Hubungan Antara Tingkat Residu Pestisida dan

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beberapa dekade terakhir ini laju pertumbuhan jumlah penduduk dunia
termasuk Indonesia sangat cepat.
Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat
Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun
mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2
juta pada tahun 2025, dan 240 juta pada tahun 2008 (BPS 2009)
Laju pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat ini harus diiringi oleh
pemenuhan kebutuhan pangan yang mencukupi.
Dalam rangka mencukupi
kebutuhan pangan tersebut pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai
program peningkatan produksi berbagai komoditas pangan. Satu di antaranya
yang paling utama adalah peningkatan produksi padi nasional melalui program
ektensifikasi dan intensifikasi.
Program intensifikasi dimulai sejak tahun 1968 dengan penerapan berbagai
program, yaitu Bimbingan Masal (Bimas), Intensifikasi Masal (Inmas), Intensifikasi Umum (Inmum), Intensifikasi Khusus (Insus) dan yang terakhir adalah
Supra Insus. Program-program tersebut dilaksanakan untuk melakukan terobosan
dalam mendongkrak tingkat produktivitas padi yang ketika itu mencapai kondisi
landai (levelling off). Program ini ditunjang oleh perbaikan teknologi pertanian,
seperti penggunaan varietas unggul, perbaikan teknik budidaya yang meliputi
pengairan, pemupukan dan pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT)
yang seringkali tidak lepas dari penggunaan pestisida (Abbas 1999).
Pestisida setelah diaplikasikan bila bisa bertahan pada bidang sasaran atau
pada lingkungan dalam jangka waktu yang relatif lama maka dikatakan persisten.
Berdasarkan persistensinya, pestisida dapat dikelompokkan ke dalam dua
golongan, yaitu yang persisten dan yang kurang persisten. Pestisida yang sangat
persisten sebagai contoh adalah organoklorin, seperti dichloro diphenyl
trichloretane (DDT), siklodien, heksaklorosikloheksan (HCH) dan endrin, dapat
meninggalkan residu sangat lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui
rantai makanan. Pestisida yang tergolong kurang persisten antara lain adalah
kelompok organofosfat, misalnya disulfoton, parathion, diazinon, azodrin,
2
gophacide, dan lainnya, efektif terhadap berbagai jenis OPT sasaran tetapi di
dalam tanah cepat terdegradasi (Sudarmo 2000).
Tanah sebagai medium tumbuh tanaman tidak hanya terdiri atas komponen
abiotik tetapi juga mengandung jasad hidup (biota tanah) dalam jumlah yang
besar. Biota tanah dapat dikelompokkan berdasarkan ukurannya, yaitu makrobiota, mesobiota dan mikroba. Dalam penelitian ini biota yang diamati dibatasi
yaitu cacing tanah, nematoda, bakteri dan cendawan. Berbagai ragam aktivitas
biota tersebut di dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah,
misalnya
dalam
proses
pelapukan
bahan
organik,
anorganik
dan/atau
pembentukan serta perbaikan struktur tanah.
Kelompok makrobiota antara lain adalah cacing tanah dengan berbagai
ragam spesies seringkali mendominasi komunitas biota. Cacing tanah sangat
berguna untuk menyuburkan tanah, melalui perannya sebagai aktivator dalam
proses pelapukan sisa tanaman, dan dalam perbaikan tingkat kandungan hara N, P
dan K di dalam tanah. Hasil penelitian (Willems et al. 1996 dalam Ma’shum et
al. 2003) menunjukkan bahwa cacing tanah berperan penting dalam mineralisasi
unsur N dengan tingkat mineralisasinya mencapai 90 kg N/ha/tahun, pada tanah
dengan kadungan bahan organik 3,7%. Selain itu cacing juga berguna untuk
memperbaiki aerasi tanah serta pelolosan air dari permukaan ke bagian dalam
tanah melalui lorong-lorong tanah yang dibuatnya.
Kelompok mesobiota yang cukup penting dalam mineralisasi bahan organik
adalah nematoda nonparasit, yakni Rhabditis spp. yang merupakan nematoda
saprofag yang termasuk dalam ordo Rhabdatida. Nematoda ini memanfaatkan
jaringan akar dan daun yang mati sebagai sumber nutrisi. Nematoda sebagai
organisme saprofitik berperan dalam mineralisasi yang hasil akhirnya berupa
nutrisi mineral yang dapat dimanfaatkan dalam pertumbuhan akar baru sebagai
sumber nutrisi baru bagi nematoda parasit tumbuhan (Adnan 2008).
