Unduh Berkas - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan

advertisement
DARI REDAKSI
Gambar Sampul:
Isa Islamawan, SH
SUSUNAN REDAKTUR
PENASIHAT
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
PENANGGUNG JAWAB
Sekretaris Ditjen Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
KETUA REDAKSI
Kepala Bagian Hukum, Organisasi, Dan
Hubungan Masyarakat
SEKRETARIS REDAKSI
Kepala Subbagian Advokasi Hukum dan
Hubungan Masyarakat
ANGGOTA REDAKSI
Beluh Mabasa Ginting, ST. M.Si
Edi Setiawan, MKM
Tian Nugraheni, S.Farm., Apt
Tri Ratna Rezeki, S.Farm.,Apt
Rivo Yolandra, SH
ALAMAT REDAKSI
Jln. H.R. Rasuna Said Blok X5
Kav. 4 - 9, Jakarta Selatan
Kementerian Kesehatan RI
Setditjen Kefarmasian dan Alkes,
Subbagian Advokasi Hukum & Humas
Lt. 8 R.802
(021) 5214869 / 5201590 Ext. 8009
PENGANTAR
Edisi perdana di tahun 2017 ini menyampaikan rangkuman
pencapaian Farmalkes sampai tahun 2016 dalam upaya
mewujudkan ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas;
kemandirian bahan baku obat, obat tradisional, dan alkes;
serta terjaminnya produk alkes dan PKRT yang memenuhi
syarat. Upaya tersebut terus dilaksanakan oleh seluruh jajaran
Farmalkes mulai dari tingkat pusat sampai pelaksana di
pelayanan dan masyarakat.
Kami juga menyampaikan berbagai liputan terkait kegiatan
Kementerian Kesehatan maupun Ditjen Kefarmasian dan Alat
Kesehatan seperti Rakerkesnas 2017; Jumpa Pers Akhir Tahun;
Peringatan Hari Kanker Sedunia; Pertemuan Koordinasi SaiSaiba; Pertemuan Asistensi Aplikasi e-report bagi Petugas;
ISO 9001:2015; dan Artikel tentang Tembakau Gorila.
Akhir kata, semoga informasi yang kami sampaikan dalam
Buletin ini bisa dinikmati oleh pembaca semua.
Salam Sehat!
DAFTAR ISI
Rakerkesnas 2017
03
26
WTP, Yang Dinanti dan
Selalu Diupayakan
Capaian Kinerja
Ditjen Farmalkes
Tahun 2016
09
28
Tingkatkan Kepedulian
Masyarakat terhadap
Gejala Kanker
Refleksi Akhir Tahun
16
29
AB-CHMINACA, Ganja Sistetis
yang Menstimulan
Tembakau Cap Gorila
Asistensi Aplikasi E-report
Bagi Petugas Dalam Rangka
Meningkatkan Pengawasan
Sarana Produksi dan
Distribusi Alkes dan PKRT
22
Perbaiki dan Tingkatkan
Mutu Pelayanan dengan ISO
9001:2015
25
TOPIK UTAMA
RAKERKESNAS 2017
Menteri Kesehatan Nila Farid
Moeloek menyatakan, Rapat
Kerja Kesehatan Nasional
(Rakerkesnas) 2017 menjadi
ajang bagi seluruh komponen
bangsa untuk mewujudkan
Indonesia Sehat.
3
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
P
embangunan kesehatan adalah investasi utama bagi
pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Pembangunan kesehatan pada dasarnya adalah
upaya untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, serta
kemampuan setiap orang untuk dapat berperilaku hidup
yang sehat untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.Untuk mewujudkan hal tersebut,
perlu perencanaan pembangunan kesehatan yang sistematis,
terarah, terpadu dan menyeluruh, serta dibutuhkan
keterlibatan berbagai sektor dan seluruh komponen bangsa
dalam pelaksanaannya. Sebagai salah satu upaya optimalisasi
serta akselerasi hasil kerja dan kontribusi berbagai sektor
dalam pelaksanaan program pembangunan kesehatan maka
diselenggarakan forum komunikasi dan informasi antara
para pemangku kepentingan dari berbagai
lintas sektor yang melibatkan lebih kurang
1.787 peserta baik di tingkat Pusat maupun
Daerah, yaitu Rapat Kerja Kesehatan
Nasional (Rakerkesnas) tahun 2017 yang
mengusung tema “Sinergi Pusat dan Daerah
dalam Pelaksanaan Pendekatan Keluarga
untuk Mewujudkan Indonesia Sehat” yang
dilaksanakan mulai 26 Februari 2017 s.d
1 Maret 2017 di Jakarta. Rakerkesnas
2017 merupakan media komunikasi dan
interaksi antara pusat dan daerah dalam
mensinergikan pelaksanaan pembangunan
kesehatan yang dibuka oleh Bapak Presiden
Joko Widodo pada 28 Februari 2017.
Adapun rangkaian kegiatan Rakerkesnas
2017 adalah sebagai berikut:
Pra Rakerkesnas (26-27 Februari
2017).
Kegiatan yang dihadiri para peserta yang
berasal dari Pusat dan Daerah ini pada hari
pertama akan diawali dengan pembahasan
mengenai kebijakan kesehatan, evaluasi
program pembangunan kesehatan, peluang
dan tantangan di bidang kesehatan, yang
dihadiri oleh Menteri Kesehatan RI bersama
seluruh jajaran pimpinan tinggi madya
di lingkungan Kementerian Kesehatan
RI. Pada kesempatan tersebut, dilakukan
juga penandatanganan Kontrak Kinerja
Dekonsentrasi oleh para Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
Pada hari kedua pelaksanaan,
dilaksanakan serangkaian kegiatan terdiri
dari pameran serta dilakukan beberapa
penandatanganan nota kesepahaman
antara Kementerian Kesehatan dengan
pihak terkait seperti dunia usaha dan mitra
strategis, perwakilan perhimpunan dan
Pemerintah Daerah terkait implementasi
program Wajib Kerja Dokter Spesialis
(WKDS).
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
4
TOPIK UTAMA
Rakerkesnas (28 Februari s.d
1 Maret 2017)
Rakerkesnas 2017 ditandai
dengan pembukaan resmi oleh
Presiden Joko Widodo yang akan
dilanjutkan dengan peluncuran
program Wajib Kerja Dokter
Spesialis (WKDS) dan Pencanangan
Pembangunan 124 Puskesmas di
Perbatasan.
Kegiatan selanjutnya adalah
paparan dari para narasumber
yang berasal dari lintas sektor,
beberapa materi diantaranya
mengenai: 1) Lintas sektor untuk
mewujudkan Gerakan Masyarakat
Sehat (GERMAS) oleh Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan; 2)
Pendekatan Keluarga sebagai
Pilar Pembangunan Kesehatan
oleh Kementerian Kesehatan; 3)
Kebijakan Anggaran Kesehatan
oleh Kementerian Keuangan;
4) Implementasi SPM Bidang
Kesehatan oleh Kementeriam
Dalam Negeri; 5) Pembangunan
Rumah Desa yang Sehat oleh
Kementerian Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
6) Sinergitas dalam Meningkatkan
Pengawasan Obat dan Makanan
oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan; 7) Sinergitas dalam
Pelayanan KB di Fasilitas Kesehatan
5
oleh Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional; 8)
Jaminan Kesehatan Nasional dalam
Peningkatan Pelayanan Kesehatan
oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Bidang
Kesehatan. Sementara itu, kegiatan
Rakerkesnas 2017 diakhiri dengan
dialog interaktif dan diakhiri dengan
pembacaan rekomendasi hasil
Rakerkesnas 2017.
GERMAS Melalui Pendekatan
Keluarga Wujudkan Indonesia
Sehat.
Pada intinya, pembangunan
kesehatan yang semula bersifat
kuratif dan rehabilitatif kini lebih
diarahkan pada upaya kesehatan
yang bersifat promotif dan
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
preventif. Untuk itu, diperlukan
upaya penguatan tiga pilar
pembangunan kesehatan yaitu:
Paradigma Sehat, Penguatan
Pelayanan Kesehatan dan Jaminan
Kesehatan Nasional. Utamanya
pada pilar pertama paradigma
sehat diimplementasikan
melalui dua pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan Keluarga dimana
aktivitas kegiatannya sepenuhnya
dilakukan oleh jajaran kesehatan
khususnya ditingkat Puskesmas dan
2) Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS) yang mana kegiatannya
tidak hanya dilakukan oleh jajaran
kesehatan saja, namun juga lintas
sektor. Kegiatan GERMAS Hidup
sehat difokuskan pada tiga kegiatan:
1) melakukan aktivitas fisik, 2)
mengonsumsi sayur dan buah, 3)
memeriksa kesehatan secara rutin.
Pelaksanaan GERMAS harus
dilaksanakan oleh seluruh lapisan
masyarakat, lintas Kementerian
dan lintas sektor baik pemerintah
pusat dan daerah, swasta, dunia
usaha, organisasi kemasyarakatan,
serta masyarakat, untuk bersamasama berkontribusi mewujudkan
masyarakat Indonesia yang lebih
sehat.
TOPIK UTAMA
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
6
TOPIK UTAMA
7
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
8
TOPIK UTAMA
CAPAIAN KINERJA
DITJEN FARMALKES
TAHUN 2016
B
erdasarkan Peraturan
Presiden Republik
Indonesia Nomor
35 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kesehatan, Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam
melaksanakan tugas tersebut,
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan dituntut untuk
melaksanakan pemerintahan
berbasis kinerja dalam rangka
mewujudkan birokrasi yang bersih
dan akuntabel, efektif dan efisien,
serta memiliki pelayanan publik
yang berkualitas.
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan berperan
dalam mendukung Program
Indonesia Sehat, dalam hal
menjamin akses, kemandirian dan
mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan, yang salah satunya
diindikasikan oleh tersedianya
9
obat dan vaksin di puskesmas.
Sesuai Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2015
tentang Kementerian Kesehatan,
perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang kefarmasian
dan alat kesehatan menjadi tugas
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan. dimana ada 3
tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1. Terwujudnya peningkatan
ketersediaan obat dan vaksin
di Puskesmas.
Strategi yang disusun untuk
mencapai tujuan ini adalah:
a. Menyusun regulasi
perusahaan farmasi untuk
memproduksi bahan baku
obat dan obat tradisional
serta menggunakannya dalam
produksi obat dan obat
tradisional dalam negeri, dan
bentuk insentif bagi percepatan
kemandirian nasional.
b. Mengembangkan Pokja ABGC
(Academic-Business-GovermentCommunity Colaboration)
dalam pengembangan dan
produksi bahan baku obat, obat
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
tradisional, dan alat kesehatan
dalam negeri.
c. Membangun sistem informasi
dan jaringan informasi
terintegrasi di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan.
d. Menjadikan tenaga kefarmasian
sebagai tenaga kesehatan
strategis.
e. Meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian dan penggunaan
obat rasional melalui penguatan
manajerial, regulasi, edukasi
serta sistem monev.
f. Mewujudkan Instalasi Farmasi
Pusat sebagai center of excellence
untuk manajemen pengelolaan
obat, vaksin dan perbekalan
kesehatan di sektor publik.
g. Memperkuat tata laksana HTA
dan pelaksanaannya dalam
seleksi obat dan alat kesehatan
untuk program pemerintah
maupun manfaat paket JKN.
