Cover Laptri III - 2016

advertisement
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia
Triwulan III
BANK INDONESIA
2016
Laporan Pelaksanaan
2016
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350
Telp: (62 21) 500131
Fax: (62 21) 3861458
Email: [email protected]
www.bi.go.id
Triwulan III
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
www.bi.go.id
Laporan Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
Triwulan III
2016
Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan
amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu
wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang
Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan
wewenang Bank Indonesia selama triwulan III - 2016.
ii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
iii
HIGHLIGHTS KEBIJAKAN BANK INDONESIA
1. Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, Bank Indonesia
mengganti BI Rate dengan menggunakan BI 7-day reverse repo rate sebagai suku bunga
kebijakan terhitung mulai 19 Agustus 2016.
2. Selama triwulan III-2016, Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan (BI 7-day
reverse repo rate) sebesar 25 bps. Kebijakan ini sejalan dengan upaya mengarahkan
inflasi menuju kisaran sasaran sebesar 4+1%.
3. Penurunan BI 7-day reverse repo rate diikuti dengan penurunan suku bunga standing
facilities (SF) dan suku bunga OPT. Suku bunga deposit facility (DF) dan lending facility
(LF) menjadi masing-masing 4,25% dan 5,75%
4. Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dan daerah difokuskan pada
upaya mempercepat reformasi struktural untuk mendukung terjaganya stabilisasi
harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif.
5. Penyempurnaan dilakukan terhadap peraturan mengenai transaksi swap lindung nilai
kepada Bank Indonesia telah disempurnakan. Penyempurnaan itu antara lain terkait
sanksi (dasar perhitungan kewajiban membayar) yang mengacu kepada suku bunga
kebijakan BI 7-day reverse repo rate.
6. Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan tentang transaksi valuta asing terhadap
Rupiah antara bank dan pihak domestik maupun pihak asing. Bank dilarang melakukan
transaksi structured product valas terhadap Rupiah, kecuali berupa Call Spread Option
yang memenuhi persyaratan.
7. Agar pelaksanaan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) berjalan lebih efektif, Bank
Indonesia berkoordinasi dengan instansi terkait seperti SKK Migas, Ditjen Bea dan
Cukai, Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak, dan asosiasi
8. Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan terkait rasio
GWM LFR, rasio LTV/FTV, dan tata cara penyusunan usulan bank yang berpotensi
sistemik dalam rangka kebijakan makroprudensial.
9. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia menyempurnakan peraturan tentang
uang elektronik (Electronic Money), sebagai upaya relaksasi terhadap beberapa
ketentuan terkait Layanan Keuangan Digital (LKD).
10. Untuk mendukung keuangan inklusif, Bank Indonesia memperluas ekosistem LKD
dan penyaluran bantuan sosial (program pemerintah) secara non-tunai. SEBI LKD ini
mengatur antara lain kriteria dan persyaratan penyelenggara LKD.
11. Bank Indonesia telah menyusun pedoman interkoneksi uang elektronik server based
yang terdiri atas aspek teknis, bisnis, dan tahap implementasi. Pedoman ini untuk
menyediakan ekosistem yang mendukung peningkatan pembayaran nontunai.
iv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
12. Bank Indonesia meluncurkan 5 (lima) inisiatif Bank Indonesia dalam sistem pembayaran,
yaitu National Payment Gateway (NPG), Implementasi Standar Nasional Kartu ATM/
Debit, Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Financial Technology, dan
Bantuan Sosial: Government to Person.
13. Kebijakan pengelolaan uang rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yakni
ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, distribusi dan pengolahan uang
yang aman dan optimal, serta layanan kas yang prima.
14. Bank Indonesia menerbitkan peraturan tentang penyelenggara jasa pengolahan uang
Rupiah. Dengan adanya ketentuan ini, bank dan Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP)
yang melakukan pengolahan uang Rupiah wajib memenuhi standar yang ditetapkan
Bank Indonesia.
15. Selama triwulan III-2016, Bank Indonesia menambah lima Kas Titipan di daerah yang
sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas
ekonomi potensial. Saat ini, terdapat 48 (empat puluh delapan) Kas Titipan dengan
jumlah peserta 363 kantor bank.
16. Bank Indonesia terus aktif melakukan kegiatan edukasi keuangan inklusif kepada
masyarakat. Kegiatan itu melibatkan para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan
daerah.
17. Di berbagai fora internasional, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya koordinasi
antarotoritas, komunikasi kebijakan yang jelas dan transparan dari negara maju.
18. Bank Indonesia melaksanakan kerja sama bilateral terstruktur (Structured Bilateral
Cooperation) dengan Bank of Japan. Kerja sama ini untuk melancarkan pelaksanaan
tugas dan wewenang Bank Indonesia di antara bank sentral global.
19. Untuk mendukung efektivitas komunikasi kebijakan, Bank Indonesia memperbarui
Peraturan Dewan Gubernur (PDG) terkait komunikasi. Penerbitan PDG ini
mempertimbangkan perubahan paradigma komunikasi, khususnya di bank sentral.
20. Program transformasi Bank Indonesia terus berlanjut dengan 28 Program Strategis
(PS) dan 5 (lima) tema yaitu tema Policy Excellence, Outstanding Execution, Institutional
Leadership, Motivated Organization, dan State of The Art Technology.
21. Untuk mendukung terciptanya aplikasi yang anda dan berkualitas, Bank Indonesia
menerbitkan Surat Edaran Internal mengenai pengelolaan proyek pengembangan
aplikasi dan mengenai pengelolaan arsitektur enterprise (AE).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
v
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan perkenan-Nya
Bank Indonesia masih berkesempatan untuk dapat menjalankan tugas dan wewenang sesuai
dengan amanat yang diberikan undang-undang. Kami bersyukur bahwa perekonomian
Indonesia pada triwulan III-2016 dapat tumbuh 5,02% (yoy) di tengah belum kondusifnya
perekonomian global. Capaian yang lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2015 tersebut
juga diikuti dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, dimana tercermin dari inflasi yang
rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil.
Guna senantiasa menjaga stabilitas makroekonomi, Bank Indonesia menempuh kebijakan
moneter yang konsisten dan terukur. Pada 19 Agustus 2016, Bank Indonesia melakukan
reformulasi terhadap suku bunga kebijakan BI Rate, yang digantikan dengan BI 7-day
Reverse Repo Rate. Reformulasi suku bunga kebijakan ini memiliki tiga tujuan utama,
yaitu (1) untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter; (2) untuk meningkatkan efektivitas
transmisi kebijakan moneter; dan (3) untuk mendorong pendalaman pasar keuangan.
Sepanjang triwulan III-2016, Bank Indonesia telah menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate
sebesar 25 bps ke level 5%. Ditengah kondisi sistem keuangan yang stabil dan ketahanan
sistem perbankan yang terjaga, transmisi pelonggaran kebijakan moneter tersebut terus
berlangsung melalui jalur suku bunga. Hal ini tercermin dari berlanjutnya penurunan suku
bunga deposito dan suku bunga kredit, walaupun pertumbuhan kredit kami cermati masih
terbatas. Lebih lanjut, pelonggaran kebijakan moneter juga diikuti dengan pengaturan
makroprudensial, antara lain melalui peningkatan batas bawah Giro Wajib Minimum
Loan To Funding Ratio (GWM-LFR) menjadi 80% dan penyesuaian Loan to Value/Financing
to Value (LTV/FTV) pembiayaan properti. Di tengah masih lemahnya pemulihan ekonomi
global, bauran kebijakan yang ditempuh diharapkan dapat lebih memperkuat upaya untuk
meningkatkan permintaan domestik dan pada gilirannya akan mendorong momentum
pertumbuhan ekonomi. Selain itu, keberhasilan Pemerintah dalam implementasi UU
Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) periode pertama juga kami yakini akan selaras dalam
memelihara momentum tersebut.
Bank Indonesia juga secara konsisten terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah
di tingkat pusat maupun daerah, khususnya dalam upaya pengendalian inflasi. Pada 4
Agustus 2016, Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah menyelenggarakan Rapat
Koordinasi Nasional VII Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Rakornas ini diikuti oleh
34 TPID provinsi dan 455 TPID kabupaten/kota, dan dipimpin langsung oleh Presiden RI
yang memberi penegasan atas tiga arahan bagi Pemerintah Daerah, yaitu (1) Perhatian
tidak hanya diberikan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi daerah, namun juga
pada pengendalian inflasi daerah; (2) Percepatan realisasi APBD untuk mendorong
vi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
pertumbuhan ekonomi dan dalam rangka pengendalian harga; dan (3) Pemerintah Daerah
perlu merumuskan terobosan kebijakan dalam mendukung upaya pengendalian harga.
Berkat dukungan koordinasi yang baik dengan Pemerintah, kami bersyukur bahwa inflasi
pada triwulan III-2016 dapat dijaga tetap rendah sebesar 3,07% (yoy) dan kami yakini pada
akhir tahun 2016 akan dapat berada pada kisaran sasaran 4+1%.
Dalam menjaga stabilitas makroekonomi, memastikan efektivitas bauran kebijakan yang
ditempuh, dan menciptakan inklusivitas dalam perekonomian, kami juga menyadari
pentingnya dukungan keandalan, keamanan, dan efisiensi dari penyelenggaraan
sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. Secara konsisten, Bank Indonesia
terus memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran nontunai, baik melalui
dukungan program Government to People seperti penyaluran bantuan sosial, maupun
melalui dukungan program People to Government seperti penyediaan fasilitas pembayaran
nontunai untuk layanan publik. Sejalan dengan arahan Presiden RI bahwa penyaluran
bantuan sosial kedepan harus dilakukan secara nontunai, Bank Indonesia pada 29 Agustus
2016 telah menyesuaikan ketentuan Uang Elektronik yang mengatur perluasan pihak
yang dapat menjadi penyelenggara Layanan Keuangan Digital, serta penerapan Customer
Due Diligence yang lebih sederhana dalam rangka penyaluran bantuan sosial. Kemudian,
langkah ini juga disertai dengan peningkatan batas maksimum saldo pada uang elektronik.
Dari sisi pengelolaan uang Rupiah, sebagai pemenuhan amanat UU Mata Uang, Bank
Indonesia akan menerbitkan tujuh pecahan uang Rupiah kertas dan empat pecahan uang
Rupiah logam dengan desain baru dan ciri sebagaimana diatur dalam UU. Seiring dengan
itu, pada 5 September 2016 telah ditetapkan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar
Utama Pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam NKRI melalui Keputusan
Presiden RI. Menindaklanjuti hal tersebut, Bank Indonesia sedang dalam proses persiapan
guna penerbitan di tahun 2016. Disamping itu, Bank Indonesia terus mengarahkan
pengelolaan uang Rupiah untuk menjamin ketersediaan uang yang berkualitas, distribusi
dan pengolahan yang aman dan optimal, serta layanan kas yang prima.
Ke depan, dampak ketidakpastian perekonomian global kepada perekonomian domestik
tentunya perlu semakin dicermati. Terlebih, Indonesia masih menghadapi berbagai
tantangan jangka pendek dan tantangan struktural yang berpotensi menghambat proses
pemulihan ekonomi. Namun dengan semangat kebersamaan, kami meyakini Indonesia
mampu menghadapi berbagai tantangan tersebut. Bank Indonesia bersama dengan
Pemerintah telah dan akan terus memperkuat sinergi kebijakan untuk mengawal stabilitas
dan memelihara momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Serangkaian kebijakan yang telah ditempuh sepanjang triwulan III-2016 yang kami
rangkum dalam Laporan ini kami harapkan dapat merefleksikan semangat tersebut, dan
senantiasa menjadi pendorong bagi segenap insan Bank Indonesia untuk bekerja dan
berkarya lebih baik lagi.
Jakarta, 30 November 2016
GUBERNUR BANK INDONESIA
Agus D.W. Martowardojo
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
vii
Daftar Isi
BAB I
Ringkasan
Eksekutif
02
05
1.1. Kinerja Perekonomian
1.2. Kebijakan yang Ditempuh
BAB II
2.1. Inflasi
2.2. Pertumbuhan Ekonomi
2.3. Neraca Pembayaran
2.4. Utang Luar Negeri
2.5. Nilai Tukar Rupiah
2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing
2.6.1. Perkembangan Pasar Uang
2.6.2. Perkembangan Transaksi di Pasar Valuta Asing
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan
2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan
2.7.2.1. Ketahanan Permodalan, Perkembangan
Kredit dan Risiko Kredit
2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas dan Risiko
Likuiditas Industri Perbankan
2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga
Industri Perbankan dan Risiko Pasar
2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB)
2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan
Rumah Tangga)
2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi
2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran
2.11. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
viii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
12
13
17
19
20
20
20
22
23
24
27
27
28
29
30
34
34
34
35
37
37
42
Perkembangan Kondisi
Makroekonomi,
Moneter, Sistem
Keuangan, dan
Sistem Pembayaran
BAB III
Pelaksanaan
Tugas Pokok dan
Wewenang
Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter
3.1.1. Kebijakan Moneter
3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar
3.1.2.1. Pengelolaan Moneter
3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar
3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah
Boks: Perkembangan PIHPS
3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN)
3.1.5. Perkembangan Pemantauan Devisa Hasil Ekspor (DHE)
3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk
Mendukung Perumusan Kebijakan
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial
3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial
3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah
3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan
3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif
3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM)
3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan untuk
Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM
3.2.5.2. Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia
(KPwBI DN) dalam Pengembangan UMKM
3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran
Boks : 5 (lima) Inisiatif Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang
Boks: Uang Rupiah Baru
3.4. Kerja Sama Internasional
3.4.1. Kerja Sama Dalam Forum G20
3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF
3.4.3. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS)
3.4.4. Kerja Sama Asean
3.4.5. Kerja Sama Asean + 3
3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific
Central Banks (EMEAP)
3.4.7. Kerja Sama Structured Bilateral Cooperation (SBC)
Bank Indonesia dan Bank of Japan
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan
3.5.1. Komunikasi Kebijakan
3.5.2. Edukasi Kebanksentralan
3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional
3.6. Program Strategis Bank Indonesia
48
48
49
49
51
52
54
56
58
58
61
61
61
63
66
68
70
70
72
73
76
77
80
82
87
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
98
99
99
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
ix
BAB IV
4.1. Tata Kelola Governance
4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja
4.3. Manajemen Risiko
4.4. Audit Internal
4.5. Keuangan Internal
4.6. Sistem Informasi
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia
4.7.2. Manajemen Sumber Daya Manusia
4.7.3. Grand Launching Bank Indonesia Institute
4.8. Aspek Hukum
4.9. Program Sosial Bank Indonesia
106
107
109
112
113
114
116
116
117
119
119
120
Kapabilitas Intern
Bank Indonesia
LAMPIRAN
Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan III - 2016
A. Peraturan Perundang-undangan
B. Peraturan Internal Bank Indonesia
Daftar Istilah
Daftar Singkatan
x
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
123
124
125
128
133
Daftar Tabel
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, dan
Sistem Pembayaran
Tabel 2.1. Pertumbuhan Ekonomi, Sisi Pengeluaran
Tabel 2.2. Pertumbuhan Ekonomi, Sisi Lapangan Usaha
Tabel 2.3. Kepemilikan SBN
Tabel 2.4. Perkembangan Indeks Saham Regional
Tabel 2.5. Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan
Tabel 2.6. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
Tabel 2.7. Kinerja Korporasi Publik Tw II-2015 dan Tw II-2016
Tabel 2.8. Nilai Transaksi Pembayaran
Tabel 2.9. Volume Transaksi Pembayaran
Tabel 2.10. Transaksi Transfer Dana Triwulan III-2016
Tabel 2.11. Transaksi UKA-TC Triwulan III- 2016
Tabel 2.12. Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan
Tabel 2.13. Indikator Pengedaran Uang
BAB III
14
16
25
26
30
30
34
39
39
40
40
43
43
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.1. Realisasi Penarikan ULN Pemerintah
Tabel 3.2. Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah
Tabel 3.3. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun periode
TW II-2015 s.d TW III-2016
Tabel 3.4. Permintaan IDI per Triwulan periode
TW II-2015 s.d TW III-2016
57
57
74
75
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
xi
Daftar Grafik
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Grafik 2.1
Grafik 2.2
Grafik 2.3
Grafik 2.4
Grafik 2.5
Grafik 2.6
Grafik 2.7
Grafik 2.8
Grafik 2.9
Grafik 2.10
Grafik 2.11
Grafik 2.12
Grafik 2.13
Grafik 2.14
Grafik 2.15
Grafik 2.16
Grafik 2.17
Grafik 2.18
Grafik 2.19
Grafik 2.20
Grafik 2.21
Grafik 2.22
Grafik 2.23
Grafik 2.24
Grafik 2.25
Grafik 2.26
Grafik 2.27
Grafik 2.28
Grafik 2.29
Grafik 2.30
Grafik 2.31
Grafik 2.32
Grafik 2.33
Grafik 2.34
Grafik 2.35
Grafik 2.36
Grafik 2.37
xii
Perkembangan Inflasi
Inflasi Inti
Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
Ekspektasi Inflasi Konsumen
Inflasi Volatile Foods
Inflasi Administered Prices
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Indeks Keyakinan Konsumen
Impor Barang Modal
Penjualan Semen
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Neraca Pembayaran Indonesia
Neraca Transaksi Berjalan
Neraca Perdagangan Triwulan III-2016
Neraca Transaksi Modal dan Finansial
Nilai Tukar Kawasan Triwulanan
Volatilitas Nilai Tukar (Triwulanan)
Perkembangan Transaksi PUAB
Perkembangan Suku Bunga PUAB
Volume Transaksi Repo (rrh)
Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan
Transaksi Valas Domestik
Net Transaksi Valas Domestik dan Asing
Komposisi Transaksi Valas Domestik
Yield Obligasi Negara
Volatilitas Yield 20 hari
Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Perkembangan & Volatilitas IHSG
Perkembangan Industri Reksa Dana
Rasio Non-Performing Loan
Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
Pertumbuhan DPK (yoy)
Komposisi Alat Likuid Perbankan
Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
12
12
12
12
13
13
14
14
15
15
15
15
17
18
18
18
20
20
21
21
22
22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
28
28
28
29
29
29
Grafik 2.38
Grafik 2.39
Grafik 2.40
Grafik 2.41
Grafik 2.42
Grafik 2.43
Grafik 2.44
Grafik 2.45
Grafik 2.46
Grafik 2.47
Grafik 2.48
Grafik 2.49
Grafik 2.50
Grafik 2.51
Grafik 2.52
Grafik 2.53
Grafik 2.54
Grafik 2.55
Grafik 2.56
Grafik 2.57
Grafik 2.58
Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan
Aset dan Investasi Industri Asuransi
Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Perkembangan Perusahaan Pembiayaan
Rasio Non Performing Financing
Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan
Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan
Kegiatan Dunia Usaha Tw III-2016
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Survei Konsumen
Juni 2016, Bank Indonesia
Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya
Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy)
NPL Kredit UMKM
Realisasi KUR berdasarkan Sektor Ekonomi
Permintaan Informasi dan Pengaduan Sistem Pembayaran
Pengaduan Konsumen Sistem Pembayaran ke Bank Indonesia
Berdasarkan Instrumen
Permintaan Informasi Sistem Pembayaran
Uang Kartal yang Diedarkan
Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD dan PDB Riil
Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
29
31
31
32
32
32
32
33
33
34
35
35
36
36
37
41
41
41
42
42
44
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
BAB III
Grafik 3.1
Grafik 3.2
Grafik 3.3
Grafik 3.4
Grafik 3.5
Outstanding Operasi Moneter-Total
Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi
Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop)
Pergerakan Nilai Tukar (USD/IDR)
Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan periode
TW II-2015 s.d TW III-2016
Grafik 3.6 Permintaan IDI periode TW II-2015 s.d TW III-2016
50
50
51
52
75
75
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
xiii
Daftar Gambar
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Gambar 2.1 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III-2016
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
BAB III
Gambar 3.1 Model Sukuk Linked Wakaf
Gambar 3.2 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia
xiv
17
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
64
85
BAB I
Ringkasan Eksekutif
BAB I Ringkasan Eksekutif
1.1. Kinerja Perekonomian
Pada triwulan III-2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,02% (yoy), sedikit lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,19% (yoy). Kondisi ini terutama
disebabkan oleh relatif terbatasnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan ekspor.
Pelemahan konsumsi pemerintah tidak terlepas dari kebijakan penghematan belanja
pemerintah. Kinerja ekspor juga sejalan dengan belum kuatnya pemulihan ekonomi global
dan masih rendahnya harga komoditas.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor terkontraksi lebih dalam sejalan dengan pemulihan
ekonomi global yang belum kuat dan harga komoditas yang masih rendah. Pada triwulan
III-2016, ekspor mencatat kontraksi -6,00% (yoy), memburuk dibandingkan kontraksi
pada triwulan sebelumnya sebesar -2,42% (yoy). Sejalan dengan pelemahan ekspor dan
permintaan domestik, kinerja impor juga mengalami kontraksi. Pada triwulan III-2016,
impor mengalami kontraksi sebesar -3,87% (yoy), lebih besar dibandingkan kontraksi
triwulan sebelumnya sebesar -2,93% (yoy).
Secara sektoral, sektor industri, pertanian, dan perdagangan masih tumbuh positif. Sektor
industri masih tumbuh positif yang bersumber dari subsektor makanan dan minuman.
Sektor pertambangan tumbuh positif untuk kali pertama sejak 2015 dengan peningkatan
kinerja subsektor bijih logam sebagai motor perbaikan. Sektor transportasi dan informasi
komunikasi juga tumbuh lebih baik yang didorong oleh subsektor angkutan udara.
Secara umum, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan semakin baik. Hal itu
tercermin pada inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang menurun, dan nilai tukar
yang menguat. Bank Indonesia memperkirakan infasi masih sesuai dengan sasaran inflasi
2016 pada kisaran 4+1%.
Pada triwulan III-2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat inflasi sebesar 0,90% (qtq)
atau 3,07% (yoy). Secara tahunan, angka IHK tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang 3,45% (yoy) atau 0,44% (qtq). Inflasi IHK yang rendah tersebut
bersumber dari kelompok volatile foods (VF) dan kelompok inti.
Perbaikan juga terlihat pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada triwulan laporan, NPI
mencatat surplus 5,5 miliar dolar AS, meningkat signifikan dari triwulan sebelumnya surplus
sebesar 2,2 miliar dolar AS. Peningkatan surplus tersebut ditopang oleh menurunnya defisit
transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Perkembangan
ini menunjukkan semakin baiknya keseimbangan eksternal perekonomian dan turut
menopang berlanjutnya stabilitas makroekonomi.
Penurunan defisit transaksi berjalan didorong oleh perbaikan neraca perdagangan barang
dan jasa. Defisit transaksi berjalan menurun dari 5,0 miliar dolar AS (2,2% PDB) pada triwulan
II-2016 menjadi 4,5 miliar dolar AS (1,8% PDB). Penurunan tersebut ditopang oleh kenaikan
surplus neraca perdagangan nonmigas.
Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial terus meningkat. Pada triwulan III-2016,
surplus transaksi modal dan finansial mencapai 9,4 miliar dolar AS. Surplus tersebut lebih
besar dari triwulan sebelumnya sebesar 7,6 miliar dolar AS. Peningkatan ini terutama
ditopang oleh aliran masuk modal investasi langsung yang meningkat menjadi 5,2 miliar
miliar AS.
Perkembangan NPI tersebut memperkuat cadangan devisa menjadi 115,7 miliar dolar AS,
dari posisi triwulan sebelumnya 109,8 miliar dolar AS. Jumlah cadangan devisa tersebut
cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah
selama 8,5 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional.
2
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Sementara itu, pertumbuhan utang luar negeri (ULN) swasta terus menurun. Pada akhir
triwulan III-2016, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar 325,3 miliar
dolar AS atau tumbuh 7,8% (yoy). Rinciannya, ULN jangka panjang tumbuh 8,7% (yoy)
dan ULN jangka pendek tumbuh 1,8% (yoy). Bank Indonesia memandang perkembangan
ULN masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian
nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya
ULN sektor swasta
Perkembangan ini menunjukkan keseimbangan eksternal perekonomian yang semakin
baik dan turut menopang terjaganya stabilitas makroekonomi. Kondisi tersebut juga
berdampak pada nilai tukar rupiah yang terjaga. Selama triwulan III-2016, nilai tukar Rupiah,
secara point to point (ptp) menguat sebesar 1,23% ke level Rp13.047 per dolar AS.
Dari sisi domestik, penguatan rupiah didukung oleh sentimen positif perekonomian
domestik, seiring dengan kondisi stabilitas makro ekonomi yang terjaga dan implementasi
UU Pengampunan Pajak yang berjalan baik. Dari sisi ekternal, penguatan rupiah terkait
dengan meredanya risiko global, sejalan dengan meredanya sentimen terkait timing
kenaikan FFR pada September 2016.
Sementara itu, kondisi pasar uang domestik relatif stabil, baik pasar uang rupiah maupun
pasar uang valuta asing (valas). Volume rata-rata harian (RRH) transaksi pasar uang rupiah
berada di level Rp14,85 triliun per hari, naik sekitar 3% dari triwulan sebelumnya yang
sebesar Rp14,37 triliun per hari. Di pasar valas, volume transaksi menurun tipis, seiring
dengan banyaknya dinamika yang terjadi antara lain pemberlakuan BI 7-day reverse repo
rate dan tax amnesty.
Secara umum, kondisi sistem keuangan Indonesia tetap stabil dengan Indeks Stabilitas
Sistem Keuangan (ISSK) berada pada level normal. Kondisi ini didukung oleh terjaganya
ketahanan sistem perbankan, meningkatnya kinerja pasar keuangan, dan kinerja industri
keuangan nonbank (IKNB) yang relatif baik.
Dibandingkan triwulan sebelumnya, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan
III-2016 mengalami peningkatan, antara lain tercermin pada peningkatan IHSG dan
arus modal masuk dari investor asing di pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN).
Pengesahan UU tax amnesty turut memberi sentimen positif terhadap pasar keuangan
domestik.
Selama triwulan III-2016, yield surat berharga negara (SBN) menurun pada semua tenor. Hal
ini mengindikasikan meningkatnya risk appetite investor terhadap SBN. Penurunan yield
SBN terutama bersumber dari penurunan BI Rate dan meningkatnya permintaan terhadap
SBN. Implementasi Peraturan tentang investasi SBN bagi lembaga jasa keuangan nonbank
ikut mendorong lembaga keuangan untuk meningkatkan portofolio investasinya di SBN.
Selama triwulan laporan, industri perbankan menunjukkan ketahanan yang baik. Kondisi
ini didukung permodalan yang kuat dengan risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar
yang terjaga. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) industri perbankan
tercatat sebesar 22,97%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan
III-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 22,29% dan 20,43%.
Meski masih menunjukkan perlambatan, pertumbuhan kredit industri perbankan sedikit
membaik. Pada triwulan III-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 6,47% (yoy), lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2016 yang mencapai 8,89% (yoy).
Secara umum, rendahnya pertumbuhan kredit itu sejalan dengan penurunan kinerja
korporasi akibat perlambatan ekonomi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
3
BAB I Ringkasan Eksekutif
Di sisi lain, risiko kredit industri perbankan juga meningkat dengan NPL gross sebesar
3,51%, namun masih cukup jauh di bawah batas aman sebesar 5%. Peningkatan risiko kredit
terutama terjadi pada kredit investasi dan kredit konsumen. Berdasarkan sektor ekonomi,
peningkatan risiko kredit terjadi pada sektor pertanian, pertambangan, perdagangan, jasa
dunia usaha, dan kredit lain-lain.
Di tengah perlambatan ekonomi domestik, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan
masih tumbuh melambat. Pada triwulan III-2016, DPK industri perbankan tumbuh sebesar
3,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-2016 dan triwulan III-2015 masingmasing sebesar 5,90% (yoy) dan 11,72% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan
terjadi pada komponen deposito, giro, maupun tabungan.
Suku bunga simpanan masih dalam tren menurun walaupun sedikit meningkat pada akhir
triwulan III-2016. Sejalan dengan perkembangan tersebut, suku bunga kredit perbankan
juga berada dalam tren menurun. Rata-rata suku bunga kredit perbankan turun 11 bps dari
12,39% menjadi 12,24%. Suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan juga menurun seiring
dengan penurunan BI Rate/BI 7-day reverse repo rate.
Secara umum, perkembangan industri keuangan non-bank (IKNB) menunjukkan kinerja
yang relatif baik. Kinerja industri asuransi, dari sisi aset maupun investasi mengalami
peningkatan, sedangkan kinerja perusahaan pembiayaan relatif stabil.
Pada triwulan III-2016, total aset industri asuransi tercatat sebesar Rp906 triliun, meningkat
sebesar Rp34,2 triliun atau 3,92$ dari triwulan sebelumnya. Sedangkan kinerja Perusahaan
Pembiayaan (PP) relatif stabil dan belum menunjukkan peningkatan berarti.
Di sisi lain, kinerja korporasi pada triwulan III-2016 mengalami perlambatan dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari indikator utama kinerja
korporasi publik seperti return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan inventory turn
over yang memburuk. Di sisi lain, tingkat utang (debt to equity ratio) sedikit menurun yang
mengindikasikan adanya penurunan jumlah utang korporasi.
Pada triwulan laporan, konsumsi rumah tangga Indonesia menunjukkan penurunan.
Menurunnya optimisme konsumen itu diakibatkan oleh menurunnya ekspektasi terhadap
kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Kredit perbankan ke sektor rumah tangga mencapai
Rp955,43 triliun atau tumbuh 1,21% (qtq), di bawah triwulan II-2016 yang tumbuh sebesar
2,35% (qtq). Secara keseluruhan, kondisi stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia
tetap terjaga. Hal itu tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran.
Sejauh ini, sistem pembayaran berlangsung aman, lancar, dan terpelihara dengan baik.
Kondisi tersebut seiring dengan pembaruan sistem BI-RTGS, BI-SSSS Generasi II, dan SKNBI
Generasi II.
Selama triwulan III-2016, penyelenggaraan sistem pembayaran berjalan aman, lancar,
dan terpelihara dengan baik. Kondisi ini merefleksikan komitmen Bank Indonesia dalam
menjalankan fungsinya di bidang sistem pembayaran. Pada triwulan III–2016, nilai transaksi
menurun sebesar -1,76% menjadi Rp27.818,31 triliun. Penurunan nilai transaksi itu dipicu
oleh menurunnya transaksi SKNBI dan transaksi BI-RTGS untuk jenis transaksi PUAB, lainlain, dan valas.
Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh industri juga berjalan aman dan lancar. Selama
periode laporan, tercatat tidak adanya gangguan yang signifikan dalam penyelenggaraan
sistem pembayaran tersebut. Volume transaksi alat pembayaran dengan menggunakan
4
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
kartu (APMK) meningkat sebesar 0,34% menjadi 1.393.139,10 ribu transaksi dengan nilai
nilai transaksi meningkat sebesar 21,50% menjadi Rp1.832,52 triliun.
Selama periode laporan, Bank Indonesia mampu memenuhi ketersediaan uang rupiah
dalam jumlah yang cukup. Per akhir triwulan III-2016, posisi uang kartal yang diedarkan
(UYD) tercatat sebesar Rp563,2 triliun, menurun sebesar Rp78,8 triliun atau 12,3% (qtq)
dibandingkan posisi akhir triwulan sebelumnya. Penurunan UYD itu merupakan dampak
arus balik dana perbankan ke Bank Indonesia pascaperiode Ramadan dan Idul Fitri (seasonal
factor). Meskipun demikian, posisi UYD tersebut tumbuh 8,7% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya.
1.2. Kebijakan yang Ditempuh
Di tengah tantangan yang meningkat, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan
moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan itu ditempuh demi
terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan,
untuk mendukung kesinambungan perekonomian nasional.
Di bidang moneter, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan moneter
untuk memastikan laju inflasi menuju sasaran 4+1% dan defisit transaksi berjalan lebih
sehat. Kebijakan moneter didukung kebijakan suku bunga, nilai tukar, penguatan
operasi moneter, pengelolaan arus modal, komunikasi kebijakan, dan koordinasi dengan
pemerintah maupun otoritas terkait.
Selama triwulan III-2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga sehingga meningkatkan
keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan. Hal itu tercermin
dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang
relatif stabil. Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, Bank Indonesia
mengganti BI Rate dengan menggunakan BI 7-day reverse repo rate (BI 7-day reverse repo
rate) sebagai suku bunga kebijakan terhitung mulai 19 Agustus 2016.
Selama triwulan III-2016, suku bunga instrumen OPT dan SF menurun sejalan dengan
penurunan BI 7-day reverse repo rate sebesar 25 bps. Suku bunga deposit facility (DF) dan
lending facility (LF) turun menjadi masing-masing 4,25% dan 5,75%. Suku bunga OPT untuk
tenor 1 minggu menjadi sebesar 5%, 2 minggu sebesar 5,20%, 1 bulan sebesar 5,45%, 3
bulan sebesar 6,10%, 6 bulan sebesar 6,30%, 9 bulan sebesar 6,15% dan 12 bulan sebesar
6,25%.
Di sisi lain, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah untuk mempercepat reformasi struktural guna stabilisasi harga dan
pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Dalam pengelolaan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menempuh kebijakan stabilisasi
secara terukur sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi. Langkah ini mendukung
terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan di tengah dinamika sentimen
domestik dan global. Dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia
mengoptimalkan strategi pengelolaan nilai tukar dengan menjaga keseimbangan di pasar
valuta domestik sesuai dengan kondisi fundamental.
Pada triwulan III-2016, pergerakan rupiah kembali berada pada tren penguatan yang
didukung oleh membaiknya sentimen domestik maupun global. Dari dalam negeri,
beberapa sentimen positif berasal dari perkembangan realisasi penerimaan tax amnesty
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
5
BAB I Ringkasan Eksekutif
yang meningkat, rilis data fundamental ekonomi domestik yang sesuai ekspektasi,
pencapaian lelang SUN yang mengalami over-subscribed, dan respons pasar terhadap
kebijakan suku bunga Bank Indonesia.
Kecenderungan sentimen positif, baik domestik dan global, mempengaruhi minat dan
keyakinan investor terhadap perekonomian domestik. Keyakinan investor itu menyebabkan
masuknya arus dana asing ke Indonesia dan mendorong nilai tukar Rupiah menguat 1,23%
secara point-to-point dari level Rp13.210 pada triwulan II-2016 ke level Rp13.047 pada
triwulan III-2016.
Dari sisi regulasi, Bank Indonesia berupaya untuk meningkatkan efektivitas transmisi
kebijakan moneter terkait kegiatan penguatan kerangka operasi moneter. Pada triwulan
III-2016, Bank Indonesia menyempurnakan peraturan mengenai transaksi swap lindung
nilai kepada Bank Indonesia.
Untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik.
Kegiatan itu antara lain mengumpulkan dan mengolah data maupun informasi ekonomi,
moneter, dan sistem keuangan. Selanjutnya, Bank Indonesia menyusun laporan atau
analisis atas data-data tersebut. Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis
survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan,
termasuk sektor riil.
Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan
makroprudensial. Bank Indonesia pun terus meningkatkan ketahanan sistem keuangan
dan memitigasi risiko sistemik dalam sistem keuangan.
Pada triwulan III-2016, pengaturan di bidang makroprudensial difokuskan pada
penyempurnaan pada 3 (tiga) ketentuan. Pertama, terkait giro wajib minimum loan to
funding ratio (GWM LFR). Kedua, terkait rasio loan to value atau rasio financing to value dalam
pemberian kredit atau pembiayaan properti (LTV/FTV). Ketiga, terkait tata cara penyusunan
usulan bank yang berpotensi sistemik dalam rangka kebijakan makroprudensial. Dalam
ketentuan yang baru, Bank Indonesia menetapkan batas bawah target LFR menjadi sebesar
80% dari sebelumnya sebesar 78%. Dalam ketentuan LTV/FTV yang baru, antara lain
terdapat perubahan rasio dan tiering LTV/FTV kredit/pembiayaan properti untuk fasilitas
ke-1, 2, 3 dan seterusnya.
Untuk mengembangkan pasar keuangan, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan
transaksi valuta asing terhadap rupiah antara bank dan pihak domestik maupun bank
dengan pihak asing.
Terkait pengembangan ekonomi syariah, bersama Kementerian Keuangan dan Badan
Wakaf Indonesia, Bank Indonesia juga mengembangkan dan merumuskan model sukuk
linked wakaf untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset wakaf. Selain itu, Bank Indonesia
menyusun Islamic Financial Market Code of Conduct sebagai pedoman bertransaksi
antarpelaku di pasar keuangan.
Dalam rangka keuangan inklusif, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya perluasan
layanan keuangan digital (LKD). Kegiatan yang dilakukan antara lain menyempurnakan
model bisnis bantuan sosial (bansos) secara nontunai dan proyek percontohan penyaluran
beras sejahtera (rastra). Bank Indonesia juga menyusun pedoman interkoneksi uang
elektronik server based.
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia juga merasakan pentingnya kontribusi sektor riil dan
UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan. Untuk itu, Bank Indonesia
berperan aktif dalam kegiatan penguatan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Tujuannya
6
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
adalah meningkatkan kapabilitas pelaku usaha dan mendorong perbankan menyalurkan
kredit kepada UMKM.
Selain itu, Bank Indonesia terus mengembangkan program pengendalian inflasi dengan
pendekatan pengembangan klaster. Sampai dengan triwulan III-2016, Bank Indonesia
telah mengembangkan 185 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia, 140 klaster di
antaranya berupa klaster ketahanan pangan. Bersama pemerintah, Bank Indonesia juga
mengadakan kegiatan Sinergi Aksi untuk Negeri. Bank Indonesia juga berperan aktif dalam
program pengembangan wirausaha dan kegiatan edukasi yang mendukung peningkatan
akses keuangan.
Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan untuk menjaga dan
meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Bank
Indonesia juga terus menyempurnakan ketentuan untuk meningkatkan kualitas layanan.
Selain itu, Bank Indonesia konsisten dalam memperluas akses penggunaan instrumen
pembayaran nontunai.
Bank Indonesia melakukan penyempurnaan peraturan tentang uang elektronik (Electronic
Money). Penyempurnaan peraturan tersebut untuk menyesuaikan ketentuan terkait
penyelenggaraan layanan keuangan digital (LKD). Dalam ketentuan yang baru, Bank
Indonesia memperluas pihak yang dapat menyelenggarakan LKD. Bank Indonesia juga
menerbitkan surat edaran mengenai penyelenggaraan LKD, antara lain memperluas
ekosistem LKD dan penyaluran bantuan sosial secara non-tunai.
Di bidang pengelolaan uang rupiah, kebijakan umum pengelolaan uang rupiah diarahkan
untuk mencapai tiga pilar. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya.
Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, dan ketiga, layanan kas
yang prima. Dalam kegiatan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia juga menjalin kerja
sama dengan berbagai pihak.
Selain di dalam negeri, Bank Indonesia secara aktif menjalin kerja sama melalui berbagai
fora internasional. Bank Indonesia terlibat dalam Forum G20, Forum IMF, kerja sama Asean,
kerja sama Asean+3, kerja sama Bank of International Settlement (BIS), kerja sama East Asia
Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antarbank sentral.
Bank Indonesia menjalankan fungsi kerja sama internasional untuk menciptakan persepsi
positif lembaga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Melalui fungsi Investor
Relation Unit (IRU), Bank Indonesia menjalin hubungan dengan lembaga rating dan investor
internasional. Sepanjang triwulan III-2016, IRU telah melaksanakan sejumlah kegiatan
hubungan investor dalam rangka mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia.
Untuk mendukung efektivitas kebijakan, Bank Indonesia secara aktif menggunakan
berbagai media komunikasi. Selain media konvensional, Bank Indonesia memperluas
jangkauan komunikasi melalui berbagai media sosial. Bank Indonesia juga melakukan
komunikasi langsung dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dengan
memberikan pengajaran kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi.
Bank Indonesia melanjutkan pelaksanaan 28 program strategis dari 5 tema transformasi.
Selama pelaksanaan program transformasi, program komunikasi terarah menjadi bagian
dalam setiap program strategis. Komunikasi kepada pihak internal maupun eksternal
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari setiap program strategis.
Terkait dengan tata kelola, Bank Indonesia terus berusaha untuk memastikan penerapan
tata kelola (governance) dilakukan secara terarah, konsisten, dan terkoordinasi. Pelaksanaan
tata kelola dilakukan sesuai dengan Kerangka Kerja Tata Kelola (governance framework)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
7
BAB I Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia. Kerangka kerja tata kelola itu memuat lima elemen pokok, yakni prinsip,
komitmen, struktur, proses, dan hasil tata kelola.
Di bidang manajemen keuangan, kebijakan ditujukan untuk meningkatkan tata kelola
yang baik dan memelihara keberlanjutan atau sustainabilitas keuangan Bank Indonesia.
Tujuannya adalah mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter,
sistem pembayaran dan pengedaran uang, serta bidang stabilitas sistem keuangan.
Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter dan keuangan, Bank
Indonesia terus menjalankan program sosial. Melalui program sosial, Bank Indonesia dapat
meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan
pencapaian tujuan Bank Indonesia.
8
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
9
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan,
dan Sistem Pembayaran
Perekonomian nasional tetap menunjukkan kinerja yang positif didorong oleh permintaan
domestik yang masih terjaga. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 mencapai 5,02% (yoy),
terutama didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup kuat. Di sisi investasi,
pertumbuhan investasi bangunan relatif baik didukung oleh berlanjutnya pembangunan
proyek infrastruktur Pemerintah. Sementara itu, peran investasi swasta khususnya nonbangunan masih relatif rendah, di tengah konsumsi Pemerintah yang tumbuh negatif seiring
dengan kebijakan konsolidasi fiskal.
Inflasi tetap terkendali dan pada akhir tahun diperkirakan sekitar 3,0-3,2% atau berada di
batas bawah kisaran sasaran inflasi 2016, yaitu 4±1%. Penguatan Rupiah terus berlanjut pada
triwulan III 2016 didukung sentimen positif dari domestik dan eksternal. Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI) triwulan III 2016 mencatat peningkatan surplus, ditopang oleh menurunnya
defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial.
RINGKASAN PERKEMBANGAN KONDISI MAKROEKONOMI,
MONETER, SISTEM KEUANGAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN
1. Inflasi inti tercatat cukup terkendali sejalan dengan harga global yang masih rendah dan
nilai tukar yang menguat.
2. Perekonomian nasional tetap menunjukkan kinerja yang positif didorong oleh permintaan
domestik yang masih terjaga.
3. Konsumsi rumah tangga tumbuh cukup kuat dan masih menjadi penopang pertumbuhan
ekonomi.
4. Perbaikan kinerja investasi pada triwulan III-2016 tertahan oleh peran investasi swasta
yang masih rendah.
5. Kinerja ekspor masih terkontraksi sejalan dengan pemulihan ekonomi global yang belum
kuat dan harga komoditas yang masih rendah.
6. Secara sektoral, sektor industri, pertanian, dan perdagangan masih tumbuh positif
sebagaimana tercermin dari indikator PMI yang masih berada pada level ekspansi.
7. Surplus transaksi modal dan finansial terus meningkat, didukung oleh sentimen positif
terhadap prospek perekonomian domestik dan meredanya risiko global.
8. Pada akhir triwulan III-2016, posisi ULN sektor swasta mencapai 163,1 miliar dolar AS (50,1%
dari total ULN), sedangkan posisi ULN sektor publik sebesar 162,2 miliar dolar AS (49,9%
dari total ULN).
9. Volatilitas nilai tukar rupiah menurun dan relatif lebih rendah dibandingkan beberapa
negara peers, sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi secara gradual.
10. Secara keseluruhan, volume transaksi pasar uang rupiah pada triwulan III-2016 relatif stabil
dengan kenaikan terbatas dibandingkan triwulan sebelumnya.
11. Rata-rata harian volume transaksi PUAB (uncollateralized) relatif stabil, meski turun sekitar
4% menjadi Rp12,24 triliun per hari
12. Aktivitas transaksi repo meningkat, tercermin pada kenaikan volume rata-rata harian
transaksi repo sekitar 70% dari Rp725 miliar per hari menjadi Rp1,23 triliun.
13. Volume transaksi di pasar valuta asing domestik menurun tipis, seiring dengan banyaknya
dinamika yang terjadi di pasar keuangan, baik eksternal maupun internal.
14. Selama triwulan III-2016, yield surat berharga negara (SBN) mengalami penurunan pada
semua tenor.
15. Ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat, dengan posisi rasio kecukupan
modal (CAR) mencapai sebesar 22,97%.
16. Kinerja pembiayaan IKNB sedikit meningkat, namun secara tahunan pembiayaan oleh
perusahaan pembiayaan relatif stabil.
17. Kredit sektor korporasi tumbuh sebesar 1,28% (qtq) dengan posisi nominal sebesar
Rp2.042,61 triliun, di bawah pertumbuhan triwulan II-2016 sebesar 6,12% (qtq).
18. Pertumbuhan kredit UMKM meningkat pada seluruh klasifikasi usaha, terutama didorong
oleh usaha menengah yang diikuti oleh usaha mikro dan usaha kecil.
19. Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia maupun industri berjalan
dengan aman dan lancar.
20. Secara siklikal, posisi uang yang diedarkan (UYD) terlihat mengalami pertumbuhan sejak
bottoming-out dari titik terendahnya pada pertengahan 2015.
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.1. Inflasi
Inflasi inti tercatat
cukup terkendali,
didorong oleh
masih terbatasnya
permintaan
domestik, harga
global yang masih
rendah, nilai tukar
relatif menguat,
dan ekspektasi
inflasi yang
terkendali.
Inflasi tetap terkendali dan pada akhir tahun diperkirakan sekitar 3,0-3,2% atau berada di
batas bawah kisaran sasaran inflasi 2016, yaitu 4+1% (Grafik 2.1). Pada triwulan III 2016,
Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat inflasi sebesar 0,90% (qtq) atau 3,07% (yoy) lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,44% (qtq) atau 3,45%
(yoy). Lebih rendahnya inflasi IHK triwulan III 2016 bersumber dari kelompok volatile
foods (VF).
Yoy
%, yoy
20
IHK
Inti
Volatile Food
Administered Prices
16
7%
Inti
Core Traded
Core Non-Traded
6%
12
5%
8
7,54
4
3,08
3,31
0
4%
3%
2%
0,17
-4
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10
2013
2014
2015
1%
2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2013
2014
Grafik 2.1
Perkembangan Inflasi
2015
2016
Grafik 2.2
Inflasi Inti
Inflasi inti tercatat cukup terkendali (Grafik 2.2). Secara triwulanan (qtq), inflasi inti pada
triwulan III-2016 tercatat sebesar 1,03% (qtq), relatif stabil dibandingkan inflasi inti pada
triwulan sebelumnya sebesar 0,72% (qtq), didorong oleh harga global yang masih rendah
dan nilai tukar yang menguat. Rendahnya harga global tercermin dari indeks harga impor
yang tumbuh sebesar 3,76% (qtq), lebih rendah dari triwulan sebelumnya (8,67%, qtq).
Sementara itu, nilai tukar rupiah yang cenderung menguat sebesar 1,37% (qtq) turut
mendorong terkendalinya inflasi inti.
Ekspektasi inflasi yang masih dalam tren menurun turut berpengaruh terhadap rendahnya
inflasi inti. Hal ini tercermin dari ekspektasi inflasi di tingkat pedagang dan konsumen yang
mengalami tren penurunan, baik untuk 3 bulan yang akan datang maupun untuk 6 bulan
Indeks
200
20
Inflasi IHK aktual (skala kanan)
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad
180
Indeks
%, yoy
15
180
20
15
170
10
140
160
10
150
5
120
140
5
130
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2013
2014
2015
2016
Grafik 2.3
Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
12
Inflasi IHK aktual (skala kanan)
Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad
Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad
190
160
100
%, yoy
200
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
2017
0
120
0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4
2013
2014
2015
Grafik 2.4
Ekspektasi Inflasi Konsumen
2016
2017
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
yang akan datang (Grafik 2.3 dan Grafik 2.4). Meskipun dalam tren penurunan, ekspektasi
inflasi di tingkat pedagang meningkat untuk 3 bulan yang akan datang. Peningkatan ini
seiring dengan faktor musiman liburan akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017.
Inflasi kelompok volatile foods terjaga (Grafik 2.5). Secara triwulanan, kelompok volatile
foods (VF) triwulan III 2016 mencatat inflasi sebesar 0,30% (qtq) atau 6,51% (yoy), lebih
rendah dari inflasi volatile foods pada triwulan II 2016 sebesar 0,98% (qtq) atau 8,12% (yoy).
Lebih rendahnya inflasi volatile foods pada triwulan III 2016 didorong oleh terkendalinya
inflasi pada periode Idul Fitri dan koreksi harga pangan paska Idul Fitri.
Kelompok Administered Prices (AP) pada triwulan III 2016 mencatat inflasi, setelah dua
triwulan sebelumnya mengalami deflasi (Grafik 2.6). Inflasi AP tercatat sebesar 0,93%
(qtq) atau deflasi secara tahunan sebesar 0,38% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2016
yang mencatat deflasi sebesar 0,73% (qtq) atau 0,50% (yoy). Inflasi kelompok AP terutama
didorong oleh kenaikan tarif listrik, rokok, dan tarif air minum PAM. Sementara itu, deflasi
terjadi pada tarif angkutan antar kota dan angkutan laut didorong oleh koreksi pasca Idul
Fitri.
%
%, mtm
4,00
%
10
20
8
15
6
2,00
10
4
5
2
0,00
0
0
-2
Inflasi VF 2015
-2,00
Jan
Feb Mar
Apr
Inflasi VF 2015
Mei
Jun
Jul
Historis 2010-2015
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Grafik 2.5
Inflasi Volatile Foods
-4
-5
Administered Prices (%, mtm)
Administered Prices (%, yoy)-rhs
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10
2013
2014
2015
-10
2016
Grafik 2.6
Inflasi Administered Prices
Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi pada akhir tahun 2016
diperkirakan 3,0-3,2% atau berada di batas bawah kisaran sasaran inflasi 4±1% pada tahun
2016. Ke depan, koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan
inflasi akan terus dilakukan, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi,
khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi.
2.2. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian nasional tetap menunjukkan kinerja yang positif didorong oleh permintaan
domestik yang masih terjaga. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 mencapai 5,02%
(yoy), terutama didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup kuat
(Tabel 2.1). Di sisi investasi, pertumbuhan investasi bangunan relatif baik didukung
oleh berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur pemerintah. Sementara itu, peran
investasi swasta khususnya nonbangunan masih relatif rendah, di tengah konsumsi
pemerintah yang tumbuh negatif seiring dengan kebijakan konsolidasi fiskal.
Pertumbuhan
ekonomi triwulan
III-2016 terutama
didukung oleh
konsumsi rumah
tangga yang
tumbuh cukup
kuat, sementara
perbaikan investasi
tertahan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
13
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi, Sisi Pengeluaran
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
Komponen
2015
2014
Konsumsi Rumah Tangga
I
II
III
2015
IV
2016
II
I
III
5,16
5,01
4,97
4,95
4,92
4,96
4,97
5,06
5,01
12,19
-8,07
-7,99
6,56
8,32
-0,63
6,40
6,72
6,65
Konsumsi Pemerintah
1,16
2,91
2,61
7,11
7,31
5,38
3,46
6,23
-2,97
Investasi
4,57
4,63
3,88
4,79
6,90
5,07
5,57
5,06
4,06
Investasi Bangeunan
5,52
5,47
4,82
6,25
8,21
6,23
7,67
6,14
5,77
Investasi NonBangunan
2,03
2,35
1,32
0,73
3,10
1,87
-0,28
2,02
-0,94
Ekspor Barang dan Jasa
1,00
-0,62
-,0,01
-0,60
-6,44
-1,97
-3,51
-2,42
-6,00
Impor Barang dan Jasa
2,19
-2,19
-6,97
-5,90
-8,05
-5,84
-5,02
-2,93
-3,87
PDB
5,02
4,73
4,66
4,74
5,04
4,79
4,91
5,19
5,02
Konsumsi LNPRT
Sumber : BPS (diolah)
Konsumsi rumah tangga tumbuh cukup kuat dan masih menjadi penopang pertumbuhan
ekonomi pada triwulan III-2016. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2016 masih
tumbuh kuat sebesar 5,01% (yoy), meskipun sedikit menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya (5,06%, yoy). Kuatnya konsumsi rumah tangga terutama bersumber dari
peningkatan konsumsi kelompok makanan dan minuman (Grafik 2.7). Kuatnya konsumsi
rumah tangga didukung pula oleh masih positifnya indeks keyakinan konsumen.
Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia, peningkatan keyakinan konsumen pada triwulan
III-2016 didorong oleh optimisme terhadap perkembangan kondisi ekonomi saat ini,
terutama terkait dengan positifnya ekspektasi penghasilan dan kegiatan usaha (Grafik 2.8).
Kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan III-2016 menurun, seiring dengan kebijakan
konsolidasi fiskal untuk tetap menjaga kredibilitas anggaran pemerintah. Konsumsi
pemerintah mengalami kontraksi dari 6,23% (yoy) pada triwulan II-2016 menjadi -2,97%
(yoy) pada triwulan III-2016. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh belanja pegawai
dan belanja modal yang tumbuh negatif seiring dengan konsolidasi fiskal. Pertumbuhan
belanja barang juga menunjukkan perlambatan, namun masih tumbuh cukup tinggi
sehingga dapat mendorong pertumbuhan belanja pemerintah.
150
7
6
5
Konsumsi RT
5,8
5,7
4,3
4,2
4
3
5,3
5,1
5,3
4,8
5,1
5,5
5,6
4,3
5,1
2
4,7
5,0
Nonmakanan
Makanan
6,07
5,21 5,15
5,09 5,20 5,22
140
4,80 4,80 4,89 4,99 4,88
120
4,34
110
4,97 4,95 4,92 4,97 5,06 5,01
80
Q1
Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Grafik 2.7
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
14
100
90
1
0
130
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Q2
2016
Q3
Q2
Q3
2014
Q4
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Ekspektasi Kegiatan Usaha
Q1
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Ekspektasi Penghasilan
Grafik 2.8
Indeks Keyakinan Konsumen
Q2
2016
Q3
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Perbaikan kinerja investasi pada triwulan III-2016 tertahan oleh peran investasi swasta
yang masih rendah. Investasi tumbuh 4,06% (yoy) pada triwulan III-2016, lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,06% (yoy). Berdasarkan
jenisnya, peran investasi swasta khususnya nonbangunan masih relatif rendah, di tengah
konsumsi pemerintah yang tumbuh negatif seiring dengan kebijakan konsolidasi fiskal.
Melemahnya investasi nonbangunan, antara lain, bersumber dari penurunan pertumbuhan
investasi mesin dan perlengkapan serta masih terkontraksinya impor barang modal
(Grafik 2.9). Sementara itu, pertumbuhan investasi bangunan relatif baik didukung oleh
berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur pemerintah. Realisasi proyek infrastruktur
pemerintah terus berlanjut sebagaimana tercermin pada konsumsi semen yang masih naik
pada triwulan III-2016 (Grafik 2.10).
%, yoy
%, yoy
0
10
Investasi Nonbangunan (sk. kanan)
5,2
3,9
5
-20
0
-1,2
-40
-60
-3,4 -3,7
-5,0
Q2
Q3
Q4
2014
-4,4
Impor Barang Modal
Q1
Q2
Q3
-5
-10
Q4
2015
Q1
Q2
%, yoy
PDB Sektor Konstruksi
Penjualan Semen
8
6
4
2
-4,2
-7,2
Q1
-1,9 -1,2
10
2016
Q3
-15
0
-2
-4
-6
Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
2016
Q3
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia dan BPS
Sumber : United Tractors dan BPS (diolah)
Grafik 2.9
Impor Barang Modal
Grafik 2.10
Penjualan Semen
Dari sisi eksternal, ekspor terkontraksi lebih dalam sejalan dengan pemulihan ekonomi
global yang belum kuat dan harga komoditas yang masih rendah. Ekspor pada triwulan
III-2016 mencatat kontraksi -6,00% (yoy), memburuk dibandingkan kontraksi pada triwulan
sebelumnya sebesar -2,42% (yoy). Berdasarkan kelompoknya, ekspor nonmigas terkontraksi
didorong oleh penurunan kinerja ekspor pertanian, pertambangan dan lainnya, serta
komoditas manufaktur (Grafik 2.11). Ekspor pertanian terkontraksi terutama didorong
oleh kontraksi ekspor bahan makanan, khususnya CPO. Sementara itu, ekspor manufaktur
%, yoy
30,0
30
20,0
20
Pertanian
10,0
Manufaktur
Total
-30,0
-10
PDB Ekspor
-20,0
-20
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Total Impor
Nonmigas
-30
Pertambangan &
lainnya
Q1
Bahan
Baku
Barang
Konsumsi
0
0,0
-10,0
PDB Impor
10
Barang Modal
-40
Q2
Q3
Q4
Q1
2015
Grafik 2.11
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Q2
2016
Q3
-50
Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
2016
Q3
Grafik 2.12
Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
15
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
juga mengalami kontraksi disebabkan oleh kontraksi tajam ekspor pakaian seiring dengan
penurunan ekspor ke Amerika. Dari kelompok migas, kontraksi ekspor dipengaruhi oleh
kebijakan untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri.
Sejalan dengan pelemahan ekspor dan permintaan domestik, impor juga mengalami
kontraksi pada triwulan III 2016. Impor mengalami kontraksi sebesar -3,87% (yoy) pada
triwulan III 2016, lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar
-2,93% (yoy). Kontraksi impor tersebut terutama disebabkan oleh kontraksi impor nonmigas.
Berdasarkan kelompoknya, pelemahan kinerja impor nonmigas terutama didorong
berlanjutnya kontraksi impor barang modal (Grafik 2.12), terutama pada kelompok barang
modal, kecuali alat angkutan.
Dari sisi sektoral, sektor industri, pertanian dan perdagangan masih tumbuh positif (Tabel
2.2). Sektor industri masih tumbuh positif sebagaimana tercermin dari indikator PMI yang
masih berada pada level ekspansi. Positifnya sektor industri bersumber dari subsektor
makanan dan minuman yang mencatatkan kinerja lebih baik didorong oleh jumlah
wisatawan yang meningkat. Sementara itu, sektor pertambangan tumbuh positif untuk
kali pertama sejak tahun 2015 dengan peningkatan kinerja subsektor bijih logam sebagai
motor perbaikan. Sektor transportasi dan informasi komunikasi juga tumbuh lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh subsektor angkutan udara, seiring
penambahan rute penerbangan baru baik domestik maupun internasional.
Tabel 2. 2
Pertumbuhan Ekonomi, Sisi Lapangan Usaha
%Y-oY, Tahun Dasar 2010
Sektor
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, & Perikanan
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air*
Konstruksi
Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin**
Transportasi, pergudangan, Informasi dan Komunikasi***
Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan****
Jasa-jasa Lainnya*****
PDB
2014
4,24
0,72
4,61
5,59
6,97
5,27
8,82
4,68
5,64
5,02
I
4,01
-1,32
4,01
1,99
6,03
3,98
8,11
8,57
5,78
4,73
2015
II
III
6,86 3,34
-5,20 -5,66
4,11 4,51
1,24 1,12
5,35 6,82
2,07 1,94
7,94 9,14
2,63 10,36
7,65 5,45
4,66 4,74
IV
1,57
-7,91
4,35
2,14
8,24
3,32
8,79
12,52
6,24
5,04
2015
4,02
-5,08
4,25
1,62
6,65
2,81
8,50
8,53
6,27
4,79
I
1,77
-1,29
4,63
7,31
7,87
4,33
8,12
7,48
6,22
4,91
2016
II
3,35
-0,09
4,64
6,03
6,21
4,21
8,52
9,13
5,49
5,19
III
2,81
0,13
4,56
4,65
5,59
3,81
8,75
6,67
3,89
5,02
Sumber : BPS
^Proyeksi Bank Indonesia
* Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air
** Penggabungan 1 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor, serta (ii) Penyediaan akomodasi dan makan minum
*** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan komunikasi
**** Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate, dan (iii) Jasa Perusahaan
***** Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahana, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan lainnya,
dan (iv) Jasa Lainnya
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi di Jawa dan Sumatera masih tumbuh cukup kuat,
disertai dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat di Kawasan Timur Indonesia (KTI),
sejalan dengan meningkatnya ekspor tambang dan telah beroperasinya smelter barang
tambang (Gambar 2.1). Pertumbuhan ekonomi Jawa yang masih cukup kuat bersumber
dari meningkatnya kinerja pertanian seiring dengan berlangsungnya masa panen raya
beberapa komoditas pangan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Perekonomian Sumatera
juga masih cukup kuat didorong oleh lebih tingginya pertumbuhan sektor industri
pengolahan dan perdagangan. Pertumbuhan kinerja industri pengolahan tercermin
dari tren pertumbuhan penjualan ekspor yang meningkat, meskipun harga komoditas
16
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
ekspor utama Sumatera yang berbasis SDA masih tertahan. Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi KTI meningkat didorong oleh peningkatan sektor pertanian, pertambangan, dan
konstruksi. Peningkatan sektor pertanian KTI, antara lain bersumber dari naiknya ekspor
kakao di Sulawesi Tenggara dan produksi CPO pasca berkurangnya dampak El Nino yang
terjadi di tahun 2015. Di sisi lain, kinerja sektor pertambangan di KTI kembali tumbuh positif
setelah sempat mencatat pertumbuhan negatif pada triwulan sebelumnya. Membaiknya
kinerja pertambangan KTI terutama terjadi di Kalimantan dan Papua akibat peningkatan
permintaan global terhadap batubara seiring berkurangnya pasokan dalam negeri di
Tiongkok. Selain itu, kinerja pertambangan mineral tembaga di Papua meningkat pasca
perbaikan mesin produksi, sehingga produsen mengoptimalkan produksi untuk mengejar
target dan kuota ekspornya.
SUMATERA
JAWA
4,44
5,75
4,11
5,32
3,88
I
KALIMANTAN
1,42 1,18
5,57
I
II
III
2016
I
II
III
2016
BALINUSRA
7,09 7,29
2,06
II
III
2016
I
SULAMPUA
5,04
7,09 7,29
II
III
2016
I
KTI
5,04
7,09 7,29
II
III
2016
I
ACEH
2,22
SUMUT
5,28
KEP. RIAU
4,64
RIAU
1,11
KALBAR
5,71
KALTIMRA
0,23
JAMBI
4,03
SUMSEL
4,78
KEP.
BABEL
3,83
SUMBAR
4,82
DKI
JAKARTA
5,75
BENGKULU
5,19
SULBAR
5,97
KALTENG
6,02
JATENG
5,06
KALSEL
3,46
BANTEN
5,35
PDRB ≥ 7,0%
JABAR
5,76
DIY
4,68
6,0% ≤ PDRB < 7,0%
JATIM
5,61
PAPBAR
3,88
PAPUA
20,65
GORONTALO
6,98
MALUKU
5,68
SULSEL
6,82
BALI
6,17
LAMPUNG
5,26
II
III
2016
Nasional :
• Q2’16: 5,19%
• Q3’16: 5,02%
MALUT
5,56
SULUT
6,01
SULTENG
7,58
5,04
SULTRA
5,95
NTT
5,14
NTB
3,47
5,0% ≤ PDRB < 6,0%
4,0% ≤ PDRB < 5,0%
0% ≤ PDRB < 4,0%
PDRB < 0%
Gambar 2.1
Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III 2016
2.3. Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan
III-2016 mencatat peningkatan surplus,
ditopang oleh menurunnya defisit transaksi
berjalan dan meningkatnya surplus transaksi
modal dan finansial. Surplus NPI tercatat
sebesar 5,7 miliar dolar AS, meningkat
signifikan dibandingkan dengan surplus
sebesar 2,2 miliar dolar AS pada triwulan
sebelumnya (Grafik 2.13). Perkembangan ini
menunjukkan semakin baiknya keseimbangan
eksternal perekonomian dan turut menopang
berlanjutnya stabilitas makroekonomi.
Penurunan defisit transaksi berjalan didorong
oleh perbaikan neraca perdagangan barang
dan jasa. Defisit transaksi berjalan menurun
Miliar Dolar AS
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20
Transaksi Modal dan Finansial
Transaksi Berjalan
Neraca Keseluruhan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3**
2011
2012
2013
2014
* angka sementara
** angka sangat sementara
2015
2016
NPI triwulan III
2016 mencatat
peningkatan
surplus yang
signifikan,
ditopang oleh
menurunnya
defisit transaksi
berjalan dan
meningkatnya
surplus transaksi
modal dan
finansial.
Grafik 2.13
Neraca Pembayaran Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
17
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
dari 5,0 miliar dolar AS (2,2% PDB) pada triwulan II-2016 menjadi 4,5 miliar dolar AS (1,8%
PDB) pada triwulan III-2016 (Grafik 2.14). Penurunan tersebut ditopang oleh kenaikan
surplus neraca perdagangan nonmigas sejalan dengan meningkatnya harga ekspor
komoditas primer dan menurunnya impor nonmigas, serta menyempitnya defisit neraca
perdagangan migas seiring dengan meningkatnya ekspor gas (Grafik 2.15). Selain itu,
defisit neraca jasa juga menurun terutama karena surplus neraca jasa perjalanan yang
meningkat pada triwulan laporan.
Miliar Dolar AS
14
10
6
2
-2
-6
-10
-14
-18
-22
-26
Miliar dolar AS
Persen
3
1
-1
Neraca Pendapatan Sekunder
Neraca Perdagangan
Transaksi Berjalan
Neraca Pendapatan Primer
Neraca Jasa
CA/GDP (%) (rhs)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2*Q3**
2011
2012
2013
2014
2015
* angka sementara
** angka sangat sementara
Grafik 2.14
Neraca Transaksi Berjalan
2016
11
Neraca Nonmigas
Neraca Migas
Neraca Perdagangan
9
7
-3
5
-5
3
-7
1
-9
-1
-11
-3
-13
-5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3**
2011
2012
2013
2014
2015
2016
* angka sementara
** angka sangat sementara
Grafik 2.15
Neraca Perdagangan Triwulan III 2016
Surplus transaksi modal dan finansial terus
meningkat, didukung oleh sentimen positif
terhadap prospek perekonomian domestik
15
dan meredanya risiko global. Surplus transaksi
10
modal dan finansial pada triwulan III-2016
5
mencapai 9,4 miliar dolar AS, lebih besar
0
dibandingkan dengan surplus pada triwulan
-5
II-2016 sebesar 7,6 miliar dolar AS maupun
-10
Investasi Portofolio
Investasi Langsung
surplus pada triwulan I-2016 sebesar 4,4
-15
Investasi Lainnya
Transaksi Modal dan Finansial
miliar dolar AS (Grafik 2.16). Peningkatan ini
-20
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2*Q3**
terutama ditopang oleh aliran masuk modal
2011
2012
2013
2014
2015
2016
* angka sementara ** angka sangat sementara
investasi langsung yang meningkat signifikan
menjadi 5,2 miliar dolar AS, dipengaruhi oleh
Grafik 2.16
neto penarikan utang korporasi antar-afiliasi
Neraca Transaksi Modal dan Finansial
pada triwulan III-2016 setelah pada triwulan
sebelumnya mencatat neto pembayaran
utang. Di samping itu, meski menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, surplus
investasi portofolio masih tercatat dalam jumlah yang besar, didukung oleh sentimen
positif terkait implementasi Undang-Undang Pengampunan Pajak yang berjalan dengan
baik. Surplus investasi portofolio terutama berasal dari pembelian SBN rupiah dan saham
oleh investor asing yang meningkat serta net inflows dari penjualan surat utang asing oleh
penduduk. Selain itu, defisit investasi lainnya tercatat lebih rendah ditopang oleh neto
penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan neto penarikan simpanan penduduk di
luar negeri.
Miliar Dolar AS
18
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Perkembangan NPI tersebut pada gilirannya memperkuat cadangan devisa. Posisi
cadangan devisa meningkat dari 109,8 miliar dolar AS pada akhir triwulan II-2016 menjadi
115,7 miliar dolar AS pada akhir triwulan III-2016. Jumlah cadangan devisa tersebut cukup
untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama
8,5 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional.
2.4. Utang Luar Negeri
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan III-2016 tercatat sebesar USD325,3
miliar atau tumbuh 7,8% (yoy). Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang tumbuh
8,7% (yoy), sementara ULN jangka pendek tumbuh 1,8% (yoy). Berdasarkan kelompok
peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sementara pertumbuhan
tahunan ULN sektor swasta terus menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN
terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir triwulan III 2016 tercatat sebesar 35,7%,
turun dari 36,9% pada akhir triwulan II-2016.
Pertumbuhan
utang luar negeri
(ULN) swasta pada
triwulan III-2016
terus menurun.
Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN jangka panjang.
Posisi ULN berjangka panjang pada akhir triwulan III-2016 mencapai USD283,5 miliar
(87,2% dari total ULN) atau tumbuh 8,7% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan
II-2016 yang sebesar 8,2% (yoy). Sementara itu, posisi ULN berjangka pendek pada akhir
triwulan III-2016 tercatat sebesar USD41,8 miliar (12,8% dari total ULN) atau tumbuh 1,8%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2016 yang tercatat turun 3,0% (yoy). Meski
utang jangka pendek meningkat, rasionya terhadap cadangan devisa turun menjadi
sebesar 35,5% pada triwulan III-2016 dari 37,8% pada triwulan sebelumnya sejalan dengan
meningkatnya posisi cadangan devisa.
Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia sebagian besar terdiri dari ULN
sektor swasta. Pada akhir triwulan III-2016, posisi ULN sektor swasta mencapai USD163,1
miliar (50,1% dari total ULN), sementara posisi ULN sektor publik sebesar USD162,2 miliar
(49,9% dari total ULN). ULN sektor swasta turun 2,7% (yoy) pada triwulan III-2016, lebih
dalam dibandingkan dengan penurunan pada triwulan sebelumnya sebesar 2,3% (yoy),
sementara ULN sektor publik tumbuh meningkat menjadi 20,8% (yoy) pada triwulan
III-2016 dari triwulan sebelumnya sebesar 17,9% (yoy).
Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada akhir triwulan III-2016 terkonsentrasi
di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih.
Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,6%. Bila
dibandingkan dengan triwulan II-2016, pertumbuhan tahunan ULN sektor industri
pengolahan dan sektor listrik, gas & air bersih melambat. Sementara itu, pertumbuhan
tahunan ULN sektor pertambangan dan sektor keuangan masih mengalami kontraksi.
Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada triwulan III-2016 masih cukup
sehat, namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan,
Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara
optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang
dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
19
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.5. Nilai Tukar Rupiah
Penguatan Rupiah
terus berlanjut
pada triwulan
III-2016 didukung
sentimen positif
dari domestik dan
eksternal.
Penguatan Rupiah terus berlanjut pada triwulan III-2016. Selama triwulan III-2016, nilai
tukar rupiah secara rata-rata menguat sebesar 1,39% dan mencapai level Rp13.130 per
dolar AS. Secara point to point (ptp), rupiah menguat sebesar 1,24% dan mencapai level
Rp13.051 (Grafik 2.17).
Terus berlanjutnya penguatan Rupiah pada triwulan III 2016 didukung oleh sentimen
positif dari domestik dan eksternal. Dari sisi domestik, penguatan rupiah didukung oleh
sentimen positif perekonomian domestik, seiring dengan kondisi stabilitas makroekonomi
yang terjaga dan implementasi UU Pengampunan Pajak yang berjalan dengan baik. Dari
sisi eksternal, penguatan rupiah terkait dengan meredanya risiko global, sejalan dengan
semakin jelasnya arah kebijakan the Fed terkait FFR.
Pergerakan nilai tukar rupiah cenderung stabil yang tercermin dari volatilitas yang
menurun. Pada triwulan III 2016, volatilitas nilai tukar rupiah tercatat relatif lebih rendah
dibandingkan beberapa negara peers (Grafik 2.18).
Tw.III-2016 vs Tw.II-2016
ZAR
KRW
THB
INR
IDR
EUR
CNY
BRL
MYR
PHP
TRY
-6,00
0,05
-2,65
-3,90
%
7,87
7,17
30,0
20,0
15,0
7,98
10,0
-1,08
-1,20
-2,49
-4,00 -2,00
Q2-16
Q3-16
25,0
1,24
1,39
0,80
-1,14
-0,36
-1,93
-1,51
-2,69
1,59
1,34
1,37
4,60
4,09
Point-to-point
-0,00
-2,00
-4,00
5,0
Average
-6,00
-8,00
-10,00
%
0,0
ZAR
BRL KRW TRY MYR PHP
IDR
SGD
INR
THB
Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah
Grafik 2.17
Nilai Tukar Kawasan Triwulanan
Grafik 2.18
Volatilitas Nilai Tukar (Triwulanan)
Ke depan, Bank Indonesia akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar
sesuai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar. Sejumlah
faktor eksternal, seperti dinamika prospek kenaikan suku bunga lanjutan di AS dan
gambaran lengkap arah kebijakan ekonomi AS pasca terpilihnya Presiden AS yang baru
tetap perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap perkembangan nilai tukar rupiah.
2.6. Perkembangan Pasar uang rupiah dan pasar valas
2.6.1 Perkembangan Pasar Uang
Secara keseluruhan, volume transaksi pasar uang rupiah pada triwulan III-2016 relatif stabil
dengan kenaikan terbatas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume rata-rata
harian (RRH) transaksi pasar uang rupiah sebesar Rp14,85 triliun per hari, naik sekitar 3%
dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp14,37 triliun per hari.
Relatif stabilnya volume transaksi pasar uang sejalan dengan kondisi likuiditas di pasar
uang yang cenderung likuid pasca perayaan Idul Fitri. Di tengah kondisi demikian,
volume transaksi pasar repo terus meningkat seiring dengan bertambahnya bank yang
berpartisipasi dalam transaksi repo antarbank.
20
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Pada triwulan III-2016, RRH volume transaksi PUAB (uncollateralized) relatif stabil
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan turun tipis sebesar Rp505 miliar per
hari atau sekitar 4% menjadi Rp12,24 triliun per hari. Transaksi masih cenderung didominasi
oleh tenor overnight (O/N), yakni sekitar 62% dari total transaksi, diikuti tenor 1 minggu
sekitar 18% dari total transaksi (Grafik 2.19).
Sejalan dengan pergerakan volume tersebut, frekuensi transaksi dan jumlah pelaku juga
relatif sama dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III-2016, frekuensi
transaksi tercatat sebanyak 150 transaksi dari triwulan sebelumnya sebanyak 157 transaksi.
Jumlah pelaku yang bertransaksi PUAB sebanyak 97 bank dari triwulan sebelumnya 99
bank.
Pada periode yang sama, suku bunga PUAB cenderung menurun seiring dengan
berlanjutnya penurunan sikap (stance) kebijakan moneter Bank Indonesia. Namun
demikian, penurunan suku bunga PUAB cenderung terbatas seiring dengan upaya Bank
Indonesia untuk menjaga pergerakan suku bunga PUAB O/N berada di sekitar suku bunga
kebijakan (BI-7 day reverse repo rate).
Selama triwulan III-2016, suku bunga RRH PUAB tenor overnight (O/N) berada di level 4,76%,
turun sebesar 39 basis poin dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada di
sekitar 4,88%. Sedangkan suku bunga RRH tenor 1 minggu berada di level 5,3%, turun
sebesar 42 basis poin dari triwulan sebelumnya sebesar 5,49% (Grafik 2.20).
Rp Triliun
14
180
12
160
10
140
8
120
6
100
4
80
2
-
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
2014
2015
RRH Volume: ON
RRH Volume: > 1 mgg
RRH Volume: 2-4 hr
Jlh Bank Pelaku (rhs)
60
2016
RRH Volume: 1 mgg
RRH Frekuensi (rhs)
Grafik 2.19
Perkembangan Transaksi PUAB
%
10
9
8
7
6
5
4
PUAB ON
LF Rate
PUAB 1 mgg
BI Rate
DF Rate
PUAB 1 bln
02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep
2014
2015
2016
Grafik 2.20
Perkembangan Suku Bunga PUAB
Aktivitas transaksi repo pada triwulan III-2016 mengalami kenaikan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Volume RRH transaksi repo naik sekitar 70% dari Rp725 miliar per
hari menjadi Rp1,23 triliun1. Pada triwulan III-2016, terdapat transaksi repo dengan tenor di
atas 1 tahun dengan nilai RRH Rp67,35 miliar per hari (Grafik 2.21).
Peningkatan aktivitas transaksi repo tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia untuk
mengembangkan pasar repo ke depan. Pelaku pasar yang berpartisipasi dalam transaksi
repo untuk pengelolaan likuiditasnya terus bertambah menjadi 27 bank. Sejalan dengan
peningkatan volume transaksi, frekuensi transaksi meningkat menjadi 266 transaksi dari
sebelumnya triwulan sebelumnya sebanyak 174 transaksi.
1
Perhitungan berdasarkan tanggal setelmen.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
21
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Sementara itu, suku bunga repo cenderung bergerak searah dengan suku bunga PUAB.
Hal ini seiring dengan penurunan sikap kebijakan moneter Bank Indonesia, dengan
kecenderungan bergerak di bawah suku bunga PUAB (Grafik 2.22).
Rp Triliun
1,40
10,00%
> 3 bulan
3 bulan
2 bulan
1 bulan
9,50%
< 1 bulan
1,20
9,00%
1,00
8,50%
8,00%
0,80
7,50%
0,60
7,00%
0,40
6,50%
6,00%
0,20
5,50%
Tw I
Tw II Tw III Tw IV Tw I
2014
Tw II Tw III Tw IV Tw I
2015
Tw II Tw III
Unsecured (PUAB)
Secured (Repo)
2 22 11 04 24 14 05 26 16 06 29 19 08 29 20 09 27 18 12 01 22 14 04 22 16 03 23 19 08 29 19
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
2015
2016
Grafik 2.21
Volume Transaksi Repo (rrh)
2016
Grafik 2.22
Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan
2.6.2. Perkembangan Transaksi di Pasar Valuta Asing
Transaksi di pasar valuta asing pada triwulan III-2016 menurun tipis dibandingkan triwulan
sebelumnya, seiring dengan banyaknya dinamika yang terjadi di pasar keuangan eksternal
maupun internal. Dinamika internal salah satunya adalah diberlakukannya 7-day reverse
repo rate pada 19 Agustus 2016 dan penyelenggaraan tax amnesty. Keduanya memberikan
dampak pada pasar valas domestik dan menyebabkan terjadinya capital inflow. Dinamika
eksternal, salah satunya adalah ketidakpastian perihal kenaikan Federal reserve rate dan
ketidakpastian ekonomi di Eropa.
Pada triwulan III-2016, volume transaksi di pasar valuta asing domestik sedikit menurun
seiring dengan adanya penurunan kebutuhan transaksi oleh para pelaku pasar. Selama
periode ini, rata-rata harian transaksi valas mencapai USD4,9 miliar per hari2, menurun 3%
(qtq) dibandingkan triwulan II-2016.
$ Miliar
6,00
5,00
CCS
Forward
Spot
Option
Swap
5,1
4,6
4,9
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags Sep Okt NovDes Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags Sep
2015
2016
Grafik 2.23.
Transaksi Valas Domestik
2
22
Volume transaksi seluruh mata uang
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Penurunan transaksi tersebut disebabkan
menurunnya kebutuhan transaksi para pelaku
pasar akibat adanya capital inflow yang cukup
besar. Dibandingkan dengan transaksi pada
triwulan III-2015, transaksi valas triwulan
III-2016 naik 7% (yoy) dari USD4,6 miliar
menjadi USD4,9 miliar per hari. Transaksi spot
tumbuh 12% (yoy) dari USD2,7 miliar menjadi
USD3,13 miliar per hari.
Penurunan transaksi valas terjadi pada
instrumen derivatif swap, yakni menurun
sebesar 11% (qtq) dari rata-rata USD1,7 miliar
per hari pada triwulan II-2016 menjadi USD1,5
miliar. Transaksi spot meningkat tipis sebesar
1% (qtq), dari USD3,10 miliar menjadi USD3,13
miliar. Peningkatan paling tajam terjadi pada
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
instrumen option dan cross currency swap (CCS). Transaksi option meningkat sebesar 80%
(qtq), sedangkan CCS meningkat 74% (qtq) (Grafik 2.23).
Pada triwulan III-2016, pasar valas domestik cenderung mengalami net inflow atau arus
dana masuk lebih banyak dibandingkan arus dana keluar. Hal itu tercermin dari net jual
pelaku asing yang mencapai USD5,8 miliar, lebih tinggi dibandingkan net jual triwulan
sebelumnya sebesar USD4,3 miliar. Nasabah domestik juga cenderung melakukan net jual
hingga mencapai USD0,66 miliar, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
USD0,45 miliar. Secara total, pasar valas domestik pada triwulan III-2016 mengalami net
jual (supply) valas sebesar USD6,4 miliar, meningkat 35% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Pada triwulan III-2015, pasar valas mengalami net outflow, dengan komposisi net beli
pelaku asing sebesar USD2,25 miliar dan net beli pelaku domestik sebesar USD5,2 miliar.
Pada triwulan III-2015, pasar valas domestik mengalami net beli (demand) dengan total
USD7,5 miliar (Grafik 2.24).
Tingginya penawaran valas tersebut berasal dari aliran dana masuk oleh investor asing
sebagai dampak dari ekspektasi membaiknya kondisi ekonomi domestik dan tingginya
ekspektasi terhadap kebijakan tax amnesty. Dari sisi ekonomi global, pelaku pasar
memperkirakan belum akan dilakukan peningkatan Fed Fund Rate hingga Desember 2016.
Penurunan transaksi derivatif menyebabkan perubahan komposisi transaksi valas. Pada
triwulan III-2016, komposisi transaksi derivatif menurun 3% menjadi 37% dibandingkan
triwulan II-2016. Penurunan transaksi derivatif ini disebabkan oleh menurunnya transaksi
swap di pasar antarbank yang disebabkan tingginya keketatan likuiditas akibat adanya
pembayaran tebusan tax amnesty dan mahalnya premi swap terutama pada September
2016 (Grafik 2.25).
% Miliar
5,00
4,00
(+) Net Beli
Domestik
Asing
-5,8
3,00
2,00
1,00
0,00
-1,00
-2,00
-3,00
-4,00
(-) Net Jual
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
37%
53%
Jan Feb MarApr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags Sep
2015
Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags Sep Okt NovDes Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags Sep
2015
2016
Grafik 2.24
Net Transaksi Valas Domestik dan Asing
Apot
2016
Derivatif
Grafik 2.25
Komposisi Transaksi Valas Domestik
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan
Kondisi sistem keuangan Indonesia tetap stabil ditandai dengan Indeks Stabilitas Sistem
Keuangan (ISSK) berada pada level normal selama triwulan III-2016. Hal ini turut didukung
oleh ketahanan sistem perbankan yang terjaga, meningkatnya Kinerja pasar keuangan
serta Kinerja IKNB yang relatif baik.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
23
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan
Secara umum, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan III-2016 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, antara lain tercermin pada peningkatan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan inflow investor asing di pasar saham dan surat
berharga negara (SBN). Pengesahan UU tax amnesty memberi sentimen positif terhadap
pasar keuangan domestik.
Selama triwulan III-2016, yield SBN mengalami penurunan pada semua tenor. Hal ini
mengindikasikan meningkatnya risk appetite investor terhadap SBN. Secara sederhana, risk
appetite diartikan sebagai sikap investor untuk menerima, memantau, mempertahankan
diri, atau memaksimalkan diri melalui peluang-peluang yang ada. Penurunan yield SBN
terutama bersumber dari penurunan BI Rate dan meningkatnya permintaan terhadap
SBN, yang antara lain disebabkan oleh implementasi ketentuan OJK mengenai investasi
SBN bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB). Implementasi ketentuan tersebut
mendorong beberapa LJKNB seperti asuransi, dana pensiun, BPJS, dan lembaga penjaminan
meningkatkan portofolio investasinya di SBN.
Dibandingkan dengan triwulan II-2016, yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) pada triwulan
III-2016 menurun sebesar 0,54 bps, jangka menengah (6-10 tahun) menurun sebesar 0,48
bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) menurun sebesar 0,49 bps. Dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) menurun
sebesar 2,86 bps, jangka menengah (6-10 tahun) menurun sebesar 2,71 bps, dan jangka
panjang (11-30 tahun) menurun sebesar 2,61 bps (Grafik 2.26). Sementara itu, volatilitas
yield SBN jangka pendek dan menengah meningkat masing-masing sebesar 1,23 bps dan
0,92 bps dibandingkan triwulan sebelumnya, namun volatilitas yield pada SBN jangka
panjang menurun 0,20 bps (Grafik 2.27).
8,5
-
8
(0,10)
7,5
(0,20)
7
6,5
6
5,5
qtq (RHS)
9/30-2016
6/30-2016
5
Grafik 2.26
Yield Obligasi Negara
Jangka Pendek
Jangka Menengah
Jangka Panjang
30
25
20
(0,30)
15
(0,40)
10
(0,50)
5
(0,60)
1Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 8Y 9Y 10Y 11Y 12Y 13Y 15Y 16Y 18Y 20Y 30Y
35
0
Sep Okt Nov Des Jan FebMar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan FebMar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
2014
2015
2016
Grafik 2.27
Volatilitas Yield 20 hari
Seiring dengan meningkatnya risk appetite investor asing terhadap SBN, kepemilikan
SBN oleh asing mencatat peningkatan sebesar Rp40,99 triliun pada triwulan III-2016.
Kepemilikan asing tersebut lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat inflow
sebesar Rp37,91 triliun (Tabel 2.1).
24
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.3
Kepemilikan SBN









