BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Minyak Minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan lipid netral. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25˚C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Sedangkan lemak adalah gliserida yang berbentuk padat pada suhu kamar (Wikipedia 2013). 2.2. Defenisi Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak pangan yang terdiri dari asam lemak dan gliserol yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Asam lemak yang terkandung dalam minyak goreng ada yang bersifat jenuh dan ada yang bersifat tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yaitu asam lemak yang mempunyai ikatan tidak jenuh (rangkap) baik tunggal maupun ganda. Asam lemak tidak jenuh bersifat mudah rusak apabila terkena panas. Asam lemak yang bersifat jenuh yaitu asam lemak dengan rantai tunggal. Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau lemak yang berasal dari hewan (Sjahmien,1992) Di Indonesia minyak pangan yang banyak digunakan adalah minyak nabati. Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng yaitu minyak goreng yang berasal dari tumbuhan (minyak nabati) dan minyak goreng yang berasal dari hewan yang terkenal tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi) dan lard (minyak atau lemak berasal dari babi). Minyak goreng nabati contohnya minyak sawit, minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun, dll. Universitas Sumatera Utara Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sediki gum, menghasilkan tekstur dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan berulang-ulang, serta menghasilkan warna keemasan pada produk. ( Wijana,dkk 2005 dalam Fransiswa) Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3-4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali, minyak akan berubah warna. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk asam lemak jenuh. Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya. Minyak goreng dikatakan berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Selain itu, mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Makin tinggi titik asap makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Akibat penggorengan berkali-kali asam lemak yang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh dan membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi. Hal ini akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi berbahaya bagi kesehatan (http://id.wikipedia.org., 2013). Universitas Sumatera Utara 2.3. Klasifikasi Minyak 2.3.1. Berdasarkan sifat mengering, minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Minyak tidak mengering ( non drying oil) - Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan minyak kacang. - Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape dan minyak biji mustard. - Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi. 2. Minyak setengah mengering, misalnya minyak biji kapas dan minyak biji bunga matahari. 3. Minyak mengering, misalnya minyak kacang kedelai dan minyak biji karet. 2.3.2. Berdasarkan sumbernya, minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Bersumber dari tanaman a. Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, bunga matahari. b. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit c. Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, coklat, inti sawit, babassu, cohune dan sejenisnya. 2. Bersumber dari hewani : minyak ikan sardin dan minyak ikan paus Universitas Sumatera Utara 2.4. Fungsi Minyak Dalam pengolahan makanan, minyak berfungsi sebagai : a. Sebagai media penghantar panas sewaktu menggoreng makanan b. Sebagai bahan untuk memperbaiki tekstur dan cita rasa makanan c. Sebagai penambah kandungan energi dalam makanan (Hambali,dkk 2007) 2.5. Sifat Fisik dan Sifat Kimia Minyak 2.5.1. Sifat Fisik Minyak Warna Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu : 1. Zat Warna Alamiah ( Natural Coloring Matter) Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari dan karoten, xanthofil, klorofil, dan anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang. Karotenoid tersebut tidak dapat dhilangkan dengan proses oksidasi. Universitas Sumatera Utara 2. Warna dari hasil degradasi zat warna alamiah a. Warna Gelap Disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan dengan cara hidraulik atau expeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi. Di samping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan, dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warn yang terdapat dalam bahan tersebut. 2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap 3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu, misalnya campuran pelarut petroleum-benzena akan menghasilkan minyak dengan warna lebih cerah jika dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut trichlor etilen, benzol dan heksan. 4. Logam seperti Fe,Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diingini dalam minyak. 5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak menghasilkan warna kecoklat-coklatan. Universitas Sumatera Utara b. Warna Coklat Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. c. Warna Kuning Hubungan yang erat antara proses absorbsi dan timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna berasal dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. 