Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia Oktober 2014 Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Pelayaran* Pendahuluan Perairan Indonesia termasuk salah satu yang tersibuk di dunia. Dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas sehingga kebutuhan untuk transportasi laut terus berkembang. Kondisi geografis ini membuat transportasi laut menjadi moda penting untuk pengiriman barang dan jasa di dalam negeri. Saat ini, terdapat lebih dari 100 pelabuhan komersial dan 12.600 kapal yang terdaftar di dalam negeri dari berbagai ukuran yang melayari berbagai perairan tersebut. Selanjutnya, transportasi laut juga dimanfaatkan untuk mengangkut bahan tambang berupa mineral di dalam negeri. Perkembangan jasa pelayaran dan pelabuhan di seluruh negeri tetap mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Untuk mendorong pertumbuhan perusahaan pelayaran domestik, pemerintah menerapkan 'asas cabotage' pada tahun 2005 dimana pengiriman penumpang dan barang di dalam negeri (kecuali aktivitas eksplorasi minyak dan gas, jasa pengeboran serta pemeliharaan lepas pantai dan lain-lain yang mungkin memerlukan kapal khusus) dibatasi hanya untuk perusahaan pelayaran domestik (kapal yang terdaftar di dalam negeri) dan diawaki oleh warga negara Indonesia. Seiring dengan ekonomi yang terus tumbuh, industri pelayaran juga telah berkembang selama periode tersebut. Permintaan atas pelayaran domestik telah tumbuh dengan stabil pasca penerapan asas cabotage. Armada kapal komersial domestik telah meningkat menjadi sekitar 12.536 pada bulan Juli 2013 dari sekitar 6.041 pada Maret 2005, menurut Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA). Volume tonase kotor meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 17,89 juta gt dari sekitar 5,67 juta gt dalam periode yang sama. Selain itu, untuk memenuhi permintaan kapal yang terus meningkat, sekitar 200 galangan kapal telah tersedia dengan kapasitas gabungan sekitar 800.000 tonase bobot mati (dwt) dan kapasitas pemeliharaan sekitar 10 juta dwt. Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (AEC), industri perkapalan memiliki prospek cerah di perairan internasional. Bisnis pelayaran ditandai dengan intensitas modal yang tinggi, tarif angkutan yang berfluktuasi, penawaran jasa yang bersifat komoditas dan tingkat persaingan yang terfragmentasi. Meskipun didukung oleh 'asas cabotage', bisnis pelayaran tetap tunduk pada persaingan di perairan internasional terutama dari perusahaan perkapalan asing yang bebas untuk menjelajahi berbagai benua. Profil risiko kredit dari sektor pelayaran juga meningkat ditandai dengan tingkat hutang yang umumnya lebih tinggi yang dimiliki oleh pemilik kapal untuk mendanai akuisis kapal baru/bekas. Untuk mengimbangi sebagian risiko keuangan tersebut kapal dengan kualitas tinggi dipakai sebagai jaminan. Menguasai dan melelang kapal relatif mudah dibandingkan dengan aset perusahaan manufaktur sehingga memberikan peluang keluar yang baik bagi pemberi pinjaman. Mengingat adanya kekhawatiran di atas, beberapa perusahaan pelayaran telah melakukan mitigasi untuk mengimbangi risiko yang dihadapi sektor ini. Penilaian ICRA Indonesia terhadap perusahaan pelayaran mencakup profil risiko bisnis dan keuangan, dengan penekanan pada mitigasi risiko. Profil Risiko Bisnis Kualitas armada: Daya jual kapal terutama ditentukan oleh kualitasnya. Kualitas armada adalah fungsi dari: a) Umur kapal b) lambung kapal dan aspek struktural lainnya c) Asal-usul kapal Umur kapal adalah faktor penting karena kapal baru memiliki keuntungan lebih dibandingkan kapal tua seperti konsumsi