organizational behavior in schools: an overview

advertisement
Gender Dalam Realitas Sosial….
GENDER DALAM REALITAS SOSIAL
DAN PERSPEKTIF ISLAM
Oleh :
Hj. St. Rodliyah
Dosen Tetap STAIN Jember
Abstrak
Dalam dasawarsa terakhir ini terjadi transformasi ke arah
peningkatan peran wanita dalam berbagai sektor kehidupan.
Transformasi peran wanita tersebut ditandai dengan
dikembangkannya cara-cara berpikir baru tentang hubungan
(relasi) antara pria dan wanita dengan melakukan kritik terhadap
tatanan budaya, struktur sosial, politik, dan ekonomi yang
dianggap sebagai ciptaan kaum pria oleh kaum feminis. Wanita
diporsikan hanya untuk peran domestik, sedangkan pria bisa
leluasa dan bebas. Namun Islam adalah agama keadilan sesuai
dengan tugas dan tujuan agama yaitu menciptakan dunia yang
adil. Untuk itu Islam mengajarkan tentang bagaimana kita dapat
memposisikan wanita dan pria dalam kehidupan sehingga
menjadi mitra sejajar yang mampu hidup berdampingan dengan
penuh keadilan dan kesejahteraan.
Kata kunci : Gender, Realitas Soaial, Dan Perspektif Islam
PENDAHULUAN
Semua orang beriman mengakui bahwa Tuhan yang diimani
adalah Dzat Yang Maha Kuasa. Di antara tanda-tanda kekuasaan
Tuhan adalah penciptaan makhluk hidup dengan perbedaan gender,
sebagaimana adanya manusia laki-laki dan perempuan. Keduanya
memiliki peran yang berbeda dalam menjalankan kehidupan di dunia
ini. Namun keduanya menjadi mitra sejajar, saling mengisi dalam
hidup bersama menjadi suami istri.
Islam yang dibawa oleh Nabi Mohammad SAW., sejak abad
ke-7 sesungguhnya membawa angin segar bagi nilai dan harga diri
ummat manusia. Sebab Islam mengajarkan bahwa penghargaag Tuhan
kepada manusia didasarkan bukan pada gender atau etnis, melainkan
pada kualitas diri terhadap-Nya, yakni taqwa. Untuk itu orang yang
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
37
Gender Dalam Realitas Sosial….
paling baik di hadapan Allah adalah orang yang paling tinggi
ketaqwaannya. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam QS.
49/Al-hujurat, ayat : 13, yang artinya: ”Wahai manusia ! sungguh,
kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa, dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling
mulia diantara kamu dis sisi allah ialah orang yang paling bertaqwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”1
Dalam sejarah umat manusia memang pernah terjadi
diskriminasi atas dasar gender, etnis atau latar belakang primordial
lainnya, yang itu sebagai akibat dominasi dan ”keserakahan” sebagian
terhadap sebagian lainnya. Sehingga ada ”penjajahan” laki-laki atas
perempuan, suatu bangsa atas bangsa lainnya.
Menurut Sri Tresnaningtias, isu kesenjangan gender antara
laki-laki dan perempuan di Barat melahirkan gerakan feminisme,
setelah kaum perempuan menyadari inferioritas mereka dalam peran
di depan laki-laki. Akan tetapi setelah gerakan itu berkembang
menjadi liberal terjadi pengingkaran terhadap hal-hal yang secara
natural membedakan peran laki-laki dan perempuan2
Berangkat dari permasalahan tersebut, maka kesetaraan gender
muncul sebagai upaya pemberdayaan perempuan yang selama ini
sering dibatasi oleh nilai-nilai sosio kultural masyarakat. Pemikiran
dan konsep genderpun muncul dengan berbagai aspek kajian termasuk
kajian sosial dan religius. Islam sering kali dianggap sebagai agama
yang kurang memperhatikan kesetaraan gender dan seringkali
melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Wacana ini berkembang
karena pemahaman yang tektual dan dangkal terhadap ajaran agama
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tulisan ini
mencoba mengkaji secara proporsional dan obyektif tentang (1)
Kesetaraan gender dalam realitas sosial , (2) Analisa gender dan
konstruk sosial, dan (3) Gender maenstreming dalam perspektif Islam.