2. Terwujudnya kemandirian
bahan baku obat, obat
tradisional dan alat
kesehatan.
TOPIK UTAMA
Strategi yang disusun untuk
mencapai tujuan ini adalah:
a. Menyusun regulasi
perusahaan farmasi dalam
memproduksi bahan baku
obat dan obat tradisional
serta menggunakannya dalam
produksi obat dan obat
tradisional dalam negeri, dan
bentuk insentif bagi percepatan
kemandirian nasional.
b. Mengembangkan Pokja ABGC
dalam pengembangan dan
produksi bahan baku obat, obat
tradisional, dan alat kesehatan
dalam negeri.
c. Membangun sistem informasi
dan jaringan informasi
terintegrasi di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan.
d. Meningkatkan kesadaran dan
kepedulian masyarakat dan
tenaga kesehatan tentang
pentingnya kemandirian bahan
baku obat, obat tradisional dan
alat kesehatan dalam negeri
yang berkualitas dan terjangkau.
e. Percepatan tersedianya produk
generik bagi obat-obat yang baru
habis masa patennya.
3. Terjaminnya produk alat
kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga
(PKRT) yang memenuhi
syarat di peredaran.
Strategi yang disusun untuk
mencapai tujuan ini adalah:
a. Menyusun regulasi penguatan
kelembagaan dan sistem
pengawasan pre dan post
market alat kesehatan dan PKRT.
b. Menyusun regulasi penguatan
penggunaan dan pembinaan
industri alat kesehatan dalam
negeri.
c. Membangun sistem informasi
dan jaringan informasi
terintegrasi di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan.
Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015
tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun
2015-2019, Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
adalah meningkatnya akses
dan mutu sediaan farmasi, alat
kesehatan dan PKRT, dengan tujuan
yang akan dicapai pada tahun 2016
adalah:
a. Persentase ketersediaan obat
dan vaksin di Puskesmas
menjadi 80%.
b. Jumlah bahan baku obat
dan obat tradisional serta
alat kesehatan (alkes) yang
diproduksi di dalam negeri
(kumulatif) sebanyak 14 jenis.
c. Persentase produk alkes
dan PKRT di peredaran yang
memenuhi syarat sebesar 77%.
Dari indikator kinerja tahun
2016 tersebut, Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
dengan capaian:
a. Persentase ketersediaan obat
dan vaksin di puskesmas sebesar
81,57%.
b. Jumlah bahan baku obat dan
obat tradisional serta alkes
yang diproduksi di dalam negeri
(kumulatif) sebanyak 23 jenis.
c. Persentase produk alkes
dan PKRT di peredaran yang
memenuhi syarat sebesar
94,80%.
Keberhasilan Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
dalam mencapai target indikator
kinerja di tahun kedua Renstra
2015-2019 merupakan hasil
kerja keras seluruh komponen,
pendayagunaan sumber daya yang
optimal, dan perencanaan program
kegiatan, upaya penyusunan
peraturan perundang-undangan
bidang kefarmasian dan alat
kesehatan, serta monitoring dan
evaluasi pelaksanaan kegiatan yang
terus berkelanjutan.
Dalam pelaksanaannya,
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan memiliki upaya
dan prestasi yang telah dicapai
pada tahun 2016 antara lain:
1. Kementerian Kesehatan
mendapatkan Peringkat Pertama
untuk Anugerah Cinta Karya
Bangsa kategori Kementerian/
LNPK, sebagai apresiasi dalam
melaksanakan program
Peningkatan Penggunaan
Produk Dalam Negeri. Penilaian
tersebut didasarkan pada
aspek komitmen, perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan
pada pengadaan barang/
jasa dalam meningkatkan
penggunaan produk dalam
negeri. Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
berperan aktif dalam mendorong
pencapaian peningkatan
penggunaan produk sediaan
farmasi dan alat kesehatan
dalam negeri
2. Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan terus
melakukan upaya promosi
untuk menarik minat investor
dan pelaku usaha, pembinaan
kepada industri alat kesehatan
dalam negeri agar meningkatkan
kualitas produk dan kapasitas
produksi, melakukan sosialisasi
dan advokasi terhadap
pemerintah daerah maupun
sarana pelayanan kesehatan
agar menggunakan alat
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
10
TOPIK UTAMA
kesehatan dalam negeri. Sejak tahun 2015 telah
dilakukan berbagai upaya pembinaan terhadap
industri alat kesehatan dalam negeri, sehingga
mampu diproduksi 7 (tujuh) jenis alat kesehatan
dalam negeri.
3. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
berupaya untuk mewujudkan kemandirian bahan
baku obat, terutama yang bersumber dari bahan
alam. Bersama Pemerintah Daerah setempat,
dibentuklah Pusat Penanganan Pasca Panen
Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah
(PED) untuk meningkatkan derajat kemanfaatan
bahan baku obat bersumber alam. Sampai
dengan tahun 2016, telah dibentuk 13 P4TO dan
3 PED. Pusat-pusat tersebut berkontribusi untuk
meningkatkan kualitas hasil panen setempat untuk
dimanfaatkan oleh industri obat maupun obat
tradisional.
4. Ombudsman Republik Indonesia memberikan
Predikat Kepatuhan Tinggi terhadap standar
pelayanan publik sesuai Undang-undang No.25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik kepada
Kementerian Kesehatan RI. Kontribusi tersebut
didapatkan dari Unit Pelayanan Terpadu dalam hal
12 produk layanan Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
5. Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
memperoleh Sertifikat Sistem Manajemen ISO
9001:2015 dengan menerapkan sistem manajemen
sesuai standar untuk ruang lingkup Jasa Pelayanan
Penyusunan Formularium Nasional.
6. Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
mempunyai komitmen untuk melakukan
sertifikasi ulang (re-sertifikasi) ISO 9001:2008
serta mengembangkan dan menerapkan sistem
manajemen mutu ISO 9001:2015 sebagai bentuk
peningkatan dari SMM ISO 9001:2008. Re-sertifikasi
ISO 9001:2015 bertujuan untuk meningkatkan
kinerja aparatur, sistem birokrasi yang lebih efektif
dan efisien dalam pelayanan publik terkait perizinan
alat kesehatan dan PKRT serta surat keterangan alat
kesehatan dan PKRT pada Direktorat Penilaian Alat
Kesehatan dan PKRT.
7. Instalasi Farmasi Pusat yang dikelola oleh Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan c.q.
Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan memperoleh Sertifikat ISO 9001: 2015
11
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
sebagai bentuk penerapan sistem manajemen mutu.
8. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, Direktorat Pengawasan alat Kesehatan
dan PKRT melakukan berbagai upaya perbaikan dan
Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat
diantaranya penerapan sistem manajemen mutu
ISO 9001: 2015 dimana pelayanan publik kepada
masyarakat dilaksanakan sesuai dengan asas
kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara,
kepentingan umum, keterbukaan, proporsional,
akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Proses
penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:
2015 di Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan
PKRT meliputi Perizinan Produksi Alat Kesehatan,
Perizinan Produksi PKRT, dan Perizinan Penyalur Alat
Kesehatan.
9. Sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras satuan
kerja untuk menjadi bagian dalam pelaksanaan
rekonsiliasi yang baik, benar dan cepat, maka
KPPN Jakarta VII memberikan penghargaan
kepada Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan yang merupakan salah
satu dari 253 mitra kerja dari KPPN Jakarta VII.
Penghargaan ini selalu diperoleh setiap tahunnya
semenjak tahun 2014, yang menunjukkan bahwa
Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan memiliki komitmen yang tinggi dalam
mempertahankan prestasi kinerjanya. Pemberian
piagam tersebut dibarengi juga dengan pemberian
fasilitas rekonsiliasi dan penyerahan SPM ke loket
pelayanan tanpa antrian karena menjadi Satker
Prioritas selama tiga bulan (Desember 2016 s/d
Maret 2017).
10.Dukungan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
dalam Program Indonesia Sehat dilakukan salah
satunya melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(Germas) sebagai upaya promotif dan preventif.
Dalam rangka memeriahkan HKN ke-52, Minggu 13
November 2016, Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan bersama Badan POM, Ikatan
Keluarga Alumni (IKA ISMAFARSI), ISMAFARSI dan
Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia DKI
Jakarta mengadakan Aksi Sehat untuk Indonesia di
Car Free Day Bundaran HI Jakarta. Aksi ini diikuti oleh
1100 mahasiswa farmasi, apoteker dan masyarakat
yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
11.Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas
Menggunakan Obat (GeMa CerMat) di Jabodetabek,
TOPIK UTAMA
pada tanggal 6 November 2016 dilakukan di Stasiun
Tangerang, Stasiun Kranji, Stasiun Bogor dan Stasiun
Kebayoran ini merupakan hasil kerjasama Direktorat
Pelayanan Kefarmasian dengan Komunitas
Pengguna KRL. Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan
lomba foto bersama mock up GeMa CerMat
12.Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas
Menggunakan Obat (GeMa CerMat) dengan
melibatkan stakeholder pada tanggal 17 Oktober
2016 di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
dihadiri oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Anggota Komisi IX DPR RI (dr. Verna Gladies Merry
Inkiriwang), Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah,
Bupati Kabupaten Banggai, beserta jajarannya.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Kegiatan
Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
Peningkatan Ketersediaan Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan
Meningkatnya pengendalian pra dan pasca
pemasaran alat kesehatan dan PKRT
Peningkatan Pembinaan Produksi dan
Distribusi Kefarmasian
Meningkatnya produksi bahan baku dan obat
lokal serta mutu sarana produksi dan
distribusi kefarmasian
Dukungan Manajemen dan Tugas Teknis
Lainnya pada Program Kefarmasian dan
Alat Kesehatan
Meningkatnya dukungan manajemen dan
pelaksanaan tugas teknis lainnya pada
program kefarmasian dan alat kesehatan
Tabel Sasaran Kegiatan pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
23
81,57%
20
14
15
10
5
0
Persentase
ketersediaan obat
dan vaksin di
Puskesmas
Meningkatnya pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat rasional di fasilitas
kesehatan
Tersedianya obat, vaksin dan perbekalan
kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau di pelayanan kesehatan
pemerintah
Peningkatan Pembinaan Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan
25
80%
Sasaran
Jumlah bahan baku obat
dan obat tradisional serta
Alat Kesehatan (Alkes) yang
diproduksi di dalam negeri
(kumulatif)
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
94,80%
77%
Persentase produk
Alat Kesehatan dan
PKRT di peredaran
yang memenuhi
syarat
Grafik Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alkes Tahun 2016
1.Persentase
ketersediaan obat dan
vaksin di Puskesmas
Realisasi indikator
persentase ketersediaan obat
dan vaksin di puskesmas
tahun 2016 sebesar 81,57%,
melebihi target yang telah
ditetapkan dalam Renstra
Kemenkes Tahun 2015-2019
yaitu sebesar 80% dengan
capaian sebesar 101,96%.
