Sanitasi Fisik Rumah Berpengaruh terhadap Frekuensi Penyakit Infeksi pada Keluarga Sandy Kurniajati, Maria Anita Yusiana, Dyah Ayu Kartika Wulan Sari SANITASI FISIK RUMAH BERPENGARUH TERHADAP FREKUENSI PENYAKIT INFEKSI PADA KELUARGA HOUSE PHYSICAL SANITATION INFLUENCE ON THE FREQUENCY OF INFECTION DISEASE IN FAMILY Sandy Kurniajati Maria Anita Yusiana Dyah Ayu Kartika Wulan Sari STIKES RS. BAPTIS KEDIRI ([email protected]) ABSTRAK Prevalensi infeksi sangat tinggi di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri, hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi santitasi rumah yang kurang. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis faktor sanitasi fisik rumah yang mempengaruhi kejadian infeksi pada keluarga. Penelitian ini mengunakan desain deskriptif korelasi, sedangkan populasi adalah semua keluarga di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Ngletih dengan sampel 200 keluarga menggunakan simple random sampling. Pengambilan data dengan observasi 9 variabel sanitasi fisik rumah dan wawancara mengenai riwayat penyakit infeksi dalam 1 tahun. Analisa data dengan regresi linear (α=0,05). Hasil penelitian didapatkan sanitasi fisik rumah yang kurang adalah pencahayaan (100%), ventilasi (65%) dan pembuangan limbah (47,7%). Prevalensi infeksi saluran pernafasan tinggi (56%) dan prevalensi infeksi saluran cerna (9,5%). Hanya faktor ventilasi rumah yang berpengaruh terhadap kejadian infeksi pada keluarga dengan p=0,007. Disimpulkan penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan yang serius untuk segera ditindaklanjuti dengan memperhatikan perbaikan ventilasi rumah. Kata Kunci: Sanitasi fisik rumah, Infeksi saluran pencernaan dan pernafasan, Puskesmas ABSTRACT The prevalence of infection is very high in Health Center of Ngletih–Kediri, it can be affected by less condition of hause sanitation. The purpose of this study was to analyze the factors that affect the physical sanitation to incident of infection in the family. The design was descriptive correlation, while the population was all families in the working region of Health Center Ngletih–Kediri, they were 200 families using simple random sampling. Data was taken by observation of nine variables of physical house sanitation and interview about the history of infectious disease within a year. Data analyzed using linear regression (α = 0,05) . The results showed that the physical sanitation is lacking lighting (100 %), ventilation (65%) and waste disposal (47.7%). High prevalence of respiratory tract infection (56%) and prevalence gastrointestinal infection (9.5%). Only factor of house ventilation effect the incident of infection to the family with p=0.007 . it concluded that infectious disease is a serious health problem to be followed up by improving of house ventilation. Keywords : physical Sanitation house, gastrointestinal tract infections and respiratory health center Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Pendahuluan Rumah harus dapat memadai kegiatan penghuni dalam rumah tersebut dan harus cukup luas bagi seluruh anggota keluarga, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap anggota keluarga dapat berjalan dengan baik. (Arifin, 2009). Rumah yang tidak sehat dapat menjadikan penyakit bagi seluruh lingkungan, jika kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah (lingkungan pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Sanitasi fisik rumah sangat erat kaitannya dengan terciptanya lingkungan yang sehat dan juga sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, penyakit menular biasanya yang terkait dengan penyakit infeksi. Banyak penyakit infeksi yang berhubungan dengan adanya sanitasi rumah yang kurang sehat penyakit yang biasa muncul yaitu Infeksi saluran pernafasan dan infeksi saluran pencernaan. (Wahid dan Nurul, 2009). Demikian juga dengan Infeksi saluran pencernaan merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja dan melalui makanan yang tercemar di dalam rumah. Infeksi saluran pernafasan dan pencernaan masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian. Kejadian penyakit infeksi di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri cukup tinggi. Menurut data Dinkes Kota Kediri pada bulan Maret -Juni tahun 2012 di Puskesmas Perawatan Ngletih penderita infeksi saluran pernafasan mencapai 386 orang, dan data