BAB III Bahan dan Metode

advertisement
4
pemisahan
kromatografi
gas
dan
meningkatkan selektivitas dan limit deteksi
pada spektra massa. Derivatisasi yang paling
umum adalah menggunakan senyawa yang
memiliki gugus –OH, -COOH, -NH2, NHR, SH yang diganti dengan gugus Trimetilsilil
(TMS) (Grob dan Barry 2004).
GC merupakan teknik pemisahan yang
penting untuk senyawa organik yang mudah
menguap. Teknik GC sesuai untuk analisis
senyawa yang mudah menguap, stabil
terhadap panas, dan analit nonpolar (Kellner
et al. 2004). Adapun mass spectrometry (MS)
merupakan teknik analisis yang mampu
memberikan informasi struktur suatu senyawa
dengan jumlah analit yang sedikit. MS
memberikan informasi baik secara kualitatif
maupun kuantitatif suatu atom dan komposisi
molekular materi organik dan anorganik serta
struktur kimianya (Patnaik 2004).
Kellner et al. (2004) menyatakan bahwa
deteksi MS untuk GC memberikan beberapa
keuntungan diantaranya penggunaan senyawa
isotop sebagai standar akan meningkatkan
nilai akurasi, menentukan komposisi dasar
senyawa jika instrumen dengan resolusi tinggi
digunakan, dan memungkinkan terjadinya
pemisahan puncak yang menyatu berdasarkan
spektra massanya. Kombinasi GC/MS
merupakan teknik pemisahan paling baik yang
memberikan informasi struktur secara tepat
yang disediakan MS. GC tanpa MS tidak bisa
digunakan untuk mengidentifikasi puncak
melalui pemberian informasi struktur (Mcnair
dan Miller 1998).
Mcnair dan Miller (1998) menyebutkan
bahwa penggabungan sistem GC dengan MS
dilakukan dengan memanaskan kedua sistem
pada suhu 200-300 ºC. Masalah hanya pada
tekanan atmosfir yang dikeluarkan GC harus
dikurangi 10-5 sampai 10-6 torr pada MS.
Pengurangan tekanan dapat dilakukan melalui
kolom terkemas atau kapiler langsung.
Kolom terkemas digunakan untuk
memisahkan analit dari gas pembawa
sehingga akan meningkatkan konsentrasi
analit. Pada sistem ini, gas dibawa langsung
dengan pancaran yang sangat cepat ke unit
MS. Pergerakan analit ke dalam unit MS
mengikuti metode standar ionisasi pada sistem
GC/MS, yaitu ionisasi elektron dan ionisasi
kimia. Ionisasi elektron dapat menyebabkan
terjadinya ionisasi molekul. Energi elektron
lebih besar dari pada energi ionisasi yang
dibutuhkan (<15 eV), Kelebihan energi akan
menyebabkan terjadinya fragmentasi. Ionisasi
kimia menggunakan reaktan gas seperti
metana yang akan terionisasi sendiri oleh
sinar elektron. Reaktan ion berinteraksi
dengan molekul analit. Proses ionisasi ini
menyebabkan fragmentasi yang lebih sedikit
dari pada ionisasi elektron (Currell 2000).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan meliputi
sampel dan bahan-bahan kimia pereaksi.
Sampel terdiri atas botol PET berisi minuman
ringan dengan pengawet natrium benzoat,
campuran kalium sorbat dan natrium sorbat,
minuman
ringan
yang
mengandung
antioksidan, dan air mineral (4 Agustus).
Selain itu digunakan
sampel air untuk
mengisi ulang. Bahan lainnya adalah larutan
buffer pH 4 dan 7, KCl 0.01 M, HCl 0.1 N,
boraks, Na2S2O3 0.025 N, larutan baku KIO3,
KI 1 N, HCl 1 N, larutan azida-alkali, MnSO4,
H2SO4 pekat, indikator merah metil, jingga
metil, dan amilum, larutan standar DEHP
(Sentra Teknologi Polimer), NaOH 10 M,
NaOH 0.1 N, NaCl, dan diklorometana.
Alat-alat yang digunakan ialah GC/MS
(Shimadzu), penangas air, shaker, vial kecil
bertutup, pH meter (TOA Elektronics ltd),
konduktometer (Eutech Instruments), dan
peralatan gelas yang umum digunakan di
laboratorium kimia.
Metode
Penelitian ini dilakukan beberapa tahap,
yaitu pengambilan dan persiapan sampel,
analisis karakteristik sampel air, ekstraksi
DEHP, dan penentuan DEHP menggunakan
GC/MS. Diagram alir penelitian disajikan
pada Lampiran 1.
Pengambilan dan Persiapan Sampel
Sampel air diperoleh dengan cara membeli
minuman ringan dalam botol PET dengan
bahan pengawet natrium benzoat, campuran
antara kalium sorbat dan natrium benzoat,
minuman yang mengandung antioksidan, dan
air mineral di toko. Sampel air dipanaskan
selama 32 ºC selama 6 jam. Sampel sebelum
dan sesudah pemanasan ditentukan kandungan
DEHPnya.
Pemilihan
suhu
tersebut
didasarkan pada rerata suhu terpanas di kotakota Indonesia adalah 32 ºC (BMKG 2009).
Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
suhu dan sifat minuman pada kandungan
DEHP yang bermigrasi ke dalam sampel air.
5
Botol PET kosong diisi dengan sampel air
(pada suhu kamar) dan dibiarkan selama enam
jam. Setelah enam jam air dituang, dibuang,
dan botol dibiarkan kosong hingga esok
harinya. Pengisian dan penuangan air diulangi
setiap hari hingga hari kesembilan. Pada hari
kesepuluh pengisian diulangi lagi tetapi air
tidak dibuang melainkan ditampung dalam
wadah gelas untuk ditentukan kandungan
DEHPnya. Pengukuran DEHP dilakukan
menggunakan GC/MS. Blangko dipersiapkan
seperti sampel hanya saja dituang dalam
wadah gelas. Jumlah sampel minuman ringan
yang ditentukan sebanyak tiga macam dan air
mineral satu macam. Setiap botol diisi ulang
satu kali sehingga dilakukan tiga belas kali
pengukuran DEHP.
Perlakuan sampel di atas berdasarkan
pertimbangan
bahwa
pada
umumnya
masyarakat yang menggunakan kembali botol
air minum akan meminum air didalamnya
tidak lebih dari enam jam. Setelah enam jam
mereka akan mencuci botol tersebut untuk
disimpan atau diisi kembali dengan air yang
baru. Botol tersebut biasanya tidak digunakan
setiap hari karena mungkin saja disimpan
terlebih dahulu dan menggunakannya lagi
pada hari berikutnya. Sepuluh hari merupakan
waktu yang cukup untuk menggambarkan
risiko dari penggunaan kembali botol air
minum.
Analisis Karakteristik Kimia Sampel Air
Karakteristik kimia yang harus dianalisis
pada sampel air yang digunakan pada
pengisian ulang meliputi penentuan nilai pH,
konduktivitas, oksigen terlarut, dan alkalinitas
(Biscardi et al. 2003). Diagram alir analisis
karakteristik kimia sampel air disajikan pada
Lampiran 2.
Pengukuran pH. Penentuan nilai pH air
dilakukan menggunakan pH meter (Metode
APHA, AWWA, WEF No. 45 2005).
Pengukuran
Konduktivitas.
Nilai
konduktivitas
ditentukan
menggunakan
konduktometer (Metode APHA, AWWA,
WEF No. 45 2005).
Penentuan
Kandungan
Oksigen
Terlarut. Oksigen terlarut ditentukan dengan
titrimetri menggunakan larutan Na2S2O3
(Metode APHA, AWWA, WEF No. 45 2005).
Larutan Na2S2O3 0.025 N distandardisasi
terlebih dahulu dengan larutan baku KIO3
0.025 N. (Harjadi 1986). Perhitungan oksigen
terlarut ditentukan dengan persamaan:
DO(mg/L) = Vt × Nt × BE O2 × Vb × 1000
Vs × (Vb-2)
dengan
Vt = Volume Na2S2O3 yang terpakai (mL)
Nt = Konsentrasi Na2S2O3 (N)
Vb = Volume botol BOD (mL)
Vs = Volume titrat (mL)
Penentuan Nilai Alkalinitas. Alkalinitas
air adalah kapasitas air untuk menetralkan
asam kuat pada suatu pH tertentu. Alkalinitas
ditentukan dengan titrimetri menggunakan
larutan baku asam sulfat atau HCl (Metode
APHA, AWWA, WEF No. 45 2005). Larutan
HCl 0.1 N yang digunakan distandardisasi
terlebih dahulu dengan larutan baku boraks
(Harjadi 1986). Alkalinitas dihitung dengan
persamaan:
mg CaCO3/L = A × N × 50000
mL sampel
dengan
A = mL titran yang digunakan
N = normalitas larutan standar
Ekstraksi DEHP
Sebanyak 75 ml sampel air dinetralkan
dengan NaOH atau HCl. Kemudian
ditambahkan 20 gram NaCl dan larutan
diekstrak dengan cara mengocok campuran
selama 12 jam dalam vial tertutup dengan 3
ml diklorometana. Ekstrak dianalisis secara
langsung menggunakan GC/MS (Farhoodi et
al. 2008). Standar dan blangko diperlakukan
sama seperti sampel hanya menggunakan
aquades sebagai pengganti sampel. Metode
penambahan standar dilakukan seperti sampel
dengan cara menambahkan konsentrasi DEHP
pada berbagai konsentrasi.
Penentuan DEHP menggunakan GC/MS
Analisis GC/MS dilakukan menggunakan
GC/MS Shimadzu. Laju alir helium, hidrogen,
dan udara adalah 4, 30, dan 300 ml/menit.
Suhu sisi injeksi dan detektor dijaga pada 250
dan 280 ºC. Suhu oven terprogram dimulai
dari 50 ºC selama 3 menit dan meningkat
dengan kecepatan 15 ºC/menit sampai 260
ºC, Selanjutnya dilakukan secara isotermal
sampai kromatogram diperoleh. Identifikasi
senyawa dilakukan dengan membandingkan
waktu retensi dengan larutan standar DEHP
menggunakan dua ion dan perbandingannya
pada setiap analit (Farhoodi et al. 2008).
Download