BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggabungan

advertisement
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggabungan Usaha
2.1.1 Pengertian Penggabungan Usaha
Penggabungan usaha (business combination) secara umum adalah
penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi
karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali
atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Penggabungan usaha dapat berupa
pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain, atau pembelian aktiva
neto suatu perusahaan (Foster :1986). Sedangkan menurut IFRS (International
Financial Reporting Standart No.3 : 2008) Penggabungan usaha (business
combination) adalah transaksi atau kejadian lainnya, yang dalam trasaksi atau
kejadian itu, entitas pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali (control) atas
satu usaha atau lebih.
2.1.2 Jenis Penggabungan Usaha
a. Merger
Dalam peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1998 tentang
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
20
menjelaskan bahwa merger atau penggabungan adalah perbuatan hukum
dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang
menggabungkan diri menjadi bubar.
yang dilakukan oleh satu perseroan, atau lebih untuk menggabungkan diri
b. Akuisisi
Dalam peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1998 tentang
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
menjelaskan bahwa Akuisisi atau pengambilalihan adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambilalih baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang
dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
c. Konsolidasi
Konsolidasi adalah penggabungan usaha antara 2 perusahaan atau
lebih dimana untuk meneruskan kegiatan usaha gabungan dibentuk
perusahaan baru dan semua perusahaan yang bergabung menghentikan
kegiatannya.
2.1.3 Motif Penggabungan Usaha
Terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melaukan merger
dan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif non ekonomi (Moin : 2003). Motif
ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai
21
perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sedangkan,
motif non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan
perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subjektif atau ambisi
pribadi pemilik atau manajemen perusahaan.
1. Motif Ekonomi
Esensi dari tujuan perusahaan, jika ditinjau dari perspektif manajemen
keuangan adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai
(value creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Merger dan
akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah
mencapai peningkatan nilai tersebut. Maka, seluruh aktivitas dan
keputusan yang diambil oleh perusahaan harus diarahkan mencapai tujuan
ini.
Implementasi program yang dilakukan oleh perusahaan harus melalui
langkah-langkah konkrit seperti melalui efisiensi produksi, peningkatan
penjualan, pemberdayaan dan peningkatan produktivitas sumber daya
manusia. Disamping itu dalam motif ekonomi merger dan akuisisi yang
lain diantaranya (Moin : 2004) :
a. Mengurangi waktu, biaya dan risiko kegagalan memasuki pasar baru.
b. Mengakses reputasi teknologi, produk dan merk dagang.
c. Memperoleh
professional.
individu-individu
sumber
daya
manusia
yang
22
d. Membangun kekuatan pasar.
e. Memperluas pangsa pasar.
f. Mengurangi persaingan.
g. Mendiversifikasi lini produk.
h. Mempercepat pertumbuhan.
i.
Menstabilkan cash flow dan keuntungan.
2. Motif Sinergi
Sinergi yang besar dan kuat merupakan salah satu alasan utama
bagi para pembeli untuk bersedia membeli dengan harga yang lebih tinggi,
melebihi nilai yang sebenarnya dari perusahaan yang diminati. Sinergi
mengacu
pada reaksi
yang ditimbulkan ketika dua
perusahaan
digabungkan untuk menghasilkan efek yang jauh lebih baik bagi kedua
entity yang bersangkutan dari pada masing-masing perusahaan melakukan
kegiatan operasinya secara independen. Fenomena ini sering digambarkan
sebagai 2+2 = 5. Didalam konteks merger, hal ini diterjemahkan sebagai
kemampuan dari dua atau lebih perusahaan yang digabungkan untuk
menghasilkan keuntungan lebih besar dibandingkan jika perusahaan
tersebut beroperasi secara independen (Patrick A. Gaughan : 1999).
