sistem keuangan daerah - Shinta Happy Yustiari

advertisement
SISTEM KEUANGAN DAERAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Pemerintahan Indonesia
Yang Dibina oleh:
IBU SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA
Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
Tika Nurmalasari
Arumita Risdyamurti
Risya Novitasari
Hafidzul Ahkam
Ardi Irfidayantono
(115030107113011)
(115030107113025)
(115030107113026)
(115030107113014)
(115030107113022)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
KEDIRI
2012
SISTEM KEUANGAN DAERAH
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen atau elemen yang saling
berinteraksi, saling terkait, atau saling bergantung membentuk keseluruhan yang kompleks.
Sistem dalam arti lain yaitu suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan yang
disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau
fungsi utama dari suatu organisasi, sedangkan prosedur-prosedur yang saling berhubungan disusun
sesuai dengan skema yang menyeluruh adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani (clerical),
biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya
perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu organisasi
(Baridzwan,1998 : 3).
Menurut Jaya (1999 :11) keuangan daerah adalah seluruh tatanan, perangkat kelembagaan dan
kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan dan belanja daerah.
Menurut Mamesah ( 1995 :16 ) keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih
tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Menurut Halim (2004:18), “Ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah
yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan
langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan barang-barang inventaris milik
daerah. Sedangkan keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD)”.
Dalam arti sempit, keuangan daerah yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan
APBD. Oleh sebab itu keuangan daerah identik dengan APBD. Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun
2005, “Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut”.
Hak dan kewajiban daerah tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan
negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Mardiasmo (2000:3), mengatakan bahwa dalam pemberdayaan pemerintah daerah ini, maka
perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah
adalah :
1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented);
2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumya dan anggaran daerah
pada khususnya;
3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam
pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KDH, Sekda dan perangkat daerah lainnya;
4. Kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan keuangan
daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan
akuntabilitas;
5. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH dan PNS Daerah, baik ratio maupun
dasar pertimbangannya;
6. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan anggaran multitahunan;
7. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih professional;
8. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan publik
dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi
anggaran kepada publik;
9. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi, dan
peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah;
10. Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran
yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan
informasi.
Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri
berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989 : 279-280) adalah sebagai berikut :
1. Tanggung jawab (accountability). Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan
keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan sah, lembaga atau orang itu
adalah Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum.
2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan. Keuangan daerah harus ditata dan dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik
jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah
ditentukan.
3. Kejujuran. Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus
diserahkan kepada pegawai yang benar-benar jujur dan dapat dipercaya.
4. Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency). Merupakan tata cara mengurus
keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya
yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
5. Pengendalian. Aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus
melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai
Berdasarkan pengertian tersebut pada prinsipnya keuangan daerah
mengandung unsur pokok yaitu:
- Hak Daerah
yang dapat dinilai
- Kewajiban Daerah
dengan uang
- Kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut.
Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang melekat pada daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam usaha pemerintah daerah
mengisi kas daerah.

PENGELOLA KEUANGAN DAERAH
Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelola keuangan
daerah. Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Kepala Daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk
melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para pengelola keuangan daerah tersebut adalah:
1. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD).
2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).
3. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB).
4. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran.
Berikut ini adalah uraian tentang tugas-tugas para pejabat pengelola keuangan daerah
tersebut.
 Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan:
a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah. Sistem Administrasi
Keuangan Daerah I Pusdiklatwas BPKP – 2007
c. Menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang.
d. Menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran.
e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah.
f. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah.
g. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah.
h. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran.
Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan
sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada:
a. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan Daerah.
b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah (PPKD).
c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna
anggaran/pengguna barang.
Pelimpahan tersebut ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip
pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau
mengeluarkan uang, yang merupakan unsur penting dalam sistem pengendalian intern.
 Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah membantu kepala daerah
menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah
termasuk pengelolaan keuangan daerah. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan
keuangan daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang:
a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah.
c. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD.
d. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD, perubahan APBD, dan
pertanggung jawaban pelaksanaan APBD.
e. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dan pejabat
pengawas keuangan daerah.
f. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.
