PERAN SITOKIN PADA PREEKLAMPSIA dr. Wayan Artana Putra, SpOG BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD / RSUP SANGLAH 2013 BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang merupakan kelainan multifaktorial yang ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada waktu pasien beristirahat di tempat tidur pada sekurangnya dua kali pengukuran dalam 6 jam, dan proteinuria ≥ 0,3 gr/24 jam, yang terjadi sesudah umur kehamilan 20 minggu. Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa teori mengenai hipotesis penyebab dari preeclampsia yaitu: 1) teori kelainan vaskularisasi plasenta, 2) teori iskemia plasenta, 3) radikal bebas, 4) disfungsi endotel, 5) intoleransi imunologik antara ibu dan janin, 6) adaptasi kardiovaskuler genetik, 7) defisiensi gizi, dan 8) teori inflamasi. Dari teori-teori tersebut diatas, faktor imunologi diperkirakan memegang peranan yang sangat penting terhadap proses terjadinya preeklampsia (Angsar Dikman Muh, 2010). Saat ini banyak penelitian mengenai peran faktor imunologi sebagai penyebab preeklampsia.Preeklampsia merupakan komplikasi berat pada kehamilan yang ditandai dengan respon inflamasi sistemik maternal yang luas dengan aktivasi dari sistem imun dan sitokin, chemokine dan molekul adhesi memegang peran penting pada proses tersebut. Sitokin inflamasi merupakan aktivator pada vaskular endotelium dan merupakan mediator penting pada proses disfungsi endotelial yang menyebabkan preeclampsia (Davilla Daniela R, 2012). Preeklampsia adalah suatu kelainan yang dipengaruhi oleh plasenta, dimana terjadi gangguan baik lokal maupun sistemik dengan morbiditas baik pada ibu maupun bayi. Hal ini tampak pada kehamilan yang sudah lanjut, tetapi onsetnya dimulai pada usia awal kehamilan. Hipotesa yang dianut saat ini mengenai etiologi preeklampsia fokus pada immune maladaptation responses dan defectivetrophoblast invasion. Kemudian, respon inflamasi yang terjadi pada maternal,kemungkinan karena reaksi terhadap antigen asing dari fetus, mengakibatkan invasi trophoblast, remodeling arteri spiralis yang kurang baik, infark plasents dan 1 lepasnya sitokin pro-inflamasi dan bagian-bagian plasenta menuju sirkulasi sistemik. Sepanjang kehamilan normal, interaksi trophoblast pada desidua dengan sel NK pada uterus, membentuk interaksi dari beberapa jenis sitokin, menyebabkan adhesi molekul-molekul dan matrix metalloproteinase.Ketidakmampuan trophoblast menerima perubahan-perubahan ini merupakan faktor penting terhadap permulaan preeklampsia.Beberapa sitokin, yang diproduksi pada permukaan maternal-fetal menyebabkan terjadinya invasi trophoblast.Misalnya defisiensi Interleukin-10 meningkatkan respon inflamasi pada trophoblast melalui pengeluaran substansi seperti tumor necrosis factor-α dan interferon-γ.Sebagai akibatnya, trophoblast mengalami peningkatan apoptosis yang dapat menghambat daya invasinya sehingga menyebabkan transformasi arteri spiralis yang kurang bagus, hypoxia, thrombosis dan infark pada plasenta.Infark pada plasenta memicu meningkatnya kebocoran fragmen-fragmen plasenta dan sitokin pada sirkulasi maternal dan aktivasi endothelial sistemik yang meningkat yang dapat diidentifikasi pada preeklampsia. Sehingga, penatalaksanaan preeklampsia difokuskan pada gejala seperti hipertensi dimana modifikasi dari respon imun akan semakin dikembangkan di masa mendatang (Kumar Ashok, 2013). 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ●Apakah sitokin berperan terhadap pathogenesis terjadinya preeklampsia dan bagaimana cara kerja/peran sitokin sehingga bisa menyebabkan terjadinya preeklampsia? 1.3. Tujuan Penulisan Untuk mengetahui cara kerja dan peran sitokin terhadap terjadinya preeklampsia. 2 1.4. Manfaat Sari Pustaka Untuk memberikan sunbangan pengetahuan dan wawasan mengenai peran sitokin pada preeklampsia sehingga dapat dipergunakan dalam upaya penanganan yang lebih efektif, efisien, dan akurat terhadap wanita hamil yang menderita preeklampsia. 3 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi Preeklampsia paling tepat digambarkan sebagai sindrom khusus kehamilan yang dapat mengenai setiap sistem organ. Preeklampsia adalah peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mm Hg yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu disertai proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik celup dalam sampel acak urin secara menetap. Proteinuria merupakan penanda objektif, yang menunjukkan terjadinya kebocoran endotel yang luas, suatu ciri khas sindrom preeklampsia. Walaupun begitu, jika tekanan darah meningkat signifikan, akan berbahaya bagi ibu sekaligus janin jika kenaikan ini diabaikan karena proteinuria masih belum timbul. Seperti yang ditekankan oleh Chesley (1985); 10 persen kejang eklampsi terjadi sebelum ditemukannya proteinuria (Cunningham, et al 2010). 2.1.2 Etiologi Preeklampsia Aktivasi sel endotelial atau disfungsi endotelial merupakan hal utama dalam pathogenesis preeklampsia. Empat hipotesa penyebab Preeklampsia: 1. Iskemia Plasenta Menurut peneliti dari Oxford, preeklampsia merupakan penyakit pada plasenta yang terdiri dari 2 stage: Stadium I terdapat proses yang mempengaruhi arteri spiralis yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke plasenta. Stadium II menggambarkan efek dari iskemia plasenta baik pada ibu maupun bayi. Proliferasi sel endothelial terjadi pada membran microvillus syncytiotrophoblast membentuk gambaran “a honeycomb-like pattern”. Peningkatan kehilangan partikel-partikel kecil dari membrane microvillus syncytiotrophoblast kemungkinan berhubungan dengan disfungsi sistemik sel endothelial pada preeklampsia. Iskemia plasenta sebagai penyebab disfungsi 4 sel endothelial pada preeklampsia adalah suatu konsep yang menarik. Lingkungan yang normal untuk trophoblast pada trimester pertama adalah oksigen yang rendah. Oksigen yang rendah juga mempengaruhi fungsi trophoblast selanjutnya pada kehamilan, dan fakta bahwa hipoksia menginduksi perubahan syncytiotrophoblast dan cytotrophoblast pada plasenta pada trimester pertama menggambarkan perubahan histologis pada plasenta yang mengalami hipoksia pada stadium akhir dari kehamilan dengan preeklampsia (Baker N. Philip, 2005). 2. Very low-density lipoproteins (VLDL) versus toxicity-preventing activity Pada preeklampsia, sirkulasi free fatty acids (FFA) meningkat 15 sampai 20 minggu sebelum onset klinis dari penyakit ini. Serum pasien dengan preeklampsia mempunyai ratio tinggi untuk FFA dan albumin dan peningkatan aktivitas lipolitik menyebabkan penyerapan FFA meningkat pada sel endothelial yang kemudian mengalami esterifikasi menjadi trigliserida.Selain FFA, oleic, linoleic, dan asam palmitic ditemukan meningkat 37%, 25%, dan 25%. Asam linoleic menurunkan pengeluaran thrombin-stimulated prostacyclin dari 30% menjadi 60% dan asam oleic dari 10% menjadi 30%, sedangkan asam palmitic tidak memberikan efek. Plasma albumin mempunyai banyak jenis isoelectric, dengan rentang dari isoelectric point (pI) 4,8 sampai pI 5,6. FFA yang jumlahnya banyak berikatan dengan albumin, sehingga pI lebih rendah.Plasma albumin bekerja sebagai toxicity-preventing activity jika berada pada nilai pI 5,6. Karena ratio FFA terhadap albumin lebih tinggi menyebabkan perubahan dari pI 5,6menjadi 4,8, pasien dengan preeklampsia akan mempunyai protective toxicitypreventing activity yang lebih rendah (pI) dibandingkan dengan pasien dengankehamilan normal. Ratio yang rendah dari toxicity-preventing activity dengan VLDL akan menyebabkan cytotoxicity dan akumulasi trigliserida pada sel endothelial. Menurut Arbogast et al, kehamilan meningkatkan kebutuhan energi, yang ditunjukkan dengan peningkatan VLDL selama kehamilan. Pada wanita dengan kadar albumin rendah, peningkatan transportasi FFA dari jaringan lemak menuju liver akan menurunkan konsentrasi toxicity-preventing activity sedangkan 5 VLDL toxicity meningkat, memicu kerusakan sel endothelial (Baker N. Philip,2005). 