95%
90%
90%
85%
80%
79,38%
77%
81,57%
80%
83%
86%
Target
Realisasi
75%
70%
2015
2016
2017
2018
2019
Grafik Target dan Realisasi Indikator Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas
Tahun 2015-2019
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
12
TOPIK UTAMA
Gambar Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas Tahun 2015-2016 per Provinsi
Item obat yang memiliki ketersediaan tertinggi di puskesmas tahun 2016 adalah garam oralit dengan
ketersediaan sebesar 95,32% (terdapat di 1.080 puskesmas dari 1.133 puskesmas yang melapor), sedangkan item
obat yang memiliki ketersediaan terendah adalah diazepam injeksi 5 mg/ml dengan ketersediaan sebesar 53,22%
13
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
TOPIK UTAMA
40
35
35
30
28
23
25
21
20
Target
14
15
Realisasi
11
10
7
5
0
2015
2016
2017
2018
2019
Grafik Target dan Realisasi Indikator Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat
Tradisional serta Alat Kesehatan (Alkes) yang Diproduksi di Dalam Negeri
Tahun 2015-2019
NO
BBO/BBOT
Tahun 2015
2
Ekstrak terstandar daun kepel (Stelechocarpus burahol
(BI.) Hook.f. & Th)
Ekstrak umbi bengkoang (Pachyrrhizus erosus L.)
3
Ekstrak aktif terstandar daun mimba (Azadirachta indica)
4
Ekstrak biji klabet (Trigonella foenum-graecum L.)
5
Pemanis alami glikosida Steviol
6
Ekstrak Terstandar Strobilanthes crispus L.
Ekstrak terstandar kelopak bunga rosela (Hibiscus
sabdariffa L.)
Karagenan pharmaceutical grade
1
7
8
Tahun 2016
Gambar Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas
Tahun 2015-2016 per Item Obat
2. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional
serta alat kesehatan (Alkes) yang diproduksi di
dalam negeri.
Kondisi yang dicapai:
Pada tahun 2016, jumlah bahan baku obat dan
obat tradisional serta alat kesehatan yang diproduksi
di dalam negeri mencapai 23 jenis dari target
sebanyak 14 jenis yang telah ditetapkan. Upaya yang
dilakukan adalah dengan pendirian kelompok kerja
kemandirian bahan baku obat yang beranggotakan
lintas kementerian dan para pemangku kepentingan
terkait lain. Pencapaian kemandirian obat dan bahan
baku obat juga dilakukan melalui kerjasama dan
fasilitasi pembentukan jejaring penelitian dengan
lembaga penelitian (BPPT dan LIPI), perguruan tinggi,
dan asosiasi pengusaha. Pada tahun 2016 telah
dilakukan kerjasama dengan Institut Teknologi Bandung
(ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas
Padjadjaran (Unpad).
9
10
Kristal PGV-6
Kristal HGV-6
11
13
Kristal GVT-6
Fraksi gel dan fraksi antrakinon terstandar daun lidah
buaya (Aloe vera L.)
Ekstrak terstandar daun sendok (Plantago major)
14
Fraksi polisakarida buah mengkudu (Morinda citrifolia L.)
15
Phlobaphene
16
Fraksi bioaktif biji pala (Myristica fragrans houtt)
12
Tabel Daftar Nama Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang
Diproduksi di Dalam Negeri Tahun 2016
NO
ALAT KESEHATAN
1.
Karixa renograf
2.
Triton synthetic-biological sutures
3.
Triton T-skin marker
4.
DOMAS FLEXI-CORD Progressive
5.
ORTHINDO Pedide Screw Titanium
6.
ID BIOSENS Dengue NS1
7.
INA-SHUNT Semilunar Flushing Valve System
Tabel Daftar Nama Alat Kesehatan yang Diproduksi di Dalam Negeri
Tahun 2016
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
14
TOPIK UTAMA
3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di
peredaran yang memenuhi syarat
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan melakukan upaya pengendalian postmarket untuk memastikan bahwa alat kesehatan
dan PKRT yang telah diberikan izin edar tersebut,
secara terus menerus sesuai dengan persyaratan
keamanan, mutu, manfaat dan penandaan yang
telah disetujui. Salah satu kegiatan pengendalian
post-market dilakukan melalui sampling produk alat
kesehatan dan PKRT. Pada tahun 2016 telah dilakukan
pengambilan sampel alat kesehatan dan PKRT di 34
provinsi dan pengujian sampel dilakukan di beberapa
laboratorium yaitu di Pusat Pemeriksaaan Obat dan
Makanan Nasional (PPOMN-BPOM), Laboratorium
Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BBPOM)
Provinsi DKI Jakarta, Balai Pengujian Mutu Produk
Tanaman Kementerian Pertanian, IPB Culture Collection
Departemen Biologi Fakultas Matematika dan IPA,
Unit Layanan Pengujian Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga, Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK),
PT. Sucofindo.
Produk yang disampling adalah alat kesehatan
non-elektromedik steril dan non- elektromedik nonsteril seperti dysposable syringe, benang bedah,
sarung tangan steril, infusion set, sarung tangan steril,
IV catheter, kasa steril, kondom, urine bag, folley
catheter, popok dewasa, pembalut wanita, pantyliners,
sphygmomanometer, antiseptik, dan kontak lensa.
Sedangkan sampel PKRT antara lain popok bayi,
pembersih lantai, pestisida rumah tangga (anti nyamuk
bakar, oles, cairan/aerosol, elektrik), handsanitizer,
handwash, antiseptik, dan sabun pencuci piring.
Jumlah sampel alkes yang sesuai dengan standar
terhadap parameter uji yang telah ditetapkan, sebanyak
714 (tujuh ratus empat belas) sampel dari 754 (tujuh
ratus lima puluh empat) sampel yang telah memiliki
sertifikat hasil uji (94,69%). Sampel PKRT
yang sesuai dengan standar
terhadap parameter uji
15
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
94,80%
100%
90%
80%
78,18%
75%
77%
79%
81%
83%
70%
60%
50%
Target
40%
Realisasi
30%
20%
10%
0%
2015
2016
2017
2018
2019
Grafik Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Produk Alat
Kesehatan dan PKRT di Peredaran yang Memenuhi Syarat Tahun 2015-2019
sejumlah 540 (lima ratus empat puluh) sampel dari 569
(lima ratus enam puluh sembilan) sampel yang telah
memiliki sertifikat hasil uji (94,90%). Sehingga, capaian
indikator kinerja persentase produk alkes dan PKRT di
peredaran yang memenuhi syarat sebesar 94,80%.
Perbandingan pencapaian indikator kinerja
persentase produk alkes dan PKRT di peredaran yang
memenuhi syarat pada tahun 2015 adalah 78,18% dan
pada tahun 2016 adalah 94,80%.
Terdapat beberapa permasalahan yang dialami
dalam pencapaian kinerja kegiatan alat kesehatan dan
PKRT di antaranya karena:
1. Belum adanya pedoman teknis untuk peningkatan
kapasitas petugas dalam pelaksanaan sampling.
2. Belum terstandarnya kompetensi petugas tentang
sampling di pusat/provinsi/kabupaten/kota.
3. Beberapa SNI Alat kesehatan yang sudah ada belum
sepenuhnya dapat diterapkan oleh laboratorium uji
dan dibuat sudah lebih dari 10 tahun yang lalu.
4. Laboratorium yang terkreditasi oleh BSN untuk
alat kesehatan masih terbatas pada alat kesehatan
sphygmomanometer di BPFK dan LIPI.
5. Belum optimalnya sosialisi e-watch alkes untuk
melaporkan KTD alat kesehatan dan/atau PKRT.
6. SNI Alat Kesehatan belum menjadi mandatori
sebagai salah satu persyaratan pendaftaran alkes.
7.Jumlah dan kemampuan laboratorium uji produk
komprehensif (uji yang meliputi seluruh parameter
pengujian suatu produk alat kesehatan) di Indonesia
masih sangat minim.
LIPUTAN
Jumpa Pers Menteri
Kesehatan dan Eleson I
Unit Utama dengan Media
REFLEKSI AKHIR TAHUN
D
i penghujung akhir tahun
2016, telah dilaksanakan
Jumpa Pers oleh Ibu
Menteri yang menyampaikan
capaian program Kementerian
khususnya pada periode 20152016 sebagai refleksi untuk
perbaikan program ke depan dan
penyemangat dalam berinovasi
menjalankan misi Pembangunan
Kesehatan.
Pertama-tama disampaikan
bahwa anggaran kesehatan terdiri
dari belanja aparatur sekitar
14% dan belanja publik sekitar
86%. Belanja publik antara lain
dipergunakan untuk:
a. Belanja barang (suplementasi
gizi, obat vaksin dan perbekalan
kesehatan, bahan habis pakai
rumah sakit, sarana prasana alat
pencegahan penyakit, pelatihan
kader, dll)
b. Belanja modal (pembangunan
rumah sakit, pengadaan
ambulan, sarana prasarana alat
rumah sakit, dll)
c. Belanja bansos melalui
pembayaran iuran premi PBI.
Pada tahun 2016, alokasi DAK
bidang kesehatan sebesar Rp. 20,12
trilyun, yang terdiri dari DAK fisik
sebesar Rp 15,77 trilyun dan DAK
Non Fisik sebesar Rp 4,35 trilyun.
Di dalam Renstra Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019,
telah dinyatakan tentang Program
Indonesia Sehat yakni upaya untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia
yang berperilaku sehat, hidup
dalam lingkungan sehat, serta
mampu menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu untuk
mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Program Indonesia Sehat terdiri
dari tiga (3) pilar yaitu:
Pilar 1. Paradigma Sehat:
Paradigma sehat merupakan
upaya Kementerian Kesehatan
untuk merubah pola pikir para
pemangku kepentingan dan
masyarakat dalam pembangunan
kesehatan, dengan peningkatan
upaya promotif – preventif,
pemberdayaan masyarakat melalui
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
16
LIPUTAN
pendekatan keluarga, peningkatan
keterlibatan lintas sektor dan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
Dalam 30 tahun terakhir ini,
terjadi perubahan pola penyakit
yang disebabkan berubahnya
perilaku manusia dimana pada era
tahun 1990an, penyebab kematian
dan kesakitan terbesar adalah
penyakit menular seperti Infeksi
Saluran Pernapasan Atas, TBC,
Diare dll dan sejak tahun 2010
penyebab terbesar kesakitan dan
kematian adalah Penyakit Tidak
Menular (PTM) seperti stroke,
jantung, dan kencing manis.
Penyakit Tidak Menular dapat
menyerang bukan hanya usia tua
tetapi telah bergeser ke usia muda,
dari semua kalangan, kaya dan
miskin, baik yang tinggal di kota
maupun di desa.
Mayoritas penduduk pada saat
tercapainya bonus demografi
adalah usia produktif, sehingga
kualitas generasi di masa tersebut
akan menentukan peluang
Indonesia menjadi negara maju.