Selain mempunyai tugas koordinasi, Sekretaris Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah,
b. Menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD,
c. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah,
d. Memberikan persetujuan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD) /
Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA), dan Sistem Administrasi
Keuangan Daerah
e. Melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan
kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. Koordinator pengelolaan keuangan daerah
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas tersebut kepada kepala daerah.
 Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola
KeuangaN Daerah (PPKD) mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah,
b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD,
c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah,
d. melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah (BUD),
e. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD; dan
f. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku Bendahara Umum Daerah (BUD)
berwenang:
a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas
daerah;
e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);
g. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama pemerintah
daerah;
h. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
i. menyajikan informasi keuangan daerah; dan
j. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik
daerah.
PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah
selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah (Kuasa BUD). PPKD mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Penunjukan Kuasa BUD
oleh PPKD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Kuasa BUD mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas;
b. menyiapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);
c. menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D);
d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah;
e. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga
keuangan lainnya yang ditunjuk;
f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
g. menyimpan uang daerah;
h. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi
daerah;
i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban
rekening kas umum daerah;
j. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;
k. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan
l. melakukan penagihan piutang daerah.
Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD. PPKD dapat
melimpahkan kepada pejabat lainnya di lingkungan SKPKD untuk melaksanakan tugas-tugas
sebagai berikut:
a. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
b. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
c. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
d. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah
daerah;
e. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
f. menyajikan informasi keuangan daerah; dan
g. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik
daerah.
 Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengguna Anggaran /
Pengguna Barang (PPA/PB) mempunyai tugas:
a. menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD);
b. menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD);
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang
telah ditetapkan;
h. menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM);
i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD
yang dipimpinnya;
k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya
m. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan
kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada
Kepala Unit Kerja pada SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang.
Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran
SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang
kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut ditetapkan
oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang
mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada pengguna anggaran/ pengguna
barang.
 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja
SKPD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Penunjukan pejabat tersebut berdasarkan
pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali
dan pertimbangan objektif lainnya. PPTK bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang yang
telah menunjuknya. Tugas tugas tersebut adalah:
a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan
c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan, yang
mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait
dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
 Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran
SKPD (DPA-SKPD), Kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata
usaha keuangan
pada SKPD sebagai Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPKSKPD). PPK-SKPD
mempunyai tugas:
a. meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) pengadaan
barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/
disetujui oleh PPTK;
b. meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP),
Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP-GU), Surat Permintaan
Pembayaran Tambah Uang Persediaan (SPP-TU) dan SPP-LS gaji dan tunjangan
PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;
c. melakukan verifikasi Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
d. menyiapkan Surat Perintah Membayar (SPM);
e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan;
f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan
g. menyiapkan laporan keuangan SKPD. PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai
pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara,
dan/atau PPTK.
 Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara
Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada
SKPD. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran tersebut adalah pejabat fungsional.
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung
dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau
bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos
atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi.
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya
dapat dibantu oleh Bendahara Penerimaan Pembantu dan/atau Bendahara Pengeluaran Pembantu.
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.
.
 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Dalam kegiatan suatu organisasi baik kecil maupun besar apalagi organisasi pemerintah
yang sangat luas dan kompleks memerlukan alokasi dana yang cukup memadai. Hal tersebut
diperlukan untuk membiayai program dan kegiatan organisasi pemerintah yang berkesinambungan.
Pembiayaan yang berkesinambungan tersebut dialokasikan dalam kelompok pendanaan rutin yang
terdapat dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah), maka pendanaan tersebut
merupakan salah satu anggaran dalam APBD untuk melaksanakan kegiatan pembangunan untuk
kesejahteraan rakyat. APBD itu sendiri merupakan kegiatan pemerintah daerah yang harus
dipertanggungjawabkan kepada DPRD.
