pola kuman dan resistensi bakteri terhadap antibiotik pada

advertisement
POLA KUMAN DAN RESISTENSI BAKTERI TERHADAP
ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN
KEMIH (ISK) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH
SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PERIODE FEBRUARI-MARET
TAHUN 2016
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan FarmasI
Fakultas Farmasi
Oleh:
SOFIA ADHITYA PRADANI
K 100120019
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
HALAMAN PERSETUJUAN
POLA KUMAN DAN RESISTENSI BAKTERI TERHADAP
ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN
KEMIH (ISK) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH
SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PERIODE FEBRUARI-MARET
TAHUN 2016
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
SOFIA ADHITYA PRADANI
K 100120019
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Kuswandi, SU., M.Phil., Apt
NIK. 195102081977031002
Maryati, Ph.D., Apt
NIK. 871
i
HALAMAN PENGESAHAN
POLA KUMAN DAN RESISTENSI BAKTERI TERHADAP
ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN
KEMIH (ISK) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH
SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PERIODE FEBRUARI-MARET
TAHUN 2016
OLEH
SOFIA ADHITYA PRADANI
K 100120019
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Sabtu, 18 Juni 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
(……..……..)
1. Ratna Yuliani, M.Biotech.St.
(Ketua Dewan Penguji)
2. Hidayah Karuniawati, M.Sc., Apt.
(……………)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Prof. Dr. Kuswandi, SU., M.Phil., Apt
(…………….)
(Anggota II Dewan Penguji)
(…………….)
4. Maryati, Ph.D., Apt
(Anggota III Dewan Penguji)
Dekan,
Azis Saifudin, Ph.D., Apt.
NIK. 956
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali
secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya
pertanggungjawabkan sepenuhnya.
.
Surakarta, 18 Juni 2016
Penulis
SOFIA ADHITYA PRADANI
K 100120019
iii
POLA KUMAN DAN RESISTENSI BAKTERI TERHADAP
ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN
KEMIH (ISK) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH
SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PERIODE FEBRUARI-MARET
TAHUN 2016
Abstrak
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi di saluran kemih. Penatalaksanaan
lini pertama untuk terapi pada penderita ISK adalah pemberian antibiotik. Masalah dari
penggunaan antibiotik yang tidak rasional menyebabkan terjadinya resistensi. Resistensi pada
penggunaan antibiotik akan mengakibatkan ketidakberhasilan terapi pada penderita ISK. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pola kuman dan resistensi bakteri terhadap antibiotik pada
penderita infeksi saluran kemih di instalasi rawat inap rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
periode Februari-Maret tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental secara
deskriptif. Sampel diambil dari data primer yaitu isolat urin penderita infeksi saluran kemih di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta periode Februari-Maret 2016. Sampel yang diperoleh
diidentifikasi dengan pengecatan Gram dan uji kepekaannya terhadap antibiotik dengan
menggunakan metode disk diffusion pada media agar Mueller-Hinton. Data diameter zona hambat
yang diperoleh dari uji kepekaan antibiotik dianalisis sesuai standar laboratorium. Isolat bakteri
dari penderita ISK didaptkan 11 isolat bakteri yang menunjukkan Gram negatif yaitu Escherichia
coli (45,46%), Klebsiella pneumonia (18,18%) sedangkan untuk Gram positif yaitu Staphylococcus
aureus (36,36%). Escerichia coli merupakan bakteri yang paling banyak menyebabkan ISK dan
menunjukkan resistensi terhadap antibiotik amoksisilin, ampisilin, seftriakson dan seftazidim
(100%), diikuti sefepim, levofloksasin, kloramfenikol dan trimetropim sulfametoksazol masingmasing (60%), siprofloksasin dan sefepim masing-masing (40%), gentamisin (20%). Bakteri
Escherichia coli penyebab ISK masih sensitif terhadap antibiotik amikasin dan meropenem.
Kata Kunci: antibiotik, resistensi, ISK, metode analisis CLSI
Abstract
Urinary tract infection (UTI) was a bacterial infection that occurs in the urinary tract. Management
for the first-line therapy in patients with UTI was antibiotics. The problem of irrational use of
antibiotics leads to resistance. Resistance to the use of antibiotics will result in the failure of
therapy in patients with UTI. This study aims to determine patterns of bacteria and bacterial
resistance to antibiotics in patients with urinary tract infections in inpatient hospital PKU
Muhammadiyah Surakarta period from February to March 2016. This research was nonexperimental descriptive. Samples were taken from the primary data that isolates the urine of
patients urinary tract infection at the Hospital of PKU Muhammadiyah Surakarta period from
February to March, 2016. Samples were identified by Gram staining and test its sensitivity to
antibiotics using disk diffusion method on Mueller-Hinton agar medium. Data obtained inhibition
zone diameter of antibiotic sensitivity test were analyzed according to the standard laboratory.
