BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nitrit (NO2- atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi oksidasi nitrat oksida (NO) atau reaksi reduksi senyawa nitrat (NO3-) di dalam tubuh. Sodium nitrit (NaNO2) merupakan garam natrium (sodium) yang terbentuk dari nitrit tersebut (Lunberg et al, 2008). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.1168 tahun 1999 tentang Bahan Tambahan Pangan, sodium nitrit biasanya digunakan sebagai bahan tambahan pengawet makanan. Menurut Archer et al. (2008), sodium nitrit berperan dalam menghambat pertumbuhan Clostridium botulinum pada daging sehingga menghambat pembusukan. Menurut Gahle (2013), Sodium nitrit terdapat pada hotdogs, lunch meat, bacon, dan ham. Selain sebagai bahan pengawet antimikroba, sodium nitrit berfungsi sebagai pewarna, pemberi aroma, dan cita rasa. Konsumsi sodium nitrit dalam jumlah banyak dapat memberikan efek kurang baik bagi tubuh. Petrova (2011) menjelaskan bahwa sodium nitrit dapat mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin di dalam darah sehingga dapat menginduksi terjadinya hipoksia jaringan. Hal ini terjadi karena methemoglobin tidak dapat mengikat oksigen. Pada keadaan hipoksia, kadar reactive oxygen species (ROS) dalam jaringan akan meningkat sehingga memicu terjadinya apoptosis yang ditandai dengan degradasi membran lipid, enzim, dan kerusakan DNA. Hipoksia menyebabkan aktifitas protein antiapoptosis Bcl-2 terhambat sehingga mengaktifkan peran dari protein Bax yang meningkatkan permeabilitas membran mitokondria. Keadaan ini meningkatkan pelepasan sitokrom C yang selanjutnya berikatan dengan apoptosis protease activating factor-1 (APAF-1) dan membentuk apoptosom. apoptosom mengaktifkan kaspase 9 yang selanjutnya akan mengaktifkan kaspase 3 sehingga terjadi proses apoptosis (Mahriani, 2006). Di samping itu, hipoksia juga menyebabkan sintesis hypoxia-inducible factor I (IHF-1) dan brainderived neurotrophic factor (BDNF) yang bersifat neuroprotektif (Petrova, 2011). Menurut Tortora (2009), otak merupakan bagian utama yang mendapat vaskularisasi. Jaringan neuron otak menghasilkan ATP melalui suplai glukosa dan oksigen saja. Hal ini menyebabkan jaringan otak rentan terhadap jejas hipoksik. Menurut Zaini (2010), selama hipoksia aktivitas elektrik otak menghilang terutama di hippocampus. Hippocampus berperan penting dalam proses pembelajaran dan memori. Lebih spesifik, Gadahad (2008) menjelaskan, regio cornu ammonis (CA) merupakan struktur pada hippocampus yang berperan dalam proses pembelajaran dan memori. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu agen neuroprotektif untuk melindungi sebanyak mungkin sel saraf pada otak dari kerusakan akibat hipoksia (Halim et al, 2013). Pegagan (Centella asiatica) adalah tanaman liar yang tumbuh di Pulau Jawa dan Madura. Tumbuhan pegagan bersifat antioksidan karena mengandung senyawa fitokimia seperti flavonoid pada batang stolon dan akarnya (Hussin et al, 2007). Flavonoid dan metabolitnya dapat berperan sebagai antioksidan langsung atau modulator enzim yang membatasi pembentukan ROS. Flavonoid dapat melindungi otak dari jejas yang diinduksi oleh neurotoksin dan menekan neuroinflamasi serta berpotensi meningkatkan memori (fungsi kognitif dan pembelajaran) dalam penyakit neurodegeneratif. Hal tersebut berkaitan dengan mekanisme kerja flavonoid yang memodulasi protein kinase dan kaskade sinyal lipid kinase, seperti P13 kinase, protein kinase C dan mitogen activated-protein (MAP) kinase sehingga terjadi perubahan ekspresi gen dan aktivitas kaspase. Penghambatan terhadap aktivasi kaspase menyebabkan flavonoid mampu menghambat kerusakan sel saraf yang diinduksi oleh stress oksidatif. Flavonoid menekan ekspresi COX-2 dan iNOS, produksi NO, pelepasan sitokin, aktivasi NADPH oksidase dan pembentukan ROS sehingga dapat mencegah neuroinflamasi. Selain berfungsi sebagai antioksidan dan antiinflamasi, flavonoid meningkatkan fungsi endotelial