KONSUMSI PANGAN DAN SERAT MAKANAN, SERTA STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN WANITA HAMIL DI KOTA BOGOR FITRIYANI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 ABSTRACT FITRIYANI. Food and Dietary Fiber Consumption, and Nutritional Status and Health Status of Pregnant Women in Bogor City. Under Direction of SITI MADANIJAH. The objective of this study was to determine food and dietary fiber consumption, as well as nutritional status and health status of pregnant women in Bogor city. The design of this study was a cross-sectional, and used secondary data from the study "Study on Nutritional Status and Food Pattern of Pre Pregnant (at child-bearing age), Pregnant and Lactating Mothers" by SEAFAST Center, Bogor Agricultural University "on November 2010 until Februari 2011. The study location is taken from the six districts in the city of Bogor. Number of samples in this study were as many as 203 pregnant women. The study showed the total food consumption is not much different between sample in quintile-2 (2240.3 g), quintile-3 (2310.2 g), and quintile-4 (2496.3 g) per day. Mostly fiber intake less than the recommended amount (19-30 g), both in quintile-2 (8.83 g), quintile-3 (8.92 g), and quintile-4 (10.55 g) per day. Mostly nutritional status is normal, both in quintile-2 (80.9%), quintile-3 (79.1%), and quintile-4 (83.8%). The health status sample, slightly constipated, both in quintile-2 (19.1%), quintile-3 (23.9%), and quintile-4 (26.5%). Key words: Food consumption, dietary fiber, intake Energy, Protein, and fiber pregnant women ABSTRAK FITRIYANI. Konsumsi Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan Status Kesehatan Wanita Hamil di Kota Bogor. Dibawah bimbingan SITI MADANIJAH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan dan serat makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil di kota Bogor. Desain penelitian cross sectional study, menggunakan data sekunder dari penelitian “Study on Nutritional Status and Food Pattern of Pre Pregnant (at child-bearing age), Pregnant and Lactating Mothers” yang dilakukan SEAFAST Center, IPB” pada November 2010 sampai Februari 2011. Lokasi penelitian di enam kecamatan di kota Bogor. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 203 orang ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan total konsumsi pangan contoh kuintil-2 (2240.3 g), kuintil-3 (2310.2 g), dan kuintil-4 (2496.3 g) per hari. Asupan serat contoh sebagian besar kurang dari jumlah yang dianjurkan (19-30 g ) pada kuintil-2 (8.83 g), kuintil-3 (8.92 g), dan kuintil-4 (10.55 g) per hari. Status gizi contoh sebagian besar normal, pada kuintil-2 (80.9%), kuintil-3 (79.1%), dan kuintil-4 (83.8%). Status kesehatan contoh hanya sedikit yang mengalami konstipasi pada kuintil-2 (19.1%), kuintil-3 (23.9%), dan kuintil-4 (26.5%). Kata kunci: Konsumsi pangan dan serat makanan, asupan Energi, Protein, Serat ibu hamil RINGKASAN FITRIYANI. Konsumsi Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan Status Kesehatan Wanita Hamil di Kota Bogor. Dibawah bimbingan SITI MADANIJAH. Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui konsumsi pangan dan serat makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil di kota Bogor. Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) Mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi keluarga, (2) Mengidentifikasi konsumsi pangan dan serat makanan, (3) Mengidentifikasi asupan energi, protein, dan serat makanan, (4) Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan, (5) Mengidentifikasi tingkat kecukupan energi, protein, dan serat makanan, (6) Menganalisis hubungan karakteristik contoh dan keluarga dengan konsumsi pangan serta serat makanan, (7) Menganalisis hubungan konsumsi pangan dengan status gizi, dan (8) Menganalisis hubungan konsumsi serat makanan dengan status kesehatan pada ibu hamil. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian “Study on Nutritional Status and Food Pattern of Pre Pregnant (at child-bearing age), Pregnant and Lactating Mothers” yang dilakukan SEAFAST Center, IPB” pada November 2010 sampai Februari 2011. Oleh karena itu, desain penelitian ini mengacu pada penelitian tersebut (cross sectional study). Lokasi penelitian di enam kecamatan di kota Bogor dengan jumlah sampel sebanyak 203 orang ibu hamil pada usia 20-40 tahun. Contoh dikelompokkan berdasarkan kriteria kuintil, 68 orang di kuintil-2, 67 orang di kuintil-3, dan 68 orang di kuintil-4. Data yang diperoleh dalam bentuk Recall 2x 24 jam dan FFQ selama 1 minggu. Pengolahan, analisis dan interpretasi data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft office Excel dan SPSS 16.0 for Windows. Asupan serat diperoleh dengan cara mengkonversi jumlah pangan sumber serat kedalam daftar kandungan serat makanan dari USDA National Nutrient Database for Standard Reference tahun 2011. Proporsi usia contoh yang hamil pada usia 20-29 tahun sebesar 57.1%, dan pada usia 30-40 tahun sebesar 42.9%. Sebagian besar pendidikan contoh adalah tamatan SMA/sederajat sebesar 33.5% contoh, begitu juga dengan pendidikan suami 47.3%. Besar keluarga sebagian besar merupakan keluarga dengan jumlah kecil 62.1%. Semakin tinggi sosial ekonomi (kuintil), semakin banyak jumlah pangan yang dikonsumsi contoh. Berturut-turut (kuintil-2, 3,dan 4), 2243.2, 2315.6, 2480.1 g/kap/hari. Asupan energi, protein, dan serat semakin meningkat seiring tingginya sosial ekonomi, walaupun masih kurang dari jumlah yang dianjurkan. Sayuran dan serealia merupakan golongan pangan yang paling besar jumlah sumbangan serat makanan. Tingkat kecukupan energi dan protein sebagian besar defisit tingkat berat berturut-turut energi (54.4%, 53.7%, 38.2%), protein (54.4%, 49.3%, 36.8%). Begitu juga dengan asupan serat, sebagian besar kurang dari kecukupan berturut-turut 95.6%, 92.5%, dan 88.2%. Sebagian besar contoh mempunyai status gizi normal, berturut-turut 80.9%, 79.1%, dan sebesar 83.8%. Status gizi kurang hanya sebagian kecil contoh, paling banyak terdapat pada kuintil-3 (20.9%). Konstipasi dialami oleh sebagian kecil contoh, paling banyak dialami oleh contoh pada kuintil-4 (26.5%). Gangguan kehamilan yang sebagian besar dialami contoh adalah lelah, sering berseni, mual, dan influenza. Berdasarkan analisis terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pendidikan contoh dan pendidikan suami contoh dengan tingkat kecukupan energi dan protein, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan tingkat kecukupan serat. Hubungan besar keluarga dan usia contoh tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan tingkat kecukupan energi, protein, dan serat, kecuali usia contoh dengan tingkat kecukupan protein terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05). Hubungan pendidikan contoh dan pendidikan suami contoh tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan status gizi dan status kesehatan. Besar keluarga juga tidak berhubungan signifikan (p>0.05) dengan status gizi dan status kesehatan contoh. Usia contoh berhubungan signifikan (p<0.05) dengan status kesehatan, namun tidak berhubungan signifikan (p>0.05) dengan status gizi contoh. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05)antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi contoh, begitu juga dengan tingkat kecukupan serat tidak berhubungan signifikan dengan status kesehatan yang berhubungan dengan kejadian konstipasi. Berdasarkan analisis terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara asupan energi dan protein dengan sosial ekonomi. Artinya asupan energi dan protein dapat meningkat dengan semakin tingginya sosial ekonomi. Hampir seluruh golongan pangan berpengaruh (p<0.05) terhadap asupan serat makanan, kecuali minuman. Susu merupakan golongan pangan yang paling berpengaruh terhadap asupan serat makanan. Daging, ikan, telur dan olahannya merupakan pangan yang tidak mengandung serat makanan. Artinya semakin banyak mengonsumsi pangan sumber serat, maka semakin tinggi asupan serat makanan, sehingga kecukupan serat tercukupi. KONSUMSI PANGAN DAN SERAT MAKANAN, SERTA STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN WANITA HAMIL DI KOTA BOGOR FITRIYANI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 Judul : Konsumsi Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan Status Kesehatan Wanita Hamil di Kota Bogor Nama : Fitriyani NIM : I14070113 Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS NIP. 19491130 197603 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001 Tanggal Disetujui : KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrohim.... Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konsumsi Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan Status Kesehatan Wanita Hamil di Kota Bogor”. skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana gizi Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing dan memberikan arahan, serta saran yang sangat membangun untuk penyelesaian skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberi arahan, masukan serta saran yang sangat membangun kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran perbaikan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Kedua orang tua, Papa dan Mama yang selalu sabar menunggu, Adik semata wayang serta keluarga besar yang senantiasa memberi dukungan, dorongan, doa serta semangat kepada penulis. 5. Teman-teman seperantauan yang selalu memberikan semangat, dan motivasi kepada penulis Sri Wahyuningsih, Niswatul Hasanah, Age Indah Pertiwi, Siti komariyah, Rafina, Nanda Danis Swara, Risma Junita, Sri Handayani, Lestari, Dwi Murni Mujayanti, dan yang tak sempat disebutkan satu persatu. 6. Teman-teman Luminaire (Gizi Masyarakat angkatan 44) yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis. 7. Teman-teman Senior Resident, Aslimah, Miya, Wulan, Bayu, dan Majid terimaksih atas dukungannya. 8. Teman-teman Asrama Putri Riau, Kak Titi, Kak sofi, kak Rovan, kak Febri, Mba Mila, Kak Sri, Kak Diana, Dina, Dini, Dani, Hanifah, dan Rina. 9. Serta semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Khususnya bagi penulis dan semua pihak pada umumnya. Bogor, Maret 2013 Penulis RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Siak Sri Indrapura, Provinsi Riau pada tanggal 7 Mei 1990 dari ayah bernama Mukmin S dan ibu Yusrikam. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan adik bernama Suhendri. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 sampai dengan 2001 di SD Negeri 004 Benteng Hulu, Siak, Riau. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1 Siak, Riau dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah umum di SMA Negeri 1 mempura, Riau, dan lulus pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kabupaten Siak Sri Indrapura, Riau. Penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Departemen Gizi Masyarakat, dengan program studi Ilmu Gizi. Selama kuliah penulis pernah aktif pada kepanitiaan Masa Perkenalan Departemen (MPD) dan Masa Perkenalan Fakultas pada tahun 2009 sebagai Penanggung Jawab Kelompok (PJK), Seminar Gizi Nasional (Senzasional) 2010, dan lain-lain. Selain itu penulis juga aktif di Organisasi Daerah (OMDA) Ikatan Keluarga, Pelajar dan Mahasiswa Riau (IKPMR) Bogor, sebagai ketua Asrama Putri Riau Dang Merdu 2010, dan Senior Resident Asrama Putri TPB IPB 20102012. Pada tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan melakukan kuliah kerja profesi (KKP) di Desa Makmur, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Penulis juga pernah mengikuti program Internship Dietetik di Rumah Sakit Kanker Dharmais 2011. Tahun 2011 penulis melakukan penelitian mengenai “Konsumsi Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan Status Kesehatan Wanita Hamil di Kota Bogor” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................................i DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................ii PENDAHULUAN ...............................................................................................1 Latar Belakang............................................................................................1 Tujuan.........................................................................................................3 Hipotesis ................................................................................................... ...3 Kegunaan Penelitian ...................................................................................4 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................5 Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ...........................................................................5 Konsumsi Pangan Ibu Hamil ......................................................................9 Status Gizi dan Berat Badan Selama Kehamilan ........................................11 Serat Makanan ...........................................................................................14 Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga ............................................................19 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................21 METODE PENELITIAN .....................................................................................23 Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................23 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ...........................................................23 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................23 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................24 Definisi Operasional ....................................................................................28 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................30 Karakteristik Individu ...................................................................................30 Karakteristik Keluarga .................................................................................31 Kebiasaan Makan dan Frekuensi Konsumsi Pangan ..................................33 Konsumsi Pangan ......................................................................................35 Asupan Energi, Protein, dan Serat .............................................................36 Tingkat Kecukupan Energi, Protein, dan Serat ...........................................40 Status Gizi .................................................................................................43 Status Kesehatan .......................................................................................43 Hubungan antar Variabel ...........................................................................45 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................48 Kesimpulan ................................................................................................48 Saran .........................................................................................................48 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................49 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Penambahan energi untuk ibu hamil ...................................................6 Tabel 2 Rekomendasi kenaikan berat badan selama kehamilan ................... 