Bacterial isolates from patients with UTIs be obtained 11 bacterial isolates showed that Gramnegative Escherichia coli (45.46%), Klebsiella pneumoniae (18.18%) while for Gram-positive as
Staphylococcus aureus (36.36%). Escherichia coli was a bacterium that causes most UTIs and
show resistance to the antibiotic amoxicillin, ampicillin, ceftriaxone and ceftazidime (100%),
followed by cefepime, levofloxacin, chloramphenicol and trimetropim sulfamethoxazole
respectively (60%), ciprofloxacin and cefepime respectively ( 40%), gentamicin (20%).
Escherichia coli bacteria cause UTIs are still sensitive to the antibiotic amikacin and meropenem.
Keywords: antibiotics, UTI, CLSI analysis method, resistance
1
1. PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk
Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia,
disebabkan oleh penyakit seperti bakteri, jamur, virus dan parasit (Jawetz et al., 2005). Infeksi yaitu
keadaan masuknya mikroorganisme dalam tubuh yang akan berkembang biak dan menimbulkan
penyakit (Pratiwi, 2008).
Salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan yaitu penyakit infeksi saluran
kemih (ISK). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi bakteri yang terjadi di saluran kemih,
istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Dalam kondisi normal
saluran kemih tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lainnya. Infeksi saluran kemih
dapat terjadi pada segala usia, pada remaja meningkat 3,3% menjadi 5,8% (Purnomo, 2011).
Perempuan dewasa diperkirakan 50-60% pernah mengalami infeksi saluran kemih dalam hidupnya
(Robert et al., 2010). Prevalensinya penderita ISK sangat bervariasi berdasarkan pada umur dan
jenis kelamin. Infeksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena
perbedaan anatomis antara keduanya (Rajabnia et al., 2012). Infeksi saluran kemih menempati
posisi kedua tersering (23,9%) di negara berkembang setelah infeksi luka operasi (29,1%) sebagai
infeksi yang paling sering didapatkan oleh pasien di fasilitas kesehatan (Wilianti, 2009).
Penanganan lini pertama yang dilakukan untuk ISK adalah dengan pemberian antibiotik
dan terapi suportif. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan berpotensi menimbulkan
resistensi dan mempercepat berkembangnya kuman penyebab infeksi. Resistensi disebabkan oleh
bakteri kehilangan target spesifik terhadap obat dan adanya perubahan genetik (Jawetz et al., 2005).
Penelitian di Rumah Sakit Moeward Surakarta menunjukkan bahwa infeksi saluran kemih
paling banyak disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (Imaniah, 2014). Escherichia coli
mengalami resistensi terhadap antibiotik amoksisilin dan penisilin (Sabir et al., 2014). Bakteri
Escherichia coli juga sudah mengalami resisten terhadap antibiotik oflosaksin, norflosaksin dan
siprofloksasin (Nakhjavani et al., 2007). Penelitian di Bandar Lampung menunjukkan bahwa
resistensi Escherichia coli dan Klebsiella sp. terhadap antibiotik sefalosporin cenderung mengalami
kenaikkan dari tahun ke tahun (Firizki., 2014). Penelitian di Samarinda juga menunjukkan bahwa
bakteri Escherichia coli telah resisten terhadap ampisilin dan amoksilin (Samirah et al., 2006).
Penelitian di Pekanbaru menunjukkan bahwa bakteri Gram negatif penyebab ISK sudah resisten
terhadap penisilin dan golongan sefalosporin generasi pertama (Endriani et al., 2010).
Bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan mengakibatkan ketidakberhasilan terapi
antibiotik pada pasien ISK. Dari beberapa penelitian yang dilaporkan penggunaan antibiotik tidak
lagi dapat mengatasi bakteri patogen karena adanya resistensi bakteri, hal ini menyebabkan
2
hilangnya kepercayaan terhadap antibiotik (Kuswandi, 2011). Penelitian ini perlu dilakukan untuk
mengetahui pola kuman dan resistensi bakteri terhadap antibiotik pada penderita infeksi saluran
kemih (ISK) karena pola resistentensi bakteri terhadap antibiotik bermanfaat untuk mengetahui
keberhasilan terapi. Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta karena angka
kejadian ISK termasuk 10 besar penyakit paling sering diderita pasien di rumah sakit tersebut.
