Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN : 2337 - 9952 PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis) Ratu Fazlia Inda Rahmayani1, Abdul Mujala2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan natrium karbonat sebagai antikoagulan lateks cair dari Perkebunan Karet di Nagan Raya. Sebanyak 6 sampel lateks cair disiapkan lalu ke dalam masing-masing sampel ditambahkan Na2CO3. Penelitian dilakukan dengan cara memvariasikan volume Na2CO3 terhadap sampel lateks cair. Pada sampel (1) sampai (7) berturut-turut ditambahkan 0, 0.25, 0.375, 0.5, 0.75 dan 1 mL Na2CO3 10% w/v. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada kontrol, lateks cair hanya bertahan selama ±8 jam. Sampel (2) sampai (6) menunjukkan bahwa lateks cair dapat bertahan selama ±15 jam, sedangkan pada sampel (7) menunjukkan lateks cair bertahan hingga ±48 jam. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan 1 mL Na2CO3 10% w/v terhadap sampel lateks dapat membuat lateks tetap dalam keadaan cair selama ±48 jam. Kata kunci: lateks cair, natrium karbonat, antikoagulan PENDAHULUAN Lateks merupakan cairan getah yang keluar ketika batang (kambium) pohon digores atau disadap menggunakan pisau/alat penyadap. Ada beberapa tanaman yang jika digores akan mengeluarkan cairan putih menyerupai susu, namun hanya beberapa jenis pohon saja yang menghasilkan karet seperti tanaman jenis Havea bracileansis. Industri karet sudah mulai berkembang pesat di Indonesia sejak Tahun 1990-an. Lateks diangkut dari perkebunan ke tempat pengolahan untuk diolah menjadi bahan setengah jadi ataupun bahan jadi. Namun, lateks yang dibawa ke tempat pengolahan tersebut umumnya adalah karet getah dalam bentuk padat (lateks yang telah menggumpal). Penggumpalan lateks disebabkan oleh sifat lateks yang sangat cepat menggumpal yaitu sekitar 6-8 jam setelah penyadapan. Beberapa faktor cenderung menyebabkan percepatan penggumpalan lateks secara alami seperti aktivitas mikroorganisme, guncangan, dan iklim. Zuhra (2006), menyatakan bahwa komposisi lateks Havea bracileansis dapat dilihat jika lateks disentrifugasi dengan kecepatan 18.000 rpm, yang hasilnya adalah sebagai berikut: 1) Fraksi lateks (37%): karet (isoprene), protein, lipida dan ion logam; 2) Fraksi Frey Wyssling (1-3%): karatenoid, lipida, air, karbohidrat dan inositol, protein dan turunannya; 3) Fraksi serum (48%): senyawaan nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa organik, ion anorganik dan logam; 4) Fraksi dasar (14%): air, protein dan senyawa nitrogen, karet dan karatenoid, lipida dan ion logam. Lateks yang mengalami penggumpalan memiliki aroma yang sangat berbeda dari lateks segar yang baru disadap. Aktivitas bakteri merusak kestabilan lateks, dimana makanan bakteri adalah karbohidrat yang terdapat di fraksi serum, khususnya 26 Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN : 2337 – 9952 quebrachitol. Dengan bantuan oksigen dari udara, karbohidrat di ubah bakteri menjadi asam asetat dan asam format sehingga menyebabkan kestabilan lateks terganggu dan terjadilah penggumpalan (Puspitasari, Pangastuti dan Winarno, 2005). Adapun struktur karet alam dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Karet Alam Lateks dalam bentuk cair diperlukan untuk pembuatan barang jadi karet yang berbentuk rumit dan juga untuk membuat produk sepert lem, cat, pernis, dan tinta cetak. Untuk mencegah penggumpalan lateks, diperlukan suatu cara agar cairan lateks dapat bertahan lama tanpa berbau menyengat. Salah satunya dengan cara menambahkan zat antikoagulan sebagai upaya untuk menghambat laju prakoagulasi lateks (Chumsamrong dan Monprasit, 2007). Ammonia merupakan zat antikoagulan yang paling umum digunakan daripada zat antikoagulan lain, baik ditingkat pabrik maupun ditingkat petani (rumah pengolahan). Namun Penggunaan ammonia masih belum efektif dan efisien karena zat ammonia sangat mudah menguap, aroma yang tajam, dan harga yang relatif mahal. