Larutan Natrium Laktat Hipertonik

advertisement
PRAKTIS
Larutan Natrium Laktat Hipertonik
Ery Leksana
SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif
RSUP dr. Kariadi/FK Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
S
elama Perang Dunia I, Cannon dkk
memperkenalkan konsep resusitasi
hipotensi sebagai strategi pencegahan untuk menghindari kehilangan
darah ”yang sebenarnya sangat
diperlukan”. Tim Cannon mengusulkan target
awal tekanan sistolik 70-80 mmHg sebelum
dilakukan kontrol perdarahan definitif. Dalam
Perang Dunia II, Beecher mengembangkan
konsep Cannon untuk perawatan pra-operatif
korban pertempuran dengan luka-luka.1,2
Ketertarikan akan resusitasi hipotensi meningkat kembali pada akhir tahun 1980-an dan
awal tahun 1990-an, terutama setelah studi
Bickell dkk. menunjukkan perbaikan kelangsungan hidup, komplikasi perioperatif lebih
rendah, dan rawat inap rumah sakit lebih
singkat jika cairan resusitasi pada pasien praperawatan rumah sakit dengan cedera luka
tembus dibatasi. Studi pra-klinis berikutnya
dan uji klinis telah mengkonfirmasi peranan
resusitasi hipotensi untuk mengobati trauma
berat-syok hemoragik pada pasien di luar
rumah sakit dan di lingkungan pedesaan terpencil di mana tidak bisa langsung melakukan
pembedahan.3,4
Resusitasi kardiovaskuler pada pasien terluka
parah di lapangan tetap tidak memuaskan
karena memerlukan cairan intravena dengan volume besar untuk mengganti kehilangan darah yang berkelanjutan sedangkan
pasien hanya dapat diberi cairan volume kecil. Meskipun banyak cara menangani cedera
traumatis, perhatian utama seputar metode
permisif hipotensi adalah menentukan larutan resusitasi yang akan digunakan. Larutan
garam hipertonik (NaCl 7,5%) volume kecil
dengan atau tanpa koloid telah diusulkan sebagai cairan volume ekspander alternatif untuk awal syok hemoragik.5,6 Larutan natrium
laktat hipertonik merupakan larutan tonisitas
tinggi mengandung konsentrasi natrium dan
laktat yang sangat tinggi, digunakan sebagai
228
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 228
cairan resusitasi dengan volume kecil atau
yang dikenal dengan .
Dalam studi pertama, larutan hipertonik NaCl
3% volume kecil (kurang dari atau sama dengan 12 mL/kg) diberikan pada pasien yang
menjalani operasi untuk cedera parah. Larutan
NaCl 3% memulihkan tekanan darah, pH, dan
urin dengan sekitar satu setengah dari kebutuhan cairan kumulatif pasien yang menerima
cairan isotonik (p<0,05). Dalam studi kedua,
250 mL larutan NaCl 7,5%/dekstran 70, diberikan secara prospektif, acak, tersamar ganda
kepada pasien cedera di lapangan. Tekanan
darah pada kelompok hipertonik/hiperonkotik meningkat 49 mmHg selama pemberian
(p<0,005), sedangkan tekanan darah pada
kelompok larutan ringer laktat meningkat 19
mmHg (p>0,05). Peneliti menyimpulkan bahwa larutan NaCl 7,5%/dekstran 70 merupakan
solusi yang sangat menjanjikan untuk pengobatan pasien cedera di lapangan.
Kompartemen Cairan Tubuh7, 8
Tubuh manusia dewasa terdiri dari zat padat
(40% BB/beratbadan) dan zat cair (60% BB).
Zat cair (60% BB) terdiri dari: cairan intraseluler
(40% BB) dan cairan ekstraseluler (20% BB)
yang terbagi atas: cairan interstisial (15% BB)
dan cairan intravaskuler (5% BB). Elektrolit terbanyak intraseluler: kalium dan fosfat; sedangkan ekstraseluler: natrium dan klorida.
Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh natrium dan protein plasma. Natrium
paling banyak terdapat di dalam cairan ekstraseluler dengan kadar yang hampir sama antara
cairan interstisial dan intravaskuler (plasma),
yaitu sekitar 140 mEq/L. Membran sel bersifat
semipermeabel yang hanya dapat dilalui air.
Natrium merupakan elektrolit paling penting
sebagai mekanisme transpor aktif pompa Na-K.
