SISTEM KEUANGAN DAERAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Pemerintahan Indonesia Yang Dibina oleh: IBU SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA Oleh : 1. 2. 3. 4. 5. Tika Nurmalasari Arumita Risdyamurti Risya Novitasari Hafidzul Ahkam Ardi Irfidayantono (115030107113011) (115030107113025) (115030107113026) (115030107113014) (115030107113022) UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEDIRI 2012 SISTEM KEUANGAN DAERAH Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen atau elemen yang saling berinteraksi, saling terkait, atau saling bergantung membentuk keseluruhan yang kompleks. Sistem dalam arti lain yaitu suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari suatu organisasi, sedangkan prosedur-prosedur yang saling berhubungan disusun sesuai dengan skema yang menyeluruh adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani (clerical), biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu organisasi (Baridzwan,1998 : 3). Menurut Jaya (1999 :11) keuangan daerah adalah seluruh tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan dan belanja daerah. Menurut Mamesah ( 1995 :16 ) keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Menurut Halim (2004:18), “Ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan barang-barang inventaris milik daerah. Sedangkan keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)”. Dalam arti sempit, keuangan daerah yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan APBD. Oleh sebab itu keuangan daerah identik dengan APBD. Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005, “Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut”. Hak dan kewajiban daerah tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Mardiasmo (2000:3), mengatakan bahwa dalam pemberdayaan pemerintah daerah ini, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah adalah : 1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented); 2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumya dan anggaran daerah pada khususnya; 3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KDH, Sekda dan perangkat daerah lainnya; 4. Kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas; 5. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH dan PNS Daerah, baik ratio maupun dasar pertimbangannya; 6. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan anggaran multitahunan; 7. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih professional; 8. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi anggaran kepada publik; 9. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah; 10. Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi. Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989 : 279-280) adalah sebagai berikut : 1. Tanggung jawab (accountability). Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan sah, lembaga atau orang itu adalah Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum. 2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan. Keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan. 3. Kejujuran. Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang benar-benar jujur dan dapat dipercaya. 4. Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency). Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. 5. Pengendalian. Aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai Berdasarkan pengertian tersebut pada prinsipnya keuangan daerah mengandung unsur pokok yaitu: - Hak Daerah yang dapat dinilai - Kewajiban Daerah dengan uang - Kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut. Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang melekat pada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah. PENGELOLA KEUANGAN DAERAH Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelola keuangan daerah. Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala Daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para pengelola keuangan daerah tersebut adalah: 1. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD). 2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). 3. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB). 4. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). 5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran. Berikut ini adalah uraian tentang tugas-tugas para pejabat pengelola keuangan daerah tersebut. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan: a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah. Sistem Administrasi Keuangan Daerah I Pusdiklatwas BPKP – 2007 c. Menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang. d. Menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran. e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah. f. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah. g. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah. h. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran. Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada: a. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan Daerah. b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang. Pelimpahan tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang, yang merupakan unsur penting dalam sistem pengendalian intern. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang: a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah. c. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD. d. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD, perubahan APBD, dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD. e. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dan pejabat pengawas keuangan daerah. f. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Selain mempunyai tugas koordinasi, Sekretaris Daerah mempunyai tugas sebagai berikut : a. Memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah, b. Menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD, c. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah, d. Memberikan persetujuan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD) / Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA), dan Sistem Administrasi Keuangan Daerah e. Melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas tersebut kepada kepala daerah. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola KeuangaN Daerah (PPKD) mempunyai tugas: a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah, b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD, c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, d. melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah (BUD), e. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan f. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) berwenang: a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD; b. mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD; c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD; d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah; e. melaksanakan pemungutan pajak daerah; f. menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD); g. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; h. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; i. menyajikan informasi keuangan daerah; dan j. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah (Kuasa BUD). PPKD mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Penunjukan Kuasa BUD oleh PPKD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Kuasa BUD mempunyai tugas: a. menyiapkan anggaran kas; b. menyiapkan Surat Penyediaan Dana (SPD); c. menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D); d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah; e. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk; f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD; g. menyimpan uang daerah; h. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi daerah; i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah; j. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; k. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan l. melakukan penagihan piutang daerah. Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD. PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya di lingkungan SKPKD untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut: a. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD; b. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD; c. melaksanakan pemungutan pajak daerah; d. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah; e. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; f. menyajikan informasi keuangan daerah; dan g. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengguna Anggaran / Pengguna Barang (PPA/PB) mempunyai tugas: a. menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD); b. menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD); c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja; d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya; e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran; f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak; g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan; h. menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM); i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya; l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya m. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Kepala Unit Kerja pada SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada pengguna anggaran/ pengguna barang. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Penunjukan pejabat tersebut berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. PPTK bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang yang telah menunjuknya. Tugas tugas tersebut adalah: a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan; b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan, yang mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), Kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPKSKPD). PPK-SKPD mempunyai tugas: a. meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK; b. meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP), Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP-GU), Surat Permintaan Pembayaran Tambah Uang Persediaan (SPP-TU) dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran; c. melakukan verifikasi Surat Permintaan Pembayaran (SPP); d. menyiapkan Surat Perintah Membayar (SPM); e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan; f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan g. menyiapkan laporan keuangan SKPD. PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran tersebut adalah pejabat fungsional. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Bendahara Penerimaan Pembantu dan/atau Bendahara Pengeluaran Pembantu. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD. . Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dalam kegiatan suatu organisasi baik kecil maupun besar apalagi organisasi pemerintah yang sangat luas dan kompleks memerlukan alokasi dana yang cukup memadai. Hal tersebut diperlukan untuk membiayai program dan kegiatan organisasi pemerintah yang berkesinambungan. Pembiayaan yang berkesinambungan tersebut dialokasikan dalam kelompok pendanaan rutin yang terdapat dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah), maka pendanaan tersebut merupakan salah satu anggaran dalam APBD untuk melaksanakan kegiatan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. APBD itu sendiri merupakan kegiatan pemerintah daerah yang harus dipertanggungjawabkan kepada DPRD. 1. Pengertian APBD Penyusunan APBD merupakan hal yang sangat penting dalam rangka penyelenggaraan fungsi daerah. Oleh karena itu, harus disusun dan dipertimbangkan dengan seksama yang dalam pelaksanaannya haruslah sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut. 2. Fungsi APBD Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu : 1. Fungsi Otorisasi Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 2. Fungsi Perencanaan Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 3. Fungsi Pengawasan Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 4. Fungsi Alokasi Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5. Fungsi Distribusi Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan 6. Fungsi Stabilisasi Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.laksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Dalam buku yang diterbitkan oleh LAN RI menjelaskan bahwa APBD sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintah daerah karena: a. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan . b. Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. c. Memberi isi dan arti kepada tanggungjawab pemerintah daerah, umumnya kepada daerah khususnya karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemeritah daerah. d. Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadapdaerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna. e. Merupakan suatu pemberian juasa kepada kepala daerah didalam batas-batas tertentu. 3. Karakteristik APBD Dalam reformasi keuangan daerah perubahan ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut membawa dampak perubahan karakteristik APBD. Karakteristik APBD di era reformasi menurut Abdul Halim,MBA, Akt. Dalam bukunya “Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah” adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban kepada daerah Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas: a. Laporan perhitungan APBD b. Nota perhitungan APBD c. Laporan Aliran Kas d. Neraca Daerah dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolak ukur Renstra 2. Pinjaman APBD tidak lagi termasuk kedalam pos pendapatan (yang menunjukan hak pemerintah daerah), tetapi masuk kedalam pos penerimaan (yang belum tentu menjadi hak pemerintah daerah). 3. Masyarakat termasuk dalam unsure penyusunan APBD disamping Pemda yang terdiri atas kepala daerah dan DPPD. 4. Indikator kinerja Pemda tidak hanya mencakup a. Perbandingan antara anggaran dengan realisasinya. b. Perbandingan antara standar biaya dengan relisasinya. c. Target dan persentase fisik proyek tetapi juga meliputi standar pelayanan yang diharapkan. 5. Laporan pertanggungjawaban kepala daerah pada akhir tahun anggaran yang bentuknya adalah laporan perhitungan APBD dibahas oleh DPRD dan mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan kepala Daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa APBD pada era reformasi memiliki karakteristik struktur, perhitungan dan pertanggungjawaban yang dapat dikatakan sempurna. Hal tersebut ditandai dengan adanya penerapan sistem akuntansi yang sempurna dan akuntabilitas merupakan salah satu prinsip dasar penyusunan. Selain itu pengawasan terhadap APBD juga menjadi lebih ketat karena melibatkan unsur masyarakat yang diwakili oleh DPRD. Pendapatan Daerah 1. Pengertian Pendapatan Daerah Pendapatan daerah merupakan penerimaan yang sangat penting bagi pemerintah daerah dalam menunjang pembangunan daerah guna membiayai proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan daerah. Pendapatan daerah merupakan penerimaan yang diperoleh pemerintah daerah yang dapat ditinjau dari tingkat kenaikan aktiva ataupun penurunan utang yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam membangun dan mengembangkan suatu daerah dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 2. Sumber-sumber Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah sebagai penerimaan kas daerah merupakan sarana pemerintah daerah untuk melaksanakan tujuan, mengoptimalkan kemakmuran rakyat yaitu menumbuh kembangkan masyarakat disegala bidang kehidupan. Pendapatan daerah dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah) dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD). 