BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra diciptakan oleh pengarang berdasarkan realita (kenyataan) sosial
yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra
memang mencerminkan kenyataan (Luxemburg dalam Sangidu, 2007:39). Karya
sastra merupakan hasil kreativitas pengarang yang menggunakan manusia dan
segala macam segi kehidupannya sebagai objek kajiannya. Karya sastra memuat
berbagai aspek kehidupan manusia yang sangat kompleks. Manusia hidup dengan
berbagai aktivitas tingkah laku dan interaksi dengan alam dan lingkungannya.
Aktivitas dan tingkah laku manusia akan menimbulkan berbagai permasalahan
hidup yang tidak selalu stabil (Semi, 1993:8).
Siswantoro (2005:29) mengatakan bahwa novel sebagai satu bentuk karya
sastra, tentunya juga merupakan suatu gambaran dari kehidupan. Terjadinya suatu
peristiwa atau perilaku yang diperbuat oleh manusia yang berbentuk tokoh dalam
cerita selalu menggambarkan suatu realitas kehidupan. Banyak tema-tema yang
dipilih, seperti psikologi, sosial, religius, dan banyak lainnya sesuai dengan
keinginan pengarang. Di antara realita psikologi adalah kehadiran fenomena
kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi
terhadap diri dan lingkungan.
Fenomena kejiwaan bermacam-macam. Untuk itu, pisau analisis yang bisa
dimanfaatkan pun bermacam-macam, antara lain: psikologi kepribadian,
psikologi klinis, psikologi kognitif, psikologi konseling, psikologi komparatif,
psikologi pendidikan, psikologi perkembangan, psikologi biologi, psikologi
evolusi, psikologi forensik, psikologi kesehatan, psikologi sosial, dan psikologi
abnormal (wedaran.com).
Di antara karya sastra yang mengandung fenomena kejiwaan adalah novel
yang dijadikan sebagai objek material penelitian ini, yaitu novel Nekrofilia karya
Syīrīn Aḥmad Hanā`ī. Novel ini diterbitkan di Kairo pada tahun 2011 oleh
penerbit Ar-Ruwa>q li an-Nasyri wa at-Tauzi>‘i. Novel ini menceritakan tokoh
utama, seorang gadis berusia dua belas tahun, yang memiliki gangguan psikologis
karena kehidupannya yang tidak normal. Ia menderita gangguan makan yang
membuat tubuhnya sangat kurus dan terkucilkan. Ia malu dan minder dengan
tubuhnya sendiri hingga membuatnya tidak mampu untuk mengekspresikan
perasaannya. Pada akhirnya, ia menderita gangguan seksual berupa nekrofilia.
Dipilihnya novel Nekrofilia karya Syīrīn Aḥmad Hanā`ī menjadi objek
penelitian dengan memanfaatkan teori psikologi abnormal berdasarkan beberapa
pertimbangan berikut.
Pertama, adanya fenomena keabnormalan tokoh utama novel tersebut.
Kedua, hasil penelitian ini akan memberikan pengetahuan yang relatif baru, yaitu
nekrofilia dan hal-hal yang berkaitan dengan nekrofilia. Ketiga, belum
ditemukannya penelitian terhadap karya sastra Arab yang memanfaatkan teori
psikologi abnormal. Keempat, belum ditemukannya penelitian terhadap karya
Syīrīn Aḥmad Hanā`ī.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah nekrofilia sebagai perilaku abnormal tokoh utama
dalam novel Nekrofilia karya Syīrīn Aḥmad Hanā`ī.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah mengungkapkan nekrofilia sebagai perilaku
abnormal tokoh utama dalam novel Nekrofilia karya Syīrīn Aḥmad Hanā`ī dengan
memanfaatkan teori psikologi abnormal
1.4 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dilakukan terhadap objek material
maupun objek formal penelitian. Dari segi objek material, penulis tidak
menemukan karya ilmiah yang menjadikan novel Nekrofilia karya Syīrīn Aḥmad
Hanā`ī sebagai objek penelitian.