Na+ akan bergerak dari ekstrasel ke intrasel dan
dalam waktu yang bersamaan K+ akan keluar
dari intrasel. Pada transport aktif ini, energi dida-
pat langsung dari penghancuran ATP. Salah satu
fungsi pompa Na-K adalah mengontrol volume
cairan sel. Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmosis melalui membran
semipermeabel yang terjadi apabila kadar total
solut (zat terlarut) pada kedua sisi membran
berbeda. Air akan berdifusi melalui membran
untuk menyamakan osmolalitas. Pergerakan air
ini akan dilawan oleh tekanan osmotik.
Masuknya cairan ke dalam ruang vaskuler
akibat pemberian infus natrium konsentrasi
tinggi dalam waktu singkat akan meningkatkan tonisitas secara tiba-tiba. Cairan akan berpindah dari intraseluler, pertama eritrositkemudian sel endoteldan sel jaringan,ke dalam
kompartemen ekstraseluler. Berkurangnya
endotel menguntungkan pada mikrosirkulasi
karena menurunkan resistensi kapiler. Cairan
interstisiel juga bergerak ke dalam kompartemen intravaskuler akibat perbedaan osmotik.
Tonisitas9
Osmolaritas adalah konsentrasi osmolal suatu
larutan bila dinyatakan sebagai osmol per liter
larutan (Osm/L). Osmolalitas adalah konsentrasi osmolal suatu larutan bila dinyatakan
sebagai osmol per kilogram air (Osm/kg). Tonisitas adalah osmolalitas relatif suatu cairan.
Istilah tonisitas sering tertukar dengan osmolaritas.
Volume kompartemen cairan tubuh tergantung dari kadar natrium dan protein plasma.
Natrium lebih banyak terdapat di dalam kompartemen ekstraseluler. Natrium adalah faktor
yang paling menentukan osmolaritas dan tonisitas. Larutan dikatakan isotonik, bila tonisitas sama dengan serum darah yaitu 275 – 295
mOsm/kg. Osmolaritas total dari setiap kompartemen adalah 280- 300 mOsm/L.
Laktat10,11
Dewasa ini pemahaman mengenai laktat
mengalami banyak perubahan:
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
4/3/2012 11:53:40 AM
PRAKTIS
Paradigma lama:
Laktat adalah produk akhir dari glikolisis
pada keadaan hipoksia
Laktat adalah penyebab utama kelelahan
otot
Laktat adalah penyebab utama kerusakan jaringan
Paradigma baru:
Laktat adalah metabolit fisiologis
Laktat merupakan substrat energi yang
aktif di oksidasi oleh sel yang memiliki
mitokondria, terutama pada organ yang
sangat aktif: otak, jantung , ginjal dan
otot.
Farmakodinamik laktat:
Sebagai substrat energi yang lebih baik
dari glukosa pada keadaan pasca-iskemia,
karena siap pakai dan mudah dimetabolisme.
Tidak menyebabkan asidosis
Laktat diubah menjadi glukosa dengan
proses glukoneogenesisLaktat dimetabolisme pada sel yang mengonsumsi
oksigen
Larutan Natrium Laktat Hipertonik12
Larutan natrium laktat hipertonik0,5 M (500
mmol/L = 0,5 mmol/mL) mempunyai komposisi:
Bahan
Sodium lactate solution
( 50 % b/v )
Potasium chloride
Calcium chloride
Water for injection
Jumlah/1000 mL
113 g
(setara 56,6 g)
0,30 g
0,20 g
add 1000 mL
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 229
Kalsium berperan dalam kontraktilitas jantung.
Kalium mencegah hipokalemia, yang dapat
disebabkan oleh infus natrium laktat. Efek
asidosis tidak disebabkan oleh cairannatrium
laktat hipertonikpada pH netral (pH=7,0) dan
metabolisme laktat tidak akan menyebabkan
efek asidosis.
Penghitungan Pergeseran Cairan dan
Osmosis Setelah Pemberian Larutan
Natrium Laktat Hipertonik8
Pada pemberian infus 1 L larutan natrium laktat hipertonik 0,5 M kepada pasien dengan berat badan 70 kg dan osmolaritas plasma awal
280 mOsm/L, volume cairan ekstraseluler adalah 20 % beratbadan dan intraseluler adalah
40% berat badan, penghitungan pergeseran
cairan dan osmosisnya adalah sbb:
Pertama: menghitung kondisi awal volume,
konsentrasi dan miliosmol total setiap kompartemen.