Oleh karena itu upaya peningkatan
kesehatan (promotif) dan
pencegahan penyakit (preventif),
antara lain dengan pemberian
imunisasi, pemberian makanan
bergizi pada anak usia dini, dan
gaya hidup sehat (misalnya rutin
melakukan aktifitas fisik dan tidak
merokok) menjadi penting untuk
menciptakan SDM yang berkualitas
agar bonus demografi dapat
dimanfaatkan secara optimal.
Bonus demografi di Indonesia
diharapkan akan terjadi pada tahun
2020-2025.
Meningkatnya status gizi
masyarakat merupakan salah satu
sasaran pokok yang harus dicapai
melalui program pembangunan
kesehatan. Upaya meningkatkan
17
status gizi masyarakat antara
lain dilaksanakan melalui
Pemantauan Status Gizi yang
dilakukan di seluruh kabupaten/
kota. Pada periode tahun 2015
s.d 2016 telah terjadi peningkatan
jumlah kabupaten/kota dari 509
kabupaten/kota menjadi 513
kabupaten/kota dan jumlah balita
dari 152.700 menjadi 153.900 yang
melakukan Pemantauan Status Gizi.
Dampak dari upaya PSG tersebut
dapat dilihat dari menurunnya
balita stunting dari 37,2% (2013)
menjadi 29% (2015).
Selain itu upaya peningkatan
gizi juga dilakukan melalui
Penyediaan Makanan Tambahan
(PMT) untuk bumil Kurang Energi
Kronis (KEK), balita kurus, dan
anak sekolah. Cakupan puskesmas
yang melaksanaan program
kelas ibu hamil terus bertambah
dari 8.201 (tahun 2015) menjadi
8.405 (tahun 2016) puskesmas.
Sedangkan untuk menjaga dan
memelihara kesehatan masyarakat
umum, Kemenkes menggiatkan
dan mendorong puskesmas untuk
melaksanakan olah raga pada
masyarakat di wilayahnya. Sampai
akhir tahun 2016, sudah 5.267
Puskesmas (meningkat dari 1.262
Puskesmas tahun 2015) yang
melaksanakan kegiatan olah raga
pada kelompok masyarakat.
Salah satu kegiatan dalam upaya
meningkatan status kesehatan
bayi melalui pemberian imunisasi.
Cakupan Imunisasi dasar Lengkap
(IDL) untuk bayi pada tahun 2015
sebesar 80% dari target sebesar
75%. Dengan kata lain, Kementerian
Kesehatan berhasil melindungi
4.1 juta anak dari Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I) melalui pemberian imunisasi.
Untuk tahun 2016 (Data sampai 23
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
Desember 2016) cakupan imunisasi
dasar lengkap adalah 82,1%. Yang
berarti Kementerian Kesehatan
telah berhasil melindungi
3.589.226 bayi dari PD3I. Target
yang hendak dicapai pada akhir
tahun 2016 adalah 91,5% dengan
jumlah 4.001.210 bayi usia 0-11
bulan. Adapun upaya terobosan
adalah dengan peningkatan akses
imunisasi dengan upaya Sustainable
Outreach Services (SOS)
Tahun 2016, Kementerian
Kesehatan juga telah berhasil
menghentikan penularan malaria di
247 kabupaten/kota yang didiami
193 juta penduduk. Selama tahun
2016 telah dilakukan pemeriksaan
kasus suspek malaria dengn
mikroskopis atau RDT sebanyak
763.076 kasus dan telah dilakukan
pengobatan dengan ACT sebanyak
85.929 kasus.
Dalam upaya peningkatan
kesehatan lingkungan, salah satu
indikator keberhasilan program
adalah “Cakupan Desa Stop Buang
Air Besar Sembarangan (Open
Defecation Free/ODF)”. Sampai
dengan akhir tahun 2016, 7.915
desa (meningkat dari 4.557 desa di
tahun 2015) sudah melakukan Stop
Buang Air Besar Sembarangan.
Selain itu terdapat indikator
keberhasilan kesehatan lingkungan
yakni “Cakupan Desa Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM)”.
Sampai dengan akhir tahun 2016,
sudah 33.803 desa (meningkat dari
26.417 desa di tahun 2015) yang
melaksanakan STBM.
Berbagai upaya yang Kemenkes
lakukan tentunya tidak akan
berjalan efektif jika tidak didukung
oleh kesadaran masyarakat untuk
hidup sehat dan dukungan lintas
sektor dalam pelaksanaan kegiatan
hidup sehat di lapangan. Untuk
LIPUTAN
itu, dalam menggalakan gerakan
hidup sehat, Pemerintahan
Jokowi JK dan seluruh Menteri
Kabinet Kerja telah sepakat untuk
mencanangkan dan melaksanakan
“Gerakan Masyarakat hidup Sehat”/
disingkat GERMAS. Germas sendiri
merupakan suatu upaya yang
sistematis dan terencana yang
dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh komponen bangsa
dengan kesadaran, kemauan dan
kemampuan berperilaku sehat
untuk meningkatkan kualitas hidup.
Kegiatan Germas Hidup sehat
dilakukan dengan cara antara
lain: 1) Melakukan aktivitas
fisik; 2) Mengkonsumsi sayur
dan buah; 3) Tidak merokok; 4)
Tidak mengkonsumsi alkohol; 5)
Memeriksa kesehatan secara rutin;
6) Membersihkan lingkungan; dan
7) Menggunakan jamban.
Pada tahun 2016 telah
dimulai secara nasional dengan
melaksanakan tiga kegiatan, yaitu:
1) Melakukan aktivitas fisik;
2) Mengonsumsi sayur dan buah;
dan 3) Memeriksa kesehatan secara
rutin
Pada 15 November 2016 lalu,
GERMAS diluncurkan di 10 lokasi,
yaitu: 1) Kabupaten Bantul, DIY; 2)
Kabupaten Bogor, Jawa Barat; 3)
Kabupaten Pandeglang, Banten;
4) Kota Batam, Provinsi Kepri; 5)
Kota Jambi, Provinsi Jambi; 6) Kota
Surabaya, Provinsi Jawa Timur; 7)
Kota Pare-Pare, Provinsi Sulawesi
Selatan; 8) Kabupaten Purbalingga,
Provinsi Jawa Tengah; 9) Kabupaten
Padang Pariaman, Provinsi
Sumatera Barat; 10) Kota Madiun
Provinsi Jawa Timur.
Pilar 2. Penguatan Pelayanan
Kesehatan
Penguatan pelayanan kesehatan
dimaksudkan untuk menjamin
keterjangkauan dan mutu
pelayanan kesehatan. Kegiatan ini
dilakukan dengan mengacu pada 3
(tiga) hal penting sebagai berikut:
a. Peningkatan akses terutama
pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP), optimalisasi
sistem rujukan, peningkatan
mutu pelayanan kesehatan
b. Penerapan pendekatan
continuum of care.
c. Intervensi berbasis risiko
kesehatan (health risk).
Salah satu upaya meningkatkan
akses masyarakat kepada fasilitas
pelayanan kesehatan adalah melalui
pembangunan puskemas dan
peningkatan sarana, prasarana, dan
alat puskesmas yang ada sehingga
mampu menjadi puskesmas rawat
inap melalui berbagai pembiayaan
(antara lain Tugas Pembantuan
s.d 2015, dan DAK s.d 2016).
Pada tahun 2016, tercatat jumlah
puskesmas rawat inap sebanyak
3.396 dan puskesmas non-rawat
inap sebanyak 6.358 dari 9.754
puskesmas di seluruh Indonesia.
Di samping itu diupayakan juga
penguatan pelayanan kesehatan
di Daerah Tertinggal Perbatasan
kepulauan (DTPK), terdapat 127
kabupaten/kota yang melakukan
pelayanan kesehatan bergerak, dan
sebanyak 1.668 puskesmas telah
bekerjasama melalui Dinkes dan
bekerjasama dengan unit transfusi
darah (UTD) dan RS. Dari sisi
peningkatan mutu, sejumlah 1.465
puskesmas di 1.306 kecamatan
telah terakreditasi (dari target 700
Kecamatan) pada tahun 2016 .
Dalam tatanan pelayanan
kesehatan rujukan, di Indonesia
terdapat 2.598 rumah sakit.
Pengembangan RS rujukan juga
menjadi bagian dari penguatan
layanan kesehatan dengan
tujuan agar terjadi pemerataan
fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan menurut kompetensi
faskes tersebut. Target sasaran
s/d 2019 adalah 14 RS rujukan
nasional, 20 RS rujukan propinsi
dan 110 RS rujukan regional.
Untuk mendekatkan akses rujukan,
Kemenkes telah membangun
22 RS pratama. Selain itu, saat
ini juga telah dibentuk 104 PSC
di 514 Kabupaten/Kota, 29 PSC
diantaranya telah terintegrasi
dengan National Command Center
(NCC) 119.
Untuk memenuhi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat
yang berkualitas maka telah
melakukan akreditasi faskes primer
maupun rujukan secara berkala
sehingga mutu pelayanan yang
dihasilkan diharapkan dapat terus
ditingkatkan. Dari 2.598 RS di
Indonesia sebanyak 777 RS telah
terakreditasi secara nasional, yang
terdiri dari 327 RS pemerintah
dan 450 RS swasta. Yang lebih
membanggakan, sebanyak 24 RS di
Indonesia telah terakreditasi secara
internasional. Saat ini dari target
190 kabupaten/kota yang memiliki
minimal 1 RSUD terakreditasi,
sudah tercapai 178 kabupaten/kota
(93%). Sebanyak 23 RSUD sedang
menunggu hasil survei.
Disamping itu untuk pemenuhan
tenaga kesehatan, dilakukan
program pengiriman residen
dokter spesialis yang sampai
dengan bulan Desember 2016
telah ditempatkan sebanyak
678 orang di 593 rumah sakit.
Sedangkan program Internship
Dokter Indonesia telah ditempatkan
sebanyak 9.542 orang pada tahun
2016, dimana adanya peningkatan
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
18
LIPUTAN
dibandingkan tahun 2015 yang
berjumlah 8.296 orang.
Pada tanggal 13 November 2015,
telah dilaksanakan pencanangan
Dokter Layanan Primer oleh Menteri
Kesehatan dan Menteri Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Pencanangan tersebut dihadiri
oleh dekan atau yang mewakili dari
17 Fakultas Kedokteran yang telah
siap untuk membuka program
studi Dokter Spesialis Layanan
Primer, dan perwakilan Kelompok
Kerja Percepatan Pelaksanaan
Program Dokter Layanan Primer.