3. Faktor genetik Preeklampsia memiliki kecenderungan familial.Pada penelitian sebelumnya ditemukan 26% insiden preeklampsia pada anak perempuan dan wanita dengan preeklampsia tapi hanya 8% insiden pada anak perempuan menantu.Laporan yang ada sejalan dengan alel pada umumnya, bertindak sebagai “gen utama” mendukung suseptibilitas terhadap preeklampsia (Sibai Baha, 2005). Perkembangan preeklampsia mungkin berdasar pada gen resesif tunggal atau dominan dengan penetrasi tidak lengkap. Penurunan multi faktorial adalah kemungkinan yang lain. Meningkatnya prevalensi preeklampsia pada anak perempuan yang lahir dari ibu preeklampsia, dihadapkan dengan kehamilan non preeklampsia dari ibu yang sama, dapat mengindikasikan adanya pengaruh genotip fetus pada sustibilitas terhadap preeklampsia. Satu contoh pengaruh genotip fetus pada preeklampsia adalah asosiasi antara sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, and low platelets) dengan kelainan metabolik fetal yang jarang dan insiden yang meningkat dari preeklampsia pada kasus abnormalitas kromosom fetus (contoh: triploid, trisomi 13) (Baker N. Philip, 2005). Penelitian lain memberikan bukti epidemiologis bahwa predisposisi genetik terhadap preeklampsia dapat berhubungan dengan implantasi dari plasenta. Polimorfisme fragmen HLA-DR4 pada keturunan yang dapat memberikan informasi tersebut.Asosiasi tersebut mungkin mengindikasikan kecenderungan yang menggarisbawahi penyakit autoimun dimana HLA-DR4 berhubungan, sehingga memiliki risiko lebih tinggi terhadap perkembangan preeklampsia dan IUGR daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut (Baker N. Philip, 2005). Perubahan genetik pada reseptor angiotensin II saat ini sedang dipelajari karena perubahan dalam ekspresinya mungkin ikut terlibat dalam regulasi vasodilatasi vasa uteroplasenta dan fetoplasenta. Keterlibatan disfungsi mitokondria TNF-α sebagai etiologi preeklampsia didukung oleh naiknya insiden 6 preeklampsia pada keluarga dengan kegagalan reduksi step oksidoreduktase ubiquinon dinukleotid adenine nikotinamid di rantai elektron mitokondrialnya (Baker N. Philip, 2005). Gen yang mengkode TNF terletak pada bagian sentral (class III region) dari Major Histocompatibility Complex (MHC) yang dikelilingi oleh banyak gen yang mengatur sistem imunologis. Hasil penelitian dewasa ini menunjukkan adanya hubungan antara berbagai macam penyakit dengan polimorfisme gen TNF. Produksi TNF yang optimal, tidak berlebihan diperlukan sebagai respon tubuh adekuat terhadap stimulus antigen.Hasil-hasil penelitian dewasa ini juga melaporkan adanya hubungan antara polimorfisme TNF dengan produksi TNF (Baker N. Philip, 2005). 4. Immune maladaptation Implantasi fetoplasenta kepermukaan miometrium membutuhkan beberapa elemen, yaitu toleransi imunologi antara fetoplasental dan maternal, pertumbuhan trofoblas yang akan melakukan invasi ke dalam lumen arteria spiralis dan pembentukan sistem pertahanan sistem imun (Sibai Baha, 2005). Komponen fetoplasental yang melakukan invasi ke miometrium melalui arteria spiralis secara imunologi akan menimbulkan dampak adaptasi atau maladaptasi yang sangat penting dalam proses kehamilan. Maladaptasi ini disebabkan karena fetoplasental mengandung lebih dari 50% antigen paternal dari suami. Antigen paternal akan mengaktifkan HLA-G sehingga pada saat trofoblas invasi ke dalam sistem imun maternal akan menimbulkan suatu respon imunologis dari sisi maternal untuk membuat suatu antibodi sebagai suatu AntiPaternalCytotoxic Antigen (APC antigen) yang seharusnya berfungsi untuk tidakmenghancurkan kehamilan tersebut yang secara imunologis fetus dan trofoblas menjadi suatu semi allograft yang akan memberikan reaksi autoimmune disease, sehingga terbentuk suatu maladaptasi imun antara fetoplasental dengan sisi maternal (Baker N. Philip, 2005). Selama proses kehamilan akan berkembang menjadi suatu sistem imun yang melakukan adaptasi terhadap antigen fetus dengan maternal melalui 2 sistem yaitu sistem imunitas humoral dan sistem cell mediated immunity. Cell 7 mediatedimmunityakan menghasilkan sel T Helper yaitu Th1 dan Th2 yang akansangat berperan dalam aktifitas sel-sel makrofag untuk mengaktifkan sel-sel NK dengan sitokin-sitokin dalam proses kehamilan. Penyimpangan adaptasi pada sistem imunitas akan menyebabkan suatu maladaptasi dari sistem imun maternal yang secara klinis akan menyebabkan preeklampsia (Lockwood J. Charles, 2008). 2.1.3.Patogenesis Preeklampsia Disfungsi sel endothelial merupakan jalur final dalam pathogenesis dari preeklampsia, sementara etiologi dari penyakit ini masih belum jelas. Faktor genetik juga memegang peran, bagaimanapun, tidak hanya terdapat 1 gen yang menyebabkan preeklampsia tetapi banyak faktor-faktor genetik lainnya yang berhubungan dengan kelainan atau penyakit pada ibu. Iskemia plasenta dan peningkatan hilangnya syncytiotrophoblast kemungkinan menggambarkan stadium akhir dari fenomena penyakit ini.Immune maladaptation dan hipotesis genetik merupakan hipotesis yang tepat karena didukung oleh data tentang efek dari pergantian dengan pasangan lain dan efek protektif dari paparan sperma. Peningkatan yang signifikan dari jumlah leukosit pada sel desidua dan kerja dari macam-macam sitokin memegang peran penting yang mempengaruhiinteraksi maternal-paternal sehingga berkembang menjadi fetus yang sehat (Backers H. Carl, 2010). Sitokin yang dimediasioxidative stress, disebabkan oleh immunemaladaptation atau faktor genetik, sesuai dengan data-data mengenai peran dari oxidative stress, sitokin, perubahan lipid, dan tipe maupun rangkaian kronologisdari disfungsi sel endothelial pada preeklampsia (Pinheiro, 2014). Endotel adalah lapisan sel yang melapisi dinding vaskular yang menghadap ke lumen dan melekat pada jaringan subendotel yang terdiri atas kolagen dan berbagai glikosaminoglikan termasuk fibronektin.Dahulu dianggap bahwa fungsi endotel adalah sebagai barrier struktural antara sirkulasi dengan jaringan disekitarnya, tetapi sekarang telah diketahui bahwa endotel berfungsi mengatur tonus vaskular, mencegah thrombosis, mengatur aktivitas sistem fibrinolisis, mencegah perlekatan leukosit dan mengatur pertumbuhan 8 vaskular.Substansi vasoaktif yang dikeluarkan endotel antara lain nitric oxide (NO) yang juga disebut endothelial-derived relaxing factor (EDRF), endothelialderivedhyperpolarizing factor (EDHF), prostasiklin (PGI2), bradikinin,asetilkolin, serotonin dan histamin. Substansi vasokonstriktor antara lain endothelin, platelet activating factor (PAF), angiotensin II, prostaglandin H2, thrombin dan nikotin. Endotel juga berperan pada hemostasis dengan mempertahankan permukaan yang bersifat antitrombotik.Melalui ekspresi trombomodulin, endotel membantu thrombin dalam mengaktifkan protein C menjadi protein C aktif. Selain itu endotel juga mensintesis protein S yang bekerja sebagai kofaktor protein C dalam menginaktivasi faktor Va dan faktor VIIIa. Endotel juga mensintesis faktor von Willebrand (vWF) yang berfungsi dalam proses adhesi trombosit dan sebagai pembawa faktor VIII. Faktor von Willebrand disimpan didalam Weibel-Palade bodies.Sekresi vWF dapat terjadi melalui 2 mekanisme yaitu secara konstitutif dan secara inducible(Baker N. Philip, 2005). Endotel juga berperan dalam sistem fibrinolisis melalui pelepasan tissueplasminogen activator (tPA) yang akan mengaktifkan plasminogen menjadiplasmin. Namun endotel juga mensintesis plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang berfungsi menghambat tPA. Jika endotel mengalami kerusakan oleh berbagai hal seperti shear stress hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin inflamasi dan hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut disfungsi endotel.Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga dapat terjadi hipertensi.Disfungsi endotel juga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga menyebabkan edema dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan molekul adhesi, seperti vascular celladhesion molecule-1 (VCAM-1) dan intercellular cell adhesion molecule-1 (ICAM-1) (Dharma Rahajuningsih, 2005). Peningkatan kadarsoluble VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang diinkubasi dengan serum penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai peningkatan molekul adhesi lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh karena itu diduga VCAM-1 mempunyai peranan padapreeklampsia. Namun belum 9 diketahui apakah tingginya kadar sVCAM-1 dalam serum mempunyai hubungan dengan beratnya penyakit. Disfungsi endotel juga menyebabkan permukaan nontrombogenik berubah menjadi trombogenik, sehingga bisa terjadi aktivasi koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi dapat diperiksa D-dimer, kompleks thrombin-antitrombin, fragmen protrombin 1 dan 2 (F1,2) atau fibrin monomer. Berdasarkan adanya hipertensi, edema dan proteinuria diduga disfungsi endotel memegang peranan pada pathogenesis preeklampsia (Peracoli C. Jose, 2013). Gambar 2.1.3 Hipotesis dari Patogenesis Preeklampsia 10 Fetal Compromise Maternal Outcome Severe Disease Hypovolemia Mild Disease Vasoconstriction Platelet Aggregation Balance “Good” Endothelium “Bad”Endothelium Presence of underlying disorders : (maternal susceptibilty genes) chronic hypertension hyperhomocysicinemia thrombophilic disorders obesity, syndrome X Placental Ischemia EC Dysfunction Increased STB Deportation In End-Stage Diseases Cytokine-Mediated Oxidative Stress Acute Atherosis EC Adhesion Molecules (neutrophil recruitment) Shallow Trophoblast Invasion In Spiral Arteries abnormal CTB integrin switching abnormal decidual CK activity 2.2Sitokin pada Preeklampsia 11 Immune Maladaptation Genetic Conflict 2.2.1 Definisi dan Jenis Sitokin Kata sitokin berasal dari kombinasi bahasa latin, dari kata “cyto” artinya sel dan “kinos” artinya pergerakan. Sitokinmerupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur imunitas, inflamasi, dan hematopoesis.Sitokinadalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel-sel lokal, dan dengan demikian memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokindihasilkan sebagai respon terhadap stimulus sistem imun, sitokinbekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik, yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger (tirosin kinase), untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen).Sel endotel selain berfungsi sebagai target sitokin juga merupakan sumber sitokin. Sitokin merupakan mediator polipeptida terlarut yang menjaga komunikasi dengan leukosit dan jaringan serta organ lain.Sitokin dibagi dalam sitokin imunologi yaitu tipe 1 (IFN-ɤ, TGF-β) dan tipe 2 (IL-4, IL-10, IL-13), yang mendukung respon antibodi.Sitokin bisa beraksi pada sel-sel yang mensekresinya (aksi autokrin), pada sel-sel terdekat dari sitokin disekresi (aksi parakrin), bisa juga beraksi secara sinergis (dua atau lebih sitokinberaksi secara bersama-sama) atau secara antagonis (sitokin menyebabkan aktivitas yang berlawanan).Sitokinadalah nama umum, nama yang lain diantaranya limfokin (sitokin yang dihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan monosit), kemokin (sitokin dengan aktivitas kermotaktik), dan interleukin (sitokin yang dihasilkan oleh satu leukosit dan beraksi pada leukosit lainnya. Sitokin berdasarkan jenis sel penghasil utamanya, terbagi atas monokin dan limfokin.Sitokin mengaktivasi endotel melalui pembentukan thrombus dan inflamasi.Pada pembentukan thrombus sitokin menginduksi aktifitas prokoagulan protein C dan menghambat penghancuran fibrin (Matthiesen Leif, 2005). Beberapa jenis sitokin yang ditemukan pada penderita preeklampsia adalah: 1)Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) Disfungsi sel endothelial dihipotesakan sebagai kontibutor utama dalam pathogenesis preeklampsia.Penyakit hipertensi dalam kehamilan ini ditandai dengan perubahan pada plasenta, pembuluh darah uteroplasenta, ginjal, dan 12 liver.Sitokin inflammatory telah diketahui merupakan activator poten dari vascular endothelium dan merupakan mediator pada disfungsi endothelium pada preeklampsia. Baik TNF-α maupun IL-1 menginduksi perubahan fungsional pada sel endothelial. Kedua sitokin ini meningkatkan regulasi endothelial dengan munculnya platelet-derived plasminogenactivator growth inhibitor-1, factor, yang endothelin-1, semuanya dan dihubungkan denganvasokonstriksi dan ditemukan meningkat pada pasien preeklampsia.TNF-α juga berperan menyebabkan kebocoran proteindan pada microvaskular dan hypertriglyceridemia.Sitokin diproduksi oleh sel vaskular endothelial, neutrofil dalam sirkulasinya, dan monocytes.Mereka juga diproduksi oleh trophoblast dan sel Hofbauer didalam plasenta dan banyak sel lainnya pada waktu terjadi stress pada sel tersebut (Szarka Andras, 2010). 2)Interleukin-6 (IL-6) IL-6 adalah pro-inflammatory cytokine multi-functional yang diproduksi dengan aktivasi sel vaskuler endothelial dan plasenta dan fungsinya untuk meregulasi respon imun dan inflamasi.Preeklampsia ditandai dengan disfungsi sel endothelial sistemik dan beberapa studi mengindikasikan bahwa IL-6 adalah marker yang memegang kunci dalam sirkulasi yang berperan dalam disfungsi sel. IL-6 juga meningkat pada proliferasi dari trophoblast, invasi, dan oxidative stress pada kejadian preeklampsia.Respon inflamasi maternal yang berlebihan berakibat pada invasi abnormal trophoblast (Walker JJ, 2011). 3)IL-1ra, IL-1β, IL-2, IL-4, IL-10, IL-12p40, IL-12p70, IL-18 Beberapa sitokin diatas ditemukan kadarnya meningkat pada serum pasien dengan preeklampsia (Walker JJ, 2011). 4)Chemokine seperti IL-8, IP-10 dan Monocyte Chemotactic Protein (MCP) Peningkatan chemokine pada sirkulasi maternal memainkan peran sentral terhadap meningkatnya respon inflamasi sistemik yang ditandai dengan disfungsi endothelial yang luas yang merupakan karakter dari sindrom maternal pada preeklampsia (Rahardjo Bambang, 2014). 5)Molekul adhesi seperti VCAM-1 dan ICAM-1 13 Peningkatan konsentrasinya signifikan pada pasien dengan preeklampsia dan mempunyai korelasi yang signifikan dengan peningkatan tekanan darah, fungsi renal dan liver, dan juga mempunyai level yang signifikan sesuai dengan kadar CRP, malondialdehyde, antigen factor von Willebrand dan fibronectin (Walker JJ, 2011). 