Bentuk-bentuk sinergi disajikan berikut ini (Brgiham : 2001) :
a. Sinergi Operasi
Sinergi operasi (operating synergy) terjadi ketika perusahaan hasil
kombinasi mencapai efisiensi biaya. Efisiensi ini dicapai dengan cara
23
pemanfaatan secara optimal sumber daya perusahaan. Sehingga
dengan adanya merger ataupun akuisisi yang dilakukan perusahaan
maka diharapkan perusahaan dapat memasarkan produksinya hingga
kapasitas penuh, dimana yang sebelumnya masih idle akan dapat
dioptimalkan untuk mendukung permintaan pasar. Disini terjadi
efisiensi karena pemanfaatan kapasitas produksi yang semula masih
menganggur.
b. Sinergi Finansial
Sinergi finansial (Financial Synergy) dihasilkan ketika perusahaan
hasil merger memiliki struktur modal yang kuat dan mampu
mengakses sumber-sumber dana dari luar secara lebih mudah dan
murah sedemikian rupa sehingga biaya modal perusahaan semaki
menurun.
Struktur
permodalan
yang
kuat
akan
menjamin
berlangsungnya aktivitas operasi perusahaan tanpa menghadapi
kesulitan likuiditas. Akses yang semakin mudah terhadap sumbersumber dana dimungkinkan ketika perusahaan memiliki ukuran yang
semakin besar. Perusahaan memiliki struktur permodalan yang kuat
dan size yang besar akan diberi kepercayaan yang positif oleh publik.
Kondisi seperti ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan
karena makin meningkatnya kepercayaan pihak lain seperti lembagalembaga keuangan sehingga mereka bersedia meminjamkan dana.
Perusahaan yang memiliki kepercayaan dari publik seperti itu memiliki
24
risiko kebangkrutan yang lebih kecil daripada yang tidak memiliki
kepercayaan publik.
c. Sinergi Manajerial
Sinergi manajerial (managerial synergi) dihasilkan ketika terjadi
transfer kapabilitas manejerial dan skill dari perusahaan yang satu
perusahaan
lain
atau
ketika
secara
bersama-sama
memanfaatkan kapasitas know-how yang mereka miliki.
mampu
Transfer
kapabilitas terutama sekali terjadi sebuah perusahaan yang memiliki
kinerja manajerial yang kurang bagus. Perusahaan yang superior dalam
suatu industri seringkali memiliki sumberdaya manajemen yang lebih
bagus dibanding perusahaan yang lain di industri yang sama.
Perusahaan yang belum memiliki manjerial yang bagus perlu
pembelajaran internal (internal learning) melalui merger dengan
perusahaan lain apabila ingin memiliki keunggulan manajerial.
d. Sinergi Teknologi
Sinergi teknologi bisa dicapai dengan memadukan keunggulan teknik
sehingga saling memetik manfaat. Sinergi teknologi dapat terjadi
misalnya pada departemen riset dan pengembangan, departemen disain
dan engineering, proses manufakturing, departemen desain dan
engineering dan teknologi informasi.
e. Sinergi Pemasaran
Perusahaan yang melakukan merger akan memperoleh manfaat dari
semakin luas dan terbukanya produk, bertambahnya lini produk yang
25
dipasarkan, dan semakin banyak produk yang dipasarkan, dan semakin
banyak konsumen yang bisa dijangkau.
3. Motif Diversifikasi
Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan
melalui merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung
aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi
bersaing. Akan tetapi jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari
bisnis semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang
mendukung kompetensi ini (core competence). Disamping memberikan
manfaat seperti transfer teknologi dan pengalokasian modal, diversifikasi
juga membawa kerugian yaitu adanya subsidi silang.
4. Motif Strategis
Motif
strategis
penggabungan
juga
usaha
termasuk
motif
ekonomi
ketika
aktivitas
diarahkan
untuk
mencapai
posisi
strategis
perusahaan agar memberikan keunggulan kompetitif dalam industri.
Penggabungan usaha juga memiliki motif strategis jika dilakukan untuk
mengendalikan perusahaan lain. Pengendalian ini bisa dilakukan oleh
sebuah perusahaan dengan mengakuisisi supplier untuk menjamin suplai
input.
26
5. Motif Politis
Motif politis seringkali dilakukan oleh pemerintah untuk memaksa
perusahaan BUMN atau swasta agar melakukan merger dan akuisisi.
Muatan politis ini diambil untuk kepentingan masyarakat umum atau
ekonomi secara makro. Alasan pemerintah memerger bank-bank yang
berada di bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) adalah
untuk menhindari likuidasi dan merupakan langkah politis untuk
menyelamatkan perbankan nasional. Melalui merger diharapkan bankbank tersebut mampu beroperasi secara maksimal karena akan memiliki
struktur permodalan yang kuat dan selanjutnya bisa meningkatkan kinerja
bank.