Tahap 1 Kondisi awal
Volume (Liter)
Konsentrasi
(mOsm/L)
Total
mOsm
Cairan ekstraseluler
14
280
3.920
Cairan intraseluler
28
280
7.840
Cairan tubuh total
42
280
11.760
Jumlah/250 mL
28,25 g
75 mg
50 mg
add 250 mL
Sodium (natrium) merupakan elektrolit utama
cairan ekstraseluler yang mempunyai peran
penting dalam tonisitas plasma. Konsentrasi
tinggi natrium menandakan hipertonisitas
yang menguntungkan dalam resusitasi cairan
karena dapat memperbaiki hemodinamik
dengan volume kecil. Laktat, suatu metabolik
fisiologis dan berperan sebagai substrat energi, secara aktif teroksidasi oleh sel mitokondria, khususnya di dalam organ yang memiliki
aktifitas tinggi seperti otak, ginjal, jantung dan
otot. Hasil oksidasi energi hampir mendekati
glukosa (4 kkal/g laktat). Dalam keadaan
hipoksia, laktat lebih dipilih sebagai substrat
energi melebihi glukosa karena merupakan
substrat energi siap pakai dan tidak memerlukan ATP dalam proses oksidasi. Selain itu,
laktat dapat diubah menjadi glukosa melalui
jalur glukoneogenesis paling sering terjadi di
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
hati dan ginjal.
Dalam 1 L larutan natrium laktat hipertonik
0,5 M, terdapat 0,5 mol natrium laktat per liter larutan. Karena 1 mol natrium laktat setara
dengan 1 osmol (sodium laktat mempunyai 2
partikel osmotik aktif per mol), pemberian 1
L larutan natrium laktat hipertonik0,5 M akan
menambah 1000 miliosmol natrium laktat ke
dalam cairan ekstraseluler.
Tahap 2 Efek seketika setelah penambahan 1
L larutan natrium laktat 0,5 M
Volume (Liter)
Konsentrasi
(mOsm/L)
Total
mOsm
Cairan ekstraseluler
15
328
4.920
Cairan intraseluler
28
280
7.840
43
Tidak ada
keseimbangan
12.760
Cairan tubuh total
Seketika itu, tidak ada perubahan konsentrasi
maupun volume cairan intraseluler serta tidak
akan terjadi keseimbangan osmotik. Namun,
pada cairan ekstraseluler ada tambahan 1000
miliosmol total zat terlarut, yang menghasilkan total miliosmol (3920 + 1000 = 4.920). Ka-
rena kompartemen ekstraseluler mempunyai
volume 15 liter, konsentrasi dihitung dengan
cara 4.920 dibagi 15 sehingga didapat konsentrasi 328 mOsm/L. Nilai ini terjadi seketika
setelah penambahan larutan.
Tahap 3 Hitung volume dan konsentrasi yang
akan terjadi setelah tercapai keseimbangan
osmotik.
Pada saat ini, konsentrasi cairan di dalam kompartemen intraseluler dan ekstraseluler menjadi sama, dapat dihitung dengan cara miliosmol
total dalam tubuh (12.760) dibagi volume total
(43) adalah 296,7 mOsm/L sehingga seluruh
kompartemen cairan tubuh akan mempunyai
konsentrasi yang sama setelah tercapai keseimbangan osmotik.
Apabila dianggap tidak ada zat terlarut atau
air yang keluar dari tubuh serta tidak ada
pergerakan natrium laktat ke dalam maupun
ke luar sel, volume cairan intraseluler dan ekstraseluler dapat dihitung dengan cara:
•
Cairan intraseluler: miliosmol total cairan
intraseluler (7.840) dibagi konsentrasi
(296,7), sama dengan 26,5 L
•
Cairan ekstraseluler: miliosmol total
cairan ekstraseluler (4.920) dibagi konsentrasi (328), sama dengan 16,5 L.
Jadi, penambahan 1 L larutan natrium laktat
hipertonik akan menyebabkan peningkatan
volume cairan ekstraseluler sebesar 2,5 L, sedangkan cairan intraseluler turun 1,5 L.
Efek penambahan 1 L larutan natrium laktat
0,5 M setelah keseimbangan osmotik:
Volume (Liter)
Konsentrasi
(mOsm/L)
Total
mOsm
Cairan Ekstraseluler
16,50
296,7
4.920
Cairan Intraseluler
26,50
296,7
7.840
Indikasi larutan natrium laktat hipertonik
Resusitasi cairan pada kondisi defisit cairan
ekstraseluler dan untuk memperbaiki volume
sirkulasi atau hemodinamik dengan volume
kecil dan dalam waktu singkat, seperti pada:
•
Asidosis metabolik akibat: syok septik,
syok hipovolemik (perdarahan), dan syok
kardiogenik
•
Asidosis hiperkloremik
•
Asidosis dilusi (akibat tindakan prostatektomi dengan TURP)
229
4/3/2012 11:53:42 AM
PRAKTIS
•
•
•
pada anestesi spinal
Koreksi hiponatremia
Luka bakar.
