dinamika struktur kepribadian dan identitas

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DINAMIKA STRUKTUR KEPRIBADIAN DAN IDENTITAS
GENDER TOKOH SASANA DALAM NOVEL PASUNG JIWA
KARYA OKKY MADASARI
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta
NIM: 134114028
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
FEBRUARI 2017
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir ini merupakan laporan
yang ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia.
Penelitian ini mengkaji dinamika struktur kepribadian dan identitas gender tokoh
Sasana dalam Pasung Jiwa karya Okky Madasari dengan pendekatan psikoanalisis
dan feminis.
Dalam proses penyusunan tugas akhir ini, banyak pihak yang telah membantu
memberikan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Susilawati Endah Peni Adji, S. S, M. Hum. sebagai pembimbing skripsi I,
terima kasih telah membantu saya dalam mendalami psikoanalisis dan feminis
khususnya dalam mengkaji gender laki-laki.
2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. sebagai pembimbing skripsi II, terimakasih atas
saran dan diskusi yang menyempurnakan skripsi ini.
3. Para dosen program studi Sastra Indonesia (Dr. Paulus Ari Subagyo, M. Hum,
Drs. Herry Antono, M. Hum, Prof, Dr, Praptomo Baryadi Isodarus, M. Hum,
Dr. Yoseph Yapi Taum, Rano Sumarno, S. Sn, M. Sn, Sony Christian
Sudarsono, S. S, M. A, Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M. Hum, Maria
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Ich bin nichts, und ich müßte alles sein.”
(Saya bukan apa-apa tapi saya harus menjadi segalanya.)
-Karl Marx-
Skripsi ini saya persembahkan untuk,
Ayah saya
yang telah mendapatkan kebebasan dan
segalanya di nirwana.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Rininta, Elizabeth Ayudya Ratna. 2017. Dinamika Struktur Kepribadian dan
Identitas Gender Tokoh Sasana dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky
Madasari. Skripsi Strata Satu (S1). Program Studi Sastra Indonesia,
Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji dinamika struktur kepribadian dan identitas gender
tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa. Tujuan penelitian ini yaitu; (1) menganalisis
dan mendeskripsikan dinamika dan struktur kepribadian tokoh Sasana, (2) mengkaji
identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi
sastra dengan menggunakan teori psikoanalisis. Kemudian, dilanjutkan dengan teori
identitas gender Joan Wallach Scoot untuk menganalisis identitas gender tokoh
Sasana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi.
Berdasarkan analisis struktur dan dinamika kepribadian Sasana dapat
disimpulkan bahwa tokoh Sasana memiliki dorongan id yang kuat yaitu ingin berlaku
seperti perempuan dan menjadi penyanyi dangdut terkenal namunid dan ego-nya
(usaha-usaha mewujudkan id) terhalang oleh superego berupa aturan dari
orangtuanya dan norma-norma yang ada di masyarakat.Id dan ego dalam diri Sasana
mengalami tekanan-tekanan dalam usaha pemenuhan hasratnya, sehingga Sasana
mengalami beberapa dinamika kepribadian. Dinamika-dinamika tersebut adalah;
mimpi, frustasi, konflik, kecemasan, neurosis, sublimasi, displacement, dan oedipus
complex.
Hasil berdasarkan analisis gender tokoh Sasana mengunakan lima gender
role, diperoleh kesimpulan sebagai berikut; (1) Sasana ditakdirkan terlahir sebagai
laki-laki, namun, cenderung menyukai hal-hal berbau perempuan, (2) Sasana
dianggap transgender sehingga dikucilkan dari masyarakat, (3) Sasana menunjukkan
usaha seorang laki-laki dalam mengubah idenitas diri menjadi keperempuanan untuk
mendapatkan kepuasan batin, (4) Gender Sasana tetap laki-laki dan orientasi
seksualnya tetap ditujukan untuk perempuan, (5) Sasana belum menunjukkan
peranannya sebagai laki-laki yang sesuai dengan pandangan masyarakat.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Rininta, Elizabeth Ayudya Ratna. 2017. The Dynamics of the Structure Of The
Personality and Gender Identity of Sasana figures in Pasung Jiwa by
Okky Madasari. Thesis S-1 Degree. Indonesian Literature Study
Program, Indonesian Literature Departement, Faculty of Literature,
Sanata Dharma University.
This research examines the dynamics of the structure of the personality and
gender identity Sasana figures in Pasung Jiwa. The purpose of this research namely;
(1) analysis and describe the structure of the personality figures of Sasana, (2)
analysis the dynamics of the personality figures of, (3) analyzes and find gender
identity Sasana figures in Pasung Jiwa by Okky Madasari.
The approach used in this research is the approach of psychology literature
using the theory psychoanalytical technique. Then continued with gender theory to
analyze the gender identity figures of Sasana. The method used in this research is the
analysis of the contents.
The results of the analysis of the structure and dynamics of the personality of
Sasana obtained the conclusion as follows; Sasana has id and dream, he want to be a
women because he doesn’t like many things about man. But, he can’t transforming to
women because his father and mother don’t accept this. So, Sasana try to repress his
id and ego. Then the dynamics in Sasana figures is dream, frustrating, conflict,
neurotic, sublimation, displacement, and oedipus complex.
The results based on gender analysis of Sasana figures are using five gender
role , can be obtained the conclusion as follows; (1) Sasana destined born as man but
he want to be women like his sister, Melati,(2) Sasana is like transgender so excluded
from the society, (3) Sasana as man wanabe women and try anything to make his like
a beautiful women, (4) Sasana still have sexual orientation toward women namely
Masita. The condition of the Sasana that feminim doesn’t cause the changes in the
case of sexual orientation of Sasana, (5) Sasana has not shown its role as a man in
accordance with the views of society.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI
.............. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ............................ iv
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ............................................ v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................. viii
ABSTRAK ........................................................................................................... ix
ABSTRACT ........................................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................
1.5 Tinjauan Pustaka ..............................................................................
1.6 Landasan Teori .................................................................................
1.6.1 Struktur Kepribadian .............................................................. 9
1.6.2 Dinamika Kepribadian ........................................................... 15
1.6.3 Oedipus Complex ................................................................... 18
1.6.4 Identitas Gender ..................................................................... 21
1.7 Metode Penelitian ............................................................................ 26
1.8 Sumber Data ..................................................................................... 27
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.9 Sistematika Penyajian ....................................................................... 28
BAB II DINAMIKA DAN STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH SASANA
DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI
2.1 Struktur Kepribadian Sasana .............................................................. 31
2.2 Dinamika Kepribadian Sasana ........................................................... 40
BAB III IDENTITAS GENDER TOKOH SASANA DALAM NOVEL
PASUNG JIWAKARYA OKKY MADASARI
3.1 Gender Berdasarkan Atribut Sosial ..................................................... 55
3.2 Kesenjangan Gender Berdasarkan Perbedaan dalam Hal Berpolitik
dan Bersikap ....................................................................................... 57
3.3 Genderzation ...................................................................................... 59
3.4 Gambaran Jenis Kelamin yang Seharusnya Dimiliki ......................... 61
3.5 Gender role ........................................................................................ 63
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN .................................................................................. 64
4.2 SARAN .............................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 66
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pasung Jiwa merupakan satu dari beberapa novel karangan Okky
Madasari yang juga menyuarakan kebebasan khususnya kebebasan dalam
menunjukkan jati diri dan identitas gender seseorang. Setelah sebelumnya Okky
menulis Maryam (2012) yang berkisah tentang orang-orang yang terusir karena
keyakinan yang berbeda kemudian Entrok (2010) yang membahas tentang
perjuangan perempuan pada masa orde baru dan 86 (2011) tentang fenomena
korupsi di Indonesia. Sehingga dapat kita lihat bahwa karya-karya Okky
terhubung dalam satu benang merah yaitu perlawanan atas ketidakadilan.
Novel Pasung Jiwa secara umum mengisahkan tentang kehidupan seorang
laki-laki yang bernama Sasana. Sasana lahir dan besar dalam lingkungan keluarga
yang termasuk dalam kelas sosial atas di masyarakat. Sejak Sasana berusia kanakkanak, ia selalu dituntut kedua orangtuanya untuk tumbuh menjadi manusia sesuai
dengan pandangan kedua orangtuanya.
Sasana kecil dikursuskan piano dan dipaksa hanya mendengarkan dan
memainkan lagu-lagu ber-genre jazz dan pop. Namun tiada disangka, Sasana lebih
menggemari lagu-lagu dangdut hingga gerakan-gerakan ala penyanyi dangdut.
Mengetahui hal tersebut, kedua orangtua Sasana semakin mengikat Sasana hingga
pada akhirnya Sasana dimasukkan ke SMA khusus laki-laki. Selama masa SMA,
Sasana juga mengalami kekerasan dan tekanan dari kakak tingkatnya. Ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
memasuki kuliah, Sasana memilih untuk kuliah di Malang dan akhirnya Sasana
mulai merasa memperoleh kebebasan.
Kebebasan Sasana ini dimulai ketika Sasana bertemu dengan Jaka Wani
atau yang biasa dipanggil Cak Jek. Cak Jek yang memiliki bakat bermain gitar
akhirnya mengajak Sasana untuk mengamen karena Cak Jek tahu, Sasana
memiliki bakat menjadi penyanyi dangdut. Untuk membuat lebih menarik Cak
Jak mendandani Sasana dengan pakaian wanita dan mereka mulai mengamen dan
mentas dari satu panggung hajatan ke panggung hajatan lainnya. Dan semenjak itu
Sasana mengubah namanya menjadi Sasa. Ia menikmati perubahan penampilan
dirinya dari seorang pria menjadi wanita seksi dengan goyangan mautnya dengan
menjadi Sasa ia merasa nya aman dan bebas menjadi apa yang dia inginkan.
Petualangan Sasa dan Cak Jek membawa mereka pada berbagai peristiwa
yang mungkin tidak pernah mereka duga yang membuat keduanya ditangkap
polisi. Ketika ditangkap dan dipenjara sebagai seorang waria Sasa menerima
perlakuan tidak senonoh, ia diperkosa dan dipaksa melayani nafsu bejat dari para
tentara dan komandan yang menangkapnya. Sasa begitu terpukul sehingga ketika
keluar dari penjara Sasa memutuskan untuk menata hidupnya dan kembali pada
kedua orang tuanya
kemudian Sasana dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
Penindasan terhadap Sasana kembali terjadi. Sasana yang dianggap abnormal
kembali ingin disingkirkan dari masyarakat.Di sisi lain, selepas dari penjara Cak
Jek bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik elektronik, ketika dirinya mendapat
perlakuan yang tidak adil oleh majikannya ia menggalang aksi mogok kerja
sehingga dirinya dikejar-kejar aparat, melarikan diri hingga ke Jakarta dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
akhirnya bergabung dalam sebuah laskar berjubah putih untuk ikut berjuang bagi
Agama dan Tuhan. Penindasan tidak hanya terjadi pada diri Sasana, tetapi juga
pada diri Cak Jek. Cak Jek pun dipaksa mengikuti norma hingga akhirnya Cak Jek
masuk ke dalam organisasi pembela Agama dan Tuhan.
Sasana bebas dari rumah sakit jiwa dan kembali menjadi penyanyi
dangdut.Keinginan
karirnya
kini
didukung
oleh
ibunya.Namun,
ketika
pementasan dangdut Sasana diadakan di Jawa Timur, acara tersebut dikacaukan
oleh organisasi jubah putih yang dipimpin Cak Jek.Sasana pun kembali ditangkap
dan dijebloskan ke penjara.
Pada bagian akhir novel Sasana kembali dipertemukan dengan Cak
Jek.Cak Jek yang merasa bersalah pada Sasana akhirnya membebaskan Sasana
dari penjara.Kemudian mereka melarikan diri dan merasa bebas dengan pilihan
hidup mereka.
Peneliti akan mengkaji novel Pasung Jiwa dengan menitikberatkan kajian
terhadap tokoh utama yaitu Sasana. Kajian ini dibagi menjadi dua rumusan
masalah yang pertama kajian mengenai dinamika struktur kepribadian tokoh
Sasana dengan menerapkan teori psikoanalisis Sigmund Freud dan yang kedua
kajian terhadap identitas gender tokoh Sasana menggunakan teori gender Joan
Wallach Scoot.
Menurut Albertine (2010:11), psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai
sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis ini berhubungan
dengan fungsi dan perkembangan mental manusia, serta ilmu ini merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
bagian dari psikologi yang memberikan kontibusi besar dan dibuat untuk
psikologi manusia selama ini. Psikoanalisis merupakan sejenis psikologi tentang
ketidaksadaran; perhatian-perhatiannya terarah pada bidang motivasi, emosi,
konflik, sistem neurotic, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Kajian dinamika
kepribadian tokoh Sasana bertujuan untuk mengetahui kepribadian Sasana dan
menemukan symptom-symptom neurotic yang membangun kepribadian Sasana.
Kajian terhadap tokoh dilanjutkan dengan mengkaji identitas gender pada
diri tokoh Sasana. Secara sosiologi, gender mengacu pada sekumpulan ciri-ciri
khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin seseorang yang diarahkan pada peran
sosial atau identitas dalam masyarakat. WHO memberi batasan gender sebagai
“seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi lakilaki
dan
perempuan
yang
dikonstruksi
secara
sosial
dalam
suatu
masyarakat.Gender juga dikaitkan dengan seksualitas. Seksualitas sendiri
berhubungan dengan kodrat jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan lakilaki.
Menurut Ivan Illich (Illich, 2007: 6), masyarakat industrial menciptakan
dua mitos: yang pertama tentang leluhur seksual atau gender di masyarakat, yang
kedua tentang gerakan masyarakat ke arah kesetaraan. Kedua mitos itu disingkap
sebagai dusta-dusta manusia yang tergabung dalam “jenis kelamin nomor dua”.
Bicara mengenai gender, kita akan menemukan golongan-golongan yang
mencoba memberikan identitas-identitas tertentu dalam masyarakat. Dalam hal ini
terdapat identitas maskulin, feminin, atau netral. Identitas ini mempengaruhi
pembedaan perilaku, pembedaan universal dalam budaya-budaya kedaerahan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
norma dalam masyarakat. Oleh sebab itu gender membeda-bedakan tempat,
waktu, alat, tugas, bentuk-bentuk wicara, gerak-gerik, dan persepsi yang
dihubungkan dengan lelaki dan yang dihubungkan dengan perempuan dalam
kebudayaan. Asosiasi tersebut membentuk gender sosial karena secara khusus
terikat pada tempat dan waktu tertentu. Dalam hal ini bisa disebut gender
kedaerahan karena rangkaian penghubungan itu khas sekelompok masyarakat
tradisional di wilayah geografis tertentu.