6. Motif Non-Ekonomi
Aktivitas merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk
kepentingan ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat
non-ekonomi, seperti prestise dan ambisi. Motif non-ekonomi bisa berasal
dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
a. Motif Hubris Hypothesis
Hipotesis ini menyatakan bahwa merger dan akuisisi semata-mata
didorong oleh motif “ketamakan” dan kepentingan pribadi para
eksekutif perusahaan. Alasannya adalah
menginginkan ukuran
perusahaan yang lebih besar. Dengan semakin besarnya perusahaan
maka semakin besar kompensasi yang akan diterima. Kompensasi
27
yang akan diterima bukan hanya berupa materi namun juga berupa
pengakuan dan aktualisasi diri.
b. Ambisi Pemilik
Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk mengusai berbagai
sektor bisnis. Menjadikan aktivitas merger dan akuisisi sebagai strategi
perusahaan untuk menguasai perusahaan-perusahaan yang ada untuk
membangun “kerajaan bisnis”. Hal ini biasanya terjadi dimana pemilik
perusahaan memiliki kendali pengambilan keputusan perusahaan.
2.1.4 Manfaat dan Risiko Penggabungan Usaha
2.1.3.1 Manfaat Penggabungan Usaha
Beberapa manfaat yang mungkin dihasilkan dari proses merger dan
akuisisi (David : 1998) :
Bagi perusahaan pengakuisisi dan yang diakuisisi :
a.
Meningkatkan efisiensi melalui sinergi yang tercipta diantara
perusahaan yang dimerger atau diakuisisi.
Bagi perusahaan pengakuisisi :
a. Memperluas portofolio jasa maupun produk yang ditawarkan yang
akan
berakibat
pada
bertambahnya
perusahaan pengakuisisi.
b. Memperkuat daya saing perusahaan.
sumber
pendapatan
bagi
28
2.1.3.2 Resiko Penggabungan Usaha
Selain itu, ada beberapa kemungkinan risiko yang akan muncul sebagai
hasil dari merger dan akuisisi (David : 1998) :
Bagi perusahaan pengakuisisi dan yang diakuisisi :
a.
Perbedaan budaya (corporate culture), sistem dan prosedur yang
diterapkan dimasing-masing perusahaan selama ini akan memerlukan
penyesuaian dengan waktu yang relatif lama.
Bagi perusahaan pengakuisisi :
a.
Beban operasional, terutama dalam jangka pendek, akan semakin
meningkat sebagai akibat dari proses penggabungan usaha.
2.2 Akuisisi
2.2.1 Pengertian Akuisisi
Akuisisi adalah suatu
penggabungan usaha dimana salah satu
perusahaan, yaitu pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva netto dan
operasi perusahaan yang diakuisisi, dengan memberikan aktiva tertentu,
mengakui suatu kewajiban atau dengan mengeluarkan saham (Standar
Akuntansi Keuangan No. 22).
Menurut Prof. Felix Oentoeng Soebagjo, akuisisi itu pada dasarnya
berbeda dengan merger dan juga berbeda dengan konsolidasi (peleburan).
29
Jika yang dilakukan adalah akuisisi perusahaan, maka baik pihak yang
melakukan akuisisi maupun pihak yang diakuisisi tetap eksis. Pihak yang
melakukan akuisisi tersebut akan menjadi pengendali dari pihak yang akan
diakuisisi. Perbedaannya dengan merger adalah bahwa pada suatu merger
yang dilakukan secara penuh dan tuntas, akan menjadikan salah satu
diantara pihak-pihak yang akan melakukan merger menjadi surviving
company, sedangkan pihak-pihak lainnya merupakan disappearing
company. Di lain pihak, jika para pihak memilih melakukan konsolidasi,
maka yang akan menjadi surviving company adalah perusahaan yang baru
yang didirikan oleh para pihak sedangkan perusahaan yang menjadi
peserta peleburan menjadi pendiri dari perusahaan disappearing company.