   





























    
          
     
                ­­­­

Pada triwulan laporan, kinerja pasar saham juga mengalami peningkatan. Hal ini
ditunjukkan dengan peningkatan IHSG sebesar 6,94% dari 5.016,65 pada akhir triwulan
II-2016 menjadi 5.364,80 pada akhir triwulan III-2016. Selama triwulan III-2016, rata-rata
perdagangan harian mencapai Rp7,96 triliun atau meningkat sebesar Rp2,13 triliun dari
triwulan sebelumnya sebesar Rp5,83 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya, rata-rata perdagangan harian triwulan III-2016 meningkat sebesar
Rp3,25 triliun (Grafik 2.28).
Peningkatan minat investor asing terhadap pasar saham domestik juga terlihat dari
kenaikan net inflow asing di pasar saham yang mencapai Rp21,43 triliun pada triwulan III2016 atau naik dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp8,91 triliun. Posisi ini juga lebih
tinggi dibandingkan triwulan III-2015 yang tercatat net outflow sebesar Rp16,9 triliun
(Grafik 2.29). Rp Miliar
9.000
6000
8.000
5000
7.000
10
5.500
Net Asing
IHSG (RHS)
4000
6.000
5.000
3000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
Rp Triliun
15
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2014
Nilai rata-rata perdagangan saham harian
2015
2016
IHSG (RHS)
Grafik 2.28
Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
2000
0
1000
-5
0
5.000
5
-10
4.500
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
2015
4.000
2016
Grafik 2.29
Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Rata-rata volatilitas pasar saham sepanjang triwulan III-2016 berada pada level 18,35%,
meningkat dibandingkan triwulan II-2016 sebesar 13,73%, namun lebih rendah
dibandingkan triwulan III-2015 yang mencapai 21,65%. Peningkatan tersebut disebabkan
menguatnya harga IHSG yang signifikan akibat sentimen positif, baik domestik maupun
regional (Grafik 2.30).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
25
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
160
45
140
40
120
35
30
100
25
80
20
60
15
40
10
20
0
IHSG (Rebased 1/1/11=100)
5
Volatilitas IHSG (RHS)
0
Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep
2014
2015
2016
Grafik 2.30
Perkembangan & Volatilitas IHSG
Pada triwulan III-2016, nilai kapitalisasi pasar
saham Indonesia mencapai Rp5.798,74
triliun, meningkat sebesar Rp411,69 triliun
(7,64%) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan triwulan III-2015,
terjadi peningkatan sebesar Rp1.428,74 triliun
(32,69%).
Di skala regional, secara triwulanan (qtq) dan
tahunan (yoy) kinerja bursa saham negaranegara Asia Pasifik sebagian besar meningkat,
termasuk Indonesia. Namun secara bulanan
(mtm), kinerja bursa saham mayoritas negara
ASEAN mengalami penurunan, kecuali
Singapura, Hong Kong, dan Korea Selatan
(Tabel 2.4).
Tabel 2.4
Perkembangan Indeks Saham Regional


­
ƒ


 
€‚€
ƒ
„„ …
†
‡
ˆ­
‡
ˆ
ƒ‡ˆ
ƒ
‡ƒˆ
‡­ˆ
‡­ƒˆ­
‡ˆƒ
‡
­ˆƒƒ
‡ƒˆƒ
‡­
ˆ­
‡ˆ
‡ˆ
‡ƒˆ
‡ˆ­
ƒ‡­ˆ

‡­­ˆ
‡­ƒˆ
‡ƒˆ­
‡ˆƒ
‡ˆ­­
‡
ƒˆ
‡­ˆ
‡­­­ˆ
‡­ˆ
‡
ˆƒ
‡ˆƒ
‡­ˆ
‡ƒˆ­
‡ƒ
ˆ
‡ƒˆ­
‡ˆƒ
‡ˆ
‡­ˆ
‡ˆ

‡ˆ
‡ƒ
ˆ
‡
ˆƒ
‡­ˆ
‡­ˆ
‡ƒƒˆƒ
‡ƒ
ˆ
‡­ˆ
‡ˆ
‡
ˆ
‡ˆ
‡­ˆ
‡ˆ­
‡­­ˆ



ƒˆƒ
ˆ­
ˆ
­
ˆ
ƒˆ
ˆ
ˆ
ˆ
ƒˆƒ
ˆƒ
ˆƒ
ˆ
ˆ­
ˆ
ˆƒ
ˆ
ˆ
ˆƒƒ
ƒˆƒ­
ˆ
ˆƒ
ˆ
ˆ
ˆƒ
ˆƒ
ˆƒ
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ­
­ˆ­
­ˆ
ƒˆ
ˆ
ˆ
‚‰Š‹Œ‰Š
1400
350
300
250
Jumlah RD (RHS)
Jumlah RD (RHS)
Jumlah RD (RHS)
1200
1000
200
800
150
600
100
400
50
200
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2013
2014
2015
2016
0
Sebagaimana pergerakan underlying assets
di pasar saham dan obligasi, kinerja reksa
dana turut mengalami peningkatan. Nilai
Aktiva Bersih (NAB) reksa dana meningkat
sebesar 4,25% dari triwulan sebelumnya
menjadi Rp322,60 triliun. Dibandingkan
dengan triwulan III-2015, NAB reksa dana
triwulan III-2016 tumbuh sebesar 28,30% (yoy).
Peningkatan kinerja reksa dana seiring dengan
pertumbuhan produk reksa dana dan unit
penyertaan (Grafik 2.31). *) data hingga Agustus 2016
Grafik 2.31
Perkembangan Industri Reksa Dana
26
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Pada triwulan III-2016, jumlah produk reksa
dana mencatat peningkatan sebesar 4,10%
(qtq), lebih kecil dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 6,54% namun lebih besar
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
dibandingkan triwulan III-2015 (3,04%). Sementara itu, unit penyertaan meningkat sebesar
3,47% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan II-2016 yang tumbuh mencapai 6,30%
(qtq) dan triwulan III-2015 mencapai 3,82% (qtq).
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan
Industri perbankan menunjukkan ketahanan yang baik didukung dengan permodalan
yang kuat dengan risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar yang terjaga.
2.7.2.1. Ketahanan Permodalan, Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit
Ketahanan permodalan industri perbankan pada triwulan III-2016 tetap kuat tercermin
dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri
perbankan tercatat sebesar 22,97%, meningkat dibandingkan triwulan II-2016 maupun
triwulan III-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 22,29% dan 20,43%.
Peningkatan CAR yang jauh di atas ketentuan minimum 8% berasal dari pertumbuhan modal
industri perbankan sebesar 2,70% (qtq). Kondisi permodalan yang tinggi memberikan ruang
bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat perlambatan perekonomian.
Pada triwulan III-2016, pertumbuhan kredit industri perbankan sedikit membaik dari
triwulan sebelumnya walaupun masih menunjukkan perlambatan seiring dengan
melambatnya perekonomian domestik. Pertumbuhan kredit tercatat sebesar 6,47% (yoy),
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2016 yang mencapai mencapai
8,89% (yoy) maupun dibanding triwulan III-2015 sebesar 11,1% (yoy).
Penurunan pertumbuhan kredit dipengaruhi perlambatan kredit modal kerja (KMK),
kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KK) yang turun masing-masing dari 7,30%,
12,03%, dan 8,84% (yoy) pada triwulan II-2016 menjadi 4,2%, 9,1%, dan 8% (yoy). Secara
umum, pertumbuhan kredit masih lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya sejalan dengan penurunan kinerja korporasi akibat perlambatan ekonomi
yang juga berdampak pada penurunan kinerja keuangan rumah tangga.
Sementara itu, risiko kredit industri perbankan menunjukkan peningkatan, namun masih
cukup jauh di bawah batas aman sebesar 5%. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross
industri perbankan pada triwulan III-2016 meningkat dari 3,05% menjadi 3,1% (Grafik 2.32).
Rasio tersebutjuga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2015 tahun sebelumnya
yang sebesar 2,71%. Dalam rangka mitigasi peningkatan risiko kredit, industri perbankan
lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru dan melakukan monitoring yang lebih ketat
terhadap kredit yang bermasalah.
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan risiko kredit terutama terjadi pada kredit KI
dan KK. Rasio NPL gross KI naik dari 3,26% menjadi 3,46% dan rasio NPL gross KK meningkat
dari 1,67% menjadi 1,71%. Sedangkan rasio NPL gross KMK sedikit turun dari 3,74% menjadi
3,73% (Grafik 2.33). Dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, terjadi
peningkatan rasio NPL gross pada KMK dan KI masing-masing sebesar 20 bps dan 4 bps
serta penurunan rasio NPL gross pada KK sebesar 1 bps.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
27
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
(%)
(%)
4,0
4,0
NPL Gross
3,5
NPL Net
3,10
3,0
3,46
3,0
2,5
2,5
2,0
1,42
1,5
1,0
1,0
0,5
0,5
Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 2.32
Rasio Non-Performing Loan
6,38
Tw 2 2015
6,0
5,0
Tw 3 2015
4,0
Tw 2 2016
Tw 3 2016
4,77
4,30
4,26
3,88
2,74
3,0
2,12
1,99
2,0
1,72
1,33
1,0
in
-la
al
Grafik 2.34
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
La
in
a
osi
aS
Jas
n
Us
ah
ia
un
n
ku
ta
ng
ga
aD
Jas
si
ga
an
Pe
n
str
uk
ag
Ko
n
Pe
rd
ri
trik
ust
Lis
an
ng
Ind
ba
am
Pe
rt
an
ian
0,0
Pe
rt
-
1,71
KMK
KI
KK
Grafik 2.33
Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
(%)
7,0
Tw 2 2015
Tw 3 2015
Tw 2 2016
Tw 3 2016
2,0
1,5
0,0
3,73
3,5
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan
risiko kredit terjadi pada sektor pertanian,
pertambangan, perdagangan, jasa dunia
usaha, dan kredit lain-lain (Grafik 2.34).
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan
penurunan permintaan terhadap komoditas
menyebabkan
penurunan
aktivitas
perdagangan terkait ekspor barang komoditas
dan pengangkutan barang komoditas.
Dalam rangka mitigasi peningkatan risiko
kredit,
Bank
Indonesia
melaksanakan
monitoring perkembangan risiko kredit
perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas
sistem keuangan. Bank Indonesia berkoordinasi
dengan otoritas terkait untuk mengevaluasi
ketahanan permodalan perbankan dalam
menyerap potensi risiko melalui pelaksanaan
stress test secara berkala.
2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan
Di tengah perlambatan ekonomi domestik, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan
pada triwulan III-2016 masih tumbuh melambat. DPK industri perbankan tumbuh sebesar
3,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-2016 dan triwulan III-2015 masingmasing sebesar 5,90% (yoy) dan 11,72% (yoy) (Grafik 2.35).
Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan terjadi pada komponen deposito, giro, maupun
tabungan. Deposito tumbuh melambat menjadi 1,1% (yoy) pada triwulan III-2016 dari 2,0%
(yoy) triwulan sebelumnya. Giro tumbuh negatif menjadi -2,7% (yoy) pada triwulan III-2016
dari 1,5% (yoy) triwulan sebelumnya. Sementara itu, tabungan melambat dari 16,3% (yoy)
menjadi 11,5% (yoy) triwulan II-2016. Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa tabungan turun dari 23,44% (yoy) pada triwulan
II-2016 menjadi 23,22% (yoy). Berbeda dengan tabungan, pangsa deposito dan giro naik
menjadi 45,72% dan 31,06% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 45,54% dan 31,02% (yoy).
28
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Kondisi likuiditas industri perbankan pada
triwulan III-2016 menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Penurunan
tersebut antara lain karena setoran tebusan
tax amnesty, namun dibandingkan periode
yang sama 2015, likuiditas industri perbankan
di triwulan III-2016 masih lebih tinggi. 18%
10,0%
14%
9,5%
9,0%
12%
8,5%
10%
8,0%
8%
6,50% 7,5%
6%
5,73% 7,0%
Pertumbuhan DPK (yoy)
Pertumbuhan DPK Adj Va (yoy)
BI 7-Day RR
BI Rate (RHS)
6,5%
Secara total, alat likuid setelah dikurangi
5,00%
4%
6,0%
pemenuhan giro wajib minimum (GWM)
3,15%
5,5%
2%
Mei Jun Sep Nov Jan Mar Mei Jun Sep Nov Jan Mar Mei Jun Sep Nov Jan Mar Mei Jun Sep
turun dari Rp930,85 triliun pada triwulan II2013
2014
2015
2016
2016 menjadi Rp928,12 triliun pada triwulan
laporan (Grafik 2.36). Selain itu, penurunan
kondisi likuiditas ditunjukkan oleh turunnya
Grafik 2.35
rasio alat likuid (AL) terhadap non-core deposit
Pertumbuhan DPK (yoy)
(NCD) menjadi sebesar 96.64% dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 97,40% (Grafik 2.37). Risiko likuiditas
perbankan masih terjaga, tampak dari rasio AL/NCD yang berada jauh di atas ambang
batas (threshold) (50%).
Rp Triliun
Rp Triliun
(%)
800
1600
700
1400
600
1200
500
1000
400
800
300
600
200
400
100
200
0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9
2012
2013
2014
2015
2016
Primary Reserve
Tertiery Reserve
0
Secondary Reserve
Alat Likuid (Skala Kanan)
110
105
100
95
90
85
Tw l
Tw ll
Tw lll
2015
Tw lV
Tw l
Tw ll
2016
Tw lll
AL = Kas + Penempatan pd BI + Excess Reserve - GWM
NCD = 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Depcsito
Grafik 2.36
Komposisi Alat Likuid Perbankan
Grafik 2.37
Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar
Selama triwulan III-2016, perkembangan
suku bunga simpanan masih dalam tren
menurun walaupun sedikit meningkat pada
akhir triwulan III-2016. Sejalan dengan tren
penurunan suku bunga simpanan, suku bunga
kredit perbankan juga berada dalam tren
menurun. (Grafik 2.38).
Rata-rata suku bunga kredit perbankan pada
triwulan laporan turun 11 bps dari 12,39%
menjadi 12,24%. Dilihat dari segmen kredit,
rata-rata suku bunga KMK, KI dan KK pada
triwulan III-2016 masing-masing turun sebesar
22 bps, 13 bps, dan 11 bps dari triwulan I-2016
sehingga menjadi 11,62%, 13,36% dan 13,72%.
(%)
(%)
9,0
18,0
8,0
6,80
7,0
6,0
6,50
5,0
4,0
3,0
17,0
16,0
15,0
5,25
14,0
12,24
13,0
12,0
2,0
BI Rate
BI 7-Day RR
1,0
SB Dep 1bln Rp
SB Kredit Rp (RHS)
11,0
0,0
10,0
Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep
2010
2011
2012
2013
2014
2015 2016
Grafik 2.38
Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
29
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan mengalami penurunan seiring dengan
penurunan BI Rate/BI 7-Day Reverse Repo Rate (Tabel 2.5). Selama setahun, penurunan SBDK
tertinggi terjadi pada kredit ritel. Secara triwulanan, penurunan terendah pada SBDK kredit
konsumsi KPR.
Tabel 2.5
Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan
Konsumsi KPR
Konsumsi Non KPR
Kredit Korporasi
Kredit Ritel
11,21
12,05
10,90
12,19
11,09
11,91
10,72
12,09
11,00
11,87
10,74
12,07
11,09
11,88
10,72
11,92
11,07
11,83
10,77
12,08
10,83
11,68
10,49
11,72
10,73
11,38
10,45
10,72
10,60
11,27
10,33
10,67
(0,49)
(0,60)
(0,39)
(1,25)
(0,13)
(0,10)
(0,12)
(0,06)
2.7.3. Perkembangan Industri Keuangan Non Bank (IKNB)
Selama triwulan III-2016, secara umum perkembangan IKNB menunjukkan kinerja yang
relatif baik. Kinerja industri asuransi, dari sisi aset maupun investasi mengalami peningkatan,
sedangkan kinerja perusahaan pembiayaan relatif stabil.
Pada triwulan III-2016, pembiayaan oleh IKNB sedikit meningkat. Hal itu ditunjukkan
dengan tumbuhnya pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan (PP)
sebesar Rp1,15 triliun dibandingkan triwulan II-2016 (Tabel 2.6). Secara yoy, pembiayaan
oleh PP relatif stabil. Sementara itu, pembiayaan yang berasal dari pasar modal pada
triwulan III-2016 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2016, terlihat dari jumlah
emisi obligasi dan sukuk, IPO saham, dan rights issue.
Tabel 2.6
Perkembangan Penyaluran Pembiayaan



 


   ­
€
ƒ
  ‚
           
         






























































„ƒ…ƒ†



†…„€



ƒ…


…‡


 


