BAB I Pendahuluan

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan
pangan menjadi semakin meningkat. Kondisi tersebut menuntut sektor pertanian
untuk dapat meningkatkan produksinya secara maksimal. Usaha yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian adalah dengan menerapkan
sistem intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Saat ini, penerapan ekstensifikasi
pertanian yang menuntut pembukaan lahan baru tidak dimungkinkan. Oleh karena
itu, peningkatan produksi pertanian lebih difokuskan melalui program
intensifikasi pertanian. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menerapkan
sistem pengolahan tanah secara intensif.
Pengolahan tanah intensif adalah sistem pengolahan tanah yang
melakukan penggarapan tanah secara maksimal, membalik-balikkan tanah hingga
kedalaman ± 20 cm, serta tanpa adanya pemanfaatan residu tanaman dan gulma
sebagai tutupan lahan yang melindungi tanah dari erosi dan tingginya aliran
permukaan tanah. Pengolahan tanah ini ditujukan untuk mendapatkan kondisi
tanah (Soil Tilth) yang baik yang mendukung pertumbuhan akar, sehingga
diperoleh hasil produksi yang diinginkan. Namun tanpa disadari dalam jangka
panjang pengolahan tanah secara intensif akan menurunkan kualitas tanah. Seperti
yang dikatakan Bergeret (1977), pengelolaan lahan yang intensif serta budidaya
monokultur tanpa rotasi dan pendaur – ulangan bahan organik telah terbukti
mengakibatkan kelesuan lahan, hilangnya bahan organik tanah, degradasi tanah,
dan penurunan produktivitas lahan. Oleh karena itu, perlu adanya sistem
pengolahan
tanah
yang
dapat
mempertahankan
bahkan
meningkatkan
produktivitas suatu lahan. Sistem pengolahan tanah yang dapat diterapkan adalah
sistem pengolahan tanah konservasi (Sinukaban, 1990).
Sistem pengolahan tanah konservasi adalah sistem pengolahan tanah atau
cara mempersiapkan lahan yang bertumpu pada pendaur-ulangan sumber daya
internal dengan memanipulasi gulma dan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa.
Tujuannya agar tanaman tumbuh dan berproduksi secara optimal dengan tetap
memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air, karena pada sistem pengolahan
1
tanah konservasi dicirikan dengan berkurangnya tingkat pembongkaran/
pembalikan tanah dan adanya pemanfaatan sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa
dan sumber bahan organik. Kelebihan penerapan sistem pengolahan tanah
konservasi dalam penyiapan lahan diantaranya: menghemat tenaga dan waktu,
meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan ketersediaan air dalam
tanah, memperbaiki kegemburan dan porositas tanah, mengurangi erosi,
memperbaiki kualitas air, meningkatkan kandungan fauna tanah, dan mengurangi
penggunaan alat berat sebagai pengolah tanah seperti traktor.
Saat ini masih terjadi perdebatan terkait dengan seberapa besar pengaruh
sistem pengolahan tanah konservasi tersebut terhadap produktivitas suatu lahan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengolahan tanah
konservasi dapat meningkatkan kualitas tanah (Brown et al., 1991; Wagger dan
Deton, 1991; Suwardjo et al., 1989; Sinukaban, 1990) dan produksi tanaman
(Dick dan Van Doren, 1985; Webber et al., 1987; Sinukaban, 1990). Namun
demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang melaporkan bahwa sistem
pengolahan tanah konservasi tidak berpengaruh terhadap produksi tanaman (Rao
dan Dao dalam Rachman et al., 2004) atau bahkan menurunkan produksi tanaman
(Swan et al., 1991; Ketcheson dalam Rachman et al., 2004). Oleh karena itu,
perlu adanya pengujian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem
pengolahan tanah konservasi terhadap sifat fisik dan hidrologi tanah yang
merupakan indikator penting terhadap penilaian produktivitas suatu lahan.
1.2 Tujuan Penelitian
Mengetahui dan membandingkan pengaruh pengolahan tanah konservasi dan
pengolahan tanah intensif terhadap sifat fisik dan hidrologi tanah.
2
Download