untuk infeksi saluran pencernaan bulan Maret–Juni 2012 mencapai 1509 orang. Salah satu penyebab infeksi saluran pernafasan dan saluran pencernaan adalah sanitasi rumah yang tidak sehat (Supraptini, 2006). Prosentase rumah sehat di Indonesia mencapai 35,3%, kategori sedang mencapai 39,8% dan kategori kurang mencapai 29,9%. Infeksi Saluran Pernafasan dan infeksi saluran pencernaan merupakan penyakit yang sering dan mudah dialami oleh siapa saja, baik anak–anak maupun orang dewasa. Salah satu penyebabnya adalah sanitasi fisik rumah yang kurang memadai. Rumah yang ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah tersebut, sanitasi rumah dan lingkungan erat kaitannya dengan angka kejadian penyakit menular, termasuk penyakit Infeksi Saluran Pernafasan dan infeksi saluran pencernaan. Hal ini disebabkan oleh karena proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam rumah tidak lancar, sehingga bakteri penyebab penyakit menular yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi juga menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit, ruangan yang lembab akan menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit menular, termasuk Infeksi Saluran Pernafasan dan pencernaan (Wahid dan Nurul, 2009). Sanitasi fisik rumah merupakan salah satu hal yang penting untuk menjaga kesehatan penghuni rumah, maka dari itu diharapkan masyarakat dapat menciptakan sanitasi fisik rumah yang baik sesuai standar agar para penghuninya terhindar dari penyakit menular (Wahid dan Nurul, 2009). Selain menciptakan sanitasi fisik rumah yang baik juga diperlukan peningkatan perilaku hidup sehat yang baik di keluarga, misalnya tidak merokok di dalam rumah, sampah tidak dibakar di sekitar rumah, dan menjaga kebersihan rumah dan menjaga kondisi rumah tetap bersih serta tidak membiarkan makanan berada pada tempat terbuka. Bila hal tersebut dapat terlaksana, kemungkinan untuk meminimalkan angka kejadian penyakit menular sangatlah besar. Metode Penelitian Desain penelitian adalah deskriptif korelasi, dengan tujuan penelitian menganalisis faktor sanitasi fisik rumah yang mempengaruhi kejadian infeksi pada keluarga. Lokasi penenelitian dilaksanakan di 4 kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri, dengan Sanitasi Fisik Rumah Berpengaruh terhadap Frekuensi Penyakit Infeksi pada Keluarga Sandy Kurniajati, Maria Anita Yusiana, Dyah Ayu Kartika Wulan Sari jumlah populasi 200 keluarga, yang terdiri 50 keluarga tiap kelurahan. Pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Pengambilan data pada variabel independen yang meiputi 9 variabel (Ventilasi, Suhu, Kelembaban, Kepadatan Hunian, Pencahayaan, Kontribusi Bangunan, Sarana Pembuangan Sampah, Pembuangan Kotoran Manusia, Sumber Air bersih), dan variabel independen yaitu frekuensi penyakit infeksi dengan wawancara. Analisis mengunakan Regresi Linear dengan α = 0,05. Hasil Penelitian Karakteristik reponden dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Jumlah anggota keluarga dari 200 keluarga tersebut adalah 835 orang dengan jumlah balita 215 anak., rerata luas rumah 78,44 m² per keluarga dan rerata jumlah penghuni dalam rumah 4,17 orang per rumah. Keadaan Ventilasi pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Keadaan Ventilasi F % Baik 70 35 Kurang 130 65 Total 200 100 Tabel 1 Keadaan ventilasi rumah lebih dari 50% keluarga di puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri mempunyai ventilasi yang kurang baik (65%) Ventilasi rumah kurang dari 10% dari luas lantai dan tidak selalu dibuka pada waktu siang hari, sehingga sirkulasi udara dalam rumah tidak lancar, dan udara tidak cepat mengalir. Kota Kediri kurang (100%), dengan rerata suhu dalam rumah lebih dari normal (20ºC-25ºC) yaitu 32ºC. Suhu yang panas dapat mengurangi kenyamanan penghuni rumah. Kelembaban Rumah pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Kelembaban F % Baik 130 65 Kurang 70 35 Total 200 100 Tabel 3 Keadaan kelembaban rumah lebih dari 50% keluarga di puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri baik (65%), namun yang masih kurang juga cukup banyak sebesar 35%. Rerata kelembaban rumah masih dalam batas normal yaitu sebesar 66,43%. Kepadatan Hunian pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Kepadatan Hunian F % Baik 194 97 Kurang 6 3 Total 200 100 Tabel 4 Kepadatan hunian mayoritas keluarga di puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri mempunyai kepadatan yang baik (97%), dengan rerata kepadatan hunian sebesar 22, 87 m² per orang, hal ini menunjukan ruang rumah telah cukup memenuhi ruang hidup untuk setiap anggota keluarga. Pencahayaan Rumah pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Pencahayaan Rumah F % Baik 102 51 Kurang 98 49 Total 200 100 Tabel 5 Keadaan Suhu pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Keadaan Suhu F % Baik 0 100 Kurang 200 100 Total 200 100 Tabel 2 Keadaan suhu rumah seluruh keluarga di puskesmas Perawatan Ngletih Pencahayaan rumah lebih dari 50% keluarga di puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri mempunyai pencahayaan Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 yang baik (51%) pencahayaan 66,18 lux. dengan rerata Kontribusi Bangunan pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Kontribusi Bangunan F % Baik 94 47 Cukup 88 44 Kurang 18 9 Total 200 100 Tabel 6 Keadaan bangunan rumah paling banyak keluarga di puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri memiliki bangunan yang baik (47%) dan cukup (44%). Kondisi bangunan yang perlu diperhatikan karena kondisi yang kurang adalah kebersihan lantai (48%), warna dinding kusam (53%), kebersihan dinding terlihat kotor (51%), kebersihan atap (48%), dan kondisi atap bocor/tidak utuh (57%). Tabel 7 Sarana Pembuangan Sampah pada Keluarga Di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Sarana Pembuangan Sampah Baik Cukup Kurang Total F % 62 43 95 200 31 21.5 47.5 100 Keadaan sarana pembuangan sampah mayoritas keluarga di puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri memiliki pembuangan sampah yang kurang baik (47,5%). Pembuangan sampah yang kurang adalah jarak pembuangan limbah cair kurang dari 5 m dari rumah sebesar 48%. Tabel 8 Sarana Pembuangan Kotoran Manusia pada Keluarga Di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Sarana Pembuangan Kotoran Manusia Baik Cukup Total F % 149 51 200 74.5 25.5 100 Keadaan sarana pembuangan kotoran manusia hampir seluruh keluarga di puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri memiliki pembuangan tinja yang baik (74,5%) dan cukup (25,5%). Tabel 9 Penyediaan Air Bersih pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Penyediaan Air Bersih Air Hujan Sumur Dangkal Sumur Dalam Total F 1 181 18 200 % 5 90,5 9 100 Keadaan Penyediaan air bersih mayoritas keluarga di puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri menggunakan sumber air sumur dangkal (90,5%) dan dalam penyediaan air bersih keluarga tidak mengalami kesulitan baik pada musim penghujan maupun kemarau, sumber air bersih selalu tersedia. Tabel 10 Frekuensi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Penyakit Infeksi Pernafasan Tidak Ada Ada Total F 88 112 200 % 44 56 100 Kejadian infesksi saluran pernafasan pada keluarga lebih dari 50% (56%) keluarga mengalaminya, dengan uraian anggota keluarga yang mengalami infeksi saluran nafas ini 196 orang atau 23,5% dari jumlah anggota keluarga, sedangkan jumlah anak-anak yang menderita infeksi saluran pernafasan sebanyak 71 anak atau 33% dari jumlah anak pada keluarga responden. Sanitasi Fisik Rumah Berpengaruh terhadap Frekuensi Penyakit Infeksi pada Keluarga Sandy Kurniajati, Maria Anita Yusiana, Dyah Ayu Kartika Wulan Sari Tabel 11 Frekuensi Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Penyakit Infeksi Pencernaan Tidak Ada Ada Total F % 181 19 200 90,5 9,5 100 Kejadian penyakit infeksi saluran pencernaan pada 200 keluarga di wilayah kerja puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri di dapatkan 90,5% keluarga tidak mengalami penyakit infeksi saluran cerna dalam 1 tahun terakhir, dan hanya 9,5% yang mengalami penyakit infeksi saluran pencernaan. Dari responden yang mengalami infeksi saluran pencernaan diuraikan bahwa jumlah penderita sebanyak 21 orang atau 2,5% dari jumlah semua anggota keluarga responden, sedangkan kejadian pada anak sebanyak 11 anak atau 5,1% dari semua jumlah anak pada keluarga responden. Tabel 12 Frekuensi Penyakit Infeksi (Saluran Pernafasan dan Saluran Pencernaan) pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Penyakit Infeksi Tidak Ada Ada Total F 78 122 200 % 39 61 100 Frekuensi penyakit infeksi pada keluarga didapatkan lebih dari 50% keluarga mengalami kejadian penyakit infeksi (61%) dengan jumlah rerata persentasi angka kesakitan dibanding dengan jumlah semua nggota keluarga sebesar 26%, sedangkan jumlah balita yang sakit dibandingkan dari semua anggota keluarga yang sakit sebesar 35%. Tabel 13 Hasil Uji Statistik Pengaruh Sanitasi Fisik Rumah terhadap Kejadian Penyakit Infeksi pada Keluarga di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Faktor Fisik Rumah Ventilatasi Suhu rasio Kelembaban rasio Kelembaban Rasio kepadatan Kepadatan Cahaya rasio Cahaya Bagunan Pembuangan sampah Pembuangan tinja Sumber air B -12.834 -3.270 .100 .824 .003 -7.745 -.052 7.105 5.718 Std. Error 4.709 2.705 .314 6.599 .120 13.519 .062 4.562 3.443 Standardized Coefficients Beta -.200 -.106 .033 .013 .002 -.043 -.065 .116 .120 -2.836 2.752 -.081 -1.030 .304 .958 3.854 5.493 6.351 .014 .045 .174 .607 .862 .545 Unstandardized Coefficients t Sig. -2.726 -1.209 .318 .125 .023 -.573 -.828 1.558 1.660 .007 .228 .751 .901 .982 .567 .409 .121 .098 Hasil uji statitistik Regresi linear menunjukan hanya factor ventilasi rumah yang memiliki nilai p kurang dari α, yaitu p= 0,007. Disimpulkan bahwa hanya factor ventilasi rumah berpengaruh terhadap kejadian infeksi pada keluarga Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Pembahasan Sanitasi Fisik Rumah Pada Keluarga. Rumah merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (Wahid dan Nurul, 2009), Persyaratan umum rumah sehat yaitu harus memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis, dapat terhindar dari penyakit menular dan terhindar dari kecelakaan. Syarat ventilasi yang baik antara lain luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan (Dinata, 2007). Jendela harus dibuka lebar agar udara dapat masuk dengan bebas, Udara yang masuk sebaiknya langsung pada ruangan tersebut untuk menjaga pertukaran udara yang maksimal, Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran ini jangan sampai terhalang. Suhu udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 20ºC-25ºC (Wikipedia, 2012), serta pembuang sampah keluarga terutama limbah cair tertutup dan berjarak lebih 5 m dari rumah (Azwar, 2005). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rerata suhu dalam rumah seluruh tempat tinggal didapatkan suhu yang lebih dari normal yaitu 32ºC. Keadaan tersebut erat kaitanya dengan ventilasi rumah yaitu 65% masih dalam tahap kurang. Diketahui bahwa ventilasi merupakan tempat sirkulasi udara bebas yang menjaga udara rumah tetap segar, membebaskan udara dari bakteri dan menjaga agar kelembapan dapat terjaga. Sehingga ventilasi yang kurang memenuhi standart kesehatan berdampak pada suhu ruangan yang lebih dari normal (32ºC). Pada saat pengambilan data banyak rumah responden banyak jendela yang tidak dibuka pada siang hari sehingga sirkulasi udara dalam rumah tidak berjalan lancer. Penataan almari dalam rumah juga tidak memperhatikan kelancaran sirkulasi dalam rumah, banyak perabotan dalam rumah yang menjadi penghalang sirkulasi udara, bahkan lubang ventilasi ada yang ditutup karena menghindari debu, hal ini yang semakin menurunkan kondisi santasi fisik rumah. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang standart sanitasi rumah yang mendukung derajat kesehatan sehingga seringkali menganggap sepele tentang sanitasi fisik rumah terutama ventilasi. Hal ini didukung oleh mayoritas masyarakat yang berada pada taraf ekonomi rendah sehingga kurang mampu untuk menciptakan proporsi rumah yang memenuhi kriteria kesehatan terutama sanitasi fisik rumah yang memenuhi standart kesehatan. Pembuangan sampah yang kurang tepat juga masih menjadi permasalahan kompleks dalam masyarakat, terlihat dalam hasil penelitian ini dimana pembuangan sampah yang kurang baik sebesar 47,5%. Pembuangan sampah ini khususnya pembuangan limbah cair. Keluarga membuang limbang cair dekat dengan rumah dan dalam kondisi yang terbuka, secara estestika menjadi tidak indah, dari segi kesehatan yaitu bau, dan dapat menjadi sarang berkembangbiaknya vektor penyakit terutama nyamuk. Hal ini mencerminkan perilaku pola hidup bersih dan sehat masih kurang. Masyarakat yang masih berasumsi bahwa sampah merupakan masalah sepele yang lumrah ada di setiap pemukiman dan tidak akan berdampak serius bagi kehidupan mereka. Norma dan pengaruh dari lingkungan juga berkontribusi dalam perilaku masyarakat dimana kebiasaan membuang sampah yang salah namun