2. METODE
2.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental secara deskriptif. Sampel diambil dari
data primer yaitu isolat urin penderita infeksi saluran kemih di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta periode Februari-Maret 2016.
2.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : object glass, pinset, api spiritus,
deck glass, penjepit, yellow tip, spreader glass, ose, mikroskop, alat-alat gelas (Iwaki-Pyrex), oven
(Memmert), shaker incubator (New Brunswick Scientific), inkubator (Memmert), Laminar Air
Flow (LAF), autoklaf (my Life) dan mikropipet (Socorex).
Bahan yang digunakan yaitu: 11 sampel isolat bakteri, bahan pewarnaan bakteri (cat Gram
A, cat Gram B, cat Gram C, cat Gram D, formalin dan minyak imersi), alkohol 70%, akuades,
media Nutrient Agar, larutan salin steril, media BHI (Brain Heart Infusion), media Mueller-Hinton
dan 13 jenis disk antibiotik (ampisilin, sefepim, seftazidim, seftriakson, gentamisin, trimetoprim
sulfametoksazol, meropenem, amoksilin, amikasin, sefoksitin, levofloksasin dan kloramfenikol.
2.3 Jalannya Penelitian
Data primer berupa isolat tunggal bakteri penderita ISK diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta periode Februari-Maret tahun 2016
yang telah diisolasi, diidentifikasi dan dilakukan pemurnian sehingga kuman yang akan diteliti
merupakan isolat murni. Isolat bakteri tunggal dibiakkan pada media NA (Nutrient Agar) miring.
Koloni bakteri (3-5 koloni) diambil dari media NA disuspensikan di media BHI dan diinkubasi
selama 2-3 jam dengan suhu 37ºC. Hasil suspensi bakteri dalam media BHI kekeruhanya
disesuaikan dengan standar Mc-Farland yaitu 1,5x108 CFU/mL. Suspensi bakteri (1,5 x 108
CFU/mL) diambil sebanyak 150 µL kemudian ditumbuhkan di media Mueller-Hinton dan
diletakkan disk antibiotik pada media tersebut. Media diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 18-24 jam
kemudian diukur zona hambat yang dihasilkan oleh masing-masing disk antibakteri dan mengacu
data CLSI (Clinical and Laboratory Standard Institute). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
diketahui tingkat kepekaan bakteri terhadap antibiotik.
3
2.4 Analisis Data
Analisis hasil resistensi bakteri terhadap antibiotik dilakukan dengan cara pengukuran
diameter zona hambat dari tiap disk yang dibandingkan dengan standar resistensi bakteri terhadap
antibiotik. Zona radikal yang diperoleh dari hasil uji kemudian diinterpretasikan sesuai standar
pengukuran yang ditetapkan oleh CLSI (Clinical and Laboratory Standard Institute). Hasil yang
diperoleh dari interpretasi dengan standar CLSI akan menunjukkan bakteri tersebut sensitif (S),
intermediet (I), atau resisten (R). Persentase perbandingan hasil uji resistensi yang diperoleh dengan
hasil uji resistensi total isolat dikali dengan 100%.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Klasifikasi Pasien Infeksi Saluran Kemih
Data dari bagian rekam medik pasien rawat inap yang menderita infeksi saluran kemih (ISK)
di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta selama bulan Februari-Maret 2016 sebanyak 102
pasien. Dari Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta pasien yang
diambil spesimen urinnya untuk dikultur sebanyak 11 pasien yang diperoleh dari bagian
Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Spesimen pasien ISK
dikultur apabila terapi antibiotik empiris yang diberikan tidak berhasil.
3.1.1 Klasifikasi pasien berdasarkan umur dan jenis kelamin
Data klasifikasi pasien infeksi saluran kemih menunjukkan bahwa dari 102 pasien angka
kejadian lebih banyak pada perempuan (56,86%) dibandingkan laki-laki (43,14%). Penderita ISK
kebanyakan perempuan disebabkan beberapa faktor antara lain karena uretra perempuan lebih
pendek dibanding laki-laki yang menyebabkan rentannya bakteri masuk dan hidup di saluran kemih
perempuan (Purnomo, 2011). Klasifikasi pasien berdasar umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Distribusi pasien ISK yang rawat inap periode Februari-Maret 2016 di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Surakarta
Karakteristik
Usia pasien
Jenis Kelamin
Jumlah Pasien
Balita (0-5 tahun)
Anak (6-12 tahun)
Remaja (13-19 tahun)
Dewasa (20-59 tahun
Lansia (>60 tahun)
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Hasil penelitian ini juga menunjukkan ISK
Persentase (%)
7
3
5
41
45
44
58
6, 89
2,94
4,90
40,20
45,09
43,14
56,86
102
100
lebih banyak menyerang lansia (45,09%)
dibandingkan dengan remaja (4,90%). Hal ini karena pada usia tua seseorang akan mengalami
penurunan sistem imun sehingga akan mempermudah timbulnya ISK. Wanita yang berusia lanjut
4
akan berisiko lebih besar mengalami ISK hal ini dikarenakan wanita yang telah menopause akan
mengalami perubahan lapisan vagina dan penurunan kadar esterogen (Purnomo, 2011).
