BAB II TINJAUAN TEORITIS

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Dukungan Keluarga
1. Definisi Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap
anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan
(Friedman dalam Setiadi, 2008).
Menurut Bailon dan Maglaya (dalam Mubarak, 2006) keluarga adalah dua atau
lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi,
dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial
sebagai koping keluarga baik dukungan-dukungan yang bersipat eksternal
maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan keluarga eksternal antara
lain sahabat, pekerjaan, tenaga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial,
kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga
internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung dan anak
(Frietman 1998 dalam Setiadi, 2008).
2. Fungsi Keluarga
Fungsi-fungsi keluarga menurut Friedman (dalam Mubarak, 2006) sebagai berikut
: a. Fungsi afektif adalah suatu fungsi keluarga yang berkaitan dengan persepsi
keluarga dan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan sosioemosional para
anggota keluarga. b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
6
7
berhubungan dengan orang lain diluar rumah. c. Fungsi reproduksi adalah fungsi
untuk mempertahankan generasi penerus dan menjaga kelangsungan keluarga. d.
Fungsi ekonomi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
finansial atau materi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan diri dalam
meningkatkan penghasilan keluarga. e. Fungsi perawatan dan pemeliharaan
kesehatan adalah fungsi dalam mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.
3. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Menurut Friedman 1998 (dalam Mubarak, 2006) tugas kesehatan keluarga adalah
a. Mengenal masalah setiap anggota keluarganya
Perubahan yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya
perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi
dan seberapa besar perubahannya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga
Upaya keluarga untuk mencari pertolongan yang sesuai dengan keadaan
keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai
kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera
mengambil tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi
bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta
bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga.
c. Memberikan perawatan anggota keluarganya yang sakit
Perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dapat dilakukan dirumah
apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan
pertama dan dibawa ketempat layanan kesehatan untuk memperoleh tindakan
lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
8
d. Mempertahankan suasana dirumah yang sehat
Kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan dan
ketentraman dan yang lebih penting adalah dapat menunjang derajat kesehatan
bagi anggota keluarga.
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat keluarga dapat
berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan dalam rangka
memecahkan masalah yang dialami anggota keluarga, sehingga keluarga dapat
bebas dari segala macam penyakit.
4. Jenis Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (1998) (dalam Setiadi, 2008), jenis dukungan keluarga ada
empat, yaitu :
a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis
dan konkrit.
b. Dukungan informational, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
desiminator (penyebar informasi).
c. Dukungan penilaian (emppraisal) keluarga bertindak sebagai umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan
validator identitas keluarga.
d. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan
damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap
emosi.
5. Ciri-ciri Dukungan Keluarga
Menurut House (1994) (dalam Setiadi, 2008) setiap bentuk dukungan sosial
keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain :
a. Informatif, yaitu bantuan informasi yang di sediakan agar dapat digunakan oleh
seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi
pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang
9
dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang
mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.
b. Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan efeksi dari
orang lain, dukungan ini merupakan dukungan simpatik dan empati, cinta,
kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seorang yang menghadapi
persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada
orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya,
bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau
membantu persoalan yang dihadapinya.
c. Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah
seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan
yang dihadapinya atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi,
misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita,
menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain.
d. Pantauan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang
kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini
biasa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang.
Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat
membantu adalah penilaian yang positif.
6. Sumber Dukungan Keluarga
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh
keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga
(dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial
kelurga internal, seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari
saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman 1998 dalam
Setiadi, 2008).
10
Menurut Root & Dooley (dalam Safliati 2011) ada 2 sumber dukungan sosial
keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan sosial keluarga yang natural
diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara spontan
dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial keluarga ini
bersifat formal sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah dukungan
yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan sosial
keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber
dukungan sosial keluarga natural mempunyai berbagai perbedaan jika
dibandingkan dengan dukungan sosial keluarga artifisial. Perbedaan itu terletak
pada :
a. Keberadaan sumber dukungan sosial keluarga natural bersifat apa adanya tanpa
di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan.
b. Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai kesesuaian dengan
nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
c. Sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan yang berakar
lama.
d. Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian
dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata hanya sekedar menemui
seseorang dengan menyampaikan salam.
e. Sumber dukungan sosial keluarga natural terbatas dari beban dan label
psikologis.