1
Depag. RI.. Al-Qur’an Terjemah. (Jawa Barat: CV Diponegoro.
2010).
2
Sri Tresnaningtias. Seks dan Jender. Bahan Kuliah pada Kursus
Jender dan Seksualitas, Unit Pelatihan Studi Jender dan
pembangunan dan Laboratorium Antropologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001).
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
38
Gender Dalam Realitas Sosial….
KONSEP GENDER
Di dalam women’s Studies Ensiclopedia dijelaskan bahwa
gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat
perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat. Menurut Mose, seks (jenis kelamin)
mengacu pada konstruksi anatomis-biologis yang membedakan lakilaki dan perempuan. Perbedaan itu dapat dilihat dengan jelas pada
organ tubuh terutama pada organ reproduksi, seperti laki-laki
memiliki penis dan buah dzakar, serta tumbuh kumis dan jakun.
Sementara itu, perempuan memiliki vagina, rahim dan sel telur.3 Dan
maskulinitas
Menurut Unger dan Crawford, ”Berbeda dengan seks yang
alami, gender mengacu pada aspek-aspek non fisiologis dari jenis
kelamin, yang merupakan penghargaan dari suatu kebudayaan tentang
feminitas dan maskulinitas.4 Semua ketetapan masyarakat perihal
penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah
komponen/bidang kajian gender sebagaimana pendapat Linda L.
Lindsey. Selanjutnya Umar menyatakan bahwa ”Studi gender lebih
menekankan pada perkembangan aspek maskulinitas atau feminitas
seseorang. Berbeda dengan studi seks yang lebih menekankan pada
perkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh lakilaki dan perempuan.5
Dengan adanya perbedaan itu, dikenal karakteristik feminin
untuk sifat perempuan, misalnya perempuan harus sabar, lemah
lembut, emosional, kemudian dikenal dengan istilah feminitas, dan
maskulinitas mengacu pada sifat laki-laki yang mempunyai konotasi
kemandirian, rasionalitas, kekuatan otot, bahkan kekerasan. Ciri dan
karakter tersebut dapat dipertukarkan, artinya ada perempuan yang
mandiri, memiliki rasionalitas, dan sebaliknya laki-lakipun ada yang
lemah lembut, emosional dan sebagainya. Dengan demikian dapat
3
Mosse, Cleves, Julia. Gender dan Pembangunan. (Yogyakarta: Rifka
Annisa, 1993).
4
Unger, R, and Crawford, M., Women and Gender, A Feminist
Psychology, (Singapore: mc Graw Hill International, 1992).
5
Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Gender. Perspektif AlQur’an. (Jakarta : Paramadina, 1999).
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
39
Gender Dalam Realitas Sosial….
dikatakan bahwa gender adalah hasil konstruksi sosial atau rekayasa
masyaraakat untuk membuat perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, yang membedakan peran dan kedudukan laki-laki dan
perempuan berdasarkan kepantasan yang berlaku dalam suatu sistem
masyarakat.
Gender merupakan produk budaya buatan manusia yang
bersifat dinamis, artinya gender dapat mengalami perubahan ke arah
perbaikan sosial dan kedudukan perempuan atau justru sebaliknya.
Gender meneukan akses terhadap pendidikan, kerja, alat-alat dan
sumber daya yang dieprlukan untuk industri dan keterampilan. Yang
jelas, gender akan menentukan hubungan dan kemampuan untuk
membuat keputusan dan bertindak secara otonom. Perbedaan gender
selanjutnya melahirkan peran gender yang sesungguhnya tidak
menjadikan masalah , jikaseandainya tidak terjadi ketimpangan yang
berakhir pada ketidakadilan gender.
