PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DINAMIKA STRUKTUR KEPRIBADIAN DAN IDENTITAS GENDER TOKOH SASANA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Elizabeth Ayudya Ratna Rininta NIM: 134114028 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA FEBRUARI 2017 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir ini merupakan laporan yang ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia. Penelitian ini mengkaji dinamika struktur kepribadian dan identitas gender tokoh Sasana dalam Pasung Jiwa karya Okky Madasari dengan pendekatan psikoanalisis dan feminis. Dalam proses penyusunan tugas akhir ini, banyak pihak yang telah membantu memberikan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Susilawati Endah Peni Adji, S. S, M. Hum. sebagai pembimbing skripsi I, terima kasih telah membantu saya dalam mendalami psikoanalisis dan feminis khususnya dalam mengkaji gender laki-laki. 2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. sebagai pembimbing skripsi II, terimakasih atas saran dan diskusi yang menyempurnakan skripsi ini. 3. Para dosen program studi Sastra Indonesia (Dr. Paulus Ari Subagyo, M. Hum, Drs. Herry Antono, M. Hum, Prof, Dr, Praptomo Baryadi Isodarus, M. Hum, Dr. Yoseph Yapi Taum, Rano Sumarno, S. Sn, M. Sn, Sony Christian Sudarsono, S. S, M. A, Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M. Hum, Maria vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN “Ich bin nichts, und ich müßte alles sein.” (Saya bukan apa-apa tapi saya harus menjadi segalanya.) -Karl Marx- Skripsi ini saya persembahkan untuk, Ayah saya yang telah mendapatkan kebebasan dan segalanya di nirwana. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Rininta, Elizabeth Ayudya Ratna. 2017. Dinamika Struktur Kepribadian dan Identitas Gender Tokoh Sasana dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari. Skripsi Strata Satu (S1). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengkaji dinamika struktur kepribadian dan identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa. Tujuan penelitian ini yaitu; (1) menganalisis dan mendeskripsikan dinamika dan struktur kepribadian tokoh Sasana, (2) mengkaji identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra dengan menggunakan teori psikoanalisis. Kemudian, dilanjutkan dengan teori identitas gender Joan Wallach Scoot untuk menganalisis identitas gender tokoh Sasana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi. Berdasarkan analisis struktur dan dinamika kepribadian Sasana dapat disimpulkan bahwa tokoh Sasana memiliki dorongan id yang kuat yaitu ingin berlaku seperti perempuan dan menjadi penyanyi dangdut terkenal namunid dan ego-nya (usaha-usaha mewujudkan id) terhalang oleh superego berupa aturan dari orangtuanya dan norma-norma yang ada di masyarakat.Id dan ego dalam diri Sasana mengalami tekanan-tekanan dalam usaha pemenuhan hasratnya, sehingga Sasana mengalami beberapa dinamika kepribadian. Dinamika-dinamika tersebut adalah; mimpi, frustasi, konflik, kecemasan, neurosis, sublimasi, displacement, dan oedipus complex. Hasil berdasarkan analisis gender tokoh Sasana mengunakan lima gender role, diperoleh kesimpulan sebagai berikut; (1) Sasana ditakdirkan terlahir sebagai laki-laki, namun, cenderung menyukai hal-hal berbau perempuan, (2) Sasana dianggap transgender sehingga dikucilkan dari masyarakat, (3) Sasana menunjukkan usaha seorang laki-laki dalam mengubah idenitas diri menjadi keperempuanan untuk mendapatkan kepuasan batin, (4) Gender Sasana tetap laki-laki dan orientasi seksualnya tetap ditujukan untuk perempuan, (5) Sasana belum menunjukkan peranannya sebagai laki-laki yang sesuai dengan pandangan masyarakat. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT Rininta, Elizabeth Ayudya Ratna. 2017. The Dynamics of the Structure Of The Personality and Gender Identity of Sasana figures in Pasung Jiwa by Okky Madasari. Thesis S-1 Degree. Indonesian Literature Study Program, Indonesian Literature Departement, Faculty of Literature, Sanata Dharma University. This research examines the dynamics of the structure of the personality and gender identity Sasana figures in Pasung Jiwa. The purpose of this research namely; (1) analysis and describe the structure of the personality figures of Sasana, (2) analysis the dynamics of the personality figures of, (3) analyzes and find gender identity Sasana figures in Pasung Jiwa by Okky Madasari. The approach used in this research is the approach of psychology literature using the theory psychoanalytical technique. Then continued with gender theory to analyze the gender identity figures of Sasana. The method used in this research is the analysis of the contents. The results of the analysis of the structure and dynamics of the personality of Sasana obtained the conclusion as follows; Sasana has id and dream, he want to be a women because he doesn’t like many things about man. But, he can’t transforming to women because his father and mother don’t accept this. So, Sasana try to repress his id and ego. Then the dynamics in Sasana figures is dream, frustrating, conflict, neurotic, sublimation, displacement, and oedipus complex. The results based on gender analysis of Sasana figures are using five gender role , can be obtained the conclusion as follows; (1) Sasana destined born as man but he want to be women like his sister, Melati,(2) Sasana is like transgender so excluded from the society, (3) Sasana as man wanabe women and try anything to make his like a beautiful women, (4) Sasana still have sexual orientation toward women namely Masita. The condition of the Sasana that feminim doesn’t cause the changes in the case of sexual orientation of Sasana, (5) Sasana has not shown its role as a man in accordance with the views of society. x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .............. iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ............................ iv LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ............................................ v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................. viii ABSTRAK ........................................................................................................... ix ABSTRACT ........................................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 1.5 Tinjauan Pustaka .............................................................................. 1.6 Landasan Teori ................................................................................. 1.6.1 Struktur Kepribadian .............................................................. 9 1.6.2 Dinamika Kepribadian ........................................................... 15 1.6.3 Oedipus Complex ................................................................... 18 1.6.4 Identitas Gender ..................................................................... 21 1.7 Metode Penelitian ............................................................................ 26 1.8 Sumber Data ..................................................................................... 27 xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1.9 Sistematika Penyajian ....................................................................... 28 BAB II DINAMIKA DAN STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH SASANA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI 2.1 Struktur Kepribadian Sasana .............................................................. 31 2.2 Dinamika Kepribadian Sasana ........................................................... 40 BAB III IDENTITAS GENDER TOKOH SASANA DALAM NOVEL PASUNG JIWAKARYA OKKY MADASARI 3.1 Gender Berdasarkan Atribut Sosial ..................................................... 55 3.2 Kesenjangan Gender Berdasarkan Perbedaan dalam Hal Berpolitik dan Bersikap ....................................................................................... 57 3.3 Genderzation ...................................................................................... 59 3.4 Gambaran Jenis Kelamin yang Seharusnya Dimiliki ......................... 61 3.5 Gender role ........................................................................................ 63 BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN .................................................................................. 64 4.2 SARAN .............................................................................................. 65 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 66 xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pasung Jiwa merupakan satu dari beberapa novel karangan Okky Madasari yang juga menyuarakan kebebasan khususnya kebebasan dalam menunjukkan jati diri dan identitas gender seseorang. Setelah sebelumnya Okky menulis Maryam (2012) yang berkisah tentang orang-orang yang terusir karena keyakinan yang berbeda kemudian Entrok (2010) yang membahas tentang perjuangan perempuan pada masa orde baru dan 86 (2011) tentang fenomena korupsi di Indonesia. Sehingga dapat kita lihat bahwa karya-karya Okky terhubung dalam satu benang merah yaitu perlawanan atas ketidakadilan. Novel Pasung Jiwa secara umum mengisahkan tentang kehidupan seorang laki-laki yang bernama Sasana. Sasana lahir dan besar dalam lingkungan keluarga yang termasuk dalam kelas sosial atas di masyarakat. Sejak Sasana berusia kanakkanak, ia selalu dituntut kedua orangtuanya untuk tumbuh menjadi manusia sesuai dengan pandangan kedua orangtuanya. Sasana kecil dikursuskan piano dan dipaksa hanya mendengarkan dan memainkan lagu-lagu ber-genre jazz dan pop. Namun tiada disangka, Sasana lebih menggemari lagu-lagu dangdut hingga gerakan-gerakan ala penyanyi dangdut. Mengetahui hal tersebut, kedua orangtua Sasana semakin mengikat Sasana hingga pada akhirnya Sasana dimasukkan ke SMA khusus laki-laki. Selama masa SMA, Sasana juga mengalami kekerasan dan tekanan dari kakak tingkatnya. Ketika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 memasuki kuliah, Sasana memilih untuk kuliah di Malang dan akhirnya Sasana mulai merasa memperoleh kebebasan. Kebebasan Sasana ini dimulai ketika Sasana bertemu dengan Jaka Wani atau yang biasa dipanggil Cak Jek. Cak Jek yang memiliki bakat bermain gitar akhirnya mengajak Sasana untuk mengamen karena Cak Jek tahu, Sasana memiliki bakat menjadi penyanyi dangdut. Untuk membuat lebih menarik Cak Jak mendandani Sasana dengan pakaian wanita dan mereka mulai mengamen dan mentas dari satu panggung hajatan ke panggung hajatan lainnya. Dan semenjak itu Sasana mengubah namanya menjadi Sasa. Ia menikmati perubahan penampilan dirinya dari seorang pria menjadi wanita seksi dengan goyangan mautnya dengan menjadi Sasa ia merasa nya aman dan bebas menjadi apa yang dia inginkan. Petualangan Sasa dan Cak Jek membawa mereka pada berbagai peristiwa yang mungkin tidak pernah mereka duga yang membuat keduanya ditangkap polisi. Ketika ditangkap dan dipenjara sebagai seorang waria Sasa menerima perlakuan tidak senonoh, ia diperkosa dan dipaksa melayani nafsu bejat dari para tentara dan komandan yang menangkapnya. Sasa begitu terpukul sehingga ketika keluar dari penjara Sasa memutuskan untuk menata hidupnya dan kembali pada kedua orang tuanya kemudian Sasana dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Penindasan terhadap Sasana kembali terjadi. Sasana yang dianggap abnormal kembali ingin disingkirkan dari masyarakat.Di sisi lain, selepas dari penjara Cak Jek bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik elektronik, ketika dirinya mendapat perlakuan yang tidak adil oleh majikannya ia menggalang aksi mogok kerja sehingga dirinya dikejar-kejar aparat, melarikan diri hingga ke Jakarta dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 akhirnya bergabung dalam sebuah laskar berjubah putih untuk ikut berjuang bagi Agama dan Tuhan. Penindasan tidak hanya terjadi pada diri Sasana, tetapi juga pada diri Cak Jek. Cak Jek pun dipaksa mengikuti norma hingga akhirnya Cak Jek masuk ke dalam organisasi pembela Agama dan Tuhan. Sasana bebas dari rumah sakit jiwa dan kembali menjadi penyanyi dangdut.Keinginan karirnya kini didukung oleh ibunya.Namun, ketika pementasan dangdut Sasana diadakan di Jawa Timur, acara tersebut dikacaukan oleh organisasi jubah putih yang dipimpin Cak Jek.Sasana pun kembali ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Pada bagian akhir novel Sasana kembali dipertemukan dengan Cak Jek.Cak Jek yang merasa bersalah pada Sasana akhirnya membebaskan Sasana dari penjara.Kemudian mereka melarikan diri dan merasa bebas dengan pilihan hidup mereka. Peneliti akan mengkaji novel Pasung Jiwa dengan menitikberatkan kajian terhadap tokoh utama yaitu Sasana. Kajian ini dibagi menjadi dua rumusan masalah yang pertama kajian mengenai dinamika struktur kepribadian tokoh Sasana dengan menerapkan teori psikoanalisis Sigmund Freud dan yang kedua kajian terhadap identitas gender tokoh Sasana menggunakan teori gender Joan Wallach Scoot. Menurut Albertine (2010:11), psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis ini berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia, serta ilmu ini merupakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 bagian dari psikologi yang memberikan kontibusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini. Psikoanalisis merupakan