BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Dukungan Keluarga 1. Definisi Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman dalam Setiadi, 2008). Menurut Bailon dan Maglaya (dalam Mubarak, 2006) keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi, dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga baik dukungan-dukungan yang bersipat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tenaga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung dan anak (Frietman 1998 dalam Setiadi, 2008). 2. Fungsi Keluarga Fungsi-fungsi keluarga menurut Friedman (dalam Mubarak, 2006) sebagai berikut : a. Fungsi afektif adalah suatu fungsi keluarga yang berkaitan dengan persepsi keluarga dan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan sosioemosional para anggota keluarga. b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk 6 7 berhubungan dengan orang lain diluar rumah. c. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi penerus dan menjaga kelangsungan keluarga. d. Fungsi ekonomi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara finansial atau materi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan diri dalam meningkatkan penghasilan keluarga. e. Fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan adalah fungsi dalam mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. 3. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan Menurut Friedman 1998 (dalam Mubarak, 2006) tugas kesehatan keluarga adalah a. Mengenal masalah setiap anggota keluarganya Perubahan yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya. b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga Upaya keluarga untuk mencari pertolongan yang sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera mengambil tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga. c. Memberikan perawatan anggota keluarganya yang sakit Perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama dan dibawa ketempat layanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. 8 d. Mempertahankan suasana dirumah yang sehat Kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan dan ketentraman dan yang lebih penting adalah dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga. e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan dalam rangka memecahkan masalah yang dialami anggota keluarga, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit. 4. Jenis Dukungan Keluarga Menurut Friedman (1998) (dalam Setiadi, 2008), jenis dukungan keluarga ada empat, yaitu : a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. b. Dukungan informational, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan desiminator (penyebar informasi). c. Dukungan penilaian (emppraisal) keluarga bertindak sebagai umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga. d. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. 5. Ciri-ciri Dukungan Keluarga Menurut House (1994) (dalam Setiadi, 2008) setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain : a. Informatif, yaitu bantuan informasi yang di sediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang 9 dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. b. Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan efeksi dari orang lain, dukungan ini merupakan dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu persoalan yang dihadapinya. c. Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain. d. Pantauan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini biasa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif. 6. Sumber Dukungan Keluarga Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman 1998 dalam Setiadi, 2008). 10 Menurut Root & Dooley (dalam Safliati 2011) ada 2 sumber dukungan sosial keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan sosial keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial keluarga ini bersifat formal sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah dukungan yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan sosial keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan sosial keluarga natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan sosial keluarga artifisial. Perbedaan itu terletak pada : a. Keberadaan sumber dukungan sosial keluarga natural bersifat apa adanya tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan. b. Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan. c. Sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan yang berakar lama. d. Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata hanya sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam. e. Sumber dukungan sosial keluarga natural terbatas dari beban dan label psikologis. 