KESETARAAN GENDER DALAM REALITAS SOSIAL
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional,
dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Dengan
kata lain penilaian dan penghargaan yang sama oleh masyarakat
terhadap persamaan dan perbedaan laki-laki dan perempuan serta
pelbagai peran mereka.
Namun kenyataannya di masyarakat masih menunjukkan
adanya keyakinan gender yang seringkali berbentuk stereotipe
terhadap laki-laki maupun perempuan. Keyakinan gender tersebut
sebagian besar korbannya adalah kaum perempuan. Hal ini nampak
pada permasalahan berikut :
1. Pendidikan : wanita tetap menduduki tingkat pendidikan yang
rendah dibandingkan laki-laki dan bahkan masih ada yang buta
huruf. Karena orang tua biasanya berpikir praktis dengan alasan
anak laki disekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi dari pada
perempuan karena anak laki-laki kelak akan bertanggungjawab
untuk menafkahi istri dan anak-anaknya serta menanggung biaya
pendidikan anak-anaknya setinggi mungkin..
2. Kesehatan : wanita menyelenggarakan lebih banyak pelayanan
kesehatan dari pada pelayanan kesehatan profesional. Karena
perempuan selalu mendahuluan perasaan dari pada pikiran.
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
40
Gender Dalam Realitas Sosial….
Perempuan rela berkorban demi kesehatan orang lain, walaupun
kadang-kadang dirinya sendiri sakit, tetapi tidak dirasa apalagi
yang sakit itu keluarganya sebagai contoh anak atau suaminya,
perempuan rela berkorban apa saja demi kesembuhan mereka..
3. Ketenaga kerjaan : wanita merupakan 1/3 dari seluruh tenaga
kerja dunia tetapi terkonsentrasi pada ;
a. Pekerjaan dengan penghasilan paling rendah, karena perempuan
kebanyakan pekerjaanya di bidang domestik yaitu menjadi
tenaga kerja wanita baik di dalam maupun di luar negeri dengan
menjadi asisten/pembantu rumah tanga.
b. Lebih rawan menjadi penganggur dari pada pria. Karena
kebanyakan wanita berpikir untuk ketenangan dan kebahagiaan
keluarga mereka rela tidak bekerja demi untuk mengurusi rumah
tangga yaitu merawat anak dan melayani suami.
c. Memperoleh kurang ¾ nya penghasilan pria untuk pekerjaan
yang sama karena tenaga perempuan dianggap di bawah
kekuatan tenaga pria.
d. Perempuanmmasih sering terhempas kepinggiran, utamanya
dalam jalur kepemimpinan, dalam struktur organisasi,
pengambil keputusan, maupun dalam peluang memperoleh
kesempatan pengembangan karier. Laki-laki yang memperoleh
posisi dan kesempatan yang menguntungkan, kadang bukan
semata karena mereka (mungkin) berprestasi, tetapi karena
mereka laki-laki. Sebaliknya, perempuan meskipun mereka
berprestasi seringkali tidak memperoleh posisi dan kesempatan
yang menguntungkan, semata-mata karena mereka perempuan.
Perempuan tidak memperoleh penghargaan yang sama, bahkan
yang melebihi prestasi laki-laki sekalipun. Kalaupun perempuan
memperoleh posisi dan dan kesempatan, dia bagaikan mendapat
”lampu sorot” segala gerak geriknya senantiasa mendapat
sorotan. Seakan ada kekhawatiran dari laki-laki akan tergeser
kedudukannya oleh kaum perempuan.
4. Politik : Meskipun 90 % dari negara – negara di seluluh dunia
memiliki organisasi yang mengupayakan peningkatan wanita,
tetapi masih tetap sangat tidak terwakili dalam lembaga
pengambilan keputusan. Karena:
a. Pendidikan yang rendah
b. Kurang percaya diri
c. Beban kerja yang terlalu berat.