2.2.2 Jenis-Jenis Akuisisi
Munir Fuadi (2008) mengklasifikasikan jenis-jenis akuisisi sebagai
berikut:
a. Akuisisi Horizontal
Akuisisi horizontal adalah akuisisi di antara suatu perusahaan atau
seseorang dengan 1 (satu) atau lebih perusahaan lain dimana kedua
perusahaan tersebut mempunyai bidang bisnis yang sama atau serupa.
b. Akuisisi Vertikal
Akuisisi vertikal adalah akuisisi di antara suatu perusahaan atau seseorang
dengan 1 (satu) atau lebih perusahaan lain dimana antara 2 (dua)
30
perusahaan tersebut masih dalam 1 (satu) mata rantai produksi, yakni
antara perusahaan hulu dengan hilir.
c. Akuisisi Kon Generik
Akuisisi Kon generik adalah akuisisi di antara suatu perusahaan atau
seseorang dengan 1 (satu) atau lebih perusahaan lain di mana kedua
perusahaan tersebut saling berhubungan, tetapi bukan terhadap produk
yang sama seperti pada akuisisi horizontal dan bukan pula antara
perusahaan hulu dengan hilir seperti dalam akuisisi vertikal.
d. Akuisisi Konglomerat
Akuisisi konglomerat adalah akuisisi di antara 2 (dua) atau lebih
perusahaan yang bisnisnys sama sekali tidak terkait, baik secara vertikal
ataupun secara horizontal.
e. Akuisisi Eksternal
Akuisisi eksternal merupakan akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) atau
lebih perusahaan dari kelompok perusahaan yang berbeda.
f. Akuisisi Internal
Akuisisi internal merupakan akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) atau lebih
perusahaan dalam kelompok perusahaan yang sama.
g. Akuisisi Saham
Akuisisi saham adalah akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) atau lebih
perusahaan di mana yang diakuisisi adalah sebagian besar atau seluruh
saham dari perusahaan target, baik saham baru yang dikeluarkan oleh
perusahaan mauun pembelian saham langsung dari pemegang saham.
31
h. Akuisisi Assets
perusahaan di mana yang diakuisisi/dibeli adalah sebagian besar atau
seluruh aset dari perusahaan target.
Akusisi assets adalah akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) atau lebih
i. Akuisisi Kegiatan Usaha
Akuisisi kegiatan usaha merupakan akuisisi yang terjadi antara 2 (dua)
atau lebih perusahaan di mana yang diakuisisi dari perusahaan target
adalah hanya kegiatan usahanya, termasuk jaringan bisnis, alat produksi,
hak milik intelektual dan lain-lain.
j. Freezeouts
Freezeouts adalah akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) atau lebih
perusahaan, di mana setelah pihak pengakuisisi menguasai dan
mengendalikan perusahaan target, pihak pemegang saham minoritas
dipaksa ke luar dari perusahaan target tersebut, dengan menggunakan
berbagai teknik yang dimungkinkan oleh hukum. Misalnya, dengan cara
menjual seluruh aset perusahaan target kepada perusahaan lain dalam 1
(satu) grup, kemudian perusahaan target dilikuidasi sehingga pemegang
saham minoritas terpaksa ke luar dari perusahaan target tersebut.
k. Squeezeouts
Squeezeouts mirip dengan freezeouts. Akan tetapi, dengan squeezeouts
pihak pemegang saham minoritas tidak dikeluarkan secara paksa, tetapi
dibuat sedemikian rupa sehingga pemegang saham minoritas tersebut tidak
betah lagi di perusahaan target dan akhirnya ke luar sendiri. Misalnya,
32
dilakukan dengan jalan membuat pembukuan perusahaan target tidak
l.
Akuisisi Strategis
Akuisisi strategis ini merupakan akuisisi di antara 2 (dua) atau lebih
perusahaan dengan motif untuk meningkatkan produktivitas perusahaan
pernah untung sama sekali.
target. Dengan akuisisi ini diharapkan agar dapat meningkatkan sinergi
usaha, mengurangi risiko, memperluas pangsa pasar dan sebagaimana.
m. Akuisisi Finansial
Akuisisi finansial ini merupakan akuisisi di antara 2 (dua) atau lebih
perusahaan dengan motif untuk mendapatkan keuntungan finansial
semata-mata dalam waktu sesingkat-singkatnya. Akuisisi seperti ini sangat
bersifat spekulatif, dengan keuntungan yang diharapkan lewat pembelian
saham.
n. LBO
LBO adalah suatu variasi dari akuisisi atau take over, yang dilakukan
dengan teknik-teknik dan tujuan tertentu. Tujuan dilakukannya LBO
adalah dengan membeli suatu perusahaan target, perusahaan target tersebut
dipermak dan dibenahi, untuk kemudian setelah perusahaan target menjadi
bagus. Perusahaan target tersebut dijual kembali kepada pihak lain, di
mana pihak penjual akan mendapatkan keuntungan finansial karenanya.