2.2.2 Fungsi Sitokin Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur imunitas, inflamasi dan hematopoesis. Menurut dampak klinisnya dapat dikelompokkan menjadi: -Autokrin: jika sitokin yang bekerja pada jenis yang sama sel yang mengeluarkan. -Parakrin: jika target dibatasi untuk sel-sel dari tipe yang berbeda di sekitar langsung sekresi sitokin. Beberapa sitokin inflamasi diinduksi oleh stres oksidan.Fakta bahwa sitokin sendiri memicu pelepasan sitokin lainnya dan menyebabkan stres oksidan.Disregulasi sitokin dibagi menjadi dua kelompok yaitu ada yang bersifat memacu dan menghambat (pro-inflamasi dan anti-inflamasi sitokin).Sitokin antiinflamasi adalah serangkaian molekul imunoregulator yang mengontrol respon sitokin pro-inflamasi, yang bekerja dalam kaitan dengan inhibitor sitokin spesifik dan reseptor sitokin yang larut untuk mengatur respon kekebalan tubuh manusia.Sebaliknya sitokin pro-inflamasi bekerja memicu pelepasan sitokin lainnya dan respon imunitas lainnya (Szarka Andras, 2010). Tabel 2.1 Sitokin imun selektif dan aktivitasnya (Jonsson Y, 2005) 14 Sitokin Imun Sel penghasil Sel target Fungsi Selektif dan Aktivitasnya GM-CSF IL-1α IL-1β Sel Th Sel-sel Pertumbuhan dan differensiasi progenator monosit dan DC MonositMakrofagSel – Sel – sel Th co-stimulasi sel BDC Sel – sel B Maturasi dan proliferasi Sel – sel NK Aktivasi bervariasi Inflamasi, fase respon akut, demam IL-2 Sel-sel Th1 Pengaktifan sel Pertumbuhan, proliferasi,aktivasi T dan B, sel-sel NK IL-3 Sel-sel ThSel-sel NK Sel pokok Sel mast IL-4 Pertumbuhan dan pelepasan histamin Sel-sel Th2 Pengaktifan Sel Proliferasi dan differensiasi lgG1 B Makrofag MHC klas II Sel-sel T Proliferasi IL-5 Sel-sel Th2 dan sintesis Ig E Pengaktifan sel Proliferasi dan differensiasi B IL-6 Pertumbuhan dan differensiasi sintesis lgA MonositMakrofagSel- Pengaktifan sel Differensiasi sel plasma sel Th2Sel-sel stromal B Sel plasma Sekresi antibodi Sel pokok Differensiasi Bervariasi Respon fase akut Il-7 Stroma sumsum,timus Sel pokok Differensiasi kedalam progenitor sel T dan B. IL-8 MakrofagSel endotelium Neutrofilneutrofil Kemotaksis 15 IL-10 Sel-sel Th2 Sel-sel B IL-12 Makrofag Produksi sitokin Aktivasi MakrofagSel-sel B Sel-sel NK Pengaktifan sel- Differansiasi CTL (dengan IL-2) sel Tc Pengaktifan IFN-α Leukosit Bervariasi Replikasi virus, ekspresi MCH I IFN-β Fibroblas Bervariasi Replikasi virus, ekspresi MCH I IFN-γ Sel-sel Th1Sel-sel Tc, sel-sel NK Bervariasi Replikasi virus Makrofag Respon MHC Pengaktifan sel B Perubahan Ig menjadi IgG2a Sel-sel Th Proliferasi Makrofag Eliminasi patogen MIP-1α Makrofag Monosit, sel-sel Kemotaksis T MIP-1β Limfosit Monosit, sel-sel Kemotaksis T TGF-β Sel T, monosit Monosit, Makrofag Pengaktifan makrofag Sintesis IL-1 Pengaktifan sel B Sintesis lgA Bervariasi Proliferasi TNF-α MakrofagSel mast, sel- Makrofag sel NK Sel tumor TNF- β Sel tumor Kemotaksis Ekspresi CAM dan sitokin Sel mati Sel Th1 dan Tc Fagosit-fagosit Fagositosis, tidak ada produksi Gambar. 2.2 Sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi (Pinheiro, 2013) 2.2.3 Proses Produksi dan Pelepasan Sitokin Sel tipe Th1 mensekresikan IL-2, TNF-α, dan interferon-ϒ dengan kadar tinggi.Aktifitas ini mengaktivasi makrofag dan sel promotor yang dimediasi respon imunmelawan pathogen intraseluler yang invasif. Sel tipe Th2 memproduksi berbagaimacam sitokin anti-inflamasi, termasuk IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13.Keduanya sel Th1 dan Th2 memproduksi lebih sedikit jumlah dari TNF-α,Granulocyte-Macrophage Colony-Stimulating Factor (GM-CSF), dan IL-3.Sitokin tipe Th2 meningkatkan respon imun humoral melawan pathogenekstraseluler.Penghambatan saling silang antara sitokin tipe Th-1 dan Th-2mempolarisasi fungsional respon sel Th1 kedalam sel yang memediasi responimun humoral. Regulasi dari aktivasi sel T oleh sitokin anti-inflamasi adalahelemen kontrol awal yang krusial pada proses ini (Kumor Ashok, 2013). Sitokin adalah nama umum, nama yang lain diantaranya limfokin (sitokinyangdihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan monosit), kemokin (sitokin dengan aktivitas kemotaktik), interleukin (sitokin yang dihasilkan oleh satu leukosit dan beraksi pada leukosit lainnya). Sitokin berdasarkan jenis sel penghasil utamanya, terbagi atas monokin dan limfokin (Lockwood J. Charles, 2008). Makrofag sebagai sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell/APC), mengekspresikan peptida protein Major Histocompatibility Complex (MHC) klas II pada permukaan sel dan berikatan dengan reseptor sel T, sel T helper.Makrofag 17 mensekresi Interleukin (IL)-1β, IL-6, IL-8, IL-12, dan TNF-α (Kumar Ashok, 2013). Gambar. 2.3 Proses produksi dan pelepasan sitokin (Davilla Daniela, 2012) 2.2.4 Aspek Molekuler sitokin Pada dasarnya istilah sitokin menunjuk pada agen immunomodulating. Terdapat perbedaan sitokin dan hormon, klasik protein hormon yang beredardalam konsentrasi nanomolar, sebaliknya beberapa sitokin beredar dalamkonsentrasi picomolar yang dapat meningkat hingga 1.000-fold selama trauma atau infeksi. Berbeda dengan hormon, sumber seluler sitokin terdistribusi luas, hampir semua tercampur sel, tetapi terutama endotel/epitel sel dan makrofag adalah tempat produksi IL-1, IL-6 dan TNF-α. Sebaliknya, hormon seperti insulin dikeluarkan dari kelenjar, misal pankreas (Van Rijn, 2007). Sitokin masing-masing memiliki reseptor sel permukaan yang cocok. Kaskade sinyal intraseluler berikutnya kemudian mengubah fungsi sel. Ini mungkin termasuk upregulation dan/ atau downregulation dari beberapa gen dan faktor-faktor transkripsi mereka, sehingga dalam produksi sitokin lainnya terjadi peningkatan jumlah reseptor permukaan untuk molekul lain, atau penekanan efek mereka sendiri dengan inhibisi umpan balik (Van Rijn, 2007). 18 Gambar. 2.2.4 Ikatan sitokin dengan reseptor (Walker J.J., 2010) Tabel 2.2 Tipe Reseptor Sitokin (Jonsson Y, 2005) Tipe Reseptor sitokin Reseptor tipe 1 Contoh Reseptor tipe 2 Imunoglobin superfamili Struktur Reseptor tipe 1 interleukin Reseptor eritropoietin Reseptor GM-CSF d. Reseptor faktor interleukin Reseptor G-CSF Reseptor prolakin Reseptor faktor penghambat leukemia Mekanisme Tergantung JAK pada motif phosphory ekstraseluler- late dan asam amino mengaktifkan domain mereka. proteinYang protein pada dihubungkan lintasan sampai Janus transduksi Kinase (JAK) sinyalnya. family dari tirosin kinase Reseptor tipe 2 interleukin Reseptor interferon α / β Reseptor gamma interferon Reseptor interleukin-1 Berbagi homologi struktural CSF 1 dengan imunoglobinC Reseptor imunoglobin (antibodi), sel ReseptorInterleukin 18 molekul-molekul adhesi dan bahkan berapa sitokin. 19 Reseptor tumor nekrosis faktor family Reseptor kemokin CD27 CD30 CD40 CD120 Reseptor Lymphotoxin beta Reseptor interleukin 8 CCR1 CXCR4 Reseptor MCAF Reseptor NAP-2 Reseptor TGF beta Reseptor TGF beta 1 Reseptor TGF beta 2 Sistein-kaya akan ekstraseluler mengikat domain Tujuh transmembran heliks G proteinberpasangan 2.2.5 Pemeriksaan Sitokin pada Preeklampsia Untuk pemeriksaan sitokin dapat dilakukan dengan beberapa tehnik yaitu (Jonsson, 2005) : 1.ELISPOT (Enzym-linked immune-spot assay) Merupakan metode untuk mengukur jumlah sitokin yang dihasilkan oleh sel secara in vitro.Metode ini sangat sensitif, karena dapat mendeteksi walau hanya sekresi satu sitokin saja, dan 10-200 kali lebih sensitif dibanding ELISA konvensional. 