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
41
Gender Dalam Realitas Sosial….
d. Kaum perempuan itu sendiri belum mampu untuk memberi
kesempatan kepada kaumnya untuk maju. Sebagai contoh dalam
pemilihan anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) dan Presiden
perempuan kebanyakan masih memilih laki-laki karena
perempuan sendiri belum percaya 100 % jika perempuan itu
mampu memimpin bangsa dan Negara tercinta ini.
5. Pertanian : wanita menghasilkan separuh dari kebutuhan makanan
dunia, tetapi;
a. hampir tidak memiliki tanah. Mereka hanya sebagai buruh tani.
b. sulit memperoleh kredit. Karena kebanyakan aset keluarga itu
atas suami dengan alasan kalau ada apa masalah biar cepat
untuk mengurusnya.
c. sering tidak diperhitungkan dalam proyek-proyek pertanian.
Karena wanita dianggap tidak kompeten dalam bidang
pertanian.
Perempuan
sebaiknya
mengurusi
bidang
kerumahtanggaan.
Padahal yang diharapkan dari kesetaraan gender adalah
terciptanya kesamaan kondisi dan status laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan dan menikmati hak-haknya sebagai
manusia agar sama-sama dapat berperan aktif dalam pembangunan6.
ANALISIS GENDER DAN KONTRUK SOSIAL
Menurut Tim Perumus, analisa gender adalah proses yang di
bangun secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami
pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol
terhadap sumber-sumber daya pembangunan dan manfaat yang
mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang
timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor
lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa. 7
Ketimpangan yang muncul karena peranan gender (dalam arti
keterbatasan kesempatan yang berbeda buat pria dan wanita) tidak
selamanya dapat diatasi oleh perorangan karena diciptakan dan
diterapkan oleh masyarakat. Karena itu, perlu ada tindakan bersama
melalui Pemerintahan.
6
7
Celb Joice., Feminism and Politic: A Comparative (Los Angeles:
University of California Press, 1987).
Tim Perumus. 2004. Panduan Pembentukan dan Pembinaan Pusat
Studi Wanita/Pusat Studi Gender, (Jakarta : Kementerian
Pemberdayaan Perempuan RI. 2004)
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
42
Gender Dalam Realitas Sosial….
Upaya pemerintah dalam mengatasi ketidak adilan gender bisa
dilihat pada indikator dari peningkatan kedudukan wanita sebagai
berikutt:
1. Kenaikan jumlah wanita dalam pembuatan keputusan.
2. Bertambahnya kemandirian personal dan ekonomi serta harga diri.
3. Meningkatnya keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan
sampai evaluasi pada diri, keluarga atau kegiatan pembangunan
masyarakat.
4. Semakin banyak wanita dalam pendidikan dan program latihan.
5. Meningkatnya kesehatan wanita dan anak-anak.
6. Meningkatnya status hukum.
7. Berkurangnya tindak kekerasan terhadap wanita.
8. Kontrol semakin besar terhadap tingkat kesuburan.
9. Menurunnya diskriminasi institusi dan bias terhadap wanita.
Analisa gender menurut Cornel, R. W., memberi perangkat
teoritis untuk memahami sistem ketidakadilan gender. Kedua jenis
kelamin baik lelaki maupun perempuan bisa menjadi korban dari
ketidak adilan gender. Namun karena mayoritas yang menjadi korban
ketidak adilan gender adalah perempuan, maka seolah-olah analisis
gender hanya alat perjuangan kaum perempuan. Analisis gender
membantu memahami bahwa pokok permasalahannya adalah sistem
dan struktur.8
Sedangkan konstruk sosial adalah usaha-usaha yang dilakukan
masyarakat untuk mengarahkan laki-laki menjadi maskulin dan
perempuan menjadi feminin. Usaha tersebut berbentuk pola-pola
sosiali yang berjalan secara evolutif dan akhirnya mempengaruhi
biologis masing-masing jenis kelamin. Misalnya sifat gender kaum
laki-laki harus kuat, pemberani dan agresif. Konstruk sosial yang
demikian membuat laki-laki makin terlatih dan termotivasi untuk
mencapai dan mempertahankan apa yang ditentukan tersebut.