Ditinjau dari objek formal penelitian, analisis mengenai perilaku abnormal
tokoh dalam karya sastra pernah dilakukan oleh Annisa Munawaroh (2013)
melalui skripsinya yang berjudul “Perilaku Abnormal Tokoh Ikuko dan Suaminya
dalam Novel Kagi Karya Tanizaki Jun’ichirou: Analisis Psikologi Sastra”. Dari
penelitian tersebut disimpulkan bahwa dalam novel Kagi terdapat dua tokoh
utama, Ikuko dan suaminya. Ikuko menderita gangguan kepribadian berupa
histrionik yang disebabkan oleh pengalaman masa kecilnya. Gangguan
kepribadian histrionik (Histrionic Personality Disorder) adalah jenis gangguan
kepribadian yang berupa perilaku pencarian perhatian dan perilaku berlebihan
yang dramatis. Sementara itu, perilaku abnormal Ikuko adalah perselingkuhan
yang disebabkan oleh rasa kecewa dan tidak puas akan penampilan fisik suaminya
dan dalam hal hubungan seksualnya. Beberapa perilaku abnormal yang ditemukan
dalam tokoh suami Ikuko, antara lain: reaksi sementara terhadap stress yang
ditunjukkan dengan sikap apatis, mengkonsumsi alkohol secara berlebih,
menggunakan obat-obat hormon atau stimulant, menderita gangguan perilaku
seksual yang menyimpang berupa sadomasokisme dan fetisisme. Gangguangangguan tersebut muncul akibat dari rasa frustasi yang dialami oleh suami Ikuko
karena Ikuko tidak pernah menunjukkan rasa cintanya, baik secara verbal maupun
saat berhubungan seksual, juga oleh sifat suami Ikuko yang penakut dan inferior
yang membuatnya tidak berani mengungkapkan keinginan secara tegas kepada
istrinya.
Penelitian lain tentang psikologi abnormal adalah yang dilakukan
Widiastuti (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Abnormalitas Tokoh-Tokoh
dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Analisis Psikologi Sastra”.
Dalam skripsinya, ditemukan tokoh-tokoh novel yang tergolong abnormal, yaitu
tokoh Sasana, Banua, Gembul, tokoh-tokoh Tentara, dan Elis. Abnormalitas yang
dialami oleh tokoh Sasana adalah perilaku transgender sebagai bentuk gangguan
identitas gender, persepsi yang salah tentang lingkungan sebagai bentuk gangguan
skizofrenia, dan mengingat kembali kejadian traumatis yang pernah dialaminya
sebagai bentuk gangguan stres pascatrauma. Perilaku abnormal yang dialami oleh
Banua dan Gembul adalah bunuh diri. Selain itu, gembul juga cenderung
menghindari hubungan sosial karena gangguan kepribadian skizoid yang
dideritanya. Perilaku abnormal yang dilakukan oleh tokoh tentara adalah tindakan
perkosaan sadistik terhadap tokoh Sasana, sementara perilaku abnormal yang
dilakukan oleh tokoh Elis adalah prostitusi yang meliputi prostitusi demi imbalan
uang dan prostitusi akibat trauma hubungan pernikahan.
Penelitian lain dengan pisau analisis psikologi abnormal adalah yang
dilakukan Denta Sahputri (2010) melalui skripsinya yang berjudul “Gangguan
Jiwa dan Perilaku Abnormal Tokoh-tokoh Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika:
Analisis Psikologi Sastra”. Dari skripsinya, Denta Sahputri (2010) menganalisis
novel Dadaisme dengan memanfaatkan teori abnormalitas dan kepribadian.
Tokoh-tokoh dalam novel yang diteliti adalah Nadena, Aleda, Labai, Magnos, Flo,
Ken, Jing, Jo, Bim, Asril, Isebala, dan Yusna. Gangguan jiwa dan perilaku
abnormal yang ditemukan pada tokoh-tokoh tersebut adalah depresi, frustasi,
gangguan disosiatif, skizofrenia, kepribadian ganda, kepribadian antisosial,
kepribadian sadistik, perilaku kriminal, homoseksualitas, inses, perselingkuhan,
sampai dengan perzinahan dan perilaku seksual bebas.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, dapat diketahui bahwa terdapat
sejumlah penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini
ditinjau dari objek formalnya, yakni dalam hal pendekatan psikologi sastra dengan
penerapan teori psikologi abnormal. Akan tetapi, penelitian sejenis yang
diterapkan terhadap objek material berupa karya sastra Arab belum ditemukan.