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Keluarga
Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
apakah seseorang akan menerima dukungan sosial keluarga atau tidak. Faktorfaktor tersebut diantaranya adalah :
a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)
Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak
suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu
bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif
untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain,
11
atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain,
atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada
siapa dia harus meminta pertolongan.
b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain
ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau
tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif
terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan
dukungan darinya.
Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi
disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat
pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih
demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah,
hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan
kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan
yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.
8. Manfaat Dukungan Keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahaptahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan,
dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan
adaptasi keluarga (Friedman, dalam Setiadi 2008).
Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejatraan berfungsi
bersamaan secara spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat tebukti
berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit,
12
fungsi koknitif, fisik dan kesehatan emosi, disamping itu pengaruh positif dan
dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam
kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).
Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap
kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih
spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan
menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua,
fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam Setiadi 2008).
B. Konsep Teori Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh setiap
manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa
ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun
wujudnya (Wiramihardja, 2005). Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas
dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart, 2006)
Menurut Fauziah dan Widuri (2007), kecemasan adalah respon terhadap situasi
tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai
perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan,
serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi
yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah
menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental
yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu
masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
13
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010).
Menurut Lubis (2009), menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari
sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami kecemasan karena
adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan dialami ketika berfikir
tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Sedangkan Sundari (2004)
memahami kecemasan sebagai suatu keadaan yang menggoncangkan karena
adanya ancaman terhadap kesehatan.
Menurut Jeffrey (2005), memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu
keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan
tegang yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi. Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya.
Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah
laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu. Kedua-duanya
merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap
kecemasan tersebut.
2. Gejala-gejala Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman
terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong normal kadang kala
mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada
penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental. Gejala tersebut lebih
jelas pada individu yang mengalami gangguan mental. Lebih jelas lagi bagi
individu yang mengidap penyakit mental yang parah.
Gejala-gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah : Jari tangan dingin, detak
jantung makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang,
tidur tidak nyenyak, dada sesak. Gejala yang bersifat mental adalah : Ketakutan
merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tenteram,
14
ingin lari dari kenyataan (Siti Sundari 2005). Kecemasan juga memiliki
karakteristik
berupa
munculnya
perasaan
takut
dan
kehati-hatian
atau
kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan.
Gejala-gejala kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing-masing orang.
Kaplan, Sadock, & Grebb (Fauziah dan Widuri, 2007) menyebutkan bahwa takut
dan cemas merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu
bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat ancaman yang jelas atau nyata, berasal
dari lingkungan, dan tidak menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan
kecemasan muncul jika bahaya berasal dari dalam diri, tidak jelas atau
menyebabkan konflik bagi individu.
Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada didalam kepribadian
sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang nyata atau keadaan yang benarbenar ada. Rochman (2010) mengemukakan beberapa gejala-gejala dari
kecemasan antara lain :
a. Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian
menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan bentuk
ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.
b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan sering
dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable, akan tetapi
sering juga di hinggapi depresi.
c. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi dan delusion of persecution
(delusi yang dikejar-kejar).
d. Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah, banyak
berkeringat, gemetar dan seringkali menderita diare.
e. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan tekanan
jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.
15
Menurut Jeffrey (2005), mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan dalam tiga
jenis gejala, diantaranya yaitu :
a. Gejala fisik dari kecemasan yaitu : Kegelisahan, anggota tubuh bergetar,
banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas,
panas dingin, mudah marah atau tersinggung.
b. Gejala behavioral dari kecemasan yaitu : Berperilaku menghindar, terguncang,
melekat dan dependen
c. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : Khawatir tentang sesuatu, perasaan
terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan,
keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan
ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau
kebingungan, sulit berkonsentrasi.
3. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar
tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau
situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut
Ramaiah (2003) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan,
diantaranya yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu
tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat
ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman
terhadap lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar
untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya
menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
16
c. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya
kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama
ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan
ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
Daradjat (dalam Rochman, 2010) mengemukakan beberapa penyebab dari
kecemasan yaitu :
a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam
dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya
terlihat jelas didalam pikiran
b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang
berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula
menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam
bentuk yang umum.
c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan
dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang
mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.
Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu,
keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan
keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Az-Zahrani (2005) menyebutkan faktor
yang mempengaruhi adanya kecemasan yaitu :
a. Lingkungan keluarga
Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau penuh
dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anakanaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak
saat berada didalam rumah.
