8 carbonate, dan dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya preparat

advertisement
8
carbonate, dan dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya preparat dicelupkan ke
dalam pewarna Eosin. Preparat kemudian dicelupkan ke dalam etanol bertingkat
mulai 70%, 80%, 96%, dan alkohol absolut. Terakhir, preparat dimasukkan dalam
empat larutan xylene. Dibiarkan mengering dan ditetesi PermountTM kemudian
ditutup dengan cover glass.
Gambar 3 Jadwal penelitian.
Parameter yang Diamati
Pengamatan patologi anatomi yaitu dengan mengukur luas luka pada hari
pertama dan hari ke 14 serta melihat keadaaan luka. Pengamatan histopatologi
menggunakan metode skoring dengan melihat proses persembuhan yang telah
dilewati oleh luka tersebut. Pengamatan preparat sentuh dilakukan dengan melihat
keberadaan netrofil.
Analisis Data
Data pengamatan patologi anatomi, histopatologi, dan preparat sentuh
dianalisis dengan metode deskriptif semikuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Luka pada kulit didefinisikan sebagai hilangnya integritas kulit sebagai
bagian pelindung utama dari tubuh yang disertai dengan perubahan struktur dan
fungsi jaringan normal (Enoch dan John 2008). Berdasarkan penyebabnya, luka
tikus pada penelitian ini termasuk dalam luka terbuka yaitu keluarnya darah dari
dalam tubuh yang terlihat dengan jelas. Luka dibuat pada punggung tikus tetapi
tidak mengenai otot. Setiap tikus mendapat perlakuan empat luka pada daerah
punggung. Hal ini bertujuan agar menghindari respons individual dari tikus dan
meminimalkan penggunaan hewan coba. Tikus dipelihara dalam kandang
panggung agar tidak secara langsung menyentuh sekam yang tercemar urin dan
feses serta tikus diberi elizabeth collar yang dibuat dari kertas film. Hal ini
dilakukan agar meminimalisir terjadinya infeksi bakteri dari lingkungan terhadap
luka.
9
Gambar 4 Kandang tikus berbahan dasar plastik yang diberi panggung dengan ukuran 30x15 cm
(gambar A dan B) dan tikus yang diberi elizabeth collar untuk menghindari tikus
menjilati luka (gambar C dan D).
Penelitian aktivitas ekstrak daun sirih dalam proses persembuhan luka
infeksi bakteri ini menggunakan metode ekstraksi maserasi dengan pertimbangan
cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, mudah diusahakan, dan
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Pelarut yang digunakan adalah etanol
70% karena kapang dan kuman sulit tumbuh dan lebih selektif. Penggunaan
pelarut etanol juga bertujuan agar golongan flavonoid, saponin, alkaloid, dan tanin
yang terkandung dalam daun sirih terikat dengan gula membentuk glikosida
sehingga larut dalam pelarut polar seperti etanol (Sastroamijoyo 1967).
Pengamatan luka pada penelitian ini dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis dilakukan dengan menghitung luas
luka menggunakan MacBiophotonic ImageJ® (National Institute of Mental
Health) dan mengamati keadaan luka. Sedangkan pengamatan mikroskopis
dilakukan dengan melihat keberadaan netrofil pada preparat sentuh dan
melakukan skoring gambaran histopatologi menggunakan mikroskop cahaya.
Pada pengamatan gambaran histopatologi luka dilakukan dengan melihat rata-rata
kualitas luka dari setiap ulangan menggunakan preparat yang diwarnai dengan
pewarnaan Hematoxylin-Eosin. Kualitas luka dilihat dengan mengamati lesiolesio yang terjadi pada daerah luka yaitu pendarahan, kongesti, adanya sel radang,
pembentukan epitelisasi, neovaskularisasi, adanya fibroblas dan kontraksi pada
luka, dan pembentukan folikel rambut serta kelenjar sebaceous. Lesio ini
digunakan untuk menentukan proses persembuhan luka yang sudah dilalui oleh
masih-masing luka.