sejenis psikologi tentang ketidaksadaran; perhatian-perhatiannya terarah pada bidang motivasi, emosi, konflik, sistem neurotic, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Kajian dinamika kepribadian tokoh Sasana bertujuan untuk mengetahui kepribadian Sasana dan menemukan symptom-symptom neurotic yang membangun kepribadian Sasana. Kajian terhadap tokoh dilanjutkan dengan mengkaji identitas gender pada diri tokoh Sasana. Secara sosiologi, gender mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin seseorang yang diarahkan pada peran sosial atau identitas dalam masyarakat. WHO memberi batasan gender sebagai “seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi lakilaki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dalam suatu masyarakat.Gender juga dikaitkan dengan seksualitas. Seksualitas sendiri berhubungan dengan kodrat jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan lakilaki. Menurut Ivan Illich (Illich, 2007: 6), masyarakat industrial menciptakan dua mitos: yang pertama tentang leluhur seksual atau gender di masyarakat, yang kedua tentang gerakan masyarakat ke arah kesetaraan. Kedua mitos itu disingkap sebagai dusta-dusta manusia yang tergabung dalam “jenis kelamin nomor dua”. Bicara mengenai gender, kita akan menemukan golongan-golongan yang mencoba memberikan identitas-identitas tertentu dalam masyarakat. Dalam hal ini terdapat identitas maskulin, feminin, atau netral. Identitas ini mempengaruhi pembedaan perilaku, pembedaan universal dalam budaya-budaya kedaerahan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 norma dalam masyarakat. Oleh sebab itu gender membeda-bedakan tempat, waktu, alat, tugas, bentuk-bentuk wicara, gerak-gerik, dan persepsi yang dihubungkan dengan lelaki dan yang dihubungkan dengan perempuan dalam kebudayaan. Asosiasi tersebut membentuk gender sosial karena secara khusus terikat pada tempat dan waktu tertentu. Dalam hal ini bisa disebut gender kedaerahan karena rangkaian penghubungan itu khas sekelompok masyarakat tradisional di wilayah geografis tertentu. Permasalahan mengenai gender merupakan jiwa analisis dari kritik sastra feminis. Joan Wallach Scoot mengungkapkan lima konsep analisis gender yang digunakan sebagai dasar analisis gender (Sugihastuti dan Suharto, 2002: 23-24). Pertama, perbedaan gender ialah perbedaan dari atribut-atribut sosial, karakteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan, dan sebagainya yang dirumuskan untuk perorangan menurut ketentuan kelahiran. Kedua, kesenjangan gender ialah perbedaan dalam hal berpolitik, memberikan suara, dan bersikap antara laki-laki dan perempuan. Ketiga, genderzation ialah pengacauan konsep pada upaya menempatkan jenis kelamin pada pusat perhatian identitas diri dan pandangan terhadap orang lain. Keempat, identitas gender ialah gambaran tentang jenis kelamin yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan oleh tokoh yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan perbedaan perilaku sesuai dengan karakteristik biologis. Kelima, gender role ialah peranan perempuan atau peranan laki-laki yang diaplikasikan secara nyata.Kelima konsep dasar tersebut akan peneliti terapkan dalam novel Pasung Jiwa karangan Okky Mardasari.Peneliti memilih novel Pasung Jiwa sebagai bahan penelitian yang dikaji menggunakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 perspektif feminis karena novel Pasung Jiwa memberikan gambaran mengenai kehidupan laki-laki yang dianggap menyimpang dari konstruksi gender terhadap laki-laki dan tatanan yang ada dalam masyarakat. Pada umumnya dalam kajian gender lebih menitikberatkan pada ketidakadilan terhadap perempuan dan otoritas laki-laki terhadap keberadaan perempuan. Tetapi ada baiknya pembicaraan mengenai gender juga membahas tentang laki-laki. Hal ini disebabkan, bahwa sebenarnya keberhasilan ide (tuntutan) feminisme dapat terwujud apabila terdapat "kerjasama" antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan tujuan awal feminis yaitu egaliter atau kesetaraan gender. Novel Pasung Jiwa karya Okky Mardasari merupakan teks sastra yang dijadikan bahan penelitian. Teks-teks sastra dalam novel tersebut akan dianalisis struktur kepribadian tokohnya menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Kemudian baru dikaji dengan kajian feminis untuk mengupas lebih dalam mengenai identitasgender laki-laki. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana struktur kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwadilihat dari sudut pandang teori psikoanalisis? 2. Bagaimana dinamika kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa dilihat dari sudut pandang teori psikoanalisis? 3. Bagaimana gender tokoh Sasana berdasarkan teori gender Joan Wallach Scoot? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 1.3 Tujuan Penelitian 1. Memaparkan struktur kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwaberdasarkan teori psikoanalisis. 2. Memaparkan dinamika kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwaberdasarkan teori psikoanalisis. 3. Mengkaji gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa menggunakan teori gender Joan Wallach Scoot? 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini adalah dinamika, struktur kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa dan konstruksi gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Mardasari yang diperoleh dari analisis psikologi tokoh menggunakan teori psikoanalisis dan kajian terhadap identitas gender laki-laki menggunakan teori gender. Secara umum hasil penelitian tentang identitas gender laki-laki muncul karena adanya nilai-nilai yang harus dimiliki laki-laki sebagai manusia yang terkontruksi berjiwa maskulin. Manfaat teoretis penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu pengetahuan di bidang kritik sastra yaitu memberikan contoh kajian penerapan teori psikoanalisis dan teori gender dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Mardasari. Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai rujukan penelitian tentang studi gender khususnya gender laki-laki. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat membantu pembaca memahami novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari secara lebih mendalam. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian inimempunyai relevansi dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang mengangkat novel Pasung Jiwa sebagai objek kajian penelitian. Penelitian yang ditemukan; skripsi yang berjudul “Wacana Identitas Transgender dalam Novel, Analisis Wacana Kritis Identitas Transgender dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Mardasari” yang disusun oleh Muhammad Rizki Nasution dari Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2014) serta skripsi yang berjudul “Problem Kejiwaan Tokoh Utama dalam Pasung Jiwa karya Okky Mardasari” yang disusun oleh Nur Wahyu Hidayat dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negri Yogyakarta (2015). Penelitian mengenai novel Pasung Jiwa yang disusun oleh Nasution, Muhammad Rizki (2014) mengidentifikasi wacana laki-laki sebagai penolong transgender dan normalitas heteroseksual. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kesadaran mental Okky Mardasari sebagai penulis Pasung Jiwa membawanya kepada wacana yang mengkomodifikasi transgender sebagai bagian dari era reformasi yang menuntut balas pembreidelan orde baru. Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode wacana kritis model Teun. A. Van Dijk. Hidayah, Nur Wahyu dalam penelitiannya yang berjudul “Problem Kejiwaan Tokoh Utama dalam Pasung Jiwa karya Okky Mardasari (2015)” membahas mengenai permasalahan yang berkaitan dengan abnormalitas tokoh Sasana. Penelitian ini menunjukkan bahwa (1) secara fisiologis tokoh utama yang bernama Sasana dan biasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 dipanggil Sasa,mempunyai kepribadian ganda yaitu maskulin dan feminim, secara psikologis tokoh Sasana mempunyai mental minder dan penakut dan secara sosiologis tokoh Sasana berasal dari keluarga berpendidikan sedang Sasana berprofesi sebagai biduan, (2) tokoh utama Sasana didiagnosis mengalami perilaku abnormal, (3) penyebab utama problem kejiwaan Sasana dikarenakan pola asuh keluarga dan rasa sensitif yang berlebihan, (4) cara mengatasi problem kejiwaan tokoh utama Sasana dengan cara psikoterapi, pemberian obat penenang dan perawatan di rumah sakit jiwa. Kedua penelitian diatas memiliki kesinambungan dengan penelitian ini. Penelitian ini akan mengangkat psikoanalisis tokoh utama yaitu Sasana kemudian akan dilanjutkan dengan analisis identitas gender laki-laki menggunakan perspektif feminis. 1.6 Landasan Teori Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teori yakni psikoanalisis dan teori gender. Teori psikoanalisis dipakai untuk menganalisis dinamika dan struktur kepribadian tokoh pada bab 2, sedangkan teori gender digunakan untuk menganalisis identitas gender tokoh Sasana pada bab 3. 1.6.1 Struktur Kepribadian Dalam struktur kepribadian Freud ada tiga unsur sistem penting, yakni id, ego, dan superego. Id terletak pada lapisan ketidaksadaran manusia berupa naluri, keinginan dasar manusia, ego terletak diantara ketidaksadaran dan kesadaran manusia, berfungsi sebagai pelaksana kepribadian, sedangkan superego terletak pada lapisan kesadaran manusia yang berperan sebagai penekan id atau ketidaksadaran manusia. Superego ini merupakan aspek-aspek sosial diluar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 kepribadian manusia. Menurut Bertens (2006:32) istilah lain dari tiga faktor tersebut dalam psikoanalisis dikenal sebagai tiga “instansi” yang menandai hidup psikis. Dari ketiga sistem atau ketiga instansi ini satu sama lain saling berkaitan sehingga membentuk suatu kekuatan atau totalitas. Maka dari itu untuk mempermudah pembahasan mengenai kepribadian pada kerangka psikoanalis, kita jabarkan sistem kepribadian ini. 1.6.1.1 Id Menurut Bertens (2006:32-33), id merupakan lapisan psikis yang paling mendasar sekaligus id menjadi bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih lanjut. Artinya id merupakan sisitem kepribadian asli paling dasar yakni yang dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting, impuls, dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya. Energi psikis dalam id itu dapat meningkat oleh karena perangsang, dan apabila energi itu meningkat maka menimbulkan tegangan dan ini menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan). Dari situlah id harus mereduksikan energi untuk menghilangkan rasa tidak enak dan mengejar keenakan. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagiid, kenikmatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 adalah keadaan yang relative inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Jadi ketika ada stimulasi yang memicu enerji untuk bekerja-timbul tegangan energi-id beroperasi dengan prinsip kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan diri ke tingkat energi rendah. Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan proses primer. Proses primer ialah reaksi membayangkan atau mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Idhanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar-salah , tidak tahu moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberikepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego. 1.6.1.2 Ego Ego adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan atau realita (Freud dalam Suryabrata 2010:126). Ego berbeda dengan id. Menurut Koeswara (1991:33-34), ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengaruh individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Menurut (Freud dalam Bertens 2006:33), ego PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 terbentuk dengan diferensiasi dari id karena kontaknya dengan dunia luar, khususnya orang di sekitar bayi kecil seperti orang tua, pengasuh, dan kakak adik. Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia realita atau kenyataan. Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Menurut Bertens (2006:33), tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan lingkungan sekitar, lagi untuk memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik antara keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang-mencapai-kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id. Untuk itu sekali lagi memahami apa yang dimaksudkan dengan proses sekunder, perlu untuk melihat sampai dimana proses primer membawa seorang individu dalam pemuasan keinginan sehingga dapat diwujudkan dalam sebuah kenyataan. Proses sekunder terdiri dari usaha menemukan atau menghasilkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 kenyataan dengan jalan suatu rencana tindakan yang telah dikembangkan melalui pikiran dan oral (pengenalan). 1.6.1.3 Superego Menurut Bertens (2006:33-34), superego dibentuk melalui internalisasi (internalization), artinya larangan-larangan atau perintah-perintah yang berasal dari luar (para pengasuh, khususnya orang tua) diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam. Dengan kata lain, superego adalah buah hasil proses internalisasi, sejauh larangan-larangan dan perintah-perintah yang tadinya merupakan sesuatu yang “asing” bagi si subyek, akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari subjek sendiri, seperti “Engkau tidak boleh…atau engkau harus…” menjadi “Aku tidak boleh…atau aku harus…” Menurut Freud (dalam Suryabrata, 2010:127) Superego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya yang dimasukkan dengan berbagai perintah dan larangan. Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan. Oleh karena itu, Superego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya yang pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak, dan dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistic sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realitik dari ego. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Superego dalam hal mengontrol id, bukan hanya menunda pemuasan tapi merintangi pemenuhannya. Fungsi utama dari superego yang dihadirkan antara lain adalah: 1. Sebagai pengendali dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impulsimpuls tersebut disalurkan dengan cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat. 2. Untuk mengarahkan ego pada tujuan-yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan. 3. Mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda kealam sadar. Superego bersama dengan id, berada dialam bawah sadar (Hall dan Lindzey, 1993:67-68). Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam prakteknya, namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis. Identifikasi id, ego, dan superegoditujukan untuk mengetahui kepribadian manusia pada tahap awal. Dikatakan awal karena setelah identifikasi id, ego, dan superego kajian dapat dilanjutkan untuk menganalisis mimpi, regresi, neurosis dan hal-hal lain yang menyangkut kejiwaan manusia. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 1.6.2 Dinamika Kepribadian Identifikasi id, ego, dan superegoditujukan untuk mengetahui kepribadian manusia pada tahap awal. Dikatakan awal karena setelah identifikasi id, ego, dan superego kajian dilanjutkan dengan menganalisis dinamika kepribadian manusia. Dinamika kepribadian terbentuk dari cara-cara id, ego, dan superego menguasai dan memperlakukan nafsu-nafsu. Dalam hal ini ada tiga kemungkinan; ditekan, diberi kepuasan secara wajar, atau diberi kepuasan dengan cara dilakukan ke arah lain atau sublimasi. Di sini peran ego sangat penting yang dalam prosesnya dibantu oleh superego. Dinamika kepribadian dibagi menjadi mimpi , neurosis, kastrasi, sublimasi, dan displacement. 1.6.2.1 Mimpi Adanya fakta bahwa nafsu-nafsu ditekan ke alam bawah sadar, ternyata di bawah alam sadar nafsu-nafsu tersebut tidak tinggal diam, selalu bergejolak untuk mendapatkan kepuasan. Bila sewaktu-waktu ego lemah, atau sensor terhadap id kurang, maka kemungkinan nafsu-nafsu itu akan muncul pada lapisan kesadaran. Nafsu-nafsu tersebut muncul dalam bentuk perbutan-perbuatan keliru atau dalam bentuk mimpi. Mimpi terjadi apabila nafsu yang tertekan di bawah alam sadar muncul dalam kesadaran pada waktu orang tidur. Menganalisa mimpi merupakan landasan yang sangat penting untuk memahami kehidupan psikis manusia. (Bertens, Kees. 2006: 77) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 1.6.2.2Frustasi, Konflik, dan Kecemasan Frustasi merupakan ketegangan psikis yang disebabkan oleh adanya dorongan-dorongan kekecewaan akibat tidak mendapat kepuasan. Terdapat dua jenis frustasi yaitu frustasi privasi yang terjadi apabila objek kepuasan tidak tersedia dan frustasi dprivasi yang terjadi apabila objek kepuasan tersedia, tetapi karena sesuatu hal orang tidak dapat mencapai kepuasan tersebut. Frustasi yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi pada diri sendiri disebut konflik. Konflik timbul apabila dorongan yang satu bertentangan dengan dorongan yang lain, atau dapat juga terjadi bila id bertentangan dengan ego. Frustasi yang disertai rasa taku dapatt menimbulkan kecemasan. Kecemasan timbul dari kegagalan, sehingga kecemasan menimbulkan ketegangan dan daya pendorong bagi manusia untuk berbuat, menghindari objek, mengkang dorongan-dorongan, atau mengikuti suara hatinya. Kecemasan merupakan faktor utama timbulnya psikoneurosa. (Bertens, Kees. 2006: 36) 1.6.2.3 Neurosis Dali Gulo (1982 : 179), berpendapat bahwa neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh pada sebagaian kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai dengan : keadaan cemas yang kronis, gangguangangguan pada indera dan motorik, hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki energi fisik, dst.Berdasarkan pendapat mengenai neurosis dari para ahli tersebut dapat diidentifikasi pokok-pokok pengertian mengenai neurosis sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 a. Neurosis merupakan gangguan jiwa pada taraf ringan. b. Neurosis terjadi pada sebagian kecil aspek kepribadian. c. Neurosis dapat dikenali berdasarkan gejala yang paling menonjol yaitu kecemasan. d. Penderita neurosis masih mampu menyesuaikan diri dan mampu melakukan aktivitas sehari-hari. e. Penderita neurosis tidak memerlukan perawatan khusus di rumah sakit jiwa. Penyebab neurosis yaitu perpaduan antara hasil kecenderungan dari fiksasi-libido yang disebabkan oleh kondisi seksual turun menurun (pengalaman nenek moyang) dan pengalaman pada masa kanak-kanak, dengan pengalaman tidak sengaja atau hal-hal traumatik (Freud. 2006: 410). Studi neurosis pada anak-anak akan membantu kita menghindari salah pengertian tentang neurosis pada dewasa. Neurosis pada anak-anak dianggap wajar saja dan biasa terjadi sehingga kerap kali diabaikan. Namun, bila kita melihat kembali ke belakang penyakit ini mudah dikenali. Neurosis sering tampak dalam bentuk histeria dan kecemasan. Ketika neurosis muncul pada masa dewasa, analisisnya sering menunjukkan bahwa neurosis yang diderita pada saat sekarang merupakan kelanjutan neurosis di masa kanak-kanak yang mungkin hanya terekspresikan dalam bentuk yang tersembunyi dan paling awal dalam perkembangan (Freud, 2006: 411-412). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 1.6.2.4 Sublimasi Sublimasi merupakan salah satu cara mengatasi frustasi. Sublimasi ini berupa pemindahan atau penyaluran pemuasan nafsu dai suatu objek ke objek yang lain dan ditujukan ke arah perkembangan kebudayaan atau ke arah positif. Sublimasi terlibat dalam mengubah impuls id. Energi insting diganti menjadi perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat. Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk pengalihan. (Minderop, 2010: 34) 1.6.2.5 Displacement Ketika objek yang dibutuhkan untuk memuaskan id tidak ada, orang kemungkinan besar akan menggantinya dengan objek yang lain. Contohnya, ketika anak-anak tidak senang kepada orang tua mereka, mereka tidak berani mengekspresikan ketidaksenangannya karena takut akan hukuman yang diberikan. Jadi mereka melampiaskannya kepada orang lain, misalnya kepada adiknya atau saudara kandung yang lain. (Koeswara, 1991: 47) 1.6.3 Oedipus Complex Sigmund Freud berpendapat bahwa setiap orang mengalami Oedipus Complex pada usia sekitar 2-5 atau 6 tahun dalam proses perkembangan psikologisnya. Nama ini diambil dari mitos Yunani yang bercerita tentang Oedipus yang mencintai ibunya sendiri dan akhirnya membunuh ayahnya untuk menikahi ibunya. Freud melihat bahwa yang dialami oleh tokoh dalam mitos ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 sama dengan yang terjadi pada perkembangan psikologis setiap orang. Freud kemudian memakai nama tokoh mitos ini untuk menggambarkan konsepnya. Bertens mendefinisikan konsep Freud tentang Oedipus Complex ini sebagai, “Keseluruhan pikiran dan perasaan—yang sebagian besar tak sadar—yang berkisar pada keinginan anak kecil untuk memiliki orang tua yang jenis kelaminnya berbeda dengan dia dan menyingkirkan orang tua yang jenis kelaminnya sama.” Bagi Freud, setiap orang mengalami fase cinta pada orang tua sendiri, yang kemudian diakhiri dengan sublimasi terhadap perasaan tersebut. Tulisan ini memaparkan penjelasan tentang Oedipus Complex serta berlangsungnya gejala tersebut, mulai dari kemunculan sampai dengan penyelesaiannya. (Bertens, 2005: 21) 1.6.3.1 Oedipus Complex dan Perkembangan Kepribadian Menurut Freud, perkembangan kepribadian seseorang berkaitan dengan perkembangan seksualitasnya. Kepribadian manusia dewasa ditentukan oleh perkembangan seksualitasnya sejak masa kanak-kanak. Freud mengakui adanya seksualitas pada anak-anak. Seksualitas ini tidak seperti yang terjadi pada orang dewasa. Seksualitas anak-anak tidak terhalang dengan aturan-aturan moral sehingga bentuknya, jika dinilai dari sudut pandang orang dewasa, tampak sebagai preversi. Seksualitas ini berlangsung secara tidak sadar. Oedipus Complex merupakan salah satu gejala yang terjadi dalam proses perkembangan seksualitas anak ini, sehingga nantinya turut mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 Oedipus complex terjadi pada yang dinamakan Freud fase phallic. Fase phallic merupakan masa anak-anak mulai menemukan kesenangan dengan alat kelamin mereka. Fase ini mengikuti fase oral dan anal—masa anak-anak menemukan kesenangan dengan mulut (oral) dan saluran pembuangan kotoran (anal). Jika pada fase oral dan anal kepuasan seksual anak hanya tertuju pada dirinya sendiri (otoerotisme) melalui organ-organ makan dan pembuangan, pada fase phallic anak mulai mengarahkan intensi seksualnya pada objek di luar dirinya, yaitu orangtua. (Bertens, 2005: 22) 1.6.3.2 Proses Terjadinya Oedipus Complex Awalnya, ketertarikan ini terjadi secara sama pada anak laki-laki dan perempuan. Mereka sama-sama mengingini ibu mereka. Hal ini karena anak-anak menganggap bahwa ibu mereka memberi kenyamanan dan pemuasan kebutuhan mereka. Sedangkan, terhadap ayah mereka mengembangkan rasa permusuhan dan persaingan karena melihatayah memiliki hubungan cinta dengan ibunya. Seiring perkembangannya, anak laki-laki melihat bahwa anak perempuan tidak memiliki penis, tidak seperti dirinya yang memilikinya. Begitupun di pihak lain anak perempuan melihat bahwa anak laki-laki memiliki penis, sedangkan dirinya tidak. Hal ini menyebabkan anak perempuan mengalami penis envy (kecemburuan akan penis), sedangkan anak laki-laki mengalami castration anxiety (cemas dikebiri). Anak perempuan merasa iri melihat anak laki-laki memiliki penis. Ia kemudian menyalahkan ibunya sebagai penyebab ketidak lengkapan dirinya ini, lalu mulai menyukai ayahnya—karena memiliki penis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 Pada anak laki-laki, kesadaran memiliki penis dan bahwa anak perempuan tidak memilikinya justru membuatnya menjadi cemas. Ia menyangka bahwa penis anak perempuan telah dikebiri dan mulai merasa takut bahwa ada kemungkinan penisnya juga akan dikebiri. Karena rasa sukanya pada ibunya dan permusuhannya dengan ayahnya, ia mulai takut bahwa ayahnya akan mengebiri dia. (Semiun, 2010: 45) 1.6.3.3 Akhir Fase Oedipus Complex Rasa takut dikebiri akhirnya membuat anak laki-laki merepresi cinta yang dirasakannya pada ibunya. Rasa cinta tersebut dialihkan kepada teman-teman perempuannya. Pada tahap inilah, menurut Freud, laki-laki tidak lagi mencintai ibunya—secara sadar—lalu mengalihkan objek cinta pada teman-temannya. Anak laki-laki juga mulai mengidentifikasi dirinya pada sosok yang ditakuti, yaitu sang ayah sehingga menimbulkan identifikasi gender. Anak laki-laki mulai menjadikan figur maskulinitas ayahnya sebagai figur ideal. Pelarangan mencintai ibu sendiri dan dorongan menjadikan ayah sebagai figur kemudian membentuk superego anak. Pada anak perempuan, cinta pada ayahnya akan berujung pada perasaan putus asa, bahwa tidak mungkin ia bisa mendapatkan ayahnya. Anak perempuan akhirnya menyerah untuk mendapatkan ayahnya. Perasaan cinta kemudian direpresi dan ia mengidentifikasi dirinya dengan ibunya. Seperti anak laki-laki, anak perempuan mengalihkan rasa cinta pada ayahnya menjadi cinta pada teman laki-laki dan mulai mengidentifikasi dirinya sebagai wanita. (Semiun. 2010: 45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 1.6.4. Identitas Gender Gender tidak diturunkan langsung melalui ciri biologis atau prakecenderungan seseorang untuk menjadi manusia dengan jenis tertentu. Gender juga bukan kepemilikan individual. Gender adalah pengaturan sosial dan setiap gender individu terbangun dalam orde sosial, sehingga perspektif tentang gender tidak hanya bisa dipandang dalam kajian feminis tetapi juga merupakan hegemoni yang ada dalam masyarakat. Kelamin merupakan penggoongan biologis yang didasarkan pada sifat reproduksi potensial. Kelamin berlainan dengan gender yang merupakan elaborasi sosial dari sifa biologis. Gender membangun sifat biologis; dari yang tadinya bersifat alami, kemudian melebih-lebihkannya, dan pada akhirnya menempatkannya pada posisi yang sama sekali tidak relevan. Contohnya, sama sekali tidak ada alasan biologis yang dapatt menjelaskan mengapa para perempuan harus berlenggok dan para laki-laki harus membusung, atau, mengapa perempuan harus memakai kutek di jari kakinya, sedangkan laki-laki tidak. Walau demikian, batas bahwa kelamin bersifat biologis dan gender bersifat sosial terlalu samar. Orang-orang beranggapan jika gender diwariskan melalui praktik tersebut pengasuhan anak sehingga hal tersebut bersifat sosial, sedangkan kelamin langsung diturunkan secara biologis. Menamai seseorang dengan label laki-laki atau perempuan tidak lebih merupakan keputusan yang bersifat sosial. Kita dapat saja menggunakan bantuan pengetahuan ilmiah untuk membuatnya masuk akal, namun hanya kepercayaan gender kitalah yang dapat mendefinisikan jenis kelamin kita. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 Pada awalnya orang dewasa akan menerapkan praktik gender pada anakanak; memperlakukan mereka sebagai laki-laki atau perempuan, dan menafsirkan segala yang dilakukan oleh anak itu sebagai kelaki-lakian atau keperempuanperempuanan. Akhirnya, setelah berlangsung selama bertahun-tahun si anak akan mengambil alih apa yang dahulu dilakukan oleh orang dewasa tadi dan mempraktikkannya pada orang lain. Menjadi seorang laki-laki atau perempuan bukanlah suatu keadaan yang stabil sifatnya, melainkan sebuah proses yang berjalan terus menerus; semacam jalan yang ditempuh oleh orang yang bersangkutan, sebuah pilihan yang bermula dari penggolongan-penggolongan masyarakat berkaitan dengan orang tersebut. Seorang anak yang baru dilahirkan menjadi objek penggenderan oleh orang lain di sekelilingnya melalui bermacam cara. Cara tersebut tidak hanya dilakukan oleh si orang bersangkutan sebagai individu, namun juga sebagai bagian dari komunitas sosial terstrukur yang menghubungkan individu-individu dengan institusi-institusi sosil dan berbagai ideologi kultural. Sangatlah mungkin untuk mengatakan bahwa gender, pada fase awal kehidupan ini, dibentuk melalui kolaborasi. Seseorang haruslah memilih dan bersikap sebagai laki-laki atau perempuan dan bahwa pilihan daan sikapnya itu memerlukan legitimasi dari lingkungannya. (Sugihastuti dan Suharto, 2010: 17) 1.6.4.1 Market Hetereoseks Ketika manusia berada dalam dunia pendidikan, aktivitas penjodohan antara laki-laki dan perempuan mulai terlihat. Kegiatan ini bukan hanya dilakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 oleh perorangan dan bukan pula satu kegiatan yang muncul seperti apa adanyaatau semerta-merta merupakan masalah sehari-hari. Kegiatan ini adalah bentuk awal market sosial yang memberi dasar bagi orde sosial pertemanan. Dan melalui market ini pulalah muncul perubahan mendasar yang berkaitan dengan pemisahan gender dan diferensiasi. Pada masa-masa tertentu, orang dewasa selalu mengawasi perilaku anakanak. Sejalan dengan berkembangnya orde sosial pertemanan, muncul pula inisiatif bagi anak-anak untuk mengorganisasikan kontrol sosial mereka sendiri. Perilaku heteroseksual diorganisasikan oleh orde sosial pertemanan, sedangkan market heteroseks menjadi pusat tumbuhya orde sosial pertemanan. Perkembangan gender tidak selesai pada taraf kanak-kanak dan remaja. Gender bertransformasi seiring pergerakan kita menuju wilayah market; saat kita belajar jadi sekretaris, pengacara, manager, atau pegawai kebersihan. Gender pun terus menerus bertransformasi sejalan perubahan status kekeluargaan; saat kita belajar menjadi istri atau suami, ibu atau ayah, adik atau kakak, nenek atau kakek. Seiring bertambahnya umur, kita belajar cara baru menjadi laki-laki dan perempuan; apa yang diinginkan gadis remaja berbeda dengan perempuan usia empat puluhan, dan keduanya akan sangat berlainan dengan harapan seorang perempuan berumur delapan puluhan. Apa yang tampak tidak terakomodasi pada jaringan hetereoseks juga dicapai melalui pengharapan gender. Perempuan yang mencari partner lesbian misalnya; mereka mencari pasangan yang “feminim”. Ada juga laki-laki yang mencari pasangan yang bertingkah “feminim” pada suatu kumpulan gay. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 Semua hal di atas menunjukkan bahwa belajar menjadi laki-laki atau perempuan melibatkan tingkah dan pandangan-pandangan tertentu; belajar berpartisipasi dalam suatu komunitas atau hubungan tertentu dan belajar memandang dunia melalui perspektif tertentu pula. 1.6.4.2 Prinsip Fundamental Gender Gender bukan satu-satunya aspek identitas sosial yang harus dipelajari seorang individu yang berkembang. Gender erat kaitannya dengan hierarki lain yang dikonstruksi secara sosial oleh berbagai kategori seperi kelas, usia, enisitas, dan ras. Sebagai contoh, sangat sering didapati rasisme seksual dan seksisme rasialis di masyarakat. Bagian ini akan memfokuskan diri pada; bagaimana anakanak mempelajari status sosial ekonomi, ras, dan etnisitas, tipe tubuh, dan kemampuan membaca mereka. Kita akan melanjutkannya dengan menelaah berbagai kombinasi gender, kelas, ras, dan kategori sosial lain yang ada karena kombinasi inilah yang dipelajari orang-orang dan bukannya unsur lain. Pembicaraan mengenai gender dan kaitannya dengan aspek-aspek hieraki lain mengembangkan beberapa prinsip fundamental. Pertama, jelas bahwa gender dipelajari, karena gender memunculkan batasan memilih (berhubungan dengan perilaku gender dan asimetri) maka gender harus juga diajarkan dan dipaksakan. Prinsip kedua, gender adalah hasil kolaborasi. Gender berkorelasi dengan atribusi individual, misalnya; apakah seseorang berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, apakah orang tersebut berkarakter feminim atau maskulin. Jadi dapat disimpulkan, gender tidak dapat dipakaikan pada diri oleh diri sendiri (butuh orang lain untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 melabelkannya). Prinsip ketiga yaitu, gender bukanlah sesuatu yang kita miliki namun sesuatu yang kita lakukan. Dalam rangka mengkaji gender, Joan Wallach Scoot (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2010: 100) mengemukakan bahwa ada lima konsep gender. Pertama, perbedaan gender ialah perbedaan dari atribut-atribut sosial, karakteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan, dan sebagainya yang dirumuskan untuk perorangan menurut ketentuan kelahiran. Kedua, kesenjangan gender ialah perbedaan dalam hal berpolitik, memberikan suara, dan bersikap antara laki-laki dan perempuan. Ketiga, genderzation ialah pengacauan konsep pada upaya menempatkan jenis kelamin pada pusat perhatian identitas diri dan pandangan terhadap orang lain. Keempat, identitas gender ialah gambaran tentang jenis kelamin yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan oleh tokoh yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan perbedaan perilaku sesuai dengan karakteristik biologis. Kelima, gender role ialah peranan perempuan atau peranan laki-laki yang diaplikasikan secara nyata. 1.7 Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga tahap, yaitu (i) metode pengumpulan data, (ii) metode analisis data, dan (iii) metode penyajian hasil data. i. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menganalisis struktur kepribadian tokoh dan identitas gender laki-laki dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka,yaitu peneliti membaca PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 banyak pustaka yang ada kaitannya dengan teori yang dipakai, yaitu psikoanalisis dan feminis. ii. Metode Analisis Data a. Analisis Isi Metode analisis isi mengungkapkan isi karya sastra sebagai bentuk komunikasi (Ratna, 2012: 48-49 dan Endraswara, 2011: 160-181). Metode ini digunakan untuk menganalisis dinamika struktur kepribadian dan identitas gender Sasana dalam novel Pasung Jiwa. b. Metode Penyajian Hasil Data Analisis data disajikan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu hasil analisis data berupa pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif (Ratna, 2012: 46-48). Hasil analisis penelitian ini berupa deksripsi struktur kepribadian tokoh dan kajian terhadap identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari. 1.8 Sumber Data Data merupakan bahan penelitian. Karya sastra yang menjadi objek penelitian ini adalah novel dengan identitas sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 Judul : Pasung Jiwa Pengarang : Okky Mardasari Tahun Terbit : 2013 1.9 Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tebal : 328 halaman Ukuran : 20cm Sistematika Penyajian Penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Sistematika penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut : Bab I berisi pendahuluan. Yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagi menjadi delapan subab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi struktur kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Mardasari berdasarkan psikoanalisis Sigmund Freud. Bab III berisi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 kajian identitas gender tokoh Sasana dalam perspektif gender Joan Wallach Scoot. Bab IV berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 BAB II DINAMIKA DAN STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH SASANA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI Untuk mengungkapkan identitas gender laki-laki dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari, terlebih dahulu peneliti menganalisis dinamika struktur kepribadian Sasana sebagai tokoh utama.. Analisis tokoh menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud yang berguna dalam menemukan struktur dan dinamika kepribadian yang membangun diri tokoh. Psikoanalisis membuka tabir bahwa manusia memiliki alam ketaksadaran yang terjadi pada tahap perkembangan manusia. Selama tahap perkembangan ini, manusia secara tak sadar mengalami suatu represi, tekanan,dan neurosis yang merupakan hasil konflik yang muncul akibat proses pencarian bentuk baru pemuasan libido. ( Freud, 2006: 406 ) Menurut perspektif topografis yang dikemukakan Freud sesuatu “yang taksadar” adalah keseluruhan isi yang taksadar dalam wilayah kesadaran yang aktual. Sesuatu di luar kesadaran mengacu pada suatu sistem yang dianggap sebagai tempat pulsi-pulsi yang ada sejak lahir dan hasrat juga kenangan yang ditekan. Instansi yang ada di antara sistem ketaksadaran dan kesadaran dalam alam prasadar. Isinya tidak disadari namun, berbeda dengan isi dari alam taksadar dalam pengertian bahwa instansi ini dapat dicapai oleh kesadaran, misalnya kenangan yang tidak diaktualisasi, yang dapat dikenang apabila ada kesempatan. Menurut Freud, peran yang sangat penting dipegang oleh “yang taksadar” karena semua proses psikis bersumber pada “yang tak sadar”. Bila proses PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 mencapai ambang yang “pra sadar”, dapat terjadi represi, dapat pula muncul dalam bentuknya yang kurang lebih tersamar, yaitu gagasan, kata-kata, perasaan, dan tindakan. Selanjutnya, Freud mendefinisikan pribadi sebagai produksi hubungan yang mengandung konflik; Id, Ego, dan Superego. Id berada pada alam ketaksadaran (bagian pemikiran manusia yang paling primitif), sementara ego dan superego meliputi tingkat kesadaran manusia (Zaimar, 2003: 34 ). Dalam bab ini akandibahas dinamika dan struktur kepribadian Sasana. Kajian mengenai dinamika dan struktur kepribadian tokoh Sasana bertujuan untuk mengetahui kejiwaannya. 2. 1. Struktur Kepribadian Sasana Secara fisiologis Sasana digambarkan sebagai tokoh laki-laki yang bertubuh ideal dan memiliki suara yang merdu. Secara sosiologisSasana merupakan seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Malang yang meninggalkan kuliahnya dan mengamen bersama Cak Jek. Sasana sering mendapat cibiran dari masyarakat sekitar karena goyangan hot-nya ketika bernyanyi serta penampilannya yang dianggap sebagai waria atau banci. Sasana dibesarkan dengan kondisi keluarga yang serba ada, Ayahnya bekerja sebagai pengacara dan ibunya bekerja sebagai dokter bedah. Kedua orangtua Sasana sama-sama sibuk dalam bekerja. Sasana kecil dituntut oleh kedua orangtuanya untuk pandai dalam bidang pelajaran di sekolah serta dipaksa untuk pandai memainkan piano dengan musikjazzkesukaan kedua orangtuanya. Sasana memang pandai memainkan piano meskipun sama sekali tidak menyukainya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 Penolakan Sasana terhadap piano ini didasari oleh id Sasana yaitu sejak lahir bahkan sejak berada di kandungan ia berpikir bahwa orangtuanya kurang berperan dalam pertumbuhannya. Bahkan yang sering ia dengarkan bukan suara ayah ibunya melainkan suara piano. Suara pertama yang kukenal adalah denting piano. Bukan suara ibuku, bukan pula suara ayahku. Pertama kali aku mendengar suara itu saat masih berada di rahim ibuku (Madasari, 2013: 13). Alih-alih mengembangkan bakatnya, Sasana justru lebih menyukai musik dangdut yang dilarang oleh orangtuanya. Sasana pun bertekad untuk mengurung diri demi orangtuanya.Penekanan-penekanan yang dilakukan oleh orangtua Sasana sejak kecil membentuk suatu superego yang memaksa Sasana untuk patuh terhadap aturan yang dibentuk kedua orangtuanya. Superego ini berupa paksaan agar Sasana mendalami piano dengan aliran-aliran musik yang telah ditentukan oleh ayah dan ibunya. Aliran-aliran musik seperti jazz serta komposisi-komposisi klasik dunia seperti Beethoven, Chopin, Mozart, Bach, dan Brachman menjadi musik-musik yang wajib dikuasai Sasana. Dapat dilihat dari awal ceritajiwa dan pikiran Sasana terpaksa mengurung diri. Keputusan Sasana untuk mengurung diri merupakan ego awal yang terlihat dan sengaja ia bentuk untuk menyesuaikan pribadinya dengan keadaan sosial di sekitarnya. Demi Ibu aku bertekad mengendalikan diri, Aku mengurung jiwa dan pikiranku, aku membangun tembok tinggi-tinggi, aku mengikat tangan dan kakiku sendiri (Madasari, 2013: 30). Keputusan Sasana untuk mengurung diri demi Ibunya merupakan suatu bentuk ego Sasana yang mencoba tetap menuruti superego dan mengabaikan dorongan bawah sadarnya. Selain itu Sasana cenderung ingin memiliki wajah, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 bentuk tubuh yang sama seperti Melati, adiknya yang dibelikan pakaian-pakaian cantik