12 Tabel 3 Distribusi kenaikan berat badan rata-rata selama kehamilan ............ 12 Tabel 4 Klasifikasi serat makanan ................................................................. 16 Tabel 5 Sumber serat dan khasiatnya ........................................................... 18 Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data ................................................... 24 Tabel 7 Pengkategorian variabel penelitian .................................................. 26 Tabel 8 Sebaran usia contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ................ 30 Tabel 9 Sebaran pendidikan contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ..... 31 Tabel 10 Sebaran besar keluarga contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ......................................................................................... 32 Tabel 11 Sebaran pendidikan suami contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ......................................................................................... 33 Tabel 12 Sebaran kebiasaan dan frekuensi konsumsi berbagai jenis pangan sumber serat contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi .............................................................................. 34 Tabel 13 Rata-rata jumlah konsumsi pangan berdasarkan tingkat sosial ekonomi ............................................................................... 36 Tabel 14 Rata-rata asupan energi berdasarkan tingkat sosial ekonomi ........ 37 Tabel 15 Rata-rata asupan protein berdasarkan tingkat sosial ekonomi ....... 37 Tabel 16 Rata-rata asupan serat berdasarkan tingkat sosial ekonomi .......... 39 Tabel 17 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ............................................................................... 40 Tabel 18 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ............................................................................... 41 Tabel 19 Sebaran tingkat kecukupan serat contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ............................................................................... 42 Tabel 20 Sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ..... 43 Tabel 21 Sebaran status kesehatan contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ......................................................................................... 44 Tabel 22 Sebaran riwayat kesehatan contoh satu bulan terakhir berdasarkan tingkat sosial ekonomi ............................................... 45 i DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran mengenai konsumsi pangan dan serat makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil ............................... 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehamilan merupakan sesuatu yang banyak diharapkan oleh setiap wanita. Mutu seorang anak ditentukan sejak awal kehamilan, salah satunya yaitu dari mutu makanan yang dikonsumsi oleh ibu. Kehamilan menuntut ibu untuk mengonsumsi makanan lebih banyak dari pada sebelum hamil, untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan janin. Konsumsi pangan yang baik, tidak hanya mempengaruhi mutu anak yang akan dilahirkan, tetapi juga mempengaruhi status ibu hamil. Konsumsi pangan yang harus dipenuhi oleh seorang wanita hamil untuk keperluan janin dan status gizinya, harus mencukupi kebutuhan baik dari zat gizi maupun jumlah pangan yang dikonsumsi. Selain memperhatikan konsumsi makanan, ibu juga harus memperhatikan kesehatan tubuh, kebersihan tubuh, serta bijak mengatasi gangguan-gangguan selama masa kehamilan. Salah satu gangguan yang sering dialami oleh wanita dalam masa kehamilan, yaitu sembelit atau konstipasi. Sembelit atau konstipasi merupakan salah satu hal yang dikhawatirkan oleh ibu hamil terutama pada kehamilan bulan ketiga (sekitar 9-13 minggu) atau pada trimester II (Murkoff 2006). Konstipasi didefinisikan sebagai frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu. Namun, frekuensi feses sendiri bukan merupakan kriteria yang cukup digunakan, karena banyak pasien konstipasi menunjukkan frekuensi defekasi normal, tetapi menunjukkan keluhan subjektif mengenai feses keras, mengejan, rasa penuh bagian abdomen bawah dan rasa evakuasi tak lengkap (Harrison 1999). Frekuensi defekasi yang normal berkisar dari tiga kali perhari hingga satu kali setiap tiga kali sehari (Ganong 1999 dalam Jordan 2003). Menurut Harrison (1999), konstipasi saat kehamilan, terjadi akibat perubahan kadar progesteron serta estrogen yang menurunkan transit intestinal. Sedangkan menurut Emilia & Freitag (2010) selama kehamilan terjadi peningkatan hormon estrogen yang menyebabkan otot-otot parasimpatis (yaitu otot yang tidak bisa dikendalikan oleh kemauan diri) menjadi lebih lambat dan tiak responsif terhadap rangsangan. Salah satu otot parasimpatis adalah otot di saluran pencernaan. Peningkatan estrogen menyebabkan pergerakan usus menjadi lebih lambat sehingga kemampuan mendorong makanan keluar saluran pencernaan menjadi lebih lambat. Bisa juga dikarenakan pemberian suplemen 1 besi, menurut Gibney (2008) efek samping yang lazim terjadi pada suplementasi zat besi adalah mual, konstipasi, tinja berwarna hitam, dan diare. Menurut Wibisono & Dewi (2009), sembelit pada ibu hamil terjadi karena beberapa hal yaitu konsumsi serat kurang, asupan cairan kurang, penambahan konsumsi zat besi, peningkatan hormon progesteron yang memperlambat kontraksi saluran cerna akibatnya proses pencernaan di usus berjalan lambat dan sari makanan sulit diserap, rahim membesar dan menekan rektum dan kolom sehingga mengganggu ekskresi, dan kebiasaan buang air besar yang tidak teratur. Oleh karena itu, wanita hamil dituntut untuk menerapkan pola makan, pola minum, dan pola hidup yang baik. Salah satu penerapan pola makan untuk mengatasi konstipasi yaitu dengan cara mengonsumsi makanan sumber serat. Serat makanan tidak larut sangat penting peranannya dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan seperti konstipasi (susah buang air besar), ambeien, kanker usus besar dan infeksi usus buntu. Adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk dieksresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air yang rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban (Ide 2009). Rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10.5 g per hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 30 g setiap hari (Astawan dan Kasih 2008). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Propinsi Jawa Barat (2007), hampir semua penduduk usia 10 tahun keatas kurang makan sayur dan buah terdapat merata disemua daerah di Provinsi Jawa Barat. Hal ini menggambarkan bahwa, pentingnya mengonsumsi sayur dan buah yang merupakan sumber serat paling banyak, masih kurang disadari oleh penduduk Indonesia khususnya penduduk Jawa Barat. Diantara berbagai zat yang ada dalam bahan makanan, serat merupakan satu-satunya zat non gizi yang banyak dibahas manfaatnya terhadap kesehatan. Serat bukanlah zat yang dapat diserap oleh usus, namun perannya dalam proses pencernaan sangatlah penting. Fungsi serat diantaranya melancarkan pencernaan. Jika pencernaan tidak lancar, maka penyerapan zat gizi oleh tubuh akan terganggu. Jika penyerapan zat gizi terganggu, maka proses pertumbuhan 2 dan perkembangan janin akan terganggu. Oleh sebab itu, pola konsumsi serat perlu diperhatikan, khususnya pada wanita hamil. Caranya dengan mengkonsumsi serat dalam jumlah yang sedikit lebih banyak dari pada orang biasanya untuk membantu melancarkan proses pencernaan, dan mengurangi gangguan kehamilan akibat konstipasi. Menurut Depkes (1995) dalam Hayati (2002) pola konsumsi pangan daerah Jawa Barat adalah konsumsi sumber karbohidrat kompleks rendah, konsumsi lauk pauk, sayuran dan buah sangat rendah. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat konsumsi pangan dan serat makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil dikota bogor. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui konsumsi pangan dan serat makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil di kota Bogor. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi keluarga ibu hamil 2. Mengidentifikasi konsumsi pangan dan serat makanan ibu hamil 3. Mengidentifikasi asupan energi, protein, dan serat makanan ibu hamil 4. Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan ibu hamil 5. Mengidentifikasi tingkat kecukupan energi, protein, dan serat makanan ibu hamil 6. Menganalisis hubungan karakteristik contoh dan keluarga dengan konsumsi pangan serta serat makanan pada ibu hamil. 7. Menganalisis hubungan konsumsi pangan dengan status gizi pada ibu hamil. 8. Menganalisis hubungan konsumsi serat makanan dengan status kesehatan pada ibu hamil. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Terdapat hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan konsumsi pangan dan serat makanan pada ibu hamil. Terdapat hubungan antara konsumsi pangan dan serat makanan dengan status gizi dan status kesehatan pada ibu hamil. 3 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi pangan dan konsumsi serat makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil di Kota Bogor. Selain itu dapat memberikan informasi tentang zat gizi yang diperlukan, serta pentingnya serat makanan bagi ibu hamil. Peniliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat membantu untuk penelitian ini. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Gizi Ibu Hamil Menurut Rahmawati dan Salimar (2006), ibu hamil menjalani tiga tahap kehamilan yang disebut trimester. Trimester pertama terjadi pada 0-3 bulan kehamilan. Tubuh ibu sedang mengalami penyesuaian. Pada masa ini terjadi penyimpanan zat gizi sebanyak-banyaknya untuk cadangan dan persediaan pada trimester berikutnya. Pada masa ini biasanya nafsu makan ibu kurang, dan ibu merasa mual dan muntah-muntah. Oleh karena itu, ibu hamil dianjurkan agar makan dalam porsi kecil tapi sering, makan makanan yang mudah dicerna, hindari makanan yang merangsang (pedas), makan makanan yang segar, berserat, sedikit lemak, sumber makanan yang banyak mengandung cairan dan karbohidrat (buah-buahan, biskuit, roti, dan lainnya), minum lebih banyak, termasuk satu gelas susu perhari (GAI 2003). Memasuki trimester kedua (4-6 bulan kehamilan). Mulai terjadi pertumbuhan janin yang pesat. Tubuh memerlukan energi tambahan untuk menunjang pertumbuhan janin. Selain itu, mulai menyimpan lemak dan zat gizi lain sebagai cadangan untuk produksi ASI. Nafsu makan mulai membaik serta berat badan naik terus. Berat badan naik 12 kg selama kehamilan, dalam 20 minggu pertama terjadi kenaikan 3.5 kg. Selanjutnya, kecepatan pertambahan berat sekitar 0.5 kg per minggu (Rahmawati & Salimar 2006). Ibu harus meningkatkan pola makannya yang mengandung protein, karbohidrat, vitamin dan mineral karena pertumbuhan janin yang pesat (GAI 2003). Memasuki trimester ketiga (7-9 bulan kehamilan), pada saat ini pertumbuhan berpusat pada perkembangan otak janin yang sangat cepat. Ibu harus meningkatkan sumber gizinya, seperti protein dan mineral untuk pembentukan jaringan otot, kulit, rambut, dan kuku. Zat besi untuk menambah darah sehingga ibu hamil terhindar dari anemia (kurang darah). Kalsium untuk menguatkan tulang, sendi dan gigi bayi yang dilahirkan dan mengurangi gejala osteoporosis pada ibu (GAI 2003). Vitamin dan mineral sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan janin yang makin pesat dan pembentukan sel-sel otak. Kebutuhan energi janin diperoleh dari cadangan energi yang disimpan pada trimester sebelumnya (Rahmawati & Salimar 2006). Kebutuhan berbagai zat gizi tergantung pada beberapa faktor seperti: umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik. Gizi ibu hamil mempengaruhi pertumbuhan janin. Perubahan fisiologis pada ibu mempunyai 5 dampak besar terhadap makanan dan kebutuhan zat gizi ibu, karena selama kehamilan ibu harus memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin yang sangat pesat, serta dapat melahirkan dengan baik dan sempurna (DGKS FKM UI 2009). Kebutuhan zat gizi ibu hamil, dapat dilihat sebagai berikut: Kebutuhan Energi Selama hamil wanita memerlukan energi tambahan untuk berbagai hal seperti pertumbuhan janin, plasenta, dan jaringan lainnya (DGKS FKM UI 2009). Kebutuhan akan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Setelah itu, sepanjang trimester II dan III, kebutuhan akan terus meningkat sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak. Sepanjang trimester III, energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (Arisman 2004). Banyaknya energi yang harus disiapkan hingga kehamilan berakhir sekitar 80.000 kkal (National Academy of Sciences, 1980), atau kira-kira 300 kkal tiap hari di atas kebutuhan wanita tidak hamil (Arisman 2004). Penambahan energi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 Penambahan energi untuk ibu hamil Sumber Trimester I Trimester II WHO 150 kkal 350 kkal WKNPG 285 kkal 285 kkal AKG 180 kkal 300 kkal Sumber: Arisman (2004) dan DGKS FKM UI (2009) Trimester III 350 kkal 285 kkal 300 kkal Makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, dan protein digunakan sebagai sumber energi (DGKS FKM UI 2009). Energi yang terdapat dalam protein diperkirakan sebanyak 5.180 kkal, dan lemak 36.337 kkal (Arisman 2004). Kebutuhan Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama, selain lemak. Selama kehamilan, dibutuhkan 60-75% karbohidrat dari total energi harian (Mulya 2011). Kebutuhan Lemak Selama kehamilan, lemak dibutuhkan 20-25% dari total energi harian. Lemak berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K. Selain itu, juga berperan penting dalam perkembangan otak dan saraf janin. Lemak merupakan sumber penyumbang energi cadangan terbesar saat persalinan dan masa menyusui. Ibu hamil, sebaiknya mengurangi bahkan menghindari mengonsumsi lemak jenuh misalnya gorengan, santan, gajih (lemak hewan), dan jeroan. Pilihlah makanan 6 yang mengandung lemak tak jenuh, seperti minyak yang berasal dari tumbuhan (minyak zaitun, minyak canola, dan lemak dalam kacang-kacangan) (Mulya 2011) Kebutuhan Protein Protein terdiri dari asam amino yang merupakan penyusun sel-sel manusia, hal ini