1. Pengertian APBD
Penyusunan APBD merupakan hal yang sangat penting dalam rangka penyelenggaraan
fungsi daerah. Oleh karena itu, harus disusun dan dipertimbangkan dengan seksama yang dalam
pelaksanaannya haruslah sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir
8 tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan
dikelola dalam APBD. Penerimaan
dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan
dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan
rencana
pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah
bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran
daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian,
pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Tahun anggaran APBD sama dengan tahun
anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan
berdasarkan kerangka waktu tersebut. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem
anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi
biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan.
Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan
belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi,
realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang
cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD
apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
2. Fungsi APBD
Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu :
1. Fungsi Otorisasi
Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan
Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun
yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah
daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
6. Fungsi Stabilisasi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian.laksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan.
Dalam buku yang diterbitkan oleh LAN RI menjelaskan bahwa APBD sangat penting dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah karena:
a. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan .
b. Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
c. Memberi isi dan arti kepada tanggungjawab pemerintah daerah, umumnya kepada daerah
khususnya karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemeritah daerah.
d. Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadapdaerah dengan cara yang
lebih mudah dan berhasil guna.
e. Merupakan suatu pemberian juasa kepada kepala daerah didalam batas-batas tertentu.
3. Karakteristik APBD
Dalam reformasi keuangan daerah perubahan ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah tersebut membawa dampak perubahan karakteristik APBD.
Karakteristik APBD di era reformasi menurut Abdul Halim,MBA, Akt. Dalam bukunya “Akuntansi
Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah” adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban kepada daerah
Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas:
a. Laporan perhitungan APBD
b. Nota perhitungan APBD
c. Laporan Aliran Kas
d. Neraca Daerah dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolak ukur Renstra
2. Pinjaman APBD tidak lagi termasuk kedalam pos pendapatan (yang menunjukan hak
pemerintah daerah), tetapi masuk kedalam pos penerimaan (yang belum tentu menjadi hak
pemerintah daerah).
3. Masyarakat termasuk dalam unsure penyusunan APBD disamping Pemda yang terdiri atas
kepala daerah dan DPPD.
4. Indikator kinerja Pemda tidak hanya mencakup
a. Perbandingan antara anggaran dengan realisasinya.
b. Perbandingan antara standar biaya dengan relisasinya.
c. Target dan persentase fisik proyek tetapi juga meliputi standar pelayanan yang
diharapkan.
5. Laporan pertanggungjawaban kepala daerah pada akhir tahun anggaran yang bentuknya
adalah laporan perhitungan
APBD dibahas oleh DPRD dan mengandung konsekuensi
terhadap masa jabatan kepala Daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa APBD pada era reformasi memiliki
karakteristik struktur, perhitungan dan pertanggungjawaban yang dapat dikatakan sempurna.
Hal tersebut ditandai dengan adanya penerapan sistem akuntansi yang sempurna dan
akuntabilitas merupakan salah satu prinsip dasar penyusunan. Selain itu pengawasan terhadap
APBD juga menjadi lebih ketat karena melibatkan unsur masyarakat yang diwakili oleh DPRD.
 Pendapatan Daerah
1. Pengertian Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah merupakan penerimaan yang sangat penting bagi pemerintah daerah
dalam menunjang pembangunan daerah guna membiayai proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan
daerah. Pendapatan daerah merupakan penerimaan yang diperoleh pemerintah daerah yang dapat
ditinjau dari tingkat kenaikan aktiva ataupun penurunan utang yang dapat digunakan oleh
pemerintah dalam membangun dan mengembangkan suatu daerah dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan.
2.
Sumber-sumber Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah sebagai penerimaan kas daerah merupakan sarana pemerintah daerah
untuk melaksanakan tujuan, mengoptimalkan kemakmuran rakyat yaitu menumbuh kembangkan
masyarakat disegala bidang kehidupan. Pendapatan daerah dalam APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belaja Daerah) dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain Penerimaan yang sah
 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah. Pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi 4 yaitu:
A. Pajak daerah
B. Retribusi daerah
C. Bagian laba usaha daerah
D. Lain-lain pendapatan asli daerah
A. Pajak Daerah
Pajak Daerah merupakan bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbesar, kemudian
disusul dengan pendapatan yang berasal dari retribusi daerah.