2. Dana Perimbangan 3. Lain-lain Penerimaan yang sah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi 4 yaitu: A. Pajak daerah B. Retribusi daerah C. Bagian laba usaha daerah D. Lain-lain pendapatan asli daerah A. Pajak Daerah Pajak Daerah merupakan bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbesar, kemudian disusul dengan pendapatan yang berasal dari retribusi daerah. Pajak adalah iuran rakyat kepada pemerintah untuk kas Negara yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum yang bersifat wajib dan dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik berdasarkan undang-undang yang berlaku. Seperti halnya dengan pajak, pada umumnya pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu: 1. Sebagai sumber pendapatan dari pemerintah daerah (Budgetary) 2. Sebagai alat pengatur (Regulatory) Dalam hal-hal tertentu suatu jenis pajak dapat lebih bersifat sebagai sumber pendapatan daerah, tetapi dapat pula sebagai suatu jenis pajak tertentu lebih merupakan alat untuk mengatur alokasi dan retribusi suatu kegiatan ekonomi dalam suatu daerah atau wilayah tertentu. Beberapa jenis pajak yang menjadi sumber pendapatan pemerintah tingkat provinsi : a. Pajak kendaraan bermotor. b. Bea balik nama kendaraan bermotor c. Pajak bahan kendaraan bermotor Selanjutnya macam-macam pajak yang dipungut di daerah Kabupaten/Kota dan menjadi sumber pendapatan daerah Kabupaten/Kota diantaranya : a. Pajak hotel dan restoran b. Pajak hiburan c. Pajak reklame d. Pajak penerangan jalan e. Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan f. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan g. Pajak lainnya asal memenuhi persyaratan untuk menjadi pajak baru. B. Retribusi Daerah Disamping pajak daerah, sumber pendapatan asli daerah yang cukup besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya pendapatan asli daerah adalah Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan pungutan daerah atas pembayaran jasa atau pemberian izin yang diberikan untuk pemerintah daerah kepada setiap orang atau badan yang mempunyai kepentingan, dan balas jasa dari adanya retribusi daerah tersebut langsung dapat dirasakan oleh mereka yang membayar retribusi tersebut. Jenis retribusi dapat dikelompokan menjadi 3 ( tiga ) macam sesuai dengan objeknya. Objek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa tertentu yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Jasa pelayanan yang dapat dipungut retribusinya hanyalah jenis-jenis jasa pelayanan yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak untuk dijadikan objek retribusi. Jasa–jasa pelayanan tersebut diantaranya dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Retribusi yang dikenakan jasa umum 2. Retribusi yang dikenakan pada jasa usaha 3. Retribusi yang dikenakan pada perizinan tertentu Retribusi yang merupakan Pendapatan Asli Daerah sendiri menjadi kewenangan propinsi/kabupaten kota Retribusi yang menjadi kewenangan propinsi yaitu: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan b. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta d. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan Retribusi yang menjadi kewenangan Kabupaten/kota yaitu: 1. Retribusi pelayanan kesehatan 2. Retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan 3. Retribusi penggantian biaya cetak KTP 4. Retribusi penggantian biaya cetak akta catatan 5. Retribusi pelayanan pemakaman 6. Retribusi pelayanan pengabuan mayat 7. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum 8. Retribusi pelayanan pasar 9. Retribusi pengujian kendaraan bermotor 10. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 11. Retribusi penggantian biaya cetak peta 12. Retribusi pengujian kapal perikanan 13. Retribusi pemakaian kekayaan daerah 14. Retribusi jasa usaha pasar grosir/pertokoan 15. Retribusi jasa usaha tempat pelelangan 16. Retribusi jasa usaha terminal 17. Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir 18. Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/Villa 19. Retribusi jasa usaha penyedotan kakus 20. Retribusi jasa usaha rumah potong hewan 21. Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal 22. Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olah raga 23. Retribusi jasa usaha penyeberangan diatas air 24. Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair 25. Retribusi jasa usaha penjualan produksi 26. Retribusi izin mendirikan bangunan 27. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol 28. Retribusi izin gangguan 29. Retribusi izin trayek C. Bagian Laba Usaha Daerah Bagian laba usaha daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerimaan ini antara lain berasal dari BPD, Perusahaan daerah dan penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga. D. Lain – Lain Pendapatan Asli Daerah Lain-lain Pendapatan Asli daerah lainnya adalah lain-lain pendapatan asli daerah yang juga merupakan pendapatan daerah yang diterima oleh pemerintah. Lain-lain pendapatan asli daerah adalah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Penerimaan ini berasal dari : a. Hasil penjualan barang milik daerah. Contoh penjualan drum bekas aspal. b. Penerimaan jasa giro Dana Perimbangan Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang proporsional, demokratis, adil dan transparan berdasarkan atas pembagian kewenangan pemerintah antara pemerintah pusat dan daerah, maka diundangkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan. Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah undang-undang tersebut antara lain mengatur tentang Dana Perimbangan yang merupakan aspek penting dalam sistem perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dana Perimbangan yaitu Dana yang bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan dan belanja Negara ( APBN ) yang dialokasikan kepada pemerintah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi“. Dari kedua definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin membaik. Dana Perimbangan terdiri dari : a. Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, Bea Perolehan Hak atas tanah dan bangunan, penerimaan dari sumber daya alam. b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus a. Bagian Daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Penerimaan dari Sumber Daya Alam. Penerimaan atau Pendapatan Daerah berasal dari pajak hanya diperoleh dari pajak bumi dan bangunan, serta pungutan atau bea yang dibayar dalam perolehan hak atas tanah dan bangunan. Penerimaan dari pajak itu pembagiannnya adalah sebagi berikut: 1. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dibagi 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Pemerintah Daerah. 2. Penerimaan ba perolehan atas tanah dan bangunan dibagi 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. Selanjutnya penerimaan daerah yang berasal dari bukan pajak diantaranya untuk penerimaan yang berkenaan dengan eksploitasi sumber daya alam seperti sumber daya hutan, pertambangan umum, perikanan dan khususnya dari pengambilan minyak bumi dan gas alam. Pembagian penerimaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah sebagi berikut : 1. Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam (seperti hutan, pertambangan umum, dan perikanan ) dibagi dengan perbandingan 20% untuk Pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. 2. Penerimaan Negara dari pertambangan minyak setelah pajak dibagi dengan perbandingan 85% untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk pemerintah daerah. 3. Penerimaan Negara dari gas alam dibagi dengan 70% untuk pemerintah pusat dan 30% untuk pemerintah daerah. Penerimaan pusat dari pajak bumi dan bangunan serta dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan seluruhnya akan dibagikan kepada daerah kabupaten dan kota dalam bentuk dana alokasi umum. Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan sumber daya alam merupakanm alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil. b. Dana Alokasi Umum Sumber keuangan lainnya untuk Pemerintah daerah berasal dari Dana Alokasi yang berasal dari pemerintah pusat yang dulunya disebut sebagai dana subsidi. Dana ini sesungguhnya berasal dari dana yang dikumpulkan dari bagian hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan atas tanah dan bangunan. Dana Alokasi Umum yaitu : Dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi . Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dana alokasi umum merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan dan pengeluaran dalam pelaksanaan desentralisasi. 1. Dana Alokasi Umum dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan daerah. Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan Daerah, termasuk didalam pengertian tersebut adalah jaminan kesinambungan penyelenggaraan Pemerintah Daerah diseluruh Daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarkat dan merupakan kesatuan dengan penerimaan umum APBD. 2. Dana Alokasi Umum terdiri dari untuk daerah propinsi kabupaten/Kota. Dana Alokasi Umum untuk daerah propinsi dan untuk daerah Kabupaten/Kota tersebut di atas ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum. Jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua daerah propinsi tersebut dan jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua daerah propinsi dan jumlah daerah bagi semua daerah Kabupaten/Kota masing-masing ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Dana Alokasi Umum yang dimaksud ini merupakan jumlah seluruh Dana Alokasi Umum untuk daerah propinsi dan untuk daerah Kabupaten/Kota. Perubahan Dana Alokasi Umum akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi. Yang dimaksud dengan Penerimaan Dalam Negeri adalah penerimaan Negara yan berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi penerimaan Negara yang dibagihasilkan kepada daerah. 3. Dana Alokasi Umum bagi masing-masing daerah propinsi dan daerah kabupaten/Kota di atas dihitung berdasarkan perkalian dari jumlah Dana Alokasi Umum bagi seluruh daerah dengan bobot daerah yang bersangkutan dibagi dengan jumlah masing-masing bobot seluruh daerah di Indonesia. Bobot daerah di atas ditetapkan berdasarkan : 1. Kebutuhan wilayah otonomi daerah 2. Potensi ekonomi daerah Kebutuhan wilayah otonomi daerah dihitung berdasarkan perkalian antara pengeluaran daerah rata-rata dengan penjumlahan dari Indeks Penduduk, Indeks Luas Daerah, Indeks Harga Bangunan, Indeks kemiskinan relative setelah dibagi empat. Potensi ekonomi daerah dihitung berdasarkan perkalian antara penerimaan daerah rata-rata dengan penjumlahan dari Indeks Industri, Indeks Sumber Daya Alam dan Indeks Sumber Daya Manusia setelah dibagi tiga. Dana Alokasi Umum suatu daerah adalah kebutuhan daerah yang bersangkutan dikurangi Potensi ekonomi daerah. Bobot daerah adalah proporsi kebutuhan Dana Alokasi Umum suatu daerah dengan total kebutuhan Dana Alokasi Umum seluruh daerah. Hasil perhitungan Dana Alokasi Umum untuk masing-masing daerah ditetapkan dengan keputusan Presiden berdasarkan DPOD. Usulan DPOD setelah mempertimbangkan faktor penyeimbang. 4. Rincian Dana Alokasi Umum kepada masing-masing daerah disampaikan DPOD. Penyaluran Dana Alokasi Umum kepada masing-masing kas Daerah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan secara berkala. Ketentuan pelaksanaan penyaluran Dana Alokasi Umum tersebut diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan. c. Dana Alokasi Khusus Berdasarkan kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dana alokasi khusus merupakan dana berasal dari anggaran (APBN) dan dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan yang khusus. 