Cara nematoda makan atau mengambil nutrisi sangat bervariasi tergantung
jenis nematodanya. Nematoda pemakan bakteri, disebut bakterionematoda, makan
dengan cara menelan bakteri dalam air kemudian mencernanya menggunakan
enzim di dalam organ pencernaannya. Nematoda jenis lainnya seperti nematoda
saprofit dan parasit tumbuhan umumnya mengambil nutrisi dengan cara
3
mencernanya terlebih dahulu secara ekstraselulair dengan menggunakan berbagai
macam
enzim.
Sementara
itu,
namatoda
parasit
serangga
tergolong
Steinernematidae dan Heterorhabditidae mengambil nutrisinya dengan bantuan
bakteri simbionnya (Adnan 2008).
Pada tanah yang subur keragaman spesies mikroba sangat tinggi dan lebih
kompleks dibandingkan dengan pada tanah yang tidak subur. Sehingga dalam
tanah yang subur kelompok bakteri dengan berbagai ragam jenis dan spesiesnya
mendominasi lingkungan, kemudian berturut-turut diikuti oleh cendawan dan
nematoda. Mikroba tanah juga membantu berbagai reaksi kimia dalam tanah
seperti nitrifikasi, denitrifikasi dan pelarut fosfat (Yoshida 1978). Pada lahan
sawah yang tergenang air terdapat lebih dari 20 jenis bakteri fiksasi N2 dari udara
yang hidup secara bebas (Watanabe 1979).
Pestisida merupakan salah satu sumber pencemar dalam bidang pertanian.
Apabila sangat dibutuhkan, maka aplikasinya harus memenuhi prinsip-prinsip
tepat sasaran, tepat dosis, tepat cara aplikasi, tepat waktu dan tepat alat perlu
diterapkan
untuk
meminimalisir
kerusakan
lingkungan
terutama
tanah.
Berdasarkan daerah endemik OPT, kandungan residu pestisida di lahan padi
sawah bagian utara Jawa Barat lebih tinggi daripada di bagian tengah dan selatan.
Frekuensi aplikasi pestisida di bagian utara Jawa Barat dua sampai tiga kali lebih
banyak daripada di bagian tengah dan selatan (Ardiwinata et al. 1999).
Jenis pestisida yang paling sering digunakan oleh petani di lahan padi sawah
berturut-turut adalah golongan karbamat 45%, piretroid 36%, organofosfat 6%,
dan applaud 5% (Supriatna 2000). Untuk mengetahui hubungan tingkat residu
pestisida dengan keragaman dan kelimpahan biota tanah dilakukan pengamatan
terhadap contoh tanah di empat lokasi yaitu desa Mekarsari Kecamatan Jatisari
Kabupaten Karawang, desa Barengkok dan desa Leuwimekar
Kecamatan
Leuwiliang Kabupaten Bogor serta desa Ciburuy Kecamatan Cijeruk Kabupaten
Bogor.
Contoh tanah diambil dari lokasi berdasarkan kategori intensifitas
penggunaan pestisida yaitu intensif, non intensif dan non pestisida.
Lahan
pertanian padi sawah yang penggunaan pestisidanya di atas empat kali per musim
panen dikatakan intensif yaitu desa Mekarsari dan lahan pertanian yang
4
penggunakan pestisidanya satu sampai empat kali per musim panen dikatakan non
intensif yaitu desa Leuwimekar dan Barengkok serta lahan pertanian tanpa
pestisida yaitu desa Ciburuy. Contoh tanah dari masing-masing karakter
penggunaan pestisida dilakukan dengan metode diagonal di tiga titik pengambilan
1.2. Perumusan Masalah
Pestisida di samping memberikan manfaat dapat pula menimbulkan dampak
negatif seperti keracunan dan kematian pada manusia, hewan, tanaman dan biota
berguna, serta pencemaran lingkungan.
Bahan aktif pestisida makin banyak
digunakan dalam pengendalian OPT dan akibatnya banyak dari bahan aktif ini
mencapai tanah dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama yang dapat membahayakan biota tanah. Pestisida yang tidak dapat diuraikan oleh biota tanah bila
penggunaannya secara terus menerus residunya akan terakumulasi dan dapat
mencemari tanah (Rao 1994).