Pajak adalah iuran rakyat kepada pemerintah untuk kas Negara yang digunakan untuk
membayar pengeluaran-pengeluaran umum yang bersifat wajib dan dapat dipaksakan dengan tidak
mendapat jasa timbal balik berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Seperti halnya dengan pajak, pada umumnya pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu:
1. Sebagai sumber pendapatan dari pemerintah daerah (Budgetary)
2. Sebagai alat pengatur (Regulatory)
Dalam hal-hal tertentu suatu jenis pajak dapat lebih bersifat sebagai sumber pendapatan daerah,
tetapi dapat pula sebagai suatu jenis pajak tertentu lebih merupakan alat untuk mengatur alokasi dan
retribusi suatu kegiatan ekonomi dalam suatu daerah atau wilayah tertentu.
Beberapa jenis pajak yang menjadi sumber pendapatan pemerintah tingkat provinsi :
a. Pajak kendaraan bermotor.
b. Bea balik nama kendaraan bermotor
c. Pajak bahan kendaraan bermotor
Selanjutnya macam-macam pajak yang dipungut di daerah Kabupaten/Kota dan menjadi sumber
pendapatan daerah Kabupaten/Kota diantaranya :
a. Pajak hotel dan restoran
b. Pajak hiburan
c. Pajak reklame
d. Pajak penerangan jalan
e. Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan
f. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
g. Pajak lainnya asal memenuhi persyaratan untuk menjadi pajak baru.
B. Retribusi Daerah
Disamping pajak daerah, sumber pendapatan asli daerah yang cukup besar peranannya
dalam menyumbang pada terbentuknya pendapatan asli daerah adalah Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan pungutan daerah atas pembayaran jasa atau pemberian izin
yang diberikan untuk pemerintah daerah kepada setiap orang atau badan yang mempunyai
kepentingan, dan balas jasa dari adanya retribusi daerah tersebut langsung dapat dirasakan oleh
mereka yang membayar retribusi tersebut.
Jenis retribusi dapat dikelompokan menjadi 3 ( tiga ) macam sesuai dengan objeknya. Objek
retribusi adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa tertentu yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah. Jasa pelayanan yang dapat dipungut retribusinya hanyalah jenis-jenis jasa pelayanan yang
menurut pertimbangan sosial ekonomi layak untuk dijadikan objek retribusi. Jasa–jasa pelayanan
tersebut diantaranya dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Retribusi yang dikenakan jasa umum
2. Retribusi yang dikenakan pada jasa usaha
3. Retribusi yang dikenakan pada perizinan tertentu
Retribusi yang merupakan Pendapatan Asli Daerah sendiri menjadi kewenangan
propinsi/kabupaten kota
Retribusi yang menjadi kewenangan propinsi yaitu:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
d. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
Retribusi yang menjadi kewenangan Kabupaten/kota yaitu:
1. Retribusi pelayanan kesehatan
2. Retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan
3. Retribusi penggantian biaya cetak KTP
4. Retribusi penggantian biaya cetak akta catatan
5. Retribusi pelayanan pemakaman
6. Retribusi pelayanan pengabuan mayat
7. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum
8. Retribusi pelayanan pasar
9. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
10. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
11. Retribusi penggantian biaya cetak peta
12. Retribusi pengujian kapal perikanan
13. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
14. Retribusi jasa usaha pasar grosir/pertokoan
15. Retribusi jasa usaha tempat pelelangan
16. Retribusi jasa usaha terminal
17. Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir
18. Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/Villa
19. Retribusi jasa usaha penyedotan kakus
20. Retribusi jasa usaha rumah potong hewan
21. Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal
22. Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olah raga
23. Retribusi jasa usaha penyeberangan diatas air
24. Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair
25. Retribusi jasa usaha penjualan produksi
26. Retribusi izin mendirikan bangunan
27. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol
28. Retribusi izin gangguan
29. Retribusi izin trayek
C. Bagian Laba Usaha Daerah
Bagian laba usaha daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan
milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerimaan ini antara lain berasal
dari BPD, Perusahaan daerah dan penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga.