sangat penting untuk janin yang sel-selnya terus menggandakan diri dengan cepat. Usahakan mengkonsumsi 60-75 g protein setiap hari (Murkoff 2006). Bahan pangan yang dijadikan sumber sebaiknya 2/3-nya merupakan bahan pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian (Arisman 2004). Kebutuhan Vitamin. Vitamin A. Vitamin ini dibutuhkan untuk pertumbuhan serta kesehatan sel dan jaringan seluruh tubuh ibu dan janin. Ibu hamil tidak perlu mengkonsumsi suplemen untuk mendapatkan vitamin A karena kebutuhan ini sudah bisa dipenuhi dari makanan yang dikonsumsinya. Bahkan, suplemen tidak dianjurkan karena kadar vitamin A pada beberapa suplemen jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dianjurkan. Jika berlebihan vitamin A dapat mengganggu kelahiran bayi nantinya (Soenardi 2011). Vitamin D. Kekurangan vitamin D selama hamil berkaitan dengan gangguan metabolisme kalsium pada ibu dan janin. Kekurangan vitamin D sering dialami oleh wanita hamil yang bermukim di daerah yang hanya sedikit bersentuhan dengan sinar matahari sehingga sintesis vitamin D dikulit tidak terjadi. Untuk mengurangi resiko penyakit akibat kekurangan vitamin D maka dapat dilakukan pemberian 10 µg (400 IU) setiap hari (Arisman 2004). Vitamin E. Ibu hamil memerlukan vitamin E sebanyak 14 UI, dan banyak terdapat pada minyak goreng, susu, telur, dan tomat. Fungsi utama dari vitamin E adalah untuk membantu pertumbuhan jaringan sel serta membantu pembentukan sel darah merah (Muaris 2002). Vitamin C. Vitamin C adalah zat gizi yang tidak dapat disimpan oleh tubuh, jadi diperlukan asupan segar setiap hari. Ibu hamil dan janin membutuhkan vitamin C untuk perbaikan jaringan tubuh, penyembuhan luka, untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang serta gigi yang kuat pada janin, dan berbagai proses metabolisme. Makanan yang kaya akan vitamin C 7 sebaiknya dimakan segar dan tidak dimasak, karena kontak dengan cahaya, panas, dan udara menghancurkan vitamin (Murkoff 2006). Vitamin B1 (Thiamin). Fungsi thiamin adalah untuk mengubah karbohidrat menjadi energi yang digunakan oleh ibu hamil maupun janinnya. Selain itu, thiamin merupakan zat esensial bagi perkembangan otak janin, juga membantu sistem syaraf dan kerja jantung agar berjalan normal. Sumber thiamin yang utama adalah daging, biji-bijian atau kacang-kacangan (Muaris 2002). Vitamin B2 (Riboflavin). Fungsi Riboflavin adalah untuk membantu produksi energi, untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sistem pertahanan tubuh, kesehatan kulit, kesehatan rambut, kesehatan sel-sel darah, sistem saraf dan otak. Makanan sumber riboflavin dapat diperoleh dari daging dan produk susu (Mulya 2011). Vitamin B3 (Niasin). Fungsi niasin adalah untuk membantu produksi energi, kesehatan kulit, kesehatan sel-sel darah, kesehatan sistem pencernaan, untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal, kesehatan otak, kesehatan sistem saraf, dan produksi hormon. Makanan sumber niasin dapat diperoleh dari daging, ikan, dan biji-bijian (Mulya 2011). Vitamin B6 (Piridoksin). Penting untuk pembuatan asam amino, yaitu zat yang menyusun protein di dalam tubuh. Jika kekurangan vitamin ini akan berpengaruh pada proses pertumbuhan janin, ada kemungkinan otaknya tidak berkembang secara optimal. Kebutuhannya berkisar 2.5 mg per hari yang dapat dipenuhi dengan mengonsumsi biji-bijian, jagung, hati, daging, dan susu (Muaris 2002). Vitamin B12. Fungsi vitamin B12 adalah untuk membantu produksi energi, metabolisme protein dan lemak, kesehatan saraf, kesehatan sel-sel darah, kesehatan kulit, dan kesehatan rambut, produksi material untuk gen, pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Makanan sumber vitamin B12 dapat diperoleh dari daging, ikan, telur, dan produk susu (Mulya 2011). Folat. Sekitar 24-60% wanita, baik di negara sedang berkembang maupun yang telah maju mengalami kekurangan asam folat karena kandungan asam folat di dalam makanan sehari-hari tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan wanita hamil (Arisman 2004). Wanita hamil dapat mengkonsumsi suplemen folat sebesar 0.4 mg setidaknya dua belas minggu pertama sejak kehamilan, atau sebesar 0.8 mg selama kehamilan (Wiseman 2002). 8 Kebutuhan Mineral. Iodine. Adalah salah satu mineral yang dibutuhkan ibu hamil. penambahan kebutuhan iodine pada masa kehamilan adalah 25 µg. Kekurangan iodine pada masa kehamilan akan mengakibatkan kretin (tubuh kerdil) yang ditunjukkan dengan adanya gangguan mental dan fisik menyerupai karakteristik anak yang mengalami down syndrome. Bahan makanan sumber iodine adalah garam dapur yang sudah difortifikasi (diperkaya) iodine, bahan makanan yang berasal dari laut, serta tumbuhan yang hidup dekat pantai (Ruslianti 2006). Seng (Zn). Kebutuhan ibu hamil akan zinc (seng) meningkat 5 mg karena tingkat zinc yang rendah akan menyebabkan kenaikan tingkat kelahiran tidak normal. Zinc berperan untuk meningkatkan sistem imun dan memperbaiki fungsi organ perasa, penglihatan, penciuman, dan pengecapan. Sumber zinc dapat diperoleh dari daging, hati, telur, ayam, seafood, susu, dan kacang-kacangan (Ruslianti 2006). Kalsium. Janin yang sedang tumbuh memerlukan kalsium untuk perkembangan otot, jantung, syaraf, pembekuan darah, dan kegiatan enzim. Jika asupan kalsium kurang, untuk memenuhi kebutuhan maka diambil dari tulangtulang ibu. Hal ini menyebabkan osteoporosis dikemudian hari (Murkoff 2006). Menurut Wiseman (2002) kebutuhan kalsium pada masa kehamilan sebesar 1200-1500 mg per hari. Fosfor. Fungsi fosfor adalah untuk perkembangan otot dan sistem pernafasan. Sumber makanan yang mengandung fosfor dapat diperoleh dari garam fosfat yang digunakan dalam pengolahan makanan (Mulya 2011). Zat besi. Menurut Wiseman (2002) kebutuhan zat besi selama kehamilan sebesar 900 mg, yaitu sekitar 3 mg zat besi setiap hari dari awal kehamilan. Karena sering kali sulit untuk memenuhi kebutuhan zat besi melalui makanan saja, maka dianjurkan sejak minggu ke-20, ibu hamil perlu mengkonsumsi tambahan 30-50 mg zat besi ferrous setiap hari. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi dari bahan tambahan ini, ibu hamil harus mengkonsumsi di antara waktu makan dengan sari buah yang kaya akan vitamin C atau dengan air. Jika hasil tes untuk anemia menunjukkan rendahnya cadangan zat besi, maka disarankan menambahkan zat besi sebesar 60-120 mg (Murkoff 2006). Konsumsi Pangan Wanita Hamil Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. 9 Susunan jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu dinamakan sebagai pola konsumsi pangan. Pengukuran terhadap konsumsi pangan dapat ditinjau dari segi jenis maupun jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto 1992). Menurut Jelliffe & Jelliffe (1989) dalam Furkon (2006), pengukuran terhadap konsumsi pangan, baik individu maupun masyarakat, sangat diperlukan bagi penilaian status gizi dan sebaga\ petunjuk atas gejala penyakit yang disebabkan oleh masalah konsumsi zat gizi. Persyaratan kecukupan untuk mencapai keberlanjutan konsumsi pangan adalah adanya aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan. Aksesibilitas ini tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga (RANPG 2010). Banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu baik di tingkat keluarga maupun daerah. Faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosial budaya dan religi yang ada di suatu daerah sangat mempengaruhi konsumsi pangan penduduknya. Di tingkat rumah tangga, faktor kesehatan sangat berperan terhadap konsumsi pangan anggota keluarganya. Dalam keadaan sakit seseorang tidak dapat mengkonsumsi pangan yang sama dengan jika ia dalam keadaan sehat, hal ini disebabkan oleh adanya jenis-jenis makanan tertentu yang tidak boleh dikonsumsi berkaitan dengan penyakitnya tersebut (Hardinsyah et al 2002). Keadaan fisiologis seseorang juga sangat menentukan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsinya. Ibu hamil, ibu menyusui, serta bayi, dan anak-anak memerlukan makanan dengan jumlah dan jenis yang lebih banyak, karena mereka memerlukan zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan janin yang dikandung dan bayi yang disusui (ibu hamil dan ibu menyusui), serta untuk pertumbuhan dan perkembangan (bayi dan anak-anak) (Hardinsyah et al 2002). Wanita hamil dan menyusui akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan, jika mereka makan kurang dari tiga kali sehari (Suhardjo 2003). Ibu hamil sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi berbagai makanan yang bergizi, beragam, dan berimbang. Beberapa makanan berikut sangat penting untuk melengkapi kebutuhan gizi ibu selama kehamilan. Sayuran hijau dan kuning serta buah-buahan kuning sangat penting untuk pertumbuhan sel (sel-sel bayi yang sedang menggandakan diri dengan kecepatan yang luar biasa), kulit, tulang, dan mata yang sehat. Sayuran hijau dan kuning juga memberikan sejumlah karotenoid dan vitamin yang pokok (vitamin E, riboflavin, 10 asam folat, dan vitamin B lainnya), menyediakan berbagai mineral (banyak sayuran hijau menyediakan sejumlah besar kalsium dan beberapa mineral lain), fitokimia yang melawan penyakit, dan serat yang melawan sembelit (Murkoff 2006). Selain itu, padi-padian ( biji gandum utuh, havermut, jagung, beras, dan sebagainya) dan legum (kacang polong, kacang-kacangan lain, dan kacang tanah) penuh dengan gizi, terutama vitamin B5 yang dibutuhkan oleh setiap tubuh bayi. Sejumlah zat besi ditemukan dalam sebagian besar buah, sayuran, biji, dan daging (Murkoff 2006). Jenis makanan yang banyak mengandung asam folat antara lain ragi (1000 µg/100 g), hati (250 µg/100 g), brokoli, sayur berdaun hijau (bayam, asparagus dan kacang-kacangan, misalnya kacang kering, kacang kedelai 100 µg/100 g). Sumber lain adalah ikan, daging, jeruk, dan telur. (Arisman 2004). Hati, telur, ikan (terutama tuna), kerang, daging, unggas, susu, dan keju merupakan pangan sumber vitamin B12. Sedangkan pangan sumber kalsium dapat ditemukan pada susu dan hasil olahannya seperti whole milk, skimmed milk, yoghurt, keju, udang, sarang burung, sarden dalam kaleng, serta beberapa bahan makanan nabati seperti sayuran warna hijau tua dan lain-lain (Arisman 2004). Kebutuhan asam lemak esensial, linoleat dan asam alfa-linolenat, meningkat selama kehamilan. Asam lemak ini sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan otak. asam linoleat ditemukan di minyak nabati seperti jagung, safflower, kedelai, biji kapas, dan minyak bunga matahari. Asam linoleat didapat dari makanan yang mengandung minyak nabati, seperti margarin, saus salad, kanola, biji rami, kedelai, kenari, dan minyak gandum permata (atau margarin dibuat dengan minyak ini. Sumber lainnya didapat pada kenari, dan produk kedelai. Sedangkan untuk makanan sumber magnesium ditemukan dalam sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, biji, dan gandum (Drummond dan Brefere 2007). Status Gizi dan Berat Badan Selama Kehamilan Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan ( utilization) zat gizi (Riyadi 2001). Status gizi erat kaitannya dengan sistem imunitas tubuh. Menurut Hardinsyah (2007) semakin rendah status gizi seseorang semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas. Dalam tingkat 11 parah, morbiditas dapat mengakibatkan kematian (mortalitas). Sehingga status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Faktor risiko yang mempengaruhi gizi wanita selama kehamilan mencakup diet yang tidak memadai, merokok, pengguna alkohol, pengguna obat-obatan terlarang, kehamilan diusia remaja, kehamilan diusia lebih dari 35 tahun, asupan energi yang tidak memadai, kehamilan dengan berat badan dibawah BMI 18.5 atau lebih tinggi dari BMI 25, mempunyai penyakit kronis seperti diabetes, atau tekanan darah tinggi, kemiskinan atau rawan pangan, dan kehamilan lebih dari satu (kembar, kembar tiga, dan lain-lain) (Drummond dan Brefere 2007). Pada trimester II-III (umur kehamilan 4-9 bulan), berat badan ibu hamil normalnya akan naik 9-12 kg selama kehamilan (sampai usia 9 bulan) (GAI 2003). Tabel 2 Rekomendasi kenaikan berat badan selama kehamilan Berat kehamilan Berat badan kurang (BMI kurang dari 18.5) Normal (BMI 18.5-24.9) Berat badan lebih (BMI 25-29.9) Obes (BMI lebih dari 30) Sumber: Drummond dan Brefere (2007) Rekomendasi kenaikan berat 12.5- 18 kg 11.5-16 kg 7-11.5 kg Kurang dari 7 kg Tabel di atas menunjukkan kenaikan berat badan optimal selama kehamilan. Wanita dengan berat badan kurang (BMI kurang dari 18.5) harus menambahkan berat badan sebelum kehamilan atau menaikkan berat badan lebih banyak selama kehamilan. Wanita dengan berat badan kurang memiliki kesempatan lebih tinggi memiliki bayi yang lahir prematur, berat lahir bayi rendah, dan kematian bayi dalam tahun pertama. Sedangkan wanita kelebihan berat badan, perlu menurunkan berat badan sebelum kehamilan karena mereka berisiko lebih besar mengalami masalah seperti diabetes dan hipertensi, yang keduanya dapat menimbulkan komplikasi bagi ibu dan bayi (Drummond dan Brefere 2007). Tabel 3 Distribusi kenaikan berat badan rata-rata selama kehamilan Distribusi berat Fetus Plasenta Kenaikan volume darah Kenaikan uterus dan payudara Cairan amniotik Simpanan lemak dan retensi cairan Total Sumber: Anderson 2007 Berat (gram) 3300-3500 650 1300 1300 800 4200-6000 11550-13550 12 Menurut Suririnah (2008), kenaikan berat badan setiap wanita hamil berbeda, tergantung dari tinggi badan dan berat badannya sebelum kehamilan, ukuran bayi dan plasenta, dan kualitas diet makan sebelum dan selama kehamilan. Berdasarkan dari perhitungan BMI (Body Mass Index), peningkatan berat badan selama kehamilan tergantung dari berat badan sebelum hamil. Perhitungan BMI menggunakan ukuran berat badan dan tinggi badan untuk memperkirakan jumlah total lemak dalam tubuh. BMI juga dapat untuk menilai adanya risiko penyakit jantung, diabetes, dan penyakit lainnya secara umum. Kenaikan berat badan ibu hamil dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan status gizi wanita hamil, karena terdapat kesamaan dalam jumlah kenaikan berat badan diwaktu hamil pada semua ibu hamil (Soetjiningsih 1995). Beberapa faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan ibu hamil adalah sebagai berikut: (1) Berat badan ibu sebelum hamil. Pertambahan berat badan ibu hamil optimal kira-kira 20 % dari berat badan sebelum hamil; (2) Asupan zat gizi selama hamil. Semakin baik asupan zat gizi maka semakin baik pertambahan berat badan ibu hamil; (3) Penyakit-penyakit kronis yang diderita ibu hamil. Bila ibu hamil menderita penyakit kronis, seperti tuberclosis, cacingan dan lainnya, walaupun asupan zat gizi cukup baik pertambahan berat badan ibu hamil tidak seperti ibu hamil sehat; dan (4) Sirkulasi antara rahim dan ari-ari. Bila sirkulasi ini terganggu akan menyebabkan pertumbuhan janin terganggu, secara tidak langsung juga mempengaruhi pertambahan berat badan ibu hamil (Hakimi, 1990 dalam Mutiara 2003). Selain menggunakan BMI, penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan parameter lingkar lengan atas (LILA). Parameter lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan, tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh, dan harganya lebih murah. Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur (WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronik (KEK). Wanita usia subur adalah wanita usia 15-45 tahun. Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23.5 cm. Apabila ukuran LILA kurang 23.5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR) (Supariasa 2001). 13 Serat Makanan Definisi Serat Makanan The American Association of Cereal Chemist (AACC) tahun 2001 telah mendefinisikan serat sebagai bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang tahan (resisten) terhadap pencernaan dan penyerapan pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau sebagian (parsial) pada usus besar. Serat makanan meliputi pati, polisakarida, oligosakarida, lignin, dan bagian tanaman lainnya. Serat ternyata memiliki keunggulan dalam menjaga kesehatan tubuh (IKAPI 2009). Menurut Rusilanti & Kusharto (2007) istilah dietary fiber dipakai untuk membedakan serat makanan dengan serat kasar (crude fiber). Serat kasar (crude fiber) digunakan dalam analisis proksimat bahan pangan, yaitu dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia (asam sulfat dan natrium hidroksida). Serat yang berasal dari sayuran dan buah disebut dengan serat kasar (crude fuber). Sementara itu, dietary fiber adalah semua yang termasuk polisakarida dan yang tidak dapat dihidrolisis oleh kerja enzim-enzim pencernaan usus manusia. Serat ini tidak hanya terdapat pada sayuran dan buah, tetapi terdapat di dalam makanan lain, seperti beras, kentang, kacangkacangan, dan umbi-umbian. Dietary fiber atau serat dalam makanan biasanya beberapa kali lipat intake crude fiber, termasuk unavailable carbohydrate. Menurut Lubis (2009), penting untuk diketahui, bahwa serat makanan merupakan komponen yang hanya terdapat didalam tanaman, tidak terdapat pada hewan. Serat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu serat larut dan serat tak larut dalam air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan serat tak larut tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam air panas. Serat larut dan serat tak larut terkandung pada jenis makanan yang sama memiliki bentuk dan fungsi yang tidak dapat dipilih-pilih menjadi bagian-bagian tersendiri. Kedua serat ini memiliki bentuk menyatu dan saling terkait menjadi satu yang akan melakukan pekerjaan tertentu dan bekerja saling melengkapi sedemikian rupa antara satu dengan lain (Lubis 2009). Serat makanan larut air, di dalam pencernaan mengikat asam empedu dan membawanya keluar bersama feses. Semakin tinggi konsumsi serat makanan larut air, semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan tubuh. Sedangkan serat makanan tidak larut air, berfungsi melancarkan pencernaan sehingga buang air besar menjadi teratur. Kekurangan serat 14 makanan tidak larut air akan menyebabkan feses menjadi keras dan diperlukan kontraksi otot yang besar untuk mendorong feses keluar (Herlinawati 2006). Hal ini dapat menyebabkan konstipasi atau keadaan sulit buang air besar. Jika hal ini berlangsung terus menerus maka otot menjadi lelah dan lemah sehingga muncul penyakit diverticulosis (Khomsan 2008). Jika serat dikonsumsi secara berlebihan, akan mengganggu pencernaan dan akan menguras zat gizi yang dikonsumsi. Jika terjadi dalam jangka waktu rutin dan lama, hal itu dapat berakibat terjadinya kekurangan gizi akut. Konsumsi serat berlebihan akan mengakibatkan serat menguras sejumlah zat gizi dalam makanan dan dikeluarkan sebagai feses sehingga zat gizi terbuang sia-sia. Makan serat secara berlebihan juga akan memperberat tekanan dalam usus dan berakibat tidak baik untuk kesehatan usus. Serat mempunyai kemampuan menyerap air yang cukup tinggi sehingga dapat mengikat zat gizi yang telah disederhanakan oleh enzim pencernaan, seperti asam lemak, gula sederhana (glukosa), asam amino yang larut dalam air, vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Zat gizi tersebut larut dan terikat pada serat dan selanjutnya akan dikeluarkan melalui feses. Keadaan itu akan mengurangi ketersediaan zat gizi yang berakibat berkurangnya ketersediaan energi, protein, gula, vitamin, dan mineral (Khomsan 2008). Serat tergolong zat non gizi dan kini konsumsinya makin dianjurkan agar bisa dilakukan secara teratur dan seimbang setiap hari. Para ahli mengelompokkan serat makanan sebagai salah satu jenis polisakarida yang lebih lazim disebut karbohidrat kompleks. Karbohidrat ini terbentuk dari beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu membentuk rantai kimia panjang. Akibatnya, rantai kimia tersebut sangat sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Serat makanan tidak dapat diserap oleh dinding usus halus dan tidak dapat masuk kedalam siklus darah. Namun, akan dilewatkan menuju ke usus besar (kolon) dengan gerakan peristaltik usus. Serat makanan yang tersisa didalam kolon tidak membahayakan organ usus, justru kehadirannya berpengaruh positif terhadap proses-proses didalam saluran pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi, asalkan jumlahnya tidak berlebihan (Sulistijani 2002). 15 Klasifikasi serat makanan dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini: Tabel 4 Klasifikasi serat makanan Tipe Tidak Larut Non Karbohidrat Karbihidrat Komponen Efek Faali Sumber Utama Lignin Tidak jelas Semua tanaman Selulosa Hemiselulosa Massa tinja Waktu transit Semua tanaman Sayuran dan gandum Pektin Gum Waktu pengosongan lambung dan efek metabolik Kacang-kacangan Larut Karbohidrat Sumber: waspadji (1990) dalam Rusilanti dan Kusharto (2007) Komponen serat makanan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas enzim. Serat makanan memengaruhi aktivitas enzimenzim protease. Namun, tidak semua enzim protease yang diproduksi oleh pankreas dapat dipengaruhi aktivitasnya oleh serat makanan. Penurunan aktivitas enzim-enzim tersebut diduga karena pengikatan oleh serat makanan. Perbedaan serat makanan asal buah dan sayuran adalah kemampuannya menyerap air. Serat buah dan sayur tersusun dalam bentuk matrik yang dapat menyerap air secara menakjubkan. Zat gizi yang diserap dalam matrik serat itu sebagian besar masih dapat diserap oleh usus karena umumnya serat buah dan sayur adalah jenis serat tidak larut. Serat yang larut akan membentuk gel jika dilarutkan dalam air. Serat itu akan mengikat zat gizi secara kuat sehingga tidak tersedia dan sulit diserap oleh usus, akhirnya dibuang dalam bentuk feses (Khomsan 2008). Fungsi Serat Makanan Menurut Rusilanti dan Kusharto (2007), serat larut yang berbentuk viskus dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung. Sementara itu, guar dan pektin memperpanjang waktu transit time di usus. Sebaliknya, serat tidak larut akan memperpendek transit time atau dengan kata lain, kurun waktu antara masuknya makanan dan keluarnya sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh menjadi lebih singkat. Transit time yang pendek menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dan mukosa kolorektal menjadi singkat, sehingga bisa mencegah terjadinya penyakit dibagian kolon dan rektum. Serat makanan berpengaruh juga terhadap pelepasan hormon intestinal (pencernaan di dalam usus), kalsium, zat besi, seng, dan zat organik lainnya. Namun, serat juga dapat mengikat kolesterol dan asam empedu sehingga berpengaruh terhadap sirkulasi 16 enterohepatik kolesterol (peredaran darah tidak langsung melalui hati menuju ke jantung). Didalam usus besar, serat difermentasi oleh bakteri kolon dan akan menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid). Asam lemak ini dapat menghambat mobilisasi lemak dan mengurangi glukoneogenesis sehingga berpengaruh pada pemakaian glukosa, sekresi insulin, dan pemakaian glukosa oleh sel hati. Serat juga berfungsi untuk mencegah kanker kolon. Serat makanan yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim dan bakteri yang ada di dalam traktus digestivus (saluran pencernaan). Di dalam kolon, serat makanan ini akan menyerap air sehingga vlolume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada rectum. Rangsangan ini akan menimbulkan keinginan untuk defekasi (mengeluarkan feses), feses yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir (dikeluarkan) (Rusilanti & Kusharto 2007). Selain menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang mukosa kolorektal. Mekanisme serat seperti ini bisa mencegah terjadinya karsinoma kolorektal (kanker bagian usus besar kolon-rektum). Selain itu, serat makanan juga bisa mengurangi asupan energi. Diet rendah kalori yang disertai diet tinggi serat bermanfaat untuk mengatasi masalah kegemukan (obesitas) (Rusilanti & Kusharto 2007). Kegunaan lain dari serat makanan yaitu mampu melindungi kolon dari gangguan konstipasi, diare, divertikulum, wasir, dan kanker kolon. Selain itu serat makanan mencegah terjadinya gangguan metabolisme sehingga tubuh terhindar dari kegemukan dan kemungkinan serangan penyakit diabetes mellitus, jantung koroner, dan batu empedu (Sulistijani 2002). Kebutuhan Serat Makanan Saat ini, asupan serat dianjurkan lebih tinggi, mengingat banyak manfaatnya bagi kesehatan tubuh. Badan Kesehatan Dunia sudah mengeluarkan Adequate Intake (AI) serat makanan yang bisa dijadikan acuan untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan dan kesehatan organ tubuh lainnya. Nilai AI serat makanan bagi orang dewasa, sekarang ditetapkan sebesar 25-30 g per hari. Sebelumnya (pada tahun 1972), hanya ditetapkan sebesar 1628 g per hari atau setara dengan 1-4% crude intake british diets. Dalam american diet, serat makanan yang dianjurkan sebesar 5-8 g per 100 g crude fiber (Rusilanti & Kusharto 2007). Sedangkan berdasarkan petunjuk 17 diet RSCM (1982), angka kecukupan serat yang dianjurkan 25 g per 1.000 kkal. Berdasarkan hasil widyakarya nasional pangan dan gizi (2004), kecukupan serat makanan dianjurkan sebesar 19-30 g per kapita per hari (Rusilanti & Kusharto 2007). Sumber Serat Makanan Sayuran hijau, buah-buahan, kelompok padi-padian, bekatul beserta olahannya merupakan contoh dari beberapa pilihan yang tepat untuk dapat digunakan sebagai sumber serat makanan yang baik. Buah-buahan, lidah buaya, rumput laut, agar-agar, apel, pisang, jeruk, wortel, bekatul, kacang merah, dan buncis beberapa contoh makanan yang merupakan sumber serat larut. Sedangkan contoh makanan sumber serat tak larut diantaranya: ï‚· Kelompok padi-padian: padi, gandum, sorgum, yang pada kulit bulirnya lebih banyak mengandung serat tak larut. ï‚· Kelompok sayuran: bayam, kangkung , sawi, selada, kol, lidah buaya, daun pepaya, dan daun singkong. ï‚· Kelompok kacang-kacangan: kacang hijau, kacang tolo, kacang bogor, kacang merah, kedelai, yang pada bagian luar dari butirnya banyak mengandung serat tak larut. ï‚· Kelompok makanan olahan: roti, sayur buah nangka, sayur gudeg, sayur asem, gado-gado, cingcau, salad, es krim, jam (selai), dan jelly. ï‚· Kelompok buah-buahan: semangka, pisang, jeruk, alpukat, stroberi, jeruk, mangga, apel, pepaya, belimbing, dan nanas. Berikut secara singkat tabel jenis, sumber dan khasiat dari serat makanan Tabel 5 Sumber serat dan khasiatnya Jenis Tidak larut Selusosa, hemiselulosa, lignin Sumber Beras tumbuk, beras giling, jangung, tempe, ubi, buahbuahan, sayuran ï‚· ï‚· ï‚· Larut Pektin, agar, gum Rumput laut, agar-agar ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Khasiat Mencegah konstipasi Mempercepat waktu transit feses Mencegah radang usus Menurunkan kolesterol darah Menurunkan kadar glukosa darah Mencegah kanker kolon Mencegah diare Sumber: Khomsan 2008 18 Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Data besar keluarga berdasarkan BKKBN 1998 dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu keluarga kecil yang terdiri dari kurang atau sama dengan empat orang, keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga sebanyak lima sampai enam orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga sebanyak lebih atau sama dengan tujuh orang. Besar keluarga didefinisikan sebagai keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama (Suhardjo 2003). Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Suhardjo (1989 a) dalam Mutiara (2003) mengatakan bahwa ada hubungan nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Pendidikan Menurut Atmarita dan Fallah (2004) salah satu faktor yang menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh adalah faktor pendidikan. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Menurut Khomsan (2002) ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih semangat untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan anaknya. Menurut Syarief (1997) tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makanan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. orang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memilih makanan yang kandungan gizinya tinggi, sesuai 19 dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Pendapatan Keluarga Menurut Sumarwan (2003) Pendapatan adalah imbalan yang diperoleh seseorang karena pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan yang diterima pada umumnya dalam bentuk uang. Pendapatan keluarga biasanya diukur bukan hanya dari pendapatan seorang saja, tetapi berdasarkan pendapatan dari seluruh anggota keluarga yang bekerja. Menurut Khomsan et al (2003) tingkat pendapatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Menurut Suhardjo (1989) dalam Zai (2003) dengan meningkatnya pendapatan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Pendapatan keluarga yang rendah diduga membawa akibat pada pemberian makanan yang kurang banyak dan kurang bermutu akibat daya beli pangan untuk makanan menurun. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli. Ditingkat rumah tangga, kemampuan memberi pangan yang sesuai dengan kebutuhan akan ditentukan oleh pendapatan, yang diperoleh dari kemampuan anggota rumah tangga memperoleh kesempatan kerja dan berpenghasilan cukup (Hardinsyah et al 2002). Menurut Soekirman (2000), apabila pendapatan meningkat pola konsumsi pangan akan makin beragam, serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan pendapatan lebih lanjut tidak hanya akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal, tetapi juga meningkatkan konsumsi pangan di luar rumah. 