Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 2 Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 3 DEKONSTRUKSI GAGASAN SEBAGAI USAHA DIFERENSIASI PRODUK DALAM IKLAN BINTANG TUJUH MASUK ANGIN VERSI ORANG BEJO Atmadewita, Arif Budiman Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected] Abstrak Artikel ini membahas mengenai dekonstruksi dalam iklan Bintang Tujuh Masuk Angin versi Orang Bejo. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik deskriptif dan analisis komparatif antara iklan Bintang Tujuh Masuk Angin versi Orang Bejo dan iklan Tolak Angin versi Truly Indonesia. Data yang digunakan adalah iklan Bintang Tujuh Masuk Angin versi Orang Bejo dan Iklan Tolak Angin versi Trully Indonesia. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa iklan Bintang Tujuh Masuk Angin versi Orang Bejo mendekonstruksi gagasan yang dibawa dalam iklan Tolak Angin versi Trully Indonesia dengan menciptakan suatu oposisi biner baru yang lebih unggul. Oposisi biner ini kemudian dijadikan sebagai citra dari produk yang diiklankan sekaligus sebagai suatu usaha diferensiasi produk. DECONSTRUCTION AS AN EXCERTION OF PRODUCT’S DIFFERENTIATION IN THE ADVERTISEMENT OF BINTANG TUJUH MASUK ANGIN (ORANG BEJO VERSION) Abstract This article analyzes the deconstruction process in the advertisement of Bintang Tujuh Masuk Angin (Orang Bejo Version). This research is classified as qualitative research by using descriptive methode and comparative analyzes between the advertisement of Bintang Tujuh Masuk Angin and Tolak Angin. The finding shows that the advertisement of Bintang Tujuh Masuk Angin (Orang Bejo Version) deconstructed the idea in the advertisement of Tolak Angin by creating a new binary oposition in which Bintang Tujuh Masuk Angin is more superior. This binary oposition then becomes the image of the product and used as a differentiation from other brands. Keywords: advertisement, deconstruction,binary oposition Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 4 Pendahuluan Iklan, dalam pelbagai laras dan penampilan, bisa kita dapati di mana saja, baik di surat kabar, di stasiun kereta api ataupun di media massa. Sifatnya yang ubiquitos (ada di mana-mana) membuat industri periklanan menjadi sangat penting dan berkembang. Terlepas dari jenisnya yang berbeda, semua iklan diciptakan dengan tujuan yang sama, yaitu menjual benda-benda kepada konsumen (Wibowo, 2003). Salah satu media massa yang paling banyak memuat iklan adalah televisi. Jika dibandingkan dengan media komunikasi massa lain, seperti radio, surat kabar, majalah, dan buku, televisi tampaknya mempunyai sifat yang istimewa. Televisi merupakan media massa yang paling digemari dan paling populer. Inilah yang menyebabkan hampir semua produsen berusaha mati-matian untuk mengiklankan produknya di layar kaca (Selu Margareta Kushendrawati, 2011). Semakin beragamnya iklan yang muncul di televisi, menuntut pihak produsen dan biro iklan untuk memproduksi iklan yang kreatif dan menarik perhatian. Untuk tujuan tersebut, para pembuat iklan menggunakan semua elemen di dalam iklan seperti bahasa dan unsur audiovisual (dalam iklan elektronik) (Wibowo, 2003). Unsur-unsur ini kemudian dirancang dengan cara tertentu untuk menimbulkan asosiasi atau ide tertentu di benak penonton terhadap produk yang diiklankan. Salah satu iklan yang dinilai kreatif sekaligus kontroversial adalah iklan produk Bintang Tujuh Masuk Angin (Bintangin) versi Orang Bejo. Produk yang ditampilkan dalam iklan ini adalah produk ramuan herbal baru untuk mengatasi masuk angin yang diproduksi oleh PT. Bintang Toedjoe1. Iklan yang diproduksi oleh agensi iklan Layar7 2 ini menarik karena penggunaan bahasa yang khas dan memiliki aspek hubungan yang kuat dengan merek lainnya yang sejenis (Tolak Angin3). Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan memaparkan bagaimana iklan tersebut membangun citra produk yang ditampilkan melalui dekonstruksi terhadap citraan iklan produk lainnya (Tolak Angin). Korpus yang akan dianalisis adalah iklan Bintang Tujuh Masuk Angin yang diunduh dari situs htp://www.youtube.com/watch?v=Rx-F5rqG-Fo. 1 PT. Bintang Toedjoe merupakan anak perusahaan PT. Kalbe Farma yang didirikan tanggal 29 April 1946. Perusahaan ini memproduksi produk minuman kesehatan (www.bintang7.com) 2 Layar 7 merupakan agensi iklan yang telah didirikan sejak tahun 2011 dan merupakan sub-agen dari AMP Group (www.amp-group.co.id/subs-layar7.html) 3 Tolak Angin merupakan produk ramuan herbal cair yang berkhasiat untuk mengatasi masuk angin. Produk ini dibuat dan diedarkan oleh PT. Sidomuncul sejak tahun 2000. Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 5 Iklan Wahyu Wibowo (2003) dalam bukunya yang berjudul sihir iklan mendefinisikan iklan (Advertising) sebagai kegiatan berpromosi (barang atau jasa) lewat media massa atau bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk menginterpretasikan kualitas produk dan jasa berdasarkan kebutuhan dan keinginan konsumen. Fungsi dan tujuan penyajian iklan adalah: a. Menarik perhatian calon konsumen b. Menjaga atau memelihara citra (brand image) yang terpatri di benak masyarakat c. Menggiring citra tersebut hingga menjadi perilaku konsumen Wibowo (2003) berpendapat bahwa penyajian iklan (mulai dari copywriting, layout, ilustrasi, tipografik, scripwriting, hingga pembuatan film) sebenarnya merupakan aktivitas produksi yang mampu mengubah gaya hidup atau kebiasaan hidup warga urban kosmopolit. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Judith Williamson (2007) dalam bukunya yang berjudul Decoding Advertisement. Williamson (2007) mengungkapkan bahwa iklan harus mempertimbangkan berbagai kualitas dan atribut yang inheren di dalam produk yang mereka jual. Lebih jauh lagi, iklan juga membuat produk tersebut bermakna sesuatu bagi kita. Periklanan menimbulkan adanya keterkaitan antara tipe-tipe konsumen tertentu dengan produk tertentu. Misalnya, intan dapat dipasarkan dengan dengan menyerupakannya dengan cinta abadi. Ini menunjukkan bagaimana iklan menciptakan simbolisme di mana barang tambang menjadi bermakna sesuatu bukan dari sudut pandangnya sendiri (sebagai benda), melainkan dari sudut pandang manusia, yaitu sebagai tanda. Lebih jauh lagi, Baudrillard, seperti yang dikutip oleh Kushendrawati (2011) dalam bukunya yang berjudul Hiperalitas dan Ruang Publik: Sebuah Analisis Cultural Studies, mengatakan bahwa konsumsi di era sekarang adalah konsumsi tanda. Dalam masyarakat seperti ini, konsumsi tidak lagi dilihat sebagai suatu keinginan menghabiskan objek, tetapi merupakan relasi di antara objek atau sebagai suatu tindakan sistematis untuk memanipulasi tanda. Masyarakat konsumen adalah masyarakat hasil kreasi kapitalisme global. Mereka adalah masyarakat yang eksistensinya dilihat hanya dengan pembedaan komoditi yang dikonsumsi. Di sini peran media massa dengan program advertising-nya sangat menonjol. Gaya hidup konsumtif dalam masyarakat seperti ini dikendalikan oleh teknik pemasaran yang menguasai seluruh kesadaran masyarakat konsumen. Masyarakat yang telah menjadi masyarakat konsumen akan melihat iklan sebagai guru dan teladan moral yang harus diikuti. Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 6 Iklan dan Citra Produk Terdapat sangat sedikit perbedaan nyata di antara pelbagai jenis produk dalam kategori manapun, seperti deterjen, margarin, serbet dapur, dan seterusnya. Oleh karena itu, tugas pertama sebuah iklan adalah menciptakan diferensiasi antara satu produk tertentu dengan produk lainnya yang terdapat dalam satu kategori yang sama. Iklan melakukan hal ini dengan cara melengkapi produk dengan „citra‟ (Wiliamson, 2007). Citra (image) dapat diartikan sebagai sebuah gambaran mental dari sesuatu yang sebenarnya tidak ada (Darmawan, 2006). Citra sebuah produk dapat saja berasal dari hal-hal lain yang ada di luar produk itu sendiri. Iklan bertugas untuk melengkapi produk tersebut dengan citraan yang menjadi identitas produk tersebut sekaligus menjadi distingsi bagi produk lain yang mempunyai citraan yang sama. (Wiliamson, 2007) Fery Darmawan (2006) dalam artikelnya yang berjudul Posmodernisme Kode Visual dalam Iklan Komesial mengatakan bahwa iklan yang mengiringi sebuah produk menawarkan citra-citra sebagai acuan nilai dan moral masyarakat. Iklan menciptakan citra sebuah produk dan hubungan sosial di dalamnya seperti status, prestise dan kelas sosial. Iklan Sebagai Sebuah Wacana Guy Cook (1992) dalam bukunya yang berjudul The Discourse of Advertising menjelaskan bahwa sebuah iklan dapat dianalisis sebagai sebuah wacana. Sebagai sebuah wacana, analisis yang dilakukan tidak hanya berfokus pada bahasa dalam iklan, tetapi juga harus melihat konteks komunikasi, siapa yang berkomunikasi, menggunakan media apa dan kenapa media tersebut digunakan, situasi masyarakat yang terkait dengan iklan tersebut, jenis komunikasi apa saja yang dilibatkan dalam iklan dan bagaimana relasinya. Jika dalam sebuah iklan gambar atau musik digunakan, maka aspek tersebut juga harus dianalisis. Cook (1992) memisahkan antara konteks dan teks dalam iklan. Teks adalah bentuk linguistik, sedangkan konteks terdiri dari beberapa aspek yaitu : 1. Substansi : materi yang digunakan untuk menghantarkan teks iklan 2. Gambar dan musik 3. Paralanguage : berbagai unsur yang mengikuti bahasa seperti kualitas suara, ekspresi wajah atau ukuran tulisan 4. Situasi : hubungan antarobjek atau orang dalam iklan 5. Co-text : teks-teks lainnya yang masih terkait dengan iklan tersebut 6. Intertext: teks yang merupakan bagian dari wacana lain, tetapi berhubungan dengan wacana iklan tersebut, terutama dalam interpretasi wacana iklan tersebut. Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 7 Gambar 1. Struktur Iklan sebagai sebuah wacana (Cook, 1992) masyarakat partisipan fungsi paralanguage Iklan substansi Bahasa (language) situasi gambar musik Iklan lain Wacana lain Wacana iklan Bintang Tujuh Masuk Angin akan dianalisis berdasarkan pemaparan dari Cook tentang iklan sebagai wacana. Aspek sinematografis dalam iklan akan dianalisis mengingat bentuk iklan tersebut adalah iklan elektronik. Adapun pendekatan yang digunakan adalah dekonstruksi karena adanya unsur intertext yang merujuk pada wacana iklan yang akan menjadi perbandingan (wacana iklan Tolak Angin). Dekosntruksi adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran Jacques Derrida. Filsuf asal Prancis yang lahir pada tahun 1930 di Aljazair ini menyelesaikan pendidikannya di École Normale Supérieure dan kemudian