17
b. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak
baik, dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan
menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga
dapat menyebabkan munculnya kecemasan.
Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan
sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari
masyarakat menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi
(Lumban Gaol, 2006).
4. Tingkat Kecemasan
Gambar 2.1
Rentang Respon Kecemasan
RENTANG RESPON KECEMASAN
Respon adaptif
Antisipasi
Respon maladaptive
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Stuart (2007) menggolongkan tingkat kecemasan dalam empat tingkat, yaitu:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari; kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan menngkatkan
daya persepsinya semakin luas. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
18
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit
lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak
perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika
diarahkan untuk melakukannya.
c. Kecemasan berat
Kecemasan ini sangat mengurangi lapang persepsi individu, individu
cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir
tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada
area lain.
d. Tingkat panik dari kecemasan
Tingkat panik ini berhubungan dengan terperangah dan teror. Hal yang rinci
terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu
yang mengalami panik tidak dapat melakukan sesuatu walaupun dengan
arahan.
5. Alat Ukur Kecemasan
Untuk mengetahun sejauh mana tingkat kecemasan seseorang apakah ringan atau
berat sekali, menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Zung
Self-Rating Anxity Scale (SAS/SRAS). SAS/SRAS adalah penilaian kecemasan pada
orang dewasa yang di rancang oleh William WK Zung dengan kategori baik = 6180, cukup = 41-60, kurang = 20-40, dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan
dalam Diagnostic dan Statical Manual of Mental Disorders (DSM-II) (Nursalam,
2013).
19
6. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan
atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional dan tidak dapat secara intensif
ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fauziah dan Widuri (2007) membagi
gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Fobia Spesifik
Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi
terhadap obyek atau situasi yang spesifik.
2. Fobia Sosial
Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya
berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi
dimana dirinya dievaluasi atau dikritik yang membuatnya merasa terhina atau
dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan
perilaku lain yang memalukan.
3. Gangguan Panik
Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang spontan
dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul pada gangguan panik
antara lain ; sulit bernafas, jantung berdetak kencang, mual, rasa sakit didada,
berkeringat dingin dan gemetar. Hal lain yang penting dalam diagnosa
gangguan panik adalah bahwa individu merasa setiap serangan panik
merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan.
4. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)
Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang berlebihan dan
bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik yang menyebabkan
gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita atau
menimbulkan stres yang nyata.
20
Sedangkan Wiramihardja (2005) membagi gangguan kecemasan yang terdiri dari :
1. Panic Disorder
Panic Disorder ditandai dengan munculnya satu atau dua serangan panik yang
tidak diharapkan, yang tidak dipicu oleh hal-hal yang bagi orang lain bukan
merupakan masalah luar biasa. Ada beberapa simtom yang menandakan
kondisi panik tersebut, yaitu nafas yang pendek, diakibatkan palpilasi (mulut
yang kering) atau justru kerongkongan tidak bisa menelan, ketakutan akan mati
atau bahkan takut gila.
2. Agrophobia
Yaitu suatu ketakutan berada dalam suatu tempat atau situasi dimana ia merasa
bahwa ia tidak dapat atau sukar menjadi baik secara fisik maupun psikologis
untuk melepaskan diri. Orang-orang yang memiliki agrophobia takut pada
kerumunan dan tempat-tempat ramai.
7. Dampak Kecemasan
Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang
betul-betul mengancam tidak ada dan ketika emosi-emosi ini tumbuh berlebihan
dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif.
Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada
pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik (Cutler,
2004). Semium, Y.(2006) membagi beberapa dampak dari kecemasan kedalam
beberapa simtom, antara lain :
a. Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman
dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui.
Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur dan dengan demikian dapat
menyebabkan sifat mudah marah.
21
b. Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu
mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu
tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga
individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif dan akhirnya dia akan
menjadi lebih merasa cemas.
c. Simtom motor
Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup,
kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki mengetukngetuk dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom
motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan
merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang dirasanya
mengancam. Kecemasan akan dirasakan oleh semua orang, terutama jika ada
tekanan perasaan ataupun tekanan jiwa.
Menurut Ramaiah (2003), kecemasan biasanya dapat menyebabkan dua akibat,
yaitu :
1. Kepanikan yang amat sangat dan karena itu gagal berfungsi secara normal atau
menyesuaikan diri pada situasi.
