1 pengaruh independensi, integritas, objektivitas - sna

advertisement
PENGARUH INDEPENDENSI, INTEGRITAS, OBJEKTIVITAS, AKUNTABILITAS,
DAN PENGALAMAN AUDITOR
TERHADAP PRAKTIK PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSES AUDIT
DENGAN PERTIMBANGAN MORAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING
DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN
PADA KAP DI DKI JAKARTA
PENDAHULUAN
Pertumbuhan dunia usaha yang semakin berkembang tentu perlu adanya badan yang
independen yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk memastikan kewajaran atas laporan
keuangan. Idependen suatu badan tersebut tentunya didukung oleh orang yang memiliki
profesionalisme yang tinggi yang dapat melakukan tugasnya, karena hasilnya diharapkan
dapat berkontribusi dalam pengambilan keputusan oleh semua pihak.
Seorang auditor dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak hanya bekerja
untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk kepentingan pihak lain yang mempunyai
kepentingan atas laporan keuangan yang sudah di audit. Jadi, agar klien dan para pemakai
laporan keuangan lainnya dapat mempertahankan kepercayaan dari auditor maka auditor
dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.
Peristiwa pengurangan kualitas audit yang banyak terjadi dimasa ini salah satunya adalah
tidak dilakukannya semua prosedur audit yang disyaratkan, tindakan ini dapat berpengaruh
terhadap pendapat yang dikeluarkan auditor. Bukan tidak mungkin pendapat yang
dikeluarkan salah dan tidak menggambarkan situasi sebenarnya yang terjadi (Rikarbo, 2012).
Berkurangnya kualitas informasi yang dihasilkan dari proses audit dapat terjadi karena
beberapa tindakan, seperti mengurangi jumlah sampel dalam audit, melakukan review
dangkal terhadap dokumen klien, tidak memperluas pemerikasaan ketika terdapat pos yang
dipertanyakan, dan memberikan opini ketika semua prosedur audit belum dilaksanakan
secara lengkap (Suryanita, dkk., 2007).
Proses audit yang baik adalah audit yang mampu meningkatkan kualitas informasi
sekaligus dengan konteks yang terkandung di dalamnya, akan tetapi dalam praktiknya masih
ada auditor yang mengurangi bahkan mengabaikan prosedur-prosedur dalam melakukan
program audit yang dapat menyebabkan penurunan kualitas audit atau dapat disebut juga
Reduced Audit Quality atau RAQ behaviors.
Pembentukan presepsi moral judgment pada seseorang disebut dengan pertimbangan
moral yang merupakan suatu tindakan secara etis maupun tidak etis disaat menghadapi dilema
1
etis. Menurut Laily (2010) dilema etis muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena
auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan yang terkait dengan keputusannya yang
etis atau tidak etis. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik audit dari pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga auditor diperhadapkan kepada pilihan
keputusan audit.
Disaat dilema etis itulah maka dapat menimbulkan seseorang untuk melakukan Moral
hazard dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Moral hazard atau perilaku jahat
dalam ekonomi adalah tindakan perilaku ekonomi yang menimbulkan kemudharatan baik
untuk diri sendiri maupun orang lain. Untuk menjustifikasikan apakah suatu tindakan
ekonomi merupakan moral hazard atau bukan, perlu mempelajari prinsip – prinsip dari
transaksi islami, yang di halalkan ataupun yang di haramkan (Hariyanto : 2009).
Contoh kasus Auditor tidak independen, integritas, objektivitas, akuntabilitas adalah kasus
Kantor Akuntan Publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor di Jambi
untuk mendapatkan pinjaman modal sebesar Rp 52.000.000.000,00 dari Bank BRI Cabang
Jambi pada tahun 2009 diduga terlibat kasus korupsi kredit macet. Setelah melalui
pemeriksaan dan konfrontir keterangan saksi Bisa Septu terungkap ada kesalahan dalam
laporan kuangan perusahaan Raden Motor dalam pengajuan pinjaman ke Bank BRI. Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan keuangan tersebut
oleh akuntan publik sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan
korupsinya. Dalam hal ini akuntan publik Bisa Septu terlibat karena Bisa Septu tidak
membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada
dalam laporan keuangan yang diaujukan ke Bank BRI sebagai pihak pemberi pinjaman. Jika
dugaan keterlibatan akuntan publik diatas benar, maka Bisa Septu melanggar etika profesi
yang telah ditetapkan. Bisa Septu dalam menjalankan tugasnya harus mempertahankan
integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan
tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya
atau mengalihkan pertimbangannya kepada pihak lain.
Sedangkan kasus praktik penghentian prematur atas proses audit adalah Kasus yang
dilakukan afiliasi Ernst & Young di Indonesia (KAP Purwanto Sungkoro & Surja). Kasus
berawal ketika Kantor Akuntan mitra Ernst & Young di Amerika Serikat melakukan kajian
atas hasil audit KAP Purwanto Sungkoro & Surja (Ernst & Young - Indonesia) di Indonesia
2
mereka menemukan bahwa hasil audit tahun 2011 atas PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat
Ooredoo itu tidak didukung dengan data yang akurat, yakni dalam hal persewaan lebih dari
4.000 unit tower selular namun afiliasi Ernst & Young di Indonesia (KAP Purwanto
Sungkoro & Surja) tersebut merilis laporan hasil audit dengan status wajar tanpa
pengecualian. Akibatnya pada Kamis, 9 Februari 2017 waktu Washington Amerika Serikat,
Badan Pengawas Perusahaan Akuntan Publik Amerika Serikat (Public Company Accounting
Oversight Board / PCAOB) mengeluarkan putusan sanksi atau disebut dengan an order
instituting disciplinary proceedings, making findings and imposing sanctions sebesar USD $
1.000.000 sehubungan dengan pemeriksaan PCAOB terhadap KAP Purwanto, Sungkoro &
Surja (EY-Indonesia).
