hukum keluarga

advertisement
Djumikasih, SH. M. Hum
Istilah
Familierecht
 Law of Family


Algra : Mengatur hubungan hukum yang
timbul dari ikatan keluarga . Yang termasuk
dalam hukum keluarga adalah peraturan
perkawinan, peraturan kekuasaan orang tua
dan peraturan perwalian
Pengertian Hukum Keluarga

Ali Affandi : Keseluruhan ketentuan yang
mengatur hubungan hukum yang bersangkutan
dengan kekeluargaan sedarah dan
kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan,
kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan,
keadaan tak hadir).
Sumber Hukum Keluarga
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
KUHPer
Peraturan Perkawinan Campuran/ Regelijk op de
Gemengdehuwelijk (Stb. 1898 No 158)
Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen, Jawa,
Minahasa, dan Ambon Stb. 1933 No 74
UU No 32 Tahun 1954 ttg Pencatatan Nikah, Talak
dan Rujuk (beragama Islam)
UU No 1 tahun 1974 ttg Perkawinan
PP No 9 tahun 1975 ttg Peraturan Pelaksanaan UU
1/ 1974 ttg Perkawinan
PP No 10 tahun 1983 jo PP No 45 tahun 1990 ttg izin
Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri
Sipil
Inpres No 1 tahun 1991 ttg Kompilasi Hukum Islam
Asas Asas Hukum Keluarga
Asas Monogami (Tapi tidak mutlak) (Psl
27 KUHPer dan Psl 3 UU No 1 th 1974)
 Asas Konsensual (Psl 28 KUHPer dan
Pasal 6 UU No 1 tahun 1974)
 Asas Proporsional (Psl 31 UU No 1
Tahun 1974.

Ruang Lingkup Hukum Keluarga
Perkawinan
 Perceraian
 Harta Benda dalam Perkawinan
 Kekuasaan orang tua
 Pengampuan
 Perwalian

Perkawinan
Pengertian
Pasal 1 UU No 1/ 74 :
Ikatan lahir bathin antara pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Konsepsi Hk. Perdata Barat : perkawinan itu hanya
dipandang sebagai hubungan keperdataan saja.
Tidak ikut campur dalam keagamaan, hanya
mengenal perkawinan perdata saja, yaitu :
perkawinan yang dilangsungkan di hadapan
seorang pegawai catatan sipil
Tujuan Perkawinan
Membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Syarat- syarat perkawinan
Syarat intern, Pasal 6- 7 UU 1/ 74 :
1.
Persetujuan kedua belah pihak
2.
Izin dari kedua orang tua apabila belum
mencapai umur 21 tahun
3.
Pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun.
Pengecualiannya harus ada dispensasi dari
pengadilan atau camat atau bupati
4.
Kedua belah pihak dalam keadaan tidak kawin
5.
Wanita yang kawin untuk kedua kalinya harus
lewat masa tunggu (iddah). Bagi wanita yang
putus perkawinannya karena perceraian masa
iddahnya 90 hari dan putus karena kematian 130
hari.
Syarat ekstern
1.
2.


