dan in vivo mempunyai efek
stimulan pada sintesis kolagen, sebaliknya pada dosis tinggi menghambat
sintesis kolagen dan asam mukopolisakarida. Penelitian ini menunjukkan
peran triterpenoid total tersebut pada sintesis elemen dinding pembuluh vena
pada kultur sel fibroblasts embrional manusia.
Senyawa ini aktif pada
mikrosirkulasi pembuluh vena dan mikroangiopati diabetes.
Studi klinis menunjukkan bahwa fraksi triterpenoid total pegagan berguna
bagi pasien dengan gejala mikroangiopati diabetes.
Senyawa ini
meningkatkan mikrosirkulasi, menurunkan permeabilitas kapiler dan
memproteksi memburuknya proses mikrosirkulasi.
e. Mencegah Kerusakan Kulit(2)
Efektifitas pegagan dalam kombinasi dengan tumbuhan obat lainnya dapat
meningkatkan kelembutan dan elastisitas kulit pada kulit wajah pada uji
klinik acak tersamar ganda dengan kontrol placebo pada 28 wanita dengan
rentang umur 34 – 67 tahun.
Hasil studi ini menunjukkan adanya efek
bermakna bahan uji terhadap kecepatan propagasi yang mengindikasikan
meningkatnya kelembutan kulit. Pada evaluasi sendiri oleh wanita yang diuji
dengan kombinasi ini secara bermakna lebih baik dibandingkan dengan uji
menggunakan placebo.
f. Efek Kardiprotektif(2)
Efek kardioprotektif ekstrak air pegagan yang dibuat dengan merebus
simplisia dengan air 1: 8 selama 5 jam, kemudian disaring dan filtratnya
dikeringkan dengan metode kering beku, dosis 200 mg/kgBB/hari secara
intragastrik selama 3 minggu pada tikus yang diinduksi dengan doksorubisin.
Ekstrak air pegagan secara bermakna mengurangi kadar enzim laktat
dehidrogenase, kreatin posfokinase, glutamat oksaloasetat transaminase dan
glutamat piruvat transaminase. Peningkatan aktivitas enzim-enzim ini pada
serum
dikenal
sebagai
marker
diagnostic
dari
disfungsi
jantung.
Page 10 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
Diperkirakan sebagai senyawa aktif yang terkait dengan aktivitas ini adalah
asiatikosida dan asam arjunolat.
g. Imunomodulator(2)
Uji aktivitas imunomodulator ekstrak metanol herba pegagan yang
mengandung 0,18% asiatikosida pada 5 dosis dari 100 sampai 500 mg/kgBB
menunjukkan peningkatan bermakna pada indeks fagositik, nilai butir darah
putih dan rasio indeks fagositik.
h. Neuroprotektif(2)
Stres oksidatif merupakan gejala awal munculnya penyakit alzheimer.
Penelitian ini dirancang untuk mengetahui aktivitas neuroprotektif pegagan
terhadap penurunan kemampuan memori yang disebabkan oleh kolsisin dan
aktivitas oksidatif pada tikus.
Pemberian ekstrak pegagan 150 dan 300
mg/kgBB per oral selama 25 hari yang dimulai 4 hari sebelum pemberian