menjadi dosen tetap (maître-assistent) di bidang filsafat. Ia juga aktif dalam Greph (Group de recherches sur l’enseignement philosophique), sebuah himpunan dosen filsafat yang memperjuangkan masalah pengajaran filsafat dalam sekolah menengah di Prancis. Ia banyak menerbitkan karya-karya seperti L’écriture et La Différence, La Dissémination, Positions, Glas dan de la grammatologie. Karya-karyanya sebagian besar berisi kritik terhadap pemikiran-pemikiran filsuf lain seperti Heiddeger, Husserl dan Hegel. Kritik Derrida yang disampaikan lewat komentar-komentar kritisnya terhadap filsuf lain inilah yang kemudian menjadi dasar-dasar dekonstruksi. Dekonstruksi Dekonstruksi merupakan konsep yang berangkat dari konsep oposisi biner yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Saussure mengemukakan bahwa bila bahasa dilihat secara struktural, maka akan terlihat adanya sistem perbedaan dan inti dari sistem perbedaan ini adalah oposisi biner (binary oposition). Dalam oposisi biner ini, istilah-istilah yang pertama lebih superior dari yang kedua. Dekonstruksi yang dikembangkan Derrida adalah penyangkalan terhadap oposisi biner, penolakan terhadap kebenaran tunggal atau logos. Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 8 Dekonstruksi Derrida merupakan suatu metode untuk memberikan suatu penjelasan pada teks. Pembacaan dekonstruktif bertujuan untuk mencari ketidakutuhan atau kegagalan tiap upaya teks menutup diri dengan makna atau kebenaran tunggal. Dia hanya ingin menumbangkan susunan hierarki yang men-strukturkan teks. Langkah-langkah dekonstruksi adalah sebagai berikut: Pertama, mengidentifikasi hierarki oposisi dalam teks di mana biasanya terlihat peristilahan yang diistimewakan dan yang tidak diistimewakan. Kedua, oposisi itu dibalik dengan menunjukkan adanya saling ketergantungan di antara yang saling bertentangan atau previlisenya dibalik. Ketiga, memperkenalkan sebuah istilah atau gagasan baru yang ternyata tidak bisa dimasukkan ke dalam kategori oposisi lama. Dekonstruksi dalam Iklan Bintang Tujuh Masuk Angin Teks Monolog Iklan Bintang Tujuh Masuk Angin versi “Orang Bejo”: “Saya itu beruntung alias bejo. Orang malas kalah sama orang pintar. Orang pintar kalah sama orang bejo. Meski bejo harus kerja, bisa-bisa masuk angin loh. Masuk Angin minum Bintang Tujuh Masuk Angin. Aroma terapinya langsung hangat, angin minggat. Istriku senang, lah bejoku guede. Orang bejo lebih untung dari orang pinter.‟ Dari teks iklan di atas, terlihat ada beberapa istilah yang diistimewakan, yaitu istilah Bejo dan Pintar. Kata Bejo berasal dari bahasa Jawa yang artinya beruntung. Kata pintar yang digunakan dalam wacana iklan tersebut merujuk pada wacana iklan Tolak Angin. Produk Tolak Angin menggunakan kata pintar dalam slogannya „orang pintar minum Tolak Angin‟ untuk menjadi citra dari produknya. Berdasarkan slogan tersebut, terlihat bahwa Tolak Angin membangun oposisi biner antara produknya dengan produk lain sejenis yaitu „pintar‟ dan „tidak pintar‟ (bodoh). Citra yang lebih unggul, yaitu pintar, disandang oleh Tolak Angin dan produk sejenis lainnya menyandang citra tidak pintar. Dalam wacana iklan Bintangin, Istilah Bejo dan Pintar terlihat dengan sengaja dioposisikan walaupun sebenarnya bukanlah oposisi biner satu sama lain. Kata „orang pintar’ sengaja menjadi oposisi dalam iklan ini untuk menunjukkan bahwa merek dagang Bintang Tujuh Masuk Angin jauh lebih unggul daripada merek produk lain sejenis yang telah lama di kenal, yaitu Tolak Angin. Tolak Angin dan Bintang Tujuh Masuk Angin merupakan produk yang sejenis, tetapi Tolak Angin jauh lebih unggul di pasaran dibandingkan Bintang Tujuh Masuk Angin karena produknya yang telah lama diedarkan dan citra produk yang ditimbulkan melalui kampanye yang bertajuk „orang pintar minum tolak angin‟ yang telah diusung selama beberapa tahun belakangan ini. Dari sini dapat kita lihat bahwa iklan Bintang Tujuh Masuk Angin tidak terlepas dari iklan lainnya, yaitu iklan Tolak Angin. Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 9 Produk Bintang Tujuh Masuk Angin dengan iklannya membuat suatu oposisi baru yaitu orang Bejo lebih beruntung dari orang pintar. Ini menunjukkan bahwa produk tersebut menawarkan suatu konsep yang menantang konsep yang dibawa oleh Tolak Angin. Dengan mengusung citra Orang Bejo, produk ini mengakui eksistensi citraan pintar yang dibawa oleh produk Tolak Angin. Orang bejo bukanlah orang pintar. Akan tetapi, produk ini mencoba mengubah pemahaman masyarakat bahwa tidak selamanya orang yang tidak pintar bernasib lebih buruk, produk ini pun mengusung konsep Orang Bejo lebih beruntung dari orang pintar. Dengan konsep tersebut, Bintang Tujuh Masuk Angin berhasil membalik oposisi biner yang telah dibawa oleh Tolak Angin dan menempatkan produknya dalam posisi yang lebih unggul daripada Tolak Angin. Selain berfungsi sebagai penarik perhatian penonton, citra yang dibangun oleh Bintang Tujuh Masuk Angin juga berfungsi sebagai diferensiasi produk dan sebagai citraan yang lebih unggul dari produk lain. Gambar 2. Butet Kertaradjasa terlihat sedang membalik kertas bertuliskan kata PINTAR (00:05) Gambar 3. Pengertian kata BEJO yang ditampilkan dalam iklan (00:07) Aspek sinematografis dalam iklan ini juga mendukung pembalikan oposisi biner yang dibawa oleh iklan Bintang Tujuh Masuk Angin. Ini terlihat dari aksi yang dilakukan oleh aktor di atas panggung. Ia terlihat membalik kertas bertuliskan PINTAR sehingga tulisan yang terlihat menjadi UNTUNG=BEJO. Tulisan UNTUNG=BEJO ditulis dengan huruf kapital dan ditampilkan dalam frame dengan menggunakan teknik close up4. Ini memperlihatkan bahwa iklan Bintang Tujuh Masuk Angin berusaha mengubah pemahaman masyarakat bahwa orang pintar lebih beruntung daripada orang tidak pintar. Tulisan UNTUNG=BEJO yang disorot dengan teknik close up juga bertujuan untuk menekankan kata 4 Teknik close-up adalah teknik pengambilan gambar pada jarak dekat (menggunakan lensa jarak jauh) dan biasanya memperlihatkan objek relatif besar dan detail. (http://ccnmtl.columbia.edu/projects/filmglossary/web/terms/close-up.html) Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 10 Bejo. Kata Bejo juga dilengkapi dengan sinonimnya dalam bahasa Indonesia yang berarti beruntung. Ini juga bertujuan agar seluruh masyarakat Indonesia mengetahui arti dari kata Bejo. Penekanan terhadap kata Bejo juga diperlihatkan di bagian akhir iklan. Gambar 4. Produk Bitang Tujuh Masuk Angin di akhir iklan (00:28) Pada frame di atas terlihat adanya tulisan “Orang BEJO lebih untung dari orang pintar”. Kata bejo terlihat dicetak tebal dan diberi warna merah. Ini sekali lagi menegaskan upaya pembalikan oposisi biner yang telah dibawa oleh Tolak Angin. Kalimat yang ditampilkan bersama dengan produk Bintang Tujuh Masuk Angin memperlihatkan bahwa adanya usaha untuk menciptakan citra tertentu yang terkait dengan produk. Citra yang ingin dikaitkan terhadap produk adalah BEJO. Kalimat “Orang BEJO lebih untung dari orang pintar” ditampilkan sesuai