3 TINJAUAN PUSTAKA Mikroba Mulut Mikroba mulut adalah ragam mikroorganisme yang ada dan terdapat di dalam mulut. Mikroba-mikroba yang terdapat di mulut tersebut bisa bermanfaat ataupun bisa menimbulkan penyakit/masalah. Penyakit pada mulut berhubungan erat dengan kebersihan mulut. Saat ini, banyak cara yang dilakukan orang untuk menjaga kesehatan mulutnya. Salah satunya adalah dengan membersihkan gigi dan mulut. Produk-produk komersil banyak terdapat di pasaran yang ditujukan untuk membersihkan gigi dan mulut. Penyakit mulut yang disebabkan oleh mikroba yang berkembangbiak di dalam mulut, antara lain plak dan karang gigi (calculus), peradangan gusi (gingivitis), gigi berlubang (caries dentis), peradangan amandel dan tenggorokan, radang mulut (stomatitis), dan bau mulut (halitosis). Mulut merupakan tempat yang ideal untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme karena mulut memiliki kelembaban serta memiliki asupan makanan yang teratur. Mikroba-mikroba yang terdapat di dalam mulut tersebut antara lain Candida albicans, Streptococcus viridans, S. aureus, S. mutans, Lactobacillus, Solobacterium moorei. S. mutans dan Lactobacillus merupakan kuman yang kariogenik karena mampu dengan segera membentuk asam dari karbohidrat yang difermentasi. S. mutans merupakan bakteri patogen pada mulut karena menjadi penyebab utama terbentuknya plak, gingivitis, dan karies gigi (Lee et al., 1992). Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab intoksitasi dan terjadinya berbagai macam infeksi (Supardi dan Sukamto, 1999). S. moorei merupakan salah satu bakteri penyebab bau mulut. S. aureus merupakan bakteri positif Gram. Bakteri Staphylococcus mudah tumbuh pada berbagai media, bermetabolisme aktif dengan memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang beragam mulai dari pigmen berwarna putih sampai kuning tua. S. aureus untuk koloni yang berwarna kuning serta S. albus untuk koloni yang berwarna putih (Todar, 2011). Pada media MSA (Manitol Salt Agar) koloni S. aureus berwarna kuning karena terjadi fermentasi manitol menjadi asam sehingga warna media yang semula berwarna merah berubah menjadi kuning. Sifat-sifat dari bakteri ini antara lain bersifat aerob 4 fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, berdiameter sekitar 0,8-1,0 µm. Bakteri S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam. Bakteri ini juga bisa terdapat pada saluran pernafasan atas. Bakteri ini jarang menyebabkan penyakit pada manusia. Akan tetapi, bakteri ini bisa menjadi faktor penyebab terjadinya suatu infeksi penyakit pada inang yang sedang dalam kondisi kekebalan tubuh menurun. Gambar mikroskopik bakteri S. aureus. terpapar pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1. Bakteri S. aureus (Sumber : http://www.lib.uiowa.edu/hardin/md/cdc/staph/photomicro2.html) Streptococcus merupakan bakteri yang memiliki bentuk bulat dan termasuk ke dalam bakteri positif Gram. Bakteri ini termasuk ke dalam filum Firmicutes dan juga termasuk kelompok bakteri asam laktat. Bakteri ini tumbuh berantai atau berpasangan. Oleh karena itu diberi nama streptos (yang berasal dari bahasa Yunani: στρεπτος), yang berarti mudah bengkok atau memutar, seperti sebuah rantai. Streptococcus tidak memiliki enzim katalase sehingga tidak dapat mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2. Streptococcus banyak yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase yang menguraikan H2O2 sehingga H2O2 yang diberikan tidak dapat dipecah oleh bakteri dan berakibat tidak menghasilkan oksigen. Bakteri ini dapat menyebabkan radang tenggorokan. Streptococcus spesies tertentu bertanggung jawab atas banyak kasus meningitis, pneumonia oleh bakteri, 5 endokarditis, erisipelas, dan necrotizing fasciitis (karena memakan daging yang tercemar bakteri Streptococcus). Namun demikian, banyak spesies Streptococcus yang bersifat non-patogenik. Streptococcus juga merupakan bagian dari mikroflora normal yang bersifat komensal dari mulut, kulit, usus, dan saluran pernapasan atas manusia. Gambar mikroskopik bakteri Streptococcus terpapar pada Gambar 2 di bawah ini. Gambar 2. Bakteri Streptococcus sp. (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Streptococci.jpg) Bacillus