kolsisin secara bermakna menurunkan aktivitas asetilkolinesterase.
Studi
terbaru juga menunjukkan efek protektif pegagan terhadap penurunan
kognitif memori dan kerusakan oksidatif yang diinduksi kolsisin.
Penelitian untuk mengetahui aktivitas neuroprotektif ekstrak air pegagan
terhadap 3-NPA (asam 3-nitropropionat) yang merupakan induktor awal stres
oksidatif dan disfungsi mitokondria pada striatum dan bagian lain otak.
Pemberian pegagan 5 mg/kgBB selama 10 hari diikuti pemberian 3-NPA
secara intra peritoneal dosis 75 mg/kgBB/hari pada 2 hari terakhir
menunjukkan pemberian pegagan dapat mengurangi stres oksidatif yang
ditimbulkan oleh 3-NPA. Efek neurotoksik menimbulkan stres oksidatif pada
tikus, menunjukkan peningkatan kadar malondialdehid, kadar ROS (Reactive
Oxygen Species) dan hidroperoksida pada striatum3-NPA juga menimbulkan
stres oksidatif dan oksidasi protein pada sitosol/mitokondria pada bagian otak
lain.
i. Sitotoksik(2)
Ekstrak metanol pegagan dapat menghambat proliferaasi sel kanker payudara
manusia (MF-7) dengan konsentrasi LD50 µg/100 mL dan dosis 82 µg/100
mL menginhibisi MCF-7 setara dengan 10 µM tamoxifen yang digunakan
sebagai antiestrogen pada pasien kanker payudara. Asam asiatik 10 µM
Page 11 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
menginduksi sampai dengan 95%% kematian sel dalam 48 jam. Hal ini
menunjukkan ekstrak metanol pegagan memiliki aktivitas sitotoksisitas
moderat
dibandingkan dengan asam asiatik yang merupakan salah satu
komponen aktif pegagan.
VIII.
PENELITIAN SEBAGAI IMMUNOMODULATOR
a. In Vitro
Menggunakan metode proliferasi limfosit yang dapat menggambarkan respon
imun, toksisitas, dan kemampuan antioksidan suatu komponen (dengan
penambahan oksidator H2O2). Hasil uji proliferasi limfosit menunjukkan
bahwa
daun
tapak
dara
tidak
toksik
dan
memiliki
kemampuan
imunomodulator pada semua sampel ekstrak yang diujikan. Perhitungan
indeks stimulasi menunjukkan semua ekstrak daun tapak dara dapat secara
efektif
membantu
proliferasi
sel
limfosit
(imunomodulasi)
hingga
pengenceran 1/8. Ekstrak daun tapak dara kering menggunakan aquades
merupakan ekstrak yang paling baik untuk membantu terjadinya proliferasi
sel limfosit. Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan dengan penambahan
H2O2, keempat ekstrak daun tapak dara terbukti dapat melindungi sel
limfosit dari terjadinya oksidasi. Ekstrak daun tapak dara kering menggunkan
etanol 96 % menunjukkan perlindungan yang paling baik terhadap sel
limfosit dari oksidator H2O2.