Harus mengajukan laporan ke
Pegawai, Pencatat Nikah, Talak dan
Rujuk
Pengumuman yang ditandatangani
oleh pegawai pencatat, yang memuat :
Identitas calon pengantin
Hari, tanggal, jam, dan tempat
perkawinan dilangsungkan.
Syarat sahnya perkawinan
Pasal 2 UU No 1/ 74 :
 Telah dilangsungkan menurut hukum
agama dan kepercayaan masing- masing
 Dicatat menurut peraturan perundangundangan
Tujuan Pencatatan perkawinan :
1. Menjadikan peristiwa perkawinan menjadi
jelas baik oleh ybs maupun pihak lainnya
2. Sebagai alat bukti
3. Sebagai dasar pembayaran tunjangan
bagi isteri dan anak pegawai negeri sipil.
Larangan Perkawinan
Pasal 8 s/d 12 UU 1/ 74 :
1.
Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus
ke bawah atau atas
2.
Berhubungan darah dalam garis menyamping;
antar saudara, saudara orang tua, saudara
nenek.
3.
Berhubungan semenda; mertua, anak tiri,
menantu, ibu atau bapak tiri.
4.
Berhubungan susuan
5.
Berhubungan dengan saudara isteri, bibi,
kemenakan dari isteri dalam hal si suami
menikah lebih dari satu.
6.
Oleh agamanya dilarang kawin
7.
Cerai, kawin lagi dengan orang yang sama, cerai
lagi, dilarang untuk kawin lagi.
Larangan kawin menurut BW
Pasal 30 s/d 33 BW:
1. Larangan kawin dengan orang yang
sangat dekat dalam kekeluargaan
sedarah dan karena perkawinan.
2. Larangan kawin karena oleh hakim
telah diputuskan bersalah karena
berzina
3. Larangan kawin untuk memperbaharui
perkawinan setelah adanya perceraian,
jika belum lewat waktu satu tahun.
Larangan kawin menurut Pasal 39
s/d 44 Inpres No 1 th 1991 ttg
kompilasi Hukum Islam
1. Karena perwalian nasab antara laki- laki dengan:
a. seorang wanita yang melahirkan atau menurunkan atau keturunannya
b. seorang wanita keturunan ayah atau ibu
c. seorang wanita saudara yang melahirkan
2. Karena pertalian kerabat semenda antara laki- laki dengan:
a. seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya
b. seorang wanita bekas isteri yang menurunkannya
c. seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya
hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qobla al dukhul
d. seorang wanita bekas isteri keturunannya.
3. Karena pertalian sesusuan antara laki- laki dengan :
a. Wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke atas
b. seorang wanita saudara sesusuan dan kemenakan sesusuan ke bawah.
c. seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke bawah
d. anak yang disusui isterinya dan keturunannya
Lanjutan larangan kawin menurut
kompilasi hukum Islam
4.Karena keadaan tertentu ;
a. Wanita tersebut masih terikat perkawinan
dengan pria lain
b. wanita tersebut masih berada dalam masa
iddah dengan pria lain
c. wanita yang bukan Islam
5. Karena sebab lainnya :
a. Pria dilarang memadu isterinya dengan seorang
wanita yang berhubungan nasab atau susuan
dengan isterinya :
 Saudara kandung, seayah atau seibu serta
keturunannya
 Wanita dengan bibi dan kemenakannya
Lanjutan sebab lainnya
c. Seorang pria dilarang kawin dengan :
 seorang wanita yang ditalak 3 kali
 seorang wanita yang dili’an (gugur jika
bekas isteri tadi telah kawin dengan pria
lain, kmdn perkawinan tersebut putus
dan telah habis masa iddahnya)
d. Seorang wanita Islam dilarang
melangsungkan perkawinan dengan pria
yang tidak beragama Islam.
Pencegahan Perkawinan
Pengertian :
Upaya untuk merintangi atau
menghalangi suatu perkawinan antara
calon pasangan suami isteri yang tidak
memenuhi syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
Tujuannya : menghindari perkawinan yang
dilarang menurut hukum agama
maupun hukum negara.
Lanjutan pencegahan
Orang yang dapat mencegah perkawinan (Pasal 14 UU No 1 tahun
1974) :
1.
Para keluarga dalam keturunan lurus ke atas dan ke bawah
2.
Saudara
3.
Wali nikah
4.
Pengampu
5.
Pihak yang berkepentingan
Tata Cara pencegahan :
1.
Mengajukan permohonan ke pengadilan di wilayah hukum tempat
akan dilangsungkannya perkawinan (psl 17 UU1/ 74)
2.
Memberitahukan kepada pegawai pencatat nikah
3.
Hakim memutuskan menolak atau menerima permohonan
tersebut.
4.
Dengan putusan tsb pencatat nikah memutuskan perkawinan
dapat dilangsungkan atau tidak.
Pencegahan perkawinan menurut
kompilasi hukum Islam:
Orang yang dapat mengajukan :
1.
Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke
atas dan ke bawah
2.
Saudara
3.
Wali nikah
4.
Wali pengampu dari salah seorang mempelai
dan pihak- pihak yang bersangkutan
5.
Ayah kandung
6.
Suami atau isteri yang masih terikat dalam
perkawinan dengan salah seorang calon isteri
atau calon suami yang akan melangsungkan
perkawinan.
7.
Pejabat yang ditunjuk untuk mengawasi
perkawinan
Pembatalan Perkawinan
Pengertian
Suatu upaya untuk membatalkan
perkawinan yang tidak memenuhi syarat
untuk melangsungkan perkawinan
(Pasal 22 UU 1/ 74).
Perkawinan yang dapat diajukan
pembatalan :
Perkawinan yang tidak dilangsungkan di muka
pegawai pencatat
2.
Wali nikah yang tidak sah atau tanpa dihadiri
oleh dua orang saksi.
Yang dapat mengajukan : Psl 23 UU 1/ 74
1.
Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke
atas dari suami atau istri
2.
Suami atau istri
3.
Pejabat yang berwenang hanya selama
perkawinan belum diputuskan.
4.
Pejabat yang ditunjuk (Pasal 16 ayat 2)
5.
Setiap orang yang mempunyai kepentingan
hukum secara langsung terhadap perkawinan
tersebut.
1.
Pembatalan Perkawinan Menurut Kompilasi
Hukum Islam (Psl 70 s/d 76 Inpres No 1 th
1991)
Ada dua macam, yaitu :
1.
Perkawinan Batal (sejak semula dianggap tidak
pernah ada)
2.
Perkawinan dapat dibatalkan
Perkawinan Batal jika :
1.
Suami melaakukan perkawinan, sedang ia sudah
mempunyai 4 orang isteri
2.
Seorang menikahi isterinya yang telah di li’an
(pernah dijatuhi talak 3 kali) kecuali bekas
isterinya sudah menikah lagi dengan pria lain
3.
Perkawinan dalam hubungan semenda atau
susuan sampai derajat tertentu (Pasal 8 UU 1/
74)
Perkawinan dapat dibatalkan jika :