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Keluarga Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial keluarga atau tidak. Faktorfaktor tersebut diantaranya adalah : a. Faktor dari penerima dukungan (recipient) Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, 11 atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan. b. Faktor dari pemberi dukungan (providers) Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya. Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah. 8. Manfaat Dukungan Keluarga Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahaptahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, dalam Setiadi 2008). Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejatraan berfungsi bersamaan secara spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat tebukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, 12 fungsi koknitif, fisik dan kesehatan emosi, disamping itu pengaruh positif dan dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008). Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam Setiadi 2008). B. Konsep Teori Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Wiramihardja, 2005). Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart, 2006) Menurut Fauziah dan Widuri (2007), kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada 13 umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010). Menurut Lubis (2009), menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Sedangkan Sundari (2004) memahami kecemasan sebagai suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan. Menurut Jeffrey (2005), memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu. Kedua-duanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan tersebut. 2. Gejala-gejala Kecemasan Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong normal kadang kala mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental. Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang mengalami gangguan mental. Lebih jelas lagi bagi individu yang mengidap penyakit mental yang parah. Gejala-gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah : Jari tangan dingin, detak jantung makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang, tidur tidak nyenyak, dada sesak. Gejala yang bersifat mental adalah : Ketakutan merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tenteram, 14 ingin lari dari kenyataan (Siti Sundari 2005). Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Gejala-gejala kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing-masing orang. Kaplan, Sadock, & Grebb (Fauziah dan Widuri, 2007) menyebutkan bahwa takut dan cemas merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan, dan tidak menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika bahaya berasal dari dalam diri, tidak jelas atau menyebabkan konflik bagi individu. Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada didalam kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang nyata atau keadaan yang benarbenar ada. Rochman (2010) mengemukakan beberapa gejala-gejala dari kecemasan antara lain : a. Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas. b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable, akan tetapi sering juga di hinggapi depresi. c. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi dan delusion of persecution (delusi yang dikejar-kejar). d. Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah, banyak berkeringat, gemetar dan seringkali menderita diare. e. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi. 15 Menurut Jeffrey (2005), mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala, diantaranya yaitu : a. Gejala fisik dari kecemasan yaitu : Kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah atau tersinggung. b. Gejala behavioral dari kecemasan yaitu : Berperilaku menghindar, terguncang, melekat dan dependen c. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : Khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi. 3. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Ramaiah (2003) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu : a. Lingkungan Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya. b. Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama. 16 c. Sebab-sebab fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Daradjat (dalam Rochman, 2010) mengemukakan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu : a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum. c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Az-Zahrani (2005) menyebutkan faktor yang mempengaruhi adanya kecemasan yaitu : a. Lingkungan keluarga Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anakanaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada didalam rumah. 17 b. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya kecemasan. Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi (Lumban Gaol, 2006). 