Memperjuangkan Isu Pelanggaran Hak Anak melalui Mekanisme Hak Asasi Manusia Internasional: Deskripsi Umum Oleh: Adzkar Ahsinin A. Pendahuluan Hukum HAM Internasional dapat dikatakan telah menjadi rezim hukum yang sui generis. Hal ini ditunjukan dengan adanya instrument-instrumen hukum yang mengatur ruang lingkup suatu kategori HAM yang dilengkapi dengan mekanisme penegakkannya. Mekanisme ini merupakan upaya dari masyarakat internasional agar prinsip dan norma yang diatur di dalam setiap instrument tersebut dapat diimplementasikan. Rezim internasional didefinisikan oleh Stephen D. Krasner (1995) sebagai sebagai prinsip-prinsip, norma-norma, peraturan, dan seputar prosedur pengambilan keputusan di mana harapan pelaku dalam suatu wilayah isu dapat bertemu. Dalam kamus Oxford, istilah rezim dipergunakan dalam terminologi politik yakni cara, metode atau sistem pemerintahan atau pemerintah, suatu sistem atau lembaga yang memiliki dampak yang luas. Istilah ini juga mengacu pada sistem aturan hukum atau peraturan. Akhir-akhir ini penggunaan istilah rezim telah menjadi mapan dalam hukum internasional. Dengan demikian rezim internasional didefinisikan sebagai norma dan prosedur pengambilan keputusan yang diterima dan disepakti oleh aktor-aktor internasional untuk mengatur suatu wilayah isu tertentu (Jack Donnelly, 1986). Donny Gahral Adian (2010) merujuk pendapat Strauss menyatakan bahwa rezim merupakan bentuk politik yang memberikan karakter pada masyarakat. Lebih jauh dikatakan bahwa rezim juga sebagai bentuk kehidupan, selera, moral, hukum negara yang merujuk pada tujuan kolektif tertentu. Menurut Jack Donnelly (1986) terdapat 4 bentuk rezim internasional terdiri dari: 1. Norma internasional yang otoritatif sebagai standar internasional yang mengikat dan berlaku umum bagi negara-negara; 2. Standar internasional dengan memberikan kebebasan untuk memilih Pada umumnya aturan ini bersifat mengikat negara, namun tetap mengizinkan suatu negara untuk tidak terikat atau terikat seluruh atau hanya sebagian, sebagai contoh., negara dapat memilih untuk tidak meratifikasi perjanjian atau untuk meratifikasi dengan melakukan reservasi; 3. Pedoman internasional Standar internasional yang tidak mengikat tetapi biasanya juga menjadi acuan oleh negara. Pedoman ini memiliki kekuatan yang beragam, mulai dari yang kuat, eksplisit, aturan secara rinci, dsb; 4. Standar Nasional Ketiadaan norma-norma internasional yang substantif. Selanjutnya, terdapat 3 jenis kegiatan pokok pengambilan keputusan internasional yakni menegakkan norma-norma internasional, menerapkan norma-norma internasional, dan mempromosikan norma-norma internasional. Aktivitas penegakan internasional melibatkan Page | 1 pembuatan keputusan internasional dan bentuk monitoring internasional yang lebih kuat. Aktivitas implementasi internasional mencakup prosedur monitoring yang lebih lemah, koordinasi kebijakan, dan beberapa bentuk pertukaran informasi. Aktivitas yang bersifat promosi meliputi pertukaran informasi internasional, promosi, atau asistensi, dan bahkan mungkin pemantauan yang lemah terhadap pedoman internasional. Dalam konteks ini setidaknya terdapat 6 bentuk rezim prosedur pengambilan keputusan internasional (Jack Donnelly, 1986) yang terdiri dari: 1. Pengambilan keputusan internasional yang otoritatif dan dilembagakan sehingga mengikat para pengambilan keputusan, termasuk kekuatan untuk menegakkannya agar keputusan tersebut dapat efektif. 2. Pemantauan internasional melalui peninjauan formal internasional terhadap praktik negara, namun tidak ada prosedur penegakan yang otoritatif. Pemantauan kegiatan dapat lebih dikategorikan dalam hal kekuasaan yang diizinkan untuk memonitor melalui pelaksanaan penyidikan independen dan membuat penilaian kepatuhan dengan merujuk norma-norma internasional. 3. Koordinasi kebijakan internasional: menggunakan mekanisme reguler dari sebuah forum internasiona untuk mencapai koordinasi yang lebih besar dari kebijakan nasional. 4. Pertukaran informasi internasional upaya menggunakan jalur internasional untuk menginformasikan praktik negara-negara lain dalam mengimplementasikan suatu rezim norma-norma. 5. Promosi atau bantuan Internasional yang dilembagakan dalam promosi atau bantuan internasional dalam pelaksanaan norma-norma internasional oleh suatu negara. 6. Pengambilan keputusan secara nasional yang letaknya berada pada kedaulatan penuh negara bertalian dengan pengambilan keputusan terhadap suatu wilayah isu. Lebih jauh Jack Donelly (1986) menambahkan bahwa kkekuatan sebuah rezim bisa dikatakan semakin meningkat apabila terdapat norma dan prosedur yang mencakup wilayah isu tersebut. Dalam perkembangannya, isu HAM mengalami universalisasi melalui intervensi PBB dengan merancang suatu tatanan hukum HAM yang dilengkapi dengan mekanisme pemajuan dan penegakkan norma-norma HAM. Tatatan hukum HAM yang berpusat pada rezim PBB ini semakin menegaskan terdapatnya rezim HAM Internasional (Jack Donnelly, 1986). Pengembangan rezim ini tidak terlepas dari peran PBB dalam membangun sistem hukum yang mengikat secara universal dalam bentuk perjanjian dan pemantauannya untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM. Berdasarkan uraian di atas maka keberadaan rezim Hukum HAM Internasional paling tidak memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Terdapatnya norma standar yang bersifat universal yang menjadikan HAM sebagai hak hukum; 2. Terdapat mekanisme penegakkan standar HAM yang universal; 3. Terdapat institusi (lembaga) yang berperan untuk mengawasi penegakkan HAM oleh suatu Negara. Page | 2 B. Rezim HAM Internasional Pasca Perang Dunia II serangkaian perjanjian internasional HAM mulai dikembangkan oleh PBB untuk memperkuat eksistensi HAM yang melekat pada setiap manusia. Rezim hukum baru ini memberikan perlindungan terhadap setiap individu dan bertujuan memberikan batas-batas hukum yurisdiksi eksklusif Negara terhadap warga Negara. Piagam PBB menyatakan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM merupakan salah satu tujuan pembentukan PBB.1 Setiap perjanjian internasional yang diratifikasi oleh suatu negera mengikat secara yuridis bagi Negara tersebut untuk melaksanakan kewajibannya dengan itikad baik (good faith).2 Pelaksanaan perjanjian internasional merupakan konsekuensi logis dari terikatnya Negara pada perjanjian internasiona. Hal ini sesuai dengan pandangan Mochtar Kusumaatmadja yang menyatakan bahwa setiap perjanjian internasional bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.3 Dalam doktrin Hukum HAM Internasional menjadi pihak pada perjanjian internasional HAM, maka Negara memiliki kewajiban untuk menghormati,4 melindungi5 dan memenuhi6 HAM. Melalui ratifikasi tersebut Pemerintah berjanji untuk meletakkan langkah-langkah domestik dan legislasi sesuai dengan kewajiban perjanjian internasional tersebut.7 Rezim HAM saat ini dibangun melalui perjanjian internasional yang mengikat setiap Negara untuk memenuhi dan melaksanakan kewajiban yang terkandung dalam perjanjian. Perjanjian internasional HAM memiliki karakter yang berbeda dengan perjanjian internasional lainnya. Perbedaan tersebut ditandai dengan terdapat 2 (dua) komitmen yakni:8 1. Komitmen Negara sebagai bagian integral masyarakat internasional; 2. Komitmen Negara terhadap warga Negara untuk menjamin hak-hak serta kebebasan setiap individu yang berada dalam yurisdiksi mereka. Karakteristik berikut mendeskripsikan mengapa perjanjian internasional HAM membutuhkan perlakuan alternatif dibandingkan dengan perjanjian internasional lainnya:9 1. Semangat dan filosofi perjanjian HAM difokuskan pada individu untuk menegakkan martabat yang melekat pada setiap manusia dan mengatur hubungan dengan individu lain dan masyarakat. Hak ini ini tidak bersifat eksklusif untuk suatu kelompok tertentu melainkan ditujukan untuk memberikan perlindungan HAM bagi setiap manusia; 1 Lihat Pasal 1 ayat (3) , Pasal 55 dan Pasal 56 Piagam PBB Menurut Mohammed Bedjaoui, mantan Presiden Hakim Mahkamah Pengadilan Internasional mengatakan bahwa Itikad baik merupaka prinsip fundamental hukum internasional, tanpa prinsip ini seluruh hukum internasional akan runtuh. Lihat John Burroughs,et.al, The Imperative of Good Faith, Lawyers Committee on Nuclear Policy, tanpa tahun. 