profitabilitas dan faktor-faktor yang memengaruhi

advertisement
PROFITABILITAS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PERMINTAAN ENERGI LISTRIK PRABAYAR
SEKTOR RUMAH TANGGA
(STUDI KASUS P.T. PLN DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN
BANTEN AREA BOGOR)
PRIMA GANDHI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Profitabilitas dan FaktorFaktor yang Memengaruhi Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumah
Tangga (Studi Kasus P.T PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor),
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Prima Gandhi
NIM: H151100024
SUMMARY
PRIMA GANDHI. Profitability and Factors Affecting Demand for Prepaid Electric
Energy Sector Household (Case Study of P.T. PLN Distribution West Java and
Banten, Bogor Area). Supervised by DIDIN S DAMANHURI and MUHAMMAD
FINDI A.
The purpose of this study was to determine the factors that affect demand,
profitability and the implementation of prepaid electricity energy. The data used in
this study consisted of primary data from questionnaires and secondary data in the
form of monthly obtained from P.T. PLN Distribution West Java and Banten in the
time period between January 2012 to the month of December 2013. Case studies
conducted in the city of Bogor. Observation studies conducted at the national,
provincial and city of Bogor in West Java. This study uses: 1. in the form of multiple
regression analysis to look at the factors that influence the demand for electricity
prepayment 2. net profit margin analysis to determine the efficiency and profitability
of conventional prepaid electricity.
Monthly data used in this study include the sale of conventional electricity,
prepaid electricity sales, the burden of the cost of electricity, the cost of electricity
consumption and costs KVARH (Kilo volt ampere reactive hour). The results
showed that the efficiency of profitability for prepaid electricity is lower than
conventional power. This means that based on the calculation of net profit margin
profitability of conventional electricity better than the prepaid electricity. Also note,
with a 95% confidence level (α = 5%) and df = 94, the variable home building area
and number of electronic goods is a variable that has a significant impact to affecting
prepayment electricity demand. While the variable income, family size, education
level and type of employment head of the family head of household do not
significantly affect the demand for prepaid electricity.
key words
: electrical energy, prepaid policy, profitability, demand, household
RINGKASAN
PRIMA GANDHI. Profitabilitas dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan
Energi Listrik Prabayar Sektor Rumah Tangga (Studi Kasus P.T. PLN Distribusi
Jawa Barat dan Banten Area Bogor). Dibimbing oleh DIDIN S DAMANHURI dan
MUHAMMAD FINDI A.
Sistem ketenagalistrikan merupakan salahsatu infrastruktur utama secara
nasional yang mutlak dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi kinerja sektor
ekonomi rill. Oleh karenanya energi listrik merupakan suatu hal penting bagi
masyarakat sebagai pelaku sektor ekonomi riil. Tanpa listrik masyarakat sulit
beraktifitas. Jika masyarakat sulit beraktivitas maka kegiatan ekonomi akan
terganggu. Keadaan ini tentunya memengaruhi pembangunan ekonomi Negara.
P.T. PLN sebagai lembaga yang ditunjuk oleh negara sebagai penyedia listrik
di Indonesia setiap tahunnya mengeluarkan kebijakan-kebijakan hulu dan hilir untuk
terus memperbaiki produksi dan pelayananan ketenagalistrikan di Indonesia. Salah
satu kebijakan sektor hilir yang dikeluarkan oleh P.T. PLN adalah kebijakan
program listrik prabayar. Bermula tahun 2002, ketika P.T. PLN dipimpin oleh
direktur utama Edi Widiono, berdasarkan surat edaran Direksi P.T. PLN (Persero)
No 035.E/012/DIR/2001, tanggal 31 Desember 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Tarif Multiguna Listrik Prabayar.
Produk ini diperkenalkan ke publik dan diresmikan di tahun 2009 dengan Surat
Direksi P.T. PLN (Persero) No.010809/532/DITJB/2009, tanggal 13 Februari 2009
perihal implementasi Listrik Prabayar, Keputusan Direksi P.T. PLN (Persero)
No.300.K/DIR/2009, tanggal 23 Desember 2009 perihal Ketentuan Akuntansi Listrik
Prabayar, surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.001178/532/DITBMR/2010, tanggal
17 Februari 2010 perihal Implementasi Listrik Prabayar. Salah satu tujuan listrik
prabayar adalah meminimumkan resiko akan pencurian listrik dan kesalahan catat
meter oleh tenaga manusia.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor yang mempengaruhi
permintaan, implementasi dan profitabilitas energi listrik prabayar. Data yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dari kuisioner dan data
sekunder dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat
dan Banten dalam periode waktu bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Desember
2013. Studi kasus dilakukan di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Observasi
penelitian dilakukan di tingkat nasional, Provinsi Jawa Barat dan Kota Bogor.
Penelitian ini menggunakan: 1. analisis regresi linear berganda untuk melihat faktorfaktor yang memengaruhi permintaan listrik prabayar. 2. analisis net profit margin
untuk mengetahui efisiensi profitabilitas listrik prabayar dan konvensional.
Data bulanan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi penjualan listrik
konvensional, penjualan listrik prabayar, biaya beban listrik, biaya pemakaian listrik
dan biaya KVARH (Kilo volt ampere reactive hour). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa efisiensi profitabilitas untuk listrik prabayar lebih rendah dibanding listrik
konvensional. Ini berarti bahwa berdasarkan perhitungan profitabilitas net profit
margin listrik konvensional lebih baik dari pada listrik prabayar. Dengan tingkat
kepercayaan 95 % (α = 5 %) dan df = 94, diketahui variabel luas bangunan rumah
dan jumlah alat yang menggunakan listrik adalah variabel yang signifikan
memengaruhi permintaan listrik prabayar. Sedangkan variabel pendapatan, jumlah
anggota keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga dan jenis pekerjaan kepala
keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan listrik prabayar.
kata kunci : energi listrik, kebijakan prabayar, profitabilitas, permintaan, rumah
tangga
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PROFITABILITAS DANFAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PERMINTAAN ENERGI LISTRIK PRABAYAR
SEKTOR RUMAH TANGGA
(STUDI KASUS P.T. PLN DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN
BANTEN AREA BOGOR)
PRIMA GANDHI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sri Hartoyo, MS
Judul Tesis : Profitabilitas dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan
Energi Listrik Prabayar Sektor Rumah Tangga (Studi Kasus P.T. PLN
Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor)
Nama
: Prima Gandhi
NIM
: H15100024
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof Dr Didin S Damanhuri, SE, MS, DEA
Ketua
Dr Muhammad Findi A, SE, ME
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir R Nunung Nuryantono, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 16 September 2014
Tanggal Lulus: 26 September 2014
PRAKATA
Puji syukur penulis dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Profitabilitas dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumah Tangga ini berhasil
diselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan Strata-2 dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dari
Program Studi Pascasarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Didin S Damanhuri, SE,
MS, DEA selaku ketua komisi komisi pembimbing dan Bapak Dr Muhammad Findi
A, SE, ME selaku anggota komisi pembimbing serta kepada ketua program studi
Pascasarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor Bapak Dr Ir R Nunung
Nuryantoro, MSi. Kepada Bapak Dr Ir Sri Hartoyo, MS dan Ibu Dr Ir Wiwiek
Rindayati, MSi, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih atas saran sebagai penguji
luar komisi dan departemen. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
sahabat-sahabat seangkatan pada Program Magister Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB
yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Drs Edison
Muchtar dan Ibunda Yenita SPd, MSi, serta seluruh adik-adik, atas segala doa,
kesabaran dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya
masih diperlukan perbaikan dan penyempurnaan. Akhirnya besar harapan penulis
semoga tesis ini bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi kemajuan dunia
pendidikan dan penelitian.
Bogor, September 2014
Prima Gandhi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ---------------------------------------------------------------------------- vii
DAFTAR GAMBAR ------------------------------------------------------------------------ viii
1 PENDAHULUAN ……………………………………………..
Latar Belakang ………...………………………………………………………
Perumusan Masalah .........................................................................
Tujuan Penelitian .........................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
5
8
8
8
2 TINJAUAN PUSTAKA............................
Ilmu Ekonomi Energi dan Pembangunan Ekonomi
Teori Pasar Monopoli
Teori Permintaan
Hukum Permintaan……………...
Fungsi Permintaan
Elastisitas Pendapatan
Rumah Tangga Sebagai Konsumen................................................................
Hubungan Permintaan dan Pengeluaran Rumahtangga
Karakteristik Energi Listrik : Bentuk Beban dan Tarif
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Listrik Sektor Rumahtangga
Perhitungan kWH Listrik Konvensional dan Prabayar di Indonesia
Rasio Profitabilitas
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
9
91
121
16
19
20
27
28
28
29
30
33
34
35
40
42
3 METODOLOGI PENELITIAN....................................................
Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Responden
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengambilan Sampel ……….…..………………………………
Metode Analisis Data…...……………………………………………
Rasio Profitabilitas
Teknik Analisis Data
Uji Asumsi Klasik
Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)
Pengolahan Data
Definisi Operasional Variabel Penelitian
43
43
44
44
46
47
48
48
50
53
54
54
4 GAMBARAN OBJEK PENELITIAN
Deskripsi Objek Penelitian
...
Gambaran Daerah Penelitian ....................................................................
Golongan Pelanggan Listrik P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten
Area Bogor
55
55
57
60
Tarif Dasar Listrik
61
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Analisis Rasio Profitabilitas Listrik Prabayar dan Konvensional
Analisis Hasil Regresi
Uji Asumsi Klasik
Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)
Interprestasi Hasil Regresi
Content Analysis Antara Listrik Prabayar dan Konvensional
63
63
68
73
74
75
76
79
6 PENUTUP
Kesimpulan
Saran …………...…………….…….……
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN....... ....................................................................................................
80
80
81
84
89 1
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Data dan perkiraan kapasitas pembangkit listrik Indonesia (2008-2016)
Data dan perkiraan konsumsi listrik Indonesia (2008-2016)
Lokasi observasi
Perkembangan penduduk Kota Bogor tahun 2005-2011
Sebaran Penduduk Kota Bogor Berdasarkan Kecamatan Tahun 2011
Penduduk dan rumah tangga menurut kecamatan di Kota Bogor tahun 20102012
PDRB Kota Bogor atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan
Tahun 2008 – 2012 ( Jutaan Rupiah )
Perkembangan konsumen listrik tahun 2012-2013
Tarif Dasar Listrik
Klasifikasi responden rumahtangga berdasarkan kapasitas daya per kecamatan
Klasifikasi biaya listrik prabayar tertinggi dan terendah berdasarkan kapasitas
daya
Klasifikasi pendapatan rumahtangga tertinggi dan terendah berdasarkan
kapasitas daya
Klasifikasi jumlah anggota keluarga rumahtangga tertinggi dan terendah
berdasarkan kapasitas daya
Klasifikasi luas bangunan rumah rumahtangga terluas dan tersempit berdasarkan
kapasitas daya
Klasifikasi responden berdasarkan pendapatan total keluarga dengan
pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik
Klasifikasi responden berdasarkan jumlah alat yang menggunakan listrik dengan
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga
Klasifikasi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dengan permintaan
energi listrik prabayar sektor rumahtangga
Klasifikasi responden berdasarkan jenis pekerjaan kepala keluarga dengan
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga
Perhitungan tarif tenaga listrik konvensional tahun 2012
Perhitungan tarif KVARH tenaga listrik konvensional tahun 2012
Rekapitulasi penjualan listrik prabayar tahun 2012
Perhitungan tarif tenaga listrik konvensional tahun 2013
Perhitungan tarif KVARH tenaga listrik konvensional tahun 2013
Rekapitulasi penjualan listrik prabayar tahun 2013
Perbandingan persentase net profit margin rata-rata listrik prabayar P.T.PLN
Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor
Hasil regresi linear berganda faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik
prabayar
6
6
44
58
59
59
60
61
62
63
64
64
64
65
65
66
67
67
68
69
69
70
71
72
72
73
DAFTAR GAMBAR
1. Pasar Monopoli --------------------------------------------------------------------------- 13
2. Monopoli Alamiah
15
3. Kurva Indeferen -------------------------------------------------------------------------- 18
4. Permintaan Marshalian
21
5. Jalur pendapatan konsumsi untuk barang normal
22
6. Efek perubahan pendapatan
24
7. Efek perubahan harga terhadap jumlah yang dibeli
25
8. Efek pendapatan dan efek substitusi
26
9. Diagram kerangka pemikiran penelitian
41
10. Peta administrasi Kota Bogor
57
11. Uji Heteroksedastisidas Model
75
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kuisioner Penelitian
Rekap Data Responden
Rekap Data Logaritma Natural
Hasil OLS dengan Eviews
Correlatio Matrix Independent Variabel
Hasil Uji White
JB-Test
Hasil Uji t Statistik Variabel
Analisis Konten Keunggulan dan Kelemahan Listrik Prabayar dibanding
Listrik Konvensional
90
93
96
99
100
101
102
103
104
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi negara.
Pembangunan ekonomi negara menurut Sumitro Djojohadikusumo adalah proses
transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktural,
yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan
ekonomi masyarakat yang bersangkutan. 1 Sedangkan Todaro dalam bukunya
mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan
kemiskinan. 2
Salahsatu jenis energi yang dibutuhkan dalam kegiatan ekonomi adalah
energi listrik. Energi listrik sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
mendukung peningkatan produktivitas kerja manusia merupakan faktor penting
dalam pembangunan negara. Dalam kehidupan sehari-hari, energi listrik
dibutuhkan warga negara untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti penerangan,
komunikasi, transportasi, makan, minum dan lain-lain. Oleh karena itu tanpa
akses pada pelayanan energi listrik, warga negara akan kehilangan berbagai
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan produktivitas
untuk memperbaiki struktur sosialnya. Jika ini terjadi maka bisa dikatakan negara
gagal memenuhi kebutuhan warganya.
Ada beberapa indikator pemenuhan energi listrik suatu negara. Pada tahun
2007 World Energy Council (WEC) menyepakati kriteria 3A untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan energi yang berbasis pada pendekatan energi security
yang berkelanjutan. Istilah energy security menunjukkan adanya hubungan
antara keamanan nasional dan jaminan ketersediaan energi secara berkelanjutan.
Energy security merupakan kondisi terjaminnya pemenuhan kebutuhan energi
untuk mendukung keberlangsungan dan kemajuan perekonomian suatu negara.
Kriteria 3A merupakan indikator energy security dari sisi pengguna energi
(end users) yang mencakup aspek ketersediaan (availability), keterjangkauan
(accessibility), dan akseptabilitas (acceptability). Dalam kriteria 3A ada tiga
kelompok yang terkait dengan kepentingan penyediaan dan pelayanan energi,
yaitu : (1) Kelompok pemasok energi primer (security of energy resources.); (2)
Kelompok yang mengkonversi energi primer menjadi produk energi dan
mendistribusikannya dan (3) Kelompok pengguna produk energi akhir. 3
Dalam konteks electricity energy security, keterjaminan suplai daya listrik
untuk memenuhi kebutuhan warga negara membutuhkan dukungan sumberdaya
energi primer secara berkelanjutan, sistem konversi dan jaringan distribusi yang
1
Didin S Damanhuri. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan. IPB Press. Bogor. hlm 3.
Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Erlangga. Jakarta. hlm 18.
3
Timotius D Haryono. 2013. Dimensi ekonomi politik dan spasial konsumsi listrik dan spasial
konsumsi listrik Indonesia. Paper lemhanas. hlm 3.
2
2
handal. Sedangkan untuk menjamin pelayanan listrik yang efisien dan
berkelanjutan dibutuhkan sistem transmisi listrik yang baik. Keberadaan
pembangkit listrik yang baik merupakan syarat untuk melakukan konversi energi
primer menjadi energi lisrik.
Sistem ketenagalistrikan merupakan salahsatu infrastruktur utama secara
nasional yang mutlak dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi kinerja sektor
ekonomi rill. Oleh karenanya energi listrik merupakan suatu hal penting bagi
masyarakat sebagai pelaku sektor ekonomi riil. Tanpa listrik masyarakat sulit
beraktifitas. Jika masyarakat sulit beraktivitas maka kegiatan ekonomi akan
tertanggu. Keadaan ini tentunya memengaruhi pembangunan ekonomi negara.
Di Indonesia, listrik diproduksi oleh satu perusahaan negara, yaitu Perseroan
Terbatas Perusahaan Listrik Negara (P.T. PLN). Perusahaan tersebut bertanggung
jawab dalam menyediakan listrik bagi seluruh warga negara yang berada
diwilayah Indonesia. Dasar hukum yang digunakan Undang-Undang Dasar 1945
pasal 33. Pasal inilah yang kemudian ditafsirkan oleh negara bahwa pengadaan
listrik harus dilakukan oleh perusahaan milik negara. Dengan hak monopoli
listrik, negara berharap P.T. PLN mampu memenuhi dan menjamin kebutuhan
listrik masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia hingga saat ini masih mengkonsumsi listrik dengan
harga subsidi pemerintah. Tanpa subsidi, masyarakat harus membeli listrik
dengan harga tinggi. Penyebabnya adalah biaya memproduksi listrik di Indonesia
sangat besar. Penyebabnya adalah tingginya penggunaan bahan bakar minyak
untuk memproduksi listrik. 4 Selain itu subsidi diberikan agar seluruh masyarakat
yang dapat mengunakan listrik.
Setelah 69 tahun merdeka, selain menghadapi masalah subsidi listrik,
Indonesia juga menghadapi krisis listrik. Menurut Dewan Energi Nasional (DEN)
ada 13 penyebab utama krisis listrik, yaitu , pertama kapasitas pembangkit yang
tersedia sudah tidak mencukupi tapi penyambungan pelanggan baru tetap
dilakukan. Kedua, tidak terlayani pasokan listrik ke konsumen secara baik.
Ketiga, sarana dan prasarana energi, jaringan transmisi, dan jaringan distribusi
sudah tidak memadai.
Keempat, terjadinya sejumlah pemadaman dengan frekuensi dan durasi
yang menyebabkan terganggunya fungsi pemerintahan, kehidupan sosial
masyarakat, dan kegiatan perekonomian. Kelima, harga energi tidak sesuai
dengan harga keekonomian dan subsidi tidak mencukupi. Keenam, keterbatasan
dana untuk pembangunan pembangkit baru.
Ketujuh, biaya porduksi tinggi karena masih besarnya porsi penggunaan
bahan bakar minyak (BBM). Kedelapan, umur sarana dan prasarana pembangkit
listrik sudah mengakibatkan tidak berfungsinya sistem secara optimal.
Kesembilan, biaya sewa genset dan pengoperasiannya sangat mahal, sementara
program pembangunan Independen Power Producer (IPP) banyak terlambat.
Kesepuluh, sarana dan prasarana transmisi dan distribusi belum memadai.
Kesebelas, pasokan energi primer seperti batu bara dan gas mengalami kendala
teknis dan pasar. Keduabelas, adanya pengambilan keputusan terkendala oleh
regulasi. Ketigabelas, kurangnya koordinasi antara Kepala Dinas Pertambangan
4
Kabar energi.2014. Kenaikan listrik untuk menutupi lonjakan biaya produksi akibat naiknya
harga minyak. [diunduh2014Sep02].Tersedia pada http://www.kabarenergi.com/beritakenaikan-listrik-untuk-menutupi-lonjakan-biaya-produksi-akibat-naiknya-harga-minyak.html
3
dan Energi dengan PLN dan Pertamina, baik dalam krisis maupun dalam
perencanaan. 5 Dampak dari krisis listrik adalah pemadaman listrik secara bergilir
di berbagai daerah.
Akhir tahun 2013 terjadi protes pemadaman listrik di berbagai daerah di
Indonesia. Pemadaman listrik terjadi terus menerus di sejumlah daerah, terutama
di Sumatera dan Kalimantan. Sebagai fakta, di Sumatera Utara (Sumut), awal
September tahun 2013 masyarakat meminta pemerintah pusat untuk turun tangan
menangani masalah pemadaman listrik yang meresahkan masyarakat. Pihak
manajemen P.T. PLN Sumut dianggap lalai karena melakukan pemadaman listrik
tiga hingga empat kali dalam satu hari tanpa memberikan solusi.
Alasan P.T. PLN Sumut-Aceh melakukan pemadaman karena kerusakan
mesin pembangkit yang beroperasi di P.T. PLN Belawan. Upaya menyewa dan
mengoperasikan pembangkit diesel dengan total daya 430 MW belum dapat
menyelesaikan masalah ini. Masalah krisis listrik di Sumut terjadi akibat pasokan
listrik P.T. PLN untuk Sumut hanya 1.400 MW, sementara kebutuhannya
mencapai 1.650 MW (ekses demand). 6
Di Kalimantan Selatan, pemadaman listrik pun terjadi di beberapa wilayah.
Pemadaman listrik terjadi hingga lebih dari enam jam per hari. Parahnya lagi
pemadaman listrik ini sering terjadi pada malam hari. Dampak dari pemadaman
listrik yang terjadi adalah tindak pidana pencurian, perampokan, kerusakan
peralatan listrik dan kebakaran akibat arus pendek. 7
Menangapi masalah ini P.T. PLN (Persero) mengakui tidak bisa mencegah
pemadaman listrik mendadak. Alasannya, cadangan listrik P.T. PLN hanya tiga
puluh persen untuk mengantisipasi pemadaman listrik di seluruh Indonesia. P.T.
PLN mempunyai beberapa strategi kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini,
yaitu P.T. PLN mempersiapkan pembangkit tambahan dan genset diesel. Hal ini
pun berlaku di daerah-daerah yang perekonomiannya maju dan berkembang.
Alasannya daerah maju dan berkembang memerlukan pasokan listrik yang besar.
Jika kurang pasokan listrik maka akan terjadi kerugian ekonomi akibat tidak
berjalannya aktifitas ekonomi. 8
Selain mengeluarkan kebijakan di sektor hulu P.T. PLN mengeluarkan
kebijakan di sektor hilir. P.T. PLN melakukan pengggolongan terhadap
konsumen. P.T. PLN melakukan penggolongan listrik menjadi 4 (empat)
kelompok yaitu: 1) Rumahtangga, 2) Usaha, 3) Industri dan 4)
Pemerintahan/Publik. Rumahtangga adalah kelompok pelanggan yang
menggunakan listrik dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Rumahtangga, terdiri atas: 1. Golongan
tarif untuk keperluan rumahtangga kecil pada tegangan rendah, dengan daya 450
VA s.d. 2.200 VA (R-1/TR); 2. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga
menengah pada tegangan rendah, dengan daya 3.500 VA s.d. 5.500 VA (R-2/TR);
5
Okezone.com. 2010.13 Penyebab Utama Krisis Listrik. [diunduh2014Sep02].Tersedia pada
http://economy.okezone.com/read/2010/03/19/320/314097/13-penyebab-utama-krisis-listrik
6
Majalah Listrik Indonesia. 2014. Kilas Balik Kelistrikan 2013 : PLN Masih Harus Berbenah.
[diunduh2014Apr12].Tersedia pada www.listrikindonesia.com.
7
Majalah Listrik Indonesia. 2014. Kilas Balik Kelistrikan 2013 : PLN Masih Harus Berbenah.
[diunduh2014Apr12].Tersedia pada www.listrikindonesia.com.
8
Majalah Listrik Indonesia. 2014. Kilas Balik Kelistrikan 2013 : PLN Masih Harus Berbenah.
[diunduh2014Apr12].Tersedia pada www.listrikindonesia.com.
4
3. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga besar pada tegangan rendah,
dengan daya 6.600 VA ke atas (R-3/TR). 9Untuk kelompok usaha terdiri dari
usaha penginapan, rumah makan, perdagangan, jasa keuangan, jasa hiburan dan
jasa sosial. Kelompok industri berupa industri makan, tekstil, logam, permesinan
dan industri lainnya.
Sebagai pihak yang berwenang dalam mendistribusikan listrik, P.T. PLN
menggunakan alat yang disebut kWH meter untuk mengetahui besaran energi
listrik yang digunakan oleh konsumen. Pada umumnya kWH meter yang
digunakan oleh P.T. PLN adalah kWH meter jenis analog. kWH jenis analog
digunakan untuk listrik paskabayar atau konvensional. Disebut konvensional
karena untuk mengetahui jumlah daya dibutuhkan petugas pembaca meter yang
bertugas melakukan pencatatan data dan transfer ke database P.T. PLN.
Sistem listrik konvensional ini bercirikan pelanggan menggunakan listrik
terlebih dahulu dan membayar tagihannya pada bulan berikutnya. Sistem
perhitungan yang masih konvensional ini sering menimbulkan masalah, seperti
pelanggan listrik tidak disiplin dalam membayar tagihan rekening listrik tiap
bulan, kesalahan catat meter yang dilakukan oleh pegawai P.T. PLN dan
pencurian listrik.
Selain itu dengan sistem konvensional P.T. PLN harus menghitung dan
menerbitkan rekening yang harus dibayar oleh pelanggan, melakukan penagihan
kepada pelanggan yang terlambat atau tidak membayar, dan memutus aliran listrik
jika konsumen terlambat atau tidak membayar rekening listrik setelah waktu yang
ditentukan.Untuk mengatasi masalah ini, P.T. PLN mulai mencari alternatif solusi
dan pada tahun 2009 P.T. PLN mulai mengeluarkan dan menawarkan layanan
alternatif baru untuk pelanggan, yaitu listrik prabayar (LPB).
Listrik prabayar adalah sistem listrik yang menggunakan kWH meter
digital, dimana pelanggan harus membeli voucher khusus berupa token untuk
dapat menggunakan listrik dari P.T. PLN. Besar energi listrik yang telah dibeli
oleh pelanggan dimasukkan ke dalam meter prabayar (MPB). Dengan adanya
listrik prabayar diharapkan keluhan masyarakat mengenai melonjaknya
pemakaian listrik, pembacaan meteran yang tidak benar, kedatangan petugas
pencatatan meteran yang dianggap mengganggu, dan pemadaman listrik akibat
pelanggan telat membayar bisa terselesaikan. 10
Dengan layanan LPB diharapkan pelanggan dapat mengontrol sendiri
pemakaian listriknya. Namun, alternatif solusi dari P.T. PLN ini tidak serta merta
disambut baik oleh masyarakat. Masih ada sebagian masyarakat yang suka dengan
listrik paskabayar atau konvensional, dengan alasan tidak mau terlalu rumit
dengan urusan listrik, ingin tahu beres, dan sebagainya.
Ini merupakan tantangan bagi P.T. PLN harus bekerja ekstra untuk
mengenalkan dan meyakinkan listrik prabayar kepada seluruh lapisan masyarakat.
Karena target dari P.T. PLN yaitu 700.000 pelanggan listrik prabayar tahun ini.
Dari pelanggan tersebut, perusahaan P.T. PLN akan memperoleh pendapatan
sebesar lima triliun rupiah. 11 Hal ini yang melatarbelakangi peneliti untuk
melakukan penelitian terkait dengan kebijakan energi listrik prabayar.
9
Permen ESDM No 9 tahun 2014. hlm 3.
Tabloid Nova. 2013. Serba-serbi listrik prabayar.[diunduh2014Apr04]. Tersedia pada
www.tabloidnova.com/serba-serbi-listrik-prabayar
11
Wawancara Direktur Niaga dan Pelayanan PT PLN (Persero), Sunggu Aritonang.
10
5
Perumusan Masalah
Secara historis praktek bisnis korporasi di sektor energi listrik dimulai
tatkala perusahaan swasta mulai terlibat dalam memasok industri listrik melalui
P.T. PLN. Masuknya swasta dibidang kelistrikan dianggap sebagai upaya untuk
membantu pemerintah dalam menyediakan pasokan listrik bagi masyarakat.
Keterbatasan anggaran pemerintah merupakan kendala utama dalam
meningkatkan pasokan listik, sehingga swasta dianggap lebih mampu
menyediakan anggaran untuk menambah pasokan listrik.
