3 BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain : • Buku “Hidup Sebagai Waria” oleh Koeswinarno • Wawancara dengan sebelas narasumber yang terkait yaitu Mami Vinolia, Shinta Ratri, Eti, Melly, Nur, Pina, Erma, Urmila, Rully, Erika dan Bella. • Memberikan pertanyaan melalui Online Kuesioner melalui docs.google.com • Pengamatan langsung terhadap kehidupan waria di Yogyakarta di wilayah Malioboro, Notoyudan, Sidomulyo, Bantul, Kota Gede dan Gowongan Lor. • Pencarian bahan melalui artikel dan literatur dari internet mengenai hal – hal yang berhubungan dengan tema yang diangkat : 1. www.psychologymania.com/2013/01/jenis-jenis-waria.html 2. http://kebaya-jogja.blogspot.com/2008/12/tentang-kebaya.html 2.2 Hasil Survey Melalui Kuesioner Hasil survey data melalui penyebaran kuesioner dengan 15 pertanyaan adalah dari 106 koresponden kuesioner ini dapat disimpulkan bahwa sekitar 47 % mereka takut, 30% jijik dan 23% merasa terhibur dengan hadirnya waria. Lalu didapatkan bahwa 87% dari data responden tidak mengetahui tentang adanya komunitas khusus yang menampung waria di Yogyakarta. Kesimpulan dari 106 koresponden yang menjawab menyatakan 58% tertarik, 11% tidak tertarik dan 31% menyatakan biasa saja apabila terbit buku yang membahas tentang kehidupan waria di Yogyakarta. 2.3 Data Umum 2.3.1 Sejarah Waria di Yogyakarta Bermula pada tahun 1960-an dunia waria sangatlah tertutup dan tidak memiliki tempat mangkal yang permanen seperti sekarang ini. Pada jaman itu hanyalah tiga orang waria yang berprofesi sebagai penjaja jasa seks, yaitu Ibu Deni, Ibu Peni dan Ibu Riwani. Dalam perjalanan sejarah persoalan waria bukan 4 merupakan hal yang baru. Awalnya pada tahun 1968 istilah waria dikenal dengan sebutan wadam (hawa – adam). Kata wadam menunjukkan seseorang pria yang mempunyai perilaku menyimpang yang bersikap seperti perempuan. Pada tahun 1970-an tempat “mangkal” para penjaja seks disebut mbalokan dan dunia waria mulai meluas, banyak waria-waria pendatang yang muncul dari luar kota Yogyakarta, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang Pada tahun 1980 nama wadam diganti karena timbul protes di kalangan kelompok muslim, karena dianggap mengambil nama seorang nabi Adam a.s. Di Indonesia istilah waria (wanita pria) sebenarnya baru muncul di tahun 1980-an. Awal tahun 1999 beberapa waria kemudian mangkal di seputaran Stasiun Tugu, seputaran Taman Suropati dan Seputaran Bank Indonesia. Kemudian pada tahun 2000-an sempat pindah ke Stasiun Lempuyangan karena dirasa kurang aman disebabkan banyak kasus – kasus pemerasan oleh preman setempat. Pada tahun 1980 terbentuk organisasi pertama yang menampung para waria yang dinamakan Organisasi Waria DIY. Lalu pada pertengahan Juli tahun 1980 organisasi ini pernah mengadakan acara malam santai Waria DIY dengan judul “Malam Gado-Gado”. Kemudian pada tahun 1984 Organisasi Waria DIY berganti nama menjadi IWAYO (Ikatan Waria Yogyakarta) dan sekaligus diselenggarakannya Malam Pesona Waria I yaitu acara Pemilihan Citra Waria Yogyakarta. Tahun 1985 tepat tanggal 11 Mei berhasil pula dilaksanakan Malam Peson Waria II. Disamping kegiatan-kegiatan besar itu munculah kegiatan olahraga seperti kompetisi volley dan sepakbola, dimana kegiatan ini merupakan hiburan bagi masyarakat karena sisi kelucuan terletak pada aktivitas dan para pemainnya. Dunia wariapun semakin berkembang luas bersama dengan jalannya zaman. Dan sekarang di Jakarta pun dunia waria semakin luas dan pernah dilaksanakannya acara Citra Waria dengan nama acara “Miss Waria 2012” yang sebelumnya sudah pernah dilakukakan pada tahun 2010 dan 2011 silam. 