Akhirnya, laki-laki memang lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya
kaum perempuan harus lemah lembut, sopan santun tutur katanya dan
emosional. Sosialisasi tersebut mempengaruhi tidak saja pada
perkembangan emosi, visi dan ideologi kaum perempuan, tetapi juga
perkembangan fisik dan biologis mereka. Pola-pola sosialisasi
8
Cornell.R.W. Gender and Power: Society, the Person and Sexual
Politics (Cambridge: Polity Press.1987).
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
43
Gender Dalam Realitas Sosial….
semacam itu terjadi sejak usia dini melalui empat institusi yaitu :
keluarga, sekolah/pendidikan formal, media massa, dan bahasa9.
Sebagai contoh peran sosial yang diakibatkan oleh perbedaan
jenis kelamin adalah mengasuh anak dan melakukan pekerjaan rumah
tangga diklasifikasikan sebagai tugas dan tanggungjawab perempuan,
padahal peran tersebut bagi perempuan bukan kodrati.--- melainkan
konstruksi sosial --- sehingga laki-laki dapat melakukannya. Hanya
haid, hamil, melahirkan dan menyusuhi yang dihitung peran kodrati
perempuan, karena peran tersebut tidak dapat digantikan dan
dipertukarkan dengan laki-laki. Namun kebanyakan kaum laki-laki
malas untuk melakukan pekerjaan wilayah domestik dengan alasan
merasa harganya dirinya akan turun jika harus merawat anak sendiri,
mencuci baju apalagi memasak. Ada laki-laki yang walaupun bekerja
di luar rumah tetapi ia masih mau mengerjakan pekerjaan rumah
tangga dengan alas an saying dan pengertian terhadap istrinya.
GENDER MINSTREAMING DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Islam adalah seperangkat dogma dan ajaran yang hanya
dapat berfungsi jika diaplikasikan oleh umatnya. Sementara upaya
penghapusan kekerasan terhadap perempuan merupakan praktek
kehidupan dan aktivitas manusia yang belum tentu berkaitan dengan
ajaran agama (Islam). Menurut Mansour Fakih, Bisa saja seseorang
berinisiatif melakukan usaha itu atas dasar dorongan agama
ditafsirkan sesuai dengan semangat sejatinya”. Dengan kata lain,
terdapat konsistensi antara ruh, kandungan makna, dan semangat
sejatinya dogma dan ajaran tersebut dengan penafsiran manusia.
Karena penafsiran atas dogma dan ajaran memang ditujukan sebagai
dasar manusia bertindak. Hal inilah yang membuat kesenjangan
mendasar antara Islam dengan upaya penanganan kekerasan terhadap
perempuan.10
Namun, yang terjadi justru menunjukkan bahwa dogma dan
ajaran mulia agama Islam tersebut belum bisa dioperasionalkan sesuai
semangat sejatinya, terutama karena para penganut ajaran tersebut
belum memiliki kesadaran luhur dan perangkat yang memadai untuk
mengoperasionalkan ajaran dan dogma tersebut secara mulia pula.
Islam adalah ajaran, norma, dan nilai yang bersifat pasif. Menurut
9
Tim Perumus, 2004
Mansour Fakih, 1999. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial.
Jakarta : Sinar Harapan.
10
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
44
Gender Dalam Realitas Sosial….