Bahan
Untuk isolasi limfosit digunakan darah manusia. Bahan kimia yang
dipakai adalah histopaque RPMI-1640, antibiotik gentamycin, 3-(4,5dimethlthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide (MTT) dan HClisopropanol 0.04N, NaHCO3 anhidrous, EDTA 0.1%, aquabides, serum,
larutan LPS dan Con A, larutan HPO3 2%, larutan H2O2 3%, biru trifan
4%, dan serum AB manusia.
Alat khusus yang digunakan adalah sentrifus, mikropipet, hemasitometer,
tabung vacutainer, well (sumur) datar, autotoklaf, shaker, rotavapor,
ELISA reader, spektrofometer, membran sterilisasi, laminar hood steril
dan inkubator 37oC dengan atmosfer 5% CO2, O2 95% dan RH 96%.
Page 12 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
Metode pelaksanaan meliputi ekstraksi daun tapak dara, isolasi sel
limfosit, pengujian ekstrak terhadap proliferasi sel limfosit, dan pengujian
aktivitas antioksidan dengan penambahan H2O2. Penelitian ini dilakukan
pada Januari – April 2007 di Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan, IPB.

Isolasi Sel Limfosit
Sebanyak 50 ml darah diambil menggunakan vacutainer steril yang telah
diberi EDTA 0.1% agar darah tidak menggumpal. Darah yang telah
dikumpulkan kemudian disentrifuse selama 10 menit 1500 rpm. Bagian
darah yang lebih berat (sel darah merah) akan berada di bawah dan
plasma akan berada pada bagian atas. Di antara lapisan sel darah merah
dan plasma terdapat lapisan buffycoat yang berisi sel-sel limfosit. Lapisan
buffycoat diambil dengan menggunakan pipet 4 pasteur dan dilanjutkan
dengan pemisahan sel limfosit menggunakan Histopaque (buffycoat :
Histopaque = 1:1). Kedua lapisan yang terbentuk kemudian disentrifuse
2500 rpm selama 30 menit. Sel-sel limfosit, monosit dan platelet berada
pada bagian atas tabung sentrifuse. Sel-sel limfosit kemudian dicuci
menggunakan sentrifuse setelah dicampur kembali dengan media RPMI
standar sebanyak 5 ml, selama 5 menit 1500 rpm. Pencucian dilakukan 2
kali, sehinggga limfosit terpisah dari platelet, monosit, plasma, dan
Histopaque. Sebelum digunakan, sel limfosit terlebih dahulu dihitung dan
ditepatkan jumlahnya menggunakan hemasitometer hingga mencapai 106
sel/ml.
Page 13 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
b. In Vivo
Jayathirta
(2004)
melakukan
penelitian
untuk
menilai
aktivitas
imunomodulator ekstrak metanol dari seluruh tanaman E. alba (1,6%
wedelolactone) dan C. asiatica (0,18% dari asiaticoside) di lima tingkat dosis
(hubungan dosis-respon) berkisar 100-500 mg/kg berat badan. menggunakan
karbon clearance, titer antibodi dan parameter imunosupresi siklofosfamid.
Untuk C. asiatica, peningkatan yang signifikan dalam indeks fagositik dan
total jumlah WBC yang diamati dan rasio F indeks fagositik juga signifikan.
Kemunduran nilai linearitas maksimal dalam mengungkapkan kasus indeks
fagositik, linearitas moderat dalam jumlah WBC total dan linearitas terendah
dalam respon antibodi.
Bahan dan Metode
Bahan

Ekstrak metanol C.asiatica
Herba segar C. asiatica dibelidari vendor lokal, dan dideterminasi
dibandingkan dengan spesimen herbarium dari Departemen Botani,
Universitas MS Baroda, India. Herba dicuci, dikeringkan secara tidak
langsung, disaring dengan saringan no. 45 dan dimaserasi dingin
menggunakan
metanol
untuk
membatasi
degradasi
molekul. Pelarut diuapkan sampai kering dalam vakum.
bioaktif
Kandungan
asiaticoside (0,18%) ditentukan sesuai dengan metode standar (Zafar dan
Sagar, 1999; Inamdar et al. 1996). Ekstrak metanol disuspensikan dalam
air suling dengan SCMC 1% (Sodium Carboxy Methyl Cellulose).

Hewan Uji
Tikus Swiss Albino baik jantan maupun betina, berat 17-25 g
diadaptasikan dengan laboratorium dengan makanan pelet dan minum air
ad libitum.

Penyiapan Suspensi SRBC 20 v/v
Darah dikumpulkan dari domba sehat dari rumah potong Baroda
municipal, India, dicampur dengan 0,49% EDTA dan 0,9% larutan NaCl.
Disiapkan dalam suhu 2 – 8 oC. Pada saat akan imunisasi, sampel darah
disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit dan dicuci 3 x untuk
Page 14 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
menghilangkan plasma, dengan 0,9% larutan NaCl.
Suspensi SRBC
(20% v/v) disiapkan kemudian dalam larutan 0,9%.

Tes Karbon clearance
Tikus dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing berisi 10 ekor.
Kelompok I (kontrol) diberi SCMC 1,0% pada air (0,3 ml/ tikus) selama 5
hari. Kelompok II (perlakuan) diberi sampel uji secara oral selama 5 hari.
Pada akhir hari ke lima, setelah 48 jam, tikus yang disuntikkan melalui
vena ekor dengan suspensi tinta karbon (10 ml /gm berat tubuh.) (Pelican
AG, Jerman). Sampel darah diambil (dalam larutan EDTA 5 ml) dari vena
retro-orbital pada 0 dan 15 menit, sampel 25-µl dicampur dengan larutan
natrium karbonat 0,1% (2 ml) ditentukan pada absorbansi 660 nm
tersebut. K Indeks fagositosis dihitung menggunakan persamaan berikut:
K = (Log OD1-Log OD2) / 15, di mana OD1 dan OD2 adalah kerapatan
optik masing-masing pada 0 dan 15 menit. Hasil dinyatakan
sebagai rata-rata aritmatika ± S.E.M. dari lima tikus.