adalah bakteri positif Gram yang berbentuk batang. Bakteri ini merupakan anggota dari divisi Firmicutes. Bacillus merupakan bakteri yang dapat bersifat obligat aerob atau anaerob fakultatif. Bakteri ini menghasilkan enzim katalase yang mengubah H2O2 menjadi oksigen dan air. Sel-sel bakteri menghasilkan endospora oval yang berfungsi untuk bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang kurang baik, sehingga dapat tetap aktif untuk waktu yang lama. Dinding sel Bacillus adalah struktur di luar sel yang membentuk penghalang antara bakteri dan lingkungan, dan pada saat yang sama bertujuan untuk mempertahankan bentuknya serta menahan tekanan yang dihasilkan oleh turgor sel (Wikipedia, 2011). Dinding sel Bacillus terdiri dari peptidoglikan yang mengandung asam meso-diaminopimelic (DAP) serta mengandung banyak asam teichoic yang terikat pada residu asam muramic (Todar, 2011). Gambar mikroskopik bakteri Bacillus terpapar pada Gambar 3 di bawah ini. 6 Gambar 3. Bakteri Bacillus sp. (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Bacillus _subtilis_Gram.jpg) Kayu Siwak Penggunaan alat-alat kebersihan mulut telah dimulai semenjak berabadabad yang lalu. Manusia terdahulu menggunakan alat-alat kebersihan yang beragam seiring dengan perkembangan budaya dan teknologi. Beranekaragam peralatan sederhana dipergunakan untuk membersihkan gigi dan mulut mereka dari sisa-sisa makanan, mulai dari tusuk gigi, batang kayu, ranting pohon, kain, bulu burung, tulang hewan hingga duri landak. Di antara peralatan tradisional yang mereka gunakan dalam membersihkan mulut dan gigi adalah kayu siwak atau chewing stick. Kayu siwak telah lama digunakan sebagai alat untuk membersihkan mulut. Penggunaan kayu siwak sebagai alat untuk pembersih mulut menjadi suatu perubahan dari tradisional ke modern dan siwak merupakan alat pembersih mulut terbaik hingga saat ini. (El-Mostehy et al., 1998). Penggunaan siwak adalah sebuah budaya pra Islam yang berkaitan dengan kegiatan bangsa Arab dahulu untuk mendapatkan gigi yang putih dan mengkilat. Penggunaan siwak juga untuk kegiatan yang bersifat ritual. Budaya ini kemudian diterapkan oleh masyarakat selama kegiatan keimanan Nabi Muhammad. Orang Babilonia sejak 7000 tahun yang lalu telah menggunakan siwak sebagai alat pembersih mulut. Siwak juga digunakan di zaman kerajaan Yunani dan Romawi, orang-orang Yahudi, Jepang, Mesir, dan masyarakat pada zaman kerajaan Islam. Banyak nama untuk siwak, seperti misalnya di Timur Tengah disebut dengan miswak, siwak atau arak, orang Jepang menyebutnya Koyoji, di Tanzania disebut 7 miswak, dan di Pakistan dan India disebut dengan datan atau miswak. Penggunaan kayu kunyah (chewing stick) berasal dari tanaman yang berbeda-beda pada setiap negeri. Sumber utama yang sering digunakan di Timur Tengah adalah pohon Arak (Salvadora persica), dan Afrika Barat yang digunakan adalah pohon limun (Citrus aurantifolia) dan pohon jeruk (Citrus sinesis). Akar tanaman Senna (Cassiva vinea) digunakan oleh orang Amerika berkulit hitam, Laburnum Afrika (Cassia sieberianba) digunakan di Sierre Leone serta Neem (Azadirachta indica) digunakan secara meluas di benua India (Almas, 2002). Meskipun siwak sebelumnya telah digunakan dalam berbagai macam budaya di seluruh dunia, namun pengaruh penyebaran agama Islam dan penerapannya untuk membersihkan gigi lah yang paling berpengaruh. Istilah siwak sendiri pada kenyatannya telah umum dipakai selama masa kenabian Nabi Muhammad SAW yang memulai misinya sekitar 543 M. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa siwak adalah penerapan pembersihan gigi dan dicintai Allah. Beliau menambahkan, “Bila kamu membersihkan mulutmu berarti kamu menghormati Allah, dan saya diperintahkan Allah untuk bersiwak karena Allah telah mewahyukan kepada saya.” Kepercayaan Nabi memandang kesehatan mulut yang baik amatlah besar, sehingga beliau senantiasa menganjurkan pada salah seorang isterinya untuk selalu menyiapkan siwak untuknya hingga akhir hayatnya (Khoory, 1983). Siwak terus digunakan hampir di seluruh bagian Timur Tengah, Pakistan, Nepal, India, Afrika dan Malaysia, khususnya di daerah pedalaman. Sebagian besar mereka menggunakannya karena faktor religi, budaya