…‡ ƒ…€ƒ


†…†



‡…ˆ



ˆ…‡


…‡


…ˆ†


…‡


…€€


ƒ…„


ˆ…
 
 
ˆ…€„ ˆ…ƒˆ


‡…


‡…€


…ˆ


…


€…€
­€‚‚‚ƒƒ„…ƒ
30
€
 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Selama triwulan III-2016, kinerja industri asuransi meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Total aset industri asuransi per triwulan III-2016 sebesar Rp906 triliun,
meningkat sebesar Rp34,2 triliun dari triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 3,92%
(qtq). Pertumbuhan terutama dipengaruhi oleh peningkatan kinerja pada produk-produk
investasi yang ditempatkan, antara lain dalam bentuk saham dan instrumen keuangan
lainnya di pasar modal (Grafik 2.39). Secara agregat, portofolio investasi meningkat sebesar
Rp33,7 triliun atau tumbuh 4,77% dari triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp739 triliun.
Sementara itu, rasio kecukupan premi terhadap pembayaran klaim bruto sedikit menurun
dari 155,74% pada triwulan II-2016 menjadi 152,72% pada triwulan III-2016 (Grafik 2.40).
Hal ini antara lain disebabkan pertumbuhan klaim yang relatif lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan premi, khususnya pada industri asuransi jiwa. Rp.T
%
1.000
906
872
842
900
804
788
777
766
739
800 755
705
684
641
700
636
622
81,55
610
609
600
81,15 80,89
80,77 80,75
500
80,01
400
79,79
79,49
300
200
100
Des
Mar
Jun
2014
Aset
Sep
2015
Investasi
Des
Mar
Jun
2016
Rasio Investasi/Aset(rhs)
Grafik 2.39
Aset dan Investasi Industri Asuransi
Sep*
Rp. T
83
300
82
350
81
80
79
%
170
214
189
300
150
160,25
134
88
55
50
77
-
42
131,88
Des
Mar
2014
140,17
180
155,29
Jun
155.74
155
99
143,80 145,14 71
160
136
152,72
Sep
Klaim Bruto
Des
Mar
150
140
46
2015
Premi Bruto
208
131
123
100
78
180
261
130
Jun
Sep*
120
2016
Rasio Premi/Klaim Bruto (rhs)
Grafik 2.40
Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Secara umum, kinerja perusahaan pembiayaan (PP) relatif stabil. Selama triwulan III2016, pembiayaan sedikit meningkat sebesar 0,69% (yoy) atau sebesar Rp2,56 triliun,
meskipun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,81%
(Rp3,01 triliun), dan triwulan III-2015 yang tumbuh 1,53% (Rp5,61 triliun). Adapun secara
qtq, pembiayaan pada triwulan III-2016 meningkat 0,31% atau sebesar Rp1,15 triliun
dibandingkan posisi triwulan II-2016.
Kinerja pembiayaan cenderung belum menunjukkan peningkatan berarti. Hal ini
disebabkan faktor permintaan pembiayaan yang terpengaruh oleh turunnya daya beli
masyarakat seiring dengan perlambatan ekonomi yang masih terjadi. Perlambatan
pembiayaan tersebut berdampak pada penurunan aset PP sebesar 0,39% (qtq) menjadi
Rp432,74 triliun pada posisi triwulan III-2016.
Berdasarkan jenisnya, pembiayaan PP masih didominasi oleh pembiayaan konsumen
dan sewa guna usaha dengan pangsa pembiayaan masing-masing sebesar 70,32% dan
26,59% dari total pembiayaan triwulan III-2016. Pangsa pembiayaan konsumen meningkat
dibandingkan triwulan II-2016 yang tercatat sebesar 70,04%, sedangkan pangsa sewa guna
usaha sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (26,86%).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
31
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Rp. T
Rp. T
Rp. T
300
14
246
250
200
9
150
111
246
249
246
10
10
9
11
11
263
11
11
12
115
105
100
103
100
6
99
4
50
2
-
Des
Mar
Jun
2014
Sep
Des
Mar
2015
Sewa Guna Usaha
Jun
-
Sep*
400
370
370
426
371
434
424
363
433
373
364
374
300
200
100
-
Des
Mar
2014
2016
Pembiayaan Konsumen
366
444
430
425
420
10
8
111
114
261
250
247
500
Anjak Piutang (RHS)
Aset
Jun
Sep
Des
Mar
2015
Jun
Sep*
2016
Pembiayaan
Grafik 2.41
Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 2.42
Perkembangan Perusahaan Pembiayaan
Secara umum, pertumbuhan pembiayaan PP masih relatif lambat meskipun pembiayaan
konsumen tumbuh sebesar 6,83% (yoy) pada triwulan III-2016 atau lebih tinggi dari
pertumbuhan triwulan II-2016 sebesar 4,80% (yoy). Hal ini disebabkan oleh turunnya
pembiayaan dalam bentuk sewa guna usaha sebesar 13,53% (yoy), lebih besar
dibandingkan penurunan pada triwulan II-2016 (9,68%). Penurunan tersebut dipengaruhi
oleh berkurangnya permintaan leasing, terutama dari industri yang bergerak di bidang
komoditas seiring penurunan harga beberapa komoditas.
Di tengah menurunnya kinerja pembiayaan, risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan
pembiayaan mengalami peningkatan meskipun masih berada di level yang aman (< 5%).
Hal ini tercermin dari Non Performing Financing (NPF) yang berada pada level 2,21%, sedikit
lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2016 (2,20%). Peningkatan NPF tersebut dipengaruhi
kenaikan porsi pembiayaan yang memiliki kolektibilitas diragukan. Peningkatan NPF
terbesar terjadi pada sektor pengangkutan yang mayoritas objek pembiayaannya
merupakan kapal dan truk pengangkut komoditas tambang. Kualitas pembiayaan tersebut
menurun seiring melemahnya kinerja sektor pertambangan.
%
Rp. T
3
160
NPF
2,20
2,21
Share Sumber Pendanaan per
Ags 2016
140
120
2
1,41
1,55
1,44
1,54
1,44
13%
41%
19%
100
1,55
27%
80
Pinjaman DN
Pinjaman DN
Pinjaman DN
Pinjaman DN
60
1
40
20
-
Des
2014
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
2015
Grafik 2.43
Rasio Non Performing Financing 32
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Jun
2016
Sep*
-
Pinjaman DN
Sep-15
Des-15
Pinjaman LN
Mar-16
Jun-16
SSB
Sep-16*
Grafik 2.44
Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Modal
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Selama triwulan III-2016, sumber pendanaan PP didominasi oleh pinjaman yang berasal
dari dalam negeri (40,62%), pinjaman luar negeri (26,91%), surat berharga (19,08%),
dan modal (13,38%). Porsi pendanaan dari dalam negeri sedikit menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya (41,34%), namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (37,94%). Sementara itu, porsi pendanaan dari luar negeri sedikit meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya (26,83%), namun lebih rendah dibandingkan triwulan
III-2015 (34,69%).
Pada akhir triwulan III-2016, terdapat 43 PP yang memiliki ULN dengan total outstanding
mencapai Rp94,72 triliun. Di antara 43 perusahaan tersebut, terdapat 8 (delapan)
perusahaan yang kepemilikannya terafiliasi dengan perbankan dengan porsi kepemilikan
lebih dari 20% dengan total outstanding ULN sebesar Rp27,58 triliun. Dalam rangka
memitigasi risiko nilai tukar, sebagian PP telah melakukan lindung nilai (hedging) sehingga
potensi risiko rambatan (contagion risk) terhadap bank yang menjadi induknya relatif
terbatas. Sementara itu, pembiayaan yang diberikan oleh ke-8 PP tersebut masih didominasi
oleh pembiayaan dalam rupiah sebesar Rp85,45 triliun, sedangkan pembiayaan dalam
valuta asing sebesar Rp2,36 triliun.
%
%
50
14
40
12
10
30
8
6
20
4
10
0%-10%
10,01%-12%
>12%
%
2
Des
2014
25,29
25,29
49,43
Mar
26,44
22,99
50,57
Jun
Sep
2015
24,42 22,35
29,07 30,59
46,51 47,06
Des
Mar
22,73
31,82
45,45
25,58
27,91
46,51
Jun
2016
25,00
28,57
46,43
Sep*
27,06
28,24
44,71
Grafik 2.45
Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan
-
Des
2014
Mar
Jun
Sep
2015
Des
Mar
Jun
Sep*
85
85
84
84
83
83
82
82
81
2016
ROA
3,83 3,62 3,43 3,45 3,32 3,93 3,64
ROE
14,43 12,11 12,52 12,18 11,49 12,58 11,14
BOPO (RHS) 82,62 84,27 84,87 85,08 85,35 82,97 82,71
3,77
11,83
82,90
Grafik 2.46
Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan
Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh perusahaan pembiayaan
tidak terlepas dari suku bunga kredit di dalam negeri yang relatif tinggi. Selama triwulan
III-2016, lebih dari 44% dari seluruh bank di Indonesia yang menyalurkan pinjaman kepada
perusahaan pembiayaan mengenakan suku bunga yang relatif lebih tinggi (di atas 12%).
Dari aspek efisiensi, kinerja perusahaan pembiayaan relatif stabil tercermin dari rasio biaya
operasional dan pendapatan operasional (BOPO) yang sedikit meningkat menjadi 82,90%
(triwulan III-2016) dari 82,71% (triwulan II-2016). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan
posisi yang sama tahun sebelumnya (85,08%).
Seiring dengan pembiayaan yang sedikit meningkat, profitabilitas PP (return on assets/
ROA) juga relatif membaik yaitu 3,77%, sedikit lebih tinggi dari triwulan II-2016 (3,64%) dan
periode yang sama tahun sebelumnya (3,45%). Selain itu, renturn on equity (ROE) sedikit
meningkat menjadi sebesar 11,83% dibandingkan triwulan II-2016 sebesar 11,14%, namun
lebih rendah dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya (12,18%).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
33
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga)
2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi
Secara umum, kinerja korporasi pada triwulan III-2016 mengalami perlambatan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari indikator utama
kinerja korporasi publik seperti return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan inventory
turn over yang memburuk. Di sisi lain, tingkat utang (debt to equity ratio) sedikit menurun
yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah utang korporasi.
Tabel 2.7
Kinerja Korporasi Publik Tw II-2015 dan Tw II-2016


­
ƒ


„
€
…
†
‡
ˆ‰


  ­
‹ ƒŠ‹ ‹ ­€‹  Š € Š € €ƒ   € „Š
­‹ ­‹ ‹ „‹ ­ ­ ­„ ­Š €€ Š€ „„ Š ­ ƒ
‹ „­‹ ­‹ ‹  €  €­ Šƒ ƒ ­ ­ ƒŠ ƒ€
„‹ ƒ€‹ „­‹ „‹ € ƒ„  Š­  €    „­Š
ƒ€‹ ƒ„‹ €Š‹ ŠŠ‹ „    „Š €­ €­ „ „„ „
‹ €‹ ­‹ ƒ„‹ €„ € ƒ „­   € ƒ€ „­ ­„
ƒ‹ ƒ„‹ ­„‹ Š‹  „ € „ Šƒ Š­ ­Š ­ € Š
ƒƒ„‹ ­­‹ €„‹ ƒŠ‹  Š„   ƒ ­  Š­ „ƒ Š
 ­€
‚
% qtq
% SBT
5,0
25,0
4,02
4,0
18,40
3,0
2,0
13,20
1,0
0,0
-1,0
-0,36
-1,83
20,0
15,0
10,0
Penurunan kegiatan usaha pada triwulan
III-2016 juga tercermin dari Hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia.
Hasil survei itu menginformasikan nilai Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 13,20%, lebih
rendah dari triwulan II-2016 yaitu sebesar
18,40%.
Perkembangan tersebut sejalan dengan
pertumbuhan kredit pada sektor korporasi
-3,0
0,0
l ll lll lV l ll lll lV l ll lll lV l ll lll lV*
yang mengalami penurunan. Kredit sektor
2013
2014
2015
2016
Nilai SBT SKDU (sb. Kanan)
Pertumbuhan PDB (sb. Kiri)
korporasi pada triwulan III-2016 tumbuh
*) Perkiraan
sebesar 1,28% (qtq) dengan posisi nominal
sebesar Rp2.042,61 triliun. Pertumbuhan
Grafik 2.47
tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan
Kegiatan Dunia Usaha Tw III-2016
II-2016 sebesar 6,12% (qtq). Perlu diwaspadai,
bahwa peningkatan kredit pada sektor korporasi diiringi oleh peningkatan rasio NPL. Pada
triwulan III-2016, rasio NPL mencapai 3,59% atau sedikit meningkat dibandingkan periode
sebelumnya yaitu sebesar 3,56%.
-2,0
5,0
5,80
3,02
0,34
2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan III-2016 menunjukkan penurunan yang
ditunjukkan oleh menurunnya optimisme konsumen dibandingkan triwulan sebelumnya.
Meski demikian, optimisme tersebut masih lebih kuat dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Menurunnya optimisme konsumen juga diakibatkan oleh menurunnya
34
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Sementara itu, penurunan
ekspektasi konsumen terutama dipicu oleh ekspektasi kenaikan harga pada kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan kelompok bahan makanan pada akhir
2016. Kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan III-2016 mencapai Rp955,43 triliun
atau tumbuh 1,21% (qtq). Pertumbuhan kredit tersebut menurun dibandingkan triwulan
II-2016 yaitu sebesar 2,35% (qtq). Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit terutama ditujukan untuk keperluan multiguna
(41,79%) dan pemilikan rumah (39,95%), kemudian diikuti oleh kredit kendaraan bermotor
(12,53%), kredit rumah tangga lainnya (5,34%), dan kredit pemilikan peralatan rumah
tangga (0,39%).
Pertumbuhan kredit rumah tangga disertai dengan peningkatan risiko kredit sektor
rumah tangga. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya rasio NPL gross dari 1,75%
pada triwulan II-2016 menjadi 1,80% pada triwulan III-2016. Rasio NPL gross seluruh jenis
penggunaan kredit sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL
agregat sebesar 3,10%.
(Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota)
RT Lainnya
140,0
5,34%
130,0
120,0
113,3
OPTIMIS
110,0
110,5
100,0
Kenaikan
Harga BBM
80,0
70,0
106,7
Multiguna
42,21%
41,79%
PESIMIS
90,0
112,5
111,6
110,0
Penurunan
Harga BBM
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Kekayaan Konsumen (IKK)
Jun
2016
39,95%
40,22%
0,37% 12,46%
Penurunan Penurunan harga BBM,
Harga BBM gas, dan tarif listrik
2014
Perumahan
4,74%
2016
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
JKK Triwulan
Grafik 2.48
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Survei Konsumen Juni
2016, Bank Indonesia
0,39%
12,53%
Peralatan RT Kendaraan
Sep
2016
Grafik 2.49
Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga
Menurut Jenisnya
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
Pada triwulan III-2016 (Agustus 2016), penyaluran kredit UMKM membaik dibandingkan
dengan triwulan II-2016. Baki debet kredit UMKM mencapai Rp824,5 triliun, atau sebesar
19,7% terhadap total kredit perbankan. Sedangkan pertumbuhan kredit UMKM sebesar
9,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II-2016 yang tercatat sebesar 8,3% (yoy).
Peningkatan tersebut diindikasikan karena mulai meningkatnya kebutuhan pembiayaan,
penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) skema baru, dan tren penurunan suku bunga kredit.
Menurut klasifikasi usaha, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terutama didorong
oleh usaha mikro yang tumbuh menjadi 15,8% (yoy), mengalami percepatan pertumbuhan
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 12,5% (yoy). Pertumbuhan positif juga dialami oleh
kredit usaha kecil dan menengah yang masing-masing sebesar 14,3% (yoy) dan 4,1% (yoy)
(Grafik 2.50).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
35
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
50%
40%
30%
15,8%
14,3%
20%
9,6%
10%
6,6%
4,1%
0%
-10%
Jan
Jun
Jan
Jun
Jan
Jun
Jan
Jun
Menurut sektor ekonomi, meningkatnya
kredit UMKM terutama didorong oleh sektor
perdagangan yang tumbuh sebesar 13,0% (yoy).
Sektor lainnya yang mengalami peningkatan
akselerasi pertumbuhan kredit UMKM adalah
sektor konstruksi dan transportasi, yang
masing-masing tumbuh menjadi 13,2% (yoy)
dan 6,5% (yoy), dari 8,0% (yoy) dan -1,7%(yoy)
pada triwulan sebelumnya.
Jan
Meskipun secara umum kredit UMKM
meningkat,
beberapa
sektor
masih
mengalami perlambatan, di antaranya industri
pengolahan dan perikanan yang masingGrafik 2.50
masing melambat menjadi 5,2% (yoy) dan
Pertumbuhan Kredit UMKM (%,YoY)
9,1% (yoy), dibandingkan 5,3% (yoy) dan 10,6%
(yoy) pada triwulan II-2016. Di samping itu,
terdapat 1 sektor yang masih mengalami penurunan penyaluran kredit UMKM, yaitu jasa
kemasyarakatan yang turun sebesar 18,3% (yoy).
2013
2014
2015
Growth Kredit Usaha Mikro
Growth Kredit Usaha Menengah
2016
2017
Growth Kredit Usaha Kecil
Growth Kredit UMKM
Mayoritas kredit UMKM diserap oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa
sebesar 52,9% terhadap total kredit UMKM perbankan triwulan III-2016. Secara spasial,
penyaluran kredit UMKM masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (57,9%) yang merupakan
pusat aktivitas perekonomian nasional. Sebagian besar kredit UMKM merupakan kredit
usaha menengah (46,7%), diikuti oleh usaha kecil (30%) dan usaha mikro (23,3%). Dari sisi
jumlah rekening penerima kredit, sekitar 85,3% dari total rekening penerima kredit UMKM
adalah usaha mikro.
7,00%
5,48%
6,00%
5,38%
5,00%
4,78%
4,00%
3,20%
3,00%
2,69%
2,00%
NPL_Mikro
NPL_UMKM
1,00%
0,00%
Des
Des
2013 2014
Mar
NPL_Kecil
NPL_Total
Jun
Sep
2015
Des
NPL_Menengah
Mar
Jun
2016
Ags
Membaiknya pertumbuhan kredit UMKM pada
triwulan III-2016 disertai dengan menurunnya
kualitas kredit. Rasio non performing loan
(NPL) kredit UMKM mengalami peningkatan
menjadi sebesar 4,78%, dibandingkan
triwulan II-2016 yang sebesar 4,58%. Masih
menurunnya kondisi UMKM diindikasikan
menjadi penyebab memburuknya NPL kredit
UMKM. Oleh karena itu, sebagian bank saat
ini fokus dalam memperbaiki kualitas kredit
UMKM.
Menurut klasifikasi usaha, peningkatan
NPL kredit UMKM didorong oleh NPL usaha
Grafik 2.51
menengah yang meningkat menjadi 5,38%
NPL Kredit UMKM dari 5,01% triwulan sebelumnya. Kualitas
kredit usaha kecil juga memburuk dengan NPL
sebesar 5,48%, dibandingkan triwulan II-2016 (5,35%). Sementara itu, NPL usaha mikro
mengalami perbaikan menjadi 2,69%, dari 2,72% pada triwulan II-2016 (Grafik 2.51). 36
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Target penyaluran KUR skema baru pada 2016 adalah sebesar Rp100 triliun s.d. Rp120
triliun. Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi bunga sebesar Rp10,6 triliun pada
APBN 2016. Sampai dengan triwulan III-2016, penyaluran KUR telah mencapai Rp72,3
triliun atau 72,3% dari target penyaluran KUR 2016, dengan jumlah debitur sebesar 3,3 juta.
Penyaluran KUR terkonsentrasi kepada sektor
perdagangan dan pertanian di wilayah Jawa
(Grafik 2.52). Berdasarkan sebaran wilayah,
provinsi dengan penyerapan KUR terbesar
adalah Jawa Tengah (Rp13,2 triliun), Jawa Timur
(Rp10,6 triliun), dan Jawa Barat (Rp9,2 triliun).
Sementara itu, untuk luar Jawa penyaluran
KUR tertinggi adalah di Sulawesi Selatan (Rp3,9
triliun) dan Sumatera Utara (Rp3,4 triliun).
11%
Perdagangan Besar dan
Eceran
4%
1%
16%
Dalam perkembangannya, terdapat kendala
penyaluran
KUR
yang
menyebabkan
keterlambatan pembayaran subsidi bunga KUR
dari pemerintah kepada penyalur KUR. Kendala
tersebut antara lain akibat perbedaan data
acuan antara pemerintah dengan penyalur
KUR, sehingga rekonsiliasi pembayaran tidak
dapat dilakukan. Hal ini dapat mempengaruhi
proses penyaluran KUR berikutnya.
68%
Pertanian, Perburuan dan
Kehutanan
Perikanan
Industri Pengolahan
Jasa-jasa
Grafik 2.52
Realisasi KUR berdasarkan Sektor Ekonomi
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran
Selama triwulan III-2016, penyelenggaraan sistem pembayaran berjalan aman, lancar,
dan terpelihara dengan baik. Kondisi ini merefleksikan komitmen Bank Indonesia dalam
menjalankan fungsinya di bidang sistem pembayaran. Bank Indonesia terus berupaya
untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran, baik yang diselenggarakan Bank
Indonesia maupun oleh industri. Keandalan sistem pembayaran tersebut pada akhirnya
akan berkontribusi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan perekonomian.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Bank Indonesia
Selama triwulan III-2016, penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia
berjalan dengan aman dan lancar. Hal tersebut seiring dengan pembaruan Sistem Bank
Indonesia - Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), Bank Indonesia - Scripless Securities
Settlement System (BI-SSSS) Generasi II, dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Generasi II.
Kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tercermin pada
tingkat keandalan, ketersediaan (availability), dan pelaksanaan contingency plan. Dengan
demikian, layanan sistem pembayaran Bank Indonesia tetap tersedia dan mampu
memproses seluruh transaksi peserta.
Pada triwulan III-2016, nilai transaksi mengalami penurunan sebesar 1,76% (qtq) dari
Rp28.317,11 triliun menjadi Rp27.818,31 triliun (Tabel 2.8). Penurunan nilai transaksi itu
dipicu oleh menurunnya transaksi SKNBI dan transaksi BI-RTGS untuk jenis transaksi PUAB,
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
37
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
lain-lain, dan Valas. Penurunan juga terjadi di sisi volume transaksi yang menurun sebesar
6,06% (qtq) dari 33.794,95 ribu transaksi pada triwulan sebelumnya menjadi 31.748,29 ribu
transaksi. Penurunan volume transaksi tersebut dikarenakan penurunan volume transaksi
SKNBI sebesar 8,22% (qtq) (Tabel 2.9).
Adapun perkembangan volume dan nilai transaksi dari sistem pembayaran yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sistem BI-RTGS
Selama triwulan III-2016, transaksi pada Sistem BI-RTGS mengalami peningkatan dari
sisi volume transaksi namun nilai transaksinya menurun dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Volume transaksi sistem pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem BIRTGS tercatat meningkat sebesar 39,86% (qtq) menjadi 2.131,25 ribu transaksi. Namun,
nilai transaksi Sistem BI-RTGS menurun sebesar 0,71% (qtq) menjadi Rp26.926,33 triliun.
2. BI-SSSS
Selama triwulan III-2016, nilai transaksi BI-SSSS tercatat sebesar Rp12.082,03 triliun atau
meningkat 2,59% (qtq) atau 50,54% (yoy). Sementara itu, volume transaksi menurun
sebesar 16,15% (qtq), namun masih mengalami peningkatan jika dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar 69,61% (yoy). Volume transaksi BI-SSSS pada
triwulan III-2016 tercatat sebanyak 67,46 ribu transaksi.
3. SKNBI
Penyelenggaraan SKNBI selama triwulan III-2016 tercatat mengalami penurunan
baik di sisi volume transaksi maupun nilai transaksi. Volume transaksi SKNBI tercatat
menurun sebesar 8,22% (qtq) menjadi 29.617,04 ribu transaksi dan nilai transaksi SKNBI
tercatat menurun sebesar 25,63% (qtq), namun masih mengalami peningkatan jika
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,65% (yoy).
Penurunan volume dan nilai transaksi SKNBI didorong oleh menurunnya volume dan
nilai transaksi kliring kredit/transfer dana. Penurunan ini sebagai dampak implementasi
batas bawah nominal transfer dana melalui Sistem BI-RTGS yang dikembalikan dari
Rp100 juta menjadi Rp500 juta.
38
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.8
Nilai Transaksi Pembayaran3





 ­€  ­ 
€­‚ ƒ€„­‚
„…­ 
 …€­€ƒ
‚…­ƒƒ
„ƒ­
 €
‚€ƒ­
…ƒ‚­…€
‚…­…
…­ƒ
„­
…… ­…
 €ƒ
€€­„†
­„…
€ƒ
‚­€ƒ
­€
……„­…
ƒ­
‚‚ƒ‚­†‚
ƒ€…­ƒ€
‚­„†
‚‚€­…
… ƒ…­ƒ
„­ €ƒ
ƒ‚€
……­†
‚„­ 
……†­„ƒ
­„„
…‚ƒ­ƒ
€ ­‚
†„­„†
€ƒƒ
‚ƒ€„
€‚
…‚…­€…
ƒ ­„€
‚­ ††­„ †„ ­
­
…­‚€
€„
‚­€‚‚
… …­‚†
‚„­…‚
…†…­„
„­
…€‚­„
‚€„ „­‚‚
†‚„­†
€„ ‚‚€­ ˆ
„



Š…†

ˆ
 ‚„€  €ƒƒ „ ‚­€‚  € „ „­„€‚‚
†€†­…† ‚†ƒ­„… ƒ€„­…… „ƒ ‚­… „„­…„
„ƒ„­ 
… ‚†­ ‚ƒ­‚† „…­€€ †‚ ­
‚„„­ „ †„€ ­ƒ… €„…­„ ‚†…†­…† ‚…„­ †€­ƒ
…ƒ­€€ …­† €†…­‚ €­ƒ
€­„€
††­ƒ ‚€­†ƒ †„ƒ­ƒ„ ƒ„†­ƒƒ
€­†ƒ
€„…­„ ‚­†  €­ €„ƒ­ „­ … ‚ „„­„‚ ­ … …ƒ ­‚ …ƒƒ€­…
 ‚€ ‚ƒ€ƒ­ ­­ƒ€­  €ƒ €‚
„€ƒ ‚ƒ€ €‚ƒ ­­€‚ ­€­
…ƒ‚­„
‚ ­
… ­„„
… †­
…„­†
‚€­†„
†„­€
‚­‚„
‚„­ €­…‚
……ƒ­‚
……€­‚‚
…ƒ­
…†­ƒ
†ƒ…­€
„­„ƒ
­…
„­„ƒ
„­„
„­„ƒ
€…„­
€ƒ…­†€
…ƒ­…‚
†€­‚
‚‚­€
‚„­€ƒ„  €‚ƒ ‚„€ €ƒ ‚€
†­…
†„­‚
€ƒ­€
€ƒ­
€ ­ „
†ƒ€­€…
ƒ ­ ƒ †ƒ­€€ …­„  €­†
€‚ƒ
€
€ƒ
€ 
€ ‚‚‚€ „ €‚ ­­€ ­ ­ € ­„€

‰‰
…­€ƒ‚† …­€­†
…†­ƒ ‡†‚…„­……ˆ
†­‚
…„­ ‚
†­‚
ƒ…­…„
††…­†
†­ƒ
‡ƒ‚­ƒˆ ‡­†ˆ
‡… ­„„ˆ
ƒ ­ €
‡„­‚ˆ
‚­ ‚
‚ƒ€­ ƒ„€ƒ
…‚ €‚ † €„
‡…†­€ˆ
‡……­„ˆ
‡­ˆ
‡­„„ˆ
‡†­†€ˆ
‡†ƒ­…€ˆ
‡„­„„ˆ
‡„­„‚ˆ
‡† ­€ˆ
€­„€
‚ƒ€ €
‡†­ˆ
‡†­‚ˆ
…†€­†
‚­ „
…€†
€„
… ƒ€ † …ƒ‚€ƒ†
‡Š…†

‰‰
€ ‡
„­…„‰
†„­‚†‰
­…‰
…­ €‰
ƒ­……‰
­‚‰
ƒ­…‰
€­‡
€„‚‡
­ ‰
­ „‰
­ ‰
…­ƒƒ‰
……­†…‰
€‡
…­„€‰
††­€ƒ‰
€­ƒ‡
€­‡
‚€­‡
­€ƒ‰
…†­‰
…­ ‰
€­€„‰
­„‰
­„‰
…­ƒ‚‰
€ƒ‡
€„‡
­ƒ‰
­ƒ‰
ƒ­„ƒ‰
……­††‰
‚„­€‰
‚€ „‡
­„…‰
­ ‰
‚€ƒ­‡
€ƒ‚‡
Tabel 2.9
Volume Transaksi Pembayaran4

3
4






„…†‡…
 ­­
€‚ƒ€„­­
€„…€
ƒƒ…
…€
€­ †­
†‡ 
ˆ„‡
‚€ ­…
„ƒ€ „‚… 
€††­­
‚ƒ † „†„†‰ ‡
… ‚……€­­
‚†…‚„ƒƒ…
…„ ‡‰ˆ
„„ ‰ˆ‡
„‰ˆ‡ˆ‰
 ƒ…€
€‚­ƒƒ
€ …ƒ
ƒƒ„­
€†­„
€­­€
† ‡Š ˆ„… …‡‰ˆ
‚­ „
„­††€
„‚­ƒ­­€
„ ƒ
„‚­†…
„Š„ ‰‡
†‚€„…ƒ
‚ƒƒ‚€„€…
†Š„‰‡‰ „Šˆˆ„††…‡ˆŠ
„‰Š‰‡
„„
€†
€‚­­„
€„­
ƒ „…
€€
€ ­…
Š‰‡ˆ…
ˆ„…‡ „‚­ƒ€
…€…€
‚„ƒ€„
­ƒ
‚ „†„ ˆ‡
‚…
‚ ƒ‚­†„­
ˆ„ˆ‡
„†…„‰‡Š
„Šˆ‡†
€ƒ€
ƒ  ‚„ …
ƒ…
ƒ€ €€€€
€…€­
‡‰
Š„ ……‡
‚  …
„† „‚†… ­„…
€‚ ƒ……
„…†„‰ˆˆ‡ˆ†
­‚ƒ€
‚€†‚„†­€
Š‰„†‰‡
„†ˆ„Š‡ŠŠ
„†‡‰
 €
­€ 
‚†­… €†…†
ƒ…­
„ ƒ
‚†† …Š‡ 
Š„Š‡……
ƒ‚†„††ƒ
ƒ‚€­­
ƒƒ‚…
……„„
…‚­ €„ †„…„ˆŠ‡†ˆ
€„‚ƒ€ „­
­‚ ­‚ƒ„…ƒ
Š„ˆ‰‡Š
„„… …‡ˆ…
 


„†Š ‡
€…ƒ
­ ­
­„­
ƒƒ…
€† €
€­…† …‡‰
‰„Šˆ‡…
„‚……­…ƒ
 …„
‚„ …­
ƒ€
€†‚†­ „‰Š„…‡…
­‚††€­
‚€‚„†­
Š…„…‡… „† Š„‰‡Š…
„Š‡… €„
†€
‚† † 
…€†
ƒ€
€€†
€ƒƒ­
…‡† Š„ˆ‡‰
„‚… „…
…ƒ…†
‚„€……„
†  „
€ƒ‚  €ƒ
„Š……„†‡†
 ‚€†€
‚ƒƒ‚€†­€„
 ‰„†‡…
„‰„ˆ‡‰
„Š‡
€­†
€ƒ …
‚…ƒƒ
…ƒƒ
ƒƒ…„
€†€
€…ƒ ˆ‡† ‰„ ˆ‡†
‚€„€
…„ ­
…‚ †„ƒ
„†
€‚„„„
„Š‰Š„Š‰‡
 ‚ƒ­…†…
‚ƒ‚ƒ†­
 …„‰…‡
„‰Š„…‡…
­€‚



ˆ‡Š‰
€…ˆ‡…‚
‡†„†ˆ
„ „
‡€…­ˆ
‡†  ­ˆ
…­„…
‡ † ­ˆ
„ƒ
ƒ 
‡ƒ…†ˆ
‡€ˆ
‡„ˆ
†
‡†ˆ
…
€Š‡‚
ˆ‡ ‰
€„ †‡‚ „ˆ ‡……
‡… „ˆ ‡‚†­­ˆ
‡…†…ˆ
‡ †„ˆ
‡„ „ ˆ
‡„„„­ ˆ
‡ …„ˆ
‡ ­ˆ
‡‚…„…­…ˆ
€‚…„€
†„ˆˆ‡ˆ  …„† …‡…
ƒ„­
­‚……ƒ
­‚ „„… …­‚ƒ†€€
€„Š ‡ ‚ €†„ˆ‡Š‚
„Š †‡†  †„…‰‡Š
ƒ­€‚


Š‰‡… ƒ
€„€‰
ƒ…‰
… ‰
€…‰
… ‰
„ …‰
ƒƒ‰
 ‡ƒ
…‡ƒ
ƒ‰
…‰
‰
­„ ‰
 ‰
‡Š†ƒ
†„‰
†ƒ ‰
‡ˆ…ƒ
‡‰ƒ
ˆ‡†‰ƒ
­ …ƒ‰
„ ‰
ƒ†…­‰
€€­ ‰
…†‰
…‰
€€‰
‰‡ ƒ
‡ŠŠƒ
…‰
„­‰
ƒƒ‰
ƒ…ƒ„‰
­ ƒ‰
Š‡ˆ ƒ
„ ‰
­€­‰
‡ ƒ
‡ƒ
Total transaksi sistem pembayaran tidak memperhitungkan BI-SSSS karena transaksi BI-SSSS sudah termasuk dalam BI-RTGS.
Total transaksi sistem pembayaran tidak memperhitungkan BI-SSSS karena transaksi BI-SSSS sudah termasuk dalam BI-RTGS.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
39
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Industri
Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh industri pada triwulan III-2016 berjalan aman
dan lancar. Selama periode laporan, tercatat tidak adanya gangguan yang signifikan dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut.
Pada triwulan III-2016, volume transaksi Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
(APMK) mengalami pertumbuhan positif yaitu meningkat sebesar 0,34% menjadi
1.393.139,10 ribu transaksi. Pertumbuhan positif juga terjadi dalam nilai transaksi APMK.
Selama triwulan III-2016, tercatat nilai transaksi APMK meningkat sebesar 21,50% menjadi
Rp1.832,52 triliun. Peningkatan volume dan nilai transaksi APMK tersebut mengindikasikan
masyarakat semakin sering melakukan transaksi, khususnya dengan menggunakan kartu
ATM/Debet.
Penyelenggaraan uang elektronik pada triwulan III-2016 mengalami penurunan. Volume
transaksi uang elektronik tercatat menurun sebesar 0,78% (qtq) menjadi 168.198,20 ribu
transaksi. Hal yang sama terjadi pada nilai transaksi uang elektronik yang menurun sebesar
2,94% menjadi Rp1,72 triliun.
Selama triwulan III-2016, penyelenggaraan transaksi transfer dana mencatat penurunan.
Volume dan nilai transaksi transfer dana masing-masing sebesar turun 26,13% (qtq) dan
28,63% (qtq) menjadi 4,45 juta transaksi dan Rp13,47 triliun dibandingkan pada triwulan
II-2016 sebesar 6,02 juta transaksi dan Rp18,87 triliun (Tabel 2.10).
Penurunan volume transaksi transfer dana disebabkan menurunnya transaksi pengiriman
uang dalam negeri. Transaksi pengiriman dalam negeri memiliki pangsa volume sebesar
43,01%. Adapun penurunan nilai disebabkan menurunnya transaksi pengiriman uang dari
luar negeri ke Indonesia (incoming). Transaksi pengiriman uang incoming memiliki pangsa
nilai sebesar 68,58%.
Tabel 2.10
Transaksi Transfer Dana Triwulan III – 20165
Transaksi Transfer Dana
2015
Q-1
Q-2
Q-3
Q-4
Total
2015

