BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Teori Persepsi 2.1.1 Pengertian persepsi Walgito (2010) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan. Proses diterimanya stimulus oleh indera menimbulkan perhatian khusus lalu diteruskan ke otak dan setelah itu individu akan mengerti makna dari stimulus tersebut. Dengan persepsi, individu dapat menyadari tentang keadaan lingkungan disekitarnya maupun hal yang ada dalam diri individu tersebut. Maka dari itu persepsi sedikit banyak akan mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat dilakukan individu dalam berbagai macam bentuk perilaku. Stimulus yang akan mendapatkan respon tergantung pada perhatian individu tersebut. Kemampuan berfikir, perasaan dan pengalamanpengalaman yang dimiliki setiap individu tidaklah sama maka respon setiap individu pasti berbeda. Setiap orang mempunyai kecenderungan melihat 7 8 benda yang sama dengan cara yang berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman, pengetahuan dan sudut pandangnya. 2.1.2 Syarat Terjadinya Persepsi Menurut Sunaryo (2014) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut: a. Objek yang dipersepsi b. Perhatian yang merupakan persiapan dalam mengadakan persepsi. c. Alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak dan alat untuk mengadakan respon. 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Sunaryo (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut: a. Faktor internal: perhatian (fokus), proses belajar, keadaan perasaan, fisik, sikap, gangguan kejiwaan, dan kepribadian individu, keinginan atau harapan, prasangka, minat, dan motivasi juga nilai dan kebutuhan. 9 b. Faktor eksternal: pengetahuan dan kebutuhan sekitar, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar, latar belakang keluarga, dan informasi yang diperoleh. Faktor-faktor perbedaan persepsi individu akan berpengaruh pada individu dalam memaknai suatu objek, meskipun objek tersebut benar-benar sama. Perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh perbedaan-perbedaan perbedaan-perbedaan dalam individu, kepribadian, dan perbedaan dalam sikap atau motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi terjadi dalam diri seseorang dan juga dipengaruhi oleh hal-hal dari luar dirinya. 2.1.4 Proses Persepsi Proses terbentuknya persepsi menurut Walgito (2010), didasari pada beberapa tahapan, yaitu: a. Stimulus/Rangsangan Ketika individu dihadapkan pada suatu stimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungannya maka disitulah terjadi proses awal persepsi. b. Registrasi Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim kepadanya, kemudian 10 mendaftar/meregistrasi semua informasi yang terkirim tersebut dengan indra yang dimilikinya. c. Interpretasi Interpretasi yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang telah diterima. Proses interpretasi bergantung pada motivasi, cara pendalaman, dan kepribadian seseorang. 2.2 Teori Perilaku 2.2.1 Pengertian Perilaku Perilaku manusia adalah hasil dari berbagai macam interaksi serta pengalaman manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku juga diartikan sebagai respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpendapat, berpikir, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Perilaku aktif dapat diamati/dilihat, sedangkan perilaku pasif seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. tidak tampak. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu knowledge, attitude, practice. Pengetahuan adalah hasil dari 11 tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan diambil untuk menghadapi suatu permasalahan. Sikap adalah kesediaan dan kesiapan seseorang untuk bertindak. Tindakan adalah perwujudan nyata dari pengetahuan dan sikap (Notoatmodjo dalam Sunaryo, 2014). 2.2.2 Bentuk Perilaku Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu: a. Perilaku Pasif (respon internal) Perilaku ini belum ada tindakan yang nyata atau hanya sebatas sikap. Perilaku ini bersifat tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung. b. Perilaku Aktif (respon eksternal) Perilaku ini merupakan tindakan yang nyata dan dapat diamati secara langsung. 12 2.2.3 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap rangsangan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, lingkungan, dan makanan (Notoatmodjo, 2012). 2.2.4 Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit Perilaku terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang bersifat internal maupun eksternal. Perilaku terhadap sakit dan penyakit yang sesuai dengan tingkatan-tingkatan pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh serta sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit, yaitu: a. Perilaku pemeliharan kesehatan dan peningkatan (health promotion behavior) b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) d. Perilaku pemulihan rehabilitation behavior) kesehatan (health 13 2.2.5 Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan (Environmental behaviour) Perilaku ini adalah respon individu terhadap lingkungan sebagai faktor penentu kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini sesuai dengan: a. Perilaku terhadap air bersih, baik penggunaan air maupun manfaatnya bagi kesehatan. b. Perilaku limbah sehubungan cair dan dengan kotoran pembuangan meliputi hygiene, pemeliharaan, teknik dan pengolahannya. c. Perilaku sehubungan dengan pembuangan limbah, baik cair maupun padat. Dalam hal ini termasuk sistem pengelolaan yang baik dan dampak pembuangan limbah yang tidak baik. d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat. Rumah sehat menyangkut lantai, jendela ventilasi, pencahayaan, dan sebagainya. e. Perilaku terhadap pembersihan sarang-sarang dan vektor penyakit. 