Hal
tersebut
mendorong
peneliti
untuk
melakukan
penelitian
dengan
menggunakan analisis psikologi sastra dengan penerapan psikologi abnormal
terhadap novel Nekrofilia karya Syīrīn Aḥmad Hanā`ī.
1.5 Landasan Teori
Berdasarkan tujuan penelitian di depan, yaitu mengungkapkan nekrofilia
sebagai perilaku abnormal tokoh utama, maka teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori struktural dan teori psikologi sastra. Teori struktural
dimanfaatkan untuk menentukan tokoh utama, penokohan, serta alur dalan novel
Nekrofilia karya Syīrīn Aḥmad Hanā`ī. Sementara teori psikologi sastra dengan
menggunakan teori psikologi abnormal dimanfaatkan untuk mengungkapkan
nekrofilia sebagai perilaku abnormal tokoh utama.
1.5.1 Teori Struktural
Teori struktural adalah suatu teori yang memandang bahwa karya sastra
merupakan sebuah struktur yang terdiri atas unsur-unsur intrinsik yang masingmasing mempunyai fungsi dan saling berkaitan (Teeuw: 1984:135). Unsur
intrinsik karya sastra adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta
membangun cerita dan secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya
sastra (Nurgiyatoro, 2002:30). Dalam penelitian ini, teori struktural digunakan
untuk menentukan tokoh utama, penokohan, serta alur karena unsur-unsur tersebut
dibutuhkan sebagai dasar penelitian psikologi terhadap tokoh utama dalam novel
Nekrofilia.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2013:259).
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan pada cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 2013:247). Melalui
penokohan, cerita menjadi lebih nyata dalam angan-angan pembaca sehingga bisa
dengan jelas membayangkan wujud tokoh dan kehidupan yang dialaminya dalam
cerita.
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita
(Stanton, 2012:26). Peristiwa satu dengan peristiwa lain memiliki hubungan satu
sama lain, sehingga tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada seluruh
karya. Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2013:209-210) membagi alur menjadi lima
tahapan. Kelima tahapan itu adalah tahap penyituasian (pengenalan tokoh,
penokohan, serta latar cerita), tahap pemunculan konflik (pemunculan masalah
dan konflik antartokoh), tahap peningkatan konflik (peristiwa semakin rumit
sehingga konflik meningkat), tahap klimaks (masalah dan konflik mencapai titik
puncak), tahap penyelesaian (penyelesaian masalah dan konflik antartokoh).
1.5.2 Teori Psikologi Sastra
Setelah digunakan teori struktural untuk menentukan tokoh, penokohan,
dan alur, penelitian dilanjutkan dengan menggunakan teori psikologi sastra berupa
teori psikologi abnormal. Teori ini dimanfaatkan untuk mengetahui kelainan
psikologi yang diderita tokoh utama.
Psikologi sastra adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan
karya sastra sebagai posisi dominan dalam penelitian dengan tujuan memahami
aspek-spek yang ada pada karya sastra (Ratna, 2011:342 & 344). Untuk dapat
dianalisis dengan psikologi sastra, tentunya karya sastra harus mengandung unsur
psikologi atau peristiwa-peristiwa yang dapat disangkutkan dengan psikologi di
dalamnya. Teori psikologi sastra merupakan ilmu yang memandang karya sastra
adalah karya yang memuat di dalamnya peristiwa-peristiwa kehidupan manusia
yang diperankan oleh tokoh imajiner atau faktual (Semi, 1993:76).
Psikologi abnormal (abnormal psychology) merupakan salah satu cabang
psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal seseorang.
Psikologi abnormal mencakup sudut pandang yang lebih luas tentang perilaku
abnormal dibandingkan studi tentang gangguan mental (Nevid dkk., 2003:4).