Selain sektor swasta, lembaga keuangan internasional juga ikut
berkecimpung dalam bidang kelistrikan di Indonesia. International Monetary
Found (IMF) dengan Letter of Intent (LoI) mendesak adanya renegoisasi dengan
pihak swasta dan terbentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan. Dari LoI yang dibuat oleh IMF itu menginginkan penerapan
kompetensi dan peran swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Dalam
beberapa LoI dan dokumen terkait lainnya, pemerintah berkomitmen pada IMF
akan mengeluarkan undang-undang dan kerangka hukum lainnya untuk
menciptakan pasar listrik yang kompetitif, merestrukturisasi kelembagaan P.T.
PLN, perbaikan tarif listrik, perbaikan layanan listrik dan merasionalisasikan
pembelian listrik dari pihak swasta.
Asian Development Bank (ADB) juga tidak kalah gesitnya dengan IMF
dalam membantu lancarnya swastanisasi listrik di Indonesia. Selama kurang lebih
dari 5 dekade, ADB memberikan total 28 pinjaman dengan nilai lebih dari US$ 3
triliun untuk sektor kelistikan di Indonesi. 12
Selain IMF dan ADB, negara Jepang melalui Japan Bank of International
Cooperation (JBIC) ikut mendukung program reformasi sektor tenaga listrik di
Indonesia. Bentuk dukungan ini adalah JBIC sepakat mendanai program
restrukturisasi listrik Indonesia sebesar 400 juta Dollar Amerika sebagai bentuk
kerjasama internasional dengan pemerintah Indonesia. 13
Walaupun demikian hingga saat ini praktek keterlibatan langsung swasta
dalam penyediaan listrik belum terjadi di Indonesia. Salahsatu penyebabnya
adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 001-021-022/PUU-I/2003
yang menyatakan bahwa Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan tidak memiliki kekuatan mengikat.Oleh karenanya bisa
dikatakan hingga saat ini P.T. PLN masih menjadi satu-satunya penyedia energi
listrik di Indonesia. Masalah penyediaan listrik di Indonesia akan menjadi
tantangan besar bagi P.T. PLN dalam beberapa tahun kedepan.
Lembaga penelitian Business Monitor International (BMI) yang beralamat
di 85 Queen Victoria Street London EC4V 4AB UK merilis paper 64 halaman
berjudul Indonesia Power Report 2012 Includes 10 years forecast to 2021. Dalam
paper ini lembaga penelitian BMI juga menggunakan data yang bersumber dari
EIA, World Bank, dan Kementerian ESDM RI. Paper ini memuat data-data
estimasi dan perkiraan tentang listrik di Indonesia. Data kapasitas dan perkiraan
kapasitas pembangkit listrik Indonesia hingga tahun 2016 dijelaskan oleh tabel 1
12
Muhammad Suhud. 2002. Pertumbuhan Pemakaian Energi Listrik tahun 1997 – 2002. Lembaga
Penelitian Energi Universitas Trisakti. Jakarta hlm 24.
13
Widagdo Nugroho. 1999. Power Sector Restructuring In Indonesia. Lembaga Penelitian Energi
Universitas Trisakti. Jakarta. hlm 34.
6
Tabel 1. Data dan perkiraan kapasitas pembangkit listrik Indonesia (2008-2016)
2008
2009
2010
2011e
2012f
2013f
2014f
2015f
2016f
Total
Generation
(TWh)
140.23
146.86
155.97
170.60
184.24
198.44
214.01
230.63
247.62
Total
Generation,
Growth %
y-o-y
(TWh)
5.34
4.73
6.20
9.38
7.99
7.71
7.85
7.76
7.37
Total
Generation,
(kWH per
capita)
596.83
618.58
650.21
704.01
752.71
802.77
857.53
915.62
974.36
e = BMI estimate, f = BMI forecast
Sumber : Indonesia Power Report 2012 Includes 10 years forecast to 2021. BMI Ltd. London,
2012.
Lembaga penelitian Business Monitor International (BMI) juga meneliti
dan meramalkan tentang konsumsi listrik di Indonesia. Tabel 2 dibawah ini
menjelaskan kebutuhan akan listrik akan terus meningkat dari segi kuantitas
hingga tahun 2016.
Tabel 2. Data dan perkiraan konsumsi listrik Indonesia (2008-2016)
2008
2009
2010e
2011e
2012f
2013f
2014f
2015f
2016f
Net
Consumption
(TWh)
126.19
131.50
141.69
152.67
164.61
177.48
191.97
207.21
223.35
% Net
Comsumption
Growth,
y-o-y (TWh)
5.76
4.21
7.75
7.75
7.82
7.82
8.16
7.94
7.79
Net
Consumption
( kWH /capita)
537.08
553.88
590.70
630.03
672.52
718.01
769.22
822.66
878.88
e = BMI estimate, f = BMI forecast
Sumber : Indonesia Power Report 2012 Includes 10 years forecast to 2021. BMI Ltd. London,
2012.
Selain berusaha meningkatkan produksi listrik untuk menghadapi tantangan
konsumsi listrik masyarakat, P.T. PLN mengeluarkan beberapa kebijakan terkait
pelayanan. Di tahun 2013 P.T. PLN menciptakan Gogress, Gerakan Satu Juta
7
Sambungan dalam Sehari. Tujuan program Gogress adalah memangkas jumlah
daftar tunggu pemasangan listrik P.T. PLN.
Selain kebijakan Gogress P.T. PLN mengeluarkan kebijakan program
listrik prabayar. Bermula tahun 2002, ketika P.T. PLN dipimpin oleh direktur
utama Edi Widiono, berdasarkan surat edaran Direksi P.T. PLN (Persero) No
035.E/012/DIR/2001, tanggal 31 Desember 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Tarif Multiguna Listrik Prabayar. Produk ini diperkenalkan ke publik dan
diresmikan di tahun 2009 dengan Surat Direksi P.T. PLN (Persero)
No.010809/532/DITJB/2009, tanggal 13 Februari 2009 perihal implementasi
Listrik Prabayar, Keputusan Direksi P.T. PLN (Persero) No.300.K/DIR/2009,
tanggal 23 Desember 2009 perihal Ketentuan Akuntansi Listrik Prabayar, surat
Direksi P.T. PLN (Persero) No.001178/532/DITBMR/2010, tanggal 17 Februari
2010 perihal Implementasi Listrik Prabayar. 14Salah satu tujuan listrik prabayar
adalah meminimumkan resiko akan pencurian listrik dan kesalahan catat meter
oleh tenaga manusia.
Wilayah P.T. PLN Unit Distribusi Jawa Barat dan Banten menjadi pilot
project pelaksanaan kebijakan program listrik prabayar ini. 15 Hal ini membuat
Propinsi Jawa Barat menjadi pilot project kebijakan listrik prabayar di Indonesia
Di Tahun 2014, program ini telah berlaku di seluruh pelosok tanah air, termasuk
wilayah Nusa Tenggara Timur, yang rasio elektrifikasinya baru mencapai 34
persen pada tahun . 16
Provinsi Jawa Barat terdiri dari Kota dan Kabupaten. Kota Bogor sebagai
salahsatu kota padat di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebesar
1.004.831 jiwa 17 yang terdiri dari 510.884 laki-laki dan 493.947 perempuan dan
238.227 rumahtangga. 18 Kebutuhan listrik di Kota Bogor sangat besar. Hal ini
ditunjukan oleh jumlah pelanggan listrik sebesar 201.850 pelanggan dengan daya
tersambung 325.268.691 VA. 19 Tidak jauh berbeda dengan kota-kota lain di
Provinsi Jawa Barat. Pemakaian energi listrik di Kota Bogor didominasi oleh
kelompok pelanggan rumahtangga sebesar 0,43 % dari total seluruh pemakaian
listrik. 20
Peningkatan jumlah penduduk dan rumahtangga di Kota Bogor
menyebabkan semakin padatnya wilayah Kota Bogor. Dampak lain dari hal ini
adalah kenaikan permintaan listrik. Kenaikan permintaan listrik ini didasari oleh
meningkatnya jumlah rumahtangga di Kota Bogor. P.T.PLN melayani
pemasangan baru sambungan listrik konsumennya hanya dengan sistem prabayar.
Dengan demikian permintaan listrik prabayar yang diminta oleh rumahtangga
akan terus mengalami peningkatan.
P.T. PLN perlu mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi
permintaan listrik prabayar untuk membuat strategi pemasaran yang tepat sasaran.
14
P.T.PLN. 2012. kebijakan listrik pintar. hlm 4.
[ANTARA].2011.Pelanggan listrik prabayar Jabar-Banten 1,02 juta .[diunduh2014Apr04].
Tersedia pada www.antarajawabarat.com
16
[YLKI].2011. Dahlan Iskan dan revolusi listrik prabayar.[diunduh2014Apr04]. Tersedia pada
http://www.ylki.or.id/dahlan-iskan-dan-revolusi-listrik-prabayar.html
17
[BPS].2013. Kota Bogor dalam Angka.hlm 73
18
[BPS].2012. Kota Bogor dalam Angka.hlm 34.
19
[BPS].2011. Kota Bogor dalam Angka.hlm 242.
20
P.T. PLN.2013.Laporan Keuangan P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor.
15
8
Hingga saat ini Kota Bogor merupakan salahsatu wilayah pilot project listrik
prabayar. Setelah enam tahun menjalankan program listrik prabayar, keadaan
keuangan P.T. PLN. Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor belum
menunjukan perbaikan yang berarti. 21
Terkait dengan keadaan ini, perlu dianalisis apakah kebijakan energi listrik
prabayar lebih baik dari kebijakan energi listrik konvensional (P.T. PLN
Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor). Maka berdasarkan uraian di atas,
perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
Bagaimana profitabilitas kebijakan listrik prabayar dibanding listrik
konvensional sektor rumahtangga (Studi Kasus P.T. PLN distribusi
Jawa Barat dan Banten Area Bogor)
Apakah faktor-faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik
prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
2.
Menganalisis profitabilitas kebijakan listrik prabayar dibanding
listrik konvensional sektor rumahtangga (Studi Kasus P.T. PLN
distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor)
Menganalisis faktor – faktor yang memengaruhi permintaan energi
listrik prabayar sektor rumahtangga (Studi Kasus di Kota Bogor).
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
Hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi pelaksana
program untuk perbaikan dalam kinerja P.T. PLN dan pemerintah .
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian oleh
pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang energi listrik.
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
khususnya mengenai kasus-kasus dalam kebijakan listrik prabayar
Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implementasi kebijakan energi
listrik prabayar. Data penelitian diambil dari tahun 2012 sampai 2014. Penelitian
ini meneliti tentang kebijakan listrik prabayar yang baru pertama kali diterapkan
di Indonesia. Selain pada faktor profitabilitas, penelitian ini juga dilakukan untuk
mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi permintaan energi listrik
21
Wawancara dengan Hendra S Rijadi. Manajer P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area
Bogor. Tanggal 23 Mei 2014.
9
prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Studi Kasus dilakukan di Kota
Bogor Propinsi Jawa Barat (P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area
Bogor).
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa evaluasi
kebijakan listrik prabayar. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.
Data Primer yang diambil sesuai dari kebutuhan penelitian yaitu hasil dari
wawancara mendalam (in depth interview) dan data kuisioner. Data sekunder
yang digunakan diambil dari dokumen terkait pemberitaan media massa, hasil
penelitian, dokumen-dokumen hukum dan undang-undang (pemerintah) serta
Indonesian Corruption Watch, Indonesia Global Justice, Badan Pusat Statistik
dan Transparency International, Badan Pusat Statistik, World Bank Data, P.T.
PLN dan data lainnya yang relevan dengan penelitian.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini diuraikan berbagai pustaka yang menjadi dasar dalam penelitian.
Tinjauan pustaka terdiri dari pembahasan teori-teori, penelitian terdahulu, dan
kerangka pemikiran. Teori-teori yang dibahas adalah teori ilmu ekonomi energi
dan pembangunan ekonomi, teori pasar monopoli, teori permintaan, hukum
permintaan, variabel yang memengaruhi permintaan, variabel yang memengaruhi
permintaan listrik, rumahtangga sebagai konsumen dan rasio profitabilitas.
Penulisan tinjauan pustaka dalam pemikiran ini dimulai dengan pengkajian
beberapa teori yang berkaian dengan topik yang dibahas.
Teori yang dikaji tersebut sebagai landasan untuk menguji kebenarannya.
Selain itu juga dilakukan penelusuran terhadap setiap hasil penelitian terdahulu
yang terkait, sehingga dapat diketahui temuan dan model-model yang digunakan.
Setelah mengkaji berbagai teori dan penelitian terdahulu maka disusunlah suatu
kerangka pemikiran dari penelitian ini yang disajikan dalam bentuk diagam alur
penelitian.
Ilmu Ekonomi Energi dan Pembangunan Ekonomi
Ilmu ekonomi energi mempelajari energi dari pendekatan ekonomi dan
pembuatan kebijakan yang berhubungan dengan energi. Energi yang dimaksud
tentunya pengertian energi secara menyeluruh, meliputi energi fosil (Migas dan
Batubara) dan energi terbarukan (geothermal, surya, angin, air, dan lain-lain.)
Analisa-analisa yang berkaitan dengan suplai, permintaan, infrastruktur, dan
integrasi antara kebijakan-kebijakan energi dan parameter ekonomi seperti fiskal,
PDB, dan lain-lain. Ilmu ekonomi energi khas, karena merupakan kombinasi ilmu
ekonomi dan energi yang memiliki keterkaitan dengan kebijakan nasional. 22
22
Purnomo Yusgiantoro mengawali kuliah umumnya dengan topik "Peran Energi dalam
Perekonomian Indonesia". Kuliah umum ini diselenggarakan oleh Fakultas Teknik Pertambangan
dan Perminyakan (FTTM) ITB pada Jumat (05/11/10), bertempat di Aula Timur ITB.
10
Ekonomi
energi
(energy
economics)
adalah
melihat energi
sebagai sumberdaya dan komoditas yang harus diatur dari kacamata permintaan
(demand) dan cara memenuhi kebutuhan (supply). Disini melihat energi dalam
perspektif teoritis dan empiris terhadap permintaan energi secara individu dan
lintas sektor (industri, transportasi, bangunan, rumahtangga, dan sebagainya).
Yang menjadi bahasan pada studi ekonomi energi adalah tentang pasokan energi,
pasar energi, dan kebijakan publik yang memengaruhi pasar energi. Selain itu halhal yang berkaitan dengan pajak energi dan emisi, regulasi dan deregulasi harga,
konservasi dan efisiensi energi juga perlu dijadikan obyek diskusi.
Energi merupakan salahsatu aspek penting yang memengaruhi
perekonomian nasional Indonesia. Ketika orang berbicara mengenai sumberdaya
alam, sebenarnya merujuk pada kondisi kelangkaan. Era minyak bumi telah
beralih, dimana sekarang gas bumi telah menjadi sumber energi andalan di masa
depan. Penggunaan gas dianggap lebih murah dan potensinya banyak terdapat di
Indonesia. Di masa depan, teknologi dan pemikiran para ahli sangat dibutuhkan di
beberapa lapangan gas andalan seperti Masela, Natura, dan Donggi Senoro. 23
Dewasa ini, penerimaan negara dari sektor ESDM mencapai angka 24,1%
dari seluruh penerimaan negara pada tahun 2013. Angka tersebut menunjukkan
bahwa sektor ESDM memiliki peran penting dalam menunjang perekonomian
nasional. Untuk itu, ilmu ekonomi energi menjadi penting untuk dipelajari karena
memiliki keterkaitan dengan kebijakan nasional. Ekonomi energi mempelajari
sebuah teknik untuk memprediksi suatu model keuangan negeri dengan
menggunakan program khusus. Pemerintah sendiri memiliki program-program
konversi yang harus dilakukan untuk rumahtangga, industri, dan pembangkit.
Selain itu, program pemerintah lainnya adalah target untuk melakukan kebijakan
subsidi langsung dan menggalakkan kebijakan eksplorasi produksi.
Keterkaitan antara energi dan aktivitas perekonomian menghasilkan
persepsi yang berbeda-beda tergantung latar belakang teori, pendekatan, serta
ruang lingkup penelitian. Perekonomian modern mempunyai tren ketergantungan
terhadap energi, akan tetapi peranan energi dalam perekonomian sebetulnya
komplek dan dinamis.
Teori pertumbuhan neoklasik menjelaskan bahwa sebagian besar studi
mengeksplorasi kemungkinan adanya substitusi atau komplementer antara energi
dan faktor input lainnya serta interaksinya dalam memengaruhi produktivitas.
Menurut pandangan neoklasik ini, kontribusi energi terhadap perekonomian relatif
dilihat dari biaya produksinya.
Di lain pihak pandangan para ahli ekonomi ekologi, energi merupakan
kebutuhan mendasar bagi produksi. Dengan menerapkan hukum termodinamika,
perekonomian dipandang sebagai subsistem yang terbuka dari ekosistem global.
Sedangkan, teori neoklasik dipandang under estimate terhadap peranan energi
dalam aktivitas ekonomi. Oleh karenanya dalam memahami peran energi dalam
ekonomi, perlu membahas peran energi dalam konteks teori produksi.
Sumberdaya alam secara umum dibedakan menjadi sumberdaya yang dapat
diperbarui (renewable resources) dan sumberdaya yang tak terbarukan (nonrenewable or exhaustible resources). Namun suatu saat sumberdaya yang dapat
23
Ibid.
11
diperbarui dapat menjadi tidak dapat diperbarui, dikarenakan permintaan yang
terus meningkat sehingga laju pengurasan melebihi laju reproduksinya.
Dalam fungsi produksi, konsep dapat diperbarui merupakan kunci. Oleh
karenanya kelangkaan sumberdaya menjadi perhatian utama para ahli ekonomi.
Stok kapital, tenaga kerja dan beberapa sumberdaya alam sebagai input produksi
merupakan faktor yang dapat diperbarui, sementara sumberdaya energi yang
dipakai saat ini sebagian besar tidak dapat diperbarui.
Sumberdaya alam seharusnya digabungkan dengan faktor produksi lainnya
agar dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Sumberdaya alam lebih
menyerupai modal karena harus digali atau dikuras dahulu sebagai bahan mentah
sebelum dapat dipakai sebagai faktor produksi. Bersama dengan input lainnya
sumberdaya alam kemudian diolah menjadi barang yang siap dikonsumsi atau
digunakan untuk input produksi dalam menghasilkan barang dan jasa lainnya. 24
Dalam hal ini energi memiliki peranan penting sebagai determinan proses
produksi dan pertumbuhan.
Menurut hukum pertama termodinamika Stern dan Cleveland yang dikenal
sebagai ‘mass balance principle’, energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan.
Konsekuensinya untuk memproduksi sesuatu diperlukan input material lain.
Hukum kedua termodinamika ‘the efficiency law’ menyatakan energi diperlukan
dalam mentransformasi atau memindahkan barang.
Perspektif lainnya, dalam model ekonomi ekologi menempatkan energi
sebagai faktor primer yang telah disediakan oleh alam. Oleh karenanya stock
energi dalam kegiatan ekonomi yang mengalami degradasi seiring dengan waktu
dapat menjadi kendala, dan penyediaan energi dalam setiap periode menjadi
penting untuk diketahui. Dalam model biofisik, penyediaan energi mendapatkan
kendala geologi dan proses ekstraksi. Di lain pihak, kapital dan tenaga kerja lebih
diartikan sebagai aliran modal dan jasa tenaga kerja daripada sebagai stok.
Sehingga, pemakaian energi dihitung dari proses yang melekat pada biaya dari
aliran input tersebut. Dalam hal ini, nilai tambah kegiatan ekonomi dan harga
komoditas output dipengaruhi oleh rente ekstaksi energi dan biaya pemakaian
energi.
Model pertumbuhan ekonomi neoklasik yang mendasarkan analisisnya pada
fungsi produksi; Q = f (K, L; t). Solow menganggap bahwa pertumbuhan
ekonomi sebagai suatu proses yang berlangsung dengan kombinasi yang
bervariasi antar faktor-faktor produksi. Model pertumbuhan ekonomi Solow
mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki pengembalian skala konstan
(constan returns to scale), berlakunya tambahan hasil yang semakin menurun
pada setiap input (the law of diminishing returns to factor) dan elastisitas positif
penggantian antara setiap input. Pendapat ini sepenuhnya berpangkal pada
pemikiran aliran klasik yang menyatakan bahwa perekonomian akan tetap
mengalami tingkat kesempatan kerja penuh dan kapasitas alat-alat modal akan
tetap sepenuhnya digunakan dari masa ke masa.
Dalam teori neoklasik, teknologi dianggap sebagai faktor eksogen yang
tersedia untuk dimanfaatkan oleh semua negara di dunia. Dalam perekonomian
yang terbuka, semua faktor produksi dapat bertambah secara leluasa dan teknologi
24
Ibid.
12
dapat dimanfaatkan oleh setiap negara, maka pertumbuhan ekonomi di semua
negara di dunia akan konvergen, yang berarti kesenjangan akan berkurang.
Solow menunjukkan bahwa kesinambungan dapat dicapai dalam sebuah
model yang terbatas pada pemakaian nonrenewable resouces saat elastisitas
substitusi antara dua input terjadi dan kondisi teknis tertentu lainnya dipenuhi.
Stiglitz menggambarkan model yang sama dalam sistem ekonomi yang
kompetitif, menunjukkan pemanfaatan sumberdaya, konsumsi dan kesejahteraan
sosial akhirnya jatuh menuju nol. Kesinambungan terjadi ketika masyarakat
berinvestasi kembali untuk menggantikan sumberdaya alam yang menipis.
Sumberdaya energi yang langka diharapkan dapat diganti oleh lebih banyak
substitusi, atau “setara” dalam bentuk manusia atau kapital (orang, mesin, pabrik,
dan lain-lain). Kedua ahli ini menekankan pentingnya substitusi terhadap
pemakaian sumberdaya energi. Namun kenyataanya, perekonomian yang
kompetitif itu sendiri sulit terjadi, karena masyarakat cenderung meningkatkan
terus konsumsi, kendala harga (bahan baku dan biaya produksi) dan timbulnya
market failure. Pemahaman ini menjadi terbatas, karena belum memasukkan
adanya substitusi antar sumberdaya itu sendiri, misalkan penemuan-penemuan
baru serta pengembangan sumberdaya terbarukan.
Didalam ilmu ekonomi energi menurut Purnomo Yusgiantoro 25, salahsatu
komponen yang memengaruhi pembangunan ekonomi adalah jumlah pemakaian
energi secara nasional. Sektor energi yang paling memengaruhi adalah energi
listrik. Meningkatnya pemakaian energi listrik mendorong proses industrialisasi.
Permintaan energi listrik pada industri manufaktur untuk menjalankan mesinmesin cukup tinggi.
Teori Pasar Monopoli
Kata monopoli berasal dari bahasa Yunani yaitu monos berarti satu dan
polein yang artinya menjual. Secara teori monopoli diartikan sebagai suatu bentuk
interaksi antara permintaan dan penawaran di mana hanya ada satu
penjual/produsen yang berhadapan dengan banyak pembeli atau konsumen.
Sedangkan syarat terjadinya pasar monopoli adalah ketika suatu situasi dalam
pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau
komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi
perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis
tersebut. Dalam ilmu ekonomi, perusahaan atau unit usaha yang melakukan
monopoli disebut monopolis.
Adapun yang menjadi ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:
1.
Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli
itu, dan konsumen tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan
syarat jual beli.
2.
Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Barang yang dihasilkan
perusahaan monopoli tidak dapat digantikann oleh barang lain yang ada
didalam pasar. Barang-barang tersebut merupakan satu-satunya jenis
25
Ibid.
13
barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip yang dapat
menggantikan.
3.
Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri. Sifat ini
merupakan sebab utama yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai
kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan monopoli tidak akan
menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut.
Monopoli terjadi karena adanya barrier to entry (hambatan untuk masuk)
ke dalam pasar. Terdapat berbagai contoh yang menjadi hambatan
perusahaan lain memasuki pasar, yaitu hambatan teknis dan hambatan
legal. Hambatan teknis di antaranya ialah penguasaan teknologi atau
sumberdaya yang unik dan kepemilikan bakat manajerial yang unik.
Sedangkan yang termasuk hambatan legal ialah pemberian paten dan hak
monopoli eksklusif. 26
4.
Produsen dapat mempengaruhi penentuan harga. Oleh karena perusahaan
monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan
harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang
sebagai penentu harga.
5.
Promosi iklan kurang diperlukan. Oleh karena perusahaan monopoli
adalah satu-satunya perusahaan didalam industri, iklan tidak lagi bertujuan
untuk menarik pembeli, melainkan untuk memelihara hubungan baik
dengan masyarakat.
Sebagai perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan yang maksimum,
monopolis akan berproduksi pada titik di saat biaya marginal sama dengan
penerimaan marginal, yaitu pada Q m. Sebagai price maker, monopolis dapat
menetapkan harganya sebesar P m yang setara dengan willingness to pay
masyarakat untuk memperoleh komoditas sejumlah Q m (Gambar 1).
P
b
Pm
c
Pp
MC
a
MR
Qm
D
Q
W
Qp
Gambar 1. Pasar monopoli (Nicholson, 1991)
Pasar monopoli berbeda dengan pasar persaingan sempurna. Apabila
komoditas dijual secara kompetitif, maka jumlah output yang dihasilkan pasar
sebesar Q p . Kekuatan penawaran dan permintaan pasar yang kompetitif
menyebabkan harga keseimbangan terjadi pada P p . Perusahaan-perusahaan di
dalam pasar yang kompetitif berperan sebagai price taker. Pada persaingan
sempurna, harga yang terbentuk sama dengan biaya marginal produsen. Oleh
26
Walter Nicholson. 1991. Teori Ekonomi Mikro 1. Raja Grafindo Persada. Jakarta. hlm 53.
14
sebab itu, produsen terdorong untuk melakukan inovasi dalam upaya menekan
biaya produksinya.
Sementara itu, monopoli menyebabkan pasar tidak berjalan secara efisien
sebab harga tidak sama dengan biaya marginalnya. Output yang dihasilkan pasar
monopoli jauh lebih sedikit dengan harga yang lebih mahal daripada pasar
persaingan sempurna. Monopoli mengakibatkan terjadinya penurunan surplus
konsumen, dari awalnya sebesar P p cd menjadi P m bd. Sebagian surplus konsumen
dialihkan kepada produsen sebesar P m P p ab. SurpIus konsumen yang hilang dan
tidak dinikmati oleh siapa pun, sebesar abc, dinamakan dead weight loss. Inilah
yang menyebabkan alokasi sumberdaya pada monopoli tidak mencapai efisiensi
optimum.
Pada umumnya, monopoli memberikan dampak buruk bagi kesejahteraan
masyarakat. Hal ini terlihat oleh adanya dead weight loss akibat produksi yang
tidak efisien, yang menyebabkan hilangnya kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab
itu, diperlukan tindakan pemerintah untuk mengendalikan monopoli. Salahsatunya
adalah dengan mengeluarkan regulasi anti monopoli. Di Indonesia, telah dibentuk
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sejak tahun 2000. Lembaga ini
bertugas untuk mengawasi dan menindak pelaku usaha yang melakukan praktik
monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat yang menyebabkan pasar
didominasi oleh satu perusahaan. Tugas KPPU tersebut diatur dalam UU No. 25
tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Ada dua macam monopoli yang dikenal. Pertama adalah monopoli
artifisial dan yang kedua adalah monopoli alamiah. Monopoli artificial adalah
monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara
pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha
tersebut. Monopoli artifisial merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya
akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan
kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.
Jenis monopoli kedua, monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni
dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif
yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul
dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh
perusahaan lain.