3.1.2 Klasifikasi pasien berdasarkan bakteri penyebab ISK
Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa bakteri Gram negatif lebih banyak
ditemukan sebagai penyebab ISK dari pada bakteri Gram positif. Bakteri Gram negatif yaitu
Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia sedangkan bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus
aureus.
Tabel 2. Penggolongan berdasarkan bakteri pasien penyebab ISK
Penyebab
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
Klebsiella pneumonia
No Pasien
1, 2, 5, 8, 11
3, 6, 7, 9
4, 11
Perbandingannya yaitu Gram negatif dan Gram positif 63,64% : 36,36%. Penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Moewardi tahun 2014 menunjukkan hasil yang sama bahwa pada
penyakit ISK bakteri Gram negatif (92%) lebih mendominasi daripada bakteri Gram positif (8%)
(Imaniah, 2015).
Tabel 3. Pola bakteri yang diisolasi pada penderita ISK di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta
Nama Bakteri
Gram negatif
Escherichia coli
Klebsiella pneumonia
Gram positif
Staphylococcus aureus
Jumlah
Jumlah
Persentase (%)
5
2
45,46%
18,18%
4
36,36%
11
100%
Bakteri Gram negatif yang paling banyak menyebabkan ISK yaitu Escherichia coli
(45,46%) kemudian Klebsiella pneumonia (18,18%). Bakteri Gram positif yang dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih yaitu Staphlococcus aureus (36,36%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan di Makasar menunjukkan bakteri terbanyak yang menyebabkan ISK
adalah Escherichia coli (39,4%) dan di urutan kedua Klebsiella pneumonia (26,3%) (Samirah,
2006). Penelitian di Iraq juga menyebutkan bakteri penyebab utama ISK adalah Escherichia coli
(31%) (Al-Jeburi et al, 2013) dan di India ISK yang disebabkan Escherichia coli sebesar 34,42%.
Dari data dapat disimpulkan bahwa penyakit ISK sebagian besar disebabkan oleh bakteri Gram
negatif dan paling banyak bakteri Escherichia coli.
5
3.2.Pola Resistensi Bakteri
Dalam penelitian ini peneliti tidak mendapatkan data sekunder berupa kartu rekam medis,
sehingga peneliti memilih antibiotik untuk uji resistensi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Imaniah, 2015) dan diperkuat penelitan yang dilakukan di
Rumah Sakit Tikrit Iraq (Al-Jeubori, 2013). Uji resistensi digunakan 13 jenis antibiotik yaitu
ampisilin, amoksisilin, sefepim, seftriakson, sefoksitin, seftazidim, meropenem, amikasin,
gentamisin, levofloksasin, siprofloksasin, trimetropim sulfametoksazol dan kloramfenikol.
MEM
FOX
SXT
CAZ
C
CN
CIP
LEV
AMC
MC
FEP
AMP
CRO
AMK
Gambar 1. Uji Kepekaan sampel 1 bakteri Escherichia coli terhadap beberapa antibiotik.
Keterangan: MEM: meropenem; SXT: trimetropin Sulfametoksazol; CIP: siprofloksasin; CN: gentamisin; FOX:
sefoksitin; C: kloramfenikol; LEV: levofloksasin; CAZ: seftazidim; AMC: amoksisilin; AMP: ampisilin; AMK: amikasin;
CRO: seftriakson; FEP: Sefepim.
