efektivitas biofilter tanaman air terhadap

advertisement
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
EFEKTIVITAS BIOFILTER TANAMAN AIR TERHADAP
PENGOLAHAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN
DENGAN SISTEM RESIRKULASI
Devi Dwiyanti S dan Bambang Gunadi
ABSTRAK
Peningkatan produksi budidaya ikan melalui intensifikasi harus dikembangkan
karena kebutuhan akan konsumsi ikan semakin hari mengalami peningkatan.
Kegiatan budidaya ikan secara intensif dengan system resirkulasi selain
memberikan manfaat bagi peningkatan produksi perikanan juga menimbulkan
efek atau dampak terhadap lingkungan dalam hal ini terhadap kualitas air, yaitu
berupa air limbah buangan produksi budidaya ikan yang berasal dari pakan yang
diberikan dan limbah kotoran ikan. Berdasarkan karakteristik buangan atau
limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya, maka upaya pengolahan limbah
dari kegiatan budidaya ikan tersebut dapat dilakukan secara biologi dengan
memanfaatkan tanaman atau hewan yang terdapat di alam sebagai biofilter.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan
tanaman air lemna, hydrilla, kangkung, dan genjer terhadap efektivitas penurunan
kadar parameter pencemar pada berbagai waktu retensi serta membandingkan
tingkat efektivitas tanaman air tersebut dalam mereduksi parameter pencemar.
Air limbah budidaya ikan dialirkan ke dalam bak biofilter yang didalamnya
terdapat populasi tanaman air tersebut. Pengamatan dan analisis terhadap
parameter pencemar meliputi NH3, NO3, NO2, dan PO4 dilakukan sebelum dan
setelah melalui bak biofilter dengan interval waktu pengamatan 2 hari sampai
dengan 8 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah 8 hari pengamatan,
efektivitas penurunan parameter NH3, NO3, dan NO2 terbesar adalah pada
penggunaan tanaman air genjer dengan nilai efektivitas 25,59%, 27,29%, dan
26,73%, sedangkan untuk parameter PO4 efektivitas terbesar adalah penggunaan
tanaman air hydrilla yaitu 24,39%.
Kata Kunci: Limbah Budidaya Ikan, Biofilter, Resirkulasi
ABSTRACT
The increasing of aquaculture product through the intensification system must be
developed because the freshwater fish consumption has been increased. The
intensive system of aquaculture by recirculation system was useful for increasing
the freshwater fish production and also give an impact to the environment, such
as water quality, namely wastewater that was produced from food supply and
feses. Based on the wastewater of aquaculture characteristics, the treatment of
this activity can be done by biological treatment by using flora as a biofilter. The
1
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
purpose of this research are to understand the biofilter (lemna, hydrilla,
kangkung and genjer) influence on removal effectivity of pollutant concentration
and to compare the biofilter influence. The wastewater of aquaculture was
passed through the biofilter system. The observation and analysis of NH3, NO3,
NO2, and PO4 conducted when the wastewater passed through before and after the
biofilter system with retention time of 2 days until 8 days. The result of this
research showed that the highest removal effectivity of NH3, NO3, and NO2 are
genjer (25,59%, 27,29%, and 26,73%0, meanwhile the highest removal effectivity
of PO4 is hydrilla (24,39%).
Keywords: Aquaculture wastewater, Biofilter, Recirculation
1. Pendahuluan
Kebutuhan akan konsumsi ikan semakin hari mengalami peningkatan,
sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan produksi perikanan. Salah
satu upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya.
Pola pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi, intensifikasi,
dan diversifikasi. Peningkatan produksi perikanan darat melalui budidaya
dapat diarahkan pada pengembangan tambak dan kolam. Budidaya ikan di
kolam telah lama diusahakan, tetapi peningkatan produksi budidaya ikan
melalui intensifikasi harus dikembangkan terutama melalui sistem resirkulasi
mengingat ketersediaan sumberdaya air akan semakin terbatas di masa yang
akan datang. Di lain pihak isu konservasi lingkungan akan semakin mencuat.
Penerapan sistem resirkulasi untuk budidaya ikan di kolam belum banyak
dilakukan. Kegiatan budidaya ikan secara intensif dengan sistem resirkulasi
selain memberikan manfaat bagi peningkatan produksi perikanan juga
menimbulkan efek atau dampak terhadap lingkungan dalam hal ini terhadap
kualitas air, yaitu berupa air limbah buangan produksi budidaya ikan yang
berasal dari pakan yang diberikan dan limbah kotoran ikan.