Kadar Siklofosfamid – diinduksi myelosuppression
Hewan dibagi menjadi 2 kelompok dimana masing-masing berisi 6
hewan.
Hewan
pada
kelompok
perlakuan
diberi
sampel
uji
setiap hari selama 13 hari. Kelompok hewan kontrol positif dan negatif
menerima SCMC 1,0% dalam air (0,3 ml /tikus, oral, setiap hari selama
13 hari). Pada hari-hari 11, 12 dan 13, semua hewan kecuali kelompok
kontrol negatif diberi larutan siklofosfamid secara oral, 1 jam setelah
pemberian ekstrak. Sampel darah dikumpulkan pada hari ke-14 dan total
sel darah putih (WBC) ditentukan.

Titer Antibody Humoral
Tikus dibagi menjadi dua kelompok masing-masing berisi enam hewan
kemudian diimunisasi dengan SRBC 20% (0,1 ml) intraperitonial.
Kelompok I (kontrol) diberikan 1% SCMC dalam air (0,3 ml /tikus, oral)
selama tujuh hari. Sampel darah dikumpulkan dari masing-masing
hewan dengan tusukan retro-orbital pada hari ke-8 dan disentrifugasi pada
2500 rpm selama 10 menit untuk memisahkan serum. Dua kali
pengenceran serum 50 µl (diinaktifkan dengan panas pada 56 ° C selama
Page 15 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
30 menit) dilakukan dalam RPMI-1640 menengah. Seri pengenceran
(ambil 50 µl alikuot tersebut) dilakukan dalam 50 µl media RPMI-1640
menjadi 96 sumuran plate mikro-titer. Suspensi SRBC segar (1,0%; 25
µl) dibagikan ke setiap sumuran dan dicampur dengan baik. Plate
kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 2 jam dan diperiksa untuk
pembentukan button. Kebalikan dari pengenceran, tepat sebelum button
terbentuk, diamati dan nilai titer dihitung. Kelompok II (perlakuan)
diberikan sampel uji selama tujuh hari. Percobaan dilakukan pada hari ke7 seperti untuk kelompok kontrol.

Hasil dan Pembahasan
Penggunaan
imunostimulan,
terutama
sebagai
adjuvant
pada kemoterapi, untuk mengontrol dan pencegahan infeksi mempunyai
peranan yang besar (Chatterjee et al. 1998). Minat signifikan
sekarang telah dihasilkan dalam penelitian tentang molekul bioaktif dari
tanaman obat sebagai agen imunomodulator dalam sistem obat alternatif
(Lee et al. 1995). Senyawa seperti polisakarida, saponin, fenol dan
alkaloid (Ingolfsdottir et al. 1994) telah diuji untuk manfaatnya sebagai
penanda baik biologi dan kimia. Wedelolacton dan asiaticoside
merupakan konstituen utama masing-masing dari E. alba dan C.asiatica
oleh karena itu digunakan sebagai senyawa penanda aktif terapetik.
Ekstrak metanol (mengandung penanda tersebut) dari kedua tanaman
yang diuji dalam penelitian ini untuk menentukan efek pada fungsi
kekebalan tubuh di lima tingkat dosis.

C. asiatica
Ekstrak
metanol
C. asiatica
(0,18%
asiaticoside)
menunjukkan
peningkatan (p < 0,05) indeks fagositosis pada dosis 100 dan 200
mg/kg/berat badan., dimana berubah jauh (p < 0,01) pada dosis 300 dan
400 mg/kg/berat badan dan maksimal (p < 0,001) pada dosis 500
mg/kg/berat badan (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan kesamaan dengan
hasil yang dilaporkan dari T. cordifolia, memiliki aktivitas signifikan
terhadap fungsi sel kuffer dan indeks fagositosis (Nagarkatti et al. 1994).
Dalam produksi antibodi, tidak ada kenaikan yang terlihat signifikan
Page 16 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
(Tabel 1), yang mengungkapkan bahwa obat mungkin tidak berpengaruh
pada aktivitas limfosit B. Dalam laporan sebelumnya pada saponin P.
pseudogensing
(Dua
et
al.
1989)
dan
andrograpfolid
diterpenes A. paniculata (Puri et al.1993), terjadi kenaikan titer antibodi
terhadap sel darah merah domba. Ekstrak metanol C. asiatica (0,18%
asiaticoside) tidak meningkatkan nilai titer, mungkin karena asiaticoside
adalah saponin triterpenoidal. Nilai dari total jumlah WBC meningkat (p
<0,05) pada dosis 500 mg/kg /berat badan. (Tabel 1).
Ketika tes 't' diterapkan, perbedaan yang signifikan dalam nilai-nilai dari
Indeks fagositik diamati antara dosis 100 dan 200; antara 100 dan 400,
dan antara 100 dan 500 mg/kg/berat badan pada tingkat p <0,05.
Perbedaan
pada
nilai
titer
HA
dan
jumlah
WBC
antar kelompok yang dipilih tidak signifikan. Rasio F indeks fagositik
ditentukan
menjadi
82,72
(p
<0,001).
Rasio
F
titer
antibodi
dan jumlah WBC, tidak signifikan.
Analisis regresi pada hubungan dosis-respon individu mengikuti pola;
indeks fagositik (0,97) > WBC count (0,83) > Antibodi titer (0,57)
sebagai tren garis, menunjukkan bahwa nilai indeks fagositik memiliki
linearitas maksimum, diikuti oleh total WBC dan respon antibodi.
Ekstrak
metanol
C.
asiatica
dinilai
11
poin
dan
respon menekan humoral.
Secara keseluruhan, menunjukkan efek sebagai imunomodulator, dan
memerlukan penelitian rinci lebih lanjut tentang fraksi / konstituen.
Page 17 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
c. Data Klinik