2 3 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, P.T Alumni, Bandung, 2003 4 Kewajiban menghormati berarti bahwa Negara harus menahan diri dari mengintervensi atau membatasi penikmatan HAM 5 Kewajiban untuk melindungi mengharuskan Negara untuk melindungi individu dan kelompok terhadap pelanggaran HAM. 6 Kewajiban untuk memenuhi berarti bahwa Negara harus mengambil tindakan positif untuk memfasilitasi pemenuhan HAM. 7 http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/InternationalLaw.aspx 8 International Service for Human Rights, Compilation of International and Regional Instruments for the Protection of Human Rights Defenders, 2002 9 International Service for Human Rights, ibid Page | 3 2. HAM melekat secara universal pada semua manusia, sepanjang hidup mereka karena semata-mata kemanusiaan mereka sendiri, tak terpisahkan (interrelated), dan saling bergantung (interdependent); 3. Perjanjian HAM menentukan dan menciptakan hak-hak khusus bagi individu dan bukan bagi Negara pihak yang memiliki otoritas meskipun individu bukan pihak perjanjian internasional HAM itu sendiri. Dengan demikian, perjanjian internasional HAM tidak dibuat untuk mengatur hubungan Negara, tetapi lebih ditujukan untuk kepentingan menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua manusia. Perjanjian HAM didedikasikan bagi hak-hak dan kebebasan individu serta ditujukan untuk melindungi HAM setiap individu dari kesewenang-wenangan Negara. Oleh karenanya, beberapa perjanjian HAM membentuk mekanisme HAM internasional melalui pengembangan badan-badan beserta prosedurprosedur untuk menilai kepatuhan Negara pihak dalam memberikan perlindungan HAM warga negaranya. Di samping itu, beberapa perjanjian internasional menciptakan protokol pilihan (optional protocol) untuk memberikan perlindungan pada wilayah isu tertentu atau berisikan prosedur tambahan yang mengatur lebih jauh pelaksanaan monitoring atau penerimaan komunikasi individu. Namun demikian agar Negara terikat dengan kewajiban ini Negara dipersyaratkan untuk meratifikasi protokol tambahan instrumen hukum perjanjian HAM utamanya. 10 Rezim Hukum HAM Internasional saat ini terbentuk melalui 9 perjanjian internasional utama HAM dengan beberapa protokol opsional seperti tampak pada tabel di bawah ini. Perjanjian Internasional HAM Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik Kovenan Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan Hak Budaya Konvensi Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial Konvensi Melarang Penyiksaan dan Perlakuan atau Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Konvensi Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 10 Protokol Opsional (Optional Protocol) Protokol Opsional Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik mengenai mekanisme pengaduan individual Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik mengenai penghapusan hukuman mati Protokol Opsional Kovenan Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan Hak Budaya mengenai mekanisme komunikasi Protokol Opsional Konvensi Melarang Penyiksaan dan Perlakuan atau Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia mengenai pembentukan mekanisme pengawasan dan Sub Komite Pencegahan Penyiksaan Protokol Opsional Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan mengenai mekanisme pengaduan individual dan mekanisme penyelidikan - International Service for Human Rights, ibid Page | 4 Konvensi Hak Orang Penyandang Cacat (Disabilitas) Konvensi Perlindungan Terhadap Seluruh Orang dari Penghilangan Paksa11 Konvensi Hak Anak Protokol Opsional Konvensi Hak Orang Penyandang Cacat (Disabilitas) mengenai mekanisme pengaduan individual - Protokol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata Protokol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai Perdagangan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak Sumber: http://www2.ohchr.org/english/law/index.htm#core Mekanisme HAM Internasional dibuat dengan tujuan untuk mengawasi implementasi penegakan HAM oleh suatu Negara. Mekanisme HAM Internasional merupakan upaya penegakkan HAM yang telah menjadi standar norma universal. Penegakan HAM dapat dilakukan melalui mekanisme monitoring kepatuhan Negara melalui mekanisme berbasis perjanjian dan mekanisme berbasis piagam. Di bawah rezim PBB dibentuk badan-badan HAM untuk memonitoring implementasi pemajuan dan perlindungan HAM pada masing-masing negara. Pada dasarnya mekanisme HAM Internasional dapat dibagi menjadi menjadi 2, yaitu :12 1. Mekanisme HAM Internasional berbasis piagam (charter based bodies). Mekanisme berbasis piagam memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Pendirian badan tersebut berasal dari ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Piagam PBB; b. Memegang mandat HAM secara luas; c. Peserta yang tak terbatas; d. Mengambil tindakan berdasarkan suara mayoritas. 2. Mekanisme HAM Internasional berbasis perjanjian internasional HAM (treaty-based bodies). Mekanisme berbasis perjanjian memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Keberadaan badan-badan ini berasal dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian internasional HAM yang spesifik; b. Memegang mandat yang lebih sempit sesuai dengan perjanjian internasional HAM yang membentuknya; c. Peserta terbatas, misalnya hanya negara peratifikasi (negara pihak); d. Pengambilan keputusan berdasarkan pada konsensus. Meskipun rezim hukum HAM internasional telah dilengkapi mekanisme penegakkannya, namun efektivitas penegakkanya lebih optimal apabila mempergunakan mekanisme nasional. Dengan kata lain mekanisme HAM internasional bersifat melengkapi (complementary) mekanisme HAM nasional. Apabila proses hukum dalam negeri gagal untuk mengatasi pelanggaran HAM, mekanisme dan prosedur pengaduan individual atau komunikasi yang tersedia di tingkat regional dan internasional dapat membantu untuk memastikan bahwa standar HAM internasional memang dihormati, dilaksanakan, dan ditegakkan di tingkat lokal. 11 12 Belum berlaku http://www.un.org/depts/dhl/resguide/spechr.htm#documentation Page | 5 Artinya, dalam penegakkan HAM rezim HAM internasional memiliki keterkaitan dengan rezim HAM nasional yakni norma internasional mensyaratkan implementasi hukum nasional, sedangkan hukum nasional harus berkesesuaian dengan norma internasional. Namun hal penting yang perlu digarisbawahi mekanisme internasional tersebut tidak pernah dipertimbangkan sebagai pengganti bagi prosedur hukum yang efektif dalam level nasional (domestic). Oleh karenanya, mekanisme yang beraneka ragam tersebut disebut dengan mekanisme pelengkap dari eksistensi sistem hukum nasional suatu negara (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights, 2003). Pembagian dua mekanisme HAM internasional di atas dapat divisualisasikan melalui ragaan di bawah ini. Sumber: http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/Pages/HumanRightsBodies.aspx Badan-badan perjanjian dan Dewan HAM merupakan mekanisme monitoring dengan karakteristik yang berbeda meskipun fokus tugas pekerjaan mereka saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Persinggungan fokus pekerjaan kedua mekanisme ini menjadi penting karena: 1. Dewan HAM merupakan badan antar pemerintah, sedangkan badan-badan perjanjian terdiri dari ahli independen. Masukan ahli-ahli independen badan-badan perjanjian dalam pekerjaan Dewan HAM memperkecil kemungkinan intervensi pertimbangan politik Negara