Permasalahan mengenai gender merupakan jiwa analisis dari kritik sastra
feminis. Joan Wallach Scoot mengungkapkan lima konsep analisis gender yang
digunakan sebagai dasar analisis gender (Sugihastuti dan Suharto, 2002: 23-24).
Pertama, perbedaan
gender ialah perbedaan dari
atribut-atribut
sosial,
karakteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan, dan
sebagainya yang dirumuskan untuk perorangan menurut ketentuan kelahiran.
Kedua, kesenjangan gender ialah perbedaan dalam hal berpolitik, memberikan
suara, dan bersikap antara laki-laki dan perempuan. Ketiga, genderzation ialah
pengacauan konsep pada upaya menempatkan jenis kelamin pada pusat perhatian
identitas diri dan pandangan terhadap orang lain. Keempat, identitas gender ialah
gambaran tentang jenis kelamin yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan oleh
tokoh yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan perbedaan perilaku sesuai dengan
karakteristik biologis. Kelima, gender role ialah peranan perempuan atau peranan
laki-laki yang diaplikasikan secara nyata.Kelima konsep dasar tersebut akan
peneliti terapkan dalam novel Pasung Jiwa karangan Okky Mardasari.Peneliti
memilih novel Pasung Jiwa sebagai bahan penelitian yang dikaji menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
perspektif feminis karena novel Pasung Jiwa memberikan gambaran mengenai
kehidupan laki-laki yang dianggap menyimpang dari konstruksi gender terhadap
laki-laki dan tatanan yang ada dalam masyarakat.
Pada umumnya dalam kajian gender lebih menitikberatkan pada
ketidakadilan terhadap perempuan dan otoritas laki-laki terhadap keberadaan
perempuan. Tetapi ada baiknya pembicaraan mengenai gender juga membahas
tentang laki-laki. Hal ini disebabkan, bahwa sebenarnya keberhasilan ide
(tuntutan) feminisme dapat terwujud apabila terdapat "kerjasama" antara laki-laki
dan perempuan sesuai dengan tujuan awal feminis yaitu egaliter atau kesetaraan
gender.
Novel Pasung Jiwa karya Okky Mardasari merupakan teks sastra yang
dijadikan bahan penelitian. Teks-teks sastra dalam novel tersebut akan dianalisis
struktur kepribadian tokohnya menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud.
Kemudian baru dikaji dengan kajian feminis untuk mengupas lebih dalam
mengenai identitasgender laki-laki.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung
Jiwadilihat dari sudut pandang teori psikoanalisis?
2. Bagaimana dinamika kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa
dilihat dari sudut pandang teori psikoanalisis?
3. Bagaimana gender tokoh Sasana berdasarkan teori gender Joan Wallach
Scoot?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.3
Tujuan Penelitian
1. Memaparkan struktur kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung
Jiwaberdasarkan teori psikoanalisis.
2. Memaparkan dinamika kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung
Jiwaberdasarkan teori psikoanalisis.
3. Mengkaji gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa menggunakan
teori gender Joan Wallach Scoot?
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini adalah dinamika, struktur kepribadian tokoh Sasana
dalam novel Pasung Jiwa dan konstruksi gender tokoh Sasana dalam novel
Pasung Jiwa karya Okky Mardasari yang diperoleh dari analisis psikologi tokoh
menggunakan teori psikoanalisis dan kajian terhadap identitas gender laki-laki
menggunakan teori gender. Secara umum hasil penelitian tentang identitas gender
laki-laki muncul karena adanya nilai-nilai yang harus dimiliki laki-laki sebagai
manusia yang terkontruksi berjiwa maskulin.
Manfaat teoretis penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan di bidang kritik sastra yaitu memberikan contoh kajian penerapan
teori psikoanalisis dan teori gender dalam novel Pasung Jiwa karya Okky
Mardasari. Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai rujukan penelitian
tentang studi gender khususnya gender laki-laki. Dengan demikian, diharapkan
penelitian ini dapat membantu pembaca memahami novel Pasung Jiwa karya
Okky Madasari secara lebih mendalam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1.5
Tinjauan Pustaka
Penelitian inimempunyai relevansi dengan penelitian-penelitian sebelumnya
yang mengangkat novel Pasung Jiwa sebagai objek kajian penelitian. Penelitian
yang ditemukan; skripsi yang berjudul “Wacana Identitas Transgender dalam
Novel, Analisis Wacana Kritis Identitas Transgender dalam Novel Pasung Jiwa
Karya Okky Mardasari” yang disusun oleh Muhammad Rizki Nasution dari
Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (2014)
serta skripsi yang berjudul “Problem
Kejiwaan Tokoh Utama dalam Pasung Jiwa karya Okky Mardasari” yang disusun
oleh Nur Wahyu Hidayat dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negri Yogyakarta (2015).
Penelitian mengenai novel Pasung Jiwa yang disusun oleh Nasution,
Muhammad Rizki (2014) mengidentifikasi wacana laki-laki sebagai penolong
transgender dan normalitas heteroseksual. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
kesadaran mental Okky Mardasari sebagai penulis Pasung Jiwa membawanya
kepada wacana yang mengkomodifikasi transgender sebagai bagian dari era
reformasi yang menuntut balas pembreidelan orde baru. Teori yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan metode wacana kritis model Teun. A. Van
Dijk.
Hidayah, Nur Wahyu dalam penelitiannya yang berjudul “Problem Kejiwaan Tokoh
Utama dalam Pasung Jiwa karya Okky Mardasari (2015)” membahas mengenai
permasalahan yang berkaitan dengan abnormalitas tokoh Sasana. Penelitian ini
menunjukkan bahwa (1) secara fisiologis tokoh utama yang bernama Sasana dan biasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
dipanggil Sasa,mempunyai kepribadian ganda yaitu maskulin dan feminim, secara
psikologis tokoh Sasana mempunyai mental minder dan penakut dan secara sosiologis
tokoh Sasana berasal dari keluarga berpendidikan sedang Sasana berprofesi sebagai
biduan, (2) tokoh utama Sasana didiagnosis mengalami perilaku abnormal, (3) penyebab
utama problem kejiwaan Sasana dikarenakan pola asuh keluarga dan rasa sensitif yang
berlebihan, (4) cara mengatasi problem kejiwaan tokoh utama Sasana dengan cara
psikoterapi, pemberian obat penenang dan perawatan di rumah sakit jiwa.
Kedua penelitian diatas memiliki kesinambungan dengan penelitian ini. Penelitian ini
akan mengangkat psikoanalisis tokoh utama yaitu Sasana kemudian akan dilanjutkan
dengan analisis identitas gender laki-laki menggunakan perspektif feminis.
1.6
Landasan Teori
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teori yakni psikoanalisis
dan teori gender. Teori psikoanalisis dipakai untuk menganalisis dinamika dan
struktur kepribadian tokoh pada bab 2, sedangkan teori gender digunakan untuk
menganalisis identitas gender tokoh Sasana pada bab 3.
1.6.1
Struktur Kepribadian
Dalam struktur kepribadian Freud ada tiga unsur sistem penting, yakni id,
ego, dan superego. Id terletak pada lapisan ketidaksadaran manusia berupa naluri,
keinginan dasar manusia, ego terletak diantara ketidaksadaran dan kesadaran
manusia, berfungsi sebagai pelaksana kepribadian, sedangkan superego terletak
pada lapisan kesadaran manusia yang berperan sebagai penekan id atau
ketidaksadaran manusia. Superego ini merupakan aspek-aspek sosial diluar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
kepribadian manusia. Menurut Bertens (2006:32) istilah lain dari tiga faktor
tersebut dalam psikoanalisis dikenal sebagai tiga “instansi” yang menandai hidup
psikis. Dari ketiga sistem atau ketiga instansi ini satu sama lain saling berkaitan
sehingga membentuk suatu kekuatan atau totalitas. Maka dari itu untuk
mempermudah pembahasan mengenai kepribadian pada kerangka psikoanalis,
kita jabarkan sistem kepribadian ini.
1.6.1.1 Id
Menurut Bertens (2006:32-33), id merupakan lapisan psikis yang paling
mendasar sekaligus id menjadi bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih
lanjut. Artinya id merupakan sisitem kepribadian asli paling dasar yakni yang
dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat
dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting,
impuls, dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili
subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat
dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk
mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Energi psikis dalam id itu dapat meningkat oleh karena perangsang, dan
apabila energi itu meningkat maka menimbulkan tegangan dan ini menimbulkan
pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan). Dari situlah id harus mereduksikan
energi untuk menghilangkan rasa tidak enak dan mengejar keenakan.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagiid, kenikmatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
adalah keadaan yang relative inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit
adalah tegangan atau peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Jadi
ketika ada stimulasi yang memicu enerji untuk bekerja-timbul tegangan energi-id
beroperasi dengan prinsip kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan
tegangan itu; mengembalikan diri ke tingkat energi rendah.
Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan proses
primer. Proses primer ialah reaksi membayangkan atau mengkhayal sesuatu yang
dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani
stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting
ibunya. Idhanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan
khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak
mampu menilai atau membedakan benar-salah , tidak tahu moral. Jadi harus
dikembangkan
jalan
memperoleh
khayalan
itu
secara
nyata,
yang
memberikepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah
moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.
1.6.1.2 Ego
Ego adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan
atau realita (Freud dalam Suryabrata 2010:126). Ego berbeda dengan id. Menurut
Koeswara (1991:33-34), ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai
pengaruh individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya
berdasarkan prinsip kenyataan. Menurut (Freud dalam Bertens 2006:33), ego
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
terbentuk dengan diferensiasi dari id karena kontaknya dengan dunia luar,
khususnya orang di sekitar bayi kecil seperti orang tua, pengasuh, dan kakak adik.
Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan
transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia realita atau kenyataan.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua
tugas utama; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau
insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua,
menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan
tersedianya peluang yang resikonya minimal.
Menurut Bertens (2006:33), tugas ego adalah untuk mempertahankan
kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan lingkungan sekitar,
lagi untuk memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik antara
keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain.
Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi
kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan
berkembang-mencapai-kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja
untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan
memperoleh energi dari id.
Untuk itu sekali lagi memahami apa yang dimaksudkan dengan proses
sekunder, perlu untuk melihat sampai dimana proses primer membawa seorang
individu dalam pemuasan keinginan sehingga dapat diwujudkan dalam sebuah
kenyataan. Proses sekunder terdiri dari usaha menemukan atau menghasilkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
kenyataan dengan jalan suatu rencana tindakan yang telah dikembangkan melalui
pikiran dan oral (pengenalan).
1.6.1.3 Superego
Menurut Bertens (2006:33-34), superego dibentuk melalui internalisasi
(internalization), artinya larangan-larangan atau perintah-perintah yang berasal
dari luar (para pengasuh, khususnya orang tua) diolah sedemikian rupa sehingga
akhirnya terpancar dari dalam. Dengan kata lain, superego adalah buah hasil
proses internalisasi, sejauh larangan-larangan dan perintah-perintah yang tadinya
merupakan sesuatu yang “asing” bagi si subyek, akhirnya dianggap sebagai
sesuatu yang berasal dari subjek sendiri, seperti “Engkau tidak boleh…atau
engkau harus…” menjadi “Aku tidak boleh…atau aku harus…”
Menurut Freud (dalam Suryabrata, 2010:127) Superego adalah aspek
sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita
masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya yang
dimasukkan dengan berbagai perintah dan larangan. Superego lebih merupakan
kesempurnaan daripada kesenangan. Oleh karena itu, Superego dapat pula
dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya yang pokok ialah
menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak,
dan dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang
beroperasi memakai prinsip idealistic sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan
prinsip realitik dari ego.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Superego
bersifat
nonrasional
dalam
menuntut
kesempurnaan,
menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru
dalam fikiran. Superego dalam hal mengontrol id, bukan hanya menunda
pemuasan tapi merintangi pemenuhannya.
Fungsi utama dari superego yang dihadirkan antara lain adalah:
1. Sebagai pengendali dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impulsimpuls tersebut disalurkan dengan cara atau bentuk yang dapat diterima
oleh masyarakat.
2. Untuk mengarahkan ego pada tujuan-yang sesuai dengan moral
ketimbang dengan kenyataan.
3. Mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa
memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda kealam sadar.
Superego bersama dengan id, berada dialam bawah sadar (Hall dan
Lindzey, 1993:67-68).
Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat
dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki
karakteristik
sendiri-sendiri
dalam
prakteknya,
namun
ketiganya
selalu
berinteraksi secara dinamis.
Identifikasi id, ego, dan superegoditujukan untuk mengetahui kepribadian
manusia pada tahap awal. Dikatakan awal karena setelah identifikasi id, ego, dan
superego kajian dapat dilanjutkan untuk menganalisis mimpi, regresi, neurosis
dan hal-hal lain yang menyangkut kejiwaan manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
1.6.2
Dinamika Kepribadian
Identifikasi id, ego, dan superegoditujukan untuk mengetahui kepribadian
manusia pada tahap awal. Dikatakan awal karena setelah identifikasi id, ego, dan
superego kajian dilanjutkan dengan menganalisis dinamika kepribadian manusia.
Dinamika kepribadian terbentuk dari cara-cara id, ego, dan superego menguasai
dan memperlakukan nafsu-nafsu. Dalam hal ini ada tiga kemungkinan; ditekan,
diberi kepuasan secara wajar, atau diberi kepuasan dengan cara dilakukan ke arah
lain atau sublimasi. Di sini peran ego sangat penting yang dalam prosesnya
dibantu oleh superego. Dinamika kepribadian dibagi menjadi mimpi , neurosis,
kastrasi, sublimasi, dan displacement.
1.6.2.1 Mimpi
Adanya fakta bahwa nafsu-nafsu ditekan ke alam bawah sadar, ternyata di
bawah alam sadar nafsu-nafsu tersebut tidak tinggal diam, selalu bergejolak untuk
mendapatkan kepuasan. Bila sewaktu-waktu ego lemah, atau sensor terhadap id
kurang, maka kemungkinan nafsu-nafsu itu akan muncul pada lapisan kesadaran.
Nafsu-nafsu tersebut muncul dalam bentuk perbutan-perbuatan keliru atau dalam
bentuk mimpi.
Mimpi terjadi apabila nafsu yang tertekan di bawah alam sadar muncul
dalam kesadaran pada waktu orang tidur. Menganalisa mimpi merupakan
landasan yang sangat penting untuk memahami kehidupan psikis manusia.