telah menjadi rutinitas keseharian mayoritas masyarakat, maka perilaku itu akan di adopsi dan ditiru sebagai sebuah perilaku yang wajar untuk dilakukan. Peran tenaga kesehatan sangat dibutuhkan dalam permasalahan ini, Health education dan pelatihan tentang pembuangan sampah yang benar mungkin dibutuhkan. Hal yang paling mendasar Sanitasi Fisik Rumah Berpengaruh terhadap Frekuensi Penyakit Infeksi pada Keluarga Sandy Kurniajati, Maria Anita Yusiana, Dyah Ayu Kartika Wulan Sari bagi tenaga kesehatan adalah bagaimana merubah stigma masyarakat untuk merubah rutinitas yang notabene adalah salah dan mendapatkan kepercayaan masyarakat untuk membantu mereka menciptakan lingkungan yang sehat serta kemandirian masyarakat untuk dapat mempertahankanya. Sanitasi fisik rumah yang sudah memenuhi standar kesehatan kelembaban rumah lebih dari 50% sudah baik (65%), dengan rerata kelembaban rumah dalam batas normal yaitu sebesar 66,43% (Anwar, 2005). Tingkat kepadatan hunian mayoritas sudah baik (97%), dengan rerata kepadatan hunian sebesar 22, 87 m² per orang. Pencahayaan rumah lebih dari 50% sudah baik (51%) dengan rerata pencahayaan 66,18 lux . Kontribusi bangunan sebagian besar baik (47%) dan cukup (44%). Kondisi bangunan yang perlu diperhatikan karena kondisi yang kurang adalah kebersihan lantai (48%), warna dinding kusam (53%), kebersihan dinding terlihat kotor (51%), kebersihan atap (48%), dan kondisi atap bocor/tidak utuh (57%). Sarana pembuangan tinja yang baik (74,5%) dan cukup (25,5%). Sumber air sumur mayoritas sumber air dangkal (90,5%) dan dalam penyediaan air bersih keluarga tidak mengalami kesulitan baik pada musim penghujan maupun kemarau, sumber air bersih selalu tersedia. Kondisi ini mencerminkan potensi lingkungan tempat tinggal yang sebenarnya mendukung standar kesehatan masyarakat. Tingkat kepadatan hunian sudah dalam taraf baik, terimplikasi pada pola pemukiman masyarakat pedesaan yang mengikuti topografi wilayah setempat, dimana antar satu rumah dengan yang lain memiliki jarak yang signifikan dalam pembangunan rumah, hal ini berpengaruh pada kelembaban rumah dan pencahayaan yang memadai. Pola pemukiman yang lapang berjarak dan tidak berhimpitan memungkinkan adanya proses sirkulasi udara yang baik sehingga kelembaban terjaga dalam taraf cukup dan didapatkan penerangan alami dari celah atau jarak tiap bangunan rumah. Pencahayaan alami ini dapat ditingkatkan dengan mensosialisasikan pola ventilasi yang tepat dan penggunaan genteng kaca yang sesuai dengan standar sanitasi fisik yang berorientasi pada kesehatan. Identifikasi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan pada Keluarga. Penyakit Infeksi merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja dan melalui segala sesuatu yang ada baik itu melalui udara maupun melalui makanan. Berkembang biaknya penyakit pada hospes disertai timbulnya respon imunologik dengan gejala klinik atau tanpa gejala klinik. Salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan Tuberkulosis Paru (TBC Paru). ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut (Indah, 2005). ISPA merupakan proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Karna, 2006). ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut para ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila dalam satu rumah anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akuta (OMA) dan mastoiditis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia. Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan Mycobacterium Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Tuberkulosis suatu basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara (airbone) (Asih, 2003). Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis jaringan pang paling sering diserang adalah paru paru (95,9%). Cara penularan melalui ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (TB Paru). Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan penyakit ISPA (Flu dan Batuk) dan TBC pada 4 kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri lebih dari 50% atau 56%, dengan prevalensi penderita ISPA 23,5% dari populasi merupakan masalah kesehatan yang harus menjadi perhatian serius. Prevalensi nasional ISPA di Indonesia adalah 25,5% (Riskesdas, 2007). Penyakit ISPA yang sering dikeluhkan keluarga adalah flu dan batuk, dari hasil penelitian perilaku masyrakat secara umum sudah baik dengan pergi ke puskesmas, atau puskesmas pembantu dalam mengatasi masalah kesehatannya, namun perilaku menyepelekan kondisi ISPA sebagai penyakit yang dapat menular kepada anggota keluarga lain perlu diteliti lebih mendalam. Dari hasil penelitian didapatkan Proporsi kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan pada anak (33%) lebih besar dari proposi kejadian pada populasi (23,5%). Penyakit infeksi ini dapat menyerang semua umur, tetapi bayi dan balita paling rentan untuk terinfeksi penyakit ini. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Menurut para ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila dalam satu rumah anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akut (OMA) dan mastoiditis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia. Penyakit TBC yang ditemukan sejumlah 1 responden dari 1 keluarga, atau 0,05% keluarga yang berisiko penularan TBC. Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri merupakan pukesmas yang menjadi rujukan spesiment pemeriksaan TBC paru di Kota Kediri, sehingga program pemberantasan penyakit menular khususnya TBC dapat berjalan dengan optimal. Walaupun hanya 1 keluarga yang menderita TBC perhatian dan upaya perawatan harus tetap diperhatikan, karena potensi penularan didalam keluarga maupun masyarakat sekitar tentunya masih ada. Keluaraga sebagai pengawas minum obat (PMO) dan Puskesmas yang harus memantau agar penderita tetap menjalankan terapi sampai sembuh harus terus dilaksanakan, sehingga potensi penularan dapat di cegah bahkan di hilangkan. Melihat kondisi permasalahan penyakit ISPA yang sangat signifikan upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sangat perlu di tingkatkan. Peran puskesmas dan pemberdayaan masyarakat terutama kader kesehatan sangat diperlukan. Perlu berbagai program inovatif dan berkelanjutan dalam merubah perilaku masyarakat untuk menjadi sehat. Banyak program kesehatan selama ini masih bertumpu pada posyandu, dan masih banyak potensi kegiatan di masyarakat yang dapat dikembangkan, salah satunya melalui kegiatan PKK, Karang Taruna, Pertemuan tingkat RT, RW, pertemuan keagamaan dan lain-lain. Sanitasi Fisik Rumah Berpengaruh terhadap Frekuensi Penyakit Infeksi pada Keluarga Sandy Kurniajati, Maria Anita Yusiana, Dyah Ayu Kartika Wulan Sari Identifikasi Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan pada Keluarga. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/sehari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari) dan konsistensi (feses cair). Hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan ketidaknyamanan perianal, inkontinensia, atau kombinasi dari faktor-faktor ini. Adanya kondisi yang menyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorbsi mukosal, atau motilitas dapat menimbulkan diare (Brunner, 2003). Faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain adalah Waktu dan frekuensi diare, bentuk tinja, Obat dan Makanan atau minuman (Daldiyono, 2004). Hasil penelitian menunjukkan Kejadian penyakit infeksi saluran pencernaan pada 4 kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri mayoritas (90,5%) tidak mengalami penyakit saluran pencernaan dalam 1 tahun terakhir, hanya 9,5% yang mengalami penyakit infeksi saluran pencernaan. Hal ini mencerminkan kondisi masyarakat yang mayoritas mampu mempertahankan kesehatan dengan menjaga kebersihan lingkungan dan menghilangkan faktor penyebab diare. Tenaga kesehatan berperan dalam meningkatkan dan mempertahankan derajat kesehatan masyarakat yang sudah baik dan menjauhkan factor resiko yang mengancam kesehatan dalam hal ini terfokus dalam upaya preventif kejadian diare. Namun hal ini tidak bisa dianggap sepele, sesuai hasil penelitian ini proposi kejadian penyakit infeksi saluran pencernaan pada anak (5,1%) lebih besar dari proposi kejadian pada populasi (2,5%). Berdasarkan hasil riset kesehatan (Riskesdas, 2007) yang dilakukan oleh Kemenkes Badan Litbankes tahun 2007, penyakit Diare menjadi penyebab utama kematian bayi (31,4%) dan anak Balita (25,2%). Diare dapat membahayakan anakanak dikarenakan dehidrasi berat yang ditimbulkanya. Kondisi dehidrasi berat pada anak seringkali tidak diketahui atau tidak disadari orang tua sehingga orang tua “kecolongan” dan mendapati anak sudah dalam kondisi kritis. Sehingga walaupun prevalensi kejadian Diare di 4 