Gambar 1 merupakan hasil uji kepekaan kuman secara konvensional dengan menggunakan
metode disk diffusion (Kirby-Bauer). Hasil uji kepekaan menunjukkan bahwa Escherichia coli
resisten terhadap ampisilin dengan diameter zona hambat (0 mm), amoksisilin (0 mm), seftriakson
(20,75 mm), seftazidim (9,25 mm),
intermediet terhadap antibiotik
sefepim (15,75 mm),
meropenem (22 mm), siprofloksasin(19,5 mm) sedangkan Escherichia coli masih sensitif terhadap
antibiotik sefoksitin (21,75 mm), amikasin (19 mm), gentamisin (17,75 mm), levofloksasin (23,75
mm), kloramfenikol (22,75 mm) dan trimetropin sulfametoksazol (24 mm)
3.2.1. Pola resistensi bakteri terhadap antibiotik golongan β-laktam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri Escherichia coli telah mengalami resistensi
terhadap antibiotik golongan β-Laktam yaitu ampisilin, amoksisilin, sefepim, seftriakson, sefoksitin
6
dan seftazidim. Tabel 4 menunjukkan pola resistensi antibiotik β-Laktam terhadap bakteri penyebab
ISK Gram negatif yaitu Escherichia coli, Klebsiella pneumonia dan Gram positif yaitu
Staphylococcus aureus.
Tabel 4. Pola resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik golongaan β-Laktam
Antibiotika
Ampisilin
Amoksisilin
Sefepim
Seftriakson
Sefoksitin
Seftazidim
Meropenem
Escherichia coli
n=5
Persentase Resistensi (%)
Klebsiella pneumonia
Staphylococcus aureus
n=2
n=4
100
100
60
100
40
100
0
100
100
50
50
50
100
50
75
100
25
75
50
75
0
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri penyebab infeksi saluran kemih sebagian
besar sudah resisten terhadap antibiotik golongan β-Laktam. Bakteri penyebab ISK yaitu
Escherichia coli sudah mengalami resistensi 100% terhadap antibiotik ampisilin, amoksisilin,
seftriakson dan seftazidim. Bakteri Escherichia coli juga mengalami resistensi terhadap antibiotik
sefepim (60%) sefoksitin (40%) sedangkan antibiotik meropenem masih poten terhadap bakteri
Escherichia coli.
Bakteri Gram negatif Klebsiella pneumonia mengalami resistensi sebesar 100% terhadap
antibiotik amipilin, amoksisilin dan seftazidim sedangkan antibotik sefoksitin, seftriakson, sefepim
dan meropenen mengalami resistensi 40%. Penelitian lain mengungkapkan bakteri Klebsiella
pneumonia dan Escherichia coli tercatat resisten terhadap spektrum luas dan β-Laktam (Dibua et al,
2012). Escherichia coli sudah resisten terhadap antibiotik seftriakson (Chowdhury & Ramendu,
2015). Penelitian lain juga menyebutkan Escherichia coli resisten terhadap ampisilin sebesar 37,5%
(Arkotha and Filgona, 2009).
Resistensi bakteri terhadap golongan β-Laktam seperti penisilin dan sefalosporin
disebabkan karena bakteri memproduksi enzim β-Laktam yang membuat ikatan dengan antibiotik
dan kemudian membentuk hidrolisis β-Laktam, bakteri akan membuka cincin β-Laktam dari
penisilin dan sefalosporin yang mengakibatkan hilangnya sensitivitas antibiotik (Brooks et al,
2005). Tingginya resistensi bakteri Gram negatif terhadap antibiotik golongan penisilin karena sejak
dulu golongan penisilin sudah lama digunakan sebagai terapi pengobatan infeksi dalam masyarakat
(Rizal, 2010).
Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus penyebab ISK mengalami resistensi sebesar
100% terhadap antibiotik amoksisilin. Staphylococcus aureus juga mengalami resistensi terhadap
ampisilin, seftriakson dan seftazidim (75%), antibiotik sefoksitin (50%), sefepim (25%). Pada
7
bakteri Gram positif Staphylococuss aureus, hanya antibiotik meropenem yang masih poten.
Resistensi bakteri Gram positif terhadap antibiotik golongan penisilin terjadi karena adanya
hambatan protein pengikat penisilin (penicillin-binding protein) dengaan mencegah ikatan silang
peptidoglikan pada tahap akhir sintsis dinding sel. Secara normal protein ini adalah enzim yang
terdapat dalam membran plasma sel bakteri dan terlibat dalam penambahan asam amino untuk
berikatan dengan dinding peptidoglikan sehingga menyebabkan dinding sel bakteri menjadi lisis
dan rapuh karena pengeblokan aktifitas enzim transpeptidase (Pratiwi, 2008)
3.2.2. Pola resistensi bakteri terhadap antibiotik golongan aminoglikosida
Antibiotika golongan aminoglikosida yang digunakan untuk pengobatan ISK adalah antibiotik
amikasin dan gentamisin (Wagenlehner et al, 2011). Mekanisme antibiotik aminoglikosida adalah
mencegah sel untuk membuat protein secara tepat, sehingga terjadi kematian bakteri (Kuswandi,
2011).