D. Lain – Lain Pendapatan Asli Daerah
Lain-lain Pendapatan Asli daerah lainnya adalah lain-lain pendapatan asli daerah yang juga
merupakan pendapatan daerah yang diterima oleh pemerintah. Lain-lain pendapatan asli daerah
adalah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah.
Penerimaan ini berasal dari :
a. Hasil penjualan barang milik daerah. Contoh penjualan drum bekas aspal.
b. Penerimaan jasa giro
 Dana Perimbangan
Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang proporsional,
demokratis, adil dan transparan berdasarkan atas pembagian kewenangan pemerintah antara
pemerintah pusat dan daerah, maka diundangkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan. Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah undang-undang tersebut antara lain
mengatur tentang Dana Perimbangan yang merupakan aspek penting dalam sistem perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Dana Perimbangan yaitu Dana yang bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan dan
belanja Negara ( APBN ) yang dialokasikan kepada pemerintah untuk membiayai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi“.
Dari kedua definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dana perimbangan merupakan
sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu terutama peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin membaik.
Dana Perimbangan terdiri dari :
a. Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, Bea Perolehan Hak atas tanah dan
bangunan, penerimaan dari sumber daya alam.
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
a. Bagian Daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, Penerimaan dari Sumber Daya Alam.
Penerimaan atau Pendapatan Daerah berasal dari pajak hanya diperoleh dari pajak bumi dan
bangunan, serta pungutan atau bea yang dibayar dalam perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Penerimaan dari pajak itu pembagiannnya adalah sebagi berikut:
1. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dibagi 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk
Pemerintah Daerah.
2. Penerimaan ba perolehan atas tanah dan bangunan dibagi 20% untuk Pemerintah Pusat dan
80% untuk pemerintah daerah.
Selanjutnya penerimaan daerah yang berasal dari bukan pajak diantaranya untuk penerimaan
yang berkenaan dengan eksploitasi sumber daya alam seperti sumber daya hutan, pertambangan
umum, perikanan dan khususnya dari pengambilan minyak bumi dan gas alam.
Pembagian penerimaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah sebagi berikut :
1. Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam (seperti hutan, pertambangan umum,
dan perikanan ) dibagi dengan perbandingan 20% untuk Pemerintah pusat dan 80% untuk
pemerintah daerah.
2. Penerimaan Negara dari pertambangan minyak setelah pajak dibagi dengan perbandingan
85% untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk pemerintah daerah.
3. Penerimaan Negara dari gas alam dibagi dengan 70% untuk pemerintah pusat dan 30% untuk
pemerintah daerah.
Penerimaan pusat dari pajak bumi dan bangunan serta dari bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan seluruhnya akan dibagikan kepada daerah kabupaten dan kota dalam bentuk dana alokasi
umum. Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan dan penerimaan sumber daya alam merupakanm alokasi yang pada dasarnya
memperhatikan potensi daerah penghasil.
b. Dana Alokasi Umum
Sumber keuangan lainnya untuk Pemerintah daerah berasal dari Dana Alokasi yang berasal dari
pemerintah pusat yang dulunya disebut sebagai dana subsidi. Dana ini sesungguhnya berasal dari
dana yang dikumpulkan dari bagian hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan
atas tanah dan bangunan.
Dana Alokasi Umum yaitu :
Dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antara daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi .
Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dana alokasi umum merupakan
sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
membiayai kebutuhan dan pengeluaran dalam pelaksanaan desentralisasi.
1.
Dana Alokasi Umum dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah untuk
membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi penggunaan
Dana Alokasi Umum ditetapkan daerah. Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan
kemampuan keuangan Daerah, termasuk didalam pengertian tersebut adalah jaminan
kesinambungan penyelenggaraan Pemerintah Daerah diseluruh Daerah dalam rangka
penyediaan pelayanan dasar kepada masyarkat dan merupakan kesatuan dengan penerimaan
umum APBD.