2.3.2 Pengertian Waria Pengertian waria atau wanita tapi pria atau dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai bencong adalah istilah bagi laki-laki yang terperangkap pada tubuh seorang wanita (Hidup sebagai Waria; Koeswinarno). Dengan kata lain, waria adalah lakilaki yang berbusana dan bertingkah laku sebagaimana layaknya wanita. Istilah ini awalnya muncul pada tahun 1983-an dari masyarakat Jawa Timur yang merupakan 5 akronim dari “Wanita Tapi Pria” . Secara fisiologis waria itu sebenarnya adalah pria. Namun pria (waria) ini mengidentifikasikan dirinya menjadi seorang wanita. Baik dalam tingkah ataupun lakunya. Misalnya dalam penampilan atau dandanannya ia mengenakan busana dan aksesori seperti wanita. Begitu juga dalam perilaku sehari-hari, ia juga merasa dirinya sebagai seorang wanita yang memiliki sifat lemah lembut. Pendapat lain mengenai waria adalah bahwa waria ialah gejala merasa memiliki seksualitas yang berlawan dengan struktur fisiknya (Hidup sebagai Waria; Koeswinarno). Dari beberapa definisi – definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa waria adalah suatu gangguan pada diri seseorang dimana seseorang tersebut merasa tidak nyaman atau tidak puas dengan keadaan jenis kelaminnya, sehingga untuk mencapai suatu kepuasaan, penderita melakukan perubahan sesuai dengan yang dia inginkan (pria – wanita) baik merubah bentuk perilaku maupun secara fisik dengan cara melawan kodrat. 2.3.3 Jenis - Jenis Waria a. Transsexual Aseksual yaitu seorang transsexual yang tidak berhasrat atau tidak mempunyai gairah seksual yang kuat. b. Transsexual Homoseksual yaitu seorang transsexual yang memiliki kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum sampai ke tahap transsexual murni. c. Transsexual Heteroseksual yaitu seorang transsexual yang pernah menjalani kehidupan heteroseksual sebelumnya. Contoh pernah menikah dan memiliki keluarga. d. Transfersteit : Waria yang tidak tertarik untuk melakukan operasi penggantian kelamin namun berdandan layaknya seorang perempuan. 2.3.4 Lingkup Pekerjaan Waria Pada ruang lingkup umum fenomena waria dipandang sebagai sesuatu keadaan yang dapat dipandang negatif, namun dapat juga dipandang sebagai hal yang cukup menghibur. Bahkan seringkali stasiun-stasiun televisi swasta Indonesia menayangkan sosok waria, baik sebagai subjek maupun objek tayangan. Salah satunya yang menjadi subjek adalah "Bunda Dorce”. Sosoknya pernah berkibar di acara "Dorce Show" yang ditayangkan di Trans TV dalam rentang waktu kurang 6 lebih tiga tahun sejak 2005. Pekerjaan yang dilakoni waria selain menjadi publik figur diantaranya : • Pengamen disekitaran kampung atau perempatan lampu merah di jalan raya. • Membuka salon kecantikan ataupun jasa merias pengantin, • Menjadi aktivis sosial • Menjadi peternak lele dan bebek • Membuka usaha warung, restoran dan toko batik • Membuka pesantren senin - kamis • Menjadi pengusaha pengrajin perhiasaan • Melakukan praktek prostitusi Itulah macam-macam pekerjaan yang dapat dilakukan oleh waria, ada positif dan ada juga yang negatif. Dari data yang didapat penulis melalui wawancara kepada ketua IWAYO didapatkan bahwa 80% waria lebih banyak yang berprofesi sebagai pengamen dan praktek prostitusi, 20% sisanya profesi yang positif. 