20 KERANGKA PEMIKIRAN Keadaan sosial ekonomi keluarga, yang dalam penelitian ini meliputi, besar keluarga dan pendidikan yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan ibu hamil. Besar keluarga terkait pendistribusian konsumsi pangan bagi setiap anggota keluarga, dan pendidikan terkait pengetahuan tehadap pangan yang dikonsumsi. Keadaan sosial ekonomi keluarga ini, dapat melihat kebiasaan makan ibu hamil yang seterusnya berkaitan dengan konsumsi makanan, asupan, dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi ibu hamil. Kebiasaan makan dapat dilihat dari konsumsi pangan ibu hamil. Konsumsi pangan ibu hamil meliputi jumlah pagan yang dikonsumsi, frekuensi konsumsi pangan, dan jenis sumber pangan. Konsumsi serat dapat dilihat dari konsumsi pangan, serat merupakan zat non gizi yang penting untuk membantu mengatasi gangguan sembelit selama kehamilan. Kebutuhan serat pada ibu hamil, sedikit lebih banyak dari pada orang dalam kondisi fisiologi normal. Pada penelitian ini, yang dilihat dari konsumsi serat adalah jumlah serat yang dikonsumsi, frekuensi konsumsi serat yaitu seberapa sering ibu hamil mengonsumsi makanan sumber serat, dan jenis sumber serat yang biasa atau sering dikonsumsi. Konsumsi serat dihubungkan dengan status kesehatan yang berkaitan dengan kejadian konstipasi kehamilan. Tingkat kecukupan energi, protein, dan serat ibu hamil, diperoleh dari perbandingan asupan dan kecukupan makanan. Jika konsumsi pangan ibu baik, maka tingkat kecukupanpun semakin baik, dan mempengaruhi status gizi ibu. Selain konsumsi yang baik, status kesehatan juga ikut mempengaruhi status gizi ibu. Status kesehatan yang dimaksud adalah ada atau tidaknya keluhan kehamilan dan kejadian konstipasi. Status gizi ibu hamil pada penelitian ini dihitung menggunakan pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Ibu hamil juga harus mengetahui dan mengontrol status gizinya selama kehamilan. Pentingnya ibu hamil menjaga dan mengontrol status gizinya, agar mengurangi kehamilan dan kelahiran yang berisiko. 21 Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga: ï‚· Besar keluarga ï‚· Pendidikan Kebiasaan Makan ï‚· ï‚· Jenis kelompok pangan Frekuensi konsumsi pangan Konsumsi Pangan Ibu Hamil ï‚· Jenis pangan yang dikonsumsi ï‚· Jumlah pangan yang dikonsumsi Konsumsi Serat Asupan ï‚· ï‚· ï‚· Energi Protein Serat Kebutuhan Energi, Serat dan Zat Gizi ï‚· Berat Badan ï‚· Umur ï‚· Tinggi badan Tingkat Kecukupan Energi, serat dan Zat Gizi ï‚· Energi ï‚· Protein ï‚· Serat ï‚· Status Gizi LILA Status Kesehatan ï‚· Kejadian konstipasi ï‚· Keluhan kehamilan Keterangan: = variabel yang diteliti = Hubungan yang diananlisis = variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang tidak dianalisi Gambar 1 Kerangka pemikiran mengenai konsumsi pangan dan serat makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil 22 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain studi penelitian ini adalah cross sectional study. Menggunakan data sekunder dari penelitian yang berjudul “Study on Nutritional Status and Food Pattern of Pre Pregnant (at child-bearing age), Pregnant and Lactating Mothers” yang dilakukan oleh “Southeast Asian Food & Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor” pada November 2010 sampai Februari 2011. Lokasi penelitian di kota Bogor diambil dari enam kecamatan yaitu Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Tengah, Bogor Timur, dan Tanah Sareal. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Pada penelitian ini menggunakan data dari contoh ibu hamil sebanyak 203 contoh. Penarikan contoh dipilih dari Posyandu setelah mendapatkan surat izin dari Puskesmas dari masing-masing lokasi di kota Bogor. Contoh dipilih melalui dua tahapan, tahapan pertama menggunakan kriteria inklusi dan tahapan kedua menggunakan kriteria kuintil (kuintil 2, 3, dan 4). Kriteria inklusi dari kelompok ibu hamil yaitu wanita hamil pada kehamilan trimester kedua (3-6 bulan kehamilan), dan berusia diantara 20-40 tahun. Sedangkan kriteria kuintil untuk kota Bogor dihitung berdasarkan tingkat sosial ekonomi dari data SUSENAS 2009. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data sekunder yang digunakan meliputi karakteristik individu dan keluarga, data konsumsi pangan, dan gambaran umum daerah penelitian. Secara umum data diperoleh dengan menggunakan kuisioner, kemudian melakukan wawancara (Recall 2x 24 jam, FFQ selama 1 minggu dan wawancara mendalam) dan pengukuran. 23 Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data No Variabel Data yang dibutuhkan Cara 1. Karakteristik individu ï‚· ï‚· ï‚· Umur Berat Badan Tinggi Badan Wawancara dengan kuisioner, dan pengukuran 2. Karakteristik keluarga ï‚· ï‚· ï‚· Besar keluarga Pendapatan keluarga Pendidikan Wawancara dengan kuisioner 3. Kebiasaan makan ï‚· ï‚· Kelompok makanan/minuman Frekuensi Wawancara dengan FFQ satu minggu 4. Konsumsi pangan ï‚· ï‚· Jenis pangan yang dikonsumsi Jumlah makanan (gram/URT) Wawancara dengan kuisioner Recall 2x24 jam 5. Status kesehatan ï‚· ï‚· ï‚· Kejadian konstipasi Keluhan kehamilan Penyakit 1 bulan terakhir Wawancara dengan kuisioner 6. Status gizi ï‚· LILA (lingkar lengan atas) Pengukuran dengan kuisioner Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah, proses pengolahan data meliputi editing/cleaning dan analisis data. Editing/cleaning data dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Pengolahan data dengan menggunakan Microsoft office Excel 2007 dan analisis data menggunakan Statistical Program for Sosial Sciences (SPSS) versi 16.0 for Windows. Data yang diolah dan dianalisis terdiri dari karakteristik individu, keadaan sosial ekonomi keluarga (besar keluarga dan pendidikan), kebiasaan makan, konsumsi pangan, asupan ( energi, protein, dan serat), tingkat kecukupan (energi, protein, dan serat), status gizi ibu (LILA), dan status kesehatan (kejadiaan konstipasi dan keluhan kehamilan). Keadaan sosial ekonomi keluarga dalam penelitian ini dilihat dari besar keluarga dan pendidikan. Pendidikan dikategorikan berdasarkan sebaran contoh, tamatan SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi. Sedangkan data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kategori menurut Hurlock (1998) yaitu keluarga kecil, sedang, dan besar. Data kebiasaan makan dikumpulkan menggunakan Food Frequency Quetionnairre (FFQ). Jenis makanan dikelompokkan berdasarkan kelompok makanan atau minuman yang terdiri dari kelompok serealia dan olahannya; kacang-kacangan dan olahannya; daging dan olahannya; ikan dan olahannya; 24 telur, susu dan olahannya; minuman; suplemen/herbal; buah; sayur; dan makanan jajanan (gorengan, cikian, biskuit, coklat). Kemudian untuk mengetahui frekuensi konsumsi dikategorikan menjadi jarang dan sering menurut Kusumaningsih (2007). Konsumsi pangan dikumpulkan menggunakan Recall 2x24 jam, dari hasil Recall dapat diketahui jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Data jenis dan jumlah makanan dalam gram atau URT diolah untuk mendapatkan asupan energi, protein, dan serat. Jumlah makanan dalam bentuk gram atau URT dikonversi menjadi energi dan protein dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Sedangkan untuk mendapatkan asupan serat, jumlah pangan sumber serat dikonversi menggunakan daftar kandungan serat makanan dari USDA National Nutrient Database for Standard Reference tahun 2011. Rumus yang digunakan untuk menghitung asupan energi, protein, dan serat dari pangan yang dikonsumsi adalah sebagai berikut: Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan: Kgij = Kandungan Energi, Protein, dan Serat dalam bahan makanan-j yang dikonsumsi (g) Bj = Berat bahan makanan-j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan Energi, Protein, dan Serat dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDD-j = Persen bahan makanan-j yang dapat dimakan (% BDD) Tingkat kecukupan energi, protein, dan serat dapat diperoleh dengan membandingkan asupan dengan kecukupan. Kecukupan diperoleh dengan melihat Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan tahun 2004. Kemudian tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996) yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Sedangkan untuk menghitung tingkat kecukupan serat membandingkan antara asupan dengan kebutuhan serat menurut WKNPG 2004 yaitu cukup (19-30 g), kurang (<19 g) dan lebih (<30 g). Status gizi ditentukan dengan menggunakan ukuran lingkar lengan atas (LILA), yang kemudian dikategorikan normal (≥ 23.5 cm) dan kurang energi kronik (KEK <23.5 cm). Sedangkan status kesehatan dilihat dari kejadian konstipasi, gangguan kehamilan yang sering terjadi dan penyakit yang diderita 25 satu bulan terakhir. Lebih jelasnya, pengkategorian variabel penelitian yang telah disebutkan diatas dapat dilihat pada tabel 7: Tabel 7 Pengkategorian variabel penelitian No Variabel Sub Variabel Kategori 1. Karakteristik individu Umur 20-40 tahun Karakteristik keluarga Besar keluarga 1. Keluarga kecil (≤ 4 orang) 2. Keluarga sedang (5-7 orang) 3. Keluarga besar (≥ 8 orang) Hurlock (1998) Pendapatan 1. Miskin (<278.530/kap/bulan) 2. Tidak miskin (>278.530/kap/bulan) Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. Kelompok makanan/minuman 1. Serealia dan olahannya 2. Kacang-kacangan dan olahannya 3. Daging dan olahannya 4. Ikan dan olahannya 5. Telur, susu dan olahannya 6. Minuman 7. Suplemen/herbal 8. Buah 9. Sayur 10. Makanan Jajanan (gorengan, cikian, biskuit, coklat) Frekuensi 1. Jarang : < 4 kali/minggu 2. Sering : ≥ 4 kali/minggu Kusumaningsih (2007) Jenis pangan yang dikonsumsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 2. 3. 4. Kebiasaan makan Konsumsi pangan Berat badan Tinggi badan Jumlah makanan (gram/URT) Tidak sekolah SD/ Sederajat SMP/ Sederajat SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi Makanan pokok Lauk hewani Lauk nabati Buah dan gula Sayuran Minuman Susu dan olahannya Minyak dan buah biji berminak DKBM 26 Tabel 7 (lanjutan) No 5. Variabel Konsumsi serat 6. Tingkat kecukupan 7. Status kesehatan Sub Variabel Jenis sumber serat Jumlah serat (gram) Energi dan protein Kategori Serat 1. Cukup (19-30 gram) 2. Kurang (< 19 gram ) 3. Lebih (> 30 gram) WKNPG (2004) 1. Ya 2. Tidak Kejadian konstipasi Keluhan kehamilan 1. Defisit tingkat berat (< 70 % AKG) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) 4. Normal 90-119% AKG) 5. Kelebihan (≥ 120% AKG) Depkes (1996) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Penyakit 1 bulan terakhir 8. Status gizi LILA (lingkar lengan atas) Mual Pusing Sakit punggung Kurang nafsu makan Kurang tidur Mudah lelah Lesu Sering kesemutan Tekanan darah tinggi Tekanan darah rendah Flek, pendarahan/ keputihan Bagian tubuh bengkak Gatal – gatal Sesak nafas Keram Anemia/kurang sel darah merah Sering buang air seni 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Influenza Diare Tipus Radang tenggorokan Maag TBC Demam berdarah Malaria Sakit karena kecelakaan (pendarahan Hebat) 10. Menjalani Transfusi darah 1. Normal (LILA ≥23.5 cm) 2. KEK (LILA < 23.5 cm) 27 Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis dengan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensia. Analisis statistik inferensia berupa analisis statistik non parametrik dengan menggunakan uji korelasi Spearman dan analisis statistik parametrik menggunakan uji korelasi Pearson. Uji Korelasi Spearman digunakan untuk menguji hubungan antar variabel, sedangkan uji korelasi Pearson untuk melihat variabel hubungan, meliputi analisis hubungan antara keadaan sosial ekonomi keluarga dengan konsumsi pangan serta serat makanan pada ibu hamil, analisis konsumsi pangan terhadap status gizi ibu hamil, dan analisis konsumsi serat terhadap status kesehatan. Analisis regresi linier, untuk melihat pengaruh makanan sumber serat terhadap asupan serat dan uji beda one-way ANOVA untuk melihat perbedaan antar kuintil. Definisi Operasional Pendidikan adalah pendidikan formal yang telah ditamatkan anggota keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal bersama atau dan menjadi tanggungan dari kepala keluarga. Kebiasaan makan adalah informasi perilaku makan makanan yang dikonsumsi secara berulang dan terus menerus dalam kondisi tertentu. Kelompok makanan/minuman adalah pengelompokan makanan berdasarkan jenisnya Frekuensi Konsumsi Pangan adalah banyaknya konsumsi pangan persatuan waktu tertentu (satu minggu). Jenis pangan yang dikonsumsi adalah jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan golongan makanan di DKBM Konsumsi pangan ibu hamil adalah semua jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi ibu selama kehamilan. Jumlah makanan yang dikonsumsi banyaknya makanan yang dikonsumsi persatuan gram atau URT. Konsumsi serat makanan adalah banyaknya serat makanan yang diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari yang dinyatakan dalam gram/kapita/hari. Asupan energi, protein, dan serat adalah sejumlah energi, protein, dan serat yang diperoleh dari konsumsi pangan. Tingkat kecukupan energi, protein, dan serat adalah perbandingan antara asupan energi, protein, dan serat dan kebutuhan energi, protein, dan serat. 28 Status gizi ibu adalah keadaan kesehatan ibu yang ditentukan secara antropometri dengan menggunakan LILA. Status kesehatan ibu adalah keadaan kesehatan ibu yang ditentukan dengan melihat kejadian konstipasi dan gangguan kesehatan Kebutuhan pangan adalah jumlah pangan yang dibutuhkan untuk memenuhi energi dan zat gizi lainnya Penyakit yang diderita satu bulan terakhir adalah penyakit yang diderita ibu hamil satu bulan terakhir terhitung dari satu bulan sebelum pengambilan data. Keluhan kehamilan adalah keluhan atau gangguan kehamilan selama kehamilan berlangsung. Kejadian konstipasi adalah ada atau tidak adanya keluhan sembelit atau konstipasi 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Individu Karakteristik individu meliputi usia, pendidikan, status gizi, dan status kesehatan ibu hamil. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut: Usia Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun, dan kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro 2006). Pada Tabel 8 disajikan sebaran contoh berdasarkan usia. Rata-rata usia contoh adalah 28.6 ± 5.7 tahun. Menurut Detiana (2010) usia ideal untuk hamil adalah antara 20-29 tahun. Pada penelitian ini, contoh yang hamil pada usia ideal (20-29 tahun) paling banyak terdapat pada kuintil-4 yaitu (70.6%), jika dibandingkan dengan kuintil-3 (56.7%) dan kuintil-2 (44.1%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi contoh yang hamil pada usia ideal lebih banyak pada keluarga dari tingkat sosial ekonomi tinggi. Hamil di usia lebih dari 30 tahun akan membuat proses kehamilan menjadi rawan. Hal ini dikarenakan tingkat kesuburan seorang wanita semakin menurun seiring bertambahnya usia. Selain itu, kehamilan pada usia lebih dari 30 tahun memiliki kemungkinan mengalami kelahiran risiko tinggi seperti melahirkan bayi dengan kelainan mental (down syndrome) (Detiana 2010). Pada penelitian ini, contoh yang hamil pada usia rawan kehamilan (> 30 tahun) paling banyak terdapat pada kuintil-2 yaitu sebesar 55.9%, dibandingkan dengan kuintil3 (43.3%), dan kuintil-4 (29.4%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi contoh yang hamil pada usia rawan banyak terdapat pada keluarga dari tingkat sosial ekonomi rendah. Berdasarkan analisis tidak terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata usia contoh dengan tingkat sosial ekonomi (p=0.086). Tabel 8 Sebaran usia contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Usia (tahun) Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Total 20-29 n 30 % 44.1 n 38 % 56.7 n 48 % 70.6 n 116 % 57.1 30-40 38 55.9 29 43.3 20 29.4 87 42.9 68 100 67 100 68 100 203 100 Total 30 Pendidikan Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan praktik hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita dan Fallah 2004). Pada Tabel 9 disajikan sebaran contoh berdasarkan pendidikan contoh. Sebagian besar pendidikan contoh pada kuintil-2 adalah tamatan SD/sederajat sebesar 42.6%, sedangkan pada kuintil-3 dan kuintil-4, pendidikan tertinggi contoh adalah tamatan SMA/sederajat yaitu sebesar 41.8% dan 41.2%. Tabel 9 Sebaran pendidikan contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Pendidikan Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Total n % n % n % n % SD/ Sederajat SMP/Sederajat 29 26 42.6 38.2 16 17 23.9 25.4 14 22 20.6 32.4 59 65 29.1 32.0 SMA/Sederajat 12 17.6 28 41.8 28 41.2 68 33.5 Perguruan Tinggi Total 1 68 1.5 100 6 67 9.0 100 4 68 5.9 100 11 203 5.4 100 Penelitian ini menunjukkan semakin besar tingkat sosial ekonomi semakin tinggi pendidikan contoh, dan sebaliknya. Artinya contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu untuk membiayai pendidikan yang lebih tinggi. Menurut Sedayu (2010), seorang ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih berkesempatan untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan. Berdasarkan analisis terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan contoh dengan tingkat sosial ekonomi (p=0.000). Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga, diantaranya meliputi besar keluarga dan pendidikan suami. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga disajikan dalam tabel-tabel berikut: Besar Keluarga Pada Tabel 10 disajikan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga. Besar keluarga pada penelitian ini, dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata besar keluarga contoh adalah 4.2 ± 1.8 orang, sebagian besar merupakan keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang atau sama dengan 4 orang pada semua kuintil. 31 Tabel 10 Sebaran besar keluarga contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Total Besar keluarga n % n % n % n % Kecil 34 50.0 42 62.7 50 73.5 126 62.1 Sedang 28 41.2 24 35.8 15 22.1 67 33.0 Besar 6 8.8 1 1.5 3 4.4 10 4.9 Total 68 100 67 100 68 100 203 100 Keluarga dengan kategori kecil paling banyak terdapat pada kuintil-4 (73.5%) jika dibandingkan dengan kuintil-3 (62.7%), dan kuintil-2 (50%). Penelitian ini menunjukkan besar keluarga dengan jumlah anggota keluarga kecil, banyak terdapat pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi dan sebaliknya. Artinya keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu memperhitungkan kesejahteraan keluarga dengan jumlah anggota keluarga. Besar keluarga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Menurut Yulita (2012) pemenuhan konsumsi pangan akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Lebih lanjut Gabriel (2008) menjelaskan bahwa besar keluarga juga mempengaruhi tingkat perhatian dalam memenuhi kebutuhan pangan. Pendidikan Suami Pendidikan formal meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang keluarga berencana serta memahami kondisi istri yang sedang hamil. Dan dengan pendidikan yang tinggi pula, seorang suami dapat mengambil keputusan dengan tepat (Gerke 1990). Pengetahuan yang dimiliki suami tentang kehamilan, persalinan dan nifas akan sangat membantu menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi. Pengetahuan suami yang tinggi, akan memotivasi istri untuk periksa kehamilan dan lebih cepat untuk mengambil keputusan yang rasional yang tidak akan membahayakan bayi dan ibunya (Soemantri 2004). Pendidikan suami, dikelompokkan sama seperti pendidikan contoh. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dapat dilihat pada Tabel 11. Sebagian besar pendidikan suami contoh pada kuintil-2 adalah tamatan SMP/sederajat (35.3%). Pada kuintil-3 dan kuintil-4, pendidikan suami sebagian besar adalah tamatan SMA/sederajat masing-masing yaitu sebesar 53.7% dan 55.9%. 32 Tabel 11 Sebaran pendidikan suami contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Kuintil 2 Pendidikan Kuintil 3 Kuintil 4 Total SD/ Sederajat n 21 % 30.9 n 13 % 19.4 n 14 % 20.6 n 48 % 23.6 SMP/Sederajat 24 35.3 11 16.4 10 14.7 45 22.2 SMA/Sederajat 22 32.4 36 53.7 38 55.9 96 47.3 Perguruan Tinggi 1 1.5 7 10.4 6 8.8 14 6.9 Total 68 100 67 100 68 100 203 100 Penelitian ini menunjukkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin tinggi pendidikan suami contoh dan sebaliknya. Artinya suami contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu untuk membiayai pendidikan yang lebih tinggi. Secara umum, pendidikan suami paling banyak adalah tamatan SMA/sederajat. Berdasarkan analisis terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan suami contoh dengan tingkat sosial ekonomi (p=0.001). Kebiasaan Makan dan Frekuensi Konsumsi Pangan Jenis Kelompok Pangan Sumber Serat Jenis kelompok pangan yang menyumbang serat diantaranya adalah serealia dan olahannya, kacang-kacangan dan olahannya, buah dan olahannya, sayur dan olahannya, susu dan olahannya, umbi-umbian, dan lainnya. Sedangkan jenis kelompok pangan yang tidak menyumbang serat diantarannya ikan dan olahannya, telur dan olahannya, serta minuman (air putih dan beberapa jenis minuman berasa lainnya). Kelompok susu dan olahannya yang tidak mengandung serat yaitu dari sub kelompok susu kental manis. Kelompok pangan serealia dan olahannya terdiri dari beras, mi, dan terigu. Kelompok pangan kacang-kacangan dan olahannya terdiri dari kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, kacang mete, kacang polong, kacang tanah, dan kwaci. Kelompok buah dan olahannya terdiri dari buah segar, buahan campur, dan olahn buah. Kelompok sayur dan olahannya dibagi menjadi sayur toge, sayuran buah, sayuran bunga, sayuran campur, sayuran daun, sayuran umbi. Kelompok susu dan olahannya dibagi menjadi susu bubuk, susu cair, dan susu kental manis. Susu kental manis tidak mengandung serat pangan, sehingga tidak termasuk kelompok susu dan olahannya yang mengandung serat. Kelompok umbi-umbian dan olahannya dibagi menjadi singkong, ubi jalar, dan talas. 33 Tabel 12 Sebaran kebiasaan dan frekuensi konsumsi berbagai jenis pangan sumber serat contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Kuintil 2 (n=68) Kelompok pangan n % Frek* Serealia dan olahannya Beras 68 100 16.7 Mi 4 5.9 0.1 Terigu 64 94.1 4.6 Kacang-kacangan dan olahannya Kacang hijau 28 41.2 0.8 Kacang 67 98.5 9.1 kedelai Kacang merah 0 0.0 0.0 Kacang mete 0 0.0 0.0 Kacang 0 0.0 0.0 polong Kwaci 1 1.5 0.0 Kacang tanah 8 11.8 0.3 Buah dan olahannya Buah segar 67 98.5 5.7 Buahan 3 4.4 0.0 campur Olahan buah 29 42.6 1.5 Sayur dan olahannya Sayur toge 5 7.4 0.1 Sayuran buah 42 61.8 1.7 Sayuran 10 14.7 0.3 bunga Sayuran 40 58.8 1.7 campur Sayuran daun 64 94.1 4.7 Sayuran umbi 24 35.3 0.7 Susu dan olahannya Susu bubuk 10 14.0 0.9 Susu cair 0 0.0 0.0 Umbi-umbian dan olahannya Singkong 33 48.5 0.9 Ubi jalar 36 52.9 1.1 Talas 3 4.4 0.0 Lainnya Agar-agar 2 2.9 0.1 * Frekuensi =kali/minggu n Kuintil 3 (n=67) % Frek* Kuintil 4 (n=68) n % Frek* 67 8 62 100 11.9 92.5 17.5 0.1 4.2 67 8 62 98.5 11.8 91.2 16.5 0.2 5.3 33 49.3 1.0 39 57.4 1.3 66 98.5 9.2 67 98.5 8.2 2 3 3.0 4.5 0.0 0.1 4 0 5.9 0.0 0.1 0.0 1 15.0 0.0 3 4.4 0.1 0 15 0.0 22.4 0.0 0.5 2 18 2.9 26.5 0.1 0.7 66 98.5 6.9 67 98.5 6.3 3 4.5 0.1 3 4.4 0.1 31 46.3 1.4 39 57.4 2.0 5 37 7.5 55.2 0.1 1.6 10 38 14.7 55.9 0.3 1.2 13 19.4 0.4 15 22.1 0.5 40 59.7 2.1 38 55.9 1.8 63 24 94.0 35.8 5.0 0.7 67 21 98.5 30.9 5.7 0.7 14 1 22.4 1.5 2.0 0.0 17 0 25 0 2.2 0.0 39 35 5 58.2 52.2 7.5 1.1 1.0 0.1 40 30 2 58.8 44.1 2.9 1.2 0.9 0.0 0 0.0 0.0 0 0.0 0.0 Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Serat Kelompok pangan serealia dan olahannya yang sering dikonsumsi (> 4 kali/minggu) yaitu beras dan terigu. Semua contoh pada kuintil-2 dan kuintil-3 mengkonsumsi beras, dan pada kuintil-4 sebesar 98.5%, ada contoh yang tidak mengkonsumsi beras, hal ini diduga contoh sedang melakukan diet konsumsi beras. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi semakin sedikit yang mengkonsumsi terigu, dan sebaliknya, berturut-turut (kuintil-2, 3, dan 4) 94.1%, 92.5%, dan 91.2%. Walaupun pada kuintil-4 contoh yang mengkonsumsi terigu lebih sedikit, tetapi frekuensi konsumsi terigu lebih sering (5.3 kali/minggu) jika 34 dibandingkan dengan kuintil-3 (4.2 kali/minggu) dan kuintil-2 (4.6 kali/minggu). Contoh yang mengkonsumsi mi hanya sebagian kecil dan jarang dikonsumsi (< 4 kali/minggu). Kacang-kacangan dan olahannya yang sering dikonsumsi yaitu kacang kedelai, pada semua kuintil sebesar 98.5% yang mengkonsumsi kacang kedelai. Hal ini dapat dilihat dari makanan hasil olahan kacang kedelai yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia yaitu tempe dan tahu. Kacang hijau, kacang merah, kacang mete, kacang polong, kwaci, dan kacang tanah jarang dikonsumsi contoh dan hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi. Buah dan olahannya yang sering dikonsumsi yaitu buah segar, sebesar 98.5% contoh pada setiap kuintil yang mengkonsumsi buah segar. Buahan campur, dan olahan buah jarang dikonsumsi contoh pada setiap kuintil. Sayuran dan olahannya yang sering dikonsumsi yaitu sayuran daun. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin sering dan banyak contoh yang mengkonsumsi sayuran daun 98.5% contoh pada kuintil-4, 94.0% contoh pada kuintil-3, dan 94.1% contoh pada kuintil-2. Sayur toge, sayuran buah, sayuran bunga, sayuran campur, dan sayuran umbi jarang dikonsumsi dan hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi. Susu dan olahannya yaitu susu bubuk dan susu cair jarang dikonsumsi dan hanya sebagian kecil contoh yang mengkonsumsi susu dan olahannya merata pada semua kuintil. Umbi-umbian dan olahannya yang terdiri dari singkong, talas, dan ubi jalar jarang dikonsumsi contoh dan hanya sebagian kecil contoh yang mengkonsumsi umbi-umbian dan olahannya merata pada semua kuintil. Agar-agar hanya dikonsumsi contoh pada kuintil-2 dengan frekuensi jarang. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah informasi jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi dalam waktu tertentu. Tabel 13 menunjukkan jenis dan jumlah konsumsi pangan per hari. Semakin tinggi sosial ekonomi, semakin banyak jumlah pangan yang dikonsumsi contoh berturut-turut yaitu kuinti-2 (2243.2), kuinti-3 (2315.6) dan kuintil-4 (2480.1) g/kap/hari. Jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi contoh pada setiap kuintil adalah minuman. Serealia (520.9), unggas (39.9), telur (24.6), susu (264.3), sayuran (167.1), buah (72.4), dan makanan jajanan (108.3) g/kap/hari, merupakan kelompok pangan yang banyak dikonsumsi oleh contoh pada kuintil-4. 35 Golongan daging (76), ikan (25.3), dan minuman (1206.3) g/kap/hari, banyak dikonsumsi oleh contoh pada kuintil-3. Sedangkan contoh pada kuintil-2, banyak mengonsumsi kacang-kacangan (97.2 g/kap/hari). Buah dan sayur merupakan pangan sumber serat tinggi. Pada penelitian ini, jumlah konsumsi buah dan sayur dari setiap kuintil, kurang dari jumlah yang dianjurkan WHO (2003) yaitu 400 g per hari. Tabel 13 Rata-rata jumlah konsumsi pangan berdasarkan tingkat sosial ekonomi Golongan Serealia dan olahannya Daging dan olahannya Unggas dan olahannya Ikan dan olahannya Telur dan olahannya Susu dan olahannya Kacang-kacangan dan olahannya Sayuran Buah Minuman Makanan jajanan Total Jumlah konsumsi pangan (g/kap/hari) Kuintil-2 Kuintil-3 Kuintil-4 488.6 474.1 520.9 3.9 7.6 3.4 19.3 31.2 39.9 22.0 25.3 20.8 14.2 23.5 24.6 110.2 170.1 264.3 97.2 63.9 83.9 153.4 158.7 167.1 50.5 52.7 72.4 1191.8 1206.3 1192.5 92.1 102.2 108.3 2243.2 2315.6 2480.1 Hasil penelitian ini menunjukkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin tinggi total konsumsi pangan contoh. Artinya contoh dengan sosial ekonomi tinggi, mampu memenuhi konsumsi pangannya dari segi kualitas. Sebagian besar golongan pangan, banyak dikonsumsi oleh contoh pada kuintil-4, dan hanya beberapa golongan pangan yang banyak dikonsumsi kuintil-2 dan kuintil-3. Asupan Energi, Protein, dan Serat Asupan Energi Asupan Energi dapat dilihat pada Tabel 14. Rata-rata asupan energi pada setiap kuintil kurang dari jumlah yang dianjurkan berdasarkan AKG, yaitu 2200 kkal ( contoh usia ≤ 29 tahun), dan 2100 kkal (contoh usia > 29 tahun), Pada kuintil-4 rata-rata asupan energi sebesar 1803 kkal per hari, jumlah ini paling tinggi jika dibandingkan dengan asupan energi pada contoh di kuintil-3 sebesar 1595 kkal per hari dan kuintil-2 sebesar 1521 kkal per hari. Terlihat, sebagian besar asupan energi dari masing-masing golongan pangan cenderung meningkat seiring tingginya sosial ekonomi. Pangan yang paling besar sumbangan energinya untuk setiap kuintil adalah serealia dan olahannya. 