ekosistem pesisir pantai

advertisement
EKOSISTEM PESISIR PANTAI
Kawasan pesisir pantai merupakan daerah
terjadinya interaksi di antara tiga unsur alam yaitu, daratan, perairan, dan udara.
Proses interaksi tersebut berlangsung sejak ketiga unsur ini terbentuk. Bentuk
kawasan pesisir pantai seperti yang dijumpai sekarang merupakan hasil
keseimbangan dinamik dari proses penghancuran dan pembentukan dari ketiga
unsur alam tersebut. Sebagai tempat peralihan antara daratan dan laut, kawasan
pesisir pantai ditandai oleh kelandaian (gradient) perubahan ekologi yang tajam.
Kawasan ini juga berfungsi sebagai zona penyangga (buffer zone) bagi banyak
hewan yang berimigrasi (ikan, udang, ataupun burung) untuk tempat mencari
makan, berkembang biak, dan membesarkan anaknya (pariwono, 1996).
Menurut Hansom (1988), kawasan pesisir meliputi daratan yang mengelilingi
benua (continents) dan kepulauan, merupakan perluasan daratan yang dibatasi
oleh pengaruh pasang surut yang terluar dari satu paparan benua (continental
shelf). Oleh karena itu, setiap aspek pengelolaan kawasan pesisir dan lautan secara
terpadu, baik secara langsung maupun tidak langsung, selalu berhubungan dengan
air. Hubungan tersebut terjadi melalui pergerakan air sungai, aliran air limpasan
(run-off), aliran air tanah (ground water), air tawar beserta segenap isinya (seperti
unsur nutrient, bahan pencemar, dan sedimen) yang berasal dari ekosistem
daratan,
dan
akhirnya
akan
bermuara
di
perairan
pesisir.
Batasan kawasan pesisir suatu Negara dapat berbeda dengan Negara lainnya
karena setiap Negara memiliki karakteristik lingkungan, sumberdaya dan sistem
pemerintahan tersendiri
Sumbar rehabilitasi 30 hektare ekosistem pesisir pantai
Oleh: Admin on Dec 09, 2011 | Komentar
Padang (ANTARA News) –
Pemerintah Provinsi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumatra Barat
(Sumbar) merehabilitasi kawasan ekosistem pesisir pantai dan jenis biota lainnya
seluas 30 hektare selama 2011 s.d. 2015.
Untuk melaksanakan kegitan tersebut dibutuhkan dana mencapai total Rp2,25
miliar bersumber dari APBD Sumbar tahun anggaran 2011 hingga 2015, kata
Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, di Padang, Senin.
Rehabilitasi ekosistim pesisir pantai dan jenis biota lainnya tersebut dilakukan
secara bertahap dengan perincian, pada 2011 dilaksanakan terhadap kawasan
seluas 2 hektare dengan dana dibutuhkan sebesar Rp150 juta.
Kemudian pada 2012 direhabilitasi seluas 4 hektare ekosistem pesisir pantai dan
jenis biota lainnya dengan kebutuhan dana pelaksanaannya sebesar Rp300 juta
dan pada 2013 pada areal enam hektar dengan biaya Rp450 juta.
Selanjutnya, pada 2014 dilakukan rehabilitasi pada kawasan seluas 8 hektare
dengan anggaran Rp600 juta. Dan, pada 2015 direhabilitasi lagi seluas 10 hektare
dengan kebutuhan dana pelaksanaannya Rp750 juta.
Dengan demikian, dalam periode 2011-2015 totalnya 30 hektare kawasan
ekosistem pesisir pantai dan jenis biota lainnya dapat direhabilitasi dengan total
kebutuhan biayanya Rp2,25 miliar.
Pada periode tahun yang sama, DKP Sumbar juga melakukan pengelolaan
kawasan pesisir lautan dan pulau-pulau kecil yang dikelola secara berkelanjutan
dengan target pelaksanaannya pada 15 kawasan.
Untuk melaksanakan kegiatan ini dibutuhkan anggaran total sebesar Rp1,57 miliar
bersumber dari APBD 2011 hingga 2015.
Kegiatan ini juga dilakukan bertahap dengan perincian, pada 2011 dilaksanakan
untuk satu kawasan dengan anggaran sebesar Rp125 juta. Lalu di 2012
dilaksanakan untuk dua kawasan dengan biaya Rp250 juta.
Kemudian pada 2013 dikelola kawasan pesisir lautan dan pulau-pulau kecil secara
berkelanjutan untuk tiga kawasan dengan biaya Rp325 juta dan di 2014 pada
empat kawasan dengan biaya Rp400 juta serta di 2015 di lima kawasan dengan
dana pelaksanaannya Rp475 juta.
Wilayah Pesisir
Posted on 8 Desember, 2008 by esther
Setiap kali mencari referensi mengenai pengelolaan lingkungan, khususnya
pengelolaan lingkungan di Indonesia, yang banyak muncul adalah tulisan
mengenai pengelolaan kawasan pesisir. Padahal masalah lingkungan termasuk
didalamnya pengelolaan sampah, pengelolaan hutan, pengelolaan industri,
pengelolaan pemukiman, dan lain-lain yang perlu dikelola dalam konteks ramah
lingkungan. Kenyataannya di Indonesia pada saat ini yang sedang banyak
dilakukan adalah pengelolaan kawasan pesisir. Demikian pentingnya pengelolaan
kawasan pesisir sehingga perlu diadakan departemen kelautan dan perikanan.
Mengapa di Indonesia pengelolaan kawasan pesisir begitu penting?
Ternyata 60% penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir. Sekitar 42 kota dan
181 kabupaten terletak di kawasan pesisir. Apabila terjadi kerusakan di wilayah
pesisir, maka akan berdampak terhadap kehidupan pesisir dan penduduk
perkotaan yang umumnya mengkonsumsi ikan. Sekitar 85% sumber daya ikan
berasal dari perairan pesisir. Dampak lainnya adalah jutaan tenaga kerja terutama
nelayan akan kehilangan mata pencaharian. Sektor kelautan menyerap lebih dari
16 juta tenaga kerja secara langsung. Disamping itu, kontribusi sector kelautan
terhadap PDB nasional sekitar 26.5 %.Dari seluruh hutan mangrove dan terumbu
karang yang ada di dunia, sekitar 30% berada di wilayah pesisir Indonesia.
Apa yang dimaksud dengan wilayah pesisir? Apakah bedanya dengan wilayah
pantai? Dalam konteks lingkungan, batas wilayah pesisir adalah :“Daerah
peralihan (interface area) antara ekosistem darat dan laut”.
Mengenai batas secara geografis, dapat dilihat secara ekologis dan secara
administratif.
Secara ekologis, batas kearah darat adalah kawasan yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses laut seperti pasang surut, intrusi air laut dan percikan air
gelombang. Sedangkan secara administratif, batas terluar sebelah hulu dari desa
pantai atau jarak definitif secara arbitrer (2 km, 20 km, dst dari garis pantai)
Dimensi ekologis dari pesisir adalah :