Umar Fakih, Islam akan menjadi aktif, konkrit, dan dinamis, jika
dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi manusia dalam bertindak dan
berbuat. Doktrin dan ajaran ini, aplikasi dan pelaksanaannya sangat
tergantung dari cara pandang dan cara penafsiran orang-orang
mempercayai doktrin tersebut. Doktrin yang santun dan penuh kasih
sayang, akan berubah menjadi doktrin dan ajaran untuk meligitimasi
tindak kekerasan di mata orang-orang tertentu. 11
Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, manusia tidak
mampu mengetahui serta menyelesaikan segala persoalan yang
dihadapi. Banyak persoalan yang tidak dapat dijangkau manusia,
sehingga membutuhkan peran Tuhan untuk menjelaskannya. Al –
Qur’an dan Al-hadits merupakan salah satu jalan yang diberikan
Tuhan untuk membantu manusia mengetahui berbagai persoalan yang
mereka hadapi, agar manusia dapat hidup bahagia baik didunia
maupun di akhirat.
Atas dasar itulah, ikhtiar untuk terus menerus melakukan
penafsiran ulang terhadap pemahaman keagamaan yang justru
mendukung tindak diskriminasi terhadap perempuan mendesak untuk
dilakukan. Hal ini, tentu saja, agar dogma dan ajaran Islam sejati yang
mulia tidak mengalami distorsi dan keliru tafsir seperti yang sangat
banyak keliru selama ini. Pada hal Islam menganggap bahwa laki-laki
dan perempuan memiliki kesetaraan gender dalam hal :
1. Sebagai hamba ; dalam penciptaan manusia laki-laki dan
perempuan sama tujuannya agar mereka menyembah kepada
Allah. QS. Al-Zariyat :56 (Yunus : 1995 : 777).
2. Sebagai kholifah di bumi ; maksud dan tujuan penciptaan manusia
di muka ini adalah , di samping untuk menjadi hamba (abid) yang
tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah SWT, juga untuk
menjadi kholifah di bumi (kholifah fil ardl) yaitu manusia mampu
menjadi pemimpin di muka bumi dengn penuh amanah. Kapasitas
manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan dalam QS. Al-An’am
: 165 (Yunus ; 1995 :179).
3. Laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian
primordial;
mereka sama-sama mengemban amanah dan
menerima perjanjian primordial dengan Tuhan. Seperti diketahui
menjelang seorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia
terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya,
11
Umar, 143.
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
45
Gender Dalam Realitas Sosial….
sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-A’raf : 172 ( Yunus , 1995
; 2400).
4. Laki-laki dan perempuan secara normatif sama-sama untuk
memperoleh pendidikan dengan tanpa membedakan status sosial
ekonomi dan jenis kelamin. Pentingnya pendidikan bagi manusia
dapat disandarkan pada Al-Qur’an surat al-Mujadalah, ayat 11
yang artinya: ”Allah Maha mengangkat orang-orang yang beriman
(laki-laki dan perempuan) diantara kamu dan mereka yang
berilmu (laki-laki dan perempuan) beberapa derajat. Kata
”diangkat beberapa derajat” melakukan mobilitas sosial karena
yang bersangkutan memiliki persyaratan yang diperlukan yakni
etika dan moral dan penguasaan ilmu tanpa membedakan laki-laki
atau perempuan. Oleh karena itu ayat Al-Qur’an tersebut di atas
sangat relevan dengan hadits Nabi SAW yang artinya: ”Menuntut
ilmu wajib bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan”.
(HR. Ibnu Majjah dan Baihaqi dari Anas).
5. Menurut Yunus, Islam memberikan peluang yang sama terhadap
laki-laki dan perempuan untuk meraih prestasi maksimum. AlQur’an sendiri telah mengisyaratkan konsep kesetaraan gender
yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual,
baik dalam bidang spiritual maupun urusan karier profesional,
tidak mesti dimonopolo oleh salah satu jenis kelamin saja. Lakilaki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama dalam
meraih prestasi optimal.12
Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : ”Bukankah aku ini
Tuhanmu ? ” mereka menjawab : ”Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi.