dan sosial. Umat Islam di Timur Tengah dan sekitarnya menggunakan siwak minimal 5 kali sehari disamping juga mereka menggunakan sikat gigi biasa. Erwin-Lewis menyatakan bahwa pengguna siwak memiliki relatifitas yang rendah dijangkiti kerusakan dan penyakit gigi meskipun mereka memakan bahan makanan yang kaya akan karbohidrat. (Khoory, 1983). Klasifikasi Tanaman Siwak (Salvadora persica) Gambar rumpun kayu siwak terpapar pada Gambar 4 di bawah ini. 8 Gambar 4. Tanaman Siwak (Sumber : http://rifafreedom.wordpress.com/2008/09/15/pohon-siwak) Taksonomi tanaman siwak (Salvadora persica) menurut Tjitrosoepomo (1998) adalah sebagai berikut : Divisio : Embryophyta Sub Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledons Sub Class : Eudicotiledons Ordo : Brassicales Family : Salvadoraceae Genus : Salvadora Spesies : Salvadora persica Morfologi dan Habitat Tanaman Siwak (Salvadora persica) Siwak atau Miswak, merupakan bagian dari batang, akar atau ranting tumbuhan Salvadora persica yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia dan Afrika. Siwak berbentuk batang yang diambil dari tanaman arak (Salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon arak adalah pohon yang kecil seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, berdiameter lebih dari satu kaki. Jika kulitnya dikelupas, kulitnya berwarna agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna cokelat dan bagian dalamnya berwarna putih. Aromanya seperti seledri dan rasanya agak pedas (Al-Khateeb et al., 1991). Gambar batang kayu siwak terpapar pada Gambar 5 di bawah ini. 9 Gambar 5. Batang kayu Siwak (Sumber : http://ndaruto.files.wordpress.com/2008/03/siwak1.jpg) Manfaat dan Kandungan Aktif Dahulu siwak banyak digunakan sebagai alat untuk membersihkan mulut. Saat ini pun masih ada masyarakat yang menggunakan siwak sebagai alat untuk membersihkan mulut. Siwak dapat digunakan untuk tujuan terapi. Penerapan terapi dari siwak dapat berupa pasta gigi, obat kumur, dan larutan irigasi endodontik. Zat antimikrobial adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme (Boyd dan Marr, 1980). Al-Lafi dan Ababneh (1995) telah melakukan pengujian terhadap aktifitas antibakterial dari kayu siwak untuk menghambat beberapa bakteri mulut yang bersifat aerob dan anaerob. Hasil penelitian dari Gazi et al. (1987) menunjukkan bahwa ekstrak kasar kayu siwak yang dijadikan cairan kumur dan dikaji sifat-sifat antiplaknya beserta efeknya terhadap bakteri penyusun plak dapat menyebabkan penurunan drastis bakteri yang berbentuk batang dan bersifat negatif Gram. Selanjutnya Almas (2002) melakukan penelitian terhadap efektifitas ekstrak siwak 50% dibandingkan dengan CHX (Chlorhexidine Gluconate) 0,2% pada dentin manusia secara SEM (Scanning Electrony Microscopy) menunjukkan bahwa ekstrak siwak 50% memiliki hasil yang sama dengan CHX 0,2% dalam perlindungan dentin. Akan tetapi, ekstrak siwak 50% lebih dapat menghilangkan smear layer pada dentin dibandingkan CHX 0,2%. Penelitian tentang analisis kandungan batang kayu siwak kering (Salvadora persica) dengan ekstraksi menggunakan etanol 80% kemudian 10 dilanjutkan dengan eter lalu diuji kandungannya melalui prosedur kimia ECP (Exhaustive Chemical Procedure) menunjukkan bahwa siwak mengandung zat-zat kimia, seperti trimetilamin, alkaloida yang diduga sebagai salvadorin, klorida, sejumlah besar fluorida dan silika, sulfur, vitamin C, serta sejumlah kecil tannin, saponin, flavanoida dan sterol (El-Mostehy et al., 1995). Ekstrak siwak juga menunjukkan adanya sifat-sifat antimikrobial, terutama antibakterial yang sangat efektif dalam membunuh dan menghambat beberapa pertumbuhan bakteri dan antifungal (Al-Lafi dan Ababneh, 1995; Darout, 2000). Darout (2000) melaporkan bahwa kandungan kimiawi ekstrak kayu siwak sangat ampuh menghilangkan plak dan mengurangi virulensi bakteri periodontopatogenik. Kandungan anionik alami dalam siwak dipercaya sebagai antimikrobial yang efektif untuk menghambat dan membunuh mikroorganisme. Sebagai contoh, nitrat yang dapat mempengaruhi pengangkutan aktif porline pada Eschericia coli serta terbukti ampuh dalam menghambat fosforilasi oksidatif dan pengambilan oksigen Pseudomonas aureginosa dan S. aureus.