Tabel 5. Pola resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik golongaan golongan
aminoglikosida
Antibiotika
Amikasin
Gentamisin
Escherichia coli
n=5
Persentase Resistensi (%)
Klebsiella pneumonia
Staphylococcus aureus
n=2
n=4
0
20
0
50
0
25
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri Escherichia coli, Klebsiella pneumonia
dan Stapylococcus aureus mengalami resistensi terhadap antibiotik gentamisin masing-masing
sebesar 20%, 50% dan 25% (Tabel 5). Antibiotik amikasin sensitif terahadap bakteri penyebab ISK
yaitu Escherichia coli, Klebsiella pneumonia dan Stapylococcus aureus. Penelitian lain
menyebutkan bahwa bakteri Escherichia coli masih sensitif terhadap amikasin dan gentamisin
(Chowdhury and Ramendu, 2015). Resistensi bakteri terhadap antibiotik golongan aminoglikosida
dikarenakan tidak terdapatnya reseptor protein yang spesifik di ribosom subunit 30s. Resistensi
bakteri terhadap aminoglikosida tergantung terhadap produksi adinilasi, fosforilasi atau enzim
asetilasi yang dapat merusak obat. (Brooks et al, 2005).
3.2.3. Pola resistensi bakteri terhadap antibiotik golongan fluorokuinolon
Antibiotik golongan flurokuinolon yang sering diresepkan untuk peengobatan ISK adalah
levlofoksasin, siprofloksasin, norflosaksin dan ofloksasin (Wagenlehner et al, 2011). Antibiotik
siprofloksasin dan levofloksasin digunakan sebagai pilihan pertama untuk pengobatan ISK bagian
atas (Katzung, 2007). Mekanisme kerja antibiotik golongan floroquinolon yaitu membuat DNA
bakteri terpotong-potong dan mencegah proses perbaikkan DNA kembali (Kuswandi, 2011).
8
Tabel 6. Pola resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik golongaan golongan
fluorokuinolon
Antibiotika
Levoofloksasin
Siprofloksasin
Escherichia coli
n=5
60
40
Persentase Resistensi (%)
Klebsiella pneumonia
Staphylococcus aureus
n=2
n=4
100
25
50
25
Penelitian di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta menunjukkan bahwa bakteri
Escherichia coli mengalami resistensi terhadap antibiotik levofloksasin sebesar 60% sedangkan
siprofloksasin mengalami resistensi 40%. Klebsiella pneumonia
mengalami resistensi 100%
terhadap levlofloksasin dan 50% pada siprofloksasin. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus
masing-masing mengalami resistensi 25% pada antibiotik levfoksasin dan siprofloksasin. Penelitian
lain menyebutkan bawha Escherichia coli mengalami resistensi terhadap siprofloksasin sebesar
97,7% (Farrellf et al, 2003). Penelitian serupa yang dilakukan di Surabaya menunjukkan bahwa
Eschericia coli mengalami resistensi terhadap siprofloksasin 76,5% (Chitraningtyas, 2014).
Resistensi bakteri Gram negatif terhadap fluoroquinolon seperti siprofloksasin dan levofloksasin
dapat terjadi karena mutasi dan resistensi silang (Katzung, 2007). Mutasi pada target DNA girase
yang mengakibatkan antibiotik tidak dapat bekerja lama saat menghambat DNA girase. Enzim pada
bakteri ini berfungsi dalam proses terbuka dan tertutupnya lilitan DNA (Pratiwi, 2008).
3,2,4. Pola resistensi bakteri terhadap antibiotik kloramfenikol dan kortimoksazol
Antibiotik kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas yang mampu menghambat
bakteri Gram negatif maupun bakteri Gram positif. Mekanisme aksi antibiotik kloramfenikol
bereaksi dengan menghambat sel umtuk memproduksi protein sehingga bakteri akan mati
(Kuswandi, 2011). Antibiotik krotimoksazol merupakan kombinasi antibiotik antara trimetropim
dengan sulfametoksazol. Mekanisme aksi trimetropim yaitu menghambat enzim pada alur sintesis
asam folat dari proses reduksi asam dihidrofolat sedangkan mekanisme aksi sulfametoksazol yaitu
dengan menghambat sintesis asam folat.