Banyak jenis biota tanah yang berguna bagi kesuburan tanah. Antara lain
adalah penambat N, perombak S, N dan pelarut P. Bila keberadaan pestisida
mengganggu kehidupan atau aktivitas biota dalam tanah, maka kesuburan tanah
akan terganggu. Pada ekosistem padi yang mendapat perlakuan pestisida
keragaman komunitas biota tanah diduga lebih rendah dibandingkan dengan pada
ekosistem tanpa pestisida.
Pada tanah yang subur terdapat keragaman spesies
mikroba yang lebih tinggi dan lebih kompleks dibandingkan dengan pada tanah
yang tidak subur.
Dalam kondisi demikian, kelompok bakteri mendominasi
lingkungan tersebut, yang kemudian berturut-turut diikuti oleh cendawan, cacing
tanah dan nematoda. Oleh karena itu, penelitian hubungan antara tingkat residu
pestisida dan komunitas biota tanah pada lahan padi intensif dan non intensif
dilaksanakan dalam rangka menjawab pertanyaan berikut :
1. Apakah jenis pestisida tertentu dapat terakumulasi di dalam tanah ?
2. Apakah akumulasi residu pestisida di tanah pesawahan dapat mempengaruhi
keragaman dan kelimpahan biota tanah ?
3. Apakah keragaman dan kelimpahan biota tanah di ekosistem padi sawah yang
intensif lebih rendah dibandingkan dengan non intensif ?
5
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jenis, frekuensi dan cara aplikasi pestisida oleh petani di lahan
intensif dan non intensif
2. Mengetahui tingkat residu pestisida di lahan intensif dan non intensif
3. Mengetahui keragaman dan kelimpahan biota tanah di lahan intensif dan non
intensif
4. Mengetahui hubungan antara tingkat residu pestisida dan komunitas biota
tanah
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai jenis
dan tingkat residu pestisida di dalam tanah serta pengaruhnya terhadap biota
tanah sebagai salah satu potensi sumberdaya hayati sekaligus indikator kualitas
lingkungan.
1.5. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
1. Akumulasi residu pestisida di dalam tanah pesawahan dapat menurunkan
keragaman dan kelimpahan biota tanah
2. Keragaman dan kelimpahan biota tanah pada ekosistem lahan sawah yang
intensif lebih rendah dibandingkan dengan lahan sawah non intensif
1.6. Kerangka Pemikiran
Pada ekosistem pertanian padi sawah akan ditemukan jenis biota tanah yang
beragam. Keragaman komunitas biota tanah di ekosistem padi yang mendapat
perlakuan pestisida akan berbeda dengan ekosistem tanpa pestisida karena
pestisida di dalam tanah dapat mematikan biota tanah yang berguna bagi
kesuburan tanah, misalnya : cacing tanah, nematoda, cendawan dan bakteri.
Kehidupan bersama antara biota tanah dan tanaman berlangsung di rhizosfer,
karena di daerah ini tersedia sejumlah senyawa yang diperlukan oleh biota untuk
kehidupan dan aktivitasnya. Senyawa tersebut berupa eksudat akar yang
6
bermanfaat sebagai sumber C, N dan energi bagi biota. Tingkat kelimpahan dan
keragaman biota tanah di rhizosfer dapat berubah-ubah sejalan dengan perubahan
kondisi lingkungan di sekitarnya, satu di antaranya adalah perubahan karena
aplikasi pestisida.
Penggunaan pestisida pertanian di Indonesia relatif tinggi. Banyak petani
menggunakan pestisida secara tidak benar sehingga menurut Ardiwinata et al.
(2002) tingkat residu beberapa pestisida pada tanaman padi dan tanah di Jawa
Barat telah mendekati batas maksimum residu (BMR). Di kawasan tropik seperti
Indonesia masalah pencemaran berantai sukar dilacak dan berdampak terhadap
kehidupan yang jauh dari tempat pestisida diaplikasikan. Dampak negatifnya baru
diketahui beberapa tahun kemudian. Tidak mustahil bila manusia sebagai mata
rantai konsumen terakhir dalam ekosistem, juga akan terkontaminasi pestisida
terutama jenis-jenis pestisida yang sifatnya relatif sangat persisten. Untuk lebih
jelasnya kerangka berpikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Perlakuan
Pestisida
Pertanian Padi
ANALISIS
TANAH
 Jenis, Frekuensi dan
Cara Aplikasi Pestisida
 Tingkat Residu
 Keragaman dan Kelimpahan
Biota Tanah
TINJAU
ULANG
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Berfikir
Tanpa
Pestisida
Download