Karena itu, sering kali yang dibeli adalah perusahaan target yang sakit,
tetapi dapat disembuhkan, untuk kemudian setelah sembuh, perusahaan
tersebut dijual kepada pihak ketiga.
33
o. MBO
Transaksi MBO juga pada prinsipnya menggunakan teknik-teknik LBO.
Hanya saja, dalam deal-deal MBO, pihak manajemen suatu perusahaan
yang terlibat dalam melakukan transaksi atau membeli saham-saham dari
perusahaan yang dipimpinny, atau perusahaan dalam 1 (satu) grup dengan
perusahaan yang dipimpinnya.
Klasifikasi berdasarkan objek yang diakuisis dibedakan atas
akuisisi saham dan akuisis asset, yaitu :
a. Akuisisi Saham
Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu transaksi jual
beli perusahaan, dan transaksi tersebut mengakibatkan beralihnya
kepemilikan perusahaan dari penjual kepada pembeli. Karena
perusahaan didirikan atas saham-saham, maka akuisisi terjadi ketika
pemilik
saham
menjual
saham-saham
mereka
kepada
pembeli/pengakuisisi. Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk
akuisisi yang paling umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan
akuisisi. Akuisisi tersebut dapat dilakukan dengan cara membeli
seluruh atau sebagian saham-saham yang dikeluarkan oleh perseroan
maupun dengan atau tanpa melakukan penyetoran atau sebagian
maupun seluruh saham yang belum dan akan dikeluarkan perseroan
yang mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham perseroan oleh
perusahaan yang melakukan akuisisi tersebut, yang akan membawa ke
arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan.
34
b. Akuisisi Aset
Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain maka
ia dapat membeli sebagian atau seluruh aktiva atau aset perusahaan
lain tersebut. Jika pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva
perusahaan maka hal ini dinamakan akuisisi parsial.
2.2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Akuisisi
(Pringle dan Harris : 1987) dalam bukunya Esentials of
Managerial
Finance
memandang
perusahaan hasil merger
bahwa
kinerja
keuangan pada
merupakan faktor penting
yang harus
dipertimbangkan ketika dua perusahaan atau lebih akan bergabung.
(Neil M. Kay : 1997) dalam bukunya Pattern in Corporate
Evolution, mengungkapkan bahwa merger dan akuisisi akan berlangsung
sukses apabila diantara perusahaan yang akan bergabung memiliki market
link dan technological link.
1. Faktor Pasar dan Pemasaran
(Neil Kay : 1997) perusahaan dapat berhasil dalam melakukan merger dan
akuisisi apabila terdapat kesamaan atau komlementaritas dalam hal pasar
yang disebutnya sebagai market linkages. Salah satu hasil yang diharapkan
dari merger dan akuisisi adalah sinergi yang dihasilkan oleh meningkatnya
akses perusahaan ke pasar baru yang selama ini tidak tersentuh. Sumbersumber potensial yang dalam hal ini menggabungkan kesempatan pasar
dengan saling berbagai pasar yang ditekuni masing-masing selama ini
35
(cross marketing). Dengan lini produk yang lebih luas, setiap perusahaan
dapat menjual lebih banyak produk kepada pelanggannya dari yang selama
ini telah dilakukannya.
2. Faktor Teknologi
(Neil Kay : 1997), perusahaan dapat melakukan merger dan akuisisi
apabila terdapat kesamaan atau komplementaritas dalam hal sumber daya
teknologi dan produksi yang disebutnya sebagai technological linkages.
Technological linkages ini dapat meliputi penggabungan proses produksi
karena proses yang sama seperti halnya yang terjadi pada merger
horizontal. Proses pengembangan produk juga dapat menjadi sarana
terjadinya sinergi teknologi informai dalam satu organisasi. Ketika
teknologi yang digunakan sama maka potensi sinergi dapat diciptakan.
