KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL Oleh: Robert Marbun A. Kebijakan Moneter 1. Definisi dan Pengertian Yang dimaksud dengan kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang beredar. Yang dimaksud dengan kondisi lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi. Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif (monetary expansive). Sebaliknya jika jumlah uang beredar dikurangi, pemerintah menempuh kebijakan moneter kontraktif (monetary contractive). Istilah lain untuk kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan uang ketat (tight money policy). 2. Instrumen Kebijakan Moneter Ada tiga instrumen utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang beredar : operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount rate), dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Di luar tiga instrumen tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion). a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation). Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka (open market operation) adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli suratsurat berharga milik pemerintah (government securities). Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah menjual surat-surat berharga (open market selling). Dengan demikian uang yang ada dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar berkurang. Jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah membeli kembali surat-surat berharga tersebut (open market buying). Guna lebih mengefektifkan operasi pasar terbuka ini, Bank Indonesia telah mengembangkan kedua instrumen tersebut dengan menambahkan fasilitas repurchase agreement (repo) ke masing-masing instrumen, sehingga saat ini dikenal SBI repo dan SBPU repo. Di Indonesia, operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah menjual SBI dan atau SBPU. Melalui penjualan SBI/SBPU uang yang ada dalam masyarakat ditarik, sehingga jumlah uang beredar berkurang. Biasanya penjualan SBI/SBPU dilakukan bila jumlah uang beredar dianggap sudah mengganggu stabilitas perekonomian. Bila pemerintah melihat jumlah uang beredar perlu ditambah, agar perbankan lebih mampu memberikan kredit yang akan memacu pertumbuhan ekonomi, maka SBI dan SBPU yang telah dijual dibeli kembali. Melalui pembelian itu pemerintah mengeluarkan uang sehingga menambah jumlah uang beredar. 2012 1 1 B. KEBIJAKAN FISKAL Berikut ini akan diuraikan beberapa aspek pokok kebijakan fiskal dan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitasnya. 1. Definisi dan Pengertian Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola/mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jadi, kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijakan moneter. Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar, maka dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya. Dalam buku teks teori ekonomi makro, penerimaan pemerintah diasumsikan berasal dari pajak (tax sehingga notasi yang digunakan untuk penerimaan pemerintah adalah T. Sedangkan notasi untuk pengeluaran pemerintah (government expenditure) / seperti yang telah dibahas dalam bagianbagian sebelumnya, adalah G. a. Pajak Dalam bagian ini kita akan memberikan perhatian yang cukup besar tentang konsep pajak. Tujuannya adalah untuk memperdalam pemahaman tentang kebijakan fiskal dan pengaruhnya terhadap keseimbangan perekonomian. Sebab, berbeda dengan pengeluaran pemerintah (G) yang dapat diasumsikan otonomus, maka pajak tidaklah demikian; Besamya pajak yang diterima pemerintah dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, sebaliknya pajak dapat memengaruhi pola laku produksi dan atau konsumsi. Secara hukum, pajak dapat didefinisikan sebagai iuran wajib kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan legal (berdasarkan undang-undang), sehingga pemerintah mempunyai kekuatan hukum (misalnya denda atau kurungan penjara) untuk menindak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Walaupun pajak sifatnya memaksa, pemerintah tidak mempunyai kewajiban untuk membalas jasa secara langsung kepada para pembayar pajak. Pajak dipungut untuk menjalankan roda pemerintahan. Secara ekonomi, pajak dapat didefinisikan sebagai pemindahan sumber daya yang ada di sektor rumah tangga dan perusahaan (dunia usaha) ke sektor pemerintah melalui mekanisme pemungutan tanpa wajib memberi balas jasa langsung. Jika pungutan pemerintah sifatnya memberikan balas jasa langsung, maka pungutan tersebut disebut retribusi. Dari definisinya, pajak yang nilainya positif akan menyebabkan pendapatan riil makin rendah atau harga barang makin mahal. Tetapi jika nilainya negatif (subsidi), pajak akan meningkatkan pendapatan riil atau menyebabkan harga output atau Input menjadi lebih murah. 