2.ELISA (Enzym-linked immunosorbent assay) Metode ini untuk mengukur jumlah IgG dan juga dapat dimodifikasi untuk mengukur baik antibodi maupun antigen. Dengan sandwich type ELISA, dapat digunakan untuk mengukur kadar sitokin pada serum. Cara pengukurannya yaitu: serum diambil dari sampel darah vena pasien yang diambil melalui vena mediana cubiti, kemudian kadar sitokin dalam serum diukur dengan metode ELISA (R & D System, Minneapolis, USA). Selain dari serum, pengukuran sitokin juga dapat dilakukan dengan mengambil sampel dari jaringan plasenta. 3.Multiplex Bead Array Analysis Merupakan pengembangan dari tehnik ELISA dengan keuntungan dapat melakukan pengukuran secara simultan dengan menggunakan volume sampel 20 yang sedikit (50 μl). Metode ini mempunyai keuntungan dan kerugian yang hampir sama dengan ELISA, tetapi sistem deteksi multiple dapat memberi hasil yang lebih akurat dan analisis yang lebih luas mengenai apa yang terjadi pada sistem biologis. Cara pengukurannya dengan mengambil sampel serum yang mengandung sitokin kemudian dicampur dengan larutan antibodi pendeteksi. Sesudah diinkubasi, fluorochrome-labeled secondary antibodiesakan berikatan dengan sitokin, sehingga sitokin spesifik dapat diidentifikasi dan kadar sitokin dapat dideteksi dengan analisis menggunakan laser. 4.Immunohistochemistry Metode ini memberikan informasi dimana lokasi dari sitokin dan aksi dari sitokin tersebut dalam tubuh manusia.Cara pengukurannya dengan menggunakan antibodi primer yang akan berikatan dengan sitokin intraseluler, kemudian antibodi sekunder ditambahkan dan enzim yang berpasangan dengan antibodi akan bereaksi dengan substrat, yang akan menunjukkan lokasi dari sitokin intraseluler. 21 Tabel 2.3 Serum level (pg/ml) dari sitokin, chemokines, dan molekul adhesi pada wanita sehat yang tidak hamil, wanita hamil yang sehat, dan wanita hamil preeclampsia (Szarka Andras, 2010) 22 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Imunologi pada preeklampsia Pada kehamilan non preeklampsia, proliferasi trofoblas saat invasi ke desidua dan miometrium pada saat implantasi terjadi melalui dua tahap: 1. Sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi arteria spiralis maternal sehingga terjadi pergantian sel-sel endotel dan terjadi perusakan jaringan muskuloelastik dinding arteri dan mengganti dinding arteri dengan maternal fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trimester 1 dan pada masa ini pula perluasan proses tersebut mengenai deciduamiometrial junction. 2. Pada usia kehamilan 14-16 minggu, terjadi invasi tahap kedua yaitu masuknya sel-sel trofoblas kedalam lumen arteria spiralis sampai dalam miometrium. Selanjutnya proses seperti tahap pertama kemudian terjadi lagi penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastik dan perubahan fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis (thinwalled), lemas (flacid) dan berbentuk seperti kantung (sac-like) yang memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat (Baker N. Philip, 2005). Pada preeklampsia proses implantasi ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, keadaan ini disebabkan oleh karena tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskuloelastik sehingga terjadi resistensi vaskuler dan arteriosis akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteria bertambah kecil atau bahkan dapat mengalami obliterasi (Hladunewich Michelle, 2011). Penelitian tahun 2003 menyatakan bahwa pada preeklampsia terjadi penyempitan lumen arteria spiralis (diameter rata-rata 200µm, pada kehamilan tanpa preeklampsia diameter rata-rata 500 µm) dan juga terjadi penurunan perfusi plasenta 2-3 kali lebih rendah yang dibuktikan dengan terjadinya trofoblas 23 apoptosis pada plasenta. Ditemukan bahwa sel trofoblas yang memiliki kontak dengan darah maternal ternyata negatif untuk antigen HLA kelas I dan HLA kelas II, meskipun bagi yang memiliki kontak dengan jaringan maternal sering positif untuk HLA kelas I. Oleh karena itu pada trimester pertama sinsitiotrofoblas dan noninvasif vilus sitotrofoblas tidak muncul sebagai alloantigen untuk HLA kelas I, tetapi ekstravilus sitotrofoblas pada ujung kolumna sel dan arteri spiralis positif terhadap sitotrofoblas pada ujung kolumna sel dan arteri spiralis positif terhadap HLA. Gen keluarga HLA kelas I mengkode glikoprotein permukaan sel yang termasuk highly polymorphic transplantation molecules HLA-A, HLA-B dan HLA-C, yang menunjukkan ekspresi jaringan dan fungsi yang luas dalam kehadiran autolgous peptide antigene terhadap sel T. Setidaknya ada 3 gen kelas I tambahan (HLA-E, HLAF, HLA-G, yang dikenal sebagai gen nonklasik) telah diidentifikasi dan sangat homolog dengan gen HLA klasik. HLA-E dan HLA-F terekspresi pada berbagai jaringan fetus dan dewasa. Secara kontras, HLA-G hanya terekspresi pada trofoblas ekstravilus pada maternal interface, dimana tidak ada antigen klasik kelas I dan II: ekspresi yang terbatas ini diperkirakan bahwa HLA-G berperan pada toleransi imun dari semiallogenik fetus dari pihak maternal HLA-G ternyata betul-betul mampu menghambat aktifitas sel NK oleh sel lekosit granula besar uterin melawan sel trofoblas pada permukaan fetomaternal. Maka tidak adanya ekspresi HLA regular dan kehadiran dari HLA-G pada sitotrofoblas invasif ternyata menjadi dasar yang signifikan terhadap perlindungan trofoblas terhadap pengenalan imunologi maternal atau serangan sitotoksik.Selama masa gestasi sel ekstravilus sitotrofoblas mempertahankan kemampuannya untuk meregulasi ekspresi HLA-G.HLA-G harus menghindari serangan imunologi maternal terus-menerus.Secara kontras, sel sitotrofoblas hanya menunjukkan sifat invasif secara transien dengan ekspresi metalloproteinase yang meningkat dan perubahan integrin (Sibai Baha, 2005). Pertumbuhan trofoblas dan invasi yang ada mungkin bergantung pada sitokin yang diproduksi oleh sel ini sebagai respon terhadap HLA-G yang diekspresikan pada sel sitotrofoblas.Aktivitas leukosit desidual dapat mendukung pertumbuhan trofoblas dan fungsinya 24 melalui sebuah fenomena imunotrophisme.Faktor koloni-stimulan diproduksi oleh makrofag desidual dan oleh plasental yang sedang berkembang itu sendiri.Jumlahnya meningkat seiring dengan implantasinya.Faktor koloni-stimulan menstimulasi populasi makrofag endometrium, trofoblas laktogen plasenta, dan sintesa human chorionic gonadotropin, dan hal tersebut tampak terlibat dalam interaksi trofoblas desidual cukup erat selama masa kehamilan awal. Faktor GM-CSF, IL-1, TNF-α, IFN-y, dan CSF-1 kesemuanya berdampak pada perlekatan blastosit dan implantasi trofoblas, proliferasinya dan invasinya. Oleh karena TNF-α, IFN-α, IFN-β, IFN-γ dan faktor transforming growth (TGF)-1b diproduksi oleh plasenta dan menginhibisi sintesa asam deoksiribonukleat trofoblas, akan ikut ambil bagian dalam hal regulasi pertumbuhan trofoblas (Baker N Philip, 2005). Sel T helper sebagai tipe inhibitor mutual pada plasenta dengan tipe sel yang pertama, dinamai sel Th1, mensekresi IL-2, IFN-γ dan limfotoksin.Hal ini kontras dengan tipe sel Th2, yang mensekresi IL-4, IL-6 dan IL-10. Sitokin Th1 dihubungkan dengan imunitas sel mediated dan reaksi hipersensitifitas lambat, sedang sitokin Th2 menangkap respon antibody dan reaksi alergi. Oleh karena sitokin Th1 diperhitungkan cukup berbahaya terhadap kehamilan dan sitokin Th2 (IL-10) dan men-down regulasi produksi sitokin Th1, maka telah diungkapkan bahwa kehamilan yang sukses