Menurut Fakhr al-Razi, (1990 : 402) tidak ada seorangpun
anak manusia yang lahir di muka bumi ini yang tidak berikrar akan
keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka disaksikan oleh para malaikat.
Tidak ada seorangpun yang mengatakan ”tidak” semuanya setuju
mengkui keberadaan Tuhan yang Esa.
Rasa percaya diri seseorang dalam Islam semestinya
terbentuk sejak lahir, karena sejak awal tidak pernah diberikan beban
khusus berupa ” dosa warisan ” seperti yang dikesankan di dalam
Yahudi – Kristen. Kedua ajaran ini memberikan kesan negatif begitu
12
Yunus, Mahmud.. Tafsir Qur’an Karim. (Jakarta : Hidakarya Agung. 1995)
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
46
Gender Dalam Realitas Sosial….
seorang anak lahir sebagai perempuan, karena jenis kelamin
perempuan selalu dihubungkan dengan drama kosmis, yang mana
Hawa dianggap terlibat di dalam kasus keluarnya Adam dari surga.
Penyebab Adam keluarga adalah karena ibu Hawa yang mengajaknya
duluan untuk memakan buh khuldi.
E. Kesimpulan
Berdasarkan pada penjelasan di atas bahwa jika kita membaca
teks-teks Al-Quran maupun Hadits tidak ada sama sekali doktrin dan
ajaran Islam yang menganjurkan tindak diskriminasi kepada siapapun,
termasuk kepada perempuan. Islam juga tidak pernah melecehkan
harkat dan martabat perempuan.
Namun realitas kehidupan sosial sehari-hari, doktrin dan
ajaran Islam yang begitu mulia dan agung justru diterapkan secara
bertolak belakang. Tidak jarang kita menjumpai seseorang melakukan
kekerasan terhadap perempuan seraya mengatasnamakan agama dan
menyebut-nyebut nama Allah. Agama menjadi legitimasi dan
pembenar bagi tindak kekerasan yang dilakukannya. Ini merupakan
ironi umat beragama. Seluruh ajaran dan dogtrinasi agama seolah
hanya berhenti pada kata-kata dan pemikiran, karena kenyataannya,
kehidupan yang nyata justru dipenuhi oleh beragam bentuk
diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
Ajaran Islam sejatinya tidak pernah membedakan laki-laki dan
perempuan. Allah berjanji barang siapa yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
DAFTAR PUSTAKA
Cornell.R.W. 1987.Gender and Power: Society, the Person and
Sexual Politics (Cambridge: Polity Press. ).
Celb Joice, 1987.Feminism and Politic: A Comparative (Los Angeles:
University of California Press, ).
Depag. RI. 2010. Al-Qur’an Terjemah. Jawa Barat: CV Diponegoro.
Mansour Fakih, 1999. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial.
Jakarta : Sinar Harapan.
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
47
Gender Dalam Realitas Sosial….
Mosse, Cleves, Julia.1993. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta:
Rifka Annisa.
Sri Tresnaningtias. 2001. Seks dan Jender. Bahan Kuliah pada Kursus
Jender dan Seksualitas, Unit Pelatihan Studi Jender dan
pembangunan dan Laboratorium Antropologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Tim Perumus. 2004. Panduan Pembentukan dan Pembinaan Pusat
Studi Wanita/Pusat Studi Gender, Jakarta : Kementerian
Pemberdayaan Perempuan RI.
Umar, Nasaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Gender. Perspektif AlQur’an. Jakarta : Paramadina.
Unger, R, and Crawford, M., 1992. Women and Gender, A Feminist
Psychology, Singapore: mc Graw Hill International
Yunus, Mahmud. 1995. Tafsir Qur’an Karim. Jakarta : Hidakarya
Agung.
An-Nisa’, Vol. 6, No. I April 2013
48
Download