10
Menurut Reddy et al. (2002) persembuhan luka merupakan mekanisme
kompleks yang melibatkan proses peradangan, koagulasi, pembentukan jaringan
granulasi, pembentukan matriks, remodelling jaringan ikat, dan kolagenasi. Proses
ini terdiri dari tiga tahap yaitu inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Pada tahap
inflamasi lesio yang diamati terdiri dari adanya pendarahan dan edema, sel radang,
terdapat keropeng dan pusat netrofil, serta sedikit fibroblas. Pada tahap proliferasi
parameter yang diamati adalah reepitelisasi mulai terjadi, terdapat fibroblas,
terjadi kontraksi pada luka, dan neovaskularisasi. Sedangkan pada tahap maturasi
parameter yang diamati adalah reepitelisasi terjadi sempurna, terbentuk folikel
rambut dan kelenjar sebaceous, dan kontraksi luka bagus.
Hasil Pengamatan Luka pada Minggu Pertama
Pada minggu pertama dilakukan pengamatan pada tiga parameter yaitu
pengamatan patologi anatomi, keberadaan netrofil pada luka, dan gambaran
mikroskopis yang diamati menggunakan mikroskop cahaya. Hasil pengamatan
gambaran patologi anatomi, keberadaan netrofil, dan gambaran mikroskopis pada
minggu pertama disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Hasil evaluasi patologi anatomi, gambaran mikroskopis, dan keberadaan
netrofil luka tikus pada minggu pertama.
Perlakuan
Patologi Anatomi
Netrofil
Kering
Basah
Kontrol
Luas
(mm2)
100±0
0/9
9/9
Sirih
100±0
0/9
Salep
100±0
Akuades
100±0
Gambaran Mikroskopis
Skoring
Inflamasi
Proliferasi
Maturasi
0/9
33.33%
50%
16.67%
1.83
9/9
5/9
40%
40%
20%
1.8
0/9
9/9
4/9
75%
0
25%
1.5
0/9
9/9
0/9
0
50%
50%
2.5
Keterangan: Angka pembilang menunjukkan jumlah sampel yang positif (+). Angka penyebut
menunjukkan jumlah luka yang diamati. Keberadaan netrofil diamati pada hari ke-3.
Luas luka diamati pada hari pertama. Gambaran mikroskopis dan keadaan luka
diamati pada hari ke 7. Pada skoring mikroskopis angka 0-0.5 menunjukkan luka
belum sembuh, 0.6-1.5 menunjukkan luka inflamasi, 1.6-2.5 menunjukkan luka
proliferasi, dan 2.6-3 menunjukkan luka maturasi.
Hasil pengamatan secara patologi anatomi pada minggu pertama
menunjukkan luka pada setiap perlakuan masih dalam keadaan basah. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga
keluarnya protein-protein plasma dan terakumulasi dalam pembuluh jaringan
interstitial (Tawi 2008). Pada gambaran mikroskopis terlihat hampir semua
perlakuan masih berada dalam tahap inflamasi dan proliferasi. Hal ini sesuai
dengan Keast dan Orsted (1998) yang menyatakan bahwa proses inflamasi terjadi
pada hari ke-1 sampai ke-4 dan tahap proliferasi yang mulai pada hari ke-4.
11
80%
70%
Tahap persembuhan luka
pada minggu pertama
60%
Kontrol
50%
Aquades
40%
Sirih
30%
Salep
20%
3
2.5
Hasil rata-rata skoring pada
minggu pertama
2
1.5
1
Rata-rata
skoring
0.5
10%
0%
0
Gambar 5 Diagram persembuhan luka tikus pada minggu pertama
Hasil skoring gambaran histopatologi luka kulit tikus pada minggu
pertama menunjukkan bahwa luka yang diberi akuades memperlihatkan
persembuhan luka yang lebih baik yaitu telah mencapai tahap proliferasi dengan
rata-rata skoring histopatologi yaitu 2.5, diikuti oleh kontrol dan ekstrak sirih
yang juga berada pada tahap proliferasi dengan rata-rata skoring histopatologi
yaitu 1.83 dan 1.8 serta salep yang masih pada tahap inflamasi dengan rata-rata
skoring histopatologi yaitu 1.5. Tahap proliferasi terjadi pada kelompok luka
akuades diduga disebabkan oleh penetesan akuades pada luka dapat
membersihkan bakteri yang ada pada luka sehingga tahap persembuhan luka dapat
berjalan dengan normal. Luka yang diberi akuades juga menyebabkan luka dalam
keadaan lembab sehingga ujung epitel yang terkoyak luruh secara langsung dapat
difagosit oleh netrofil.