2016
Q-1
Q-2

naik/(turun)
Q-3
QtQ


%naik/(turun)
YoY
QtQ
YoY
 
 
Sementara itu, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian traveler’s
cheque (TC) pada triwulan III-2016 menurun sebesar Rp3,2 triliun atau 5,32% (qtq) (Tabel
2.9). Hal ini disebabkan oleh penurunan nilai transaksi jual/beli mata uang dolar AS dan
mata uang dollar Singapura masing-masing sebesar 3,57% (qtq) dan 13,28% (qtq). Adapun
nilai transaksi mata uang dolar AS dan mata uang dollar Singapura memiliki pangsa nilai
masing-masing 47,78% dan 21,80% dari total nilai transaksi UKA.
Tabel 2.11
Transaksi UKA-TC Triwulan III – 20166
Transaksi UKA-TC
Nilai Transaksi (Rp Triliun)
5
6
40
2015
Q-1
53,5
Q-2
54,7
Q-3
59,3
Q-4
58,3
Total
2015
226,6
2016
Q-1
56,2
Q-2
60,2
Q-3
57,0
naik/(turun)
%naik/(turun)
QtQ
-3,2
QtQ
YoY
-5,32% -3,88%
YoY
-2,3
Data transaksi tidak memperhitungkan transaksi Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank yang merupakan Money Transfer
Operator.
Data transaksi Q3 bersifat data sementara mengingat data bulan September 2016 menggunakan data proxy.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran
Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia berperan aktif dalam penerapan
perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Hal tersebut tercermin dari peran
Bank Indonesia dalam mendorong industri sistem pembayaran dalam menindaklanjuti
pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran. Bank Indonesia juga menindaklanjuti
pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran yang diterima melalui telepon, surat, surat
elektronik ataupun datang langsung ke kantor Bank Indonesia.
Selama triwulan III-2016, Bank Indonesia
menerima pengaduan dan permintaan
informasi SP sebanyak 2.514 yang terdiri
atas pengaduan sebanyak 503 (20,01%) dan
permintaan informasi 2.011 (79,99%). Jumlah
pengaduan konsumen pada triwulan III2016 meningkat sebesar 2,65% (qtq) atau
bertambah 13 pengaduan bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.53).
7486
1766 5720 2477
744 1733
414
9529
9115
328
10300
9972
4263
3210 2011
2941
2514
3656
2720
2557
607
490
503
384
Rata-rata pengaduan dalam satu bulan pada
Tw l
Tw ll
Tw lll
Tw l
Tw ll
Tw lll
Tw lV
2014
2015
2016
triwulan III-2016 sebesar 168, sedangkan
permintaan
informasi
mencapai
670.
Pengaduan konsumen SP ke Bank Indonesia
Grafik 2.53
pada triwulan III-2016 didominasi oleh
Permintaan Informasi dan Pengaduan Sistem Pembayaran
instrumen kartu kredit sebanyak 370 (73,56%)
diikuti transfer dana sebanyak 62 (12,33%), dan
kartu ATM/debet sebanyak 51 (10,14%) (Grafik 2.54). Sementara itu, permintaan informasi
terkait SP ke Bank Indonesia didominasi kewajiban penggunaan rupiah di Wilayah NKRI
sebanyak 1.143 (56,8%), penyediaan dan/atau penyetoran uang 418 (20,79%), dan lainnya
sebanyak 105 (5,22%) (Grafik 2.55).
Kartu Kredit (74%)
Transfer Dana (12%)
Kartu ATM/Debet (10%)
Lainnya (2%)
Daftar Hitam Nasional (DHN) (1%)
Penyediaan dan/atau Penyetoran
Uang (0,6%)
Uang Elektronik (0,2%)
KUPVA (0%)
BI-RTGS (0%)
BI-SSSS (0%)
SKNBI (0%)
Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilayah NKRI (0%)
Grafik 2.54
Pengaduan Konsumen Sistem Pembayaran ke Bank Indonesia
Berdasarkan Instrumen
Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Wilayah NKRI (56%)
Penyediaan dan/atau
Penyetoran Uang (26%)
Lainnya (4%)
Transfer Dana (4%)
Uang Elektronik (3%)
Kartu Kredit (2%)
Daftar Hitam Nasional
(DHN) (2%)
Grafik 2.55
Permintaan Informasi Sistem Pembayaran
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
41
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.11. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
Posisi Uang kartal yang diedarkan (UYD) pada akhir triwulan III-2016 tercatat sebesar
Rp563,2 triliun atau menurun 12,3% (qtq) dibandingkan posisi akhir triwulan sebelumnya
yang mencapai Rp642,0 triliun. Penurunan tersebut sebagai dampak arus balik perbankan
ke Bank Indonesia pascaperiode Ramadan dan Idul Fitri pada triwulan III-2016 (seasonal
factor). Meskipun demikian, posisi UYD pada periode laporan tumbuh 8,7% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp518,3 triliun (Grafik
2.56) seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan transaksi masyarakat.
Dilihat dari pola siklikal uang kartal sebagai indikator pertumbuhan ekonomi, UYD terlihat
mengalami pertumbuhan7 sejak bottoming-out dari titik terendahnya pada pertengahan
2015. Perkembangan ini sejalan dengan menguatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan
III-2016 yang diperkirakan sebesar 5,18%, terutama ditopang menguatnya pertumbuhan
konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga (Grafik 2.57).
Rp Triliun
% UYD
700
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
2013
2014
2015
2016
UPK
UK 100000
UK 20000
%UYD, qtq
UK 50000
%UYD, yoy
Grafik 2.56
Uang Kartal yang Diedarkan
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
-5%
-10%
-15%
-20%
% UYD (MA 12)
% PDB
18,0
5,8
16,0
5,6
14,0
5,4
12,0
5,2
10,0
5,0
8,0
4,8
6,0
4,6
4,0
2,0
-
4,4
% UYD yoy
PDB riil (rhs)
4,2
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2013
2014
2015
4,0
2016
Grafik 2.57
Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD dan PDB Riil
Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (currency outside banks/CoB)
tercatat sebesar Rp469,6 triliun dengan pangsa 83,4%, sedangkan persediaan kas di
perbankan (cash in vault/CiV) sebesar Rp93,6 triliun dengan pangsa 16,6% dari total UYD
(Tabel 2.12). Pangsa CiV tersebut menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 20,3%. Hal ini disebabkan oleh faktor musiman (seasonal) sebagai dampak
arus balik dana perbankan ke Bank Indonesia pascaperiode Ramadan dan Idul Fitri pada
triwulan II-2016.
7
42
Pola pergerakan pertumbuhan UYD dihitung dengan menggunakan metode moving average 12 bulan untuk menghilangkan
faktor musiman (periode Ramadhan/Idul Fitri dan Natal).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.12
Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan
Nominal (Triliun Rp)
Periode
2014
2015
2016
Q-II
Q-III
Q-IV
Q-I
Q-II
Q-III
Q-IV
Q-I
Q-II
Q-III
Pangsa
Pertumbuhan qtq
Masyarakat
Bank
Jumlah
Masyarakat
Bank
Masyarakat
Bank
394,0
395,2
419,3
382,0
409,7
428,9
469,5
420,2
511,4
469,6
70,9
78,8
109,3
80,6
96,9
89,4
117,2
88,3
130,6
93,6
464,9
474,0
528,5
462,6
506,6
518,3
586,8
508,5
642,0
563,2
84,8%
83,4%
79,3%
82,6%
80,9%
82,7%
80,0%
82,6%
79,7%
83,4%
15,2%
16,6%
20,7%
17,4%
19,1%
17,3%
20,0%
17,4%
20,3%
16,6%
0,3%
6,1%
-8,9%
7,3%
4,7%
9,5%
-10,5%
21,7%
-8,2%
11,2%
38,7%
-26,2%
20,2%
-7,7%
31,1%
-24,6%
47,9%
-28,3%
Penurunan posisi UYD selama triwulan III-2016 terlihat pada jumlah uang masuk bersih (net
inflow) dari perbankan ke Bank Indonesia sebesar Rp78,6 triliun. Pada triwulan sebelumnya,
lebih banyak uang keluar (net outflow)dari Bank Indonesia ke perbankan. Pada triwulan
III-2016, dana outflow tercatat sebesar Rp119,5 triliun atau menurun sebesar 50,3% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp240,3 triliun. Sementara itu, inflow
dari perbankan tercatat sebesar Rp198,1 triliun atau meningkat sebesar 85,2% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp107,0 triliun.
Selama triwulan III-2016, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang Rupiah tidak
layak edar (UTLE) sebesar Rp54,5 triliun yang seluruhnya merupakan uang kertas (Tabel
2.13). Jumlah pemusnahan UTLE tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2016
yang tercatat sebesar Rp49,9 triliun atau meningkat 9,3% (qtq). Hal ini sejalan dengan
peningkatan jumlah inflow ke Bank Indonesia pada periode laporan sehingga jumlah uang
yang diolah oleh Bank Indonesia juga semakin meningkat.
Tabel 2.13
Indikator Pengedaran Uang
Indikator Utama
Posisi UYD akhir periode (triliun Rp)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Outflow (triliun Rp)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Inflow (triliun Rp)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Posisi Kas
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Rata-rata Outflow
Posisi Kas terhadap Outflow
Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
Nominal (triliun Rp)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
Rasio Pemusnahan thd Inflow
Lembar (miliar)
Pertumbuhan (qtq)
Pertumbuhan (yoy)
2014
Q-III
Q-IV
474,0
528,5
2,0%
11,5%
9,0%
5,7%
166,4
153,0
48,1%
-8,1%
1,7%
1,4%
157,3
98,6
64,0%
-37,3%
9,0%
13,8%
156,4
159,7
2,3%
2,1%
-3,1%
66,8%
45,6
45,6
3,4
3,5
Q-I
462,6
-12,5%
3,2%
75,0
-51,0%
-6,6%
140,9
43,0%
6,4%
282,4
76,8%
94,7%
56,3
5,0
2015
Q-II
506,6
9,5%
9,0%
148,1
97,5%
31,8%
104,2
-26,1%
8,6%
268,7
-4,8%
75,7%
56,3
4,8
Q-III
518,3
2,3%
9,4%
176,8
19,4%
6,3%
165,6
59,0%
5,3%
278,5
3,6%
78,1%
56,3
5,0
Q-IV
586,8
13,2%
11,0%
166,3
-5,9%
8,7%
99,1
-40,1%
0,6%
257,4
-7,6%
61,2%
56,3
4,6
Q-I
508,5
-13,3%
9,9%
84,1
-49,4%
12,1%
162,4
63,8%
15,2%
297,8
15,7%
5,4%
50,4
5,9
2016
Q-II
642,0
26,2%
26,7%
240,3
185,8%
62,2%
107,0
-34,1%
2,7%
172,0
-42,2%
-36,0%
50,4
3,4
Q-III
563,2
-12,3%
8,7%
119,5
-50,3%
-32,4%
198,1
85,2%
19,6%
255,9
48,8%
-8,1%
50,4
5,1
29,7
31,1%
26,4%
18,9%
1,3
25,3%
8,3%
40,9
33,3%
43,1%
29,0%
1,5
2,3%
18,3%
33,4
-18,3%
45,1%
32,1%
1,2
-21,9%
13,9%
41,9
25,3%
43,7%
25,3%
1,5
27,3%
15,8%
44,0
5,0%
43,6%
44,4%
1,7
10,0%
11,8%
57,2
29,9%
39,8%
35,2%
1,8
8,5%
18,5%
49,9
-12,7%
44,1%
46,7%
1,4
-20,9%
20,1%
54,5
9,3%
39,1%
27,5%
1,9
27,9%
20,7%
30,7
3,5%
6,0%
31,1%
1,5
13,9%
-12,2%
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
43
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Seiring dengan penurunan kebutuhan uang pada triwulan III-2016, jumlah persediaan
uang Rupiah (posisi kas) di Bank Indonesia juga meningkat dibandingkan periode laporan
sebelumnya. Pada periode akhir laporan, posisi persediaan uang Rupiah di Bank Indonesia
meningkat sebesar 48,8% (qtq) dibandingkan periode triwulan sebelumnya. Posisi
persediaan uang Rupiah Bank Indonesia tersebut mampu menjaga pemenuhan kebutuhan
uang kartal oleh perbankan dan masyarakat untuk jangka waktu 5,1 bulan ke depan.
Lembar
Rasio
180,000
25
160,000
21
140,000
20
120,000
15
100,000
80,000
10
60,000
11
11
9
40,000
10
5
20,000
-
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
2013
2014
2015
2016
-
Selama triwulan III-2016, jumlah temuan uang
Rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan
dan masyarakat maupun Kepolisian RI ke Bank
Indonesia tercatat sebesar 52.818 lembar, lebih
rendah dibandingkan triwulan II-2016 yang
sebesar 61.121 lembar. Komposisi pecahan
uang Rupiah palsu tertinggi adalah pecahan
Rp100.000 dan Rp50.000 masing-masing
sebesar 30.741 lembar (pangsa 58,2%) dan
19.538 lembar (pangsa 37,0%).
Dengan perkembangan tersebut, rasio
temuan uang Rupiah palsu selama 2016
(sampai dengan akhir triwulan III) adalah 11
Grafik 2.58
lembar uang palsu per satu juta lembar uang
Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
yang diedarkan (Grafik 2.58). Peningkatan
temuan uang palsu ini merupakan hasil dari
gencarnya sosialisasi oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar
melaporkan temuan uang palsu maupun pemasok, pemodal, dan pengedar uang palsu ke
instansi yang berwenang.
Laporan Bank
44
Penyidikan Polri
Rasio Upal per 1 juta lembar UYD
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
45
BAB III
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
Stabilitas makroekonomi tetap terjaga pada triwulan III-2016. Hal ini ditandai oleh inflasi yang
rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar rupiah yang relatif stabil.
Di tengah masih lemahnya perekonomian global, pelonggaran kebijakan moneter melalui
penurunan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) diharapkan dapat lebih memperkuat
upaya untuk memperkuat permintaan domestik guna terus mendorong momentum
pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Bank Indonesia
meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter tersebut akan memperkuat kebijakan yang
ditempuh Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui
percepatan implementasi reformasi struktural.
Di sisi lain, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan
dan kinerja pasar keuangan yang cukup kuat. Secara umum, penyelenggaraan sistem
pembayaran dan pengedaran uang Rupiah selama periode laporan berlangsung dengan baik
dan lancar.
RINGKASAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG
BANK INDONESIA TRIWULAN III-2016
1. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia menurunkan BI 7-day RR Rate sebesar 25 bps dari
5,25% menjadi 5,00%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi
4,25% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 5,75%.
2. Bank Indonesia melakukan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk
meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan
ekonomi.
3. Selama triwulan III-2016, likuiditas bersih sistem perbankan meningkat sebesar Rp43
triliun dari posisi akhir triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama berasal dari
program pengampunan pajak.
4. Selama triwulan III-2016, suku bunga instrumen operasi pasar terbuka (OPT) dan standing
facilities (SF) menurun sejalan dengan penurunan BI 7-day RR Rate sebesar 25 basis poin.
5. Pergerakan nilai tukar rupiah kembali berada pada tren penguatan yang didukung oleh
membaiknya sentimen domestik maupun global.
6. Pada triwulan III-2016, realisasi penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank
Indonesia mencapai 1,04 miliar dolar AS, terutama dari pemberi pinjaman multilateral
sebesar 988,3 juta dolar AS.
7. Untuk meningkatkan akses keuangan dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia melakukan
kegiatan penelitian dan pengembangan UMKM antara lain proyek percontohan, kajian
arah pengembangan klaster komoditas volatile food, dan pameran karya kreatif.
8. Bank Indonesia terus memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran nontunai
dengan tetap mendorong penyelenggara sistem pembayaran
9.
Di bidang pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia mampu memenuhi kebutuhan
uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai,
tepat waktu dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
10. Bank Indonesia senantiasa aktif menghadiri berbagai forum kerja sama internasional dan
regional seperti Forum G20, Forum IMF, Forum BIS, Forum ASEAN, Forum EMEAP, dan lainlain.
11. Bank Indonesia berupaya untuk menjaga harmonisasi antara instrumen komunikasi yang
dimilikinya dan tujuan komunikasi dapat lebih efektif mencapai tujuan
12. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia terus dilanjutkan dengan tetap mengusung
5 tema transformasi dan 28 Program Strategis (PS).
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1 Stabilitas Moneter
Pada triwulan III-2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga dengan baik. Hal itu tercermin
dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif
stabil. Di tengah kondisi tersebut, untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan
moneter, Bank Indonesia mengganti BI Rate dengan menggunakan BI 7-day Reverse Repo
Rate (BI 7-day RR Rate) sebagai suku bunga kebijakan terhitung mulai 19 Agustus 2016.
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia juga melakukan pelonggaran kebijakan moneter
dengan menurunkan BI 7-day RR Rate sebesar 25 bps. Pelonggaran ini diharapkan dapat
memperkuat upaya untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap
menjaga stabilitas makroekonomi. Selain itu, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi
dengan Pemerintah dalam mendorong percepatan implementasi reformasi struktural dan
menyiapkan langkah kebijakan agar implementasi UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
dapat berdampak optimal bagi perekonomian nasional.
Berbagai langkah strategis hingga triwulan III-2016 tersebut berdampak pada masih tetap
terjaganya stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan
efektivitas kebijakan moneter berikut ini.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
1. Inflasi inti (performance)
2. Realisasi inflasi (IHK) (monitoring)
Target
4,0 ± 1%
4,0 ± 1%
Pencapaian
Triwulan III-2016
3,21%
3,07%
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2016 mencatat inflasi sebesar 0,22% (mtm). Inflasi tersebut
cukup terkendali dan sesuai dengan pola historisnya. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK secara year
to date (ytd) dan tahunan (yoy) masing-masing mencapai 1,97% (ytd) dan 3,07% (yoy). Inflasi inti tetap stabil
yang tercatat sebesar 0,33 (mtm) atau 3,21% (yoy), sejalan dengan masih lemahnya permintaan domestik,
kecenderungan menurunnya harga barang input industri dari global, relatif stabilnya nilai tukar rupiah dan
ekspektasi inflasi yang terkendali. Di sisi lain, kelompok volatile food (VF) tercatat mengalami deflasi sebesar
0,09% (mtm) terutama bersumber dari koreksi harga beberapa komoditas pangan.
3. Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar
Rp/USD (DMST/DPM)
Angka Tertentu
10,17%
Pergerakan volatilitas nilai tukar Rupiah pada periode laporan masih dapat terjaga di bawah target maksimal.
Sejalan dengan penguatan dolar AS terhadap mata uang lain secara global, sepanjang triwulan I-2016.
3.1.1. Kebijakan Moneter
Bank Indonesia
menurunkan suku
bunga kebijakan
BI 7-day RR Rate
sebesar 25 basis
point (bps) pada
September 2016.
48
Pada Juli 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,50%,
dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50% dan Lending Facility sebesar 7,00%. Bank
Indonesia juga memutuskan BI 7-day RR Rate tetap sebesar 5,25% sejalan dengan rencana
reformulasi suku bunga kebijakan yang telah diumumkan pada 15 April 2016. Bank
Indonesia memandang bahwa stabilitas makroekonomi tetap terjaga, tercermin dari inflasi
yang terkendali dalam kisaran sasaran 4±1%, defisit transaksi berjalan yang membaik,
dan nilai tukar rupiah yang relatif stabil. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku
bunga juga menunjukkan perkembangan yang semakin baik, demikian pula persiapan
implementasi reformulasi suku bunga acuan, yang diberlakukan mulai 19 Agustus 2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada Agustus 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day RR
Rate sebesar 5,25%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50% dan Lending Facility
diturunkan sebesar 100 bps dari 7,00% menjadi sebesar 6,00%. Selain itu, Bank Indonesia
juga akan menjaga koridor suku bunga yang simetris dan lebih sempit, yaitu batas bawah
koridor (DF Rate) dan batas atas koridor (LF Rate) berada masing-masing 75 bps di bawah
dan di atas BI 7-Day RR Rate. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga
stabilitas makroekonomi dengan tetap memelihara momentum pertumbuhan ekonomi
domestik di tengah masih melemahnya pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia
memandang bahwa dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi yang
terkendali pada kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan yang membaik, dan nilai tukar
yang relatif stabil, maka ruang bagi pelonggaran moneter masih terbuka.
Pada September 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI 7-day RR Rate
sebesar 25 bps dari 5,25% menjadi 5,00%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar
25 bps menjadi 4,25% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Pelonggaran
kebijakan moneter tersebut sejalan dengan berlanjutnya stabilitas makroekonomi, yang
tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai
tukar yang relatif stabil. Di tengah masih lemahnya perekonomian global, pelonggaran
kebijakan moneter tersebut diharapkan dapat lebih memperkuat permintaan domestik
guna terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga
stabilitas makroekonomi. Pelonggaran kebijakan moneter tersebut diyakini akan
memperkuat kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan melalui percepatan implementasi reformasi struktural. Bank
Indonesia juga terus berkoordinasi bersama Pemerintah menyiapkan langkah kebijakan
agar implementasi UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dapat berdampak optimal bagi
perekonomian nasional.
3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar
Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi
menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank
Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar,
penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Bank Indonesia
melakukan pengelolaan moneter dan nilai tukar.
3.1.2.1. Pengelolaan Moneter
Sebagai bentuk implementasi kebijakan moneter, pengelolaan moneter dilakukan Bank
Indonesia untuk mengendalikan pergerakan sasaran operasional kebijakan moneter
(suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) tenor overnight (o/n)). Dalam pelaksanaannya,
pengelolaan moneter dilakukan melalui operasi moneter (OM) yang terdiri atas operasi
pasar terbuka (OPT) dan standing facilities (SF).
Lelang instrumen operasi pasar terbuka dilakukan untuk mempengaruhi keseimbangan
likuiditas yang tersedia di pasar uang. Dampaknya, suku bunga PUAB overnight sebagai
sasaran operasional dapat bergerak pada kisaran yang diinginkan.
Sementara itu, instrumen standing facilities yang terdiri atas deposit facility dan lending
facility berperan sebagai instrumen penyesuai kondisi likuiditas yang tersedia bagi bank,
baik ketika bank mengalami kelebihan maupun kekurangan likuiditas harian di akhir hari.
Suku bunga kedua instrumen standing facilities tersebut membentuk koridor suku bunga
yang berperan menjaga volatilitas suku bunga sasaran operasional.
Pada akhir triwulan
III-2016, posisi
operasi moneter
meningkat
seiring dengan
peningkatan
net likuiditas di
sistem perbankan.
Pelaksanaan
operasi moneter
tersebut dilakukan
pada suku bunga
yang lebih rendah
dibandingkan
periode
sebelumnya.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
49
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selama triwulan III-2016, net likuiditas (giro bank di Bank Indonesia/bank reserves) pada
sistem perbankan meningkat sebesar Rp43 triliun dari posisi akhir triwulan II-2016 (Grafik
3.1).1 Peningkatan net likuiditas tersebut terutama berasal dari program pengampunan
pajak atau tax amnesty yang melibatkan beberapa perbankan nasional sebagai bank
persepsi dan gateway. Bank-bank ini akan menampung dana yang diperoleh dari program
tersebut, baik dana tebusan maupun dana repatriasi. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kondisi net likuiditas di sistem perbankan adalah transaksi keuangan pemerintah dan jatuh
waktu instrumen operasi moneter.
Sejalan dengan peningkatan net likuiditas di sistem perbankan, operasi moneter dilakukan
dengan penyerapan sehingga posisi (outstanding) net operasi moneter pada akhir triwulan
III-2016 naik sebesar Rp43 triliun dibandingkan periode sebelumnya menjadi Rp272 triliun.
Net operasi moneter (OM) tersebut terdiri atas OM absorpsi sebesar Rp357 triliun dan OM
injeksi sebesar Rp86 triliun.
Penyerapan (absorpsi) net likuiditas di sistem perbankan terutama dilakukan melalui
instrumen Deposit Facility (31%), SBI (30%), dan SDBI (24%). Porsi ketiga instrumen tersebut
sebesar 85% dari posisi OM absorpsi, sedangkan porsi RR SBN dan SBIS masing-masing
sebesar 7% dan 3% dari posisi OM absorpsi.2 Komposisi OM absorpsi pada akhir triwulan
III-2016 sedikit berbeda dibandingkan periode sebelumnya, yaitu porsi DF cenderung
menurun (31% dari posisi OM absorpsi) (Grafik 3.2). Hal ini antara lain disebabkan oleh
upaya strategi reformulasi operasi moneter untuk mendorong lengthening maturity profile
likuiditas perbankan untuk pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter.
Rp Triliun
%
500
400
300
200
100
0
(100)
(200)
Tw I
Tw II Tw III Tw IV Tw I
2014
DF
SBIS
FASBIS
LF
Tw II Tw III Tw IV Tw I
2015
RR SBN
FF
SDBI
Repo
SBI
FX Swap
Grafik 3.1
Outstanding Operasi Moneter-Total
Tw II Tw III
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2016
Tw II
Tw III Tw IV
2014
DF
FASBIS
Tw I
Tw II
Tw III Tw IV
Tw I
2015
RR SBN
SDBI
Tw II
Tw III
2016
SBI
SBIS
Grafik 3.2
Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi
Selama triwulan III-2016, suku bunga instrumen OPT dan SF menurun sejalan dengan
penurunan BI 7-day reverse repo rate selama periode laporan. Penurunan BI 7-day reverse
repo rate sebesar 25 bps diikuti dengan penurunan suku bunga standing facilities (SF) dan
penurunan suku bunga OPT. Suku bunga deposit facility (DF) dan lending facility (LF) menjadi
masing-masing 4,25% dan 5,75%. Sedangkan suku bunga OPT masing-masing tenor untuk
1 minggu menjadi sebesar 5%, 2 minggu sebesar 5,20%, 1 bulan sebesar 5,45%, 3 bulan
sebesar 6,10%, 6 bulan sebesar 6,30%, 9 bulan sebesar 6,15% dan 12 bulan sebesar 6,25%
(Grafik 3.3).
1
2
50
Selama triwulan II-2016, net likuiditas di sistem perbankan turun Rp103 triliun.
Deposit facility termasuk FASBIS untuk bank syariah, SDBI adalah Sertifikat Deposito Bank Indonesia, RR SBN adalah Reverse Repo
dengan underlying Surat Berharga Negara, SBI adalah Sertifikat Bank Indonesia dan SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
%
bps
60
8,0
(absolut, rhs)
7,5
30-Jun-16
7,0
6,5
6,20
6,0
5,25
5,5
5,0
4,5
4,0
4,50
5,00
5,45
5,20
5,70
6,10
30-Sep-16
6,45
6,30
6,60
6,15
50
6,75
40
30
6,25
20
5,45
10
4,25
DF
1 mgg 2 mgg 1 bln
3 bln
6 bln
9 bln 12 bln
-
Grafik 3.3
Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop)
3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar
Bank Indonesia melakukan pengelolaan nilai tukar di pasar domestik secara terukur sesuai
dengan nilai fundamentalnya guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan di tengah dinamika sentimen domestik dan global. Dalam menjaga stabilitas
nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia mengoptimalkan strategi pengelolaan nilai tukar dengan
menjaga keseimbangan di pasar valuta domestik sesuai dengan kondisi fundamental.
Pada triwulan III-2016, pergerakan rupiah kembali berada pada tren penguatan yang
didukung oleh membaiknya sentimen domestik maupun global. Dari dalam negeri,
beberapa sentimen positif yang menopang penguatan rupiah berasal dari perkembangan
realisasi penerimaan tax amnesty yang meningkat, rilis data fundamental ekonomi
domestik yang sesuai ekspektasi, pencapaian lelang SUN yang mengalami over-subscribed,
dan respons pasar terhadap kebijakan suku bunga Bank Indonesia.
Dari sisi luar, beberapa sentimen positif global yang mempengaruhi penguatan rupiah antara
lain respons pelaku pasar yang positif terhadap hasil FOMC Meeting bulan September yang
mempertahankan FFR. Selain itu, keyakinan pelaku pasar terhadap kebijakan bank sentral
utama dunia lainnya mulai membaik sehingga semakin akomodatif untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi global yang mengalami perlambatan.
Namun demikian, pada pertengahan triwulan III-2016, rupiah sempat mengalami tekanan
pelemahan. Tekanan itu dipengaruhi oleh meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar
terhadap kemampuan finansial Deutsche Bank untuk memenuhi kewajiban pembayaran
denda/sanksi. Hal itu memicu kekhawatiran terhadap dampak sistemik terhadap pasar
keuangan global. Tekanan pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh pelambatan ekonomi
Tiongkok dan volatilltas harga minyak.
Kecenderungan sentimen positif, baik domestik dan global, mempengaruhi minat dan
keyakinan investor terhadap perekonomian domestik. Keyakinan investor itu menyebabkan
masuknya arus dana asing ke Indonesia dan mendorong nilai tukar Rupiah menguat 1,23%
secara point-to-point dari level Rp13.210 pada triwulan II-2016 ke level Rp13.047 pada
triwulan III-2016 (Grafik 3.4).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
51
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dari sisi regulasi, Bank Indonesia berupaya
untuk meningkatkan efektivitas transmisi
kebijakan moneter terkait kegiatan penguatan
kerangka operasi moneter. Pada triwulan
III-2016, Bank Indonesia menyempurnakan
peraturan mengenai transaksi swap lindung
nilai kepada Bank Indonesia3. Penyempurnaan
ketentuan itu merupakan bagian rangkaian
kegiatan penguatan kerangka operasi
moneter dan sebagai upaya menjaga
Sumber: Reuters – bid close
integritas dalam transaksi swap lindung nilai
kepada Bank Indonesia. Dalam hal ini, Bank
Indonesia
menyempurnakan
ketentuan
terkait sanksi (dasar perhitungan kewajiban
Grafik 3.4
Pergerakan Nilai Tukar (USD/IDR)
membayar) yang mengacu kepada suku
bunga kebijakan Bank Indonesia 7-day reverse
repo rate. Penyempurnaan ketentuan tersebut diharapkan dapat memitigasi risiko bagi
perekonomian domestik dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah
Bank Indonesia
terus memperkuat
koordinasi
dengan dengan
melibatkan
pemerintah pusat
dan pemerintah
daerah.
Bank Indonesia secara konsisten terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah RI,
di tingkat pusat maupun daerah, untuk mendukung percepatan reformasi struktural
guna stabilisasi harga dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pada aspek koordinasi
pengendalian harga, Bank Indonesia bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri, pada 4 Agustus 2016, menginisiasi Rapat
Koordinasi Nasional (Rakornas) VII Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang merupakan
forum tingkat nasional. Rakornas ketujuh ini dipimpin langsung oleh Presiden Republik
Indonesia dan diikut oleh 489 daerah, yang terdiri atas 34 TPID provinsi dan 455 TPID
kabupaten/kota.
Rakornas VII TPID menegaskan pentingnya pembenahan struktur untuk menjaga stabilitas
harga. Salah satunya untuk memastikan kesinambungan pasokan pangan dan kelancaran
distribusi pangan di daerah. Untuk itu, Rakornas tersebut mengusung tema “Memperkuat
Sinkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah guna Mempercepat Pembangunan Infrastruktur
dan Pembenahan Tata Niaga Pangan”.
Pada Rakornas VII TPID, Presiden RI menegaskan beberapa hal yang harus ditindaklanjuti
oleh pemangku kebijakan di daerah dan pusat sebagaiberikut:
1. Pemerintah daerah perlu memberi perhatian tidak hanya pada pencapaian
pertumbuhan ekonomi namun juga pengendalian inflasi.
2. Pemerintah daerah harus mempercepat realisasi APBD untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah dan dalam rangka pengendalian harga.
3. Pemerintah daerah agar merumuskan terobosan kebijakan yang diperlukan untuk
mendukung pengendalian harga disertai alokasi anggaran yang memadai.
Pemerintah daerah agar lebih cepat tanggap untuk mengatasi masalah infrastruktur
distribusi pangan daerah dan segera melakukan perbaikan yang diperlukan. Pemerintah
3
52
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/13/PBI/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/
PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang berlaku sejak 19 Agustus 2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
daerah agar mengoptimalkan koordinasi antarpemangku kepentingan di daerah untuk
stabilisasi harga. Untuk itu, pemerintah daerah perlu segera membentuk forum TPID,
khususnya bagi daerah yang belum memiliki TPID. Bersama-sama penegak hukum,
pemerintah daerah harus melakukan monitoring kewajaran stok pangan di gudanggudang secara berkala.
Pemerintah akan memperkuat kebijakan untuk memastikan ketersediaan dan
keterjangkauan pangan bagi masyarakat. Penguatan itu dilakukan antara lain dengan
tiga cara. Pertama, mengoptimalkan peran Bulog dalam pengelolaan stok pangan.
Kedua, melanjutkan dan memperluas program tol laut disertai pembangunan sarana dan
prasarana transportasi pendukung yang diperlukan. Ketiga, mempertimbangkan berbagai
aspek dalam hal impor perlu dilakukan agar tidak berimplikasi pada berkurangnya
insentif masyarakat untuk berproduksi. Secara periodik, Bank Indonesia dan pemerintah
juga berkoordinasi untuk membahas lebih lanjut isu struktural yang terkait langsung
dengan agenda prioritas pembangunan pemerintah. Pada 12 Agustus 2016, Bank
Indonesia menginisiasi rapat koordinasi di Batam untuk membahas lebih dalam strategi
pengembangan sektor maritim dan pariwisata. Akselerasi pembangunan di sektor maritim
dan pariwisata diperlukan guna mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif. Di sisi
lain, langkah tersebut akan berdampak positif bagi perbaikan neraca jasa nasional.
Rapat koordinasi tersebut diikuti oleh Gubernur Bank Indonesia, Anggota Dewan Gubernur
Bank Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Maritim, Menteri Pariwisata, dan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Rapat koordinasi juga dihadiri
Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, dan Wakil Gubernur
Provinsi Sumatera Barat.
Rapat koordinasi di Batam menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang akan
diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang konsisten dan bersinergi, sebagai berikut:
1. Menerapkan kebijakan satu peta dan satu desain kapal (one map and one ship design
policy) untuk mendukung berkembangnya industri perkapalan sebagai backbone
industri maritim/ Pada gilirannya, kebijakan ini dapat memainkan perannya sebagai
fondasi pengembangan industri perikanan, industri pelayaran, dan industri pariwisata.
2. Mengintegrasikan strategi pengembangan infrastruktur logistik dengan pengembangan
wilayah untuk mendukung konektivitas antarwilayah industri, permukiman, dan simpulsimpul transportasi perdagangan ekspor impor atau antar pulau. Strategi tersebut
antara lain akan dikembangkan dalam buku putih pengembangan kemaritiman.
3. Memperkuat sinergi dan strategi kebijakan karena pengembangan maritim bersifat
lintas sektor yang mencakup perkapalan, pelayaran, perikanan, dan pariwisata.
4. Memperkuat asas cabotage dengan penerapan program beyond cabotage secara
bertahap, termasuk menjajaki skema insentif fiskal yang diperlukan. Langkah ini
sebagai bagian dari upaya mendorong industri pelayaran nasional dan mengurangi
defisit neraca jasa.
Memperkuat strategi pengembangan industri dan komoditas unggulan daerah dan
nasional. Strategi ini untuk mendukung pengembangan industri maritim sehingga
mampu saling mengisi dengan mengoptimalkan kapasitas angkut industri pelayaran6.
Mempercepat peningkatan kualitas infrastruktur kelembagaan melalui reformasi
birokasi. Reformasi birokrasi terutama dilakukan melalui implementasi layanan
publik dan sistem pemerintah berbasis elektronik (e-government, e-budgeting), serta
peningkatan kapasitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di tingkat pusat dan daerah.
Salah satu caranya dengan memfokuskan pendidikan kedinasan ke pendidikan yang
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
53
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
bersifat vokasional (misal: pendidikan kemaritiman). Untuk mendorong percepatan
pengembangan pariwisata, khususnya wisata bahari, pemerintah berkomitmen akan
melakukan tiga hal. Pertama, mengintensifkan promosi pariwisata dan sosialisasi
penerbitan aturan mengenai kemudahan kunjungan yacht dan cruise. Kedua,
mempercepat deregulasi peraturan antara lain terkait kemudahan kunjungan wisata
menggunakan private jet dan private helicopter; perizinan sea plane yang beroperasi
menghubungkan antarpulau-pulau kecil; pengaturan pembangunan Dermaga Marina;
dan menjajaki kemungkinan insentif fiskal untuk impor yacht minimal untuk PPN-BM.
Ketiga, mempercepat pengembangan aksesibilitas, fasilitas, dan atraksi di 10 destinasi
wisata prioritas nasional dan 30 destinasi unggulan wisata bahari bersama dengan
Pemerintah Daerah, antara lain Natuna-Anambas (Kepulauan Riau), Danau Toba
(Sumatera Utara), dan Mandeh (Sumatera Barat), dengan disertai penguatan kebijakan
pendukungnya.
BOKS
Perkembangan PIHPS
Informasi memiliki peranan yang penting dalam berbagai aspek perekonomian,
termasuk dalam mendukung pengendalian harga, khususnya harga pangan.
Meskipun perkembangan inflasi hingga triwulan III 2016 tercatat rendah dan
terkendali, risiko tekanan inflasi perlu terus diwaspadai terutama yang bersumber
dari kelompok pangan atau kelompok volatile food. Salah satu penyebab fluktuasi
pada kelompok pangan ini adalah informasi harga pangan yang asimetris di
masyarakat. Ketidakjelasan dan kurang terintegrasinya informasi harga tentu akan
sangat berpengaruh pada kestabilan harga pangan. Informasi harga pangan yang
dipublikasikan saat ini belum sepenuhnya optimal sebagai acuan yang diperlukan
oleh pelaku ekonomi, dikarenakan berbagai permasalahan baik dari sisi teknis
maupun kelembagaan dan dipublikasikan secara parsial. Hal ini berdampak pada
ekspektasi inflasi yang terbentuk di masyarakat yang dapat mendorong maraknya
spekulasi dan potensi kerugian pada beberapa pelaku ekonomi.
Ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama program pembangunan
nasional, mengingat pangan memiliki nilai strategis terkait dengan kebutuhan
masyarakat yang paling mendasar. Selain itu, ketahanan pangan dapat menciptakan
ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan. Ketahanan
pangan mencakup empat aspek yakni ketersediaan (produksi, logistik, distribusi),
aksesabilitas (akses bahan pangan untuk kaum miskin/marginal, penanggulangan
bencana, dsb), kestabilan harga (disparitas harga antar daerah, antar waktu, antar
pelaku, antar komoditas), dan utilisasi (pengolahan dan keamanan makanan).
Dalam kaitan tersebut, dirasakan perlu adanya pengembangan Pusat Informasi
Harga Pangan Strategis (PIHPS) sebagai salah satu bagian dari penguatan program
ketahanan pangan nasional untuk mencapai tujuan akhir yaitu peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis difokuskan pada diseminasi informasi harga
bahan pangan strategis yaitu komoditas pangan yang dikonsumsi masyarakat
secara luas atau memiliki bobot kontribusi inflasi yang tinggi. Tujuan utama dari
54
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pengembangan PIHPS adalah untuk meningkatkan akses informasi harga pangan
yang terpadu kepada pelaku ekonomi untuk menjaga ekspektasi masyarakat yang
diperlukan untuk mendukung upaya pencapaian sasaran inflasi dan peningkatan
efisiensi perekonomian. Selain itu, PIHPS diharapkan dapat memberikan referensi
harga komoditas pangan dalam rangka menjaga kestabilan harga pangan dan
memperkuat ketahanan pangan. Pengembangan PIHPS ini merupakan bagian dari
tindak lanjut hasil kesepakatan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) III TPID
tahun 2012 yang dibuka oleh Presiden RI.
Pengembangan PIHPS
Pengembangan PIHPS dilakukan secara bertahap sejak tahun 2012. Hal ini
dilakukan dengan mempertimbangkan begitu pentingnya proses validasi dan
kredibilitas data/informasi. Pada sisi lain, disadari masih terdapat beberapa kendala
untuk memenuhi standar minimal bagi pembentukan PIHPS Nasional. Pada tahap
I (2012-2015), pengembangan difokuskan pada penyusunan blue print PIHPS
dan pengembangan pilot project PIHPS DKI Jakarta sebagai prototype PIHPS di
tingkat daerah yang telah diresmikan pada tanggal 26 Juni 2014. Pada tahap ini
pula dilakukan proses integrasi PIHPS-PIHPS daerah yang telah siap dan memenuhi
standar untuk membentuk PIHPS tingkat nasional. Dengan mempertimbangkan
kondisi di masing-masing daerah yang beragam, baik dari aspek ketersediaan data
yang ada maupun sumber daya yang dimiliki, pemilihan jumlah komoditas masih
dalam jumlah terbatas, yaitu 10 komoditi utama, dan hanya mencakup data harga
pada tingkat konsumen.
Pada tahun 2016, pengembangan PIHPS tahap II dimulai dengan fokus pada
penambahan data harga tingkat konsumen serta pengembangan data harga di
tingkat produsen. Di tingkat konsumen, jumlah komoditi ditambah dari semula 10
komoditi menjadi 20 komoditi. Sementara itu, untuk pengembangan data tingkat
produsen akan diawali dengan identifikasi ketersediaan dan kualitas data harga
produsen di daerah serta menjajaki kemungkinan kerja sama dengan Kementerian
Pertanian terutama terkait perolehan data harga di daerah yang menjadi sentra
produksi. Target pengembangan data harga produsen adalah pada 10 komoditas
pangan utama yang memengaruhi inflasi IHK.
• Pengembangan data pasar modern
dan pasar induk
• Pengembangan sistem informasi
pasar modern dan pasar induk
• Pengembangan TOR data produsen
2016
2018
2017
• Penyusunan konsep dan tahapan pengembangan
• Pengembangan data produsen
• Pengembangan data pasar tradisional (TOR Survei &
pelaksanaan survei)
• Pengembangan modul layanan publik
dan e-commerce
• Penyiapan sistem informasi
• Pengembangan sistem informasi data
produsen, modul layanan publik dan
e-commerce
• Penyusunan TOR Pasar Modern dan Pasar Induk
• Pengembangan EWS dan virtual meeting
Gambar 1.
Timeline Pengembangan Modul PIHPS Nasional
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
55
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dampak Penerapan PIHPS
1. Perbaikan proses kerja di internal BI
Data PIHPS digunakan dalam berbagai analisis yang dilakukan Bank Indonesia,
termasuk dalam melakukan proyeksi inflasi nasional. Data PIHPS cukup baik
dalam mendukung analisis dan proyeksi inflasi yang dilakukan Bank Indonesia.
2. Pemanfaatan oleh Stakeholders (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)
•
Dashboard Sekretariat Pokjanas TPID
Data PIHPS berfungsi sebagai dashboard bagi Sekretariat Pokjanas TPID untuk
memantau daerah dan/atau komoditas yang mengalami pergerakan harga
di luar kondisi normal. Modul pengendalian harga yang akan dikembangkan
dengan memasukkan fitur Early Warning System akan dapat melaporkan
pergerakan harga di luar normal secara otomatis dan realtime.
•
PengambilankebijakanTPID
Data PIHPS yang akurat bermanfaat dalam memutuskan kebijakan
pengendalian inflasi di daerah, antara lain terkait kebijakan pemberian
subsidi ongkos angkut menjelang Ramadhan dan Lebaran di Jawa Timur.
3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri
Sesuai amanat Undang-undang, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat
menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan
kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri. Penegasan tersebut sesuai
dengan amanat UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 6 tahun 2009, Pasal 53. Pada penjelasan Pasal 53
disebutkan, yang dimaksud dengan menyelesaikan kewajiban Pemerintah terhadap luar
negeri adalah Bank Indonesia melakukan pembayaran kewajiban Pemerintah atas beban
rekening Pemerintah pada Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah disepakati
antara Pemerintah dan pemberi pinjaman.
Sejalan dengan mandat tersebut, Bank Indonesia menatausahakan, melakukan penarikan/
pembayaran, dan menyusun laporan utang Luar negeri (ULN) Pemerintah. Dalam hal
ini, Bank Indonesia menatausakan ULN Pemerintah yang terdiri atas pinjaman bilateral,
multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, SBN Internasional, dan SBN Domestik.
Pemerintah melakukan penarikan ULN untuk membiayai proyek tertentu, membiayai
defisit APBN maupun dalam rangka pengelolaan portofolio utang.
Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN Pemerintah dilakukan melalui transfer
langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Untuk pembiayaan proyek, pemerintah
melakukan penarikan ULN dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus,
pembukaan letter of credit (L/C) atau pembiayaan pendahuluan.
56
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.1
Realisasi Penarikan ULN Pemerintah
2015*
(Juta USD)
Total
2016**
Tw 1
Tw 2
Tw 3
Tw 4
Total
Tw 1
Tw 2
Tw 3


­
€‚‚
3.897,1

 ­
€‚‚‚
2.181,8
ƒ
ƒ€‚ 
ƒ
ƒ€‚  4.225,8

€‚‚

€‚‚
5.536,2
ƒ
€ƒ‚ƒ
ƒƒ
‚€­‚  15.840,9


ƒ‚
ƒ€ƒ‚‚
3.028,0
‚
ƒƒ  ‚­
€‚ƒ­
4.514,6

 
1.046,0
Pada triwulan III-2016, realisasi penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank
Indonesia mencapai USD1,04 miliar, terutama dari pemberi pinjaman multilateral sebesar
USD988,3 juta (Tabel 3.1).
Pada periode yang sama, realisasi pembayaran ULN Pemerintah tercatat sebesar USD1,95
miliar, terutama pembayaran SBN Global sebesar USD977,5 juta (Tabel 3.2). Pembayaran
ULN Pemerintah dilaksanakan berdasarkan instruksi pembayaran dari Kementerian
Keuangan, sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari administrasi data Utang Luar
Negeri Pemerintah yang dilakukan di Debt Management and Financial Analysis System
(DMFAS).
Tabel 3.2
Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah
2015*
(Juta USD)
Total
2016**
Tw 1
Tw 2
Tw 3
Tw 4
Total
Tw 1
Tw 2
Tw 3