oleh ibunya, secara tak sadar (id) mendorong rasacemburu Sasana terhadap semua hal yang dimiliki oleh adiknya, Melati. Kecemburuan ini mempengaruhi Sasana agar tetap melakukan hal-hal yang diinginkan oleh ibunya dengan tujuan mengontrol id dan ego nya demi mendapatkan perhatian dan kepercayaan dari ibunya. Melati dibesarkan dengan cara yang tak berbeda denganku. Tapi sepertinya hidupnya lebih menyenangkan. Dia selalu tersenyum dan tertawa (Madasari, 2013: 16). Perjalanan hidup Sasana berlanjut dengan berbagai keterpaksaan dalam dirinya demi membuat kedua orangtuanya tenang. Sasana mengalami tindak kekerasan ketika duduk dibangku SMA. Hingga kemudian muncul dalam pikiran Sasana bahwa dia mulai membenci laki-laki dan membenci dirinya yang memiliki takdir sebagai laki-laki hal ini ditambahkan dengan id-nya yang merasa kurang mendapat perhatian sosok ayah sejak ia lahir. Ayah Sasana berprofesi sebagai pengacara. Ayah Sasana sempat berusaha menyelamatkan Sasana namun tidak berhasil karena salah satu penganiaya Sasana merupakan anak seorang pejabat yang sangat berpengaruh bagi sekolah tempat Sasana menimba ilmu. Kegagalan Ayah Sasana dalam memenangkan kasusnya juga berpengaruh bagi alam bawah sadarnya. Hal ini menyebabkan kekecewaan dan penekanan pada bawah sadarnya yang berupa ingatan Sasana tentang ayah sebagai seorang laki-laki, tidak dapat melindunginya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 Kejadian yang menimpa Sasana ketika SMA membuat id-nya mengalami penekanan. Terlebih ketika diketahui bahwa Ayahnya tidak berhasil membelanya, Sasana pun semakin benci dengan laki-laki juga menyesali takdirnya sebagai lakilaki. Aku benci perkelahian, aku tak mau ada darah. Aku benci dunia laki-laki (Madasari, 2013: 39). Setelah lulus SMA, Sasana memutuskan untuk kuliah di luar kota yaitu di Malang. Sasana akhirnya merasa akan bebas karena keluar dari rumah. Hingga terjadilah pertemuan antara Sasana dan Cak Jek di warung Cak Man. Cak Jek tahu bahwa Sasana memiliki suara merdu, mengajak Sasana mengamen di warung Cak Man yang disambut ragu-ragu oleh Sasana namun dengan penuh sukacita karena akhirnya Sasana bisa menyelenggarakan pentas dangdut meski hanya di warung Cak Man. Keputusan Sasana untuk mempercayai Cak Jek serta menerima tawaran Cak Jek merupakan pelampiasan akan id Sasana yang terus mendesak batinnya.Idtersebut berupa ingatan-ingatannya semasa kecil ketika Sasana ingin kedua orangtuanya memahami dan menuruti keinginan Sasana, namun hal tersebut tidak diperolehnya. Pertemuannya dengan Cak Jek membuat Sasana merasa bahwa ia menemukan sosok yang dapat memahami keadaan dan keinginannya. Peneliti juga melihat ada kecenderungan Sasana merasa bahwa Cak Jek adalah sosok laki-laki yang mampu melindungi dirinya tidak seperti ayahnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Sikap optimis dan rasa percaya Sasana kepada Cak Jek membuat Sasana yakin akan memperoleh kebebasan yang selama ini ingin ia miliki. Sasana merasa dengan terbebas dari rumahnya ia bisa melakukan semua kesenangannya tanpa ada penghalang. Salah satu kesenangannya adalah mendengarkan dan menyanyikan musik dangdut. Sehingga ketika bertemu Cak Jek dan diajak mengamen di warung Cak Man, Sasana merasa jiwanya memekik senang karena ia merasa telah mendapatkan pemenuhan id-nya. Terlebih ketika Cak Jek mengiming-imingi Sasana bahwa suatu saat nanti Sasana dapat menjadi penyanyi dangdut yang dikenal seluruh masyarakat. Sasana berubah menjadi Sasa yang memiliki paras ayu dan goyang gandrungyang terkenal di kota Malang. Id Sasana yang berupa rasa iri terhadap tubuh, pakaian, dan hal- hal yang dimiliki Melati pelan-pelan dapat terpenuhi dengan keadaannya yang berubah menjadi Sasa. Oh la..la.. tiba-tiba aku merasa begitu seksi. Aku juga merasa cantik. Aku lengak-lengokkan pantat saat berjalan. Menirukan gaya perempuanperempuan yang kerap kulihat di pusat perbelanjaan (Madasari, 2013: 55). Sasana menjadi biduan yang mulai dikenal masyakat sekitar kampungnya. Sasa adalahnama panggung Sasana. Beberapa warga kampung yang mengadakan acara hajatan, sunat menggunakan jasa OM SASA sebagai hiburan. Sasa semakin percaya diri dengan kondisinya yang sekarang bahkan hingga menciptakan goyangan sendiri yang ia namakan goyang gandrung. Pakaian dan riasan wajah Sasa juga semakin menarik. Bahkan Sasa menyiapkan pakaian sesuai waktu dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 kondisi acara yang mengundang orkesnya. Misalnya ketika pagi hari Sasa mengenakan pakaian yang lebih tertutup dan goyangan yang tidak terlalu binal, sedangkan ketika malam hari Sasa akan memakai setelan yang ketat dan menyajikan goyang panasnya yaitu goyang gandrung. Berdasarkanid dan egonya, Sasa merasa lebih cocok menggunakan pakaian-pakaian perempuan yang mencolok dan terlihat seksi. Namun terdapat aturan di masyarakat bahwa pada siang hari pakaian-pakaian dan goyangan seksi tidak pantas dipertontonkan di depan umum. Aturan ini membentuk superego yang kenyataannya kontra dengan id Sasana.Akhirnya ego Sasana keluar sebagai pelerai antara id dan superego.Ego ini berupa keputusannya mengenakan kostum dan goyangan yang berbeda antara siang dan malam hari. Baju warna orange dengan lengan dan dada separuh terbuka jadi pilihan. Untuk bawahan, aku pakai rok pendekberbahan jins warna gelap.Untuk malam hari aku sudah mempersiapkan baju yang berbeda. Gaun terusan seksi separuh paha warna merah, dengan gemerlap manik-manik di banyak tempat. Sepatu warna emas akan jadi pelengkap. Sudah pula kusiapkan goyangan spektakuler yang akan kutampilkan nanti malam. Untuk siang, cukuplah goyangan-goyangan sopan yang tetap menarik pandangan orang (Madasari, 2013: 76). Sasa kembali mengalami benturan dalam hidupnya yakni ketika dia dijebloskan ke dalam penjara karena turut dalam demo kasus hilangnya Marsini yang tak lain adalah anak Cak Man. Ketika di dalam penjara Sasa yang dipanggil dengan sebutan bencong dipaksa melayani nafsu bejat para penjaga tahanan. Pada kehidupan nyata dapat dijumpai pekerja-pekerja seks yang berjenis kelamin laki-laki atau disebut bencong. Penjaga tahanan menganggap bahwa Sasa merupakan bencong yang biasa “dipakai” dalam pelacuran padahal bagi Sasa hal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 tersebut merupakan hal yang menjijikkan dan menyakiti hati Sasa. Sasa mengalami represi dari tentara berupa ancaman dan hukuman disamping itu muncul juga id Sasa berupa ingatan akan penganiayaan yang menimpanya saat remaja. Penisnya dimasukkan ke mulutku. Sambil tangannya memegang kepalaku dan menggerak-gerakkannya. Mereka semua tertawa. Aku meronta, berteriak tanpa bersuara. “Enak tenan. Ora kalah karo wedokan,” kata salah satu tentara (Madasari, 2013: 99). Selepas keluar tahanan Sasa kembali ke rumah keduaorangtuanya di Jakarta.Namun tak lama, Sasa kembali masuk dalam kurungan yaitu rumah sakit jiwa. Kedua orangtua Sasa terpaksa meninggalkan Sasa di rumah sakit jiwa karena Sasa menunjukkan bahwa dirinya selalu ketakutan bahkan ketika kali pertama Sasa tiba di kampus barunya ia berlari-lari dan menjerit histeris karena bayangan-bayangan di masa lalunya selalu muncul. Id Sasa yang ingin melupakan pengalaman buruknya, namun ternyata tidak bisa dan yang timbul justru traumatrauma atau disebut pengalaman traumatik. Seperti yang dikatakan Freud pengalaman traumatik merupakan pengalaman yang dalam jangka waktu pendek memaksa pikiran untuk melakukan peningkatan stimulus melebihi yang bisa dilakukan dengan cara normal sehingga hasilnya adalah gangguan terus-menerus pada distribusi energi dan pikiran(Freud 2006: 107). Berikut adalah salah satu pengalaman traumatik yang terus timbul dalam pikiran Sasa, Aku masih bisa merasakan saat mereka memasukkan penis ke mulutku. Juga masih terasa nyata aku dipaksa menungging, lalu benda keras itu memasukiku dari belakang. Hoek...! Selalu mual setiap aku tiba pada ingatan itu (Madasari, 2013:103). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 Selama di rumah sakit Sasa meminta ibunya membawakan pakaianpakaian perempuan dan alat make up. Figur sang Ibu yang dirindukan oleh Sasa semakin dekat dengannya dan membuat Sasa cukup tenang dan bahagia. Frekuensi Sasa dalam hal teringat akan pengalaman traumatiknya berangsurangsur berkurang. Aku minta ibu membawakan sisir, bedak, lipstik, dan baju-baju perempuan. Ibu bertanya untuk apa, aku jawab untuk pentas seni dengan teman-teman disini. Aku lihat raut wajah ibu berubah. Antara senang, terharu, dan kasihan. Toh ibu tetap menuruti permintaanku (Madasari, 2013: 121-122). Setelah beberapa bulan perawatan, Sasa bertemu dengan Masita seorang dokter yang sedang melakukan penelitian psikiatri. Kedekatan Sasa dengan Masita membuat Sasa memiliki keberanian dan berhasil melarikan diri dari rumah sakit. Di sini narsisme dalam diri Sasa kembali terlihat. Sasa kembali ke Malang dengan harapan dapat mengulang kewarasan dan kebebasan yang pernah ia alami bersama Cak Jek. Dia kembali turun ke jalanan sebagai pengamen dan memilih untuk tidak kembali ke rumah orangtuanya karena takut akan superego yang berupa penolakan dari ayah dan ibunya. Selain itu ego dalam dirinya membuat ia berpikir agar tidak kembali ke rumah sakit jiwa. Pengalaman traumatik dan ketidakberdayaan kembali menimpa Sasa. Hinaan dan penganiayaan dialami Sasa saat sedang mengamen. Sasa mengalamigoncangan pikiran yang membuatnya merasa hidup dalam kesiasiaan.Masalah-masalah yang dialami Sasa demikian beruntun hingga akhirnya Sasa bertemu sekelompok mahasiswa yang mengajak Sasana berangkat ke Jakarta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 untuk berdemo menuntut pengunduran diri presiden. Disini, kepercayaan diri dan hasrat cinta diri Sasa kembali terbangun lagi. Sasana merasakan kepuasan setelah berhasil membantu para mahasiswa berdemo. Didorong oleh id-nya akan kerinduan bertemu dengan ibu dan Melati, Sasa memutuskan pulang ke rumah orangtuanya masih dengan dandanan panggungnya. Seluruh warga tidak mengenali Sasana, bahkan ayahnya juga menyuruh Sasana pergi lantaran sang ayah malu. Sasana kembali pergi dari rumahnya dan disusul oleh ibunya. Sehingga Sasana dan ibu kembalimenetap dalam satu rumah. Bahkan sang ibu menerima Sasana sebagai Sasa dan mengajukan diri untuk menjadi manajer Sasana. Selanjutnya, peneliti menyoroti kebahagiaan Sasana ketika dibebaskan dari penjara oleh Cak Jak. Sasana merasa hidupnya bahagia dan bebas. Kehadiran Cak Jak yang menjadi salah satu anggota “jubah putih” dan turut menggagalkan pentas dangdutnya di Malang membuat Sasana sempat kecewa. Namun pada akhir cerita, Sasana merasa mimpi-mimpinya untuk memperoleh kebebasan terwujud. Berdasarkan pembacaan teks dan pemaparan struktur kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak kecil Sasana memiliki dorongan id yang kuat yaitu ingin berlaku seperti perempuan dan menjadi penyanyi dangdut terkenal namunid dan ego-nya (usaha-usaha mewujudkan id) terhalang oleh superegoberupa aturan dari orangtuanya dan norma-norma yang ada di masyarakat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 2.2 Dinamika Kepribadian Sasana 2.2.1 Mimpi Tokoh Sasana dikisahkan mengalami tekanan sejak kecil dari orangtuanya. Semua hal yang berkaitan dengan hidupnya sudah dipilihkan oleh ayah dan ibunya. Sasana merasa bahwa kehidupannya sungguh monoton dan dia menjalani hari-harinya dengan keterpaksaan. Hal ini ditunjukkan dalam teks berikut, Seluruh hidupku adalah perangkap. Tubuhku adalah perangkap pertamaku. Lalu orangtuaku, lalu semua yang kukenal. Kemudian segala hal yang kuketahui, segala sesuatu yang kulakukan. Semua adalah jebakan-jebakan yang tertata di mengungkungku, sepanjang hidupku. tembok-tembok tinggi Semuanya yang mengurungku, menjadi perangkap sepanjang tiga puluh tahun usiaku(Madasari, 2013: 9) Sejak umur 3 tahun kedua orangtua Sasana sudah mengajarkan Sasana bermain piano. Piano merupakan alat musik yang menjadi suatu hal yang wajib bagi keluarga Sasana. Meski sebenarnya Sasana tidak menyukai piano dan lagulagu jazz kesukaan orangtuanya, ia tetap belajar dan memaikan piano tersebut. Suatu ketika, Sasana tidak sengaja mendengarkan musik dangdut dan ia mulai menyukainya. Hal itu ditunjukkan saat ia mulai hapal lagu-lagu dangdut, belajar berjoget, dan mulai bermimpi menjadi seorang biduan dangdut. Semenjak Sasana menyukai musik dangdut, ia merasa bahwa tangan-tangannya menjadi kaku dan tak mampu lagi memainkan piano. Mengetahui hal itu, ibu Sasana melarang agar Sasana tidak lagi datang ke acara-acara dangdut di kampung dan tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 mendengarkan musik dangdut. Sasana merasa ia semakin ditekan, tetapi ia tidak berani membantah ibunya dan tidak mau menyakiti hati ibunya. Keadaan ini ditunjukkan dalam teks berikut. Demi Ibu aku bertekad mengendalikan diri, Aku mengurung jiwa dan pikiranku, aku membangun tembok tinggi-tinggi, aku mengikat tangan dan kakiku sendiri (Madasari, 2013: 30). Keputusan Sasana untuk menurut pada ibunya merupakan bentuk dari ego pada diri Sasana. Tetapi ego tersebut lemah dan tidak dapat menguasai jiwa Sasana. Sehingga yang terjadi nafsu-nafsu atau id Sasana justru muncul dalam lapisan kesadarannya. Sasana semakin penasaran dan tertarik dengan hal-hal berbau dangdut. Ia semakin sering berandai bahwa suatu saat nanti ia bisa bernyanyi dan berjoget dengan bebas sesuai keinginannya. Keadaan Sasana ini dalam dinamika kepribadian Freud disebut mimpi. Sasana secara tidak sengaja menciptakan mimpi dan mulai menghidupkan mimpinya. Nafsu-nafsu Sasana akan hal-hal yang berkaitan dengan dangdut keluar dalam bentuk mimpi ketika ia sedang tertidur. Ego dalam dirinya tidak bisa lagi mengontrol nafsu-nafsunya hingga membuatnya bermimpi. Mimpi Sasana ini bahkan menandai akil baliknya sebagai seorang laki-laki. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Dalam tidur aku tak berhenti bernyanyi. Tak lagi bisa dibedakan ini nyata atau mimpi. Darah muda.... darahnya para remaja... Goyangkanku lebih berani dan lepas. Aku membuat goyangan-goyangan baru yang sebelumnya tak pernah kulakukan. Aku terus bernyanyi dan bergoyang. Tak lelah, tak kehabisan suara dan tenaga. Sampai tiba-tiba aku merasa sekelilingku basah. Aku terbangun dan terkejut. Kasurku basah, celanaku basah (Madasari, 2013: 25-26). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 Menganalisa mimpi merupakan landasan yang sangat penting dalam memahami kehidupan psikis manusia. Oleh sebab itu peneliti menyimpulkan bahwa dinamika awal yang membentuk kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa adalah mimpi. Mimpi ini berpengaruh bagi kerangka berpikir tokoh Sasana dalam memilih dan menjalani kehidupannya. 2.2.2 Frustasi, Konflik, dan Kecemasan 2.2.2.1 Frustasi Sasana semakin terobsesi dengan musik dangdut dan membuatnya sama sekali tidak bisa memainnkan piano. Selain itu, Sasana juga terobsesi dengan tubuh adik perempuannya yang bernama Melati. Ia menganggap segala kelembutan yang tampak dalam tubuh Melati merupakan suatu keindahan. Tangan Melati yang kecil dan halus, pipi melati yang terkadang memperlihatkan semburat-semburat merah jambu, pinggul dan pantat Melati yang nampak indah apalagi jika dipakai unttuk bergoyang. Pakaian-pakaian dan aksesoris yang dikenakan di tubuh Melati juga membuat Sasana merasa bahwa Melati memiliki hal-hal yang indah sementara ia tidak. Diam-diam Sasana mulai iri dan menginginkan tubuh layaknya seorang perempuan. Hal ini terlihat dalam kutipan tersebut. Melati dibesarkan dengan cara yang tak berbeda denganku. Tapi sepertinya hidupnya lebih menyenangkan. Dia memiliki tubuh yang indah. Dia selalu tersenyum dan tertawa (Madasari, 2013: 16). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 Sasana mulai mengalami frustasi. Freud mengatakan bahwa frustasi merupakan ketegangan psikis yang disebabkan oleh adanya dorongan-dorongan kekecewaan akibat tidak mendapatkan kepuasan. Sasana menginginkan tubuh Melati, tetapi Sasana tidak mampu memilikinya, yang ia punya adalah tubuh seorang laki-laki. Jenis frustasi yang dialami Sasana ini adalah frustasi privasi, dimana frustasi tersebut terjadi akibat tidak tersedianya objek kepuasan. Sasana kembali mengalami frustasi ketika ia dibawa ke rumah sakit jiwa oleh ayah dan ibunya. Sasana tidak bisa mengadakan pentas dangdut seperti pentas-pentasnya ketika di Malang bersama Cak Jek. Ia merasa bahwa hidupnya semakin membosankan terlebih ia sama sekali tidak mengerti alasan kedua oranguanya memaksa Sasana tinggal di Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Setelah beberapa minggu di RSJ ia mendapatkan ide untuk membuat pentas dangdut di hadapan teman-temannya di RSJ. Ia meminta ibunya membawakan perlengkapan make-up dan pakaian-pakaian milik ibunya dan mulai mengadakan pentas seiap pagi. Namun, Sasana mengalami kekecewaan lagi hal ini disebabkan karena ia menginginkan panggung yang layak seperti ketika pentas-pentasnya di Malang. Sasana memang mendapatkan penghargaan seperti saat ia mengadakan pentas bersama Cak Jek namun ia tetap merasakan kerinduan akan suara giar yang dimainkan Cak Jek dan panggung dangdut di kampungkampung. Keadaan yang dialami Sasana ini termasuk dalam frustasi jenis deprivasi yang terjadi ketika objek kepuasan ada, tetapi karena sesuatu hal orang tidak dapat mencapai kepuasan tersebut. Sasana memang berhasil meluapkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 hasratnya dengan mengadakan pentas dangdut di RSJ, namun ia tidak mendapatkan iringan musik dari Cak Jek dan panggung yang layak. 2.2.2.2 Konflik Konflik merupakan frustasi yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi pada diri sendiri. Konflik timbul apabila dorongan yang satu bertentangan dengan dorongan yang lain, atau dapat juga terjadi bila id bertentangan dengan ego. Konflik dalam diri Sasana dapat dilihat melalui hal berikut. Ketika Sasana mulai mengamen dengan Cak Jek, Sasana berambisi bahwa ia harus menjadi penyanyi dangdut yang profesional. Sasana belajar untuk bisa bernyanyi dengan suara merdu dan belajar bergoyang layaknya biduan yang seksi. Namun ia tidak menyadari bahwa dadanya yang bidang dan betisnya yang besar membuatnya tidak leluasa dalam bergoyang. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut. Kuambil lagi BH dari tangan Cak Jek. Kupasang lagi di dadaku. Agak menonjol, tapi tetap saja kempes. Kututupi BH itu dengan atasan tanpa lengan warna merah. Lalu aku pakai rok mini hitam. Setengah pahaku terbuka. Agak malu juga melihat lengan dan kakiku kok rasanya terlalu besar untuk baju seperti ini (Madasari, 2013: 54). 2.2.2.3 Kecemasan Sasana mengalami tindak kekerasan ketika duduk dibangku SMA. Hingga kemudian muncul dalam pikiran Sasana bahwa dia mulai membenci laki-laki dan membenci dirinya yang memiliki takdir sebagai laki-laki hal ini ditambahkan dengan id Sasana yang merasa kurang mendapat perhatian sosok ayah sejak ia lahir. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 Aku benci perkelahian, aku tak mau ada darah. Aku benci dunia laki-laki.” (Madasari, 2013: 39) Ayah Sasana berprofesi sebagai pengacara. Sempat berusaha menyelamatkan Sasana namun tidak berhasil karena salah satu penganiaya Sasana merupakan anak seorang pejabat yang sangat berpengaruh bagi sekolah tempat Sasana menimba ilmu. Kegagalan Ayah Sasana dalam memenangkan kasusnya juga berpengaruh bagi alam bawah sadarnya. Hal ini menyebabkan kekecewaan berupa ingatan Sasana tentang ayah sebagai seorang laki-laki, tidak dapat melindunginya. Kondisi yang dialami Sasana ini dalam kajian dinamika kepribadian disebut kecemasan. Kecemasan timbul karena adanya kegagalan, sehingga kecemasan menimbulkan ketegangan dan daya pendorong bagi manusia untuk berbuat, menghindari objek, mengekang dorongan-dorongan, atau mengikuti suara hatinya. Sasana merasa gagal dalam pertahanan diri, ia juga kecewa karena sang ayah gagal dalam melindunginya. Hal ini mengakibatkan Sasana membenci dunia laki-laki, hal-hal yang berbau kekerasan, pun ia membenci dirinya sendiri yang ditakdirkan terlahr sebagai laki-laki. Selain itu ia juga mulai menjauh dari dunia laki-laki dan cenderung berandai menjadi seorang perempuan. 2.2.3 Neurosis Ayah dan Ibu Sasana sama-sama menyukai piano dan bisa memainkan alat musik dengan tuts-tuts berwarna hitam dan putih tersebut. Sejak Sasana masih dalam kandungan, ia sudah biasa mendengar alunan-alunan piano. Bahkan ketika Sasana lahir, suara yang ia dengar pertama kali bukanlah suara ayah atau ibunya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 melainkan suara piano yang mengalunkan alunan-alunan musik milik Mozart atau Choplin. Sejak kecil, Sasana sudah dibuat jenuh dengan piano. Tetapi orangtua Sasana tetap memaksanya untuk piawai dalam memainkan alat musik tersebut. Masa kanak-kanak Sasana dihabiskan dengan mendengar dan mempelajari piano ditambah dengan kesibukan orangtuanya yang kurang memiliki waktu berbincang dengannya. Keadaan Sasana yang merasa kurang mendapat perhatian dari kedua orangtuanya membentuk trauma dalam pikirannya dan membuat dirinya kurang memiliki energi fisik dan mengalami hambatan emosi. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut. Saat itu aku sudah menyesal kenapa aku harus dilahirkan. Dunia bukan untukku. Dunia tak membutuhkanku. Aku seperti berada di tempat yang salah. Dan selalu salah. (Madasari, 2013: 14) Pada usia 12 tahun Sasana mengenal musik dangdut dan ia mulai menyukainya. Tetapi kesukaannya terhadap musik dangdut ditentang oleh ayah dan ibunya. Sasana kembali mengalami tekanan-tekanan yang membuat rasa trauma bertambah. Keadaan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. Malam itu ibu marah besar. Tak pernah aku melihatnya marah seperti ini. Dalam ingatanku, inilah kali pertama ia memarahiku. Sepanjang jalan di dalam mobil ibu hanya diam. Tapi begitu sampai di rumah, ia langsung menarik tanganku membawaku ke ruang tengah, menyuruhku duduk, lalu ia bicara lama dengan suara tinggi (Madasari, 2013: 20). Trauma yang dialami Sasana berlanjut ketika ia SMA. Ia menjadi korban kekerasan dari genk kakak tingkatnya. Kondisi Ayah Sasana yang tidak mampu membela Sasana membuat dia trauma dengan kekerasan. Selain itu ia juga mulai membenci dunia laki-laki. Trauma akan kekerasan ini juga membuat Sasana mengalami rasa cemas yang kronis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 Berdasarkan pembacaan teks diatas, dapat diketahui bahwa Sasana mengalami trauma pada masa kanak-kanak, kurang memiliki energi fisik, dan mengalami rasa cemas yang kronis. Kondisi Sasana ini merupakan hal-hal yang memicu timbulnya neurosis pada sistem saraf Sasana. Dali Gulo (1982 : 179), berpendapat bahwa neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh pada sebagaian kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai dengan : rasa trauma, keadaan cemas yang kronis, gangguan-gangguan pada indera dan motorik, hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki energi fisik, dst. Neurosis yang dialami Sasana mengakibatkan id-nya muncul pada lapisan kesadaran. Hal ini membuat Sasana menutup diri dari lingkungannya. Sasana melanjutkan kehidupannya dengan menjadi penyanyi dangdut di Malang. Bersama Cak Jek, temannya ia mulai mendapatkan alat untuk memenuhi hasratnya. Tapi sayang sekali, Sasana kembali mengalami kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki (anggota tentara) ketika ia ditahan kasus demonstrasi Marsini. Sasana dipukuli dan dipaksa melayani nafsu bejat para oknum tentara di ruang tahanan. Ia ingin memberontak tetapi tidak memiliki daya. Keadaan ini menambah trauma Sasana akan laki-laki dan mengalami hambatan emosi. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan berikut. Setiap hari mereka melakukan hal sama. Membawaku keluar dari sel, menanyaiku sekali-dua kali, lalu sisanya mereka gunakan tubuhku untuk melayani mereka. Aku sudah kehilangan harapan (Madasari, 2013: 100). Neurosis yang diderita Sasana berlanjut hingga ia dewasa. Faktor utamanya adalah kekerasan dan pelecehan seksual yang menimpa Sasana. Neurosis pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 orang dewasa merupakan kelanjutan neurosis di masa kanak-kanak yang mungkin hanya terekspresikan dalam bentuk yang tersembunyi dan paling awal dalam perkembangan (Freud, 2006: 411-412). Sasana mengalami konflik dan kecemasan kronis. Ia tidak mampu menerima hal-hal yang berada di luar pikirannya. Pun ia merasa bahwa lingkungan dan orang-orang sekitar Sasana tidak dapat menerima keadaannya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut Aku memasuki kampus dengan ragu. Sudah lama sekali aku tak pernah memasuki tempat umum dengan diriku seperti ini. Apakah orang-orang itu memperhatikanku? Apa mereka melihat ada yang aneh denganku? Apakah aku tampak seperti pakaian yang hanya menutupi tubuh, tanpa terlihat serasi dan menyatu dengan tubuh yang ditutupinya? (Madasari. 2013: 109) Terlalu sering menengok ke belakang membuatku ak menyadari ada orang di depanku. Aku tertangkap. Mereka menggotong tubuhku. Aku meronta. Aku berteriak meminta tolong sekeras-kerasnya (Madasari. 2013: 110). Neurosis yang diderita Sasana menghantarkannya ke ruang rawat Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Orangtuanya beranggapan bahwa Sasana mengalami gangguan mental dan harus menjalani perawatan dan Sasana lagi-lagi tidak dapat memberontak. Id-nya mengalami represi dari superego yang dibuat oleh orangtua dan masyarakat sekitarnya. Sekalipun Sasana merasa tidak gila, ia tetap dipaksa menjalani hari-hari barunya di kamar berteralis dengan pendampingan medis. 2.2.4 Sublimasi Sublimasi merupakan salah satu cara mengatasi frustasi. Sublimasi ini berupa pemindahan atau penyaluran pemuasan nafsu dai suatu objek ke objek yang lain dan ditujukan ke arah perkembangan kebudayaan atau ke arah positif. Setelah terbebas dari Rumah Sakit Jiwa, Sasana kembali ke Malang dan menjalani hari-harinya dengan mengamen tanpa Cak Jek. Hingga suatu hari ia bertemu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 dengan sekumpulan mahasiswa yang mengajaknya berangkat ke Jakarta untuk menjalankan aksi demo menuntut turunnya Presiden yang telah menjabat selama 32 tahun. Sublimasi terlibat dalam mengubah impuls id. Energi insting diganti menjadi perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat. Sasana membutuhkan wadah untuk aktualisasi diri. Ia ingin hidupnya berguna dan menebus penyesalannya ketika gagal dalam demo kasus Marsini. Sasana pun menyetujui ajakan mahasiswa yang ditemuinya. Ia juga berharap dapat kembali ke rumahnya dan berharap ayah ibunya memahami keadaannya yang oleh masyarakat disebut transgender. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan berikut. Aku mengangguk. Apalagi yang perlu kupikirkan? Ini kesempatanku untuk berbuat sesuatu. Ini jalanku untuk juga bisa ikut melampiaskan kemarahanku (Madasari, 2013: 241). Aku naik ke tempat yang biasa dipakai orang untuk pidato. Aku menyanyi, aku bergoyang. Itulah suaraku, itulah teriakanku. Air mataku berdesakan saat gemuruh tepuk tangan terdengar. Aku merasa begitu berarti. Harga diriku membulat dan mengeras. Inilah wujud pelampiasan dendamku pada orang-orang yang telah merobek harga diriku (Madasari, 2013: 243). 2.2.5 Displacement Setelah lulus SMA, Sasana memutuskan untuk kuliah di luar kota yaitu di Malang. Sasana pada akhirnya merasa akan bebas karena keluar dari rumah. Hingga terjadilah pertemuan antara Sasana dan Cak Jek di warung Cak Man. Cak Jek tahu bahwa Sasana memiliki suara merdu, mengajak Sasana mengamen di warung Cak Man yang disambut ragu-ragu oleh Sasana namun dengan penuh sukacita karena akhirnya Sasana bisa menyelenggarakan pentas dangdut meski hanya di warung Cak Man. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 Keputusan Sasana untuk mempercayai Cak Jek serta menerima tawaran Cak Jek merupakan pelampiasan akanid Sasana yang terus mendesak batinnya. Id tersebut berupa ingatan-ingatannya semasa kecil ketika Sasana ingin kedua orangtuanya memahami dan menuruti keinginan Sasana, namun hal tersebut tidak diperolehnya. Pertemuannya dengan Cak Jek membuat Sasana merasa bahwa ia menemukan sosok yang dapat memahami keadaan dan keinginannya. Peneliti juga melihat ada kecenderungan Sasana merasa bahwa Cak Jek adalah sosok lakilaki yang mampu melindungi dirinya tidak seperti ayahnya. Keadaan Sasana diatas merupakan displacement. Displacement adalah suatu dinamika yang mempengaruhi ego dalam hal pemenuhan id atau pemenuhan hasrat. Ketika objek yang dibutuhkan untuk memuaskan id tidak ada, orang kemungkinan besar akan menggantinya dengan objek yang lain. Contohnya, ketika anak-anak tidak senang kepada orang tua mereka, mereka tidak beranimengekspresikan ketidaksenangannya karena takut akan hukuman yang diberikan. Jadi mereka melampiaskannya kepada orang lain, misalnya kepada adiknya atau saudara kandung yang lain. Sasana tidak memperoleh perhatian, kepercayaan, dan dukungan dari sang ayah, ketika tokoh Cak Jek hadir dalam hidupnya dan secara langsung mendukung hasrat id-nya ia mendapatkan pemenuhan hasrat yang selama ini ia harapkan datang dari ayahnya. Sasana mengganti objek pemuasan hasrat dari ayah menjadi Cak Jek. 2.2.6 Oedipus Complex PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 Oedipus complex dialami oleh semua orang. Seorang anak perempuan akan lebih mencintai dan menginginkan perhatian dari ayahnya, sedangkan seorang anak laki-laki cenderung mencari perhatian dan pemusatan cinta kepada ibunya. Sasana, sebagai anak laki-laki mengalami hal serupa. Ia berusaha untuk menuruti semua aturan yang dibuat ibunya dan cenderung menginginkan perhatian dari sang ibu. Keputusan Sasana untuk mengikat diri dan menahan hasratnya semata-mata untuk menenangkan hati ibunya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. Demi Ibu aku bertekad mengendalikan diri, Aku mengurung jiwa dan pikiranku, aku membangun tembok tinggi-tinggi, aku mengikat tangan dan kakiku sendiri (Madasari, 2013: 30) Seiring perkembangannya, anak laki-laki melihat bahwa anak perempuan tidak memiliki penis, tidak seperti dirinya yang memilikinya. Begitupun di pihak lain anak perempuan melihat bahwa anak laki-laki memiliki penis, sedangkan dirinya tidak. Hal ini menyebabkan anak perempuan mengalami penis envy(kecemburuan akan penis), sedangkan anak laki-laki mengalami castration anxiety (cemas dikebiri). Anak perempuan merasa iri melihat anak laki-laki memiliki penis. Ia kemudian menyalahkan ibunya sebagai penyebab ketidak lengkapan dirinya ini, lalu mulai menyukai ayahnya—karena memiliki penis. Pada anak laki-laki, kesadaran memiliki penis dan bahwa anak perempuan tidak memilikinya justru membuatnya menjadi cemas. Ia menyangka bahwa penis anak perempuan telah dikebiri dan mulai merasa takut bahwa ada kemungkinan penisnya juga akan dikebiri. Karena rasa sukanya pada ibunya dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 permusuhannya dengan ayahnya, ia mulai takut bahwa ayahnya akan mengebiri dia. Sasana memiliki ketakutan kepada sang ayah. Seringkali ia terpaksa menuruti keinginan ayahnya. Misalnya, ketika masa SMA, Sasana dipaksa masuk ke sekolah khusus laki-laki oleh ayahnya, dan ia menurut. Ketakutan-ketakutan Sasana kepada sang ayah merupakan bentuk castration anxiety (cemas dikebiri). Kemudian ketika tokoh Sasana kembali ke rumah dan ingin menunjukkan identitasnya sebagai Sasa, lagi-lagi ia takut akan kemarahan sang ayah yang akan ia terima. Terlebih di dalam cerita, disampaikan bahwa sang ayah tidak bisa menerima kondisi Sasana yang bertansformasi sebagai Sasa. Hal ini dibuktikan dalam kutipan-kutipan berikut. Aku tak bisa membantah ketika setelah lulus SMP dimasukkan ke SMA khusus laki-laki. Sebuah SMA yang dikelola yayasan katolik (Madasari, 2013: 30). Ayah malu sekali malam itu. Meski tetangga-tetangga masih belum percaya aku anaknya, tapi ayah merasa semua orang kini menertawakannya. Setelah aku pergi, ibu memaksa ingin menemuiku. Ayah melarang. Katanya, aku bukan anaknya. Ibu berkeras. Hingga akhirnya ayah berkata, “Terserah kalau kau mau menemui dia. Tapi jangan pernah membawa dia ke rumah ini (Madasari, 2013: 283). Hubungan Sasana dengan ibunya juga terlihat ketika Sasana terpuruk di rumah sakit jiwa. Ia meminta dibawakan alat-alat dandan dan baju milik ibunya untuk mengadakan pentas di RSJ. Figur sang Ibu yang dirindukan oleh Sasa semakin dekat dengannya dan membuat Sasa cukup tenang dan bahagia. Frekuensi Sasa dalam hal teringat akan pengalaman traumatiknya berangsurangsur berkurang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 2.3 Rangkuman Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti uraikan dalam bab 2 ini, dapat disimpulkan bahwa tokoh Sasana memiliki dorongan id yang kuat yaitu ingin berlaku seperti perempuan dan menjadi penyanyi dangdut terkenal namunid dan ego-nya (usaha-usaha mewujudkan id) terhalang oleh superego berupa aturan dari orangtuanya dan norma-norma yang ada di masyarakat. Id dan ego dalam diri Sasana mengalami tekanan-tekanan dalam usaha pemenuhan hasratnya, sehingga Sasana mengalami beberapa dinamika kepribadian. Dinamika-dinamika tersebut adalah; mimpi, frustasi, konflik, kecemasan, neurosis, sublimasi, displacement, dan oedipus complex. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 BAB III IDENTITAS GENDER TOKOH SASANA DALAM NOVEL PASUNG JIWAKARYA OKKY MADASARI Permasalahan mengen ai gender merupakan jiwa analisis dari kritik sastra feminis. (Fakih, 2006: 71) mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat yang berkaitan dengan peran dan melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan. Sifat atau peran ini dikonstruksikan secara sosial maupun kultural dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Konsep gender ini dikaji melalui kajian feminis dan memiliki tujuan yaitu mencapai kesetaraan atau egaliter. Joan Wallach Scoot (dalam Sugihastuti dan Saptiawan, 2010: 100) mengemukakan bahwa ada lima konsep gender. Pertama, perbedaan gender ialah perbedaan dari atribut-atribut sosial, karakteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan, dan sebagainya yang dirumuskan untuk perorangan menurut ketentuan kelahiran. Kedua, kesenjangan gender ialah perbedaan dalam hal berpolitik, memberikan suara, dan bersikap antara laki-laki dan perempuan. Ketiga, genderzation ialah pengacauan konsep pada upaya menempatkan jenis kelamin pada pusat perhatian identitas diri dan pandangan terhadap orang lain. Keempat, identitas gender ialah gambaran tentang jenis kelamin yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan oleh tokoh yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan perbedaan perilaku sesuai dengan karakteristik biologis. Kelima, gender role ialah peranan perempuan atau peranan laki-laki yang diaplikasikan secara nyata. Analisis terhadap novel Pasung Jiwa dengan lima konsep gender di atas bertujuan membongkar prasangka gender berikut ide-ide feminis yang terdapat di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 dalamnya. Kajian gender terhadap tokoh laki-laki atau tokoh Sasana dipilih berdasarkan sifat dan pengalaman yang dimiliki oleh tokoh. Pada pembacaan novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari, Sasana digambarkan sebagai sosok laki-laki yang memiliki ciri fisiologis sesuai laki-laki pada umumnya. Namun memiliki sisi yang berbeda yaitu merasa bahagia ketika bertransformasi sebagai perempuan. Kepuasan batinnya ditunjukkan ketika ia tampil sebagai biduan dangdut yang biasa dipanggil dengan sebutan Sasa ditambah ada orang yang mendukungnya yaitu Cak Jek. Fenomena kisah hidup Sasana dapat dianggap tabu bagi masyarakat yang bersikukuh bahwa seorang laki-laki seharusnya memiliki sifat maskulin atau masyarakat patriarki dan merupakan permasalahan gender. Perjuangan perempuan untuk memperoleh kesetaraan sering mendapatkan penolakan dari banyak pihak karena laki-laki masih tetap dominan dalam berbagai segi. Kisah hidup Sasana memberikan contoh lain dari ketidakadilan gender dimana korbannya adalah lakilaki. Setelah membaca dan memaparkan dinamika struktur kepribadian tokoh Sasana, pada bab ini dipaparkan ciri-ciri gender tokoh Sasana dan pengklasifikasian berdasarkan gender role. Pemaparan serta pengklasifikasian ini bertujuan untuk menemukan identitas gender tokoh Sasana. 3. 1 Gender Berdasarkan Atribut Sosial Gender diartikan sebagai konstruksi sosial kultural yang membedakan karakteristik maskulin dan feminim.Karakeristik maskulin diperuntukkan bagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 laki-laki, sedangkan karakter feminim diperuntukkan bagi perempuan. Gender memberi perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasilkonstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Konstruksi sosial mengakibatkan perbedaan atribut sosial antara laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh, laki-laki memiliki peran sebagai kepala rumah tangga sedangkan perempuan memiliki peran sebagai ibu rumah tangga. Kemudian laki-laki wajib memiliki pekerjaan atau penghasilan tetap untuk menafkahi istri dan anak-anaknya sedangkan perempuan sebagai ibu rumah tangga wajib mengerti dan menjalankan pekerjaan rumah tangga. Sasana ditakdirkan terlahir sebagai laki-laki dan memiliki kondisi tubuh layaknya laki-laki tulen pada umumnya. Namun, sejak kecil Sasana menunjukkan hal yang berbeda. Perbedaan tersebut awalnya ditunjukkan dengan kesenangan Sasana yang cenderung lebih menyukai hal-hal yang berbau perempuan. Sasana lebih menyukai pakaian-pakaian dan aksesoris milik adiknya, Melati. Sasana pun juga memiliki kecemburuan terhadap kecantikan yang dimiliki Melati. Saat aku kelas 4 SD adikku lahir dan diberi nama Melati. Aku senang berada di dekatnya. Aku memperhatikan setiap pakaian yang dikenakannya. Kini ada yang kuingat selain piano dan nada-nada itu. Melati. Nama yang indah. Berbeda dengan namaku: Sasana. Sama sekali tidak indah (Madasari, 2013: 15-16). Hidup dengan takdir sebagai laki-laki seharusnya membuat Sasana memiliki tanggungjawab layaknya laki-laki, misalnya bercita-cita sebagai direktur di sebuah kantor atau sebagai pilot. Dalam kisah Sasana justru ditonjolkan bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 ia menginginkan tubuh perempuan melekat pada dirinya juga mengidamkan dapat pentas sebagai biduan dangdut. Mimpi Sasana ini menunjukkan bahwa ada indikasi bahwa Sasana menyimpang dari atribut sosial yang seharusnya melekat pada dirinya sebagai seorang laki-laki. Sepanjang malam aku mendengarkan radio sambil berdiri di atas tempat tidur, pura-pura sedaang di panggung. Sampai aku kelelahan dan tertidur begitu saja. Dalam tidur aku tak berhenti bernyanyi. Tak lagi bisa dibedakan itu nyata atau mimpi (Madasari, 2013: 25) Kenyataan bahwa Sasana menyimpang dari atribut sosial ditunjukkan pula ketika menjadi penyanyi dangdut, Sasana berpenampilan layaknya perempuan yang bergincu, memakai kebaya, sepatu hak tinggi, dsb. Kondisi Sasana saat menjadi Sasa justru lebih membuatnya berani dan percaya diri. Hal ini membuat Sasana seolah-olah lega dan bebas karena dapat melampiaskan hasratnya yang sudah lama terpendam. Namun dapat kita ketahui bahwa kondisi Sasana ini dipandang oleh masyarakat sebagai suatu penyimpangan gender sehingga Sasana mendapat label bencong atau banci atau transgender. Aku merasa setiap orang sedang melihatku. Ada yang tertawa mengejek, ada yang terpana. Bahkan beberapa kali aku mendengar ada yang berbisik, “Ayu tenan, rek.” Kalau mendengar ada yang berkata seperti itu, aku akan semakin melengak-lengokkan jalanku, membuat pantatku semakin terpantul-pantul agar semua orang semakin kagum (Madasari, 2013: 59). Berdasarkan pembacaan teks dan analisis gender berdasarkan atribut sosial dapat ditemukan kenyataan bahwa Sasana melakukan beberapa penyimpangan yaitu; (a.) sejak kecil Sasana memiliki kecenderungan untuk menyalahi kodratnya sebagai laki-laki. Hal ini ditunjukkan ketika ia lebih menyenangi barang-barang milik Melati, tubuh Melati, dan kodrat Melati sebagai perempuan. (b.) Sasana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 tidak menunjukkan sikap sebagai laki-laki yang siap menyandang status kepala rumah tangga. 