(Bertens, Kees. 2006: 77)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
1.6.2.2Frustasi, Konflik, dan Kecemasan
Frustasi merupakan ketegangan psikis yang disebabkan oleh adanya
dorongan-dorongan kekecewaan akibat tidak mendapat kepuasan. Terdapat dua
jenis frustasi yaitu frustasi privasi yang terjadi apabila objek kepuasan tidak
tersedia dan frustasi dprivasi yang terjadi apabila objek kepuasan tersedia, tetapi
karena sesuatu hal orang tidak dapat mencapai kepuasan tersebut.
Frustasi yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi pada diri sendiri
disebut konflik. Konflik timbul apabila dorongan yang satu bertentangan dengan
dorongan yang lain, atau dapat juga terjadi bila id bertentangan dengan ego.
Frustasi yang disertai rasa taku dapatt menimbulkan kecemasan.
Kecemasan timbul dari kegagalan, sehingga kecemasan menimbulkan
ketegangan dan daya pendorong bagi manusia untuk berbuat, menghindari objek,
mengkang dorongan-dorongan, atau mengikuti suara hatinya. Kecemasan
merupakan faktor utama timbulnya psikoneurosa. (Bertens, Kees. 2006: 36)
1.6.2.3 Neurosis
Dali Gulo (1982 : 179), berpendapat bahwa neurosis adalah suatu kelainan
mental, hanya memberi pengaruh pada sebagaian kepribadian, lebih ringan dari
psikosis, dan seringkali ditandai dengan : keadaan cemas yang kronis, gangguangangguan pada indera dan motorik, hambatan emosi, kurang perhatian terhadap
lingkungan, dan kurang memiliki energi fisik, dst.Berdasarkan pendapat mengenai
neurosis dari para ahli tersebut dapat diidentifikasi pokok-pokok pengertian
mengenai neurosis sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
a. Neurosis merupakan gangguan jiwa pada taraf ringan.
b. Neurosis terjadi pada sebagian kecil aspek kepribadian.
c. Neurosis dapat dikenali berdasarkan gejala yang paling menonjol yaitu
kecemasan.
d. Penderita neurosis masih mampu menyesuaikan diri dan mampu melakukan
aktivitas sehari-hari.
e. Penderita neurosis tidak memerlukan perawatan khusus di rumah sakit jiwa.
Penyebab neurosis yaitu perpaduan antara hasil kecenderungan dari
fiksasi-libido yang disebabkan oleh kondisi seksual turun menurun (pengalaman
nenek moyang) dan pengalaman pada masa kanak-kanak, dengan pengalaman
tidak sengaja atau hal-hal traumatik (Freud. 2006: 410).
Studi neurosis pada anak-anak akan membantu kita menghindari salah
pengertian tentang neurosis pada dewasa. Neurosis pada anak-anak dianggap
wajar saja dan biasa terjadi sehingga kerap kali diabaikan. Namun, bila kita
melihat kembali ke belakang penyakit ini mudah dikenali. Neurosis sering tampak
dalam bentuk histeria dan kecemasan. Ketika neurosis muncul pada masa dewasa,
analisisnya sering menunjukkan bahwa neurosis yang diderita pada saat sekarang
merupakan kelanjutan neurosis di masa kanak-kanak yang mungkin hanya
terekspresikan dalam bentuk yang tersembunyi dan paling awal dalam
perkembangan (Freud, 2006: 411-412).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
1.6.2.4 Sublimasi
Sublimasi merupakan salah satu cara mengatasi frustasi. Sublimasi ini
berupa pemindahan atau penyaluran pemuasan nafsu dai suatu objek ke objek
yang lain dan ditujukan ke arah perkembangan kebudayaan atau ke arah positif.
Sublimasi terlibat dalam mengubah impuls id. Energi insting diganti menjadi
perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat.
Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial
menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk
pengalihan. (Minderop, 2010: 34)
1.6.2.5 Displacement
Ketika objek yang dibutuhkan untuk memuaskan id tidak ada, orang
kemungkinan besar akan menggantinya dengan objek yang lain. Contohnya,
ketika anak-anak tidak senang kepada orang tua mereka, mereka tidak berani
mengekspresikan ketidaksenangannya karena takut akan hukuman yang diberikan.
Jadi mereka melampiaskannya kepada orang lain, misalnya kepada adiknya atau
saudara kandung yang lain. (Koeswara, 1991: 47)
1.6.3 Oedipus Complex
Sigmund Freud berpendapat bahwa setiap orang mengalami Oedipus
Complex pada usia sekitar 2-5 atau 6 tahun dalam proses perkembangan
psikologisnya. Nama ini diambil dari mitos Yunani yang bercerita tentang
Oedipus yang mencintai ibunya sendiri dan akhirnya membunuh ayahnya untuk
menikahi ibunya. Freud melihat bahwa yang dialami oleh tokoh dalam mitos ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
sama dengan yang terjadi pada perkembangan psikologis setiap orang. Freud
kemudian memakai nama tokoh mitos ini untuk menggambarkan konsepnya.
Bertens mendefinisikan konsep Freud tentang Oedipus Complex ini sebagai,
“Keseluruhan pikiran dan perasaan—yang sebagian besar tak sadar—yang
berkisar pada keinginan anak kecil untuk memiliki orang tua yang jenis
kelaminnya berbeda dengan dia dan menyingkirkan orang tua yang jenis
kelaminnya sama.” Bagi Freud, setiap orang mengalami fase cinta pada orang tua
sendiri, yang kemudian diakhiri dengan sublimasi terhadap perasaan tersebut.
Tulisan
ini
memaparkan
penjelasan
tentang
Oedipus
Complex
serta
berlangsungnya gejala tersebut, mulai dari kemunculan sampai dengan
penyelesaiannya. (Bertens, 2005: 21)
1.6.3.1 Oedipus Complex dan Perkembangan Kepribadian
Menurut Freud, perkembangan kepribadian seseorang berkaitan dengan
perkembangan seksualitasnya. Kepribadian manusia dewasa ditentukan oleh
perkembangan seksualitasnya sejak masa kanak-kanak. Freud mengakui adanya
seksualitas pada anak-anak. Seksualitas ini tidak seperti yang terjadi pada orang
dewasa. Seksualitas anak-anak tidak terhalang dengan aturan-aturan moral
sehingga bentuknya, jika dinilai dari sudut pandang orang dewasa, tampak sebagai
preversi. Seksualitas ini berlangsung secara tidak sadar. Oedipus Complex
merupakan salah satu gejala yang terjadi dalam proses perkembangan seksualitas
anak ini, sehingga nantinya turut mempengaruhi pembentukan kepribadian
seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Oedipus complex terjadi pada yang dinamakan Freud fase phallic. Fase
phallic merupakan masa anak-anak mulai menemukan kesenangan dengan alat
kelamin mereka. Fase ini mengikuti fase oral dan anal—masa anak-anak
menemukan kesenangan dengan mulut (oral) dan saluran pembuangan kotoran
(anal). Jika pada fase oral dan anal kepuasan seksual anak hanya tertuju pada
dirinya sendiri (otoerotisme) melalui organ-organ makan dan pembuangan, pada
fase phallic anak mulai mengarahkan intensi seksualnya pada objek di luar
dirinya, yaitu orangtua. (Bertens, 2005: 22)
1.6.3.2 Proses Terjadinya Oedipus Complex
Awalnya, ketertarikan ini terjadi secara sama pada anak laki-laki dan
perempuan. Mereka sama-sama mengingini ibu mereka. Hal ini karena anak-anak
menganggap bahwa ibu mereka memberi kenyamanan dan pemuasan kebutuhan
mereka. Sedangkan, terhadap ayah mereka mengembangkan rasa permusuhan dan
persaingan karena melihatayah memiliki hubungan cinta dengan ibunya.
Seiring perkembangannya, anak laki-laki melihat bahwa anak perempuan
tidak memiliki penis, tidak seperti dirinya yang memilikinya. Begitupun di pihak
lain anak perempuan melihat bahwa anak laki-laki memiliki penis, sedangkan
dirinya tidak. Hal ini menyebabkan anak perempuan mengalami penis envy
(kecemburuan akan penis), sedangkan anak laki-laki mengalami castration
anxiety (cemas dikebiri). Anak perempuan merasa iri melihat anak laki-laki
memiliki penis. Ia kemudian menyalahkan ibunya sebagai penyebab ketidak
lengkapan dirinya ini, lalu mulai menyukai ayahnya—karena memiliki penis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Pada anak laki-laki, kesadaran memiliki penis dan bahwa anak perempuan tidak
memilikinya justru membuatnya menjadi cemas. Ia menyangka bahwa penis anak
perempuan telah dikebiri dan mulai merasa takut bahwa ada kemungkinan
penisnya juga akan dikebiri. Karena rasa sukanya pada ibunya dan
permusuhannya dengan ayahnya, ia mulai takut bahwa ayahnya akan mengebiri
dia. (Semiun, 2010: 45)
1.6.3.3 Akhir Fase Oedipus Complex
Rasa takut dikebiri akhirnya membuat anak laki-laki merepresi cinta yang
dirasakannya pada ibunya. Rasa cinta tersebut dialihkan kepada teman-teman
perempuannya. Pada tahap inilah, menurut Freud, laki-laki tidak lagi mencintai
ibunya—secara sadar—lalu mengalihkan objek cinta pada teman-temannya. Anak
laki-laki juga mulai mengidentifikasi dirinya pada sosok yang ditakuti, yaitu sang
ayah sehingga menimbulkan identifikasi gender. Anak laki-laki mulai menjadikan
figur maskulinitas ayahnya sebagai figur ideal. Pelarangan mencintai ibu sendiri
dan dorongan menjadikan ayah sebagai figur kemudian membentuk superego
anak.
Pada anak perempuan, cinta pada ayahnya akan berujung pada perasaan
putus asa, bahwa tidak mungkin ia bisa mendapatkan ayahnya. Anak perempuan
akhirnya menyerah untuk mendapatkan ayahnya. Perasaan cinta kemudian
direpresi dan ia mengidentifikasi dirinya dengan ibunya. Seperti anak laki-laki,
anak perempuan mengalihkan rasa cinta pada ayahnya menjadi cinta pada teman
laki-laki dan mulai mengidentifikasi dirinya sebagai wanita. (Semiun. 2010: 45)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
1.6.4. Identitas Gender
Gender
tidak
diturunkan
langsung
melalui
ciri
biologis
atau
prakecenderungan seseorang untuk menjadi manusia dengan jenis tertentu.
Gender juga bukan kepemilikan individual. Gender adalah pengaturan sosial dan
setiap gender individu terbangun dalam orde sosial, sehingga perspektif tentang
gender tidak hanya bisa dipandang dalam kajian feminis tetapi juga merupakan
hegemoni yang ada dalam masyarakat.
Kelamin merupakan penggoongan biologis yang didasarkan pada sifat
reproduksi potensial. Kelamin berlainan dengan gender yang merupakan elaborasi
sosial dari sifa biologis. Gender membangun sifat biologis; dari yang tadinya
bersifat
alami,
kemudian
melebih-lebihkannya,
dan
pada
akhirnya
menempatkannya pada posisi yang sama sekali tidak relevan. Contohnya, sama
sekali tidak ada alasan biologis yang dapatt menjelaskan mengapa para
perempuan harus berlenggok dan para laki-laki harus membusung, atau, mengapa
perempuan harus memakai kutek di jari kakinya, sedangkan laki-laki tidak. Walau
demikian, batas bahwa kelamin bersifat biologis dan gender bersifat sosial terlalu
samar. Orang-orang beranggapan jika gender diwariskan melalui praktik tersebut
pengasuhan anak sehingga hal tersebut bersifat sosial, sedangkan kelamin
langsung diturunkan secara biologis.
Menamai seseorang dengan label laki-laki atau perempuan tidak lebih
merupakan keputusan yang bersifat sosial. Kita dapat saja menggunakan bantuan
pengetahuan ilmiah untuk membuatnya masuk akal, namun hanya kepercayaan
gender kitalah yang dapat mendefinisikan jenis kelamin kita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Pada awalnya orang dewasa akan menerapkan praktik gender pada anakanak; memperlakukan mereka sebagai laki-laki atau perempuan, dan menafsirkan
segala yang dilakukan oleh anak itu sebagai kelaki-lakian atau keperempuanperempuanan. Akhirnya, setelah berlangsung selama bertahun-tahun si anak akan
mengambil alih apa yang dahulu dilakukan oleh orang dewasa tadi dan
mempraktikkannya pada orang lain.
Menjadi seorang laki-laki atau perempuan bukanlah suatu keadaan yang
stabil sifatnya, melainkan sebuah proses yang berjalan terus menerus; semacam
jalan yang ditempuh oleh orang yang bersangkutan, sebuah pilihan yang bermula
dari penggolongan-penggolongan masyarakat berkaitan dengan orang tersebut.
Seorang anak yang baru dilahirkan menjadi objek penggenderan oleh orang lain di
sekelilingnya melalui bermacam cara. Cara tersebut tidak hanya dilakukan oleh si
orang bersangkutan sebagai individu, namun juga sebagai bagian dari komunitas
sosial terstrukur yang menghubungkan individu-individu dengan institusi-institusi
sosil dan berbagai ideologi kultural. Sangatlah mungkin untuk mengatakan bahwa
gender, pada fase awal kehidupan ini, dibentuk melalui kolaborasi. Seseorang
haruslah memilih dan bersikap sebagai laki-laki atau perempuan dan bahwa
pilihan daan sikapnya itu memerlukan legitimasi dari lingkungannya. (Sugihastuti
dan Suharto, 2010: 17)
1.6.4.1 Market Hetereoseks
Ketika manusia berada dalam dunia pendidikan, aktivitas penjodohan
antara laki-laki dan perempuan mulai terlihat. Kegiatan ini bukan hanya dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
oleh perorangan dan bukan pula satu kegiatan yang muncul seperti apa adanyaatau
semerta-merta merupakan masalah sehari-hari. Kegiatan ini adalah bentuk awal
market sosial yang memberi dasar bagi orde sosial pertemanan. Dan melalui
market ini pulalah muncul perubahan mendasar yang berkaitan dengan pemisahan
gender dan diferensiasi.
Pada masa-masa tertentu, orang dewasa selalu mengawasi perilaku anakanak. Sejalan dengan berkembangnya orde sosial pertemanan, muncul pula
inisiatif bagi anak-anak untuk mengorganisasikan kontrol sosial mereka sendiri.
Perilaku heteroseksual diorganisasikan oleh orde sosial pertemanan, sedangkan
market heteroseks menjadi pusat tumbuhya orde sosial pertemanan.
Perkembangan gender tidak selesai pada taraf kanak-kanak dan remaja.