Penentuan perilaku abnormal atau abnormalitas didasarkan pada beberapa kriteria,
antara lain: kejarangan statistik, pelanggaran norma, distress pribadi, disabilitas
atau disfungsi perilaku, dan respons yang tidak diharapkan (Davison dkk., 2010:5)
Dalam psikologi abnormal, Davison dkk (2010:611) membagi gangguan
seksual menjadi empat macam, yaitu gangguan identitas gender (GIG), perkosaan,
disfungsi seksual, dan parafilia. Gangguan Identitas Gender (GIG) merupakan
keyakinan yang dalam dan terus-menerus dalam diri individu bahwa struktur
seksual anatomiknya dan rasa kedirian psikologis sebagai laki-laki atau
perempuan tidak sama (Davison dkk., 2010:669). Orang yang menderita GIG
yang kadang disebut transeksualisme, merasa bahwa dirinya adalah orang yang
berjenis kelamin berbeda dengan dirinya saat ini. Mereka tidak menyukai aktivitas
atau pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin. Gangguan ini biasa muncul sejak
awal masa kanak-kanak.
Perkosaan adalah pola perilaku yang mengakibatkan trauma sosial dan
psikologis yang hebat pada korbannya. Dalam bidang hukum, perkosaan dibagi
dalam dua kategori, yaitu secara paksa dan secara hukum. Perkosaan secara paksa
adalah hubungan seksual dengan orang yang tidak bersedia melakukannya,
sedangkan perkosaan secara hukum adalah hubungan seksual dengan orang yang
berusia di bawah umur dewasa.
Disfungsi seksual yaitu berbagai masalah seksual yang biasanya dianggap
mencerminkan hambatan dalam siklus respons seksual normal (Davison dkk.,
2010:621). Istilah disfungsi seksual merujuk kepada suatu abnormalitas dalam
kemampuan merespons dan reaksi seksual yang dimunculkan oleh seseorang
(Halgin & Whitbourne, 2009:314). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM) mengkategorikan gangguan ini menjadi empat kelompok, yaitu
gangguan nafsu seksual, gangguan gairah seksual, gangguan orgasme, dan
gangguan nyeri seksual.
Parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan
seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada
umumnya (Davison dkk., 2010:621). Adapun tipe-tipe penting parafilia adalah:
fetishisme, fetishisme transvestik, pedofilia dan incest, eksibisionisme, voyeurism,
froteurisme, sadisme seksual, mesokisme seksual.
Fetishisme adalah ketergantungan pada benda-benda mati untuk dapat
mengalami gairah seksual. Fetishisme Transvestik atau yang disebut dengan
transvestisme adalah tindakan memakai pakaian lawan jenis, biasanya dengan
tujuan memperoleh gairah seksual. Pedofilia dan incest yaitu lebih menyukai
untuk berhubungan seks dengan anak kecil dan dalam kasus incest adalah dengan
anggota keluarganya sendiri. Voyeurism yaitu lebih menyukai untuk mengintip
orang lain yang sedang tanpa busana atau berhubungan seks. Eksibisionisme
adalah mendapatkan kepuasan seksual dengan memamerkan alat kelamin kepada
orang yang tidak dikenal yang tidak menginginkannya. Froteurisme yaitu
mendapatkan kontak seksual dengan menggosokkan kelaminnya ke seorang
perempuan atau memegang tubuh perempuan di tempat umum. Sadisme seksual
adalah ketergantungan pada tindakan untuk menyakiti dan mempermalukan orang
lain untuk mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual. Mesokisme seksual
adalah mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual dengan membiarkan
dirinya disakiti, biasanya oleh seorang sadistis (Davison dkk., 2010:621).
Halgin dan Whitbourne dalam bukunya yang berjudul Psikologi Abnormal
(2009:292), menyebutkan contoh-contoh dari parafilia, yaitu: skatologia melalui
telepon, zoofilia (zoophilia), koprofilia (coprophilia), klismafilia (klismaphilia),
urofilia
(urophilia),
autagonistophilia,
somnophilia,
stigmathophilia,
autonepiophilia, nekrofilia (necrophilia).