Penyedia Sumberdaya Alam, yaitu sebagai sumberdaya ikan, mangrove,
terumbu karang . coral dll. Mangrove dan Terumbu Karang sangat besar
peranannya dalam menjaga keseimbangan habitat pesisir. Pada tulisan
berikutnya saya akan menjelaskan lebih rinci mengenai mangrove dan
terumbu karang.

Penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, yaitu sebagai sumber air bersih,
tempat budidaya, dll.

Penyedia jasa-jasa Kenyamanan, sebagai tempat rekreasi dan
pengembangan pariwisata.

Penerima Limbah, sebagai penampung limbah dari aktivitas di darat dan
laut.
Ekosistem pesisir sangat besar peranannya dalam mitigasi kerusakan. Komponen
ekosistem pesisir berfungsi sebagai pelindung pantai, penahan badai, pencegah
erosi pantai, pengendali banjir dan penyerap limbah. Keterkaitan antar ekosistem
pesisir dapat dilihat pada gambar berikut :
Terdapat 3 ekosistem yang saling
berkaitan, yaitu ekosistem lamun, ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu
karang. Apabila salah satu saja dari ketiga ekosistem tersebut rusak, akan
berpengaruh pada ekosistem lainnya, dan merusak keseimbangan ekosistem
pesisir.
keterkaitan antar berbagai komponen di pesisir
Di pesisir banyak komponen yang saling berkaitan, baik kegiatan yang berpotensi
merusak ekosistem pesisir maupun kegiatan yang merupakan manfaat dari
keberadaan pesisir. Kegiatan yang merusak ekosistem kawasan pesisir antara lain
reklamasi pantai, pembangunan pemukiman yang tidak ramah lingkungan di
sekitar pantai, secara geografis pertemuan wilayah pesisir dengan muara sungai
yang merupakan tempat pembuangan limbah dari daratan dan kegiatan industri di
sekitar pantai. Saat ini telah dilakukan berbagai kegiatan konversi di kawasan
pesisir agar fungsi pesisir dapat menjadi optimal bagi kelangsungan hidup
masyarakat Indonesia yang mayoritas hidup di pesisir.