2. Gagal mengetahui terlebih dahulu bahayanya dan mengambil tindakan
pencegahan yang mencukupi.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah rasa
takut atau khawatir pada situasi yang sangat mengancam karena adanya
ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi. Kecemasan tersebut ditandai dengan adanya beberapa gejala yang muncul
seperti kegelisahan, ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, merasa
tidak tenteram, sulit untuk berkonsentrasi dan merasa tidak mampu untuk
mengatasi masalah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah
kecemasan timbul karena individu melihat adanya bahaya yang mengancam
22
dirinya, kecemasan juga terjadi karena individu merasa berdosa atau bersalah
karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani
(Ramaiah, 2003).
Dari beberapa gejala, faktor dan definisi diatas, kecemasan ini termasuk dalam
jenis kecemasan rasional, karena kecemasan rasional merupakan suatu ketakutan
akibat adanya objek yang memang mengancam. Adanya berbagai macam
kecemasan yang dialami individu dapat menyebabkan adanya gangguan-gangguan
kecemasan seperti gangguan kecemasan spesifik yaitu suatu ketakutan yang tidak
diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap objek atau situasi yang
spesifik. Sehingga dapat menyebabkan adanya dampak dari kecemasan yang
berupa simtom kognitif, yaitu kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan
keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang
mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real
yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif dan
akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.
8. Kecemasan Pada Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi
Menurut Anggraini, (2006), diagnosis pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi mengekspresikan ketidakberdayaan, merasa tidak sempurna, merasa
malu dengan bentuk payudara, ketidakbahagian, merasa tidak menarik lagi,
perasaan kurang diterima oleh orang lain, merasa terisolasi, takut, berduka,
berlama-lama di tempat tidur, ketidak mampuan fungsional, gagal memenuhi
kebutuhan keluarga, kurang tidur, sulit konsentrasi, kecemasan dan depresi.
C. Konsep Kanker Payudara
1. Definisi Kanker Payudara
Kanker payudara (Carcinoma mammae) merupakan keganasan yang paling
banyak pada wanita. Selain merupakan penyakit yang didominasi oleh wanita
(99%) kanker payudara terjadi pada wanita), namun kanker ini juga merupakan
penyakit yang berhubungan dengan penuaan. Resiko seumur hidup untuk
23
tumbuhnya kanker payudara sebagian besar terpusat pada periode perimenopause
dan pascamenopause. Pengaruh penuaan pada resiko kanker payudara tidak
secara luas diketahui oleh masyarakat; wanita usia lanjut cenderung meremehkan
resiko ini dan banyak wanita berusia di bawah 50 Tahun justru terlalu khawatir
terhadap resiko terkena kanker payudara (Heffner dan Schust, 2008).
Kanker payudara adalah keganasan pada sel-sel yang terdapat pada jaringan
payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel saluran maupun
lobulusnya) maupun komponen selain kelenjar seperti jaringan lemak, pembuluh
darah, dan persyarafan jaringan payudara (Rasjidi, 2010).
Kanker payudara merupakan masalah global dan isu internasional yang penting,
karena merupakan penyakit degeneratif yang paling sering pada wanita dinegara
maju dan merupakan 29% dari seluruh kanker yang didiagnosis tiap tahun.
Insiden kanker payudara terus meningkat, saat ini lebih dari 170.000 kasus
ditemukan pertahun (Emir dan Suyatno, 2010).
Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui di kalangan
wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum
wanita. Jumlah pasien kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan
sebanyak 1713 orang pada tahun 2009 , 1724 orang pada tahun 2010. Melihat dari
jumlahnya bahwa adanya peningkatan jumlah pasien kanker payudara pada tahun
2009 dan tahun 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan. Pasien yang menderita
kanker payudara mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut bukan hanya
perubahan fisik saja tetapi juga berisiko mengalami perubahan-perubahan
terhadap harga dirinya (Hartati, 2008).