Menurut Pillay (1992) jumlah dan komposisi limbah dari kolam budidaya ikan
dipengaruhi oleh kepadatan ikan yang dipelihara, kualitas dan jumlah pakan
2
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
yang diberikan serta waktu retensi air di kolam budidaya ikan tersebut.
Padatan terlarut (dissolved solids) dan nutrien terlarut (dissolved nutrien)
terutama nitrogen dan fosfor merupakan faktor utama yang menentukan
kualitas limbah yang dibuang ke perairan sekitar. Schwartz dan Boyd (1994)
melaporkan bahwa pengurasan pada saat panen kolam produksi ikan lele
(channel catfish) seluas 1 ha dan kedalaman rata-rata 1,5 m menghasilkan
kandungan limbah dengan komposisi yaitu padatan terlarut total sebanyak
5400 kg, endapan padatan sebanyak 39 m3, nitrogen Kjeldhal sebanyak 78,7
kg, nitrogen ammonia total sebanyak 17,7 kg, nitrogen-nitrat sebanyak 0,8 kg,
nitrogen-nitrit sebanyak 0,5 kg, fosfor total sebanyak 12,1 kg, dan BOD
sebanyak 448 kg. Hakanson et al. (1988) dalam Pillay (1992) menghitung
limbah yang dihasilkan dari proses produksi 1 kg ikan terdiri dari 1869 kcal
energi, 577 g BOD, 90,4 g nitrogen, dan 10,5 g fosfor. Berdasarkan hal
tersebut, maka diperlukan pengolahan limbah dari kegiatan budidaya ikan
untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan untuk menunjang kegiatan
budidaya ikan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Berdasarkan karakteristik buangan atau limbah yang dihasilkan dari kegiatan
budidaya, maka upaya pengolahan limbah dari kegiatan budidaya ikan
tersebut dapat dilakukan secara biologi dengan memanfaatkan tanaman atau
hewan yang terdapat di alam.
Proses pengolahan bahan organic yang
didegradasi secara biologi menjadi senyawa lain seperti CO2, metan, air,
garam anorganik, biomassa, dan hasil samping yang lebih sederhana dari
senyawa semula disebut bioremediasi.
Proses ini didasarkan pada siklus
karbon dimana bentuk senyawa organik dan anorganik didaur ulang melalui
reaksi oksidasi dan reduksi. Bioremediasi dapat dilakukan langsung pada
lingkungan tercemar (in situ) dimana berperan mikroflora dan biota lain yang
ada pada lingkungan tersebut. Sedangkan proses yang lain adalah dilakukan
di luar lingkungan tercemar atau membuat lingkungan baru berupa bioreactor
yang dikondisikan (eks situ) dengan menggunakan inokulan yang dapat
mendegradasi polutan organik.
Bioremediasi tidak hanya terbatas pada
3
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
pemanfaatan aktivitas mikroorganisme, tetapi juga menggunakan tanaman
(fitoremediasi) maupun hewan (zooremediasi) dalam mendegradasi maupun
mengabsorpsi polutan.
Secara tradisional tanaman telah lama digunakan untuk proses penjernihan air.
Mekanisme yang umum terjadi adalah proses koagulasi dengan menggunakan
ekstrak tanaman yang bersifat koagulan seperti ekstrak biji dan bagian
tanaman tertentu. Banyak tanaman air yang mempunyai kapasitas penyerapan
logam berat yang tinggi, seperti contohnya tanaman air Ceratophyllum
demersum L. yang mampu mengakumulasi kadmium sebanyak 10 mg/L
(Ornes & Sajwan, 1993). Di Indonesia, eceng gondok (Eichhornia crassipes)
telah lama digunakan untuk pengolahan air limbah secara tradisional dan
bahkan proses pencucian limbah terjadi secara alamiah di hulu sungai.
Beberapa tanaman air lainnya seperti kapu-kapu (Pistia stratiotes) dan
kiambang (Salvinia natans) mempunyai potensi besar untuk pengolahan
limbah.
2. Metodologi
Penelitian dilakukan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya
Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) Sukamandi.
Penelitian ini dilakukan
dengan metode eksperimental untuk membandingkan tingkat efektivitas
penggunaan biofilter tanaman air dalam mereduksi parameter pencemar
dengan berbagai variasi waktu retensi.
Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan tanaman air Lemna, Hydrilla,
Kangkung, dan Genjer sebagai biofilter untuk mengolah air limbah budidaya
ikan.
Air limbah budidaya ikan dialirkan ke dalam bak biofilter yang
didalamnya terdapat populasi tanaman air tersebut. Pengamatan dan analisis
terhadap parameter pencemar meliputi NH3, NO3, NO2, dan PO4 dilakukan
sebelum dan setelah melalui bak biofilter dengan interval waktu pengamatan 2
hari sampai dengan 8 hari.
4
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian penggunaan tanaman air sebagai biofilter terhadap reduksi
konsentrasi parameter NH3, NO2, NO3, dan PO4 sebelum dan sesudah
perlakuan pada berbagai variasi jenis tanaman air dan waktu retensi,
menunjukkan adanya penurunan konsentrasi seperti terlihat pada Tabel 1,
Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4.
Grafik pada Gambar 1 menunjukkan
efektivitas penurunan konsentrasi NH3. Jika dibandingkan nilai efektivitas
pada setiap jenis tanaman air dan variasi waktu retensi, maka nilai efektivitas
penurunan NH3 terbesar adalah pada penggunaan tanaman air genjer dengan
nilai 25,59% pada waktu retensi 8 hari.
Tabel 1.
Konsentrasi NH3 pada Berbagai Variasi Tanaman Air dan Waktu
Retensi
Waktu Retensi
(Hari)
0
2
3
4
5
6
7
8
Tabel 2.
Lemna
1.082
1.00
0.955
0.906
0.886
0.865
0.832
0.822
Konsentrasi NH3
Hydrilla
Kangkung
1.095
1.012
0.992
0.965
0.970
0.945
0.887
0.912
0.954
0.853
0.876
0.866
0.861
0.806
0.843
0.773
Genjer
1.054
0.967
0.912
0.894
0.855
0.813
0.807
0.784
Konsentrasi NO2 pada Berbagai Variasi Tanaman Air dan Waktu
Retensi
Waktu Retensi
(Hari)
0
2
3
4
5
6
7
8
Lemna
0.553
0.532
0.505
0.468
0.456
0.450
0.434
0.421
Konsentrasi NO2
Hydrilla
Kangkung
0.576
0.654
0.556
0.613
0.532
0.565
0.476
5.333
0.496
0.545
0.492
0.522
0.469
0.514
0.451
0.497
Genjer
0.490
0.455
0.424
0.399
0.387
0.376
0.365
0.359
5
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
GRAFIK % REMOVAL NH3
30
% Removal
25
20
15
10
5
0
2
3
LEMNA
Gambar 1.
4
5
6
Waktu Retensi (Hari)
HYDRILLA
7
KANGKUNG
8
GENJER
Grafik Persentase Reduksi Konsentrasi NH3 pada Berbagai Jenis
Tanaman Air dan Variasi Waktu Retensi
Grafik pada Gambar 2 menunjukkan efektivitas penurunan konsentrasi NO2
oleh setiap jenis tanaman air, dan nilai efektivitas penurunan terbesar adalah
pada penggunaan tanaman air genjer dengan nilai 26,73% pada waktu retensi
8 hari.
GRAFIK % REMOVAL NO2
30
% Removal
25
20
15
10
5
0
2
3
LEMNA
4
5
6
Waktu Retensi (Hari)
HYDRILLA
KANGKUNG
7
8
GENJER
Gambar 2. Grafik Persentase Reduksi Konsentrasi NO2 pada Berbagai Jenis
Tanaman Air dan Variasi Waktu Retensi
6
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
Grafik pada Gambar 3 menunjukkan efektivitas penurunan konsentrasi, NO3
dan nilai efektivitas penurunan konsentrasi NO3 terbesar adalah pada
penggunaan tanaman air genjer dengan nilai persentase 27,29% pada waktu
retensi 8 hari.
Tabel 3.
Konsentrasi NO3 pada Berbagai Variasi Tanaman Air dan Waktu
Retensi
Waktu Retensi
(Hari)
0
2
3
4
5
6
7
8
Konsentrasi NO3
Hydrilla
Kangkung
0.504
0.446
0.467
0.421
0.441
0.407
0.428
0.395
0.418
0.354
0.399
0.362
0.388
0.350
0.373
0.329
Lemna
0.468
0.430
0.410
0.415
0.392
0.369
0.354
0.341
Genjer
0.452
0.410
0.387
0.380
0.366
0.347
0.336
0.329
GRAFIK % REMOVAL NO3
30
% Removal
25
20
15
10
5
0
2
3
4
5
6
7
8
Waktu Retensi (Hari)
LEMNA
Gambar 3.