Deklarasi tersebut menyatakan
bahwa Kementerian Kesehatan
dan Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi telah
bersepakat dan berkomitmen
untuk mendukung percepatan
pelaksanaan program DLP, melalui
langkah-langkah aksi sebagai
berikut
1. Melakukan sosialisasi kepada
pihak-pihak terkait tentang DLP
2. Memfasilitasi kerja sama
perguruan tinggi melalui fakultas
kedokteran dengan organisasi
profesi untuk menyelenggarakan
program Recognition of Prior
Learning (pada masa transisi) dan
program pendidikan DLP, dan
3. Mendorong dan meningkatkan
koordinasi dan partisipasi
berbagai pihak terkait, dalam
rangka implementasi program
DLP, temasuk regulasi,
pembiayaan, dosen, wahana
pendidikan dan fasilitas
kesehatan yang mendukung
program pendidikan dan
pelayanan DLP.
Selanjutnya, berikut adalah
daftar nama Universitas yang
memiliki akreditasi A dan siap untuk
membuka Prodi DLP (berdasarkan
19
surat Rektor): 1) UGM; 2) UI; 3)
UNPAD; 4) Universitas Andalas;
5) Universitas Lampung; 6)
Universitas Sriwidjaya; 7) Universitas
Tarumanegara; 8) Universitas
Diponegoro; 9) UMY; 10) Universitas
Islam Indonesia; 11) Universitas
Brawidjaya; 12) Universitas
Atmajaya; 13) Universitas Udayana.
Fasilitas kesehatan primer
menjadi soko guru dari pelayanan
kesehatan, bukan saja menjadi gate
keeper untuk rujukan tetapi juga
membina masyarakat umum untuk
mempunyai kemampuan untuk
hidup sehat.
Perkembangan lain yang
cukup menggembirakan semakin
banyak fasilitas kesehatan yang
ikut dalam program JKN. Data dari
BPJS Kesehatan sampai dengan 16
Desember 2016, jumlah fasilitas
kesehatan yang telah bekersama
dengan BPJS kesehatan untuk
melayanani peserta JKN berjumlah
26.220 fasilitas kesehatan, yang
terdiri dari: 20.859 Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama; 1.952
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan; 2.125 Apotik; 980 Optik;
dan 304 Laboratorium. Untuk
pemenuhan Fasilitas kesehatan ini
tentunya diperlukan peran serta
Permerintah dan Sektor Swasta.
Penguatan layanan kesehatan
dengan semangat membangun
dari pinggiran, menjadikan sebuah
terobosan untuk pemerataan
tenaga kesehataan (Nakes) di
Daerah Tertinggal, Perbatasan,
dan Kepulauan (DTPK), yakni
penempatan Tim Nusantara Sehat
(NS). Sejak mulai diberangkatkan
pada April 2015, sebanyak 1.422
tenaga kesehatan (251 tim) telah
diberangkatkan ke 28 Provinsi dan
91 Kabupaten/Kota.
Untuk ketersediaan obat, dapat
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
kami sampaikan informasi bahwa
pada tahun 2016, Kemenkes
menargetkan ketersediaan obat
dan vaksin esensial di tingkat
puskesmas mencapai 80% dan
capaianl sampai dengan triwulan III
2016 telah mencapai 80,45%. Dari
peta ini, tampak terlihat masih ada
provinsi dengan capaian dibawah
target nasional, hal ini kemungkinan
karena beberapa daerah belum
atau sedang berproses pengadaan
obatnya. Dalam rangka mengatasi
kekosongan obat, pemerintah
dan pemerintah daerah telah
menyediakan buffer stok di tingkat
Provinsi, dan Pusat dengan
mendayagunakan berbagai sumber
pendanaan (APBD dan APBN).
Dengan demikian, diharapkan
kebutuhan obat bagi pelayanan
kesehatan, terutama di tingkat FKTP
dapat selalu terpenuhi.
Dalam rangka meningkatan
transparansi dan mutu obat serta
alkes kesehatan, Kemenkes telah
mengutamakan pengadaan obat
dan akses melalui pengadaan
e- Katalog. Dalam e-katalog
obat sudah memuat 947 Item
obat dengan 90 Indutri Farmasi.
Sedangkan untuk e-katalog Alkes
sudah memuat 15.636 produk
alkes dengan 264 penyedia. Saat
ini transaksi pengadaan obat
melalui e-katalog pada tahun 2016
mencapai Rp 6.030.949.564.945,*(sekitar 6 triliun rupiah)
Dalam rangka mendukung
Kemandirian Obat, Pemerintah
mengeluarkan Paket Kebijakan
Ekonomi XI yang melibatkan
kerjasama dengan K/L lain. Salah
satu dari paket tersebut adalah
Pengembangan Industri Alkes
dalam negeri, yang kemudian
ditindak lanjuti dengan terbitnya
Inpres RI Nomor 6 Tahun 2016
LIPUTAN
ditindaklanjuti dengan Peta Jalan
Kementerian Kesehatan (Program
Kemandirian Bahan Baku Obat
Nasional) dan sebagai bentuk
implementasinya, PT Kimia Farma
mulai membangun pabrik bahan
baku obat atau Active Pharmaceutical
Ingredient (API).
Sedangkan untuk Pertumbuhan
alat kesehatan dalam negeri
pada tahun ini ada peningkatan
sebanyak 20 industri baru dibanding
tahun lalu. Jumlah izin edar yang
didaftarkan juga meningkat dari
2.366 izin edar pada tahun 2015,
meningkat menjadi 2787 izin edar
pada tahun 2016. Hingga saat ini
alat kesehatan produksi dalam
negeri sudah mampu memenuhi
standar peralatan minimal yang
harus ada di RS kelas A sebesar
48,2%, di RS kelas B sebesar 51,3%,
di RS kelas C sebesar 57,9%, dan di
RS kelas D sebesar 66,1%
Untuk memperkuat program
kemandirian obat, Kemenkes telah
memfasilitasi pengembangan bahan
baku obat dan obat tradisional
bekerja sama dengan perguruan
tinggi, lembaga penelitian, dan dunia
industri. Pada periode 2011 – 2016,
telah diperoleh 97 hasil fasilitasi
pengembangan bahan baku obat
dan obat tradisional. Contoh hasil
pengembangan bahan baku obat
dan obat tradisional tersebut antara
lain Ekstrak Daun Sambung Nyawa
(Gynura procumbens) --BPPT dengan
PT Phapros; Ekstrak Terstandar
Daun Tempuyung (Sonchus
arvensis L.) -- ITB dengan PT Kimia
Farma; dan Dekstrin dari Ubi Kayu
(Manihot utilisima) – USU dengan PT
Sumatera Busan.
Pada Tahun 2016 ini, Petugas
Kesehatan Haji Indonesia di Arab
Saudi dibagi atas Tim Promotif
dan Preventif (TPP), TGC (Tim
Gerak Cepat), TKR (Tim Kuratif
& Rehabilitatif) dan TPK (Tenaga
Pendamping Kesehatan). Kalau kita
melihat hasil yang dicapai pada
tahun 2016 berhasil menurunkan
angka kematian Jemaah haji di
Arab Saudi. Pada Tahun 2015 (garis
berwarna merah) sebanyak 629
orang dan pada tahun 2016 (garis
berwarna kuning) angka kematian
Jemaah haji sebanyak 342 orang
dan berhasil menurunkan angka
angka serangan yang disebabkan
sengat panas atau heatstroke pada
tahun 2015 sebanyak 125 orang
dan pada tahun 2016 sebanyak 2
orang.
Upaya promotif dan preventif
terhadap Jemaah haji telah
dilaksanakan sejak di indonesia
sampai Arab Saudi diapresiasi
Kementerian Kesehatan Arab Saudi
dengan memberikan penghargaan
The Ambasador of Health Awareness
in Hajj season 2016 kepada Misi
Kesehatan Haji Indonesia
untuk memberikan perlindungan
kesehatan bagi seluruh masyarakat
Indonesia, baik Penerima Bantuan
Iuran (PBI) ataupun Non-PBI.
Dalam pengembangan JKN ini
Kementerian Kesehatan fokus pada
pengembangan benefit package,
menggunakan sistem pembiayaan
asuransi dengan azas gotong
royong, serta melakukan kendali
mutu dan kendali biaya pelayanan
kesehatan.
Selanjutnya, pilar ketiga adalah
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS)
Dalam mewujudkan Indonesia
Sehat melalui pilar ketiga
yakni pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional (JKN) cukup
menggembirakan. Berdasarkan
data dari BPJS Kesehatan, sampai
dengan 27 Desember 2016 tercatat
jumlah peserta JKN sebesar
171.858.881 juta jiwa atau kurang
lebih 66,99% dari total penduduk
tahun 2016 sebesar 256.511.495
jiwa. Tentunya penambahan
Pilar 3. Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN)
Program JKN dimaksudkan
Dirjen Kefarmasian
dan Alkes menjawab
pertanyaan Audiens
cakupan kepesertaan
ini harus di ikuti
dengan pemenuhan
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
20
LIPUTAN
supply side baik sarana prasarana maupun SDM
kesehatan.
Dalam tiga tahun pelaksanaan program JKN terlihat
tend peningkatan dari peserta yang memanfaatkan
program JKN. Dari tahun ke tahun terlihat adanya
peningkatan peserta yang memanfaatkan pelayanan
JKN-KIS yaitu Tahun 20014 sebanyak 92,3 juta, tahun
20015 sebanyak 146,7 juta dan tahun 20016 sampai
dengan Agustus 2016 sebanyak 112,8 juta telah
memanfaatkan pelayanan JKN-KIS
Pelayanan Penyakit katastrofik di era JKN
menghabiskan biaya klaim sebesar 74,3 Milyar rupiah
dengan pemanfaatan tertinggi pada penderita penyakit
Jantung yaitu 905.223 penderita dan biaya klaim
sebesar 6,9 T. Berikutnya diikuti oleh kasus kanker
sebesar 1,8 T dan kasus stroke sebesar 1,548 T.
Diagram menunjukkan data bahwa saat ini Rp. 16,9
Triliun atau 29,67% Beban Jaminan Kesehatan terserap
untuk membiayai penyakit katastropik, yaitu:
penyakit jantung (13%); gagal ginjal kronik (7%);
kanker (5%); stroke (2%); thalasemia (1%); haemofilia
(0,2%), serta leukemia (0,3%).
Adapun penghargaan yang kami peroleh dari
lembaga dunia/Negara/Kementerian/Lembaga terkait
dapat kami sampaikan sebagai berikut :
1. Peringkat Pertama Kompetisi Contact Center World
(CCW)Katagori Inovasi Teknologi Terbaik di Tingkat
Asia Pasifik (Kinabalu - Malaysia, 21 Mei 2016).
2. Peringkat Pertama Kompetisi Contact Center World
(CCW) Katagori InovasiTeknologiTerbaik di Tingkat
Dunia (Los Angeles – USA, 12 November 2016).
3. Penghargaan Predikat KepatuhanTertinggi
StandarPelayanan Publik dengan skor tertinggi dari
Ombudsman (8 Desember 2016)
4. Penghargaan Keterbukaan Informasi Publik Peringkat
X KatagoriKementeriandariKomisiInformasiPublik (20
Desember 2016).