bahan bakar yang lebih rendah, kecepatan yang tinggi, otomatisasi tinggi, biaya pemeliharaan dan personel yang rendah. Meskipun tetap dapat beroperasi, tarif angkut kapal tua terkena diskon dibandingkan dengan kapal baru yang dapat meningkat dari tahun ke tahun sampai sebuah titik di mana kapal tersebut tidak lagi layak untuk dioperasikan. Selain itu, dalam kondisi di ICRA Indonesia mana pasokan melebihi permintaan, daya jual kapal tua patut dipertanyakan. Kapal tua juga mengalami aturan klasifikasi yang ketat dan mengarah kepada pengeluaran yang lebih tinggi. Armada yang lebih muda di sisi lain dapat memberikan fleksibilitas pendanaan untuk manajemen karena nilai agunannya yang cenderung lebih tinggi, disamping lebih transparan. Lambung kapal dan aspek struktural lainnya penting bagi kapal yang mengangkut komoditas yang sensitif terhadap lingkungan seperti minyak mentah atau penyulingan minyak. Negara-negara tertentu telah memberlakukan pembatasan pelayaran atas tanker yang berlambung tunggal. Asal-usul kapal dapat berupa asal negara kapal tersebut tercatat, klasifikasinya ataupun persetujuan utama untuk pengangkutan minyak (bagi kapal tanker). ICRA Indonesia memperhatikan keuntungan dari penerapan asas cabotage untuk perusahaan pelayaran dalam negeri. Perlindungan yang diberikan peraturan ini sebagian dapat mengimbangi beberapa kerugian terkait faktor usia kapal yang dialami oleh perusahaan pelayaran Indonesia karena aktifitas pembuatan kapal memerlukan waktu yang lama dan oleh karenanya kapal baru mungkin tidak segera tersedia untuk memenuhi permintaan. Namun demikian, pendapatan mereka akan terus bergejolak mengingat kebijakan tersebut hanya memastikan adanya pengangkutan bagi kapal tersebut. Ukuran kapal: Mengingat persaingan yang terfragmentasi dan sebagian besar barang komoditas yang diangkut, ukuran absolut kapal tidak mencerminkan kekuatan atas pasar atau harga. Namun demikian, ukuran kapal dapat memberikan skala ekonomi (misalnya biaya pelabuhan/biaya bongkar muat/biaya asuransi/potongan harga untuk pembangunan atau pemeliharaan kapal/pendanaan biaya yang lebih rendah) untuk meningkatkan laba operasi dan efisiensi biaya yang lebih tinggi. Ukuran tertentu juga memudahkan perusahaan menawarkan jasa pelayaran yang lebih sering dan dapat diandalkan. Armada kapal yang lebih besar memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi untuk bereaksi terhadap perubahan dalam pola perdagangan dan transportasi secara geografis. Perusahaan pelayaran berskala kecil lebih rentan terhadap kenaikan biaya, perubahan peraturan serta dinamika industri pelayaran. Diversifikasi: Diversifikasi memberikan perusahaan kemampuan untuk mengimbangi perubahan atas permintaan dan pasokan di salah satu segmen bisnis, wilayah, industri atau profil pelanggan. Diversifikasi dalam industri pelayaran dapat dikalsifikasikan menjadi 3 hal yakni: (i) segmen (ii) geografi (iii) klien Diversifikasi berdasarkan segmen seperti kapal tanker, kapal pengangkut gas, kapal curah, kapal kontainer, kapal minyak lepas pantai, dan kapal penumpang mampu mengimbangi gejolak pada segmen tertentu seperti kapal tanker minyak mentah, mengurangi perubahan struktural suatu sektor dan dapat memberikan perlindungan terhadap risiko. Diversifikasi geografis, meskipun terbatas di industri domestik: a) mengurangi gejolak pendapatan akibat dari perubahan siklus dan struktural permintaan regional b) menyeimbangkan pendapatan antar jalur perdagangan c) memungkinkan realokasi kapal untuk pemanfaatan yang maksimal d) meringankan dampak perubahan peraturan di daerah atau negara tertentu dan e) mengurangi