dan aliran darah perifer sehingga meningkatkan aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF) (Halim et al, 2013). Bahan aktif dari ekstrak pegagan adalah terpenoid yang mengandung Asiatikosid. Asiatikosid memiliki sifat antioksidan yang dapat menurunkan peroksidase lipid dan melindungi kerusakan DNA akibat stres oksidatif serta melidungi neuron kortikal dari eksositosis gutamat-induced in vitro sehingga dapat menghambat stres oksidatif pada cortex cerebri tikus yang diinduksi sodium nitrit (Gnanapragasa et al, 2004). Berdasarkan hal-hal diatas, peneliti tertarik menguji pengaruh pemberian ekstrak etanol daun pegagan terhadap ekspresi bax pada neuron pyramidal CA1 hippocampus yang di induksi sodium nitrit sub akut. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah pengaruh pemberian ekstrak etanol daun pegagan (centella asiatica) terhadap ekspresi bax pada neuron pyramidal CA1 hippocampus tikus (rattus novergicus) yang diinduksi sodium nitrit sub akut? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun pegagan (centella asiatica) terhadap ekspresi bax pada neuron pyramidal CA1 hippocampus tikus (rattus novergicus) yang diinduksi sodium nitrit sub akut. 1.4. Manfaat penelitian 1. Bagi peneliti Hasil karya tulis penelitian dapat digunakan sebagai syarat kelulusan pendidikan sarjana kedokteran peneliti. 2. Bagi pemerintah Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai rujukan untuk penelitian yang berkaitan dengan pengembangan tanaman tradisional sebagai agen neuroprotektif. 3. Bagi masyarakat Hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang khasiat dari daun pegagan sebagai agen neuroprotektif. 4. Bagi institusi Hasil penelitian dapat dijadikan data universitas atau fakultas dalam rangka mengembangkan ilmu kedokteran. 1.5. Keaslian penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun pegagan (centella asiatica) terhadap ekspresi bax pada neuron pyramidal CA1 hippocampus yang diinduksi sodium nitrit sub akut. Sebelum penelitian ini, terdapat penelitian yang membahas centella asiatica. Pada tahun 2013, Hemamalini dan Rao M.S. melakukan penelitian dengan judul anti stress effect of Centella asiatica leaf Extract on hippocampal CA3 neurons – quantitative study menyatakan ekstrak daun pegagan memiliki efek neuroprotektif terhadap atrofi neuronal yang diinduksi stress. Penelitian ini menggunakan CA3 hippocampus sebagai objek pemeriksaan. Selain itu, dalam penelitian lain yang ditulis oleh Kumar et al, pada tahun 2009 membahas tentang efek neuroprotektif Centella asiatica dalam melawan kerusakan kognitif dan stres oksidatif yang diinduksi colchicine. Pada penelitian tersebut, peneliti menggunakan moris water maze dan plus-maze performance test untuk menilai kognitif tikus. Penelitian lain Barbosa N.R. et al, pada tahun 2008 membahas tentang efek Centella asiatica dalam menghambat iPLA2 dan cPLA2. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Centella asiatica memiliki efek neuroprotektif pada atrofi neuronal yang diinduksi stres. Hal ini dilihat dari jumlah sel dendritik dari temuan histopatologis. Selain itu, penelitian lain oleh Zeenat F. Zaidi yang berjudul effect of Natrium Nitrite-induced Hypoxia on Cerebellar Purkinje Cells in Adult Rats meneliti tentang efek sodium nitrit terhadap induksi hipoksia sel purkinje serebelum. Penelitian ini menunjukan adanya hubungan penggunaan sodium nitrit dengan kematian sel purkinje serebelum. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih fokus menilai efek neuroprotektif Centella asiatica terhadap neuron CA1 hippocampus yang diinduksi sodium nitrit. Selain menilai peran neuroprotektif Centella asiatica, penelitian ini juga melihat efek sodium nitrit terhadap ekspresi bax sebagai penanda apoptosis pada neuron pyramidal CA1 hippocampus. Penelitian ini menggunakan gambaran histopatologis sebagai media untuk menilai penurunan atau peningkatan jumlah ekspresi bax pada neuron pyramidal CA1 hippocampus.