Gender bertransformasi seiring pergerakan kita menuju wilayah market; saat kita
belajar jadi sekretaris, pengacara, manager, atau pegawai kebersihan. Gender pun
terus menerus bertransformasi sejalan perubahan status kekeluargaan; saat kita
belajar menjadi istri atau suami, ibu atau ayah, adik atau kakak, nenek atau kakek.
Seiring bertambahnya umur, kita belajar cara baru menjadi laki-laki dan
perempuan; apa yang diinginkan gadis remaja berbeda dengan perempuan usia
empat puluhan, dan keduanya akan sangat berlainan dengan harapan seorang
perempuan berumur delapan puluhan. Apa yang tampak tidak terakomodasi pada
jaringan hetereoseks juga dicapai melalui pengharapan gender. Perempuan yang
mencari partner lesbian misalnya; mereka mencari pasangan yang “feminim”. Ada
juga laki-laki yang mencari pasangan yang bertingkah “feminim” pada suatu
kumpulan gay.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Semua hal di atas menunjukkan bahwa belajar menjadi laki-laki atau
perempuan melibatkan tingkah dan pandangan-pandangan tertentu; belajar
berpartisipasi dalam suatu komunitas atau hubungan tertentu dan belajar
memandang dunia melalui perspektif tertentu pula.
1.6.4.2 Prinsip Fundamental Gender
Gender bukan satu-satunya aspek identitas sosial yang harus dipelajari
seorang individu yang berkembang. Gender erat kaitannya dengan hierarki lain
yang dikonstruksi secara sosial oleh berbagai kategori seperi kelas, usia, enisitas,
dan ras. Sebagai contoh, sangat sering didapati rasisme seksual dan seksisme
rasialis di masyarakat. Bagian ini akan memfokuskan diri pada; bagaimana anakanak mempelajari status sosial ekonomi, ras, dan etnisitas, tipe tubuh, dan
kemampuan membaca mereka. Kita akan melanjutkannya dengan menelaah
berbagai kombinasi gender, kelas, ras, dan kategori sosial lain yang ada karena
kombinasi inilah yang dipelajari orang-orang dan bukannya unsur lain.
Pembicaraan mengenai gender dan kaitannya dengan aspek-aspek hieraki
lain mengembangkan beberapa prinsip fundamental. Pertama, jelas bahwa gender
dipelajari, karena gender memunculkan batasan memilih (berhubungan dengan
perilaku gender dan asimetri) maka gender harus juga diajarkan dan dipaksakan.
Prinsip kedua, gender adalah hasil kolaborasi. Gender berkorelasi dengan atribusi
individual, misalnya; apakah seseorang berjenis kelamin laki-laki atau perempuan,
apakah orang tersebut berkarakter feminim atau maskulin. Jadi dapat disimpulkan,
gender tidak dapat dipakaikan pada diri oleh diri sendiri (butuh orang lain untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
melabelkannya). Prinsip ketiga yaitu, gender bukanlah sesuatu yang kita miliki
namun sesuatu yang kita lakukan.
Dalam rangka mengkaji gender, Joan Wallach Scoot (dalam Sugihastuti
dan Suharto, 2010: 100) mengemukakan bahwa ada lima konsep gender. Pertama,
perbedaan gender ialah perbedaan dari atribut-atribut sosial, karakteristik,
perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan, dan sebagainya yang
dirumuskan untuk perorangan menurut ketentuan kelahiran. Kedua, kesenjangan
gender ialah perbedaan dalam hal berpolitik, memberikan suara, dan bersikap
antara laki-laki dan perempuan. Ketiga, genderzation ialah pengacauan konsep
pada upaya menempatkan jenis kelamin pada pusat perhatian identitas diri dan
pandangan terhadap orang lain. Keempat, identitas gender ialah gambaran tentang
jenis kelamin yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan oleh tokoh yang
bersangkutan. Hal ini menimbulkan perbedaan perilaku sesuai dengan
karakteristik biologis. Kelima, gender role ialah peranan perempuan atau peranan
laki-laki yang diaplikasikan secara nyata.
1.7
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga tahap, yaitu (i) metode pengumpulan data, (ii)
metode analisis data, dan (iii) metode penyajian hasil data.
i.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menganalisis struktur kepribadian tokoh dan identitas gender
laki-laki dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari. Metode pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka,yaitu peneliti membaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
banyak pustaka yang ada kaitannya dengan teori yang dipakai, yaitu psikoanalisis
dan feminis.
ii.
Metode Analisis Data
a. Analisis Isi
Metode analisis isi mengungkapkan isi karya sastra sebagai bentuk
komunikasi (Ratna, 2012: 48-49 dan Endraswara, 2011: 160-181). Metode ini
digunakan untuk menganalisis dinamika struktur kepribadian dan identitas gender
Sasana dalam novel Pasung Jiwa.
b. Metode Penyajian Hasil Data
Analisis data disajikan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu
hasil analisis data berupa pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif
(Ratna, 2012: 46-48). Hasil analisis penelitian ini berupa deksripsi struktur
kepribadian tokoh dan kajian terhadap identitas gender tokoh Sasana dalam novel
Pasung Jiwa karya Okky Madasari.
1.8
Sumber Data
Data merupakan bahan penelitian. Karya sastra yang menjadi objek penelitian
ini adalah novel dengan identitas sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Judul
: Pasung Jiwa
Pengarang
: Okky Mardasari
Tahun Terbit : 2013
1.9
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tebal
: 328 halaman
Ukuran
: 20cm
Sistematika Penyajian
Penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Sistematika penelitian ini dapat
dirinci sebagai berikut :
Bab I berisi pendahuluan. Yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagi
menjadi delapan subab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan
sistematika penyajian.
Bab II berisi struktur kepribadian tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa
karya Okky Mardasari berdasarkan psikoanalisis Sigmund Freud. Bab III berisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
kajian identitas gender tokoh Sasana dalam perspektif gender Joan Wallach Scoot.
Bab IV berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
BAB II
DINAMIKA DAN STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH SASANA
DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI
Untuk mengungkapkan identitas gender laki-laki dalam novel Pasung
Jiwa karya Okky Madasari, terlebih dahulu peneliti menganalisis dinamika
struktur kepribadian Sasana sebagai tokoh utama.. Analisis tokoh menggunakan
teori psikoanalisis Sigmund Freud yang berguna dalam menemukan struktur dan
dinamika kepribadian yang membangun diri tokoh.
Psikoanalisis membuka tabir bahwa manusia memiliki alam ketaksadaran
yang terjadi pada tahap perkembangan manusia. Selama tahap perkembangan ini,
manusia secara tak sadar mengalami suatu represi, tekanan,dan neurosis yang
merupakan hasil konflik yang muncul akibat proses pencarian bentuk baru
pemuasan libido. ( Freud, 2006: 406 )
Menurut perspektif topografis yang dikemukakan Freud sesuatu “yang
taksadar” adalah keseluruhan isi yang taksadar dalam wilayah kesadaran yang
aktual. Sesuatu di luar kesadaran mengacu pada suatu sistem yang dianggap
sebagai tempat pulsi-pulsi yang ada sejak lahir dan hasrat juga kenangan yang
ditekan. Instansi yang ada di antara sistem ketaksadaran dan kesadaran dalam
alam prasadar. Isinya tidak disadari namun, berbeda dengan isi dari alam taksadar
dalam pengertian bahwa instansi ini dapat dicapai oleh kesadaran, misalnya
kenangan yang tidak diaktualisasi, yang dapat dikenang apabila ada kesempatan.
Menurut Freud, peran yang sangat penting dipegang oleh “yang taksadar”
karena semua proses psikis bersumber pada “yang tak sadar”. Bila proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
mencapai ambang yang “pra sadar”, dapat terjadi represi, dapat pula muncul
dalam bentuknya yang kurang lebih tersamar, yaitu gagasan, kata-kata, perasaan,
dan tindakan. Selanjutnya, Freud mendefinisikan pribadi sebagai produksi
hubungan yang mengandung konflik; Id, Ego, dan Superego. Id berada pada alam
ketaksadaran (bagian pemikiran manusia yang paling primitif), sementara ego dan
superego meliputi tingkat kesadaran manusia (Zaimar, 2003: 34 ).
Dalam bab ini akandibahas dinamika dan struktur kepribadian Sasana.
Kajian mengenai dinamika dan struktur kepribadian tokoh Sasana bertujuan untuk
mengetahui kejiwaannya.
2. 1. Struktur Kepribadian Sasana
Secara fisiologis Sasana digambarkan sebagai tokoh laki-laki yang
bertubuh ideal dan memiliki suara yang merdu. Secara sosiologisSasana
merupakan seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Malang yang
meninggalkan kuliahnya dan mengamen bersama Cak Jek. Sasana sering
mendapat cibiran dari masyarakat sekitar karena goyangan hot-nya ketika
bernyanyi serta penampilannya yang dianggap sebagai waria atau banci.
Sasana dibesarkan dengan kondisi keluarga yang serba ada, Ayahnya
bekerja sebagai pengacara dan ibunya bekerja sebagai dokter bedah. Kedua
orangtua Sasana sama-sama sibuk dalam bekerja. Sasana kecil dituntut oleh kedua
orangtuanya untuk pandai dalam bidang pelajaran di sekolah serta dipaksa untuk
pandai memainkan piano dengan musikjazzkesukaan kedua orangtuanya. Sasana
memang pandai memainkan piano meskipun sama sekali tidak menyukainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Penolakan Sasana terhadap piano ini didasari oleh id Sasana yaitu sejak lahir
bahkan sejak berada di kandungan ia berpikir bahwa orangtuanya kurang berperan
dalam pertumbuhannya. Bahkan yang sering ia dengarkan bukan suara ayah
ibunya melainkan suara piano.
Suara pertama yang kukenal adalah denting piano. Bukan suara ibuku,
bukan pula suara ayahku. Pertama kali aku mendengar suara itu saat masih
berada di rahim ibuku (Madasari, 2013: 13).
Alih-alih mengembangkan bakatnya, Sasana justru lebih menyukai musik
dangdut yang dilarang oleh orangtuanya. Sasana pun bertekad untuk mengurung
diri demi orangtuanya.Penekanan-penekanan yang dilakukan oleh orangtua
Sasana sejak kecil membentuk suatu superego yang memaksa Sasana untuk patuh
terhadap aturan yang dibentuk kedua orangtuanya. Superego ini berupa paksaan
agar Sasana mendalami piano dengan aliran-aliran musik yang telah ditentukan
oleh ayah dan ibunya. Aliran-aliran musik seperti jazz serta komposisi-komposisi
klasik dunia seperti Beethoven, Chopin, Mozart, Bach, dan Brachman menjadi
musik-musik yang wajib dikuasai Sasana. Dapat dilihat dari awal ceritajiwa dan
pikiran Sasana terpaksa mengurung diri. Keputusan Sasana untuk mengurung diri
merupakan ego awal yang terlihat dan sengaja ia bentuk untuk menyesuaikan
pribadinya dengan keadaan sosial di sekitarnya.
Demi Ibu aku bertekad mengendalikan diri, Aku mengurung jiwa dan
pikiranku, aku membangun tembok tinggi-tinggi, aku mengikat tangan
dan kakiku sendiri (Madasari, 2013: 30).
Keputusan Sasana untuk mengurung diri demi Ibunya merupakan suatu
bentuk ego Sasana yang mencoba tetap menuruti superego dan mengabaikan
dorongan bawah sadarnya. Selain itu Sasana cenderung ingin memiliki wajah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
bentuk tubuh yang sama seperti Melati, adiknya yang dibelikan pakaian-pakaian
cantik oleh ibunya, secara tak sadar (id) mendorong rasacemburu Sasana terhadap
semua hal yang dimiliki oleh adiknya, Melati. Kecemburuan ini mempengaruhi
Sasana agar tetap melakukan hal-hal yang diinginkan oleh ibunya dengan tujuan
mengontrol id dan ego nya demi mendapatkan perhatian dan kepercayaan dari
ibunya.
Melati dibesarkan dengan cara yang tak berbeda denganku. Tapi
sepertinya hidupnya lebih menyenangkan. Dia selalu tersenyum dan
tertawa (Madasari, 2013: 16).
Perjalanan hidup Sasana berlanjut dengan berbagai keterpaksaan dalam
dirinya demi membuat kedua orangtuanya tenang. Sasana mengalami tindak
kekerasan ketika duduk dibangku SMA. Hingga kemudian muncul dalam pikiran
Sasana bahwa dia mulai membenci laki-laki dan membenci dirinya yang memiliki
takdir sebagai laki-laki hal ini ditambahkan dengan id-nya yang merasa kurang
mendapat perhatian sosok ayah sejak ia lahir.
Ayah Sasana berprofesi sebagai pengacara. Ayah Sasana sempat berusaha
menyelamatkan Sasana namun tidak berhasil karena salah satu penganiaya Sasana
merupakan anak seorang pejabat yang sangat berpengaruh bagi sekolah tempat
Sasana menimba ilmu. Kegagalan Ayah Sasana dalam memenangkan kasusnya
juga berpengaruh bagi alam bawah sadarnya. Hal ini menyebabkan kekecewaan
dan penekanan pada bawah sadarnya yang berupa ingatan Sasana tentang ayah
sebagai seorang laki-laki, tidak dapat melindunginya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Kejadian yang menimpa Sasana ketika SMA membuat id-nya mengalami
penekanan. Terlebih ketika diketahui bahwa Ayahnya tidak berhasil membelanya,
Sasana pun semakin benci dengan laki-laki juga menyesali takdirnya sebagai lakilaki.
Aku benci perkelahian, aku tak mau ada darah. Aku benci dunia laki-laki
(Madasari, 2013: 39).
Setelah lulus SMA, Sasana memutuskan untuk kuliah di luar kota yaitu di
Malang. Sasana akhirnya merasa akan bebas karena keluar dari rumah. Hingga
terjadilah pertemuan antara Sasana dan Cak Jek di warung Cak Man. Cak Jek tahu
bahwa Sasana memiliki suara merdu, mengajak Sasana mengamen di warung Cak
Man yang disambut ragu-ragu oleh Sasana namun dengan penuh sukacita karena
akhirnya Sasana bisa menyelenggarakan pentas dangdut meski hanya di warung
Cak Man.