Penelitian ini dimotivasi dengan : pertama masih banyaknya kasus pelanggaran etika
profesi auditor pada auditor KAP, padahal etika profesi auditor sangat diperlukan dalam
pemeriksaan laporan keuangan agar dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
berbagai pihak dalam mengambil keputusan ; Kedua belum adanya penelitian etika profesi
auditor seperti independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, dan pengalaman auditor,
serta pertimbangan moral sebagai variabel moderating terhadap praktik penghentian prematur
atas prosedur audit
LANDASAN TEORI
Etika Profesi
Etika secara umum didefiniskan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah
laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu. Definisi etika
secara umum menurut Arens & Loebecke (2003) adalah:
Sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap. Menurut Robbins
(2007) Ketiga komponen itu adalah komponen kognitif, afektif dan konatif dengan uraian
sebagai berikut : 1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang
berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, atau persepsi pendapat, kepercayaan;
2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa
senang atau tidak senang terhadap obyek sikap; 3. Komponen konatif (komponen perilaku,
atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak
atau berperilaku terhadap obyek sikap.
3
Behavioral decision theory merupakan teori yang berhubungan dengan perilaku
seseorang dalam proses pengambilan keputusan. Teori ini dikembangkan oleh Bowdich dan
Bouno (1990) dalam Waspodo (2007) yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
struktur pengetahuan dan kondisi ini akan mempengaruhi cara mereka dalam pembuatan
keputusan. Behavioral decision theory menjelaskan latar belakang terjadinya perbedaan
pendapat antara auditor ahli dan independen dengan auditor yang tidak memiliki salah satu
karakteristik ataupun kedua karakteristik tersebut.
Persepsi yaitu sebuah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan
proses seseorang mengetahui mengenai beberapa hal melalui panca indranya.
Hubungan Antar Variabel
Hubungan antar variabel dalam penelitian ini telah digambarkan dalam gambar model
penelitian berikut ini :
1. Pengaruh Independensi, Integritas, Objektivitas, Akuntabilitas, Pengalaman
Auditor, dan Pertimbangan Moral terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai auditor profesional, setiap auditor
harus memiliki sikap independensi, integtitas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman
auditor, dan pertimbangan moral yang baik agar dapat menjalankan semua prosedur audit
sesuai standar yang sudah ditentukan agar menghasilkan laporan audit yang berkualitas.
Auditor juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama auditor
untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi praktik penghentian prematur atas proses audit. Pertama, Independensi
Auditor, semakin independensi seorang auditor maka semakin tidak memihak siapapun,
4
tidak mudah dipengaruhi, tetapi mengungkapkan kejujuran sesuai dengan fakta, karena ia
dalam melaksanakan pekerjaannya demi kepentingan umum. Kedua, Integritas auditor,
dengan integritas yang tinggi maka akan mengharuskan seorang auditor untuk bersikap
jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan
penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh semata –
mata keuntungan pribadi. Ketiga, Objektivitas, karena Objektivitas adalah suatu kualitas
yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan auditornya. Prinsip objektivitas
mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah
pengaruh pihak lain. Keempat, Akuntabilitas, karena kualitas dari hasil pekerjaan auditor
dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang dimiliki auditor
dalam menyelesaikan pekerjaan audit. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial
yang
dimiliki
seseorang
untuk
menyelesaikan
kewajibannya
yang
akan
dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya. Kelima, Pengalaman Auditor, semakin
lama seorang auditor bertugas, semakin banyak tugas-tugas pemeriksaan laporan
keuangan yang pernah dilakukan dan semakin banyak jenis-jenis perusahaan yang pernah
ditangani. Keenam Pertimbangan Moral merupakan suatu tindakan secara etis maupun
tidak etis disaat menghadapi dilema etis. Jadi, semakin tinggi independensi, integritas,
objektivitas, akuntabilitas, pengalaman kerja, dan pertimbangan moral auditor maka
praktik penghentian prematur atas prosedur audit semakin dapat dihindarkan.
H1: Terdapat pengaruh negatif antara independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas,
pengalaman auditor, dan pertimbangan moral terhadap praktik penghentian prematur atas
proses audit secara simultan.
2. Pengaruh Independensi Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit
Independensi yang tinggi pada diri auditor akan memberikan dampak yang baik,
semakin tinggi Independensi berarti tidak memihak siapapun, tidak mudah dipengaruhi,
tetapi mengungkapkan kejujuran sesuai dengan fakta, karena ia dalam melaksanakan
pekerjaannya demi kepentingan umum. Bagi seorang auditor independensi sangat penting
karena bisa dikatakan inilah nyawa usahanya karena yang mereka jual adalah jasanya,
jadi independensi sangatlah penting untuk meyakinkan klien atas kualitas auditnya
5
sehingga tercipta hubungan yang berkelanjutan. Semakin tinggi independensi auditor,
maka akan semakin dapat menghindari praktik prematur atas prosedur audit.
H2: Terdapat pengaruh negatif antara independensi auditor terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit secara parsial.
3. Pengaruh Integritas Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit
Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan
patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan
seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung
jawab dalam melaksanakan audit. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan
prinsip. Dengan integritas yang tinggi, maka auditor akan semakin baik dalam
menghindari praktik prematur atas prosedur audit.
H3: Terdapat pengaruh negatif antara integritas auditor terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit secara parsial.
4. Pengaruh Objektivitas Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit
Objektivitas merupakan bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak
- pihak lain yang berkepentingan. Standar umum dalam Standar Audit IAPI menyatakan
bahwa dengan prinsip objektivitas auditor maka semakin baik kualitas hasil
pemeriksaannya. Semakin tinggi objektivitas auditor maka semakin baik dalam
menghindari praktik prematur atas prosedur audit.
H4: Terdapat pengaruh negatif antara objektivitas auditor terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit secara parsial.