menggantikan keprihatinan HAM yang menjadi catatan badan perjanjian. Catatan kritis ini dapat menarik perhatian Dewan HAM; 2. Badan-badan perjanjian yang melakukan monitor utama terhadap perjanjian internasional HAM. Ini berarti bahwa badan-badan perjanjian memiliki fungsi yang lebih kuat dan jelas dalam menilai catatan tingkat kepatuhan Negara sesuai dengan kewajiban tertentu yang terkandung dalam perjanjian HAM. Sedangkan mandat Dewan HAM lebih umum untuk Page | 6 melindungi dan memajukan hak asasi manusia. Dengan demikian, pekerjaan badan perjanjian memberikan bentuk konkrit dan arahan kepada kerja Dewan HAM. 3. Badan-badan perjanjian dapat menyediakan informasi berharga dan rekomendasi mengenai pelaksanaan kewajiban HAM Negara kepada Dewan HAM, dan sebagai imbalannya, Dewan HAM dapat memberikan prioritas tinggi dan memfasilitasi suatu forum evaluatif untuk memperkuat kerja badan-badan perjanjian. C. Mekanisme HAM Internasional Berbasis Perjanjian Internasional Badan-badan perjanjian HAM akan melakukan monitoring pelaksanaan perjanjian internasional utama HAM. Badan ini diciptakan sesuai dengan ketentuan perjanjian yang mereka monitor. Badanbadan perjanjian HAM yang dibentuk berdasarkan perjanjian internasional merupakan mekanisme yang dibuat untuk memonitoring dan mendorong negara pihak untuk menegakkan dan melaksanakan kewajiban internasional mereka di bawah perjanjian-perjanjian HAM internasional. Melalui perjanjian tersebut dibentuk suatu komite internasional yang beranggotakan pakar independen untuk memantau pelaksanaan perjanjian HAM internasional dan protokol opsionalnya. Sampai saat ini terdapat 9 perjanjian utama HAM beserta komite yang memiliki mandat untuk mengawasi kepatuhan Negara pihak (International Service for Human Rights, 2009). Mandat utama setiap komite adalah untuk mengawasi implementasi perjanjian HAM yang telah diratifikasi atau diaksesi oleh negara pihak melalui pengkajian laporan periodik (United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008). Setiap perjanjian internasional HAM memiliki sistem yang berbeda untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip dan norma-normanya, dari pelaporan yang bersifat umum, prosedur khusus, kuasiperadilan dan mekanisme peradilan yang melibatkan ajudikasi pengaduan yang diajukan oleh individu atau kelompok individu, dan dalam beberapa kasus bahkan oleh negara pihak yang lain (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights, 2003). Pertemuan secara berkala sepanjang tahun, badan-badan perjanjian memenuhi fungsi pengawasan mereka melalui satu atau lebih dari tiga metode yang berbeda. Ketiga metode pengawasan tersebut (International Service for Human Rights, 2009) yakni:13 1. Semua pihak negara diharuskan oleh perjanjian untuk menghasilkan laporan negara mengenai tingkat kepatuhan melalui pembuatan hukum (standar) domestik dan praktik negara sesuai dengan instrument HAM. Laporan-laporan ini ditelaah oleh badan perjanjian, biasanya di hadapan perwakilan negara. Kesimpulan pengamatan (concluding observation) berisikan komentar badan perjanjian HAM untuk menilai tingkat kepatuhan negara dengan kewajiban perjanjian. Komentar ini disertai rekomendasi sebagai panduan bagi Negara untuk melakukan perbaikan ke depan; 2. Beberapa perjanjian internasional mengenai HAM (Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik, Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, Konvensi Menentang Penyiksaan, dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi Perempuan) memungkinkan individu mengeluhkan pelanggaran hak-hak mereka di bawah perjanjian. Keluhan ini kemudian ditanggap oleh badan perjanjian untuk menyatakan pandangannya mengenai ada atau tidak adanya pelanggaran; 13 Rajat Khosla, International Human Rights Law and UN Mechanism, tanpa tahun Page | 7 3. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi Perempuan pekerjaan memiliki mekanisme penyelidikan yang memberikan misi kepada badan perjanjian mengenai terjadinya pelanggaran sistematis atau pelanggaran HAM berat hakhak yang terlindungi oleh kedua perjanjian ini; 4. Badan-badan perjanjian memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pemahaman tentang standar internasional HAM melalui Komentar Umum atau Rekomendasi. Komentar Umum atau Rekomendasi merupakan upaya menafsirkan pasal-pasal tertentu dari suatu perjanjian internasional HAM. Tabel di bawah ini menjelaskan mekanisme pemajuan dan perlindungan HAM yang dilakukan oleh badan-badan perjanjian berdasarkan 9 (Sembilan) perjanjian internasional utama mengenai HAM. Badan HAM Perjanjian Internasional Pembentuk Badan HAM Komite Hak Asasi Manusia (Human Rights Committee) Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik Komite Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan Hak Budaya (Committee on Economic, Social, and Cultural Rights) Kovenan Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan Hak Budaya Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial (Committee on the Elimination of Racial Discrimination) Konvensi Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial Komite Anti Penyiksaan (Committee against Torture) Konvensi Melarang Penyiksaan dan Perlakuan atau Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia Sub Komite Pencegahan Penyiksaan14 Protokol Opsional Konvensi Melarang Penyiksaan dan Perlakuan atau Perlakuan 14 Mekanisme Pemajuan dan Perlindungan HAM Pelaporan Negara Pihak (State parties report) Pengaduan dan Komunikasi Individual (complaints or communications from individuals) Pengaduan atau sengketa antar Negara (Inter State complaints or dispute) Pelaporan Negara Pihak (State parties report) Pengaduan Individual (individuals complaints) sedang diusulkan Pelaporan Negara Pihak (State parties report) Pengaduan dan Komunikasi Individual atau kelompok (complaints or communications from individuals pr groups) Pengaduan atau sengketa antar Negara (Inter State complaints or dispute) Langkah peringatan dini dan aksi penting (early warning measures and urgent action) Pelaporan Negara Pihak (State parties report) Pengaduan dan Komunikasi Individual (complaints or communications from individuals) Pengaduan atau sengketa antar Negara (Inter State complaints or dispute) Inisiatif penyelidikan (initiate inquiries) Terbentuk tahun 2006 Page | 8 yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia mengenai pembentukan mekanisme pengawasan dan Sub Komite Pencegahan Penyiksaan Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Committee on the Elimination of Discrimination against Women) Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Komite Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Committee on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families) Komite Hak Orang Penyandang Cacat (Disabilitas) (Committee on the Rights of Persons With Disabilities) Komite Penghilangan Paksa (Committee on Enforced Disappearances) Konvensi Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Komite Hak Anak (Committee on the Rights of the Child) Konvensi Hak Anak Konvensi Hak Orang Penyandang Cacat (Disabilitas) Konvensi Perlindungan Terhadap Seluruh Orang dari Penghilangan Paksa Pelaporan Negara Pihak (State parties report) Pengaduan dan Komunikasi Individual atau kelompok (complaints or communications from individuals pr groups) Pengaduan atau sengketa antar Negara (Inter State complaints or dispute) Inisiatif penyelidikan (initiate inquiries) Pelaporan Negara Pihak (State parties report) Pengaduan dan Komunikasi Individual (complaints or communications from individuals) Pengaduan atau sengketa antar Negara (Inter State complaints or dispute) Pelaporan Negara Pihak (State parties report) Pengaduan dan Komunikasi Individual atau kelompok (complaints or communications from individuals pr groups) Pelaporan Negara Pihak (State parties report) Pengaduan dan