merupakan fenomena Th2. Beberapa substansi seperti prostaglandin E2, TGFb, GM-CSF, dan IL-10 berperan dalam rangkaian imunoendokrin pada pemeliharaan kehamilan. PGE-2 mempunyai banyak perangkat imunosupresif, termasuk inhibisi semua sel sistem imun. IL-10 secara potensialmemiliki 2 mekanisme yang mana dapat menginhibisi fungsi imun: secara langsung sebagai faktor inhibitor sintesis sitokin dan secara tak langsung sebagai pemacu trofoblas invasi ke dalam arteri spiralis (Baker N. Philip, 2005). Dalam keadaan hipoksia maka plasenta mengeluarkan molekul berupa molekul adhesi interseluler-1 (ICAM-1) dan molekul adhesi sel vaskuler-1 (VCAM-1) dan meningkatkan aktifitas sintetase nitric oksida dan kadar beberapa prostaglandin, pada saat yang sama di mana aktifitas sintetase nitric oksida endotel didown-regulasi. Sejauh ini, sebagian besar studi melaporkan temuan adanya peningkatan kadar TNF-α plasma pada preeklampsia, ini terjadi setelah 25 sindrom terdeteksi secara klinis. TNF α plasenta merupakan marker yang lebih dapat diandalkan untuk aktifitas sitokin pro inflamasi. Terdapat 2 reseptor TNF-α 75 dan 55 kd berat molekul (p75 dan p55). Masing-masing merupakan protein yang larut dalam air yang secara spesifik mengikat TNF-α. Kadar TNF solubel telah diketahui meningkat setelah naiknya TNF-α, mengikat TNF-α, dan memberikan mekanisme perlindungan melawan berlebihnya produksi TNF-α (Sibai Baha, 2005). Sumber produksi berlebih ini mungkin adalah leukosit (desidual) yang teraktivasi oleh plasenta sendiri, karena sinsitiotrofoblas mengandung asam ribonukleat messenger TNF-α. Preeklampsia memperlihatkan beberapa aspek respon fase akut, yang mungkin disebabkan pula oleh meningkatnya kadar IL-6. Berubahnya protein plasma, yang termasuk pula naiknya seruloplasmin plasma, a1-antitripsin, dan haptoglobin, hipoalbuminemia dan berkurangnya transferring plasma merupakan gambaran dari reaksi fase akut, seperti halnya perubahan nyata pada aktifitas komplemen.Invasi trofoblas akan memicu aktifitas leukosit sehingga terjadi reaksi inflamasi sehingga akan terjadi peningkatan sitokin pro inflamasi IL6 yang memiliki efek terhadap sel endotel seperti meningkatnya permeabilitas, stimulasi sintesis faktor pertumbuhan asal dari platelet, dan terhentinya sintesa prostasiklin. Radikal bebas oksigen telah diketahui memacu sintesa IL-6 endotel.Produksi IL-6 berhubungan dengan TNF-α.IL-6 merupakan umpan balik negatif secara langsung terhadap produksi TNF-α, produksinya dalam desidua dan trofoblas dipengaruhi oleh TNF-α dan IL-1.Kadar IFN-y meningkat pada preeklampsia. IFN-y berhubungan dengan ekspresi ICAM-1, sel endotel dan sintesa IL-6, yang mungkin merupakan penjelasan lain untuk meningkatnya kadar IL-6 pada preeclampsia (Baker N. Philip, 2005). Pelepasan sitokin ini kedalam peredaran darah maternal oleh plasenta yang mengalami hipoksia Phosphatidiyl-inositol menyebabkan 3 kinase endotel (PI3K) growth akan factor menurun (EGF) sehingga dan akan mengakibatkan disfungsi endotel dan sel trofoblast akan mengalami apoptosis lebih cepat pada pasien preeklampsia (Szarka Andras, 2010). 26 Kemudian dapat terjadi efek trauma yang lebih luas sehingga mengakibatkan peningkatan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan mengakibatkan inflamasi jaringan pada plasenta. Keadaan ini akan memperberat stres oksidatif dan disfungsi endotel dari plasenta. Selanjutnya akan terjadi vasospasme plasenta, sebagai akibat dari produksi lokal mitokondria dan neutrofil dari plasenta. TNF-α dan IL-6 akan menurunkan aktivitas lipoprotein lipase, meningkatkan lipolisis jaringan adiposa, dan merupakan mediator resistensi insulin. Secara hipotetis, peningkatan produksi TNF-α dan IL-6 oleh plasenta dan jaringan adiposa maternal berperan dalam resistensi hormon insulin, dislipidemia, dan stres oksidatif pada preeklampsia (Pinheiro, 2013). Beberapa sitokin diketahui berperan dalam perkembangan dari kehamilan muda.granulocyte-macrophage colony- stimulating factor (GM-CSF), IL-1, TNFα, Interferon-γ (IFN-γ), dan colony-stimulating factor-1 (CSF-1) berpengaruh pada blastocyst dan implantasi, proliferasi, dan invasi trophoblast. Karena TNF-α, IFN-α, IFN-β, IFN-γ, dan transforming growth factor(TGF)-1β diproduksi pada unit uteroplasental dan menghambat sintesis trophoblast deoxyribonucleic acid, mereka mungkin berperan dalam regulasi pertumbuhan trophoblast. IL-1, GMCSF, dan IL-6 diperkirakan mempunyai efek menstimulasi pertumbuhan trophoblast (Matthiesen Leif, 2005). Hubungan antara immune maladaptation dan endothelial cell activation pada preeklampsia adalah bahwa sel desidua mengandung banyak sel-sel dari sumsum tulang, dan bila sel-sel ini teraktivasi akan melepaskan mediatormediator yang akan berinteraksi dengan sel endotel (Baker N. Philip, 2005). Elastase Neutrofil yang teraktivasi melepaskan elastase dan toxic protease lainnya, yang dapat merusak pembuluh darah endothelium. Level plasma elastase secara signifikan meningkat pada penderita preeklampsia dibanding dengan kehamilan normal dan berhubungan dengan peningkatan level endothelin dan Factor VIIIrelated antigen, yang mendukung peran mereka dalam menyebabkan disfungsi sel endothelial pada preeklampsia (Sibai Baha, 2005). 27 Radikal bebas oksigen Preeklampsia dihubungkan dengan oxidative stress, yang didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara prooxidant dan antioxidant menyebabkan kekurangan prooxidant, memicu kerusakan sel. Radikal bebas oksigen dapat memicu terbentuknya lipid peroxides. Lesi pada pembuluh darah desidua pada preeklampsia terutama lesi atherosclerotic, keduanya menunjukkan nekrosis fibrinoid dari dinding pembuluh darah dan akumulasi dari sel lipid (Dildy III A. Gary, 2007). Leukosit yang teraktivasi dapat merupakan sumber pokok dari radikal bebas oksigen pada preeklampsia.Radikal bebas oksigen dan elastase bekerja secara sinergis menyebabkan kerusakan sel endothelial. Plasenta adalah sumber lain dari radikal bebas pada preeklampsia, produksi placental lipid peroxide berhubungan dengan peningkatan produksi TxA2 plasenta. Metabolisme asam arachidonat menimbulkan radikal bebas oksigen dengan jalur baik lipoxygenase maupun cyclooxygenase, tetapi jalur cyclooxygenase menimbulkan > 1000 kali lebih banyak superoxide dibanding jalur lipoxygenase. Walsh memberi hipotesa bahwa neutrofil dapat teraktivasi pada sirkulasi melalui intervillous oleh lipid peroxide yang terdapat pada sel trophoblast. Peningkatan lipid peroxide juga terjadi pada platelet dan sel darah merah (Pinheiro, 2014). Radikal bebas menyebabkan disfungsi sel endothelial seperti perubahan yang dapat diamati pada preeklampsia. Lipid peroxide menstimuli sintesa prostaglandin H tetapi menghambat sintesa prostacyclin, sehingga peningkatan level lipid peroxide pada preeclampsia meningkatkan produksi platelet-derived TxA2 diatas sintesa vascular prostacyclin. Radikal bebas menghalangi produksi nitric oxide sel endothelial dan menghalangi sintesa nitric oxide pada macrophage. Lipid peroxide mengubah permeabilitas kapiler terhadap protein yang merupakan penyebab terjadinya edema dan proteinuria. Lipid peroxide menyebabkan thrombosis dengan meningkatkan pembentukan thrombin dan pelepasan endothelial plasminogen bersamaanmenurunkan activator pelepasan inhibitor-1 antithrombin sementara dan pada endothelial saat tissue plasminogen activator. Lipid peroxide mengubah cairan pada