PELANGGARAN HAK ASASI MANUS Ketika TUHAN Allah menciptakan manusia, Ia melengkapinya dengan hal-hal asali dan mendasar, yang dikenal sebagai hak asasi manusia. Secara sederhana, HAM adalah hakekat asali pada manusia yang sejak semulanya [sejak manusia diciptakan, sejak semula manusia itu ada] telah ada dalam atau melekat pada dirinya; hak tersebut tidak boleh dirampas atau dirusak oleh siapapun. TUHAN Allah juga memberi peluang atau kesempatan kepada manusia agar hak-hak asalinya dapat berfungsi dengan baik. Dan peluang dan kesempatan tersebut, terlaksana dengan seutuhnya serta tanpa rintangan apapun, ketika manusia masih berada di Taman Eden. Seiring dengan perkembangan peradaban, maka kesadaran manusia terhadap HAM nya, juga mengalami pengembangan. Unsur-unsur yang menyangkut HAM yang seharusnya ada pada seseorang, antara lain mendapat kehidupan layak, memiliki sandang, pangan papan memilik rasa aman atau keamanan diri dan sosial aktualisai diri dan kebebasan berpendapat serta berpolitik perlindungan dari kekerasan hak hukum atau mendapat perlindungan hukum dan keadilan hak memiliki kekayaan; hak memperoleh pendidikan melakukan mobilitas hidup berpindah agama atau memilih tidak beragama bebas dari diskriminasi, penindasan, serta anarkisme, dan lain-lain. Akan tetapi, realitasnya, di hampir semua tempat dan lingkungan hidup dan masyarakat, pada banyak negara [terutama di Eropa Timur, Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia] terjadi penindasan dan penghambatan HAM. Penindasan dan penghambatan tersebut terjadi sejak masa lalu, dan hampir tidak ada upaya untuk memperbaikinya. Penghambatan [terjadi secara parsial maupun terencana] tersebut bisa dilakukan oleh siapa pun, misalnya negara, pemerintah, rakyat biasa, maupun umat beragama. Penghambatan HAM yang terus menerus, dianggap biasa saja akan menjadi terstruktur dan sistimatis, kemudian bertumbuh serta berkembang sebagai pelanggaran. Pelanggaran HAM merupakan berbagai perilaku [dan kata-kata, pendapat, opini] seseorang kepada sesamanya, menjadikan orang [sesamanya itu] mengalami hambatan dalam mengaktualisakan aspek-aspek yang melekat pada dirinya dengan bebas, baik, dan benar. Di banyak tempat, dimuka bumi ini ditemukan orang-orang [dari berbagai etnis dan agama] tanpa perlindungan HAM, bahkan hampir tidak mengetahui HAMnya sendiri. Berabab-abad lamanya, manusia menjadi serigala terhadap sesamanya, sehingga nilai dan harkat kemanusiaannya menjadi runtuh dan hancur. Misalnya, ekspansi dan migrasi manusia ke tempat atau wilayah-wilayah baru, jika ditemukan penduduk asli, tidak sedikit dari para pendatang itu melakukan pembersihan etnik, penindasan, dan kekerasan; sebagai contoh, berbagai kepahitan hidup dan kehidupan yang dialami oleh suku-suku Indian di Amerika, serta suku Aborigin di Australia Dalam rentang waktu lama, peperangan, perbudakan, perdagangan wanita dan anak-anak, merupakan andil terbesar pada pelanggaran dan penindasan HAM. Di banyak tempat terjadi pembantaian massal yang menghancurkan, seluruh atau sebagian etnik, ras atau kelompok agama. Seperti membunuh anggota-anggota dari suatu kelompok; menyebabkan cacad tubuh dan mental dari anggota suatu kelompok; sengaja melukai kelompok tertentu; secara paksa memindahkan anak dari suatu kelompok ke yang lain. Di banyak tempat, secara tersirat adanya tindakan-tindakan bergaya