 ­
 
1.438,7
€‚­
ƒ
 ‚

 ƒ‚
3.087,1
‚­
‚­


 
1.600,5
€ 
ƒ­‚
 ‚

‚
2.503,5
‚€ƒ
€­ƒ
‚
­
€­ 
8.629,7
‚
‚‚‚
‚
­
€­ 2.594,0
€ ‚

­
‚‚
2.705,5
ƒ‚
‚‚
‚‚
 ­­ƒ
1.958,0
Aspek utama dalam pembayaran ULN Pemerintah adalah terlaksananya pembayaran
cicilan pokok dan bunga secara akurat dan tepat waktu. Hal ini penting karena berpengaruh
terhadap reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi kewajiban
kepada pihak pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat
menjamin ketersediaan jumlah dan jenis valuta asing yang diperlukan Pemerintah sesuai
dengan jumlah dan jenis valuta pinjaman yang harus dibayarkan.
Untuk mendukung kinerja penarikan dan pembayaran ULN yang akurat dan tepat waktu,
serta menjaga akurasi data realisasi penarikan dan pembayaran ULN Pemerintah, setiap
bulan Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Salah satu agendanya
adalah rekonsiliasi data realisasi penarikan dan pembayaran.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
57
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1.5. Perkembangan Pemantauan Devisa Hasil Ekspor (DHE)
Secara akumulatif, penerimaan DHE selama triwulan III-2016 menunjukkan penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama 2015. Pangsa penerimaan DHE ke bank domestik
menurun dari 94,0% menjadi 92,9%, sedangkan penerimaan DHE secara nominal menurun
dari USD30,4 miliar menjadi USD24,7 miliar. Di sisi lain, pangsa penerimaan DHE ke bank
luar negeri meningkat dari 6,0% menjadi 7,1%, sedangkan nominalnya tidak mengalami
perubahan yaitu sebesar USD1,9 miliar.
Berdasarkan laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disampaikan eksportir dan bank
devisa, terdapat lima komoditas penyumbang DHE terbesar yaitu batu bara (coal), minyak
sawit (palm oils), tekstil dan produk tekstil (textile dan textile product), peralatan listrik
(electrical appliances), dan mesindan mekanik (machinary and mechanic). Jenis komoditas
itu masih sama dengan periode sebelumnya.
Dari sisi kepatuhan eksportir, Bank Indonesia senantiasa melakukan pengawasan terhadap
eksportir yang tidak mematuhi ketentuan DHE dengan mengenakan sanksi adminsitratif
berupa denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor. Selama triwulan III-2016,
jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 193
eksportir atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 210 eksportir.
Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor
tercatat sebanyak 17 eksportir atau menenurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 20 eksportir. Selama periode laporan, terdapat 12 eksportir yang dibebaskan
dari sanksi penangguhan pelayanan ekspor, atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebanyak 5 eksportir.
Untuk meningkatkan efektivitas pemantauan DHE, Bank Indonesia menjalin koordinasi
dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif.
Instansi tersebut antara lain SKK Migas, Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak dan Ditjen
Bea dan Cukai), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pengelola Portal Indonesia
Nastional Single Window (PP INSW), dan asosiasi. Untuk meningkatkan kualitas pelaporan
Rincian Transaksi Ekspor (RTE), Bank Indonesia juga melakukan berbagai upaya antara lain
sosialisasi maupun coaching clinic kepada eksportir dan bank
3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan
Kebijakan
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank
Indonesia melakukan kegiatan statistik. Kegiatan ini antara lain mengumpulkan dan
mengolah data dan informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan, sekaligus
menyusun laporan/analisisnya. Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis
survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan,
termasuk sektor riil.
Di sektor moneter, pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah memublikasikan statistik
Uang dan Bank, Kegiatan Usaha Lembaga Keuangan Nonbank, serta Pasar Uang dan Pasar
Modal. Ketiganya dimuat dalam publikasi Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI)
yang dapat diakses melalui website Bank Indonesia. Bank Indonesia juga merilis analisis
Uang Beredar dan Faktor yang Memengaruhinya secara bulanan untuk periode JuniAgustus 2016.
58
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Di sektor eksternal, pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II-2016 (Agustus 2016) dan statistik Posisi
Investasi Internasional (PII) Indonesia triwulan II-2016 (September 2016). Rilis kedua jenis
statistik tersebut disertai dengan laporan lengkap yang menjelaskan secara komprehensif
perkembangan sektor eksternal Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia memublikasikan
Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode Mei–Juli 2016 dan
data posisi cadangan devisa periode Juni–Agustus 2016. Guna memenuhi kebutuhan
stakeholders dalam negeri maupun luar negeri, publikasi statistik sektor eksternal tersebut
disajikan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Untuk sistem keuangan, pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah mendiseminasikan
Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) dengan periode data s.d. Juli 2016. Rilis
statistik ini merupakan hasil koordinasi Bank Indonesia dengan instansi lain, di antaranya
Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan PT Kustodian
Sentral Efek Indonesia. SSKI juga menyajikan beberapa indikator/statistik yang berkaitan
dengan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah sebagai bagian yang tak
terpisahkan dalam mendukung kebijakan Makroprudensial atau SSK di Indonesia. Untuk
meningkatkan kualitas publikasi SSKI agar dapat memenuhi ekspektasi stakeholders
terhadap data SSK/makroprudensial, publikasi statistik sistem keuangan tersebut disajikan
dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Untuk mendukung analisis makroprudensial, asesmen likuiditas, maupun financial
imbalances yang dapat memicu risiko sistemik, Bank Indonesia pada triwulan III-2016
melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance Sheet (FABS) dalam
bentuk posisi neraca dan transaksi keuangan seluruh sektor institusi. Sektor-sektor tersebut
adalah sektor korporasi nonfinansial, perbankan, lembaga keuangan non-bank, rumah
tangga, dan sektor luar negeri. Neraca sektoral tersebut dapat menggambarkan kondisi
keuangan dan keterkaitan antarsektor institusi secara nasional maupun regional. Dalam
kaitan tersebut, Bank Indonesia terus melakukan kerja sama dengan berbagai instansi,
antara lain Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, terutama untuk memperoleh
data dan informasi sektor korporasi nonfinansial dan sektor rumah tangga.
Untuk mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan, Bank Indonesia
menyelenggarakan berbagai survei, baik rutin maupun tidak rutin. Beberapa survei yang
secara rutin antara lain Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SBank),
dan Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME). Bank Indonesia juga melakukan indepth interview melalui kegiatan liaison kepada pelaku bisnis utama (keybusiness persons)
untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi
perekonomian terkini dan ke depan.
Selain melakukan survei yang bersifat rutin dan kegiatan liaison, Bank Indonesia melakukan
survei bertopik khusus, yaitu Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Pada triwulan III-2016,
terdapat 2 (dua) topik survei yang dilakukan melalui SKSR, yaitu: (1) Perilaku Masyarakat
dalam Penggunaan Alat Pembayaran Non-Tunai; dan (2) Survei Risiko Sistemik Indonesia
2016.
Dalam rangka melakukan evaluasi atas efektivitas Paket Kebijakan Ekonomi 1 s.d.
12 yang dikeluarkan oleh pemerintah, Presiden RI telah membentuk Satuan Tugas
(Satgas) Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi. Salah satu tujuan
pembentukan satgas adalah untuk mendapatkan masukan dari dunia usaha mengenai
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
59
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
efektivitas dan dampak Paket Kebijakan Ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut,
Bank Indonesia mengumpulkan informasi terkait tingkat kepedulian (awareness) dan
persepsi dunia usaha mengenai manfaat dan efektivitas kebijakan ekonomi. Pelaksanaan
pengumpulan informasi dilakukan melalui kegiatan survei. Pada triwulan III-2016, Bank
Indonesia telah menyampaikan Hasil Survei Tingkat Awareness Dunia Usaha pada Rapat
Koordinasi Satgas sebagai masukan dari dunia usaha mengenai paket kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah.
Dalam kerangka pemenuhan komitmen Indonesia terhadap G-20 Data Gaps Initiatives
(DGI), selama triwulan III-2016, Bank Indonesia telah melakukan beberapa hal, sebagai
berikut;
a. Melakukan rekonsiliasi dengan BPS dalam rangka memenuhi Rec.II.8 DGI - Sectoral
Account tahap II antara lain penyelarasan data Full Sequence of Account (FSA) yang
terdapat pada publikasi statistik Neraca Pembayaran Indonesia dan PDB.
b. Bersama dengan Kemenkeu melakukan penyusunan, pengembangan, dan diseminasi
Public Sector Debt (PSD) pada website Bank Indonesia dan Kemenkeu. Dalam
penyusunan statistik PSD, Bank Indonesia mengompilasi data utang sektor Public
Nonfinancial Corporation dan Public Financial Corporation. Selanjutnya, Bank Indonesia
menyampaikannya kepada Kemenkeu untuk digabungkan dengan data lainnya dan
disampaikan kepada Bank Dunia secara triwulanan. Penyusunan data PSD tersebut
merupakan salah satu komitmen Indonesia dalam pemenuhan G-20 DGI Rec.II.16.
c. Bank Indonesia berpartisipasi dalam Financial Acces Survey (FAS) IMF. FAS yang
diselenggarakan setiap tahun oleh Statistics Department (STA) – IMF bertujuan untuk
mengumpulkan data geographic and demograpic outreach terhadap akses pelayanan
dasar jasa keuangan atau sebagai salah satu indikator keuangan inklusif di suatu
negara. Data tersebut dapat diakses melalui website IMF. Cakupan data FAS yang terus
disempurnakan disepakati sebagai sumber data utama untuk indikator Keuangan
Inklusif di negara-negara G-20 sesuai hasil KTT G-20 di Los Cabos pada Juni 2012. Bank
Indonesia menyusun indikator penting Keuangan Inklusif yang mengacu kepada FAS
secara triwulanan dan dipublikasikan dalam Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI).
Selain itu, Bank Indonesia merupakan salah satu bank sentral yang diminta IMF menjadi
pilot project survei terkait peranan gender dalam mengakses layanan keuangan.
Sebagai salah satu Program Transformasi, Bank Indonesia telah mulai menggali potensi
pemanfaatan Big Data sebagai teknologi dan pendekatan mutakhir (State of The Art
Technology) untuk mendukung proses pengambilan keputusan dalam rangka mencapai
visi dan misinya secara efektif dan efisien. Big Data diharapkan dapat memperkuat proses
pengambilan keputusan di sektor moneter, market, SSK, dan SP-PUR melalui peningkatan
kualitas data dan analisis. Big Data juga menjadi komplemen dari pemanfaatan data
warehouse (structured data) yang telah dilakukan selama ini.
Berdasarkan hasil pilot project 2015 dan dilanjutkan dengan inisiatif baru 2016, kegiatan
tersebut telah menghasilkan indikator baru/komplemen untuk mengisi lag ketersediaan
data sekaligus menjadi leading information, antara lain proksi indikator ketenagakerjaan dan
proksi indikator pasar properti. Selain itu, Big Data dapat dimanfaatkan untuk menganalisis
pola perilaku pelaku ekonomi ataupun keterhubungan antarpelaku dalam perekonomian.
60
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan
Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga ketahanan Sistem Keuangan dilakukan
dengan memitigasi risiko sistemik melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial.
Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem
keuangan. Terjaganya stabilitas sistem keuangan tercermin pada indikator kinerja stabilitas
sistem keuangan.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
IKU 3 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
Target
<2
Pencapaian
Triwulan III-2016
0,94
Baiknya kinerja Bank Indonesia dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) tercermin melalui indeks
Stabilitas Sistem Keuangan pada triwulan III-2016 dengan pencapaian lebih tinggi dibandingkan dengan
target yang ditetapkan. Rata-rata Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) termasuk indeks pembentuknya
meliputi Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK). Rata-rata
ketiga indeks tersebut masih jauh berada di bawah threshold.
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial
Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan
fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Melalui fungsi tersebut, Bank
Indonesia berupaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi
risiko sistemik di sistem keuangan.
3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial
Kegiatan pengaturan Bank Indonesia di bidang makroprudensial pada triwulan III-2016
difokuskan pada penyempurnaan pada 3 (tiga) ketentuan yaitu terkait giro wajib minimum
loan to funding ratio (GWM LFR), rasio loan to value atau rasio financing to value dalam
pemberian kredit atau pembiayaan properti (LTV/FTV), dan tata cara penyusunan usulan
bank yang berpotensi sistemik dalam rangka kebijakan makroprudensial.
Terkait penyempurnaan ketentuan GWM LFR, Bank Indonesia menetapkan kebijakan di
bidang makroprudensial melalui penyesuaian kebijakan giro wajib minimum yang terkait
batas bawah target LFR. Penyesuaian ini dalam rangka meningkatkan pertumbuhan kredit
dengan mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya belum optimalnya penyaluran
kredit oleh perbankan kepada masyarakat. Penetapan batas bawah target LFR diatur yaitu
sebesar 80% dari sebelumnya sebesar 78% sehingga kisaran target LFR menjadi dari 80%
sampai dengan 90%.
Sementara itu, tanggal perhitungan GWM LFR dengan batas bawah target LFR baru
tersebut mulai diberlakukan pada 24 Agustus 2016. Pengaturan batas bawah target LFR
telah ditetapkan melalui penerbitan perubahan ketentuan GWM4. Ketentuan itu diperkuat
dengan juga dengan ketentuan pelaksanaannya5.
4
5
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/14/PBI/2016 tentang perubahan keempat atas PBI No.15/15/PBI/2013 tentang Giro
Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional, berlaku sejak 24 Agustus 2016.
Surat Edaran Ekstern No.18/18/DKMP perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 26
Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional
dan Surat Edaran Intern No. 18/72/Intern perihal Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Nomor 17/35/INTERN Tanggal 1 Juli 2015
Tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum
Konvensional , kedua ketentuan berlaku sejak 22 Agustus 2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
61
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada saat yang sama, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan LTV/FTV6.
Penyempurnaan ini bertujuan untuk mendorong intermediasi di sektor properti dengan
tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Berdasarkan
analisis Bank Indonesia, penyempurnaan ketentuan LTV/FTV pada 2015 telah mampu
menahan penurunan kredit pemilikan rumah (KPR) lebih dalam, namun belum cukup
kuat untuk meningkatkan pertumbuhan KPR. Oleh karena itu, Bank Indonesia melakukan
penyesuaian lebih lanjut persyaratan LTV/FTV untuk dapat mendorong pertumbuhan
kredit di sektor properti, mengingat sektor tersebut memiliki efek multiplier yang besar
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Penyempurnaan tersebut ditetapkan melalui
penerbitan.
Adapun pokok-pokok ketentuan LTV/FTV antara lain sebagai berikut:
1. Perubahan rasio dan tiering LTV/FTV kredit/pembiayaan properti untuk fasilitas ke-1, 2,
3 dan seterusnya, dengan syarat bank memiliki:
a. Non performing loan (NPL) atau non performing Financing (NPF) dari total kredit/
pembiayaan secara net <5%; dan
b. NPL/NPF dari KP/KP Syariah secara gross <5%;
2. Kredit/pembiayaan properti dengan mekanisme inden diperkenankan sampai dengan
fasilitas kredit ke-2 dengan mekanisme pencairan bertahap;
3. Kredit/pembiayaan properti diperlakukan sebagai kredit/pembiayaan dengan fasilitas
yang sama sepanjang kredit/pembiayaan memiliki kualitas lancar.
Sementara itu, pengaturan terkait uang muka kredit/pembiayaan untuk pemilikan
kendaraan bermotor dalam ketentuan LTV/FTV yang baru tidak mengalami perubahan.
Selain itu pada triwulan III-2015 diterbitkan ketentuan pelaksanaan untuk penyusunan
usulan bank yang berpotensi sistemik7. Ketentuan pelaksanaan ini untuk melengkapi
pengaturan kerangka kebijakan makroprudensial8. Peraturan ketiga yang diterbitkan Bank
Indonesia yaitu ketentuan internal berupa.
Penerbitan peraturan tersebut sebagai amanat Undang-undang9 yang mengharusnya
adanya koordinasi OJK dengan Bank Indonesia dalam membuat pengaturan pengawasan
di bidang perbankan dalam penentuan institusi bank yang masuk kategori Systemically
Important Bank (SIB). Persyaratan koordinasi penetapan SIB tersebut diperkuat juga
melalui undang-undang yang mengatur mengenai pencegahan dan penanganan krisis
keuangan10. Berdasarkan hal tersebut, tata cara penyusunan usulan bank yang berpotensi
sistemik perlu diatur dalam kerangka kebijakan makroprudensial untuk kepentingan
internal Bank Indonesia. Tujuan Bank Indonesia menyusun usulan bank yang berpotensi
sistemik tersebut adalah dalam rangka:
6
7
8
9
10
62
PBI No.18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti,
dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang mulai diberlakukan pada 29 Agustus 2016, serta
ketentuan pelaksanaannya yaitu Surat Edaran No.18/19/DKMP perihal Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Finangcing
to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor .
Surat Edaran intern No.18/74/Intern tanggal 31 Agustus 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Usulan Bank yang Berpotensi
Sistemik Dalam Rangka Kerangka Kebijakan Makroprudensial.
Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG) No. 17/17/PDG/2015 tentang Kerangka Kebijakan Makroprudensial.
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK khususnya pasal 39 butir e.
UU Nomor 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Pada pasal 17 ayat (1) menyebutkan
bahwa untuk mencegah krisis sistem keuangan di bidang perbankan, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia menetapkan
bank sistemik. Pada Pasal 17 ayat 3 menyebutkan OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia melakukan pemutakhiran daftar
bank sistemik secara berkala 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
1. Penyusunan posisi (stance) Bank Indonesia sebagai dasar koordinasi untuk penetapan
bank sistemik oleh OJK.
2. Mendukung pencapaian sasaran kebijakan makroprudensial melalui kegiatan asesmen,
surveilans, dan pemeriksaan sebagai bagian dari kegiatan pengaturan dan pengawasan
makroprudensial.
Adapun mekanisme penyusunan usulan bank yang berpotensi sistemik dilakukan paling
kurang 1 kali dalam 6 bulan yaitu Maret dan September. Penyusunan tersebut menggunakan
metodologi dengan memperhatikan standar internasional yang berlaku, antara lain dari
Basel Committee on Banking Supervision (BCBS).
3.2.2. Penguatan Ekonomi Syariah
Pengembangan Ekonomi Syariah
Bank Indonesia telah menyelesaikan penelitian bertema “Merancang Model-Model Wakaf
Uang untuk Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK).”
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan mengevaluasi berbagai model wakaf yang
ada dan diterapkan oleh lembaga keuangan mikro syariah (LKMS). Selain itu, penelitian
ini mengusulkan model-model wakaf yang cocok bagi BMT dalam rangka memperkuat
perannya sebagai agen inklusi keuangan holistik untuk membantu masyarakat miskin dan
mengembangkan usaha mikro dan kecil.
Pendalaman Pasar Keuangan Syariah
Sosialisasi hedging syariah dan repo syariah
Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai ketentuan pasar uang
antarbank syariah (PUAS) yaitu transaksi repo syariah dengan instrumen sukuk dan hedging
syariah dilakukan kegiatan sosialisasi di Medan) untuk nasabah-nasabah di wilayah pulau
Sumatera dan di Yogyakarta untuk nasabah-nasabah di wilayah pulau Jawa, Bali, Madura
dan sekitarnya. Sosialisasi ketentuan PUAS dan instrumen sukuk berikutnya akan diadakan
di Balikpapan untuk mencakup nasabah-nasabah di Pulau Kalimantan.
Sosialisasi PUAS di daerah-daerah tersebut berbeda dengan sosialisasi serupa yang
dilaksanakan di Jakarta yang menargetkan peserta para bankir syariah dan konvensional.
Sosialisasi di daerah-daerah difokuskan kepada nasabah-nasabah (non bank atau pelaku
industri) khususnya pelaku industri halal seperti restoran halal, travel syariah, hotel syariah,
film Islam, kosmetik syariah, farmasi syariah, dan sekolah Islam. Sosialisasi ini diharapkan
telah mencakup banyak segmen pelaku hedging syariah dan repo syariah. Pengembangan Model Sukuk Linked Wakaf
Bank Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Keuangan dan Badan Wakaf Indonesia
mengembangkan dan merumuskan model sukuk linked wakaf untuk mengoptimalkan
pemanfaatan aset wakaf. Berdasarkan diskusi yang dilakukan, penerbit sukuk linked wakaf
yang paling memungkinkan adalah BUMN. Dengan demikian, penjelasan model sukuk
linked wakaf dilakukan kepada Kementerian BUMN dan BUMN. Beberapa kegiatan yang
dilakukan antara lain:
• Pada Agustus 2016, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan mengadakan forum
group discussion (FGD) model sukuk linked wakaf dengan BUMN bidang konstruksi
termasuk kepada Kementerian BUMN. Bahasan FGD mencakup dua hal. Pertama, kerja
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
63
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
sama yang telah dilakukan antara Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Badan
Wakaf Indonesia (BWI) untuk membahas usulan model Sukuk berbasis wakaf. Kedua,
menjelaskan model sukuk linked wakaf kepada BUMN konstruksi dan Kementerian
BUMN.
• Secara singkat, model sukuk linked wakaf diawali dengan kontrak sewa aset wakaf
berjangka panjang antara nadzhir dan BUMN. Nadzir adalah orang atau badan yang
memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf. Kemudian, BUMN
menghimpun dana untuk pembangunan aset wakaf melalui penerbitan sukuk kepada
investor dengan imbalan periodik ketika bangunan aset wakaf telah menghasilkan
pendapatan. Pembangunan aset wakaf melibatkan kontraktor yang ditunjuk oleh BUMN
dan ketika bangunan telah rampung akan disewakan kepada pihak ketiga. Pembayaran
imbalan kepada investor (pemilik sukuk) akan dilakukan oleh BUMN sampai akhir
periode sukuk yang kemudian diakhiri oleh penyerahan aset wakaf dari BUMN kepada
nadzhir. Model ini diharapkan akan mengundang minat penerbit sukuk, investor, pelaku
pasar, dan pihak terkait lainnya dalam rangka mendukung pengembangan aset wakaf.
Program ini diharapkan bisa mendukung program pemerintah untuk menyediakan
fasilitas (saran dan prasarana) sosial bagi masyarakat maupun pendalaman pasar
keuangan syariah melalui penerbitan dan perdagangan sukuk (Gambar 3.1).
Usulan Model: Sukuk BUMN berbasis Wakaf
Credit enhancement
Endorsement &
Recommendation
(1)
Long Lease
Agreement
(2) Menerbitkan sukuk ijarah
Technical support
Pengalihan Manfaat Long Lease Objek Waqf
Nazhir
(9)
Transfer Building
End of y 35
(3) Menyerahkan dana sukuk ijarah
KEMENKEU
BWI
BUMN
(7)
Pendapatan
Sewa
Investor:
LKS, LKK
(8) Cicilan & Fee Ijarah
(4)
Contract wit
contractor
Wakalah Pemberi Sewa
Regulatory support
Contractor
(5) Construction
TENANT
Kementerian
BUMN
Repo
Bank Indonesia
Islamic Financial
Market
(6)
Menyewa
(Bayar Sewa)
Repo
Cutright
Gambar 3.1
Model Sukuk Linked Wakaf
• Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Wakaf Indonesia membahas model
sukuk linked wakaf dan rencana peluncuran model tersebut di acara Indonesia Sharia
Economic Festival (ISEF)-Surabaya dengan kementerian BUMN. Pembahasan tersebut
dimaksudkan untuk menghasilkan kesepahaman model sukuk wakaf dan kesediaan
Kementerian BUMN mendukung model tersebut.
• Peluncuran model sukuk linked wakaf kepada publik secara resmi dilakukan dalam
acara ISEF. Hal ini menandai adanya terobosan industri keuangan syariah Indonesia
untuk optimalisasi pemanfaatan aset wakaf di Indonesia.
64
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Penyusunan dan Penerbitan Islamic Financial Market Code of Conduct
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Indonesia membutuhkan suatu acuan
(pedoman) bertransaksi antarpelaku di pasar keuangan atau dikenal dengan istilah market
code of conduct. Secara lebih khusus, pedoman ini bertujuan untuk menciptakan tata kelola,
manajemen, pengawasan yang baik, termasuk kepatuhan kepada prinsip-prinsip syariah.
Pada 2014, pelaku pasar keuangan Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC)
telah meluncurkan Market Code of Conduct (COC). Secara umum, code of conduct itu telah
berlaku di pasar keuangan konvensional dan memiliki nilai maupun prinsip-prinsip yang
juga berlaku sama bagi pelaku pasar keuangan syariah. Meski demikian, transaksi di pasar
keuangan syariah memiliki sejumlah keunikan seperti kontrak (akad) instrumen pasar
keuangan syariah, prinsip-prinsip syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN), termasuk larangan riba, gharar, dan qimar. Keunikan transaksi syariah itu mendorong
adanya kebutuhan acuan Islamic Financial Market Code of Conduct (iCOC) yang berbeda
dengan COC.
Selain itu, karakteristik kontrak syariah mewajibkan adanya underlying aset/proyek di
setiap instrumen pasar keuangan syariah. Berdasarkan prinsip syariah, ada larangan
dua kontrak dalam satu akad (ta’alluq) dan ada mekanisme saling berjanji (muwa’adah)
sebagai komitmen awal yang menjadi awalan dari sebuah kontrak. Prinsip-prinsip syariah
itu menjadi pembeda praktik transaksi di pasar keuangan syariah dengan konvensional,
termasuk pembeda antara iCOC dan COC.
Berbagai perbedaan itu mendorong Indonesia Islamic Global Market Association (IIGMA)
untuk membahas, merumuskan, dan menerbitkan iCOC bagi pelaku pasar keuangan
syariah Indonesia. Dalam hal ini, Bank Indonesia memfasilitasi dan mendukung IIGMA
dalam perumusan iCOC. Pertimbangannya, iCOC akan membantu tugas Bank Indonesia
terkait pendalaman pasar keuangan syariah.
iCOC mencakup antara lain acuan (pedoman) terkait kepatuhan pelaku pasar keuangan
syariah terhadap prinsip-prinsip syariah (fatwa Dewan Syariah Nasional/DSN) dan peraturan
otoritas pasar keuangan syariah (Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa
Keuangan, dll). iCOC juga mencakup manajemen risiko secara umum, proses transaksi
di pasar keuangan syariah, personal conduct, pemisahan kewenangan, pengaduan dan
arbitrase.
Dalam praktiknya, iCOC melengkapi infrastruktur pasar keuangan syariah. Keberadaan
pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor, meningkatkan etika
bertransaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, dan meningkatkan kepatuhan
kepada peraturan otoritas pasar keuangan syariah.
Bagi regulator dan Dewan Syariah Nasional, iCOC akan mempermudah penciptaan pasar
keuangan syariah yang lebih transparan, efisien, dan sesuai dengan fatwa DSN. Mekanisme
saling mengingatkan dan saling menghormati antarpelaku pasar keuangan syariah yang
tercantum pada iCOC diharapkan akan meningkatkan kualitas dan daya tarik pasar
keuangan syariah.
Kajian NCD (Negotiable Certificate of Deposit) Syariah
Saat ini, Bank Indonesia sedang menyusun kajian ketentuan untuk instrumen pasar uang
syariah berupa negotiable certificate of deposit (NCD) syariah. Kajian ini mencakup praktik
NCD di pasar keuangan konvensional, opini syariah (DSN-MUI) terkait NCD syariah, model
NCD di pasar keuangan, dan pola perdagangannya. Kajian ini diharapkan selesai akhir 2016. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
65
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kajian perbandingan transaksi repo syariah dan reverse repo syariah
Sebagai tindaklanjut pengaturan repo syariah oleh Bank Indonesia dan kemungkinan
praktik repo syariah oleh pelaku pasar keuangan syariah, Bank Indonesia menyusun kajian
untuk mengetahui kemungkinan penerapannya dan faktor-faktor penentu kesuksesan
transaksi repo syariah. Kajian ini juga mencakup penentuan waktu atau saat yang tepat
melakukan repo syariah maupun opportunity cost pelaku pasar antara melakukan repo
syariah dan reverse repo syariah.
3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan
Dalam satu dekade terakhir, perkembangan pasar keuangan Indonesia relatif lebih lambat
dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Fenomena ini
menunjukkan bahwa Indonesia belum bisa memanfaatkan pasar keuangan sebagai daya
dorong perekonomiannya. Oleh karena itu, Bank Indonesia terus melakukan berbagai
program untuk mengembangkan pasar keuangan untuk mendukung transmisi kebijakan
moneter dan mendukung pembiayaan pembangunan.
Sejalan dengan blue print pendalaman pasar keuangan yang telah disusun, program
pengembangan akan difokuskan pada pilar instrumen, regulasi, infrastruktur,
kelembagaan, dan edukasi/sosialisasi. Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia melakukan
beberapa program pengembangan pasar keuangan, antara lain:
a. Financial Market Deepening- The Way Forward for Indonesia
Pembiayaan atau investasi yang dilakukan melalui pasar keuangan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkualitas. Dengan besarnya proporsi pasar
keuangan dalam perekonomian, pembiayaan untuk ekonomi produktif maupun
investasi dapat dilakukan dengan lebih efisien.
Saat ini, struktur pasar keuangan Indonesia ditandai dengan industri perbankan yang
merupakan sumber pendanaan utama bagi ekonomi. Dengan kondisi pendanaan
perekonomian yang terlalu bertumpu pada industri perbankan, akses pendanaan bagi
peminjam dana (borrower) maupun alternatif investasi bagi pemberi dana (lender/
investor) menjadi terbatas. Kondisi ini mendorong diperlukannya alternatif pendanaan
di luar sektor perbankan, baik untuk kebutuhan pendanaan jangka pendek maupun
jangka panjang. Salah satu pilihan pengembangan adalah melakukan optimalisasi
pendanaan secara langsung kepada lender/investor, yaitu melalui pengembangan
variasi instrumen pasar keuangan, perluasan basis pelaku pasar dan pengembangan
infrastruktur pasar.
Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara, namun perkembangan pasar
keuangan dalam satu dekade terakhir relatif lebih lambat dibandingkan dengan negara
kawasan.
Sebagai salah satu bentuk partisipasi dalam Forum Koordinasi Pembiayaan
Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK), Bank Indonesia melaksanakan
Seminar Internasional bertema Financial Market Deepening: The Way Forward for
Indonesia. Terdapat dua isu utama yang menjadi pokok pembahasan dalam seminar.
Pertama, peran penting pendalaman pasar keuangan untuk pertumbuhan dan
makroekonomi serta pengalaman dari negara-negara lain. Kedua, analisis permasalahan
dan kerangka pendalaman pasar keuangan Indonesia, termasuk koordinasi antara
regulator dan pelaku pasar sebagai kunci sukses pendalaman pasar keuangan.
66
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
b. Penyempurnaan Ketentuan Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah
Penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI)11 ini merupakan upaya Bank Indonesia
untuk mendorong percepatan pendalaman pasar keuangan. Salah satunya, melalui
peningkatan likuiditas dan variasi instrumen di pasar keuangan valas domestik. Dengan
variasi instrumen pasar keuangan tersebut, diharapkan pelaku pasar terdorong untuk
semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko pasar, melalui instrumen
derivatif valuta asing terhadap Rupiah yang semakin berkembang di pasar. Pada
akhirnya, langkah tersebut akan menciptakan efisiensi pasar valuta asing domestik dan
ketahanan (resilien) yang tinggi terhadap gejolak.
Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan12 untuk melarang bank melakukan
transaksi structured product valuta asing terhadap Rupiah, kecuali untuk transaksi
structured product valuta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Option yang
memenuhi persyaratan. Call Spread Option harus memenuhi beberapa persyaratan.
Pertama, didukung oleh underlying transaksi. Kedua, nominal transaksi structured
product valuta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Option tidak melebihi nominal
underlying transaksi. Ketiga, jangka waktu transaksi structured product valuta asing
terhadap Rupiah berupa Call Spread Option tidak melebihi jangka waktu underlying
transaksi.
Pengecualian atas transaksi derivatif Call Spread Option ini dilakukan secara terukur dan
tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Bank-bank yang melakukan transaksi Call
Spread Option timbul kewajiban untuk dilakukan secara dynamic hedging. Hal ini untuk
memitigasi risiko “open position” bank terhadap risiko pasar.
Selain pengembangan instrumen di pasar uang valuta asing, PBI ini juga memperjelas
pengaturan mengenai pelaksanaan transaksi valuta asing terkait program tax amnesty.
Hal ini lebih lanjut akan diatur dalam Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia.
Secara khusus, Bank Indonesia mengatur underlying transaksi berupa investasi dan/
atau transaksi yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan kebijakan pemerintah terkait
perpajakan, yaitu:
1. kebijakan tax amnesty yang melibatkan aliran dana masuk (repatriasi) dapat menjadi
underlying transaksi sepanjang didukung oleh dokumen terkait tax amnesty.
2. kebijakan tax amnesty yang melibatkan aliran dana masuk (repatriasi) dapat menjadi
underlying transaksi sepanjang periode pemberlakuan pengampunan pajak.
3. pengaturan underlying transaksi berupa kebijakan tax amnesty tetap tunduk pada
aturan underlying transaksi.
c. Penyusunan Kontrak ISDA Bank Indonesia (Local Content)
Transaksi derivatif kerap digunakan oleh para pelaku usaha dalam melaksanakan
kegiatan usahanya. Transaksi derivatif merupakan perjanjian penukaran pembayaran.
Dalam hal ini, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan
uang, aset atau komoditas di masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang
menjadi acuan pokoknya.
Untuk melakukan transaksi derivatif dan perjanjian derivatif, terdapat banyak instrumen
perjanjian internasional atau master agreement yang mengatur standar-standar dalam
menyusun perjanjian derivatif. Salah satu instrumen yang sering digunakan pelaku
11
12
PBI Nomor 18/18/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik.
PBI Nomor 18/19/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
67
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
transaksi derivatif adalah International Swaps and Derivatives Association (ISDA) Master
Agreement. Para pihak yang akan menggunakan ISDA harus terlebih dahulu mengetahui
isi dan maksud dari perjanjian tersebut.
Sejalan dengan pengembangan transaksi derivatif yang dilakukan Bank Indonesia
untuk mendukung ketahanan sistem keuangan, maka pasar keuangan Indonesia
memerlukan acuan perjanjian yang telah menggunakan atau telah disesuaikan dengan
hukum, market conduct, dan kondisi Indonesia.
Saat ini, Indonesia telah menyusun ISDA local content dalam Bahasa Indonesia dengan
tetap mengacu pada ISDA internasional. ISDA local content dapat menjadi pilihan
pelaku pasar (tidak bersifat wajib). Dengan adanya alternatif ISDA local content sebagai
perjanjian derivatif, diharapkan pelaku pasar dapat lebih cepat paham dan langsung
diterapkan, karena telah disesuaikan dengan hukum dan konvensi pelaku pasar
Indonesia.
3.2.4. Program keuangan inklusif
Sampai dengan September 2016, jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) sebanyak
109.481 agen, tumbuh sebesar 57,4% (ytd) dari akhir 2015 yaitu sebanyak 69.548 agen.
Dalam periode yang sama, jumlah uang elektronik sebanyak 1.238.049 rekening, tumbuh
sebesar 8 % (ytd) dari akhir 2015 yaitu sebanyak 1.146.832 rekening.
Selama 2016, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya perluasan LKD untuk
meningkatkan jumlah agen LKD dan jumlah uang elektronik dalam rangka keuangan
inklusif. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan pada
2015.
a. Perkembangan Penyusunan usulan model bisnis G to P dan implementasinya
Bank Indonesia telah menyempurnakan model bisnis bantuan sosial (bansos) secara
nontunai. Model bisnis ini telah disampaikan kepada Presiden RI dan 4 kementerian/
lembaga (K/L) yaitu Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Keuangan, Sekretaris
Kabinet, dan Kepala Staf Kepresidenan. Dalam usulan model bisnis ini, Bank Indonesia
memberikan beberapa usulan, yaitu:
a. Penyempurnaan 4 tahap besar penyaluran bansos secara nontunai, yaitu (i) proses
registrasi, (ii) proses edukasi, (iii) proses penyaluran, dan (iv) proses pengambilan
uang.
b. Masa penyaluran bantuan nontunai selama 30 hari
c. Penyaluran bansos nontunai melalui mekanisme keagenan (LKD dan LakuPandai)
d. Terdapat prinsip-prinsip dalam setiap proses penyaluran, seperti kebenaran
data penerima bantuan, pembukaan rekening secara bulk (bersama-sama) yang
memenuhi prinsip customer due diligence (CDD), cakupan edukasi dan sosialisasi,
dan tidak ada biaya administrasi.
e. Integrasi berbagai program bansos melalui satu kartu (kartu kombo) dan didukung
integrasi data.
Selama triwulan III-2016, penyusunan model bisnis bansos telah menunjukkan
perkembangan signifikan. Pertama, penyusunan peraturan presiden mengenai bansos
nontunai telah masuk tahap pembahasan intensif draf dengan Kemenko PMK, OJK,
68
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kemensos, Kemendikbud, Kemkumham, Bappenas, Setkab, dan TNP2K. Saat ini, Seskab
sedang memeriksa draf final Perpres Bansos Nontunai. Rencananya, draf tersebut
akan difinalisasi pada minggu ke-4 Oktober 2016 agar dapat diterbitkan pada minggu
pertama November 2016.
Kedua, pelaksanaan proyek percontohan (pilot project) penyaluran beras sejahtera
(rastra) oleh bank-bank milik negara (Himbara). Bank Indonesia bersama 4 bank anggota
Himbara, Kementerian BUMN, dan Kemensos telah melakukan pilot project penyaluran
rastra secara non tunai. Proyek percontohan dilakukan di lokasi agen e-warung Kube
(Kelompok Usaha Bersama), Wilayah Kampung Rawa, Johar Baru (Jakarta Pusat). Proyek
percontohan ini bertujuan untuk menguji kesiapan sistem interkoneksi keempat bank
tersebut.
Poyek percontohan itu disertai dengan pemberian bantuan rastra, dimana sumber
dananya berasal dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) bank anggota Himbara.
Penyaluran bantuan itu menggunakan model bisnis yang telah disusun oleh Bank
Indonesia dan Kemensos. Model ini meliputi penggunan prinsip keagenan dan
penggunaan kartu kombo (Kartu Keluarga Sejahtera) yang memilki fitur ATM/debet,
uang elektronik, dan e-voucher.
Konsep interkoneksi pada proyek percontohan adalah menggunakan EDC pada agen
e-warung dan 4 kartu bank anggota Himbara untuk bertransaksi. Uji coba penyaluran
rastra berjalan baik dan mendapatkan respons positif dari masyarakat penerima
bantuan, Masyarakat merasa penyaluran ini lebih cepat dan lebih efisien dibanding
tunai.
Saat ini, Bank Indonesia sedang melakukan monitoring terhadap pilot project penyaluran
rastra untuk mengetahui kendala dan informasi yang dibutuhkan. Semua itu dilakukan
untuk mengembangkan dan memperbaiki program penyaluran saat implementasi.
Selanjutnya, Bank Indonesia, Kemendikbud dan stakeholders terkait, meluncurkan dan
uji coba Kartu Indonesia Pintar (KIP) di 3 (tiga) sekolah di Yogyakarta. Dalam uji coba, KIP
smart card digunakan untuk transaksi belanja di koperasi masing-masing sekolah oleh
siswa penerima bantuan. Seluruh uji coba transaksi belanja berjalan dengan baik.
Uji coba KIP smart card di Yogyakarta dilakukan terhadap sekitar 1.200 siswa tingkat
SMP, SMA dan SMK. Dari jumlah itu, 50% dananya ditempatkan dalam wallet dana KIP
yang hanya dapat digunakan untuk belanja non tunai di merchant tertentu yang bekerja
sama dengan bank penyalur (took buku dan/atau koperasi sekolah). Sisa dana 50%
ditempatkan dalam rekening tabungan yang dapat digunakan untuk tarik tunai melalui
kantor dan ATM bank. Kemendikbud bersama stakeholders terkait, termasuk Bank
Indonesia, akan memantau pasca pelaksanaan uji coba KIP smart card di Yogyakarta.
Hasil pemantauan tersebut akan digunakan sebagai tindak lanjut perluasan KIP smart
card di daerah lain.
b. Pedoman penyelenggaraan terkait interkoneksi uang elektronik server based
Bank Indonesia telah menyusun pedoman interkoneksi uang elektronik server based
yang terdiri atas aspek teknis, bisnis, dan tahap implementasi, termasuk kebutuhan
institusi switching, mekanisme kliring, dan kewajiban menyediakan layanan interkoneksi.
Penyusunan pedoman itu bertujuan untuk menyediakan ekosistem yang mendukung
peningkatan pembayaran nontunai dengan menggunakan uang elektronik dan
perluasan cakupan LKD.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
69
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pedoman tersebut disusun bersama dengan penerbit uang elektronik server based
yang merupakan working group interkoneksi yang terdiri atas 11 lembaga (bank dan
perusahaan telekomunikasi). Buku pedoman tersebut telah disampaikan kepada para
anggota working group interkoneksi dan digunakan sebagai acuan para industri dalam
rencana implementasi interkoneksi baik pada aspek teknis maupun aspek bisnis.
c. Pilot project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pondok Pesantren
Bank Indonesia telah menyusun model bisnis adopsi penggunaan LKD pada komunitas
ponpes. Model bisnis tersebut pada dasarnya sama dengan model bisnis LKD secara
umum, yaitu melalui kerja sama keagenan dan memanfaatkan teknologi berbasis
web atau mobile. Hanya terdapat beberapa penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan
komunitas ponpes, antara lain terkait pembayaran uang sekolah.
Saat ini, model tersebut diujicobakan di 2 (dua) Ponpes yang berlokasi di Bandung,
Jawa Barat dan Ponorogo, Jawa Timur. Selanjutnya, model bisnis tersebut direncanakan
diujicoba jadi beberapa Ponpes lainnya. Pemilihan beberapa ponpes tersebut
dikarenakan memiliki fungsi kegiatan pendidikan agama sehingga terdapat penyaluran
bantuan sosial KIP dari Kemenag bagi siswa kurang mampu. Selain itu, ponpes-ponpes
tersebut memiliki kerja sama dengan bank konvensional dan memiliki unit usaha mini
market atau koperasi yang berpotensi sebagai agen LKD. Keberadaan agen LKD di
ponpes yang berlokasi dekat dengan masyarakat dapat mendorong terbukanya akses
keuangan bagi elemen ponpes dan masyrakat sekitar. Kegiatan LKD ini mendapat
dukungan yang baik dari keempat ponpes tersebut. Bahkan, keempat ponpes ingin
melihat implemetasi LKD dapat digunakan untuk kemudahan pembayaran uang
sekolah dan uang saku bagi siswa di ponpes.
3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem
keuangan telah mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil
dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan penelitian,
pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan, dan kegiatan lain yang ditujukan
untuk meningkatkan kapabilitas pelaku usaha dan mendorong perbankan menyalurkan
kredit kepada UMKM.
3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan untuk Peningkatan Akses
Kredit atau Pembiayaan UMKM
Dalam rangka meningkatkan akses keuangan dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia
melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan UMKM. Selama triwulan III-2016,
kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Proyek percontohan Peningkatan Akses Jasa Keuangan pada Kelompok Masyarakat
Pesisir Sektor Perikanan Tangkap di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah dan
Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Proyek percontohan ini bertujuan
antara lain untuk mengidentifikasi, menetapkan dan membangun komitmen kelompok
usaha potensial masyarakat pesisir, lembaga keuangan bank atau non-bank, dan
stakeholders lainnya. Sasarannya adalah untuk meningkatkan akses jasa keuangan
kelompok usaha potensial masyarakat pesisir. Proyek percontohan merupakan tindak
lanjut dari penelitian yang dilaksanakan pada 2015. Tujuannya adalah mengidentifikasi
70
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
faktor utama keberhasilan (key success factor) dan memberikan rekomendasi dalam
rangka perumusan dan implementasi kebijakan peningkatan akses jasa keuangan
bagi kelompok masyarakat pesisir. Harapannya, hal serupa bisa diterapkan pada
cakupan lebih luas. Sampai dengan triwulan III-2016, Bank Indonesia telah melakukan
monitoring, evaluasi, dan FGD di masing-masing wilayah proyek percontohan.
b. Kajian arah pengembangan klaster komoditas volatile food dalam rangka pengendalian
inflasi. Langkah ini untuk memperkuat kajian strategi penguatan klaster guna
mendukung pasokan komoditas volatile food yang telah dilaksanakan pada 2015. Kajian
ini antara lain bertujuan untuk memperoleh arah pengembangan dan penguatan
klaster komoditas volatile foods Bank Indonesia, sekaligus menetapkan roadmap
pengembangan klaster dan mengidentifikasi intervensi yang dapat dilakukan Bank
Indonesia dan stakeholders terkait. Kajian dilaksanakan di 3 (tiga) lokasi klaster Bank
Indonesia, yaitu Kulon Progo, DI Yogyakarta (komoditas cabai), Nganjuk, Jawa Timur
(komoditas bawang merah), dan Soppeng, Sulawesi Selatan (komoditas padi). Sampai
dengan triwulan III-2016, Bank Indonesia telah melakukan pembahasan bersama
stakeholders dalam rangka merumuskan roadmap klaster dan strategi integrasi klaster
secara nasional untuk mendukung pengendalian inflasi.
c. Proyek percontohan mengenai peningkatan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG)
sebagai salah satu instrumen pengendalian inflasi dan sarana untuk meningkatkan
akses pembiayaan. Pilot project dilaksanakan di 2 (dua) lokasi yaitu di Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat (komoditas gabah) dan Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara (komoditas kakao).
Proyek percontohan ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor utama keberhasilan
dan kendala penerapan SRG. Proyek percontohan ini diharapkan dapat menghasilkan
rekomendasi bagi stakeholders terkait dan memberikan masukan kepada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam menyusun petunjuk pelaksanaan
(juklak) fasilitasi peningkatan pemanfaatan SRG di daerah. Sampai triwulan III 2016, Bank
Indonesia telah melakukan Focus Group Discussion (FGD) bersama pelaku, monitoring
dan evaluasi, kegiatan pasar lelang di Kabupaten Konawe Selatan, serta FGD bersama
Kementerian/Lembaga terkait.
d. Sebagai bentuk pengembangan UMKM, Bank Indonesia telah menyelenggarakan
pameran Karya Kreatif Indonesia pada Agustus 2016 di Jakarta. Fokus kegiatan pameran
ini adalah Program Bank Indonesia dalam Pengembangan UMKM yang Telah Menciptakan
Sumber Ekonomi Baru di Daerah Sekaligus Melestarikan Citra Budaya Daerah. Kegiatan
tersebut melibatkan UMKM binaan Bank Indonesia dari 32 daerah dengan menyajikan
produk pilihan yang memenuhi kriteria, memiliki nilai otentik/original, memiliki nilai
budaya, mengangkat citra daerah, dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Kegiatan ini mendapat respons positif dari masyarakat. Hal itu ditunjukkan dengan
jumlah pengunjung dan total penjualan produk. Kegiatan pameran ini telah menjadi
etalase/showcase yang menunjukkan bahwa UMKM binaan Bank Indonesia memiliki
kualitas tinggi dan dapat memenuhi selera masyarakat. Pelaksanaan kegiatan
pameran ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai wadah bagi UMKM untuk
memperkenalkan produknya secara lebih luas, terutama di tingkat nasional. Selain
itu, kegiatan ini bisa memotivasi UMKM untuk terus memicu kreativitasnya agar dapat
menghasilkan produk-produk berkualitas dengan nilai jual yang tinggi, sehingga
dapat lebih berkontribusi dalam perekonomian daerah dan penyerapan tenaga kerja.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
71
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.5.2. Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI DN) dalam
Pengembangan UMKM
1. Program Pengendalian Inflasi dalam bentuk Klaster Komoditas Volatile Food Program pengembangan klaster merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dalam pengendalian inflasi, dengan basis komoditas yang memiliki sumbangan
signifikan terhadap inflasi di tingkat nasional maupun di tingkat daerah (volatile foods).
Selain itu, pengembangan klaster dilakukan untuk komoditas yang mendukung ketahanan
pangan dan komoditas berorientasi ekspor/substitusi impor.
Selain terkait pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas harga, kebijakan
tersebut bertujuan agar pengembangan klaster yang dilakukan Bank Indonesia dapat
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui pemberdayaan sektor riil
dan UMKM. Pengembangan klaster juga dalam rangka mendukung kesinambungan
ketersediaan pangan.
Sampai dengan triwulan III-2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 185 klaster
yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk klaster ketahanan pangan, Bank Indonesia
telah mengembangkan 140 klaster dengan penambahan klaster baru pada periode 2016
sebanyak 30 klaster dan 2 klaster telah phasing out menjadi klaster mandiri.
Pengembangan klaster tersebut dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir, dimulai
dari penyediaan benih dan pupuk sampai dengan akses pemasaran hasil panen, termasuk
akses pembiayaan. Pengembangan ini disertai pengkayaan berupa penyediaan informasi
harga, digitalisasi, dan elektronifikasi untuk transaksi pada setiap rantai nilai.
Melalui kegiatan Sinergi Aksi untuk Negeri, Bank Indonesia bersinergi dengan pemerintah
dan stakeholders terkait lainnya memperluas implementasi program-program yang telah
dikembangkan. Program-program tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Pendampingan pengembangan klaster bawang putih di Kabupaten Tegal
Bank Indonesia turut melakukan penanaman perdana bawang putih dan
pengembangan bawang putih di Kabupaten Tegal, demplot Kabupaten Batang, dan
Kabupaten Pekalongan. Bank Indonesia juga menandatangani nota kesepahaman
dengan Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB Bogor dan Pemerintah Kabupaten Tegal.
Selain itu, Bank Indonesia memberikan pendampingan intensif guna menghasilkan
varietas Tawangmangu Baru yang unggul sekaligus membekali petani dengan ilmu/
langkah preventif saat menanam bawang putih dalam kondisi cuaca ekstrem akibat La
Nina yang membawa hujan lebat pada triwulan III-2016.
b. Pengembangan Klaster Bawang Putih terintegrasi di 8 Kabupaten di Jawa Tengah
Bank Indonesia menginisiasi pengembangan bawang putih di 8 kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah yaitu di Kabupaten Tegal, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan,
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten
Banjarnegara, dan Kabupaten Purbalingga. Peresmian kegiatan diawali dengan
penandatanganan perjanjian kerja sama antara KPwBI yang membawahi wilayah kerja
tersebut dengan bupati setempat.
c. Proyek percontohan hilirisasi klaster bawang merah
Melalui sinergi dan kerja sama dengan pemerintah daerah setempat, Bank Indonesia
sedang melakukan pilot project hilirisasi untuk komoditas bawang merah. Kegiatan
ini diawali dengan pemetaan/identifikasi dalam rangka pengembangan bisnis model
72
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
klaster dengan fokus pada hilirisasi. Pemetaan tersebut akan menentukan intervensi
kegiatan/program yang dapat diimplementasikan secara optimal untuk mendorong
pengembangan klaster pascaproduksi, termasuk aspek pembiayaan, pengolahan, dan
pemasaran.
Saat ini, Bank Indonesia telah menyusun pengembangan model bisnis klaster bawang
merah dimaksud serta diperoleh komitmen dari stakeholders. Beberapa stakeholder
yang berkomitmen antara lain Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, Dinas Pertanian
Kabupaten Brebes, Perbankan (BPD Jawa Tengah), perusahaan penghela, dan kelompok
petani. Dari segi kelembagaan, petani telah memperoleh Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK)
dan telah dibentuk Badan Usaha Milik Petani (BUMP), termasuk susunan organisasinya
bernama Sinergi Brebes Inovatif. Ke depan, akan dilakukan proses industrialisasi yaitu
pembangunan agroindustri pada klaster bawang merah di Kabupaten Brebes.
2. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia
Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mendukung
pengembangan wirausaha dan peningkatan akses keuangan. Beberapa kegiatan itu
di antaranya pelaksanaan Training of Trainers (ToT) Pencatatan Transaksi Keuangan
(PTK) menggunakan sebuah aplikasi berbasis smartphone (android) yang bernama SIAPIK (Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan). Kegiatan tersebut bertujuan untuk
menyosialisasikan pentingnya pencatatan transaksi keuangan bagi para wirausaha binaan
dan menjadi panduan para wirausaha dalam menyusun laporan keuangan yang sederhana,
sistematis, dan terstandar.
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan ToT PTK di 2 (dua) daerah di
Indonesia, yaitu Maluku dan Banjarmasin. Pelaksanaan ToT diikuti oleh konsultan UMKM
Bank Indonesia, wirausaha, dan UMKM binaan Bank Indonesia, Konsultan Keuangan Mitra
Bank (KKMB), perwakilan pemerintah daerah (perdagangan, industri, dan pertanian),
perbankan, serta wirausaha penerima beasiswa Bank Indonesia (GenBI).
Selain itu, Bank Indonesia juga telah melakukan refreshment kepada 30 wirausaha binaan
Bank Indonesia di wilayah DKI Jakarta. Dalam kegiatan ini, Bank Indonesia memberikan
pelatihan pengelolaan keuangan sederhana dan menggelar Focus Group Discussion (FGD)
untuk memperoleh masukan terhadap arah pengembangan wirausaha Bank Indonesia ke
depan.
3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan
Sistem Informasi Debitur (SID) merupakan sistem pengelolaan data perkreditan yang
diperoleh dari lembaga keuangan. Data perkreditan adalah data mengenai pengelolaan
“kredit” yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat, baik perorangan
maupun badan usaha. Dalam hal ini, terminologi kata “kredit” tidak hanya terbatas pada
kredit dalam arti utang/pinjaman (loan), namun keseluruhan kewajiban keuangan yang
timbul dari seorang debitur terhadap lembaga keuangan, di antaranya pinjaman, bank
garansi, dan letter of credit (L/C).
Pengelolaandata perkreditan dalam SID berfungsi untuk menyediakan informasi mengenai
rekam jejak (track record) debitur dalam mengelola kreditnya. Selanjutnya, informasi
track_record tersebut digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai dan menganalisis
calon debitur yang mengajukan kredit. Berdasarkan hasil analisis profil risiko dan faktor
pengembangan lainnya, lembaga keuangan akan menentukan kelayakan calon debitur
dalam pemberian fasilitas kredit.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
73
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pengelolaan data perkreditan memberikan dampak positif, di antaranya adalah peningkatan
efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan kredit pada masing-masing lembaga
keuangan. Berdasarkan informasi perkreditan yang disediakan, lembaga keuangan dapat
memberikan kredit kepada debitur dengan tingkat bunga dan jenis agunan yang berbeda
antara satu debitur dengan debitur yang lain. Bahkan, lembaga keuangan dapat tidak
mewajibkan debitur untuk menyediakan agunan sebagai jaminan atas kreditnya apabila
diyakini bahwa calon debitur memiliki rekam jejak yang baik dalam pengelolaan kredit dan
memiliki risiko rendah.
Selain itu, lembaga keuangan akan lebih mudah melakukan kontrol dan antisipasi
terhadap potensi terjadinya gagal bayar dari seorang debitur melalui analisa terhadap data
perkreditan yang ada. Dengan demikian, hal tersebut dapat mengurangi dampak risiko
kerugian bagi lembaga keuangan.
Data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
lembaga pemerintah, di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), KPK,
Kepolisian RI, PPATK, dan Kemenkumham. Khusus bagi Bank Indonesia, beberapa tugas
dan fungsi yang didukung oleh data perkreditan mencakup antara lain perumusan dan
pengambilan kebijakan serta pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial,
dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di antaranya
penentuan probability of default (PD), kebijakan loan to value (LTV) pada kredit perumahan
dan kendaraan bermotor, serta pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit.
Pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara dual system, yaitu sinergi
antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry (PCR) dan lembaga swasta
sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) atau dikenal dengan LPIP. Keberadaan LPIP
akan menjadi mitra strategis dalam penyediaan produk informasi perkreditan yang lebih
maju dan memiliki nilai tambah. Produk informasi perkreditan didukung dengan cakupan
dan jenis data yang komprehensif sehingga informasinya dapat lebih memberikan manfaat
baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga pemerintah.
Sampai dengan September 2016, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai
pelapor dalam SID adalah 118 bank umum, 1.448 bank perkreditan rakyat, dan 35 lembaga