2. Dana Alokasi Umum terdiri dari untuk daerah propinsi kabupaten/Kota. Dana Alokasi
Umum untuk daerah propinsi dan untuk daerah Kabupaten/Kota tersebut di atas ditetapkan
masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum. Jumlah Dana Alokasi Umum bagi
semua daerah propinsi tersebut dan jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua daerah propinsi
dan jumlah daerah bagi semua daerah Kabupaten/Kota masing-masing ditetapkan setiap
tahun dalam APBN.
Dana Alokasi Umum yang dimaksud ini merupakan jumlah seluruh Dana Alokasi Umum
untuk daerah propinsi dan untuk daerah Kabupaten/Kota. Perubahan Dana Alokasi Umum
akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan pemerintah pusat kepada
daerah dalam rangka desentralisasi. Yang dimaksud dengan Penerimaan Dalam Negeri
adalah penerimaan Negara yan berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi
penerimaan Negara yang dibagihasilkan kepada daerah.
3. Dana Alokasi Umum bagi masing-masing daerah propinsi dan daerah kabupaten/Kota di
atas dihitung berdasarkan perkalian dari jumlah Dana Alokasi Umum bagi seluruh daerah
dengan bobot daerah yang bersangkutan dibagi dengan jumlah masing-masing bobot seluruh
daerah di Indonesia.
Bobot daerah di atas ditetapkan berdasarkan :
1. Kebutuhan wilayah otonomi daerah
2. Potensi ekonomi daerah
Kebutuhan wilayah otonomi daerah dihitung berdasarkan perkalian antara pengeluaran
daerah rata-rata dengan penjumlahan dari Indeks Penduduk, Indeks Luas Daerah, Indeks
Harga Bangunan, Indeks kemiskinan relative setelah dibagi empat. Potensi ekonomi daerah
dihitung berdasarkan perkalian antara penerimaan daerah rata-rata dengan penjumlahan dari
Indeks Industri, Indeks Sumber Daya Alam dan Indeks Sumber Daya Manusia setelah
dibagi tiga.
Dana Alokasi Umum suatu daerah adalah kebutuhan daerah yang bersangkutan
dikurangi Potensi ekonomi daerah. Bobot daerah adalah proporsi kebutuhan Dana Alokasi
Umum suatu daerah dengan total kebutuhan Dana Alokasi Umum seluruh daerah. Hasil
perhitungan Dana Alokasi Umum untuk masing-masing daerah ditetapkan dengan
keputusan Presiden berdasarkan DPOD. Usulan DPOD setelah mempertimbangkan faktor
penyeimbang.
4. Rincian Dana Alokasi Umum kepada masing-masing daerah disampaikan DPOD.
Penyaluran Dana Alokasi Umum kepada masing-masing kas Daerah dilaksanakan oleh
Menteri Keuangan secara berkala. Ketentuan pelaksanaan penyaluran Dana Alokasi Umum
tersebut diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
c. Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dana alokasi khusus
merupakan dana berasal dari anggaran (APBN) dan dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan-kebutuhan yang khusus.
1. Dana Alokasi khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk
membantu membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam
APBN. Kebutuhan khusus yang dimaksud adalah:
kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus alokasi
umum atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Kriteria teknis
sektor/ kegiatan yang dapat dibiayai dari dana alokasi khusus ditetapkan oleh menteri
teknis/instansi terkait. Sektor/kegiatan yang tidak dibiayai dari dana alokasi khusus adalah
biaya administrasi, biaya persiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai
daerah dan lain-lain biaya umum yang sejenis. Penerimaan Negara yang berasal dari dana
reboisasi sebesar 40% disediakan kepada daerah penghasil sebagai bagian dana alokasi
khusus untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah penghasil.
2. Jumlah dana alokasi khusus ditetapkan setiap tahun dalam APBN didasarkan masing-masing
bidang pengeluaran yang disesuaikan dengan kebutuha.
3. Dana alokasi khusus kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum, dialokasikan
kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah. Pembiayaan kebutuhan khusus
memerlukan dana pendamping dari penerimaan APBN. Porsi dana pendamping ditetapkan
sekurang-kurangnya 10%. Dikecualikan dari ketentuan dana pendamping adalah
pembiayaan kegiatan reboisasi yang berasal dari dana reboisasi daerah penghasil.
