TEKNIK MENYUNTING DAN MENATA SURAT KABAR PENGERTIAN EDITING / MENYUNTING Kata editing dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Ingris. Editing berasal dari bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan kembali’. Editing dalam bahasa indonesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film ini dapat dilakukan jika bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung seperti voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan editing seorang editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang) potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera. Leo Nardi berpendapat editing film adalah merencanakan dan memilih serta menyusun kembali potongan gambar yang diambil oleh juru kamera untuk disiarkan kepada masyarakat. (Nardi, 1977). Ada istilah lain yang sering muncul dalam dunia penerbitan seperti penyunting bahasa, penyunting buku, editor bahasa, editor penyelia dan editor buku. Istilah penyunting bahasa biasanya dipadankan dengan editor penyelia, sedangkan penyunting buku dipadankan dengan editor buku. Sedangkan istilah penyunting penyelia berarti orang (pemimpin) yang bertugas mengawasi kegiatan penyuntingan (KBBI, 2001). Contoh: Anton M.Moeliono adalah penyunting penyelia Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988). Istilah editor buku/penyunting buku mengacu pada orang yang yang mengumpulkan tulisan/karangan orang lain untuk ditawarkan ke penerbit atau diterbitkan. Jadi, seseorang yang mengumpulkan tulisan/karangan orang lain untuk ditawarkan ke penerbit atau untuk diterbitkan disebut editor buku. Nama editor buku biasanya dicantumkan pada kulit depa buku (cover depan). Contoh: Acep Zamzam Noor adalah editor buku Muktamar: Antologi Penyair Jabar 1 (2003), Korrie Layun Rampan adalah editor buku Dunia Perempuan: Antologi Ceria Pendek Cerpenis Wanita Indonesia (2002). Editor buku/penyunting buku dapat juga disebut editor antologi atau anthology editor. Biasanya editor buku/penyunting buku berada di luar penerbit. Jadi, editor buku bukanlah karyawan/pegawai penerbit dan tidak mendapatkan gaji tetap/bulanan dari penerbit. Fungsi dan Peran Editor Kata editor berasal dari bahasa Inggris. Menurut Kamus Inggris-Indonesia (Echols & Shadily), kata editor bermakna redaktur, pemeriksa naskah untuk penerbitan. Kata edit sendiri bermakna membaca dan memperbaiki (naskah), mempersiapkan (naskah) untuk diterbitkan (1975). Akan tetapi, saat ini kata editor sudah diadopsi ke dalam bahasa Indonesia. Menurut KBBI (2001), kata editor berasala dari kata edit. Dari kata edit muncul kata mengedit (kata kerja) dan editor (kata benda/nomina). Kata editor bermakna orang yang mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan di majalah, surat kabar, dan sebagainya; penyunting. Dalam kaitannya dengan penerbitan buku di Indonesia, istilah editor lebih luas cakupan da pengertiannya dari yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Inggris-Indonesia. Istilah editor pada istilah kedua kamus tersebut lebih cocok untuk penerbitan media cetak (Koran, majalah dan sebagainya) dan kurang pas untuk editor yang bekerja di penerbit buku. Editor yang bekerja di penerbit buku tidak hanya mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan (KBBI) atau pemeriksa naskah untuk penerbitan (Echols dan Shadily). Akan tetapi, lebih dari itu, editor juga harus mencari naskah dan merencanakan naskah yang akand diterbitkan. Dengan demikian fungsia (tugas) pokok dari editor penerbit buku sebagaimana berikut: a. Merencanakan naskah yang akan diterbitkan oleh penerbit b. Mencari naskah yang akan diterbitkan 2 c. Mempertimbangkan naskah yang masuk ke penerbit (ikut mempertimbangkan