keuangan non-bank (LKNB). Setiap bulan, pelapor dari lembaga keuangan melaporkan
data perkreditan. Pada triwulan III-2016, data debitur tercatat mencapai 94,02 juta atau
meningkat 1,82% dibanding triwulan II-2016 (qtq) dan meningkat 8,84% dibanding
triwulan III-2015 (yoy). Jumlah rekening fasilitas mencapai 218,73 juta atau meningkat
2,52% (qtq) dan meningkat 12,17% (yoy).
Tabel 3.3
Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun periode TW II-2015 s.d TW III-2016
Jumlah Debitur
Jumlah Rekening Fasilitas
74
84,6
189,34
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
86,38
194,99
88,22
200,86
90,22
206,87
92,34
213,36
94,02
218,73
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada triwulan III-2016, jumlah pemanfaatan
informasi perkreditan (yang dikenal sebagai
Informasi Debitur Individual/IDI) oleh lembaga
keuangan sedikit mengalami penurunan.
Jumlah permintaan IDI mencapai 10,4 juta
permintaan atau menurun sebesar -1,85% (qtq)
yang dipengaruhi adanya libur keagamaan
pada periode tersebut. Dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, angka
tersebut meningkat sebesar 19,33% (yoy).
Pertumbuhan
3,50%
3,00%
2,50%
2,00%
1,50%
1,00%
0,50%
0,00%
Tw II ke Tw III Tw III ke Tw IV Tw IV ke Tw I Tw I ke Tw II Tw II ke Tw III
2015
Pertumbuhan Debitur
Pertumbuhan Fasilitas
Sebagai tindak lanjut rencana pengembangan
Sistem Informasi Perkreditan Nasional (Sipnas),
Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan
Otoritas Jasa Keuangan guna memenuhi
kebutuhan terkait data perkreditan oleh
2,10%
2,98%
2,13%
3,01%
2016
2.27%
2,99%
2,35%
3,14%
1,82%
2,52%
Grafik 3.5
Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan periode
TW II-2015 s.d TW III-2016
Tabel 3.4
Permintaan IDI per Triwulan periode TW II-2015 s.d TW III-2016
kedua lembaga. Dalam hal ini, Bank
Indonesia memerlukan data perkreditan
untuk mendukung tugas dan fungsinya
di bidang moneter, makroprudensial, dan
sistem pembayaran, sedangkan Otoritas
Jasa Keuangan memerlukan data tersebut
untuk mendukung fungsinya di bidang
mikroprudensial.
Jumlah IDI (Juta)
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
Secara intensif, Bank Indonesia dan Otoritas
Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Jasa Keuangan juga berkoordinasi untuk
2015
2016
mengembangkan sistem informasi perkreditan
Permintaan IDI 5,1 3,1 3,3 2,4 2,9 3,3 3,3 3,4 3,0 3,2 3,5 3,9 4,0 4,0 4,1 2,6 3,9 3,8
yang andal dan berkualitas. Pengembangan
sistem informasi perkreditan ini telah
Grafik 3.6
dimulai oleh Otoritas Jasa Keuangan dan
Permintaan IDI periode TW II-2015 s.d TW III-2016
ditargetkan dapat diimplementasikan pada
2017. Operasional sistem informasi tersebut
memerlukan proses transisi. Untuk itu, Bank Indonesia akan menyediakan data historis
selama proses pengembangan sistem informasi yang dilakukan oleh OJK.
Sebagai dasar hukum pengelolaan sistem informasi perkreditan selama masa transisi,
Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati keputusan bersama13. Sebagai tindak lanjut KB
BI-OJK SID tersebut, Bank Indonesia telah melakukan tahapan persiapan perolehan data
kredit kepada LPIP yang telah diberikan izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan.
13
Nomor 17/3/NK/GBI/2015 dan PRJ-50A/D.01/2015 tertanggal 3 Desember 2015 tentang Kerja sama dan Koordinasi dalam rangka
Pengelolaan dan Pengembangan SID (KB BI-OJK SID).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
75
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang
Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran guna menjaga dan
meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran.
Bank Indonesia terus berusaha untuk memperluas penggunaan instrumen pembyaran
nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan
memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar,
yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan
uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima.
Berbagai upaya dan langkah kebijakan telah dilakukan Bank Indonesia hingga triwulan
III-2016 agar mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran dan pengelolaan uang
rupiah guna menopang transaksi perekonomian. Hal itu tercermin pada indikator sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah berikut ini.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
IKU 4: Keteresediaan layanan jasa SP BI
(High Value PS, Securities Settlement, Retail Value
PS, Banking Services)
Target
Min. 99,97%
Pencapaian
Triwulan III-2016
100%
Secara umum pada TW III-2016, penyelenggaraan sistem pembayaran Bank Indonesia berjalan dengan aman
dan lancar. Tidak terdapat gangguan Jaringan Komunikasi Data (JKD) yang menyebabkan operasional BI-RTGS,
SSSS dan SKNBI pada triwulan III-2016.
IKU 5: Peningkatan transaksi SP ritel (APMK, uang
elektronik, Internet Payment, Mobile Payment,
Transfer Kredit SKN)
2,21 x PDB
2,34
Data Transaksi SP Ritel tanpa SKNBI per posisi triwulan III-2016 terdiri dari Kartu ATM/D (tidak termasuk
transaksi tunai), Kartu Kredit, Uang Elektronik, Delivery Channel (mobile & internet payment), dan Transaksi
Billing).
Nilai rasio transaksi SP ritel terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan adalah 2,34.
Pencapaian rasio SP ritel pada triwulan III-2016 telah memenuhi target triwulan III-2016 yaitu sebesar 2,21 x
PDB.
IKU 6: % Peningkatan coverage dan layanan
distribusi uang
76
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Akhir 2016:
Penambahan 9,9%
coverage dan layanan
distribusi uang oleh
Bank Indonesia
Triwulan III-2016:
Penambahan 6,6%
coverage dan layanan
distribusi uang oleh
Bank Indonesia
Penambahan 9,71%
coverage dan layanan
distribusi uang oleh Bank
Indonesia
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Pencapaian
Triwulan III-2016
Target
Penjelasan:
Bank Indonesia senantiasa meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan uang yang ditunjukkan
dengan komitmen untuk meningkatkan coverage dan layanan distribusi uang. Pada triwulan III-2016, BI telah
meningkatkan coverage dan layanan distribusi uang antara lain melalui pembukaan 5 unit kas titipan baru.
Bank Indonesia terus berkomitmen melakukan upaya peningkatan coverage dan layanan distribusi uang.
IKU 7: Soil Level ULE Nasional
Minimum Soil Level 8
(UPB) dan Soil Level 6
(UPK) (Semesteran)
UPB: 8,5
UPK: 7
Penjelasan:
Bank Indonesia terus berkomitmen untuk menciptakan clean money policy, hal tersebut tercermin melalui
tingkat kelusuhan uang beredar (soil level). Sampling tingkat kelusuhan uang beredar (soil level) secara
nasional menunjukkan hasil yang baik yaitu soil level 8,5 untuk uang pecahan besar (Rp20.000 atau lebih
besar) dan soil level 7 untuk uang pecahan kecil (Rp10.000 atau lebih kecil).
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia secara berkesinambungan terus berupaya memperkuat dan
mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran untuk menjaga dan meningkatkan
kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran. Bank Indonesia juga terus
menempuh kebijakan dan menyempurnakan ketentuan dalam rangka meningkatkan
kualitas layanan. Selain itu, Bank Indonesia konsisten memperluas akses penggunaan
instrumen pembayaran nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa
sistem pembayaran dengan memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Selama triwulan III-2016, Bank Indonesia menempuh kebijakan sistem pembayaran
sebagai berikut:
1. Penerbitan ketentuan terkait Layanan Keuangan Digital (LKD)14
Tujuan penerbitan ketentuan ini adalah menyesuaikan ketentuan terkait
penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD) untuk memberikan relaksasi
terhadap beberapa ketentuan terkait LKD. Relaksasi itu antara lain berupa perluasan
terhadap pihak yang dapat menyelenggarakan LKD melalui agen LKD individu,
kemudahan operasionalisasi penyelenggaraan LKD melalui penerapan customer due
diligence (CDD) yang lebih sederhana, dan harmonisasi dengan ketentuan lainnya yang
terkait dengan keuangan inklusif.
Secara garis besar, pokok-pokok materi perubahan pengaturan ini mencakup:
a. Perubahan mengenai kriteria dan persyaratan pihak yang dapat menyelenggarakan
LKD melalui agen LKD individu. Pihak yang dapat menjadi penyelenggara LKD
melalui agen LKD individu adalah bank dengan kriteria bank umum kegiatan usaha
(BUKU) 3 dan 4 atau bank pembangunan daerah (BPD) dengan kategori BUKU 1 dan
14
Peraturan Bank Indonesia No.18/17/PBI/2016 Tanggal 29 Agustus 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
77
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
2 yang memiliki sistem teknologi informasi memadai dan memiliki profil mandat
penyaluran program bantuan sosial. Perubahan ini memperluas kriteria pihak yang
dapat menyelenggarakan LKD, yang sebelumnya hanya terbatas pada penerbit
berupa bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) 4.
b. Penerapan customer due diligence (CDD) yang lebih sederhana oleh penyelenggara
LKD. Untuk mendukung perluasan LKD, penyederhanaan prosedur CDD dilakukan
melalui pencatatan data identitas yang paling kurang mencakup informasi nama,
tempat dan tanggal lahir, alamat, nomor dokumen identitas, dan nama ibu kandung.
Informasi kewarganegaraan dan jenis kelamin yang diminta dalam prosedur CDD
normal tidak wajib dicatat oleh penyelenggara LKD.
2. Penerbitan Pengaturan perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital15
Penerbitan ketentuan ini memperluas ekosistem Layanan Keuangan Digital (LKD) dan
penyaluran bantuan sosial (program pemerintah) secara non-tunai untuk mendukung
keuangan inklusif sebagai upaya mendorong peningkatan transaksi non-tunai.
Secara garis besar, pokok-pokok pengaturan dalam ketentuan ini mencakup
penyelenggara LKD melalui agen LKD individu dan agen LKD badan hukum; kriteria
dan persyaratan pengajuan permohonan sebagai penyelenggara LKD; pemrosesan
permohonan persetujuan sebagai penyelenggara LKD oleh Bank Indonesia; dan
realisasi penyelenggaraan kegiatan LKD.
3. Penerbitan Pengaturan untuk Meningkatkan Penggunaan Uang Elektronik
(electronic money)16
Tujuan utama pengaturan ini untuk meningkatkan penggunaan uang elektronik oleh
masyarakat sebagai upaya mendorong peningkatan transaksi non-tunai. Peningkatan
transaksi non-tunai antara lain dilakukan melalui penyesuaian batas paling banyak
nilai uang elektronik. Bank Indonesia juga menyempurnakan pengaturan mengenai
kewajiban penyampaian permohonan persetujuan dalam rangka pengembangan
produk baru dan kerja sama serta pengaturan mengenai LKD.
Secara garis besar, pokok-pokok materi perubahan yang dimuat dalam ketentuan ini
mencakup:
a. Peningkatan batas paling banyak nilai uang elektronik registered dari yang semula
sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) menjadi sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah);
b. Penyesuaian pengaturan pelaksanaan uji coba penyelenggaraan uang elektronik
dalam tahap pemrosesan izin dan uji coba penyelenggaraan LKD;
c. Penyesuaian pengaturan terkait penyelenggaraan LKD baik melalui Agen LKD
individu maupun agen LKD badan hukum;
d. Perubahan pengaturan terkait pengembangan produk baru dan kerja sama
penyelenggaraan uang elektronik yang sebelumnya dilakukan dengan penyampaian
laporan menjadi wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Bank Indonesia;
e. Penambahan pengaturan pemberian kemudahan oleh Bank Indonesia kepada
penyelenggara uang elektronik yang telah memperoleh izin atas proses persetujuan
15
16
78
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/22/DKSP tanggal 27 September 2016 perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital.
Surat Edaran Bank Indonesia No.18/21/DKSP tanggal 27 September 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
No.16/11/DKSP perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
kerja sama dalam rangka penggunaan atau perluasan penggunaan uang elektronik
untuk mendukung kebijakan nasional;
f.
Penambahan ketentuan terkait fasilitas uang elektronik dalam pengembangan
sistem yang saling dikoneksikan dengan penyelenggara uang elektronik lain dalam
memproses transaksi; dan
g. Penyesuaian alamat korespondensi Bank Indonesia terkait penyampaian rencana
penerbitan uang elektronik dengan jenis, nama yang berbeda, pengembangan dan/
atau penambahan fasilitas baru, rencana kerja sama dan laporan penyelenggaraan
uang elektronik.
4. Perluasan Penggunan Instrumen Pembayaran Nontunai
Bank Indonesia senantiasa mendukung perluasan penggunaan instrumen pembayaran
nontunai di masyarakat. Hal tersebut tercermin dari berbagai upaya dan kebijakan
yang ditempuh Bank Indonesia dalam mengembangkan dan mengenalkan instrumen
pembayaran nontunai.
Pada triwulan laporan, Bank Indonesia bekerja sama dengan 4 bank pemerintah, 1 bank
swasta, dan pemerintah kota Batam meluncurkan Kartu Lantera (Layanan Keuangan
Integrasi) di Batam. Peluncuran Kartu Lantera ini dalam rangka mendukung Gerakan
Nasional Nontunai (GNNT) yang telah dicanangkan sejak 2014 dengan menyerahkan
Kartu Lentera kepada 1.000 nelayan. Kartu Lantera ini merupakan uang elektronik
yang dapat digunakan oleh nelayan untuk melakukan transaksi pembelian peralatan
tangkap ikan dan kebutuhan sehari-hari. Ke depan, fitur kartu lantera ini diintegrasikan
dengan kartu ATM/Debet dengan media ponsel dan kartu. Dengan adanya integrasi ini,
Kartu Lantera juga dapat dimanfaatkan untuk penyaluran bantuan kepada komunitas
nelayan serta disinkronisasikan dengan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
5. Pengaturan dan Pengawasan Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, Bank Indonesia berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap
seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran yang telah memperoleh izin dari Bank
Indonesia. Objek pengawasan meliputi penyelenggaraan sistem pembayaran yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan oleh industri yaitu penyelenggara APMK,
uang elektronik, transfer dana (TD), dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan
Bank (KUPVA BB).
Agar dapat melakukan pengawasan secara menyeluruh, pengawasan terhadap TD
dan KUPVA BB dilakukan secara desentralisasi oleh masing-masing kantor perwakilan
berdasarkan wilayah kerja. Pengawasan dapat dilakukan melalui pemeriksaan tidak
langsung (offsite) berdasarkan laporan yang disampaikan oleh penyelenggara dan/atau
pemeriksaan langsung (onsite).
Secara umum, ruang lingkup pemeriksaan terhadap penyelenggara sistem pembayaran
adalah kepatuhan penyelenggara terhadap ketentuan, penerapan prosedur, termasuk
penerapan Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT),
serta pengendalian internal. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah melakukan
onsite terhadap penyelenggara APMK, TD BB dan KUPVA BB.
Selain itu, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan bersama dengan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dilakukan sesuai dengan Nota Kesepahaman.
Objek pemeriksaan dilakukan kepada penyelenggara KUPVA Bukan Bank yang memiliki
eksposur transaksi tinggi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
79
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BOKS
5 (lima) Inisiatif Bank Indonesia dalam Sistem
Pembayaran
Transaksi pembayaran nontunai merupakan salah satu aktivitas penting dalam
mendorong kegiatan perekonomian. Terlebih lagi, perkembangan teknologi
semakin pesat dan volume maupun nilai transaksi terus meningkat. Dalam kondisi
demikian, instrumen pembayaran nontunai yang beraneka ragam tentu saja akan
berdampak pada meningkatnya risiko dari transaksi pembayaran nontunai tersebut.
Di sisi lain, tuntutan masyarakat semakin besar terhadap sistem pembayaran
yang efisien dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Tuntutan itu
tidak dapat dikesampingkan dalam mewujudkan sistem pembayaran yang aman,
lancar, efisien, memperhatikan perluasan akses, dan mengedepankan kepentingan
nasional.
Selaku otoritas sistem pembayaran yang berperan sebagai regulator, fasilitator, dan
overseer, Bank Indonesia berusaha untuk menanggapi dan menjawab hal tersebut
melalui 5 (lima) inisiatif Bank Indonesia dalam sistem pembayaran, yaitu:
1. National Payment Gateway (NPG)
Bank Indonesia mengembangkan Gerbang Pembayaran Nasional/National
Payment Gateway (NPG) untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan sistem
pembayaran yang efisien dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
NPG adalah infrastruktur yang mengintegrasikan berbagai saluran (channel)
pembayaran untuk memfasilitasi transaksi pembayaran secara elektronik.
Dalam pengembangan NPG, prinsip yang dianut Bank Indonesia adalah
dengan mempertimbangkan akseptansi stakeholder, time to market, setelmen,
keamanan, kompetisi yang sehat, dan mengedepankan kepentingan nasional.
Oleh karena itu, desain konseptual (conceptual design) Bank Indonesia dalam
NPG lebih bersifat institutional arrangement untuk memastikan terjadinya
interkoneksi dan interoperabilitas. Penerapan NPG akan dilakukan secara
bertahap pada 2016. Pada akhirnya, penerapan NPG akan memberikan manfaat
lebih untuk masyarakat dan berkembangnya kartu nasional. 2. Implementasi Standar Nasional Kartu ATM/DEBIT - National Standard of Indonesian
Chip Card Specification (NSICCS)
Inisiatif penggunaan chip dan pin pada alat pembayaran menggunakan kartu
(APMK), telah diinisiasi sejak 2005 pada kartu kredit. Penggunaan teknologi chip
diyakini dapat mengurangi risiko terjadinya pemalsuan kartu dan pencurian
data identitas pada kartu (skimming).
Secara bertahap, Bank Indonesia bersama dengan industri telah mempersiapkan
diri untuk penggunaan teknologi chip pada kartu ATM/Debet, dan akan
diimplementasikan mulai 1 Juli 2017 sampai dengan 31 Desember 2021.
Artinya, pada 1 Januari 2022, seluruh kartu ATM/Debet harus berteknologi chip
(kecuali dengan nominal tertentu masih dapat menggunakan magnetic stripe)
dan diproses secara domestik.
80
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selain untuk kepentingan keamanan, penggunaan chip dengan pemrosesan
secara domestik mengedepankan kepentingan nasional sehingga dapat
mendukung efisiensi ekonomi dan kemandirian nasional.
3. Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
Ketentuan ini bertujuan untuk mengakomodasi dan mengantisipasi inovasi di
bidang sistem pembayaran, terutama dengan tumbuh dan berkembangnya
e-commerce. Hal ini juga mendukung inisiatif lintas kementerian dan otoritas
yang sudah sejalan dengan peta jalan dan Rencana Peraturan Pemerintah
(RPP) e-commerce.
Aturan ini mengatur mengenai penyelenggaraan pemrosesan sistem
pembayaran dan juga sarana penunjang. Ketentuan ini mengharuskan
penyelenggara berbadan hukum Indonesia, melakukan pemrosesan secara
domestik, berkewajiban menggunakan Rupiah, dan melakukan transaksi melalui
perbankan nasional.
4. Financial Technology
Bank Indonesia mendukung perkembangan Financial Technology dengan terus
mendorong inovasi dan kompetisi yang sehat, namun tetap dalam koridor
kehati-hatian. Dalam waktu dekat, Bank Indonesia akan mengeluarkan beberapa
kebijakan berkaitan dengan FinTech.
a. FinTech Office, yaitu unit/gugus tugas sebagai wadah evaluasi, asesmen dan
mitigasi risiko, serta inisiator riset terkait kegiatan FinTech. Selain itu, FinTech
Office merupakan ajang kolaborasi antar pelaku industri, dan memastikan
terjadinya sinergi dan harmoni antar sesama regulator.
b. Regulatory Sandbox, yaitu laboratorium yang akan digunakan oleh pelaku
bisnis dan regulator untuk melakukan pengujian terhadap produk atau
model bisnis. Regulatory sandbox juga merupakan sarana bagi Bank Indonesia
untuk memfasilitasi pengembangan inovasi dan menguji kebijakan yang
akan dikeluarkan.
5. Bantuan Sosial : Government to Person
Untuk mendukung penyaluran program bantuan sosial oleh pemerintah, Bank
Indonesia telah memprakasai model bisnis penyaluran bantuan sosial secara
non-tunai yang mengedepankan interkoneksi dan interoperabilitas serta
mengutamakan kepentingan nasional.
Salah satu bentuk implementasi model bisnis bantuan sosial non-tunai adalah
melalui kerja sama dengan bank-bank anggota Himpunan Bank Negara
(Himbara) dan agen e-warung Kelompok Usaha Bersama Program Keluarga
Harapan (Kube PKH) yang diinisiasi oleh Kementerian Sosial. Untuk mendukung
efisiensi, ketepatan tujuan penggunaan rekening, dan sustainabilitas bagi bank
penyalur, integrasi bansos akan dilakukan dalam 1 rekening dan data disimpan
secara nasional. Model bisnis ini akan diperluas dengan melibatkan institusi atau
lembaga lainnya, sehingga dapat mendorong keuangan inklusi di Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
81
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang
Kebijakan umum pengelolaan uang rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i)
ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang
yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Pelaksanaan ketiga pilar tersebut
bertujuan untuk mencapai misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang rupiah yaitu
memenuhi kebutuhan uang rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Ketersediaan Uang Rupiah
Dalam mencapai pilar pertama, “ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya”, Bank
Indonesia selama triwulan III-2016 melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Koordinasi dengan Pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan
uang
Undang-Undang tentang Mata uang antara lain mengatur bahwa Bank Indonesia
berkoordinasi dengan pemerintah dalam kegiatan perencanaan, pencetakan, dan
pemusnahan uang. Dalam kegiatan perencanaan dan pencetakan uang, Bank Indonesia
dan Kementerian Keuangan menyepakati jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk
2016 dan 2017.
Bank Indonesia berencana untuk menerbitkan uang Rupiah sesuai dengan UU
No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang, untuk seluruh denominasi dengan emisi baru.
Berkenan dengan kegiatan perencanaan tersebut, Bank Indonesia berkoordinasi secara
intensif dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, dan Sekretariat Kabinet,
terkait dengan penggunaan dan penyusunan Keputusan Presiden mengenai gambar
Pahlawan Nasional. Sementara itu, untuk pemilihan kebudayaan nusantara, Bank
Indonesia menyelenggarakan Focus Group Discussion bersama beberapa instansi terkait
yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan HAM, Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi, akademisi, serta pakar/ahli tari nusantara.
Untuk 2016, pencetakan uang yang direncanakan adalah sebesar Rp181,83 triliun yang
terdiri atas Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sementara itu,
rencana cetak uang 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun yang terdiri atas Rp309,15
triliun uang kertas dan Rp1,46 triliun uang logam. Kesepakatan rencana cetak tersebut
dihitung berdasarkan asumsi indikator makro ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi,
laju inflasi, suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI 7 Days RR Rate), dan masukan dari
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di seluruh Indonesia.
Perhitungan rencana cetak tersebut juga dipengaruhi oleh asumsi jumlah uang tidak
layak edar yang akan dimusnahkan. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia melakukan
monitoring/pemantauan terhadap pemenuhan estimasi kebutuhan uang di Kantor
Pusat dan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia, baik terkait distribusi uang, jumlah
penarikan, dan setoran perbankan maupun jumlah pemusnahan uang tidak layak edar.
Dari sisi pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) pada triwulan laporan,
Bank Indonesia telah melakukan pemusnahan sebesar Rp54,5 triliun yang seluruhnya
merupakan uang kertas. Nilai pemusnahan tersebut selanjutnya disampaikan kepada
Kementerian Keuangan sebagai bentuk koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah
sebagaimana yang telah diamanatkan undang-undang.
82
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
b. Kerja sama pencetakan uang rupiah dengan Perusahaan Umum Pencetakan Uang
Republik Indonesia (Perum Peruri)
Pada triwulan III-2016, realisasi cetak uang rupiah mencapai nominal Rp57,74 triliun
atau 107,1% dari total rencana cetak pada triwulan yang sama. Realisasi cetak uang
tersebut terdiri atas 1,2 miliar lembar uang kertas senilai Rp57,55 triliun dan 612,9 juta
keping uang logam senilai Rp190,3 miliar.
c. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah
1) Koordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi
Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal)
Pada triwulan III-2016, seluruh unsur Botasupal telah menyelenggarakan rapat
koordinasi17, Rapat Botasupal sepakat untuk optimalisasi koordinasi. Pertama, tukar
menukar informasi, termasuk terkait dengan peningkatan unsur pengaman uang
rupiah kertas. Kedua, regulasi pengadaan bahan baku dan mesin cetak uang. Ketiga,
adanya daftar pelaku kejahatan uang palsu secara nasional.
Selanjutnya, Kepolisian RI memberikan masukan agar sertifikasi Ahli Uang Rupiah
dari Bank Indonesia mendapatkan pengakuan dari Badan Nasional Sertifikasi
Profesi dan Laboratorium Uang Rupiah Palsu Bank Indonesia dapat memiliki
Standarisasi Nasional Indonesia (SNI). Di samping itu, upaya koordinasi Bank
Indonesia dan Kepolisian RI dapat lebih ditingkatkan dalam rangka mempercepat
proses penanganan kasus kejahatan peredaran uang rupiah palsu.
2) Sosialisasi dan edukasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah
Bank Indonesia secara aktif melakukan kegiatan sosialisasi mengenai pengelolaan
uang rupiah. Sosialisasi ini ditujukan kepada cash handlers, seperti perbankan
dan Perusahaan Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR)18, penegak
hukum, dan masyarakat umum. Hal ini bertujuan untuk menekan jumlah uang
rupiah palsu yang ditemukan pada proses pengolahan uang di Bank Indonesia
yang berasal dari setoran perbankan.
Selama triwulan III-2016, Bank Indonesia telah melakukan kegiatan sosialisasi
dengan peserta berasal dari bank umum dan anggota Asosiasi Perusahaan Jasa
Angkutan Uang dan Barang Berharga Indonesia (Apjatin). Di samping itu, Bank
Indonesia juga melakukan kegiatan sosialisasi di beberapa wilayah di Indonesia.
Sosialisasi dilakukan dalam bentuk tatap muka, pameran, dan pagelaran kesenian
tradisional dengan peserta dari masyarakat umum, pelajar, guru dan stakeholders
Bank Indonesia lainnya.
3. Dukungan terhadap upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik
Indonesia
Sebagai upaya penanggulangan pemalsuan uang rupiah, Bank Indonesia memiliki
laboratorium analisis uang rupiah palsu dan Bank Indonesia Counterfeit Analysis
Center (BICAC). Fasilitas tersebut berfungsi untuk menganalisis informasi penemuan
17
18
Botasupal atau Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun
2012,yang terdiri dari 5 unsur, yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementerian
Keuangan, dan Bank Indonesia.
Perusahaan Penyelenggaran Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) adalah lembaga selain bank uang melakukan jasa pengolahan
uang rupiah, yang mencakup Distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang rupiah; Pemrosesan (penghitungan,
penyortiran, dan pengemasan uang rupiah); Penyimpanan uang rupiah di khasanah; dan/atau Pengisian Anjungan Tunai
Mandiri (ATM) dengan uang rupiah dan/atau pengambilan uang rupiah dari Cash Deposit Machine (CDM) berikut pemantauan
kecukupan uang rupiah pada ATM dan/atau CDM. PJPUR sebelumnya dikenal dengan nama Perusahaan Cash in Transit.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
83
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
uang rupiah palsu, pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang rupiah
palsu, dan pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang
rupiah. Data dan analisis dari BICAC selanjutnya akan dikoordinasikan dengan
Kepolisian RI dalam rangka memperkuat penanggulangan pemalsuan uang rupiah.
Pada triwulan laporan, Kantor Pusat Bank Indonesia melakukan sepuluh kali
pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan pemberian
keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah. Barang bukti
uang Rupiah yang diduga palsu berdasarkan pemeriksaan Kepolisian RI berjumlah
14.342 lembar pecahan Rp100.000 dan 4.248 lembar pecahan Rp50.000.
Distribusi dan Pengolahan Uang
Dalam rangka mencapai pilar kedua “distribusi dan pengolahan uang yang aman dan
optimal”, Bank Indonesia melakukan kegiatan antara lain:
a. Peningkatan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
Bank Indonesia terus meningkatkan frekuensi dan kuantitas distribusi uang rupiah
guna meningkatkan persediaan uang rupiah di Kantor Pusat (KP) maupun di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN). Selama triwulan laporan, realisasi
distribusi uang rupiah sebesar Rp18,33 triliun dalam berbagai pecahan, menurun
secara signifikan mengingat kebutuhan uang kartal di masyarakat dan perbankan yang
menurun pasca periode Ramadan dan Idul Fitri 2016.
Dari jumlah distribusi uang tersebut, sebesar Rp16,69 triliun (91,1%) untuk memenuhi
kecukupan persediaan kas KPwDN-BI dan Rp1,63 triliun (8,9%) untuk unit kerja kas di
KPBI. Pangsa terbesar distribusi uang ke KPwDN-BI ditujukan kepada KPwBI DN Provinsi
Bali dan Sulawesi Selatan, dengan jumlah masing-masing sebesar Rp3,34 triliun dan
Rp2,50 triliun. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan triwulan III-2016, Bank
Indonesia telah melakukan distribusi uang sejumlah Rp189,51 triliun untuk memenuhi
kecukupan uang seluruh kantor Bank Indonesia.
b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang
jasa angkutan
Dalam rangka melakukan distribusi uang rupiah ke seluruh wilayah NKRI, Bank
Indonesia melakukan kerja sama antara lain dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan
PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Kerja sama itu berupa penyediaan armada
transportasi secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi rupiah ke
seluruh Indonesia
Kerja sama dengan PT KAI berupa penyediaan moda transportasi kereta api terjadwal
untuk distribusi uang rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat. Selain itu, Bank
Indonesia menjalin kerja sama dengan PT Pelni untuk penyediaan moda transportasi
kapal penumpang terjadwal. Distribusi uang rupiah dengan menggunakan kapal
penumpang merupakan alternatif, jika perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan
Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai jalur distribusi uang rupiah Bank Indonesia atau
tidak dapat melayani permintaan distribusi uang pada waktu yang diperlukan (seluruh
jalur distribusi dalam Gambar 3.2).
84
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Gambar 3.2
Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia
c. Penerbitan Peraturan Bank Indonesia mengenai Penyelenggara Jasa Pengolahan
Uang Rupiah (PBI PJPUR)
Bank Indonesia dalam melaksanakan pengedaran uang rupiah kepada masyarakat
tidak dapat dipisahkan dari peran serta bank dan Badan Usaha Jasa Pengamanan
(BUJP) yang melakukan pengolahan uang rupiah. BUJP yang melakukan pengolahan
uang rupiah pada awalnya hanya bergerak pada usaha kawal angkut uang. Selama
ini, BUJP yang melakukan usaha kawal angkut uang telah diwajibkan untuk memiliki
izin operasional dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun demikian, kegiatan
usaha BUJP yang berkembang menjadi industri jasa pengolahan uang rupiah, belum
diikuti dengan pengaturan dari Bank Indonesia mengenai standar sarana, prasarana
dan infrastruktur, sumber daya manusia, manajemen risiko, dan prinsip governance
yang baku. Oleh karena itu, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan19 untuk memastikan
kegiatan pengolahan uang rupiah yang dilakukan oleh BUJP yang bergerak di bidang
pengolahan uang sesuai dengan standar yang ditetapkan Bank Indonesia. Ketentuan
ini juga bertujuan untuk mendorong atau memastikan berkembangnya industri jasa
pengolahan uang rupiah yang sehat dan bertanggungjawab.
Ada beberapa jenis kegiatan jasa pengolahan uang rupiah yang diatur dalam PBI PJPUR.
Pertama, distribusi uang rupiah. Kedua, pemrosesan uang rupiah. Ketiga, penyimpanan
uang rupiah di khazanah. Keempat, pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan
kecukupan uang pada mesin komersial penarikan dan penyetoran uang (antara lain
Automated Teller Machine/ATM, Cash Deposit Machine/CDM, dan/atau Cash Recycling
Machine/CRM).
Setiap badan usaha jasa pengamanan yang akan menjadi PJPUR untuk melakukan
kegiatan jasa pengolahan uang rupiah harus memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Demikian pula, bagi PJPUR yang akan membuka kantor cabang wajib memperoleh
19
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/15/PBI/2016 tanggal 24 Agustus 2016 tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah
(PBI PJPUR).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
85
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
persetujuan dari Bank Indonesia. Selanjutnya, agar kualitas kegiatan pengolahan uang
rupiah yang dilakukan oleh PJPUR sesuai dengan standar Bank Indonesia, PJPUR wajib
menrapkan prinsip good governance. Untuk itu, PJPUR harus memiliki service level
agreement (SLA), mesin hitung uang, sarana dan infrastruktur, dan kompetensi SDM
dalam melakukan pengolahan maupun mengenai keaslian uang rupiah.
Layanan Kas Prima
Dalam rangka mencapai pilar ketiga “layanan kas prima”, Bank Indonesia melakukan
kegiatan melalui:
a. Layanan Kas Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah
perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia
Bank Indonesia terus mengoptimalkan layanan Kas Keliling untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau layanan kas Bank Indonesia atau tidak
memiliki akses/belum terlayani oleh perbankan. Bentuk layanan tersebut berupa
penukaran uang layak edar dan penggantian uang tidak layak edar, yang dilakukan
secara wholesale (kepada perbankan) dan/atau ritel (kepada masyarakat umum).
Selama triwulan laporan, jumlah penukaran uang dalam rangka Kas Keliling mencapai
Rp495,95 miliar atau turun 47,6% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Demikian
pula, jumlah penukaran uang tersebut turun 2,0% (yoy) dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya.
Dalam rangka meningkatkan layanan kas kepada stakeholders, Bank Indonesia bekerja
sama dengan perbankan untuk meningkatkan frekuensi dan memperluas jangkauan
layanan kas keliling, serta mengoptimalkan loket pelayanan di masing-masing kantor
bank. Kerja sama dengan perbankan dilakukan bersama enam bank yaitu Bank Mandiri,
BCA, BNI, BRI, Bank DKI, dan BJB.
Selanjutnya, kegiatan kas keliling difokuskan pada pasar tradisional di wilayah Jakarta
dan sekitarnya. Pertimbangannya, pasar merupakan pusat perekonomian masyarakat
yang perputaran uangnya cukup cepat dan diperkirakan banyak terdapat uang tidak
layak edar (UTLE). Jadwal kegiatan kas keliling dipublikasikan melalui media sosial
Bank Indonesia dan media massa (koran dan radio). Agar kegiatan kas keliling tepat
sasaran, Bank Indonesia berkoordinasi dengan PD Pasar Jaya selaku pengelola 133
pasar tradisional dan 14 pasar besar di wilayah DKI Jakarta.
Dalam pengoperasian kas keliling, Bank Indonesia menyampaikan permintaan
dukungan kepada PD Pasar Jaya. Pertama, memberikan informasi kepada pedagang,
pengunjung, dan masyarakat sekitar mengenai kegiatan kas keliling. Kedua, memberikan
rekomendasi titik lokasi yang layak dikunjungi kegiatan kas keliling. Ketiga, memetakan
kantor bank yang berlokasi di area pasar. Keempat, memberikan informasi apabila ada
kantor bank yang menolak melayani penukaran.
Selain dengan PD Pasar Jaya, Bank Indonesia membuka layanan penukaran di loket
stasiun dengan bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dan PT KAI
Commuter Jabodetabek (PT KCJ). Dalam pelaksanaan peningkatan layanan kas di
wilayah Jabodetabek pada 5 s.d. 30 September 2016 (18 hari kerja), Bank Indonesia
melakukan kegiatan kas keliling sebanyak 108 kali dengan total hasil penukaran
mencapai Rp16,57 miliar. Jumlah tersebut merupakan 39,5% dari total layanan kas
keliling yang dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia sebesar Rp41,92 miliar.
86
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
b. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum
terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi
potensial
Selama triwulan III-2016, terdapat penambahan lima Kas Titipan yaitu di Pamekasan
(Provinsi Jawa Timur), Tabalong (Provinsi Kalimantan Selatan), Kotabumi (Provinsi
Lampung), Bukittinggi (Provinsi Sumatera Barat), dan Tebing Tinggi (Provinsi Sumatera
Utara). Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan akhir September 2016,
terdapat 48 (empat puluh delapan) Kas Titipan dengan jumlah peserta 363 kantor bank.
Jumlah penarikan uang Rupiah oleh bank peserta Kas Titipan sebesar Rp14,39 triliun,
turun 33,7% (qtq) dibandingkan triwulan II-2016 yang tercatat sebesar Rp21,70 triliun.
Secara tahunan, jumlah penarikan uang tersebut lebih tinggi 5,7% (yoy) dibandingkan
triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp13,61 triliun. Hal ini sebagai
dampak penambahan jumlah Kas Titipan untuk mendukung kelancaran transaksi
pembayaran dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Penarikan uang rupiah tertinggi
dilakukan oleh perbankan wilayah Sumatera (Rp 6,0 triliun), kemudian diikuti oleh
Sulampua Bali Nusra (Rp4,5 triliun) dan Kalimantan (Rp3,2 triliun).
BOKS
Uang Rupiah Baru
Sebagai pelaksanaan amanat UU Mata Uang, Bank Indonesia akan menerbitkan
uang Rupiah NKRI dengan desain baru dengan ciri sebagaimana diatur dalam UU
tersebut. Salah satu ciri uang sebagaimana Pasal 7 UU Mata Uang adalah memuat
gambar pahlawan nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Penetapan
gambar pahlawan nasional tersebut dilakukan berdasarkan koordinasi Bank
Indonesia dengan Pemerintah yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial,
Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk dalam pengurusan
persetujuan penggunaan gambar pahlawan nasional oleh ahli waris.
Sebagaimana Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2016 tanggal 5 September 2016
tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional sebagai Gambar Utama pada Bagian
Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Bank Indonesia akan mengeluarkan tujuh pecahan uang Rupiah kertas dan empat
pecahan uang Rupiah logam dengan gambar Pahlawan sebagai berikut:
a. Gambar Pahlawan Nasional Dr. (H.C.) Ir. Soekarno dan Dr. (H.C.) Drs. Mohammad
Hatta sebagai gambar utama pada bagian depan uang rupiah kertas TE 2016
dengan pecahan Rp100.000.
b. Gambar Pahlawan Nasional Ir. H. Djuanda Kartawidjaja sebagai gambar pada
bagian depan uang rupiah kertas TE 2016 dengan pecahan Rp50.000.
c. Gambar Pahlawan Nasional Dr. G.S.S.J. Ratulangi sebagai gambar pada bagian
depan uang rupiah kertas TE 2016 dengan pecahan Rp20.000.
d. Gambar Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo sebagai gambar pada bagian depan
uang rupiah kertas TE 2016 dengan pecahan Rp10.000.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
87
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
e. Gambar Pahlawan Nasional Dr. K.H. Idham Chalid sebagai gambar pada bagian
depan uang rupiah kertas TE 2016 dengan pecahan Rp5.000.
f. Gambar Pahlawan Nasional Mohammad Hoesni Thamrin sebagai gambar pada
bagian depan uang rupiah kertas TE 2016 dengan pecahan Rp2.000.
g. Gambar Pahlawan Nasional Tjut Meutia sebagai gambar pada bagian depan
uang rupiah kertas TE 2016 dengan pecahan Rp1.000.
h. Gambar Pahlawan Nasional Mr. I Gusti Ketut Pudja sebagai gambar pada bagian
depan uang rupiah logam TE 2016 dengan pecahan Rp1.000.
i.
Gambar Pahlawan Nasional Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang
sebagai gambar pada bagian depan uang rupiah logam TE 2016 dengan
pecahan Rp500.
j.
Gambar Pahlawan Nasional Dr. Tjiptomangunkusumo sebagai gambar pada
bagian depan uang rupiah logam TE 2016 dengan pecahan Rp200.
k. Gambar Pahlawan Nasional Prof. Dr. Ir. Herman Johannes sebagai gambar pada
bagian depan uang rupiah logam TE 2016 dengan pecahan Rp100.
Penggunaan 12 gambar pahlawan nasional tersebut bertujuan untuk lebih
mengenalkan pahlawan nasional kepada masyarakat. Tujuan lainnya adalah
menumbuh kembangkan semangat kepahlawanan, kepatriotan, kejuangan, dan
sikap keteladanan bagi setiap orang. Penggunaan gambar pahlawan juga untuk
mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan dan kejayaan
bangsa dan negara.
Dengan telah dikeluarkannya Keputusan Presiden, Bank Indonesia mempersiapkan
penerbitan uang Rupiah TE 2016. Waktu pelaksanaannya akan diumumkan pada
2016.
Untuk mempermudah identifikasi ciri keaslian uang rupiah oleh masyarakat dan
mempersulit upaya pemalsuan uang, Bank Indonesia melakukan penguatan unsur
pengaman pada uang rupiah yang akan diterbitkan tersebut. Setelah uang rupiah
kertas dan logam TE 2016 tersebut dikeluarkan dan diedarkan, uang rupiah kertas
dan logam yang masih beredar saat ini masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran
yang sah (legal tender) di wilayah NKRI sepanjang belum dicabut dan ditarik dari
peredaran.
Bank Indonesia juga mempersiapkan ketentuan hukum dalam bentuk Peraturan
Bank Indonesia mengenai pengeluaran dan pengedaran untuk masing-masing
pecahan uang, baik uang kertas maupun uang logam.
88
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.4. Kerja Sama Internasional
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia ikut menghadiri berbagai fora internasional seperti
Kelompok 20 Negara (G20), Dana Moneter Internasional (IMF), Bank for International
Settlements (BIS), ASEAN dan Pertemuan Tingkat Eksekutif Bank Sentral Negara Asia Pasifik
(EMEAP). Dalam berbagai fora tersebut, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya
menjaga stabilitas perekonomian global pascakeluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).
Saat ini, perkembangan ekonomi global masih diliputi oleh ketidakpastian dan pemulihan
ekonomi tidak sesuai harapan di beberapa negara maju. Ketidakpastian semakin bertambah
setelah Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa (Brexit). Bank Indonesia menilai reformasi
arsitektur keuangan global perlu dilakukan melalui penguatan fasilitas IMF sebagai pusat
jaring pengaman keuangan global (Global Financial Safety Net – GFSN).
Dalam rangka memitigasi asymmetric information, Bank Indonesia juga menjalin komunikasi
dengan para investor dalam dan luar negeri maupun lembaga rating untuk meningkatkan
persepsi positif Indonesia.
3.4.1. Kerja Sama dalam Forum G20
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan RI mengikuti Pertemuan
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 yang berlangsung pada di Chengdu,
Tiongkok, dimana pokok-pokok hasil pertemuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menjaga stabilitas perekonomian global pasca-Brexit. Selain menekankan
pentingnya menjaga stabilitas perekonomian global pascakeluarnya Inggris dari
Uni Eropa (Brexit), Bank Indonesia juga menyampaikan perlunya dilakukan reformasi
arsitektur keuangan global melalui penguatan fasilitas IMF sebagai pusat jaring
pengaman keuangan global (Global Financial Safety Net – GFSN). Bank Indonesia
mendorong IMF untuk menyediakan fasilitas likuiditas jangka pendek yang tidak
berbasis pinjaman, namun menyerupai swap dan dapat ditarik oleh negara dengan
perekonomian yang sehat.
2. Hangzhou Consensus. Pertemuan berhasil mencapai kesepakatan penting dalam
mengatasi pemulihan ekonomi global yang dituangkan dalam Hangzhou Leaders
Communique. Para kepala negara G20 memandang pemulihan ekonomi global masih
melemah dan belum sesuai harapan. Sebagai respons, G20 sepakat untuk mengadopsi
serangkaian langkah aksi yang dinamakan Hangzhou Consensus dengan 4 (empat)
langkah aksi G20 dalam mengimplementasikan Hangzhou Consensus yaitu:
a. Strengthening Policy Coordination and Breaking a New Path for Growth
b. More Effective and Efficient Global Economic and Financial Governance
c. Robust International Trade and Investment
d. Inclusive and Interconnected Development
3. Rekomendasi KTT G20 untuk peningkatan komunikasi kebijakan. Indonesia
mendukung kerja sama di bidang inovasi, revolusi industri baru, dan ekonomi
digital. Dalam era digital yang semakin berkembang ini, Indonesia juga menegaskan
komitmen untuk menjadikan ekonomi Indonesia lebih terbuka, kompetitif, dan inklusif
dan berharap bahwa G20 dapat meningkatkan kapasitas negara berkembang untuk
mengatasi kesenjangan digital (digital gap) antara negara maju dan berkembang.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
89
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
4. Indonesia aktif menyuarakan respons mengatasi pelemahan ekonomi global.
Indonesia mendorong G20 untuk terus melakukan reformasi sistem keuangan
internasional, di antaranya melalui penguatan Global Financial Safety Net (GFSN).
Indonesia juga mendorong negara anggota untuk bekerja sama dalam keterbukaan
informasi perpajakan melalui Automatic Exchange of Information (AEoI), yakni sistem
perpajakan yang lebih adil dan tansparan dan diyakini dapat meningkatkan pendapatan
negara berkembang. Indonesia juga mendorong investasi melalui berbagai paket
kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi hambatan-hambatan investasi dan
mendorong reformasi struktural.
5. Indonesia mendukung komitmen G20 untuk meningkatkan perdagangan
internasional. Indonesia berpendapat bahwa keberadaan sistem perdagangan
global yang tidak diskriminatif dan adil diperlukan bagi negara berkembang. Dengan
mempertimbangkan perbedaan tingkat pembangunan ekonomi antara negara
maju dan berkembang, maka negara berkembang harus diberikan ruang untuk
meningkatkan value added dari produknya. Indonesia menegaskan arti penting
Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dan kontribusi negara G20 untuk mencapai
tujuan SDG’s Agenda.
3.4.2. Kerja sama dalam Forum IMF
Kunjungan Tim IMF ke Indonesia pada 3-10 Agustus 2016 memiliki arti penting.
Kunjungan itu dalam rangka melakukan asesmen awal sebelum pelaksanaan asesmen yang
komprehensif terhadap perekonomian Indonesia dalam kerangka Article IV Consultation
yang akan dilaksanakan akhir 2016. Tim IMF melakukan diskusi dengan Bank Indonesia
dan beberapa instansi pemerintah terkait, L/K terkait dan sektor swasta.
Fokus dari staff visit 2016. Kunjungan ini untuk melakukan asesmen awal atas beberapa
aspek antara lain: risiko yang dihadapi Indonesia, dampak spillover perekonomian global
terhadap Indonesia, stabilitas neraca pembayaran, kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan
kebijakan struktural yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, serta reformulasi kerangka
operasional kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, khususnya terkait APBN Perubahan
2016.
Hasil asesmen awal menunjukkan bahwa kinerja ekonomi makro Indonesia masih
terus positif. Hal itu didukung oleh peningkatan sentimen dan upaya untuk mengatasi
permasalahan pembiayaan publik. Outlook Indonesia dinilai tetap positif dengan tetap
mewaspadai risiko eksternal.
Rekomendasi Tim IMF. Kunjungan ini menghasilkan rekomendasi agar Indonesia memiliki
prospek pertumbuhan yang baik, inklusif, dan berkelanjutan, yakni: (i) kebijakan moneter
dan keuangan Indonesia dapat dikalibrasi secara tepat untuk mendukung pertumbuhan
dengan tetap menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, dan (ii) Tim IMF
merekomendasikan agar pengembangan strategi penerimaan pajak harus diperkuat
untuk menambah ruang fiskal, meningkatkan stabilitas sektor keuangan, dan mendorong
investasi.
3.4.3. Kerja Sama Bank of International Settlement (BIS)
Pada periode ini, Bank Indonesia telah menghadiri pertemuan tingkat Gubernur Bank
Sentral yang membahas perkembangan kondisi ekonomi global dan pasar keuangan
dengan pokok pembahasan sebagai berikut:
90
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
1. Daya tahan di tengah perkembangan yang tidak diduga. Beberapa pasar mencatat
rekor baru untuk harga saham seperti tidak terpengaruh adanya risiko politik seperti
Brexit dan serangkaian aksi terorisme di Eropa dan Turki. Pada triwulan III-2016, indikator
utama menunjukkan adanya kenaikan aktivitas ekonomi pada level moderat, namun
ketidakpastian makroekonomi dan outlook geopolitik belum mereda. Sementara itu,
proyeksi pertumbuhan dan inflasi yang semakin rendah juga terjadi di beberapa negara
utama dunia.
2. Perkembangan isu cyber-risk pada lembaga keuangan. Terdapat perubahan trend
cyber-attack karena serangan bukan lagi bersifat individual tetapi bergeser ke lembaga
keuangan, termasuk bank sentral. Hal ini meningkatkan potensi ketidakstabilan sistem
keuangan. Industri keuangan dinilai memiliki eksposur yang tinggi terhadap cyber-risk
karena beberapa alasan: (i) industri bersifat IT-intensive dengan penawaran produk
secara digital, (ii) konektivitas yang tinggi menyebakan penyebaran bersifat segera dan
sulit dihentikan, dan (iii) bersifat time-critical yang perlu segera beroperasi kembali jika
terdapat gangguan.
Para gubernur bank sentral sepakat untuk menetapkan kebijakan yang mengatur
penyelenggara sistem pembayaran untuk memiliki IT yang memenuhi aspek keamanan
sistem dan/atau jaringan. Bank sentral juga perlu memiliki mekanisme/prosedur dalam
menghadapi risiko sistem informasi dalam rangka menjamin kelancaran tugas operasional
bank sentral yang kritikal.
3.4.4. Kerja Sama ASEAN
Sebagai tindak lanjut kesepakatan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors’
Meeting (AFMGM) pada triwulan sebelumnya, maka pada triwulan III-2016, berhasil
dipublikasikan Rencana Aksi Strategis/Strategic Action Plan (SAP) ASEAN di website ASEAN
dalam pertemuan para Menteri dan Gubernur Bank Sentral di Laos. Selanjutnya sepanjang
triwulan III-2016, masing-masing Working Committees di jalur keuangan melakukan
pertemuan intensif. Pertemuan dilakukan untuk mendiskusikan detil rencana kerja inisiatif
integrasi keuangan di masing-masing area untuk periode 2016-2018 yang merupakan
penjabaran dari SAP.
Dalam rangka menjaga agar manfaat dan kelangsungan integrasi ekonomi ASEAN selalu
terjaga, mandat untuk mengidentifikasi dan memonitor risiko makroekonomi semakin
dikuatkan pada level teknis. Mandat dimaksudkan sebagai penyeimbang agenda integrasi
ekonomi dan keuangan di tengah kondisi ekonomi global yang kurang menggembirakan
dan volatilitas pasar keuangan yang tinggi.
3.4.5. Kerja Sama ASEAN+3
Kerja sama ASEAN+3 masih terus difokuskan pada upaya penguatan resiliensi
kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang terus berlanjut. Dua
di antaranya adalah melalui penguatan Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CMIM) dan
peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO).
Hingga triwulan III-2016, penguatan CMIM terutama difokuskan pada upaya peningkatan
fasilitas CMIM yang tidak terhubung dengan IMF (CMIM IMF Delinked Portion). Di
samping itu, juga dilakukan penguatan koordinasi antara CMIM dengan Global Financial
Safety Net (GFSN) dan upaya peningkatan kesiapan operasionalisasi CMIM. Penguatan
koordinasi dilakukan melalui penyempurnaan mekanisme operasional aktivasi fasilitas
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
91
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
CMIM, khususnya yang memiliki keterkaitan dengan program IMF (CMIM IMF Linked
Portion). Sedangkan peningkatan kesiapan operasionalisasi CMIM dilakukan melalui
penyempurnaan Operational Guidelines CMIM secara berkelanjutan.
Peningkatan peran AMRO sebagai unit surveillance kawasan dalam rangka mendukung
implementasi CMIM, dilakukan melalui penyempurnaan organisasi AMRO dengan
penyempurnaan strategic direction AMRO.
3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP)
Pada pertemuan EMEAP di bulan Juli 2016, para gubernur bank sentral EMEAP sepakat
untuk memperkuat kerja sama regional dalam rangka menghadapi perkembangan
ekonomi global, khususnya kebijakan moneter negara maju yang beragam (divergent).
Para gubernur memandang bahwa kondisi ekonomi dan kebijakan moneter negara-negara
maju yang divergent telah menempatkan kawasan EMEAP pada potensi kerentanan dan
gejolak. Namun secara umum pasar keuangan di kawasan EMEAP tetap berfungsi baik di
tengah beberapa ancaman yang dapat meningkatkan gejolak.
Para gubernur bank sentral sepakat bahwa komunikasi dan kerja sama antarotoritas sangat
penting untuk dapat menentukan arah perekonomian di tengah ketidakpastian global.
Komunikasi dan kerja sama tersebut perlu dilakukan tidak hanya di kawasan EMEAP, namun
juga dengan negara-negara lainnya. Mereka juga sepakat untuk menggunakan EMEAP
sebagai wadah bersama untuk berbagi dan berdiskusi mengenai berbagai perkembangan
dan isu yang memengaruhi stabilitas ekonomi, moneter, dan keuangan regional.
Pada pertemuan tersebut, para gubernur EMEAP juga mendiskusikan dampak ketentuan
T+1 Margin Settlement yang diterapkan oleh otoritas di AS dan EU terhadap kawasan EMEAP.
Para gubernur menilai implementasi ketentuan tersebut memiliki potensi dampak yang
tidak diinginkan terhadap likuiditas, kelancaran fungsi sistem keuangan, dan pertumbuhan
ekonomi global. Gubernur EMEAP sepakat untuk menyampaikan kepada masing-masing
otoritas AS dan EU untuk menunda implementasi ketentuan dimaksud sampai terdapat
penyelesaian atas dampak potensi dimaksud. Surat kepada otoritas AS dan EU yang
ditandatangani oleh Gubernur Bank Indonesia selaku Chair EMEAP Governors’ Meeting telah
dikirimkan dan telah dipublikasikan di website US Securities and Exchange Comission.
3.4.7. Kerja Sama Structured Bilateral Cooperation (SBC) Bank Indonesia dan Bank
of Japan
Di sela-sela pelaksanaan EMEAP Governor’s Meeting 2016 di Nusa Dua Bali, Bank Indonesia
dan Bank of Japan melaksanakan High Level Bilateral Meeting. Pertemuan ini diselenggarakan
dalam kerangka Structured Bilateral Cooperation (SBC) yang merupakan upaya penguatan
kerja sama dua bank sentral dalam kerangka yang komprehensif, terstruktur, dan sistematis.
Pada kesempatan itu, Bank Indonesia menyampaikan bahwa kondisi fundamental
makroekonomi Indonesia berkembang baik dan sesuai target yang ditopang oleh bauran
kebijakan ekonomi. Program tax amnesty sebagai break through kebijakan fiskal dan
reformasi struktural (paket kebijakan) untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia
berjalan sesuai harapan. Di sisi lain, hubungan perdagangan Indonesia-Jepang termasuk
potensi penggunaan mata uang Yen Jepang (JPY) dalam transaksi perdagangan bilateral
semakin meningkat.
Sementara itu, BOJ menyampaikan kondisi terkini makroekonomi Jepang dan kebijakan
yang ditempuh. Keputusan BOJ untuk melanjutkan program kebijakan moneter longgar
92
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
dengan quantitative and qualitative easing (QQE) yang diperkuat dengan kebijakan suku
bunga negatif dipandang berpengaruh positif bagi ekonomi Jepang. BOJ juga memperkuat
kebijakan lending program untuk mendukung kelancaran pembiayaan dalam valas bagi
perusahaan-perusahaan Jepang di manca negara. Selain itu, BOJ menempuh kebijakan
dalam mengatasi high volatility di pasar keuangan dan uncertainty di perekonomian Jepang
pasca referendum Brexit.
Kedua bank sentral menggarisbawahi bahwa kerja sama erat kedua negara dalam
meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi perlu diimbangi pula dengan
peningkatan kerja sama kedua bank sentral. Dalam konteks kerja sama internasional,
Bank Indonesia dan BOJ dapat lebih mempererat kerja sama dengan saling memberikan
dukungan dalam memperjuangkan isu/agenda global yang memengaruhi perekonomian
kedua negara dan kawasan Asia.
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan
3.5.1. Komunikasi Kebijakan
Program komunikasi dan transparansi kebijakan moneter selama triwulan III-2016
Komunikasi adalah elemen vital dari sebuah organisasi, terutamanya bagi Bank Indonesia
sebagai bank sentral. Dalam disiplin ilmu kebijakan publik, komunikasi dianggap sebagai
ruh penentu suksesnya implementasi suatu kebijakan. Karena itu, Bank Indonesia sebagai
lembaga negara perumus kebijakan menyadari betapa krusialnya komunikasi.
Keseriusan Bank Indonesia tersebut ditandai dengan telah selesainya penyusunan
payung hukum internal berupa pengaturan mengenai Komunikasi pada 1 September
201619. Penerbitan PDG tersebut mempertimbangkan perubahan paradigma komunikasi,
khususnya di bank sentral, selain untuk mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia.
Dengan adanya pengaturan yang baru dimaksud, komunikasi di Bank Indonesia menjadi
bagian dari kebijakan dan mendukung peningkatan transparansi serta akuntabilitas Bank
Indonesia.
Akan selalu menjadi tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia untuk merumuskan
berbagai rencana dan aktivitas komunikasi kepada pemangku kepentingan (stakeholders).
Tantangan itu terutama terkait komunikasi kebijakan yang memiliki dampak tinggi ke
masyarakat, seperti komunikasi hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur yang secara
reguler dilaksanakan setiap bulan dan komunikasi terkait kebijakan lainnya di bidang
moneter, makroprudensial, maupun sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah.
