BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Belajar dan Mengajar
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Banyak definisi tentang belajar yang telah dirumuskan oleh para ahli,
antara lain sebagai berikut: (a) Garry dan Kingsley mengatakan bahwa belajar
adalah proses tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui
praktek dan latihan;
(b) Fanderzanden dan Pace menjelaskan bahwa belajar ialah
perubahan yang relatif permanent dalam tingkah laku atau kemampuan yang
merupakan hasil dari pengalaman.; (c) Belajar merupakan perubahan disposisi
atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu dan
perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan (Abdullah, 2011
dalam http://www.indoskripsi.hakekat-belajar.google.co.id tanggal 15 Oktober
2012).
Skinner dalam Rizky (2005:6) berpendapat bahwa belajar adalah suatu
proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Menurut Mc Beach dalam Rizky
(2005:6) bahwa belajar berarti membawa perubahan dalam performance, dan
perubahan itu sebagai akibat dari latihan. Dijelaskan lagi oleh Morgan (dalam
Rizky, 2005:6) bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai akibat
belajar karena latihan (practice) atau karena pengalaman (experience)
6
(http://www.kumpulan_makalah.pengertian-belajar.google.co.id
yang
diakses
tanggal 23 Mei 2011)
Menurut Fajar (2005:10) belajar adalah merupakan suatu proses kegiatan
aktif anak dalam membangun makna atau pemahaman, maka anak perlu diberi
waktu yang memadai untuk melakukan proses itu. artinya memberikan waktu
yang cukup untuk berfikir ketika anak menghadapi masalah sehingga anak
mempunyai kesempatan untuk membangun sendiri gagasannya. Sedangkan
menurut Afifudin dan Mawardi (2008:114) belajar adalah merupakan suatu proses
yang menghasilkan adanya perubahan. Perubahan itulah yang kemudian disebut
sebagai “ciri khas perbuatan belajar”. Ciri khas perbuatan belajar adalah adanya
perubahan pada diri seseorang yang mana perubahan itu berupa pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, keterampilan, nilai-nilai sikap, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu dan lain sebagainya.
Wahid (2006:16) mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan.
Perubahan-perubahan itu tidak hanya perubahan lahir tetapi juga perubahan batin,
tidak hanya perubahan tingkah lakunya yang nampak tetapi dapat juga perubahanperubahan yang tidak diamati. Perubahan itu bukan perubahan yang negatif tetapi
perubahan yang positif, yaitu perubahan yang menuju ke arah kemajuan atau ke
arah perbaikan. Hal yang sama dinyatakan belajar itu suatu proses yang benarbenar bersifat internal, yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi di
dalam diri seseorang. (Purwanto 2005:85).
Ditambahkan pula oleh Santoso (2008:1) bahwa belajar adalah sebagai
proses untuk memiliki suatu pengetahuan. Dalam pengertian ini belajar
mengandaikan dua hal yaitu proses dan hasilnya. Proses diartikan sebagai
perubahan internal dalam diri individu, dan sebetulnya perubahan inilah yang
merupakan inti dari kegiatan belajar.
Belajar adalah perubahan dalam perilaku seseorang sebagai hasil dari
pengalaman atau latihan. Menurut Sagala (2003:61) bahwa seseorang dianggap
telah belajar sesuatu, jika dia menunjukan perubahan. Perubahan yang dimaksud
adalah perubahan dalam bentuk sikap atau perilaku, kebiasaan dan pengalaman,
misalnya dari tidak sopan menjadi sopan, dari tidak terampil menjadi terampil,
dari tidak mengerti menjadi menjadi mengerti. Menurut Dimiyati dan Mudjiono
(2000:12) bahwa “Belajar adalah suatu perilaku pada saat belajar maka responnya
menjadi baik, sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya akan menurun.”
Dengan demikian belajar merupakan perubahan perilaku individu atau seseorang
yang disebabkan oleh latihan yang berkesinambungan.