Komunikasi Individual atau kelompok (complaints or communications from individuals pr groups) Inisiatif penyelidikan (initiate inquiries) Pelaporan Negara Pihak (State parties report) Sumber: United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008 Setiap komite memiliki komposisi anggota ahli yang berbeda-beda sesuai dengan perjanjian yang membentuknya, demikian pula periode jumlah sesi dan durasi pertemuannya. Tabel di bawah ini menunjukkan hal tersebut. Badan Perjanjian Komposisi Jumlah dan Durasi Sesi Sesi Periode Komite Hak Asasi Manusia (Human Rights Committee), terbentuk 18 3 sesi per tahun, dengan durasi setiap sesi 3 minggu Maret Juli Oktober Lokasi New York Jenewa Jenewa Page | 9 1977 Komite Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan Hak Budaya (Committee on Economic, Social, and Cultural Rights), terbentuk 1985 Komite Penghapusan Penghapusan Diskriminasi Rasial (Committee on the Elimination of Racial Discrimination), terbentuk 1970 Komite Anti Penyiksaan (Committee against Torture), terbentuk 1987 Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Committee on the Elimination of Discrimination against Women), terbentuk 1982 Komite Perlindugan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Committee on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families), terbentuk 2004 Komite Hak Orang Penyandang Cacat (Disabilitas) (Committee on the Rights of Persons With Disabilities), terbentuk 2008 Komite Penghilangan Paksa (Committee on 18 2 sesi per tahun, dengan durasi setiap sesi 3 minggu 1 minggu sebelum sesi untuk kelompok kerja Mei November Jenewa 18 2 sesi per tahun, dengan durasi setiap sesi 3 minggu Februari Agustus Jenewa 10 2 sesi per tahun, dengan durasi setiap sesi 3 minggu Mei November Jenewa 23 3 sesi per tahun, dengan durasi setiap sesi 3 minggu OPCEDAW sebelum setiap sesi selama 3-5 hari untuk kelompok kerja Sebeleum sesi selama 5 hari segera setelah setiap sesi untuk mempersiapkan daftar masalah dan pertanyaan untuk mengikuti sesi Sekitar 2 sesi per tahun, durasi sekitar 1 minggu setiap sesi Januari Juli Oktober Jenewa New York Jenewa April November/Desember Jenewa 12 16 2 sesi per tahun, saat ini untuk setiap sesi dengan durasi 1minggu (2009) Februari Oktober Jenewa - - - - 10 15 15 Keanggotaan Komite akan bertambah menjadi 14 apabila Konvensi telah memiliki 41 negara pihak Keanggotaan Komite akan meningkat menjadi maksimal 18 anggota ketika Konvensi ini memiliki 60 negara yang melakukan ratifikasi atau aksesi 16 Page | 10 Enforced Disappearances)17, belum terbentuk Komite Hak Anak (Committee on the Rights of the Child), terbentuk 1991 18 3 sesi per tahun, dengan durasi setiap sesi 3 minggu Januari, Mei September Jenewa Sumber: International Service for Human Rights, 2009 Mekanisme-mekanisme yang diatur dalam setiap instrument tersebut mengikat setiap Negara pihak. Artinya, Negara harus menjamin keseluruhan mekanisme tersebut dapat dipergunakan secara efektif bagi pemajuan dan perlindungan HAM. Dalam hal ini Negara harus memberikan laporan Negara kepada badan-badan HAM dan mekanisme lain yang diatur dalam instrument hukum HAM tersebut. Periode laporan dari setiap perjanjian HAM internasional dapat dideskripsikan pada table di bawah ini. Badan Perjanjian Periode Pelaporan Laporan Awal Komite Hak Asasi Manusia (Human Rights Committee), Komite Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan Hak Budaya (Committee on Economic, Social, and Cultural Rights) Komite Penghapusan Penghapusan Diskriminasi Rasial (Committee on the Elimination of Racial Discrimination 1 tahun Komite Anti Penyiksaan (Committee against Torture) Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Committee on the Elimination of Discrimination against Women) Komite Perlindugan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Committee on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families) Komite Hak Orang Penyandang Cacat (Disabilitas) (Committee on the Rights of Persons With Disabilities) Komite Penghilangan Paksa 1 tahun 17 2 tahun 1 tahun 1 tahun Laporan Berkala Setiap 4 tahun, atau setiap kali diminta oleh HRC Setiap 5 tahun Setiap 2 tahun (namun dalam praktiknya setiap 4 tahun sebagai dua laporan periodik gabungan) dan setiap kali ada permintaan dari Komite Setiap 4 tahun, dan laporan lain yang diminta oleh Komite Setiap 4 tahun, atau setiap kali diminta oleh Komite 1 tahun Setiap 5 tahun, dan setiap kali diminta oleh Komite 2 tahun Setiap 4 tahun, dan setiap kali diminta oleh Komite 2 tahun Laporan awal dalam waktu 2 tahun Belum terbentuk Page | 11 (Committee on Enforced dan selanjutnya akan ditentukan Disappearances) oleh Komite Komite Hak Anak (Committee on 2 tahun Setiap 5 tahun, dan informasi lain the Rights of the Child) yang diminta oleh Komite Protokol Opsional Konvensi 2 tahun Setiap 5 tahun atau dengan Hak Anak mengenai laporan KHA berikutnya Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata Protokol Opsional Konvensi 2 tahun Setiap 5 tahun atau dengan Hak Anak mengenai laporan KHA berikutnya Perdagangan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak Sumber: International Service for Human Rights, 2009 Berdasarkan Pasal 26 Konvensi Wina mengenai Hukum Perjanjian Internasional (Vienna Convention on the Law of Treaties) Negara pihak terikat untuk mengimplementasikan norma-norma yang diatur dalam perjanjian internasional HAM karena setiap negara berdasarkan prinsip pacta sunt servanda (good faith) harus tunduk terhadap setiap kewajiban yang lahir dari perjanjian internasional yang diratifikasi atau diaksesi. Selanjutnya Pasal 27 menyatakan bahwa Negara pihak tidak boleh menghindari tanggung jawab di bawah hukum internasional dengan justifikasi pemberlakuan ketentuan hukum nasionalnya. Lebih jauh, menurut doktrin hukum HAM internasional Negara mutlak harus tetap bertanggung jawab atas pelanggaran kewajiban internasionalnya meskipun dengan alasan tidak disengaja (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights, 2003). Uraian prosedur-prosedur dalam mekanisme internasional yang dapat dipergunakan untuk menilai kepatuhan Negara dapat diuraikan di bawah ini. 1. Laporan Negara Proses monitoring kewajiban Negara melalui proses pelaporan melalui beberapa tahap berikut, meskipun tidak semua badan-badan perjanjian mengikuti semua tahap ini (International Service for Human Rights, 2009) : a. Penyusunan laporan di tingkat nasional; b. Persiapan sebelum sesi untuk sesi pleno; c. Pertimbangan laporan dalam sidang pleno sesuai dengan badan perjanjian yang bersangkutan; d. Penerbitan kesimpulan pengamatan18 (concluding observation); e. Tindak lanjut implementasi dari kesimpulan pengamatan. 18 Kesimpulan pengamatan dimaksudkan sebagai panduan untuk melaksanakan kewajiban HAM dari Negara pihak melalui reformasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik untuk masa mendatang. Kesimpulan pengamatan dapat mencakup hal berikut: 1) Pengakuan langkah-langkah positif yang telah diambil oleh Negara untuk mengimplementasikan kewajibannya; 2) Identifikasi permasalahan yang memerlukan tindakan lebih lanjut oleh Negara dalam rangka memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional; 3) Langkah-langkah praktis yang diambil oleh negara pihak dalam rangka meningkatkan implementasi standar HAM Lihat International Service for Human Rights, Simple Guide to the Treaty Bodies, 2009 Page | 12 2. Komunikasi Individual Individu dapat mengajukan pengaduan, komunikasi atau 'petisi' untuk badan perjanjian mengenai pelanggaran hak oleh Negara mereka di bawah perjanjian yang relevan. Pengaduan ini dengan ketentuan bahwa perjanjian memiliki prosedur pengaduan dan Negara telah mengakui kompetensi dari badan perjanjian untuk mempertimbangkan pengaduan. Biasanya, badan-badan perjanjian mempertimbangkan pengaduan yang disampaikan dalam bentuk tertulis, dan tidak menggunakan bukti lisan atau audio-visual. Pengakuan kompetensi dari badan perjanjian dapat dilihat apabila (International Service for Human Rights, 2009) : a. Negara meratifikasi perjanjian internasional yang relevan; b. Negara meratifikasi protokol opsional yang relevan atau membuat deklarasi yang diperlukan berdasarkan pasal yang relevan dari perjanjian tersebut. 