Keputusan Sasana untuk mempercayai Cak Jek serta menerima tawaran
Cak Jek merupakan pelampiasan akan id Sasana yang terus mendesak
batinnya.Idtersebut berupa ingatan-ingatannya semasa kecil ketika Sasana ingin
kedua orangtuanya memahami dan menuruti keinginan Sasana, namun hal
tersebut tidak diperolehnya. Pertemuannya dengan Cak Jek membuat Sasana
merasa bahwa ia menemukan sosok yang dapat memahami keadaan dan
keinginannya. Peneliti juga melihat ada kecenderungan Sasana merasa bahwa Cak
Jek adalah sosok laki-laki yang mampu melindungi dirinya tidak seperti ayahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Sikap optimis dan rasa percaya Sasana kepada Cak Jek membuat Sasana
yakin akan memperoleh kebebasan yang selama ini ingin ia miliki. Sasana merasa
dengan terbebas dari rumahnya ia bisa melakukan semua kesenangannya tanpa
ada penghalang. Salah satu kesenangannya adalah mendengarkan dan
menyanyikan musik dangdut. Sehingga ketika bertemu Cak Jek dan diajak
mengamen di warung Cak Man, Sasana merasa jiwanya memekik senang karena
ia merasa telah mendapatkan pemenuhan id-nya. Terlebih ketika Cak Jek
mengiming-imingi Sasana bahwa suatu saat nanti Sasana dapat menjadi penyanyi
dangdut yang dikenal seluruh masyarakat.
Sasana berubah menjadi Sasa yang memiliki paras ayu dan goyang
gandrungyang terkenal di kota Malang. Id Sasana yang berupa rasa iri terhadap
tubuh, pakaian, dan hal- hal yang dimiliki Melati pelan-pelan dapat terpenuhi
dengan keadaannya yang berubah menjadi Sasa.
Oh la..la.. tiba-tiba aku merasa begitu seksi. Aku juga merasa cantik. Aku
lengak-lengokkan pantat saat berjalan. Menirukan gaya perempuanperempuan yang kerap kulihat di pusat perbelanjaan (Madasari, 2013: 55).
Sasana menjadi biduan yang mulai dikenal masyakat sekitar kampungnya.
Sasa adalahnama panggung Sasana. Beberapa warga kampung yang mengadakan
acara hajatan, sunat menggunakan jasa OM SASA sebagai hiburan. Sasa semakin
percaya diri dengan kondisinya yang sekarang bahkan hingga menciptakan
goyangan sendiri yang ia namakan goyang gandrung. Pakaian dan riasan wajah
Sasa juga semakin menarik. Bahkan Sasa menyiapkan pakaian sesuai waktu dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
kondisi acara yang mengundang orkesnya. Misalnya ketika pagi hari Sasa
mengenakan pakaian yang lebih tertutup dan goyangan yang tidak terlalu binal,
sedangkan ketika malam hari Sasa akan memakai setelan yang ketat dan
menyajikan goyang panasnya yaitu goyang gandrung. Berdasarkanid dan egonya, Sasa merasa lebih cocok menggunakan pakaian-pakaian perempuan yang
mencolok dan terlihat seksi. Namun terdapat aturan di masyarakat bahwa pada
siang hari pakaian-pakaian dan goyangan seksi tidak pantas dipertontonkan di
depan umum. Aturan ini membentuk superego yang kenyataannya kontra dengan
id Sasana.Akhirnya ego Sasana keluar sebagai pelerai antara id dan superego.Ego
ini berupa keputusannya mengenakan kostum dan goyangan yang berbeda antara
siang dan malam hari.
Baju warna orange dengan lengan dan dada separuh terbuka jadi pilihan.
Untuk bawahan, aku pakai rok pendekberbahan jins warna gelap.Untuk
malam hari aku sudah mempersiapkan baju yang berbeda. Gaun terusan
seksi separuh paha warna merah, dengan gemerlap manik-manik di banyak
tempat. Sepatu warna emas akan jadi pelengkap. Sudah pula kusiapkan
goyangan spektakuler yang akan kutampilkan nanti malam. Untuk siang,
cukuplah goyangan-goyangan sopan yang tetap menarik pandangan orang
(Madasari, 2013: 76).
Sasa kembali mengalami benturan dalam hidupnya yakni ketika dia
dijebloskan ke dalam penjara karena turut dalam demo kasus hilangnya Marsini
yang tak lain adalah anak Cak Man. Ketika di dalam penjara Sasa yang dipanggil
dengan sebutan bencong dipaksa melayani nafsu bejat para penjaga tahanan.
Pada kehidupan nyata dapat dijumpai pekerja-pekerja seks yang berjenis
kelamin laki-laki atau disebut bencong. Penjaga tahanan menganggap bahwa Sasa
merupakan bencong yang biasa “dipakai” dalam pelacuran padahal bagi Sasa hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
tersebut merupakan hal yang menjijikkan dan menyakiti hati Sasa. Sasa
mengalami represi dari tentara berupa ancaman dan hukuman disamping itu
muncul juga id Sasa berupa ingatan akan penganiayaan yang menimpanya saat
remaja.
Penisnya dimasukkan ke mulutku. Sambil tangannya memegang kepalaku
dan menggerak-gerakkannya. Mereka semua tertawa. Aku meronta,
berteriak tanpa bersuara. “Enak tenan. Ora kalah karo wedokan,” kata
salah satu tentara (Madasari, 2013: 99).
Selepas keluar tahanan Sasa kembali ke rumah keduaorangtuanya di
Jakarta.Namun tak lama, Sasa kembali masuk dalam kurungan yaitu rumah sakit
jiwa. Kedua orangtua Sasa terpaksa meninggalkan Sasa di rumah sakit jiwa
karena Sasa menunjukkan bahwa dirinya selalu ketakutan bahkan ketika kali
pertama Sasa tiba di kampus barunya ia berlari-lari dan menjerit histeris karena
bayangan-bayangan di masa lalunya selalu muncul. Id Sasa yang ingin melupakan
pengalaman buruknya, namun ternyata tidak bisa dan yang timbul justru traumatrauma atau disebut pengalaman traumatik. Seperti yang dikatakan Freud
pengalaman traumatik merupakan pengalaman yang dalam jangka waktu pendek
memaksa pikiran untuk melakukan peningkatan stimulus melebihi yang bisa
dilakukan dengan cara normal sehingga hasilnya adalah gangguan terus-menerus
pada distribusi energi dan pikiran(Freud 2006: 107). Berikut adalah salah satu
pengalaman traumatik yang terus timbul dalam pikiran Sasa,
Aku masih bisa merasakan saat mereka memasukkan penis ke mulutku.
Juga masih terasa nyata aku dipaksa menungging, lalu benda keras itu
memasukiku dari belakang. Hoek...! Selalu mual setiap aku tiba pada
ingatan itu (Madasari, 2013:103).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Selama di rumah sakit Sasa meminta ibunya membawakan pakaianpakaian perempuan dan alat make up. Figur sang Ibu yang dirindukan oleh Sasa
semakin dekat dengannya dan membuat Sasa cukup tenang dan bahagia.
Frekuensi Sasa dalam hal teringat akan pengalaman traumatiknya berangsurangsur berkurang.
Aku minta ibu membawakan sisir, bedak, lipstik, dan baju-baju
perempuan. Ibu bertanya untuk apa, aku jawab untuk pentas seni dengan
teman-teman disini. Aku lihat raut wajah ibu berubah. Antara senang,
terharu, dan kasihan. Toh ibu tetap menuruti permintaanku (Madasari,
2013: 121-122).
Setelah beberapa bulan perawatan, Sasa bertemu dengan Masita seorang
dokter yang sedang melakukan penelitian psikiatri. Kedekatan Sasa dengan
Masita membuat Sasa memiliki keberanian dan berhasil melarikan diri dari rumah
sakit. Di sini narsisme dalam diri Sasa kembali terlihat.
Sasa kembali ke Malang dengan harapan dapat mengulang kewarasan dan
kebebasan yang pernah ia alami bersama Cak Jek. Dia kembali turun ke jalanan
sebagai pengamen dan memilih untuk tidak kembali ke rumah orangtuanya karena
takut akan superego yang berupa penolakan dari ayah dan ibunya. Selain itu ego
dalam dirinya membuat ia berpikir agar tidak kembali ke rumah sakit jiwa.
Pengalaman traumatik dan ketidakberdayaan kembali menimpa Sasa.
Hinaan dan penganiayaan dialami Sasa saat sedang mengamen. Sasa
mengalamigoncangan pikiran yang membuatnya merasa hidup dalam kesiasiaan.Masalah-masalah yang dialami Sasa demikian beruntun hingga akhirnya
Sasa bertemu sekelompok mahasiswa yang mengajak Sasana berangkat ke Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
untuk berdemo menuntut pengunduran diri presiden. Disini, kepercayaan diri dan
hasrat cinta diri Sasa kembali terbangun lagi.
Sasana merasakan kepuasan setelah berhasil membantu para mahasiswa
berdemo. Didorong oleh id-nya akan kerinduan bertemu dengan ibu dan Melati,
Sasa memutuskan pulang ke rumah orangtuanya masih dengan dandanan
panggungnya. Seluruh warga tidak mengenali Sasana, bahkan ayahnya juga
menyuruh Sasana pergi lantaran sang ayah malu. Sasana kembali pergi dari
rumahnya dan disusul oleh ibunya. Sehingga Sasana dan ibu kembalimenetap
dalam satu rumah. Bahkan sang ibu menerima Sasana sebagai Sasa dan
mengajukan diri untuk menjadi manajer Sasana.
Selanjutnya, peneliti menyoroti kebahagiaan Sasana ketika dibebaskan
dari penjara oleh Cak Jak. Sasana merasa hidupnya bahagia dan bebas. Kehadiran
Cak Jak yang menjadi salah satu anggota “jubah putih” dan turut menggagalkan
pentas dangdutnya di Malang membuat Sasana sempat kecewa. Namun pada akhir
cerita, Sasana merasa mimpi-mimpinya untuk memperoleh kebebasan terwujud.
Berdasarkan pembacaan teks dan pemaparan struktur kepribadian tokoh
Sasana dalam novel Pasung Jiwa dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak kecil
Sasana memiliki dorongan id yang kuat yaitu ingin berlaku seperti perempuan dan
menjadi penyanyi dangdut terkenal namunid dan ego-nya (usaha-usaha
mewujudkan id) terhalang oleh superegoberupa aturan dari orangtuanya dan
norma-norma yang ada di masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2.2
Dinamika Kepribadian Sasana
2.2.1
Mimpi
Tokoh Sasana dikisahkan mengalami tekanan sejak kecil dari orangtuanya.
Semua hal yang berkaitan dengan hidupnya sudah dipilihkan oleh ayah dan
ibunya. Sasana merasa bahwa kehidupannya sungguh monoton dan dia menjalani
hari-harinya dengan keterpaksaan. Hal ini ditunjukkan dalam teks berikut,
Seluruh hidupku adalah perangkap. Tubuhku adalah perangkap pertamaku.
Lalu orangtuaku, lalu semua yang kukenal. Kemudian segala hal yang
kuketahui, segala sesuatu yang kulakukan. Semua adalah jebakan-jebakan
yang
tertata
di
mengungkungku,
sepanjang
hidupku.
tembok-tembok
tinggi
Semuanya
yang
mengurungku,
menjadi
perangkap
sepanjang tiga puluh tahun usiaku(Madasari, 2013: 9)
Sejak umur 3 tahun kedua orangtua Sasana sudah mengajarkan Sasana
bermain piano. Piano merupakan alat musik yang menjadi suatu hal yang wajib
bagi keluarga Sasana. Meski sebenarnya Sasana tidak menyukai piano dan lagulagu jazz kesukaan orangtuanya, ia tetap belajar dan memaikan piano tersebut.
Suatu ketika, Sasana tidak sengaja mendengarkan musik dangdut dan ia mulai
menyukainya. Hal itu ditunjukkan saat ia mulai hapal lagu-lagu dangdut, belajar
berjoget, dan mulai bermimpi menjadi seorang biduan dangdut. Semenjak Sasana
menyukai musik dangdut, ia merasa bahwa tangan-tangannya menjadi kaku dan
tak mampu lagi memainkan piano. Mengetahui hal itu, ibu Sasana melarang agar
Sasana tidak lagi datang ke acara-acara dangdut di kampung dan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
mendengarkan musik dangdut. Sasana merasa ia semakin ditekan, tetapi ia tidak
berani membantah ibunya dan tidak mau menyakiti hati ibunya. Keadaan ini
ditunjukkan dalam teks berikut.
Demi Ibu aku bertekad mengendalikan diri, Aku mengurung jiwa dan
pikiranku, aku membangun tembok tinggi-tinggi, aku mengikat tangan dan
kakiku sendiri (Madasari, 2013: 30).
Keputusan Sasana untuk menurut pada ibunya merupakan bentuk dari ego
pada diri Sasana. Tetapi ego tersebut lemah dan tidak dapat menguasai jiwa
Sasana. Sehingga yang terjadi nafsu-nafsu atau id Sasana justru muncul dalam
lapisan kesadarannya. Sasana semakin penasaran dan tertarik dengan hal-hal
berbau dangdut. Ia semakin sering berandai bahwa suatu saat nanti ia bisa
bernyanyi dan berjoget dengan bebas sesuai keinginannya.
Keadaan Sasana ini dalam dinamika kepribadian Freud disebut mimpi.
Sasana secara tidak sengaja menciptakan mimpi dan mulai menghidupkan
mimpinya. Nafsu-nafsu Sasana akan hal-hal yang berkaitan dengan dangdut
keluar dalam bentuk mimpi ketika ia sedang tertidur. Ego dalam dirinya tidak bisa
lagi mengontrol nafsu-nafsunya hingga membuatnya bermimpi. Mimpi Sasana ini
bahkan menandai akil baliknya sebagai seorang laki-laki. Hal tersebut terlihat
dalam kutipan berikut.
Dalam tidur aku tak berhenti bernyanyi. Tak lagi bisa dibedakan ini nyata
atau mimpi. Darah muda.... darahnya para remaja... Goyangkanku lebih
berani dan lepas. Aku membuat goyangan-goyangan baru yang
sebelumnya tak pernah kulakukan. Aku terus bernyanyi dan bergoyang.
Tak lelah, tak kehabisan suara dan tenaga. Sampai tiba-tiba aku merasa
sekelilingku basah. Aku terbangun dan terkejut. Kasurku basah, celanaku
basah (Madasari, 2013: 25-26).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Menganalisa mimpi merupakan landasan yang sangat penting dalam
memahami kehidupan psikis manusia. Oleh sebab itu peneliti menyimpulkan
bahwa dinamika awal yang membentuk kepribadian tokoh Sasana dalam novel
Pasung Jiwa adalah mimpi. Mimpi ini berpengaruh bagi kerangka berpikir tokoh
Sasana dalam memilih dan menjalani kehidupannya.