4. Tingkat Kecemasan Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan RENTANG RESPON KECEMASAN Respon adaptif Antisipasi Respon maladaptive Ringan Sedang Berat Panik Stuart (2007) menggolongkan tingkat kecemasan dalam empat tingkat, yaitu: a. Kecemasan ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari; kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan menngkatkan daya persepsinya semakin luas. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. 18 b. Kecemasan sedang Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya. c. Kecemasan berat Kecemasan ini sangat mengurangi lapang persepsi individu, individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. d. Tingkat panik dari kecemasan Tingkat panik ini berhubungan dengan terperangah dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak dapat melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. 5. Alat Ukur Kecemasan Untuk mengetahun sejauh mana tingkat kecemasan seseorang apakah ringan atau berat sekali, menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Zung Self-Rating Anxity Scale (SAS/SRAS). SAS/SRAS adalah penilaian kecemasan pada orang dewasa yang di rancang oleh William WK Zung dengan kategori baik = 6180, cukup = 41-60, kurang = 20-40, dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam Diagnostic dan Statical Manual of Mental Disorders (DSM-II) (Nursalam, 2013). 19 6. Gangguan Kecemasan Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional dan tidak dapat secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fauziah dan Widuri (2007) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu : 1. Fobia Spesifik Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap obyek atau situasi yang spesifik. 2. Fobia Sosial Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi dimana dirinya dievaluasi atau dikritik yang membuatnya merasa terhina atau dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan perilaku lain yang memalukan. 3. Gangguan Panik Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul pada gangguan panik antara lain ; sulit bernafas, jantung berdetak kencang, mual, rasa sakit didada, berkeringat dingin dan gemetar. Hal lain yang penting dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa individu merasa setiap serangan panik merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan. 4. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita atau menimbulkan stres yang nyata. 20 Sedangkan Wiramihardja (2005) membagi gangguan kecemasan yang terdiri dari : 1. Panic Disorder Panic Disorder ditandai dengan munculnya satu atau dua serangan panik yang tidak diharapkan, yang tidak dipicu oleh hal-hal yang bagi orang lain bukan merupakan masalah luar biasa. Ada beberapa simtom yang menandakan kondisi panik tersebut, yaitu nafas yang pendek, diakibatkan palpilasi (mulut yang kering) atau justru kerongkongan tidak bisa menelan, ketakutan akan mati atau bahkan takut gila. 2. Agrophobia Yaitu suatu ketakutan berada dalam suatu tempat atau situasi dimana ia merasa bahwa ia tidak dapat atau sukar menjadi baik secara fisik maupun psikologis untuk melepaskan diri. Orang-orang yang memiliki agrophobia takut pada kerumunan dan tempat-tempat ramai. 7. Dampak Kecemasan Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-betul mengancam tidak ada dan ketika emosi-emosi ini tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik (Cutler, 2004). Semium, Y.(2006) membagi beberapa dampak dari kecemasan kedalam beberapa simtom, antara lain : a. Simtom suasana hati Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah. 21 b. Simtom kognitif Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas. c. Simtom motor Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki mengetukngetuk dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang dirasanya mengancam. Kecemasan akan dirasakan oleh semua orang, terutama jika ada tekanan perasaan ataupun tekanan jiwa. Menurut Ramaiah (2003), kecemasan biasanya dapat menyebabkan dua akibat, yaitu : 1. Kepanikan yang amat sangat dan karena itu gagal berfungsi secara normal atau menyesuaikan diri pada situasi. 2. Gagal mengetahui terlebih dahulu bahayanya dan mengambil tindakan pencegahan yang mencukupi. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi yang sangat mengancam karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan tersebut ditandai dengan adanya beberapa gejala yang muncul seperti kegelisahan, ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, merasa tidak tenteram, sulit untuk berkonsentrasi dan merasa tidak mampu untuk mengatasi masalah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kecemasan timbul karena individu melihat adanya bahaya yang mengancam 22 dirinya, kecemasan juga terjadi karena individu merasa berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani (Ramaiah, 2003). Dari beberapa gejala, faktor dan definisi diatas, kecemasan ini termasuk dalam jenis kecemasan rasional, karena kecemasan rasional merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam. Adanya berbagai macam kecemasan yang dialami individu dapat menyebabkan adanya gangguan-gangguan kecemasan seperti gangguan kecemasan spesifik yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap objek atau situasi yang spesifik. Sehingga dapat menyebabkan adanya dampak dari kecemasan yang berupa simtom kognitif, yaitu kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas. 8. Kecemasan Pada Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi Menurut Anggraini, (2006), diagnosis pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi mengekspresikan ketidakberdayaan, merasa tidak sempurna, merasa malu dengan bentuk payudara, ketidakbahagian, merasa tidak menarik lagi, perasaan kurang diterima oleh orang lain, merasa terisolasi, takut, berduka, berlama-lama di tempat tidur, ketidak mampuan fungsional, gagal memenuhi kebutuhan keluarga, kurang tidur, sulit konsentrasi, kecemasan dan depresi. C. Konsep Kanker Payudara 1. Definisi Kanker Payudara Kanker payudara (Carcinoma mammae) merupakan keganasan yang paling banyak pada wanita. Selain merupakan penyakit yang didominasi oleh wanita (99%) kanker payudara terjadi pada wanita), namun kanker ini juga merupakan penyakit yang berhubungan dengan penuaan. Resiko seumur hidup untuk 23 tumbuhnya kanker payudara sebagian besar terpusat pada periode perimenopause dan pascamenopause. Pengaruh penuaan pada resiko kanker payudara tidak secara luas diketahui oleh masyarakat; wanita usia lanjut cenderung meremehkan resiko ini dan banyak wanita berusia di bawah 50 Tahun justru terlalu khawatir terhadap resiko terkena kanker payudara (Heffner dan Schust, 2008). Kanker payudara adalah keganasan pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel saluran maupun lobulusnya) maupun komponen selain kelenjar seperti jaringan lemak, pembuluh darah, dan persyarafan jaringan payudara (Rasjidi, 2010). Kanker payudara merupakan masalah global dan isu internasional yang penting, karena merupakan penyakit degeneratif yang paling sering pada wanita dinegara maju dan merupakan 29% dari seluruh kanker yang didiagnosis tiap tahun. Insiden kanker payudara terus meningkat, saat ini lebih dari 170.000 kasus ditemukan pertahun (Emir dan Suyatno, 2010). Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui di kalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita. Jumlah pasien kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 1713 orang pada tahun 2009 , 1724 orang pada tahun 2010. Melihat dari jumlahnya bahwa adanya peningkatan jumlah pasien kanker payudara pada tahun 2009 dan tahun 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan. Pasien yang menderita kanker payudara mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut bukan hanya perubahan fisik saja tetapi juga berisiko mengalami perubahan-perubahan terhadap harga dirinya (Hartati, 2008). 2. Faktor Resiko Kanker Payudara (Winarto, W. 2007 ) Faktor resiko terjadinya kanker payudara adalah: (a) Umur sangat penting sebagai faktor resiko kanker payudara, (b) Jenis kelamin merupakan faktor resiko yang kuat, (c) Wanita yang tidak pernah melahirkan atau melahirkan pertama kali di 24 atas umur 30 Tahun memiliki resiko lebih besar terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang melahirkan di bawah umur 30 tahun, (d) Kanker payudara dalam keluarga dapat berdampak signifikan resikonya, (e) Sel payudara normal kadang-kadang dapat mengalami abnormal, (f) Wanita tidak dapat mengendalikan jumlah estrogen yang diproduksi ovarium setiap waktu, (g) Wanita yang mengalami terapi radiasi pada dadanya sebelum usia 30 Tahun dan khususnya selama masa remaja, (h) Wanita dengan payudara yang padat, mengandung lebih banyak kelenjar dan jaringan penyambung, (i) DES (Dietyilstilbestrol) merupakan hormon buatan seperti estrogen yang digunakan dimasa lalu untuk menolong wanita mencegah keguguran, (j) Wanita yang mempunyai masa kehamilan pertama penuh setelah usia 30 tahun dan wanita yang tidak hamil. 3. Manifestasi Klinis Kanker Payudara (Smeltzer & Bare, 2002) a. Gejala dini : 1) Umumnya lesi tidak terasa nyeri, 2) Terfiksasi dan keras dengan batas yang tidak teratur, 3) Keluhan nyeri yang menyebar pada payudara, 4) Nyeri tekan yang terjadi saat menstruasi. b. Gejala lanjut : 1) Meningkatnya penggunaan mammografi, 2) Tidak mempunyai gejala, 3) Tidak mempunyai benjolan yang tidak dapat diraba, 3) Lesi abnormal dapat terdeteksi pada pemeriksaan mammografi. 