dengan monolog yang dibawakan oleh sang aktor, yaitu di bagian awal dan di bagian akhir iklan. Ini memperlihatkan bahwa pembalikan oposisi biner tidak hanya dilakukan melalui aspek naratif iklan, tetapi juga didukung oleh aspek sinematografis iklan. Kata Bejo berasal dari bahasa Jawa, sedangkan kata Pintar yang sengaja dioposisikan dalam iklan ini adalah kata bahasa Indonesia. Ini menujukkan bahwa citra yang ditampilkan dalam iklan ini lebih bersifat kedaerahan. Ini berbeda dengan Tolak Angin yang lebih mencitrakan produknya sebagai produk asli Indonesia (bersifat nasionalis). Selain itu, nuansa kedaerahan juga terlihat dari penggunaan kata loh, minggat, pinter dan guede juga panggilan Mas yang digunakan oleh tokoh perempuan dalam iklan ini. Nuansa daerah Jawa juga ditunjukkan dari musik yang digunakan dalam iklan ini. Monolog dari sang tokoh utama yang diiringi oleh alunan musik gamelan memperkuat nuansa kedaerahan dari iklan ini. Selain itu, oposisi binernya yang menjadi citra dari produk Bintang Tujuh Masuk Angin adalah universalitas. Tolak Angin menggunakan bintang iklan orang-orang terkenal yang dianggap sebagai orang pintar. Ini menimbulkan citra eksklusif terhadap produk tersebut karena produk tersebut terkesan hanya digunakan oleh orang-orang tertentu saja. Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 11 Bintang Tujuh Masuk Angin mencoba menghadirkan suatu citraan yang lebih universal daripada Tolak Angin dengan mengangkat tema kehidupan sehari-hari dalam iklannya. Ini terlihat dari kostum yang digunakan oleh pemain yang sangat sederhana serta latar tempat yang digunakan yang juga sederhana. Ide cerita dari iklan ini juga sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari seperti pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Ini terlihat dari monolog .”... Meski bejo harus kerja, bisa-bisa masuk angin loh...”, “.... Istriku senang, lah bejoku guede ...”. Kedua bagian monolog tersebut memperlihatkan keseharian masyarakat berupa pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Salah satu hal yang membuat iklan Bintang Tujuh Masuk Angin ini unik adalah aktor yang membintangi iklan ini. Aktor yang dipilih untuk iklan ini adalah Butet Kertaradjasa, seorang budayawan yang terkenal akan sentilan politik dalam monologmonolognya. Butet Kertaradjasa juga menjadi bintang dalam iklan Tolak Angin versi Trully Indonesia bersama Agnes Monica. Pemilihan Butet Kertaradjasa sebagai aktor tampaknya disengaja untuk „menghancurkan‟ citra produk Tolak Angin. Ini terlihat dari gambaran yang berbeda yang ditampilkan di dalam kedua iklan tersebut Gambar 5. Butet Kertaradjasa dalam iklan Bintang Tujuh Masuk Angin Versi Orang Bejo (00:19) Gambar 6. Butet Kertaradjasa dalam iklan Tolak Angin Versi Trully Indonesia (00:10) Di dalam iklan Tolak Angin versi Trully Indonesia, Butet ditampilkan sebagai seorang budayawan sekaligus intelektual. Dia terlihat sedang duduk di depan sebuah rumah adat sambil menarasikan berbagai contoh kebudayaan Indonesia seperti Tari Pendet, Batik dan Tari Folaya. Dia juga ditampilkan sebagai seorang budayawan yang nasionalis. Ini diperlihatkan oleh dialog “... jangan biarkan kebudayaan kita dirampas...” dan juga penampilannya yang terlihat menggunakan kemeja batik dan peci. Dalam iklan tersebut, dia Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 12 dicitrakan sebagai seorang yang nasionalis dan pintar. Citra inilah yang kemudian melekat pada Tolak Angin. Dalam iklan Bintang Tujuh Masuk Angin, Butet