Oleh karena itu, Bank Indonesia berupaya menjaga harmonisasi instrumentasi komunikasi
yang dilaksanakan. Langkah ini termasuk harmonisasi saluran komunikasi dengan
melibatkan perpaduan antara saluran komunikasi konvensional, elektronik, dan media
sosial.
Agar tujuan kelembagaan tercapai, Bank Indonesia harus dapat menjawab berbagai
tantangan komunikasi di tengah perkembangan teknologi yang sangat dinamis dan
fenomena too-much-information-syndrome di masyarakat. Penggunaan youtube live
streaming, digital ads, digital magazine dan mobile apps Bank Indonesia adalah beberapa
contoh inisiasi yang telah berjalan beriringan. Sementara itu, penyusunan pesan utama
(key messages) yang kuat dan penyesuaian sub messages-nya sesuai kebutuhan stakeholders
menjadi titik penting dalam mendiseminasikan tugas dan fungsi Bank Indonesia yang saat
ini dirasakan semakin kompleks.
19
Peraturan Dewan Gubernur No. 18/13/PDG/2016 Tanggal 1 September 2016 tentang Komunikasi Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
93
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tahapan komunikasi kebijakan
Sebagai sebuah siklus, komunikasi kebijakan Bank Indonesia melewati berbagai tahapan
yang khas, yakni penyusunan perencanaan komunikasi, eksekusi melalui relasi stakeholders,
dan diakhiri dengan evaluasi keseluruhan. Perencanaan/strategi komunikasi adalah salah
satu fase krusial. Dalam tahap perencanaan, komunikasi diracik dan diramu sedemikian
rupa sehingga pesan utama (key message) komunikasi harus mudah dipahami oleh seluruh
stakeholders, dengan meminimalisasikan bias persepsi.
Kolaborasi seluruh satuan kerja terkait di Bank Indonesia juga turut diperlukan agar sajian
komunikasi memiliki sikap pesan yang kuat. Pesan komunikasi tersebut nantinya menjadi
produk-produk komunikasi bagi berbagai kelompok stakeholders Bank Indonesia. Adapun
fase terakhir, adalah fase evaluasi. Tahapan ini menjadi bagian input rekomendasi dan
evaluasi komunikasi untuk perbaikan yang berkelanjutan.
Hubungan dengan Media, Pengamat, dan Lembaga Publik
Terkait relasi dengan stakeholders, Bank Indonesia sebagai lembaga negara tidak dapat
mengimplementasikan tugas dan wewenangnya sendirian. Bank Indonesia perlu bekerja
sama dan berkoordinasi secara matang dengan stakeholders penting lainnya, seperti
parlemen, pemerintah, lembaga publik, pengamat, dan media. Berkaitan hal tersebut,
sinergi komunikasi antar-stakeholders senantiasa dilakukan oleh Bank Indonesia.
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam
membangun hubungan kerja yang baik dengan stakeholders, misalnya komunikasi dengan
pemerintah dan DPR RI. Adapun topik bahasan di antaranya adalah koordinasi kebijakan
fiskal-moneter, stabilitas sistem keuangan, penyaluran bantuan sosial secara nontunai, dan
pengendalian inflasi (TPI & TPID) di seluruh wilayah Indonesia.
Secara terjadwal dan konsisten, Bank Indonesia menjalin komunikasi dan informasi
kebijakan terkini dengan media, baik berbentuk press conference, media briefing, maupun
training. Focus Group Discussion mengenai kondisi perekonomian dan kebijakan terkini
juga secara rutin diagendakan, khususnya setelah pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur
Bulanan dengan pengamat analis, pelaku pasar, dan ekonom.
Sementara itu, terkait dengan komunikasi kepada kementerian terkait, dilaksanakan
secara bilateral antar humas kelembagaan. Bank Indonesia juga secara inovatif
memanfaatkan grup sosial media sebagai salah satu saluran komunikasi yang cukup efektif
untuk membangun hubungan serta komunikasi di antara grup stakeholders tersebut.
Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia di Setiap Sektor
Komunikasi dalam bidang moneter pada triwulan III-2016 memiliki perspektif pesan
komunikasi yang beragam, namun tetap memiliki benang merah, yakni peran Bank
Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi bangsa. Pada awal Juli 2016, komunikasi akan
terkendalinya inflasi selama Ramadhan menjadi penunjuk kuatnya koordinasi kebijakan
Pemerintah dan Bank Indonesia.
Tidak sampai di situ, upaya Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi diimplementasikan
melalui komunikasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID VII pada triwulan III-2016
yang dipimpin langsung oleh Presiden RI Joko Widodo. Dalam komunikasi level lainnya,
Bank Indonesia telah menggandeng pemerintah pusat dan daerah untuk mengadakan
Rakor bertajuk “Kebijakan Maritim yang Terintegrasi Mendorong Sumber Pertumbuhan
Baru dan Memperbaiki Neraca Jasa”, di Batam, Kepulauan Riau.
94
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam hal kebijakan moneter, Bank Indonesia terus mengedukasi masyarakat tentang
upaya yang dilakukan dalam menyempurnakan mekanisme transmisi melalui perubahan
suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate. Komunikasi hasil
RDG September 2016 difokuskan terhadap penurunan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar
25 bps dari 5,25% menjadi 5%.
Topik pendalaman pasar keuangan turut menjadi tema komunikasi bidang moneter, di
antaranya komunikasi Bank Indonesia mengenai persiapan pembentukan lembaga Central
Counterparty (CCP), komunikasi code of conduct (pedoman perilaku) pasar keuangan, dan
seminar-edukasi bertajuk “Financial Market Deepening: The Way Forward for Indonesia”. Di sisi
internasional, peran Bank Indonesia dalam kerja sama negara G20 diangkat melalui pesan
komunikasi yakni kesepakatan dan sinergi dalam mengatasi konsekuensi perekonomian
dan keuangan global pasca-Brexit.
Komunikasi dalam bidang Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) mengalami tantangan yang
cukup dinamis, terlebih menghadapi semakin kompetitifnya kondisi industri perbankan
/ keuangan saat ini. Untuk menjawab kondisi tersebut, Bank Indonesia pada triwulan III2016 menitikberatkan komunikasi untuk mendorong berjalannya fungsi intermediasi
perbankan. Dorongan tersebut dilakukan melalui komunikasi penyempurnaan ketentuan
rasio Loan to Value (LTV) untuk kredit properti dan Rasio Financing to Value (FTV) untuk
pembiayaan properti, dan uang muka/pembiayaan kendaraan bermotor.
Masih terkait antisipasi kondisi tersebut, Bank Indonesia bersama dengan Kementerian
Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sepakat
untuk terus meningkatkan koordinasi dan sinergi dalam pelaksanaan tugas masing-masing
lembaga. Komunikasi koordinasi ini sangat penting khususnya untuk memberikan rasa
aman bagi pelaku keuangan dan publik dalam pencegahan dan penanganan krisis.
Sementara itu, sektor riil tidak luput dari perhatian Bank Indonesia, terutama komunikasi
mengenai dukungan UMKM. Terlebih lagi, UMKM menyumbang 60,3% PDB dan menyerap
97% tenaga kerja. Akhir Agustus 2016, Bank Indonesia menyelenggarakan pameran UMKM
Binaan Bank Indonesia yang bertemakan “Karya Kreatif Indonesia”. Pada pameran tersebut
digelar koleksi kain dan kerajinan tradisional UMKM Binaan Bank Indonesia. Pada awal
September 2016, Bank Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
(ISEI) menyelenggarakan diskusi bertajuk “Ekonomi Tumbuh Tinggi, Berkualitas, dan
Berkelanjutan melalui Peningkatan Value Added UMKM.”
Komunikasi dalam bidang Sistem Pembayaran senantiasa mengkampanyekan
pemanfaatan dan inovasi Sistem Pembayaran. Triwulan III-2016 merupakan milestone
penting dalam pengembangan Sistem Pembayaran, yakni komunikasi pembentukan
prinsipal (lembaga pengelola sistem/jaringan transaksi) alat pembayaran menggunakan
kartu (APMK).
Masih dalam semangat tersebut, Bank Indonesia mempromosikan lima inisiatif dalam
Sistem Pembayaran, di antaranya National Payment Gateway, Implementasi Standar
Nasional Kartu ATM/DEBIT, Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Financial
Technology, dan Bantuan Sosial: Government to Person.
Berbagai langkah Bank Indonesia terkait keuangan inklusif mendapat apresiasi sejumlah
pihak. Pada Juli 2016, Bank Indonesia menerima kunjungan Ratu Maxima dari Belanda. Ratu
Belanda menyampaikan apresiasi terhadap perkembangan program keuangan inklusif
di Indonesia yang telah meningkatkan akses keuangan bagi masyarakat berpendapatan
rendah. Selain itu, Musium Rekor Indonesia (Muri) juga memberikan pengakuan atas upaya
Bank Indonesia dalam memberikan 1.000 kartu elektronik kepada 1.000 nelayan di Batam,
Kepulauan Riau.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
95
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Komunikasi dalam bidang Pengelolaan Uang Rupiah dilakukan kepada publik
mengenai batas penukaran uang lama (tahun emisi 1979 s/d 1992) yang telah dicabut
dan ditarik dari peredaran. Pada awal September 2016, Bank Indonesia memperkenalkan
kepada publik uang NKRI dengan desain baru. Bank Indonesia akan menggunakan
gambar dua belas pahlawan nasional pada uang Rupiah NKRI baru dengan tujuan untuk
menumbuhkembangkan semangat kepahlawanan dan patriotisme.
Dalam hal perlindungan konsumen, Bank Indonesia selalu menempatkan pentingnya
keamanan konsumen terhadap upaya kejahatan keuangan. Bank Indonesia telah dan
selalu mengampanyekan kewaspadaan konsumen atas penipuan janji pelunasan kredit
yang akhir-akhir ini semakin marak di beberapa daerah, termasuk jenis-jenis penipuan
lainnya yang mengatasnamakan Bank Indonesia.
Di luar komunikasi kebijakan tersebut, dalam gugus lingkungan Bank Indonesia dikenal
bentuk komunikasi yang diarahkan pada pemahaman atas institusi atau disebut
komunikasi kebanksentralan. Selama triwulan III-2016, komunikasi kebanksentralan
tergolong beragam namun memiliki benang merah untuk tetap berusaha mengenalkan
fungsi penting Bank Indonesia dalam tatanan perekonomian (peran sebagai penjaga
stabilitas ekonomi bangsa), salah satunya melalui komunikasi / edukasi publik.
Bank Indonesia terus melakukan edukasi publik melalui berbagai format, misalnya
komunikasi Lomba Karya Ilmiah untuk dosen/mahasiswa, sharing dengan lembaga negara
(kementerian dan KPK), serta diskusi kepada penegak hukum, auditor negara, dan seminar
dengan akademisi (UGM). Komunikasi juga dilakukan pada pertemuan high-level seperti
Executives’ Meeting of East Asia-Pacific Central Banks (EMEAP) dan Federal Reserve Bank of
New York (FRBNY). Dalam hal ini, komunikasi menjelaskan keterlibatan Bank Indonesia
dalam forum internasional.
Dari sisi komunikasi internal, Bank Indonesia terus memperkuat lini kecakapan sumber
daya internal melalui komunikasi pembentukan Bank Indonesia Institute (BIns) pada akhir
Agustus 2016. Sebagai bukti kepatuhan Bank Indonesia akan elemen prinsip good corporate
governance, Bank Indonesia meraih ISO 15489 dalam bidang kearsipan dan komunikasi
atas perolehan penghargaan Unit Kearsipan Terbaik 2016.
Layanan Contact Center BICARA dan Komunikasi Digital Bank Indonesia
Contact Center Bank Indonesia (BICARA 131) senantiasa hadir untuk memberikan pelayanan
prima kepada publik. Selama triwulan III-2016, tercatat sebanyak 17.928 pemohon informasi
yang masuk, melalui media telepon, email, datang langsung, surat, fax, media sosial
maupun media lainnya. Mayoritas pertanyaan yang diajukan adalah seputar informasi
debitur individual (IDI) historis dan permohonan sistem BI–RTGS. Kelompok stakeholders
yang dominan menghubungi BICARA 131 adalah perbankan dan masyarakat umum.
Sebagai cerminan dalam memberikan pelayanan prima, pencapaian Customer Satisfaction
Index (CSI) BICARA 131 pada triwulan III-2016 adalah sebesar 97,12%, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 95,76%. BICARA 131 juga telah memenuhi
standar ISO 9001:2015 dalam memberikan pelayanan kepada publik dan menjadi contact
center pertama di dunia yang tersertifikasi ISO 9001:2015. Pencapaian ini diharapkan
mampu menciptakan persepsi positif lembaga dalam hal layanan informasi publik.
Pada triwulan III-2016, contact center Bank Indonesia (BICARA 131) memperoleh prestasi
dalam ajang The Best Contact Center Indonesia 2016 dengan memperoleh 13 medali, sbb:
96
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kategori
Korporat
Individu
Peringkat
The Best Employee Engagement
Platinum
The Best Contact Center Operation
Gold
The Best Social Media
Gold
The Best Technology Innovation
Silver
The Best Quality Team
Bronze
Juara Umum ICCA 2016
Peringkat ke – 7
The best Agent Reguler
Platinum
The best Agent Reguler
Gold
The Best Quality Assurance
Silver
The Best Customer Service
Silver
The Best Agent English
Bronze
The Best Supervisor
Bronze
Dari sisi komunikasi digital, website Bank Indonesia terus dikembangkan dari segi konten,
desain, dan tampilan untuk memenuhi kebutuhan informasi stakeholders. Website Bank
Indonesia juga dikembangkan dalam bentuk mobile apps untuk perangkat mobile. Selain
itu, penggunaan media sosial terus dioptimalkan sesuai perkembangan sarana komunikasi
yang digunakan. Terhadap seluruh media sosial Bank Indonesia, media yang paling aktif
menanggapi pertanyaan dan keluhan netizen adalah Facebook dan Twitter.
Sampai dengan triwulan III-2016, Facebook Page Bank Indonesia mendapatkan Like
sebanyak 30.986 dari pengguna. Informasi yang dikomunikasikan melalui Facebook
berupa liputan mengenai kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia, video, pengumuman,
dan infografis. Followers Twitter @bank_indonesia saat ini mencapai 341,350. Informasi
yang disampaikan melalui Twitter antara lain BI rate, kurs, jadwal kas keliling, kunjungan ke
Bank Indonesia, siaran pers, dan pembukaan lowongan (karier). Selain tweet mengenai kurs
dan karier, respons positif dari netizen paling banyak didapatkan dari tweet infografis, foto,
video, dan tweetseries tematik mulai dari penukaran uang kecil dan uang dicabut sampai
dengan berbagai kegiatan Bank Indonesia.
Total video yang ditampilkan di Youtube Bank Indonesia Channel sampai dengan triwulan
III-2016 sebanyak 212 video. Sampai dengan saat ini, jumlah subscriber Youtube Bank
Indonesia Channel mencapai 2.502. Lebih lanjut, video serial edukasi pertama dengan judul
“Keluarga Thamrin: Episode Belanja Bijak” yang diunggah pada 1 Juli 2016 mendapat view
lebih banyak dibanding video lain yang juga diunggah selama 6 bulan terakhir, jika dilihat
dari pertumbuhan jumlah view selama 7 hari setelah pengunggahan. Sampai saat ini, video
tersebut mendapatkan 1.105 view. Di sisi lain, pelaksanaan live streaming pembacaan hasil
Rapat Dewan Gubernur pada 19 Agustus 2016 mendapat apresiasi cukup baik dari netizen,
terlihat dari jumlah viewers youtube BI yang meningkat 50% dibanding sebelum diadakan
livestreaming.
Instagram juga merupakan salah satu media sosial yang akselerasi pertumbuhan jumlah
followers-nya tinggi meskipun terhitung sebagai media sosial BI paling baru. Dari sejumlah
83 foto yang telah di-post, pada akhir triwulan tiga 2016, Bank Indonesia mampu mencapai
jumlah followers sebanyak 8.356. Saat ini, Bank Indonesia telah menyusun kegiatan untuk
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
97
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
meningkatkan keterlibatan (engagement) instagram BI sekaligus untuk meningkatkan
awareness masyarakat terhadap Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) yaitu Instagram
photo competition “Perempuan Bagi Bangsa” yang direncanakan akan berlangsung pada
Oktober 2016.
Dalam rangka mengedukasi publik mengenai kebijakan Bank Indonesia terkini, Bank
Indonesia telah melakukan kegiatan kunjungan publik bagi pelajar/mahasiswa/publik
umum secara rutin. Bank Indonesia juga menerbitkan majalah Gerai Info yang didistribusikan
dan dibagikan tanpa biaya kepada publik.
Selama triwulan III-2016, telah dilaksanakan kunjungan publik sebanyak 16 kali kepada
sekolah maupun universitas yang dihadiri 1.275 peserta. Hasil survei kepuasan pelaksanaan
kegiatan kunjungan juga menunjukkan indikator yang baik dengan nilai kepuasan untuk
proses kunjungan ke BI sebesar 95,15%. Untuk meningkatkan jangkauan distribusi Majalah
Gerai Info, Bank Indonesia juga menyediakan bentuk apps sehingga memudahkan bagi
publik untuk membaca dengan menggunakan media digital. Adapun inovasi apps Majalah
Gerai Info terkini adalah melalui platform Android dan iOs untuk seluruh perangkat mobile.
Bank Indonesia selalu berkomunikasi inovatif menuruti perkembangan masyarakat yang
semakin modern.
3.5.2. Edukasi Kebanksentralan
Dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang peran
dan fungsi bank sentral, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan edukasi
kebanksentralan. Kegiatan ini mencakup pengajaran kepada kalangan akademisi dan
pelaksanaan seminar dan diskusi dengan profesional, baik domestik maupun internasional.
Bank Indonesia secara aktif juga melakukan komunikasi dan kegiatan edukasi kepada
masyarakat melalui berbagai sarana. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat luas mengenai berbagai kebijakan yang dirumuskan
Bank Indonesia. Salah satu kegiatan edukasi kebijakan adalah dengan melakukan kuliah
umum Kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia.
Selama triwulan III-2016, Bank Indonesia aktif menyelenggarakan berbagai edukasi publik
dalam bentuk program pendidikan kebanksentralan di berbagai Universitas. Tema dan
topik kuliah umum yang disampaikan sangat beragam. Seluruhnya terkait dengan fungsi
dan tugas Bank Indonesia, antara lain bauran kebijakan nasional fiskal-moneter-sektor riil,
transformasi struktural, ekonomi regional, dan economic and spiritual leadership. Pada 31
Agustus-2 September 2016, Bank Indonesia bekerja sama dengan Lemhanas dan Asosiasi
Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menyelenggarakan program Economic
Leadership for Regional Government Leader. Program ini sebagai perwujudan upaya Bank
Indonesia ikut serta membentuk pemimpin ekonomi masa depan bangsa dan diikuti oleh
kepala pemerintahan daerah.
Pada periode laporan juga diselenggarakan seminar internasional bertajuk “Economic
Leadership Effectiveness and Agility in The VUCA (Vulnerable, Uncertain, Complex dan
Ambigue) World”. Program ini bertujuan untuk mempersiapkan Economic Leaders (di Bank
Indonesia, institusi/lembaga di Indonesia dan negara lain). Seminar ini dihadiri peserta
dari perwakilan bank sentral di kawasan Asia, kementerian, lembaga pemerintah, BUMN,
korporasi swasta, perbankan dan kalangan profesional.
Sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia kerap menjadi
objek studi banding dan tempat belajar bagi bank sentral dari negara lain untuk mempelajari
98
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
berbagai aspek terkait tugas dan fungsi Bank Indonesia. Selama triwulan III-2016, tercatat
Implementasi
SKNBI
Generasi
II serta
bank sentral yang mengunjungi
Bank Indonesia
adalah
Bank of
Egypt.Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS Generasi II
3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional
Kegiatan Investor Relations Unit (IRU)
Sepanjang triwulan III-2016, Investor Relation Unit (IRU) Bank Indonesia telah melaksanakan
sejumlah kegiatan hubungan investor dalam rangka mengelola persepsi positif
perekonomian Indonesia. Bentuk kegiatan tersebut antara lain investor briefing, investor
conference call, dan pertemuan IRU korporasi. IRU juga secara rutin melakukan pengkinian
data dan informasi ekonomi Indonesia melalui website IRU dalam upaya diseminasi
informasi kepada stakeholders IRU (lembaga pemeringkat, investor, dan opinion maker).
Upaya peningkatan persepsi positif perekonomian Indonesia juga didukung oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri (KPwBI LN) baik di London, New York, Singapura,
dan Tokyo.
Briefing kepada Investor Portofolio. Pada triwulan III-2016 RU telah melaksanakan
investor briefing antara lain dengan RHB Securities, Barclays, Mitsubishi UFJ Trust and
Banking, Citibank, dan Manulife.
Conference call dengan Investors. IRU juga telah melaksanakan investor conference
call dengan tema “Indonesian Recent Economic Development and Policy Update, Q2-2016.”
Konferensi jarak jauh ini menghadirkan narasumber dari Kementrian terkait
Forum Koordinasi Investor Relations (IR) Bank/Korporasi. Pada triwulan III/2016, IRU
melaksanakan forum koordinasi untuk memberikan update perekonomian Indonesia dan
respons kebijakan otoritas kepada unit IR industri perbankan dan korporasi. Pertemuan
tersebut menghadirkan narasumber dari K/L terkait.
Pertemuan Kantor Perwakilan BI Luar Negeri KPwBI LN dengan Investor. KPwBI
LN juga melakukan sejumlah pertemuan, baik dengan investor maupun memfasilitasi
pertemuan dengan lembaga pemeringkat dan mitra strategis lainnya. Selain itu, pada
September 2016, Bank Indonesia menyelenggarakan Indonesian Day Seminar dengan tema
“Risk & Return: Investing in Indonesia” di Singapura dan Investor Update Seminar di Osaka. Di
bawah kerangka Global Investor Relations Unit (GIRU), KPwBI LN juga melaksanakan inisiasi
kegiatan untuk mengelola persepsi positif ekonomi Indonesia. Kegiatan tersebut terpadu
dengan mitra strategis di masing-masing wilayah kerja KPwBI LN, khususnya KBRI, KJRI,
Indonesia Trade Promotion Center (ITPC), dan IIPC.
3.6. Program Strategis Bank Indonesia
Dalam rangka mendukung visi Menuju Bank Indonesia menjadi bank sentral yang kredibel
dan terbaik di regional, Bank Indonesia melakukan perubahan pada pelaksanaan proses
bisnis dan aspek pendukung. Untuk itu, Bank Indonesia menyusun Arsitektur Fungsi
Strategis Bank Indonesia (AFSBI).
AFSBI mengusung 5 tema transformasi, yaitu; Policy Excellence, Outstanding Execution,
Institutional Leadership, Motivated Organization, dan State of The Art Technology. Dengan
lima tema itu, Bank Indonesia menerapkan program-program strategis sebagai langkah
awal perubahan menuju BI 2024. Pelaksanaan transformasi dibagi menjadi dua fase utama,
yakni Fase I, restructuring and enhancing (2014-2019) dan Fase II, shaping the end state
(2019-2024).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
99
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Adapun perkembangan pelaksanaan 5 tema transformasi Program Strategis ini adalah
sebagai berikut:
I. Policy Excellence
Pada fase I, restructuring and enhancing (2014-2019), Bank Indonesia memiliki tiga
target utama. Pertama, memimpin dalam kebijakan moneter dan makroprudensial
yang koordinatif di regional. Kedua, mampu memitigasi 10-20 jenis risiko sistemik dan
financial imbalances. Ketiga, inflasi dan volatilitas nilai tukar yang rendah dan terkendali
di regional.
Pada fase II, shaping the end state (20192024) memiliki beberapa tujuan. Pertama,
menjadikan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional.
Kedua, memiliki pendekatan balanced dalam menangani financial imbalances dengan
menggunakan national dan financial regional balance sheet. Ketiga, memiliki inflasi dan
volatilitas nilai tukar paling terkendali di regional.
Untuk mencapai Policy Excellence ini, masing-masing program memiliki fokus utama.
Pertama, merumuskan dan memperkuat framework/kerangka kebijakan moneter dan
makroprudensial serta kebutuhan infrastruktur pendalaman pasar keuangan (PS 1, 26
dan 27). Kedua, mengembangkan pendekatan operasional dari kebijakan moneter
(PS 2). Ketiga, pengembangan riset dan input pengambilan kebijakan. Keempat,
memperkuat proses pengambilan keputusan dan komunikasi kebijakan (PS 3). Kelima,
menyusun metodologi monitoring Stabilitas Sektor Keuangan yang efisien dan efektif
melalui regional dan national balance sheet serta financial imbalances (PS 4). Keenam,
memperkuat posisi (stance) Bank Indonesia untuk pembahasan RUU terkait Bank
Indonesia (fokus utama PS 28).
Terkait tema Policy Excellence, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan
komunikasi Bank Indonesia21. PDG komunikasi ini diharapkan dapat menjadi fondasi
perumusan strategi komunikasi kebijakan kepada stakeholders eksternal. Hal ini juga
sejalan dengan upaya peningkatan transparansi kebijakan yang dikeluarkan Bank
Indonesia.
Untuk meningkatkan upaya pengendalian moneter, Bank Indonesia menerbitkan
ketentuan operasi moneter22. Ketentuan ini diperkuat dengan ketentuan internal
pelaksanaan Operasi Moneter23. Ketentuan ini menekankan pentingnya aspek tata
kelola yang baik (good governance) dalam pelaksanaan operasi moneter tersebut. Good
governance yang semakin baik akan berpengaruh kepada efektivitas operasi moneter
sehingga transmisi kebijakan moneter dapat memberikan hasil sebagaimana yang
diharapkan.
Bank Indonesia juga berupaya untuk meningkatan pengaruh suku bunga kebijakan. Hal
itu dicerminkan melalui pemberlakuan BI 7-Day Repo Rate mulai 19 Agustus 2016 yang
diatur dalam ketentuan Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Bank Indonesia. Penguatan
kerangka operasi moneter tersebut merupakan hal yang lazim di berbagai bank sentral
dan merupakan praktik terbaik (best practice) internasional dalam pelaksanaan operasi
moneter.
21
22
23
100
Peraturan Dewan Gubernur No. 18/13/PDG/2016 tentang Komunikasi Bank Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia No. 18/12/PBI/2016 tentang Operasi Moneter.
Peraturan Dewan Gubernur No. 18/11/PDG/2016 tentang Pelaksanaan Operasi Moneter.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
II. Outstanding Execution
Tema II ini dicanangkan untuk meningkatkan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas
proses kerja di Bank Indonesia. Tema ini mengusung 6 Program Strategis. Pertama,
memperbaiki business continuity planning & disaster recovery (fokus utama PS 6). Kedua,
pengelolaan manajemen risiko (fokus utama PS 9) untuk memastikan proses bisnis
terus berjalan meski kondisi darurat dan meningkatkan tata kelola serta pengendalian
risiko.
Ketiga, berkaitan dengan fungsi Bank Indonesia dalam menjaga surveillance sistem
keuangan, Bank Indonesia menginisiasi pembentukan center of excellence (fokus
utama PS 5). Keempat, Bank Indonesia mencanangkan sentralisasi jaringan distribusi
uang (fokus utama PS 8). Fokus utama ini untuk meningkatkan ketersediaan, kualitas,
dan ketepatan waktu pengiriman uang sehingga uang yang beredar di masyarakat
kuantitasnya memenuhi kebutuhan dan kualitas uang semakin baik.
Kelima, sentralisasi jaringan distribusi uang juga didukung dengan optimalisasi kapasitas
percetakan uang untuk memenuhi kebutuhan uang secara kualitas dan kuantitas (fokus
utama PS 7). Keenam, meningkatkan kerja sama KPwBI DN dan Departemen Regional
untuk mengoptimalkan peran Bank Indonesia di daerah (fokus utama PS 10).
Hingga triwulan III-2016, bentuk nyata dari upaya pemenuhan kebutuhan dan kualitas
uang adalah dengan pembukaan 7 titik distribusi di wilayah Indonesia terluar yakni
Tabalong, Ruteng, Ende, Fak-fak, Tebing Tinggi, Bukit Tinggi, dan Pamekasan. Pembukaan
titik distribusi merupakan kelanjutan pembukaan 9 titik distribusi pada triwulan II-2016.
Penguatan kapasitas ini juga diperkuat dengan ketentuan Pelaksanaan Kas Titipan Bank
Indonesia24. Dalam rangka menjaga keberlangsungan tugas Bank Indonesia apabila
terjadi force majeur, Bank Indonesia tengah menyiapkan Business Resumption Site (BRS)
dan Alternate Command Center (ACC). Hingga triwulan III-2016, Bank Indonesia sudah
melakukan kajian mendalam yang menghasilkan rencana tindak lanjut penyediaan
fasilitas tersebut secara bertahap.
III. Institutional Leadership
Penguatan peran Bank Indonesia sebagai inisiator atau pelopor terdepan pada suatu
program telah mendapat pengakuan secara nasional maupun internasional. Hal itu
dicerminkan pada tema Institutional Leadership melalui pelaksanaan 6 Program Strategis.
Pertama, penguatan strategi kebijakan internasional untuk mendukung kepentingan
Bank Indonesia atau nasional dan meningkatkan kepemimpinan Bank Indonesia di
kawasan (fokus utama PS 11). Kedua, protokol manajemen krisis termasuk Penguatan
Koordinasi dengan OJK, Kemenkeu dan LPS serta instansi terkait (fokus utama PS 12).
Ketiga, pendalaman pasar keuangan (fokus utama PS 13). Keempat, pengembangan
ekonomi syariah melalui koordinasi lintas institusi, inisiatif pendirian International Islamic
Financial Services Board (IFSB), pengembangan kurikulum pesantren, modul ekonomi
dan keuangan syariah, serta penyusunan ketentuan dan kerangka pengawasan Zakat
dan Wakaf (fokus utama PS 14).
Kelima, Bank Indonesia mendorong program elektronifikasi dan keuangan inklusif
maupun instrumen pembayaran non-tunai antara lain uang elektronik, pengadopsian
Electronic Data Capture (EDC), dan layanan keuangan digital (LKD) (fokus utama PS 15).
Keenam, mengembangkan National Payment Gateway (NPG) dan Platform Electronic
Bill Presentment and Payment (EBPP) sehingga nantinya terwujud interkoneksi dan
interoperabilitas antarpenyelenggara instrumen (fokus utama PS 16).
24
SE No. 18/78/INTERN Perihal Kas Titipan Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
101
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Hingga triwulan III 2016, beberapa hal yang telah dihasilkan di antaranya pedoman
pelaksanaan kebijakan internasional25 sebagai upaya mendukung perumusan dan
pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, makroprudensial, serta sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah.
Untuk mendukung pengembangan pasar valuta asing yang bertujuan membentuk
pasar keuangan yang likuid dan efisien, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan: (i)
Pasar Uang, (ii) Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Antara Bank dan Pihak Asing,
dan (iii) Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik.26
Sejalan dengan perkembangan financial technology, Bank Indonesia menetapkan
sebuah PS baru (PS 29 Financial Technology) sebagai bentuk dedikasi untuk mengawal
perkembangan tersebut. PS 29 merupakan bagian dari tema Institutional Leadership.
Dalam program kerjanya, PS 29 akan menginisiasi pendirian FinTech Office untuk
melakukan pengkajian mendalam terhadap regulasi dan bentuk koordinasi yang sesuai
untuk area keuangan berbasis teknologi.
IV. Motivated Organization
Untuk mendukung ketiga tema tersebut, Bank Indonesia juga memiliki tema untuk
meningkatkan keterampilan, kapabilitas, dan motivasi pegawai. Tema ini dilakukan
dengan 6 Program Strategis yang berkaitan erat dengan area sumber daya manusia.
Untuk mencapai Motivated Organization, pengelolaan SDM di Bank Indonesia akan
diperbaiki mulai dari jalur perekrutan (fokus utama PS 18), career path dan job grading
(fokus utama PS 19), dan pengembangan kapabilitas pegawai dengan berbagai
pendidikan (fokus utama PS 17). Selain itu, Bank Indonesia akan mengelompokkan
pegawai bertalenta dan kepemimpinan yang mendukung (fokus utama PS 21) hingga
manajemen kinerjanya (fokus utama PS 20). Selaras dengan itu, Bank Indonesia
melakukan reorganisasi di seluruh satuan kerja sebagai wujud penguatan fungsi Bank
Indonesia sebagai bank sentral hasil rekomendasi AFSBI (fokus utama PS 22).
Sampai dengan triwulan III-2016, tema ini telah melaksanakan grand launching BI
Institute pada 22 Agustus 2016 dengan mengundang tokoh prominen dari kalangan
akademisi maupun praktisi. Ke depan, BI Institute diharapkan tidak hanya menjadi
sarana pembelajaran pegawai internal namun juga bagi stakeholders eksternal. Pada
triwulan II-2016, Bank Indonesia menginisiasi kegiatan untuk stakeholders eksternal
adalah pendidikan pemimpin daerah.
Secara organisasi, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan dan kerangka kerja
(framework) manajemen jalur karier untuk mewujudkan kesesuaian antara keahlian,
kecakapan, dan perilaku sumber daya manusia.27 Ketentuan internal akan diberlakukan
sebagai upaya peningkatan pengelolaan sumber daya manusia di Bank Indonesia.
V. State of The Art Technology
Tema terakhir dalam transformasi ini menekankan kepada pemanfaatan teknologi
mutakhir untuk mempercepat progres pencapaian visi dan misi Bank Indonesia yang
dilaksanakan dengan 3 program strategis. Pertama, penguatan sistem informasi di Bank
Indonesia dimulai dengan desain arsitektur informasi BI (fokus utama PS 24). Kedua,
perbaikan pengelolaan operasional dan tata kelola sistem informasi (fokus utama PS
24
25
26
102
SE No. 18/80/INTERN Perihal Pedoman pelaksanaan kerja sama internasional.
PBI No. 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang, PBI No. 18/19/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Antara
Bank dan Pihak Asing, dan PBI No. 18/18/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak
Domestik.
Peraturan Dewan Gubernur No.18/12/PDG/2016 tentang Manajemen Jalur Karier Pegawai Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
25). Ketiga, pemanfaatan Big Data dalam proses pengambilan keputusan di Moneter
dan SSK (fokus utama PS 23).
Hingga triwulan III-2016, tema ini menguatkan tata kelola sistem informasi
dengan penerbitan ketentuan pengelolaan Arsitektur Enterprise Sistem Informasi
Bank Indonesia.28 Pemanfaatan Big Data telah menghasilkan indeks properti dan
ketenagakerjaan untuk pengambilan kebijakan di bidang moneter.
Pelaksanaan Komunikasi untuk Mendukung Program Strategis Bank Indonesia
Selama pelaksanaan program transformasi, Bank Indonesia melakukan program
komunikasi terarah yang menjadi bagian dalam setiap program strategis. Komunikasi
kepada pihak internal maupun eksternal dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari setiap
program strategis.
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan komunikasi untuk
memberikan pemahaman, terutama kepada pihak eksternal. Kegiatan itu antara lain :
1. Pada Juli 2016, Bank Indonesia mengadakan diskusi mengenai bisnis acquiring dan
pendalaman aspek bisnis dan teknis Indonesia Payment Gateway (IPG) bersama dengan
perwakilan perbankan dan pelaku di sistem pembayaran. Kegiatan ini sebagai upaya
koordinasi dan komunikasi arah pengembangan NPG ke depan.
2. Pada 24 Agustus 2016, Bank Indonesia mensosialisasikan ketentuan Pasar Uang dan
Market Code of Conduct (pedoman) pasar keuangan kepada industri dan perbankan.
Dengan adanya sosialisasi, pelaku pasar diharapkan mendapatkan kejelasan mengenai
berbagai hal di pasar uang. Langkah ini diharapkan akan mendorong semakin banyak
pelaku pasar yang bertransaksi sekaligus meningkatkan instrumen pasar uang yang
diterbitkan dan ditransaksikan. Kondisi itu akan didukung oleh infrastruktur pasar uang
yang semakin lengkap dan andal, serta sumber daya manusia yang cakap dan baik.
3. Pada 9 September 2016, Bank Indonesia melaksanakan seminar Financial Market
Deepening: The Way Forward for Indonesia dengan mengundang Otoritas Jasa Keuangan
dan Kementerian Keuangan. Seminar ini menghadirkan pembicara dari lembaga
keuangan internasional yaitu Bank Dunia Bank, IMF, Konsultan SC-Malaysia, Korea
Securities Depository, Asia Securities Industries and Financial Markets Association
(ASIFMA), dan Oliver Wyman. Seminar ini memiliki dua agenda utama yakni membahas
peran penting pendalaman pasar keuangan untuk pertumbuhan dan makroekonomi,
serta sharing pengalaman dari negara-negara lain.
4. Pada 9 September 2016, Bank Indonesia juga menyelenggarakan high level meeting
terkait pengembangan National Payment Gateway (NPG) dengan jajaran direksi industri
switching. Pertemuan ini merupakan bagian dari sosialisasi rencana implementasi NPG.
28
SE No. 18/79/INTERN Perihal Pengelolaan Arsitektur Enterprise Sistem Informasi Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
103
BAB IV
Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pencapaian tujuan dan kinerja Bank Indonesia untuk mencapai visi Bank Indonesia 2024 tidak
dapat dilepaskan dari dukungan kapabilitas internal. Dalam menjalankan kewenangannya, Bank
Indonesia secara konsisten menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good governance) dalam
penerapan berbagai perangkat manajemen strategi, audit intern, manajemen risiko, pengelolaan
keuangan, sistem informasi, aspek hukum, serta organisasi dan manajemen sumber daya.
RINGKASAN KAPABILITAS INTERN
BANK INDONESIA TRIWULAN III-2016
1. Secara umum, pencapaian kinerja Bank Indonesia pada triwulan III-2016 mencapai
target yang ditetapkan.
2. Secara BI-wide, Bank Indonesia telah mengimplementasikan manajemen risiko
melalui pelaksanaan beberapa program kerja untuk memperkuat manajemen risiko,
governance, dan pengendalian internal.
3. Per 30 September 2016, total aset/liabilitas per 30 September 2016 tercatat sebesar
Rp1.964.498 miliar, meningkat 3,06% dibanding posisi per 31 Desember 2015 sebesar
Rp1.906.194 miliar.
4. Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan 3 pengembangan aplikasi,
yaitu Sistem Keuangan Internal Bank Indonesia (BI-SOSA), sistem pembayaran
elektronik pemerintah (BI-GeB), dan sistem penyusunan anggaran satuan kerja di
Bank Indonesia (PPA).
5. Bank Indonesia telah mengimplementasikan pola kerja kantor modern (modern office)
guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas satuan kerja.
6. Bank Indonesia mulai menyempurnakan ketentuan tentang pengembangan SDM.
Ketentuan ini diselaraskan dengan manajemen jalur karier.
7. Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) pada triwulan III-2016 meneruskan program
yang telah dicanangkan pada triwulan I dan II-2016, antara lain program Indonesia
Cerdas dan Pemberdayaan Perempuan.
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.1. Tata Kelola (Governance)
Untuk memastikan penerapan tata kelola (governance) dilakukan secara terarah, konsisten,
dan terkoordinasi, implementasi governance dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Kerja
Tata Kelola (governance framework) Bank Indonesia. Governance framework memuat lima
elemen pokok, yakni prinsip, komitmen, struktur, proses, dan hasil tata kelola. Setiap elemen
pokok dari governance framework tersebut dijabarkan dalam sekumpulan aturan umum
tata kelola yang menetapkan standar praktik terbaik. Pengaturan tersebut memberikan
panduan atas penerapan aspek-aspek tata kelola dalam setiap kegiatan pada seluruh
jenjang organisasi, agar sejalan dengan prinsip tata kelola.
Sesuai prinsip tata kelola, pelaksanaan tugas Bank Indonesia berlandaskan pada 3
(tiga) prinsip, yakni independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Tujuan penerapan
dan penegakan tata kelola di Bank Indonesia adalah untuk menghasilkan kredibilitas
dengan mengedepankan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, memenuhi aturan
perundang-undangan, memperhatikan standar praktik umum, dan berupaya memenuhi
ekspektasi pemangku kepentingan terhadap akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia.
Terkait dengan komitmen tata kelola, pada triwulan III-2016, menindaklanjuti kerja sama
dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), Bank Indonesia mempersiapkan pelaksanaan
sosialisasi kepada pegawai di kantor pusat maupun kantor perwakilan. Kegiatan ini
dilakukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih dari penyalahgunaan narkotika
dan prekursor narkotika, kondusif, dan aman. Selain itu, Bank Indonesia melanjutkan
komunikasi dan sosialisasi internal terkait kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia,
dalam bentuk tatap muka maupun bentuk komunikasi melalui media internal lainnya.
Terkait dengan struktur tata kelola dan sebagai bentuk akuntabilitas, Bank Indonesia
menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR-RI dan
Pemerintah. Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah menyampaikan laporan
pelaksanaan tugas dan wewenang triwulan II-2016 kepada DPR-RI dan Pemerintah selaku
stakeholders utama sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Bank Indonesia.
Selain kepada stakeholders tersebut, Bank Indonesia menyampaikan laporan kepada
pengamat, media massa, akademisi, perguruan tinggi, dan lembaga negara terkait.
Melengkapi laporan itu, Bank Indonesia telah menyampaikan penjelasan langsung terkait
kebijakan dan kewenangannya kepada DPR-RI melalui rapat kerja.
Selain itu, bentuk akuntabilitas lainnya adalah pengawasan kegiatan operasional tertentu
oleh Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah
menyusun tanggapan atas telaahan yang disampaikan oleh BSBI dengan posisi terakhir
triwulan I-2016. Telaahan BSBI terdiri atas telaahan terhadap laporan keuangan Bank
Indonesia, anggaran operasional dan investasi, serta prosedur pengambilan keputusan
kegiatan operasional di luar kebijakan moneter dan pengelolaan aset.
Terkait dengan proses tata kelola, pada triwulan III-2016, Bank Indonesia tengah
mempersiapkan penyempurnaan ketentuan mengenai kewenangan di Bank Indonesia.
Melalui penyempurnaan ketentuan ini, diharapkan pelaksanaan tugas di Bank Indonesia
semakin akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan oleh pejabat yang sesuai dan patut.
Untuk mewujudkan tata kelola yang baik, Bank Indonesia juga berusaha untuk
menyelenggarakan sistem kearsipan berkualitas guna menjamin ketersediaan arsip
yang autentik, dan terpercaya, sekaligus menjamin perlindungan kepentingan lembaga.
Manajemen Dokumen Bank Indonesia (MDBI) menjadi tulang punggung manajemen,
bukti akuntabilitas kinerja, dan alat bukti yang sah. Selama ini, peran dan fungsi MDBI telah
teruji keandalannya.
106
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Penyelenggaraan kearsipan Bank Indonesia telah mendapatkan sertifikasi ISO 30301–
Management Records System dan ISO 15489– Records Management. Bank Indonesia
merupakan organisasi pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikasi ISO 30301 (Maret
2015) dari Badan Sertifikasi Internasional – Technischer Uberwachungs Verein (TUV SUD).
Satuan-satuan kerja di Bank Indonesia juga berhasil menerapkan ISO 15489 – Records
Management yang merupakan standarisasi penerapan kebijakan dan sistem pengelolaan
dokumen.
Terhadap hasil tatakelola, guna memberikan umpan balik terhadap penerapan tata
kelola di Bank Indonesia dan sebagai upaya perbaikan ke depan, Bank Indonesia secara
berkala (triwulan II dan triwulan IV) melakukan survei tingkat keyakinan stakeholders
terhadap implementasi tata kelola Bank Indonesia. Responden survei mencakup seluruh
pemangku kepentingan Bank Indonesia yakni anggota parlemen, lembaga negara,
auditor, pengamat dan akademisi, kalangan pengusaha, jurnalis, dan masyarakat umum.
Selain penilaian oleh pihak eksternal di dalam metode survei, pada triwulan III-2016, Bank
Indonesia mulai menyusun roadmap penguatan tata kelola dibantu oleh ahli dari luar
(external expert), berdasarkan metodologi yang objektif dan selaras dengan praktik-praktik
terbaik. Penyusunan roadmap ini tetap mempertimbangkan karakteristik Bank Indonesia
sebagai lembaga publik.
Penyusunan roadmap diawali dengan beberapa kegiatan. Pertama, pengembangan
pedoman pelaksanaan asesmen yang meliputi pendekatan, metodologi, kriteria, dan
kuesioner. Kedua, pelaksanaan asesmen tata kelola Bank Indonesia sesuai pedoman yang
telah dikembangkan. Ketiga, identifikasi gap dan merekomendasikan penyempurnaan
tata kelola Bank Indonesia dengan mempertimbangkan kerangka kerja dan praktik
good corporate governance yang umum berlaku. Berdasarkan identifikasi gap dimaksud
akan tersusun roadmap penguatan governance Bank Indonesia dalam jangka pendekmenengah-panjang.
Hasil dari penerapan tata kelola di Bank Indonesia juga mendapatkan apresiasi positif. Pada
triwulan III-2016, Unit Kearsipan Bank Indonesia meraih Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) Award sebagai Unit Kearsipan Terbaik Tingkat Nasional dari Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Keberhasilan tersebut membuktikan bahwa Bank
Indonesia mampu menyelenggarakan kearsipan yang unggul sesuai standar nasional
dan internasional secara konsisten dan berkesinambungan. Bank Indonesia menyadari
sistem kearsipan yang baik dapat mendukung akuntabilitas pelaksanaan tugas sekaligus
mendukung internalisasi nilai-nilais trategis Bank Indonesia. Ke depan, Bank Indonesia
berkomitmen untuk selalu konsisten menjaga kualitas penyelenggaraan kearsipan dan
meningkatkan tata kelola lembaga publik yang baik (Good Public Governance).
4.2. Manajemen Strategis dan Kinerja
Dengan ditetapkan Visi Bank Indonesia 2024 pada tahun 2014 yaitu menjadi lembaga
bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis
yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil, sejak tahun
2014 Bank Indonesia mencanangkan program transformasi dengan menyusun Arsitektur
Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) 2024. AFSBI disusun untuk meningkatan kekuatan
dan kecekatan Bank Indonesia dalam menghadapi implikasi dinamika perubahan dan
tantangan jangka menengah panjang terutama di bidang moneter, keuangan, dan
perekomonian baik global, regional, dan nasional. Selain itu, AFSBI juga dimaksudkan
untuk mempersiapkan fungsi strategis dan kapabilitas Bank Indonesia baru yang maju,
kuat, berorientasi ke depan menghasilkan kebijakan terbaik dan merujuk pada praktekpraktek yang terbaik. (Gambar 4.1)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
107
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
VISI
Menjadi lembaga bank sentral yang
kradibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah
dan nilai tukar yang stabil
MISI Stabilitas nilai rupiah; Sistem keuangan yang efektif dan efisien; Sistem Pembayaran yang aman,
efisien, lancar; Organisasi dan SDM BI yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja
1. Memperkuat Fungsi Utama
Kebijakan moneter yang kredibel
dan konsisten
Kebijakan Mankroprudensial yang
kredibel, proaktif dan surveilance
yang kuat dan teruji
Kebijakan, pengawasan,
serta penyelenggaraan
sistem pembayaran dan
pengelolaan uang yang kredibel &
proaktif
2. Proaktif dalam mempelopori kerjasama dan kolaborasi
(fokus sesuai setiap fungsi utama)
3. Memperkuat Strategic Enablers:
Mandat yang jelas, Sumber Daya Manusia, Sistem Informasi, Board Governance, Manajemen Risiko dan
Pengendalian Intern, Perencanaan Strategis, Anggaran dan Manajemen Kinerja
Gambar 4.1
Dalam AFSBI dilakukan penguatan terkait pelaksanaan fungsi utama Bank Indonesia di
bidang moneter, makroprudensial (SSK), sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah
serta strategic enablers menuju bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional.
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia merupakan gambaran Bank Indonesia di tahun
2024 yang dicapai melalui strategi:
1. Memperkuat Fungsi Utama Bank Indonesia untuk mencapai (a) kebijakan moneter
yang kredibel dan konsisten, (b) kebijakan makroprudensial yang kredibel, proaktif dan
surveillance yang kuat dan teruji, serta (c) kebijakan, pengawasan, dan penyelenggaraan
sistem pembayaran dan pengelolaan uang yang kredibel dan proaktif;
2. Proaktif dalam memelopori kerja sama dan kolaborasi di fungsi utama Bank Indonesia
dengan stakeholder terkait;
3. Memperkuat strategic enabler yang mencakup aspek legal, Sumber Daya Manusia
(SDM), Sistem Informasi (SI), governance, manajemen risiko dan pengendalian intern,
perencanaan strategis, anggaran dan manajemen kinerja.
Upaya mewujudkan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia melalui Program Transformasi
Bank Indonesia diimplementasikan selaras dengan proses manajemen strategis dan
manajemen kinerja Bank Indonesia yang dilakukan melalui Sistem Perencanaan, Anggaran
dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia (SPAMK-BI). SPAMK-BI mencakup kegiatan
perumusan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi arah strategis Bank
Indonesia, yang disusun secara terintegrasi, sistematis dan berkelanjutan. Kegiatan yang
dilakukan pada triwulan III-2016 antara lain:
a. Bank Indonesia melakukan kegiatan monitoring dan pengendalian atas pelaksanaan
program strategis di seluruh satuan kerja melalui pelaksanaan review secara reguler
setiap bulan. Review tersebut untuk mencari alternatif solusi terhadap berbagai
108
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
permasalahan yang dihadapi. Tujuannya adalah untuk mendorong pencapaian
kinerja secara optimal dan untuk mengetahui tantangan yang dihadapi dalam
implementasi program kerja utama satuan kerja.
b. Bank Indonesia memantau realisasi anggaran program kerja utama satuan kerja
untuk memastikan bahwa penyerapan anggaran sesuai dengan Anggaran Tahunan
Bank Indonesia (ATBI). Proses pemantauan tersebut juga untuk memastikan bahwa
strategi yang telah disusun dapat dilaksanakan secara tepat, terukur dan terfokus
sehingga berkontribusi positif terhadap pencapaian tujuan akhir Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia sedang mempersiapkan penyusunan kontrak kinerja satuan kerja
untuk tahun 2017. Penyusunan kontrak kinerja satuan kerja merupakan proses
cascading dari Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia 2017 ke IKU satuan
kerja. Kontrak kinerja satuan kerja disusun berdasarkan diskusi dengan seluruh
satuan kerja dan disetujui oleh Anggota Dewan Gubernur yang membidangi.
Kontrak kinerja merupakan komitmen Pemimpin Satuan Kerja kepada Dewan
Gubernur dalam melaksanakan tugas yang menjadi salah satu tolak ukur penilaian
kinerja satuan kerja di akhir tahun.
4.3. Manajemen Risiko
Manajemen risiko di Bank Indonesia dibentuk untuk mendukung pencapaian visi dan misi
Bank Indonesia melalui pengelolaan risiko secara komprehensif dan terintegrasi. Sesuai
dengan dasar pembentukan tersebut, tujuan implementasi manajemen risiko adalah
untuk memastikan bahwa proses pengambilan keputusan yang dilakukan telah sesuai
dengan tata kelola (governance) yang baik serta memperoleh hasil yang optimal sehingga
berdampak positif terhadap kinerja, kesinambungan keuangan, dan kredibilitas kebijakan
Bank Indonesia.
Sebagai dasar penerapan yang baku dan konsisten serta sesuai dengan praktik terbaik di
industri, implementasi manajemen risiko di Bank Indonesia mengacu pada kerangka kerja
Manajemen Risiko Bank Indonesia (MRBI). Kerangka kerja ini disusun dengan mengadaptasi
Enterprise Risk Management - Integrated Framework yang diterbitkan oleh Committee of
Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Berdasarkan kerangka
tersebut, proses manajemen risiko dilaksanakan berdasarkan delapan komponen MRBI
yaitu Lingkungan Internal, Penetapan Tujuan, Identifikasi Risiko, Asesmen Risiko, Respons
Risiko, Kegiatan Pengendalian Risiko, Informasi dan Komunikasi, serta Pemantauan Risiko.
Untuk menjamin tercapainya manajemen risiko yang terintegrasi dan dapat memberikan
nilai tambah terhadap pencapaian sasaran strategis Bank Indonesia, maka pelaksanaan MRBI
melibatkan seluruh tingkatan organisasi baik di level Dewan Gubernur, Anggota Dewan
Gubernur, Forum Manajemen Risiko, dan satuan kerja. Selanjutnya, untuk meningkatkan
tata kelola (governance) manajemen risiko, pelaksanaan MRBI di level satuan kerja dibagi
kedalam tiga lini pengendalian.
Ketiga lini pengendalian itu adalah: (1) satuan kerja yang melaksanakan proses bisnis
sebagai pemilik risiko (risk owner), (2) satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengelolaan
risiko sebagai fungsi manajemen risiko independen, dan (3) satuan kerja yang melaksanakan
fungsi audit internal sebagai independent reviewer dan assurance proses manajemen risiko.
Dengan melibatkan seluruh satuan kerja, pelaksanaan manajemen risiko bertujuan untuk
meningkatkan budaya sadar risiko lembaga dalam rangka mewujudkan Bank Indonesia
sebagai organisasi berbasis risiko.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
109
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Secara BI-wide, pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah mengimplementasikan
manajemen risiko melalui pelaksanaan beberapa program kerja untuk memperkuat
manajemen risiko, governance, dan pengendalian internal. Pada triwulan III-2016, telah
diselenggarakan Forum Tahunan Manajemen Risiko Bank Indonesia yang dipimpin
langsung oleh Gubernur Bank Indonesia, workshop penguatan fungsi Internal Control
Officer (ICO)1, dan finalisasi rencana bisnis penguatan Departemen Manajemen Risiko. Bank
Indonesia juga telah melaksanakan asesmen risiko terhadap seluruh materi Rapat Dewan
Gubernur maupun kegiatan fasilitasi dan konsultasi manajemen risiko di seluruh satuan
kerja.
Dalam aspek sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia merasakan
semakin pentingnya peran manajemen risiko khususnya pada pengelolaan uang Rupiah,
pengadaan strategis, dan penyediaan infrastruktur TI pendukung di bidang sistem
pembayaran. Mitigasi risiko dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut terus dievaluasi
dan senantiasa ditingkatkan dari waktu ke waktu, sehingga dapat menurunkan level risiko.
Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan moneter, risiko sepanjang triwulan III-2016
relatif terkendali. Hal ini didukung dengan nilai tukar rupiah yang cenderung menguat
sebagai dampak perilaku pasar yang cenderung risk on dibandingkan periode sebelumnya.
Volatilitas nilai tukar Rupiah menurun seiring dengan upaya Bank Indonesia untuk terus
menjaga nilai tukar Rupiah di level fundamentalnya.
Kegiatan manajemen risiko pengelolaan moneter mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Pemantauan kepatuhan dilakukan dengan monitoring kesesuaian antara pelaksanaan
kegiatan operasi moneter dan ketentuan yang berlaku. Hasil pemantauan menunjukkan
bahwa seluruh transaksi operasi moneter, baik dalam Rupiah maupun valas, telah
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Pemantauan terhadap pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang
bertujuan untuk meminimalkan munculnya risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko
operasional. Dalam hal ini, pembelian SBN di pasar sekunder tersebut telah dilakukan
atas dasar limit dan ketentuan yang berlaku.
c. Untuk mengantisipasi risiko pasar, pemantauan portofolio SBN BI dilakukan melalui
monitoring marked-to-market (MTM), value at risk (VaR), dan durasi seri SBN yang
dimiliki Bank Indonesia.
d. Monitoring terkait kegiatan intervensi spot jual dan beli valuta asing (valas) dilakukan
untuk menjaga volatilitas nilai tukar rupiah. Pelaksanaan transaksi valas telah dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Asesmen dan pemantauan terhadap operasi moneter rupiah dan valas dilakukan untuk
mendorong efektivitas transmisi kebijakan moneter. Asesmen risiko juga diberikan
untuk meminimalkan risiko kebijakan dan risiko reputasi sehubungan dengan rencana
implementasi reformulasi kebijakan moneter Bank Indonesia.
Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan devisa, risiko keuangan maupun risiko
operasional secara umum terkendali dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kegiatan manajemen risiko pengelolaan devisa dilakukan terhadap risiko pasar, risiko
kredit, risiko likuiditas, dan risiko operasional. Terkait hal itu, sepanjang triwulan III-2016,
Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
1
110
Melakukan pengendalian risiko secara lebih dini di level satuan kerja. Dengan demikian, mitigasi risiko dan upaya perbaikan
dapat dilakukan secara cepat.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
a. Manajemen risiko pasar: Pemantauan risiko dilakukan terhadap berbagai indikator
maupun sentimen di pasar keuangan global untuk mengantisipasi potensi peningkatan
volatilitas terutama nilai tukar dan suku bunga. Sementara itu, mitigasi risiko dilakukan
melalui penetapan batasan-batasan eksposur risiko pasar. Volatilitas mata uang negara
DM dan EM relatif stabil dan mengalami penurunan, namun beberapa mata uang
di kawasan Amerika Latin yang masih berada di level tinggi dipengaruhi sentimen
harga minyak dan pemilu AS. Sementara itu, volatilitas suku bunga di kawasan Eropa
dipengaruhi ekspektasi bahwa ECB tidak akan mengubah kebijakan moneter dalam
jangka menengah.
b. Manajemen risiko kredit: Pemantauan risiko dilakukan secara ketat terhadap berbagai
indikator perekonomian dan keuangan, baik secara global maupun per emiten atau
counterparty. Sementara itu, mitigasi risiko dilakukan melalui penetapan batasanbatasan eksposur risiko kredit yang meliputi risiko gagal bayar (default) dan penurunan
peringkat kredit (credit rating downgrade). Pada triwulan III-2016, risiko kredit relatif
terjaga meskipun terdapat peningkatan risiko yang ditunjukkan dengan adanya
beberapa credit event negatif seperti revisi outlook Australia dan Meksiko, serta
perbankan di Inggris, Australia, dan Jerman.
c. Manajemen risiko likuiditas: Pemantauan risiko dilakukan terhadap berbagai indikator
maupun sentimen di pasar keuangan global, khususnya yang mempengaruhi likuiditas
aset-aset yang menjadi portofolio cadangan devisa. Sementara itu, mitigasi risiko
dilakukan dengan penetapan batasan-batasan eksposur risiko likuiditas, yaitu meliputi
risiko asset-liability mismatch dan risiko liquidity shrinkage. Sepanjang triwulan III-2016,
risiko likuiditas relatif menurun sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan komposisi
aset likuid (High Quality Liquid Asset / HQLA).
d. Manajemen risiko operasional: Pemantauan risiko dilakukan terhadap berbagai
gangguan dalam proses bisnis pengelolaan devisa yang disebabkan oleh faktor
manusia, kelemahan prosedur, kegagalan sistem dan infrastruktur, serta faktor eksternal
lainnya. Mitigasi risiko dilakukan melalui penetapan batasan-batasan eksposur risiko
operasional, penyempurnaan prosedur dan penguatan pengawasan internal oleh
ICO. Sepanjang triwulan III-2016, profil risiko operasional pengelolaan devisa dapat
terkendali dan relatif rendah.
Dalam bidang manajemen keberlangsungan tugas, kegiatan yang dilakukan pada
triwulan III-2016 difokuskan pada penguatan infrastruktur Business Resumption Site
(BRS) dan Alternate Command Center (ACC) jangka pendek.