layak-tidaknya sebuah naskah diterbitkan) d. Menyunting naskah dari segi isi/materi e. Memberi petunjuk/arahan pada kopieditor (penyunting bahasa/editor bahasa) yang membantunya mengenai cara penyuntingan naskah. Tugas lain dari seorang editor di penerbit buku adalah: a. menyetujui naskah untuk dicetak b. memberi saran terhadap rencangan kulit depan buku, dan c. menyetujui rancangan kulit depan (cover depan) Mengingat salah satu tugas dari seorang editor mencari naskah, maka dia mau tak mau sering berada di luar kantor. Jika perlu, editor bisa melakukan perjalanan ke luar kota maupun ke luar negeri (sepanjang penerbit tempat kerjanya mampu membiayainya). Di dalam negeri misalnya, editor mengunjungi calon pengarang/penulis di luar kota. Di luar negeri, misalnya, editor mengunjungi pameran-pameran buku internasional guna mendapatkan hak cipta (copyright) buku tertentu untuk diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Dilihat dari tugas editor dan penyunting naskah tersebut di atas, boleh dikatakan tanggung jawab editor lebih berat dari penyunting naskah. Namun dalam sebuah penerbit yang terdiri dari berbagai unsur (redaksi, pemasaran, produksi, dan administrasi keuangan), keduanya memiliki fungsi masing-masing. Nama editor biasanya dicantumkan pada halaman hak cipta buku yang diterbitkan. Hal yang harus dipahami adalah fungsi penyunting dan editor hanya terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yag siap cetak dan mengawasi pengolahan pelaksanaan segi tehnis sampai naskah tadi terbit. Penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas masalah keuangan, penyebarluasan, dan pengelolaan ketatausahaan penerbitan. Para penyunting semata-mata bertanggung jawab atas isi dan buka produksi bahan yang diterbitkan. Untuk memapankan peran dan kedudukan penyunting sebagai agen yang ikut berperan dalam memajukan ilmu dan tehnologi, setiap sepak terjang kegiatan 3 penyunting haruslah didasarkan pada pemahaman seperangkat kode etik cara bersikap dan bekerja. TUGAS/JABATAN EDITOR Para ahli dari Negara maju telah membuat kelompok editor sesuai tugas/jabatan dan kewenangannya, sebagai berikut. a. Chief Editor, adalah kedudukan, tugas (jabatan tertinggi, tugasnya mengelola bidang editoral. Ia memberi tugas, mengorganisasi memberi keputusan dalam editorial. b. Managing Editor, adalah pembantu chief editor yang tugasnya mengatur pelaksanaan teknis kegiatan editorial. Setiap editor yang tugas teknisnya berbedabeda, dalam bidang editorial, dikoordinasi oleh Managing Editoria; agar dapat bersinergi positif. c. Senior Editor, adalah pembantu chief editor yang tugasnya melakukan Substantive Editing (editing substansi) dan merencanakan semua pekerjaan editorial, mulai perencanaan dan perolehan naskah (naskah dam penulisnya,, negosiasi dengan penulis atau pialang naskah, dam pemerriksaan berkas naskah/kelengkapan naskah). Tugas/jabatan ini biasa disebut pula sebagai Acquisition Editor, yaitu editor yang memberi keputusan layak/tidak banyaknya naskah untuk diterbitkan. d. Copy Editor, adalah editor yang melakukan tugas teknis berupa perbaikan dan pemeriksaan naskah sesuai kaidah yang berlaku. Pekerjaan editing (memeriksa dan memperbaiki naskah ini), meliputi kesalahan penulisan (data/fakta), kesalahan bahasa (ejaan, tanda baca, penawaran, dsb), dan konsistensi dalam penulisan. Ia harus dapat mewakili kepentingan penulis, penerbit, dan pembaca. Karya penulis menjadi maksimal, pembaca puas, dan penerbit sukses usahanya. e. Right Editor, adalah editor yang melakukan tugas (urusan) tantang hak cipta, ISBN, KDT, dan atau penerbitan dengan pihak terkait. f. Picture Editor, adalah editor yang melakukan tugas (urusan) tentang visual frafik, misalnya ilustrasi (lukisan, foto, table, diagram, dsb, meliputi bentuk, 4 ukuran, dan warnanya), desain, seting, dan tata letak halaman sehingga hasil (terbitan) produksi cetak berkualitas baik. Perbedaan Editor dan Copy Editor secara lebih rinci dapat dilihat dari rincian penjelasan berikut ini: EDITOR a. Memahami tata cara mandapatkan naskah, yaitu: 1. Naskah datang sendiri ke penerbit (pengarang menawarkan ke penerbit) 2. Naskah diperan oleh penerbit (penerbit memesan/menugasi pengarang atau penerbit memesan melalui jasa pialang naskah) b. Memahami Teknis Administratip penerima, naskah yang masuk ke penerbit, yaitu : 1. Fisik naskah dalam bentuk lembaran, sebaliknya tidak dijilid 2. Naskah disimpan dalam map, ditulis judul (jilid sementara) naskah danpengarangnya. 3. Naskah dibuatkan “kartu naskah”, memuat penjelasan: - Judul (judul sementara) - Nama, alamat, telpon pengarang - Tanggal penerimaan naskah - Tanggal rencana pemberitahuan ke pengarang (tentang keputusan) - Status naskah, misalnya: disetujui, diterbitkan, sudah dibaca, sedang dibaca, belum dibaca. 4. Menyimpan naskah ditempat tertentu, jelas diketahui oleh pihak yang berkaitan dengan naskah, dan terjaga keamanannya. 5. Naskah dibuat dalam beberapa rangkap, biasanya tiga rangkap, sebagai antisipasi hilangnya lembar naskah selama proses penanganan naskah. 6. Adanya petugas yang bertanggung jawab dalam penyimpanan naskah. c. Memahami faktor-faktor penentu untuk menilai (menimbang kelayakan naskah yang akan diterbitkan). 1. Naskah yang masuk ke penerbit, harus melalui tahap Baca (baca pertama), biasanya oleh Editor Utama atau Direktur atau pokok ain yang ditunjuk 5 penerbit. Dalam tahap baca ini, perlu dipertimbangkan juga efisiensi waktu, baik untuk kepentingan penerbit maupun pengarang. Naskah sesuai dengan kebijakan penerbitan bias diterima dan diproses lebih lanjut. Naskah tidak sesuai dengan kebijakan penerbitan segera dikembalikan ke pengarang/penulisannya. Merupakan sifat terpuji, bila penolakan ini secara sopan, apalagi sambil menyarankan untuk ditawarkan ke penerbit lain yang biasanya menerima jenis naskah tersebut. 2. Meneliti beberapa factor penentu kelayakan ‘disetujui’, untuk diterbitkan, yaitu: - Aktualitas isi karangan - Bobot pengarang di masyarakat - Otoritas pengarang mengenai materi yang ditulis - Kelancaran penjualan buku yang telah diterbitkan sebelumnya. - Sesuai/tidak sesuai dengan kebijakan penerbitan yang telah ditetapkan - Tersedianya dana untuk investasi baru - Perkiraan laju penjualan masa mendatang. d. Memahami kerjasama dengan rekan-rekan kerja dari bagian lainnya, misalnya: editor lain yang terkait, kepala bagian keuangan, kepala bagian produksi, kepala bagian penjualan, dan balikan dengan pihak lain diluar penerbit yang bias dijadikan mitra kerjasama untuk konsultasi. COPY EDITOR a. Melaksanakan penyuntingan naskah yang telah ‘disetujui’ untuk diterbitkan, sebagai keputusan dari tahap baca (baca pertama) naskah pada penilaian/ pertimbangan kelayakan b. Melaksanakan penyuntingan naskah dan aspek materi, bahasa, dan gambar/ ilustrasi pada naskah tersebut yang dirasakan mengganggu kelancaran, kebijakan dan ketepatan naskah. c. Memahami tugas yang dilaksanakan terhadap naskah, agar pihak produksi (percetakan) cepat pekerjaannya dan pihak pembaca tertarik membaca, nyaman dalam membaca, dan tepat/benar bacaannya. 