Investigasi farmakologis tanaman obat telah mengungkapkan bahwa
sejumlah tanaman diakui dengan aktivitas ansiolitik mengikat reseptor
cholecystokinin (CCK). Temuan ini menarik mengingat keterlibatan CCK
dalam patofisiologi ketakutan dan kecemasan. Penelitian double-blind,
placebo-controlled dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas ansiolitik dari
Gotu Kola (Centella asiatica) pada subyek sehat. Gotu Kola telah
digunakan selama berabad-abad dalam Ayurvedic dan pengobatan Cina
tradisional untuk mengurangi gejala depresi dan kecemasan. Penelitian
terbaru pada tikus telah menunjukkan bahwa pretreatment jangka panjang
Gotu Kola menurunkan aktivitas lokomotor, meningkatkan kinerja
labirin-plus dan melemahkan respon kejut akustik (ASR). Dalam studi ini,
penulis mengevaluasi efek Gotu Kola pada ASR pada manusia. Subjek
secara acak menerima dosis oral tunggal dari Gotu Kola 12-g (N = 20)
atau plasebo (n = 20). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan
dengan plasebo, Gotu Kola secara signifikan melemahkan puncak
amplitudo ASR setelah 30 dan 60 menit pengobatan. Gotu Kola tidak
berpengaruh signifikan pada mood, detak jantung atau tekanan darah.
Temuan awal ini menunjukkan bahwa Gotu Kola memiliki aktivitas
ansiolitik pada manusia seperti yang diungkapkan oleh ASR. Masih harus
Page 18 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
diteliti lebih lanjut
khasiat herbal ini dalam pengobatan sindrom
kecemasan.

Metode

Subyek
Empat puluh subyek sehat (21 pria, 19 perempuan) usia 18-45
tahun direkrut dari iklan di koran lokal. Subjek dilibatkan dalam
penelitian jika tidak memiliki riwayat gangguan mental yang
dinilai dengan wawancara klinik terstruktur untuk DSM-IV, Versi
Non-Pasien, tidak ada riwayat keluarga yang mengalami
gangguan kejiwaan, tidak ada masalah pendengaran dan
pemeriksaan fisik, darah, dan urin hasil tes laboratorium normal
(termasuk skrining toksikologi untuk penggunaan obat). Tidak
hamil pada peserta perempuan dengan tes [beta] Human
Chorionic Gonadotropin.
Izin tertulis diperoleh setelah
mendapatkan penjelasan lengkap studi. Izin untuk melakukan
studi ini diperoleh dari Komite Kajian Subyek Manusia dari
Universitas Toronto.

Bahan
Gotu Kola dibeli dari Nature’s Way, Kanada Ltd, sebagai kapsul
500 mg serbuk mentah herba. Konsumsi dari Gotu Kola dibuat
dengan memadukan kandungan 24 kapsul (12 g) dengan 300 ml
jus anggur. Campuran terdiri dari 300 plasebo mL jus anggur.
Supaya larutan sama dalam warna, bau dan rasa, 1 mg garam
seledri ditambahkan ke Gotu Kola dan campuran plasebo.
Campuran disiapkan dan diberikan kepada subjek oleh asisten
peneliti yang tidak terlibat dalam penelitian. Campuran ditoleransi
dengan baik tanpa efek samping.