5. Pengaruh Akuntabilitas Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit
Akuntabilitas yang dimiliki auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam
mengambil keputusan. Seorang auditor sangat perlu memiliki akuntabilitas yang tinggi
untuk mempertahankan serta memberikan kepercayaan atas rasa bertanggungjawabnya
sehingga klien merasa nyaman. Semakin tinggi seorang auditor memiliki akuntabilitas,
maka akan semakin matang dalam menghindari praktik prematur atas prosedur audit.
H5: Terdapat pengaruh negatif antara akuntabilitas auditor terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit secara parsial.
6
6. Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit
Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam
memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan
dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa
pemberian pendapat. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seorang auditor, maka
akan semakin baik dalam menghindari praktik prematur atas prosedur audit.
H6: Terdapat pengaruh negatif antara pengalaman auditor terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit secara parsial.
7. Pengaruh Pertimbangan Moral terhadap Praktik Penghentian Prematur Audit
Pertimbangan Moral merupakan suatu tindakan secara etis maupun tidak etis disaat
menghadapi dilema etis. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik audit ada pihakpihak yang berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga auditor diperhadapkan
kepada pilihan keputusan audit. Semakin baik seorang auditor dalam menghadapi
pertimbangan moral, maka akan semakin matang dalam menghindari praktik prematur
atas prosedur audit.
H7: Terdapat pengaruh negatif antara pertimbangan moral terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit secara parsial.
8. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Independensi Auditor
terhadap Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit
Independensi yang tinggi pada diri auditor akan memberikan dampak yang baik,
semakin tinggi Independensi berarti tidak memihak siapapun, tidak mudah dipengaruhi,
tetapi mengungkapkan kejujuran sesuai dengan fakta, karena ia dalam melaksanakan
pekerjaannya demi kepentingan umum. Bagi seorang auditor independensi sangat penting
karena bisa dikatakan inilah nyawa usahanya karena yang mereka jual adalah jasanya,
jadi independensi sangatlah penting untuk meyakinkan klien atas kualitas auditnya
sehingga tercipta hubungan yang berkelanjutan. Untuk menjalankan tugas secara
independen, seorang auditor sangatlah penting untuk membuat perencanaan yang matang
sebelum melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Seorang auditor yang independen
akan semakin baik dalam menghadapi pertimbangan moral saat terjadi dilema etis, karena
hal ini akan berhubungan dengan jenis opini yang akan diberikan.
7
H8: Pertimbangan moral memoderasi hubungan independensi auditor terhadap praktik
penghentian prematur atas proses audit.
9. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Integritas Auditor terhadap
Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit
Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan
patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan
seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung
jawab dalam melaksanakan audit. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan.
Dengan integritas yang tinggi, maka auditor akan semakin baik dalam menghadapi
pertimbangan moral saat terjadi dilema etis.
H9: Pertimbangan moral memoderasi hubungan integritas auditor terhadap praktik
penghentian prematur atas proses audit.
10. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Objektivitas Auditor
terhadap Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit
Objektivitas sebagai bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak pihak lain yang berkepentingan. Standar umum dalam Standar Audit IAPI menyatakan
bahwa dengan prinsip objektivitas auditor maka semakin baik kualitas hasil
pemeriksaannya. Penelitian lain menyebutkan bahwa hubungan keuangan dengan klien
dapat mempengaruhi objektivitas dan dapat mengakibatkan pihak ketiga berkesimpulan
bahwa objektivitas auditor tidak dapat dipertahankan. Dengan adanya kepentingan
keuangan, seorang auditor jelas berkepentingan dengan laporan hasil pemeriksaan yang
diterbitkan. Jadi semakin tinggi objektivitas auditor maka semakin baik dalam
menghadapi pertimbangan moral saat terjadi dilema etis.
H10: Pertimbangan moral memoderasi hubungan objektivitas auditor terhadap praktik
penghentian prematur atas proses audit.
11. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Akuntabilitas Auditor
terhadap Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit
Akuntabilitas yang dimiliki auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam
mengambil keputusan. Seorang auditor sangat perlu memiliki akuntabilitas yang tinggi
untuk mempertahankan serta memberikan kepercayaan atas rasa bertanggungjawabnya
8
sehingga klien merasa nyaman. Semakin tinggi auditor memiliki akuntabilitas, maka akan
semakin matang melaksanakan tugas – tugasnya, salah satunya matang dalam
menghadapi pertimbangan moral saat terjadi dilema etis.
H11: Pertimbangan moral memoderasi hubungan akuntabilitas auditor terhadap praktik
penghentian prematur atas proses audit.
12. Pengaruh Pertimbangan Moral Memoderasi Hubungan Pengalaman Auditor
terhadap Praktik Penghentian Prematur atas Proses Audit
Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam
memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan
dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa
pemberian pendapat. Selain itu, semakin tinggi tingkat pengalaman seorang auditor,
semakin baik pula pandangan dan tanggapan tentang informasi yang terdapat dalam
laporan keuangan, karena auditor telah banyak melakukan tugasnya atau telah banyak
memeriksa laporan keuangan dari berbagai jenis industri. Semakin banyak pengalaman
yang dimiliki auditor, maka akan semakin baik dalam pertimbangan moral saat terjadi
dilema etis.
H12: Pertimbangan moral memoderasi hubungan pengalaman auditor terhadap praktik
penghentian prematur atas proses saudit.
METODE PENELITIAN
Desain Riset
Desain penelitian ini adalah kausalitas ekplanatoris dengan tipe pengujian hipotesis.
Sumber data menggunakan data primer melalui penyebaran kuisioner pada Kantor Akuntan
Publik di Negara Indonesia. Unit analisis individu dengan respondennya adalah auditor.
Teknik pengambilan sampel adalah Simple Random Sampling. Analisis data menggunakan
Model Regresi Moderasi (Moderated Regression Analysis).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik
(KAP) di DKI Jakarta. Berdasarkan data dari Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) pada
9
tahun 2016, jumlah Kantor Akuntan Publik (KAP) Pusat yang terdaftar di DKI Jakarta
sebanyak 247 KAP.