HYDRILLA
KANGKUNG
GENJER
Grafik Persentase Reduksi Konsentrasi NO3 pada Berbagai Jenis
Tanaman Air dan Variasi Waktu Retensi
Grafik pada Gambar 4 menunjukkan efektivitas penurunan konsentrasi, PO4
dan nilai efektivitas penurunan konsentrasi PO4 terbesar adalah pada
penggunaan tanaman air hydrilla dengan nilai 24,39% pada waktu retensi 8
hari.
7
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
Tabel 4.
Konsentrasi PO4 pada Berbagai Variasi Tanaman Air dan Waktu
Retensi
Waktu Retensi
(Hari)
0
2
3
4
5
6
7
8
Konsentrasi PO4
Hydrilla
Kangkung
0.380
0.440
0.340
0.388
0.310
0.368
0.317
0.361
0.297
0.349
0.302
0.356
0.290
0.345
0.287
0.335
Lemna
0.495
0.468
0.447
0.458
0.431
0.442
0.421
0.402
Genjer
0.409
0.357
0.344
0.341
0.330
0.338
0.321
0.311
GRAFIK % REMOVAL PO4
30
% Removal
25
20
15
10
5
0
2
3
LEMNA
Gambar 4.
4
5
6
Waktu Retensi (Hari)
HYDRILLA
KANGKUNG
7
8
GENJER
Grafik Persentase Reduksi Konsentrasi PO4 pada Berbagai Jenis
Tanaman Air dan Variasi Waktu Retensi
Berdasarkan data pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4 menunjukkan
penurunan konsentrasi parameter pencemar yang tidak signifikan.
Tetapi
dengan hasil tersebut menunjukkan adanya kemampuan tanaman sebagai
biofilter.
Berdasarkan data hasil penelitian pengaruh perlakuan penggunaan
biofilter tanaman air (lemna, hydrilla, kangkung, dan genjer) dalam berbagai
variasi waktu retensi terhadap parameter NH3, NO3, NO2, dan PO4 terlihat
adanya fluktuasi penurunan nilai konsentrasi parameter tersebut pada masingmasing pengamatan. Seperti adanya kenaikan konsentrasi pada penggunaan
hydrilla pada waktu retensi 5 hari dan kangkung pada waktu retensi 6 hari.
Kenaikan konsentrasi NO2 terjadi pada penggunaan hydrilla pada waktu
8
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
retensi 5 hari dan kangkung pada waktu retensi 5 hari. Kenaikan konsentrasi
NO3 terjadi pada penggunaan lemna pada waktu retensi 4 hari dan kangkung
pada waktu retensi 6 hari. Kenaikan konsentrasi PO4 terjadi pada penggunaan
lemna pada waktu retensi 4 hari dan 6 hari, hydrilla pada waktu retensi 4 hari
dan 7 hari, kangkung pada waktu retensi 6 hari, dan genjer pada waktu retensi
6 hari. Berdasarkan hasil pengamatan efektivitas penurunan parameter
pencemar tersebut rata-rata nilai efektivitas tertinggi dicapai pada waktu
retensi 8 hari.
Fenomena terjadinya fluktuasi kenaikan dan penurunan konsentrasi dapat
terjadi karena pada penggunaan tanaman air sebagai biofilter merupakan
proses pengolahan secara biologi yang didasarkan pada proses metabolisme
tanaman air tersebut. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tanaman air mempunyai
kemampuan untuk menyerap bahan organik atau logam.
penyerapan polutan oleh tanaman air
Pada proses
terjadi proses metabolisme yang
kemungkinan hasil dari metabolisme tersebut dapat meningkatkan konsentrasi
polutan seperti NH3, NO2, NO3 ataupun PO4.
Hal lain yang dapat dijelaskan pada proses ini adalah selain kemampuan
tanaman
sebagai
biofilter
penyerapan
polutan,
juga
adanya
peran
mikroorganisme alami yang terdapat pada perairan. Secara tidak langsung
mikroorganisme alami seperti protozoa, bakteri, fungi atau virus yang terdapat
di perairan turut berperan dalam proses pengolahan polutan tersebut, karena
adanya kemampuan dari mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik
pada perairan yang tercemar. Genus Lactobacillus mempunyai kemampuan
melakukan fermentasi dan meningkatkan dekomposisi bahan organik
menghasilkan asam laktat, gula alkohol, asam amino, dan gas metan,
sedangkan ragi (yeast) mampu menghasilkan berbagai enzim dan hormon
sebagai senyawa bioaktif (Priyadi, 1997).