2. Faktor Resiko Kanker Payudara (Winarto, W. 2007 )
Faktor resiko terjadinya kanker payudara adalah: (a) Umur sangat penting sebagai
faktor resiko kanker payudara, (b) Jenis kelamin merupakan faktor resiko yang
kuat, (c) Wanita yang tidak pernah melahirkan atau melahirkan pertama kali di
24
atas umur 30 Tahun memiliki resiko lebih besar terkena kanker payudara
dibandingkan dengan wanita yang melahirkan di bawah umur 30 tahun, (d)
Kanker payudara dalam keluarga dapat berdampak signifikan resikonya, (e) Sel
payudara normal kadang-kadang dapat mengalami abnormal, (f) Wanita tidak
dapat mengendalikan jumlah estrogen yang diproduksi ovarium setiap waktu, (g)
Wanita yang mengalami terapi radiasi pada dadanya sebelum usia 30 Tahun dan
khususnya selama masa remaja, (h) Wanita dengan payudara yang padat,
mengandung lebih banyak kelenjar dan jaringan penyambung, (i) DES
(Dietyilstilbestrol) merupakan hormon buatan seperti estrogen yang digunakan
dimasa lalu untuk menolong wanita mencegah keguguran, (j) Wanita yang
mempunyai masa kehamilan pertama penuh setelah usia 30 tahun dan wanita yang
tidak hamil.
3. Manifestasi Klinis Kanker Payudara (Smeltzer & Bare, 2002)
a. Gejala dini : 1) Umumnya lesi tidak terasa nyeri, 2) Terfiksasi dan keras
dengan batas yang tidak teratur, 3) Keluhan nyeri yang menyebar pada
payudara, 4) Nyeri tekan yang terjadi saat menstruasi.
b. Gejala lanjut : 1) Meningkatnya penggunaan mammografi, 2) Tidak
mempunyai gejala, 3) Tidak mempunyai benjolan yang tidak dapat diraba, 3)
Lesi abnormal dapat terdeteksi pada pemeriksaan mammografi.
4. Patofisiologi Menurut Indrati, R. (2005)
Menunjukkan bahwa diperkirakan 15% sampai dengan 20% kanker payudara
dihubungkan dengan adanya riwayat pada keluarga. Keluarga yang memiliki gen
BRCA1 yang diturunkan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih besar. Sel
payudara normal kadang-kadang dapat mengalami abnormal. Perubahan ini dapat
datang sebagai benjolan,
penebalan atau klasifikasi pada mammogram.
Perubahan ini dapat dilihat di bawah mikroskop jika biopsi dilakukan. Sel
pembuluh payudara yang terlalu aktif dan muncul tidak biasa mungkin
menggambarkan suatu jenis kanker.
25
Tumor dengan segala ukuran disertai dengan adanya perlekatan pada dinding
thoraks atau kulit. Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi pada kulit, atau
adanya nodul satelit pada payudara. Menurut Rasjidi (2009), tidak ada metastasis
pada kelenjar limfe. a. Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral, bersifat mobile,
b. Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral tidak bisa digerakkan, c. Metastasis
pada kelenjar limfe infraclavicular, mengenai kelenjar mammae internal atau
kelenjar limfe supraclavicular.
5. Klasifikasi Kanker Payudara
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi (Rasjidi 2009) Sistem Tumor Nodus
Metastasis
(TNM)
dipublikasikan
untuk
mengklasifikasikan
kanker
berdasarkan pada morfologi tumor yang akan menentukan prognosis yaitu
ukuran dari tumor (T), ada atau tidaknya keterlibatan kelenjar limfe (N) dan
adanya metastasis (M).
b. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis (Rasjidi, 2009):
1) Stadium 0 : Tahap sel kanker payudara tetap di dalam kelenjar payudara,
tanpa invasi ke dalam jaringan payudara normal yang berdekatan.
2) Stadium I : Benjolan kanker tidak melebihi dari 2 cm dan tidak menyebar
keluar dari payudara. Perawatan sistematis akan diberikan pada kanker
stadium ini, tujuannya adalah agar sel kanker tidak menyebar dan tidak
berlanjutan.
3) Stadium II A : Tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel-sel kanker
ditemukan di kelenjar getah bening ketiak, atau tumor dengan ukuran 2 cm
atau kurang dan telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak, atau tumor
yang lebih besar dari 2 cm tapi tidak lebih besar dari 5 cm dan belum
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.
4) Stadium II B : Tumor lebih besar dari 2 cm, tetapi tidak ada yang lebih
besar dari 5 cm dan telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak, atau
tumor yang lebih besar dari 5 cm tapi belum menyebar ke kelenjar getah
bening ketiak. Stadium ini perlu dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel
26
kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran dan setelah operasi perlu
dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang
tertinggal.