Politik Apartheid. Misalnya, terjadi dominasi dari satu kelompok rasial terhadap yang lain; dan secara sistematis kelompok agama dan etnik mayoritas menekan minoritas, sehingga muncul penolakan hak-hak serta kebebasan individu mereka; pembunuhan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya; menolak hak kelompok lain untuk berpartisipasi pada bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, pembatasan pada pekerjaan, aktifitas gerakan serikat buruh, kebebasan berekspresi, dan lain-lain. Pelanggaran dan penghambatan HAM, bukan hanya perilaku kontemporer umat manusia pada suatu rentang waktu dan lokasi tertentu, melainkan tindakan-tindakan yang terjadi sejak masa lalu, namun tidak pernah hilang serta dihilangkan. Hal itu juga berarti, pelanggaran dan pembatasan HAM telah merupakan suatu kegiatan yang muncul dan terjadi seiring dengan sejarah umat manusia dan kemanusiaannya. Pelanggaran dan pembatasan HAM terjadi pada dan oleh banyak orang di semua bangsa, suku bangsa, dan sub-suku; dan korbannya pun adalah mereka yang berasal dari berbagai bangsa, suku bangsa, dan sub suku. Melihat kenyataan itu, maka umat manusia melalui Perserikatan Bangsa-bangsa, walaupun bukan sesuatu yang mudah, berupaya agar berakhirnya konflik karena penindasan, pembatasan, dan pelanggaran HAM. Hal tersebut dilakukan melalui tekanan universal kepada negara-negara anggota PBB agar menghukum semua pelanggar, penindas, serta penjahat HAM. Di samping itu, PPB mengeluarkan berbagai instrumen agar terjaminnya HAM. Sekaligus adanya penentuan nasib sendiri; nasionalisme; keamanan internal dan internasional; kerjasama antar suku dan etnik, serta agama-agama; mampu menghilangkan ketakutan sebagai minoritas karena ada rasa dan perlindungan. Termasuk di dalamnya, adanya penyelesaian masalah yang disebabkan karena perbedaan etnis, agama, dan berbagai ciri khas sosial lainnya. Setelah Deklarasi Universal [tentang] Hak Asasi Manusia, 10 Desember 1948, PBB telah menyusun, 1. Konvensi Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Pembantaian Massal; agar tidak terjadi bencana akibat pembantaian terhadap etnis dan umat beragama 2. Konvensi Internasional Dalam Penindasan dan Hukuman Kejahatan Apartheid; dan tindakan yang bisa dikategorikan sebagai apartheid. Misalnya, pemisahan atau membatasi masyarakat [karena SARA] secara geografis; tidak memberi kesempatan yang sama ketika menjalankan profesi [misalnya, kenaikkan pangkat, jabatan, kepemimpinan, dan lain-lain] terhadap golongan-golongan tertentu karena perbedaan SARA; perbedaan perlakukan institusi peradilan terhadap masyarakat karena perbedaan SARA, dan lain sebagainya. 3. Konvensi Internasional Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi; tidak boleh terjadi diskriminasi rasial yang berekses menghilangkan HAM seseorang pada bidang politik, ekonomi, sosial, budaya atau lapangan lain dalam kehidupan publik. Negara penandatangan konvensi ini, harus menghukum semua propaganda dari orang ataupun organisasi yang berbasis gagasan superioritas ras tertentu ang yang mempunyai satu warna atau etnis; atau yang berusaha melakukan tindak rasial dan diskriminasi dalam berbagai bentuk 4. Deklarasi Penghapusan Semua Bentuk-Bentuk Ketidaktoleran dan Diskriminasi yang Berdasar Pada Agama atau Kepercayaan. Agama merupakan hak pribadi tiap individu; setiap orang dapat berpindah