Ukura sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan
sebesar 5% sehingga ditemukan sebanyak 153 responden.
Uji Kualitas Data – Uji Validitas
Validitas yaitu sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Validitas digunakan untuk mengetahui kesamaan antara data yang terkumpul
dengan data yang sesungguhnya terjadi pada proyek yang diteliti, sehingga dapat diperoleh
data yang valid. Instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya
diukur dan mampu mengukur data yang diteliti secara tepat. Untuk menguji validitas data
dalam penelitian ini, digunakan uji korelasi pearson product moment dengan ketentuan jika
nilai r hitung > nilai r tabel maka item pertanyaan dinyatakan valid (Sumarni dan Wahyuni :
2006). Kriteria instrumen penelitian diakatakan valid dengan menggunakan teknik ini, bila r
hitung > 0,6.
Uji Kualitas Data - Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk menunjukan ukuran kestabilan dan konstitensi dari
konsep ukuran instrumen atau alat ukur sehingga nilai yang diukur tidak berubah dalam nilai
tertentu. Data yang reliabel dalam instrumen penelitian berarti data tersebut dapat dipercaya.
Untuk mengukur reliabilitas konstitensi internal peneliti dapat menggunakan teknik cronbach
alpha, dimana besarnya nilai alpha yang dihasilkan dibandingkan dengan indeks : > 8,00
termasuk tinggi, 0,600 – 0,799 termasuk sedang, < 0,600 termasuk rendah (Sumarni dan
Wahyuni : 2006). Kriteria instrument penelitian dikatakan reliable dengan menggunakan
teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,600.
Uji Moderating Regression Analysis (MRA)
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan variabel
pemoderasi (Moderating Regression Analysis). Analisis MRA (Moderating Regression
Analysis) ini selain untuk melihat apakah ada pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen juga untuk melihat apakah dengan diperhatikannya variabel moderasi dalam model,
10
dapat meningkatkan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen atau
malah sebaliknya. Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, terlebih dahulu dilakukan
pengujian terhadap variabel moderator dengan melakukan regresi terhadap persamaan
berikut:
Y = a + b1X1 + b2X 2 + b3X3 + b4X4 + b5 X5 + b6X6
b7X1X6 + b8X2X6 + b9X3X6 + b10X4X6 + b11X5X6 + e
HASIL PENELITIAN
Hasil Data Responden
Hasil data responden terlihat pada tabel Crosstabs (tabel silang) dibawah ini :
Tabel Crosstabs (Tabel Silang) Data Responden
Jabatan * JenisKelamin * Pendidikan * LamaKerja * Usia Crosstabulation
Count
Usia
LamaKerja
Pendidikan
< 1 Tahun
D3
S1
Jabatan
Jabatan
1 - 2 Tahun
S1
Jabatan
D3
Jabatan
S1
Jabatan
> 3 Tahun
S1
Jabatan
2 - 3 Tahun
S1
Jabatan
S1
Jabatan
S2
Jabatan
S1
Jabatan
S2
Jabatan
S1
Jabatan
S2
S1
S2
S1
S3
S1
S2
S3
Jabatan
Jabatan
Jabatan
Jabatan
Jabatan
Jabatan
Jabatan
Jabatan
< 25 Tahun
2 - 3 Tahun
26 - 30 Tahun
> 3 Tahun
31 - 35 Tahun
36 - 40 Tahun
> 3 Tahun
> 3 Tahun
41 - 45 Tahun
> 3 Tahun
46 - 50 Tahun
> 3 Tahun
> 50 Tahun
> 3 Tahun
Junior
Junior
Junior
Senior
Junior
Junior
Senior
Senior
Junior
Senior
Supervisor
Senior
Supervisor
Manager
Partner
Senior
Supervisor
Manager
Partner
Supervisor
Partner
Manager
Partner
Partner
Partner
Partner
Partner
Partner
Partner
Partner
Partner
Sumber : Hasil penelitian yang diolah 2017
11
JenisKelamin
Pria
Wanita
0
3
15
17
7
17
3
9
0
1
1
1
10
4
4
1
1
0
7
5
0
1
4
2
4
2
1
0
1
0
1
0
1
1
2
0
1
0
1
0
1
0
2
0
1
1
3
1
2
1
0
1
1
1
2
0
2
0
4
1
1
0
Total
3
32
24
12
1
2
14
5
1
12
1
6
6
1
1
1
2
2
1
1
1
2
2
4
3
1
2
2
2
5
1
Uji Kualitas Data – Uji Validitas
Uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi antar skor butir
pertanyaan dengan skor konstruk atau variabel.
Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana yang tersaji dari hasil analisis menunjukan
bahwa nilai korelasi product moment (r-hitung) untuk masing – masing pertanyaan lebih
besar dari nilai r-tabel sebesar 0,600 (taraf signifikan 5% dan n = 153) sehingga pernyataan –
pernyataan diatas dapat dinyatakan valid.
Uji Kualitas Data – Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan medote cronbach alpha dengan signifikansi
yang digunakan sebesar 0,600 dimana jika nilai cronbach alpha dari suatu variabel lebih besar
dari 0,600 maka pernyataan tersebut memiliki reabilitas yang memadai.
Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana yang tersaji dari hasil analisis menunjukan
bahwa nilai alpha untuk masing – masing pertanyaan lebih besar dari nilai index sebesar
0,600 sehingga pernyataan – pernyataan diatas dapat dinyatakan reliabel.
Uji Kualitas Data – Uji Multikolaritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya kolerasi antar variabel independen. Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat (1)
nilai tolerance (TOL) dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF).
Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana yang tersaji dari hasil analisis menunjukan
bahwa semua variabel independen menunjukan nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai
VIF lebih kecil dari 10, hal ini menyatakan bahwa tidak ada multikolinieritas.