Seorang suami melakukan poligami tanpa
ijin PA
Perempuan yang dikawini ternyata
kemudian diketahui masih menjadi istri
orang lain yang sah
Perempuan yang dikawini masih dalam
masa iddah
Melanggar batas minimal usia perkawinan
Dilangsungkan tanpa wali atau
dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak
Perkawinan yang dilaksanakan dengan
paksaan.
Suami / isteri ybs juga dapat
mengajukan pembatalan jika:
Perkawinan dilakukan di bawah
ancaman yang melanggar hukum.
 Waktu melangsungkan perkawinan
terjadi penipuan atau salah sangka
mengenai diri suami atau isteri.
Permohonan tersebut dapat diajukan
dalam jangka waktu 6 bulan sejak
diketahuinya keadaan tersebut, jika
tidak dilakukan maka haknya akan
gugur.

Pihak yang dapat mengajukan
permohonan pembatalan adalah :
Para keluarga dalam garis keturunan lurus
ke atas dan ke bawah dari suami atau isteri
 Suami atau isteri
 Pejabat yang berwenang mengawasi
pelaksanaan perkawinan menurut UU
 Para pihak yang berkepentingan yang
mengetahui adanya cacat dalam rukun dan
syarat perkawinan menurut hukum Islam
dan peraturan perundang- undangan

Tata cara
1.
2.
3.
Permohonan diajukan ke pengadilan yang
meliputi wilayah tempat tinggal suami
atau istri atau tempat perkawinan
dilangsungkan.
Batalnya perkawinan dimulai setelah
putusan pengadilan mempunyai kekuatan
hukum tetap dan berlaku sejak saat
berlangsungnya perkawinan.
Batalnya perkawinan tidak akan
memutuskan hubungan hukum antara
anak dan orang tuanya.
Perjanjian Kawin (PK)
Diatur dalam Pasal 29 UU No 1 Tahun 1974
Di BW diatur dalam Pasal 139 s/d 154.
Pengertian :
Perjanjian Kawin : Perjanjian yang dibuat oleh
calon pasangan suami istri sebelum atau pada
saat perkawinan dilangsungan untuk mengatur
akibat perkawinan terhadap harta kekayaan
mereka.
PK Harus dibuat dengan akta notaris
Tujuannya :
1. Keabsahan perkawinan
2. Mencegah perbuatan tergesa- gesa
3. Demi kepastian hukum
4. Alat bukti yang sah
5. Mencegah adanya penyelundupan
hukum
Perjanjian Kawin dalam Kompilasi
Hukum Islam




Diatur dalam Pasal 45 s/d 51 Inpres No 1 th 1991,
antara lain :
PK dpt dilakukan pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan
PK dalam bentuk ta’lik talak dan perjanjian lain yang
tidak bertentangan dengan hukum Islam. Biasanya
dibuat secara tertulis dan dan disahkan oleh Pegawai
Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam
perkawinan.
Isi PK meliputi percampuran harta pribadi, (yang
meliputi semua harta, baik harta bawaan maupun harta
bersama) maupun pemisahan harta pencarian (dg
adanya pemisahan ini tidak menghilangkan kewajiban
suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Kewenangan masing masing pihak untuk melakukan
pembebanan atas hipotek atau hak tanggungan atas
harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat.
Berlakunya Perjanjian Kawin
Berlaku sejak tanggal perkawinan
 Berlaku untuk para pihak dan juga pihak
ketiga.