Ada hal yang membuat suatu usaha memang harus dikelola secara
monopoli alamiah. Hal ini disebabkan karena usaha tersebut menguasai hajat
hidup orang banyak dan bersifat increasing return to scale. Artinya, biaya ratarata produksi komoditas akan menurun seiring banyaknya jumlah output yang
diproduksi. Dengan kata lain, produksi lebih baik dilakukan oleh satu perusahaan
dalam skala besar.Salahsatu contoh monopolis di Indonesia adalah P.T. PLN.
Biaya penyediaan listrik akan lebih murah jika produksinya dilakukan
hanya oleh satu perusahaan saja. Pada awal pembangunan pembangkit (instalasi)
listrik, biaya yang dikeluarkan perusahaan sangat mahal. Namun, arus dari listrik
tersebut dapat mengaliri banyak konsumen. Dengan demikian, biaya rata-rata
akan menurun dengan banyaknya jumlah konsumen yang dilayani.
Produksi listrik yang bersifat monopoli alamiah dicirikan oleh kurva biaya
rata-rata (AC) yang menurun. Hal ini dijelaskan oleh Gambar 2. Selain itu, kurva
biaya marginal (MC) juga menurun dan berada di bawah kurva AC. Sebagai
15
monopolis, perusahaan listrik yang bertujuan mencari keuntungan hanya akan
berproduksi pada Q m dan menetapkan harga di P m , yaitu pada titik perpotongan
biaya marginal dan penerimaan marginal.
Produksi listrik tidak mungkin dilakukan secara efisien seperti halnya
pada pasar persaingan sempurna. Sebab, pada perpotongan kurva demand dengan
biaya marginal, perusahaan justru akan merugi. Meski outputnya lebih besar
dibanding jika monopoli, namun harga produk menjadi lebih rendah dibanding
biaya rata-rata produksinya. Besarnya kerugian yang harus ditanggung monopolis,
jika berproduksi pada titik Q p ialah sebesar P p abc.
P
Pm
b
AC
a
MC
c
Pp
MR
Qm
D
Q
Qp
Gambar 2. Monopoli alamiah (Nicholson, 1995)
Fenomena monopoli alamiah menyebabkan pemerintah selaku
penyelenggara negara menghadapi dilema. Di satu sisi listrik merupakan
kebutuhan penting masyarakat. Biaya produksi listrik akan lebih murah jika
dipegang oleh satu perusahaan saja. Akan tetapi, di sisi lain jika pengadaan listrik
diserahkan kepada swasta akan berdampak listrik hanya akan tersedia dalam
jumlah terbatas (Q m ) dan harga relatif tinggi (P m ), mengingat orientasi bisnis
swasta adalah maksimisasi profit.
Di sisi lain, jika produksi listrik didorong efisien layaknya pasar
persaingan sempurna, dimana harga sama dengan biaya marginal, maka
perusahaan akan mengalami kerugian. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah
ini, pemerintah memberikan subsidi bagi perusahaan penyedia listrik sebesar
P p abc (Gambar 2) untuk menutupi kerugiannya. Kebijakan ini ditempuh untuk
menjamin setiap anggota masyarakat dapat mengonsumsi listrik dengan harga
terjangkau.
Dari contoh kasus di atas, bisa dikatakan monopoli alamiah pada dasarnya
memiliki karakteristik yang sama dengan monopoli pada umumnya, dimana
hambatan yang masuk ke pasar minimal disebabkan oleh tiga hal utama 27 ;
Pertama, pemerintah memberikan hak ekslusif kepada suatu perusahaan untuk
membuat barang atau jasa tertentu (state monopoly). Kedua, biaya produksi
barang tersebut untuk satu produsen lebih efisien daripada untuk banyak
produsen. Ketiga, penguasaan tertentu atas sebuah sumberdaya inti.
27
Gregory Mankiw. 2006. Makroekonomi Edisi 6. Erlangga. Jakarta. hlm 387.
16
Dalam menjalankan kebijakan, perusahaan monopoli alamiah biasanya
mengambil beberapa alternatif kebijakan yaitu 28 :
1. Penerapan diskriminasi harga (multiple pricing) bagi konsumen; bertujuan
menerapkan kompensasi bagi produsen monopoli dan mempertahankan harga
pada biaya marginal.
2. Mendapatkan subsidi senilai besaran surplus konsumen dari tingkat harga yang
ditetapkan.
3. Penetapan tingkat harga tertentu yang memungkinkan produsen monopoli
mendapatkan kembali modal dan keuntungan yang wajar.
Teori Permintaan
Permintaan merupakan keinginan konsumen terhadap barang atau jasa
yang disertai dengan kemampuan untuk membelinya (daya beli). Hal ini senada
dengan definisi yang dikemukakan oleh Vincent Gaspersz 29 yaitu permintaan
(demand) dapat didefinisikan sebagai kuantitas barang atau jasa yang rela dan
mampu dibeli oleh konsumen selama periode waktu tertentu berdasrkan kondisikondisi tertentu. Periode waktu disini dapat berupa satuan jam, satuan hari, satuan
minggu, satuan bulan, satuan tahun atau periode lainnya. Sedangkan kondisikondisi tertentu adalah berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan terhadap barang atau jasa itu.
Dilihat dari perspektif ilmu ekonomi, permintaan mempunyai pengertian
sedikit berbeda dengan pengertian yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Menurut pengertian sehari-hari permintaan diartikan secara absolut yaitu jumlah
barang yang dibutuhkan. Jalan pikiran ini berangkat dari titik tolak bahwa
manusia mempunyai kebutuhan. Atas dasar kebutuhan ini individu tersebut
mempunyai permintaan akan barang. Semakin banyak penduduk suatu negara
semakin besar permintaan masyarakat akan sesuatu jenis barang.
Teori permintaan yang paling sederhana yang kita pelajari dalam hukum
permintaan menyatakan bahwa pada keadaan Ceteris Paribus, jika harga suatu
barang naik, maka jumlah barang yang diminta akan turun dan sebaliknya bila
barang-barang tersebut turun.
Ada dua pendekatan untuk menerangkan mengapa konsumen berperilaku
seperti yang dinyatakan dalam hukum permintaan, yaitu :
a. Pendekatan marginal utility, pendekatan ini mempunyai asumsi-asumsi
1). Kepuasan setiap konsumen dapat diukur baik dengan uang maupun
dengan satuan lain kepuasan yang bersifat kardinal.
2). Berlakunya hukum Gossen (law of dimishing marginal utility), yaitu
semakin banyak suatu barang dikonsumsi, maka tambahan kepuasan
yang diperoleh setiap satuan tambahan yang dikonsumsi akan semakin
menurun.
3). Konsumen selalu berusaha untuk mencapai kepuasan total yang
maksimum.
b. Pendekatan indefferencce curve : pendekataan ini menekankan bahwa tingkat
kepuasan konsumen bisa dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah tanpa
28
29
Purnomo Yusgiantoro. 2000. Ekonomi Energi: Teori dan Praktik. LP3ES. Jakarta. hlm 110.
Gazperz Vincent. 1997 . Management Bisnis Total. PT. Gramedia. Jakarta. hlm 13.
17
menyatakan berapa lebih rendah atau lebih tingginya (merupakan kepuasan yang
bersifat ordinal). Pendekatan ini menganggap bahwa :
1). Konsumen mempunyai pola preferensi akan barang-barang konsumen
yang bias dinyatakan dalam bentuk indifference map atau kumpulan
dari indifference curve.
2). Konsumen mendapatkan kepuasan lewat barang yang dikonsumsi.
3). Ingin mengkonsumsi jumlah barang yang lebih banyak untuk
mencapai kepuasan yang lebih tinggi kurva indiferen adalah sebuah
kurva yang menghubungkan titik-titik yang memberikan tingkat
kepuasan yang sama. Kurva indiferen dapat digambarkan sebagai
berikut.
U
6
P
4
Q
3
R
I
0
1
2
T
3
Gambar 3. Kurva Indiferen (Karl E. Case & Ray C. Fair, 2002)
Gambar 3 disebut sebagai kurva indiferen akan memperjelas pendekatan
ordinal. Kombinasi T dan U yang semakin jauh dari titik asal semakin disukai
karena memberikan kombinasi yang lebih banyak dibandingkan dengan yang
lebih dekat terhadap titik asal. Gambar 3, menunjukkan bahwa kombinasi R juga
lebih disukai dari S, karena mengandung kombinasi Q lebih disukai dari S.
Kaidah ini hanya memberikan gambaran kasar tentang kesukaan
konsumen lebih menyukai suatu kombinasi dibandingkan kombinasi yang lain.
Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3, kurva di atas tidak dapat menjelaskan
kombinasi manakah yang lebih disukai oleh konsumen P, Q atau R. Berarti kurva
indiferen dapat dijabarkan sebagai suatu kurva yang menunjukkan kombinasi
antara T dan U yang mana sepanjang kurva indiferen memberikan kepuasan yang
sama bagi konsumen.
Bentuk (kemiringan) kurva indiferen seorang konsumen tentunya akan
berbeda dengan konsep yang dapat menjelaskan selera seorang konsumen adalah
tingkat subsitusi marjinal (TSM). TSM adalah nilai absolut kemiringan kurva
indiferen yang menunjukkan jumlah konsumsi produk yang bersedia dikurangi
untuk subtitusi dengan produk lain, sementara kepuasan yang diperoleh oleh
konsumen tetap sama.
Konsep TSM ini ditunjukan oleh gambar 3, konsumen bersifat indiferen
antara kombinasi P dan Q jika seseorang konsumen beralih dari kombinasi P dan
Q, maka dia harus mengurangi konsumsi U sebanyak 2 unit untuk menambah
konsumsi T sebanyak 1 unit. Dengan demikian jika pilihan konsumen berubah
18
dari P ke Q, maka TSM antara U dan T adalah 2. Jika seseorang konsumen beralih
dari Q ke R, konsumen mendapat tambahan produk T sebanyak 1 unit. Tetapi
jumlah U yang tersedia dikorbankan hanya sebesar 1 unit juga. Kaidah ini disebut
sebagai TSM yang menurun. TSM yang menurun artinya jumlah produk U yang
dikorbankan oleh seorang konsumen akan semakin kecil untuk dapat menambah
jumlah konsumsi produk T sebanyak 1 unit.
Faktor yang menjelaskan perubahan jumlah barang yang diminta sebagai
akibat dari turunnya harga barang dapat dijelaskan dengaan efek pendapatan dan
efek substitusi. Efek pendapatan adalah perubahan kuantitas barang yang diminta
jika terjadi perubahan pendapatan riil. Dengan turunnya harga, maka konsumen
tidak perlu mengeluarkan uang sebanyak ketika harga barang belum turun untuk
membeli dalam jumlah yang sama. Efek substitusi adalah perubahan kuantitas
suatu barang yang diminta jika ada perubahan harga, sedangkan pendapatan
disesuaikan agar tingkat kepuasan konsumen tetap seperti semula. Efek substitusi
akan mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak barang yang turun
harganya.
Teori permintaan dijadikan dasar untuk menganalisis permintaan terhadap
barang dan jasa. Analisis permintaan merupakan alat yang penting untuk :
a) Memahami respon harga dan kuantitas suatu komoditas terhadap perubahan
variabel – variabel ekonomi.
b) Menganalisis interaksi yang kompetitif antara penjual dan pembeli dalam
menghasilakan harga dan kuantitas suatu komoditas.
c) Menunjukkan kebebasan yang diberikan pasar pada konsumen dan produsen
d) Menganalisis efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar.
Suatu komoditas dihasilkan oleh produsen karena dibutuhkan oleh
konsumen dan karena konsumen bersedia membelinya. Konsumen mau membeli
komoditas–komoditas yang mereka perlukan itu apabila harganya sesuai dengan
ekspektasi atau keinginan mereka dan komoditas tersebut memiliki nilai guna
baginya. Selanjutnya, jika ditinjau dari segi kemampuan dan daya belinya, maka
permintaan dibagi atas 30:
a. Permintaan potensial, yaitu permintaan yang hanya menunjukan intensitas
kebutuhan seseorang akan guna suatu barang tanpa di sertai dengan daya beli.
b. Permintaan efektif, yaitu permintaan yang tidak hanya menunjukan adanya
intensitas kebutuhan juga disertai dengan daya beli.
Sedangkan jika ditinjau dari jumlah orang yang meminta maka permintaan
ini dibedakan atas 31:
a. Permintaan individual, yaitu permintaan yang datang dari seorang individu.
Permintaan individual ini dikaitkan oleh dua faktor yaitu:
1) Nilai dari cara mendapatkan dan menggunakan jasa.
2) Kemampuan untuk mendapatkan jasa.
b. Permintaan kolektif/permintaan pasar, yaitu permintaan yang dilakukan oleh
semua orang didalam pasar.
30
Abdullah, NS. 1987. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bandung. Forum Pengkajian dan Pengembangan
Pendidikan Ekonomi Dan Koperasi Program Pendidikan Koperasi. IKIP Bandung. Bandung. hlm 23.
31
Abdullah, NS. 1987. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bandung .Forum Pengkajian dan Pengembangan
Pendidikan Ekonomi Dan Koperasi Program Pendidikan Koperasi. IKIP Bandung. Bandung. hlm 25.
19
Hukum Permintaan
Perilaku konsumen yang sederhana dapat dijelaskan dalam hukum
permintaan yang menyatakan bahwa bila harga suatu barang naik ceteris paribus,
maka jumlah barang yang diminta konsumen tersebut akan turun dan sebaliknya
jika harga barang tersebut turun maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen
akan naik. Definisi dari ceteris paribus adalah bahwa semua faktor –faktor lain
yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta dianggap tidak berubah.
Kenaikan harga dan permintaan seperti tersebut diatas disebabkan oleh 32 :
1. Kenaikan harga menyebabkan pembeli mencari barang yang lain yang dapat
digunakan sebagai pengganti atas barang yang mengetahui kenaikan harga,
demikian sebaliknya.
2. Kenaikan harga menyebakan pendapatan riil para pembeli berkurang. Setiap
penurunan harga suatu barang tanpa ada perubahan atas harga barang lain atau
pendapatan yang diterimanya selalu berarti kenaikan pendapatan riil, yaitu
jumlah barang yang dibeli. Gejala ini dinamakan efek penurunan harga.
Kemudian apabila kuantitas barang yang diminta cenderung turun apabila
harga naik, terdapat dua alasan 33 :
a) Efek subtitusi
Apabila harga sebuah barang naik, maka konsumen akan menggantikannya
dengan barang – barang yang serupa lainnya.
b) Efek pendapatan
Apabila harga naik maka konsumen menganngap bahwa dirinya sekarang lebih
miskin daripada sebelumnya dan sebaliknya apabila harga turun maka
konsumen akan menganggap dirinya lebih berkecukupan dibanding
sebelumnya.
Hukum permintaan ada kalanya tidak berlaku, yaitu jika harga suatu
barang naik justru permintaan terhadap terhadap barang tersebut meningkat. Ada
tiga kelompok barang dimana hukum permintaan tidak berlaku, yaitu:
1) Barang yang memiliki unsur spekulasi, yaitu barang-barang yang dapat
menyebabkan seseorang menambah pembeliannya pada saat harga naik.
Mereka mengharapkan harga akan naik lagi pada saat harga barang itu naik,
sehingga mereka akan memperoleh keuntungan. Contohnya emas, saham.
2) Barang prestise, yaitu barang yang dibeli seseorang karena adanya unsur
gengsi, meskipun harganya naik, permintaan terhadap barang tersebut tetap
meningkat. Contohnya mobil mewah, lukisan dari pelukis terkenal.
3) Barang giffen adalah barang yang jumlah permintaannya berkurang apabila
harganya turun. Hal ini disebabkan efek pendapatan yang negatif dari barang
giffen lebih besar dari pada naiknya jumlah barang yang diminta karena
berlakunya efek substitusi yang selalu positif.
32
Lincolin Arsyad. 1996. Ekonomi Manajerial untuk Manajemen Bisnis. Edisi Ke Tiga. BPFEYogyakarta. Yogyakarta. hlm 26 – 27.
33
Samuelson, Paul A,William D. Nordhaus. 1992. Mikro Ekonomi. Penerbit Erlangga.Jakarta.hlm
107.
20
Fungsi Permintaan
Suatu fungsi permintaan dapat diderivasi dari fungsi dayaguna atau dari
fungsi pengeluaran. Fungsi permintaan yang diderivasi dari fungsi dayaguna
(utility) disebut dengan fungsi permintaan Marshallian. Fungsi permintaan
Marshallian (Marshallian Demand Function) pertama kali dikenalkan oleh
ekonom inggris bernama Alfred Marshall pada tahun 1880. Fungsi permintaan ini
mengambarkan permintaan terhadap barang oleh konsumen dengan menganggap
penghasilan uang konsumen konstan. Sehingga fungsi ini disebut juga dengan
nama money income held constant demand function.
Fungsi permintaan Marshallian diperoleh dari derivasi maksimisasi
dayaguna dengan batasan (constraint) penghasilan uang yang dimiliki oleh
konsumen. Fungsi ini dapat ditulis sebagai berikut 34:
Maksimumkan : U = U(X 1 ....X n )
(1)
Batasan
: M= p 1 . X 1 +...+ p n . X n (1)
(2)
Penyelesain maksimisasi ini dapat dilakukan dengan metode Langrange
(L). Sehingga dengan persamaan Langrangian didapat persamaan sebagai berikut:
L = U(X 1 ....X n )+ λ(M-p 1 . X 1 -...-p n . X n )
(3)
Dari maksimisasi ini dapat diperoleh :
X 1 *= X1M (p 1 ...p n , .M)
(4)
Untuk menyederhanakan konsep permintaan ini, diasumsikan bahwa
barang yang dikonsumsi adalah barang X 1 dan X 2 . Maka untuk fungsi permintaan
barang X 1 adalah :
X 1 *= X 1 M(p 1 .M) =
𝑀
2𝑝1
(5)
Dan fungsi permintaan barang X2 adalah :
X 2 *=
X 2 M(p 2 .M) =
Dimana :
U
X 1 ....X n
p 1 ...... p n
M
𝑀
2𝑝2
(6)
: Dayaguna (utilitas)
: Barang yang dikonsumsi
: Harga pasar kompetisi barang X 1 ...X n
: Penghasilan uang yang konstan
Fungsi permintaan ini merupakan fungsi dari harga (p 1 ) dan penghasilan
uang (M). Harga barang dan penghasilan uang adalah hal yang dapat diobservasi
34
Josep Krisharianto dan Joni Hartono. 2002. Kajian Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi,
Perdagangan Internasional, dan Foreign Investment demand. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.hlm
129.
21
(observable) dibandingkan dengan dayaguna yang tidak dapat diobservasi
(unobservable). Hal inilah yang merupakan kelebihan dari fungsi permintaan
Marshallian. Dengan asumsi semua penghasilan dikonsumsi, maka permintaan
konsumen akan meningkat dari (X 1 *) 0 ke (X 1 *) 2 . Hal ini diilustrasikan oleh
gambar 4.
Dalam fungsi permintaan marshallian ini dapat diketahui bahwa (MRS)
𝑈𝑖
𝑃𝑖
adalah 𝑈𝑗 dan bernilai sama dengan rasio harga𝑃𝑗. Marginal Rate of Subtitution
(MRS) ini menunjukkan slope dari utilitas pada nilai optimal. Rasio harga
menunjukkan slope dari batasan anggaran yang dimiliki oleh konsumen. Slope
yang sama dapat diderivasi sebuah fungsi dengan sumbu X 1 dan X 2. Hal ini
menggambarkan utilitas maksimum dari pemilihan konsumsi pada suatu tingkat
pendapatan tertentu dan dengan tingkat harga yang konstan.
Gambar 4. Permintaan marshallian (Lipsey, 1996)
Kurva dari fungsi tersebut membentuk kurva pendapatan-konsumsi
(income consumption curve) atau jalur pendapatan konsumsi (income
consumption path). 35 Jalur pendapatan konsumsi untuk barang normal dapat
dilihat di gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan jalur pendapatan konsumsi untuk masing-masing
nilai X 1 *dan X 2 *dengan menganggap p 1 dan p 2 konstan dan pendapatan konsumen
bervariasi dari M 1 , M 2 , dan M 3 . Karena pendapatan bervariasi sedang hargaharga barang konstan, maka garis anggaran (budget line) akan bergeser secara
paralel. Jalur pendapatan konsumsi dibentuk dengan menghubungkan titik- titik
konsumsi optimal untuk masing-masing tingkat pendapatan.
Minimalisasi fungsi pengeluaran dapat disebut pula fungsi permintaan
Hicksian. Fungsi permintaan ini didapat dari harga output p dan dayaguna U.
Fungsi permintaan ini juga disebut dengan compensated demand function atau
income-compensated demand function
35
Josep Krisharianto dan Joni Hartono. Kajian Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi,
Perdagangan Internasional, dan Foreign Investment demand. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. hlm
134.
22
Gambar 5. Jalur pendapatan konsumsi untuk barang normal (Lipsey, 1996 )
Masalah minimalisasi pengeluaran dapat dinyatakan sebagai berikut :
Minimumkan:M= p 1 .X 1 +...+p n .X n
Batasan
: U = U (X 1 ,..., X n )
(7)
(8)
Penyelesaian minimalisasi ini dapat dilakukan dengan persamaan
Langrange (L), sehingga didapat persamaan berikut :
L = p 1 . X 1 +...+p n ...X n +λ(U-U(X 1 ,..., X n ))
(9)
Fungsi Permintaan Hicksian dapat diperoleh dari proses minimalisasi
pengeluaran dengan batasan dayaguna yang diinginkan. Dari proses minimalisasi
pengeluaran ini dapat diperoleh bentuk fungsi permintaan Hicksian sebagai
berikut :
X 1 *= X 1 H (p.U)
(10)
Untuk menyederhanakan konsep permintaan ini, diasumsikan bahwa
barang yang dikonsumsi adalah barang X 1 dan X 2. Kemudian untuk fungsi
permintaan barang X 1 adalah :
P2
X 1 * = X 1 H(p 1 .p 2 .U) = �U P1�
½
P
Dan fungsi permintaan barang X 2 adalah :
(11)
23
P1
X 2 * = X 2 H(p 1 . p 2 .U) = �U P2� ½
Dimana :
U
: Dayaguna
X 1 ...X n
: Barang yang dikonsumsi
p 1 ......p n
: Harga pasar kompetisi barang X
P
(12)
Proses minimalisasi pengeluaran ini merupakan duality dari proses
maksimisasi dayaguna dengan batasan penghasilan yang menghasilkan fungsi
permintaan Marshallian. Fungsi minimalisasi pengeluaran dapat dituliskan:
M =p 1 .X 1 + p 2 .X 2 + .... + p n .X n
(13)
Dengan mensubtitusikan nilai X 1 *, X 2 *, ..., X n * optimal ke fungsi
pengeluaran, maka akan didapatkan fungsi pengeluaran minimum:
M*= M*(p 1 , ..., p n , U)
(14)
Untuk menyederhanakan konsep permintaan ini, diasumsikan bahwa
barang yang dikonsumsi adalah barang X 1 dan X 2. Dengan mensubtitusikan nilai
P2
X 1 * = �U P1�
½
P
P1
dan X 2 * = �U P2�
½
P
dari fungsi permintaan Hicksian, maka
fungsi pengeluaran minimumnya:
M*= 2(p 1 .p 2 .U) ½
Di mana:
U
X 1 ....X n
p 1 ...... p n
M
(15)
: Dayaguna
: Barang yang dikonsumsi
: Harga pasar kompetisi barang X
: Penghasilan uang yang konstan
Berbagai barang yang ada di pasar dalam kenyataannya mempunyai nilai
dan harga. Dengan demikian permintaan suatu barang didukung oleh daya beli
konsumen. Pada dasarnya ada dua macam permintaan yaitu permintaan efektif
dan permintaan potensial. Permintaan efektif diartikan sebagai permintaan yang
didasarkan pada daya beli, sedangkan permintaan potensial didasarkan hanya
kepada kebutuhan konsumen.
Daya beli konsumen didasari atas dua hal, yaitu : besar kecilnya
pendapatan yang siap dibelanjakan dan tingkat harga barang. Sehingga
permintaan dapat diartikan sebagai fungsi dari semua harga dan pendapatan.
Harga disini adalah harga barang itu sendiri dan harga barang lain (subtitusi dan
komplementer), sedangkan pendapatan adalah besar kecilnya pendapatan setiap
rumahtangga. 36
36
Walter Nicholson. 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Bina Rupa Aksara.
Jakarta. hlm 68.
24
Secara matematis, fungsi permintaan dapat ditulis dalam bentuk :
X 1 * = D 1 (P 1 , P 2 , …P n , I)
X 2 * = D 2 (P 1 , P 2 , …P n , I)
X n * = D n (P 1 , P 2 , …P n , I)
Di mana :
X 1 *, X 2 *, …, X n *
D 1 , D 2 ,…, D n
P 1 , P 2 , …, P n
I
(16)
(17)
(18)
: Dayaguna tingkat X 1 , X 2 , …, X n yang optimum
: Permintaan barang
: Harga barang
: Pendapatan
Dalam bentuk fungsi permintaan ini dapat diramalkan jumlah tiap barang
yang akan dibeli dengan berbagai perubahan dalam harga atau pendapatan.
1. Perubahan Dalam Pendapatan
Apabila pendapatan bertambah, otomatis bagian dari pendapatan yang akan
dibelanjakan juga akan bertambah, sehingga jumlah barang yang bisa dibeli juga
meningkat. Ilustrasi mengenai hal ini dapat dilihat dalam gambar 6 dibawah ini :
Gambar 6. Efek perubahan pendapatan (Mankiw,2006)
Dalam gambar 6 dijelaskan bahwa jika pendapatan meningkat dari I 1
menjadi I 2. akibatnya kombinasi barang yang dibeli berubah dari (X 1 , Y 1 )
menjadi (X 2 ,Y 2 ). Jika naik lagi menjadi I 3 , maka (X 3 , Y 3 ) yang akan dipilih.
2. Perubahan Dalam Harga Barang Sendiri
Efek perubahan harga terhadap jumlah barang yang dibeli lebih kompleks
analisanya jika dibandingkan dengan efek perubahan pendapatan. Hal ini
disebabkan kerena perubahan harga tidak hanya menyebabkan perubahan posisi
garis anggaran, tetapi juga menyebabkan perubahan dalam slope garis anggaran
tersebut.
25
Gambar 7. Efek perubahan harga terhadap jumlah yang dibeli (Mankiw, 2006)
Jika harga berubah, ada dua efek yang bisa diamati. Pertama, efek
subtitusi, dan kedua, efek pendapatan. Efek subtitusi, di mana barang itu dibeli
lebih banyak sewaktu bergerak di sepanjang kurva indiferen, dan efek pendapatan
juga menyebabkan pembelian lebih banyak karena turunnya harga menyebabkan
naiknya pendapatan riil konsumen dan dengan demikian bisa pindah ke kurva
indiferen yang baru (yang memberikan utilitas lebih tinggi). Argumentasi yang
sama bisa digunakan untuk kasus di mana harga barang normal naik, di mana
jumlah barangyang dibeli berkurang sewaktu harga turun 37.
Dengan sejumlah pendapatan untuk dibelanjakan, maka kombinasi
(X*,Y*) yang akan dipilih, sebab kombinasi ini memberikan tingkat kepuasan
yang paling maksimum (gambar 7). Pada titik A atau (X 1 , Y1) kurva indiferen U 1
bersinggungan dengan garis kendala yang sesuai dengan anggaran I=P x1 X+P y Y.