Uji Moderating Regression Analysis (MRA) secara simultan
Analisis MRA (Moderating Regression Analysis) dilakukan untuk melihat apakah ada
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dan juga untuk melihat apakah
dengan diperhatikannya variabel moderasi dalam model, dapat meningkatkan pengaruh dari
variabel independen terhadap variabel dependen atau malah sebaliknya. Berikut hasil Uji
MRA (Moderating Regression Analysis) :
12
Hasil uji MRA (Moderating Regression Analysis) secara simultan
ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regression
19.239
11
1.749
7.065
1
Residual
34.906
141
.248
Total
54.146
152
a. Dependent Variable: PPA
b. Predictors: (Constant), Ln_PGAX5, INA, OBA, PGA, ITA, AKA, PM, Ln_INAX1,
Ln_OBAX3, Ln_AKAX4, Ln_ITAX2
Sig.
.000b
Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana tersaji pada Tabel diatas menunjukan hasil
nilai signifikansi sebesar 0.000 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) 0.05 (0.000 <
0.05). Dengan demikian menunjukan bahwa independensi, integritas, akuntabilitas,
objektivitas, pengalaman auditor, dan pertimbangan moral secara simultan mempunyai
pengaruh signifikan terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit.
Uji Moderating Regression Analysis (MRA) secara parsial
Uji regresi secara parsial (uji t) berguna untuk menguji pengaruh dari masing – masing
variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Jika nilai p-value lebih kecil
dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel independen secara parsial mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Hasil uji regresi secara parsial (uji t)
dapat dilihat pada tabel berikut :
Hasil uji regresi secara parsial
Model
1
(Constant)
INA
ITA
OBA
AKA
PGA
PM
Ln_INAX1
Ln_ITAX2
Ln_OBAX3
Ln_AKAX4
Ln_PGAX5
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
5.009
.707
-.554
.277
4.960
1.658
-.190
1.468
-.135
1.377
-4.772
1.352
.088
.274
1.926
.859
-21.030
6.722
-1.471
5.696
1.168
5.514
19.130
5.548
Standardized
Coefficients
Beta
-.734
4.111
-.169
-.120
-4.112
.108
1.160
-9.852
-.694
.564
9.599
Sumber : Hasil penelitian yang diolah 2017
13
T
7.088
-1.997
2.991
-.130
-.098
-3.529
.320
2.241
-3.129
-.258
.212
3.448
Sig.
.000
.048
.003
.897
.922
.001
.749
.027
.002
.797
.833
.001
Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana tersaji pada tabel diatas menunjukan
hasil nilai t
hitung,
sedangkan untuk nilai t
tabel
1.97635 (t dicari pada α = 5%, n = 153, k = 7,
uji 2 sisi).
Pembahasan
1. Pembahasan Hipotesis 1 : Terdapat pengaruh negatif antara independensi,
integritas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman auditor, dan pertimbangan moral
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara simultan
Variabel independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas, pengalaman auditor dan
pertimbangan berpengaruh negatif terhadap praktik penghentian prematur atas proses
audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.000 atau lebih kecil dari nilai
probabilitas (p-value) sebesar 0.05 yang berarti Hipotesis diterima. Hal ini disebabkan
karena seorang auditor dalam proses pelaksanaan pemeriksaan terbebas dari kepentingan
pihak lain untuk membatasi segala kepentingan pemeriksaan, seorang auditor jujur dalam
hal taat pada peraturan – peraturan yang diawasi oleh profesi, seorang auditor terbebas
dari benturan kepentingan sehingga menolak penugasan pemeriksaan bila pada saat
bersamaan sedang mempunyai hubungan kerja sama dengan pihak yang diperiksa,
seorang auditor dalam menyelesaikan pekerjaannya memiliki motivasi yang tinggi dalam
mengerjakannya, seorang auditor semakin lama semakin bekerja menjadi auditor maka
akan semakin mengerti bagaimana menghadapi entitas pemeriksaan pemeriksaan dalam
memperoleh data informasi yang dibutuhkan, serta seorang auditor dalam pertimbangan
moralnya akan memutuskan untuk tetap menyampaikan adanya salah saji material dalam
laporan keuangan. Sehingga semakin tinggi independensi, integritas, objektivitas,
akuntabilitas, pengalaman auditor, dan pertimbangan moral yang dimiliki oleh seorang
auditor maka akan semakin menurunkan seorang auditor untuk melakukan praktik
penghentian prematur atas proses audit.
2. Pembahasan Hipotesis 2 : Terdapat pengaruh negatif antara independensi auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial
Variabel independensi berpengaruh negatif terhadap praktik penghentian prematur
atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.048 atau lebih kecil
dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien -0.554, maka Hipotesis
14
diterima, artinya secara parsial terdapat pengaruh negatif antara independensi auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena
seorang auditor dalam penyusunan program audit bebas dari usaha-usaha pihak lain untuk
menentukan subyek pekerjaan pemeriksaan, seorang auditor dalam pelaksanaan
pekerjaannya bebas dari kepentingan pihak lain untuk membatasi segala kegiatan
pemeriksaan, dan seorang auditor dalam pelaksanaan pelaporannya bebas dari usaha
pihak tertentu untuk mempengaruhi pertimbangan pemeriksa terhadap isi laporan
pemeriksaan. Sehingga semakin tinggi independensi yang dimiliki oleh seorang auditor
maka akan semakin menurunkan seorang auditor untuk melakukan praktik penghentian
prematur atas proses audit.