risiko geopolitik. Diversifikasi pelanggan/klien dinilai untuk melihat ketergantungan pada pelanggan tertentu. Beberapa perusahaan pelayaran sangat tergantung kepada beberapa pelanggan utamanya (misalnya perusahaan minyak atau ekspedisi global), sementara perusahaan pelayaran lainnya memiliki pelanggan yang lebih terdiversifikasi. Karena biaya yang ditanggung pelanggan rendah apabila pindah ke perusahaan lain, hal dapat berdampak pada utilisasi armada apabila pelanggan besar pindah ke pesaing. Kontrak Penyewaan: ICRA Indonesia menilai filosofi manajemen perusahaan terkait dengan penyewaan armada baik kontrak spot maupun jangka panjang karena hal ini akan menentukan variasi arus kas. Secara umum, kontrak spot lebih berfluktuatif dibandingkan dengan kontrak jangka menengah dan panjang. Gejolak dalam bisnis pelayaran terjadi dalam dua bentuk - siklus dan acak. Gejolak siklus berkaitan dengan keseimbangan permintaan-pasokan dalam bisnis pelayaran. Hal ini muncul karena kecenderungan penambahan kapasitas yang berlebihan dalam industri tersebut. Pembangunan kapal baru memakan waktu hingga 2-4 tahun dan penetapan kontrak selama terjadi ICRA Indonesia Halaman 2 dari 5 booming angkutan pelayaran direalisasikan dua-tiga tahun kemudian ketika kondisi permintaan mungkin telah berubah. Unsur acak dalam tarif angkutan laut mengacu pada fluktuasi terkait dengan peristiwa jangka pendek seperti pemogokan, kecelakaan, faktor cuaca atau hambatan lain dalam jalur pelayaran utama, dan lain-lain. Hal-hal tersebut terus terjadi dalam industri pelyaran dan mempengaruhi tarif angkutan dengan mengubah permintaan atau ketersediaan kapal untuk jangka waktu yang relatif singkat (katakanlah beberapa hari sampai beberapa bulan). Peristiwa jangka pendek ini tidak mungkin untuk diramalkan, tetapi sensitivitas pasar terhadap kejadian tersebut akan meningkat ketika utilitas kapasitas angkutan sudah tinggi. Karena gejolak tersebut, dibutuhkan keahlian lebih untuk bermain di pasar spot. Sementara pengembalian bisa lebih tinggi dalam strategi tersebut, risiko yang melekat juga tinggi. Dari perspektif pemeringkatan, ICRA Indonesia memandang baik jika perusahaan pelayaran sebagian besar pendapatannya dapat diperkirakan yang berasal dari kontrak jangka menengah hingga panjang. Utilisasi armada: Pengelolaan logistik merupakan kunci untuk meningkatkan utilisasi kapasitas dan mengoptimalkan pendapatan. Contohnya adalah ketika kapal dalam perjalanan untuk mengambil kargo dalam keadaan kosong dan jadwal waktu pemeliharaan bertepatan dengan siklus penurunan permintaan di pasar pelayaran untuk meminimalkan kerugian pendapatan. Parameter kunci yang dianalisis oleh ICRA Indonesia untuk memahami utilisasi armada adalah tren muatan dalam ton-mil yang dicapai terhadap ton-mil yang tersedia sepanjang tahun berdasarkan jumlah hari pelayaran kapal. Strategi akuisisi dan penjualan armada: Pemilik kapal dapat membeli baik kapal baru (dengan menempatkan pesanan pembuatan kapal) maupun bekas (berasal dari pasar). Pembelian kapal baru bisa memakan waktu yang bervariasi antara 2-4 tahun sejak penempatan pesanan, sedangkan pembelian kapal bekas hanya membutuhkan waktu dalam hitungan minggu, jika dana dan izin lainnya telah siap. Sementara kedua strategi memiliki kelebihan dan kekurangan, membeli kapal bekas memerlukan wawasan yang mendalam tentang pasar and kemampuan menentukan waktu yang tepat saat kondisi pasar tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari strategi tersebut. Harga kapal bekas berfluktuasi dan seringkali dipengaruhi oleh tarif angkutan yang berlaku. Perusahaan pelayaran yang sukses