5. Laporan KeuanganTahun 2015 dengan Capaian
Standar Tertinggi dalam Akutansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintahan dari Kementerian
Keuangan (22 November 2016)
6. Penghargaan Kementerian Pengelola Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) Terbaik dari
Kementerian Keuangan (8 November 2016)
7. Penghargaan Kementerian dengan Kontribusi
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Terbesar
dalam APBN dari Kementerian Keuangan (8
November 2016)
21
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
8. Penghargaan “Ambassador Health Awarness In Hajj”
atas Kinerja Tim Kesehatan Haji Indonesia tahun
2016 dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi.
9. Penghargaan Pelaksanaan Elektronik Monitoring
and Evaluation Rencana Pembangunan Tahun 2016
Kategori Inovasi (E-Monev Award dari Bappenas (13
Desember 2016)
10.Penghargaan Efisiensi Energi Nasional (PEEN) 2016
Kategori Pemerintah Pusat dari Kementerian ESDM
(4 Agustus 2016)
11.Kementerian Kesehatan menerima Anugerah
Peringkat Ketiga Unit Kearsipan Tingkat Nasional
Kategori Kementerian pada acara ANRI Award (17
Agustus 2016)
12.Penghargaan Sistem Pelaporan dan Pengendalian
Gratifikasi Terbaik dari Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). (9 November 2016)
13.Penghargaan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) Terbaik dari komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), (9 Desember 2016).
14.Penghargaan Peringkat Pertama Anugerah
Cinta Karya bangsa Kategori Kementerian dari
Kementerian Perindustrian (20 Desember 2016).
15.Penghargaan Eliminasi Tetanus Maternal dan
Neonatal oleh WHO (Mei 2016)
16.Kita patut berbangga kerena telah mendapatkan
penghargaan Penghargaan Sistem Pengendalian
Gratifikasi Terbaik dan Penghargaan tingkat
kepatuhan dan keaktifan pengelolaan LHKPN.
Semoga dengan penghargaan ini kinerja
Kementerian Kesehatan akan semakin baik dalam
melayani masyarakat.
17.Kementerian Kesehatan dapat mempertahankan
opini WTP dari BPK RI atas Hasil Pemeriksaan
Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan Tahun
2015. Diharapkan Kementerian Kesehatan dapat
mempertahankan opini WTP tersebut untuk tahun
2016 dan tahun-tahun selanjutnya.
Demikian Capaian Kinerja Kementerian Kesehatan
2016 yang dapat kami sampaikan. Capaian Kinerja
Kementerian Kesehatan sangat ditentukan oleh
dukungan semua sektor di jajaran pemerintah di tingkat
Pusat dan Daerah serta dukungan seluruh lapisan
masyarakat. Untuk itu, saya ucapkan terima kasih atas
dukungan yang telah diberikan kepada Kementerian
Kesehatan.
LIPUTAN
Asistensi
Aplikasi
E-report
Bagi Petugas
Dalam
Rangka
Meningkatkan
Pengawasan
Sarana
Produksi dan
Distribusi
Alkes dan
PKRT
K
ementerian Kesehatan
mempunyai peran
dan konstribusi dalam
tercapainya Nawa Cita terutama
dalam meningkatkan kualitas
hidup manusia Indonesia,
yang diwujudkan melalui
penyelenggaraan Program
Indonesia. Untuk itu dibutuhkan
penguatan sistem kesehatan,
dimana di dalamnya termasuk
kefarmasian dan alat kesehatan.
Mengacu kepada Arah Kebijakan
& Strategis Nasional (RPJMN
Direktur Pengawasan Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,
Ir. Sodikin Sadek, M.Kes
tahun 2015 - 2019) dan Arah
Kebijakan Kementerian Kesehatan
menyebutkan bahwa kemandirian
alat kesehatan dan terjaminnya
keamanan, mutu dan manfaat alat
kesehatan dan PKRT di masyarakat
harus diwujudkan melalui
peningkatan daya saing industri
alat kesehatan dalam negeri
serta peningkatan pengawasan
alat kesehatan dan PKRT. Hal ini
sesuai dengan yang diamanat oleh
Undang-Undang No.36 Tahun
2009 tentang kesehatan yang
menyebutkan di antaranya:
- Pasal 42
Teknologi dan produk teknologi
kesehatan harus memenuhi standar
yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
- Pasal 196
Setiap orang yang dengan
sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang
tidak memenuhi standar dan/atau
syarat keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu dipidana
dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
- Pasal 197
Setiap orang yang dengan
sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/
atau alat kesehatan yang tidak
memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal106 ayat
(1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah)
Di-era JKN, selain faktor faktor tersebut, keterjangkauan
dan cost effectiveness menjadi hal
yang penting untuk pemerataan
dan kesinambungan pelayanan
kesehatan yang bermutu di seluruh
wilayah Indonesia, oleh karena
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
22
LIPUTAN
itu pengawasan dan pembinaan
alat kesehatan dan PKRT harus
dilaksanakan di tingkat pusat
dan provinsi serta kabupaten/
kota. Untuk menjamin keamanan
mutu dan manfaat alat kesehatan
dan PKRT maka pengawasan alat
kesehatan yang dilakukan sejak
alat kesehatan dan PKRT belum
beredar (pre-market) dan sampai
diedarkan (post-market). Produk
sebelum diedarkan harus melalui
berbagai penilaian, mulai dari disain
sampai uji klinis sehingga produk
tersebut terbukti aman, bermutu,
dan bermanfaat.
Salah satu cara yang dilakukan
untuk peningkatan pengawasan
pre-market dan post-market alat
kesehatan dan PKRT adalah dengan
meningkatkan kompetensi petugas
provinsi dan kabupaten kota dalam
pengawasan alat kesehatan dan
PKRT melalui kegiatan “Fasilitasi
Pengawasan Sarana Produksi dan
Distribusi serta Asistensi Aplikasi
e-report Alat Kesehatan dan
PKRT bagi petugas Provinsi dan
Kabupaten Kota” yang dilaksanakan
dari tanggal 22-24 Februari 2017 di
Makasar. Latar belakang kegiatan ini
adalah:
• Perlunya upaya meningkatkan
kompetensi petugas tingkat
provinsi dan kabupaten/kota
dalam menerapkan aplikasi
e-report alat kesehatan dan PKRT.
• Masih banyaknya produk alkes
dan PKRT tidak memenuhi
persyaratan yang beredar di
fasyankes dan masyarakat yang
tidak terlaporkan.
• Kurangnya informasi untuk
penelusuran aktivitas produksi
dan peredaran alkes dan PKRT di
Indonesia
23
Peraturan Menteri Kesehatan
No.1189/VIII/2010 tentang Sertifikat
Produksi Alat Kesehatan dan PKRT
pasal 9 ayat 2 mengamanatkan
sarana produksi alat kesehatan
dan PKRT yang memiliki Sertifikat
Produksi harus menerapkan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan yang
Baik (CPAKB) atau Cara Pembuataan
PKRT yang Baik (CPPKRT). CPAKB
merupakan adopsi dari ISO 1345,
Medical devices - Quality Management
Systems – Requirements for regulatory
purposes.
Peraturan Menteri Kesehatan
No.1191/VIII/2010 tentang
Izin Penyalur Alat Kesehatan
dan Permenkes No.4. Tahun
2014 tentang Cara Distribusi
Alat Kesehatan yang Baik
mengamanatkan bahwa sarana
Penyalur Alat Kesehatan (PAK)
yang telah memilki Izin Penyalur
Alat Kesehatan (IPAK) harus
menerapkan Cara Distribusi Alat
Kesehatan yang Baik (CDAKB) yang
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
merupakan adopsi dari Good
Distribution Practices (GDP).
CPAKB dan CPPKRTB merupakan
sistem manjemen mutu yang
harus diterapkan oleh produsen
alat kesehatan dan produsen
PKRT untuk membuktikan bahwa
alat kesehatan dan produk PKRT
yang diproduksi telah memenuhi
standar dan persyaratan yang
berlaku melalui sertifikat yang
dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan setelah melalui proses
audit. Kementerian Kesehatan
telah menentukan indikator untuk
mengukur keberhasilan program
pengawasan alat kesehatan dan
PKRT, yaitu :
1. Persentase produk alkes
dan PKRT di peredaran yang
memenuhi syarat.
2. Persentase sarana produksi
alat kesehatan dan PKRT yang
memenuhi cara pembuatan yang
baik (CPAKB/ISO 13845)
Pembukaan Kegiatan Asistensi Aplikasi
E-Report Alkes dan PKRT Bagi Petugas
Daerah
LIPUTAN
Untuk mencapai indikator
tersebut, diperlukan strategi yang
dalam pelaksanaannya memerlukan
dukungan berbagai pihak termasuk
pelaku usaha.
Strategi tersebut antara lain :
1. Peningkatan pengawasan
alkes dan PKRT di peredaran
dalam memastikan keamanan,
mutu, dan manfaat melalui
pengawasan pre-market dan
post-market, melalui registrasi
produk, registrasi sarana
produksi, registrasi sarana
penyalur alat kesehatan, inspeksi
sarana produksi/PAK, sampling
produk, pengawasan iklan serta
pengawasan melalui sistem on
line e-report dan e-watch.
2. Peningkatan aksesibilitas dan
keterjangkauan terhadap alat
kesehatan dan PKRT melalui
peningkatan pelayanan publik
dan pembinaan terhadap
industri dalam negeri, serta
mekanisme pemasukan alat
kesehatan melalui mekanisme
jalur khusus (special access
scheme) yang diatur Peraturan
Menteri Kesehatan No. 51 tahun
2014.
3. Penguatan koordinasi lintas
sektor dan lintas program
dengan berkoordinasi dan
bekerjasama antara organisasi
profesi, asosiasi pengusaha,
BSN, LIPI, lintas kementerian
(Kehutanan, Perdagangan,
Perindustrian, Keuangan, Bea
Cukai, dll)
4. Peningkatan kepatuhan
produsen dan penyalur terhadap
regulasi di bidang alkes dan
PKRT melalui:
• Sosialisasi dan orientasi terkait
regulasi dan sistem manajemen
mutu.
• Konsistensi dalam pembinaan
tindak lanjut inspeksi termasuk
tindakan administrasi yang
diberikan bila ditemukan
ketidakpatuhan terhadap
perizinan dan CPAKB/CPPKRT/
CDAKB
• Sosialisasi regulasi dan sistem
manajemen mutu kepada
produsen/PAK.
Mengacu kepada UndangUndang No.23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah maka peran
pusat, provinsi dan kabupaten kota
terkait pengawasan alkes dan PKRT
sebagai berikut:
Peran pusat dalam pengawasan
alkes dan PKRT antara lain:
• Membuat kebijakan dan NSPK
di bidang pengawasan alkes dan
PKRT, baik pre-market dan postmarket.
• Penguatan koordinasi antara
para pemangku kepentingan
terkait di tingkat pusat dan
daerah.
• Dukungan dan implementasi
regulasi internasional
• Peningkatkan kapasitas SDM
penanggung jawab program
alkes dan PKRT tingkat pusat,
provinsi/kabupaten/kota.