membran sel dengan meningkatkan ikatan 28 dengan kolesterol, asam lemak yang teroksidasi, dan low-density lipoproteins. Pada preeklampsia fenomena ini dapat dilihat pada platelet, eritrosit, dan sel trophoblast.Hal ini dapat menjelaskan bahwa pada inkubasi sel endothelial dengan serum dari penderita preeklampsia terdapat peningkatan kandungan triglycerides pada sel endothelial, yang menyebabkan gangguan pada fisiologi dari sel endothelial (Walker J.J., 2011). Hipotesa bahwa sitokin terutama TNF-α berkontribusi pada oxidativestress pada preeklampsia telah dikemukakan oleh Stark. Kerusakan mitochondria adalah efek pertama yang dapat dideteksi dari TNF-α pada kultur sel, sementara beberapa studi menunjukkan preeklampsia berhubungan dengan tipe yang sama dari kerusakan mitochondria. Oxidative disequilibrium pada preeklampsia kemungkinan mempunyai hubungan dengan aktivitas sitokin, terutama TNFα.Antioksidan menghambat pelepasan TNF-α karena mereka mengkontrol status oxidation-reduction dari glutathione peroxidase, yang merupakan bagian pentingdari endogenous modulator dari produksi TNF-α. Didalam mitochondria, TNF-α mengurangi aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas oksigen dan kemudian membentuk formasi lipid peroxide. Jika hal itu dibiarkan dengan tidak ada penurunan yang efisien lebih lanjut dari oksidasi glutathione peroxidase, maka efek toksik yang serius akan terjadi (Sibai Baha, 2005). Immune maladaptation mungkin merupakan penyebab abnormalimplantation dan hal itu dapat mencetuskan iskemia plasenta.Iskemia plasenta menyebabkan perubahan pada sitokin dan oxidative stress terjadi pada preeklampsia.Sel plasenta memproduksi erythropoietin, yang merupakan prototipe molekul untuk regulasi transkriptional karena hipoksia pada mamalia. TNF-α dan IL-1 mempunyai rangkaian deoxyribonucleic acid yang homolog atau hampir homolog dengan elemen yang responsif meningkatkan hipoksia pada gen erythropoietin, dan hal ini menimbulkan secara potensial tetapi belum melalui penelitian adanya suatu hubungan molekul antara hipoksia plasenta dan stimulasi produksi dari sitokin (Baker N. Philip, 2005). 29 Gambar 3.1 Invasi trophoblast pada endotel pada preeclampsia (Hladunewich Michelle, 2011) 3.2 Peran Sitokin Pada Preklampsia TNF dan IL-1 meningkatkan regenerasi dari thrombin, plateletactivatingfactor, factor VIII-related antigen, dan plasminogen activator inhibitor-1, meningkatkan permeabilitas sel endothelial, dan munculnya intercellular adhesionmolecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule1 (VCAM-1)dan meningkatkan aktifitas dari nitric oxide synthetase dan meningkatkan level dari beberapa prostaglandin, dan pada saat bersamaan aktivitas dari endothelial nitric oxide synthetase diturunkan. Banyak studi menyatakan bahwa terdapatpeningkatan level TNF-α pada pasien preeklampsia, meskipun masih kontroversi apakah peningkatan TNF-α terjadi sesudah sindrom terdeteksi secara klinis dan apakah peningkatan ini hanya terjadi pada kehamilan dengan preeklampsia dengan komplikasi IUGR. Ada 2 reseptor spesifik untuk TNF-α yaitu dengan berat molekul 75 dan 55 kd (p75 dan p55). Masing-masing merupakan soluble protein yang secara khusus berikatan dengan TNF-α.Level dari soluble TNF resepror diketahui meningkat sesudah peningkatan TNF-α, mengikat TNF-α, dan kemudian menyebabkan mekanisme protektif melawan peningkatan produksi dari TNFα.Level p55 dan p75 soluble TNF reseptor secara signifikan meningkat pada preeklampsia dibanding kehamilan normal.Sumber dari peningkatan produksi 30 TNF-α ini kemungkinan karena aktivasi leukosit desidual atau dari plasenta sendiri, karena syncytiotrophoblast mengandung TNF-α messengerribonucleicacid. Preeklampsia menunjukkan beberapa aspek dari respon fase akut,yang kemungkinan disebabkan karena peningkatan level IL-6. Perubahan pada plasma protein, termasuk peningkatan plasma ceruloplasmin, α1antitrypsin, dan haptoglobin, hipoalbuminemia, dan penurunan plasma transferin merupakan karakteristik dari reaksi fase akut, seperti terdapat dalam serum pasien preeklampsia. IL-6 juga mempunyai efek pada sel endothelial seperti meningkatkan permeabilitas, stimulasi sintesa platelet-derived growth factor, dan menghalangi sintesa prostacyclin. Radikal bebas oksigen diketahui menginduksi sintesa IL-6 pada endothelial. Produksi IL-6 berhubungan dengan TNF-α, dimana IL-6 memberikan feed back negatif langsung pada produksi TNF-α, dan produksinya pada desidua dan trophoblast meningkat karena TNF-α dan IL-1. Kadar IFN-γ juga meningkat pada preeklampsia. IFN-γ meningkatkan regulasi sel endothelial, ekspresi ICAM-1 dan sintesis IL-6, yang kemungkinan merupakan penjelasan mengenai meningkatnya level plasma IL-6 pada preeklampsia. IL-8 dan GM-CSF ditemukan dalam kadar yang sama baik pada kehamilan normal maupun preeclampsia (Sibai Baha, 2005). Disfungsi sel endothelial terjadi melalui aktivasi dari produksi protein sel permukaan yang memediasi keikutsertaan sel-sel inflamasi. Proses ini dimediasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel inflamasi dan mengaktivasi sel-sel endothelial. Sejumlah leucocyte-endothelial adhesion molecules telah diidentifikasi, meliputi E-selectin, VCAM-1, dan ICAM-1.ICAM-1 dan VCAM-1 mempunyai distribusi yang luas pada jaringan, sedang E-selectin hanya terdapat pada sel endothelial. Preeklampsia dihubungkan dengan peningkatan level maternal serum dari soluble VCAM-1, E-selectin, dan kemungkinan ICAM-1. Peningkatan ini kemungkinan merupakan fase awal.Peningkatan reseptor antagonis IL-6 dan IL-1 (menyebabkan peningkatan konsentrasi IL-1) level pada preeclampsia berhubungan dengan peningkatan konsentrasi VCAM-1.Peningkatan soluble cell adhesion molecules menunjukkan peningkatan kemunculan molekulmolekul ini pada sel-sel endothelial dan menjelaskan aktivasi dari leukosit pada 31 preeklampsia. Interaksi sel endothelial abnormal-leukosit pada preeklampsia beredar pada sirkulasi maternal, yang ditunjukkan dengan kemunculan yang sama dari cell adhesion molecules pada pembuluh darah plasenta dan level elastase pada plasma fetus dengan kehamilan preeklampsia bila dibandingkan dengan kehamilan normal (Baker N. Philip, 2005). 32 3.3. Peran Sitokin dalam memediasi respon tekanan darah terhadap iskemia Sitokin inflamasi seperti IL-6 dan TNF-α dilaporkan mengalami peningkatan pada preeklampsia, pentingnya sitokin ini dalam memediasi disfungsi kardiovaskuler dan ginjal sebagai respon terhadap iskemia plasenta selama kehamilan belum dapat dijelaskan secara lengkap.TNF-α dan IL-6 mungkin memainkan peranan penting dalam memediasi hipertensi dan penurunan hemodinamik ginjal seperti dapat diamati pada hewan percobaan (Hladunewich Michelle, 2011). 3.4 Peran Sitokin inflamasi pada endotelium Kerusakan endotel merupakan stimulus pembentukan endotelin (ET-1), peningkatan produksi ET-1 dan aktivasi reseptor ETA mungkin berperan juga dalam patofisiologi hipertensi selama kehamilan.Konsentrasi ET-1 dalam plasma wanita preeklampsia lebih tinggi dibanding wanita hamil normal. Secara tipikal, tingkat ET-1 dalam plasma pada penyakit yang telah memasuki stadium lanjut lebih tinggi, yang menunjukkan bahwa ET-1 mungkin tidak terlibat dalam mengawali preeklampsia, namun lebih berpengaruh pada progresifitas dari penyakit ini menjadi fase yang lebih berbahaya (Hladunewich Michelle, 2011). 