2.5.2. Sifat Kimia Minyak 1. Hidrolisa Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut. 2. Oksidasi Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Faktor-faktor yang menyebabkan minyak goreng teroksidasi dengan cepat diantaranya : pemanasan berulang, cahaya, katalis logam seperti besi dan tembaga, senyawa oksidator pada bahan pangan yang digoreng, jumlah oksigen, dan derajat ketidakjenuhan asam lemak dalam minyak. Oksidasi selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi Universitas Sumatera Utara hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Rancidity terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi, kenaikan Peroxida Value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik. 3. Polimerisasi Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum (gummy material) yang mengendap di dasar wadah penggoreng. Proses polimerisasi ini mudah terjadi pada minyak setengah mengering atau minyak mengering, karena minyak tersebut mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah besar. Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200250˚C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya diarrhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak. Bahan makanan yang mengandung lemak dengan bilangan peroksida tinggi akan mempercepat ketengikan, dan lemak dengan bilangan peroksida lebih besar dari 100 dapat meracuni tubuh. 3. Hidrogenasi Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dan rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Universitas Sumatera Utara 2.6. Parameter Kualitas Minyak Goreng 1. Bilangan Peroksida Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas, sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A,C,D,E,K, dan sejumlah kecil vitamin B). Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara non enzimatis dalam otot usus dan mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoproein dalam keadaan normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida, dan jika lipoprotein mengalami denaturasi akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah (aorta) sehingga menimbulkan gejala atherosclerosis. (Ketaren, 1986). Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah miliequivalen peroksida dalam setiap 1000 g minyak atau lemak. Bilangan peroksida >20 menunjukkan kualitas minyak yang sangat buruk, biasanya teridentifikasi dari bau yang tidak enak (Rahman, 2007 dalam Dwi Krisna Fatoni, 2012). Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida (Ketaren,1986). Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam Universitas Sumatera Utara pelarut asam asetat dan kloroform, kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan titrasi memakai Na2S2O3 (Winarno,1992). Secara umum reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut : R CH = CH R’ + O R CH O CH R’ O R CH CH R’ O R C O O O Monoksida Peroksida Aldehid Bilangan peroksida menyatakan terjadinya oksidasi dari minyak. Bilangan peroksida berguna untuk penentuan kualitas minyak setelah pengolahan dan penyimpanan. Peroksida akan meningkat sampai pada tingkat tertentu selama penyimpanan sebelum penggunaan, yang jumlahnya tergantung pada waktu,suhu, dan kontaknya dengan cahaya dan udara. Tingginya bilangan peroksida menandakan oksidasi yang berkelanjutan, tetapi rendahnya bilangan peroksida bukan berarti bebas dari oksidasi. Pada suhu penggorengan, peroksida meningkat, tetapi menguap dan meninggalkan sistem penggorengan pada temperatur yang tinggi (Sinaga,2010). Rumus untuk menentukan bilangan peroksida : Bilangan peroksida Dimana : A = Jumlah ml larutan Na2S2O3 N = Normalitas larutan Na2S2O3 Universitas Sumatera Utara G = berat contoh minyak (gram) (Ketaren,1986) Cara Penentuan Bilangan Peroksida : 1. Timbang sampel yang dibutuhkan dengan menggunakan timbangan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml. 2. Tambahkan asam asetat-kloroform 6:4, kemudian kocok larutan sampai semua larut. 3. Tambahkan 1 ml larutan KI jenuh dan 1 ml larutan pati 1% dan didiamkan selama 2 menit. 4. Titrasi dengan Natrium thiosulfat 0,1 N. 5. Hitung volume Na2S2O yang habis untuk titrasi. 6. Hitung bilangan peroksida 2. Bilangan Asam Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak. 3. Bilangan Iodine Bilangan iodine memberikan gambaran mengenai derajat ketidakjenuhan suatu lemak atau minyak. Besarnya jumlah iodine yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. 4. Bilangan Penyabunan Bilangan ini menyatakan besar kecilnya molekul lemak. Makin besar bilangan penyabunan suatu lemak, makin kecil molekul lemak tersebut, sebaliknya makin kecil bilangan penyabunan suatu lemak makin besar molekul lemaknya. Universitas Sumatera Utara 5. Kadar Air Air adalah konstituen yang keberadaannya dalam minyak sangat tidak diinginkan karena akan menghidrolisis minyak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang menyebabkan bau tengik pada minyak. 6. Kadar Kotoran Kadar kotoran yang terdapat pada minyak dapat menurunkan kualitas minyak karena dapat mempengaruhi rasa, bau, dan warna pada bahan pangan yang digoreng. 7. Indeks Bias Indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi katalisis. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap, indeks bias bertambah besar. Indeks bias dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kadar asam lemak bebas, proses oksidasi dan suhu. 8. Titik Asap Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan. 9. Titik Kekeruhan Titik kekeruhan adalah untuk menentukan adanya pencemaran oleh bahan asing atau pencampuran minyak. Universitas Sumatera Utara 2.7. Komposisi Minyak Standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-3741-1995 seperti pada tabel berikut : Tabel 2.7 Standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-37411995 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 KRITERIA UJI Bau Rasa Warna Cita rasa Kadar air Berat jenis Asam lemak bebas Bilangan peroksida Bilangan iodium Bilangan penyabunan Titik asap Indeks bias Cemaran logam : • Besi • Timbal • Tembaga • Seng • Raksa • Timah • Arsen PERSYARATAN UJI Normal Normal Muda Jernih Hambar Max 0,3% 0,900 g/L Max 0,3% Max 2 meq/Kg 45-46 196-206 Minimal 200˚C 1,448-1,450 Max 1,5 mg/Kg Max 0,1 mg/Kg Max 40 mg/Kg Max 0,05 mg/Kg Max 0,1 mg/Kg Max 0,1 mg/Kg Max 0,1 mg/Kg Sumber : Departemen Perindustrian (SNI 3741-1995) 2.8. Minyak Goreng Bekas Minyak goreng bekas atau minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan, baik dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak jelantah dapat menyebabkan minyak berasap atau berbusa pada saat penggorengan, Universitas Sumatera Utara meninggalkan warna coklat, serta flavor yang tidak disukai dari makanan yang digoreng. Dengan meningkatnya produksi dan konsumsi minyak goreng, ketersediaan minyak jelantah kian hari kian melimpah. Sampai saat ini minyak jelantah belum dimanfaatkan dengan baik dan hanya dibuang sebagai limbah rumah tangga ataupun industri (Hambali,dkk 2007 hal 25-26). Menurut Walujo dalam Hartin, 2008, pemanasan berlebihan pada minyak goreng dapat mengubah asam lemak tak jenuh menjadi gugus peroksida dan senyawa radikal bebas lainnya. Hal ini dapat menimbulkan kanker. Selain itu menggunakan minyak goreng berulang-ulang dapat juga mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak trans. Hal ini dapat meningkatkan lipoprotein LDL dan menurunkan lipoprotein HDL sehingga bisa meningkatkan resiko jantung koroner. Bahan baku minyak goreng juga sebaiknya diperhatikan. Hal ini dikarenakan bahan baku dapat mempengaruhi stabilitas minyak goreng itu sendiri. Stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya dan penyebaran ikatan rangkap. Ada tidaknya bahan lain juga dapat menghambat atau mempercepat proses kerusakan minyak. Perlu diketahui bahwa semua jenis minyak goreng yang beredar di pasar mengandung asam lemak jenuh rantai panjang yaitu >90%. Asam lemak jenuh berantai panjang yang dimiliki minyak goreng, dalam sistem metabolisme pencernaan dapat beresiko memunculkan penyakit. Hal ini dikarenakan asam lemak jenuh rantai panjang tidak bisa langsung diserap oleh tubuh atau usus (Hartin, 2008) Kerusakan utama pada minyak adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas / free fatty Universitas Sumatera Utara acid (FFA), angka peroksida, angka karbonil, timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa dan adanya kotoran dari bumbu bahan penggoreng (Winarno, 1992). Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi. Penggunaan minyak berkali-kali akan meningkatkan perubahan warna menjadi coklat sampai kehitam-hitaman pada minyak tersebut. 2.9. Bahaya Minyak Goreng Bekas Terhadap Kesehatan Minyak goreng bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorbsi dan masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruang kosong yang semula diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 % minyak. Konsumsi minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan lemak dalam pembuluh darah (Artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak. Dalam minyak yang dipanaskan kemungkinan juga terdapat senyawa karsinogenik yang dibuktikan dari bahan pangan berlemak yang teroksidasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selain itu selama penggorengan juga akan terbentuk senyawa acrolein yang bersifat racun dan menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Pemanfaatan minyak goreng bekas dapat dilakukan dengan pemurnian agar dapat digunakan kembali dan digunakan sebagai bahan baku produk berbasis minyak seperti sabun, shampo, dan bahan bakar diesel (Wijana,dkk 2005). Universitas Sumatera Utara 2.10. Karbon Aktif Karbon atau arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran melalui proses pirolisis. Komponennya terdiri dari karbon terikat (fixed carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko, 1985). Karbon aktif berwarna hitam, berbentuk kristal mikro, karbon non grafit, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, higroskopis, tidak larut dalam air, basa, asam, pelarut organik dan memiliki luas permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak. Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram. Daya serap karbon aktif sangat besar yaitu 251000% terhadap berat arang aktif. Karbon aktif tidak terdekomposisi atau bereaksi setelah digunakan. Sifat fisik karbon aktif dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Sifatnya keras dan bobot jenis tinggi, sesuai untuk bahan adsorpsi gas. 2. Sifatnya lunak dan bobot jenis rendah, sesuai untuk bahan adsorpsi cairan. Karbon aktif adalah bahan padat berpori yang berwarna hitam sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dalam bentuk granular atau bubuk dan mempunyai luas permukaan besar yaitu 500-1400 m2/g. Sedangkan menurut Gotz (1953) dalam (Khairunisa, 2008), karbon aktif adalah karbon yang sudah diaktifkan atau mengalami proses aktivasi sehingga pori-porinya lebih terbuka dan permukaannya menjadi lebih luas, dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih besar. Karbon aktif dapat dibuat dari semua bahan baku yang mengandung karbon, baik organik, anorganik, limbah, barang tambang, maupun mineral seperti : tulang, kayu lunak, sekam padi, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas Universitas Sumatera Utara penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara (Neal, 2006). Karbon aktif dapat digunakan sebagai adsorben (daya serap). Karbon aktif dipakai dalam proses pemurnian udara, gas, larutan atau cairan (Kusnaedi, 2010). Karbon aktif dapat mengadsorpsi bau, rasa, warna, dan beberapa zat organik. Kualitas dari karbon aktif sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, cara pembuatan, bahan aktif yang digunakan dan cara pengaktifannya. Pada prinsipnya proses pembuatan arang aktif dibagi menjadi dua yaitu : 1. Proses Kimia Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu seperti HCl, ZnCl2, H2SO4, H4PO4, H3PO4, NH4CL, AlCl3, HNO3, KOH, KMN04, SO3, H2SO4, K2S, kemudian dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta dipotong-potong. Pada proses pengaktifan, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600-900˚C selama 1-2 jam. 2. Proses fisika Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tungku aktivasi lalu dipanaskan pada suhu 800-1000˚C. Selama pemanasan ke dalamnya dialirkan uap air atau gas CO2. Menurut Cheremisinoff dan AC. Moressi dalam Sembiring (1998), proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap : 1. Dehidrasi : proses penghilangan air Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170˚C Universitas Sumatera Utara 2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600˚C. 3. Aktivasi : proses pembentukan dan penyusunan karbon sehingga pori-pori menjadi lebih besar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi, yaitu : 1. Sifat adsorben Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan. Semakin kecil pori-pori arang aktif mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi lebih baik menggunakan arang aktif yang dihaluskan. Jumlah dan dosis arang aktif yang digunakan juga berpengaruh. 2. Sifat serapan Banyak senyawa yang dapat di adsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya dalam mengadsorpsi senyawa-senyawa tersebut berbeda. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa se 3. Temperatur Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Universitas Sumatera Utara 4. PH (Derajat Keasaman) Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam. 5. Waktu Kontak Semakin lama waktu kontak antara karbon aktif dengan adsorbat maka semakin banyak adsorbat yang mengisi pori-pori karbon aktif. Pengadukan juga mempengaruhi waktu kontak. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel karbon aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. 2.11. Adsorpsi Bilangan Peroksida dan Zat Warna oleh Karbon Aktif Adsorpsi adalah penyerapan suatu molekul atau suatu zat pada permukaan partikel secara fisik maupun kimia yang terjadi antara substrat (zat penyerap) dengan produk yang terserap (Makfoeld,2002). Zat yang menyerap disebut adsorben sedangkan zat yang diserap disebut adsorbat. Proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan, dan cairan dengan padatan (Ketaren,1986). Dalam hal ini karbon aktif adalah adsorben, sedangkan bilangan peroksida dan zat warna adalah adsorbat. Daya adsorpsi karbon aktif disebabkan karena karbon aktif mempunyai poripori dalam jumlah besar, dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan karbon dan zat yang diserap. Karbon aktif dapat menyerap zat warna sebanyak 95-97 % dari total zat warna yang terdapat dalam Universitas Sumatera Utara minyak. Karbon aktif juga dapat menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki yang terdapat pada minyak dan menurunkan jumlah bilangan peroksida sehingga dapat memperbaiki mutu minyak. Jumlah adsorben yang digunakan kurang lebih sebanyak 1,0-1,5 persen dari berat minyak. Minyak yang hilang karena proses pemucatan kurang lebih 0,2-0,5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan (bleaching). Keuntungan penggunaan karbon aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah karena lebih efektif dibandingkan dengan bleaching clay (tanah pemucat), sehingga karbon aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil (Ketaren, 2005). Proses adsorpsi pada karbon aktif terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu : zat terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori karbon dan terjerap ke dinding bagian dalam dari karbon. Universitas Sumatera Utara 2.12. Kerangka Konsep Minyak goreng bekas Kadar bilangan peroksida 2.13.dan warna (sebelum perlakuan) Penambahan karbon aktif sebanyak 1 gr, 2 gr, dan 3 gr dengan waktu kontak 30 menit Kadar bilangan peroksida dan warna Sesuai standar mutu Departemen Perindustrian (SNI 37411995) Tidak sesuai standar mutu Departemen Perindustrian (SNI 37411995) Universitas Sumatera Utara