5) Stadium III A : Tidak ditemukan tumor di payudara. Kanker ditemukan di
kelenjar getah bening ketiak yang melekat bersama atau dengan struktur
lainnya, atau kanker ditemukan di kelenjar getah bening di dekat tulang
dada, atau tumor dengan ukuran berapapun dimana kanker telah menyebar
ke kelenjar getah bening ketiak, terjadi perlekatan dengan struktur lainnya.
6) Stadium III B : Kanker sudah menyusup ke luar dari bagian payudara yaitu
ke kulit, dinding dada, tulang rusuk dan otot dada. Perlu dilakukan
pengangkatan payudara pada stadium ini.
7) Stadium IV :Sel-sel kanker sudah mulai menyerang bagian tubuh lainnya
seperti tulang, paru-paru, hati, otak, kulit dan kelenjar limfa yang ada di dalam
batang leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah pengangkatan payudara.
D. Konsep Teori Kemoterapi
1. Definisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti
radiasi atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi merupakan terapi sistemik,
yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang
telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).
Terapi pembedahan dilakukan pada kanker payudara stadium awal. Kombinasi
radiasi dan kemoterapi digunakan pada pasien dengan penyakit yang telah lanjut
dan mereka yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk pembedahan
(Heffner & Schust, 2008). Berbeda dengan terapi radiasi dan pembedahan,
kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan obat-obatan atau
hormon. Kemoterapi dapat digunakan dengan efektif pada penyakit-penyakit baik
yang diseminata (menyebar) maupun yang masih terlokalisasi (Rasjidi, 2007).
27
2. Tujuan Penggunaan Kemoterapi
Menurut Rasjidi (2007), tujuan kemoterapi adalah :
a. Terapi adjuvan : kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau
bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah
bermetastase.
b. Terapi noadjuvan : kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk
mengecilkan massa tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi.
c. Kemoterapi primer : digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang
kemungkinan kecil untuk diobati dan kemoterapi digunakan hanya untuk
mengontrol gejalanya.
d. Kemoterapi induksi : digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi
berikutnya.
e. Kemoterapi kombinasi : menggunakan 2 (dua) atau lebih agen kemoterapi.
3. Cara Pemberian Kemoterapi
a. Pemberian per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral, diantaranya
adalah chlorambucil dan etoposide (VP-16)
b. Pemberian secara intra muskular
Pemberian dengan cara ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak
diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali berturut-turut
yang dapat diberikan secara intra muskular antara lain bleomicin dan
methotrexate.
c. Pemberian secara intevena
Pemberian secara intravena dapa dengan bolus perlahan-lahan atau diberikan
secara infus (drip). Cara ini merupakan cara pemberian kemoterapi yang paling
umum dan banyak digunakan.
28
d. Pemberian secara intra arteri
Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang
cukup banyak, antara lain alat radiologi diagnostik, mesin atau alat filter, serta
memerlukan keterampilan tersendiri.
e. Pemberian secara intraperitoneal
Cara ini juga jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus (kateter
intraperitoneal) serta kelengkapan kamar operasi karena pemasangan perlu
narkose. Pemberian kemoterapi intraperitoneal diindikasikan dan disyaratkan
pada minimal tumor residu pada kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan
membandingkan pemberian kemoterapi secara intravena dan peritoneum.
Keduanya tidak berbeda baik dalam hal respons, survival, maupun
toksisistasnya (Rasjidi, 2007).
4. Cara Kerja Kemoterapi
Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel yang yang
teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel yang
lain akan mati. Sel yang abnormal akan membelah diri dan berkembang secara
tidak terkontrol, yang pada akhirnya akan terjadi suatu massa yang dikenal
sebagai tumor.
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap yaitu: 1) fase GO, dikenal juga
sebagai fase istirahat. Ketika ada sinyal untuk berkembang, sel ini akan memasuki
fase GI, 2) fase GI, pada fase ini sel siap untuk membelah diri yang diperantarai
oleh beberapa protein penting untuk bereproduksi. Fase ini berlangsung 18-30
jam, 3) fase S, disebut sebagai fase sintesis. Pada fase ini DNA sel akan di kopi.
Fase ini berlangsung 18-20 jam, 4) fase G2, sintesis protein terus berlanjut. Fase
ini berlangsung 2-10 jam, 5) fase M. Sel dibagi menjadi 2 sel baru. Fase ini
berlangsung 30-60 menit.