Proses belajar mengajar merupakan kunci keberhasilan dalam kegiatan
belajar mengajar. Pelaksanaan proses belajar mengajar yang baik akan
memberikan hasil belajar yang baik pula. Menurut Sukmadinata (Sudrajat
2008:82) bahwa sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui
kegiatan belajar. Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan
berperan penting dalam pembentukan pribadi dan prilaku individu. Sedangkan
menurut Yamin (2008:17) bahwa “Belajar merupakan proses orang memperoleh
kecakapan, keterampilan dan sikap.”
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan yanga terjadi didalam kepribadian seseorang.
Perubahan itu berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, daya pikir sebagai hasil
pengalamannya sendiri berdasarkan interaksi dengan lingkungannya. Jika didalam
proses belajar tidak terdapat perubahan di dalam diri siswa, maka dapat dikatakan
bahwa siswa tersebut mengalami kegagalan di dalam proses belajar.
2.1.1.2 Mengajar
Menurut Burton (Sagala, 2003:61) bahwa mengajar adalah upaya
memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar
terjadi proses belajar mengajar.” Dalam proses belajar mengajar, guru bukan
semata-mata memberikan informasi melainkan juga mengarahkan dan memberi
fasilitas belajar agar proses belajar mengajar lebih memadai. Dalam pembelajaran
guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang akan di ajarkan sebagai suatu
pelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami
berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk
belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru (Sagala 2003:61).
Proses pembelajaran atau pengajaran di kelas menurut Dunkin dan
Biddle (Sagala, 2003:62) ada empat variabel interaksi yaitu (1) Variabel pertanda
berupa pendidik, (2) variabel konteks berupa siswa, sekolah dan masyarakat, (3)
Variabel proses berupa interaksi siswa dengan pendidik, (4) Variabel produk
berupa perkembangan siswa dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu
panjang.
Sehubungan dengan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa kegiatan
mengajar adalah upaya yang dilakukan guru untuk memberikan informasi,
pengarahan kepada siswa melalui fasilitas belajar mengajar yang lebih memadai
sehingga kemampuan siswa dalam pembelajaran lebih meningkat.
2.1.1.3 Hasil Belajar
“Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi
siswa dan sisi guru” (Dimiyati dan Mudjiono, 1999:250). Hasil belajar merupakan
tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat
sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
terselesaikannya bahan pelajaran atau tercapainya tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, (Hamalik, 2006:30). Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan yang dilihat dari tiga aspek yaitu dari segi kognitif,
afektif dan psikomotor, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti, dari tidak jujur menjadi jujur.
Sudjana (2001:22) menyatakan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.
Pendapat dimaksud adalah bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan rangkaian
kegiatan yang akan turut menentukan capaian hasil belajar siswa nantinya. Oleh
karena itu, semakin baik kualitas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar maka
akan semakin baik pula hasil belajar siswa. Sedangkan menurut Purwanto
(2008:46) bahwa “Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk
mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah digunakan”.
Untuk mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian
pengukuran menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Evaluasi
dimaksud untuk melihat kembali apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan
apakah proses belajar mengajar telah berlangsung efektif untuk memperoleh hasil
belajar yang baik.
2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut
Sudjana
(2001:39)
ada
beberapa
faktor
yang
dapat
mempengaruhi hasil belajar, yang dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai
berikut :
a. Faktor Internal
Faktor internal berasal dati dalam individu yang belajar yang meliputi
faktor fisik atau jasmani dan faktor mental psikologis. Faktor fisik misalnya
keadaan badan lemah, sakit atau kurang fit dan sebagainya, sedangkan faktor
mental psikologis meliputi kecerdasan atau intelegensi, minat, konsentrasi,
ingatan, dorongan, rasa ingin tahu dan sebagainya.
b. Faktor Eksternal
Faktor ini berasal dari luar individu yang belajar, meliputi faktor alam,
fisik, lingkungan, sarana fisik, dan non fisik, pengajar, serta model
pembelajaran yang dipilih pengajar dalam menunjang proses belajar mengajar.