Jika harga barang X turun dari P x1 menjadi P x2 , maka kendala anggaran tersebut
berubah manjadi I=P x2 X+P y Y dan kombinasi yang dipilih sekarang adalah titik B
(X**, Y**) sebab pada titk B ini garis anggaran yang baru bersinggungan dengan
kurva indiferen U 2 . Berubahnya slope garis anggaran yang dikarenakan naiknya
harga barang X akan mendorong konsumen untuk pindak dari titik A ke A1 jika
ingin tetap pada kurva indiferen U 1 yang sama. Perpindahan dari A ke A1 disebut
efek subtitusi. Perpindahan dari A1 ke B untuk kasus perubahan perubahan dalam
pendapatan.
Dengan turunnya harga barang X, maka konsumen seolah-olah
mempunyai pendapatan yang lebih besar, karena sekarang konsumen dapat
membeli kombinasi barang yang lebih baik dengan tingkat utilitas yang lebih
tinggi. Perpindahan dari A1 ke B disebut efek pendapatan. Namun perlu disadari
bahwa perpindahan yang terjadi tidaklah benar dari A ke A1 dan kemudian dari A1
ke B. pada kenyatannya kita tidak pernah mengamati titik A1, melainkan hanya
posisi optimal saja, yaitu titik A dan B
37
Walter Nicholson. 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Bina Rupa Aksara.
Jakarta. hlm 81-82.
26
Gambar 8. Efek pendapatan dan efek substitusi (Nicholson, 2002 )
. Konsep efek pendapatan dan efek subtitusi ini sangat berguna untuk
menunjukkan pengaruh perubahan harga terhadap jumlah barang X yang dibeli
dalam dua konsep yang berbeda.
Analisa yang juga dapat digunakan jika terjadi kenaikan harga. Hal ini
dapat digambarkan secara grafis seperti dalam gambar 8. Gambar 8 diatas
memperlihatkan garis anggaran bergeser ke arah dalam sebagai peningkatan harga
barang X dari PX1, ke PX 2 . Perpindahan dari A ke B dapat kita amati sebagai
berikut.
Pertama, jika orang tersebut dapat bertahan pada kurva indiferen U 2 , tetap
ada kecenderungan untuk mensubtitusikan X terhadap Y, dan kombinasi A
ditukar dengan kombinasi A1. Tetapi pada kenyataannya hal ini tidak mungkin
terjadi, sebab daya beli orang tersebut berkurang sebagai akibat naiknya harga X
tersebut. Dengan demikian konsumen tersebut terpaksa pindah pada kombinasi
baru yang memberikan utilitas yang lebih rendah, yaitu B. Perpindahan dari A ke
A1 disebut efek subtitusi, dan dari A1 disebut efek pendapatan.
Menurut Langmore dan Dufty 38 dalam analisis permintaan energi listrik
rumahtangga, listrik diasumsikan dan termasuk barang normal. Hal ini
mengakibatkan perubahan harga atau tarif listrik langsung memengaruhi tingkat
pendapatan. Jika harga listrik naik, konsumen rumahtangga akan mengurangi
permintaan atau pemakaian energi listrik karena kenaikan harga ini menyebabkan
pendapatan riilnya turun yang sekaligus mengurangi daya beli. Dalam hal ini yang
38
Langmore, M., and Gavin Difty. 2004. “Domestic Electricity Demand Elasticities, Issues for the
Victorian Energy Market”.[diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www. vinnies.org.au /files
/vic./domestic.pdf.
27
bekerja adalah efek pendapatan sesuai dengan konsep teori permintaan
Marshallian. Implikasi dari pengurangan permintaan energi listrik terjadi maka
pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik pun akan berkurang. Karena
itulah, dalam penelitian ini menggunakan teori permintaan Marshallian.
Elastisitas Pendapatan
Ada beberapa macam elastisitas dari faktor yang memengaruhi
permintaan seperti elastisitas harga, elastisitas pendapatan, dan elastisitas silang.
Dibawah ini akan dijelaskan elastisitas permintaan terhadap pendapatan
Elastisitas pendapatan didefinisikan sebagai perubahan relatif dari jumlah
barang yang diminta konsumen karena adanya perubahan pendapatan. Elastisitas
pendapatan dapat di formulasikan sebagai berikut 39:
ey =
𝑑𝑄
𝑄
𝑑𝑌
𝑌
𝑑𝑄 𝑌
=
Di mana :
ey
dQ
dY
Y
Q
𝑑𝑌 𝑄
(19)
: Elastisitas pendapatan
: Perubahan jumlah permintaan
: Perubahan pendapatan
: Pendapatan
: Jumlah yang diminta
Elastisitas pendapatan bersifat positif terhadap barang normal. Berarti
barang normal adalah semua barang yang permintaannya bertambah ketika
pendapatan masyarakat bertambah (memiliki elastisitas permintaan positif).
Sedangkan barang inferior adalah barang yang jumlah permintaannya akan turun
seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat.
Elastisitas pendapatan digunakan untuk mengklasifikasikan barang-barang
kedalam barang mewah dan barang kebutuhan pokok. Biasanya komoditas yang
diukur sebagai barang mewah mempunyai elastisitas pendapatan yang lebih besar
dari satu (e y > 1). Dan komoditas yang diukur sebagai barang kebutuhan pokok
mempunyai elastisitas pendapatan yang lebih kecil dari satu (e y < 1). Faktorfaktor penentu dari elastisitas pendapatan adalah :
a. Sifat alami kebutuhan yang meliputi : persentase pendapatan yang dibelanjakan
untuk makan berkurang ketika pendapatan meningkatan (hal ini dikenal dengan
hukum Engel dan yang telah digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan
tahap perkembangan dari ekonomi).
b. Tingkat awal pendapatan negara. Sebagai contoh, komputer merupakan barang
mewah di negara belum berkembang atau negara miskin, sedangkan barang ini
merupakan berang kebutuhan pokok di negara yang mempunyai pendapatan
perkapita yang tinggi.
c. Periode waktu, karena pola konsumsi menyesuaikan pendapatan karena
perubahan waktu.
39
A Koutsoyiannis. 1989.Modern Microeconomics Theory,.Mc.Graw Hill. hlm 49.
28
Rumahtangga Sebagai Konsumen
Di suatu perekonomian konsumen bertindak sebagai pemakai barang dan
jasa untuk dikonsumsi. Konsumen adalah semua anggota masyarakat yang
menerima uang dan kemudian membelanjakan untuk pembelanjaan barang dan
jasa. Konsumen pada umumnya terdiri dari individu atau perorangan dalam
masyarakat dalam kenyataannya sebagian besar terkumpul dalam suatu
rumahtangga.
Lipsey mengatakan sebuah rumahtangga didefinisikan sebagai semua orang
yang bertempat tinggal dalam satu bangunan serta atap dan memuat keputusan
keuangan bagi mereka. Sedangkan pengertian rumahtangga menurut Sadono
Sukirno adalah pemilik dari berbagai faktor produksi yang tersedia dalam
perekonomian.
Lipsey merumuskan rumahtangga yaitu rumahtangga mengambil keputusan
yang konsisten seperti rumahtangga itu terdiri dari satu orang, sehingga dapat
dikatakan bahwa rumahtangga merupakan titik pusat perilaku konsumen;
rumahtangga secara konsisten berusaha memperoleh keputusan maksimal atau
utilitas dalam batas sumberdaya yang tersedia; rumahtangga merupakan pemilik
utama faktor produksi yang dijual pada perusahaan dan menerima penghasilan
sebagai imbalannnya. Menurut Sadono 40, pada umumnya rumahtangga
menggunakan penghasilannya untuk 2 macam tujuan, yaitu membeli berbagai
macam barang atau jasa yang diperlukan memungkinkan rumahtangga menjadi
konsumen.
Hubungan Permintaan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga adalah konsumsi rumah tangga yaitu semua
nilai barang jasa yang diperoleh, dipakai atau dibayar oleh rumah tangga tetapi
tidak untuk keperluan usaha dan tidak untuk menambah kekayaan atau investasi.
Secara umum kebutuhan konsumsi rumah tangga berupa kebutuhan pangan dan
non pangan, dimana kebutuhan keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang
terbatas lebih dahulu mementingkan kebutuhan konsumsi pangan, sehingga dapat
dilihat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah sebagian besar
pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hal ini dikenal
dengan hukum angel. Namun demikian seiring pergeseran peningkatan
pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk pangan akan menurun dan
meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan nonpangan.
Kebutuhan listrik adalah kebutuhan non pangan. Jumlah pengeluaran
listrik dipengaruhi oleh permintaan kumulatif rumahtangga terhadap listrik. Oleh
sebab itu bisa dikatakan bahwa permintaan listrik rumahtangga berbanding lurus
dengan pengeluaran rumahtangga terhadap listrik Di Indonesia, sangat sedikit
konsumen listrik yang mengetahui jumlah (quantity) dan harga (price) listrik yang
digunakan dalam rumagtangga. Masyarakat menganggap permintaan listrik adalah
biaya yang dikeluarkan untuk membayar tagihan listrik perbulan.
40
Sukirno, Sadono.2003. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. hlm
28.
29
Karateristik Energi Listrik : Bentuk Beban dan Tarif
Dalam buku berjudul prinsip-prinsip ekonomi energi karangan A.W Culp
yang berjudul prinsip-prinsip konservasi energi dijelaskan bahwa energi listrik
merupakan energi yang berkaitan dengan aliran atau akumulasi muatan listrik.
Energi listrik merupakan bentuk energi yang sangat berguna karena dengan
mudah dapat diubah ke hampir semua bentuk energi dengan efisiensi konversi
yang tinggi, misalnya energi panas, energi mekanik, dan lain-lain. Yusgiantoro
dalam bukunya yang berjudul ekonomi energi : teori dan praktek menyatakan
bahwa energi listrik termasuk dalam energi sekunder dan komersial yang dapat
dipakai dan diperdagangkan dalam skala ekonomis.
Energi listrik merupakan kebutuhan pokok yang sama pentingnya dengan
kebutuhan-kebutuhan lain dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya di Indonesia
yang berada di garis khatulistiwa yang beriklim tropis, energi listrik digunakan
untuk berbagai tujuan seperti sumber energi barang-barang elektronik, sumber
tenaga pembangkit energi operasi (mesin-mesin), penerangan, alat pemanas,
pendingin (air conditioning/AC), alat pengawet (kulkas), pompa air, memasak,
penggilingan, telekomunikasi, dan lain sebagainya.
Energi listrik memiliki karakteristik berbeda dengan energi lainnya. Energi
listrik sebagai suatu komoditi harus dibangkitkan seketika (diproduksi) dan
langsung disalurkan kepada pemakai akhir. Kadir dalam bukunya berjudul
distribusi dan utilisasi tenaga listrik, menyatakan bahwa secara umum usaha
penyediaan usaha tenaga listrik, sebagai suatu teknologi dari produksi, transmisi
dan distribusi tenaga listrik, merupakan suatu monopoli alamiah dengan
karakteristik-karakteristik berikut : 1) bekerja dengan skala ekonomi yang
menguntungkan, 2) dengan peningkatan daya, harga produk per satuan akan
turun.
Karakteristik-karakteristik ini menyebabkan bahwa pengukuran, penetapan
harga, ataupun penentuan tarif menjadi lebih sulit dibandingkan dengan barangbarang lainnya. Hal inilah yang membuat perusahaan listrik memiliki sifat
monopoli alamiah memerlukan intervensi pemerintah terutama dalam penetapan
harga (diskriminasi harga) dan jumlah tenaga listrik yang harus diproduksi. Sifat
energi listrik sebagai monopoli alamiah juga dikemukakan oleh Nahata et al
dalam penelitian yang dilakukan di Rusia. 41
Watson 42 menyatakan bahwa energi listrik termasuk barang yang tidak
dapat diraba atau dilihat (intangible), diproduksi dan dibeli secara terus menerus
serta listrik tidak dikonsumsi sebagai suatu produk akhir. Listrik merupakan
input-antara yang digunakan pada aktivitas ataupun proses yang menghasilkan
produk-akhir, bersama-sama dengan barang kapital dan jasa lainnya.
Berdasar beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa energi listrik
memiliki karakateristik yang unik yang berbeda dari produk-produk energi lain di
41
Nahata, B., Alexei Izyumov, Vladimir Busygin, and Anna Mishura. 2004. “An Application of
Ramsey Model in Transition Economy : A Russian Case Study”. Center for Emerging Market
Economies. College of Business and Public Administration, University of Louisville. USA.
[diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://econwpa.wnstl.edu/eps/get/papers/0307.pdf
42
Watson, A. ; Howard Viney ; Patrick Schomaker. 2002.“Consumers Attitudes to Utility Products :
A Consumer Behaviour Perspective “, Marketing Intelligence & Planning (MIP), Vol. 20, Iss. 7,
2002.hlm.394.
30
Indonesia, yaitu tidak dikonsumsi sebagai produk akhir, bersifat monopoli
alamiah, tidak dapat disimpan atau tidak memiliki persediaan, dan harus
diproduksi secara terus menerus.
Di sisi lain energi listrik memiliki kharakteristik beban. Beban energi listrik
(electric load) adalah permintaan energi listrik dari suatu peralatan listrik untuk
memperoleh tenaga (energi) dari sistem utilisasi listrik yang digunakan untuk
berbagai tujuan seperti penerangan, pemanasan, pendingin, penggerak mesinmesin, alat komunikasi dan lain-lain. Adapun ukuran dalam unitnya dalah
voltampere atau watt, kilowatt (ribuan watt) atau megawatt (jutaan watt). Selain
electric load juga dikenal beban puncak (peak load). Menurut Philipson dan
Willis 43 beban puncak adalah jumlah permintaan tenaga maksimum yang terjadi
ketika adanya penggunaan yang simultan dari semua konsumen atau adanya
penggunaan alat-alat listrik pada posisi-posisi maksimum.
Bentuk beban listrik dibedakan berdasarkan kelompok atau jenis
konsumennya yang terdiri atas 1) konsumen rumahtangga, 2) konsumen
komersial/bisnis, 3) konsumen industri/pabrik. Kadir 44 mengungkapkan
karakteristik beban tersebut berbeda pada setiap kelompok konsumennya
tergantung pada waktu penggunaannya. Hollen 45 menyatakan bahwa konsumsi
listrik terjadi pada tiga sektor utama, yaitu 1) listrik yang dikonsumsi oleh
rumahtangga termasuk dalam residential sector, 2) commercial sector mencakup
konsumsi listrik untuk kegiatan-kegiatan bisnis non-manufaktur seperti bangunanbangunan kantor, rumah sakit, toko-toko eceran, restoran, pergudangan, dan lainlain, 3) listrik yang dikonsumsi oleh kegiatan-kegiatan bisnis manufaktur
termasuk dalam industrial sector.
Faktor yang Memengaruhi Permintaan Listrik Sektor Rumahtangga
Banyak faktor yang memengaruhi permintaan dan penggunaan energi listrik
sektor rumahtangga. Pola dan dasarnya penggunaan energi listrik akan berbeda
untuk setiap kelompok konsumennya yang tergantung pada dua faktor, yaitu 1)
untuk objek apa energi listrik tersebut digunakan, dan 2) waktu penggunaan
(hours load). 46
Pendapatan Terhadap Permintaan Energi Listrik
Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan
selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Begitu
43
Philipson, L., Lee Willis.1999. Understanding Electric Utilities and De-Regulation. Marcel Decker
Inc., New York, USA. hlm 71.
44
Kadir A. 2000. Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik. Penerbit UI Press. Jakarta. hlm 56.
45
Hollen, D. 2001. “Economic and Electricity Demand Analysis and Comparison of the Council’s
1995 Forecast to Curent Data”. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www: nw
council.org/library/2001/2001-23.pdf.
46
Philipson, L., Lee Willis. 1999. Understanding Electric Utilities and De-Regulation, Marcel
Decker Inc. New York.USA. hlm 70.
31
halnya terhadap listrik, variabel utama yang berpengaruh.pada permintaan energi
listrik rumahtangga adalah pendapatan rumahtangga. 47
Pendapatan yang meningkat dalam suatu keluarga akan mendorong
peningkatan permintaan energi listrik begitu pula sebaliknya. Dalam jangka
pendek, perubahan dalam pendapatan dan harga listrik dapat memengaruhi
permintaan konsumsi energi listrik dengan mengubah intensitas penggunaan alatalat listrik, sedangkan dalam jangka panjang rumahtangga mempunyai
kesempatan untuk melakukan penyesuaian terhadap stok alat-alat listrik terutama
dalam menghadapi perubahan pendapatan. 48
Jumlah Alat yang Menggunakan Listrik Terhadap Permintaan Energi
Listrik
Permintaan energi listrik rumahtangga (residential/household electricity
energy demand) merupakan suatu derivasi permintaan yang didasarkan atas
permintaan dasar untuk jasa-jasa alat alat listrik (appliances) dalam
rumahtangga 49. Energi listrik (electrtricity) digunakan rumahtangga untuk
penerangan, pendingin, pemanas yang diperoleh dari barang-barang elektronik
yang mneggunakan listrik. Pemanfaatan energi listrik untuk menghasilkan jasa
energi tersebut dapat dilihat dalam bentuk end-use. 50.
Pemanfaatan end-use dapat dilihat dalam bentuk : 1) kapasitas dan
efisiensi (daya) peralatan listrik, 2) tingkat saturasi (kepemilikan atau jumlah)
peralatan listrik, dan 3) tingkat utilisasi/intensitas (lama penggunaan) peralatan
listrik. 51. Dalam penelitian selama ini, estimasi variabel jumlah alat-alat elektronik
biasanya dilakukan dengan memperhitungkan jumlah peralatan elektronik yang
dimiliki rumahtangga saja seperti penelitian yang dilakukan oleh Reiss. 52
Dalam bentuk model diharapkan tanda koefisien variabel jumlah (stok)
barang yang menggunakan listrik adalah positif (β > 0), yaitu semakin banyak
jumlah alat yang menggunakan listrik yang digunakan dan semakin tinggi tingkat
penggunaannya,jumlah permintaan energi listrik rumahtangga akan semakin
meningkat, dan sebaliknya.
47
Joskow, P. L., 1998, “Electricity in Transition”, The Energy Journal, Vol. 19, No. 2.hlm 25-52.
Wilder, R. P., and John F. Willenborg. 1975. “Residential Demand for Electricity : A Consusmer
Panel Approach”, Southern Economic Journal, Vol. 42, Issue 2, Oct. 1975. hlm 212-217.
49
Langmore, M., and Gavin Difty, 2004, “Domestic Electricity Demand Elasticities, Issues for the
Victorian Energy Market”. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www. vinnies.org.au /files
/vic./domestic.pdf.
50
Guertin, C., Subal C. Kumbhakar, and Ananta K. Duraiappah, 2003, “Determining Demand for
Energy Services : Investigating Income-Driven Behaviours”, International Institute for Sustainable
Development, 161 Portage Avenue East, 6th Floor Winnipeg, Manitoba, Canada.
[diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www. iisd.org/pdf/2003/energy determiningdemand.pdf
51
Chang, Chun Kyung, 1984, An Econometric Model of Monthly Peak Load : Case Study for An
Electric Utility System, Dissertation, The University of Oklahoma, Graduate College, USA. Hlm 14.
52
Reiss, P. C., Matthew W.White, 2001, “Household Electricity Demand, Revisited”,
[diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www.nberg.org/
48
32
Variabel-Variabel Demografik Terhadap Permintaan Energi Listrik
Permintaan energi listrik suatu rumahtangga tidak hanya merefleksikan
pendapatan dan harga, jumlah alat yang menggunakan listrik, tetapi juga
merefleksikan karakteristik-karakteristik demografik dan sosial dimana
rumahtangga berada, karena hal ini dapat memengaruhi fungsi utilitas
rumahtangga. 53
Secara umum, jumlah anggota rumahtangga dan jumlah orang yang tinggal
dalam rumahtangga pada suatu daerah tertentu merupakan variabel penting dalam
menentukan dengan penggunaan atau permintaan energi listrik rumahtangga.
Namun, selain jumlah secara fisik, yang paling penting untuk diamati adalah
bagaimana perilaku rumahtangga dapat memengaruhi penggunaan atau
permintaan listriknya. Oleh karena itu, informasi yang berhubungan dengan
karakteristik-karakteristik rumahtangga sangat diperlukan untuk mengestimasi
kebutuhan atau permintaan energi listrik rumahtangga. Hal itu karena
berhubungan dengan kepemilikan dan intensitas alat-alat listrik yang pada
gilirannya memengaruhi penggunaan energi listrik.
Telah banyak studi yang memasukkan karakteristik rumah tangga ini ke
dalam model permintaan energi listrik rumahtangga. Misalnya, variabel tingkat
pendidikan oleh Damsgaard. 54 Variabel jumlah anggota oleh Filippini dan
Pachauri. 55 Pada umumnya, tanda koefisien dari tiap-tiap karakteristik
rumahtangga bisa positif atau negatif. 56 Misalnya, jika jumlah keluarga bertambah
dapat menaikkan jumlah permintaan energi listrik, tetapi bisa juga terjadi
sebaliknya, yaitu pertambahan jumlah anggota keluarga dapat menghemat energi
listrik sehingga permintaan menjadi berkurang.
Semakin tinggi pendidikan anggota keluarga mungkin akan semakin
meningkatkan jumlah permintaan listrik, tetapi bisa juga terjadi pada anggota
yang berpendidikan rendah justru terjadi pemborosan energi listrik. Hal-hal
seperti ini bisa terjadi untuk variabel-variabel karakteristik rumah tangga lainnya.
Karakteristik Bangunan Rumah atau Perumahan (Housing Characteristics)
Terhadap Permintaan Energi Listrik
Pentingnya untuk memasukkan variabel-variabel karakteristik bangunan
rumah dalam estimasi permintaan energi listrik karena berhubungan dengan
penggunaan alat-alat listrik sebagaimana dikemukakan oleh Barnes et al. 57
53
Anderson, K. P. 1973. Residential Demand for Electricity : Econometrics Estimates for California
and the United States. Journal of Business. Vol. 46, Issue 4. October 1973. USA.hlm 526-532.
54
Damsgaard, N., 2003, “Residential Electricity Demand : Effects of Behavior, Attitudes and
Interest”, Department of Economics, Stockholm School of Economics. [diunduh2014Juli04].
Tersedia pada http://www.damsgaard.com.files/demand.pdf.
55
Filippini, M., Shonalil Pachauri, 2004, “Elasticities of Electricity Demand in Urban Indian
Households”, Energy Policy, Vol. 32, Iss. 3, February 2004. hlm 429.
56
Maddigan, R. J., Wen S. Chern, and Colleen Gallagher Rizy, 1983, “Rural
Residential Demand for Electricity”, Land Economics, Vol. 59, No. 2. May 1983.hlm 150-162.
57
Barnes, R., Robert Gillingham, and Robert Hagemann, 1981,“The Short-run Residential Demand
for Electricity,.The Review of Economics and Statistics, Vol. 63, Issue 4, November 1981.hlm 541552.
33
Karakteristik bangunan rumah atau perumahan yang mempengaruhi permintaan
energi listrik terdiri atas tiga jenis, yaitu 1) tipe bangunan rumah, 2) ukuran
bangunan rumah, dan 3) aksessibilitas terhadap listrik. 58 Ukuran bangunan rumah
dapat dikategorikan dalam 1) luas bangunan, 2) jumlah ruangan atau kamar,
sedangkan aksessibilitas listrik menunjukkan ratio elektrifikasi.
Sudah banyak studi yang telah memasukkan variabel-variabel karakteristik
bangunan rumah dalam estimasi permintaan energi listrik rumahtangga. Sexton
dan Sexton59 menggunakan luas bangunan, bentuk/tipe bangunan. Tanda
koefisien yang diharapkan dari variabel karakteristik bangunan rumah ini adalah
positif (β > 0).
Perhitungan kWH Listrik Konvensional dan Prabayar di Indonesia
Layanan P.T. PLN (Persero) ke pelanggan adalah membangkitkan,
mendistribusikan dan menjual daya listrik arus bolak-balik, dengan kapasitas daya
yang disebut daya semu (kVA), dimana besar kecilnya daya aktif (kW) dan daya
reaktif (kVAr) dipengaruhi adanya faktor daya 60 ,dari sifat beban (alat-alat listrik),
lamanya penggunaan beban akan menentukan besar kecilnya energi listrik (kWH)
dan (kVArh) yang dipakai. Dalam operasionalnya mempunyai dua kategori waktu
operasi yaitu Waktu Beban Puncak (WBP), dari jam 17.00 s/d 23.00, waktu
lainnya disebut Luar Waktu Beban Puncak (LWBP.) 61.
Dewasa ini P.T. PLN (Persero) telah memberlakukan sistem pembayaran
pemakaian energi listrik (rekening listrik) dengan sistem Prabayar. Sistem ini
bahwa pelanggan listrik P.T. PLN (Persero), akan melakukan pembayaran
rekening listrik di muka sebelum pelanggan memakai energi listrik, dengan cara
melakukan pembelian semacam pulsa handphone (HP), pulsa ini disebut “Token”
dengan harga satuan seperti pada Tarif Dasar Listrik (TDL). Sedangkan untuk
sistem “Pascabayar” merupakan sistem pembayaran rekening listrik konvensional.
Sistem pascabayar atau konvensional ini hanya memiliki dua komponen
biaya, yaitu :
a.Biaya pemakaian listrik (Rp./kWH).
b.Biaya Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU).
Sistem Pascabayar atau sistem konvensional mempunyai beberapa
komponen biaya yang terdiri dari:
a.Biaya beban (Rp./kVA).
b.Biaya pemakaian listrik (Rp./kWH).
c.Biaya pajak penerangan jalan umum(PPJU).
d.Biaya administrasi.
58
ibid
Sexton, R. D., and Terri A. Sexton. 1987. “Theoritical and Methodological Perspectives on
Consumer Response to Electricity Information”, The Journal of Consumer Affairs, Vol. 21, No. 2.
hlm 238-257.
60
Charles S. Siskind.1966. Electrical Machines Direct Current and Alternating Current Second
EditionMc Graw-Hill International Book. hlm 246-248.
61
P.T. PLN. Tarif Daftar Listrik. Lampiran Peraturan Menteri ESDM. Nomor : 09 Tahun 2014
Tanggal 1 Mei 2014
59
34
Untuk melakukan analisis perbandingan pemakaian kWH energi listrik
dasar yang digunakan adalah ketentuan Tarif Dasar Listrik (TDL.) 2014, merujuk
Lampiran Peraturan Menteri ESDM Nomor : 09 Tahun 2014, Tanggal 1 Mei 2014
yang masih berlaku sampai sekarang (lihat lampiran 11).
Rasio Profitabilitas
Perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja perusahaannya
dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Peningkatan
produktivitas merupakan langkah yang diambil perusahaan dalam rangka untuk
memperoleh keuntungan (Profit).
Kemampuan perusahaan untuk tetap dapat bersaing dalam kompetisi
dengan perusahaan-perusahaan lainnya, menuntut perusahaan untuk dapat
meningkatkan profitabilitas. Pengertian profitabilitas adalah rasio yang melihat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. 62 Profitabilitas menurut
Munawir 63 merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh laba.
Banyak jenis rasio profitabilitas yang digunakan untuk memahami kondisi
perusahaan. Menurut Soemarso 64 yang dimaksud dengan analisa rasio
profitabilitas adalah hasil akhir dari berbagai keputusan dan kebijakan yang
dijalankan perusahaan. Analisa rasio profitabilitas memberikan jawaban akhir
tentang efisien tidaknya perusahaan dalam menghasilkan laba. Sedangkan
menurut Harahap 65 analisa rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan
perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber dana yang
ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal dan jumlah karyawan.
Dari beberapa pengertian diatas bisa dikatakan bahwa analisa rasio
profitabilitas adalah gambaran akhir dari kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba atau jawaban akhir tentang efisien tidaknya perusahaan
menghasilkan laba.
Untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan digunakan rasio-rasio
profitabilitas, Riyanto 66. mengemukakan bahwa rasio-rasio profitabilitas
merupakan rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan
dan keputusan-keputusan (Net Profit Margin On Sales, Return on total asset,
Return on net Worth dan lain sebagainya). Rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset
dan modal tertentu. Ada tiga rasio yaitu : Net Profit (NPM) Margin, return on total
assets (ROA) dan Return On equity (ROE).
Menurut Riyanto 67. Jenis rasio profitabilitas untuk mengukur tingkat
profitabilitas adalah sebagai berikut :
a. Gross Profit Margin
62
Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan. UPP AMP YPKN .
Yogyakarta.hlm 75.
63
Munawir, S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. LIBERTY. Yogyakarta. hlm 152.
64
Soemarso. 2002. Akuntansi Suatu Pengantar 2. Salemba Empat. Jakarta. hlm 446.
65
Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. hlm 55.
66
Bambang, Riyanto. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta.hlm 331.
67
Bambang, Riyanto. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta. hlm 335.
35
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Operating Income ratio (operating profit margin)
Operating ratio
Net Profit Margin
Earning Power of Total Investment (Rate of return on total asset)
Net earning power ratio (Rate of retun on Investment / ROI)
Rate or return for the owners (Rate of return on Net Worth).
Dalam penelitian ini rasio profitabilitas yang akan digunakan dalam
menganalisis profit kebijakan listrik prabayar dan konvensional adalah rasio net
profit margin. Hal ini dikarenakan keterbatasan dan keterjangkauan peneliti dalam
mendapatkan data sekunder dari P.T. PLN distribusi Jawa Barat dan Banten yang
berasal dari laporan laba rugi dan laporan penjualan listrik prabayar dan
konvensional. Adapun rumus menghitung net profit margin yang digunakan
adalah 68
Net profit margin = Net profit after taxes x 100 %
Sales
dimana :
Net profit margin
: Keuntungan bersih (%)
Net profit after taxes : Keuntungan bersih setelah dikurangi pajak (Rp)
Sales
: Penjualan (Rp)
(20)
Struktur laporan laporan laba rugi terdiri dari :
Pendapatan :
Penjualan bersih ditambah pendapatan bunga adalah total pendapatan.
Beban-beban :
Beban sewa, beban pemasaran, beban operasional, beban hutang, beban
bunga, beban asuransi, beban penyusutan, beban perlengkapan.
Setelah mengurangkan pendapatan dan harga pokok penjualan maka
didapat laba kotor. Hasil pengurangan laba kotor dengan beban-beban disebut
laba bersih. Untuk mendapat laba bersih setelah pajak dilakukan perngurangan
laba bersih dengan nilai total pajak dikurangi tiga puluh persen dari total pajak.
Penelitian Terdahulu
Secara umum penelitian-penelitian terdahulu mengenai kebijakan energi
listrik di Indonesia adalah meneliti kebijakan energi listrik konvensional, penulis
tidak banyak menemukan penelitian tentang kebijakan listrik prabayar.
Kebanyakan penelitian tentang kebijakan energi listrik menjelaskan studi kasus
kenaikan tarif dasar listrik, kelayakan usaha, manajerial, kepuasan pelanggan dan
peramalan metode penjualan. Sebagai landasan penelitian ini, peneliti
menjelaskan penelitian tentang permintaan energi listrik yang dilakukan oleh
Hafnida, Wilder et al, Jung, Akmal dan Stern dan Nababan.
68
Lukman Syamsudin. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan Konsep Aplikasi dalam :
Perancangan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. PT. Grafindo Persada. Jakarta.
36
Penelitian yang dilakukan oleh Hafnida 69 yang berjudul “Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Permintaan Jumlah Daya Listrik Di Kota Medan”.
Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 45 orang. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan timbal balik (saling
mempengaruhi satu sama lain), hubungan satu arah atau tidak ada hubungan sama
sekali antara jumlah alat yang menggunakan listrik, jumlah tanggungan keluarga
dan luas bangunan rumah terhadap permintaan jumlah daya listrik di Kota Medan.
Penelitian ini menggunakan model analisa regresi liner. Model persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Y = f (X 1 , X 2 , X 3 )
(21)
Dengan spesifikasi model sebagai berikut :
Y = α + β1X1+ β2X2+ β3X3+ μ
Dimana:
Y
Α
β 1 ,β 2 ,β 3
X1
X2
X3
μ
(22)
= jumlah daya listrik (VA)
= intercept/konstanta
= koefisien regresi
= jumlah alat yang menggunakan listrik (unit)
= jumlah tanggungan keluarga (orang)
= luas bangunan rumah (m2)
= kesalahan pengganggu/terms error
Data yang ada diolah dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 5.
Hipotesis yang digunakan adalah semakin tinggi jumlah alat yang menggunakan
listrik, jumlah tanggungan keluarga dan luas bangunan rumah maka semakin
tinggi pula permintaan jumlah daya listrik.
Dengan mengetahui hubungan diantara variabel-variabel, kaedah OLS
digunakan untuk melakukan estimasi. Hasil estimasi menunjukkan jumlah alat
yang menggunakan listrik, jumlah tanggungan keluarga dan luas bangunan rumah
berpengaruh signifikan terhadap permintaan jumlah daya listrik.
Wilder at al 70 mengestimasi permintaan energi listrik pada rumahtangga
dengan menggunakan data sekunder dalam bentuk data bulanan di Carolina
Selatan, USA selama tahun 1980. Model persamaan tunggal estimasi permintaan
energi listrik rumahtangga yang dibuat adalah :
(23)
Keterangan :
E
69
= konsumsi energli listrik (bulanan),
Hafnida. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Jumlah Daya Listrik Di Kota
Medan. Tesis. Magister Ilmu Ekonomi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
70
Wilder, R. P., Joseph E. Johnson, and Rhyme R. Glenn, 1992, “Income Elasticity and Residential
Demand for Electricity”, The Journal of Energy and Development, Vol.16.hlm 1-13.
37
Vj
Y
XR
Aj
= indeks penggunaan alat-alat listrik kategori j
= pendapatan (tahunan),
= vektor variabel eksplanatoris,
= dummy variabel untuk alat-alat listrik (appliances).
Kelebihan model ini adalah telah dibedakannya penggunaan alat-alat listrik
berdasarkan kategori seperti kulkas (freezer), pengering (dryer), pencuci piring
(dishwasher), AC terpusat (central air conditioning), dan AC terbuka (window air
conditioning), sehingga diperoleh informasi tentang tingkat intensitas masingmasing alat-alat listrik. Kelemahan penelitian initerletak pada belum
dimasukkannya variabel harga energi listrik dalam model estimasi.
Jung 71 mengestimasi permintaan energi listrik rumahtangga di Korea
Selatan menggunakan data cross section dari data primer 9349 unit rumahtangga.
Fungsi permintaan listrik rumahtangga dispesifikasi sebagai berikut :
E = β0+ β1 P + β2Y + β3 SPA + β4 NFAM + β5 AGE + μ
Keterangan :
E
P
Y
SPA
NFAM
AGE
(24)
= permintaan listrik rumahtangga (logistic distribution)
= harga rata-rata listrik
= pendapatan rata-rata per bulan
= luas bangunan rumah
= jumlah anggota rumahtangga
= usia kepala rumahtangga
Puji 72 melakukan penelitian berjudul Analisis Faktor-Faktor yang
Memengaruhi keputusan Penggunaan Sistem Listrik Prabayar Sektor
Rumahtangga Diwilayah Semarang Selatan. Tujuannya adalah mengetahui faktor
yang paling mendominasi antara faktor psikologis, faktor sosial, dan faktor
pribadi/personal dalam memengaruhi keputusan penggunaan sistem listrik
prabayar PLN dan juga untuk mengetahui persepsi konsumen mengenai sistem
listrik prabayar. Penelitian ini dilakukan melalui deskriptif research.
Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 94 responden yang diambil
dengan teknik purposive sampling. Skala pengukurannya dengan skala Likert.
Pengumpulan data dengan metode wawancara menggunakan alat guiding question
dan kuesioner. Analisis data menggunakan uji analisis faktor dengan program
SPSS 16.0.
Perhitungan statistik dapat disimpulkan bahwa variabel faktor
pribadi/personal (X3) dominasinya sangat kuat, dengan perolehan nilai sebesar
0.766. Variabel faktor psikologis (X1) dominasinya kuat, dengan perolehan nilai
sebesar 0.692. Variabel faktor sosial (X2) dominasinya cukup kuat, dengan
perolehan nilai sebesar 0.515.
71
Jung, T.Y., 1993,”Ordered Logit Model for Residential Electricity Demand in Korea”, Energy
Economics, Vol.15. hlm 205-209.
72
Puji .2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi keputusan Penggunaan Sistem Listrik
Prabayar Sektor Rumahtangga Diwilayah Semarang Selata. DIPONEGORO JOURNAL OF SOCIAL
AND POLITIC. Hlm 1-9.
38
Akmal dan Stern 73 menyatakan bahwa permintaan terhadap energi seperti
listrik, gas, dan bahan bakar lainnya, akan dipengaruhi oleh harga energi itu
sendiri, harga barang substitusi dan komplementer, serta pendapatan. Konsumsi
energi juga dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Mereka melakukan penelitian
terhadap permintaan rumahtangga untuk ketiga energi tersebut (listrik, gas, bahan
bakar) di Australia dengan menggunakakan data dari tahun 1969 sampai 1999
(sebanyak 116 kuartal). Mereka memodelkan permintaan energi sebagai berikut :
(25)
Keterangan :
E it
= konsumsi energi i riil,
P jt
= indeks harga energi (yang berhubungan dengan indeks harga
konsumen)
Yt
= pengeluaran per kapita rumahtangga terhadap konsumsi energi
riil
= dummy variableuntuk variabel-variabel lain (cuaca, musim),
Xq
𝜇 it
= error terms.
R
Model di atas diestimasi dengan menggunakan dynamic OLS. Hasil
penelitian tersebut menyimpulkan bahwa harga dan pendapatan berpengaruh
signifikan terhadap permintaan energi. Sedangkan variabel cuaca hanya
berpengaruh signifikan terhadap permintaan gas saja. Rumahtangga sensitif
terhadap variasi harga energi. Elastisitas harga listrik sebesar -0,95, gas -0,70, dan
bahan bakar 1,3. Elastisitas harga silang antara energi listrik dan gas adalah positif
yang menggambarkan bahwa kedua jenis energi tersebut saling substitusi.
Penelitian juga pernah dilakukan oleh Nababan 74 dengan judul “Permintaan
Energi Listrik Rumahtangga” dengan melakukan penelitian di Kota Medan.
Model penelitian ini diestimasi dalam dua bentuk yaitu model dasar dan model
pengembangan. Model dasar akan menggunakan variabel-variabel independen
pokok (dasar) sebagaimana telah diestimasi oleh penelitian-penelitian terdahulu,
yang meliputi variabel-variabel pendapatan (PENDPTN), harga (WTPKWH),
jumlah alat listrik (INDALIST), jumlah anggota keluarga (JAKEL), jumlah
ruangan/kamar dalam rumah (JUMRUANG), harga energi lain sebagai substitusi
listrik (HBLBBM dan HBLGAS) , dan ras (ETNIS) . Sementara, dalam model
pengembangan variabel-variabel independen akan ditambah dengan variabelvariabel lainnya, terutama variabel-variabel yang berhubungan dengan
demografik rumahtangga yang belum pernah diestimasi sebelumnya ataupun yang
sudah pernah diestimasi, tetapi masih perlu dikembangkan.
Model yang digunakan adalah
1). Model Dasar :
73
Akmal, M., and David I. Stern, 2001, “Residential Energy Demand in Australia : An Application
of Dynamic OLS”. Department of Economics, Australian National University, Canberra, Oktober
2001, [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www. een.anu.edu.au/downloadfiles/eep.0104.pdf
74
Tongam Sihol Nababan. 2008. Permintaan Energi Listrik Rumahtangga (Studi Kasus Pada
Pengguna Kelompok Rumahtangga Listrik P.T. PLN (Persero) di Kota Medan). Disertasi. Program
Studi Ilmu Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang (tidak dipublikasikan)
39
PELRTstrata j = f (PENDPTN, WTP, INDALIST, JAKEL, JUMRUANG, HBLBBM,
HBLGAS, ETNIS).
2). Model Pengembangan :
PELRTstrata j = f (PENDPTN, WTPKWH, INDALIST, JAKEL,JUMRUANG,
HBLBBM, HBLGAS, ETNIS, PEKERJN, TIPENDIK, KEKEL, LOKASI,
LAYANAN).
Kesimpulan penelitian ini permintaan energi listrik rumahtangga
dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh variabel-variabel pendapatan,
indeks alat listrik, jumlah anggota keluarga, jumlah ruangan/kamar, harga bahan
bakar minyak, dan kegiatan keluarga, serta dipengaruhi secara negatif dan
signifikan oleh variabel willingness to pay (WTP) per kWH. Dari lima variabel
demografik (pekerjaan, tingkat pendidikan, kegiatan keluarga, lokasi, layanan)
yang ditambahkan pada model dasar (Model II) hanya variabel kegiatan keluarga
yang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan energi listrik
rumahtangga untuk setiap strata. Hal ini mengindikasikan bahwa frekuensi
kegiatan merupakan variabel utama yang memengaruhi permintaan energi listrik
rumahtangga.
Studi tentang analisis model permintaan dan peramalan kebutuhan energi
listrik rumahtangga di Indonesia dengan menggunakan data time series periode
1975 – 2000 pernah dilakukan oleh Sunandar 75. Model estimasi permintaan energi
listrik rumahtangga dispesifikasikan dengan :
E = β0 + β1Y + β2 P + β3 R + μ
(26)
E adalah konsumsi energi listrik kelompok rumahtangga (GWh), Y adalah
pendapatan nasional per kapita, P adalah harga jual rata-rata listrik kelompok
rumahtangga (Rp/kWH), dan R adalah ratio elektrifikasi (%). Model permintaan
diestimasi dengan persamaan tunggal dengan menggunakan OLS. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa pendapatan nasional per kapita, harga jual rata-rata listrik,
dan ratio elektrifikasi mempengaruhi permintaan energi listrik rumahtangga
secara signifikan.
Jika dilihat penelitian-penelitian terdahulu diatas, estimasi permintaan
energi listrik rumahtangga dispesifikasikan dalam bentuk persamaan tunggal dan
persamaan simultan. Dalam penelitian ini, estimasi permintaan energi listrik
rumahtangga hanya dispesifikasikan dalam bentuk persamaan tunggal dengan
merujuk pada model penelitian Wilder at al 76 dan Jung 77.
Peneliti dalam penelitian ini akan melakukan estimasi pepermintaan listrik
prabayar sektor rumahtangga. Dalam penelitian ini, estimasi permintaan energi
listrik rumahtangga hanya dispesifikasikan dalam bentuk persamaan tunggal.
75
Sunandar, 2003, Analisa Model Permintaandan Peramalan Kebutuhan Tenaga Listrik
Rumahtangga di Indonesia, Tesis, Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia. Jakarta (tidak dipublikasikan).
76
Wilder, R. P., Joseph E. Johnson, and Rhyme R. Glenn, 1992, “Income Elasticity and Residential
Demand for Electricity”. The Journal of Energy and Development. Vol.16.hlm 1-13.
77
Jung, T.Y., 1993,”Ordered Logit Model for Residential Electricity Demand in Korea”, Energy
Economics. Vol.15. hlm 205-209
40
Adapun model estimasi akan menggunakan variabel-variabel bebas sebagaimana
telah diestimasi oleh penelitian-penelitian terdahulu, yang meliputi variabelvariabel pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan
listrik dan luas bangunan konsumen rumahtangga.
Variabel-variabel bebas lainnya akan ditambahkan variabel-variabel yang
berhubungan dengan demografik rumahtangga yaitu pendidikan kepala keluarga
dan pekerjaan kepala rumahtangga. Dummy variabel digunakan untuk varibel
pekerjaan kepala rumahtangga. Pemilihan dan penambahan variabel bebas ini
selain didasari oleh penelitian terdahulu juga didasari oleh keterjangkauan peneliti
dalam mengumpulkan data di daerah lokasi penelitian. Asumsi-asumsi yang
digunakan untuk model permintaan dalam penelitian ini adalah :
1. Energi listrik termasuk dalam barang normal.
2. Karena model fungsi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga
dalam penelitian ini menggunakan model dari teori permintaan Marshallian,
maka berlaku asums-asumsi a) harga barang energi lain dianggap konstan
selama periode observasi. b) pendapatan rumahtangga untuk setiap strata
golongan tarif dianggap konstan selama periode observasi. c) semua
rumahtangga konsumen listrik untuk setiap strata golongan tarif mempunyai
selera yang identik selama periode observasi.
3. Dalam jangka pendek stok alat-alat listrik rumahtangga dianggap konstan atau
tidak berubah.
4. Jumlah biaya listrik prabayar yang dikeluarkan oleh rumahtangga perbulan
dalam bentuk rupiah dianggap sebagai permintaan energi listrik prabayar
sektor rumahtangga.
Kerangka Pemikiran
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah
yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, P.T. PLN
masih merupakan satu-satunya produsen perusahaan listrik sekaligus
pendistribusinya. Dalam hal ini P.T. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi
kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.Usaha
P.T. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena
P.T. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa
barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga
berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumberdaya alam dikuasai negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat
disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan sumberdaya alam serta pengaturan hubungan
hukumnya ada pada negara. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam
Pasal 33 UUD 1945 ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi
utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan
serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas
kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tahun 2009 lalu P.T. PLN mengeluarkan kebijakan hilir sektor energi listrik
untuk masyarakat. Kebijakan ini dikenal dengan kebijakan listrik sistem prabayar.
41
Produk ini diperkenalkan ke publik dan diresmikan di tahun 2009 dengan Surat
Direksi P.T. PLN (Persero) No.010809/532/DITJB/2009, tanggal 13 Februari
2009 perihal implementasi Listrik Prabayar, Keputusan Direksi P.T. PLN
(Persero) No.300.K/DIR/2009, tanggal 23 Desember 2009 perihal Ketentuan
Akuntansi Listrik Prabayar, surat Direksi P.T. PLN (Persero)
No.001178/532/DITBMR/2010, tanggal 17 Februari 2010 perihal Implementasi
Listrik Prabayar.
Kebijakan P.T.
PLN untuk
Listrik
Rumahtangga
Kebijakan
Listrik
Konvensional
1. Surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.010809/532/DITJB/2009
2.Keputusan Direksi P.T. PLN (Persero) No.300.K/DIR/2009
3. Surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.001178/532/DITBMR/2010
1. Pendapatan
keluarga
2. Jumlah anggota
keluarga
Faktor yang
memengaruhi
permintaan
energi listrik
prabayar sektor
rumahtangga ?
3. Jumlah alat yang
menggunakan listrik
• Profitabilitas
kebijakan
listrik
prabayar ?
4. Tingkat pendidikan
kepala keluarga
5. Luas bangunan
rumah
Kebijakan
listrik prabayar
Hasil,
Kesimpulan dan
Saran
6. Jenis pekerjaan
kepala keluarga
Gambar 9. Diagram kerangka pemikiran penelitian (Gandhi, dikembangkan dari Damahuri,2014)
Kebijakan listrik prabayar dikeluarkan untuk mengantikan kebijakan listrik
konvensional yang sudah berlaku sebelumnya. Konsumen sektor rumahtangga
menjadi sasaran utama kebijakan ini. Penyebabnya adalah pengguna listrik
terbesar adalah sektor rumahtangga. Kebijakan sistem listrik prabayar diestimasi
mempunyai profitabilitas lebih baik dibanding sistem yang lama. Kebijakan ini
42
pun diharapkan mampu menyelamatkan cash flow P.T. PLN dari tindakan
konsumen yang menunggak tagihan pembayaran listrik.
Hingga saat ini kebijakan listrik prabayar sudah berjalan selama enam
tahun, penting untuk menganalisis kebijakan listrik prabayar untuk diketahui;
Pertama, Apakah benar kebijakan listrik prabayar ini memiliki profitabilitas lebih
baik dibanding kebijakan sebelumnya? Ini penting untuk memberikan evaluasi
bagi kebijakan ini. Peningkatan jumlah penduduk dan rumahtangga di Kota Bogor
menyebabkan semakin padatnya wilayah Kota Bogor.
Dampak lain dari hal ini adalah kenaikan permintaan listrik. Kenaikan
permintaan listrik ini didasari oleh meningkatnya jumlah rumahtangga di Kota
Bogor. P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor melayani
pemasangan baru sambungan listrik konsumennya hanya dengan sistem prabayar.
Dengan demikian permintaan listrik prabayar yang diminta oleh rumahtangga
akan terus mengalami peningkatan.
Hal ini mendasari peneliti untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang
memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga (faktor
pendapatan keluarga, luas bangunan rumah, jumlah anggota keluarga, jumlah alat
yang menggunakan listrik dalam rumah, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan
jenis pekerjaan kepala keluarga). Ini penting bagi P.T. PLN, dengan mengetahui
faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga,
P.T. PLN dapat membuat strategi pemasaran listrik prabayar diderivasi dari
faktor-faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar, selain itu
hasil penelitian bisa digunakan pemerintah sebagai dasar memberikan saran dan
himbauan kepada masyarakat untuk menghemat listrik.
Penelitian ini menggunakan variabel bebas (variabel independen) dan
variabel terikat (variabel dependen), berdasarkan pengamatan peneliti dalam studi
literatur dan acuan penelitian lebih dahulu, variabel bebas dalam penelitian ini
adalah pendapatan keluarga, luas bangunan rumah, jumlah anggota keluarga,
jumlah alat yang menggunakan listrik, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan
jenis pekerjaan kepala keluarga.
Dalam penelitian ini diharapkan dapat diketahui sejauh mana keenam
variabel bebas tersebut memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga sebagai variabel terikat. Untuk memfokuskan penelitian maka
dibuatlah diagram alur penelitian berupa kerangka penelitian berdasarkan tujuan
penelitian dalam gambar 9.
Hipotesis Penelitian
Sebelum merumuskan hipotesis penelitian, terlebih dahulu seorang peneliti
harus melakukan telaah teoritis serta pustaka, dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
Berdasarkan uraian teori/pustaka, kerangka pemikiran, serta hasil-hasil penelitian
terdahulu, dapat dikemukakan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut :
Hipotesis 1 :
Variabel pendapatan konsumen berpengaruh dan signifikan terhadap permintaan
energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Semakin tinggi jumlah pendapatan
rumahtangga, semakin meningkat jumlah energi listrik yang dikonsumsi yang
akan meningkatkan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga.
43
Hipotesis 2:
Jumlah alat yang menggunakan listrik berpengaruh dan signifikan terhadap
pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik. Semakin banyak jumlah alat
listrik, semakin meningkat jumlah energi listrik yang dikonsumsi yang
mengakibatkan peningkatan permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga.
Hipotesis 3:
Jumlah anggota keluarga berpengaruh dan signifikan terhadap permintaan energi
listrik prabayar sektor rumahtangga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga,
semakin meningkat jumlah energi listrik yang dikonsumsi mengakibatkan
peningkatan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga.
Hipotesis 4:
Jumlah luas bangunan rumah berpengaruh dan signifikan terhadap permintaan
energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Semakin luas bangunan rumah,
semakin meningkat jumlah energi listrik yang dikonsumsi mengakibatkan
kenaikan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga.
Hipotesis 5 :
Tingkat pendidikan kepala keluarga berpengaruh dan signifikan terhadap
pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik. Semakin tinggi tingkat
pendidikan kepala keluarga, semakin meningkat jumlah energi listrik yang
dikonsumsi dan meningkatkan permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan kepala keluarga dilihat dari
jumlah lama waktu mengenyam pendidikan dengan satuan tahun.
Hipotesis 6 :
Jenis pekerjaan kepala rumahtangga keluarga berpengaruh dan signifikan terhadap
pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik. Dalam penelitian ini
digunakan variabel dummy, dimana kelompok pekerja tetap diberi nilai 1 dan
tidak tetap diberi nilai 0.
3 METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Pemilihan Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat sebagai lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive). Metode Purposive menurut Sugiyono78
adalah metode dimana peneliti menentukan secara sengaja lokasi sumber data
dengan pertimbangan tertentu yaitu sumber data dianggap paling tahu tentang apa
yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi
sosial yang sedang diteliti. Metode ini digunakan oleh peneliti untuk menentukan
lokasi penelitian dikarenakan keterbatasan kemampuan, dana dan waktu.
Pemilihan Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat sebagai lokasi penelitian
didasarkan pada fakta bahwa Kota Bogor merupakan salahsatu kota sebagai pilot
78
Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Hlm 218.
44
project pelaksanaan kebijakan listrik prabayar. 79 Selanjutnya, dipilih dua
kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Tengah sebagai Kecamatan terbangun terluas
dan Bogor Selatan sebagai kecamatan terbangun terkecil. 80
Tabel 3. Lokasi observasi
Kota
Kecamatan
Kelurahan
Jumlah Responden
Listrik Prabayar
Bogor
Bogor Tengah
Babakan
Pabaton
25
25
Bogor Selatan
Lawanggintung
Mulyaharja
25
25
Sumber : Diolah, data primer 2014
Selain itu Kecamatan Bogor Tengah merupakan Kecamatan dengan jumlah
rumahtangga terbanyak menggunakan listrik prabayar dan Bogor Selatan
merupakan Kecamatan terkecil jumlah rumahtangga yang mengunakan listrik
prabayar. 81 Dari setiap kecamatan dipilih dua kelurahan. Penentuan kecamatan
dan desa ini pun dilakukan secara sengaja (purposive), dengan dasar
pertimbangan mengenai waktu dan keterjangkauan lokasi. Penelitian lapangan
dilakukan selama tiga bulan, yaitu dari bulan April sampai Juni 2014.
Responden
Yang menjadi responden adalah konsumen rumahtangga pengguna listrik
prabayar, di Kelurahan Babakan dan Pabaton, Kecamatan Bogor Tengah serta
Kelurahan Lawanggintung dan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa bentuk data primer dan sekunder.
1.
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari konsumen
untuk mendapatkan data yang diperlukan, melalui :
a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
pengamatan terhadap obyek.
b. Interview (wawancara), yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
mengadakan tanya jawab langsung secara lisan terhadap responden.
79
[P.T. PLN] Perusahaan Listrik Negara.2010. Laporan akhir tahun 2010. P.T. PLN Distribusi Jawa
Barat dan Banten.
80
[Bapeda] Badan Pembangunan Daerah. Buku RPJMP Kota Bogor.2014.Bappeda Kota Bogor.
hlm 67.
81
[P.T. PLN] Perusahaan Listrik Negara.2013. Laporan akhir tahun 2013. P.T. PLN Distribusi Jawa
Barat dan Banten area Bogor.
45
c. Kuesioner, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara
memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh masyarakat
sebagai responden.
Data primer bersumber dari rumahtangga konsumen listrik prabayar yang
diperoleh langsung melalui hasil kuisioner dari survei di lapang.
2.
Data Sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber-sumber lain yang
berfungsi sebagai data pendukung. Yang besarnya diperoleh dari :
a. Buku-buku ataupun laporan-laporan, hasil penelitian yang pernah
dilakukan, sepanjang masih ada hubungannya dengan tujuan penelitian
ini agar diperoleh hasil yang lebih baik.
b. Data-data dari BPS maupun instansi-instansi terkait yang berkaitan
dalam menunjang dan pencapaian tujuan.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui dua teknik, yaitu observasi dan
indepth interview. Indepth interview dilakukan menggunakan cara dan suasana
yang berbeda bagi setiap informan. Indepth interview menggunakan panduan
topik data atau pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Observasi dilakukan
untuk memperoleh gambaran kondisi umum informasi dan dinamika struktur
sosial.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
A. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan atau analisis dokumen merupakan suatu teknik yang
digunakan untuk pengumpulan data. Teknik ini meliputi kegiatan-kegiatan
mempelajari kutipan, petikan atau keseluruhan bagian dari sejarah program, suratsurat, catatan harian, publikasi resmi dan laporan penelitian. 82 Dalam penelitian
ini dilakukan studi pustaka terhadap literatur-literatur yang berkaitan dengan
evaluasi program. Sedangkan analisa dokumen dilakukan terhadap naskah dan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi politik energi
listrik Indonesia.