4. Patofisiologi Menurut Indrati, R. (2005) Menunjukkan bahwa diperkirakan 15% sampai dengan 20% kanker payudara dihubungkan dengan adanya riwayat pada keluarga. Keluarga yang memiliki gen BRCA1 yang diturunkan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih besar. Sel payudara normal kadang-kadang dapat mengalami abnormal. Perubahan ini dapat datang sebagai benjolan, penebalan atau klasifikasi pada mammogram. Perubahan ini dapat dilihat di bawah mikroskop jika biopsi dilakukan. Sel pembuluh payudara yang terlalu aktif dan muncul tidak biasa mungkin menggambarkan suatu jenis kanker. 25 Tumor dengan segala ukuran disertai dengan adanya perlekatan pada dinding thoraks atau kulit. Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi pada kulit, atau adanya nodul satelit pada payudara. Menurut Rasjidi (2009), tidak ada metastasis pada kelenjar limfe. a. Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral, bersifat mobile, b. Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral tidak bisa digerakkan, c. Metastasis pada kelenjar limfe infraclavicular, mengenai kelenjar mammae internal atau kelenjar limfe supraclavicular. 5. Klasifikasi Kanker Payudara a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi (Rasjidi 2009) Sistem Tumor Nodus Metastasis (TNM) dipublikasikan untuk mengklasifikasikan kanker berdasarkan pada morfologi tumor yang akan menentukan prognosis yaitu ukuran dari tumor (T), ada atau tidaknya keterlibatan kelenjar limfe (N) dan adanya metastasis (M). b. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis (Rasjidi, 2009): 1) Stadium 0 : Tahap sel kanker payudara tetap di dalam kelenjar payudara, tanpa invasi ke dalam jaringan payudara normal yang berdekatan. 2) Stadium I : Benjolan kanker tidak melebihi dari 2 cm dan tidak menyebar keluar dari payudara. Perawatan sistematis akan diberikan pada kanker stadium ini, tujuannya adalah agar sel kanker tidak menyebar dan tidak berlanjutan. 3) Stadium II A : Tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel-sel kanker ditemukan di kelenjar getah bening ketiak, atau tumor dengan ukuran 2 cm atau kurang dan telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak, atau tumor yang lebih besar dari 2 cm tapi tidak lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak. 4) Stadium II B : Tumor lebih besar dari 2 cm, tetapi tidak ada yang lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak, atau tumor yang lebih besar dari 5 cm tapi belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak. Stadium ini perlu dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel 26 kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran dan setelah operasi perlu dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. 5) Stadium III A : Tidak ditemukan tumor di payudara. Kanker ditemukan di kelenjar getah bening ketiak yang melekat bersama atau dengan struktur lainnya, atau kanker ditemukan di kelenjar getah bening di dekat tulang dada, atau tumor dengan ukuran berapapun dimana kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak, terjadi perlekatan dengan struktur lainnya. 6) Stadium III B : Kanker sudah menyusup ke luar dari bagian payudara yaitu ke kulit, dinding dada, tulang rusuk dan otot dada. Perlu dilakukan pengangkatan payudara pada stadium ini. 7) Stadium IV :Sel-sel kanker sudah mulai menyerang bagian tubuh lainnya seperti tulang, paru-paru, hati, otak, kulit dan kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah pengangkatan payudara. D. Konsep Teori Kemoterapi 1. Definisi Kemoterapi Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti radiasi atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007). Terapi pembedahan dilakukan pada kanker payudara stadium awal. Kombinasi radiasi dan kemoterapi digunakan pada pasien dengan penyakit yang telah lanjut dan mereka yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk pembedahan (Heffner & Schust, 2008). Berbeda dengan terapi radiasi dan pembedahan, kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan obat-obatan atau hormon. Kemoterapi dapat digunakan dengan efektif pada penyakit-penyakit baik yang diseminata (menyebar) maupun yang masih terlokalisasi (Rasjidi, 2007). 27 2. Tujuan Penggunaan Kemoterapi Menurut Rasjidi (2007), tujuan kemoterapi adalah : a. Terapi adjuvan : kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase. b. Terapi noadjuvan : kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi. c. Kemoterapi primer : digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinan kecil untuk diobati dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol gejalanya. d. Kemoterapi induksi : digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya. e. Kemoterapi kombinasi : menggunakan 2 (dua) atau lebih agen kemoterapi. 