Hutan Hujan
Deforestasi Sistem
Lingkungan Hidup
Laut
Foto Hari ini
Hutan
Kerusakan Mangrove Tiga Kali Lipat Lebih berbahaya dari
Hutan Tropis Dunia
Oleh Aji Wihardandi, September 8, 2012 6:58 am
A+ | A-
Hutan mangrove di Indonesia. Foto: Aji Wihardandi
Terkait





Disney Stop Kertas dari Hutan Alami, Tiap Dua Detik Hutan Seluas
Lapangan Tenis Telanjur Hilang
Penelitian: Rantai Produksi Pangan Sumbang Sepertiga Emisi Karbon
Dunia
Aplikasi Peta Baru dari WRI, Singkap Lahan Sawit Tersembunyi di
Indonesia
Greenpeace Desak RSPO Larang Kebun Sawit di Hutan dan Gambut
Energi Terbarukan Greenpeace-AMAN Mulai di Tujuh Komunitas Adat
Penghancuran dan degradasi hutan mangrove, padang lamun dan hutan rawa akan
berakibat hilangnya jutaan ton karbon ke udara setiap tahun. Hal ini dilaporkan
dalam sebuah tulisan yang dimuat di jurnal PLoS ONE.
Penelitian ini mempelajari 49 juta hektar eksosistem pantai dan memperkirakan
emisi yang akan muncul akibat konversi wilayah tersebut. Terkait adanya
ketidakpastian luasan dan keberadaan ekosistem ini dan tingkat konversi yang
terjadi serta bervariasinya stok karbon yang berbeda di tiap wilayah, hasil
penelitian ini muncul dengan rentang hasil antara 150 juta hingga 1.02 milyar ton
karbondioksida per tahun. Di puncak tertingginya, emisi akibat rusaknya dan
degradasi ekosistem pantai akan mempengaruhi emisi tahunan di Jepang, negara
emiter karbon terbesar kelima di dunia.
Menurut hasil penelitian ini, sebagian besar emisi, atau sekitar 53% berasal dari
hilangnya hutan mangrove, lalu disusul oleh musnahnya padang lamun
mengakibatkan hilangnya 33 % karbon dan terakhir adalah hutan rawa sekitar
13%.
Peta dunia ekosistem pesisir pantai
“Ekosistem wilayah pantai ini adalah sebuah wilayah yang sangat kecil, hanya
sekitar 6% dari wilayah daratan yang tertutup oleh hutan tropis, namun emisi yang
akan terjadi jika mereka lenyap adalah sekitar seperlima dari jumlah emisi akibat
hilangnya hutan tropis di seluruh dunia,” ungkap Linwood Pandleton, salah satu
penulis dan direktur dari Ocean and Coastal Policy Program di Nicholas Institute,
Duke University dalam penyataannya. “Setiap satu hektar, hutan rawa bisa
memuat karbon yang sama dengan emisi yang dihasilkan 488 mobil setiap tahun.
Sebagai perbandingan, menghancurkan satu hektar hutan mangrove jumlah
emisinya setara dengan menebang tiga hingga lima hektar hutan tropis.”
Hasil penelitian ini sudah digunakan dalam program internasional mitigasi
perubahan iklim terkait karbon biru atau blue carbon. Ini adalah sebuah program
ntuk menggunakan pendanaan karbon -baik dalam bentuk dana bantuan maupun
aktivitas berbasis pasar seperti offset- untuk mendanai upaya konservasi
ekosistem ini. Penelitian ini memperkirakan bahwa nilai ekonomi dari emisi
karbon tahunan berkisar antara 6.1 hingga 41.9 miliar dollar.
“Ekosistem Karbon biru memberikan banyak keuntungan bagi manusia: misalnya
mendukung perikanan, memberi perlindungan wilayah pantai dari banjir dan
badai, dan memberi filter bagi air di pesisir dari sejumlah polutan,” ungkap Emily
Pidgeon, direktur senior dari Strategic Marine Initiatives di Conservation
Internastional dan wakil ketua Blue Carbon Initiative. “Insentif ekonomi untuk
menggantikan kehilangan ini bisa membantu melindungi keuntungan-keuntungan
ini sebagai bagian dari upaya global untuk menekan emisi gas rumah kaca dan
perubahan iklim.”
Sumber : http://www.mongabay.co.id/2012/09/08/kerusakan-mangrove-tiga-kalilipat-lebih-berbahaya-dari-hutan-tropis-dunia/#ixzz2BXmqSIM4
Download