2.3.5 IWAYO (Ikatan Waria Yogyakarta) IWAYO adalah organisasi waria yang mengfungsikan diri sebagai wadah besar bagi komunitas-komunitas waria yang ada di Yogyakarta. Sebetulnya organisasi ini didirikan sejak tahun 1980 dengan nama Waria DIY, namun pada tahun 1984 berubah menjadi IWAYO lalu sempat hilang kabar dan waria di Yogyakarta sempat tidak terkontrol, akhirnya tanggal 14 April 2010 IWAYO bangkit kembali dengan struktural yang baru dan lebih matang serta teroganisir. Jumlah waria yang tersebar di Yogyakarta kurang lebih 300 orang namun yang terdata didalam organisasi ini sebanyak 244 orang yang tersebar di 8 titik komunitas waria yang ada di Yogyakarta, meliputi : 1. Komunitas Waria Kota Gede 2. Komunitas Waria Bantul 3. Komunitas Waria Jalan Solo 4. Komunitas Waria Wates 5. Komunitas Waria Klitren 6. Komunitas Waria Sorogenen 7. Forum Komunikasi Waria Sidomulyo (FKWS) 7 8. Wadah Inspirasi Waria Bank Indonesia (WIWBI) Visi IWAYO adalah mempersatukan komunitas waria dalam satu wadah di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk meningkatkan harkat martabat dan taraf hidup waria. Misi IWAYO adalah terwujudunya kehidupan waria yang dapat diterima pada berbagai aspek sosial di masyarakat. 2.3.5 Keluarga Besar Waria Yogyakarta KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta) didirikan pada 18 Desember 2006. Merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat termuda dengan slogan "Membantu dan Membangun Waria untuk Waria oleh Waria". LSM Ini bergerak dalam bidang pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Diprakarsai oleh sekelompok waria yang konsen terhadap laju epidemi HIV dan AIDS di Indonesia, khususnya di kota Yogyakarta. Berkantor di Jalan Gowongan Lor JT III No.148, RT 02/RW 02 Penumping – Jogjakarta. Diketuai oleh Mami Vinolia dengan didampingi oleh 4 anggota lainnya yaitu Arum, Rully dan Shafira. LSM ini memiki tujuan diantaranya memberikan konseling dan dukungan psikososial pada kelompok waria yang berisiko tertular HIV dan AIDS, Memberikan informasi, edukasi, dan advokasi kepada kelompok waria mengenai HIV dan AIDS dan melakukan pendampingan terhadap kelompok waria. 2.4 Ruang Sosial Waria 2.4.1 Waria di dalam Keluarga Kehadiran waria di dalam sebuah keluarga merupakan sebuah aib namun merupakan sebuah proses historis. Pembentukan kepribadian waria merupakan proses yang cukup panjang, dimulai dari masa anak-anak hingga menginjak masa remaja. Munculnya fenomena kewariaan tersebut tidak lepas dari sebuah konteks kultural. Cara mereka dibesarkan dengan nilai dan norma tertentu menjadi satu gambaran yang sangat khas, yang kemudian akan membedakan dengan cara-cara “anak-anak normal” diasuh dan dibesarkan. 2 .4.2 Waria di dalam Masyarakat Konteks waria didalam masyarakat terbagi melalui dua fenomena. Pertama, bagaimana waria yang hidup di dalam lungkunga sosial bersama keluarga dan yang 8 kedua, waria yang hidup, baik yang sendiri maupun berkelompok di dalam sebuah lingkungan sosial tanpa keluarga. Pada konteks pertama lebih banyak merupakan waria yang berasal dari lingkungan yang sama sejak ia dilahirkan hingga menjadi waria. Kemudian, bagi yang hidup tanpa keluarga rata-rata adalah waria yang berasala dari luar Yogyakarta sehingga secara kultural mereka berasal dari budaya yang berbeda dengan lingkunga sosial dimana mereka hidup bersama waria pendatang. 