3. Pengaduan Negara terhadap Negara Lain Prosedur pengaduan Negara terhadap Negara lain memungkinkan Negara untuk mengajukan pengaduan kepada badan perjanjian tentang dugaan pelanggaran dari perjanjian yang dilakukan oleh Negara lain. Kedua Negara harus menjadi pihak dalam perjanjian agar dapat menggunakan prosedur ini. Mengingat dampak politik prosedur ini, mengapa dengan mudah dipahami prosedur ini belum pernah dipergunakan oleh Negaranegara pihak sampai saat ini (International Service for Human Rights, 2009) . 4. Prosedur Penyelidikan Prosedur penyelidikan dapat dilakukan apabila terdapat dugaan yang cukup beralasan adanya pelanggaran HAM yang serius atau sistematis oleh pihak Negara. Seluruh proses penyelidikan dilakukan dengan rahasia dan dilakukan dengan konsultasi dengan Negara yang bersangkutan. Prosedur ini dapat dipergunakan apabila Negara Pihak telah mengakui kompetensi badan perjanjian dengan meratifikasi perjanjian yang relevan (International Service for Human Rights, 2009) . 5. Peringatan dini dan prosedur tindakan segera Prosedur peringatan dini bertujuan untuk mencegah masalah yang ada di Negara pihak yang berpotensi meningkat menjadi konflik baru, atau untuk mencegah kembalinya konflik. prosedur tindakan segera bertujuan untuk merespon masalah yang membutuhkan perhatian segera untuk mencegah atau membatasi skala atau jumlah pelanggaran serius terhadap Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Dalam praktiknya, prosedur ini digunakan secara bersamaan (United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008). D. Mekanisme HAM Internasional Berbasis Piagam Dewan HAM (Human Rights Council) sebagai badan internasional utama memiliki mekanisme untuk memajukan dan melindungi HAM sesuai dengan tanggung jawabnya. Berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB 60/251 disebutkan bahwa dasar pembentukan Dewan HAM adalah untuk menegaskan kembali komitmen untuk memperkuat mekanisme HAM PBB, dengan tujuan untuk memastikan kenikmatan yang efektif oleh semua dari semua kategorisasi HAM, baik hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya, termasuk hak untuk pembangunan. Page | 13 Resolusi tersebut selanjutnya menyatakan bahwa tanggung jawab Dewan HAM (International Service for Human Rights 2006) mencakup: 1. Melakukan Peninjauan Berkala Universal (Universal Periodic Review/UPR) berdasarkan informasi yang objektif dan dapat diandalkan pemenuhan oleh masing-masing Negara terkait kewajiban terhadap HAM dan komitmen dengan cara yang menjamin universalitas cakupan dan perlakuan yang sama dengan menghormati semua Negara; 2. Menunjuk situasi pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran berat dan sistematis, dan membuat rekomendasi ; 3. Berkontribusi terhadap pencegahan dan pelanggaran HAM melalui dialog dan kerjasama dan menanggapi keadaan darurat HAM; 4. Memfasilitasi forum dialog tentang isu-isu tematik HAM; 5. Membuat rekomendasi berkaitan dengan promosi dan perlindungan HAM; 6. Membuat rekomendasi kepada Majelis Umum untuk pengembangan lebih lanjut hukum internasional di bidang HAM; 7. Bekerja sama erat dalam bidang HAM dengan pemerintah, organisasi regional, Instusi HAM Nasional (NHRI), dan masyarakat sipil; 8. Menerima peran dan tanggung jawab dari Komisi yang berkaitan dengan pekerjaan dari Kantor Komisaris Tinggi PBB HAM (OHCHR); 9. Memajukan menghormati perlindungan HAM dan kebebasan fundamental untuk semua secara universal tanpa pembedaan apapun dan secara adil dan cara yang sama; 10. Menggalakkan pelaksanaan kewajiban penuh HAM yang dilakukan oleh Negara dan tindak lanjut terhadap sasaran-sasaran dan komitmen yang berhubungan dengan promosi dan perlindungan HAM yang berasal dari hasil konferensi dan pertemuan PBB; 11. Memajukan pendidikan HAM dan pembelajaran serta jasa konsultasi, bantuan teknis, dan peningkatan kapasitas, yang akan diberikan dalam konsultasi dengan dan persetujuan dari Negara yang bersangkutan; 12. Memajukan koordinasi yang efektif dan pengarusutamaan HAM dalam sistem PBB. Melihat cakupan tanggung jawab tersebut Dewan HAM PBB memiliki mandat dan mekanisme untuk pemajuan dan perlindungan HAM terhadap seluruh anggota PBB. Terkait dengan mekanisme berbasis perjanjian internasional terdapat 2 (dua) mandat Dewan HAM yang bersinggungan dengan badan-badan perjanjian HAM yakni Peninjauan Berkala Universal (Universal Periodic Review/UPR) dan prosedur khusus. Interaksi dan persinggungan badan-badan perjanjian HAM dengan prosedur yang dimandatkan Dewan HAM dapat dideskripsikan di bawah ini. 1. Peninjauan Berkala Universal (Universal Periodic Review/UPR) Pengkajian berkala universal (UPR) adalah mekanisme baru HAM dalam rezim PBB. Dewan HAM PBB melalui mekanisme ini meninjau pemajuan dan perlindungan HAM oleh 192 anggota PBB. Mekanisme, ini dibangun berdasarkan dialog interaktif dengan Negara yang sedang dikaji. Mekanisme ini dimaksudkan untuk melengkapi, bukan menduplikasi pekerjaan badan-badan HAM yang dibentuk berdasarkan perjanjian internasional HAM. Mekanisme memiliki siklus 4 (empat) tahunan, yang terdiri dari beberapa tahapan, termasuk penyusunan dokumen yang didasarkan pada tinjauan, tinjauan itu sendiri, dan tindak lanjut kesimpulan Page | 14 dan rekomendasi yang berasal dari tinjauan (United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008). Untuk melaksanakan tahapan tersebut terdapat panduan prinsip-prinsip Peninjauan Berkala Universal (United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008) sebagai berikut: a. Memajukan prinsip-prinsip HAM yang bersifat universalitas, saling ketergantungan, tidak dapat dibagi dan saling terkait; b. Mekanisme kerja sama yang didasarkan pada informasi yang obyektif dan dapat diandalkan dan dialog interaktif; c. Cakupan dan perlakuan yang sama dari semua Negara; d. Proses antar pemerintah, digerakkan oleh anggota PBB dan berorientasi pada tindakan-; e. Sepenuhnya melibatkan negara yang diperiksa; f. Melengkapi dan tidak menduplikasi mekanisme HAM lainnya, sehingga menambah nilai; g. Dilakukan secara objektif, transparan, non-selektif, konstruktif, non-konfrontatif dan non-politik h. Tidak terlalu memberatkan ke Negara yang bersangkutan atau agenda Dewan; i. Tidak terlalu lama, harus realistis dan tidak menyerap jumlah yang tidak proporsional baik waktu, sumber daya manusia, dan keuangan; j. Tidak mengurangi kapasitas Dewan HAM untuk merespon situasi HAM yang mendesak k. Sepenuhnya mengintegrasikan perspektif gender; l. Mempertimbangkan tingkat perkembangan dan kekhususan negara; dan m. Memastikan partisipasi semua pihak terkait, termasuk organisasi non-pemerintah (LSM), sesuai dengan resolusi Majelis Umum 60/251 dan resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) 1996/31 Adapun tujuan dari peninjauan berkala universal (United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008) adalah: a. Perbaikan situasi HAM pada suatu negara; b. Pemenuhan kewajiban dan komitmen Negara terhadap HAM dan penilaian perkembangan positif dan tantangan yang dihadapi oleh suatu negara dalam pemajuan dan perlindungan HAM; c. Peningkatan kapasitas Negara dan penyediaan bantuan teknis, memfasilitasi konsultasi dengan, dan melalui persetujuan, Negara; yang bersangkutan; d. Berbagi praktek terbaik di antara Negara-negara dan pemangku kepentingan lainnya terkait dengan upaya pemajuan dan perlindungan HAM; e. Mendukungan untuk kerjasama dalam pemajuan dan perlindungan HAM ; f. Mendorong kerjasama penuh dan keterlibatan Dewan HAM , dengan badan-badan HAM lainnya dan Kantor Komite Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR). Page | 15 Kemudian, untuk melakukan tinjauan terhadap Negara berdasarkan informasi yang diberikan sebagai berikut:19 a. Informasi dari Negara yang sedang diperiksa (laporan nasional), informasi termasuk prestasi dan praktik terbaik, dan tantangan dan kendala, serta prioritas dalam mengatasi kekurangan dalam pemajuan dan perlindungan HAM; b. Informasi yang dimuat dalam laporan para ahli HAM dan kelompok-kelompok independen, yang dikenal sebagai Prosedur Khusus, badan perjanjian HAM dan badan PBB lainnya; c. Informasi dari organisasi nonpemerintah, lembaga-lembaga nasional HAM dan pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan dasar dari tinjauan berkala universal ini sebagaimana ditetapkan oleh Dewan HAM berdasarkan Resolusi 5 /1 (International Service for Human Rights, 2009) sebagai berikut: a. Piagam PBB; b. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; c. Perjanjian HAM yang diratifikasi oleh Negara ; d. Janji sukarela (voluntary pledged) dan komitmen yang dibuat oleh negara-negara Hukum humaniter internasional yang berlaku. Laporan Negara terkait dengan pelaksanaan perjanjian HAM yang telah diratifikasi suatu Negara merupakan titik persinggungan antara mekanisme berbasis perjanjian dan mekanisme berbasis piagam. Pelaksanaan dan kepatuhan terhadap instrumen HAM merupakan dasar yang paling efektif dan sebagai dasar untuk melakukan proses tinjauan berkala ini. UPR berfokus pada bagaimana negara melaksanakan kewajiban pemenuhan dan perlindungan HAM. Proses UPR dengan demikian memberikan kesempatan yang berharga untuk memperkuat kerja badan-badan perjanjian melaksanakan monitoring. Keuntungan utama yang ditawarkan oleh UPR tersebut, bahwa mekanisme ini dapat memberikan bobot pada rekomendasi dari badan-badan perjanjian mengenai penerapan kewajiban Negara dan menyediakan sarana bagi upaya pemajuan dan perlindungan HAM. Di samping itu, UPR juga menyediakan pemberian bantuan teknis atau langkah-langkah pengembangan kapasitas kepada Negara pihak (International Service for Human Rights, 2009). 2. Prosedur Khusus (Special procedures) Prosedur khusus merupakan nama yang diberikan untuk mekanisme yang dikembangkan oleh Komisi HAM. Mekanisme ini kemudian dipergunakan kembali oleh Dewan HAM untuk memantau, memberi saran, dan laporan publik atas situasi HAM di negara-negara atau wilayah tertentu (mandat negara), atau pada fenomena utama pelanggaran HAM di seluruh dunia (mandat tematik). Sejak Juni 2007, Dewan HAM telah memulai proses untuk meninjau, merasionalisasi dan meningkatkan masing-masing mandat prosedur khusus tersebut. Beberapa mandat mekanisme ini telah dihentikan dan diubah, menciptakan yang baru, mengembangkan 19 http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/UPR/Documents/UPRFactSheetFinal.pdf Page | 16 pilihan baru dan proses pengangkatan pemegang mandat, dan menghasilkan Kode Etik Mandat Prosedur Khusus-pemegang (resolusi 5 /2). Prosedur khusus tematik adalah mandat Dewan HAM untuk menginvestigasi situasi HAM di belahan penjuru dunia, terlepas apakah pemerintah tertentu menjadi Negara pihak salah satu perjanjian HAM yang relevan. Prosedur tematik ini mengharuskan Dewan HAM mengambil tindakan yang diperlukan untuk memantau dan merespon dengan cepat dugaan terjadinya pelanggaran HAM terhadap individu atau kelompok baik secara global maupun di wilayah Negara tertentu. Sedangkan mandat Negara, pemegang diberikan mandat untuk menilai semua HAM baik sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya kecuali diarahkan sebaliknya. Dalam melaksanakan aktivitasnya pemegang mandate bertanggung jawab kepada Dewan HAM (Manual of Operations of the Special Procedures of the Human Rights Council, 2008). Berdasarkan resolusi di atas mandat pemegang prosedur khusus adalah: a. Menerima dan menganalisis informasi tentang situasi HAM yang diberikan oleh berbagai sumber-sumber secara terus-menerus; b. Berjaringan dengan mitra, baik pemerintah dan non-pemerintah, dan berbagi informasi di dalam dan di luar PBB; c. Mencari, mendesak, melakukan klarifikasi dari Pemerintah atas dugaan pelanggaran dan, jika diperlukan mengajukan permintaan kepada Pemerintah untuk menerapkan tindakan perlindungan untuk menjamin atau mengembalikan penikmatan HAM; d. Meningkatkan kesadaran tentang fenomena situasi HAM yang spesifik dan ancaman pelanggaran HAM; e. Ketika keadaan tertentu tidak terjamin, mengkomunikasikan keprihatinan mereka melalui media dan laporan publik lainnya; f. Melakukan kunjungan negara untuk menilai situasi HAM yang berkaitan dengan mandat mereka masing-masing, dan membuat rekomendasi kepada Pemerintah dengan tujuan untuk memperbaiki situasi tersebut; g. Membuat laporan dan rekomendasi kepada Dewan HAM yang relevan dengan mandat mereka, kepada Majelis Umum (dan dalam beberapa kasus ini ke Dewan Keamanan) terkait dengan: kegiatan rutin di bawah mandat mereka; kunjungan lapangan, dan kecenderungan spesifik tematik dan fenomena); h. Berkontribusi melakukan penelitian tematik untuk pengembangan norma otoritatif dan standar untuk wilayah subjek mandat, dan dapat menyediakan ahli hukum untukmasalah tertentu Dengan mengacu pada mandate yang diberikan maka fungsi utama pelapor khusus (Manual of Operations of the Special Procedures of the Human Rights Council, 2008), meliputi: a. Menganalisis isu tematik yang relevan atau situasi negara, termasuk melakukan pada misi wilayah tersebut; b. Menyarankan kebijakan apa yang harus diambil oleh Pemerintah yang bersangkutan dan aktor-aktor lain yang relevan; c. Memberikan peringatan kepada organ dan badan-badan PBB, khususnya, Dewan HAM, dan masyarakat internasional secara umum terhadap kebutuhan untuk Page | 17 mengatasi situasi khusus dan isu-isu pelanggaran HAM. Dalam hal ini mereka memiliki peran dalam memberikan "peringatan dini" dan mendorong langkah-langkah pencegahan; d. Melakukan advokasi atas nama korban pelanggaran melalui langkah-langkah seperti meminta tindakan segera kepada Negara-negara yang relevan dan menyerukan kepada pemerintah untuk menanggapi tuduhan spesifik tentang pelanggaran HAM dan memberikan kompensasi e. Mengaktifkan dan memobilisasi masyarakat internasional dan nasional, dan Dewan HAM untuk mengatasi masalah HAM dan untuk mendorong kerjasama antar pemerintah, masyarakat sipil dan organisasi antar-pemerintah. f. Menindak lanjuti Tindak lanjut rekomendasi Selanjutnya, pemegang mandat (pelapor khusus, perwakilan khusus, perwakilan, ahli independen dan anggota kelompok kerja) melayani dalam kapasitas pribadi mereka. Kegiatan-kegaiatan mereka dalam melaksanakan mandatnya termasuk: a. Menerima, berbagi, dan menganalisis informasi tentang situasi HAM; b. Menanggapi keluhan individu; c. Melakukan studi; d. Mengirim surat permohonan mendesak atau dugaan untuk Pemerintah; e. Melakukan kunjungan negara atas undangan Pemerintah dan menghasilkan temuan f. dan rekomendasi berdasarkan kunjungan ini; g. Memberikan saran pada kerjasama teknis di tingkat negara; dan h. Melakukan promosi umum. Dalam kaitan menjalankan tugas pemegang mandat prosedur khusus dilengkapi sejumlah alat yang tersedia bagi mereka, yakni : a. Mengirim komunikasi; b. Melakukan kunjungan negara; c. Penerbitan laporan; d. Menyiapkan studi tematik; e. Menerbitkan siaran pers. Berdasarkan uraian di atas, persinggungan antara badan-badan perjanjian dengan pemegang mandat prosedur khusus Dewan HAM dapat dilakukan melalui berbagi informasi antara badan-badan perjanjian dan pemegang mandat prosedur khusus Dewan Hak Asasi Manusia. Pemberian informasi merupakan proses timbal balik dan saling menguntungkan karena semakin mempertajam kegiatan mereka dalam menjalankan mandat masing-masing. Dalam kasus ini, Pelapor Khusus dan Komite tidak hanya melakukan komunikasi dan berbagi informasi