ditampilkan seperti seorang pelawak yang sedang bermonolog di atas panggung yang sederhana. Ia terlihat hanya mengenakan topi baret, celana panjang, kaos dan kemeja yang tidak dikancing serta syal. Penampilannya terlihat sangat sederhana. Ekspresi yang diperlihatkannya dalam iklan ini juga tidak serius dan terkesan sedang melucu. Penggunaan aktor yang sama ini dimaksudkan untuk mengubah atau menghancurkan citra Tolak Angin yang dibawa oleh iklan yang dibintangi oleh Butet Kertaradjasa. Selain itu, Butet Kertaradjasa juga dipilih karena ia biasa membawakan monolog-monolog yang isinya kritik terhadap keadaan sosial dan politik di dalam masyarakat. Kesan yang ditimbulkan dari pemilihan aktor ini adalah produk Bintang Tujuh Masuk Angin dengan sengaja menyinggung Produk Tolak Angin dengan menggunakan aktor yang sama yang pernah membintangi iklan Tolak Angin serta membuat iklannya dalam bentuk monolog kritik. Selain itu, kalimat pertama dalam monolog yang diucapkan Butet juga memperlihatkan bahwa dia ditampilkan sebagai orang Bejo, bukan sebagai endorser dari Tolak Angin. “...Saya itu beruntung alias bejo...”, kalimat ini dijadikan kalimat pembuka iklan dengan tujuan untuk menghapus citra Tolak Angin yang pernah dibintanginya. Penutup Iklan Bintang Tujuh Masuk Angin versi orang Bejo mendekonstruksi gagasan yang dibawa oleh Iklan Bintang Tujuh Masuk Angin. Dekonstruksi ini dilakukan dengan menciptakan sebuah oposisi biner baru berupa orang Bejo yang dijadikan lebih unggul daripada orang pintar. Oposisi biner ini dibangun melalui aspek naratif (teks monolog iklan) serta aspek sinematografis dari iklan. Adapun oposis biner yang baru dari kedua iklan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel Oposisi Biner dalam Citra Produk Bintang Tujuh Masuk Angin dan Tolak Angin Bintang Tujuh Masuk Tolak Angin Angin Bejo Pintar Lebih Beruntung Kurang Beruntung Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 13 Kedaerahan Nasionalis Universal Eksklusif Oposisi biner ini kemudian dijadikan sebagai citraan dari produk yang diiklankan sekaligus sebagai suatu usaha diferensiasi produk. Selain menciptakan oposisi biner baru yang lebih unggul, iklan ini juga berusaha menghancurkan citraan dalam iklan Tolak Angin melalui pembalikan karakter tokoh dengan aktor yang sama. Citra yang dibawa oleh produk ini berasal dari citraan yang diberikan pada aktor utama dalam iklan tersebut. Dengan memberikan citraan yang berbeda pada aktor yang pernah membintangi iklan Tolak Angin, iklan Bintang Tujuh Masuk Angin berhasil menghancurkan citraan dari produk Tolak Angin dalam iklannya. Daftar Referensi Bertens, K. Filsafat Barat Kontemporer Prancis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. Cook, Guy. The Discourse of Advertising. London: Routledge, 1992. Kushendrawati, Selu Margareta. Hiperrealitas dan Ruang Publik: Sebuah Analisis Cultural Studies. Jakarta: Penaku, 2011. Norris, Christopher. Membongkar Teori Dekonstruksi Derrida (diterjemahkan oleh Inyiak Ridwan Muzir). Yogyakarta: Ar-Ruz, 2006. Rohmah-Soekarba, Siti. Dekonstruksi Teks:Telaah atas Pemikiran Mohammed Arkoun. Laporan Penelitian. Fakultas Sastra. Universitas Indonesia, 1998. Wibowo, Wahyu. Sihir Iklan: Format Komunikasi Mondial dalam Kehidupan Urban Kosmopolit. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003. Williamson, Judith. Decoding Advertisements: membedah Ideologi dan Makna dalam Periklanan. Yogyakarta: Jalasutra, 2007. Dekontruksi gagasan ..., Atmadewita, FIB UI, 2014 14