Peran dinas kesehatan provinsi,
antara lain:
• Melaksanakan penilaian
pengajuan izin sertifikat
produksi / izin penyalur alat
kesehatan sebelum memberikan
rekomendasi untuk diteruskan
ke pusat.
• Melaksanakan pembinaan
pengawasan post-market
(inspeksi sarana produksi
dan penyalur alat kesehatan,
sampling sarana dan
menindaklanjuti sesuai dengan
kewenangannya.
• Mensosialisasikan dan
menerapkan kebijakan pusat,
norma, dan standar.
• Meningkatkan kapasitas SDM di
tingkat provinsi dan kabupaten/
kota.
Peran kabupaten/kota sesuai
kewenangannya, antara lain:
• Pengendalian pre-market alkes
dan PKRT
• Pembinaan post-market
• Promosi penggunaan alat
kesehatan dan PKRT yang aman,
bermutu dan bermanfaat di
sarana pelayanan kesehatan.
Ketersediaan petugas yang
kompeten menjadi kebutuhan
yang esensial dalam mendukung
implementasi pengawasan alat
kesehatan dan PKRT. Pemerintah
pusat dan provinsi bertugas
melakukan upaya peningkatan
kapasitas petugas dalam
pengawasan alat kesehatan dan
PKRT sesuai kebutuhannya.
Setelah mengikuti kegiatan
“Fasilitasi Pengawasan Sarana
Produksi dan Distribusi serta
Asistensi Aplikasi e-report Alat
Kesehatan dan PKRT bagi petugas
Provinsi dan Kabupaten Kota”,
diharapkan seluruh peserta
pelatihan baik pusat, provinsi dan
kabupaten kota dapat memahami
pentingnya pelaporan alat
kesehatan untuk ketelusuran dan
mampu memfasilitasi seluruh
produsen dan penyalur alat
kesehatan yang ada di daerahnya
masing-masing untuk melakukan
pelaporan melalui e-report dalam
rangka menjamin keamanan, mutu,
dan manfaat alat kesehatan yang
beredar di masyarakat.
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
24
LIPUTAN
“Pada dasarnya ISO 9001
adalah suatu standar bagi
organisasi untuk dapat mencapai
kepuasan pelanggan sehingga
pada akhirnya bisnis organisasi
tersebut bisa berjalan secara
berkesinambungan.” Dalam
rangka melaksanakan pelayanan
perijinan yang prima yang
merupakan persyaratan dalam
pelayanan publik maka harus
ada metode, tata cara, tanggung
jawab dan komitmen dalam
memberikan pelayanan prima, di
antaranya dengan menerapkan
ISO 9001:2008 pada pelayanan
perijinan alat kesehatan dan PKRT.
D
irektorat Penilaian Alat
Kesehatan Direktorat
Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan berhasil
mendapatkan sertifikasi tersebut
dengan diserahkannya sertifikat ISO
9001:2015 oleh Direktur PT. TUV
Rheinland Indonesia, Abdul Qohar
kepada drg. Arianti Anaya, MKM, di
Gedung Kementerian Kesehatan
pada tanggal 05 Desember 2016,
disaksikan oleh Inspektur Jenderal
Kementerian, Drs. Purwadi, Apt
dan Direktur Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, Sekretaris dan
para Direktur di lingkungan Ditjen
Farmalkes.
ISO 9001 merupakan standar
internasional di bidang sistem
manajemen mutu. Suatu lembaga/
organisasi yang telah mendapatkan
akreditasi, dapat dikatakan
telah memenuhi persyaratan
internasional dalam hal manajemen
penjaminan mutu produk/jasa yang
dihasilkannya.
Manfaat Penerapan ISO
9001:2015 bagi suatu organisasi
25
Perbaiki dan Tingkatkan Mutu
Pelayanan dengan ISO 9001:2015
diantaranya adalah tercapainya
jaminan kualitas produk dan proses;
meningkatkan kepuasan pelanggan;
meningkatkan produkstivitas
organisasi; meningkatkan hubungan
yang saling menguntungkan; dan
dapat meningkatkan cost efisiensi.
Sedangkan, manfaat penerapan
ISO 9001:2015 bagi organisasi
dapat dimaksimalkan melalui
kerjasama semua karyawan dan
pimpinan; support dari tingkat
pimpinan; kesamaan visi; komitmen
menjalankan apa yang sudah
disepakati; dan memerlukan
tindakan perbaikan dan
peningkatan yang berkelanjutan.
Sistem manajemen mengacu
pada apa yang organisasi lakukan
untuk mengelola proses, atau
aktivitas, sehingga produk atau
jasa memenuhi tujuan yang telah
ditetapkannya sendiri, seperti:
Memenuhi persyaratan kualitas
pelanggan; Sesuai dengan
peraturan; atau tujuan lingkungan
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
yang akhirnya akan menghemat
waktu dan biaya, meningkatkan
efisiensi dan pada akhirnya
meningkatkan hubungan pelanggan
yang saling menguntungkan.
Sejak tahun 2013 Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan telah mendapatkan
Sertifikat ISO 9001 dari PT. TUV
Rheinland Indonesia. Dengan
telah diperolehnya Sertifikat
tersebut maka organisasi wajib
menerapkan sistem manajemen
mutu yang sesuai dengan ISO
9001 dan tentunya setiap staf
harus mempunyai pemahaman
yang cukup tentang ISO 9001,
sehingga proses penerapannya
dapat berjalan dengan lancar.
Untuk mengetahui sejauh mana
penerapannya, Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alkes telah
melakukan analisa dan evaluasi ISO
9001.
LIPUTAN
WTP, Yang Dinanti
dan Selalu Diupayakan
B
ulan januari adalah bulan yang ditunggutunggu oleh para petugas di seluruh
kementerian dan lembaga yang aktif di kancah
keuangan Republik Indonesia, termasuk petugas Saiba
dan Simak BMN di Lingkungan Ditjen Farmalkes baik
satker pusat maupun satker daerah. Kenapa bulan ini
sangat ditunggu –tunggu?, karena pada bulan inilah
biasanya dilakukan Pertemuan Konsolidasi Penyusunan
Laporan Keuangan Sistem Akutansi Instansi (SAIBA
dan SIMAK BMN ) berbasis Akrual di lingkungan Ditjen
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun Anggaran 2016,
dimana dalam kegiatan tersebut dilakukan reviu laporan
keuangan Tahun anggaran 2016 oleh Tim Inspektorat
Kementerian Kesehatan. Setiap transaksi baik uang dan
barang harus bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam pertemuan tersebut yang dibuka langsung
oleh Ibu Ditjen Farmalkes, kehadiran beliau dalam acara
pertemuan tersebut adalah bukti keseriusan Ditjen
Farmalkes dalam memperoleh opini WTP (Wajar Tanpa
Pengecualian) dari BPK RI. Ibu Ditjen menyampaikan
apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh
petugas Saiba dan Simak BMN, karena pada TA 2015
berhasil mempertahankan opini WTP dan berharap di
tahun 2016 serta ditahun berikutnya terus mendapat
Opini WTP yang berkelanjutan.
Adapun tujuan dari pelaksanaan pertemuan ini
adalah:
1. Tersusunnya Laporan Keuangan tingkat satker
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
2. Untuk meningkatkan komitmen pimpinan bahwa
betapa pentingnya proses penyusunan laporan
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
26
LIPUTAN
keuangan yang berkualitas,
akuntabel, dan sesuai Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP)
baik di tingkat Satker, Eselon I,
dan Kementerian;
3. Meningkatkan opini Laporan
Keuangan Kemetrian dari WTP
(Wajar Tanpa Pengecualian)
dapat kita pertahankan dengan
lebih baik lagi;
4. Penyajian catatan atas Laporan
Keuangan harus full disclosure
(pengungkapan yang informatif)
5. Untuk meningkatkan disiplin
pengelola SAIBA (SAIBA & SIMAKBMN) sehingga menghasilkan
laporan yang baik dan akurat
serta tepat waktu.
Ibu Dirjen juga mengapresiasi
terhadap hasil realisai anggaran
yang mencapai Rp97,38% dari
anggaran Rp3.251.823.220.000,
27
karena merupakan realisasi
tertinggi dalam kurun waktu lima
tahun. Pada tahun anggaran
2016 ada hal yang menarik dan
perlu dicontoh, dimana salah
satu satker di Lingkungan Ditjen
Farmalkes mencapai realisasi 100%,
yaitu satker dekonsentrasi Dinas
Kesehatan Provinsi Papua Barat.
Sebagaimana diamanatkan
Undang-Undang Nomor17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara
bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga
sebagai Pengguna Anggaran/
Barang mempunyai tugas antara
lain menyusun dan menyampaikan
Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga yang dipimpinnya.
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan adalah salah
satu entitas akuntansi di bawah
Kementerian Kesehatan yang
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
berkewajiban menyelenggarakan
akuntansi dan menyampaikan
laporan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dengan
menyusun laporan keuangan
berupa Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
Penyusunan Laporan Keuangan
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan mengacu
pada Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan
dan kaidah-kaidah pengelolaan
keuangan yang sehat dalam
pemerintahan serta disusun dan
disajikan dengan basis akrual
sehingga akan mampu menyajikan
informasi keuangan yang lebih baik.
ARTIKEL
Tingkatkan Kepedulian Masyarakat terhadap Gejala Kanker
H
al itu disampaikan
Menteri Kesehatan
Nila F Moeloek dalam
sambutannya yang dibacakan
Staf Ahli Menteri kesehatan
Bidang Teknologi Kesehatan
dan Globalisasi, Slamet, pada
peringatan Hari Kanker Anak
Sedunia 2017, di Taman Sari Lippo
Karawaci, Tangerang, Banten, (22/2)
dalam rangkaian acara Hari Kanker
Anak Sedunia dimana Kementerian
Kesehatan bekerja sama dengan
Pemda Provinsi Banten dan
Pemda Kabupaten Tangerang
menyelenggarakan kegiatan Aksi
Deteksi Dini Kanker pada Anak
melalui Gerakan Masyarakat Sehat
Peduli Kanker.
Staf Ahli Bidang Teknologi
Kesehatan dan Globalisasi, Dr
slamet M.Ap, dalam sambutannya
mengatakan, “penyakit kanker
merupakan penyakit yang tidak
menular yang ditandai dengan
adanya sel/jaringan abnormal yang
bersifat ganas, tumbuh cepat tidak
terkendali dan dapat menyebar
ketempat lain dalam tubuh
penderita, Kanker menyerang siapa
saja baik pria maupun wanita, anakanak maupun dewasa.
Banyak sekali jenis kanker yang
menyerang manusia, namun ada
beberapa jenis kanker yang sering
menyerang pada pria yaitu kanker
paru, kanker prostat, kanker hati
sedangkan kanker yang sering
dialami wanita adalah kanker
payudara, kanker leher rahim,
kanker ovarium. Jenis kanker yang
sering terjadi ada anak adalah
kanker bola mata kanker darah
(leukemia)”;
Seluruh lapisan masyarakat pun
dituntut untuk terus aktif dalam
penanggulangan kanker. “Melalui
deteksi dini serta pengobatan
segera akan berpeluang pada
meningkatnya angka kesembuhan
dan angka harapan hidup”
Dalam kesempatan itu hadir
Wakil Bupati Tangerang, H.