Luka yang diberi ekstrak sirih juga sudah mencapai awal tahap proliferasi.
Hal ini disebabkan oleh kandungan flavonoid, saponin, alkaloid, dan tanin yang
berfungsi sebagai antimikroba dan antiinflamasi sehingga tahap inflamasi terjadi
dalam waktu yang singkat (Shetty dan Vijayalaxmi 2012). Luka yang diberi salep
mengalami tahap inflamasi yang lebih lama dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan kloramfenikol dalam salep
merupakan antibiotik yang berfungsi sebagai bakteristatik (Tjay dan Rahardja
2007) sehingga meningkatkan tahap inflamasi untuk melawan bakteri. Selain itu,
persembuhan luka dapat terjadi karena adanya faktor pendukung yang
mempengaruhi proses persembuhan luka yaitu lingkungan yang bersih, nutrisi,
usia, dan imunitas (Perdanakusuma 2008).
Pada gambaran histopatologi dapat terlihat bahwa luka kelompok kontrol,
akuades, dan ekstrak sirih menunjukkan kualitas yang hampir sama yaitu telah
mencapai tahap proliferasi yang ditandai dengan reepitelisasi yang mulai terjadi,
terdapat fibroblas, dan adanya neovaskularisasi yang merupakan ciri khas pada
tahap proliferasi. Neovaskularisasi merupakan pembentukan buluh darah yang
baru. Keberadaan neovaskularisasi pada luka memiliki peranan yang penting
untuk memberikan asupan nutrisi dan oksigen bagi jaringan yang sedang
beregenerasi. Tunas-tunas pembuluh darah ini muncul disebabkan oleh aktivitas
12
mitosis pada sel-sel endotel pembuluh darah tertua diikuti oleh migrasi kearah
luka (Spector dan Spector 1993). Nayak (2006) menyatakan persembuhan luka
tergantung pada sirkulasi darah di daerah yang mengalami luka serta
pembentukan dan deposisi kolagen. Jumlah buluh darah yang baru dipengaruhi
oleh adanya makrofag yang berfungsi mensintesis faktor angiogenesis.
Gambar 6 Gambaran mikroskopis luka tikus pada minggu pertama. (A) tahap proliferasi pada luka
kontrol, (B) tahap proliferasi pada luka akuades, (C) tahap proliferasi pada luka sirih,
(D) tahap inflamasi pada luka salep. Kotak menunjukkan pembentukan buluh darah
baru dan tanda panah menunjukkan kumpulan netrofil.
Luka yang diberi salep pada minggu pertama masih menunjukkan tahap
inflamasi yang ditandai dengan adanya titik-titik perdarahan, edema, adanya sel
radang dalam jumlah besar, dan masih terlihat kumpulan netrofil. Sel radang yang
dapat ditemui pada gambaran histopatologi yaitu netrofil, makrofag, dan limfosit.
Limfosit merupakan sel darah putih yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh.
13
Sel limfosit melepaskan limfokin yang berfungsi untuk merangsang agregasi
makrofag dan juga sebagai chemoattractant bagi makrofag.
Gambar 7 Gambaran keberadaan netrofil pada luka. (A) runtuhan epitel pada luka kontrol,
(B)runtuhan epitel pada luka akuades, (C) netrofil pada preparat sentuh luka sirih, (D)
netrofil pada preparat sentuh luka salep. Lingkaran menunjukkan proses fagositosit
dan koloni bakteri.