1) Klasifikasi Pajak Ada beberapa pengklasifikasian pajak yang umumnya digunakan, yaitu pajak objektif dan pajak subjektif serta pajak langsung dan pajak tidak langsung. a) Pajak Objektif Pajak objektif adalah pajak yang dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak. Misalnya, pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan kepada mereka yang membeli barang dan jasa kena pajak. 2012 2 2 B. Politik Anggaran Dilihat dari perbandingan nilai penerimaan (T) dan pengeluaran (G), politik anggaran dapat dibedakan menjadi anggaran tidak berimbang dan anggaran berimbang. Hasil yang dicapai dari kebijakan fiskal merupakan interaksi (resultan) dari dampak pajak dan pengeluaran pemerintah terhadap output keseimbangan. a. Anggaran Defisit (Deficit Budget) Anggaran tidak berimbang dapat dibedakan lagi menjadi anggaran defisit (deficit budget) dan anggaran surplus (surplus budget). Anggaran defisit adalah anggaran yang memang direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (T < G atau G > T). Politik anggaran defisit, biasanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulir pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya dilakukan bila perekonmian berada dalam resesi. Dengan asumsi kondisi awal anggaran pemerintah adalah anggaran berimban (G = T), bila pemerintah menempuh anggaran defisit, maka Δ 0. Karena ΔG > 0 dan ΔG > ΔT, maka jika pemerintah menempuh politik anggaran defisit, pemerintah dianggap memilih kebijakan fiskal ekspansif. b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) Kebalikan dari anggaran defisit, dalam anggaran surplus pemerintah merencanakan penerimaan lebih besar dari pengeluaran (T > G atau G < T). Atau dapat juga dikatakan pemerintah menempuh politik anggaran surplus bila ΔC ΔT, di mana ΔG dan ΔT 0. Karena itu juga, politik anggaran surplus sering diidentikan dengan kebijakan fiskal kontraktif. Politik anggaran surplus dilakukan bila perekonomian sedang dalam tahap ekspansi dan terus memanas (overheating). Melalui anggaran surplus pemerintah mengerem pengeluarannya untuk menurunkan tekanan permintaan atu mengurangi daya beli dengan menaikkan pajak. Pengaruh anggaran surplus terhadap output keseimbangan adalah kebalikan dari pengaruh anggaran defisit. c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget) Pemerintah dikatakan menempuh politik anggaran berimbang bila pengeluaran direncanakan akan sama dengan penerimaan (G=T dan atau ΔG = ΔT). Tidak ada ketentuan pokok dalam kondisi ekonomi seperti apa politik anggaran berimbang ditempuh. Namun bila pemerintah memilih politik anggaran berimbang, dua hal utama yang ingin dicapai adalah peningkatan disiplin dan kepastian anggaran. C. Mekanisme kebijaksanaan fiskal 2012 1. Untuk meningkatkan permintaan agregat pemerintah dapat mengambil tindakan menaikkan pengeluaran pemerintah dan/atau melakukan pemotongan pajak. Apabila langkah ini diambil secara tidak tepat dapat mengakibatkan terjadinya inflasi karena output ekonomi tidak dapat menemui permintaan agregat. Permasalahan berikutnya adalah apakah pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya tanpa menaikkan pajak yang bersifat kontraktif terhadap permintaan agregat. 2. Untuk menurunkan permintaan agregat pemerintah dapat melakukannya dengan menurunkan pengeluaran pemerintah dan/atau menaikkan pajak. Kenaikan pajak secara langsung akan mempengaruhi pendapatan perorangan yang dapat dibelanjakan (personal disposable income) yang pada gilirannya akan mempengaruhi konsumsi perorangan. Oleh karena itu, kena ikan pajak bersifat kontraktif bagi kegiatan ekonomi. Sebaiknya penurunan pajak akan meningkatkan 3 3