mampu mengelola aset, membeli kapal pada saat penurunan siklus, mendayagunakan kapal selama beberapa tahun dan menjual saat di puncak siklus. Di sisi lain, terdapat perusahaan yang lebih memilih untuk membeli kapal baru dan beroperasi sepanjang siklus hidupnya, yang dianggap positif dari perspektif pemeringkatan. Kebijakan awak kapal: Secara global, perusahaan pelayaran mengadopsi berbagai strategi untuk pengelolaan awak kapal, mulai dari outsourcing total hingga pemanfaatan semua tenaga kerja internal. Strategi ini memiliki implikasi pada biaya tenaga kerja. Industri pelayaran akhir-akhir ini telah mengalami kekurangan tenaga kerja terampil khususnya dalam kategori petugas awak kapal. Dengan demikian, kemampuan perusahaan untuk memastikan keberadaan awak kapal termasuk pelatihan untuk mengembangkan keahlian merupakan parameter kunci dari perspektif pemeringkatan. Untuk industri yang sedang berkembang, kebutuhan tenaga kerja terampil selalu merupakan faktor penting. Dalam konteks ini, perusahaan dengan pengelolaan staf yang kompetitif akan sanggup menunjukkan kelebihannya dibandingkan dengan yang lain. Kualitas Manajemen: Semua peringkat utang harus menggabungkan penilaian terhadap kualitas manajemen emiten dan kekuatan/kelemahan yang timbul dari emiten karena menjadi bagian dari "kelompok". Hal penting lainnya adalah arus kas keluar emiten untuk mendukung entitas kelompok lain dalam hal emiten adalah termasuk salah satu entitas kuat dalam kelompok. Biasanya, diskusi rinci dilakukan dengan manajemen emiten untuk memahami tujuan bisnis, rencana dan strategi, dan pandangan tentang kinerja masa lalu, selain prospek industri emiten. Beberapa hal lain yang dinilai adalah: Pengalaman promotor/manajemen dalam bidang usaha yang bersangkutan Komitmen promotor/manajemen terhadap bidang usaha yang digeluti Kebijakan promotor/manajemen untuk pengambilan dan pengendalian risiko Kebijakan-kebijakan emiten mengenai hutang, risiko suku bunga dan mata uang Rencana emiten pada proyek-proyek baru, akuisisi, ekspansi, dan lain-lain Kekuatan perusahaan lain milik kelompok yang sama dengan emiten Kemampuan dan kemauan grup untuk mendukung emiten seperti penambahan modal, jika diperlukan. ICRA Indonesia Halaman 3 dari 5 Profil Risiko Keuangan Tujuannya adalah untuk menentukan posisi keuangan dan profil risiko keuangan emiten saat ini. Beberapa aspek yang dianalisis secara rinci dalam konteks ini adalah: Struktur Biaya: Biaya operasional tetap dan biaya terkait modalmerupakan komponen terbesar dari struktur biaya kapal yang disetarakan dengan tarif sewa dalam suatu kurun waktu tertentu (time charter equivalent, TCE), yang dianalisis per hari ($/hari) dengan memperhitungkan jumlah hari kapal beroperasi. Biaya operasional tetap kapal terdiri dari biaya awak kapal, pengeluaran untuk perbaikan dan pemeliharaan, asuransi untuk lambung dan mesin kapal serta biaya administrasi. Biaya modal terdiri dari bunga, penyusutan dan beban sewa. Selain itu, pengeluaran untuk docking (pemeliharaan kapal skala besar) juga dilakukan secara berkala (setiap 2,5 tahun). Untuk kapal yang beroperasi berdasarkan kontrak sewa pengangkutan, biaya perjalanan seperti bahan bakar, biaya pelabuhan, biaya kanal dan komisi broker juga diperhitungkan selain biaya operasional tetap. Biaya operasional tetap termasuk biaya pemeliharaan skala besar sebagian besar merupakan fungsi dari usia kapal dan peraturan. Biaya modal dipengaruhi oleh biaya akuisisi, strategi pendanaan yang dipakai untuk akuisisi armada dan umur sisa armada tersebut. Kapal baru yang didanai dengan utang yang tinggi memiliki biaya modal