Pengujian
Respon kejut akustik. Sebuah EMG-SR tersedia secara komersial
sistem respon kejut dengan modul pendaftaran kedipan mata (San
Diego Instruments Inc, San Diego, CA) digunakan untuk
mengukur ASR. Detektor mata berkedip noninvasif adalah sensor
Page 19 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
reflektif (Honeywell HOA1405, Minneapolis, MN) dipasang pada
sepasang kacamata pengaman di depan mata kiri subjek. Sensor
terdiri dari dioda pemancar inframerah dan fototransistor NPN
terbungkus dengan sisi-sisi dan selaras dengan sumbu optik
konvergen.
Termoplastik termasuk filter cahaya ambient
polisulfon. Sumbu optik konvergen yang selaras untuk sensitivitas
pada jarak 5 mm dari permukaan sensor. Sensor sinar inframerah
yang dipancarkan diukur jumlah sinar dipantulkan kembali.
Ketika kelopak mata menutup seluruh kornea, lebih dari balok itu
dipantulkan kembali ke sensor. Ini adalah ditransduksi menjadi
meningkatkan tegangan pada output dinilai fototransistor itu.
Output analog dari sensor reflektif (0-5 V) disahkan melalui 60 dan 120-Hz "notch" filter dan diumpankan ke sebuah papan
analog-ke-digital di komputer. Gelombang itu digital untuk 200
msec dari awal rangsangan akustik (jendela respon), direkam
pada disk, dan kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak
analisis refleks kejut (SRRED2). Amplitudo puncak ditentukan di
21 - untuk 150-msec jendela setelah onset stimulus. Untuk
membedakan tanggapan refleks dari gerakan kelopak sukarela
atau spontan, uji coba dengan onset-ke puncak latency yang lebih
besar dari 95 msec dikeluarkan dari analisis. Untuk memastikan
dasar yang stabil dari yang untuk mengukur respon, uji coba
dengan pergeseran dasar yang berlebihan (ditentukan sebagai
perbedaan antara nilai maksimum dan minimum dalam 20 msec
dari pertama pencatatan data, melebihi 20 unit respon) tidak
diperhitungkan. Rangsangan akustik disajikan sebagai semburan
white noise dengan onset instan (40-msec durasi, intensitas 110dB) lebih dari kebisingan latar belakang terus menerus putih (75
dB) melalui headphone (Maico, Lahir, Swiss) binaurally. Setelah
periode aklimatisasi 2-menit, sesi dari 20 rangsangan akustik
disampaikan pada interval rata-rata 20 (kisaran, 17-22) detik.
Subyek diberitahu bahwa selama waktu itu mereka akan
Page 20 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
mendengar suara keras singkat dan diperintahkan untuk melihat
lurus ke depan, menjaga mata mereka terbuka dan menghindari
bergerak.
Mood. Suasana hati dinilai dengan skala 100-mm analog visual
(VAS), yang termasuk peringkat 13 mood.
Subjek membuat
tanda tegak lurus dengan garis yang sesuai dengan suasana hati
pada saat itu ("tidak sama sekali" ujung kiri-tangan untuk "paling
pernah" ujung kanan baris).
Aktivitas jantung. Detak jantung dan tekanan darah sistolik dan
diastolik dicatat dengan menggunakan peralatan otomatis
(Dinamap Critikon, Kanada).

Prosedur
Percobaan dilakukan di Unit Penelitian Psikobiologi dan Klinis dari
Institut Psikiatri Clarke (Toronto, Kanada). Subjek tiba antara pukul
8:00-9:00 malam setelah menahan diri dari rokok, kafein, dan alkohol
selama 48 jam. Setelah waktu istirahat 10 menit, dasar suasana hati,
detak jantung, tekanan darah dan data ASR dikumpulkan. Subyek
kemudian secara acak ditugaskan baik perlakuan Gotu Kola atau
plasebo. Peringkat dari suasana hati, denyut jantung, tekanan darah,
dan ASR diperoleh 30, 60, 90, dan 120 menit setelah pengobatan.