3. Cara Pemberian Kemoterapi a. Pemberian per oral Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral, diantaranya adalah chlorambucil dan etoposide (VP-16) b. Pemberian secara intra muskular Pemberian dengan cara ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali berturut-turut yang dapat diberikan secara intra muskular antara lain bleomicin dan methotrexate. c. Pemberian secara intevena Pemberian secara intravena dapa dengan bolus perlahan-lahan atau diberikan secara infus (drip). Cara ini merupakan cara pemberian kemoterapi yang paling umum dan banyak digunakan. 28 d. Pemberian secara intra arteri Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang cukup banyak, antara lain alat radiologi diagnostik, mesin atau alat filter, serta memerlukan keterampilan tersendiri. e. Pemberian secara intraperitoneal Cara ini juga jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus (kateter intraperitoneal) serta kelengkapan kamar operasi karena pemasangan perlu narkose. Pemberian kemoterapi intraperitoneal diindikasikan dan disyaratkan pada minimal tumor residu pada kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan membandingkan pemberian kemoterapi secara intravena dan peritoneum. Keduanya tidak berbeda baik dalam hal respons, survival, maupun toksisistasnya (Rasjidi, 2007). 4. Cara Kerja Kemoterapi Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel yang yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel yang lain akan mati. Sel yang abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak terkontrol, yang pada akhirnya akan terjadi suatu massa yang dikenal sebagai tumor. Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap yaitu: 1) fase GO, dikenal juga sebagai fase istirahat. Ketika ada sinyal untuk berkembang, sel ini akan memasuki fase GI, 2) fase GI, pada fase ini sel siap untuk membelah diri yang diperantarai oleh beberapa protein penting untuk bereproduksi. Fase ini berlangsung 18-30 jam, 3) fase S, disebut sebagai fase sintesis. Pada fase ini DNA sel akan di kopi. Fase ini berlangsung 18-20 jam, 4) fase G2, sintesis protein terus berlanjut. Fase ini berlangsung 2-10 jam, 5) fase M. Sel dibagi menjadi 2 sel baru. Fase ini berlangsung 30-60 menit. 29 Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi mempunyai target dan efek merusak yang berbeda bergantung pada siklus selnya. Obat kemoterapi aktif pada saat sel sedang bereproduksi (bukan pada fase GO), sehingga sel tumor yang aktif merupakan target utama dari kemoterapi. Namun, oleh karena sel yang sehat juga bereproduksi, maka tidak tertutup kemungkinan mereka juga akan terpengaruh oleh kemoterapi yang akan muncul sebagai efek samping obat (Rasjidi, 2007). 5. Penggolongan Kemoterapi Pada Kanker Genokologi Menurut Rasjidi (2007), kemoterapi pada kanker genokologi digolongkan atas 6 jenis, yaitu: a. Golongan alkylating agent Golongan alkylating agent bekerja sebagai pembunuh sel melalui beberapa mekanisme yang dapat terjadi, antara lain depurination, double-stranded & singel stranded breaks, interstand & intra-stand cross-link, gangguan replikasi DNA, dan gangguan transkripsi. Karena bekerja pada DNA, alkylating agent menyebabkan terjadinya gangguan formasi atau kode molekul DNA. Akibatnya sel yang terpapar dapat mengalami kematian atau masuk dalam proses mutagenesis atau karsinogenesis. Dengan demikian efek samping dari pemberian obat ini dapat menimbulkan risiko untuk terjadinya keganasan lain. Efek karsinogenesis setelah pemberian alkylating agent dapat terjadi pada sel sumsum tulang. Acute myelcytic leukemia dapat terjadi 5-10 tahun setelah pemberian dan resikonya antara 5-10%. Yang termasuk dalam golongan ini antara lain nitrogen mustard, melphalan, chlorambucil, cyclophospamid, dan ifosfamide. b. Golongan platinum Platinum akan berikatan dengan guanine pada N-7 rantai DNA sehingga menyebabkan terjadinya interstrand DNA cross-links. Platinum sangat aktif pada GI, tetapi juga dapat aktif pada siklus sel lainnya. Platinum mempunyai 30 efek samping pada ginjal. Oleh karena itu, untuk mencegah/mengurangi efek itu, sebelum pemberian obat ini diperlukan hidrasi yang cukup. c. Golongan taxanes Golongan taxanes pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963, dan merupakan ekstrak dari taxus brevifolia. Taxane akan mengikat microtubule dan menghambat depolimerisasi microtubule. Di Indonesia sampai saat ini baru ada 2 preparat taxane yang tersedia yaitu paclitaxel dan docetaxel. d. Golongan analog asam folat Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim dihydrofolate reductase (DHFR). Yang termasuk golongan ini antara lain methotrexate (MTX). e. Golongan analog pirmidine Bekerja menghambat messenger RNA dan ribosom RNA, menyebabkan gangguan transkripsi RNA, serta menyebabkan pelepasan thymidine. Dengan cara ini, maka golongan ini dapat bekerja pada beberapa siklus sel tetapi yang terutama adalah pada fase S. Yang termasuk golongan ini antara lain 5fluorouracil (5-FU), sytarabine (Ara-C) dan Gemcitabine. f. Golongan antibiotik Golongan obat ini bekerja menurut beberapa cara. Yang termasuk dalam golongan antibiotik ini antara lain : 1) Doxorubicin. Obat ini bekerja dengan menghambat replikasi DNA, transkripsi RNA dan menyebabkan gangguan replikasi DNA. Golongan ini bekerja pada semua siklus sel, terutama pada S dan G2. 