B. Wawancara mendalam (in-depth interviews)
Teknik ini menurut Patton 83 sangat cocok digunakan untuk menemukan
sesuatu dari informan yang tidak dapat diperoleh melalui observasi langsung.
Wawancara mendalam menghasilkan kutipan langsung dari informan mengenai
pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuan mereka. 84 Teknik ini didasarkan
pada asumsi bahwa perspektif orang lain (informan) adalah sesuaitu yang
berharga dan berarti.
Dengan wawancara mendalam maka peneliti dapat masuk ke dalam
perspektif orang yang diwawancarai. Berkaitan dengan evaluasi program, tujuan
dari wawancara mendalam adalah untuk menangkap perspektif penerima manfaat,
pelaksana dan pihak-pihak lain yang terkait dengan program terhadap program
tersebut. 85 Ada tiga cara dalam melakukan wawancara 86 yaitu: (1) wawancara
percakapan informal, (2) wawancara dengan menggunakan pedoman umum, dan
82
Patton, Michael Quinn. 1997.Utilization Focused Evaluation. Sage Publications. London. hlm 89.
Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 340.
84
Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 341.
85
Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 341.
86
Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 342.
83
46
(3) wawancara terbuka yang terstandar. Dalam penelitian ini peneliti akan
menggunakan cara yang pertama, yaitu wawancara percakapan informal.
C.
Observasi langsung atau obsevasi lapangan
Tujuan dilakukannya observasi langsung adalah untuk menggambarkan
situasi subyek yang diobservasi, kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam situasi
tersebut, orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut dan maknanya
menurut perspektif mereka yang diobservasi. 87 Peneliti akan menggunakan cara
ini karena ada beberapa kelebihan, sebagaimana diungkapkan oleh Patton 88 ,
yaitu pertama, dengan observasi langsung peneliti dapat menangkap dan
memahami konteks program dan berbagai interaksi yang terjadi di dalamnya.
Pemahaman tentang konteks sangat penting untuk memperoleh perspektif yang
menyeluruh.
Kedua, pengalaman langsung peneliti dalam situasi dan orang-orang yang
berada dalam situasi tersebut akan membuat peneliti menjadi terbuka, berorientasi
pada penemuan sesuatu yang baru dan induktif. Dengan hadir secara langsung
dalam situasi tersebut, peneliti tidak akan terlalu menyandarkan diri pada
konseptualisasi situasi yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis atau
penuturan (laporan lisan).
Ketiga, cara ini memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melihat
sesuatu yang mungkin tidak disadari orang-orang yang berada dalam situasi yang
diobservasi. Keempat, observasi langsung memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk mempelajari sesuatu yang tidak ingin atau tidak bisa diungkapkan
oleh informan dalam wawancara. Hal ini dapat terjadi pada penelitian yang
mengangkat isu-isu sensitif untuk diungkapkan di mana peneliti adalah orang
asing bagi informan.
Kelima, observasi langsung memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
keluar dari persepsi selektif informan yang sangat personal dan bias. Observasi
langsung memberikan sudut pandang yang komprehensif atas situasi yang diteliti.
Dan keenam, observasi langsung menjadikan peneliti lebih dekat dengan situasi
yang diteliti sehingga memungkinkan peneliti untuk menggambarkan
pengetahuan dan pengalaman personal selama proses analisis. Kesan dan perasaan
peneliti menjadi bagian dari data yang digunakan untuk memahami situasi dan
orang-orang yang terlibat dalam situasi tersebut.
Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran
baik kuantitatif tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas.
Sedangkan sampel adalah bagian populasi sebagai wakil yang hendak diselidiki.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan non probability
sampling, yaitu Purposive Quota Sampling. Purposive Quota Sampling adalah
suatu metode yang lebih mementingkan tujuan penelitian dalam menentukan
sampling penelitian secara sengaja.
87
88
Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 262.
Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 262-264.
47
Purposive Quota Sampling digunakan hanya untuk menentukan unit
populasi yang akan dijadikan sampel penelitian, dimana sampel tersebut diberi
questioner. 89 Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100
rumahtangga yang menjadi pelanggan listrik prabayar masing-masing 25
rumahtangga di Keluruhan Babakan dan Pabaton, Kecamatan Bogor Tengah serta
di Keluruhan Lawanggintung dan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif. Metode
analisis deskriptif pada penelitian ini dibagi dua yaitu :
1.
Analisis deskriptif kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif meliputi pengumpulan data untuk diuji
hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek
penelitian. Analisis deskriptif kualitatif berupaya untuk memperoleh deskripsi
yang lengkap dan akurat dari suatu situasi.
Analisis deskriptif digunakan untuk mengemukakan hasil penelitian
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar
sektor rumahtangga dengan obyek penelitian rumahtangga sebagai konsumen di
Kota Bogor. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang diperoleh dengan
melakukan penelitian secara langsung terhadap responden di Kota Bogor
dilengkapi dengan data sekunder yang diperoleh dari perpustakaan IPB dan Kota
Bogor, BPS dan P.T. PLN.
2.
Analisis deskriptif kuantitatif
Metode yang didasarkan pada analisis variabel-variabel yang dapat
dinyatakan dengan jelas atau menggunakan rumus yang pasti merupakan definisi
dari Analisis deskriptif kuantitatif. Pengujian terhadap faktor-faktor yang
memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga
menggunakan analisis regresi linear berganda yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dari beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat.
Analisis deskriptif kuantitatif yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi berganda untuk mengetahui pengaruh pendapatan, luas
bangunan rumah, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik,
tingkat pendidikan kepala keluarga dan jenis pekerjaan kepala keluarga terhadap
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Selain itu digunakan
rumus net profit margin dalam menghitung rasio profitabilitas kebijakan listrik
prabayar dan konvensional. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang
diperoleh dengan melakukan survei secara langsung dengan membuat kuisoner
terhadap responden di lapang.
89
Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan
Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya),Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media-Group. Hlm
67.
48
Rasio Profitabilitas
Dalam analisis rasio profitabilitas, yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rasio margin laba bersih (net profit margin) dengan rumus (20). Peneliti
mendapatkan nilai net profit margin berupa data sekunder yang didapat dari P.T.
PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. Sedangkan untuk nilai sales peneliti
melakukan perhitungan deskriptif setiap bulannya dari data sekunder berupa
laporan penjualan dan laba rugi dari P.T. PLN Jawa Barat dan Banten periode
2012-2013.
Teknik Analisis Data
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor memengaruhi yang
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Metode
kuantitatif adalah metode yang didasarkan pada analisis variabel-variabel yang
dapat dinyatakan dengan jelas atau menggunakan rumus yang pasti. Analisis data
untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan prabayar adalah
analisis regresi. Analisis regresi merupakan salahsatu teknik analisis data dalam
ekonometrika yang seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara
beberapa variabel dan mengestimasi suatu variabel.
Istilah “regresi” pertama kali dikemukakan oleh Sir Francis Galton, seorang
antropolog dan ahli meteorologi terkenal dari Inggris. Dalam makalahnya yang
berjudul “Regression towards mediocrity in hereditary stature”, yang dimuat
dalam Journal of the Anthropological Institute, volume 15, hal. 246-263, tahun
1885. Galton menjelaskan bahwa biji keturunan tidak cenderung menyerupai biji
induknya dalam hal besarnya, namun lebih medioker (lebih mendekati rata-rata)
lebih kecil daripada induknya kalau induknya besar dan lebih besar daripada
induknya kalau induknya sangat kecil. 90
Dalam mengkaji hubungan antara beberapa variabel menggunakan analisis
regresi, terlebih dahulu peneliti menentukan satu variabel yang disebut dengan
variabel tidak bebas dan satu atau lebih variabel bebas. Jika ingin dikaji hubungan
atau pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model
regresi yang digunakan adalah model regresi linier sederhana. Kemudian Jika
ingin dikaji hubungan atau pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap
variabel tidak bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi
linier berganda (multiple linear regression model).
Kemudian untuk mendapatkan model regresi linier sederhana maupun
model regresi linier berganda dapat diperoleh dengan melakukan estimasi
terhadap parameter-parameternya menggunakan metode tertentu. Adapun metode
yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model regresi linier
sederhana maupun model regresi linier berganda adalah dengan metode kuadrat
terkecil (ordinary least square/OLS) dan metode kemungkinan maksimum
(maximum likelihood estimation/MLE).
Peneliti dalam penelitian ini melakukan estimasi terhadap faktor-faktor yang
memengaruhi listrik prabayar menggunakan model regresi linear berganda yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa variabel bebas terhadap
90
Draper, N. dan Smith, H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Edisi Kedua. Terjemahan Oleh
Bambang Sumantri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm 12.
49
variabel terikat. Metode yang dipakai untuk mengestimasi parameter model
regresi linear sederhana pada penelitian ini adalah metode ordinary least squares
(OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa. Pemilihan variabel – variabel yang akan
dianalisis berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu.
Data variabel-variabel dalam penelitian ini merupakan data primer yang
didapat dari kuisioner survei penelitian. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan
listrik dalam rumahtangga, tingkat pendidikan kepala keluarga, luas bangunan
rumah dan jenis pekerjaan kepala keluarga terhadap permintaan energi listrik
prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor yang dinyatakan dalam bentuk fungsi
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga dalam bentuk fungsi linear
sebagai berikut:
PELRTPB = f (PEKE, JUMANG, JUMALIS, TINGPEN, LUBANG, JENPEK)
Untuk mengestimasi koefisien regresi, Syafrizal et.all 91 melakukan
transformasi ke bentuk linear dengan menggunakan logaritma natural (ln) guna
menghitung nilai elastisitas dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat ke dalam model sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Ln PELRTPB = Ln β 0 + β 1 Ln PEKE + β 2 Ln JUMANG + β 3 Ln JUMALIS
+ β 4 Ln TINGPEN + β 5 Ln LUBANG + β 6 JENPEK +µ (27)
Penggunaan variabel dummy dimana kelompok pekerja tetap diberikan nilai
1 dan kelompok pekerja tidak tetap diberi nilai 0.
Dimana :
PELRTPB
β0
β 1 -β 6
PEKE
JUMANG
JUMALIS
TINGPEN
LUBANG
JENPEK
= Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga
per bulan(Rp/bulan)
= Konstanta
= Parameter
= Pendapatan keluarga per bulan (Rp/bulan)
= Jumlah anggota keluarga (orang)
= Jumlah alat yang menggunakan listrik (unit)
= Tingkat pendidikan kepala keluarga (tahun)
= Luas bangunan rumah (m2)
= Jenis pekerjaan kepala keluarga (dummy)
= Error term
Secara sistematis bentuk hipotesanya adalah sebagai berikut :
91
Situmorang, Syafrizal H, et al, 2008. Analisis Data Penelitian Menggunakan Program SPSS, USU
Press. Medan. hlm 62.
50
artinya jika PEKE (Pendapatan keluarga per bulan) meningkat,
maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga) akan
mengalami peningkatan, cateris paribus.
> 0, artinya jika JUMANG (Jumlah anggota keluarga) meningkat, maka
PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga) akan
mengalami peningkatan, cateris paribus.
> 0, artinya jika JUMALIS (Jumlah alat yang menggunakan listrik)
meningkat, maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga) akan mengalami peningkatan, cateris paribus.
> 0, artinya jika TINGPEN (Tingkat pendidikan kepala keluarga)
meningkat, maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga) akan mengalami peningkatan, cateris paribus.
> 0, artinya artinya jika LUBANG (Luas bangunan rumah) meningkat,
maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga) akan
mengalami peningkatan, cateris paribus.
> 0, artinya artinya jika jumlah JENPEK (Jenis pekerjaan kepala
keluarga) tetap peningkatan, maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar
sektor rumahtangga) akan mengalami kenaikan, cateris paribus.
Uji Asumsi Klasik
Untuk mengetahui apakah model regresi linear yang dihasilkan merupakan
model regresi yang menghasilkan estimator linier tidak bias terbaik dan
memenuhi kaidah BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), maka perlu dilakukan
pengujian gejala penyimpangan asumsi model klasik. Adapun Uji Asumsi Klasik
yang harus dipenuhi untuk mendapatkan model regresi yang baik antara lain
adalah autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinieritas dan normalitas. Asumsi
regresi linier klasik tersebut antara lain adalah :
1. Model regresi dispesifikasikan dengan benar.
2. Error menyebar normal dengan rataan nol dan memiliki suatu ragam
(variance) tertentu.
3. Tidak terjadi heteroskedastisitas pada ragam error.
4. Tidak terjadi multikolinieritas antara peubah bebas.
5. Error tidak mengalami autokorelasi (error tidak berkorelasi dengan dirinya
sendiri).
51
Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas adalah suatu kondisi dimana terjadi hubungan atau korelasi
yang kuat diantara variabel-variabel bebas (independen) yang diikutsertakan
dalam pembentukan model regresi linear. 92 Apabila kita menggunakan analisis
regresi linier sederhana yang hanya memiliki 1 variabel bebas, maka uji asumsi
multikolinieritas tidak perlu dilakukan, karena pada dasarnya uji multikolinieritas
ini adalah menguji ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas. Pengujian
terhadap gejala multikolinieritas hanya dilakukan ketika jumlah variabel bebas
dalam penelitian berjumlah lebih dari 1 (minimal terdapat 2 variabel bebas). Jika
koefisien korelasi antara masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8,
berarti terjadi multikolinearitas dalam model regresi. Karena penelitian ini
menggunakan enam variabel bebas maka uji multikolinieritas harus dilakukan.
Untuk mendeteksi multikolinearitas, peneliti menggunakan software
Eviews-6.0 dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel bebas.
(Correlation Matrix).
Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode
tertentu berkorelasi dengan variabel pada periode lain. Akibat dari adanya
autokorelasi adalah parameter yang diestimasi menjadi bias dan variannya
minimum, sehingga tidak efisien, masalah autokorelasi sering terjadi dalam data
time series 93. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi salahsatunya dilihat dalam
pengujian terhadap nilai Durbin Watson (Uji DW) yang dibandingkan dengan
nilai d tabel .
Penelitian ini menggunakan data dari survei yang dilakukan oleh peneliti.
Data dari survei yang dilakukan merupakan data cross section. Dimana jenis data
yang dikumpulkan dengan mengamati banyak hal pada waktu yang sama, atau
tanpa memperhatikan perbedaan waktu. Oleh karena itu uji autokorelasi tidak
dilakukan pada penelitian ini karena pengujian gejala autokorelasi ini digunakan
ketika jenis data yang kita gunakan merupakan data time series.
Uji Heteroskedasitas
Salah satu asumsi dalam regresi linear berganda adalah distribusi
residual/erorr sama (homoskedastis) dan independen atau tidak saling berhubungan dengan residual pengamatan lain dalam model. Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi
apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua
observasi. Akibat adanya heteroskedastisitas, penaksir regresi linear
berganda tidak bias tetapi tidak efisien.
Asumsi ini didukung oleh nilai rata-rata eror adalah 0, dan keragaman yang
konstan.
92
93
Bambang Juanda. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. hlm 113.
Bambang Juanda.op.cit. hlm 141.
52
(28)
Ketika eror tidak memiliki keragaman yang konstan maka persamaan
mengandung masalah heteroskedastisitas. Model umum regresi adalah:
(29)
Asumsi homoskedastis diberikan oleh persamaan berikut:
(30)
Ketika asumsi ini dilanggar sehingga erorr tidak bersifat konstan
maka kita dapatkan masalah heteroskedastisitas. Pada penerapannya erorr
sulit memiliki keragaman yang konstan, hal ini sering terjadi pada data
silang (cross section) dibanding data runtun waktu (time series). Seringkali
terdapat perbedaan yang cukup besar pada perbandingan data antar negara,
provinsi, perusahaan maupun industri.
Seringkali ditemukan bahwa masalah heteroskedastisitas tidak
mempengaruhi model yang kita bangun atau tidak bias, namun kita akan
kehilangan estimator yang bersifat BLUE sehingga persamaan sulit diandalkan
sebagai alat estimasi. Untuk melakukan uji heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan metode grafik, metode Uji White, Uji Goldfeld-Quandt, Uji BreuschPagan dan Uji Park.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan metode uji white untuk mengetahui
ada tidaknya heterodeskedastisitas dalam model yang dibuat. Uji White dilakukan
dengan menggunakan white heteroscedasticity method yang tersedia dalam
software program Eviews 6.0. Uji White dilakukan dengan meregresikan residual
kuadrat sebagai variabel terikat dengan variabel terikat ditambah dengan kuadrat
variabel bebas, kemudian ditambahkan lagi dengan perkalian dua variabel bebas.
Prosedur pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut
H 0 : Tidak ada heterokedastisitas
H 1 : Ada heterekodastisitas
Jika α = 5%, maka tolak H0 jika obs*R-square > X2 tabel atau Prob chisquare < α .
Uji Normalitas
Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka
perlu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Jarque Bera Test (JB-test).
Cara untuk melihat apakah data telah berdistribusi normal dengan menggunakan
JB-test ini adalah dengan melihat angka JB-test dan JB-probability. Jika nilai JBtest < nilai X2 tabel dan nilai probability JB-test > nilai α , maka faktor pengganggu
atau residual berdistribusi normal, sebaliknya apabila nilai JB-test < nilai X2 tabel
dan nilai probability JB-test < nilai α maka data tidak berdistribusi normal.
53
Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)
Pengujian Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung seberapa besar varian
dan variabel terikat dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas.
Koefisien determinasi merujuk kepada kemampuan dari variabel bebas (X) dalam
menerangkan variabel terikat (Y). Nilai R2 paling besar 1 dan paling kecil 0 (0 <
R2 < 1 ). Bila R2 sama dengan 0 maka garis regresi tidak dapat digunakan untuk
membuat ramalan variabel terikat, sebab variabel-variabel yang dimasukkan ke
dalam persamaan regresi tidak mempunyai pengaruh varian variabel terikat adalah
0. Tidak ada ukuran pasti berapa besarnya R2 untuk mengatakan bahwa suatu
pilihan variabel sudah tepat.
Jika R2 semakin besar atau mendekati 1, maka model makin tepat data.
Untuk data survei yang berarti bersifat cross section, data yang diperoleh dari
banyak responden pada waktu yang sama, maka nilai R2 = 0,2 atau 0,3 sudah
cukup baik.
Pengujian Signifikansi Parameter Individual (Uji t-test statistik)
Uji ini berguna untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas
secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel
terikat, dengan menganggap variabel terikat lainnya konstan. Dengan kata lain,
untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas dapat menjelaskan
perubahan yang terjadi pada variabel terikat secara nyata.
Dalam mengkaji pengaruh variabel bebas terhadap terikat dapat dilihat
hipotesis berikut:
Ho : β1 = 0
Ha : β1 ≠ 0
Kriteria pengambilan keputusan:
Terima Ho apabila t-statistik < t-tabel artinya variabel bebas secara parsial tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Terima Ha apabila t-statistik > t-tabel artinya variabel bebas secara parsial
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Uji t digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau
tidak, dimana tingkat signifikan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 5%.
Pengujian Signifikan Simultan (Uji f-test statistik)
Uji F dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh secara bersama-sama
variabel bebas terhadap variabel terikat. Tingkat signifikansi yang digunakan
adalah sebesar 5%, dengan derajat kebebasan df=(n-k), dimana(n) adalah jumlah
54
observasi dan (k) adalah jumlah variabel. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis
sebagai berikut:
Ho : b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat.
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat.
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan Ftabel maka Ho ditolak yang berarti variabel bebas secara bersama-sama
mempengaruhi variabel terikat.
Dengan bahasa lain, jika f hitung < f tabel , maka H 0 diterima atau variabel
bebas secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat
(tidak signifikan) berarti perubahan yang terjadi pada variabel terikat tidak dapat
dijelaskan oleh perubahan variabel bebas. Analisis koefisien determinasi
digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel bebas (pendapatan
keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, tingkat
pendidikan kepala keluarga, luas bangunan rumah dan jenis pekerjaan kepala
keluarga) terhadap variabel terikat (permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga).
Pengolahan Data
Penulis menggunakan Program software komputer E.Views 6.0 untuk
mengolah data penelitian.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk memperjelas variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian
ini, maka perlu dijabarkan definisi operasional sebagai berikut:
1.
Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga listrik pada
rumahtangga adalah besarnya biaya listrik prabayar pada sebuah
rumahtangga per bulan di Kota Bogor. Variabel permintaan energi listrik
prabayar sektor rumahtangga dinyatakan dalam satuan Rupiah perbulan.
2.
Pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatan perbulan dari suami, istri
dan anak yang mempunyai penghasilan serta tinggal menetap dalam rumah
tersebut, baik itu pekerjaan utama maupun sampingan dari yang menjadi
sumber penghidupan keluarga di Kota Bogor (disposible income). Variabel
pendapatan keluarga dinyatakan dalam satuan Rupiah perbulan.
3.
Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal
menetap dalam satu rumahtangga dinyatakan dalam satuan orang.
4.
Jumlah alat yang menggunakan listrik adalah banyaknya alat yang
menggunakan listrik yang dipakai dalam satu rumahtangga pengguna tenaga
listrik prabayar.Variabel ini dinyatakan dalam satuan unit.
55
5.
6.
7.
a.
b.
Tingkat pendidikan kepala keluarga adalah tingkat pendidikan formal
kepala keluarga di Kota Bogor, dinyatakan dalam satuan tahun.
Luas bangunan rumah adalah besarnya luas bangunan rumah yang dihuni
oleh suatu keluarga di Kota Bogor. Variabel luas bangunan rumah
dinyatakan dalam satuan m2.
Jenis pekerjaan kepala keluarga adalah jenis kegiatan/pekerjaan yang
digeluti dan merupakan sumber pendapatan utama kepala keluarga yang
dikelompokkan atas jenis pekerjaan tetap dan jenis pekerjaan tidak tetap
untuk jenis pekerjaan untuk pekerja tidak terdidik.
Jenis pekerjaan untuk pekerja tetap adalah jenis pekerjaan dengan
pendapatan yang rutin diterima perbulan.
Jenis pekerjaan untuk pekerja tidak tetap adalah jenis pekerjaan dengan
pendapatan yang tidak rutin diterima perbulan.
Jenis pekerjaan dimasukkan ke dalam variabel dummy, dimana kelompok
pekerja tetap diberi nilai 1 dan pekerja tidak tetap diberi nilai 0.
4 GAMBARAN OBJEK PENELITIAN
Deskripsi Objek Penelitian
Sejarah Singkat P.T. PLN
Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke -19,
ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk
keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut kemudian berkembang,
tidak hanya untuk kepentingan pribadi tetapi juga untuk kepentingan umum. Hal
tersebut diawali dengan kehadiran perusahaan Belanda yaitu NV.NIGM yang
memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik.Selama
Perang Dunia II berlangsung, perusahaan – perusahaan listrik tersebut dikuasai
oleh Jepang dan berubah nama menjadi Seibu Djawa Djigio Kosha Djakarta
Shisha yang kemudian dialihkan ke perusahaan lain bernama Djawa Denki
Jogyosha Djakarta Shisha.
Akhirnya pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk
Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya 157,5
MW. Seiring waktu berjalan, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN
(Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang
listrik, gas dan Kokas. Perubahan demi perubahan pun terus terjadi. Pada 1
Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk dua perusahaan negara yaitu
Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan
Gas Negara (PGN) yang menglola gas. Pada masa ini, kapasitas pembangkit
tenaga listrik PLN sebesar 300 MW.
Pada tahun 1972, pemerintah Indonesia, menetapkan status Perusahaan
Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Tahun 1990
melalui peraturan pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa
usaha ketenagalistrikan. Pada tahun 1992, pemerintah memberikan kesempatan
56
kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik.
Akhirnya, seiring dengan kebijakan tersebut, pada bulan Juni 1994 status PLN
dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan.
Sejarah Singkat P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten
Perjalanan P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten cukup panjang. Awal
kelistrikan di Bumi Parahyangan sudah ada semenjak Pemerintah Kolonial
Belanda masih bercokol di tataran tanah Sunda. Di tahun 1905, di Jawa Barat
khususnya kota Bandung, berdiri perusahaan yang mengelola penyediaan tenaga
listrik bagi kepentingan publik.
Nama perusahaan itu Bandungsche Electriciteit Maatschaappij(BEM).
Dalam perjalanannya, BEM pada tanggal 1 Januari 1920 berubah menjadi
Perusahaan Perseroan menjadi Gemeenschapplijk Electriciteit Bedrijf Voor
Bandoeng (GEBEO) yang pendiriannya dikukuhkan melalui akte notaris Mr.
Andriaan Hendrik Van Ophuisen dengan Nomor: 213 pada tanggal 31 Desember
1949.
Setelah kekuasaan penjajahan beralih ke tangan Pemerintah Jepang, di
antara rentah waktu 1942 – 1945, pendistribusian tenaga listrik dilaksanakan
oleh Djawa Denki Djigyo Sha Bandoeng Shi Sha dengan wilayah kerja di seluruh
Pulau Jawa. Pasca Indonesia merdeka, tahun 1957 menjadi awal penguasaan
pengelolaan penyediaan tenaga listrik di seluruh tanah air yang ditangani langsung
oleh Pemerintah Indonesia. 27 Desember 1957, GEBEO diambil alih oleh
Pemerintah Indonesia yang kemudian dikukuhkan lewat Peraturan Pemerintah
No. 86 Tahun 1958 j.o. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1959.
Selanjutnya, di tahun 1961 melalui Peraturan Pemerintah No. 67
dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU-PLN) sebagai
wadah kesatuan pimpinan PLN. Sejalan dengan itu, PLN Bandung pun berubah
menjadi PLN Exploitasi XInsebagai kesatuan BPU-PLN di Jawa Barat, di luar
DKI Jaya dan Tangerang.
Pada tahun 1970-an dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1972
tentang Perusahaan Umum Listrik Negara yang menyebutkan status PLN
menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara. Kemudian, berdasarkan Pengumuman
PLN Exploitasi XI No. 05/DIII/Sek/1975 tanggal 14 Juli 1975, PLN Exploitasi XI
diubah namanya menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara Distribusi Jawa Barat.
Memasuki era 1990-an, dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 23 Tahun 1994.
Pada tanggal 16 Juni 1994, Perusahaan Umum Listrik Negara Distribusi
Jawa Barat diubah lagi menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan nama P.T.
PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat sejak tanggal 30 Juli 1994. Untuk memenuhi
tuntutan perubahan dan perkembangan kelistrikan yang dari tahun ke tahun
cenderung mengalami peningkatan, maka keluarlah Keputusan Direksi P.T. PLN
(Persero) No. 28.K/010/DIR/2001 tanggal 20 Februari 2001 yang menjadi
landasan hukum perubahan nama P.T. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat
menjadi P.T. PLN (Persero) Unit Bisnis Distribusi Jawa Barat.
Hingga saat ini dengan mengacu pada Keputusan Direksi P.T. PLN
(Persero) No. 120.K/010/DIR/2002 tanggal 27 Agustus 2002, P.T. PLN (Persero)
Unit Bisnis Distribusi Jawa Barat berubah lagi namanya menjadi P.T. PLN
57
(Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten, di mana wilayah kerjanya meliputi
Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten.
Sejarah Singkat P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor
Sejarah kelistrikan di Kota Bogor dimulai sekitar tahun 1923. Setahun
kemudian Pemerintah Hindia Belanda membangun Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA) Ubrug yang berada di daerah leuwiliang. Di tahun 1951 kelembagaan
listrik di Bogor diberi nama Jawatan Listrik Penupatel (Perusahaan negara untuk
Pembangkit tenaga listrik) Bogor.