36 Tabel 14 Rata-rata asupan energi berdasarkan tingkat sosial ekonomi Golongan Serealia dan olahannya Daging dan olahannya Unggas dan olahannya Ikan dan olahannya Telur dan olahannya Susu dan olahannya Kacang dan olahannya Sayuran Buah Minuman Makanan jajanan Total Asupan Energi (kkal/kap/hari) Kuintil-2 745 5 27 44 44 85 222 66 31 20 232 1521 Kuintil-3 719 11 51 46 69 145 159 63 35 33 263 1595 Kuintil-4 779 8 62 37 79 219 181 69 55 14 300 1803 Hasil penelitian ini menunjukkan total asupan energi tertinggi terdapat pada contoh dengan sosial ekonomi tinggi, diikuti dengan sosial ekonomi menengah, dan rendah. Semakin tinggi sosial ekonomi, asupan energi contoh semakin dapat terpenuhi, dan sebaliknya. Berdasarkan analisis terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara asupan energi dengan sosial ekonomi. Artinya asupan energi dapat meningkat dengan semakin tingginya sosial ekonomi, karena contoh dengan sosial ekonomi tinggi mampu menyediakan pangan yang beraneka ragam untuk memenuhi asupan energinya. Asupan Protein Asupan Protein dapat dilihat pada Tabel 15. Rata-rata asupan protein contoh pada semua kuintil kurang dari jumlah yang dianjurkan berdasarkan AKG protein untuk ibu hamil yaitu 67 g per hari. Tabel 15 Rata-rata asupan protein berdasarkan tingkat sosial ekonomi Golongan Serealia dan olahannya Daging dan olahannya Unggas dan olahannya Ikan dan olahannya Telur dan olahannya Susu dan olahannya Kacang dan olahannya Sayuran Buah Minuman Makanan jajanan Total Asupan protein (g/kap/hari) Kuintil-2 12.7 0.5 3.0 5.5 2.2 3.5 12.4 4.1 0.5 0.9 3.5 48.9 Kuintil-3 12.7 1.0 4.8 6.0 3.7 6.3 8.5 4.1 0.4 0.8 3.6 52.0 Kuintil-4 14.8 0.6 5.6 4.5 3.8 10.3 10.0 4.8 0.9 0.4 4.0 59.9 37 Pada kuintil-4 rata-rata asupan protein sebesar 59.9 g per hari, lebih tinggi dibandingkan dengan kuintil-3 sebesar 52 g per hari dan kuintil-2 sebesar 48.9 g per hari. Pangan yang paling besar sumbangan proteinnya adalah serealia dan olahannya, serta kacang-kacangan dan olahannya. Hasil penelitian ini menunjukkan total asupan Protein tertinggi terdapat pada contoh dengan sosial ekonomi keluarga tinggi, diikuti dengan sosial ekonomi keluarga menengah, dan rendah. Semakin tinggi sosial ekonomi, semakin tinggi asupan protein. Berdasarkan analisis terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara asupan protein dengan sosial ekonomi. Artinya, asupan protein dapat meningkat dengan semakin tingginya sosial ekonomi, karena contoh dengan sosial ekonomi tinggi mampu menyediakan pangan yang beraneka ragam untuk memenuhi asupan proteinnya. Pada penelitian ini, asupan energi dan protein dibawah jumlah yang dianjurkan pada setiap kuintil. Jumlah asupan energi dan protein, dibawah jumlah asupan energi pada tahun 1999 sekitar 1851 kkal/kap/hari. Padahal menurut Ariani (2007) asupan energi dan protein mengalami peningkatan dari tahun ketahun, seiring meningkatnya ketersediaan. Hal ini dapat dikarenakan ketersediaan pangan yang terbatas dan faktor pendapatan yang berbeda. Selain itu, menurut Ariani (2007) diduga masih kurang akuratnya konversi energi dan protein yang berasal dari makanan/minuman jadi, mengingat jenis ini sangat beragam antar wilayah. Hal ini berpengaruh terhadap perhitungan tingkat kecukupan energi dan protein. Asupan Serat Asupan serat dapat dilihat pada Tabel 16. Rata-rata asupan serat contoh pada setiap kuintil kurang dari angka kecukupan serat (19-30 g per hari). Total asupan serat tertinggi terdapat pada kuintil-4 yaitu sebesar 10.6 g per hari. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan asupan serat pada kuintil-3 (9 g per hari), dan kuintil-2 (8.9 g per hari). Terlihat, sebagian besar asupan serat dari masing-masing golongan pangan cenderung meningkat seiring tingginya sosial ekonomi. Pangan yang paling besar sumbangan seratnya adalah sayuran dan olahannya. 38 Tabel 16 Rata-rata asupan serat berdasarkan tingkat sosial ekonomi Asupan Serat per hari (g/kap/hari) Golongan Kuintil-2 2.16 0.00 0.04 0.00 0.00 0.25 1.29 3.15 1.06 0.05 0.83 8.83 Serealia dan olahannya Daging dan olahannya Unggas dan olahannya Ikan dan olahannya Telur dan olahannya Susu dan olahannya Kacang dan olahannya Sayuran Buah Minuman Makanan jajanan Total Kuintil-3 2.08 0.00 0.04 0.00 0.00 0.35 1.00 3.17 1.16 0.13 0.98 8.92 Kuintil-4 2.68 0.00 0.11 0.00 0.00 0.49 1.15 3.04 1.99 0.13 0.96 10.55 Hal ini sejalan dengan penelitian Jahari (2001), rata-rata konsumsi serat rumah tangga per orang diberbagai region masih belum mencapai jumlah konsumsi serat yang dianjurkan, hanya sebesar 10.5 g/orang/hari. Rata-rata konsumsi serat di Jawa Barat hanya sebesar 8.0 g/orang/hari. Pada penelitian ini, pangan yang paling besar sumbangan seratnya adalah sayuran dan olahannya. Sumbangan serat dari sayuran, terbesar dari sayuran bayam. Kebiasaan masyarakat Jawa Barat yang juga suka mengkonsumsi lalapan, menjadikan sayuran dan olahannya sebagai pangan sumber serat tertinggi. Sedangkan berdasarkan penelitian Jahari (2001), sumbangan serat tertinggi diperoleh dari pangan serealia sebesar 3.8 g/kap/hari ini mencakup seluruh provinsi di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan total asupan serat tertinggi terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, diikuti dengan tingkat sosial ekonomi menengah, dan rendah. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin besar jumlah asupan serat. Artinya, contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu menyediakan pangan sumber serat untuk memenuhi asupan seratnya, dan sebaliknya. Berdasarkan analisis Regresi, golongan minuman tidak berpengaruh nyata terhadap asupan serat (p>0.05), sedangkan golongan lainnya (serealia, unggas, susu, berpengaruh kacang-kacangan, nyata terhadap buah, asupan sayur, serat dan (p<0.05). makanan jajanan) Golongan yang mengandung serat cukup tinggi mampu mempengaruhi asupan serat contoh. 39 Susu, golongan pangan yang rendah kandungan seratnya, tetapi berdasarkan analisis, susu merupakan golongan pangan yang paling berpengaruh terhadap asupan serat. Artinya semakin tinggi konsumsi susu, semakin tinggi sumbangan serat. Secara matematis, persamaannya ditulis sebagai berikut: y = -1.189 + 0.022 x1 + 0.030 x2 + 0.00160 x3 + 0.014 x4 + 0.016 x5 + 0.026 x6 + 0.007 x7 + 0.004 x8 Keterangan: X1 : Sayuran X2 : Makanan jajanan X3 : Unggas X4 : Susu X5 X6 X7 X8 : Kacang-kacangan : Buah : Serealia : Minuman Tingkat Kecukupan Energi, Protein, dan Serat Tingkat Kecukupan Energi Tingkat kecukupan energi contoh pada semua kuintil sebagian besar defisit tingkat berat. Defisit energi tingkat berat pada kuintil-2 sebesar 54.4%, lebih besar dari pada defisit tingkat berat pada kuintil-3 sebesar 53.7%, dan kuintil-4 sebesar 38.2%. Defisit energi tingkat sedang paling banyak terdapat pada kuintil-4 sebesar 13.2%, sebesar 10.4% pada kuintil-3, dan 10.3% pada kuintil-4. Defisit energi tingkat ringan paling banyak juga terdapat pada kuintil-4 sebesar 16.2%, diikuti persentase terbesar berikutnya terdapat pada kuintil-2 sebesar 14.7%, dan sebesar 10.4% pada kuintil-3. Tingkat kecukupan energi normal paling banyak terdapat pada kuintil-4 (19.1%), jika dibandingkan dengan kuintil-3 (17.9%), dan kuintil-2 (13.2%). Tingkat kecukupan energi berlebih paling banyak juga terdapat pada kuintil-4 (13.2%), jika dibandingkan dengan kuintil-3 (7.5%), dan kuintil-2 (7.4%). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Berlebih Total Kuintil 2 n % 37 54.4 7 10.3 10 14.7 9 13.2 5 7.4 68 100 Kuintil 3 n % 36 53.7 7 10.4 7 10.4 12 17.9 5 7.5 67 100 Kuintil 4 n % 26 38.2 9 13.2 11 16.2 13 19.1 9 13.2 68 100 Total n 99 23 28 34 19 203 % 48.8 11.3 13.8 16.7 9.4 100 40 Hasil penelitian ini menunjukkan, tingkat kecukupan energi secara umum berstatus defisit tingkat berat. Defisit energi tingkat berat paling banyak terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Sedangkan tingkat kecukupan energi normal dan berlebih paling banyak terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa, semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin sedikit yang mengalami defisit energi tingkat berat. Artinya, contoh dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu menyediakan pangan untuk memenuhi konsumsi dan asupan pangan secara kuantitas maupun kualitas. Tingkat Kecukupan Protein Tingkat kecukupan protein contoh pada semua kuintil sebagian besar defisit tingkat berat. Defisit protein tingkat berat pada kuintil-2 sebesar 54.4%, lebih besar dari pada defisit tingkat berat pada kuintil-3 sebesar 49.3%, dan kuintil-4 sebesar 36.8%. Defisit protein tingkat sedang paling banyak terdapat pada kuintil-3 sebesar 13.4%, sebesar 13.2% pada kuintil-2, dan 11.8% pada kuintil-4. Defisit protein tingkat ringan paling banyak terdapat pada kuintil-2 sebesar 13.2%, diikuti persentase terbesar berikutnya terdapat pada kuintil-3 sebesar 11.9%, dan sebesar 10.3% pada kuintil-4. Tingkat kecukupan protein normal paling banyak terdapat pada kuintil-4 (19.1%), jika dibandingkan dengan kuintil-3 (10.4%), dan kuintil-2 (7.4%). Tingkat kecukupan energi berlebih paling banyak juga terdapat pada kuintil-4 (22.1%), jika dibandingkan dengan kuintil-3 (14.9%), dan kuintil-2 (11.8%). Tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Berlebih Total Kuintil 2 n % 37 54.4 9 13.2 9 13.2 5 7.4 8 11.8 68 100 Kuintil 3 n % 33 49.3 9 13.4 8 11.9 7 10.4 10 14.9 67 100 Kuintil 4 n % 25 36.8 8 11.8 7 10.3 13 19.1 15 22.1 68 100 Total n % 95 46.8 26 12.8 24 11.8 25 12.3 33 16.3 203 100 Hasil penelitian ini menunjukkan, tingkat kecukupan protein secara umum berstatus defisit tingkat berat. Defisit protein tingkat berat, sedang, maupun ringan paling banyak terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi 41 rendah. Sedangkan tingkat kecukupan protein normal dan berlebih paling banyak terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa, semakin tinggi tingkat sosial ekonomi keluarga, semakin terpenuhi kecukupan protein anggota keluarga. Tingkat Kecukupan Serat Tingkat kecukupan serat pada ibu hamil di kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 19. Sebesar 95.6% contoh mempunyai tingkat kecukupan serat yang kurang dari cukup terdapat di kuintil-2, persentase ini paling besar jika dibandingkan dengan kuintil-3 sebesar 92.5%, dan kuintil-4 sebesar 88.2%. Tingkat kecukupan serat cukup paling banyak terdapat pada kuintil-4 sebesar 10.3%, sebesar 6% pada kuintil-3, dan sebesar 4.4% pada kuintil-2. Tingkat kecukupan serat lebih dari cukup paling banyak terdapat pada contoh di kuintil-4 dan kuintil-3 yaitu sebesar 1.5%, dan pada kuintil-2 tidak ada contoh yang tingkat kecukupan seratnya berlebih. Tabel 19 Sebaran tingkat kecukupan serat contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Serat (g/hari) Cukup (19-30 g/hari) Kurang (<19) Lebih (>30) Total Kuintil 2 n % 3 4.4 65 95.6 0 0.0 68 100 Kuintil 3 n % 4 6.0 62 92.5 1 1.5 67 100 Kuintil 4 n % 7 10.3 60 88.2 1 1.5 68 100 Total n % 14 6.9 187 92.1 2 1.0 203 100 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat kecukupan serat contoh kurang dari jumlah yang dianjurkan. Tingkat kecukupan serat kurang, paling banyak terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Sedangkan tingkat kecukupan serat cukup dan berlebih, paling banyak terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa, semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin terpenuhi kecukupan serat contoh. Berdasarkan penelitian Raissa (2012), yang dilakukan terhadap lansia di panti wreda, tingkat kecukupan serat pada lansia 100% kurang. Penelitian yang dilakukan Zulaika (2011) juga menunjukkan tingkat kecukupan serat kurang, yang dilakukan pada orang dewasa dengan status obes dan normal. Tingkat kecukupan serat pada siswa SMP dalam penelitian Rahmania (2012), juga menunjukkan tingkat kecukupan serat pada keseluruhan contoh defisit tingkat berat. Hal yang sama juga dituliskan Badrialaily (2004), bahwa rata-rata konsumsi serat Mahasiswa GMSK dan Kehutan tidak jauh berbeda sebesar 7.8 g/kap/hari. Amalia (2002) menemukan bahwa rata-rata konsumsi serat di desa 42 dan kota Bogor sebesar 12.3 gram/kapita/hari. Hal ini menunjukkan konsumsi serat masih kurang, pada ibu hamil, lansia, remaja, mahasiswa dengan pengetahuan gizi maupun tidak, dan orang dewasa dengan status gizi normal maupun obes. Status Gizi Pada Tabel 20 menunjukkan sebaran status gizi contoh. Status gizi contoh pada penelitian ini, dihitung menggunakan LILA dengan nilai ukur 23.5 cm. Sebesar 83.8% contoh pada kuintil-4 mempunyai status gizi normal, paling banyak jika dibandingkan dengan contoh pada kuintil-2 sebesar 80.9%, dan kuintil-3 sebesar 79.1%. Status gizi kurang hanya sebagian kecil saja sebesar 19.1% pada kuintil-2, sebesar 20.9% pada kuintil-3, dan sebesar 16.2 % pada kuintil-4. Secara umum status contoh normal untuk semua kuintil. Tabel 20 Sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Total Status Gizi n % n % n % n % Normal 58 80.9 55 79.1 56 83.8 169 81.3 KEK 10 19.1 12 20.9 12 16.2 34 18.7 Total 68 100 67 100 68 100 203 100 Hasil penelitian ini menunjukkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin banyak contoh yang mempunyai status gizi normal, dan sebaliknya. Artinya, contoh dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, mampu mencapai dan mempertahankan status gizi normal karena konsumsi pangan secara kualitas dan kuantitas dapat dipenuhi. Menurut Sirajuddin dan Gani (2010), terdapat hubungan antara besarnya pengeluaran dengan kejadian KEK. Artinya contoh dengan pengeluaran yang rendah berpeluang lebih besar untuk menderita KEK. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengeluaran berkorelasi positif dengan kuantitas belanja pangan. Semakin rendah kuantitas belanja pangan menyebabkan pemenuhan kebutuhan gizi khususnya energi dan protein semakin kecil. Hasil penelitian yang dilakukan Sandjaja (2009) juga menyebutkan semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita (kuintil), makin rendah prevalensi risiko KEK. Ibu hamil resiko KEK di Jawa barat sekitar 19.3%, sedangkan resiko KEK pada ibu hamil ditingkat nasional sebesar 21.6%. Status Kesehatan Status kesehatan contoh dapat dilihat dari berbagai gangguan kesehatan yang sering dialami saat kehamilan berlangsung. Gangguan kehamilan yang 43 sering dialami contoh adalah mual, mudah merasa lelah, sering buang air kecil, pusing, lesu, kurang nafsu makan, sakit punggung, kurang tidur, sering kesemutan, tekanan darah rendah, anemia, sembelit, keram, gatal-gatal, sesak nafas, flek pendarahan atau keputihan, bagian tubuh bengkak, tekanan darah tinggi dan lainnya. Pada Tabel 21 disajikan sebaran contoh penyakit yang biasanya dialami oleh contoh. Lebih dari 50% contoh mengalami gangguan-gangguan kehamilan yang sering dialami oleh contoh diataranya mual, pusing, sakit pinggang, kurang makan, lelah, lesu, dan sering berseni. Kurang dari 50% ibu hamil mengalami gangguan kurang tidur, konstipasi, kesemutan, hipertensi, hipotensi, flek, bengkak, gatal, sesak nafas, kram, anemia, keputihan, dan lainnya. Gangguan yang paling banyak dialami oleh contoh pada kuintil-2 adalah lelah (73.5%) dan sering berseni (73.5%). Mual merupakan gangguan kehamilan yang paling banyak mengganggu kesehatan ibu hamil pada kuintil-3 (83.6%) dan kuintil-4 (80.9%). Hipertensi merupakan jenis penyakit yang paling sedikit dialami oleh contoh yaitu pada kuintil-2 (0%), dan kuintil-3 (1.5%). Sedangkan pada kuintil-4, jenis penyakit yang paling sedikit dialami contoh adalah bengkak (1.5%). Tabel 21 Sebaran status kesehatan contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi Jenis penyakit Mual Pusing Sakit pinggang Kurang makan Kurang tidur Konstipasi Lelah Lesu Kesemutan Hipertensi Hipotensi Flek Bengkak Gatal Sesak nafas Kram Anemia Sering berseni Keputihan Lainnya Kuintil 2 = 68 n % 49 72.1 48 70.6 36 52.9 38 55.9 34 50 13 19.1 50 73.5 48 70.6 31 45.6 0 0 21 30.9 9 13.2 6 8.8 8 11.8 11 16.2 15 22.1 20 29.4 50 73.5 27 39.7 5 7.4 Kuintil 3 = 67 n % 56 83.6 47 70.1 38 56.7 37 55.2 26 38.8 16 23.9 48 71.6 37 55.2 26 38.8 1 1.5 21 31.3 3 45 4 6 11 16.4 7 10.4 14 20.9 21 31.3 47 70.1 31 463 0 0 Kuintil 4 = 68 n % 55 80.9 46 67.6 34 50 36 52.9 33 48.5 18 26.5 50 73.5 44 64.7 26 38.2 4 5.9 23 33.8 6 8.8 1 1.5 15 22.1 7 10.3 14 20.6 16 23.5 46 67.6 24 35.3 3 4.4 44 Selain gangguan-gangguan kehamilan tersebut, status kesehatan ibu dapat juga dilihat dari riwayat kesehatan ibu hamil satu bulan terakhir yang dirujuk pada Tabel 22. Pada Tabel 22, riwayat kesehatan ibu hamil menunjukkan kurang dari 50% contoh mengalami gangguan kesehatan. Influenza adalah jenis penyakit yang paling banyak dialami oleh contoh satu bulan terakhir baik pada kuintil-2 (44.1%), kuintil-3 (49.3%), dan kuintil-4 (33.8%). Sedangkan jenis penyakit yang paling sedikit dialami contoh adalah Tipus (1.5%) pada kuintil-4, pada kuintil-2 dan kuintil-3 tidak ada contoh yang terkena Tipus. Contoh untuk semua kuintil tidak mengalami TBC, DBD, Malaria, kecelakaan, dan transfusi. Tabel 22 Sebaran riwayat kesehatan contoh satu bulan terakhir berdasarkan tingkat sosial ekonomi Jenis penyakit Flu Diare Tipus Radang Maag TBC DBD Malaria Kecelakaan Transfusi Lainnya Kuintil 2 = 68 n % 30 44.1 6 8.8 0 0 11 16.2 26 38.2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 14.7 Kuintil 3 = 67 n % 33 49.3 6 9 0 0 13 19.4 24 35.