2.2.2
Frustasi, Konflik, dan Kecemasan
2.2.2.1 Frustasi
Sasana semakin terobsesi dengan musik dangdut dan membuatnya sama
sekali tidak bisa memainnkan piano. Selain itu, Sasana juga terobsesi dengan
tubuh adik perempuannya yang bernama Melati. Ia menganggap segala
kelembutan yang tampak dalam tubuh Melati merupakan suatu keindahan. Tangan
Melati yang kecil dan halus, pipi melati yang terkadang memperlihatkan
semburat-semburat merah jambu, pinggul dan pantat Melati yang nampak indah
apalagi jika dipakai unttuk bergoyang. Pakaian-pakaian dan aksesoris yang
dikenakan di tubuh Melati juga membuat Sasana merasa bahwa Melati memiliki
hal-hal yang indah sementara ia tidak. Diam-diam Sasana mulai iri dan
menginginkan tubuh layaknya seorang perempuan. Hal ini terlihat dalam kutipan
tersebut.
Melati dibesarkan dengan cara yang tak berbeda denganku. Tapi
sepertinya hidupnya lebih menyenangkan. Dia memiliki tubuh yang indah.
Dia selalu tersenyum dan tertawa (Madasari, 2013: 16).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Sasana mulai mengalami frustasi. Freud mengatakan bahwa frustasi
merupakan ketegangan psikis yang disebabkan oleh adanya dorongan-dorongan
kekecewaan akibat tidak mendapatkan kepuasan. Sasana menginginkan tubuh
Melati, tetapi Sasana tidak mampu memilikinya, yang ia punya adalah tubuh
seorang laki-laki. Jenis frustasi yang dialami Sasana ini adalah frustasi privasi,
dimana frustasi tersebut terjadi akibat tidak tersedianya objek kepuasan.
Sasana kembali mengalami frustasi ketika ia dibawa ke rumah sakit jiwa
oleh ayah dan ibunya. Sasana tidak bisa mengadakan pentas dangdut seperti
pentas-pentasnya ketika di Malang bersama Cak Jek. Ia merasa bahwa hidupnya
semakin membosankan terlebih ia sama sekali tidak mengerti alasan kedua
oranguanya memaksa Sasana tinggal di Rumah Sakit Jiwa (RSJ).
Setelah beberapa minggu di RSJ ia mendapatkan ide untuk membuat
pentas dangdut di hadapan teman-temannya di RSJ. Ia meminta ibunya
membawakan perlengkapan make-up dan pakaian-pakaian milik ibunya dan mulai
mengadakan pentas seiap pagi. Namun, Sasana mengalami kekecewaan lagi hal
ini disebabkan karena ia menginginkan panggung yang layak seperti ketika
pentas-pentasnya di Malang. Sasana memang mendapatkan penghargaan seperti
saat ia mengadakan pentas bersama Cak Jek namun ia tetap merasakan kerinduan
akan suara giar yang dimainkan Cak Jek dan panggung dangdut di kampungkampung. Keadaan yang dialami Sasana ini termasuk dalam frustasi jenis
deprivasi yang terjadi ketika objek kepuasan ada, tetapi karena sesuatu hal orang
tidak dapat mencapai kepuasan tersebut. Sasana memang berhasil meluapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
hasratnya dengan mengadakan
pentas dangdut di RSJ, namun ia tidak
mendapatkan iringan musik dari Cak Jek dan panggung yang layak.
2.2.2.2 Konflik
Konflik merupakan frustasi yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi
pada diri sendiri. Konflik timbul apabila dorongan yang satu bertentangan dengan
dorongan yang lain, atau dapat juga terjadi bila id bertentangan dengan ego.
Konflik dalam diri Sasana dapat dilihat melalui hal berikut.
Ketika Sasana mulai mengamen dengan Cak Jek, Sasana berambisi bahwa
ia harus menjadi penyanyi dangdut yang profesional. Sasana belajar untuk bisa
bernyanyi dengan suara merdu dan belajar bergoyang layaknya biduan yang seksi.
Namun ia tidak menyadari bahwa dadanya yang bidang dan betisnya yang besar
membuatnya tidak leluasa dalam bergoyang. Hal ini dibuktikan dalam kutipan
berikut.
Kuambil lagi BH dari tangan Cak Jek. Kupasang lagi di dadaku. Agak
menonjol, tapi tetap saja kempes. Kututupi BH itu dengan atasan tanpa
lengan warna merah. Lalu aku pakai rok mini hitam. Setengah pahaku
terbuka. Agak malu juga melihat lengan dan kakiku kok rasanya terlalu
besar untuk baju seperti ini (Madasari, 2013: 54).
2.2.2.3 Kecemasan
Sasana mengalami tindak kekerasan ketika duduk dibangku SMA. Hingga
kemudian muncul dalam pikiran Sasana bahwa dia mulai membenci laki-laki dan
membenci dirinya yang memiliki takdir sebagai laki-laki hal ini ditambahkan
dengan id Sasana yang merasa kurang mendapat perhatian sosok ayah sejak ia
lahir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Aku benci perkelahian, aku tak mau ada darah. Aku benci dunia laki-laki.”
(Madasari, 2013: 39)
Ayah
Sasana
berprofesi
sebagai
pengacara.
Sempat
berusaha
menyelamatkan Sasana namun tidak berhasil karena salah satu penganiaya Sasana
merupakan anak seorang pejabat yang sangat berpengaruh bagi sekolah tempat
Sasana menimba ilmu. Kegagalan Ayah Sasana dalam memenangkan kasusnya
juga berpengaruh bagi alam bawah sadarnya. Hal ini menyebabkan kekecewaan
berupa ingatan Sasana tentang ayah sebagai seorang laki-laki, tidak dapat
melindunginya.
Kondisi yang dialami Sasana ini dalam kajian dinamika kepribadian
disebut kecemasan. Kecemasan timbul karena adanya kegagalan, sehingga
kecemasan menimbulkan ketegangan dan daya pendorong bagi manusia untuk
berbuat, menghindari objek, mengekang dorongan-dorongan, atau mengikuti
suara hatinya. Sasana merasa gagal dalam pertahanan diri, ia juga kecewa karena
sang ayah gagal dalam melindunginya. Hal ini mengakibatkan Sasana membenci
dunia laki-laki, hal-hal yang berbau kekerasan, pun ia membenci dirinya sendiri
yang ditakdirkan terlahr sebagai laki-laki. Selain itu ia juga mulai menjauh dari
dunia laki-laki dan cenderung berandai menjadi seorang perempuan.
2.2.3
Neurosis
Ayah dan Ibu Sasana sama-sama menyukai piano dan bisa memainkan alat
musik dengan tuts-tuts berwarna hitam dan putih tersebut. Sejak Sasana masih
dalam kandungan, ia sudah biasa mendengar alunan-alunan piano. Bahkan ketika
Sasana lahir, suara yang ia dengar pertama kali bukanlah suara ayah atau ibunya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
melainkan suara piano yang mengalunkan alunan-alunan musik milik Mozart atau
Choplin. Sejak kecil, Sasana sudah dibuat jenuh dengan piano. Tetapi orangtua
Sasana tetap memaksanya untuk piawai dalam memainkan alat musik tersebut.
Masa kanak-kanak Sasana dihabiskan dengan mendengar dan mempelajari piano
ditambah dengan kesibukan orangtuanya yang kurang memiliki waktu berbincang
dengannya. Keadaan Sasana yang merasa kurang mendapat perhatian dari kedua
orangtuanya membentuk trauma dalam pikirannya dan membuat dirinya kurang
memiliki energi fisik dan mengalami hambatan emosi. Hal ini dibuktikan dalam
kutipan berikut.
Saat itu aku sudah menyesal kenapa aku harus dilahirkan. Dunia bukan
untukku. Dunia tak membutuhkanku. Aku seperti berada di tempat yang
salah. Dan selalu salah. (Madasari, 2013: 14)
Pada usia 12 tahun Sasana mengenal musik dangdut dan ia mulai
menyukainya. Tetapi kesukaannya terhadap musik dangdut ditentang oleh ayah
dan ibunya. Sasana kembali mengalami tekanan-tekanan yang membuat rasa
trauma bertambah. Keadaan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
Malam itu ibu marah besar. Tak pernah aku melihatnya marah seperti ini.
Dalam ingatanku, inilah kali pertama ia memarahiku. Sepanjang jalan di
dalam mobil ibu hanya diam. Tapi begitu sampai di rumah, ia langsung
menarik tanganku membawaku ke ruang tengah, menyuruhku duduk, lalu
ia bicara lama dengan suara tinggi (Madasari, 2013: 20).
Trauma yang dialami Sasana berlanjut ketika ia SMA. Ia menjadi korban
kekerasan dari genk kakak tingkatnya. Kondisi Ayah Sasana yang tidak mampu
membela Sasana membuat dia trauma dengan kekerasan. Selain itu ia juga mulai
membenci dunia laki-laki. Trauma akan kekerasan ini juga membuat Sasana
mengalami rasa cemas yang kronis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Berdasarkan pembacaan teks diatas, dapat diketahui bahwa Sasana
mengalami trauma pada masa kanak-kanak, kurang memiliki energi fisik, dan
mengalami rasa cemas yang kronis. Kondisi Sasana ini merupakan hal-hal yang
memicu timbulnya neurosis pada sistem saraf Sasana. Dali Gulo (1982 : 179),
berpendapat bahwa neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi
pengaruh pada sebagaian kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali
ditandai dengan : rasa trauma, keadaan cemas yang kronis, gangguan-gangguan
pada indera dan motorik, hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan,
dan kurang memiliki energi fisik, dst. Neurosis yang dialami Sasana
mengakibatkan id-nya muncul pada lapisan kesadaran. Hal ini membuat Sasana
menutup diri dari lingkungannya.
Sasana melanjutkan kehidupannya dengan menjadi penyanyi dangdut di
Malang. Bersama Cak Jek, temannya ia mulai mendapatkan alat untuk memenuhi
hasratnya. Tapi sayang sekali, Sasana kembali mengalami kekerasan yang
dilakukan oleh laki-laki (anggota tentara) ketika ia ditahan kasus demonstrasi
Marsini. Sasana dipukuli dan dipaksa melayani nafsu bejat para oknum tentara di
ruang tahanan. Ia ingin memberontak tetapi tidak memiliki daya. Keadaan ini
menambah trauma Sasana akan laki-laki dan mengalami hambatan emosi. Hal ini
dapat dibuktikan melalui kutipan berikut.
Setiap hari mereka melakukan hal sama. Membawaku keluar dari sel,
menanyaiku sekali-dua kali, lalu sisanya mereka gunakan tubuhku untuk
melayani mereka. Aku sudah kehilangan harapan (Madasari, 2013: 100).
Neurosis yang diderita Sasana berlanjut hingga ia dewasa. Faktor utamanya
adalah kekerasan dan pelecehan seksual yang menimpa Sasana. Neurosis pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
orang dewasa merupakan kelanjutan neurosis di masa kanak-kanak yang mungkin
hanya terekspresikan dalam bentuk yang tersembunyi dan paling awal dalam
perkembangan (Freud, 2006: 411-412). Sasana mengalami konflik dan kecemasan
kronis. Ia tidak mampu menerima hal-hal yang berada di luar pikirannya. Pun ia
merasa bahwa lingkungan dan orang-orang sekitar Sasana tidak dapat menerima
keadaannya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut
Aku memasuki kampus dengan ragu. Sudah lama sekali aku tak pernah
memasuki tempat umum dengan diriku seperti ini. Apakah orang-orang itu
memperhatikanku? Apa mereka melihat ada yang aneh denganku? Apakah
aku tampak seperti pakaian yang hanya menutupi tubuh, tanpa terlihat serasi
dan menyatu dengan tubuh yang ditutupinya? (Madasari. 2013: 109)
Terlalu sering menengok ke belakang membuatku ak menyadari ada orang di
depanku. Aku tertangkap. Mereka menggotong tubuhku. Aku meronta. Aku
berteriak meminta tolong sekeras-kerasnya (Madasari. 2013: 110).
Neurosis yang diderita Sasana menghantarkannya ke ruang rawat Rumah
Sakit Jiwa (RSJ). Orangtuanya beranggapan bahwa Sasana mengalami gangguan
mental dan harus menjalani perawatan dan Sasana lagi-lagi tidak dapat
memberontak. Id-nya mengalami represi dari superego yang dibuat oleh orangtua
dan masyarakat sekitarnya. Sekalipun Sasana merasa tidak gila, ia tetap dipaksa
menjalani hari-hari barunya di kamar berteralis dengan pendampingan medis.
2.2.4
Sublimasi
Sublimasi merupakan salah satu cara mengatasi frustasi. Sublimasi ini
berupa pemindahan atau penyaluran pemuasan nafsu dai suatu objek ke objek
yang lain dan ditujukan ke arah perkembangan kebudayaan atau ke arah positif.
Setelah terbebas dari Rumah Sakit Jiwa, Sasana kembali ke Malang dan menjalani
hari-harinya dengan mengamen tanpa Cak Jek. Hingga suatu hari ia bertemu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dengan sekumpulan mahasiswa yang mengajaknya berangkat ke Jakarta untuk
menjalankan aksi demo menuntut turunnya Presiden yang telah menjabat selama
32 tahun.
Sublimasi terlibat dalam mengubah impuls id. Energi insting diganti
menjadi perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat. Sasana membutuhkan
wadah untuk aktualisasi diri. Ia ingin hidupnya berguna dan menebus
penyesalannya ketika gagal dalam demo kasus Marsini. Sasana pun menyetujui
ajakan mahasiswa yang ditemuinya. Ia juga berharap dapat kembali ke rumahnya
dan berharap ayah ibunya memahami keadaannya yang oleh masyarakat disebut
transgender. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan berikut.
Aku mengangguk. Apalagi yang perlu kupikirkan? Ini kesempatanku
untuk berbuat sesuatu. Ini jalanku untuk juga bisa ikut melampiaskan
kemarahanku (Madasari, 2013: 241).
Aku naik ke tempat yang biasa dipakai orang untuk pidato. Aku menyanyi,
aku bergoyang. Itulah suaraku, itulah teriakanku. Air mataku berdesakan
saat gemuruh tepuk tangan terdengar. Aku merasa begitu berarti. Harga
diriku membulat dan mengeras. Inilah wujud pelampiasan dendamku pada
orang-orang yang telah merobek harga diriku (Madasari, 2013: 243).