Dengan melakukan proses merger dan akuisisi secara sehat dan sukarela,
potensi sinergi akan menghasilkan skala dan ruang lingkup ekonomi yang
bermanfaat. Teknologi dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan
produksi dan inovasi yang dimiliki oleh perusahaan yang tercermin dari
kualifikasi sumber daya manusia, skill dan keahlian yang mereka miliki,
jenis produk yang mereka tawarkan serta peralatan barang modal yang
mereka gunakan.
36
3. Faktor Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan salah satu aspek non ekonomis yang sangat
penting untuk dipertimbangkan ketika dua perusahaan atau lebih
melakukan merger dan akuisisi. Dalam banyak kasus merger dan akuisisi
diberbagai perusahaan, masalah budaya seringkali menjadi masalah yang
sangat krusial. Latar belakang budaya yang sangat berbeda diantara
karyawan dapat menyebabkan karyawa enggan untuk melakukan
kerjasama, masing-masing berusaha melakukan sesuatu berdasarkan cara
metode yang selama ini telah mereka lakukan diperusahaan lama mereka,
untuk bisa beradaptasi seringkali membutuhkan waktu yang lama. Budaya
organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut anggota-anggota
organisasi tersebut (Robins : 2000). Perbedaan budaya ini dapat
menyebabkan konflik. Akibatnya kerja sama tidak mudah terbangun,
sinergi tidak tercipta, akhirnya produktivitas perusahaan hasil merger dan
akuisisi juga menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Perbedaan budaya
organisasi dapat diselesaikan, namun hal tersebut membutuhkan waktu
dan kemampuan mengelola perubahan yang baik.
4. Faktor Keuangan
Dari sisi finansial, sinergi ini bermakna kemampuan menghasilkan laba
perusahaan hasil merger dan akuisisi yang lebih besar dari kemampuan
laba masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi ini
yang menjadi syarat awal terjadinya sebuah merger. Sinergi ini kemudian
37
memungkinkan perusahaan hasil merger dan akuisisi dapat membiayai
proses merger dan akuisisi serta mampu memberikan dividen yang
premium kepada pemilik modal perusahaan. Efek sinergi dari sebuah
merger dan akuisisi bersumber pada dua aktivitas yaitu sinergi dalam hal
operasional dan sinergi dalam hal finansial. Dalam prakteknya, usaha
peningkatan pendapatan ini lebih sulit dibanding usaha mengurangi biaya
produksi. Hal ini karena biaya produksi lebih kasat mata dan terukur
sehingga lebih mudah diidentifikasi. Sementara sinergi dalam hal finansial
berhubungan dengan kemungkinan lebih rendahnya biaya memperoleh
modal bagi perusahaan hasil merger dan akuisisi dibanding biaya bagi
perusahaan sebelum merger dan akuisisi.
2.2.4 Langkah-Langkah Akuisisi
Langkah-langkah yang harus harus dilakukan oleh perusahaan sebelum,
dalam, maupun setelah proses merger (Estanol : 2004) :
1. Pre-Merger
Merupakan keadaan sebelum merger dimana dalam tahap ini, tugas dari
seluruh jajaran direksi maupun manajemen kedua atau lebih perusahaan
untuk mengumpulkan informasi yang kompeten dan signifikan untuk
kepentingan proses merger perusahaan-perusahaan tersebut.
38
2. Merger Stage
Pada saat perusahaan-perusahaan tersebut memutuskan untuk melakukan
merger, hal yang harus dilakukan oleh mereka untuk pertama kalinya
dalam tahapan ini adalah menyesuaikan diri dan saling mengintegrasikan
diri dengan partner mereka agar dapat berjalan sesuai dengan partner
mereka.
3. Post-Merger
Pada tahapan ini terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan oleh
perusahaan.
a. Melakukan restrukturisasi, dimana dalam merger sering terjadinya
dualism kepemimpinan yang akan membawa pengaruh buruk dalalm
organisasi.
b. Membangun suatu kultur baru dimana kultur atau budaya baru
perusahaan atau dapat juga merupakan budaya yang sama sekali baru
bagi perusahaan.
c. Melancarkan transisi, dimana yang harus dilakukan adalah dengan
membangun suatu kerjasama, berupa tim gabungan ataupun kerjasama
mutual.