Pada tahun 1960 berubah nama menjadi PLN Esploitasi XII. Di Tahun 1974
kelembagaan listrik ini berubah menjadi pembangkit III. Di akhir era
pemerintahan presiden Soeharto kelembagaan listrik ini diberi nama KJJ
(Pembangkit Jawa Barat dan jakarta raya) dengan cabang-cabang perusahaan PLN
sektor Bogor. Di zaman reformasi tepatnya di tahun 2000 berganti nama kembali
menjadi PLN APJ (area pelayanan dan jaringan)- Bogor. Terakhir hingga saat ini
PLN APJ Bogor berubah menjadi P.T. PLN Distribusi jawa barat dan Banten
Area Bogor.
Gambaran Daerah Penelitian
Keadaan Geografis dan Demografis Kota Bogor
Gambar 10. Peta administrasi Kota Bogor (Bapeda Kota Bogor,2008)
Dilihat secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat
43’30”BT-106 derajat 51’00”BT dan 30’30” LS-6 derajat 41’00” LS, atau kurang
lebih berada 60 Km dari arah Selatan ibukota Jakarta, dengan luas wilayahnya
mencapai 118.50 Km2, terbagi atas 6 kecamatan dan 68 kelurahan yang berbatasan
dengan wilayah Kabupaten Bogor dengan batas-batas :
58

Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan
Bojong, Kecamatan Gede, dan Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Bogor.
 Sebelah Timur
: Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor.
 Sebelah Barat
: Kecamatan Darmaga, Kecamatan Kemang dan
Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.
 Sebelah Selatan
: Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin
Kabupaten Bogor.
Kota Bogor merupakan kota yang sangat strategis karena berada di tengah–
tengah Kabupaten Bogor. Kota Bogor mempunyai wilayah dengan kontur
berbukit dan bergelombang dengan ketinggian bervariasi antara 190 m s/d 350 m
di atas permukaan laut. Seluas 1.763,94 Ha merupakan lahan datar dengan
kemiringan berkisar 0-2%, seluas 891,27 Ha merupakan lahan landai dengan
kemiringan berkisar 2-15%, seluas 109,89 Ha merupakan lahan agak curam
dengan kemiringan 15-125%, seluas 764,96 Ha merupakan lahan curam dengan
kemiringan 25-40%, dan lahan sangat curam seluas 119,94 Ha dengan
kemiringan lebih dari 40%.
Berdasarkan hasil foto udara diketahui sebagian dari total wilayah Kota
Bogor merupakan kawasan yang sudah terbangun, kecuali di wilayah Kecamatan
Bogor Selatan. Area terbangun paling luas berada di wilayah Kecamatan Bogor
Tengah. 94
Untuk pemanfaatannya, 4.151,69 hektar atau 35,48% lahan Kota Bogor
sudah menjadi kawasan pemukiman. Sedangkan sisanya dipergunakan antara lain
untuk lahan pertanian seluas 2.112,72 hektar (18,6%), lahan industri 92,59 hektar
(0,79%), perdagangan dan jasa 81,02 hektar (0,69%). Lahan lainya masih berupa
hutan kota seluas 129,74 hektar (1,11%), taman dan lapangan olahraga 264 hektar
(2,25%), serta kuburan 134,64 hektar (1,15%), sungai dan situ 138,99 hektar
(1,19%).
Kondisi Demografi
Jumlah penduduk Kota Bogor berdasarkan di tahun 2010 mencapai 950.334
jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,70%, untuk tahun 2012
jumlah penduduk sebesar 1.004.831 Jiwa dengan kepadatan penduduk 8.480
jiwa/km2 dan tahun 2013 jumlah penduduk Kota Bogor diproyeksikan sebanyak
1.023.923 dengan kepadatan penduduk mencapai 8.606 jiwa/ km2.
Tabel 4. Perkembangan penduduk Kota Bogor tahun 2005-2011
94
Tahun
Laki-laki
Perempuan
Total
2005
431.862
423.223
855.085
2006
444.508
434.630
879.138
2007
457.717
447.415
905.132
2008
476.476
465.728
942.204
Bapeda Kota Bogor dalam RPJMD 2014. hlm
59
2009
481.559
464.645
946.204
2010
484.791
465.543
950.334
2011
493.761
473.637
967.398
Sumber : Data Sosial Ekonomi Dasar 2012.
. Berdasarkan perkembangan penduduk sejak tahun 2005 sampai dengan
tahun 2011 penduduk Kota Bogor terus mengalami kenaikan dari 855.085 jiwa.
Pada tahun 2005 menjadi 967.398 jiwa pada tahun 2011 dengan sebaran
penduduk perkecamatan tertinggi berada di Kecamatan Bogor Barat sebesar
214.826 jiwa; disusul oleh Kecamatan Tanah sareal sebesar 195.742 jiwa dan
Kecamatan Bogor Selatan sebesar 184.336 jiwa. Sedangkan jumlah jumlah
penduduk terendah berada di Kecamatan Bogor Timur sebesar 96.617 jiwa.
Perkembangan penduduk tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 dapat
dilihat pada tabel 4 dan sebaran penduduk pada tahun 2011 tiap Kecamatan
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Sebaran penduduk Kota Bogor berdasarkan kecamatan tahun 2011
Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
Total
Bogor Barat
Bogor Timur
Bogor Tengah
Bogor Utara
Bogor Selatan
Tanah Sareal
109.446
49.135
51.743
88.754
95.003
99.680
105.380
47.482
50.402
84.978
89.333
96.062
214.826
96.617
102.145
173.732
184.336
195.742
Sumber : Data Sosial Ekonomi Dasar dan Bogor dalam Angka 2012.
Penduduk dan Rumahtangga di Kota Bogor
Tabel 6. Penduduk dan rumahtangga menurut kecamatan di Kota Bogor tahun
2010-2012
2010
Kecamatan
Bogor
Selatan
Bogor
Timur
Bogor Utara
Bogor
Tengah
Bogor Barat
Tanah
Sareal
2011
2012
Penduduk
Rumahtangga
Penduduk
Rumahtangga
Penduduk
Rumahtangga
181.392
43.787
184.336
44.491
190.535
45.714
95.098
23.080
96.617
23.428
99.983
24.052
170.443
42.495
173.732
43.304
180.847
44.218
101.398
25.852
102.145
25.953
104.270
26.404
211.084
51.911
214.826
52.843
223.168
53.656
190.919
47.003
195.742
48.208
206.028
49.621
Sumber : Diolah, dalam Angka 2011, 2012 dan 2013.
Tabel 6 memperlihatkan bahwa jumlah rumahtangga terbanyak yaitu pada
Kecamatan Bogor Barat dengan jumlah rumahtangga sebanyak 53.656
60
rumahtangga dan jumlah rumahtangga yang terkecil yaitu pada Kecamatan Bogor
Timur yang hanya terdapat 24.052 rumahtangga. Adapun total rumahtangga di
Kota Bogor adalah 243.665.
Perekonomian dan Kesejahteraan Kota Bogor
Pembangunan daerah di Kota Bogor difokuskan pada pemerataan ekonomi
dan kualitas masyarakat di bidang sosial. Fokus pemerataan ekonomi dilihat dari
indeks daya beli, pemerataan pendapatan, dan PDRB Perkapita. Ditinjau atas
dasar harga berlaku, PDRB Kota Bogor tahun 2012 secara umum seluruh Sektor
lapangan usaha mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 11,82% dibanding
tahun 2011, yaitu dari Rp15.487.433.930.000 menjadi Rp17.318.369.940.000 di
tahun 2012.
PDRB atas dasar harga konstan 2000 mengalami pertumbuhan sebesar
6,20% dari Rp5.252.733.260.000 di tahun 2011 menjadi Rp5.368.227.440.000
pada tahun 2012. Keadaan PDRB Kota Bogor atas dasar harga berlaku dan
PDRB atas dasar harga konstan dalam kurun waktu 2008 sampai dengan tahun
2012 disajikan pada tabel 7 berikut.
Tabel 7. PDRB Kota Bogor atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga
konstan Tahun 2008 – 2012 ( Jutaan Rupiah )
PDRB Atas Dasar Harga
PDRB Atas Dasar Harga
Tahun
Berlaku
Konstan
2008
10.089.943,96
4.252.484,58
2009
12.788.577,55
4.843.492,08
2010
14.635.801,28
5.035.528,94
2011
16.009.185,42
5.252.732,26
2012
17.543.542,53
5.462.729,53
Sumber : Badan Pusat Statistik, Tahun 2013.
Memperhatikan
PDRB
atas
dasar
harga
berlaku
sebesar
Rp10.089.943.960.000 di tahun 2008 meningkat menjadi Rp17.318.369.940.000
di tahun 2012 dan PDRB atas dasar harga konstan pun mengalami peningkatan
dari Rp4.252.484.580.000 pada tahun 2008 menjadi Rp5.394.161.340.000 di
tahun 2012, hal ini menggambarkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun ini
telah terjadi peningkatan riil yang cukup signifikan sehingga peningkatan yang
terjadi bukan hanya karena faktor kenaikan harga ataupun inflasi tapi juga
merupakan peningkatan kapasitas produksi sektoral.
Golongan Pelanggan Listrik P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan
Banten Area Bogor
Terdapat lima golongan pelanggan listrik P.T. PLN Distribusi Jawa Barat
dan Banten Area Bogor yaitu sosial (S), rumahtangga (R), bisnis (B), industri (I),
layanan khusus (L/TR,TM,TT), curah (C), traksi (T) serta kantor pemerintahan
61
dan penerangan jalan umum (P). Penggolongan ini ditetapkan oleh Menteri
Ekonomi Sumberdaya Mineral melalui peraturan menteri.
Golongan rumahtangga adalah golongan terbanyak pengguna listrik
konvensional atau normal dan prabayar tahun 2012 dan 2013. Sedangkan
golongan industri merupakan golongan yang paling sedikit jumlahnya baik
sebagai pengguna listrik prabayar atau konvensional. Dari tahun 2012 ke 2013
terjadi kenaikan penggunaan listrik prabayar sebesar 80201pelanggan untuk
golongan rumahtangga. Sedangkan golongan rumahtangga pengguna listrik
konvensional mengalami penurunan sebesar 8351 pada periode 2013.
Berdasarkan tabel 8 di bawah bisa disimpulkan bahwa untuk golongan industri
serta kantor pemerintahan dan PJU tidak terjadi kenaikan jumlah pengguna listrik
konvensional. Secara umum terjadi peningkatan pengguna listrik prabayar di
tahun 2013 dari tahun 2012 pada setiap golongan konsumen (Tabel 8).
Tabel 8. Perkembangan kosumen listrik tahun 2012-2013
Golongan
Tahun
Konsumen
Jenis Sistem
Listrik
2012
2013
Prabayar
2429
3713
Sosial
Konvensional
13558
13533
Prabayar
187384
267585
Rumahtangga
Konvensional
582864
574513
Prabayar
7598
10409
Bisnis
Konvensional
17710
16946
Prabayar
15
28
Industri
Konvensional
623
662
Kantor
Prabayar
47
75
Pemerintah dan
PJU
Konvensional
2673
2952
Prabayar
60
69
Layanan Khusus
Konvensional
1290
1494
0
Prabayar
0
Traksi
5
Konvensional
6
Selisih
1284
-25
80201
-8351
2811
-764
13
39
28
279
9
204
0
1
Sumber : Diolah, P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2013.
Tarif Dasar Listrik
Tarif dasar listrik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tarif dasar
listrik yang disediakan oleh P.T. PLN untuk konsumen di seluruh Indonesia. Tarif
dasar listrik dibedakan dalam berbagai macam klasifikasi atau kelas sesuai dengan
penggunaan listrik. Hal ini dilakukan oleh P.T. PLN supaya dapat membedakan
besarnya tarif listrik yang dikenakan antara rumahtangga, industri, sosial dan
usaha.
62
Tarif reguler atau konvensional adalah tarif daya listrik yang dibayarkan
konsumen setelah menggunakan listrik setip bulannya. Sedangkan tarif listrik
prabayar adalah tarif listrik yang dibayarkan konsumen sebelum menggunakan
listrik. Ketentuan mengenai teknis pelaksanaan tarif tenaga listrik reguler atau
konvensional dan tarif tenaga listrik prabayar ditetapkan oleh direksi P.T. PLN.
Untuk lebih jelas dan rinci tabel 9 menggambarkan besarnya tarif dasar
listrik untuk listrik prabayar dan reguler atau konvensional dalam berbagai daya
yang masuk dalam golongan rumahtangga sesuai dengan Permen ESDM RI No 9
tahun 2014 yang masih berlaku hingga saat ini.
Tabel 9 Tarif dasar listrik mulai 1 Mei 2014
NO.
GOL.
TARIF
BATAS
DAYA
1
R-1/TR
s.d 450
VA
2
R-1/TR
900 VA
3
4
5
6
R-1/TR
R-1/TR
R-2/TR
R-3/TR
1.300 VA
2.200 VA
3.500 VA
s.d
5.500 VA
6.600
Ke atas
REGULER
BIAYA BEBAN
(Rp/kVA/BULAN)
11.000
BIAYA PEMAKAIAN
(Rp/kWH)
Blok I
: 0 s.d 30 kWH
: 169
Blok II : diatas 30 kWH s.d 60
kWH : 360
Blok III : di atas 60 kWH
: 495
20.000
Blok I
: 0 s.d 20 kWH
: 275
Blok II : diatas 20 kWH s.d 60
kWH : 445
PRA
BAYAR
(Rp/kWH)
415
605
*)
*)
Blok III : di atas 60 kWH
: 495
979
1.004
979
1.004
*)
1.145
1.145
*)
1.352
1.352
Catatan :
*)
Diterapkan Rekening Minimum (RM) :
RM1 = 40 (Jam Nyala) x Daya tersambung (kVA) x Biaya Pemakaian.
Sumber : Peraturan menteri ESDM RI No9 tahun 2014 lampiran II.
63
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil turun lapang penelitian yang telah dilakukan, hingga
bulan Januari 2014 rumahtangga di P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten
area Bogor yang menggunakan listrik prabayar berjumlah 281.879 sedangkan
yang menggunakan listrik konvensional sebesar 610.106. Untuk total pelanggan
P.T. Distribusi Jawa Barat dan Banten yang menggunakan listrik prabayar sebesar
3.262.940 dan untuk listrik konvensional sebesar 8.051.804.
Penelitian ini memfokuskan permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga yang diukur dari besarnya biaya listrik per bulan yang dikeluarkan
oleh rumahtangga yang menggunakan listrik prabayar di daerah penelitian, besar
kecilnya dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, tingkat pendidikan, jumlah alat
yang menggunakan listrik, jenis pekerjaan, luas bangunan rumah dan jumlah
anggota keluarga dengan jumlah responden sebanyak 100 orang
Hubungan Kapasitas Daya Listrik Terhadap Responden Rumahtangga
Rumahtangga yang menjadi responden pada penelitian ini adalah
rumahtangga yang menggunakan daya sebesar 450 VA, 900 VA, 1300 VA, dan
2200 VA. Secara umum responden terbanyak pada penelitian ini adalah
rumahtangga pengguna listrik prabayar dengan daya 900 VA dengan jumlah 45
rumahtangga. Responden tersedikit adalah pengguna listrik prabayar dengan daya
2200 VA berjumlah 7 rumahtangga. Berdasarkan tabel 10 di bawah. Dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini menggambarkan golongan tarif untuk keperluan
rumahtangga kecil pada tegangan rendah dengan daya sampai 2.200 VA.
Tabel 10.
Klasifikasi jumlah responden rumahtangga berdasarkan kapasitas
daya per kecamatan
Kecamatan
Kapasitas Daya (VA)
Jumlah
Bogor Selatan
Bogor Tengah
450
19
2
21
900
19
26
45
1300
8
19
27
2200
4
3
7
Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014.
Hubungan Kapasitas Daya Dengan Permintaan Energi Listrik Prabayar
Sektor Rumahtangga
Untuk permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga listrik
terendah bernilai Rp 40.000 terdapat pada rumahtangga dengan kapasitas daya
450 VA sedangkan untuk permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga
64
tertinggi bernilai Rp 750.000 terdapat pada rumahtangga dengan kapasitas daya
2200 VA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 11 dibawah ini.
Tabel.11
Klasifikasi biaya listrik prabayar tertinggi dan terendah berdasarkan
kapasitas daya per kecamatan
Kapasitas Daya (VA)
Jumlah
450
900
1300
2200
21
45
27
7
Biaya Listrik (Rp/Bulan)
Tertinggi
Terendah
200.000
400.000
500.000
750.000
40.000
50.000
100.000
300.000
Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014.
Hubungan Kapasitas Daya Terhadap Pendapatan Rumahtangga
Pendapatan rumahtangga terbesar pada penelitian ini adalah Rp
10.000.000 yaitu rumahtangga dengan daya 1300 VA dan terkecil Rp 500.000
dengan daya 450 VA. Secara umum hubungan antara besar daya dan pendapatan
rumah tangga dijelaskan oleh tabel 12.
Tabel .12
Klasifikasi pendapatan rumahtangga tertinggi dan terendah
berdasarkan kapasitas daya per kecamatan
Kapasitas Daya (VA)
Jumlah
450
900
1300
2200
21
45
27
7
Pendapatan (Rp/Bulan)
Tertinggi
Terendah
4.000.000
500.000
8.500.000
1.000.000
10.000.000
1.000.000
9.000.000
2.500.000
Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014.
Hubungan Kapasitas Daya Terhadap Jumlah Anggota Keluarga
Tabel 13.
Klasifikasi jumlah anggota keluarga rumahtangga tertinggi dan
terendah berdasarkan kapasitas daya
Jumlah Daya (VA)
Jumlah
450
900
1300
2200
21
45
27
7
Jumlah Anggota Keluarga
(Orang)
Tertinggi
Terendah
9
2
10
2
9
3
12
2
Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014.
Jumlah anggota keluarga terbanyak terdapat pada rumahtangga dengan
jumlah daya 2200 VA dengan jumlah 12 orang anggota keluarga. Untuk jumlah
anggota keluarga terkecil berjumlah 2 orang yang terdapat pada rumahtangga
65
yang memiliki jumlah daya listrik prabayar 450 VA, 900 VA dan 2200 VA. Tabel
13 di bawah ini menjelaskan sebaran jumlah anggota keluarga dan jumlah daya.
Hubungan Kapasitas Daya Terhadap Luas Bangunan
Jumlah luas bangunan rumah reponden bervariasi terhadap kapasitas daya
litrik yang digunakan. Luas bangunan terluas pada penelian ini adalah 600 m2
yang terdapat pada rumahtangga dengan kapasitas daya 2200 VA. Sedangkan luas
bangunan rumah tersempit sebesar 55 m2 yang menggunakan kapasitas daya
dengan 450 VA. Tabel 14 menjelaskan sebaran antara besarnya kapasitas daya
dengan luas bangunan rumah pada penelitian ini. Secara umum rata-rata luas luas
bangunan rumah reponden ini antara 55 – 600 m2.
Tabel 14.
Klasifikasi luas bangunan rumah rumahtangga terluas dan tersempit
berdasarkan kapasitas daya
Kapasitas Daya (VA)
Jumlah
450
900
1300
2200
21
45
27
7
Luas Bangunan Rumah (m2)
Terluas
Tersempit
400
55
200
72
300
70
600
80
Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014.
Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Permintaan Energi Listrik
Prabayar Sektor Rumahtangga
Untuk hubungan antara permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga (biaya listrik) dengan pendapatan dijelaskan oleh tabel 15 di bawah
ini. Peneliti mencoba untuk mengklasifikasi responden berdasarkan pendapatan
keluarga dengan biaya listrik prabayar yang dikeluarkan rumahtangga per bulan di
Kota Bogor.
Tabel 15.
Klasifikasi responden berdasarkan pendapatan total keluarga dengan
pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik
Pendapatan Total
Keluarga (Rp/Bulan)
Biaya Listrik (Rp/Bulan)
500.000-1.999.999
50.00099.999
8
100.000150.000
14
2.000.000-6.000.000
7
> 6.000.000
0
Total
>150.000
Jumlah
Persentase
2
24
24%
25
30
62
62%
3
11
14
14%
100
100%
Total
Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014.
66
Berdasarkan tabel 15, Rumahtangga yang memiliki pendapatan antara
Rp500.000,00 sampai Rp1.999.999 per bulan dengan biaya listrik yang
dikeluarkan per bulan yaitu Rp50.000 sampai Rp99.000 per bulan. yaitu 8
responden rumahtangga (14 persen). Jumlah reponden terbanyak adalah rumah
tangga yang mengeluarkan biaya listrik perbulan sebesar Rp. 100.000 sampai
dengan Rp. 150.000 dengan pendapatan Rp2.000.000 sampai dengan Rp6.000.000
jumlah 25 responden. Sedangkan untuk responden terkecil adalah responden
yang memiliki pendapatan sebesar Rp500.000 sampai dengan Rp.1.999.999
dengan biaya listrik Rp50.000 sampai Rp99.900 yang berjumlah 2 responden.
Tidak terdapat responden yang mempunyai penghasilan lebih besar dari
Rp6.000.000 dengan biaya listrik sebesar Rp50.000 sampai Rp99.900. Secara
umum dapat disimpulkan bahwa jumlah pendapatan perbulan berbanding lurus
dengan biaya listrik yang dikeluarkan keluarga perbulan. Semakin besar
pendapatan maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk
mengkonsumsi listrik.
Jumlah Alat yang Mengunakan Listrik Dengan Permintaan Energi Listrik
Prabayar Sektor Rumahtangga
Tabel 16 merupakan klasifikasi responden dilihat dari jumlah alat yang
menggunakan listrik yang digunakan oleh satu rumahtangga di daerah penelitian.
Untuk jumlah responden terbesar terdapat pada klasifikasi responden yang
memiliki jumlah alat yang menggunakan listrik 6 sampai dengan 10 unit dengan
biaya listrik Rp100.000 sampai Rp150.000 sebanyak 28 responden. Secara umum
semakin besar jumlah alat listrik yang dimiliki rumah tangga semakin besar
permintaan biaya listrik rumahtangga tersebut.
Tabel 16.
Klasifikasi responden berdasarkan jumlah alat yang menggunakan
listrik dengan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga
Jumlah Elektronik
(unit)
Biaya Listrik (Rp/Bulan)
1 s/d 5
50.00099.999
6
100.000150.000
7
Total
>150.000
Jumlah
Persentase
1
14
14%
6 s/d 10
7
28
17
52
52%
10 s/d 15
2
7
17
26
26%
>15
0
1
7
8
8%
100
100%
Total
Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014.
Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Permintaan Energi Listrik
Prabayar Sektor Rumahtangga
Hubungan antara permintaan listrik yang dikeluarkan per bulan dengan
jumlah anggota keluarga responden di jelaskan oleh tabel 17 di bawah.
67
Tabel 17. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dengan
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga
Jumlah Anggota
Keluarga (orang)
Biaya Listrik (Rp/Bulan)
Total
50.00099.999
100.000150.000
>150.000
Jumlah
Persentase
1 s/d 5
12
28
24
64
64%
6 s/d 10
3
15
17
35
35%
> 10
0
0
1
1
1%
100
100%
Total
Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014.
Jumlah responden terbanyak memiliki klasifikasi jumlah anggota keluarga
1 sampai 5 orang dengan biaya litrik per bulan Rp100.000 sampai dengan
Rp150.000 yang berjumlah 28 responden rumahtangga. Tidak ada responden
untuk keluarga dengan anggota keluarga lebih besar dari sepuluh orang dengan
pengeluaran listrik Rp100.000 sampai Rp150.000. Secara umum jika dilihat di
tabel 17 tidak ada hubungan yang pasti antara jumlah anggota keluarga dengan
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga.
Hubungan Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga Dengan Permintaan Energi
Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga
Jenis pekerjaan ditentukan berdasarkan jenis pekerjaan responden tetap atau
tidak menetap. Tabel 18 menyajikan distribusi responden rumahtangga
berdasarkan jenis pekerjaan tersebut.
Tabel 18. Klasifikasi responden berdasarkan jenis pekejaan kepala keluarga
dengan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga
Biaya Listrik (Rp/Bulan)
Jenis Pekerjaan
Tidak Tetap
Total
50.00099.999
100.000150.000
>150.000
Jumlah
Persentase
6
6
0
12
12%
42
88
100
88%
100%
Tetap
9
37
Total
Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014.
Berdasarkan tabel 18 diatas diketahui jumlah reponden terbanyak berjumlah
42 dengan klasifikasi bekerja tetap dan mengeluarkan biaya listrik Rp150.000
perbulannya. Tidak ada responden yang tidak memiliki pekerjaan dengan
permintaan listrik lebih besar dari Rp150.000 per bulan. Berdasarkan tabel 18
bisa disimpulkan jumlah responden pengguna listrik prabayar dengan kepala
keluarga memiliki pekerjaan tetap lebih banyak dari yang tidak memiliki
pekerjaan tetap.
68
Analisis Rasio Profitabilitas Listrik Prabayar dan Konvensional
Penelitian diawali dengan peninjauan dan pengumpulan data di P.T. PLN
Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor. Data yang diambil adalah data laba
rugi perusahaan dan penjualan listrik konvensional dan prabayar untuk bulan
Januari-Desember 2012 dan Januari-Desember 2013 dari P.T. PLN Distribusi
Jawa Barat dan Banten Area Bogor.
Langkah selanjutnya untuk menghitung sales (penjualan) tenaga listrik
konvensional dan prabayar secara deskriptif. Untuk menghitung nilai sales
(penjualan) listrik konvensional adalah dengan menjumlahkan biaya beban, biaya
pemakaian listrik dan biaya KVARH.
Tabel 19. Perhitungan tarif tenaga listrik konvensional tahun 2012
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Biaya Beban
(Rp)
5,594,109,431
5,578,276,215
5,563,097,499
5,588,314,706
5,573,796,970
5,579,017,095
5,576,854,389
5,562,891,503
5,560,823,577
5,551,355,152
5,548,814,997
5,540,306,112
Biaya Pemakaian
(Rp)
188,186,805,810
187,399,323,251
169,373,477,298
190,357,809,314
189,039,099,934
191,415,862,620
195,720,158,156
209,344,304,656
194,366,569,736
200,202,325,731
199,739,613,161
210,842,902,093
Penjualan Listrik Konvensional
(Rp)
193,780,915,241
192,977,599,466
174,936,574,797
195,946,124,020
194,612,896,904
196,994,879,715
201,297,012,545
214,907,196,159
199,927,393,313
205,753,680,883
205,288,428,158
216,383,208,205
Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014.
Sedangkan untuk menghitung nilai sales (penjualan) listrik prabayar adalah
dengan menghitum biaya pemakaian listrik saja. Perhitungan nilai penjualan
tenaga listrik konvensional dengan menggunakan metode deskriptif, dapat dilihat
pada tabel 19.
Setelah mendapat hasil penjualan listrik konvensional dari hasil
penjumlahan biaya beban dan biaya pemakaian, Selanjutnya dilakukan penjumlah
penjualan listrik konvensional dengan Biaya KVARH (Kilo Volt Ampere Reactive
Hour) setiap bulannya, Biaya KVARH adalah biaya pemakaian listrik yang tidak
terukur di kWH meter, dan biaya tersebut biasanya dikenakan bagi pelanggan
daya besar.
Untuk pelanggan listrik prabayar P.T. PLN tidak mengenakan biaya beban
atau abodemen dan biaya KVARH (Kilo Volt Ampere Reactive Hour). Berarti
penjualan tenaga listrik prabayar merupakan nilai penjualan total listrik prabayar.