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
2.1.2.1 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif
atau
cooperative
learning
merupakan
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan
sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal
dengan pembelajaran secara berkelompok. Pembelajaran kooperatif lebih dari
sekadar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif
ada
struktur
dorongan
atau
tugas
yang
bersifat
kooperatif
sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat
interdependensi efektif di antara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu
memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan
oleh siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan diri
secara individu dan sumbangan dari anggota kelompok lain selama belajar
bersama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara
berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari empat sampai lima orang untuk memahami konsep yang difasilitasi
oleh guru (Slavin, 2009:4). Jadi pembelajarn kooperatif merupakan model
pembelajaran yang mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Menurut
Chotimah
(2009:3)
bahwa
Karakteristik
pembelajaran
kooperatif diantaranya: (1) siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk
menguasai materi akademis, (2) anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa
yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi, (3) jika memungkinkan
masingmasing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis
kelamin, (4) sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok dari pada
individu.
2.1.2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh Elliot
Aronson dan kolegannya. Pada dasarnya dalam model pembelajaran ini guru
membagi satuan informasi pembelajaran yang besar menjadi komponenkomponen lebih kecil. Siswa dikelompokan menjadi kelompok - kelompok kecil
heterogen
yang dinamakan kelompok asal. Setiap siswa mempelajari materi
pembelajaran yang menjadi bagiannya. Setelah setiap anggota kelompok mampu
mempelajari materi pembelajaran di kelompok asal kemudian mereka bergabung
mendiskusikan materi pembelajaran sejenis di kelompok ahli. Kelompok ahli
merupakan kelompok yang mempelajari materi pembelajaran yang sama. Ciri
khusus model pembelajaran ini adalah dibentuknya kelompok asal dan kelompok
ahli (Sanjaya, 2010:87).
Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli, kemudian mereka kembali
ke kelompok asal untuk membelajarkan materi pembelajaran kepada setiap
anggota kelompok asal, sehingga setiap siswa memahami semua materi
pembelajaran. Kegiatan selanjutnya, yakni presentasi kelas. Dalam setiap
pelaksanaan kegiatan guru bertindak sebagai fasilitator.
Kunci model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah saling
ketergantungan. Setiap siswa bergantung pada anggota kelompok untuk
menyediakan informasi yang diperlukan. Dalam hal penguasaan materi
pembelajaran yang lengkap dari setiap siswa dilakukan di kelompok ahli. Model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat
dalam diri siswa bahwa mereka mampu untuk menjadi sumber belajar bagi
temannya (Chotimah, 2006:70).
2.1.2.3 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut
Chotimah (2009:71) bahwa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
adalah sebagai berikut.
a. Siswa lebih dapat berkonsentrasi pada proses pembelajaran karena materi
pembelajaran yang ditugaskan terfokus.
b. Siswa tidak terlalu menggantungkan kepada guru, tetapi dapat menambah
kepercayaan, kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari
berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
c. Dapat mengembangkan kemampuan menggungkapkan ide atau gagasan
dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang
lain.
d. Dapat membantu siswa respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
e. Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajar.
2.1.2.4 Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menurut
Chotimah (2009:72) adalah sebagai berikut.
a. Keberhasilan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang
cukup panjang. Dalam hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu
kali atau sekali - kali penerapan model ini.
b. Walaupun kemampuan kerjasama merupakan kemampuan yang sangat
penting bagi siswa, tetapi banyak aktifitas dalam kehidupan yang hanya
didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu, idealnya
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw selain siswa belajar
bekerjasama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan
diri. Untuk mencapai kedua hal itu, dalam model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw memang bukan pekerjaan yang mudah.
2.1.3 Sistem Pencernaan Pada Manusia
2.1.3.1 Pengertian Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan adalah sistem yang berkenaan dengan memasukkan
makanan, pengemasan atau pemprosesan makanan, baik secara mekanik maupun
secara kimiawi serta eluminasi (pembuangan material sisa yang tertinggal)
(Pratiwi, 2009:1)
Sistem pencernaan makanan secara mekanik mengubah makanan dari
bentuk yang kasar menjadi halus sehingga dapat memudahkan atau melumatkan
makanan yang masuk ke dalam tubuh. Sedangkan sistem pencernaan makanan
secara kimiawi yakni proses pencernaan makanan yang dibantu oleh enzim.