Sedangkan tahapan proses akuisisi (Ronnie H. Rusli : 1992) diantaranya :
1. Ijin dari pemegang saham antara kedua perusahaan.
2. Proses negosiasi yang panjang dan mengikutsertakan akuntan,
penasehat hukun dan investment banker.
39
3. Melakukan pembelian saham yang ada ditangan publik, baik investor
minoritas maupun individu.
Kewajiban atau hutang dari perusahaan target secara otomatis menjadi
kewajiban perusahaan yang mengambil alih.
5. Peleburan sistem manajemen ke dalam manajemen baru, setelah itu
4.
maka perusahaan baru yang mengambil alih.
6. Proses perijinan mungkin akan lebih kompleks bila kedua perusahaan
tersebut merupakan perusahaan publik.
7. Dana yang dibutuhkan akan semakin besar jumlahnya karena
pembelian saham akan bersifat pelelangan dengan tendering.
2.3 Analisis Kinerja Keuangan
2.3.1 Pengertian Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja merupakan analisis data serta pengendalian
bagi perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk
melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing
dengan perusahaan lain. Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai
performing measurement adalah kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau
segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode
akuntansi. Dengan demikian perngertian kinerja adalah suatu usaha formal
yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas
dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu
tertentu (Hanafi : 2003).
40
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan
penggabungan usaha biasanya adalah pada kinerja perusahaan dan
penampilan perusahaan yang praktis membesar dan meningkat. Kondisi
dan posisi perusahaan mengalami perubahan, dan hal ini tercermin dalam
pelaporan keuangan perusahaan. Ada 2 macam kinerja, yakni kinerja
operasional dan kinerja keuangan. Kinerja operasional lebih ditekankan
pada kepentingan internal perusahaan seperti kinerja cabang/divisi yang
diukkur dengan kecepatan dan kedisiplinan. Sedangkan kinerja keuangan
lebih kepada evaluasi laporan keuangan perusahaan pada waktu dan
jangka tertentu.
Analisis kinerja keuangan pada penelitian ini bertujuan untuk
menilai implementasi strategi perusahaan dalam hal merger dan akuisisi.
Kinerja keuangan merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dalam
suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan
tersebut (Sutrisno : 2009).
2.3.2 Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan metode umum yang digunakan
untuk mengukur kinerja perusahaan di bidang keuangan. Rasio merupakan
alat yang memperbandingkan suatu hal dengan hal lainnya sehingga dapat
menunjukkan hubungan atau korelasi dari suatu laporan finansial berupa
neraca dan laporan laba rugi. Rasio-rasio dikelompokkan ke dalam lima
41
dasar, yaitu likuiditas, leverage (solvabilitas), aktivitas, profitabilitas, dan
penilaian pasar. Berikut uraian kelima rasio tersebut.
2.3.2.1
Rasio Likuiditas
Likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya
apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi
utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo (Kashmir : 2008).
Jenis –jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk
mengukur kemampuan, yaitu :
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh
tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa
besar aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek
yang segera jatuh tempo. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara
membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar.
Current Ratio =
b. Quick Ratio
Quick Ratio merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang
42
jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungakan nilai
persediaan (inventory). Hal ini dilakukan karena persediaan dianggap
memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan, apabila perusahaan
membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya dibandingkan
dengan aktiva lancar lainnya. Rasio ini diukur dari total aktiva lancar,
kemudian dikurangi dengan nilai persediaan.
Quick Ratio (Acid Test Ratio) =
c. Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Jika piutang
usaha dinilai akan sulit tertagih (macet) dan persediaan dinilai akan lama
terjual, komponen aktiva yang benar-benar siap dicairkan hanyalah kas
dan surat berharga jangka pendek yang setara kas yang siap digunakan
apabila ada kewajiban yang segera harus dibayar. Rumus Cash Ratio
adalah :
Cash Ratio=
43
2.3.2.2 Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai utang.
Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio
solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan untuk membayar
seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila
perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).