2.5 Target Konsumen 2.5.1 Demografi Gender : Pria dan Wanita Usia : 20 – 45 tahun Kewarganegaraan : Indonesia dan Asing Kelas Sosial :A-B Menurut Nielsen dan Roy Morgan melalui beberapa pertimbangan, menggunakan monthly household expenses dengan pengambilan data yang dilakukan di 10 kota besar menunjukkan bahwa : • SES A: 3.000.000 + • SES B: 2.000.000 – 3.000.000 • SES C: 1.500.000 – 2.000.000 2.5.2 Geografi Domisili : Seluruh wilayah di kota-kota besar Indonesia 2.5.3 Psikografi Memiliki rasa kepedulian sosial yang tinggi, Memiliki rasa keingin tahuan yang besar terhadap sesuatu hal yang masih dianggap tabu untuk dibicarakan di depan umum. 2.6 Faktor Pendukung dan Penghambat 2.6.1 Faktor Pendukung 1. Perkembangan dunia fotografi yang memungkinkan penyebaran melalui komunitas – komunitas fotografi. 9 2. Sampai saat tulisan ini dibuat, belum pernah ada buku fotografi yang membahas tentang kehidupan waria di Yogyakarta. 3. Adanya organisasi-organisasi di Yogyakarta yang mendukung waria untuk tetap ada dan berkembang. 4. Kepedulian sosial yang dimiliki oleh mayoritas masyarakat Indonesia. 2.6.2 Faktor Penghambat 1. Dilihat dari sisi komersil, isu isu sosial seperti waria kurang memiliki daya tarik lebih dan tidak memiliki nilai jual setinggi genre lainnya, 2. Tema yang dibahas sangatlah sensitif yang bisa menyinggung beberapa lapisan masyarakat. 3. Banyak alternatif buku dari fotografer lain yang lebih dikenal dapat merebut perhatian target market. 2.7 Analisan SWOT Strength : • Kehidupan Waria memiliki keunikan tersendiri untuk dibahas lebih lanjut. • Belum pernah ada buku yang membahas tentang kehidupan waria secara menyeluruh khususnya di Indonesia. Weakness : • Harga buku fotografi yang bewarna cenderung sangat mahal. • Masih adanya masyarakat–masyarakat yang menilai menjadi waria itu merupakan perilaku menyimpang. Opportunities : • Akan menjadi buku fotografi pertama di Indonesia yang menyajikan tentang kehidupan waria di Yogyakarta dari berbagai sudut pandang, • Pembahasan ini sudah banyak tersebar di internet, namum belum pernah ada yang menjadikan buku, biasanya hanya di artikel-artikel internet. Threat : • Kemajuan teknologi yang membuat orang-orang kurang memiliki minat 10 membaca dan lebih menyukai menggunakan internet sebagai sumber informasi untuk membaca artikel ataupun buku. • Tidak banyak orang yang peduli atau peka terhadap kehidupan waria. 2.8 Data Penerbit Gambar 2.1 Pada awalnya sekitar tahun 1965-an PT Gramedia Pustaka Utama merintis usaha perdagangan pada buku-buku impor khususnya buku saku berbahasa inggris. Pada tahun 1973 PT Gramedia Pustaka Utama memulai usaha penerbitan sekaligus penerbitan buku. Buku pertama yang diterbitkan adalah novel berjudul Karmila karya Marga T, yang sebelumnya pernah dimuat dalam bentuk cerita bersambung di harian Kompas. Dan hingga kini PT Gramedia tetap konsisten menjadi perusahaan yang bergerak dibidang penerbitan dan perdagangan buku, baik buku lokan ataupun terjemahan. PT Gramedia sekarang telah menerbitkan buku-buku pelajaran untuk sekolah, Majalah dan buku-buku dari beragam kategori. PT Gramedia Pustaka sebelumnya juga pernah menerbitkan 2 buku fotografi Karya Fotografer handal Indonesia Jerry Aurum dengan judul In My Room dan Femalography.