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 10.4 Kuintil 4 = 68 n % 23 33.8 6 8.8 1 1.5 9 13.2 20 29.4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 16.2 Hubungan antar Variabel Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Kecukupan Energi, Protein, dan Serat. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pendidikan dengan tingkat kecukupan energi, dan protein. Artinya semakin tinggi pendidikan, semakin mudah memahami informasi gizi. Semakin banyak informasi gizi dan makanan yang didapat, semakin beragam jenis makanan yang dikonsumsi sehingga semakin tinggi tingkat kecukupan energi dan protein. Namun, hubungan pendidikan dengan tingkat kecukupan serat tidak signifikan (p>0.05). Artinya pendidikan tinggi tidak selalu menjamin praktik konsumsi serat sesuai dengan teori yang ada. Pendidikan suami berhubungan signifikan (p<0.05) dengan tingkat kecukupan energi, dan protein. Artinya selain mendapatkan pengetahuan gizi dari pendidikan formal, contoh juga mendapatkan pengetahuan gizi dari suami. Namun, hubungan pendidikan suami dengan tingkat kecukupan serat tidak 45 signifikan (p>0.05). Artinya pendidikan suami tidak memberikan pengaruh terhadap praktik konsumsi serat sesuai dengan teori yang ada. Hubungan besar keluarga dengan tingkat kecukupan energi, protein, dan serat tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Artinya besar atau kecil jumlah anggota keluarga tidak selalu dapat memenuhi kecukupan pangan. Ada faktor lain yang berperan diantaranya sosial ekonomi, keluarga dari sosial ekonomi rendah dengan jumlah anggota keluarga besar cenderung mengutamakan pemenuhan pangan, sebaliknya keluarga kecil dari sosial ekonomi tinggi biasanya lebih mengutamakan pemenuhan selain pangan. Usia contoh tidak berhubungan nyata (p>0.05) dengan tingkat kecukupan energi dan serat. Artinya usai tidak berhubungan dengan tingkat kecukupan energi dan serat, karena bertambahnya usia tidak selalu bertambahnya kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Namun, usia berpengaruh nyata (p<0.05) dengan tingkat kecukupan protein, artinya dengan meningkatnya usia, contoh memperhatikan tingkat kecukupan proteinnya, terlebih ketika hamil. Hubungan Karakteristik dengan Status gizi dan Status Kesehatan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pendidikan contoh dan pendidikan suami dengan status gizi dan status kesehatan. Artinya pendidikan formal tidak selalu memberikan dan menghasilkan pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik. Besar keluarga tidak berhubungan signifikan (p>0.05) dengan status gizi dan status kesehatan. Artinya ada faktor lain yang berperan diantaranya sosial ekonomi, keluarga dari sosial ekonomi tinggi dengan jumlah anggota keluarga besar mampu membiayai perawatan kesehatan dan pemenuhan pangan yang berlanjut terhadap status gizi. Sebaliknya, walaupun jumlah anggota keluarga kecil dari sosial ekonomi rendah akan sulit untuk membiayai perawatan kesehatan dan status gizi . Usia contoh berhubungan signifikan (p<0.05) dengan status gizi, tetapi tidak berhubungan signifikan (p>0.05) dengan status kesehatan. Artinya semakin bertambah usia status gizi semakin baik, tetapi usia tidak menentukan baik atau buruknya status kesehatan, karena gangguan kesehatan bisa terjadi pada siapa saja tanpa melihat usia. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi, dan Tingkat Kecukupan Serat dengan Status Kesehatan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi dan protein 46 dengan status gizi. Artinya tingkat kecukupan energi dan protein tidak memberi pengaruh terhadap status gizi, diduga dengan bertambahnya usia cenderung meningkatkan berat badan karena metabolisme tubuh mulai melambat. Sehingga, tingkat kecukupan energi dan protein tercukupi ataupun tidak, tidak mempengaruhi pengukuran status gizi. Begitu juga dengan tingkat kecukupan serat tidak berhubungan signifikan (p>0.05) dengan status kesehatan (kejadian konstipasi). Artinya status kesehatan dalam hal ini kejadian konstipasi, tidak ada hubungannya dengan tingkat kecukupan serat. Hal ini dapat disebabkan konsumsi air cukup, walaupun kecukupan serat tidak tercukupi tetapi dapat diatasi dengan konsumsi air yang cukup. 47 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian mengenai konsumsi pangan dan serat makanan telah dilakukan pada ibu hamil trimester II di enam kecamatan di kota Bogor. Sebagian besar (57.1%) ibu hamil berusia diantara 20-29 tahun, contoh dan suami contoh sebagian besar (33.5% dan 47.3%) menyelesaikan pendidikan tingkat SMA/sederajat, dan 62.1% mempunyai besar keluarga ≤ 4 orang. Asupan Energi dan Protein mengacu pada anjuran AKG 2004 (2200 kkal untuk contoh usia ≤ 29 tahun dan 2100 kkal untuk contoh usia > 29 tahun), pada semua kuintil asupan Energi dan Protein contoh kurang dari yang dianjurkan. Total asupan Energi contoh berturut-turut (kuintil-2, 3, dan 4) yaitu 1521, 1595, dan 1803 kkal/kap/hari. Total asupan Protein contoh berturut-turut (kuintil-2, 3, dan 4) yaitu 48.9, 52.0, dan 59.9 g/kap/hari. Total asupan serat mengacu pada WKNPG 2004 (19-30 g per hari), total asupan serat contoh pada semua kuintil kurang dari yang dianjurkan, berturut-turut (kuintil-2, 3, dan 4) yaitu 8.83, 8.92, dan 10.55 g/kap/hari. Tingkat kecukupan energi (49%) dan protein contoh (47%) sebagian besar defisit tingkat berat, begitu juga dengan tingkat kecukupan serat contoh (92%) sebagian besar kurang. Namun, status gizi dan status kesehatan menunjukkan sebagian besar contoh berstatus gizi normal (81.3%) dan tidak mengalami gangguan kesehatan berupa konstipasi (23.2%). Hasil analisis menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi, serta tingkat kecukupan serat dengan status kesehatan (kejadian konstipasi). Meskipun demikian, tetap harus menjaga konsumsi makanan agar status gizi tidak menurun, dan terhindar dari berbagai gangguan kesehatan. Saran Pangan sumber serat makanan di Indonesia sangat beraneka ragam dan mudah didapat, diantaranya serealia, sayur, buah, kacang-kacang, dan umbi-umbian. Saran untuk ibu hamil, hendaklah mengkonsumsi pangan yang beraneka ragam dalam jumlah yang cukup, agar serat makanan yang dibutuhkan dapat tercukupi dan terhindar dari penyakitpenyakit yang berhubungan dengan kekurangan serat. Selain itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap kejadian konstipasi dengan mengumpulkan data frekuensi dan gangguan buang air besar. 48 DAFTAR PUSTAKA Ariani M. 2007. Konsumsi pangan masyarakat indonesia analisis data susenas 1999-2005. Jurnal Gizi Indonesia, 30(1), 47-56. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC. Anderson AS. 2007. Pre-pregnancy, pregnancy and lactation. In:Essentials of Human Nutrition (Third Edition). United States: Oxford University PressInc. pp 443-455. Astawan M, Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Di dalam: Soekirman et al., editorKetahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hlm 129-161. Badrialaily. 2004. Studi tentang pola konsumsi serat pada mahasiswa [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Benson RC, Pernoll ML. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Wijaya S, penerjemah; Primarianti SS, Resmisari T, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Benson & Pernoll’s Handbook of Obstetrics and Gynecology. [BPPK] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas). Jakarta: Departemen Kesehatan RI. [DGKSFKMUI] Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2009. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers. Detiana P. 2010. Hamil Aman dan Nyaman di atas 30 Tahun. Yogyakarta: Media Pressindo Drummond KE, Brefere LM. 2007. Nutrition for Foodservice and Culinary Professionals (Sixth Edition). United States: John Wiley & Sons, Inc. Emilia O, Freitag H. 2010. Tetap Bugar dan Energik Selama Hamil. Jakarta: AgroMedia. Furkon LA. 2006.Konsumsi pangan sumber antioksidan mahasiswa tpb-ipb serta kaitannya dengan daya tahan terhadap penyakit flu dan diare akibat infeksi. [laporan penelitian dosen muda]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 23 halaman. Gibney MJ. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Andry H, penerjemah; Palupi W, Erita AH, editor. Jakarta (ID): Penerbit EGC. Terjemahan dari: Public Health Nutrition. [GAI] Global Alliance Indonesia, [ASPPUK] Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil, [PKBI] Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Jawa Barat, [PPSW] Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita, [YPMK]Yayasan Pengembangan Manajemen Kesehatan Perdhaki. 2003. Tanya Jawab Seputar Kesehatan Reproduksi Buku Pegangan Promosi Kesehatan Kerja. Jakarta : Global alliance for workers and communities. 49 Hardinsyah, Briawan D, Retnaningsih, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah. 23 Juni 2007. Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial bagi Peningkatan Kualitas Hidup Manusia dan pengentasan Kemiskinan [orasi ilmiah]. Bogor: GWW Kampus IPB Darmaga Bogor. Harrison.1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dlalam. Asdie AH, editor. Jakarta: EGC. Hayati AW. 2002. Konsumsi pangan dan seng, serta determinan status seng ibu hamil di kecamatan Leuwiliang dan Cibungbulang kabupaten Bogor. [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Herlinawati Y. 2006. Terapi Jus untuk Kolesterol + Ramuan Herbal. Jakarta: Puspa Swara Ide P. 2009. Health Secret of Dragon Fruit, Menguak Keajaiban si Kaktus dalam Penyembuhan Penyakit. Jakarta: Elex Media Komputindo. Jahari Ab, Sumarno I. 2001. Epidemiologi konsumsi serat di indonesia. Jurnal Gizi Indonesia, 25: 37-56. Jordan S. 2003. Farmakologi Kebidanan. Andry H, penerjemah; Monica E, editor. Jakarta. Penerbit EGC. Terjemahan dari: Pharmacology for Midwives. Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi dalam Dimensi Kesejahteraan. Bogor:Institut Pertanian Bogor. 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika). Khomsan A, Madanijah S, Martianto D, Djamaluddin MD, Briawan D. 2003. Rekayasa sosial dan pengembangan teknik edukasi untuk peningkatan diversifikasi konsumsi pangan pokok. [laporan penelitian]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 115 halaman. Lubis Z. 2009. Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor: IPB Press. Muaris H. 2002. Hidangan Sehat Favorit Ibu Hamil, Kehamilan Triwulan Kedua Cita Rasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Mulya N. 2011. The Pregnancy Handbook, Panduan Food, Fashion, dan Fitness untuk Kehamilan yang Sehat dan Menyenangkan. Jakarta: Qanita Murkoff H, Eisenberg A, Hathaway S. 2006. Apa yang Anda Hadapi Bulan Perbulan. Susi P, penerjemah; Surya S, editor. Jakarta: Penerbit Arcan. Terjemahan dari: What To Expect When You’re Expecting. Mutiara E. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi pangan ibu hamil keluarga nelayan kaitannya dengan status gizi bayi lahir di kelurahan labuhan deli kecamatan medan marelan kota medan. [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rahmania R. 2012. Hubungan antar tingkat pemenuhan kebutuhan air dan asupan serat pangan dengan status hidrasi dan konstipasi siswa SMP [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rahmawati R, Salimar.2006. Hidangan Sehat Ibu Hamil. Jakarta: Puspa Swara. 50 Raissa T. 2012. Asupan serat dan cairan, aktivitas fisik, serta gejala konstipasi pada lanjut usia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rusilanti. 2006. Menu Bergizi untuk Ibu Hamil. Jakarta: Kawan Pustaka. Rusilanti, Kusharto CM. 2007. Sehatdengan Makanan Berserat. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Sandjaja. 2009. Risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Indonesia. Jurnal Gizi Indonesia, 32(2): 128-138. Sedayu TR. 2010. Pengetahuan, sikap, dan konsumsi cairan serta hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan cairan pada remaja SMA Negeri 2 Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sirajuddin, Gani K. 2010. Analisis hubungan pengeluaran, asupan protein, dan kejadian kurang energi kronik pada wanita dewasa di sulawesi selatan. Jurnal Media Gizi Pangan:44-49 Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga Dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Soenardi T. 2011. Agar Terhindar Penyakit Degeneratif saat Dewasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Sulistijani DA. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya. Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC Suririnah. 2008. BukuPintar Kehamilan & Persalinan, Panduan bagi Calon Ibu untuk Menjalani Kehamilan yang Sehat & Menyenangkan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wibisono H, Dewi ABFK. 2009. Solusi Sehat Seputar Kehamilan. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Wiseman G. 2002. Nutrition and Health. London: Taylor & Francis Yulita J. 2012. Analisis hubungan pengetahuan gizi dan keamanan pangan serta konsumsi pangan dengan status gizi siswa sekolah dasar [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Zai HE. 2003. Pola pemberian ASI dan MP-ASI serta status gizi anak baduta di desa Maliwa’a dan desa Bobozioli Loloana’a Kecamatan Idanogawo Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Zulaika. 2011. Konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal [skripsi]. Bogor: Institut pertanian Bogor. 51