2.2.5
Displacement
Setelah lulus SMA, Sasana memutuskan untuk kuliah di luar kota
yaitu di Malang. Sasana pada akhirnya merasa akan bebas karena keluar dari
rumah. Hingga terjadilah pertemuan antara Sasana dan Cak Jek di warung Cak
Man. Cak Jek tahu bahwa Sasana memiliki suara merdu, mengajak Sasana
mengamen di warung Cak Man yang disambut ragu-ragu oleh Sasana namun
dengan penuh sukacita karena akhirnya Sasana bisa menyelenggarakan pentas
dangdut meski hanya di warung Cak Man.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Keputusan Sasana untuk mempercayai Cak Jek serta menerima tawaran
Cak Jek merupakan pelampiasan akanid Sasana yang terus mendesak batinnya. Id
tersebut berupa ingatan-ingatannya semasa kecil ketika Sasana ingin kedua
orangtuanya memahami dan menuruti keinginan Sasana, namun hal tersebut tidak
diperolehnya. Pertemuannya dengan Cak Jek membuat Sasana merasa bahwa ia
menemukan sosok yang dapat memahami keadaan dan keinginannya. Peneliti
juga melihat ada kecenderungan Sasana merasa bahwa Cak Jek adalah sosok lakilaki yang mampu melindungi dirinya tidak seperti ayahnya.
Keadaan Sasana diatas merupakan displacement. Displacement adalah
suatu dinamika yang mempengaruhi ego dalam hal pemenuhan id atau pemenuhan
hasrat. Ketika objek yang dibutuhkan untuk memuaskan id tidak ada, orang
kemungkinan besar akan menggantinya dengan objek yang lain. Contohnya,
ketika anak-anak tidak senang kepada orang tua mereka, mereka tidak
beranimengekspresikan ketidaksenangannya karena takut akan hukuman yang
diberikan. Jadi mereka melampiaskannya kepada orang lain, misalnya kepada
adiknya atau saudara kandung yang lain. Sasana tidak memperoleh perhatian,
kepercayaan, dan dukungan dari sang ayah, ketika tokoh Cak Jek hadir dalam
hidupnya dan secara langsung mendukung hasrat id-nya ia mendapatkan
pemenuhan hasrat yang selama ini ia harapkan datang dari ayahnya. Sasana
mengganti objek pemuasan hasrat dari ayah menjadi Cak Jek.
2.2.6
Oedipus Complex
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Oedipus complex dialami oleh semua orang. Seorang
anak
perempuan
akan lebih mencintai dan menginginkan perhatian dari ayahnya, sedangkan
seorang anak laki-laki cenderung mencari perhatian dan pemusatan cinta kepada
ibunya. Sasana, sebagai anak laki-laki mengalami hal serupa. Ia berusaha untuk
menuruti semua aturan yang dibuat ibunya dan cenderung menginginkan
perhatian dari sang ibu. Keputusan Sasana untuk mengikat diri dan menahan
hasratnya semata-mata untuk menenangkan hati ibunya. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan berikut.
Demi Ibu aku bertekad mengendalikan diri, Aku mengurung jiwa dan
pikiranku, aku membangun tembok tinggi-tinggi, aku mengikat tangan
dan kakiku sendiri (Madasari, 2013: 30)
Seiring perkembangannya, anak laki-laki melihat bahwa anak perempuan
tidak memiliki penis, tidak seperti dirinya yang memilikinya. Begitupun di pihak
lain anak perempuan melihat bahwa anak laki-laki memiliki penis, sedangkan
dirinya tidak. Hal ini menyebabkan anak perempuan mengalami penis
envy(kecemburuan akan penis), sedangkan anak laki-laki mengalami castration
anxiety (cemas dikebiri). Anak perempuan merasa iri melihat anak laki-laki
memiliki penis. Ia kemudian menyalahkan ibunya sebagai penyebab ketidak
lengkapan dirinya ini, lalu mulai menyukai ayahnya—karena memiliki penis.
Pada anak laki-laki, kesadaran memiliki penis dan bahwa anak perempuan tidak
memilikinya justru membuatnya menjadi cemas. Ia menyangka bahwa penis anak
perempuan telah dikebiri dan mulai merasa takut bahwa ada kemungkinan
penisnya juga akan dikebiri. Karena rasa sukanya pada ibunya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
permusuhannya dengan ayahnya, ia mulai takut bahwa ayahnya akan mengebiri
dia.
Sasana memiliki ketakutan kepada sang ayah. Seringkali ia terpaksa
menuruti keinginan ayahnya. Misalnya, ketika masa SMA, Sasana dipaksa masuk
ke sekolah khusus laki-laki oleh ayahnya, dan ia menurut. Ketakutan-ketakutan
Sasana kepada sang ayah merupakan bentuk castration anxiety (cemas dikebiri).
Kemudian ketika tokoh Sasana kembali ke rumah dan ingin menunjukkan
identitasnya sebagai Sasa, lagi-lagi ia takut akan kemarahan sang ayah yang akan
ia terima. Terlebih di dalam cerita, disampaikan bahwa sang ayah tidak bisa
menerima kondisi Sasana yang bertansformasi sebagai Sasa. Hal ini dibuktikan
dalam kutipan-kutipan berikut.
Aku tak bisa membantah ketika setelah lulus SMP dimasukkan ke SMA
khusus laki-laki. Sebuah SMA yang dikelola yayasan katolik (Madasari,
2013: 30).
Ayah malu sekali malam itu. Meski tetangga-tetangga masih belum
percaya aku anaknya, tapi ayah merasa semua orang kini
menertawakannya. Setelah aku pergi, ibu memaksa ingin menemuiku.
Ayah melarang. Katanya, aku bukan anaknya. Ibu berkeras. Hingga
akhirnya ayah berkata, “Terserah kalau kau mau menemui dia. Tapi jangan
pernah membawa dia ke rumah ini (Madasari, 2013: 283).
Hubungan Sasana dengan ibunya juga terlihat ketika Sasana terpuruk di
rumah sakit jiwa. Ia meminta dibawakan alat-alat dandan dan baju milik ibunya
untuk mengadakan pentas di RSJ. Figur sang Ibu yang dirindukan oleh Sasa
semakin dekat dengannya dan membuat Sasa cukup tenang dan bahagia.
Frekuensi Sasa dalam hal teringat akan pengalaman traumatiknya berangsurangsur berkurang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
2.3 Rangkuman
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti uraikan dalam bab 2 ini, dapat
disimpulkan bahwa tokoh Sasana memiliki dorongan id yang kuat yaitu ingin
berlaku seperti perempuan dan menjadi penyanyi dangdut terkenal namunid dan
ego-nya (usaha-usaha mewujudkan id) terhalang oleh superego berupa aturan dari
orangtuanya dan norma-norma yang ada di masyarakat.
Id dan ego dalam diri Sasana mengalami tekanan-tekanan dalam usaha
pemenuhan
hasratnya,
sehingga
Sasana
mengalami
beberapa
dinamika
kepribadian. Dinamika-dinamika tersebut adalah; mimpi, frustasi, konflik,
kecemasan, neurosis, sublimasi, displacement, dan oedipus complex.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
BAB III
IDENTITAS GENDER TOKOH SASANA
DALAM NOVEL PASUNG JIWAKARYA OKKY MADASARI
Permasalahan mengen ai gender merupakan jiwa analisis dari kritik sastra
feminis. (Fakih, 2006: 71) mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat
yang berkaitan dengan peran dan melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan. Sifat atau peran ini dikonstruksikan secara sosial maupun kultural dan
dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Konsep gender ini dikaji melalui
kajian feminis dan memiliki tujuan yaitu mencapai kesetaraan atau egaliter.
Joan Wallach Scoot (dalam Sugihastuti dan Saptiawan, 2010: 100)
mengemukakan bahwa ada lima konsep gender. Pertama, perbedaan gender ialah
perbedaan dari atribut-atribut sosial, karakteristik, perilaku, penampilan, cara
berpakaian, harapan, peranan, dan sebagainya yang dirumuskan untuk perorangan
menurut ketentuan kelahiran. Kedua, kesenjangan gender ialah perbedaan dalam
hal berpolitik, memberikan suara, dan bersikap antara laki-laki dan perempuan.
Ketiga, genderzation ialah pengacauan konsep pada upaya menempatkan jenis
kelamin pada pusat perhatian identitas diri dan pandangan terhadap orang lain.
Keempat, identitas gender ialah gambaran tentang jenis kelamin yang seharusnya
dimiliki dan ditampilkan oleh tokoh yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan
perbedaan perilaku sesuai dengan karakteristik biologis. Kelima, gender role ialah
peranan perempuan atau peranan laki-laki yang diaplikasikan secara nyata.
Analisis terhadap novel Pasung Jiwa dengan lima konsep gender di atas
bertujuan membongkar prasangka gender berikut ide-ide feminis yang terdapat di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
dalamnya. Kajian gender terhadap tokoh laki-laki atau tokoh Sasana dipilih
berdasarkan sifat dan pengalaman yang dimiliki oleh tokoh. Pada pembacaan
novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari, Sasana digambarkan sebagai sosok
laki-laki yang memiliki ciri fisiologis sesuai laki-laki pada umumnya. Namun
memiliki sisi yang berbeda yaitu merasa bahagia ketika bertransformasi sebagai
perempuan. Kepuasan batinnya ditunjukkan ketika ia tampil sebagai biduan
dangdut yang biasa dipanggil dengan sebutan Sasa ditambah ada orang yang
mendukungnya yaitu Cak Jek.
Fenomena kisah hidup Sasana dapat dianggap tabu bagi masyarakat yang
bersikukuh bahwa seorang laki-laki seharusnya memiliki sifat maskulin atau
masyarakat patriarki dan merupakan permasalahan gender. Perjuangan perempuan
untuk memperoleh kesetaraan sering mendapatkan penolakan dari banyak pihak
karena laki-laki masih tetap dominan dalam berbagai segi. Kisah hidup Sasana
memberikan contoh lain dari ketidakadilan gender dimana korbannya adalah lakilaki.
Setelah membaca dan memaparkan dinamika struktur kepribadian tokoh
Sasana, pada bab ini
dipaparkan ciri-ciri
gender tokoh
Sasana dan
pengklasifikasian berdasarkan gender role. Pemaparan serta pengklasifikasian ini
bertujuan untuk menemukan identitas gender tokoh Sasana.
3. 1
Gender Berdasarkan Atribut Sosial
Gender diartikan sebagai konstruksi sosial kultural yang membedakan
karakteristik maskulin dan feminim.Karakeristik maskulin diperuntukkan bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
laki-laki, sedangkan karakter feminim diperuntukkan bagi perempuan. Gender
memberi perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan
perempuan yang merupakan hasilkonstruksi sosial dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan zaman.
Konstruksi sosial mengakibatkan perbedaan atribut sosial antara laki-laki
dan perempuan. Sebagai contoh, laki-laki memiliki peran sebagai kepala rumah
tangga sedangkan perempuan memiliki peran sebagai ibu rumah tangga.
Kemudian laki-laki wajib memiliki pekerjaan atau penghasilan tetap untuk
menafkahi istri dan anak-anaknya sedangkan perempuan sebagai ibu rumah
tangga wajib mengerti dan menjalankan pekerjaan rumah tangga.
Sasana ditakdirkan terlahir sebagai laki-laki dan memiliki kondisi tubuh
layaknya laki-laki tulen pada umumnya. Namun, sejak kecil Sasana menunjukkan
hal yang berbeda. Perbedaan tersebut awalnya ditunjukkan dengan kesenangan
Sasana yang cenderung lebih menyukai hal-hal yang berbau perempuan. Sasana
lebih menyukai pakaian-pakaian dan aksesoris milik adiknya, Melati. Sasana pun
juga memiliki kecemburuan terhadap kecantikan yang dimiliki Melati.
Saat aku kelas 4 SD adikku lahir dan diberi nama Melati. Aku senang
berada di dekatnya. Aku memperhatikan setiap pakaian yang
dikenakannya. Kini ada yang kuingat selain piano dan nada-nada itu.
Melati. Nama yang indah. Berbeda dengan namaku: Sasana. Sama sekali
tidak indah (Madasari, 2013: 15-16).
Hidup dengan takdir sebagai laki-laki seharusnya membuat Sasana
memiliki tanggungjawab layaknya laki-laki, misalnya bercita-cita sebagai direktur
di sebuah kantor atau sebagai pilot. Dalam kisah Sasana justru ditonjolkan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
ia menginginkan tubuh perempuan melekat pada dirinya juga mengidamkan dapat
pentas sebagai biduan dangdut. Mimpi Sasana ini menunjukkan bahwa ada
indikasi bahwa Sasana menyimpang dari atribut sosial yang seharusnya melekat
pada dirinya sebagai seorang laki-laki.
Sepanjang malam aku mendengarkan radio sambil berdiri di atas tempat
tidur, pura-pura sedaang di panggung. Sampai aku kelelahan dan tertidur
begitu saja. Dalam tidur aku tak berhenti bernyanyi. Tak lagi bisa
dibedakan itu nyata atau mimpi (Madasari, 2013: 25)
Kenyataan bahwa Sasana menyimpang dari atribut sosial ditunjukkan pula
ketika menjadi penyanyi dangdut, Sasana berpenampilan layaknya perempuan
yang bergincu, memakai kebaya, sepatu hak tinggi, dsb. Kondisi Sasana saat
menjadi Sasa justru lebih membuatnya berani dan percaya diri. Hal ini membuat
Sasana seolah-olah lega dan bebas karena dapat melampiaskan hasratnya yang
sudah lama terpendam. Namun dapat kita ketahui bahwa kondisi Sasana ini
dipandang oleh masyarakat sebagai suatu penyimpangan gender sehingga Sasana
mendapat label bencong atau banci atau transgender.
Aku merasa setiap orang sedang melihatku. Ada yang tertawa mengejek,
ada yang terpana. Bahkan beberapa kali aku mendengar ada yang berbisik,
“Ayu tenan, rek.” Kalau mendengar ada yang berkata seperti itu, aku akan
semakin melengak-lengokkan jalanku, membuat pantatku semakin
terpantul-pantul agar semua orang semakin kagum (Madasari, 2013: 59).
Berdasarkan pembacaan teks dan analisis gender berdasarkan atribut sosial
dapat ditemukan kenyataan bahwa Sasana melakukan beberapa penyimpangan
yaitu; (a.) sejak kecil Sasana memiliki kecenderungan untuk menyalahi kodratnya
sebagai laki-laki. Hal ini ditunjukkan ketika ia lebih menyenangi barang-barang
milik Melati, tubuh Melati, dan kodrat Melati sebagai perempuan. (b.) Sasana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
tidak menunjukkan sikap sebagai laki-laki yang siap menyandang status kepala
rumah tangga.