6 PENYUNTINGAN NASKAH Menjadi seorang penyunting (editor) ternyata bukanlah tugas yang biasa saja. Jika ingin menyandang jabatan itu, seseorang harus memikirkan bahwa dia memiliki tanggung jawab untuk melengkapi dirinya dalam dunia yang luas, yaitu dunia literatur. Jadi, seorang penyunting tidak hanya bermodal ejaan yang baik dan benar saja, akan tetapi harus memiliki "beban" sebagai seorang penyunting yang baik dan benar pula. Berikut ini bebarapa syarat untuk menjadi seorang editor yang dituliskan Pamusuk Eneste dalam "Buku Pintar Penyuntingan Naskah". 1. Menguasai ejaan. Harus paham benar ejaan bahasa Indonesia yang baku saat ini. Penggunaan huruf kecil dan huruf kapital, pemenggalan kata, dan penggunaan tanda-tanda baca (titik, koma, dan lain-lain) harus dipahami benar. Bagaimana bisa memperbaiki naskah orang lain jika tidak memahami seluk beluk ejaan bahasa Indonesia. 2. Menguasai tatabahasa. Seorang editor harus menguasai bahasa Indonesia dalam arti luas, tahu kalimat yang baik dan benar, kalimat yang salah dan tidak benar, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah, pilihan kata yang pas, dan sebagainya. 3. Bersahabat dengan kamus. Seseorang yang malas membuka kamus sebetulnya tidak cocok menjadi penyunting naskah karena ahli bahasa sekalipun tidak mungkin menguasai semua kata ag ada dalam satu bahasa tertentu, apalagi kalau berbicara mengenai bahasa asing. 4. Memiliki kepekaan bahasa. Peyunting naskah harus tahu mana kalimat yang kasar dan kalimat yang halus; harus tahu mana kata yang perlu dihindari dan maa kata yang sebaiknya dipakai, harus tahu kapan kalimat atau kata tertentu digunakan atau dihindari. Untuk itu seorang penyunting naskah peru mengikuti tulisan-tulisan pakar bahasa atau kolom bahasa yang ada di sejumlah media cetak. 5. Memiliki pengetahuan luas. 7 Harus banyak membaca buku, majalah, koran, dan menyerap informasi dari media audiovisual agar tidak ketinggalan informasi. 6. Memiliki ketelitian dan kesabaran. Dalam keadaan apapun, ketika menjalankan tugasnya seorang editor harus tetap teliti menyunting setiap kalimat, setiap kata, dan setiap istilah yang digunakan penulis naskah. Ia juga harus sabar menghadapi setiap naskah, karena proses penyuntingan itu memakan proses yang berulang-ulang. 7. Memiliki kepekaan terhadap SARA dan Pornografi. Penyunting naskah harus tahu kalimat yang layak cetak, kalimat yang perlu diubah konstruksinya, dan kata yang perlu diganti dengan kata lain. Dalam hal ini seorang penyunting harus peka terhadap hal-hal yang berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). 8. Memiliki keluwesan. Sikap luwes dan supel harus dimiliki seorang penyunting naskah karena akan sering berhubungan dengan orang lain. Penyunting harus bersedia mendengarkan berbagai pertanyaan, saran, dan keluhan. Dengan kata lain, seorang yang kaku tidaklah cocok menjadi penyunting naskah. 9. Memiliki kemampuan menulis. Hal ini perlu dimiliki seorang penyunting naskah karena kalau tidak tahu menulis kalimat yang benar tentu kita pun akan sulit membetulkan atau memperbaiki kalimat orang lain. 10. Menguasai bidang tertentu. Ada baiknya jika seorang penyunting naskah menguasai salah satu bidang keilmuan tertentu karena akan sangat membantu dalam tugasnya sehari-hari. 11. Menguasai bahasa asing. Dalam tugasnya, seorang penyunting naskah akan berhadapan dengan istilahistilah yang berasal dari bahasa Inggris. Minimal, seorang penyunting naskah dapat menguasai bahasa Inggris secara pasif. Artinya dapat membaca dan memahami teks bahasa Inggris. 12. Memahami kode etik penyuntingan naskah. Berikut beberapa kode etik penyuntingan naskah yang ada dalam buku ini. 8 1. Editor wajib mencari informasi mengenai penulis naskah. 2. Editor bukanlah penulis naskah. 3. Wajib menghormati gaya penulis naskah. 4. Wajib merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang disuntingnya. 5. Wajib mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diubahnya dalam naskah. 6. Tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah ditulisnya. Dalam proses penyuntingan banyak hal yang perlu diperhatilan oleh seorang penyunting antara lain: 1. Proses Pra penyuntingan naskah yang meliputi pengecekan kelengkapan naskah, ragam naskah, daftar isi, bagian-bagian bab, ilustrasi/tabel/gambar, catatan kaki, informasi mengenai penulis, dan membaca naskah secara keseluruhan. 2. Dalam proses penyuntingan itu sendiri, yang perlu diperhatikan dengan cermat dan seksama oleh penyunting adalah masalah ejaan, tatabahasa, kebenaran fakta, legalitas, konsistensi, gaya penulis, konvensi penyuntingan naskah, dan gaya penerbit/gaya selingkung. 3. Proses pasca penyuntingan naskah. Dalam proses ini setiap editor harus memeriksan kembali kelengkapan naskah, nama penulis, kesesuai daftar isi dan isi naskah, tabel/ilustrasi/gambar, prakata/kata pengantar, sistematikan tiap bab, catatan kaki, daftar pustaka, daftar kata/istilah, lampiran, indkes, biografi singkat, sinopsis, nomor halaman, sampai siap diserahkan kepada penulis atau penerbit. 9 TUJUH (7) MACAM URAIAN PEKERJAAN DALAM PENYUNTINGAN NASKAH 1. Keterbacaan (Readibility), bahwa naskah itu, pada akhirnya harus dapat dibaca oleh pembaca yang dituju, (sasaran pembacanya ). Selain hal itu kejelasan (legibility), bahwa naskah itu jelas bias difahami pembacanya, tidak membingungkan bahkan dapat menimbulkan penafsiran yang salah. 2. Konsitensi (Consistency), bahwa naskah itu dalam penulisannya harus taat asas/ konsisten (dalam ejaan penulisan, penawaran/pembabakan, dsb). 3. Kebahasan/Tatabahasa (Structure) bahwa naskah itu tata bahasanya enak, benar dan sesuai jenis bacaannya. Masalah bahasa ini menjadi sangat penting, karena tidak semua buku memiliki kebahsaan yang selalu sama . Buku anak, buku remaja, buku orang dewasa, dan buku orang tua terlihat perbedaan yang jelas dalam kebahasaannya. Apalagi dikaitkan pada jenis buku yang diterbitkannya. Apalagi dikaitkan pada jenis buku yang diterbitkan: buku Ilmu Pengetahuan, bukan komik, buku sastra, dan lainnya akan dapat kita lihat perbedaannya karena kelaziman dalam kebahasaannya. 4. Gaya bahasa (House Style) bahwa naskah itu dalam penulisannya/penyajiannya, memiliki gaya yang disebut gaya bahasa/gaya penulisan. Setiap gaya ini tidak dapat dihilangkanatau tidak boleh dijadikan satu jenis gaya saja, karena identitas/cirri lkarya tulis seorang penulis akan hilang. 5. Ketelitian data/fakta (Accuracy), bahwa naskah itu memuat data/fakta yang tepat dan bias dipertanggung jawabkan ketepatannya, sehingga tidak membuat pembaca melakukan kesalahan akibat membaca naskah tersebut. 6. Legilitas (Legality), dan kesopanan bahwa naskah itu memiliki keabsahan untuk diterbitkan, karena tidak ada pihak lain yang menuntut kepemilikan atas naskah tersebut. Selain itu kesopanan, karena naskah akan mengganggu keterkaitan masyarakat dan melanggar peraturan atau warna yang ada, bila tidak dijaga kesopanannya. 10 7. Kelengkapan naskah (untuk diproduksi) bagian-bagian naskah haruslah lengkap detailnya (Production details), karena aturan naskah akan terputus, bila tidak diperbaiki /diperiksa lebih dahulu pembaca yang memerlukan kelengkapan data/ fakta, bahkan mengganggu pemahaman. Selain itu bagianbagian penting dari buku secara fisikal (hasil produksi)telah lengkap penaskahannya. 11 DAFTAR PUSTAKA Rifa, Mien: Pegangan Gaya, Penulisan, Penyuntingan Dan Penerbitan Karya Ilmiah-Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005. Eneste, Panusuk: Buku Pintar Penyuntingan NASKAH Edisi Kedua, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001. Kamus Inggris-Indonesia (Echols & Shadily), 2000. Internet via www.google.com 12