agama sesuai dengan keinginan; oleh sebab itu, siapapun tidak boleh menindas mereka yang berpindah agama 5. Konvensi Melawan Diskriminasi Dalam Pendidikan dari/dan oleh UNESCO; melarang diskriminasi akses pendidikan terhadap ras ataupun umat dari agama yang minoritas. Negara penandatangan konvensi, diwajibkan melangsungkan pendidikan bagi pembangunan penuh personalitas manusia; memperkuat penghargaan HAM; kebebasan fundamental; mempromosikan pengertian, toleransi, dan persahabatan antar bangsa, rasial dan kelompok agama; memperbolehkan anggota dari minoritas untuk mempunyai sekolahnya sendiri dan di bawah kondisi yang pasti, pengajaran dalam bahasanya sendiri 6. Konvensi Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan; konvensi ini melarang masyarakat, umat beragama, dan etnis menerapkan standar ganda serta ketidakseimbangan perlakuan terhadap perempuan; perempuan dijamin agar mendapat hak yang sejajar dengan laki-laki secara sosial, kultural, politik, dan berbagai bidang lainnya; termasuk kebebasan memilih pasangan untuk menikah serta kesejajaran hak dalam perkawinan 7. Deklarasi Hak Individual yang Dimiliki Bangsa, Etnik, Agama, dan Bahasa Minoritas; Deklarasi ini menjamin dan perlindungan terhadap kepemilikan personal pada nasional atau etnik, agama dan bahasa minoritas, sekaligus untuk stabilitas sosial politik dari negara tempat tinggal mereka 8. Konvensi Tentang Masyarakat Adat dan Masyarakat Suku di Dalam Negara-negara Merdeka; untuk menjamin kesejajaran hak masyarakat adat pada suatu negara. Masyarakat adat, betapapun sedikit jumlahnya dan terbatas daya jangkaunya, mereka tetap berhak menikmati hidup dan kehidupannya. Oleh sebab itu, masyarakat maju, tidak menyalahgunakan keluguan, ketulusan [dan bahkan kebodohan] mereka dan merampas hakhak serta harta bendanya; sejiwa dengan Konvensi Perlindungan Bangsa-bangsa Minoritas Upaya mengatasi penindasan dan pelanggaran HAM agaknya belum menjadi suatu pengutamaan atau hal penting pada pemimpin masyarakat, bangsa, negara, dan bahkan agama; banyak di antara mereka tidak peduli terhadap HAM rakyat dan bangsa yang dipimpin. Tidak sedikit pemimpin [bangsa-bangsa] di dunia yang memerintah secara otoriter sehingga menjadikan rakyat ataupun elemen-elemen bangsa penuh ketakutan, tertekan, serta mengalami penghambatan dan penindasan HAM; terjadi pembatasan ruang gerak dan pembunuhan terhadap lawan-lawan politik; penyingkiran serta peminggiran terhadap kaum oposisi, dan lain sebagainya. Di banyak tempat, di pelbagai pelosok Bumi, penindasan dan pelanggaran HAM terus menerus berlangsung secara terbuka dan sistimatis. Hal tersebut, bisa dilakukan oleh para penguasa, pengusaha, maupun rakyat biasa, bahkan tokoh agama. Mereka dapat melakukan [penghamban dan pelanggaran HAM] tersebut, karena mempunyai [merasa memiliki] kekuasaan tanpa batas terhadap sesamanya. Dengan itu, ia [mereka] dapat melakukan apapun terhadap orang lain dengan tanpa takut dan gentar. Setiap hari muncul korban penindasan dan penyiksaan sehingga menderita secara fisik dan psikhis. Misalnya, pembantu rumah tangga yang disiksa majikan, wanita-wanita yang terpaksa dan dipaksa menjadi pekerja seksual komersial, para buruh kasar, para petani tanpa tanah dan ladang; mereka menjalani keadaanya asal tetap hidup, walau menyadari diri bahwa harkat dan HAM nya tertindas, ditindas, dan di batasi.