KONTRAINDIKASI
•
Keadaan hipervolemia
•
Hipernatremia
•
Gagal ginjal berat.
DOSIS
Dosis umum larutan natrium laktat hipertonik
0,5 M: 1 mL/kgBB/jam, dengan dosis maksi-
mal: 1-2 mEq/kg/hari dan kecepatan tetesan
maksimum: 2-4 mL/menit. Dalam suatu studi
yang membandingkan pemberian larutan natrium laktat hipertonik dengan larutan ringer
laktat (RL) pada pasien pasca-bedah CABG (),
larutan natrium laktat hipertonik menunjukkan peningkatan indeks jantung yang lebih
tinggi secara bermakna dan indeks resistensi
vaskuler paru yang lebih rendah secara bermakna dibanding larutan RL. Larutan natrium
laktat hipertonik menghasilkan keseimbangan
cairan yang lebih negatif dibanding larutan
RL. Selain itu, dalam studi ini, larutan natrium
laktat hipertonik tidak menyebabkan hipernatremi dan asidosis dengan profil keamanan
sebanding dengan larutan RL.
SIMPULAN
Cairan natrium laktat hipertonik merupakan
salah satu cairan alternatif untuk resusitasi
dengan volume kecil dan mengandung laktat yang merupakan substrat energi cepat saji
yang lebih dipilih oleh tubuh pada keadaan
pasca-hipoksia.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Cannon WB, Fraser J, Cowell EM. The preventive treatment of wound shock. JAMA 1918;70:618–21.
2.
Beecher HK. Preparation of battle casualties for surgery. Ann Surg. 1945;121(6):769–92.
3.
Bickell WH, Wall MJ, Pepe PE, Martin RR, Ginger VF, Allen MK, et al. Immediate versus delayed fluid resuscitation for hypotensive patients with penetrating torso injuries. N Engl J Med.
1994;331(17):1105–9.
4.
Alam HB, Rhee PR. New developments in fluid resuscitation. Surg Clin North Am. 2007;87:55–72.
5.
Angele MK, Schneider CP, Chaudry IH. Bench-to-bedside review: latest results in hemorrhagic shock. Critical Care 2008;12(4):218-30.
6.
Dubick MA, Bruttig SP, Wade CE. Issues of concern regarding the use of hypertonic/hyperoncotic fluid resuscitation of hemorrhagic hypotension. Shock 2006; 25(4):321–8.
7.
Body fluid compartment and water balance [Internet]. 2010 Oct 3 [cited 2012 Jan 4]. Available from: http://howmed.net/physiology/body-fluid-compartments-water-balance/
8.
Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM. Body water compartment. In: Textbook of critical care. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2005. p.1073-5, 1938-9.
9.
Guyton AC, Hall JE. The body fluids and kidney. In: Textbook of medical physiology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 1971. p. 386-7, 500.
10. Lactic acid, blood lactate & the lactic acid Myth [Internet]. 2011 Dec 1 [cited 2012 Jan 4]. Available from: http://www.sport-fitness-advisor.com/lactic-acid.html
11. Sri Redjeki I. Lactate metabolism. Meet the expert in anesthesiology. The Sunan Hotel Solo, 2008.
12. Totilac [package insert]. Jakarta, Indonesia: PT. Kalbe Farma Tbk.; 2008.
13. Overview of carbohydrate metabolism [Internet]. 2003 April 26 [cited 2012 Jan 4]. Available from: http://www.elmhurst.edu/~chm/vchembook/600glycolysis.html
14. Schurr A. Lactate is the ultimate oxidative energy substrate in brain and elsewhere. Critical Care & Shock. 2005;8:67-78.
LAMPIRAN
Metabolisme Karbohidrat13,14
Metabolisme karbohidrat dimulai dengan
proses pencernaan hingga penyerapan di
usus halus, tempat monosakaridadiabsorpsi
ke dalam sirkulasi darah. Konsentrasi gula
darah dikontrol oleh 3 hormon: insulin, glukagon dan epinefrin. Jika konsentrasi glukosa
di dalam darah sangat tinggi, insulin akan
disekresi oleh pankreas. Insulin akan memacu
transfer glukosa ke dalam sel, terutama ke hati
dan otot, meskipun organ lain dapat melakukan metabolisme glukosa.