melalui melalui individu yang berasal dari laporan dari negara pihak, tetapi juga diterima melalui badan-badan perjanjian. Interaksi lain antara prosedur khusus dan badan-badan perjanjian mencakup prosedur khusus menghadiri sidang-sidang badan-badan perjanjian, baik selama debat tematik tahunan, atau pertemuan rutin lainnya. Selain itu, rapat gabungan ketua badan-badan perjanjian HAM, pelapor khusus / perwakilan, para ahli independen dan ketua kelompok kerja dari prosedur khusus juga memungkinkan untuk dialog dan interaksi antara pemegang mandat prosedur dan khusus anggota komite sehingga mereka dapat Page | 18 mendiskusikan isu-isu kontemporer yang menjadi perhatian bersama (Manual of Operations of the Special Procedures of the Human Rights Council, 2008). E. Peran Masyarakat dalam Mempergunakan Mekanisme HAM Internasional Bekerja dengan badan perjanjian HAM telah terbukti menjadi cara yang sangat efektif bagi masyarakat sipil dalam rangka berkontribusi terhadap implementasi HAM dan pengembangan pedoman HAM. Secara nasional, masyarakat sipil memainkan peran penting melalui monitoring, promosi, dan tindak lanjut kegiatan yang relevan dengan pekerjaan badan-badan perjanjian. Pekerjaan badan-badan perjanjian HAM telah mendapat manfaat dari partisipasi aktif dari aktor-aktor masyarakat sipil dalam berbagai tahap siklus pelaporan dan proses seperti petisi, pertanyaan dan peringatan dini. LSM secara tradisional menjadi aktor utama masyarakat sipil terlibat dengan perjanjian badan HAM, khususnya pada sesi badan perjanjian. Selain LSM, aktor masyarakat sipil, seperti individu ahli dan pembela HAM, wakil-wakil dari akademik dan lembaga penelitian, dan anggota kelompok profesional, mereka juga sering memberikan kontribusi terhadap proses pelaporan perjanjian. Keterlibatan mereka, khususnya yang berkaitan dengan pengiriman informasi kepada komite atau menghadiri sesi, sering difasilitasi oleh LSM dalam sistem pelaporan dari badanbadan perjanjian HAM (United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008). Peran masyarakat Modalitas masyarakat sipil dalam mekanisme berbasis badan perjanjian HAM (United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008) antara lain: 1. Memajukan penerapan perjanjian internasional HAM yang baru melalui upaya mendorong Negara melakukan ratifikasi atau aksesi ; 2. Memantau kepatuhan Negara dalam melaksanakan kewajiban pelaporan kepada komite sesuai dengan perjanjian yang diratifikasi atau diaksesi; 3. Mengirimkan informasi tertulis kepada badan perjanjian mendampingi laporan Negara; 4. Menghadiri dan memberikan kontribusi pada sesi yang dibuat oleh badan-badan perjanjian HAM; 5. Menindaklanjuti hasil pengamatan kesimpulan dari badan-badan perjanjian HAM terkait dengan laporan Negara; 6. Mengajukan pengaduan individual kepada badan-badan perjanjian HAM; 7. Menyediakan informasi terkait dengan penyelidikan rahasia yang dilakukan badan perjanjian HAM; 8. Menyediakan informasi terkait dengan peringatan dini dan prosedur tindakan segera; 9. Menghadiri dan memberikan kontribusi pada pertemuan tahunan pimpinan dan pertemuan antarkomite. Demikian pula halnya dengan sesi yang dibuat oleh Dewan HAM PBB, LSM dapat berkontribusi dalam sesi-sesi tersebut. Proses baru Tinjauan Berkala Universal (UPR) berpotensi memfasilitasi LSM untuk berperan dalam mekanisme tersebut. Peran LSM antara lain menyampaikan informasi tentang kepatuhan negara, mengkomunikasi suara korban, mengangkat kasus pelanggaran HAM yang menjadi sorotan tajam, dan meminta untuk mengambil aksi dan tindak lanjut atas rekomendasi Page | 19 dari prosedur khusus, badan perjanjian, resolusi Komisi, dan rekomendasi dari UPR sendiri. Oleh karena itu LSM harus melakukan lobi terhadap Dewan HAM untuk mengembangkan mekanisme UPR yang efektif dan juga untuk memastikan bahwa LSM dapat berpartisipasi secara efektif dalam proses UPR itu sendiri (Meghna Abraham, 2006). Mengacu resolusi 60/251, Majelis Umum PBB mengakui peran penting yang dimainkan oleh LSM dan aktor-aktor masyarakat sipil nasional, regional dan internasional dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Kontribusi partisipasi LSM dalam Dewan HAM merupakan kelanjutan dari praktik-praktik pengamatan yang dilakukan LSM pada masa Komisi HAM (Commision Human Rights) berdasarkan Resolusi ECOSOC 1996/31. Namun demikian, LSM yang dapat berpartisipasidalam sesi Dewan HAM adalah LSM yang memiliki status konsultatif yang diberikan oleh ECOSOC (United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008). Setelah terakreditasi sebagai pengamat, LSM dengan status konsultatif ECOSOC menikmati sejumlah hak istimewa ddalam sesi Dewan HAM (United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008 ), yakni: 1. Menyampaikan pernyataan tertulis kepada Dewan HAM menjelang sesi yang diberikan; 2. Membuat intervensi lisan (oral) pada semua item substantif agenda sesi Dewan HAM 3. Berpartisipasi dalam debat, dialog interaktif dan diskusi panel; 4. Mengatur acara paralel tentang isu-isu yang relevan dengan pekerjaan Dewan HAM F. Pemanfaatan Mekanisme HAM Internasional untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Anak Dalam konteks, pemajuan dan perlindungan hak anak, monitoring implementasi Hak Anak oleh suatu Negara pihak dilakukan oleh Komite Hak Anak (Committee on the Rights of the Child). Komite Hak Anak merupakan badan Ahli Independen yang memantau pelaksanaan Konvensi Hak Anak oleh Negara pihak. Komite juga melakukan monitoring terhadap pelaksanaan dua Protokol Opsional yakni tentang keterlibatan anak dalam konflik bersenjata dan penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak. Pasal 43 KHA menyatakan bahwa: 1) Untuk tujuan memeriksa kemajuan yang dibuat oleh Negara-negara Pihak dalam mencapai realisasi kewajiban-kewajiban yang dijalankan dalam Konvensi ini, maka dibentuk Komite tentang hak-hak anak, yang akan melaksanakan fungsi-fungsi yang ditentukan selanjutnya. 2) Komite akan terdiri dari sepuluh20 orang ahli, yang bereputasi moral baik dan diakui cakap di bidang yang dicakup oleh Konvensi ini. Para Anggota Komite akan dipilih oleh Negara-negara Pihak, dari di antara warga negara mereka, dan mengabdi dalam kecakapan pribadi mereka, pertimbangan diberikan pada pembagian geografis yang adil, dan juga pada sistem-sistem hukum pokok. Kemudian kewajiban negara pihak menyampaikan laporan implementasi KHA kepada Komite dapat dibaca pada ketentuan Pasal 44 KHA yang menyatakan bahwa: 20 Majelis Umum, dalam resolusi 50/155 tanggal 21 Desember 1995, menyetujui amandemen pasal 43, ayat 2, KHA menggantikan jumlah "sepuluh" orang anggota Komite menjadi "delapan belas" anggota. Perubahan tersebut mulai berlaku pada tanggal 18 November 2002 ketika telah diterima oleh mayoritas dua-pertiga dari Negara Pihak (128 dari 191). Page | 20 1) Negara-negara Pihak berusaha menyampaikan kepada Komite melalui Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa, laporan mengenai langkah-langkah yang telah mereka ambil yang memberlakukan hak-hak yang diakui di dalamnya dan mengenai kemajuan yang dibuat mengenai perolehan hak-hak tersebut: a) Dalam dua tahun mulai berlakunya Konvensi bagi Negara Pihak yang bersangkutan; b) Selanjutnya setiap lima tahun. 