Pengalokasian dana alokasi khusus kepada daerah ditetapkan oleh menteri keuangan setelah
memperhatikan pertimbangan menteri dalam negeri dan otonomi daerah, menteri teknis
terkait dan instansi yang membidangi perencanan pembangunan nasional.
4. Ketentuan tentang penyaluran dana alokasi khusus kepada daerah ditetapkan oleh menteri
keuangan.
5. Menteri teknis/instans terkait melakukan pemantauan dari segi teknis terhadap proyek/
kegiatan yang dibiayai dari dana alokasi khusus. Pemeriksaan atas penggunaan dana alokasi
khusus oleh daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemantauan menteri teknis/instansi yang terkait bertujuan untuk memastikan bahwa
proyek/kegiatan yang dibiayai dana alokasi khusus tersebut sesuai dengan tujuan dan
persyaratan yang telah ditetapkan.
6. Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, pelaksanaan dana alokasi khusus disesuaikan
dengan proses penataan organisasi pemerintahan daerah dan proses pengalihan pegawai
daerah. Dalam hal pegawai pemerintah pusat yang telah ditetapkan untuk dialihkan kepada
daerah belum sepenuhnya menjadi beban daerah, pembayaran gaji pegawai tersebut
diperhitungkan dengan dana alokasi umum bagi daerah yang bersangkutan.
 Lain-lain Penerimaan yang Sah
Lain-lain penerimaan yang sah merupakan jenis penerimaan daerah yang terdiri dari: lainlain penerimaan yang sah, penerimaan dari propinsi, penerimaan dari kabupaten/ kota dan
kekurangan tunjangan fungsional guru.
 Pengeluaran Daerah
Pengeluaran daerah merupakan seluruh belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi
ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali
oleh Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadikewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang
terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan
pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi keunggulan daerah.
Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam
bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang
layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan
urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta
jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi
pemerintahan daerah.
Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari:
a. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
b. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut kewenangan
pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.Sedangkan klasifikasi belanja menurut fungsi
pengelolaan negara digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan
negara terdiri dari:
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan keamanan;
c. ekonomi;
d. lingkungan hidup;
e. perumahan dan fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata dan budaya;
h. agama;
i. pendidikan; serta
j. perlindungan sosial.
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja modal;
d. bunga;
e. subsidi;
f. hibah;
g. bantuan sosial;
h. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
i. belanja tidak terduga.
Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
KESIMPULAN
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut. Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan
oleh pemegang kekuasaan pengelola keuangan daerah. Kepala Daerah selaku kepala pemerintah
daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah
dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala Daerah perlu menetapkan pejabatpejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.
Dalam kegiatan suatu organisasi baik kecil maupun besar apalagi organisasi pemerintah
yang sangat luas dan kompleks memerlukan alokasi dana yang cukup memadai. Hal tersebut
diperlukan untuk membiayai program dan kegiatan organisasi pemerintah yang berkesinambungan.
Pembiayaan yang berkesinambungan tersebut dialokasikan dalam kelompok pendanaan rutin yang
terdapat dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah), maka pendanaan tersebut
merupakan salah satu anggaran dalam APBD untuk melaksanakan kegiatan pembangunan untuk
kesejahteraan rakyat. APBD itu sendiri merupakan kegiatan pemerintah daerah yang harus
dipertanggungjawabkan kepada DPRD.
Semua Penerimaan Daerah
dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam
APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang
Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
berkaitan dengan pelaksanaan
Daftar Pustaka
http://tofikonline.net/pengertian-sistem-definisi-sistem.html
http://rimaru.web.id/pengertian-keuangan-daerah/
http://2frameit.blogspot.com/2011/07/pengertian-sistem-pengelolaan-keuangan.html
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=17791
http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/filenya/namafile/277/SAKD_1.pdf
http://bappeda.jabarprov.go.id/docs/perencanaan/20080118_063836.pdf
Download