29
Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi mempunyai
target dan efek merusak yang berbeda bergantung pada siklus selnya. Obat
kemoterapi aktif pada saat sel sedang bereproduksi (bukan pada fase GO),
sehingga sel tumor yang aktif merupakan target utama dari kemoterapi. Namun,
oleh karena sel yang sehat juga bereproduksi, maka tidak tertutup kemungkinan
mereka juga akan terpengaruh oleh kemoterapi yang akan muncul sebagai efek
samping obat (Rasjidi, 2007).
5. Penggolongan Kemoterapi Pada Kanker Genokologi
Menurut Rasjidi (2007), kemoterapi pada kanker genokologi digolongkan atas 6
jenis, yaitu:
a. Golongan alkylating agent
Golongan alkylating agent bekerja sebagai pembunuh sel melalui beberapa
mekanisme yang dapat terjadi, antara lain depurination, double-stranded &
singel stranded breaks, interstand & intra-stand cross-link, gangguan replikasi
DNA, dan gangguan transkripsi. Karena bekerja pada DNA, alkylating agent
menyebabkan terjadinya gangguan formasi atau kode molekul DNA.
Akibatnya sel yang terpapar dapat mengalami kematian atau masuk dalam
proses mutagenesis atau karsinogenesis. Dengan demikian efek samping dari
pemberian obat ini dapat menimbulkan risiko untuk terjadinya keganasan lain.
Efek karsinogenesis setelah pemberian alkylating agent dapat terjadi pada sel
sumsum tulang. Acute myelcytic leukemia dapat terjadi 5-10 tahun setelah
pemberian dan resikonya antara 5-10%. Yang termasuk dalam golongan ini
antara lain nitrogen mustard, melphalan, chlorambucil, cyclophospamid, dan
ifosfamide.
b. Golongan platinum
Platinum akan berikatan dengan guanine pada N-7 rantai DNA sehingga
menyebabkan terjadinya interstrand DNA cross-links. Platinum sangat aktif
pada GI, tetapi juga dapat aktif pada siklus sel lainnya. Platinum mempunyai
30
efek samping pada ginjal. Oleh karena itu, untuk mencegah/mengurangi efek
itu, sebelum pemberian obat ini diperlukan hidrasi yang cukup.
c. Golongan taxanes
Golongan taxanes pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963, dan merupakan
ekstrak dari taxus brevifolia. Taxane akan mengikat microtubule dan
menghambat depolimerisasi microtubule. Di Indonesia sampai saat ini baru ada
2 preparat taxane yang tersedia yaitu paclitaxel dan docetaxel.
d. Golongan analog asam folat
Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim dihydrofolate reductase
(DHFR). Yang termasuk golongan ini antara lain methotrexate (MTX).
e. Golongan analog pirmidine
Bekerja menghambat messenger RNA dan ribosom RNA, menyebabkan
gangguan transkripsi RNA, serta menyebabkan pelepasan thymidine. Dengan
cara ini, maka golongan ini dapat bekerja pada beberapa siklus sel tetapi yang
terutama adalah pada fase S. Yang termasuk golongan ini antara lain 5fluorouracil (5-FU), sytarabine (Ara-C) dan Gemcitabine.
f. Golongan antibiotik
Golongan obat ini bekerja menurut beberapa cara. Yang termasuk dalam
golongan antibiotik ini antara lain :
1) Doxorubicin. Obat ini bekerja dengan menghambat replikasi DNA,
transkripsi RNA dan menyebabkan gangguan replikasi DNA. Golongan ini
bekerja pada semua siklus sel, terutama pada S dan G2.
2) Actinomycin D. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis DNA dan
RNA, bekerja terutama pada fase GI dan S.
3) Vinca alkaloid. Obat ini bekerja dengan mengikat tubulin sehingga
mencegah terjadinya polimerisasi membentuk mikrotubulin. Golongan ini
bersifat neurotoksik, yang bermanifestasi berupa penurunan refleks tendon,
31
parastesia, kelemahan motorik, gangguan fungsi saraf kranial, dan pada
keadaan berat dapat terjadi ileus paralitik. Yang termasuk golongan ini
antara lain vincristine, vinblastine dan vinorelbine.