Akibat Perkawinan
Adanya Hubungan Suami Istri
 Adanya Hubungan Antara Orang Tua
dan Anak
 Hubungan dalam Harta Kekayaan

Hak dan Kewajiban Suami Istri







Psl 30 UU1/ 74 : S-I berkewajiban menegakkan rumah
tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat.
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak
dan kedudukan suami dalam kehidupan RT dan
pergaulan hidup masyarakat. (Psl 31 (1))
S-I berhak untuk melakukan perbuatan hukum (Psl 31
(2)).
S-I wajib mempunyai tempat kediaman yang tetap
(32(1))
S-I wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada
yang lain (33)
S wajib melindungi istrinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan RT sesuai dengan kemampuannya
(34 (1))
Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaikbaiknya (34 (2))
Hak dan Kewajiban S-I
menurut Psl 103 BW
Suami adalah kepala rumah tangga
 Suami harus membantu istri
 Suami harus mengurus harta bawaan
istri
 Suami harus mengurus harta seperti
bapak rumah yang baik
 Suami tidak boleh membebankan harta
bawaan istri

Hak dan Kewajiban Ortu dan Anak
Psl 45 s/d 49 UU 1/ 74 :
 Ortu wajib memelihara dan mendidik anak2 mereka sebaikbaiknya (45 (1,2))
 Anak wajib menghormati ortu dan menaati kehendak mereka
yang baik (46 (1))
 Anak wajib memelihara dan membantu ortunya, manakala
sudah tua (46(2))
 Anak yang belum dewasa, belum menikah di bawah kekuasaan
orang tua (47 (1))
 Ortu mewakili anak yang belum dewasa mengenai segala
perbuatan hukum di dalam maupun di luar pengadilan. (47 (2)).
 Ortu tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggadaikan barang- barang tetap yang dimiliki anaknya
yang belum dewasa kecuali kepentingan anaknya
menghendakinya (48)
 Meskipun ortu dicabut kekuasaanya, mereka masih
berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anakanaknya. (49)
Kekuasaan Orang Tua
Pengertian :
Kekuasaan yang dilakukan oleh ayah
dan ibu selama mereka itu terikat
perkawinan terhadap anak- anaknya
yang belum dewasa.
Terhadap :
1. Pribadi anak
2. Harta benda anak
Terhadap pribadi
Wajib memelihara dan mendidik, dan
anak wajib menghormati dan menyegani
ortunya.
 Jika ortu merasa tidak puas atas
kelakuan anaknya, atas permintaan
mereka pengadilan dapat
memerintahkan anak itu supaya
ditampung di dalam suatu lembaga
negara atau partikelir yang ditunjuk oleh
Menteri Kehakiman.

Terhadap Harta
Ortu harus mengurus harta kekayaan si
anak. Harta ini dapat berasal dari
pendapatan, hibah atau wasiat.
Kekuasaan ortu dapat dicabut, jika:
Cara penyelenggaraan kekuasaan itu
tidak baik.
Harta Benda Dalam Perkawinan
Pasal 35 s/d 37 UU 1/74 :
Ada dua macam :
1. Harta Bersama (Harta yang diperoleh
selama perkawinan)
2. Harta Bawaan (Harta yang dibawa
masuk ke perkawinan, termasuk
hadiah dan warisan). Di bawah
penguasaan masing- masing pihak,
kecuali para pihak menentukan lain.
Putusnya Perkawinan
Pengertian :
Berakhirnya perkawinan yang telah
dibina oleh pasangan suami istri yang
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
kematian, perceraian, dan atas putusan
pengadilan.
Putusnya Perkawinan Karena
Kematian
Berakhirnya perkawinan yang
disebabkan salah satu pihak, yaitu
suami atau istri meninggal dunia.
Putusnya Perkawinan Karena
Perceraian
Perceraian dapat terjadi karena dua hal yaitu talak atau gugat cerai
Talak, yaitu ikrar suami di hadapan PA.
Ada 5 macam talak, yaitu :

Talak raj’I talak ke satu dan ke dua, suami masih behak rujuk
dengan istri selama masa iddah.

Talak bain shughraa yaitu talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh
akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah

Talak bain kubraa yaitu talak yang terjadi kedua kalinya, talak ini
tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan lagi, kecuali
pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan
orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan
habis masa iddahnya.