2) Actinomycin D. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis DNA dan RNA, bekerja terutama pada fase GI dan S. 3) Vinca alkaloid. Obat ini bekerja dengan mengikat tubulin sehingga mencegah terjadinya polimerisasi membentuk mikrotubulin. Golongan ini bersifat neurotoksik, yang bermanifestasi berupa penurunan refleks tendon, 31 parastesia, kelemahan motorik, gangguan fungsi saraf kranial, dan pada keadaan berat dapat terjadi ileus paralitik. Yang termasuk golongan ini antara lain vincristine, vinblastine dan vinorelbine. 4) Golongan podophillotiksin. Golongan ini bekerja merusak rantai DNA melalui interaksi dengan topoisomerase II. Efek samping berupa hipotensi dapat terjadi bila diberikan secara intavena cepat. Yang termasuk golongan ini adalah etopuside (VP-16). 5) Mitomycin C. Bekerja terutama pada fase GI dan S. Efek samping yang terutama adalah mielosupresi. 6. Toksisitas Kemoterapi Menurut Smeltzer & Bare (2002) efek toksisitas dari kemoterapi pada organ tubuh adalah: a. Sistem gastrointestinal, mual dan muntah yang terjadi menetap hingga 24 jam setelah pemberian obat b. Sistem hematopoietik Agen kemoteraupetik mendepresi fungsi sumsum tulang, yang mengakibatkan menurunnya produksi sel-sel darah baik sel-sel darah merah (anemia), leukosit (leukopeni), trombosit (trombositopenia) dan meningkatkan resiko infeksi dan perdarahan. c. Sistem ginjal Agen kemoteraupetik dapat merusak ginjal karena efek langsungnya selama ekskresi dan akumulasi produk akhir setelah lisis sel. Lisis sel tumor dengan cepat setelah kemoterapi mengakibatkan meningkatnya ekskresi asam urat, yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal. d. Sistem kardiopulmonal Antibiotik antitumor menyebabkan toksisitas jantung kumulatif yang irreversibel dan efek toksik pada fungsi paru. 32 e. Sistem reproduksi Fungsi testis dan ovarium dapat dipengaruhi oleh preparat kemoteraupetik, yang mengakibatkan kemungkinan sterilitas. Pada perempuan dapat terjadi menoupause dini atau sterilitas permanen. Jika dilihat dari gejala klinik kanker serviks pada stadium lanjut seperti keputihan yang gatal dan berbau busuk, pendarahan kontak, pendarahan spontan dan nyeri yang hebat, maka penyakit ini mengganggu fungsi seksual. Hal ini sangat ditakuti oleh kaum perempuan karena perubahan fungsi seksual merupakan perubahan yang sangat berarti bagi seorang perempuan dikaitkan dengan fungsi dan perannya dalam keluarga yaitu sebagai seorang istri dan ibu. f. Sistem neurologis Dapat menyebabkan kerusakan neurologis seperti neuropati perifer, kehilangan refleks tendon profunda. Efek samping ini bersifat reversibel, menghilang setelah selesainya kemoterapi. E. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali, serta mengancam nyawa individu penderitanya (Baradero, 2007). Pasien yang menderita kanker payudara mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut bukan hanya perubahan fisik saja tetapi juga berisiko mengalami perubahan-perubahan terhadap harga dirinya (Hartati, 2008). Dukungan keluarga khususnya suami dapat memberikan rasa aman, nyaman, perasaan dihargai, diperhatikan dan dicintai. Dan besarnya dukungan keluarga diperlukan untuk membantu menerima reaksi emosional yang terjadi pada pasien agar siap menerima keadaan dirinya dan menghadapi kenyataan saat ini, sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kecemasan pasien (Smeltzer and Bare, 2001). 33 Hasil penelitian Utami (2013) ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan kemoterapi pasien kanker serviks dibuktikan dengan nilai z hitung (4,63) > z tabel (1,96) atau nilai p=0,000 < 0,05. Sehingga ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan kemoterapi pada pasien kanker payudara Menurut Mckkay dalam Saragih (2010) dukungan keluarga meliputi mekanisme dukungan nyata berupa finansial, emosional dan pengalihan rasa sakit dimana bentuk partisipasi berupa memberikan spiritual, memberikan rasa humor agar klien merasa rileks dan tidak tertekan. Dukungan keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar demi berjalannya pengobatan kemoterapi dengan adanya paartisipasi keluarga yang timbul secara spontan maka klien dapat dengan mudah tanpa beban untuk menjalani kemoterapi. F. Kerangka Konsep Skema 2.1. Kerangka Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Tingkat Kecemasan Pada Dukungan Keluarga Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi 34 G. Hipotesis Penelitian Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2014.