yang lebih tinggi. Berkenaan dengan biaya perjalanan, sekalipun dibebankan kepada penyewa sebagai bagian dari biaya sewa, setiap kenaikan abnormal pada pengeluaran seperti bahan bakar selama periode pelayaran dapat berdampak pada TCE. Semakin tinggi biaya, semakin rendah kemampuan kapal untuk mengatasi siklus penurunan tarif sewa kapal yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan drastis. Hal kunci untuk menahan risiko ini adalah dengan menghitung titik impas TCE (untuk menutupi biaya operasional tetap dan biaya pendanaan) untuk setiap jenis kapal, dan membandingkannya dengan tarif sewa terkini, tarif sewa jangka panjang dan perkiraan atas biaya sewa di beberapa tahun mendatang berdasarkan prediksi permintaan-pasokan di dalam industri. Tingkat impas yang lebih rendah adalah lebih baik dipandang dari perspektif pemeringkatan. Laba operasi: Fokus analisis adalah menentukan tren laba operasi emiten dan dibandingkan dengan para pesaingnya. Kebijakan keuangan: Secara umum kapal didanai dengan hutang yang tinggi karena kreditur nyaman dengan strategi pendanaan tersebut mengingat sifat agunan yang likuid. Namun demikian, dari sudut pandang pemeringkatan yang memperhatikan ketepatan waktu pembayaran hutang dibandingkan dengan tingkat pengembalian akhir ke kreditur, pendanaan melalui hutang bukanlah cara yang memberikan kenyamanan tinggi karena terdapat kemungkinan penundaan waktu (sebagian karena faktor prosedural) dalam hal mengakuisisi dan menjual kapal. Oleh karena itu, hutang yang lebih tinggi berarti profil risiko keuangan yang lebih tinggi, meskipun mungkin tidak bisa disamakan dengan perusahaan manufaktur. Dengan demikian, ICRA Indonesia menilai kebijakan keuangan manajemen berkaitan dengan struktur modal secara keseluruhan, menjaga saldo kas yang cukup sebagai cadangan selama siklus penurunan dan mempertahankan indikator hutang (Total Hutang/OPBDITA, OPBDITA/bunga, dan lain-lain) pada tingkat tertentu. Profil jatuh tempo yang berjangka panjang atas pinjaman sebagian dapat mengimbangi risiko yang terkait dengan tingkat hutang yang tinggi mengingat jangka waktu kembalinya investasi untuk akuisisi kapal yang panjang. Dalam konteks ini, kemampuan emiten untuk mengakses pinjaman jangka panjang dari kreditur asing dinilai karena hasrat kreditur dari Indonesia untuk pinjaman berjangka panjang apalagi mata uang asing terbatas. Selain itu, pinjaman dalam mata uang di mana sebagian besar pendapatan berasal dapat memberikan tingkat bunga yang kompetitif sehingga menurunkan biaya modal. Karena bisnis pelayaran bersifat global, akses atas pinjaman jangka panjang dengan tingkat suku bunga yang kompetitif dianggap sebagai kunci keunggulan kompetitif. ICRA Indonesia juga menilai fleksibilitas keuangan yang dimiliki oleh emiten seperti kemampuan membiayai kembali pinjaman, adanya kapal yang belum dijaminkan, investasi likuid dan lain-lain yang dapat mengurangi profil risiko keuangan yang tinggi. Arus kas ditahan dalam siklus bisnis: Perolehan kas suatu perusahaan pelayaran secara signifikan dipengaruhi oleh gejolak tarif sewa sehingga arus kas operasi mudah berfluktuasi. Dengan intensitas modal yang ada di industri ini, sebagian besar perusahaan pelayaran memiliki kebutuhan kas yang signifikan untuk kembali berinvestasi dalam armada. Aliran kas ditahan yang stabil dan kuat ICRA Indonesia Halaman 4 dari 5 membantu likuiditas dan memberikan fleksibilitas untuk berinvestasi dalam kapal baru. Selain itu, arus kas ditahan yang positif merupakan indikator kemampuan emiten untuk membayar hutang tepat pada waktunya. Indikator perlindungan hutang seperti RCF/Total