Netrofil merupakan pertahanan pertama terhadap infeksi bakteri dan
berfungsi memfagositosis sel debris serta mikroorganisme. Oleh karena itu
netrofil sering disebut sebagai pertahanan seluler yang pertama. Cara kerja netrofil
dalam memberikan respon imun adalah dengan menggunakan enzim lisosom yang
dapat mencerna dinding sel bakteri. Sebuah sel netrofil dapat memfagosit 5-20
14
bakteri sebelum sel netrofil itu sendiri menjadi inaktif dan mati (Guyton dan Hall
1997). Pengamatan keberadaan netrofil pada preparat sentuh yang diwarnai
dengan pewarnaan Giemsa memperlihatkan luka yang diberi akuades dan kontrol
ditemukan runtuhan-runtuhan epitel (Gambar 7) sedangkan luka yang diberikan
salep dan ekstrak sirih menunjukkan hasil yang positif dimana adanya netrofil.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya proses fagositosis bakteri yang lebih cepat
dibandingkan dengan luka kontrol dan luka akuades.
Hasil evaluasi luka pada kulit tikus baik secara histopatologi dan
keberadaan netrofil pada minggu pertama menunjukkan bahwa ekstrak sirih
mempunyai efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Hal ini ditunjukkan dengan tahap inflamasi yang berlangsung dengan cepat tetapi
memiliki efikasi yang sama dengan obat salep. Efektivitas ekstrak sirih ini diduga
diakibatkan oleh kandungan senyawa flavonoid, saponin, tanin, dan alkaloid yang
berfungsi sebagai antimikroba dan antiinflamasi, sehingga mempercepat
peradangan dan meningkatkan netrofil pada luka.
Hasil pengamatan luka pada minggu kedua
Pada minggu kedua dilakukan pengamatan pada tiga parameter yaitu
patologi anatomi luka, skoring gambaran mikroskopis, dan keberadaan netrofil
pada preparat sentuh yang diwarnai oleh Giemsa. Hasil pengamatan luas patologi
anatomi, gambaran mikroskopis, dan keberadaan netrofil pada minggu kedua
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Hasil evaluasi patologi anatomi, gambaran mikroskopis, dan keberadaan
netrofil luka tikus pada minggu kedua.
Perlakuan
Patologi Anatomi
Netrofil
Luas (mm2)
Kering
Basah
Kontrol
9.026±5.30
5/5
0/5
Sirih
13.138±7.89
5/5
Salep
8.686±5.01
34.848±28.89
Akuades
Gambaran Mikroskopis
Skoring
Inflamasi
Proliferasi
Maturasi
0/5
42.86%
28.57%
28.57%
1.85
0/5
0/5
0
11.11%
88.89%
2.89
5/5
0/5
0/5
0
0
100%
3
3/5
2/5
2/5
57.14%
14.28%
14.28%
1.71
Keterangan: Angka pembilang menunjukkan jumlah sampel yang positif (+). Angka penyebut
menunjukkan jumlah luka yang diamati. Keberadaan netrofil diamati pada hari ke-10.
Luas luka, gambaran mikroskopis, dan keadaan luka diamati pada hari ke 14. Pada
skoring mikroskopis angka 0-0.5 menunjukkan luka belum sembuh, 0.6-1.5
menunjukkan luka inflamasi, 1.6-2.5 menunjukkan luka proliferasi, dan 2.6-3
menunjukkan luka maturasi.
Pada minggu kedua gambaran mikroskopis luka yang diberi ekstrak sirih
dan salep dominan berada pada tahap maturasi sedangkan luka kontrol dan luka
akuades dominan berada pada fase inflamasi dan proliferasi. Hal ini disebabkan
oleh kandungan dalam salep dan daun sirih dapat mempercepat proses
persembuhan luka. Hasil pengamatan patologi anatomi memperlihatkan bahwa
kelompok luka yang diberi akuades mempunyai luasan tertinggi, kelompok luka
15
yang diberi ekstrak sirih berada pada urutan kedua diikuti kontrol dan salep.
Sedangkan berdasarkan pengamatan gambaran histopatologi terlihat bahwa luka
yang diberi salep memperlihatkan hasil yang lebih baik diikuti luka yang diberi
ekstrak sirih, kontrol, dan akuades. Kandungan kloramfenikol dalam salep
mempunyai mekanisme kerja yaitu menghambat sintesa protein bakteri (Tjay dan
Rahardja 2007). Keadaan ini menyebabkan bakteri dapat dieliminasi dengan cepat
sehingga proses reepitalisasi luka terjadi lebih cepat. Pada luka yang diberi
ekstrak sirih mempunyai luasan luka yang kurang bagus secara makroskopis tetapi
mempunyai kualitas yang sama dengan luka salep. Hal ini menunjukkan bahwa
luka yang mengecil secara makroskopis belum tentu mempunyai kualitas luka
yang baik secara mikroskopis.