Di dalam hati dan otot, sebagian glukosa akan
diubah menjadi glikogen melalui proses glikogenesis (anabolisme) untuk disimpan sampai suatu saat diperlukan. Jika kadar glukosa
rendah, akan disekresi hormon epinefrin dan
glukagon untuk memacu konversi glikogen-
230
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 230
menjadi glukosa (proses glikogenolisis, katabolisme). Glukosa yang dibutuhkan segera
masuk ke dalam sel sebagai sumber energi,
memulai proses glikolisis (katabolisme) yang
memerlukan ATP. Produk akhir glikolisis adalah asam piruvat dan ATP.
Gambar 1 Skema Metabolisme Karbohidrat
Karena glikolisis relatif sedikit menghasilkan
ATP, reaksi selanjutnya adalah pengubahan
asam piruvat menjadi dan kemudian asam
sitrat di dalam siklus Kreb (siklus asam sitrat)
Mayoritas ATP dibuat dari oksidasi di dalam
siklus asam sitrat yang berhubungan dengan rantai transpor elektron Dalam keadaan
normal, sebagian asam piruvat juga diubah
menjadi asam laktat.
Siklus Kreb disebut juga siklus asam sitrat
(citric acid cycle) atau siklus asam trikarboksilat (tricarboxylic acid/TCA cycle), merupakan
serangkaian reaksi kimia di mitokondria sel,
tempat pembentukan asam sitrat dari asetilCoA dan oksaloasetat dengan hasil akhir ATP,
CO2, dan H2O. Proses ini memerlukan oksigen.
Dikutip dari: Overview of Carbohydrate Metabolism
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
4/3/2012 11:53:44 AM
PRAKTIS
Gambar 2 Skema Metabolisme Glukosa dan Laktat dalam Keadaan Normal
Gambar 4 Skema Metabolisme Glukosa dan Laktat dalam Keadaan
Hipoksia
Gambar 3 Skema Siklus Kreb
Gambar 5 Skema Metabolisme Glukosa dan Laktat Setelah Restorasi
Oksigen Pasca-hipoksia
Pada keadaan aktivitas otot meningkat, asam
piruvat mengalami konversi terutama menjadi
asam laktat dibanding asetil-CoA. Pada periode istirahat, asam laktat mengalami konversi
kembali menjadi asam piruvat. Asam piruvat
mengalami konversi kembali menjadi glukosa
melalui proses glukoneogenesis (anabolisme).
Apabila glukosa sementara tidak diperlukan,
akan mengalami konversi menjadi glikogen
dengan proses glikogenesis.
Pada keadaan hipoksia/iskemia, tubuh
kekurangan oksigen sehingga asam piruvat
cenderung diubah menjadi asam laktat. Setelah restorasi oksigen pasca-hipoksi, asam
laktat akan diubah menjadi asam piruvat dengan sedikit langkah dan tidak memerlukan
ATP. Asam piruvat ini kemudian mengalami
oksidasi melalui siklus asam sitrat atau dikonversi kembali menjadi glukosa. Sehingga
laktat merupakan substrat energi yang lebih
baik daripada glukosa pada keadaan pascaiskemia, karena siap pakai dan mudah dimetabolisme.
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 231
Rumus Penting
π = MRT
π
M
R
T
=
=
=
=
=
tekanan osmotik (atm); 1 atm
760 mmHg
molaritas (mol/L)
konstanta = 0,082 L atm/mol K
temperatur absolut (310 K)
C = konsentrasi zat terlarut (g/L)
BM = berat molekul (g/mol)
Contoh:
NaCl 0,9 % = 0,9 g/100 mL = 9 g/L
BM NaCl = 58,5 g/mol
Molaritas NaCl 0,9% = 9 g/L dibagi 58,5 g/mol
= 0,154 mol/L
Setiap mol NaCl 0,9% setara dengan 2 osmol
Jadi, osmolaritas NaCl 0,9%= 2 x 0,154 = 0,308
Osm/L = 308 mOsm/L
Tekanan osmotik larutan 1 mOsm/L pada
temperatur absolut (310 K)=19,3 mmHg
Tekanan osmotik NaCl 0,9% = 0,308 mOsm/L
x 19,3 mmHg/mOsm= 5,944 mmHg
Koefisien osmotik NaCl 0,9%=0,93
Jadi, osmolaritas NaCl 0,9% = 308 mOsm x
0,93 = 286 mOsm/L
Jumlah total miliosmol pada setiap kompartemen didapat dari: volume x konsentrasi
NaCl 3%: Na+ = 513 mmol/L; Cl- = 513
mmol/L
Natrium bikarbonat: 1 mEq/mL
Larutan natrium laktat bikarbonat 0,5 M = 0,5
mEq/mL
Osmolaritas plasma = 2 x (Na+ + K+) + GDS/18
+ BUN/2,8
231
4/3/2012 11:53:46 AM
Download