Proses pencernaan makanan meliputi proses ingesti (makan), digesti (pencernaan),
absorbsi (penyerapan), agesti atau defikasi (pembuangan sisa makanan yang tidak
dicerna). Menurut Pratiwi, (2009:2) bahwa sistem pencernaan (mulai dari mulut
sampai anus) berfungsi sebagai berikut :
a.
Menerima makanan
b.
Memecah makanan menjadi zat-zat gizi (suatu proses yang disebut
pencernaan)
c.
Menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
d.
Membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh.
2.1.3.2 Struktur dan Fungsi Sistem Pencernaan
Proses pencernaan pada manusia, makanan masuk kedalam tubuh untuk
dicerna. Saluran pencernaan merupakan alat yang dilalui oleh bahan makanan,
sedangkan kelenjar pencernaan adalah bagian yang mengeluarkan enzim untuk
membantu mencerna makanan. Saluran pencernaan makanan meliputi : rongga
mulut, kerongkongan (esofagus), lambung (ventrikulus), usus halus (intestinum
tenue), usus besar (kolon), anus.
Gambar 1
Susunan Sistem Pencernaan Pada Manusia
Sumber: Pratiwi (2009:2)
a. Rongga Mulut
Langkah awal proses pencernaan makanan adalah memasukan
makanan kedalam rongga mulut. Rongga mulut adalah merupakan saluran
pertama yang dilalui oleh makanan pada rongga mulut, dilengkapi alat
pencernaan dan kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan.
Proses mengunyah makanan adalah bagian dari pencernaan mekanik.
Pencernaan mekanik adalah proses memecah makanan secara fisik menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil. Hasil proses pencernaan secara mekanik akan
dilanjutkan dengan proses pencernaan kimiawi. Proses kimiawi adalah proses
perubahan susunan molekul makanan dengan bantuan kerja enzim. Enzim
yang bekerja memecah molekul zat tepung disebut enzim amilase. Enzim
amilase mengubah amilun menjadi zat gula yang disebut maltosa (Rahmini,
2007:23)
Dijelaskan pula oleh Rahmini (2007:23) bahwa pada mulut terdapat
gigi, lidah dan kelenjar ludah. (1) Gigi, merupakan alat pencernaan mekanis
fungsi gigi dalam pencernaan mekanis adalah mengubah struktur makanan
menjadi lebih halus agar mudah ditelan dan memudahkan proses pencernaan
selanjutnya. (2) Lidah, mempunyai fungsi utama sebagai indera pengecap,
lidah berperan mengatur letak makanan dalam rongga mulut, membantu
menelan makanan, dan membantu gigi mencerna makanan secara mekanis.
(3) Kelenjar Ludah, menghasilkan ludah (saliva) yang sangat berperan dalam
proses makanan secara kimiawi dimulut. Ludah mengandung air, lendir,
garam, dan enzim ptialin. Enzim ptialin berfungsi mengubah zat tepung
(amilum) menjadi gula (maltosa). Ludah berfungsi untuk memudahkan
menelan dan membantu pencernaan makanan dimulut. Ludah yang berbentuk
air untuk melarutkan makanan sedangkan yang berbentuk lendir untuk
memudahkan penelanan. Ludah juga berfungsi sebagai pelindung selaput
mulut terhadap panas, dingin, asam dan basah.
Gambar 2
Susunan Bagian Mulut dan Gigi Manusia
Sumber: Rahmini (2007:23)
b. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran penghubung antara
rongga mulut dan lambung. Sebelum makanan masuk kedalam kerongkongan,
makanan melewati tekak (faring). Di dalama kerongkongan makanan tidak
mengalami pencernaan. Kerongkongna memiliki otot-otot melingkar. Pada
waktu menelan makanan bagian kerongkongan yang berada tepat didepan
makanan mengendur, sedangkan bagian kerongkongan yang tepat dibelakang
makanan berkontraksi atau mengerut. Akibatnya makanan terdorong kedalam
menuju lambung. Gerak dinding kerongkongan pada waktu menelan makanan
disebut gerak peristatik, yaitu seperti gerak meremas-remas (Rahmini
2007:23).
c. Lambung (ventrikulus)
Lambung merupakan kantung besar yang terletak bagian atas rongga
perut sebelah kiri.Lambung berfungsi sebagai gudang makanan yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim - enzim.