Beberapa rasio solvabilitas yang sering digunakan diantaranya :
a. Debt to Asset Ratio (DAR)
DAR merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur
perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain,
seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar
utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Rumusan
untuk mencari DAR dapat digunakan sebagai berikut :
Debt to Asset Ratio (DAR) =
b. Debt to Equity Ratio (DER)
DER merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan
ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang,
44
termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rumusan untuk mencari
DER dapat digunakan sebagai berikut :
Debt to Equity Ratio (DER)=
c. Time Interest Earned (TIE)
Time Interest Earned disebut juga rasio penutupan (Coverage Ratio),
mengukur kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba
operasi (EBIT), sejauh mana laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan
kegagalan dalam pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman.
Rumus TIE adalah :
Time Interest Earned (TIE)=
d. Fixed Charge Coverage (FCC)
Fixed Charge Coverage atau lingkup biaya tetap merupakan rasio yang
menyerupai Time Interest Earned. Hanya saja perbedaannya adalah rasio
ini dilakukan apabila perusahaan memperoleh utang jangka panjang atau
menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease contract). Rumus untuk
mencari Fixed Charge Coverage (FCC) adalah sebagai berikut :
45
Fixed Charge Coverage (FCC)=
2.3.2.3 Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran
tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh
laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya
penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan. Jenis-jenis rasio
profitabilitas yang dapat digunakan adalah :
a. Profit Margin (Profit Margin on Sales)
Rasio profit margin atau margin laba atas penjualan merupakan salah satu
rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara
pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih setelah
pajak dengan penjualan bersih. Terdapat dua rumus untuk mencari profit
margin, yaitu sebagai berikut :
1. Untuk margin laba kotor dengan rumus :
Profit Margin =
Margin laba kotor menunjukkan laba yang relatif terhadap perusahaan,
dengan cara penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan.
2. Untuk margin laba bersih denga rumus :
46
Net Profit Margin =
b. Return On Investment (ROI)
Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama
Return On Investment (ROI) atau Return on Total Assets merupakan rasio
yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam
perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang ekeftivitas
manajemen dalam mengelola investasinya.
Hasil pengembalian investasi menunjukkan produktivitas dari
seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Semakin kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula
sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari
keseluruhan operasi perusahaan. Rumus untuk mencri Return on
Investment dapat digunakan sebagai berikut :
Return On Investment (ROI) =
c. Return on Equity (ROE)
Return on Equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk
mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini
menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio
47
ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat,
demikian pula sebaliknya. Rumus untuk mencari Return on Equity (ROE)
dapat digunakan sebagai berikut :
Return on Equity (ROE) =
2.3.2.4 Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Atau
dapat pula dikatakan rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
(efektivitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan. Efisiensi yang
dilakukan misalnya di bidang penjualan, persediaan, penagihan piutang
dan efisiensi di bidang lainnya. Beberapa jenis-jenis rasio aktivitas
diantaranya :
a. Perputaran Piutang (Receivable Turn Over)
Perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa
kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode.
Semakin tinggi rasio menunjukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan
dalam piutang semakin rendah dan kondisi perusahaan semakin baik.
Rumusan untuk mencari Perputaran Piutang (Receivable Turn Over) yaitu:
48
Perputaran Piutang (Receivable Turn Over)=
x 365
b. Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over)
Perputaran persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan (inventory) ini
berputar dalam suatu periode. Rasio ini merupakan indikasi yang populer
untuk menilai efisiensi operasional, yang memperlihatkan seberapa
baiknya manajemen mengontrol modal yang ada pada persediaan.
Rumusan untuk mencari Inventory Turn Over yaitu :
Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over)=
x 365
c. Perputaran Modal Kerja (Working Capital TurnOver)
Rasio ini merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai
keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu. Rasio ini
menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh
perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Rumus yang digunakan untuk
mencari perputaran modal kerja yaitu :
Perputaran Modal Kerja (Working Capital TurnOver)=
49
d. Total Assets Turn Over (TATO)
Total Assets Turn Over merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan
mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva.
Total Assets Turn Over (TATO)=
e. Fixed Assets Turn Over
Fixed Assets Turn Over merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar
dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk mengukur apakah
perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau
belum. Untuk mencari rasio ini, caranya adalah membandingkan antara
penjualan bersih dengan aktiva tetap dalam suatu periode. Rumus untuk
mencari Fixed Assets Turn Over yaitu :
Fixed Assets Turn Over=
Download