2.2.6 Perilaku Pencegahan Penyakit Sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti, beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu: 14 a. Perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap umum tetapi juga oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. b. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. c. Sikap terhadap dan norma-norma subjektif membentuk suatu niat untuk berperilaku tertentu. Seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia melihat perbuatan itu sebagai sesuatu yang positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana, keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan dilakukan atau tidak. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu : a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, 15 pengetahuan, persepsi, sikap, nilai-nilai dan sebagainya. b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) seperti tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya alat-alat kontrasepsi, jamban, puskesmas, obatobatan, dan sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, tradisi, dan kepercayaan dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu sikap dan perilaku para petugas kesehatan serta ketersediaan fasilitas,juga akan mendukung dan memperkuat Pencegahan terbentuknya adalah segala suatu perilaku. kegiatan yang dilakukan untuk mencegah penyakit atau suatu masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2010). 16 2.3 Rumah Rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung yang berguna untuk menunjang kesehatan keluarga dan individu (Depkes RI, 2012). 2.3.1 Rumah Sehat Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, rumah yang memiliki jamban yang sehat, tempat pembuangan sampah, ventilasi yang baik, lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah dan kepadatan hunian rumah yang sesuai (Depkes RI, 2007). 2.3.2 Rumah Sederhana Sehat Rumah Sederhana Sehat yaitu rumah yang di bangun menggunakan konstruksi dan bahan bangunan sederhana namun masih memenuhi standar keamanan, kesehatan, dan kenyamanan dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal seperti iklim setempat, bahan bangunan, geologis, potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal, dan cara hidup masyarakat (Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2007). 17 2.3.3 Dampak Rumah yang Tidak Sehat Dari beberapa pendapat mengetahui seberapa diatas pentingnya kita rumah dapat sebagai penunjang kesehatan penghuninya, apabila rumah sehat berarti terjaminnya kesehatan penghuni yang tinggal didalamnya. Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai penyakit berbasis lingkungan. Oleh sebab itu rumah hendaknya dapat memenuhi persyaratan seperti keadaan ventilasi baik, pencahayaan cukup, tidak terlalu padat penghuni, kelembaban rumah memenuhi syarat dengan ketentuan jenis lantai dan dinding rumah kedap air serta atap rumah dalam keadaan baik agar tidak terjadi kebocoran (Dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012). Menurut Departemen kesehatan RepubIik Indonesia (Depkes, 2012) konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat merupakan faktor resiko penularan penyakit seperti DBD, malaria, flu burung, TBC, ISPA, dan lain-lain. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA yaitu seperti kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe dan bentuk rumah, kelembaban, ventilasi, pembagian ruangan, letak dapur, jenis bahan bakar yang 18 digunakan dalam memasak, tingkat penghasilan dan faktor ibu (tingkat pendidikan, pengetahuan ibu dan umur ibu). Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada daya tahan tubuh. Perumahan yang tidak mempunyai sarana air bersih yang memadai, sempit, padat, kotor akan menyebabkan anak sering terinfeksi oleh kuman dan akhirnya terkena berbagai penyakit menular. Rumah yang penghuninya sering menghisap asap dapur atau asap rokok yang terkumpul dalam rumah serta tidak punya cukup aliran udara bersih akan mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi rumah yang tidak sehat mempunyai hubungan terhadap kejadian penyakit. Yuwono (2008) menemukan lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita. Wulandari (2009) menemukan sanitasi rumah yang kurang baik menyebabkan anak-anak mudah terkena diare. 