Hutang dan RCF/bunga juga dianalisis untuk melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan emiten untuk membayar hutang dan cadangan yang tersedia untuk membayar bunga. Hal-hal lainnya yang dianalisis adalah sebagai berikut: Risiko terkait mata uang asing: Risiko tersebut timbul jika sebagian besar biaya dan pendapatan emiten dalam mata uang yang berbeda. Contoh dalam hal ini akan mencakup perusahaan yang menjual di pasar domestik tetapi melakukan impor berskala besar dan unit berorientasi ekspor memiliki struktur biaya dalam mata uang lokal. Risiko mata uang asing juga dapat timbul dari kewajiban yang tidak dilindung nilai, terutama bagi perusahaan yang sebagian besar pendapatan mereka dalam mata uang lokal. Fokus di sini adalah pada penilaian kebijakan lindung nilai emiten yang bersangkutan dalam konteks jangka waktu dan sifat kontrak dengan klien (jangka pendek/jangka panjang, harga tetap/harga tidak tetap). Kesenjangan jatuh tempo, dan risiko terkait dengan suku bunga dan pembiayaan kembali: Ketergantungan besar pada pinjaman jangka pendek untuk mendanai investasi jangka panjang dapat mengekspos emiten terhadap risiko pembiayaan kembali yang signifikan, terutama selama periode likuiditas ketat. Keberadaan cadangan yang memadai berupa aset likuid/kredit bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dipandang secara positif. Demikian pula, sejauh mana emiten akan terpengaruh atas dampak pergerakan suku bunga dievaluasi. Intensitas Modal Kerja: Analisis pada bagian ini mengevaluasi tren indikator modal kerja emiten yang penting seperti piutang, persediaan dan hutang usaha, dibandingkan dengan para pesaingnya. Kualitas akuntansi: Dalam hal ini, kebijakan akuntansi, catatan atas pos-pos keuangan, dan komentar auditor ditinjau. Setiap penyimpangan dari praktik akuntansi yang berlaku umum dicatat dan laporan keuangan emiten tersebut disesuaikan untuk mencerminkan dampak penyimpangan tersebut. Kewajiban kontinjensi/Paparan terhadap kewajiban di luar neraca: Dalam hal ini, kemungkinan pelimpahan kewajiban kontinjensi/paparan terhadap kewajiban di luar neraca dan implikasi keuangannya dievaluasi. Kesimpulan Seperti pada sektor manufaktur, pemeringkatan perusahaan pelayaran mencakup penilaian atas profil risiko bisnis, risiko manajemen dan risiko keuangan. Sementara siklus yang terdapat di sektor pelayaran menghasilkan profil risiko bisnis yang tinggi, sebagian besar atau hampir seluruhnya dapat dikurangi dengan penerapan mitigasi risiko bisnis dan keuangan yang dibahas sebelumnya. Penetapan peringkat akhir didasarkan pada faktor kuantitatif dan kualitatif, dengan penekanan lebih pada arus kas dan kemampuan pembayaran hutang di masa depan. © Copyright, 2014, ICRA Indonesia. All Rights Reserved. Semua informasi yang tersedia merupakan infomasi yang diperoleh oleh ICRA Indonesia dari sumber-sumber yang dapat dipercaya keakuratan dan kebenarannya. Walaupun telah dilakukan pengecekan dengan memadai untuk memastikan kebenarannya, informasi yang ada disajikan 'sebagaimana adanya' tanpa jaminan dalam bentuk apapun, dan ICRA Indonesia khususnya, tidak melakukan representasi atau menjamin, menyatakan atau menyatakan secara tidak langsung, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan dari informasi yang dimaksud. Semua informasi harus ditafsirkan sebagai pernyataan pendapat, dan ICRA Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami oleh pengguna informasi dalam menggunakan publikasi ini atau isinya. * Dimodifikasi dan diterjemahkan dari Rating Methodology for Shipping Companies dari ICRA Limited ICRA Indonesia Halaman 5 dari 5