1. Dana Alokasi khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Kebutuhan khusus yang dimaksud adalah: kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus alokasi umum atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Kriteria teknis sektor/ kegiatan yang dapat dibiayai dari dana alokasi khusus ditetapkan oleh menteri teknis/instansi terkait. Sektor/kegiatan yang tidak dibiayai dari dana alokasi khusus adalah biaya administrasi, biaya persiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah dan lain-lain biaya umum yang sejenis. Penerimaan Negara yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40% disediakan kepada daerah penghasil sebagai bagian dana alokasi khusus untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah penghasil. 2. Jumlah dana alokasi khusus ditetapkan setiap tahun dalam APBN didasarkan masing-masing bidang pengeluaran yang disesuaikan dengan kebutuha. 3. Dana alokasi khusus kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum, dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah. Pembiayaan kebutuhan khusus memerlukan dana pendamping dari penerimaan APBN. Porsi dana pendamping ditetapkan sekurang-kurangnya 10%. Dikecualikan dari ketentuan dana pendamping adalah pembiayaan kegiatan reboisasi yang berasal dari dana reboisasi daerah penghasil. Pengalokasian dana alokasi khusus kepada daerah ditetapkan oleh menteri keuangan setelah memperhatikan pertimbangan menteri dalam negeri dan otonomi daerah, menteri teknis terkait dan instansi yang membidangi perencanan pembangunan nasional. 4. Ketentuan tentang penyaluran dana alokasi khusus kepada daerah ditetapkan oleh menteri keuangan. 5. Menteri teknis/instans terkait melakukan pemantauan dari segi teknis terhadap proyek/ kegiatan yang dibiayai dari dana alokasi khusus. Pemeriksaan atas penggunaan dana alokasi khusus oleh daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemantauan menteri teknis/instansi yang terkait bertujuan untuk memastikan bahwa proyek/kegiatan yang dibiayai dana alokasi khusus tersebut sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang telah ditetapkan. 6. Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, pelaksanaan dana alokasi khusus disesuaikan dengan proses penataan organisasi pemerintahan daerah dan proses pengalihan pegawai daerah. Dalam hal pegawai pemerintah pusat yang telah ditetapkan untuk dialihkan kepada daerah belum sepenuhnya menjadi beban daerah, pembayaran gaji pegawai tersebut diperhitungkan dengan dana alokasi umum bagi daerah yang bersangkutan. Lain-lain Penerimaan yang Sah Lain-lain penerimaan yang sah merupakan jenis penerimaan daerah yang terdiri dari: lainlain penerimaan yang sah, penerimaan dari propinsi, penerimaan dari kabupaten/ kota dan kekurangan tunjangan fungsional guru. Pengeluaran Daerah Pengeluaran daerah merupakan seluruh belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadikewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi keunggulan daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah. Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari: a. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan b. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara. Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.Sedangkan klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan negara digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari: a. pelayanan umum; b. ketertiban dan keamanan; c. ekonomi; d. lingkungan hidup; e. perumahan dan fasilitas umum; f. kesehatan; g. pariwisata dan budaya; h. agama; i. pendidikan; serta j. perlindungan sosial. Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari: a. belanja pegawai; b. belanja barang dan jasa; c. belanja modal; d. bunga; e. subsidi; f. hibah; g. bantuan sosial; h. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan i. belanja tidak terduga. Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja berdasarkan ketentuan perundang-undangan. KESIMPULAN Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut. Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelola keuangan daerah. Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala Daerah perlu menetapkan pejabatpejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Dalam kegiatan suatu organisasi baik kecil maupun besar apalagi organisasi pemerintah yang sangat luas dan kompleks memerlukan alokasi dana yang cukup memadai. Hal tersebut diperlukan untuk membiayai program dan kegiatan organisasi pemerintah yang berkesinambungan. Pembiayaan yang berkesinambungan tersebut dialokasikan dalam kelompok pendanaan rutin yang terdapat dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah), maka pendanaan tersebut merupakan salah satu anggaran dalam APBD untuk melaksanakan kegiatan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. APBD itu sendiri merupakan kegiatan pemerintah daerah yang harus dipertanggungjawabkan kepada DPRD. Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. berkaitan dengan pelaksanaan Daftar Pustaka http://tofikonline.net/pengertian-sistem-definisi-sistem.html http://rimaru.web.id/pengertian-keuangan-daerah/ http://2frameit.blogspot.com/2011/07/pengertian-sistem-pengelolaan-keuangan.html http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=17791 http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/filenya/namafile/277/SAKD_1.pdf http://bappeda.jabarprov.go.id/docs/perencanaan/20080118_063836.pdf