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan natrium karbonat (Na2CO3) sebagai antikoagulan. Pemilihan Na2CO3 sebagai koagulan karena mudah diperoleh, murah, dan tidak berbau seperti NH3. Tindak lanjut penelitian ini dilakukan untuk menstabilisasi lateks cair Havea bracileansis menggunakan Na2CO3 10% w/v sebagai zat antikoagulan dengan cara memvariasikan volume dari Na2CO3. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014. Pengambilan sampel lateks dilakukan di perkebunan karet warga Gampong Cot Peuradi Kecamatan Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh. Penelitian pengaruh konsentrasi natrium karbonat sebagai antikoagulan terhadap stabilisasi lateks cair di Laboratorium Penelitian Prodi Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Populasi-Sampel Penelitian Lateks cair yang digunakan sebagai sampel diambil di kebun karet warga dengan cara melukai kambium batang karet menggunakan pisau sadap pada hari Minggu 19 Oktober 2014 pukul 07.15 WIB. Jumlah pohon karet yang dilukai ±15 batang, hasil karet sadapan tersebut di tampung di dalam tempurung kelapa. Selama ±1,5 jam dilakukan penyadapan dan penampungan lateks cair, selanjutnya disaring lateks tampungan di dalam tempurung kelapa tersebut ke dalam wadah terbuka yang bersih. Prosedur Sampel lateks cair diukur masing-masing 50 mL lalu dituangkan ke dalam 6 botol reagen 50 mL. Selanjutnya divariasikan volume natrium karbonat yang ditambahkan, yaitu ke dalam sampel (1) tidak ditambahkan Na2CO3 (kontrol), (2) ditambahkan 0,25 mL, (3) 0,375 mL, (4) 0,5 mL, (5) 0,625 mL, (6) 0,75 mL Na2CO3, dan (7) 1 mL Na2CO3 10% w/v. Selanjutnya, keenam sampel lateks tersebut diamati 27 Ratu Fazlia Inda Rahmayani, dan Abdul Mujala penggumpalannya. Beberapa perubahan yang diamati yaitu warna, bau, dan perubahan cairan lateks. Proses pengamatan dilakukan 4-6 kali dalam 24 jam selama 48 hari. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap keenam sampel penelitian yang diamati selama dua hari menunjukkan hasil bahwa sampel dalam botol reagen (0) menggumpal pada saat ±8 jam setelah penyadapan, sementara sampel dalam botol reagen (1) s.d (5) menggumpal ketika ±15 jam setelah penyadapan. Sedangkan untuk sampel dalam botol reagen (6) menggumpal ketika ±48 jam setelah penyadapan. Hal ini disebabkan adanya Na2CO3 10% w/v yang berfungsi sebagai antikoagulan. Perbedaan waktu penggumpalan dari masing-masing sampel disebabkan oleh variasi volume Na2CO3 yang ditambahkan pada sampel. Hasil pengamatan prakoagulasi lateks pada berbagai variasi konsentrasi Na2CO3 dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada hari minggu pukul 18.00 sampel lateks mengalami penambahan penggumpalan dari sebelumnya. Guncangan selama perjalanan dari Nagan Raya menuju Banda Aceh sejak pukul 12.00 s.d 17.45 WIB selain itu kondisi cuaca dalam musim hujan dapat menjadi penyebab sampel lateks mengalami penambahan penggumpalan (terutama sampel kontrol). Lutfi dan Sarjiyah (2014) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya prokoagulasi lateks yaitu adanya guncangan yang dapat mengakibatkan rusaknya kestabilan koloid. Lebih lanjut Purbaya, dkk (2011) juga menyatakan bahwa, musim hujan dapat mendorong terjadinya prakoagulasi yang menyebabkan rusaknya partikel koloid sehingga mempercepat