Skatologia melalui telepon yaitu melakukan telepon cabul, seperti
menggambarkan aktivitas masturbasi seseorang dengan sangat detail, mengancam
memerkosa korban, atau mencoba menggali aktivitas seksual si korban. Zoofilia
(zoophilia) adalah melakukan seks dengan binatang atau memiliki fantasi
berulang melakukan seks pada binatang. Koprofilia (coprophilia) yaitu
mendapatkan
kepuasan
seksual
dari
kontak
dengan
feses.
Klismafilia
(klismaphilia) yaitu mendapatkan kepuasan seksual dari menggunakan enema
(suntikan pada anus). Urofilia (urophilia) yaitu mendapatkan kepuasan seksual
dari melakukan kontak dengan urine. Autagonistophilia adalah melakukan seks di
depan orang lain. Somnophilia adalah melakukan seks dengan orang yang sedang
tidur. Stigmathophilia yaitu mendapatkan kepuasan seksual dengan menusuk kulit
atau tato. Autonepiophilia adalah memakai popok untuk mendapatkan kepuasan
seksual. Nekrofilia (necrophilia) merupakan gangguan ketika seseorang
terpuaskan secara seksual dari melihat atau melakukan kontak seksual dengan
mayat (Halgin dan Whitbourne, 2009:292).
1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
struktural dan metode analisis psikologi sastra. Metode analisis struktural
merupakan metode yang mengungkapkan atau membongkar, dan memaparkan
secermat, seteliti, dan semendetail mungkin keterkaitan semua unsur karya sastra
yang menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Metode analisis
struktural digunakan untuk menemukan tokoh utama, penokohan, dan alur.
Metode selanjutnya adalah analisis psikologi sastra. Terdapat tiga macam
cara untuk menganalisis suatu karya sastra dengan menggunakan metode
psikologi sastra. Pertama, menguraikan hubungan ketidaksengajaan antara
pengarang dan pembaca. Kedua, menguraikan kehidupan pengarang untuk
memahami karyanya. Ketiga, menguraikan karakter para tokoh yang ada dalam
karya yang diteliti (Scott, 1962:69-70). Pada penelitian ini digunakan metode
ketiga, yaitu menguraikan karakter tokoh yang ada dalam karya yang diteliti.
Dalam hal ini, penelitian hanya akan dipusatkan pada tokoh utama, yaitu
mengetahui abnormalitas yang diderita oleh tokoh utama dalam novel Nekrofilia.
Dengan demikian langkah penelitian novel Nekrofilia karya Syīrīn Aḥmad
Hanā`ī adalah sebagai berikut. Pertama menentukan karya sastra yang akan
dijadikan sebagai objek penelitian ini, yaitu novel Nekrofilia karya Syīrīn Aḥmad
Hanā`ī. Kedua menentukan teori-teori yang relevan untuk penelitian ini, yaitu
teori struktural dan teori psikologi sastra dengan memanfaatkan teori psikologi
abnormal. Ketiga menentukan metode yang sesuai dengan teori, yaitu metode
analisis struktural yang difokuskan pada tokoh utama dan penokohannya, serta
alur dan metode analisis psikologi sastra dengan memanfaatkan teori psikologi
abnormal untuk mengungkapkan nekrofilia sebagai perilaku abnormal tokoh
utama cerita. Keempat mengumpulkan data-data penelitian berupa kalimat yang
menggambarkan tokoh utama, penokohan, dan alur, kemudian menganalisisnya
dengan memanfaatkan metode analisis sastra. Kelima mengumpulkan data-data
penelitian yang berupa kalimat-kalimat yang menggambarkan nekrofilia sebagai
perilaku
abnormal
tokoh
utama,
kemudian
menganalisisnya
dengan
memanfaatkan metode psikologi abnormal berdasar pada hasil penelitian
struktural. Keenam adalah melaporkan hasil penelitian.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian novel Nekrofilia terdiri dari empat
bab. Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika
penulisan, dan pedoman transliterasi Arab-Latin. Bab II adalah biografi pengarang
dan sinopsis novel Nekrofilia. Bab III adalah tokoh utama dan nekrofilia. Bab IV
adalah kesimpulan yang diikuti oleh dengan daftar pustaka beserta ringkasan
dalam bahasa Arab.