3.5 Peran Sitokin pada sistim renin-angiotensin Sistim renin-angiotensin memiliki peranan penting dalam pengaturan fungsi ginjal, homeostasis cairan tubuh, dan tonus pembuluh darah.Efek angiotensin II dalam meningkatkan tekanan darah terjadi akibat pengaruh perubahan fungsi ginjal, peningkatan tahanan perifer pembuluh darah, dan peningkatan aktifitas sistim saraf simpatis. Terdapat suatu mekanisme proinflamasi dari angiotensin II dalam menimbulkan hipertensi, angiotensin II tidak hanya meningkatkan sintesis sitokin inflamasi, namun juga memiliki peran penting dalam memediasi terjadinya hipertensi yang diakibatkan oleh angiotensin II (Hladunewich Michelle, 2011). 3.6 Peran Sitokin pada sistim saraf Para peneliti berpendapat bahwa preeklampsia merupakan suatu keadaan overaktifitas sistim saraf simpatis.Sistim saraf otonom dikenal sebagai regulator tekanan darah jangka pendek, namun terdapat kemungkinan untuk terjadi regulasi jangka panjang melalui gangguan sistim simpatis pada ginjal.Aktifitas sistim saraf simpatis pada preeclampsia lebih besar jika dibandingkan dengan wanita hamil 33 normal. Peningkatan tahanan pembuluh darah tepi dan tekanan darah yang menandai preeklampsia dimediasi setidaknya sebagian oleh peningkatan aktifitas vasokonstriktor simpatis (Hladunewich Michelle, 2011). BAB IV 34 RINGKASAN Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang merupakan kelainan multifaktorial yang ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada waktu pasien beristirahat di tempat tidur pada sekurangnya dua kali pengukuran dalam 6 jam, dan proteinuria ≥ 0,3 gr/24 jam, yang terjadi sesudah umur kehamilan 20 minggu. Preeklampsia adalah penyakit pada kehamilan yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria sesudah umur kehamilan 20 minggu. Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui Saat ini hipotesis mengenai penyebab dari preeklampsia secara garis besar yaitu: iskemia plasenta, very low-density lipoprotein (VLDL) versus toxicity-preventing activity, preeklampsia sebagai penyakit genetik, dan immune maladaptation. Sitokin merupakan mediator polipeptida terlarut yang menjaga komunikasi dengan leukosit dan jaringan serta organ lain. Sel endotel selain berfungsi sebagai target sitokin juga merupakan sumber sitokin. Sitokin mengaktivasi endotel melalui pembentukan thrombus dan inflamasi.Pada pembentukan thrombus, sitokin menginduksi aktifitas prokoagulan protein C dan menghambat penghancuran fibrin. Beberapa contoh sitokin yang berperan dalam reaksi imunologi yang terjadi pada pasien preeclampsia, antara lain: Tumor necrosis factor-α (TNF-α), Interleukin-6 (IL-6), IL-Ira, IL-1β, IL-2, IL-4, IL-10, IL-12p40, IL-12p70, IL-18, Chemokine seperti IL-8, IP-10, dan Monocyte chemotactic protein (MCP), Molekul adhesi seperti VCAM-1 dan ICAM-1. DAFTAR PUSTAKA 35 Angsar Dikman Muh. 2010. Hipertensi dalam Kehamilan.PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal 531-561. Backers H. Carl, Markhan Kara, Moorehead Pamela. 2010. Maternal preeclampsia and neonatal outcomes.American Journal of Obstetrics and Gynaecology. Page 17. Baker N. Philip, Kingdom C.P. John. 2005. Pre-eclampsia Current Perspective on Management. The Parthenon Publishing Group. Page 7-271. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. 2010. Hipertensi Dalam Kehamilan. Obstetri Williams, Ed. 23, Vol. 2. Hal 740-794. Davilla Daniela R., Julian G. Colleen, Browne A. Vaughn, 2012. Role of Cytokine in Altitude-Associated Preeclampsia, Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women′s Cardiovascular Health 2. Page 65-70. Dharma Rahajuningsih, Wibowo Noroyono, Raranta P.T. Hessyani. 2005. Disfungsi Endotel pada Preeklampsia, MAKARA Kesehatan, Vol. 9, no.2, Desember 2005: 63-69 Dildy III A. Gary, MD, Belfort A. Michael, MD, Phd, Smulian C. John, MD, PhD, 2007. Preeclampsia Recurrent and Prevention. Seminar Perinatology 31: 135-141, Elsevier Inc. All rights reserved. Evers C, Anne Mieke, Van Rijn B. Bas, 2005. Subsequent pregnancy outcome after first pregnancy with normotensive.Severe early-onset intrauterine growth restriction at < 34 weeks of gestation.European Journal of Obstetrics and Gynaecology. Page 45-48. 36 George M. Eric, Granger P. Joey, 2011. Endothelin: Key mediator of hypertension in preeclampsia. American Journal of Hypertension.Page 99. Hladunewich Michelle, Karumanchi Ananth S., Lafayette Richard, 2011.Pathophysiology of the clinical manifestations of preeclampsia.American Journal of Obstetrics and Gynaecology. Page 650-663. Jonsson Y, 2005. Cytokines and Balance Immune in Preeclampsia,A Survey of Some Immunological Variables and Methods in The Study of Preeclampsia. Linkopings Universitet, Sweden. Page 3-68. Kang Lin, Chen Hwan Chung, Yu Hsiang Chen, 2014. An Association Study of Interleukin-4 gene and Preeclampsia in Taiwan, Taiwanese Journal of Obstetrics & Gynecology 53; 215-219. Kumar Ashok, Begum Nargis, Prasad Sudha, 2013. IL-10, TNF-α, IFN-γ: Potential early Biomarker for Preeclampsia, Cellular Immunology 283 (2013) 7074. Lockwood J. Charles, Yen Feng Chih, Basar Murat, Preeclampsia-Related Inflammatory Cytokines Regulate Interleukin-6 Expression in Human Decidual Cells, The Amercan Journal of Pathology, Vol 172, No. 6, June 2008., Page 15711579. Magee A. Laura, Helewa Michael, Dadelszen Von Peter, 2008. Diagnosis, evaluation, and management of the hypertensive disorder of pregnancy. Journal of The Obstetrics and Gynaecology Canada. Page 9-26. Matthiesen Leif, Berg Goran, Ernerudh Jan, 2005. Immunology of Preeclampsia, Markert UR (ed): Immunology of Pregnancy, Chem Immunol Alergy. Basel, Karger, Vol 89, pp 49-61. 37 Peracoli C. Jose, Castro Bannwart F. Camilla, Romao Mariana, 2013. High Level of Shock Protein 70 are Associated with Pro-inflammatory Cytokines and may Differentiate Early-from late-onset Preeclampsia, Journal of Reproductive Immunology 100; 129-134. Pinheiro, B. Melina, Carvalho G.Maria, Filho-Martins A. Olindo, 2014. Severe Preeclampsia: Are Hemostatic and Inflammatory Parameter Associated?. Clinica Chimica Acta 427, Page 65-70. Pinheiro B. Melina, Filho Martins A. Olindo, Mota L. Paula Ana, 2013. Severe preeclampsia goes along with a cytokine network disturbance towards a systemic inflammatory state, Cytokine 62; 165-173. Rahardjo Bambang, Widjajanto Edy, Sujuti Hidayat, 2014. Different Levels of IL1α, IL-6, TNF-α, NF-kB, and PPAR-γ in Monocyte Cultures Exposed by Plasma Preeclampsia and Normotensive Pregnancy, Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women′s Cardiovascular Health; 187-193. Sibai Baha, Dekker Gus, Kupferminc Michael, 2005. Preeclampsia, Lancet: 365: 785-99. Szarka Andras, Rigo Janos Jr, Lazar Levente, 2010.Circulating Cytokines, Chemokines and Adhesion Molecules in Normal Pregnancy and Preeclampsia Determined by Multiplex Suspension Array, British Medical Journal Immunology; 11:59. Van Rijn B. Bas, Bruinse W. Hein, et al, 2007. Classic Risk Factors Predictive of First Cardiovascular Events in Women with a history of early-onset Preeclampsia: Opportunities for Primary Prevention. European Journal of Obstetrics and Gynaecology. Page 56-60. 38 Walker J.J, 2011. Inflammation and Preeclampsia, Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women′s Cardiovascular Health 1. Page 43-47. Xiao J.P., Yin Y.X., Gao Y.F., 2012. The Increased Maternal Serum Levels of IL6 are Associated with The Severity and Onset of Preeclampsia, Cytokine 60; 856860. 39