3. Pembahasan Hipotesis 3 : Terdapat pengaruh negatif antara integritas auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial
Variabel integritas auditor berpengaruh positif terhadap praktik penghentian prematur
atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.003 atau lebih kecil
dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien 4.960, maka Hipotesis
diterima, artinya secara parsial terdapat pengaruh positif antara integritas auditor terhadap
praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor
harus jujur untuk taat pada peraturan-peraturan yang diawasi oleh profesi, keberanian
auditor untuk memiliki rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi berbagai
kesulitan, sikap bijaksana auditor dalam menimbang permasalahan dengan seksama, dan
seorang auditor bertanggung jawab untuk memotivasi diri dengan menunjukkan
antusiasme yang konsisten untuk selalu bekerja. Arah hubungan hasil penelitian ini
menunjukan arah positif yang artinya semakin tinggi integritas yang dimiliki oleh seorang
auditor maka akan semakin meningkatkan seorang auditor untuk melakukan praktik
penghentian prematur atas proses audit, seharunya semakin tinggi integritas yang dimiliki
auditor maka semakin menurunkan seorang auditor untuk melakukan praktik penghentian
prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena sikap integritas auditor masih ada
beberapa auditor yang masih dilema etis pada: 1. ketaatan peraturan-peraturan yang tidak
diawasi oleh profesi; 2. mempertimbangkan kepentingan Negara; dan 3. tidak
mempertimbangkan keadaan seseorang atau sekelompok orang untuk membenarkan
perbuatan melanggar ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
15
juga dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior
auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden
paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior
dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis
karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik
penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya
adalah tingkat manager hingga partner.
4. Pembahasan Hipotesis 4 : Terdapat pengaruh negatif antara objektivitas auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial
Variabel objektivitas auditor tidak berpengaruh terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.897 atau
lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien -0.190, maka
Hipotesis ditolak, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh antara objektivitas
auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan
karena dalam hal pengungkapan kondisi sesuai fakta seorang auditor dalam melaksanakan
tugasnya meskipun tidak bermaksud untuk mencari-cari kesalahan yang dilakukan oleh
objek pemeriksaan akan tetapi seorang auditor sering tidak melakukan secara lengkap
salah satu atau beberapa prosedur audit secara sengaja terkait sering tidak menggunakan
fungsi auditor internal dalam audit dan menghentikan salah satu atau beberapa prosedur
audit seperti tidak memerlukan pemahaman bisnis klien dalam perencanaan audit.
Sehingga sikap objektivitas yang dimiliki oleh seorang auditor tidak berpengaruh bagi
seorang auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini
pula dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior
auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden
paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior
dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis
karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik
penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya
adalah tingkat manager hingga partner.
16
5. Pembahasan Hipotesis 5 : Terdapat pengaruh negatif antara akuntabilitas auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial
Variabel akuntabilitas auditor tidak berpengaruh terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.922 atau
lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien -0.135, maka
Hipotesis ditolak, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh antara akuntabilitas
auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan
karena meskipun seorang auditor berkeyakinan bahwa sebuah pekerjaan akan diperiksa
oleh atasan yang dapat meningkatkan keinginan untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih
berkualitas akan tetapi seorang auditor sering tidak melakukan secara lengkap salah satu
atau beberapa prosedur audit secara sengaja terkait sering tidak menggunakan fungsi
auditor internal dalam audit dan menghentikan salah satu atau beberapa prosedur audit
seperti tidak memerlukan pemahaman bisnis klien dalam perencanaan audit. Sehingga
sikap akuntabilitas yang dimiliki oleh seorang auditor tidak berpengaruh bagi seorang
auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini pula
dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor
paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling
banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia
responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis karena
tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian
prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat
manager hingga partner.
6. Pembahasan Hipotesis 6 : Terdapat pengaruh negatif antara pengalaman auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial
Variabel pengalaman auditor berpengaruh negatif terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.001 atau
lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien -4.772, maka
Hipotesis diterima, artinya secara parsial terdapat pengaruh negatif antara pengalaman
auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan
karena semakin lama menjadi auditor, semakin mengerti bagaimana menghadapi suatu
entitas pemeriksaan dalam memperoleh data informasi yang dibutuhkan, semakin dapat
17
mengetahui informasi yang relevan untuk mengambil pertimbangan dalam membuat
keputusan, serta semakin banyaknya tugas pemeriksaan semakin membutuhkan ketelitian
dan kecermatan dalam menyelesaikannya.
7. Pembahasan Hipotesis 7 : Terdapat pengaruh negatif antara pertimbangan moral
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit secara parsial
Variabel pertimbangan moral tidak berpengaruh terhadap praktik penghentian
prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai tingkat signifikan 0.749 atau
lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 dan koefisien 0.088, maka
Hipotesis ditolak, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh antara pertimbangan
moral auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan
karena seorang auditor ragu-ragu untuk bertindak melawan instruksi atasannya misalnya
terkait pencatatan informasi sampel pengujian atau terkait menghilangkan pelanggan dari
proses konfirmasi secara sengaja. Hal ini pula dapat disebabkan karena dalam penelitian
ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden
atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden
atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut
wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk
mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang
mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner.
8. Pembahasan Hipotesis 8 : Pertimbangan moral memoderasi hubungan independensi
auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit
Variabel pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan independensi auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0.27 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05
yang berarti Hipotesis diterima, artinya secara parsial pertimbangan moral dapat
memoderasi hubungan independensi auditor dengan praktik penghentian prematur atas
proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor yang memiliki pertimbangan
moral yang baik akan menguatkan sikap independensi yang dimiliki auditor disaat terjadi
dilema etis seperti tetap untuk memutuskan menyampaikan adanya salah saji material
dalam pelaporan keuangan, dan tidak melakukan praktik penghentian prematur atas
proses audit. Arah hubungan hasil penelitian ini menunjukan arah positif yang artinya
18
pertimbangan moral memoderasi independensi auditor untuk meningkatkan melakukan
praktik penghentian prematur atas proses audit, seharusnya pertimbangan moral
memoderasi independensi auditor untuk menurunkan melakukan praktik penghentian
prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena sikap pertimbangan moral auditor
masih ada beberapa auditor yang masih dilema etis pada: 1. melawan instruksi atasan
untuk mencatat informasi mengenai sampel pengujian; dan 2. bertindak melawan
instruksi atasan untuk menghilangkan pelanggan dari proses konfirmasi. Hal ini juga
dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior auditor
paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden paling
banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior dan usia
responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis karena
tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik penghentian
prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat
manager hingga partner.