area penelitian rendah namun mengingat dampak konsekuensi yang ditimbulkanya penyakit ini tetap harus mendapatkan perhatian lebih terkhusus pada penanganan diare yang benar dan usaha preventif yang dapat dilakukan. Untuk itu peran ibu menjadi sangat penting karena di dalam merawat anaknya ibu seringkali berperan sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan anak, yaitu dalam hal memberi makan, memberi perawatan kesehatan dan penyakit, memberi stimulasi mental. Dengan demikian bila ibu berperilaku baik mengenai diare, ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan, diharapkan dapat memberikan pencegahan dan pertolongan pertama pada diare dengan baik dan mengajarkan kebiasaan yang baik sejak dini, meliputi: kebiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihan makanan dan tempat makan, serta lingkungan Pengaruh Sanitasi Fisik Rumah terhadap Kejadian Penyakit Infeksi pada Keluarga. Menurut The American Public Health Association (Gunawan, 2009), rumah sehat adalah tempat kediaman/tempat tinggal dalam suatu keluarga yang dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik jasmani, rohani maupun sosial. Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan (Hindarto, 2007). Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan overcrowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan (Gunawan, 2009). Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health Asociation (APHA), yaitu Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara segar dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2009, diperoleh informasi bahwa banyak rumah dengan luas yang tidak memenuhi syarat kesehatan, sehingga pada rumah yang terlalu sempit sangat memungkinkan terjadinya penularan penyakit ISPA sangat cepat serta banyaknya polusi udara yang terjadi di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hanya faktor ventilasi rumah yang berpengaruh terhadap peningkatan kejadian penyakit infeksi dengan hasil uji statistik p = 0,007. Didukung dengan hasil crosstab yaitu ventilasi yang kurang baik menyebabkan kejadian sakit sebesar 58,5%. Tersedianya udara yang segar dalam rumah sangat dibutuhkan oleh setiap manusia. Untuk mempertahankan kondisi suatu ruangan agar berada dalam batas kelembaban yang normal, harus dilengkapi dengan ventilasi yang memadai. Suatu ruang dibangun tanpa memperhatikan aspek ventilasi, tentunya akan mempengaruhi sirkulasi udara dalam rumah. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga kestabilan temperatur dan kelembaban udara dalam sebuah ruangan. Ventilasi mengencerkan konsentrasi kuman TBC Paru dan kuman lain, terbawa keluar dan mati terkena sinar ultraviolet. Ventilasi juga dapat merupakan tempat untuk memasukkan sinar ultraviolet. Ruangan dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat, jika ditempati seseorang, akan terjadi peningkatan kelembaban udara yang disebabkan penguapan cairan tubuh dari kulit atau karena pernafasan. Pada kondisi dimana tidak terjadi pertukaran udara secara baik maka akan terjadi peningkatan jumlah dan konsentrasi kuman, sehingga risiko terjadinya penularan penyakit saluran pernafasan semakin tinggi. Dari 3 penyakit pernafasan dan pencernaan dalam penelitian ini, penyakit TBC Paru merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menyebar secara cepat pada kondisi sirkulasi udara yang tidak baik akibat ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor terutama pengetahuan masyarakat dalam hal ini dibuktikan bahwa sebagian besar masyarakat kurang mengetahui mengenai syarat sanitasi fisik rumah yang benar terutama pentingnya ventilasi rumah, sesuai data penelitian ini dimana keadaan ventilasi pada 4 kelurahan di puskesmas Ngletih berada pada tahap kurang baik yaitu sebesar 65%. luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. Puskesmas melalui upaya pemberdayaan pada masyarakat diharapkan mampu mendorong pemenuhan sanitasi fisik dalam keluraga, terutama aspek pemenuhan ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan, sehingga kejadian ISPA pada masyarakat dapat di tekan. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pemenuhan ventilasi yang baik melalui promosi kesehatan pada keluarga perlu terus ditingkatkan, sehingga Sanitasi Fisik Rumah Berpengaruh terhadap Frekuensi Penyakit Infeksi pada Keluarga Sandy Kurniajati, Maria Anita Yusiana, Dyah Ayu Kartika Wulan Sari masyarakat agar dapat memenuhi ventilasi yang sehat secara mandiri. Advokasi pada pemerintah kelurahan, agar alokasi pembangunan khususnya bantuan perbaikan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan di tingkatkan, serta pemberdayaan masyarakat melalui peran dan tugas pemerintahan kelurahan dapat diberdayakan. Simpulan Sanitasi fisik rumah pada keluarga di 4 kelurahan dibawah wilayah kerja puskesmas perawatan Ngletih Kota Kediri yang belum memenuhi standart kesehatan adalah suhu dalam rumah (100%) lebih panas dengan rerata suhu dalam rumah lebih dari normal (20ºC-25ºC) yaitu 32ºC, ventilasi yang kurang baik (65 %), dan pembuangan sampah yang kurang baik (47,5%), dengan jarak pembuangan limbah cair kurang dari 5 m dari rumah sebesar 48%. Kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan yang meliputi penyakit ISPA (Flu dan Batuk) menjadi masalah kesehatan yang pada 4 kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri, dengan prevalensi lebih dari 50% (56%). Proporsi kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan pada anak (33%) lebih besar dari proporsi kejadian pada populasi (23,5%). Kejadian penyakit infeksi saluran pencernaan pada 4 kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri mayoritas (90,5%) tidak mengalami penyakit saluran pencernaan dalam 1 tahun terakhir, hanya 9,5% yang mengalami penyakit infeksi saluran pencernaan. Proposi kejadian penyakit infeksi saluran pencernaan pada anak (5,1%) lebih besar dari proporsi kejadian pada populasi (2,5%). Faktor ventilasi rumah yang kurang sebagai faktor utama yang mempengaruhi kejadian penyakit infeksi pada keluarga di 4 kelurahan wilayah kerja puskesmas perawatan Ngletih Kota Kediri. Saran Peran keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan sangatlah besar, kemandirian keluarga dalam upaya tersebut sebagai tolak ukur keberhasilan keluarga dalam menjaga kesehatannya. Upaya perluku hidup bersih dan sehat oleh keluarga perlu ditingkatkan serta kesadaran akan penyediaan sanitasi fisik rumah yang memenuhi syarat kesehatan perlu di perhatikan, khususnya perbaikan ventilasi rumah, pembuatan saluran limbah cair yang tertutup dengan jarak lebih dari 5 meter dari rumah dan mempertahankan sirkulasi rumah yang baik agar suhu dalam rumah menjadi nyaman (membuka jendela pada siang hari, dan menata perabotan rumah yang tidak mengalangi sirkulasi udara dalam rumah). Peningkatan program promosi kesehatan dalam upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat melalui penyediaan sanitasi fisik rumah yang memenuhi kesehatan serta pengendalian kejadian infeksi pada masyarakat. Beberapa program yang dapat dilakukan adalah kerjasama lintas sektoral dengan pemerintahan kelurahan dalam kegiatan bedah rumah, maupun penyuluhan kesehatan pada masyarakat, kegiatasn lintas program, khususnya kerjasama program promosi kesehatan masyarakat dengan program pemberantasan penyakit menular melalui kegiatan penyuluhan kesehatan di masyarakat. Daftar Pustaka Arifin, Zaenal, (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya Asih, Nih Luh Gde Yasmin, (2003). KMB Klien dengan gejala saluran pernafasan.Jakarta : EGC Azwar, (2005). Sanitasi Fisik Rumah. http://id.sanitasi/fisikrumah. Diakses tanggal 18 Januari 2013 Jam 14.50 WIB Jurnal STIKES Vol. 6 No. 2, Desember 2013 Brunner and Suddart. (2003). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 2. Jakarta : EGC. Daldiyono, (2004). Pendekatan Diare Kronik pada Orang Dewasa. Jakarta : CV Info Medika Dinata, A., (2007). Aspek Teknis dalam Penyehatan Rumah. http://miqrasehat/aspek-teknis-dalampenyehatanrumah.html. Diakses tanggal 18 Januari 2013 Jam 14.50 WIB Gunawan, K.,(2009). Petunjuk Teknis Penilaian Rumah Sehat, Yogyakarta, Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosia; Propinsi DIY Indah, (2005). Infeksi Pernafasan. http://id.wikipedia/news/teoriispa. Diakses Tanggal 8 November 2011 Jam 22.45 WIB Karna, (2006). Penyakit pernafasan. http://id.wikipedia/news/teoriispa. Diakses Tanggal 8 November 2011 Jam 19.45 WIB Notoatmodjo, (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka cipta Supraptini, (2006). Gambaran Rumah Sehat di Indonesia. http://lib.atmajaya.ac.id/default.Suprap tini. Diakses Tanggal 10 Januari 2012. Jam 18.30 WIB Wahid, Nurul, (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Salemba Medika