Tahap persembuhan luka
pada minggu kedua
120%
100%
80%
60%
40%
Kontrol
Aquades
3.5
3
Hasil rata-rata skoring
pada minggu kedua
2.5
2
Sirih
Salep
1.5
Rata-rata
skoring
1
20%
0.5
0%
0
Gambar 8 Diagram persembuhan luka tikus pada minggu kedua
Pada pengamatan keberadaan netrofil, luka akuades yang diberi akuades
memperlihatkan hasil positif. Pemberian akuades pada luka menyebabkan luka
dalam keadaan lembab sehingga jaringan yang rusak karena perlukaan lebih
mudah luruh. Jaringan luka yang luruh dapat merangsang datangnya netrofil untuk
memfagositosit luruhan sel-sel tersebut. Selain itu, luka yang diberi akuades
menciptakan lingkungan yang lembab pada luka dan merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri sehingga merangsang datangnya netrofil untuk
memfagositosit bakteri tersebut.
16
Gambar 9 Patologi anatomi luka tikus pada minggu kedua
Pada gambaran mikroskopis menunjukkan bahwa luka yang diberi salep
dan ekstrak sirih telah mencapai tahap maturasi yang ditandai dengan adanya
pembentukan folikel rambut dan kelenjar sebaceous dan daerah luka mulai
mengecil. Daerah luka yang mulai mengecil disebabkan oleh adanya fibroblas
yang terlihat seperti garis-garis berwarna ungu pada preparat yang diwarnai
dengan Hematoxylin-Eosin. Semakin banyaknya jaringan ikat pada luka, semakin
besar daya kontraksi luka sehingga sisi luka akan tertarik dan menyebabkan besar
luka menjadi mengecil. Pada luka yang diberi akuades masih dalam tahap
proliferasi dimana masih terlihat adanya keropeng dan kumpulan netrofil. Luka
yang selalu ditetesi akuades akan menyebabkan luka tetap dalam keadaan basah
sehingga keropeng yang terbentuk akan menjadi lunak dan mudah hancur
sehingga dapat memanggil sel-sel radang untuk memfagositnya. Hal ini didukung
oleh keadaan patologi anatomi yang masih basah dan keberadaan netrofil pada
preparat sentuh yang diwarnai dengan Giemsa.
17
Gambar 10 Gambaran mikroskopis luka tikus pada minggu kedua. (A) tahap proliferasi pada luka
kontrol, (B) tahap proliferasi pada luka akuades, (C) tahap maturasi pada luka sirih,
(D) tahap maturasi pada salep. Kotak menunjukkan kontraksi luka.
Secara makroskopis luas luka yang diberi ekstrak sirih menunjukkan sedikit
perubahan pada minggu pertama dan minggu kedua. Tetapi perubahan luas luka
yang terjadi tidak lebih bagus dibandingkan pemberian obat salep. Pada gambaran
histopatologi menunjukkan bahwa pada minggu pertama kualitas luka yang diberi
ekstrak sirih menunjukkan hasil yang baik dimana pada minggu pertama luka
yang diberi ekstrak sirih telah mengalami tahap proliferasi. Hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak sirih mampu mempercepat tahap inflamasi karena mempunyai
kandungan flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin yang berfungsi sebagai
antimikroba dan antiinflamasi (Shetty dan Vijayalaxmi 2012). Sedangkan pada
minggu kedua, gambaran histopatologi luka yang diberi ekstrak sirih telah
mencapai tahap maturasi. Hal ini tidak berbeda jauh dengan luka yang diberi salep
yang juga telah mencapai tahap maturasi. Pengamatan keberadaan netrofil luka
yang diberi ekstrak sirih pada minggu pertama menunjukkan adanya netrofil yang
tinggi. Hal ini menunjukkan adanya proses fagositosis yang cepat sehingga dapat
mempercepat proses inflamasi.
Download