Analisa Statistik
Puncak amplitudo ASR, yang merupakan amplitudo mengejutkan
tertinggi (skor) selama waktu perekaman (200 msec), dianalisis untuk
setiap percobaan. Data respon kejut adalah rata-rata dalam setiap sesi
untuk analisis statistik. Data ASR diubah nilai Z untuk meningkatkan
normalitas distribusi dan dikenakan analisis ukuran berulang varians
(ANOVA) dengan perlakuan (plasebo vs Gotu Kola) sebagai faktor
antara-subjek dan waktu (baseline, 30, 60, 90, 120 menit) sebagai
faktor dalam-subjek. Signifikan pengobatan oleh waktu interaksi
diikuti oleh tes post hoc Duncan. Untuk mengevaluasi besarnya efek
pengobatan, Cohen d nilai indeks dihitung. VAS, tekanan darah dan
data denyut jantung juga dikenakan ANOVA ukuran berulang. Data
Page 21 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
dinyatakan sebagai sarana  ± SEM. Tingkat signifikansi ditetapkan
pada p <0,05 dengan menggunakan tes dua sisi.

Hasil
Karena kesulitan teknis, data ASR dari satu subjek ditugaskan untuk
menerima Gotu Kola pengobatan dikeluarkan dari analisis. Gambar 1
menunjukkan profil dari ASR Gotu Kola dan plasebo. ANOVA
menunjukkan interaksi pengobatan-oleh-waktu yang signifikan untuk
ASR (F [4148] = 2,52, p <0,05), dengan tes post hoc menunjukkan
tidak ada perbedaan pada awal tetapi dengan pelemahan yang lebih
besar dari amplitudo Gotu Kola ASR dalam subjek yang diobati pada
30 p <0,02) dan 60 p <0,001) menit setelah perlakuan. Pemeriksaan
besarnya efek menunjukkan bahwa efek untuk poin +30- dan +60masing-masing adalah 0,48 menit dan 0,77. Efek dari pengobatan
pada peringkat suasana VAS dan tindakan kardiovaskular ditunjukkan
masing-masing pada Tabel 1 dan 2. Sebuah interaksi pengobatan
oleh-waktu yang signifikan ditemukan untuk diri dinilai tingkat energi
(F [4152] = 3,24, p <0,05), tetapi tidak ada peringkat suasana hati.
Interaksi pengobatan oleh-waktu disebabkan temuan bahwa dasar
tingkat energi lebih tinggi pada subjek yang diobati Kola Gotu p
<0,01). Tidak ada pengobatan-dengan-waktu yang signifikan interaksi
ditemukan untuk denyut jantung (F [4152] = 1,80, p = 0,13), tekanan
darah sistolik (F [4152] = 1,36, p = 0,25), atau tekanan darah diastolik
(F [4.152 ] = 0,65, p = 0,62).
Gambar 1
Page 22 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
Tabel 1
Tabel 2