Hermansyah, yang menjelaskan
bahwa Pemerintah Kabupaten
Tangerang terus melakukan
pembenahan dan meningkatkan
kualitas pembangunan khususnya
di sektor kesehatan yang
menyentuh langsung pada
kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat.
Sejumlah acara digelar, seperti,
aksi deteksi dini kanker pada
200 anak berupa pemeriksaan
lihat merah pada mata untuk
deteksi dini kanker bola mata
(retinoblastoma), serta seminar
yang bertujuan untuk meningkatkan
kewaspadaan dan kepedulian
masyarakat luas mengenai bahaya
kanker, meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang pola hidup
sehat sebagai upaya pencegahan
kanker, meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang pengobatan
kanker yang telah terbukti secara
ilmiah serta meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang
upaya rehabilitasi pada pasien
kanker.” Hal tersebut dijelaskan oleh
dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM
- Direktur Penyakit Tidak Menular
Kementerian Kesehatan.
“Kesehatan anak perlu
mendapat perhatian khusus
orang tua dan keluarga agar
gejala kanker pada anak dapat
dideteksi sedini mungkin,
sehingga dapat dilakukan
penanganan segera” Menteri Kesehatan.
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
28
ARTIKEL
AB-CHMINACA,
Ganja Sistetis yang Menstimulan
Tembakau Cap Gorila
Oleh : Elza Gustanti, S.Si., Apt., MH
B
eberapa waktu lalu kita
dihebohkan dengan kasus
pilot salah satu maskapai
nasional yang diduga mabuk
saat menerbangkan pesawatnya
dan dikabarkan bahwa sang pilot
mabuk karena menghisap rokok
dari tembakau cap gorila. Banyak
dari publik bertanya-tanya perihal
tembakau gorila. Apa itu tembakau
gorila? Apa kandungannya?
Bagaimana hukumnya jika
menghisap tembakau gorila?
Tembakau Gorila
Seperti yang diungkapkan
Direktur Reserse Narkoba
Kepolisian Metro Jaya Komisaris
Besar Nico Afinta, tembakau gorila
sebenarnya adalah tembakau biasa
atau rokok biasa (dari tembakau)
yang distimulasi dengan ganja
sintetis, sehingga menyebabkan
efek adiktif bagi penggunanya.
Tembakau ini dijual bebas di
akun media sosial dan pengguna
tembakau gorila ini mayoritas
berasal dari kalangan mahasiswa
dan pekerja. Di duga produsen
tembakau campuran ini berasal dari
luar negeri. (Tempo.Co, 22 Januari
2016).
Tembakau merupakan salah
satu produk dari hasil pertanian
semusim yang berasal dari daun
tanaman, genus nicotiana.
29
Tembakau
bermanfaat
untuk
pestisida
dan menjadi
bahan
utama rokok.
Di Indonesia
daerah penghasil
tembakau adalah
Temanggung, Deli,
Lombok, Jember, dan Madura.
Bahkan tembakau lokal Indonesia
dikenal memiliki kualitas nomor
wahid.
Dari berbagai sumber
online diketahui bahwa yang
mengkonsumsi tembakau cap
gorila, akan membuat penikmatnya
mengalami efek “bagaikan tertimpa
gorila”, berhalusinasi, rasa rileks
dan happy yang dirasakan oleh
si pengguna. Efek ini disebabkan
adanya ganja sistetis yang
disemprotkan ke tembakau.
Ganja Sintetis
(Syntetic Cannabinoid)
Tanaman ganja, semua tanaman
genus cannabis dan semua bagian
dari tanaman termasuk biji, buah,
jerami, hasil olahan tanaman
ganja atau bagian tanaman ganja
termasuk damar ganja dan hasis
merupakan narkotika golongan I,
sebagaimana yang di atur dalam
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
Undang-undang No.
35 Tahun 2009 tentang
Narkotika. Narkotika
Golongan I adalah
Narkotika yang hanya
dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam
terapi/oengobatan serta
mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
Adapun ganja sintetis atau
syntetic cannabinoid merupakan zat
kimia yang memiliki efek seperti
ganja, yang memiliki sifat toksik dan
dapat menyebabkan halusinasi
hingga kematian.
Ganja sintetis biasanya
dicampurkan dengan daun kering
(biasanya tembakau) dan dikemas.
Ganja sistetis tidak memiliki efek
positif bagi kesehatan, yang
dapat menyebabkan kerusakan
ginjal akut, kejang, psikosis akut,
halusinasi, koma, bahkan kematian
dan berpotensi tinggi untuk
disalahgunakan. Ganja sistetis atau
syntetic cannabinoid termasuk salah
satu golongan utama dalam New
Psychoactive Substances/NPS atau
yang dikenal zat psikoaktif baru.
New Psychoactive Substances
(NPS) / Zat Psikoaktif Baru
Menurut International Narcotic
ARTIKEL
Control Board (INCB), definisi New
Psychoactive Substances (NPS)
adalah senyawa tunggal atau
berbentuk campuran yang banyak
disalahgunakan dan belum diatur
dalam konvensi intenasional, tetapi
memiliki efek yang sama dengan zat
yang telah diatur dalam konvensi
internasional.
Definisi lain menurut UNODC
(United Nations Office on Drugs
and Crime, 2013) NPS adalah zat
yang banyak disalahgunakan, baik
bentuk tunggal atau berbentuk
sediaan campuran yang belum
diatur dalam konvensi Internasional
(Konvensi Tunggal Narkotika 1961
atau Konvensi Psikotropika 1971)
yang dapat mengancam kesehatan
masyarakat. NPS juga meliputi
senyawa yang bukan jenis baru
tetapi menunjukkan peningkatan
penyalahgunaan di masyarakat.
NPS dikenal juga dengan nama
designer drugs, herbal high, research
chemical dan legal high.
Berdasarkan informasi dan
analisis NPS yang beredar, UNODC
mengidentifikasi 6 (enam) golongan
utama NPS yang beredar di
pasaran, yaitu :
1. Syntetic cannabinoids
2. Syntetic cathinones,
3.Ketamin
4.Phenethylamines
5.Piperazine,
6. Plant-based substances
Banyak NPS yang beredar
mengandung senyawa/molekul
asing yang belum dikenal yang
dapat memiliki efek yang sama/
kurang dengan zat psikoaktif yang
telah diatur. Ada NPS yang sengaja
didesain menjadi senyawa baru
dengan mengganti gugus fungsi
sehingga menjadi zat baru yang
tidak termasuk dalam daftar zat
yang telah diatur dalam konvensi/
regulasi internasional maupun
regulasi nasional. NPS tersebut
didesain bukan untuk mendapatkan
efek terapi yang digunakan dalam
pelayanan kesehatan, melainkan
untuk mendapatkan efek psikoaktif
yang disalahgunakan dan bersifat
adiktif.
NPS saat ini telah menjadi
fenomena global dengan lebih dari
100 negara dan teritori dari seluruh
wilayah di dunia telah melaporkan
satu atau lebih NPS. Sampai
dengan Desember 2015, lebih
dari 600 zat NPS telah dilaporkan
kepada UNODC oleh pemerintah,
laboratorium dan organisasi patner
UNODC. Rata-rata, setiap minggu
beredar satu zat NPS.
Peredaran NPS ini menjadi
ancaman bagi hampir semua
negara, mengingat 4 (empat)
tahun belakangan ini terjadi
kenaikan signifikan peredaran NPS
sebagaimana pernah dipublikasikan
dalam Sidang Komisi Narkotika
tahun 2016 di Wina. Disamping
itu menjadi tantangan serius
bagi peneliti/ilmuwan, pembuat
kebijakan ataupun penegak hukum.
Hal ini karena kesulitan dalam
mengidentifikasi NPS disebabkan
penelitian terhadap NPS yang
sangat terbatas, dan tidak memiliki
studi ilmiah komprehensif terhadap
efek toksisitasnya. Selain itu karena
sebagai zat psikoaktif baru yang
belum diatur dalam regulasi, akan
menyulitkan penegak hukum dalam
menindaknya.
Permenkes Nomor 2 Tahun
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
30
2017 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika
Kementerian Kesehatan telah
menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017
tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika dan telah diundangkan
pada tanggal 9 Januari 2017
dalam Berita Negara RI Tahun
2017 Nomor 52 oleh Kementerian
Hukum dan HAM. Perubahan
penggolongan Narkotika tersebut
diatur melalui Peraturan Menteri
Kesehatan berdasarkan perintah
Pasal 6 ayat (3) Undangundang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika.
Perubahan
Penggolongan
Narkotika artinya
penambahan
/ penyesuaian
daftar narkotika
sesuai dengan
pengolongannya
berdasarkan
konvensi
internasional dan
perkembangan/
kebutuhan nasional,
seperti adanya
peredaran zat psikoaktif
baru ( New Psychoactive
Substances/NPS) yang
belum diatur dalam regulasi
nasional.
Sesuai dengan UU Nomor 35
Tahun 2009, Narkotika terdiri dari 3
(tiga) Golongan :
1. Narkotika Golongan I adalah
Narkotika yang hanya
dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak
diguinakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan
2. Narkotika Golongan II adalah
31
Narkotika berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan
terakhr dan dapat diogunakan
dalam terapi dan/ataiu untuk
tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan
3. Narkotika Golongan III
adalah Narkotika berkhasiat
pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan yang
mengakibatkan ketergantungan.
Ganja sintetis yang disemprotkan
untuk menstimulasi tembakau cap
gorila telah ditetapkan masuk ke
dalam Daftar Narkotika Golongan I
Buletin INFARKES Edisi I | Januari - Februari 2017
pada Peraturan Menteri Kesehatan
No. 2 tahun 2017, angka 86 dengan
nama kimia AB-CHMINACA : N-[(1S)1-(Aminokarbonil)-2-metilpropil]1-(sikloheksimetel)-1H-indazol-3karboksamida. Artinya narkotika
ini hanya boleh untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan
dan tidak boleh digunakan dalam
terapi serta memiliki potensi
ketergantungan yang sangat tinggi.
Barang siapa yang menggunakan/
mengkonsumsi tembakau gorila
yang mengandung ganja
sintetis AB-CHMINACA
yang telah masuk ke
dalam Daftar Narkotika
Golongan I, maka
bisa ditindak
sebagaimana
diatur dalam UU
No. 35 Tahun
2009 tentang
Narkotika.
Penutup
Dengan
terbitnya
Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor
2 Tahun 2017
tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika,
kita mengetahui bahwa
bukan Tembakau Cap gorila
yang masuk ke dalam Golongan
Narkotika, melainkan ganja
sintetis AB-CHMINACA yang
disemprotkan pada tembakau
gorila, telah ditetapkan menjadi
Narkotika Golongan I, yang hanya
dapat digunakan untuk tujuan
Pengembangan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam
terapi serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Download