4) Golongan podophillotiksin. Golongan ini bekerja merusak rantai DNA
melalui interaksi dengan topoisomerase II. Efek samping berupa hipotensi
dapat terjadi bila diberikan secara intavena cepat. Yang termasuk golongan
ini adalah etopuside (VP-16).
5) Mitomycin C. Bekerja terutama pada fase GI dan S. Efek samping yang
terutama adalah mielosupresi.
6. Toksisitas Kemoterapi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) efek toksisitas dari kemoterapi pada organ tubuh
adalah:
a. Sistem gastrointestinal, mual dan muntah yang terjadi menetap hingga 24 jam
setelah pemberian obat
b. Sistem hematopoietik
Agen kemoteraupetik mendepresi fungsi sumsum tulang, yang mengakibatkan
menurunnya produksi sel-sel darah baik sel-sel darah merah (anemia), leukosit
(leukopeni), trombosit (trombositopenia) dan meningkatkan resiko infeksi dan
perdarahan.
c. Sistem ginjal
Agen kemoteraupetik dapat merusak ginjal karena efek langsungnya selama
ekskresi dan akumulasi produk akhir setelah lisis sel. Lisis sel tumor dengan
cepat setelah kemoterapi mengakibatkan meningkatnya ekskresi asam urat,
yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
d. Sistem kardiopulmonal
Antibiotik antitumor menyebabkan toksisitas jantung kumulatif yang
irreversibel dan efek toksik pada fungsi paru.
32
e. Sistem reproduksi
Fungsi testis dan ovarium dapat dipengaruhi oleh preparat kemoteraupetik,
yang mengakibatkan kemungkinan sterilitas. Pada perempuan dapat terjadi
menoupause dini atau sterilitas permanen. Jika dilihat dari gejala klinik kanker
serviks pada stadium lanjut seperti keputihan yang gatal dan berbau busuk,
pendarahan kontak, pendarahan spontan dan nyeri yang hebat, maka penyakit
ini mengganggu fungsi seksual. Hal ini sangat ditakuti oleh kaum perempuan
karena perubahan fungsi seksual merupakan perubahan yang sangat berarti
bagi seorang perempuan dikaitkan dengan fungsi dan perannya dalam keluarga
yaitu sebagai seorang istri dan ibu.
f. Sistem neurologis
Dapat menyebabkan kerusakan neurologis seperti neuropati perifer, kehilangan
refleks tendon profunda. Efek samping ini bersifat reversibel, menghilang
setelah selesainya kemoterapi.
E. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien
Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi
Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat
dan tidak terkendali, serta mengancam nyawa individu penderitanya (Baradero,
2007). Pasien yang menderita kanker payudara mengalami banyak perubahan.
Perubahan tersebut bukan hanya perubahan fisik saja tetapi juga berisiko mengalami
perubahan-perubahan terhadap harga dirinya (Hartati, 2008).
Dukungan keluarga khususnya suami dapat memberikan rasa aman, nyaman,
perasaan dihargai, diperhatikan dan dicintai. Dan besarnya dukungan keluarga
diperlukan untuk membantu menerima reaksi emosional yang terjadi pada pasien
agar siap menerima keadaan dirinya dan menghadapi kenyataan saat ini, sehingga
dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kecemasan pasien (Smeltzer and
Bare, 2001).
33
Hasil penelitian Utami (2013) ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan kemoterapi pasien kanker serviks dibuktikan dengan nilai z hitung
(4,63) > z tabel (1,96) atau nilai p=0,000 < 0,05. Sehingga ada hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan kemoterapi pada pasien kanker payudara
Menurut Mckkay dalam Saragih (2010) dukungan keluarga meliputi mekanisme
dukungan nyata berupa finansial, emosional dan pengalihan rasa sakit dimana bentuk
partisipasi berupa memberikan spiritual, memberikan rasa humor agar klien merasa
rileks dan tidak tertekan. Dukungan keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar
demi berjalannya pengobatan kemoterapi dengan adanya paartisipasi keluarga yang
timbul secara spontan maka klien dapat dengan mudah tanpa beban untuk menjalani
kemoterapi.
F. Kerangka Konsep
Skema 2.1.
Kerangka Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Tingkat Kecemasan Pada
Dukungan Keluarga
Pasien Kanker Payudara
yang Menjalani Kemoterapi
34
G. Hipotesis Penelitian
Ha :
Ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien
kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan
tahun 2014.
Download