Pada penelitian double-blind (riset tersamar ganda), dengan kontrol
placebo sebanyak 180 pasien penderita penyakit infeksi saluran
pernapasan bagian atas (ISPA) diberikan dosis ekstrak alkohol dari akar
E. purpurea yang lebih tinggi yaitu 900 ml/hari secara bermakna
mengalami penurunan demam dan periode simtom yang lebih ringan dan
lebih pendek daripada kontrol atau pada dosis yang lebih rendah (450
mg/hari).
IX.
REAKSI YANG TIDAK DIKEHENDAKI
Karsinogenesis, mutagenesis, gangguan fertilitas
Penggunaan ekstrak Centella asiatica dalam dosis sangat besar dapat mempunyai
efek sedatif/menekan sistem syaraf pada hewan percobaan.
Page 23 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
Secara in vitro fraksi total saponin menunjukkan aktivitas anti fertilitas pada
sperma tikus dan manusia yang mungkin disebabkan senyawa asiatikosida dan
brahminosida. Ekstrak kasar Centella asiatica pada pemberian oral dilaporkan
dapat mengurangi fertilitas mencit betina(6).
Asiaticoside
sebagai
karsinogen
kulit
pada
hewan
pengerat
setelah
diulang aplikasi topikal. Eksperimen lebih lanjut diperlukan untuk mendukung
klaim ini(3).
X.
INTERAKSI OBAT
Tidak ada informasi yang tersedia tentang interaksi obat, interaksi obat dan uji
laboratorium, efek teratogenik atau non-teratogenik pada kehamilan, menyusui
ibu, atau pediatrik(3).
Dapat berinteraksi dengan obat-obat penurun gula darah, obat-obat penurun
kolesterol dan antidepresan(6).
XI.
DOSIS, DATA KEAMANAN (LD50, SUB KRONIK)
Simplisia kering untuk infus (18); sediaan galenik untuk pemberian oral (10).
Serbuk atau ekstrak (cair atau salep) untuk aplikasi topikal (1, 4). Dikemas
dengan wadah tertutup baik dan kedap cahaya(3).
Dosis oral: 0,33-0,68 g atau dengan infus dari jumlah yang sama tiga kali
sehari(3).
Dilaporkan uji toksisitas akut menunjukkan bahwa pegagan tidak toksik sampai
dengan dosis 2000 mg/kgBB karena tidak ada hewan uji yang mati dan tidak ada
gejala klinis ketoksikan bermakna yang tampak pada seluruh kelompok hewan
uji(2).
Tidak toksik sampai dosis 350 mg/kg BB, tetapi pada penggunaan berulang
bersifat karsinogenik pada kulit tikus(6).
Kontraindikasi
Alergi terhadap tanaman ini (suku Umbelliferae), epilepsi dan kehamilan.
Peringatan
Mempunyai efek abortivum dan mengganggu siklus menstruasi. Kandungan
brahmosida dan brahminosida dilaporkan dapat menyebabkan relaksasi uterus
Page 24 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
tikus sehingga dihindari penggunaan pada masa kehamilan, menyusui dan jangan
digunakan lebih dari 6 minggu(6).
XII.
PRODUK YANG BEREDAR
Page 25 of 26
Immunomodulator – Centella asiatica – Dwi Handayani/1106106722
XIII.
PUSTAKA
1. Anonim (1977) Materia Medika Indonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, p. 34-39
2. Anonim (2010) Serial Data Ilmiah Terkini Tumbuhan Obat, Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI, p. 2-10
3. Anonim (1999) WHO Monographs on Selected Medicinal Plants, Volume 1,
WHO, Spain, halaman 247 – 253
4. Juyal, P.D dan Singla, L.D, Herbal Immunomodulatory and Therapeutic
Approaches to Control Parasitic Infections in Livestock, Departement of
Veterinary Parasitology, College of Veterinary Science, Punjab Agricultural
University, India
5. Suhirman, Sintha dan Winarti, Christina, Prospek Dan Fungsi Tanaman Obat
Sebagai Imunomodulator, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
6. Anonim.2008.Acuan Sediaan Herbal, Volume ke Empat, Ed. 1, Badan POM
RI, hal. 62-66
7. Bradwejn, Jaques et al.2000. A Double-Blind, Placebo-Controlled Study on
the Effects of Gotu Kola (Centella asiatica) on Acoustic Startle Response in
Healthy Subjects, Volume 20(6), pp 680-684
8. Jayathirtha, M.G dan Mishra, S.H.2004.Preliminary Immunomodulatory
Activities of Methanol Extracts of Eclipta alba and Centella asiatica, J.Phyt
11: 361-365
9. Hargono, Djoko.1996, Sekelumit Mengenai Obat Nabati dan Sistim Imunitas,
Cermin Dunia Kedokteran No. 108 hal. 5-9
10. Adi Wijaya, Leonardus; Pertiwi, Kamalita dan Stefanus.2009.Toksisitas,
Kemampuan Imunomodulator dan Aktivitas Antioksidan Daun Tapak Dara
(Catharanthus roseus) pada Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro, Program
Kreativitas Mahasiswa, IPB, Bogor
11. Alamgir, Mahiuddin dan Jamal Uddin, Shaikh.2010.Recent Advances on the
Ethnomedicinal Plants as Immunomodulatory Agents, Ethnomedicine: A
Source of Complementary Therapeutics:227-244
12. Karin Kraft, M.D. dan Christopher Hobbs, L.Ac., A.H.G. 2004.Pocket Guide
to Herbal Medicine, Thieme Stuttgart, New York, p.226-228
Page 26 of 26
Download