2) Laporan-laporan yang dibuat menurut ketentuan pasal ini harus menunjukkan faktor-faktor dan kesulitan-kesulitan, kalau pun ada, yang mempengaruhi tingkat pemenuhan kewajibankewajiban menurut Konvensi ini. Laporan-laporan ini harus juga memuat informasi yang cukup untuk memberikan kepada Komite suatu pengertian yang komprehensif mengenai pelaksanaan Konvensi di Negara yang bersangkutan. Berdasarkan CRC Treaty specific reporting guidelines, harmonized according to the common core document (2010) informasi yang diberikan dalam laporan berkala negara , antara lain: 1. Apakah tindakan adopsi telah dijadikan sebagai acuan untuk meninjau undang-undang domestik dan praktik-praktik ketatanegaraan agar sesuai dengan ketentuan Konvensi dan kedua Protokol Opsional KHA. Negara pihak kedua protokol opsional KHA harus memberikan rincian ketentuan pidana dan hukum lainnya yang berlaku yang relevan untuk setiap Protokol; 2. Apakah rencana strategi dan rencana aksi nasional untuk anak-anak telah sesuai atau telah diadopsi dan sejauh mana diimplementasikan dan dievaluasi, dan apakah dan bagaimanakah hal ini menjadi bagian dari strategi pembangunan secara keseluruhan, kebijakan publik, dan berkaitan dengan strategi sektoral yang spesifik dan terencana; 3. Apakah dengan kewenangan pemerintah yang memiliki tanggung jawab secara keseluruhan telah melakukan koordinasi pelaksanaan Konvensi dan Protokol baik di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; 4. Apakah anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan Konvensi dan Protokol secara jelas dapat diidentifikasi dan dapat dimonitor terkait dengan strategi nasional yang komprehensif dan rencana bagi pemajuan dan perlindungan hak anak; 5. Apakah bantuan internasional dan bantuan pembangunan yang diberikan dan bantuan yang diterima langsung dipergunakan dalam kaitan dengan pelaksanaan Konvensi, Protokol dan strategi nasional yang terkait dan terencana; 6. Apakah lembaga nasional HAM (NHRI) untuk melaksanakan pemantauan telah mengembangkan mekanisme pengaduan individual dari anak-anak atau perwakilan mereka; 7. Apakah telah diambil tindakan agar prinsip-prinsip dan ketentuan KHA dan Protokol secara luas dikenal baik oleh dewasa maupun anak-anak melalui sosialisasi, pelatihan dan integrasi ke dalam kurikulum sekolah; 8. Apa upaya telah dilakukan untuk membuat laporan dan kesimpulan pengamatan tersedia luas bagi masyarakat luas, masyarakat sipil, organisasi bisnis dan serikat buruh, organisasi keagamaan, media, dan lain-lain yang sesuai; 9. Apa upaya yang telah dilakukan untuk membuat laporan dan kesimpulan pengamatan tersedia luas ke masyarakat luas di tingkat nasional dan daerah; Page | 21 10. Apakah dilakukan kerjasama dengan organisasi-organisasi masyarakat sipil, termasuk organisasi non-pemerintah dan anak-anak dan kelompok pemuda, dan sejauh mana mereka terlibat dalam perencanaan dan pemantauan pelaksanaan Konvensi dan Protokol tersebut. Peran LSM dalam mekanisme Komite Hak Anak diatur di bawah Pasal 45 huruh (a) bahwa Komite dapat mengundang badan-badan khusus, UNICEF, dan "badan yang berwenang lainnya" untuk memberikan nasihat ahli mengenai pelaksanaan Konvensi. Istilah "badan berwenang lainnya" termasuk organisasi non-pemerintah (LSM). Mengacu pada ketentuan Pasal 45 tersebut, Konvensi ini secara tegas memberikan LSM berperan dalam pengawasan pelaksanaannya. Komite telah secara sistematis mendorong LSM untuk menyampaikan laporan, dokumentasi atau informasi lainnya dengan menyediakan gambaran yang komprehensif tentang bagaimana Konvensi diimplementasikan di Negara pihak (Laura Theytaz-Bergman, 2006). Mekanisme Internasional badan-badan perjanjian HAM yang lain dan Dewan HAM juga dapat dipergunakan untuk memajukan dan melindungi hak anak sesuai dengan ruang lingkup HAM yang diatur dalam perjanjian internasional HAM yang bersangkutan. Penggunaan seluruh mekanisme HAM internasional yang ada bagi perlindungan anak sangat relevan karena setiap terjadi peristiwa pelanggaran HAM sudah dapat dipastikan anak juga menjadi korban pada peristiwa pelanggaran HAM tersebut. G. Ketiadaan Mekanisme Komunikasi Memperlemah Mekanisme Internasional Penegakan KHA Pelaporan periodik Negara dalam mengimplementasikan KHA sangat penting karena hasil pelaporan tersebut memberikan tekanan kepada Negara untuk melakukan reformasi peraturan perundangundangan dan kebijakan suatu Negara agar sesuai dengan prinsip dan norma KHA. LSM memiliki peran penting dalam mekanisme monitoring yang dibangun oleh Komite Hak Anak. Menurut Chatherine Beaulieu (2008) dalam buku yang berjudul Strengthening Laws Adressing Child Sexual Exploitation: Practical Guide. KHA merupakan satu-satunya perjanjian internasional HAM yang secara jelas memberikan sebuah peran kepada LSM dalam memonitor pelaksanaan KHA. Peran LSM dalam sesi Komite Hak Anak dapat melakukan (International Service for Human Rights, 2009): 1. Dengar pendapat secara lisan selama sebelum sesi kelompok kerja; 2. Memungkinkan LSM untuk melakukan dengar pendapat dengan Komite Hak Anak selama sesi 3. LSM dapat meminta pertemuan secara pribadi dengan Komite Hak Anak. Namun demikian, terdapat kelemahan mendasar terhadap mekanisme ini, yakni ketiadaan mekanisme penegakan terkait dengan kepatuhan Negara terhadap KHA dan kedua Protokol Opsional yang direkomendasikan oleh Komite KHA dalam Kesimpulan Pengamatan yang ditujukan bagi Negara Pihak. KHA menjadi satu-satunya perjanjian internasional HAM yang tidak memiliki mekanisme untuk menangani pelanggaran terhadap norma-normanya. Ketiadaan mekanisme pemgaduan yang memungkinkan perorangan, kelompok, atau perwakilan kelompok anak untuk menyatakan bahwa hak-hak mereka telah dilanggar oleh Negara (Chatherine Beaulieu, 2008) Page | 22 Ketiadaan mekanisme prosedur komunikasi atau pengaduan menurut NGO Group for the CRC merupakan masalah diskriminasi yang serius terhadap anak-anak. Komite Hak Anak telah menyatakan bahwa mereka percaya seperti prosedur komunikasi akan signifikan memberikan kontribusi pada perlindungan keseluruhan hak-hak anak. Kebutuhan mekanisme ini semakin diperkuat oleh Komisioner Tinggi Untuk Hak Asasi Manusia PBB, Ms Navanethem Pillay yang mengatakan bahwa mekanisme ini bisa secara signifikan memperkuat monitoring Konvensi dan kelanjutan perlindungan hak anak.21 KHA memerlukan prosedur komunikasi karena:22 1. Ruang lingkup dan detail dari hak-hak dalam KHA tidak tercakup, terpisah atau bersamasama, dengan mekanisme HAM lainnya; 2. Anak-anak harus memiliki mekanisme internasional untuk mengajukan permohonan apabila mekanisme perbaikan di tingkat nasional tidak ada atau tidak efektif; 3. Bahkan ketika pengaduan hak anak diterima oleh badan-badan HAM yang saat ini sudah terbentuk, belum tentu dipertimbangkan oleh sebuah Komite dengan keahlian pada hak-hak anak. Melalui pengembangan prosedur komunikasi internasional akan:23 1. Pelengkap proses pelaporan negara Pihak dan memperkuat pelaksanaan KHA; Mendorong Negara untuk memperkuat / mengembangkan solusi yang sesuai di tingkat nasional Memberikan interpretasi praktis dan otoritatif ketentuan KHA Negara pihak; kewajiban dan perspektif tentang implementasi KHA; 2. Mengembangkan yurisprudensi internasional dan mempengaruhi sistem peradilan domestik; Menaikkan pengakuan internasional anak-anak sebagai subyek hak (pemegang hak); 3. Memberikan langkah-langkah sementara untuk menghindari kerugian yang tidak dapat diperbaiki demi kesejahteraan dan perkembangan anak melalui penciptaan prosedur komunikasi 4. Komite Hak Anak dapat melakukan penyelidikan sehingga menghasilkan informasi yang dapat dipercaya untuk menunjukkan pelanggaran berat atau sistematis hak-hak yang ditetapkan dalam KHA; Oleh karena sampai saat ini Komite Hak Anak belum diberi mandat untuk memeriksa pengaduan (komunikasi) individual tentang pelanggaran hak-hak anak, maka mekanisme pengaduan pada badan-badan perjanjian lainnya seperti Komite Hak Asasi Manusia, Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan dan Komite Menentang Penyiksaan, dapat dipergunakan untuk mengajukan pengaduan dari anak-anak sesuai dengan ruang lingkup HAM yang diatur dalam perjanjian internasional. Konsekuensi logisnya Komite sepatutnya dapat menerima pengaduan dari anak-anak (Laura Theytaz-Bergman, 2006). 21 NGO Group for the CRC, Advocacy Toolkit: Campaign for a new Optional Protocol to the CRC establishing a communications procedure, 2010 22 NGO Group for the CRC, ibid 23 NGO Group for the CRC, ibid Page | 23