3.2 Kesenjangan Gender Berdasarkan Perbedaan dalam Hal Berpolitik dan Bersikap Bicara mengenai hal dalam berpolitik dan bersikap sering kita jumpai dalam bermasyarakat bahwa gender laki-laki akan lebih dominan dibanding gender perempuan baik dalam soal berpendapat maupun dalam hal mengambil keputusan. Genderperempuan sebagai gender yang dianggap nomor dua sering dikesampingkan dalam pembicaraan politik atau hal-hal yang menyangkut kepemimpinan. Sebagai contoh di negara Indonesia dari ke tujuh presiden yang telah menjabat hanya satu presiden perempuan. Kemudian pasangan-pasangan calon pada pemilihan kepala daerah, lebih sering menyalonkan laki-laki sebagai ketua. Hegemoni di masyarakat membentuk suatu sistem bahwa dominasi kekuasaan laki-laki yang memiliki sifat maskulin menjadi suatu prioritas utama dan keberadaan laki-laki lebih diutamakan dalam masyarakat. Sasana dianggap banci dan transgender sehingga dicibir dan dikucilkan dari masyarakat.Dalam kisah Sasana, terlihat bahwa Sasana cenderung bersifat dan bersikap keperempuanan sehingga ia tidak mendapatkan kepercayaan masyarakat karena tidak dapat bersikap tegas atau menunjukkan kejantanannya. Ketika Sasana ditahan karena kasus demo, Sasana pun diberi perlakuan yang sewenang-wenang dan tidak manusiawi. Hal demikian menunjukkan bahwa penindasan dan ketidakadilan juga terjadi pada laki-laki. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 Jadi kamu itu bencong yang mau coba-coba melawan negara? tanya Si komandan. Aku menggeleng. “Tidak Pak,” jawabku. “Dasar bencong! Tidak bisa ngomong apa adanya,” katanya. Si komandan itu membuaka celananya. Aku langsung punya bayangan apa yang hendak ia lakukakn. Tidak.... Tidak....! (Madasari, 2013:98) Pada pembacaan teks juga ditemukan fakta kekuasaan-kekuasaan laki-laki dalam berpolitik yaitu ketika pasukan jihad membuabarkan pentas dangdut sasana sang Bintang yang diadakan di Jawa Timur. Kesewenang-wenangan laki-laki yang bergabung dalam pasukan jihad menjadi kontra dengan keadaan Sasana yang juga laki-laki namun tidak berdaya dan pasrah ketika dilecehkan dengan ditelanjangi di atas panggung. Kini mereka menarik semua pakaianku. Aku melawan dan meronta. Aku tidak mau ditelanjangi. Aku tidak mau dipermalukan seperti ini. Tapi mereka tak peduli. Kini sekelilingku penuh dengan orang-orang berjubah putih itu. Mereka semua tertawa menyaksikan aku ditelanjangi temantemannya. (Madasari, 2013: 292) Berdasarkan pembacaan teks dan analisis kesenjangan gender berdasar perbedaan dalam hal berpolitik dan bersikap dapat kita simpulkan bahwa (a.) Sasana dianggap sebagai bencong atau transgender sehingga kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat dan cenderung dijauhi oleh masyarakat, (b.) Kekuatan dan kekuasaan laki-laki dalam hal berpolitik ditunjukkan ketika Sasana diperlakukan secara sewenang-wenang. Kekerasan yang dialami Sasana ini juga dialami oleh kaum perempuan yang selalu menjadi gender nomor dua dalam hal berpolitik. 3.3 Genderzation Genderzation ialah pengacauan konsep pada upaya menempatkan jenis kelamin pada pusat perhatian identitas diri dan pandangan terhadap orang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 Genderzation dapat dicontohkan sebagai berikut misalnya jenis kelamin perempuan identik dengan sifat-sifat feminim, namun mengubah identitas dirinya dengan bersikap maskulin seperti laki-laki untuk dapat dipandang dan di hormati masyarakat dan menjadi bentuk dari perlawanan atas kesewenang-wenangan lakilaki. Kenyataan pada diri Sasana juga merupakan suatau pengacauan konsep. Sasana mengubah dirinya dari laki-laki tulen yang maskulin menjadi seorang Sasa, sang biduan. Masyarakat melihat Sasana yang berjenis kelamin laki-laki namun lebih menunjukkan sifat dan penampilan seperti perempuan sehingga muncullah julukan banci, bencong,dan perempuan jadi-jadian. Pada hari kepulanganku itu, semua orang di kota ini dicekam ketakutan Termasuk keluargaku (Madasari, 2013: 278). Tatapan Ayah bertemu dengan tatapanku. Mendadak aku jadi ragu. Apakah aku masih pantas pulang dan minta diakui oleh orangtuaku. Aku melihat orang-orang yang kini mengerubungiku. Mereka semua melihatku dengan penuuh tanya. Begitu anehnya aku di mata mereka (Madasari, 2013. 279) Pada pembacaan kutipan teks diatas dapat kita lihat bahwa Sasana ditempatkan sebagai individu yang memiliki ciri-ciri yang tidak lazim dalam masyarakat. Sasana ditolak oleh orangtuanya dan dicibir oleh tetanggatetangganya karena penampilan Sasana dan jalan hidup yang dilakoni Sasana. Pilihan hidup yang dilakoni oleh Sasana menyebabkan penolakan dari orangorang di sekitarnya. Tetapi dapat kita garis bawahi bahwa Sasana berhasil memperoleh kepuasan hasratnya. Hal ini dapat dilihat ketika identitas dirinya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 sebagai Sasa menjadi pusat perhatian di warung Cak Man, di jalanan, serta di panggung-panggung pementasan dangdut. Pada analisis mengenai genderzation kita dapat melihat bahwa teori gender mencapai pada tujuannya yaitu kesetaraan gender. Apabila perempuan sebagai pejuang-pejuang gender menginginkan pengakuan hingga berusaha merubah dirinya agar setara dengan laki-laki, disini Sasana menunjukkan usaha seorang laki-laki dalam mengubah idenitas dirinya menjadi keperempuanan untuk mendapatkan kepuasan batin dan memperoleh perhatian. 3.4 Gambaran Jenis Kelamin yang Seharusnya Dimiliki Jenis kelamin laki-laki memiliki stereotype yang pertama memiliki jiwa maskulin. Jiwa maskulin ini misalnya memiliki tanggungjawab dalam hal kerja dan memiliki porsi kerja yang lebih berat hal ini dikarenakan laki-laki disiapkan sebagai kepala rumah tangga. Kemudian terdapat contoh lain yang sederhana, ketika berada di dalam mobil laki-laki memiliki peran sebagai pengemudi sedangkan perempuan duduk santai atau menemani anak di bangku penumpang. Dapat dilihat pula bahwa laki-laki memiliki hasrat dan ambisi yang lebih besar dibandingkan perempuan. Kemudian, orientasi seksual laki-laki ditujukan kepada lawan jenis yaitu perempuan. Secara fisik, tokoh Sasana memiliki ciri yang dimiliki oleh semua lakilaki; berjakun, berdada bidang, dsb. Namun tokoh Sasana merasa lebih nyaman apabila menjadi Sasa. Sasana lebih nyaman tampil sebagai perempuan dengan pakaian seksi, bergincu, dan berdandan ala penyanyi dangdut. Pekerjaan Sasana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 juga bukan pekerjaan layaknya laki-laki normal. Sasana bekerja sebagai pengamen dan mengambil peran sebagai biduan dangdut. Orientasi seksual Sasana tidak terlalu diperdebatkan dalam teks dan Sasana mengalami dilema akan orientasi seksualnya. Tokoh Sasana sempat merasa nyaman dan memiliki hasrat yang besar ketika mengamen bersama Cak Jek. Namun apabila kita meliha pada bab 2, hasrat Sasana kepada Cak Jek hanya berupa hasrat dari seorang adik kepada kakak atau hasrat seorang anak kepada ayah karena dapat kita pahami dari pembacaan teks novel Pasung Jiwa bahwa ayah Sasana tidak memahami keinginan Sasana dan tidak dapat melindunginya.Hal yang unik disini bahwa orientasi Sasana tetap normal. Sasana cenderung tetapmemiliki orientasi seksual terhadap perempuan yaitu Masita seorang dokter yang ia temui ketika dirawat di rumah sakit jiwa. Hal ini dapat kita lihat dalam teks; Aku tak pernah punya rasa macam-macam dengan laki-laki. Atau mungkin karena aku belum menemukan? Entahlah. Yang pasti, belum pernah kualami rasa yang sama saat bersama Masita (Madasari, 2013: 285) Pada poin yang ke-empat ini dapat disimpulkan bahwa gender Sasana tetap laki-laki. Sasana memang menunjukkan ciri sebagai transgender yang dibuktikan dari penampilannya sebagai Sasa dan profesinya sebagai penyanyi dangdut demi memuaskan batinnya dan mimpinya sejak kecil. Namun berdasarkan orientasi seksual, Sasana tetap dikaakan sebagai laki-laki normal yang tertarik pada perempuan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 3.5 Gender role Gender role merupakan peranan berdasar gender. Laki-laki seharusnya berperan sebagai pemimpin dalam keluarga, berperan sebagai nahkoda dalam ekonomi keluarga. Sasana belum menunjukkan peranannya sebagai laki-laki yang sesuai dengan pandangan masyarakat. Namun jika dilihat dari dinamika struktur kepribadiannya, Sasana memiliki id yang kuat untuk menggapai mimpi dan mampu bertanggung jawab atas pilihannya. 3.6 Rangkuman Berdasarkan pembacaan teks dan kajian menggunakan lima gender role, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; (1) Sasana ditakdirkan terlahir sebagai laki-laki, namun, cenderung menyukai hal-hal berbau perempuan, (2)Sasana dianggap transgender sehingga dikucilkan dari masyarakat, (3) Sasana menunjukkan usaha seorang laki-laki dalam mengubah idenitas diri menjadi keperempuanan untuk mendapatkan kepuasan batin, (4) Gender Sasana tetap lakilaki dan orientasi seksualnya tetap ditujukan untuk perempuan, (5) Sasana belum menunjukkan peranannya sebagai laki-laki yang sesuai dengan pandangan masyarakat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Penelitian ini mengkaji dinamika struktur kepribadian dan identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud serta teori gender. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti uraikan dalam bab 2 ini, dapat disimpulkan bahwa tokoh Sasana memiliki dorongan id yang kuat yaitu ingin berlaku seperti perempuan dan menjadi penyanyi dangdut terkenal namunid dan ego-nya (usaha-usaha mewujudkan id) terhalang oleh superego berupa aturan dari orangtuanya dan norma-norma yang ada di masyarakat. Id dan ego dalam diri Sasana mengalami tekanan-tekanan dalam usaha pemenuhan hasratnya, sehingga Sasana mengalami beberapa dinamika kepribadian. Dinamika-dinamika tersebut adalah; mimpi, frustasi, konflik, kecemasan, neurosis, sublimasi, displacement, dan oedipus complex. Berdasarkan analisis gender tokoh Sasana mengunakan lima gender role, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; (1) Sasana ditakdirkan terlahir sebagai laki-laki, namun, cenderung menyukai hal-hal berbau perempuan, (2) Sasana dianggap transgender sehingga dikucilkan dari masyarakat, (3) Sasana menunjukkan usaha seorang laki-laki dalam mengubah idenitas diri menjadi keperempuanan untuk mendapatkan kepuasan batin, (4) Gender Sasana tetap lakilaki dan orientasi seksualnya tetap ditujukan untuk perempuan, (5) Sasana belum PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 menunjukkan peranannya sebagai laki-laki yang sesuai dengan pandangan masyarakat. 4.2 Saran Penelitian ini mengkaji mengenai dinamika struktur kepribadian dan identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari. Banyak penelitian menggunakan teori feminis dengan obyek perempuan tetapi Kajian gender laki-laki menggunakan teori feminis masih sangat jarang dipilih sebagai topik penelitian. Oleh karena itu peneliti menyarankan bagi para peneliti untuk dapat melihat aspek-aspek lain dalam kehidupan untuk dijadikan penelitian. Penelitian identitas gender terhadap laki-laki juga memberi manfaat dalam mengetahui keberhasilan egaliter gender dan bentuk-bentuk ketidakadilan pada laki-laki. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 DAFTAR PUSTAKA Bertens, Kees. 2006. Psikologi Freud. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama. Dali, Gulo. 1982. Kamus Psikologi. Bandung: Tonis. Dirgagunarsa, Singgih. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Fakih, M. 2006. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Freud, Sigmund. 2006 . Pengantar Umum Psikoanalisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hidayah, Nur Wahyu. 2015 . Problem Kejiwaan Tokoh Utama dalam Pasung Jiwa karya Okky Mardasari. Skripsi S1. Yogyakarta: Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS UNY. Illich, Ivan. 2007. Matinya Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Koeswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco. Madasari, Okky. 2013. Pasung Jiwa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Moesono, Anggadewi. 2003. Psikoanalisis dan Sastra. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya LPUI. Nasution, Muhammad Rizki. 2014 . Wacana Identitas Transgender dalam Novel(Analisis Wacana Kritis Identitas Transgender dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Mardasari). Skripsi S1. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIPOL UMY. Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Semiun, Yustinus. 2010. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius. Sugihastuti dan Saptiawan. 2010. Perempuan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gender dan Inferioritas Sugihastuti dan Suharto. 2010. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tong, Rosemarie Putnam. 2009. Feminist Tought. Yogyakarta: Jalasutra. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 BIOGRAFI Elizabeth Ayudya Ratna Rininta lahir di Sleman pada tanggal 6 Oktober 1994. Elizabeth adalah anak nomor dua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Clemensius Sigit Rinanto dan Ibu Yustina Sutrisnawati.. Menempuh pendidikan dasar di SD Kanisius Demangan Baru (2001-2007), kemudian melanjutkan sekolah di SMP Joannes Bosco (2007-2010) dan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi di SMAN 2 Ngaglik Sleman (2010-2013). Setelah itu Elizabeth melanjukan pendidikan di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.