Bentuk hubungan antara
mikroorganisme tersebut dapat berupa hubungan simbiosis atau antibiosis
(Suriawiria, 1990).
Hasil penelitian yang menunjukkan nilai efektivitas
9
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
penurunan parameter pencemar yang masih rendah, hal ini kemungkinan dapat
disebabkan karena adanya keterbatasan tanaman dalam penyerapan polutan
pada
konsentrasi
tertentu
sehingga
diperlukan
adanya
pengolahan
pendahuluan untuk meringankan beban pengolahan biologi oleh tanaman.
Sehingga dengan adanya pengolahan pendahuluan yang berupa pengolahan
fisik diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penurunan polutan.
4. Kesimpulan
Tanaman air mempunyai kemampuan untuk menyerap NH3, NO2, NO3
ataupun PO4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah 8 hari pengamatan,
efektivitas penurunan parameter NH3, NO3, dan NO2 terbesar adalah pada
penggunaan tanaman air genjer dengan nilai efektivitas 25,59%, 27,29%, dan
26,73%, sedangkan untuk parameter PO4 efektivitas terbesar adalah
penggunaan tanaman air hydrilla yaitu 24,39%.
5. Saran
1. Mengingat masih rendahnya tingkat penyisihan parameter pencemar, maka
disarankan untuk melakukan pre-treatment dalam bentuk filtrasi fisik
untuk meringankan beban pengolahan secara biologi.
2. Untuk mereduksi terbawanya partikulat/sedimen pada dasar kolam,
sebaiknya ditinjau kembali penempatan pompa sirkulasi yang tidak terlalu
dekat dengan dasar kolam.
3. Perlu dilakukan studi lanjut tentang rasio antara jumlah/kepadatan biofilter
dan volume air uji.
10
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
6. Daftar Pustaka
Ahmad, T. 1999. Pemanfaatan Mangrove sebagai Biofilter dan Bioremediator
Budidaya Udang. Makalah disampaikan dalam rapat Kerja Teknis dan
Pembahasan Hasil-hasil Penelitian T.A. 1998/1999. Balai Penelitian
Perikanan Pantai. Wisma Kinasih Gemilang, Bogor 16-17 Maret 1999.
16 hal.
Citroreksoko, P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Prosiding Pelatihan dan
Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan.
BPPT-LIPI-Hanns Seidel Foundation (HSF) Jerman.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Hindarko, S. 2003. Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang
Lain. Edisi Pertama. Penerbit ESHA. Jakarta.
Pillay, T.V.R. 1992. Aquaculture and The Environment. Fishing News Book.
England. 189p.
Priyadi, A., Sularto, dan Sudarto. 1995. Penelitian Pemantapan Mutu Benih
Ikan Nila Gift Melalui Pemijahan dan Pembenihan dalam Air
Resirkulasi. Pros. Sem. Hasil Pen. Perik. Air Tawar 1993/1994.
Balitkanwar, Sukamandi. Hal: 173-178.
Schwartz, M.F. and Boyd, C.E. 1994. Effluent Quality During harvest of
Channel Catfish from Watershed Ponds. Prog. Fish-Cult. 56: 25-32.
Subagja, J. dan O. Komarudin. 1994. Pematangan Gonad Ikan Botia (Botia
macracanthus) dalam Sistem Resirkulasi. Pros. Sem. Hasil Pen. Perik.
Air Tawar 1992/1993. Balikanwar, Sukamandi. Hal: 248-252.
Subandiah, S., O. Komarudin, P. Yuliati, J. Subagja, dan F.D. Arianti. 1995.
Penelitian Kemampuan Penampungan pada Air Resirkulasi untuk
Botia. Pros. Sem. Hasil Pen. Perik. Air Tawar 1993/1994. Balikanwar,
Sukamandi. Hal: 82-85.
Subroto, M.A. 1996. Fitoremediasi. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya
Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. BPPT-LIPIHanns Seidel Foundation (HSF) Jerman.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Lingkungan. Cetakan Pertama. UMM Press.
Malang.
11
Seminar Nasional Limnologi 2006
Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
12
Download