Pada lambung terdapat enzim dan asam lambung. Enzim - enzim lambung
antara lain pepsin dan renin. Enzim pepsin berasal dari pepsinogen yang telah
diubah oleh asam lambung. Pepsi berfungsi mengubah protein menjadi
pepton. Renin berfungsi mengumpulkan protein yang terdapat pada susu.
Sedangkan asam lambung berfungsi membunuh bibit penyakit yang masuk
bersama - sama dengan makanan.
Gambar 3
Lambung
Sumber: Rahmini (2007:24)
d. Usus Halus (Intestinum Tenue)
Usus halus (Intestinum tenue) merupakan saluran pencernaan yang
panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terdiri dari usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum) dan usus penyerapan (ileum). Di dalam
usus dua belas jari (duodenum) makanan dicerna secara kimiawi dengan
bantuan senyawa kimia misalnya disakaridase, erepsinogen dan hormon.
Pencernaan yang dilanjutkan ke usus kosong (jejunum) setelah melalui usus
kosong zat - zat makanan sudah dalam bentuk siap diserap. Penyerapan zat zat makanan terjadi di usus penyerapan (ileum) (Rahmini, 2007:24).
Gambar 4
Usus Halus
Sumber: Rahmini (2007:24)
e. Usus Besar (kolon)
Usus besar (kolon) bagian terakhir saluran pencernaan. Usus besar
memiliki diameter lebih besar dari usus halus yang panjangnya 1,5 meter dan
memiliki diameter 6,5 cm. Fungsi utama usus besar adalah mengatur penyerapan
air dan mineral yang terdapat dalam sisa - sisa makanan. Di dalam usus besar
terdapat banyak sekali mikroorganisme yang membantu pembusukan sisa - sisa
makanan tersebut. Sisa makanan yang tidak terpakai oleh tubuh beserta gas - gas
yang berbau disebut tinja (feses) dikeluarkan melalui anus (Rahmini, 2007:24).
Gambar 5
Usus Besar
Sumber: Rahmini, (2007:24)
f. Rektum dan Anus
1) Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
2) Anus
Anus merupakan lubang terakhir dari saluran pencernaan yang terdiri atas
otot polos pada bagian dalamnya sedangkan bagian luarnya terdiri otot
lurik. Kotoran yang dibentuk dari sisa makanan diporos anus pada
akhirnya keluar melalui anus.
Gambar 6
Rektum dan Anus
Sumber: Rahmini (2007:24)
2.1.4 Gangguan Pada Sistem Pencernaan
Gangguan pada sistem pencernaan dapat disebabkan oleh pola makan
yang salah, infeks bakteri dan kelainan alat pencernaan. Menurut Rahmini
(2007:24) bahwa diantara gangguan ini adalah diare, parotitis, konstipasi, tukak
lambung, appendiksitis. (a) Diare, Penyebab diare antara lain ansiatas (stress)
makanan tertentu atau organisme perusak yang melukai dinding usus. Diare pada
waktu lama menyebabkan hilangnya air dan garam - garam mineral, sehingga
terjadi dehidrasi. (b) Parotitis, merupakan peradangan pada selaput perut
(peritoneum). Penyakit gondong yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang
menyerang kelenjar air ludah dibagian bawah telinga, akibatnya kelenjar ludah
menjadi bengkak dan membesar; (c) Tukak lambung, menyebabkan berlubangnya
dinding lambung sehingga isi lambung jatuh di rongga perut. Sebagian besar
tukak lambung di sebabkan oleh infeksi bakteri sejenis tertentu; (d) Appendiksitis,
Gangguan lain pada lambung adalah gastritis atau peradangan pada umbai cacing.
Penyakit ini disebut appendiksitis atau radang usus buntu.
2.2
Hipotesis
Berdasarkan teori di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah
sebagai berikut: jika materi sistem pencernaan pada manusia di belajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maka hasil belajar
siswa akan meningkat.
2.3
Indikator Kinerja
Indikator kinerja yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah minimal
terdapat 11 siswa (70%) dari 15 siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Paguat yang
mendapatkan nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) 70.
Download