1.8 Pedoman Transliterasi
Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam skripsi ini berdasarkan keputusan
bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan & Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor: 158 tahun 1987 Nomor: 0543b/U/1987.
a.
Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan
dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah
ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin.
Huruf Arab
‫ا‬
Alif
Huruf Latin
Tidak dilambangkan
2
‫ب‬
bā`
B
3
‫ت‬
tā`
T
4
‫ث‬
Ṡā`
S|
5
‫ج‬
Jīm
J
6
‫ح‬
hā`
H{
7
‫خ‬
khā`
Kh
8
‫د‬
Dal
D
9
‫ذ‬
Żal
Z|
10
‫ز‬
rā`
R
11
‫ش‬
Zai
Z
12
‫ض‬
Sīn
S
13
‫ش‬
Syīn
Sy
14
‫ص‬
ṣād
S{
15
‫ض‬
Dād
D{
16
‫ط‬
ṭāˋ
T{
17
‫ظ‬
ẓāˋ
Z{
18
‫ع‬
‘ain
‘ (apostrof)
19
‫غ‬
Gain
G
20
‫ف‬
fāˋ
F
21
‫ق‬
Qāf
Q
22
‫ك‬
Kāf
K
23
‫ل‬
Lām
L
24
‫م‬
Mīm
M
25
‫ن‬
Nūn
N
26
‫و‬
Wāwu
W
27
28
‫ي‬
‫ء‬
Hāˋ
H
29
‫ي‬
Hamzah
Yā`
`
Y
No
1
Nama
b. Vokal
Vokal bahasa Arab, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal
rangkap atau diftong, dan vokal panjang.
Vokal tunggal
Arab
Latin
‫ﹷ‬
A
‫ﹻ‬
I
‫ﹹ‬
U
Vokal rangkap
Arab
Latin
ْ‫ي‬..‫ﹶ‬.َ
Ai
Au
ْ‫و‬..‫ﹶ‬.َ
Vokal panjang
Arab
Latin
‫ا‬...َ ّ
‫ﹶ‬
a>
‫ي‬...
‫ﹻ‬
i>
‫ و‬..‫ﹸ‬.ُ
u>
Contoh :
c.
‫َة‬
َ َ
: kataba
‫ُذ ِ َس‬
: z|ukira
ُ‫َ ْر َة‬
: yaz|habu
Tā` Marbūṭah
Transliterasi untuk tā` marbūṭah ada dua. Pertama, tā` marbūṭah hidup
atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah, transliterasinya adalah
/t/.Kedua, tā` Marbūṭah mati atau mendapat sukūn, transliterasinya adalah
/h/.Kalau pada kata yang terakhir dengan tā` marbūṭah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al serta kedua kata itu terpisah, maka tā` marbūṭah itu
ditransliterasikan dengan /h/.
Contoh:
‫ المد ىة المى ّىزة‬: al-Madinah al-Munawwarah atau al-Madinatul-
Munawwarah.
d.
Syaddah
Tanda Syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang
diberi tanda syaddah tersebut.
Contoh:
‫ و ّصل‬: nazzala
e.
Kata Sandang
Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh
huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah.
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf
yang langsung mengikuti kata sandang tersebut.
Contoh:
‫ ال ّشمط‬: asy-syamsu
Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya, yaitu /I/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
‫ القمس‬: al-qamaru
f.
Hamzah
Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak di tengah dan akhir
kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab
berupa alif.
Contoh:
‫ ّن‬: inna,
‫ أخر‬: ya`khużu,
‫شيء‬: syai`un
g.
Penulisan Kata
Pada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu
yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain
karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya
dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya.
Contoh:
‫ و ّن هللا لهى خيس السّ اشقيه‬: Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn atau
Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn.
h. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi
dalam transliterasinya, huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD).
Contoh:
‫ و ما محمد الّ زظىل‬: Wa mā Muḥammadun illā rasūl
Download