9. Pembahasan Hipotesis 9 : Pertimbangan moral memoderasi hubungan integritas
auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit
Variabel pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan integritas auditor terhadap
praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi
sebesar 0.02 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05 yang berarti
Hipotesis diterima, artinya secara parsial pertimbangan moral dapat memoderasi
hubungan integritas auditor dengan praktik penghentian prematur atas proses audit. Arah
hubungan hasil penelitian ini menunjukan arah negatif yang artinya pertimbangan moral
memoderasi integritas auditor untuk menurunkan melakukan praktik penghentian
prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena seorang auditor yang memiliki
pertimbangan moral yang baik akan menguatkan sikap integritas yang dimiliki auditor
disaat terjadi dilema etis seperti tetap untuk memutuskan menyampaikan adanya salah
saji material dalam pelaporan keuangan, dan tidak melakukan praktik penghentian
prematur atas proses audit.
19
10. Pembahasan Hipotesis 10 : Pertimbangan moral memoderasi hubungan objektivitas
auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit
Variabel pertimbangan moral tidak dapat memoderasi hubungan objektivitas auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0.797 atau lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05
yang berarti Hipotesis ditolak, artinya secara parsial pertimbangan moral tidak dapat
memoderasi hubungan objektivitas auditor dengan praktik penghentian prematur atas
proses audit. Hal ini disebabkan karena terkait objektivitas seorang auditor mengalami
dilema etis saat dihadapkan kepada keputusan yang harus diambil seperti tidak berani
bertindak melawan instruksi atasannya terkait sampel pengujian ataupun menghilangkan
pelanggan dari proses konfirmasi. Hal ini pula dapat disebabkan karena dalam penelitian
ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden
atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden
atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut
wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk
mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang
mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner.
11. Pembahasan
Hipotesis
11
:
Pertimbangan
moral
memoderasi
hubungan
akuntabilitas auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit
Variabel pertimbangan moral tidak dapat memoderasi hubungan akuntabilitas auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0.833 atau lebih besar dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05
yang berarti Hipotesis ditolak, artinya secara parsial pertimbangan moral tidak dapat
memoderasi hubungan akuntabilitas auditor dengan praktik penghentian prematur atas
proses audit. Hal ini disebabkan karena terkait akuntabilitas seorang auditor mengalami
dilema etis saat dihadapkan kepada keputusan yang harus diambil seperti tidak berani
bertindak melawan instruksi atasannya terkait sampel pengujian ataupun menghilangkan
pelanggan dari proses konfirmasi. Hal ini pula dapat disebabkan karena dalam penelitian
ini responden dengan jabatan junior auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden
atau 41,18%, dan usia responden paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden
atau 60,78% sehingga para junior dan usia responden yang relatif masih muda tersebut
20
wajar apabila mengalami dilema etis karena tidak mempunyai wewenang untuk
mengambil keputusan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, yang
mempunyai wewenang tersebut biasanya adalah tingkat manager hingga partner.
12. Pembahasan
Hipotesis
12
:
Pertimbangan
moral
memoderasi
hubungan
pengalaman auditor terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit
Variabel pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan pengalaman auditor
terhadap praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0.001 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.05
yang berarti Hipotesis diterima, artinya secara parsial pertimbangan moral dapat
memoderasi hubungan pengalaman auditor dengan praktik penghentian prematur atas
proses audit. Hal ini disebabkan karena karena semakin lama menjadi auditor maka akan
semakin dapat mengetahui informasi yang relevan sehingga seorang auditor yang
memiliki pertimbangan moral yang baik akan semakin baik dalam membuat keputusan,
sehingga tidak terjadi dilema etis seperti tetap untuk memutuskan menyampaikan adanya
salah saji material dalam pelaporan keuangan, dan tidak melakukan praktik penghentian
prematur atas proses audit. Arah hubungan hasil penelitian ini menunjukan arah positif
yang artinya pertimbangan moral memoderasi pengalaman auditor untuk meningkatkan
melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit, seharusnya pertimbangan
moral memoderasi pengalaman auditor untuk menurunkan melakukan
praktik
penghentian prematur atas proses audit. Hal ini disebabkan karena sikap pertimbangan
moral auditor masih ada beberapa auditor yang masih dilema etis pada: 1. melawan
instruksi atasan untuk mencatat informasi mengenai sampel pengujian; dan 2. bertindak
melawan instruksi atasan untuk menghilangkan pelanggan dari proses konfirmasi. Hal ini
juga dapat disebabkan karena dalam penelitian ini responden dengan jabatan junior
auditor paling banyak yaitu 63 dari 153 responden atau 41,18%, dan usia responden
paling banyak <25 tahun yaitu 93 dari 153 responden atau 60,78% sehingga para junior
dan usia responden yang relatif masih muda tersebut wajar apabila mengalami dilema etis
karena tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan melakukan praktik
penghentian prematur atas proses audit, yang mempunyai wewenang tersebut biasanya
adalah tingkat manager hingga partner.
21
KESIMPULAN
1. Berdasarkan data yang terkumpul serta hasil analisis penelitian telah ditemukan bahwa
pertimbangan moral dapat memoderasi hubungan integritas auditor terhadap praktik
penghentian prematur atas proses audit dan arah hubungan hasil penelitian ini pun
menunjukan arah negatif yang artinya pertimbangan moral memoderasi integritas auditor
untuk menurunkan melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit. Hal ini
disebabkan karena seorang auditor yang memiliki pertimbangan moral yang baik akan
menguatkan sikap integritas yang dimiliki auditor disaat terjadi dilema etis seperti tetap
untuk memutuskan menyampaikan adanya salah saji material dalam pelaporan keuangan,
dan tidak melakukan praktik penghentian prematur atas proses audit.
2. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian penelitian ini, maka secara simultan variabel
pertimbangan moral bukan sebagai variabel moderating, melainkan variabel independen,
hal ini disebabkan karena pertimbangan moral merupakan salah satu bagian dari etika
profesi sama halnya seperti independensi, integritas, objektivitas, akuntabilitas. Secara
parsial pertimbangan dapat memoderasi variabel independensi, integritas, dan
pengalaman auditor, hal ini disebabkan karena seorang auditor yang memiliki
pertimbangan moral yang baik akan menguatkan sikap independensi dan integritas
auditor disaat terjadi dilema etis, dan semakin lama menjadi auditor maka akan semakin
dapat mengetahui informasi yang relevan untuk mengambil pertimbangan moral dalam
membuat keputusan, seperti tetap untuk memutuskan menyampaikan adanya salah saji
material dalam pelaporan keuangan, dan tidak melakukan praktik penghentian prematur
atas proses audit.
Refrensi
Andi Supangat.2008. Statistik dalam Kajian Deskriptif, Infensi dan Paramatik. Jakarta :
Kencana Prenada
Arrens, A. Alvin., Elder, Randal J. 2005. Auditing and Assurance Services, Tenth edition,
Person Prentice Hall.
Asih. 2006. Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor dalam Bidang
Auditing.
22
Coram, Paul, Juliana, dan W.R. David. 2004. The Effect of Risk of Misstatement on the
Propensity to Commit Reduced Audit Quality Acts Under Time Budget Pressure.
Auditing: A Journal of Practice & Theory, 23 (2).
Hariyanto, Muhsin. 2009. Moral Hazard dalam Transaksi Ekonomi : Perspektif Al-Quran dan
Al-Hadits.
Harry C, Triandis. 1971. Attitude and attitude change. New York : John Wiley & Sons, Inc
Herningsih, Sucahyo. 2001. Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit : Studi Empiris pada
Kantor Akuntan Publik. Tesis S2. Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Indriantoro, N., dan Supomo, B., 2009, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Laily, Nujmatul. 2010. Pengaruh Pengalam Auditor terhadap Ethical Judgment dengan
Pengetahuan Auditor dan Komitmen Profesi sebagai Variabel Intervening: Studi Pada
KAP di Indonesia, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya.
Mardisar, D iani dan Sari, R.N. 2007. Jurnal. Pengaruh Akuntabilitas dan Pengetahuan
Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor. SNA X UNHAS. Makasar.
Maulina, M., R. Anggraini, dan C. Anwar. 2010. Pengaruh Tekanan Waktu dan Tindakan
Supervisi Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit. Simposium Nasional
Akuntansi XIII Purwokerto.
Mayangsari, S. 2003. Pengaruh Kualitas Audit, Independensi terhadap Integritas Laporan
Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.
Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Ni Made Surya Andani dan I Made Mertha. 2014. Pengaruh Time Pressure, Audit
Risk, Professional Commitment Dan Locus Of Control Pada Penghentian Prematur Prosedur
Audit. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol 6 No.2
Novanda Friska Bayu Aji Kusuma. 2012. Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi,
serta Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingakat Materialitas dalam Laporan
Keuangan. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta
Nungky Nurmalita Sari. 2011. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas,
Integritas, Kompetensi dan Etika terhadap Kualitas Audit. Skripsi. Universitas
Diponegoro Semarang
23
Purnamasari. 2005. Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Hubungan Partisipasi dengan
Efektivitas Sistem Informasi. Jurnal Riset Akuntansi Keuangan. Vol.1 No.3
Qurrahman T., Susfayetti, dan A. Mirdah. 2012. Pengaruh Time Presure, Audit risk,
Materialitas, Prosedur Review Dan Kontrol Kualitas, Locus Of Control Serta
Professional commitment Terhadap Penghentian Prematur Prosedur Audit. E-Jurnal
Binar Akuntansi 1 (1).
Rest, J.R, Turiel, dan Kohlberg, L. 1969. ”Level of Moral Judgement as A Determinant of
Preference and Comprehension Made by Others”. Journal of Personality, 37:225-252.
Retno Wulndari. 2013. Pengaruh Tekanan Waktu, Risiko Audit Dan Tindakan Supervisi
Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit. Naskah Publikasi. Surakarta
Rikarbo, Rekkat Yosua. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penghentian Prematur
Prosedur Audit. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Riau
Singgih, E. Muliani dan Bawono, Rangga. 2010. Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due
Professional Care dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit, Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi Ke-XIII Purwokerto.
Sugiyono. 2002. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta
Sukriah, dkk. 2009. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas dan
Kompetensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Simposium Nasional Akuntansi 12.
Palembang.
Sumarni dan Wahyuni. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andi Offset
Suriana AR. Mahdi. 2014. Analisis Faktor-Faktor Penentu Kualitas Audit Dengan Moral
Judgment Sebagai Pemoderasi. Jurnal. Maluku Utara
Suryanita, Dody, H. Triatmoko. 2007. Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit, Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 10 No.1.
Tan, Tong Han dan Alison Kao.1999. Accountability Effect on Auditor’s Performance: The
Influence of Knowledge, Problem Solving Ability and Task Complexity: Journal of
Accounting Reseach 2:209-223
Wahyudi dan Aida. 2006, Profesionalisme Akuntan dan Proses Pendidikan Akuntansi di
Indonesia. Pustaka LP3ES Jakarta
24
Wahyudi,Imam, Jurica dan Loekman. 2011. Praktik Penghentian Prematur atas Prosedur
audit. Simposium Nasional Akuntansi (SNA).
Weningtyas, S., D. Setiawan, dan H. Triatmoko. 2006. Penghentian Prematur Atas Prosedur
Audit. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. 23-26 Agustus 2006: 1-33.
www.bisnis.tempo.co/read/news/2017/02/11/087845617/ernst-young-indonesia-didenda-dias-ini-tanggapan-indosat diakses pada tanggal 11 Februari 2017 pukul 10.10 Wib
25
Download