Talak suny adalah talak yang dibolehkan, talak yang dijatuhkan
terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu
suci itu

Talak bid’I adalah talak yang dilarang yaitu talak yang dijatuhan
pada waktu istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada
waktu suci tersebut.
Alasan alasan perceraian
Menurut Pasal 19 PP 9/75 : (1-6)
1. Salah satu pihak berbuat zina atau mjd
pemabuk, pemadat, penjudi yang sukar
disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak
yang lain dua tahun berturut- turut tanpa
ijin pihak yang lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya
3. Salah satu pihak mendapat hukuman 5
tahun penjara atau lebih setelah
perkawinan berlangsung.
Lanjutan alasan perceraian……
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan sehingga tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau
istri
6. Antara suami atau istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
akan hidup rukun lagi dalamrumah tangga
7. Suami melangar taklik talak
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
(pasal 39 UU 1/74 dan Pasal 110 Kompilasi Hukum Islam)
Akibat Putusnya Perkawinan
Pasal 41 UU 1/ 74 :
1.
Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban
memelihara dan mendidik anak- anaknya,
semata mata berdasarkan kepentingan si anak.
2.
Bapak yang bertanggung jawab atas semua
biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu, jika tidak mampu,
pengadilan dapat memutuskan bahwa ibu juga
bertanggungjawab.
3.
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas
suami untuk membiayai penghidupan dan/ atau
menentukan suatu kewajiban bagi bekas istrinya.
Perwalian
Pengertian :
Pengawasan terhadap pribadi dan
pengurusan terhadap harta kekayaan
seorang anak yang belum dewasa jika
anak itu tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua.
Jadi, perwalian terjadi jika perkawinan ortu
putus baik karena perceraian atau salah
satu atau dua2 nya ortu meninggal dunia.
Anak dalam perwalian disebut pupil
Macam Macam Perwalian
Perwalian menurut UU
Jika salah satu ortu meninggal maka demi hukum
ortu yang lain yang masih hidup mjd wali (345
BW)
Jika janda kawin lagi maka suami barunya mjd
kawan wali.
 Perwalian dengan wasiat
355 BW : Tiap ortu yang melakukan kek. Ortu atau
perwalian, berhak mengangkat seorang wali bagi
anaknya. Jika perwalian itu berakhir pada waktu ia
meninggal dunia atau berakhir dengan penetapan
hakim.
 Perwalian Datif
Wali yang ditetapkan oleh hakim jika tiada wali UU
atau wasiat.

Siapa yang dapat menjadi wali ?
Tiap orang wajib menerima penetapan
sebagai wali oleh pengadilan.
Orang yang tidak boleh menjadi wali :
1. Pejabat Pengadilan
2. Orang yang sakit ingatan
3. Orang yang belum dewasa
4. Orang yang dibawah pengampuan
5. Orang yang dicabut kekuasaanya sebagai
orang tua
6. Para pimpinan BHP
Wali Pengawas
Balai Harta Peninggalan
Dewan Perwalian
Kewajiban Wali pengawas :
1.
Mewakili kepentingan si anak jika bertentangan
dengan kepentingan si wali.
2.
Mengharuskan si wali membuat inventaris warisan
yang dijatuhkan pada si anak.
3.
Tiap tahun meminta perhitungan tanggung jawab
secara singkat dari si wali
4.
Menuntut pemecatan si wali jika ada tanda- tanda
kecurangan atau kealpaan yang besar dari si wali,
dan meminta pengadilan untuk menetapkan wali baru
bagi pupil.


Kewajiban Wali

Menginventaris harta pupil dalam waktu
10 hari sejak diterimanya tugas
perwalian, mengurus harta dengan baik,
dilarang menyewa atau mengambil
dalam hak usaha si pupil untuk
kepentingan diri sendiri tanpa ijin
pengadilan. Dan pada akhirnya wali
(selain ayah atau ibu) wajib membuat
laporan pertanggung jawaban terhadap
pengurusan harta pupil.
Wali selain ayah atau ibu, dapat
memperhitungkan upah.

BW 411 : Upah wali :
3 % dari segala pendapatan
2 % dari segala pengeluaran
1 ½ % dari uang modal yang ia terima,
selaku pengurus dari kekayaan si anak.
Berakhirnya Perwalian
Jika anak yang berada di bawah perwalian
sudah dewasa.

Jika anak itu meninggal dunia

Jika wali itu meninggal dunia atau dicabut
perwaliannya.
Dicabut perwaliannya jika :
1.
Berkelakuan jelek
2.
Tidak cakap
3.
Menyalahgunakan kekuasaanya
4.
Pailit
5.
Berperkara dengan si anak
6.
Dihukum karena kejahatan

Download