3.2
Kesenjangan Gender Berdasarkan Perbedaan dalam Hal Berpolitik
dan Bersikap
Bicara mengenai hal dalam berpolitik dan bersikap sering kita jumpai
dalam bermasyarakat bahwa gender laki-laki akan lebih dominan dibanding
gender perempuan baik dalam soal berpendapat maupun dalam hal mengambil
keputusan. Genderperempuan sebagai gender yang dianggap nomor dua sering
dikesampingkan dalam pembicaraan politik atau hal-hal yang menyangkut
kepemimpinan. Sebagai contoh di negara Indonesia dari ke tujuh presiden yang
telah menjabat hanya satu presiden perempuan. Kemudian pasangan-pasangan
calon pada pemilihan kepala daerah, lebih sering menyalonkan laki-laki sebagai
ketua. Hegemoni di masyarakat membentuk suatu sistem bahwa dominasi
kekuasaan laki-laki yang memiliki sifat maskulin menjadi suatu prioritas utama
dan keberadaan laki-laki lebih diutamakan dalam masyarakat.
Sasana dianggap banci dan transgender sehingga dicibir dan dikucilkan
dari masyarakat.Dalam kisah Sasana, terlihat bahwa Sasana cenderung bersifat
dan bersikap keperempuanan sehingga ia tidak mendapatkan kepercayaan
masyarakat karena tidak dapat bersikap tegas atau menunjukkan kejantanannya.
Ketika Sasana ditahan karena kasus demo, Sasana pun diberi perlakuan yang
sewenang-wenang dan tidak manusiawi.
Hal demikian menunjukkan bahwa
penindasan dan ketidakadilan juga terjadi pada laki-laki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Jadi kamu itu bencong yang mau coba-coba melawan negara? tanya Si
komandan. Aku menggeleng. “Tidak Pak,” jawabku. “Dasar bencong!
Tidak bisa ngomong apa adanya,” katanya. Si komandan itu membuaka
celananya. Aku langsung punya bayangan apa yang hendak ia lakukakn.
Tidak.... Tidak....! (Madasari, 2013:98)
Pada pembacaan teks juga ditemukan fakta kekuasaan-kekuasaan laki-laki
dalam berpolitik yaitu ketika pasukan jihad membuabarkan pentas dangdut sasana
sang Bintang yang diadakan di Jawa Timur. Kesewenang-wenangan laki-laki
yang bergabung dalam pasukan jihad menjadi kontra dengan keadaan Sasana yang
juga laki-laki namun tidak berdaya dan pasrah ketika dilecehkan dengan
ditelanjangi di atas panggung.
Kini mereka menarik semua pakaianku. Aku melawan dan meronta. Aku
tidak mau ditelanjangi. Aku tidak mau dipermalukan seperti ini. Tapi
mereka tak peduli. Kini sekelilingku penuh dengan orang-orang berjubah
putih itu. Mereka semua tertawa menyaksikan aku ditelanjangi temantemannya. (Madasari, 2013: 292)
Berdasarkan pembacaan teks dan analisis kesenjangan gender berdasar
perbedaan dalam hal berpolitik dan bersikap dapat kita simpulkan bahwa (a.)
Sasana dianggap sebagai bencong atau transgender sehingga kurang mendapat
kepercayaan dari masyarakat dan cenderung dijauhi oleh masyarakat, (b.)
Kekuatan dan kekuasaan laki-laki dalam hal berpolitik ditunjukkan ketika Sasana
diperlakukan secara sewenang-wenang. Kekerasan yang dialami Sasana ini juga
dialami oleh kaum perempuan yang selalu menjadi gender nomor dua dalam hal
berpolitik.
3.3
Genderzation
Genderzation ialah pengacauan konsep pada upaya menempatkan jenis
kelamin pada pusat perhatian identitas diri dan pandangan terhadap orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Genderzation dapat dicontohkan sebagai berikut misalnya jenis kelamin
perempuan identik dengan sifat-sifat feminim, namun mengubah identitas dirinya
dengan bersikap maskulin seperti laki-laki untuk dapat dipandang dan di hormati
masyarakat dan menjadi bentuk dari perlawanan atas kesewenang-wenangan lakilaki.
Kenyataan pada diri Sasana juga merupakan suatau pengacauan konsep.
Sasana mengubah dirinya dari laki-laki tulen yang maskulin menjadi seorang
Sasa, sang biduan. Masyarakat melihat Sasana yang berjenis kelamin laki-laki
namun lebih menunjukkan sifat dan penampilan seperti perempuan sehingga
muncullah julukan banci, bencong,dan perempuan jadi-jadian.
Pada hari kepulanganku itu, semua orang di kota ini dicekam ketakutan
Termasuk keluargaku (Madasari, 2013: 278).
Tatapan Ayah bertemu dengan tatapanku. Mendadak aku jadi ragu.
Apakah aku masih pantas pulang dan minta diakui oleh orangtuaku. Aku
melihat orang-orang yang kini mengerubungiku. Mereka semua melihatku
dengan penuuh tanya. Begitu anehnya aku di mata mereka (Madasari,
2013. 279)
Pada pembacaan kutipan teks diatas dapat kita lihat bahwa Sasana
ditempatkan sebagai individu yang memiliki ciri-ciri yang tidak lazim dalam
masyarakat. Sasana ditolak oleh orangtuanya dan dicibir oleh tetanggatetangganya karena penampilan Sasana dan jalan hidup yang dilakoni Sasana.
Pilihan hidup yang dilakoni oleh Sasana menyebabkan penolakan dari orangorang di sekitarnya. Tetapi dapat kita garis bawahi bahwa Sasana berhasil
memperoleh kepuasan hasratnya. Hal ini dapat dilihat ketika identitas dirinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
sebagai Sasa menjadi pusat perhatian di warung Cak Man, di jalanan, serta di
panggung-panggung pementasan dangdut.
Pada analisis mengenai genderzation kita dapat melihat bahwa teori
gender mencapai pada tujuannya yaitu kesetaraan gender. Apabila perempuan
sebagai pejuang-pejuang gender menginginkan pengakuan hingga berusaha
merubah dirinya agar setara dengan laki-laki, disini Sasana menunjukkan usaha
seorang laki-laki dalam mengubah idenitas dirinya menjadi keperempuanan untuk
mendapatkan kepuasan batin dan memperoleh perhatian.
3.4
Gambaran Jenis Kelamin yang Seharusnya Dimiliki
Jenis kelamin laki-laki memiliki stereotype yang pertama memiliki jiwa
maskulin. Jiwa maskulin ini misalnya memiliki tanggungjawab dalam hal kerja
dan memiliki porsi kerja yang lebih berat hal ini dikarenakan laki-laki disiapkan
sebagai kepala rumah tangga. Kemudian terdapat contoh lain yang sederhana,
ketika berada di dalam mobil laki-laki memiliki peran sebagai pengemudi
sedangkan perempuan duduk santai atau menemani anak di bangku penumpang.
Dapat dilihat pula bahwa laki-laki memiliki hasrat dan ambisi yang lebih besar
dibandingkan perempuan. Kemudian, orientasi seksual laki-laki ditujukan kepada
lawan jenis yaitu perempuan.
Secara fisik, tokoh Sasana memiliki ciri yang dimiliki oleh semua lakilaki; berjakun, berdada bidang, dsb. Namun tokoh Sasana merasa lebih nyaman
apabila menjadi Sasa. Sasana lebih nyaman tampil sebagai perempuan dengan
pakaian seksi, bergincu, dan berdandan ala penyanyi dangdut. Pekerjaan Sasana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
juga bukan pekerjaan layaknya laki-laki normal. Sasana bekerja sebagai
pengamen dan mengambil peran sebagai biduan dangdut. Orientasi seksual
Sasana tidak terlalu diperdebatkan dalam teks dan Sasana mengalami dilema akan
orientasi seksualnya. Tokoh Sasana sempat merasa nyaman dan memiliki hasrat
yang besar ketika mengamen bersama Cak Jek. Namun apabila kita meliha pada
bab 2, hasrat Sasana kepada Cak Jek hanya berupa hasrat dari seorang adik
kepada kakak atau hasrat seorang anak kepada ayah karena dapat kita pahami dari
pembacaan teks novel Pasung Jiwa bahwa ayah Sasana tidak memahami
keinginan Sasana dan tidak dapat melindunginya.Hal yang unik disini bahwa
orientasi Sasana tetap normal. Sasana cenderung tetapmemiliki orientasi seksual
terhadap perempuan yaitu Masita seorang dokter yang ia temui ketika dirawat di
rumah sakit jiwa. Hal ini dapat kita lihat dalam teks;
Aku tak pernah punya rasa macam-macam dengan laki-laki. Atau mungkin
karena aku belum menemukan? Entahlah. Yang pasti, belum pernah
kualami rasa yang sama saat bersama Masita (Madasari, 2013: 285)
Pada poin yang ke-empat ini dapat disimpulkan bahwa gender Sasana
tetap laki-laki. Sasana memang menunjukkan ciri sebagai transgender yang
dibuktikan dari penampilannya sebagai Sasa dan profesinya sebagai penyanyi
dangdut demi memuaskan batinnya dan mimpinya sejak kecil. Namun
berdasarkan orientasi seksual, Sasana tetap dikaakan sebagai laki-laki normal
yang tertarik pada perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
3.5
Gender role
Gender role merupakan peranan berdasar gender. Laki-laki seharusnya
berperan sebagai pemimpin dalam keluarga, berperan sebagai nahkoda dalam
ekonomi keluarga.
Sasana belum menunjukkan peranannya sebagai laki-laki yang sesuai
dengan pandangan masyarakat. Namun jika dilihat dari dinamika struktur
kepribadiannya, Sasana memiliki id yang kuat untuk menggapai mimpi dan
mampu bertanggung jawab atas pilihannya.
3.6 Rangkuman
Berdasarkan pembacaan teks dan kajian menggunakan lima gender role,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; (1) Sasana ditakdirkan terlahir sebagai
laki-laki, namun, cenderung menyukai hal-hal berbau perempuan, (2)Sasana
dianggap transgender sehingga dikucilkan dari masyarakat, (3) Sasana
menunjukkan usaha seorang laki-laki dalam mengubah idenitas diri menjadi
keperempuanan untuk mendapatkan kepuasan batin, (4) Gender Sasana tetap lakilaki dan orientasi seksualnya tetap ditujukan untuk perempuan, (5) Sasana belum
menunjukkan peranannya sebagai laki-laki yang sesuai dengan pandangan
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penelitian ini mengkaji dinamika struktur kepribadian dan identitas gender
tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa dengan menggunakan pendekatan
psikoanalisis Sigmund Freud serta teori gender. Berdasarkan hasil penelitian yang
peneliti uraikan dalam bab 2 ini, dapat disimpulkan bahwa tokoh Sasana memiliki
dorongan id yang kuat yaitu ingin berlaku seperti perempuan dan menjadi
penyanyi dangdut terkenal namunid dan ego-nya (usaha-usaha mewujudkan id)
terhalang oleh superego berupa aturan dari orangtuanya dan norma-norma yang
ada di masyarakat.
Id dan ego dalam diri Sasana mengalami tekanan-tekanan dalam usaha
pemenuhan
hasratnya,
sehingga
Sasana
mengalami
beberapa
dinamika
kepribadian. Dinamika-dinamika tersebut adalah; mimpi, frustasi, konflik,
kecemasan, neurosis, sublimasi, displacement, dan oedipus complex.
Berdasarkan analisis gender tokoh Sasana mengunakan lima gender role,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; (1) Sasana ditakdirkan terlahir sebagai
laki-laki, namun, cenderung menyukai hal-hal berbau perempuan, (2) Sasana
dianggap transgender sehingga dikucilkan dari masyarakat, (3) Sasana
menunjukkan usaha seorang laki-laki dalam mengubah idenitas diri menjadi
keperempuanan untuk mendapatkan kepuasan batin, (4) Gender Sasana tetap lakilaki dan orientasi seksualnya tetap ditujukan untuk perempuan, (5) Sasana belum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
menunjukkan peranannya sebagai laki-laki yang sesuai dengan pandangan
masyarakat.
4.2 Saran
Penelitian ini mengkaji mengenai dinamika struktur kepribadian dan
identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari.
Banyak penelitian menggunakan teori feminis dengan obyek perempuan tetapi
Kajian gender laki-laki menggunakan teori feminis masih sangat jarang dipilih
sebagai topik penelitian. Oleh karena itu peneliti menyarankan bagi para peneliti
untuk dapat melihat aspek-aspek lain dalam kehidupan untuk dijadikan penelitian.
Penelitian identitas gender terhadap laki-laki juga memberi manfaat dalam
mengetahui keberhasilan egaliter gender dan bentuk-bentuk ketidakadilan pada
laki-laki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, Kees. 2006. Psikologi Freud. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.
Dali, Gulo. 1982. Kamus Psikologi. Bandung: Tonis.
Dirgagunarsa, Singgih. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Fakih, M. 2006. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Freud, Sigmund. 2006 . Pengantar Umum Psikoanalisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Hidayah, Nur Wahyu. 2015 . Problem Kejiwaan Tokoh Utama dalam Pasung
Jiwa karya Okky Mardasari. Skripsi S1. Yogyakarta: Program Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS UNY.
Illich, Ivan. 2007. Matinya Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Koeswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
Madasari, Okky. 2013. Pasung Jiwa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Moesono, Anggadewi. 2003. Psikoanalisis dan Sastra. Depok: Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Budaya LPUI.
Nasution, Muhammad Rizki. 2014 . Wacana Identitas Transgender dalam
Novel(Analisis Wacana Kritis Identitas Transgender dalam Novel Pasung
Jiwa Karya Okky Mardasari). Skripsi S1. Yogyakarta: Program Studi Ilmu
Komunikasi, FISIPOL UMY.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semiun, Yustinus. 2010. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud.
Yogyakarta: Kanisius.
Sugihastuti
dan
Saptiawan.
2010.
Perempuan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gender
dan
Inferioritas
Sugihastuti dan Suharto. 2010. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tong, Rosemarie Putnam. 2009. Feminist Tought. Yogyakarta: Jalasutra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
BIOGRAFI
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta lahir di Sleman pada tanggal 6
Oktober 1994. Elizabeth adalah anak nomor dua dari tiga bersaudara
dari pasangan Bapak Clemensius Sigit Rinanto dan Ibu Yustina
Sutrisnawati.. Menempuh pendidikan dasar di SD Kanisius
Demangan Baru (2001-2007), kemudian melanjutkan sekolah di
SMP Joannes Bosco (2007-2010) dan melanjutkan ke jenjang lebih
tinggi di SMAN 2 Ngaglik Sleman (2010-2013). Setelah itu
Elizabeth melanjukan pendidikan di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas
Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Download