Berdasarkan pemantauan terhadap risiko operasional, selama triwulan III-2016,
terdapat beberapa gangguan terhadap aplikasi pendukung sistem pembayaran dan
operasi moneter. Namun demikian, contingency plan dan mitigasi risiko telah dijalankan
untuk mengatasi gangguan tersebut sehingga kegiatan pelayanan kepada stakeholders
dapat berjalan secara normal seperti semula.
Bank Indonesia telah melakukan upaya mitigasi risiko antara lain penambahan
monitoring tools pada aplikasi operasi moneter dan sistem pembayaran, perbaikan
sistem dan jaringan, serta optimalisasi infrastruktur pendukung untuk menanggulangi
kekurangan pasokan listrik. Di samping itu, Bank Indonesia senantiasa menerapkan
siklus manajemen Plan-Do-Check-Act (PDCA) untuk menjaga kelancaran pelayanan
kepada stakeholders.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
111
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.4. Audit Internal
Fungsi Audit Intern di Bank Indonesia bertujuan untuk memberikan opini dan rekomendasi
terhadap proses tata kelola, proses manajemen risiko, dan proses pengendalian melalui
kegiatan audit dan konsultansi dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia. Dalam
menjalankan fungsi audit, Bank Indonesia melakukan penyusunan Rencana Audit Tahunan
dengan pendekatan Risk Based Internal Audit (RBIA) yang memprioritaskan audit pada
proses bisnis yang berisiko tinggi dengan frekuensi audit setiap tahun. Pelaksanaan Audit
intern pada Triwulan III-2016 mencakup proses bisnis di Kantor Pusat, Kantor Perwakilan
Dalam Negeri dan Kantor Perwakilan Luar Negeri yang didasarkan pada Rencana Audit
Tahunan.
Sampai dengan akhir Triwulan III-2016, telah dilaksanakan kegiatan audit atas 32 satuan
kerja. Seluruh tindak lanjut hasil audit dapat diselesaikan satuan kerja sesuai dengan
komitmen yang disepakati bersama. Berbagai hasil audit tersebut diharapkan dapat
menjadi lesson learned dalam meningkatkan pengendalian. Hal ini memberikan keyakinan
bahwa tata kelola dan pengendalian di Bank Indonesia berjalan efektif.
Fungsi konsultansi secara natural dilaksanakan bersamaan dengan audit yaitu pada saat
proses diskusi antara auditor-auditee atas ditemukannya pengendalian yang kurang. Selain
itu, pada Triwulan III-2016, dilakukan fungsi konsultansi lainnya yaitu pemberian advis
kepada satuan kerja dan tanggapan atas topik yang dibahas dalam Rapat Dewan Gubernur.
Seluruh konsultansi yang diberikan terbatas pada aspek tata kelola dan kepatuhan pada
ketentuan (compliance), bukan pada substansi. Beberapa topik konsultansi pemberian
advis tersebut, antara lain terkait dengan penyusunan standarisasi aktivitas procurement
dan evaluasi ketentuan pengadaan, aspek pengawasan atas kegiatan kas titipan, rencana
pelaksanaan asesmen governance Bank Indonesia dan strategi layanan penukaran uang
rupiah.
Dalam rangka penguatan pengendalian di Bank Indonesia, dilanjutkan kerja sama dengan
satuan kerja manajemen risiko (second line of defence) untuk mengembangkan aplikasi
audit intern dan manajemen risiko yang terintegrasi. Selain itu, dalam rangka penguatan
governance di Bank Indonesia, tengah disusun blue print GRC (Governance, Risk and
Compliance).
Selanjutnya, sebagai tindak lanjut pasca pembentukan Internal Control Officer (ICO) di
setiap satuan kerja (first line of defense), terdapat helpdesk dalam memberikan panduan
pelaksanaan pemantauan kegiatan di satuan kerja kepada ICO satuan kerja. Selain itu,
dilakukan juga evaluasi implementasi fungsi ICO dan memberikan pembekalan kepada
ICO satker terkait dengan sistem pengendalian intern.
Dalam rangka memperkuat tata kelola Bank Indonesia, Bank Indonesia memiliki Whistle
Blowing System (WBS) yang berfungsi menerima dan menindaklanjuti pengaduan dari
intern pegawai Bank Indonesia dan masyarakat atas dugaan pelanggaran peraturan Kode
Etik dan Disiplin oleh pegawai Bank Indonesia. Dalam rangka meningkatkan efektivitas
pengelolaan WBS yang telah diimplementasikan sejak tahun 2015, telah dilakukan evaluasi
dan akan ditindaklanjuti dengan kegiatan sosialisasi melalui berbagai sarana dan media
komunikasi pegawai yang tersedia di Bank Indonesia.
Selain tugas-tugas di atas, Bank Indonesia juga memfasilitasi pemeriksaan BPK-RI
terkait Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pencetakan, Pengeluaran dan
Pemusnahan Rupiah Semester I Tahun 2016 di Kantor Pusat dan beberapa KPw DN, serta
pemantauan temuan audit BPK-RI dan tindak lanjut penyelesaiannya.
112
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Untuk menjaga kualitas pelaksanaan fungsi audit intern, setiap semester kegiatan internal
audit maupun aktivitas pendukung lainnya senantiasa dilakukan evaluasi oleh internal BI,
dan selambat-lambatnya 5 tahunan dilakukan asesmen oleh asesor eksternal profesional.
Selama Triwulan III-2016, telah dilakukan pemantauan terhadap tindak lanjut hasil asesmen
internal periodik semester I-2016 dan dilakukan persiapan pelaksanaan asesmen internal
periodik untuk semester II-2016. Selain itu, peningkatan kompetensi, keterampilan dan
sertifikasi auditor intern secara terus menerus dan terprogram dilakukan untuk menjaga
dan meningkatkan profesionalisme auditor intern.
4.5. Keuangan Internal
Kebijakan di bidang manajemen keuangan ditujukan untuk meningkatkan good governance
dan memelihara keberlanjutan atau sustainabilitas keuangan Bank Indonesia guna
mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran
dan pengedaran uang, serta bidang stabilitas sistem keuangan.
Pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen keuangan dilakukan melalui berbagai
program kerja. Pada triwulan III-2016, pencapaian kinerja di bidang manajemen keuangan
antara lain sebagai berikut:
1. Penyusunan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) Tahun 2017 telah dilakukan
melalui proses yang govern dimulai dengan Arahan Tahunan Gubernur Bank Indonesia,
dan disusun dengan asumsi yang ditetapkan melalui Rapat Dewan Gubernur. Sesuai
dengan amanat Undang-Undang, Rencana ATBI Anggaran Operasional Tahun 2017
disampaikan kepada DPR RI pada 15 Agustus 2016 guna memperoleh persetujuan.
2. Untuk memperkuat sistem informasi akuntansi, Bank Indonesia tengah mengembangkan
3 aplikasi Commercial Off The Shelf (COTS) sebagai pendukung Sistem Keuangan
Bank Indonesia (SKBI). Sistem ini terdiri atas Enterprise Resource Planning dan Human
Resource Information System (ERP & HRIS), Core Banking System (CBS), dan Front-MiddleBack Office Treasury (FOMOBO). Pengembangan sistem tersebut diharapkan dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses bisnis, meningkatkan akurasi pencatatan
dan pelaporan akuntansi, serta mempercepat proses pengambilan keputusan oleh
manajemen Bank Indonesia. Sampai dengan triwulan III-2016, Bank Indonesia telah
menyelesaikan skenario Proof of Concept (PoC) dalam rangka pengadaan 3 aplikasi
COTS dan penyesuaian dokumen Business Blueprint.
3. Sebagai prerequisite dari pengembangan Sistem Keuangan Bank Indonesia, telah
dilakukan penyempurnaan rancangan Chart Of Account (COA) Bank Indonesia.
Penyempurnaan COA dilakukan untuk memenuhi perkembangan kebutuhan bisnis
dan informasi terkini guna mendukung akuntabilitas pelaksanaan tugas Bank Indonesia
di bidang keuangan.
4. Penguatan penerapan capital budgeting dilakukan secara berkelanjutan. Sampai dengan
triwulan III-2016, telah dilakukan asesmen penilaian atas usulan Rencana Investasi Bank
Indonesia 2017 yang bernilai besar (>Rp10 miliar) melalui analisis capital budgeting
dalam Forum Koordinasi Rencana Investasi (FKRI) untuk menentukan kelayakan usulan
rencana investasi tersebut.
5. Pelaksanaan tugas dan pencapaian di bidang perpajakan mencakup hal-hal sebagai
berikut:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
113
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
a. Sebagai bentuk pengakuan governance pengelolaan pajak, Bank Indonesia
ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh terhitung mulai 1 Januari 2015 sampai dengan
31 Desember 2015 melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 248/WPJ.19/2015.
b. Pada tanggal 5 April 2016, Bank Indonesia mendapatkan penghargaan dari Menteri
Keuangan Republik Indonesia sebagai Wajib Pajak yang patuh dan berkontribusi
signifikan terhadap penerimaan pajak 2015.
Secara umum, kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia pada triwulan III-2016 sebagai
berikut:
1. Total aset/liabilitas per 30 September 2016 tercatat sebesar Rp1.964.498 miliar,
meningkat 3,06% dibanding posisi per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.906.194 miliar.
Unsur utama aset Bank Indonesia adalah surat berharga dan tagihan dalam valuta
asing, yakni sebesar 72,96% dari total aset. Sementara, unsur utama liabilitas adalah
uang dalam peredaran dan giro bank, masing-masing sebesar 28,67% dan 18,08% dari
total liabilitas.
2. Pada periode 1 Januari sampai dengan 30 September 2016, Bank Indonesia mencatat
surplus sebelum pajak sebesar Rp20.504 miliar atau 24,90% dari surplus sebelum pajak
2015. Surplus tersebut diperoleh dari penghasilan sebesar Rp47.448miliar dikurangi
beban sebesar Rp26.984 miliar. Penghasilan terbesar berasal dari pelaksanaan kebijakan
moneter sebesar Rp47.014 miliar (99,00% dari total penghasilan). Sementara itu, bagian
terbesar beban Bank Indonesia berasal dari beban pelaksanaan kebijakan moneter
sebesar Rp15.826 miliar (58,65% dari total beban). Surplus Bank Indonesia sampai
dengan akhir 2016 diperkirakan lebih rendah dibandingkan 2015. Hal ini disebabkan
pengaruh dari kondisi nilai tukar Rupiah.
3. Rasio Modal Bank Indonesia per 30 September 2016 tercatat sebesar 10,08. Dalam
hal rasio modal, Bank Indonesia sampai dengan akhir 2016 mencapai lebih dari 10%,
maka akan dilakukan penyetoran sisa surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian
Pemerintah. Dengan posisi rasio modal tersebut, perkiraan surplus yang menjadi
bagian Pemerintah adalah sebesar Rp1,3 triliun.
4. Sampai dengan triwulan III-2016, realisasi anggaran penerimaan adalah sebesar
Rp47.371 miliar (68,00% dari rencana), sementara, realisasi anggaran pengeluaran
adalah sebesar Rp26.413 miliar (71,32% dari total rencana).
4.6. Sistem Informasi
Pada 2016, dukungan Sistem Informasi (SI) difokuskan pada kelanjutan Program
Transformasi Bank Indonesia sejalan dengan menetapkan Information System-Enterprise
Architecture (IS-EA) 2015–2024. Program transformasi tersebut untuk mewujudkan Sistem
Informasi yang andal dan berkualitas, sekaligus menerapkan teknologi terkini sesuai
dengan praktik terbaik internasional (international best practice) dalam mendukung
organisasi yang berkinerja tinggi (high performance organization).
Sejalan dengan itu, Bank Indonesia terus meningkatkan keandalan dan ketersediaan
layanan Sistem Informasi (SI). Hal itu dilakukan melalui peningkatan kapasitas maupun
kapabilitas infrastruktur sistem informasi dan pengelolaan data center yang memenuhi
international best practice. Semua langkah itu untuk meningkatkan kualitas dan keamanan
layanan Sistem Informasi bagi stakeholders.
114
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Untuk mewujudkan transformasi SI, Bank Indonesia mengusung tema “State of the art
technology” yang meliputi 3 Program Strategis (PS). Pertama, penerapan teknologi big
data guna mendukung proses pengambilan keputusan. Kedua, penyusunan IS-EA dan
implementasi proyek SI strategis. Ketiga, perbaikan tata kelola (governance) SI.
Terkait dengan kegiatan perbaikan tata kelola SI, sampai dengan triwulan III-2016, Bank
Indonesia telah menerbitkan ketentuan mengenai Sistem Informasi Bank Indonesia2.
Pengaturan tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan sumber daya dan meningkatkan
kualitas layanan sistem informasi secara berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk mendukung
pengambilan keputusan dan kelancaran pelaksanaan Tugas Bank Indonesia, yang meliputi
Tata Kelola SI dan Pengelolaan SI.
Menindaklanjuti ketentuan tersebut, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan
internal. Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai
Pengelolaan Proyek Pengembangan Aplikasi dan mengenai Pengelolaan Arsitektur
Enterprise (AE)3. Ketentuan ini bertujuan untuk:
a. Mendukung terciptanya aplikasi yang andal dan berkualitas dan meningkatkan
pengendalian dalam penyusunan dan pengubahan AE;
b. Memastikan kepatuhan AE terhadap standar internal dan eksternal maupun regulasi
yang berlaku;
c. Mendukung pengelolaan AE yang efektif dan meningkatkan transparansi maupun
akuntabilitas peran dan wewenang dalam pengelolaan AE.
Pada triwulan ini, Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap penyedia produk
Commercial of The Shelf (COTS) untuk kebutuhan pengembangan sistem Big Data.
Terkait data center, saat ini tengah dilakukan kegiatan perancangan Data Center (DC) dan
Disaster Recovery Center (DRC) berstandar internasional. Penyempurnaan ini bertujuan
untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ketersediaan layanan SI. Di samping itu, Bank
Indonesia juga tengah melaksanakan migrasi aplikasi yang bersifat multiyears.
Dukungan SI dalam proses pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dalam setiap
pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas data yang mendukung
proses pengambilan keputusan pada sektor moneter, pada triwulan III-2016, Bank
Indonesia telah menyelesaikan 3 pengembangan aplikasi, antara lain untuk memenuhi
kebutuhan informasi terkait pemantauan Laporan Harian Bank Umum (LHBU), pengelolaan
utang dan analisis keuangan negara (DMFAS), dan pelaporan hasil survei terintegrasi untuk
kebutuhan survei konsumen.
Pada sektor Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), dukungan SI ditujukan untuk mendukung
pengawasan SSK dan makroprudensial melalui pemanfaatan data laporan dan
statistik perbankan yang komprehensif. Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah
menyempurnakan aplikasi pengelolaan giro wajib minimum (GWM) bank yang disesuaikan
dengan perubahan aturan terkait kecukupan modal minimum bank terkini. Terkait dengan
fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh OJK, Bank Indonesia juga melakukan
koordinasi pengembangan aplikasi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Dukungan SI terhadap sektor Sistem Pembayaran (SP) dilakukan melalui pengembangan
aplikasi untuk mendukung sistem pembayaran non-tunai maupun tunai. Pada
triwulan III-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan 3 pengembangan aplikasi.
2
3
Peraturan Dewan Gubernur No. 18/10/PDG/2016 mengenai Sistem Informasi Bank Indonesia.
Surat Edaran Intern No. 18/71/INTERN Perihal Pengelolaan Proyek Pengembangan Aplikasi dan mengenai Pengelolaan Arsitektur
Enterprise.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
115
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pertama, pengembangan Sistem Keuangan Internal Bank Indonesia (BI-SOSA). Kedua,
pengembangan sistem pembayaran elektronik pemerintah (BI-GeB) guna memfasilitasi
transaksi keuangan pemerintah dan menjaga keandalan layanan sistem aplikasi tersebut.
Ketiga, pengembangan sistem penyusunan anggaran satuan kerja di Bank Indonesia (PPA).
Di samping itu, Bank Indonesia senantiasa menjaga ketersediaan dan kualitas layanan BIRTGS, Sistem Kliring Nasional, dan BI-ETP. Semua sistem itu untuk mendukung optimalnya
sistem pembayaran non-tunai.
Dukungan SI terhadap pengembangan sistem otomasi menuju sistem yang lebih paperless
juga dilakukan pada sektor Manajemen Internal. Pengembangan aplikasi ini bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi tata kelola Bank Indonesia. Upaya peningkatan efisiensi
juga telah dilakukan pada proses pengadaan secara online melalui Bank Indonesia Sistem
Procurement.
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia juga telah menyelesaikan pengembangan sistem
pengelolaan kehadiran dan lembur pegawai (BI-SIKAP), pengembangan aplikasi perpajakan
internal (BIJAK), dan pemeliharaan pada sistem pengelolaan informasi kepegawaian
eksisting (SIMASDAM). Saat ini, Bank Indonesia sedang mengembangkan Sistem Informasi
Sumber Daya Manusia secara terintegrasi yang meliputi proses talent pegawai, perencanaan
karir, pengembangan kompetensi dan proses rekrutmen. Pengembangan sistem informasi
SDM ini untuk mendukung transformasi Bank Indonesia.
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) mengamanatkan penyempurnaan
Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (OSBI). Pada triwulan III-2016, Bank
Indonesia telah membentuk satuan kerja Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman
(DOTP). Keberadaan DOTP bertujuan untuk memperkuat tata kelola (governance) dalam
kantor pendukung (back office) operasional tresuri dan operasional pinjaman maupun
transaksi pemerintah dan pihak eksternal strategis lainnya dengan Bank Indonesia.
Pembentukan DOTP ini merupakan bagian dari rencana penataan dan sentralisasi fungsi
operasional yang sebelumnya tersebar di berbagai satker. Pembentukan DOTP ini juga
sebagai dalam rangka meningkatkan checks and balances antara back office dengan fornt
dan middle office dalam pengendalian moneter dan devisa.
Di samping itu, Bank Indonesia menyempurnakan organisasi satuan kerja Departemen
Regional (DR) dan Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN). Penyempurnaan ini yakni
pengintegrasian Departemen Regional menjadi 3 satuan kerja dan rencana pembentukan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Kalimantan Utara yang mulai beroperasi pada 2017.
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia juga telah mengimplementasikan pola kerja kantor
modern (modern office) guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas satuan kerja.
Untuk itu, Bank Indonesia membentuk Satuan Layanan dan Administrasi (SLA), jabatan
Performance Manager (PM) dan jabatan Internal Control Officer (ICO) di setiap satuan kerja.
Pembentukan satuan dan jabatan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas monitoring,
evaluasi kinerja, dan pengendalian internal satuan kerja.
116
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.7.2. Manajemen Sumber Daya Manusia
Guna melaksanakan tugasnya dengan baik, Bank Indonesia perlu didukung oleh sumber
daya manusia yang kompeten, berkualitas dan memilki integritas yang baik. Untuk
itu, Bank Indonesia senantiasa melakukan peningkatan kualitas pengelolaan sumber
daya manusianya, baik dalam pemenuhan, pengembangan, manajemen Kinerja, dan
manajemen jalur karir pegawai.
a. Pemenuhan Pegawai
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia melakukan pemenuhan internal pegawai melalui
mutasi. Proses pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia juga dilakukan melalui
rekrutmen eksternal. Sampai dengan triwulan III-2016, Bank Indonesia telah memenuhi
kebutuhan pegawai kontrak waktu tertentu (PKWT) dengan keahlian di bidang sistem
informasi, pengolahan data, pengamanan, analis, sekretaris, dan staf.
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia mulai melakukan proses rekrutmen untuk
pegawai pendidikan calon pegawai muda/program kader pimpinan (PCPM) dan staf.
Dalam pelaksanaan proses rekrutmen dan seleksi, Bank Indonesia bekerja sama dengan
lembaga rekrutmen independen/recruitment specialist.
b. Pengembangan Pegawai
Pengembangan SDM merupakan salah satu pilar utama dari Arsitektur MSDM Bank
Indonesia. Tujuannya untuk mewujudkan visi pengelolaan organisasi dan sumber daya
manusia khususnya dalam menghasilkan pegawai yang kompetitif, produktif, dan
memiliki kepemimpinan (leadership) yang mumpuni sesuai dengan nilai-nilai strategis
Bank Indonesia. Pengembangan SDM tersebut diwujudkan melalui penguatan 3 aspek
kompetensi yaitu leadership, general management, dan substansi (technical knowledge).
Pada triwulan laporan, Bank Indonesia sedang mempersiapkan ketentuan tentang
pengembangan SDM . Ketentuan ini diselaraskan dengan manajemen jalur karir yang
mengacu pada prinsip terfokus, terencana, efektif, dan sistematis.
Sebagaimana periode sebelumnya, Bank Indonesia melaksanakan kegiatan
pengembangan SDM yang meliputi 6 area pengembangan. Keenam area itu adalah (1)
On Boarding; (2) Leadership Development Program (LDP); (3) Competency Development
Program (CDP); (4) Career Transition Program; (5) Program Tugas Belajar (PTB); dan (6)
Attachment/Technical Assistance and Assignment Program.
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan Program Pengembangan
SDM-BI sebagai berikut:
1) Leadership Development Program (LDP) merupakan program pembekalan
pegawai yang terkait dengan kepemimpinan (leadership) sesuai dengan sektor
penempatan dan jabatannya. Sampai dengan triwulan III-2016, Bank Indonesia
telah menyelenggarakan Program Kepemimpinan Bank Indonesia (PKBI) Dasar
yakni Program pembekalan bagi pegawai yang promosi dari level asisten manajer
ke manajer. Bank Indonesia juga menyelenggarakan PKBI Menengah bagi pegawai
promosi dari level manajer ke asisten direktur.
2) Competency Development Program (CDP) merupakan program pembekalan
pegawai yang terkait dengan kompetensi teknis dan manajerial sesuai dengan
sektor penempatan dan jabatannya. Sampai dengan triwulan III-2016, Bank
Indonesia telah menyelenggarakan 150 In-House Training (IHT) dengan rincian 105
program sertikasi dan 45 program non-sertifikasi. Career Transition Program (CTP)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
117
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
merupakan pembekalan kepada pegawai yang mendapatkan penugasan khusus
dan yang memasuki masa purnabakti. Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia
menyelenggarakan 6 kali program pembekalan masa persiapan pensiun (MPP).
Program ini bertujuan untuk membekali pegawai agar dapat menyiapkan diri
sebaik-baiknya dalam memasuki masa purnabakti;
3) Program Tugas Belajar (PTB) merupakan program pendidikan formal atas beasiswa
penuh Bank Indonesia atau pihak lain yang diberikan kepada pegawai Bank
Indonesia untuk jenjang pendidikan Master (S2) dan Doktor (S3). PTB terdiri atas 4
(empat) jenis, yaitu PTB Dalam Negeri (PTB-DN), PTB Luar Negeri (PTB-LN), PTB Dual
Degree (PTB-DD), dan PTB Atas Inisiatif Sendiri (PTB-AIS).
4) Attachment/Technical Assistance and Assignment Program yang bertujuan untuk
meningkatkan kapabilitas dan kompetensi pegawai. Pada triwulan III-2016, tercatat
pegawai yang mengikuti Assignment Program. Penugasan ditugaskan di Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kantor Staf Presiden RI, Badan
Supervisi Bank Indonesia (BSBI), dan Dana Moneter Internasional (IMF).
c. Manajemen Kinerja Pegawai Bank Indonesia
Pada 2016, evaluasi dan implementasi dari hasil penyempurnaan sistem manajemen
kinerja pegawai berfokus pada penyempurnaan pedoman pelaksanaan, penguatan
kapabilitas, dan perubahan pola pikir pegawai tentang manajemen kinerja pegawai
Bank Indonesia agar lebih objektif dan berorientasi terhadap umpan balik (feedback).
Pada triwulan III–2016, Bank Indonesia telah mengevaluasi kinerja dan dialog
kinerja pegawai tengah periode. Kedua pihak juga melakukan dialog kinerja untuk
mendiskusikan hal-hal yang perlu ditingkatkan di periode selanjutnya. Selain itu, Bank
Indonesia melakukan pelatihan manajemen kinerja pegawai secara intens terhadap
para line manager dan performance manager di seluruh satker.
d. Manajemen Jalur Karir
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Bank Indonesia, sumber daya manusia Bank
Indonesia harus kompetitif, produktif, dan memiliki kepemimpinan yang sesuai dengan
nilai-nilai strategis Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia memandang perlu adanya
manajemen jalur karir yang komprehensif. Sejalan dengan hal itu, pada triwulan
III-2016 Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan Manajemen Jalur Karir Pegawai
Bank Indonesia4.
Manajemen Jalur Karir memiliki beberapa bertujuan. Pertama, memastikan ketersediaan
pegawai yang memiliki kompetensi dan skills set sesuai tuntutan jabatan pada setiap
Job Family dalam rangka meningkatkan kapabilitas organisasi. Kedua, memelihara
motivasi pegawai dan mengelola karir secara optimal dan efektif. Ketiga, memberikan
panduan bagi line manager dan pegawai untuk merencanakan pergerakan karir dalam
rangka meningkatkan kecakapan (capability) dan kompetensi pegawai.
Terkait dengan kebijakan pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan ke OJK dan yang
akan kembali ke Bank Indonesia, pada triwulan III-2016 telah dilakukan hal sebagai
berikut:
a) Finalisasi rencana penempatan pegawai Bank Indonesia dengan memperhatikan
beberapa aspek, antara lain proyeksi kebutuhan SDM, kekosongan jabatan,
keseimbangan formasi pegawai KP dan KPwBI DN, serta keselarasan dengan
implementasi people to job fit;
4
118
Peraturan Dewan Gubernur No.18/12/PDG/2016 tentang Manajemen Jalur Karier Pegawai Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
b) Melakukan workshop dan pelatihan tentang perkembangan Organisasi dan SDM
Bank Indonesia (OSBI) dalam kerangka AFSBI. Selain itu, Bank Indonesia berbagi
isu-isu terkini tentang pelaksanaan tugas Bank Indonesia pasca pengalihan fungsi
pengawasan perbankan ke OJK dan pembekalan kebanksentralan.
e. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia
Memasuki triwulan III-2016, Bank Indonesia telah melakukan berbagai program
manajemen perubahan. Program ini untuk mendukung terciptanya iklim yang kondusif
guna meningkatkan produktivitas, engagement, dan kerja sama antar pegawai maupun
departemen di Bank Indonesia.
Beberapa program yang dilaksanakan antara lain:
a) Penyelenggaraan acara Loyalty Program dalam rangka memberikan motivasi
kepada pegawai dengan masa dinas pada jabatan yang sama sudah lama. Forum
ini diharapkan menjadi wadah komunikasi organisasi dan penyampaian aspirasi
pegawai;
b) Kegaitan Workshop Innovation Lab untuk mendorong dan menggali proses kreasi
dan inovasi pegawai di satuan kerja. Kegiatan ini untuk membangun dan melatih
proses berpikir inovatif, dengan mengundang narasumber yang kompeten dalam
bidang kreatif dan pengembangan pengetahuan
c) Mempersiapkan Culture Awards 2016 dengan seluruh satuan kerja di Bank Indonesia.
Acara Culture Awards ini bertujuan untuk memberikan penghargaan dan apresiasi
kepada satuan kerja dan pegawai yang paling aktif dan memiliki kontribusi tinggi
dalam transformasi budaya kerja di Bank Indonesia.
4.7.3. Grand Launching Bank Indonesia Institute
Dinamika dan perubahan lingkungan eksternal baik nasional maupun internasional
menuntut peran bank sentral yang lebih proaktif dalam mendukung pencapaian tujuan
pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan itu, Bank Indonesia melakukan perubahan
dan penguatan strategi kebijakan maupun kelembagaan. Perubahan tersebut didukung
dengan center of advancement terkait pendidikan, riset, dan pengembangan kepemimpinan
dalam bidang kebanksentralan, ekonomi, dan keuangan.
Dalam kaitan itu, pada Juli 2015, Bank Indonesia mendirikan BI Institute sebagai
wahana pengembangan organisasi, pengelolaan SDM, pengembangan talenta yang
dimiliki Indonesia, khususnya pegawai Bank Indonesia. BI Institute diharapkan mampu
menciptakan central bankers yang memiliki reputasi dan ekonom yang andal (leading
economist), sekaligus menjadi pemimpin ekonomi masa depan bangsa.
Grand Launching BI Institute menghadirkan Dewan Kehormatan, Dewan Penasehat, Faculty
Member BI Institute serta undangan dari Pimpinan lembaga keuangan, Corporate University,
Learning Center, lembaga negara, akademisi, dan lainnya.
4.8. Aspek Hukum
Berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan lembaga
negara yang diberikan amanat untuk menjalankan peran sebagai bank sentral Republik
Indonesia. Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagai bank sentral tersebut, Bank
Indonesia diberikan kewenangan untuk menetapkan peraturan perundang-undangan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
119
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Sepanjang triwulan III-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 36 (tiga puluh enam)
peraturan perundang-undangan, yang terdiri atas 9 (sembilan) Peraturan Bank Indonesia,
5 (lima) Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern, 4 (empat) Peraturan Dewan Gubernur, dan 18
(delapan belas) Surat Edaran Bank Indonesia Intern.
Pada triwulan laporan, Bank Indonesia sedang menyempurnakan peraturan mengenai
pembentukan peraturan di Bank Indonesia. Peraturan ini memuat tahapan perencanaan,
penyiapan, pembahasan, penyusunan, hingga penerbitan peraturan. Dengan adanya
peraturan ini, diharapkan dapat menciptakan peraturan yang baik melalui prosedur dan
metode yang baku; dan memperjelas fungsi, tugas, dan wewenang dalam pembentukan
peraturan.
Dalam rangka melaksanakan tugas Bank Indonesia secara efektif, diperlukan adanya
dukungan perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan. Sehubungan
dengan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa terlibat baik sebagai anggota Panitia
Antar Kementerian maupun sebagai narasumber dalam penyusunan Naskah Akademik,
Rancangan Undang-Undang (RUU), dan rancangan peraturan perundang-undangan
lainnya yang terkait dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Beberapa pembahasan RUU yang terkait dengan Bank Indonesia antara lain RUU
Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), RUU Bea Materai, dan RUU Pembatasan Transaksi
Penggunaan Uang Kartal, dan RUU Pengesahan Protocol to Implement The Sixth Package of
Commitments on Financial Services Under The ASEAN Framework Agreement on Services.
Di samping itu, Bank Indonesia juga aktif dalam penyusunan Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres). Pada triwulan III-2016,
Bank Indonesia terlibat dalam RPP tentang Besaran Bagian Premi Untuk Pendanaan Program
Restrukturisasi Perbankan, RPerpres tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non-Tunai,
dan RPerpres tentang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Sektor Perdagangan.
4.9. Program Sosial Bank Indonesia
Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia
menjalankan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) sebagai bentuk kepedulian atau
empati sosial sekaligus mendukung komunikasi kebijakan. Melalui program sosial ini, Bank
Indonesia juga dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap
pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank Indonesia.
Program sosial yang dilakukan pada triwulan III-2016 meneruskan program yang telah
dicanangkan pada tahun 2016, antara lain program Indonesia Cerdas dan Pemberdayaan
Perempuan. Program Indonesia Cerdas masih mengarah pada pembangunan BI Corner,
Pojok Baca, dan Dongeng PAUD di seluruh Indonesia. Sampai dengan triwulan III-2016,
telah dibangun 90 BI Corner serta 20 Pojok Baca dan Dongeng PAUD. Sementara, Program
Pemberdayaan Perempuan lebih difokuskan pada Pemberdayaan Perempuan Pengusaha
Mikro (P3M) dan Youthpreneur serta Urban Farming. Program ini dijalankan oleh Kantor
Pusat Bank Indonesia (KPBI) dan beberapa Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Dalam
Negeri (KPwBI DN).
120
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Tabel 4.1
Jumlah Program Sosial Bank Indonesia
No.
1)
Sub Tema
Jumlah Program
Ketahanan Pangan
78 program
2)
Komoditas Unggulan
33 program
3)
Indonesia Cerdas
60 program
4)
Pemberdayaan Perempuan
21 program
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia masih melanjutkan PSBI Strategis 2016 yang
mengusung tema “Mendukung Pemulihan dan Penguatan Ekonomi melalui Program Sosial
Bank Indonesia (PSBI) yang Berkesinambungan dan Inklusif.” Tema tersebut didukung oleh
2 (dua) sub tema, yaitu Ketahanan Pangan Strategis dan Komoditas Unggulan. Sepanjang
2016, terdapat 192 program yang melibatkan 45 KPwBI DN (Tabel 4.1), yaitu:
Pada triwulan III-2016, Bank Indonesia juga dilakukan kegiatan PSBI bersamaan Rangka
Rapat Evaluasi Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (REKDA) di Provinsi Kepulauan
Riau berupa Program Pelestarian Seni Budaya dan Tradisi Melayu di Pulau Penyengat,
Tanjung Pinang. Bank Indonesia menyerahkan bantuan berupa penyediaan kelengkapan
Balai Adat Melayu Pulau Penyengat, perbaikan sarana transportasi wisata, pembuatan
marka jalan mulai dari pelabuhan hingga ke objek wisata, renovasi sarana pendukung
Pulau Penyengat, dan penyelenggaraan pentas seni budaya Melayu.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap peningkatan mutu pendidikan, Bank Indonesia
juga aktif memberikan beasiswa. Program beasiswa tersebut juga diiringi dengan
pengembangan komunitas penerima beasiswa yang tergabung dalam Generasi Baru
Indonesia (GenBI). Pengembangan komunitas ini dimaksudkan untuk menjadikan GenBI
sebagai garda terdepan yang mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia, antara lain
melalui engagement GenBI melalui berbagai bentuk kegiatan sosial maupun pengembangan
kapasitas. Kegiatan tersebut berupa antara lain pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan,
bedah buku, edukasi kebanksentralan, serta program kelestarian lingkungan dan berbagai
aktivitas sosial.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
121
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
122
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Lampiran
Produk Hukum Bank Indonesia
Triwulan III - 2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
123
Peraturan yang Dikeluarkan Bank Indonesia
April – Juni 2016
A. Peraturan Perundang-undangan
1. Peraturan Bank Indonesia (PBI)
a.
PBI No. 18/4/PBI/2016 tanggal 21 April 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Hutang Luar Negeri Korporasi Non Bank.
b. PBI No. 18/5/PBI/2016 tanggal 28 April 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana Dan Kliring
Berjadwal Oleh Bank Indonesia.
c.
PBI No. 18/6/PBI/2016 tanggal 28 April 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat
Berharga, dan Setelmen Dana Seketika.
d. PBI No. 18/7/PBI/2016 tanggal 16 Mei 2016 tentang Transaksi Bank kepada Bank Indonesia
dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement.
e.
PBI No. 18/8/PBI/2016 tanggal 16 Mei 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank
Indonesia.
f.
PBI No. 18/9/PBI/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Pengaturan dan Pengawasan Sistem
Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah.
g. PBI No.18/10/PBI/2016 tanggal 29 Juni 2016 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa Bank dan Nasabah.
2. Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern (SE Ekstern BI).
a.
SE BI Ekstern No. 18/5/DSta tanggal 6 April 2016 tentang Penerimaan Devisa Utang Luar
Negeri.
b. SE BI Ekstern No. 18/6/DKEM tanggal 22 April 2016 tentang perubahan Kedua Atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan
Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank.
c.
SE BI Ekstern No. 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana
dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
d. SE BI Ekstern No. 18/8/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Perubahan Atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan
Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settelment.
124
e.
SE BI Ekstern No.18/9/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah Dalam
Pelaksanaan Tranfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia.
f.
SE BI Ekstern No. 18/10/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 Perihal Perlidungan Nasabah
dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
g. SE BI Ekstern No. 18/11/DEKS tanggal 12 Mei 2016 tentang Transaksi Lindung Nilai
Berdasarkan Prinsip Syariah.
h. SE BI Ekstern No.18/12/DPM tanggal 24 Mei 2016 tentang Transaksi Repurchase Agreement
Surat berharga dalam Rupiah Bank Umum kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan
dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement.
i.
SE BI Ekstern No. 18/13/DPM tanggal 24 Mei 2016 tentang Perubahan Kedua atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 29 Januari 2014 perihal Transaksi Swap
Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.
j.
SE BI Ekstern No. 18/14/DPPK tanggal 25 Mei 2016 tentang Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 17/6/DPM tanggal 31 Maret 2015 perihal Suku Bunga Penawaran
Antarbank.
k.
SE BI Ekstern No. 18/15/DKSP tanggal 20 Juni 2016 tentang Pengelolaan Standar Nasional
Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debit.
B. Peraturan Internal Bank Indonesia
1. Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG)
a.
PDG No. 18/7/PDG/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Kerangka Kebijakan Moneter Bank
Indonesia.
b. PDG No.18/8/PDG/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Kebijakan Nilai Tukar.
c.
PDG No.18/9/PDG/2016 tanggal 30 Juni 2016 tentang Manajemen Logistik Bank Indonesia.
2. Surat Edaran Bank Indonesia Intern
a.
SE BI Intern No. 18/40/INTERN tanggal 1 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 17/93/INTERN tanggal 31 Desember 2015 Perihal Pedoman Investasi
Pengelolaan Cadangan Devisa.
b. SE BI Intern No. 18/41/INTERN tanggal 1 April 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Transaksi
Devisa (Dealing Guideline) Pengelolaan Cadangan Devisa.
c.
SE BI Intern No. 18/42/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Surat
Edaran Nomor 17/3/INTERN perihal Standar Fasilitas dan Pengelolaan Kendaraan Bank
Indonesia.
d. SE BI Intern No. 18/43/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Nomor 16/58/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan Sistem Intelligent
Matching (Intellimatch).
e.
SE BI Intern No. 18/44/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Nomor 16/57/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan Sistem Society For
Wordlwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).
f.
SE BI Intern No. 18/45/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Nomor 16/61/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan OPICS PLUS
(Operations Processing Integrated Control System - Plus).
g. SE BI Intern No. 18/46/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Nomor 16/59/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan Sistem Bloomberg
Asset & Investment Manager (AIM).
h. SE BI Intern No. 18/47/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/102/INTERN tanggal 26 Desember 2005 tentang Sistem Pengamanan
Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
125
i.
SE BI Intern No. 18/48/INTERN tanggal 25 April 2016 perihal Petunjuk Teknis Rebalancing
Portofolio Likuiditas.
j.
SE BI Intern No. 18/49/INTERN tanggal 25 April 2016 perihal Petunjuk Teknis Pemantauan
Benchmark Hasil Dekomposisi Portofolio Developed Market Internal.
k.
SE BI Intern No. 18/50/INTERN tanggal 2 Mei 2016 perihal Petunjuk Pelaksanaan
Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
l.
SE BI Intern No. 18/51/INTERN tanggal 2 Mei 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/51/INTERN tanggal 13 November 2015 perihal Petunjuk Pelaksanaan
Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Gross
Settlement.
m. SE BI Intern No. 18/52/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pengelolaan Laporan Kegiatan
Lalu Lintas Devisa.
n. SE BI Intern No. 18/53/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pengelolaan Laporan Kegiatan
Lalu Lintas Devisa Selain Hutang Luar Negeri.
o. SE BI Intern No. 18/54/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Tugas
Komite di Bank Indonesia.
p. SE BI Intern No. 18/55/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Manajemen
Strategis dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia.
q. SE BI Intern No. 18/56/INTERN tanggal 20 Mei 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 16/15/INTERN tanggal 30 Juni 2014 tentang Pedoman Penyesuaian
Laporan Keuangan dan Neraca Singkat Mingguan.
r.
SE BI Intern No. 18/57/INTERN tanggal 25 Mei 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 17/93/INTERN tanggal 31 Desember 2015 perihal Pedoman
Investasi Pengelolaan Cadangan Devisa.
s.
SE BI Intern No. 18/58/INTERN tanggal 27 Mei 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/82/INTERN tanggal 23 Desember 2015 perihal Pengelolaan Rekening
Keuangan Berhubungan Dengan Keanggotaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di
Internasional Monetary Fund.
t.
SE BI Intern No. 18/59/INTERN tanggal 30 Mei 2016 perihal Pedoman Teknis Pengawasan
Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
u. SE BI Intern No. 18/60/INTERN tanggal 31 Mei 2016 perihal Perumusan dan Penetapan
Kebijakan Moneter.
v.
SE BI Intern No. 18/61/INTERN tanggal 31 Mei 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Kebijakan
Nilai Tukar.
w. SE BI Intern No. 18/62/INTERN tanggal 31 Mei 2016 perihal Pedoman Perumusan dan
Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah.
126
x.
SE BI Intern No. 18/63/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Organisasi Departemen
Pengadaan Strategis.
y.
SE BI Intern No. 18/64/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Organisasi Departemen
Pengelolaan Logistik dan Fasilitas.
z.
SE BI Intern No. 18/65/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Disain Tampak/Façade, Disain
Interior Ruang, Luas Ruang dan Fasilitas pada Gedung Kantor Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
aa. SE BI Intern No. 18/66/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Standar Fasilitas Rumah Bank
Indonesia Tipe Muda dan Madya.
bb. SE BI Intern No. 18/67/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Standar Disain Tampak/Facade,
Interior, Standar Ruang dan Fasilitas Rumah Utama.
cc. SE BI Intern No. 18/68/INTERN tanggal 30 Juni 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 7/102/INTERN tanggal 26 Desember 2005 tentang Sistem
Pengamanan Bank Indonesia.
dd. SE BI Intern No. 18/69/INTERN tanggal 30 Juni 2016 perihal Manajemen Logistik Bank
Indonesia sejak tanggal 1 Juli 2016.
ee. SE BI Intern No. 18/70/INTERN tanggal 30 Juni 2016 perihal Pedoman Penyelesaian Transaksi
Cadangan Devisa.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
127
Daftar Istilah
Administered prices
:
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur
Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik.
BI Rate
:
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik.
Bank Indonesia Real-Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
:
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer
dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang
rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi
secara individual.
Bank Indonesia – Scripless Securities :
Settlement System (BI-SSSS)
128
Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan
sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya
dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung
langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
Cadangan Devisa
:
Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat
pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas,
uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka,
wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada
pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar
negeri.
Capital Adequacy Ratio
:
Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian
yang kemungkinan dihadapi oleh bank.
Countercyclical Buffer
:
Tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian apabila
terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga
berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Dana Pihak Ketiga
:
Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu.
Defisit Transaksi Berjalan
:
Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan
jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca
perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa.
Deposit Facility
:
Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka
operasi moneter.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Devisa Hasil Ekspor
:
Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor.
Emerging Market
:
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat
yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan
industrialisasi.
Financial Inclusion/(Keuangan
Inklusif)
:
Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian
segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan
:
Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga
dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat
ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi
anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,
Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Giro Wajib Minimum
:
Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
Gross Domestic Product (Produk
Domestik Bruto)
:
Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara
dalam jangka waktu tertentu.
Hedging
:
Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk
melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair
value) aset atau kewajiban.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
:
Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan
yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan
membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan.
Inflasi
:
Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat
sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis
sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (costpush) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull).
Inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK)
:
Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen,
yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan
masyarakat luas.
Inflasi Inti
:
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam
pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti
interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari
angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan
administered prices.
Inflation Targeting Framework
:
Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan
konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke
depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik.
Investment Grade
:
Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
129
130
Jakarta Interbank Offered Rate
(JIBOR)
:
Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank
di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR.
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
(JISDOR)
:
Kurs referensi harga USD/IDR berdasarkan kurs transaksi valuta asing
terhadap rupiah antarbank di pasar domestik secara real time.
Kliring
:
Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di
satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan
suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan
(clearing).
Layanan Keuangan Digital (LKD)
:
Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan
melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan
perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka
keuangan inklusif.
Lender of The Last Resort
:
Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem
perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan
kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang
disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.
Lending Facility
:
Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam
rangka operasi moneter.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
:
Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank
umum.
Loan to Funding Ratio (LFR)
:
Rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta
asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain terhadap: (i) dana pihak
ketiga yang mencakup giro, tabungan dan deposito dalam Rupiah dan
valas, tidak termasuk dana antar bank, dan (ii) surat-surat berhagra dalam
Rupiah dan valas yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan
oleh bank untuk memperoleh sumber pendanaan.
Likuiditas
:
Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi
segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid
apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih
besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity).
Makroprudensial
:
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem
keuangan secara keseluruhan.
Mikroprudensial
:
Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga
keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) :
Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan
penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing,
dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas
neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan
item-item finansial.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Neraca Transaksi Berjalan
:
Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan
jasa suatu negara.
Non-Performing Loan (NPL)
:
Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang
Lancar, Diragukan dan Macet.
Non Performing Loan (NPL) gross
:
Rasio kredit bermasalah kepada pihak ketiga non-bank terhadap total
kredit.
Non-Performing Financing (NPF)
:
Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank
syariah.
Operasi Moneter
:
Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku
Bunga (Standing Facilities).
Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) :
Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar
Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight).
Repurchase Agreement (Repo)
:
Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang
diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan
di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen
keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
:
Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia
:
Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring
kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional.
Stress test
:
Estimasi potensi kerugian terhadap eksposur kredit dan likuiditas yang
dihasilkan dari beberapa skenario perubahan harga dan volatilitas.
Surat Utang Negara (SUN)
:
Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan
masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
berlaku.
Surat Berharga Negara (SBN)
:
Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang
Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah
yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Sovereign Credit Rating
:
Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu
pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat resiko
dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh
investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut.
Suku bunga dasar kredit (SBDK)
:
Suku bunga yang digunakan dalam menentukan suku bunga kredit yang
terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata harga pokok dana untuk
kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian
kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas
perkreditan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
131
132
Swap
:
Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai
(spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang
dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat
premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
Systemically Important Bank
:
Suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan,
atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan
sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau
keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional
maupun finansial, apbila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah
:
Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan
inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait
pengendalian inflasi.
Transaksi Reverse Repo
:
Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka
(OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh
peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
Uang Kartal
:
Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank
Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah
Republik Indonesia.
Uang Kartal yang Diedarkan
:
Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan.
Wajar Tanpa Pengecualian
:
Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi
pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian
yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi
yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi
penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan
memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap
menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu
organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Volatile Food
:
Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam
kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau
faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
internasional.
Yield
:
Imbal hasil.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
Daftar Singkatan
ABIF
ADG
AFSBI
APMK
ASEAN
ATBI
ATM
BCSA
BI
BI-RTGS
BI-SSSS
BPS
bps
Bulog
BUMD
BUMN
CAR
CCyB
CeBM
CIKUR
CMIM
CoE
DF
DHE
DPK
DPR RI
D-SIB
DSR
DXY
ECB
EMEAP
FASBIS
FGD
FIN
FKSSK
FPJP
FSPI
GDP
GNNT
GWM
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
ASEAN Banking Integration Framework
Anggota Dewan Gubernur
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
The Association of Southeast Asian Nations
Anggaran Tahunan Bank Indonesia
Anjungan Tunai Mandiri
Bilateral Currency Swap Agreement
Bank Indonesia
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System
Badan Pusat Statistik
Basis Point
Badan Urusan Logistik
Badan Usaha Milik Daerah
Badan Usaha Milik Negara
Capital Adequacy Ratio
Countercyclical Buffer
Central Bank Money
Ciri Keaslian Uang Rupiah
Chiang Mai Initiative Multilateralisation
Center of Excellence
Deposit Facilities
Devisa Hasil Ekspor
Dana Pihak Ketiga
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Domestic Sistemically Important Bank
Debt Service Ratio
US Dollar Index
European Central Bank
Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks
Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
Focus Group Discussion
Financial Identity Number
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Forum Sistem Pembayaran Indonesia
Gross Domestic Product
Gerakan Nasional Non-Tunai
Giro Wajib Minimum
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
133
IDB
IDI
IHK
IHSG
IKNB
IKU
IMF
IRU
ITF
JIBOR
KI
KK
KMK
KPR
KPwDN BI
KPwLN BI
KSEI
KUPVA BB
KUR
LDR
LFR
LKD
LKNB
LKTBI
LOLR
LTV
MRBI
NAB
NK
NKRI
NPI
NPL
OJK
OM
OPT
PBI
PDB
PDG
Perum Peruri
PIHPS
PK Inisiatif
PLN
PMA
PP
PSBI
134
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Islamic Development Bank
Informasi Debitur Individual
Indeks Harga Konsumen
Indeks Harga Saham Gabungan
Industri Keuangan Non Bank
Indikator Kinerja Utama
International Monetary Fund
Investor Relations Unit
Inflation Targeting Framework
Jakarta Interbank Offered Rate
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
Kredit Modal Kerja
Kredit Perumahan Rakyat
Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia
Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia
Kustodian Sentral Efek Indonesia
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
Kredit Usaha Rakyat
Loan to Deposit Ratio
Loan to Funding Ratio
Layanan Keuangan Digital
Lembaga Keuangan Non Bank
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia
Lender of The Last Resort
Loan to Value
Manajemen Risiko Bank Indonesia
Nilai Aktiva Bersih
Nota Kesepahaman
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Neraca Pembayaran Indonesia
Non Performing Loan
Otoritas Jasa Keuangan
Operasi Moneter
Operasi Pasar Terbuka
Peraturan Bank Indonesia
Produk Domestik Bruto
Peraturan Dewan Gubernur
Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
Program Kerja Inisiatif
Pinjaman Luar Negeri
Penanaman Modal Asing
Perusahaan Pembiayaan
Program Sosial Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
PTD BB
PUAB O/N
qtq
RDG
Repo
ROA
ROE
RRH
RUU
SBDK
SBI
SBIS
SBN
SBSN
SBT
SDBI
SE
SF
SHPR
SID
SK
SKBI
SKDU
SKNBI
SKSR
SNKI
SOP
SSK
SULNI
SUSPI
TD
TD BB
TPI
TPID
UKM
ULE
ULN
UMKM
UPB
UPK
UTLE
UU
UYD
Valas
yoy
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank
Pasar Uang Antar Bank Overnight
quarter to quarter
Rapat Dewan Gubernur
Repurchase Agreement
Return on Asset
Return on Equity
Rata-Rata Harian
Rancangan Undang-Undang
Suku Bunga Dasar Kredit
Sertifikat Bank Indonesia
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Surat Berharga Negara
Surat Berharga Suariah Negara
Saldo Bersih Tertimbang
Sertifikat Deposito Bank Indonesia
Surat Edaran
Standing Facilities
Survei Harga Properti Residensial
Sistem Informasi Debitur
Survei Konsumen
Sistem Keuangan Bank Indonesia
Survei Kegiatan Dunia Usaha
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Survei Khusus Sektor Riil
Strategi Nasional Keuangan Inklusif
Standard Operating Procedure
Stabilitas Sistem Keuangan
Statistik Utang Luar Negeri Indonesia
Statistik Utang Sektor Publik Indonesia
Term Deposit
Transfer Dana Bukan Bank
Tim Pengendali Inflasi
Tim Pengendali Inflasi Daerah
Usaha Kecil dan Menengah
Uang Layak Edar
Utang Luar Negeri
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Uang Pecahan Besar
Uang Pecahan Kecil
Uang Tidak Layak Edar
Undang-Undang
Uang Kartal yang Diedarkan
Valuta Asing
year on year
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2016
135
Download