penggumpalan lateks. Semua faktor tersebut dapat mempercepat prakoagulasi karena menyebabkan penurunan pH titik isoelektrik lateks menjadi <6,9. Dari hasil pengamatan juga dapat diketahui bahwa pada sampel (1) sampai (5) lateks dapat bertahan selama ±15 jam. Jika dibandingkan antara sampel (0) dan sampel yang lain, adanya penambahan natrium karbonat setelah disadap dengan tidak adanya penambahan Na2CO3 menunjukkan bahwa lateks dapat bertahan selama perjalanan dengan adanya penambahan zat antikoagulan tersebut, karena pada sampel (1) tidak ditambahkan Na2CO3 setelah penyadapan sehingga menyebabkan lateks mengalami penggumpalan lebih cepat. Menurut Yuliana (2005) kestabilan lateks juga dipengaruhi oleh hidratasi. Hidratasi adalah penguraian air menjadi OH- dan H+ di dalam lateks. Ion OH- diserap oleh partikel karet sehingga timbul tambahan lapisan muatan negatif yang melindungi partikel karet yang menyebabkan lateks semakin stabil. Lateks akan menggumpal (koagulasi) ketika pH isoelektrik tercapai, dimana jumlah energi kinetis dari selubung protein partikel menjadi netral. Energi kinetis yang netral ini akan menjadikan hubungan antar partikel karet saling bertabrakan akibat dari Gerak Brown yang sedang berlangsung. 28 Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN : 2337 – 9952 Gambar 2. Bentuk partikel karet alam dalam lateks cair (Havea bracileansis) (Pristiyanti, 2006). Ependi, dkk (2015) menyatakan bahwa titik isoelektik partikel karet di dalam lateks segar pH ± 4,6. Jika pH lateks lebih rendah dari titik isoelektrik, maka selubung protein pada partikel karet akan memiliki gugus –NH yang bermuatan positif. Lingkungan yang memiliki pH di atas titik isoelektrik, protein tersebut akan memiliki gugus –COOH yang bermuatan negatif, seperti pada lateks segar yang mempunyai pH ± 6,8. Nilai pH lateks pada titik isoelelektrik 6,8 tersebut menyebabkan penambahan basa atau garam basa seperti Na2CO3 dapat menghambat laju penggumpalan lateks. Volume dari Na2CO3 yang divariasikan terhadap sampel lateks juga dapat berpengaruh terhadap prakoagulasi lateks. Ependi, dkk (2015) menjelaskan bahwa peningkatan waktu retensi antikoagulan disebabkan karena konsentrasi basa mengakibatkan pH lateks yang semakin tinggi. Nilai pH yang tinggi menjadikan lateks semakin stabil dikarenakan pH tersebut berada jauh di atas titik pH isoelektrik. Nilai pH lateks yang lebih tinggi dari pH isoelektrik lateks akan menjadikan selubung protein lateks akan bermuatan negatif yang menyebabkan gaya tolak-menolak antar partikel akan semakin tinggi. Tabel 1. Pengamatan prokoagulasi Lateks Hari/ Tanggal Pukul Sampel (WIB) 1 2 3 4 5 6 7 Minggu / 19-10-2014 08.30 Minggu / 19-10-2014 11.30 + Minggu / 19-10-2014 18.00 Δ Senin / 20-10-2014 00.10 Δ + + + + + Senin / 20-10-2014 06.00 Δ Δ Δ Δ Δ Δ Senin / 20-10-2014 09.00 Δ Δ Δ Δ Δ Δ Senin / 20-10-2014 11.30 Δ Δ Δ Δ Δ Δ Senin / 20-10-2014 14.30 Δ Δ Δ Δ Δ Δ Senin / 20-10-2014 16.20 Δ Δ Δ Δ Δ Δ Senin / 20-10-2014 18.15 Δ Δ Δ Δ Δ Δ Senin / 20-10-2014 22.00 Δ Δ Δ Δ Δ Δ Selasa /21-10-2014 00.20 Δ Δ Δ Δ Δ Δ Selasa /21-10-2014 06.50 Δ Δ Δ Δ Δ Δ + Selasa /21-10-2014 15.20 Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ Keterangan : (+) Lateks mulai menggumpal (-) Tidak ada penggumpalan lateks. (Δ) Lateks telah menggumpal semua dan berubah bau. Larutan Na2CO3 akan mengalami hidrolisis parsial dan menghasilkan ion OHyang dapat menjaga kestabilan lateks. Safitri (2009) menyatakan bahwa syarat zat 29 Ratu Fazlia Inda Rahmayani, dan Abdul Mujala antikoagulan yaitu harus memiliki pH yang tinggi atau bersifat basa. Ion OH- dalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua sampel yang diuji, lateks pada sampel (6) dapat bertahan tetap cair ±48 jam yaitu dengan penambahan Na2CO3 10% w/v sebanyak 1 ml atau 2% dari jumlah sampel. Lutfi dan Sarjiyah (2014) menjelaskan bahwa dosis natrium karbonat yang sesuai untuk ditambahkan ke dalam lateks adalah sebanyak 0,5-1% dari jumlah sampel lateks. Namun dalam penelitian ini, penambahan Na2CO3 10% w/v sebanyak 2% mampu menghambat laju prakoagulasi ±48 jam, dibandingkan dengan penambahan Na2CO3 10% w/v pada kisaran 0,5-1% yang hanya dapat bertahan ±15 jam. Hasil pengamatan terhadap sampel (6) pada hari kedua sebelum mengalami penggumpalan, lateks mulai mengalami perubahan bau dari sebelumnya. Bau tersebut menunjukkan bahwa aktivitas bakteri sudah mulai bekerja untuk merusak kestabilan lateks. Lateks merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri. Dalam pembuluh pohon (latex vaseel), lateks dalam kondisi steril, bakteri mulai masuk ke dalam lateks dan berkembang biak dalam lateks tersebut, hasilnya menimbulkan bau busuk (Sari, Dewi, dan Hengky., 2009). Perubahan bau yang terjadi pada sampel (6) disebabkan oleh zat antikoagulan sudah mencapai batas maksimal untuk mencegah prakoagulasi, sehingga bakteri mulai mengganggu, kestabilan lateks. PENUTUP Simpulan Penambahan Na2CO3 10% w/v dapat menjaga keadaan lateks tetap cair dan penambahan 2mL dapat menstabilisasi lateks cair hingga ±48 jam. Saran Dianjurkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui volume optimum dari Na2CO3 sebagai antikoagulan. DAFTAR KEPUSTAKAAN Chumsamrong, P dan Monprasit, O. 2007. Preparation, Adhesive Performance and Stability of Natural Rubber Latex Grafted with n-Butylacrylate (BA) and Methyl Methacrylate (MMA). Suranaree Journal Science and Technology, Vol. 14, No. 3: 269-276. Ependi, dkk., 2015. Penggunaan Natrium Hidroksida (NaOH) sebagai Zat Antikoagulan Lateks (Havea brasiliensis). Sagu, Vol.14, No.3: 6-18. ISSN 1412-4424. Lutfi, I. dan Sarjiyah. 2014. Manajemen Agribisnis Tanaman Industri “Tanaman Karet”. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Purbaya, M., Sari, T. I., Saputri, C. A., dan Fajriaty, M. T. 2011. Pengaruh beberapa Jenis Bahan Penggumpalan Lateks dan Hubungannya dengan Susut Bobot, Kadar Karet Kering dan Plastisitas. Prosiding Seminar Nasional AvoER ke-3 26-27 Oktober. Palembang: Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. 30 Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN : 2337 – 9952 Pristiyanti, E. N. W. 2006. Pengaruh Pengembangan Partikel Karet terhadap Depolimerisasi Lateks dengan Reaksi Reduksi-Oksidasi. Bogor:IPB. Puspitasari, D. A., Pangastuti, A., dan Winarno, K. 2005. Isolasi Bakteri Pendegradasi Limbah Industri Karet dan Uji Kemampuannya dalam Perbaikan Kualitas Limbah Industri Karet. Jurnal Bioteknologi, Vol. 2 No. 2: 49-53. Safitri, K. 2009. Pengaruh ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai penggumpal lateks terhadap mutu karet. Skripsi (tidak dipublikasikan). Medan: FMIPA Universitas Sumatera Utara. Sari, T. I., Dewi, R. U., dan Hengky. 2009. Pembuatan Asap Cair dari Limbah Serbuk Gergajian Kayu Meranti sebagai Penghilang Bau Lateks. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 16 No. 1: 31-37. Yuliana, I. 2005. Pengaruh Konsentrasi Hidroksilamin Neutral Sulfat (HNS) terhadap Viskositas Mooney pada Pembuatan Crumb Rumbber SIR 3CV di Laboratorium PT. GoodYear Sumatera Plantation Dolok-Maringir.Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI Pendidikan Teknologi Kimia Industri. Medan. Zuhra, C. F. 2006. Karet (Karya Ilmiah). Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. 31