Tabel 6. Pola resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik golongaan klorampenikol dan
kortimoksazol
Antibiotika
Trimetropim Sulfametoksazol
Klorampenikol
Escherichia
coli
n=5
60
60
9
Persentase Resistensi (%)
Klebsiella
Staphylococcus
pneumonia
aureus
n=2
n=4
50
50
50
25
Pada Tabel 7
bakteri Escherichia coli mengalami resistensi 60% pada antibiotik
kortimoksazol dan kloramfenikol. Klebsiella pneumonia mengalami resistensi pada antibiotik
kortimoksazol dan kloramfenikol masing-masing sebesar 50%, untuk Gram positif yaitu
Staphylococcus aureus mengalami resistensi pada kortimoksazol dan kloramfenikol masing-masing
sebesar 50% dan 25%. Penelitian lain menyebutkan bahwa Escherichia coli mengalami resisten
terhadap kotrimoksazol sebesar 42,6% dan kloramfenikol sebesar 20% (Echeverri et al., 2014).
Escherichia coli juga mengalami resistensi terhadap sulfametoksazol trimetropim sebesar 81,3%
(Chitraningtyas, 2014).
Resistensi bakteri terhadap trimetropim/sulfametoksazol terjadi karena berkurangnya
permeabilitas sel, kelebihan dihidrofolat reduktase, perlawanan juga dapat muncul dengan mutasi
karena plasmid tahan terhadap reduktase dihidrofulat yang menghasilkan target baru sehingga tidak
sensitif terhadap obat (Katzung, 2007). Bakteri mampu menghasilkan reduktase dihidrofulat yang
berlebih untuk memblokir kerja obat. Pengatasan resistensi bakteri terhadap trimetropim
sulfametoksazol dengan cara menaikkan dosis yang lebih tinggi (Pratiwi, 2008). Resistensi bakteri
terhadap klorampenikol terjadi karena bakteri mampu memproduksi enzim klorampenikol yaitu
asetil tranferase yang akan merusak aktifator obat (Brooks et al, 2005).
Pola kuman penyebab ISK sangat penting untuk keberhasilan pengobatan ISK sehingga
perlu adanya pengkajian ulang terapi pada pengobatan ISK untuk mencegah terjadinya resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Evaluasi penggunaan antibiotik pada periode tertentu diperlukan
berdasarkan pola kuman penyebab ISK sehingga pengobatan antibiotik lebih efektif. Tidak adanya
data sekunder yaitu rekam medik dalam penelitian ini tidak bisa dijadikan gambaran umum pada
pengobatan ISK sehingga peneliti tidak bisa mencocokkan kesesuaian terapi antibiotik.
4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta periode Februari-Maret 2016 dapat disimpulkan bahwa:
1.
Penderita ISK disebabkan oleh bakteri Gram negatif yaitu Escherichia coli (45,46%),
Klebsiella pneumonia (18,18%) dan bakteri Gram positif yang menyebabkan ISK yaitu
Stappylococcus aureus (36,36%) ditunjukkan dari 11 suspensi bakteri.
2.
Bakteri penyebab ISK di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah telah resisten terhadap antibiotik
amoksisilin (100%), seftazidim (92,30%), ampisilin (92,30%) dan seftriakson (81,81%).
Bakteri mengalami resistensi intermediet terhadap antibiotik klorampenikol (54,54%), sefepim
(45,45%), sefoksitin (45,45%), levofloksasin (45,45%), siprofloksasin (45,45%) trimetropim
10
sulfametoksazol (45,45%) dan gentamisin (27,27%). Antibiotik yang masih cukup sensitif
yaitu meropenem (9,09%) dan antibiotik amikasin masih sensitif dengan tingkat resistensi 0%.
4.2. Saran
Perlu data sekunder yaitu rekam medik untuk mengetahui terapi yang digunakan pasien
sehingga bisa mencocokkan kesesuaian terapi antibiotik. Memperbanyak sampel primer yaitu
suspensi bakteri pasien ISK agar hasil uji lebih valid. Pola kuman penyebab ISK akan berperan
penting dalam keberhasilan pengobatan ISK sehingga perlu pengkajian ulang tentang terapi ISK di
Rumah sakit untuk meminimalkan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jebouri M.M., Salih A. and Mdish, 2013, Antibiotic Resistance Pattern of Bacteria Isolated
from Patients of Urinary Tract Infections in Iraq, Open Journal of Urology, 3(2), 124-131.
Akortha E. E. and Filgona J., 2009, Transfer of Gentamicin Resistance Genes Among
Enterobacteriaceae Isolated from the Outpatients with Urinary Tract Infections Attending 3
Hospitals In Mubi, Adamawa State, Academic Journals, 4 (8), 745.
Binfar, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Brooks G.F., Butel J.S. and Morse S.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Diterjemahkan Oleh
Mudihardie, Salemba Medika, Jakarta.