2.3.4 Kriteria Rumah Sehat Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kemenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 sebagai berikut: 19 a. Bahan bangunan: bahan-bahan yang digunakan aman untuk kesehatan, debu total kurang dari 150 μg/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan. b. Komponen penataan ruang: dinding rumah memiliki ventilasi, lantai kedap air dan mudah dibersihkan, kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan, langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan, bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir, dapur harus memiliki sarana pembuangan asap, dan ruang ditata sesuai dengan fungsi. c. Pencahayaan: baik alami ataupun buatan, langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan, tidak menyilaukan mata dan intensitas penerangan minimal 60 lux. d. Kualitas udara: kelembaban udara 40-70%, suhu udara nyaman antara 18-30o C, gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam, gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3, dan gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam. e. Ventilasi: luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai. 20 f. Vektor penyakit: tidak ada nyamuk, lalat, ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah. g. Penyediaan air: kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih atau air minum, tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari. Syarat fisik air yang baik adalah tidak berbau, air tidak berwarna, jernih dengan suhu di bawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa nyaman. Syarat kimia: air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat kimia, terutama yang berbahaya bagi kesehatan. Syarat bakteriologis: air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Misal sebagai petunjuk bahwa air telah dicemari oleh feces manusia adalah adanya Escherichia coli karena bakteri ini selalu terdapat dalam feces manusia dan sukar dimatikan dengan pemanasan air. h. Sarana penyimpanan makanan: tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman. i. Pembuangan Limbah: tidak menimbulkan bau, limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, dan tidak mencemari permukaan tanah, limbah padat harus dikelola 21 dengan baik agar tidak mencemari permukaan tanah, air tanah, dan tidak menimbulkan bau. j. Kepadatan hunian: tidak dianjurkan apabila lebih dari dua orang tidur dikamar dengan luas kamar tidur kurang lebih 8 m2. 2.3.5 Indikator Penilaian Rumah Sehat Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi 3 lingkup komponen penilaian, yaitu: a. Kelompok-komponen rumah, meliputi dinding, langit-langit, lantai, pencahayaan, ventilasi, dan sarana pembuangan asap dapur. b. Kelompok sarana sanitasi meliputi pembuangan kotoran, sarana air bersih, pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah. c. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke jamban, membuka jendela ruangan dirumah, dan membuang sampah pada tempat sampah. Syarat tempat sampah adalah terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kedap air, kuat 22 sehingga tidak mudah bocor, harus ditutup rapat sehinga tidak menarik serangga atau binatangbinatang. Maharani dkk, dalam jurnal Ecotrophic, Volume 2 No. 1 Mei 2007 menjelaskan cara pengolahan sampah rumah tangga yang baik sebagai berikut: 1. Cara penanganan limbah organik : Bahan baku utama pupuk organik adalah limbah organik. Pemanfaatan limbah organik menjadi pupuk organik memiliki banyak keuntungan, diantaranya adalah mengurangi polusi udara dan pencemaran lingkungan lainnya; pupuk organik yang dihasilkan dapat memperbaiki kualitas tanah dan tanaman. 2. Sampah anorganik biasanya berupa kaleng, botol, plastik, kertas, sampah bekas alat- alat elektronik dan lain-lain. a. Reduce (Mengurangi penggunaan) Membuat prioritas sebelum membeli barang, mengurangi atau menghindari konsumsi/penggunaan barang yang tidak dapat didaur ulang, menggunakan produk selama 23 mungkin dan membeli produk yang tahan lama. Menggunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai merupakan salah satu perilaku yang menguntungkan baik secara ekologis dan ekonomis, misalnya botol minuman dan alat elektronik. Sampah alat elektronik karena biasanya terdapat komponen yang masih layak untuk digunakan bisa dijual kepada tukang barang bekas ataupun toko servis alat-alat elektronik. b. Reuse (Menggunakan ulang) Membeli dan menggunakan barang- barang bisa digunakan ulang tanpa melalui proses pengolahan. c. Recycle (Daur ulang) Daur ulang adalah pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pendistribusian pengumpulan, pemilahan, pemrosesan, dan pembuatan produk bekas pakai. 2.3.6 Pencanangan Program Rumah Sehat Dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia melalui penyediaan perumahan sehat secara merata, khususnya bagi kelompok masyarakat 24 berpenghasilan rendah dan menengah, maka diperlukan penyediaan perumahan yang memenuhi persyaratan kesehatan, layak huni dan terjangkau (Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 403/ KPTS/ M/ 2002). Permasalahan pokok yang dihadapi pemerintah berhubungan dengan perumahan dan pemukiman adalah peningkatan 800.000 unit Pemukiman kebutuhan per rumah tahun 2005). mencapai (Dirjen rata-rata Perumahan Sedangkan dan untuk mengembangkannya diperlukan banyak lahan dengan harga yang terjangkau. Sebagai komitmen untuk ikut memenuhi kebutuhan akan perumahan, pemerintah dalam lima tahun ke depan mengharapkan bisa membangun 1.265.000 rumah baru yang terdiri atas rumah sehat sederhana yang harganya terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Rumah sehat sederhana merupakan tempat kediaman yang harganya terjangkau dan layak dihuni, berupa bangunan yang luas kavlingnya dan lantainya memadai dengan jumlah penghuni serta memenuhi persyaratan kesehatan rumah tinggal. (Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 403/ KPTS/ M/ 2002).