Chitraningtyas D., Juliana C., Retno S., 2014, Profil Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih di
Balai Besar Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya dalam Christyaningsih J., Dewi
C., and Retno S., 2014, The Pattern of Resistance of Antibiotics to Escherichia Coli
Causes Urinary Tract Infection in East Java, Indonesia,
Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 5 (5), 1382.
Chowdhury S., and Parial R., 2015, Antibiotic Susceptibility Patterns of Bacteria among Urinary
Tract Infection Patients in Chittagong, Bangladesh, Sikkim Manipal University Medical
Journal, 2 (1), 122.
Dibua U.M.E., Onyemerela I. S. and Nweze E.I., 2014, Frequency, Urinalysis and Susceptibility
Profile of Pathogens Causing Urinary Tract Infections in Enugu State, Southeast Nigeria,
Revista Do Instituto de Medicina Tropical de São Paulo, 56 (1), 55– 57.
Echeverri V.C., Serna-Higuita L.M., Serrano A.K., Ochoa-García C., Rosas S.L., Bedoya M.A.,
Margarita S., Catalina H., Adriana H., Diana O., Juan J.V., John J.Z. and David E., 2014,
Resistance Profile for Pathogens Causing Urinary Tract Infection in a Pediatric Population,
and Antibiotic Treatment Response at a University Hospital 2010-2011, Colombia Médica
(Cali, Colombia), 45 (57), 39–43.
Endriani R., Fauzia A. and Dona A., 2009, Pola Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi Saluran
Kemih (ISK) terhadap Antibakteri di Pekanbaru, Jurnal Natur Indonesia, 12 (2), 131-133.
11
Farrellf D. J., Morrissey I., De Rubeis D., Robbins M., and Felmingham D., 2003, A UK
Multicentre Study of the Antimicrobial Susceptibility of Bacterial Pathogens Causing
Urinary
Tract
Infection,
Terdapat
di:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0163445302910911. [Diakses pada 16
Mei 2016].
Firizki F., 2014, Pattern Sensitivity of Escherichia Coli and Klebsiella Sp. To Antibiotic
Sefalosporin Period Of Year 2008-2013, Skripsi, Medical Faculty, Lampung Univ. Abstr.
64–73.
Imaniah B.A., 2015, Peta Kuman dan Resistensinya terhadap Antibiotika pada Penderita Infeksi
Saluran Kemih (ISK) di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Jawetz E., Melnick J.L. and Adelberg E.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran Edisi I, Diterjemahkan
oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNAIR,. Salemba Medika, Surabaya, pp.
224–227, 233–235.
Katzung B. G., 2007, Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition, United States, Lange
Medical Publications.
Kuswandi M., 2011, Strategi Mengatasi Bakteri yang Resisten terhadap Antibiotika. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada
Yogyakarta. Yogyakarta.
Nakhjavani F.A., Mirsalehian A., Hamidian M., Kazemi B., Mirafshar M. and Jabalameli, A.,
2007, Antimicrobial Susceptibility Testing For Escherichia Coli Strains To
Fluoroquinolones, In Urinary Tract Infections. Iran. J Publ Heal. 36, 89–92.
Pratiwi S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Erlangga Medical Series, Jakarta.
Purnomo B., 2011, Dasar-Dasar Urologi, Penerbit Sagung Setyo, Malang.
Rajabnia C.M., Gooran S., Fazeli F. and Dashipour A., 2012, Antibiotik Resistence Pattern In
Urinary Tract Infections In Imam-Ali Hospital, Zahedan (2010-1011). Zahedan J. Res.
Med. Sci.
Robert M. and Ross S., 2010, Recurrent Urinary Tract Infection. SOGC Clin. Pract. Guidel. SOGC.
Rizal S., 2010, Pola Kuman dan Resistensi Antimikroba dari Berbagai Spesimen Pasien di RS Dr.
Oen Solo Baru Kabupaten Sukoharjo, The Indonesian Journal of Medical Science, 1 (7),
392-399.
Samirah, Darwati and Windarwati H., 2006, Bacterial Pattern and it’s Sensitivity in Patients
Suffering from Urinary Tract Infection, Indones. J. Clin. Pathol. Med. Lab. 12, 110–113.
Wagenlehner F.M.E., Hoyme U., Kaase M., Fünfstück R., Naber K.G. and Schmiemann G., 2011,
Uncomplicated Urinary Tract Infections, Deutsches Ärzteblatt International, 108(24), 419420.
12
Wilianti N.P., 2009, Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih pada
Bangsal Penyakit Dalam di SUPp Dr.Kariadi Semarang Tahun 2008, Skripsi, Universitas
Diponegoro Semarang.
13
Download