69
Tabel 20. Perhitungan tarif KVARH tenaga listrik konvensional tahun 2012
TTL
Konvensional
Biaya KVARH (Rp)
(Rp)
Januari
193,780,915,241
406,304,559
Februari
192,977,599,466
331,482,521
Maret
174,936,574,797
343,206,428
April
195,946,124,020
326,781,305
Mei
194,612,896,904
343,678,730
Juni
196,994,879,715
363,104,734
Juli
201,297,012,545
356,492,759
Agustus
214,907,196,159
434,782,958
September
199,927,393,313
375,580,255
Oktober
205,753,680,883
399,549,880
November
205,288,428,158
347,522,678
Desember
216,383,208,205
460,296,030
Total Penjualan Listrik Konvensional
Penjualan Listrik
Konvensional (Rp)
Bulan
194,187,219,800
193,309,081,987
175,279,781,225
196,272,905,325
194,956,575,634
197,357,984,449
201,653,505,304
215,341,979,117
200,302,973,568
206,153,230,763
205,635,950,836
216,843,504,235
2,397,294,692,243
Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014.
Rekapitulasi hasil penjualan listrik konvensional ditambah dengan Biaya
KVARH dapat dilihat pada tabel 20. Sedangkan tabel 21 menjelaskan rekapitulasi
penjualan listrik prabayar.
Tabel 21. Rekapitulasi penjualan listrik prabayar tahun 2012
TTL Listrik
Biaya KVARH
Prabayar (Rp)
(Rp)
Januari
9,008,894,047
0
Februari
8,862,631,899
0
Maret
10,151,605,349
0
April
10,257,513,844
0
Mei
11,423,876,639
0
Juni
11,602,794,164
0
Juli
12,321,901,743
0
Agustus
12,421,728,820
0
September
12,550,678,647
0
Oktober
10,769,902,569
0
November
13,264,823,091
0
Desember
14,669,117,720
0
Total Penjualan Listrik Prabayar
Bulan
Penjualan Listrik Prabayar
(Rp)
9,008,894,047
8,862,631,899
10,151,605,349
10,257,513,844
11,423,876,639
11,602,794,164
12,321,901,743
12,421,728,820
12,550,678,647
10,769,902,569
13,264,823,091
14,669,117,720
137,305,468,532
Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014.
Selanjutnya, dilakukan pengambilan data laba/rugi hasil operasi perusahaan
penjualan listrik konvensional tahun 2012 sebesar Rp2,393,706,404,358 dan
laba/rugi untuk penjualan listrik prabayar tahun 2012 sebesar Rp137,087,667,026.
Data ini bersumber dari laporan laba rugi P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan
Banten.
70
Salahsatu tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi
keuangan berdasarkan analisis profitabilitas dengan menggunakan salah satu rasio
margin laba bersih net profit margin dengan rumus (20) kalkulasi net profit
margin.
Perhitungan net profit margin listrik konvensional adalah
Net profit margin =
2,393,706,404,358 x 100 % =
2,397,294,692,243
99,85 %
Ini berarti pada tahun 2012 P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area
Bogor memperoleh keuntungan Rp0,9985 setiap penjualan Rp1 dengan sistem
konvensional,.
Perhitungan net profit margin listrik prabayar adalah
Net profit margin = 137,087,667,026 x 100 %
137,305,468,532
=
99,84 %
Hasil penghitungan net profit margin listrik prabayar pada tahun 2012
menjelaskan bahwa P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor
memperoleh keuntungan Rp0,9984 setiap menjual listrik Rp1 dengan sistem
prabayar, Dapat disimpulkan bahwa profitabilitas listrik konvensional lebih besar
dari profitabilitas listrik prabayar pada P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan
Banten area Bogor di Tahun 2012.
Dengan menggunakan analisis deskriptif yang sama dilakukan perhitungan
total penjualan listrik konvensional dan prabayar untuk tahun 2013. Untuk
menghitung nilai sales (penjualan) listrik konvensional adalah dengan
menjumlahkan biaya beban, biaya pemakaian listrik dan biaya KVARH.
Tabel 22. Perhitungan tarif tenaga listrik konvensional tahun 2013
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Biaya Beban
(Rp)
5,530,519,588
5,534,983,232
5,955,239,104
5,161,532,420
5,586,436,907
5,582,787,086
5,592,184,965
5,574,897,820
5,563,777,247
5,570,204,003
5,573,806,574
5,556,495,353
Biaya Pemakaian
(Rp)
213,858,255,929
199,434,038,954
297,205,363,705
150,560,330,358
232,308,042,949
230,635,131,095
239,779,324,369
223,037,092,648
246,478,555,676
252,273,624,863
247,469,198,598
257,658,604,906
Penjualan Listrik Konvensional
(Rp)
219,388,775,517
204,969,022,186
303,160,602,809
155,721,862,778
237,894,479,856
236,217,918,181
245,371,509,334
228,611,990,468
252,042,332,923
257,843,828,866
253,043,005,172
263,215,100,259
Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014.
Sedangkan untuk menghitung nilai sales (penjualan) listrik prabayar
adalah dengan menghitum biaya pemakaian listrik saja. Setelah mendapat hasil
71
penjualan listrik konvensional dari hasil penjumlahan biaya beban dan biaya
pemakaian.
Tabel 23.Perhitungan tarif KVARH tenaga listrik konvensional tahun 2013
Biaya KVARH
(Rp)
Januari
219,388,775,517
353,342,333
Februari
204,969,022,186
296,422,974
Maret
303,160,602,809
358,231,542
April
155,721,862,778
355,205,434
Mei
237,894,479,856
477,983,578
Juni
236,217,918,181
483,937,485
Juli
245,371,509,334
1,248,097,888
Agustus
228,611,990,468
372,528,399
September
252,042,332,923
478,052,248
Oktober
257,843,828,866
431,406,748
November
253,043,005,172
513,367,325
Desember
263,215,100,259
590,322,554
Total Penjualan Listrik Konvensional
Bulan
Penjualan Listrik
Konvensional (Rp)
219,742,117,850
205,265,445,160
303,518,834,351
156,077,068,212
238,372,463,434
236,701,855,666
246,619,607,222
228,984,518,867
252,520,385,171
258,275,235,614
253,043,005,172
263,805,422,813
2,862,925,959,532
TTL Konvensional (Rp)
Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014.
Selanjutnya dilakukan penjumlah penjualan listrik konvensional dengan
Biaya KVARH (Kilo Volt Ampere Reactive Hour) setiap bulannya, Biaya
KVARH adalah biaya pemakaian listrik yang tidak terukur di kWH meter, dan
biaya tersebut biasanya dikenakan bagi pelanggan daya besar.
Perhitungan nilai penjualan tenaga listrik konvensional dengan
menggunakan metode deskriptif, dapat dilihat pada tabel 22. Sedangkan untuk
rekapitulasi hasil penjualan listrik konvensional ditambah dengan Biaya KVARH
dapat dilihat pada tabel 23.
Untuk pelanggan listrik prabayar P.T. PLN tidak mengenakan biaya beban
atau abodemen dan biaya KVARH (Kilo Volt Ampere Reactive Hour). Berarti
penjualan tenaga listrik prabayar merupakan total penjualan listrik prabayar.
Kemudian, dilakukan pengambilan data laba/rugi hasil operasi perusahaan
penjualan listrik konvensional tahun 2013 sebesar Rp2,862,925,959,532 dan
laba/rugi untuk penjualan listrik prabayar tahun 2013 sebesar Rp229,545,119,547.
Data ini bersumber dari laporan laba rugi P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan
Banten. Rekapitulasi penjualan listrik prabayar dapat dilihat pada tabel 24.
Salahsatu tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kondisi keuangan
berdasarkan analisis profitabilitas dengan menggunakan salahsatu rasio margin
laba bersih net profit margin dengan rumus (20) kalkulasi net profit margin.
Perhitungan net profit margin listrik konvensional tahun 2013 adalah
Net profit margin =
3,078,257,410,577 x 100 % =
2,862,925,959,532
107, 52 %
72
Ini berarti pada tahun 2013 P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area
Bogor memperoleh keuntungan Rp1,0752 setiap penjualan Rp1 dengan sistem
konvensional.
Perhitungan net profit margin listrik prabayar tahun 2013 adalah
Net profit margin = 229,223,599,088 x 100 %
229,545,199,547
=
99,86 %
Tabel 24. Rekapitulasi penjualan listrik prabayar tahun 2013
Januari
TTL Listrik Prabayar
(Rp)
17,811,332,981
Biaya KVARH
(Rp)
0
Penjualan Listrik Prabayar
(Rp)
17,811,332,981
Februari
10,900,506,691
0
10,900,506,691
Maret
16,471,559,661
0
16,471,559,661
April
17,394,286,480
0
17,394,286,480
Mei
18,557,482,834
0
18,557,482,834
Juni
18,647,691,324
0
18,647,691,324
Juli
19,495,364,914
0
19,495,364,914
Agustus
19,839,899,120
0
19,839,899,120
September
21,089,034,512
0
21,089,034,512
Oktober
22,688,317,483
0
22,688,317,483
November
22,558,514,666
0
22,558,514,666
Desember
24,091,208,881
0
24,091,208,881
Bulan
Total Penjualan Listrik Prabayar
229,545,199,547
Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014.
Hasil perhitungan net profit margin listrik prabayar diatas menjelaskan
pada tahun 2013 P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor
memperoleh keuntungan Rp0,9986 setiap menjual listrik Rp1 dengan sistem
prabayar, Berdasarkan perhitungan diatas bisa dikatakan bahwa di tahun 2013
profitabilitas listrik konvensional masih lebih tinggi dari listrik prabayar.Untuk
mengetahui profitabilitas yang didapat oleh P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan
Banten area Bogor tahun 2012 sampai 2013 dilakukanlah analisis deskriptif.
Perbandingan persentase net profit margin rata-rata listrik prabayar dan
konvensional tahun 2012 dan 2013 dijelaskan oleh tabel 25.
Tabel 25. Perbandingan persentase net profit margin rata-rata listrik prabayar
P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor
Sistem
Listrik Prabayar (Rp)
2012
0,9984
2013
0,9986
Rata-Rata
0,9985
Listrik Konvensional (Rp)
0,9985
1,0752
1,03685
Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014.
73
Berdasarkan hasil perhitungan diatas bisa disimpulkan bahwa listrik
konvensional memiliki profit lebih tinggi dibandingkan dengan listrik prabayar
pada P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor di Tahun 2012
sampai 2013. Setiap penjualan Rp1 listrik konvensional oleh P.T. PLN Distribusi
Jawa Barat dan Banten area Bogor menghasilkan Rp1,03685,Sedangkan untuk
listrik prabayar untuk penjualan setiap Rp1 hanya menghasilkan Rp0,9985.
Setiap badan usaha dengan resiko besar dalam melakukan aktifitas bisnisnya
akan mendapatkan keuntungan besar juga, begitupula sebaliknya badan usaha
dengan resiko kecil dalam melakukan aktifitas bisnisnya akan mendapatkan
keuntungan yang kecil pula. Oleh karena itu bisa disimpulkan berdasarkan
perhitungan net profit margin bagi P.T. PLN resiko listrik prabayar lebih kecil
dibanding listrik konvensional.
Manfaat mengetahui profitabilitas bagi P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan
Banten area Bogor adalah sebagai salahsatu evaluasi pengelolaan badan usaha dan
kebijakan yang dikeluarkan, Selain itu profitabilitas juga mempunyai manfaat
penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam
jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan prospek kebijakan-kebijakan
yang dibuat badan usaha.
Analisis Hasil Regresi
Hasil regresi linear berganda (Lampiran 4) yang didapat adalah sebagai
berikut.
Tabel 26. Hasil regresi linear berganda faktor yang memengaruhi permintaan
listrik prabayar
Variabel
Konstanta
Pendapatan
Keluarga
Jumlah
Anggota
keluarga
Jumlah Alat
Listrik
Pendidikan
Kepala
Keluarga
Luas Bangunan
Rumah
Jenis Pekerjaan
Sumber : lampiran 4.
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
7.017.308
1.234.008
5.686.599
0.0000
0.141180
0.085200
1.657.037
0.1009
- 0.146358
0.146691
-0.997733
0.3210
0.559236
0.136366
4.100.996
0.0001
0.322279
0.208845
1.543.151
0.1262
0.249763
0.108893
2.293.667
0.0241
- 0.148620
0.187250
-0.793699
0.4294
74
Dari tabel 25 diatas maka dapat dibuat persamaan :
Ln PELRTPB = 7,017308 + 0,141180LnPEKE – 0,146358LnJUMANG +
0,559236LnJUMALIS + 0,322279LnTINGPEN + 0,249763
LnLUBANG – 0,148620 JENPEK+ µ
Uji Asumsi Klasik
Untuk melihat apakah hasil estimasi sudah memenuhi asumsi dasar linier
klasik atau belum (terpenuhinya asumsi-asumsi estimator OLS dari koefisienkoefisien regresi adalah BLUE (Best Linear Unbias Estimator)), dilakukan uji
asumsi klasik yang terdiri atas uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji
normalitas.
Uji Multikolinearitas
Gujarati mengatakan bahwa Multikolinieritas adalah suatu kondisi dimana
terjadi korelasi yang kuat diantara variabel-variabel bebas (X) yang diikutsertakan
dalam pembentukan model regresi linear. Untuk mendeteksi multikolinearitas
dengan menggunakan Eviews-6,0 dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar
variabel bebas (Correlation Matrix). Pada lampiran 5 Correlation Matrix
Independent Variable menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada
model persamaan, karena semua variabel bebas memiliki korelasi yang lemah di
bawah 0,80. Berarti tidak terdapat multikolinearitas pada model ini.
Uji Heteroskedasitas
Heteroskedasitas merupakan keadaan dimana varians dari setiap gangguan
tidak konstan, Uji heteroskedasitas dapat dilakukan dengan menggunakan White
Heteroskedasticity yang tersedia dalam program Eviews 6,0. Dari hasil uji
heterskodesitas dengan menggunakan uji white test (cross term), tidak terdapat
adanya penyakit asumsi klasik heteroskedasitas (Lampiran 6). Kesimpulannya
adalah dengan tingkat keyakinan 95%, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
heteroskedastisitas dalam model regresi.
Uji Normalitas
Uji normalitas adalah suatu asumsi untuk menguji normal atau tidaknya
faktor penggangu dalam suatu penelitian, uji ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Jarque-Bera Test (J-B test). Berdasarkan hasil estimasi dengan uji
JB-test ditemukan bahwa besarnya nilai Jarque-Bera normality test statistics
adalah 0,285831. Kemudian dibandingkan dengan nilai X2 tabel untuk df = 94 dan α
= 5 % bernilai 117,63165, maka diperoleh nilai (JB-test = 0,285831 < X2 tabel =
117,63165). Maka faktor pengganggu atau residual berdistribusi normal. Dari
hasil estimasi juga diperoleh nilai prob JB-test = 0,866827 atau lebih besar dari
nilai α = 0,05 ( prob JB-test = 0,866827 > α = 0,05). Dengan demikian berarti
residual terdistribusi normal (Lampiran 7).
75
14
13
12
1.2
11
0.8
0.4
10
0.0
-0.4
-0.8
-1.2
10
20
30
40
Residual
50
60
Actual
70
80
90
100
Fitted
Gambar 11 Uji Heteroksedastisidas Model (Lampiran 6)
Uji Statistik
Koefisien Determinasi (R2)
Dari hasil regresi pengaruh variabel pendapatan keluarga, luas bangunan
rumah, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik,
pendidikan dan jenis pekerjaan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga (PELRTPB) diperoleh nilai R2 sebesar 0,411158 (Lampiran 4). Ini
menunjukkan bahwa 41,11 dari variasi perubahan permintaan energi listrik
prabayar sektor rumahtangga (PELRTPB) mampu dijelaskan secara serentak oleh
variabel-variabel pendapatan keluarga (PEKE), jumlah anggota keluarga
(JUMANG), , jumlah alat yang menggunakan listrik (JURNALIS), tingkat
pendidikan (TINGPEN), luas bangunan rumah (LUBANG) dan jenis pekerjaan
(JENPEK).
Sedangkan sisanya yaitu sebesar 58,89 dijelaskan oleh variabel-variabel lain
yang belum dimasukkan dalam model sehingga R2 sebesar 0,41158 dinyatakan
bahwa model valid. Tidak ada ukuran yang pasti berapa besarnya R2 untuk
mengatakan bahwa suatu pilihan variabel sudah tepat, Jika R2 semakin besar atau
mendekati 1, maka model makin tepat.
Untuk data survei yang berarti bersifat cross section, data yang diperoleh
dari banyak responden pada waktu yang sama, maka nilai R2 = 0,2 atau 0,3 sudah
cukup baik, Semakin besar n (ukuran sampel) maka nilai R2 cenderung makin
kecil. Sebaliknya dalam data runtun waktu (time series) dimana peneliti
mengamati hubungan dari beberapa variabel pada satu unit analisis (perusahaan
atau negara) pada beberapa tahun maka R2 cenderung besar, Hal ini disebabkan
76
variasi data yang lebih kecil pada data runtun waktu yang terdiri dari satu unit
analisis saja.
Pengujian Signifikansi Paremeter Individual (Uji-t)
Hasil regresi pengaruh variabel pendapatan keluarga,jumlah anggota
keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, pendidikan, luas bangunan rumah
dan jenis pekerjaan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga di Kota Bogor dijelaskan oleh Lampiran 8. Untuk uji-t statistik
masing-masing variabel akan dijelaskan dibawah ini :
1.
Uji-t statistik variabel jumlah pendapatan keluarga
Pendapatan tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar
sektor rumahtangga di Kota Bogor (Lampiran 8).
2.
Uji-t statistik variabel jumlah anggota keluarga
Variabel jumlah anggota keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan
energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor (Lampiran 8).
3.
Uji-t statistik variabel jumlah alat yang menggunakan listrik
Hubungan variabel jumlah alat yang menggunakan listrik dan permintaan
energi listrik prabayar sektor rumahtangga adalah signifikan (Lampiran 8).
4.
Uji-t statistik variabel tingkat pendidikan kepala keluarga
Variabel pendidikan kepala keluarga tidak signifikan memengaruhi
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor
(Lampiran 8).
5.
Uji-t statistik variabel luas bangunan rumah
Hubungan variabel luas bangunan rumah dan permintaan energi listrik
prabayar sektor rumahtangga adalah signifikan (Lampiran 8).
6.
Uji-t statistik variabel jenis pekerjaan kepala keluarga
Jenis pekerjaan tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik
prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor (Lampiran 8).
Pengujian Signifikan Simultan (Uji-f)
Dari hasil regresi pengaruh variabel pendapatan keluarga, jumlah anggota
keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, pendidikan terakhir kepala
rumahtangga, luas bangunan rumah dan jenis pekerjaan terhadap permintaan
energi listrik prabayar sektor rumahtangga, diperoleh f statistik /f hitung sebesar
10,82283 sedangkan f tabel sebesar 2,31127, Sehingga, f statistik > f tabel (10,82283
>2,31127) yang berarti bahwa variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat (Lampiran 4).
Interpretasi Hasil Regresi
Berdasarkan hasil estimasi dan pengujian asumsi klasik yang telah
dilakukan ternyata hasil estimasi permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga tidak terdapat multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas
sehingga hasil dari pengujian tersebut dapat diaplikasikan lebih lanjut.
77
Penggunaan metode Ordinary Least Square (OLS), diperoleh nilai
koefisien masing-masingvariabel pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah
alat yang menggunakan listrik, pendidikan kepala keluarga, luas rumah, dan jenis
pekerjaan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota
Bogor (Lampiran 4).
Konstanta atau Intersep
Berdasarkan hasil estimasi data dalam model regresi (Lampiran 4),
terdapat nilai konstanta sebesar 7,017308 yang bernilai positif. Hal ini
menunjukkan bahwa, tingkat nilai rata-rata perkembangan permintaan energi
listrik prabayar sektor rumahtangga berkecenderungan naik ketika variabel
penjelas tetap, Untuk interpretasi hasil regresi variabel bebas, akan dijelaskan di
bawah ini :
1)
Pendapatan Keluarga (PEKE)
Berdasarkan hasil regresi, pendapatan keluarga tidak signifikan
memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga yang berarti
tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel pendapatan keluarga
berpengaruh signifikan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga. Hal ini mungkin dikarenakan sampel dalam penelitian ini adalah
masyarakat kelas menengah keatas. Karena sampel yang diambil masyarakat kelas
menengah kebawah maka diduga berlaku hukum angel dimana rumahtangga lebih
mengutamakan permintaan akan barang pangan dibanding non pangan (listrik).
2)
Jumlah Anggota Keluarga (JUMANG)
Jumlah anggota keluarga yang merupakan anggota keluarga yang menjadi
tanggungan dalam suatu rumahtangga tidak signifikan berpengaruh terhadap
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Ini sesuai
dengan teori oleh Maddigan et al (1983) bahwa pada umumnya, tanda koefisien
dari tiap-tiap karakteristik rumahtangga bisa positif atau negatif. Banyak
sedikitnya jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap besar kecilnya
permintaan listrik rumahtangga. Diduga ini terjadi karena intensitas pemakaian
listrik dalam rumah oleh sample penelitian pada work hour lebih kecil, karena
aktivitas anggota keluarga melakukan rutinitas diluar rumah (out door) seperti
kerja dikantor atau sekolah, pada pagi hingga sore hari. Sedangkan di rumah pada
malam hari cenderung waktu dihabiskan untuk beristirahat.
3)
Jumlah Alat yang Menggunakan Listrik (JURNALIS)
Hasil penelitian ini untuk variabel jumlah alat yang menggunakan listrik,
yaitu jumlah alat yang menggunakan listrik berpengaruh dan signifikan terhadap
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Nilai
koefisien untuk variabel jumlah alat yang menggunakan listrik adalah 0,559236
yang berarti ketika jumlah alat yang menggunakan listrik mengalami peningkatan
sebesar 1%, maka permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga akan
mengalami peningkatan sebesar 0,559236 % ( asumsi variabel lain tetap),
Begitupula sebaliknya.
78
Hal ini sesuai dengan Maddigan et al (1983) bahwa besarnya konsumsi
listrik itu tergantung pada banyaknya alat listrik yang digunakan. Hasil penelitian
yang sama juga didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2004)
mengenai Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Besar Kecilnya Permintaan
Konsumen Terhadap Listrik di Desa Sidoarum, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Penelitian Zulhamsyah menjelaskan bahwa faktor kepemilikan barang-barang
elektronik berpengaruh dan signifikan. Hal ini mengakibatkan apabila suatu
rumahtangga memiliki lebih banyak barang-barang elektronik maka akan
menaikkan permintaan listrik.
Sebagai ilustrasi ekonomi dalam kehidupan sehari-hari adalah jika
rumahtangga memiliki 10 alat yang menggunakan listrik dan biasa mengeluarkan
biaya listrik prabayar perbulannya Rp.100.000. Maka, ketika rumahtangga
tersebut membeli 2 alat yang menggunakan listrik, keluarga tersebut diestimasi
akan mengeluarkan biaya listrik Rp.101.120 perbulannya.
4)
Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga (TINGPEN)
Penelitian oleh Triyana (2003) yaitu Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Listrik pada Rumahtangga yang menghasilkan variabel tingkat
pendidikan kepala keluarga mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap permintaan listrik. Berbeda dengan hasil regresi penelitian ini, dimana
tingkat pendidikan kepala keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan
energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Hal ini juga sejalan
oleh Jung (1993) bahwa tidaklah relevan menyatakan bahwa karakteristik
demografik misalnya pendidikan selalu berpengaruh terhadap permintaan listrik
rumahtangga.
5)
Luas Bangunan Rumah (LUBANG)
Hasil regresi menunjukkan bahwa luas bangunan rumah berpengaruh dan
signifikan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Nilai
koefisien untuk variabel luas bangunan rumah adalah 0,249763 yang berarti
ketika luas bangunan rumah mengalami peningkatan sebesar 1%, maka
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga akan mengalami
peningkatan sebesar 0,249763 % ( asumsi variabel lain tetap). Begitupula
sebaliknya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang juga dilakukan oleh Fitriana (2008)
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan konsumen terhadap listrik
pada rumahtangga di Desa Nambongan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Luas
bangunan rumah yang bervariasi, mendorong pemakaian listrik juga ikut
bervariasi, Semakin luas suatu bangunan rumah, maka penerangan yang
dibutuhkan akan semakin banyak. Sehingga tingkat pemakaian akan mendorong
peningkatan permintaan listrik yang dikeluarkan rumahtangga.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat diilustrasikan secara ekonomi sebagai
berikut. Jika sebuah rumahtangga ingin memperluas bangunan rumah dengan
membangun bangunan rumah yang tadinya berukuran 200 meter persegi menjadi
300 meter persegi, dan biasanya dalam sebulan keluarga tersebut mengeluarkan
biaya listrik prabayar sebesar Rp200.000. Maka diestimasi keluarga tersebut akan
mengeluarkan biaya listrik prabayar sebesar Rp224.976,3 per bulan ketika ukuran
bangunan rumah 300 meter persegi.
79
6)
Jenis Pekerjaan (JENPEK)
Hasil regresi menunjukkan bahwa jenis pekerjaan baik tetap maupun tidak
tetap tidak berpengaruh terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga, hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Nababan (2008) di Kota Medan. Ini menunjukkan bahwa banyaknya biaya yang
dikeluarkan untuk biaya listrik oleh masyarakat didorong oleh akibat faktor-faktor
lain. Apapun jenis pekerjaan kepala rumahtangga tetap taupun tidak tetap, tidak
akan berpengaruh, terhadap permintaan listrik oleh rumahtangga.
Content Analysis antara Listrik Prabayar dan Konvensional
Setelah peneliti mengetahui salahsatu hasil penelitian yaitu profitabilitas
listrik konvensional lebih tinggi 3,835 % dari listrik prabayar di tahun 2012
sampai 2013. Maka peneliti ingin mengetahui, apakah ada keuntungan listrik
prabayar dibanding listrik konvensional baik bagi P.T. PLN maupun bagi
masyarakat sebagai konsumen. Dengan kendala waktu dan keterjangakauan
peneliti, untuk mengetahui hal ini peneliti memutuskan melakukan analisis konten
untuk mengetahui keuntungan listrik prabayar dibanding listrik konvensional
Analisis konten (content analysis) adalah penelitian yang bersifat
pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi yang tertulis atau tercetak
dalam media massa. 95 Pelopor analisis konten adalah Harold Lasswell.
Setelah mencari bahan analisis berupa berita dari media cetak dan media
elektronik. Berdasarkan analisis konten yang di jelaskan oleh Lampiran
keunggulan listrik prabayar dibanding listrik konvensional bagi P.T. PLN adalah
1. Mengurangi pengeluarkan biaya untuk mencatat meteran.
2. Tidak terjadi tunggakan tagihan rekening listrik pelanggan yang berakibat
mengganggu keuangan P.T. PLN
3. Menghemat biaya penagihan konsumen. .
4. Menghindari terjadinya konflik antar PLN dan pelanggan serta
mengurangi komplein dari pihak pelanggan pasa saat petugas salah
membaca meteran listrik pascabayar.
Sedangkan bagi pelanggan keunggulan listrik prabayar dibanding listrik
konvensional adalah
1. Mudah mengendalikan dan menyesuaikan pemakaian listrik.
2. Tidak ada biaya keterlambatan.
3. Privacy konsumen lebih terjaga.
4. Konsumen sulit kecurian listrik.
5. Tidak ada kesalahan dalam pembacaan meteran listrik.
6. Pelanggan tidak dikenakan biaya beban atau abodemen.
7. Pelanggan bisa mengatur dan mengendalikan penggunaan daya.
8. Pelanggan tidak terkena biaya beban dan KVARH
Kemudian untuk negara keunggulan listrik prabayar dibanding listrik
konvensional adalah listrik prabayar tidak menggunakan dana APBN.
95
Didin S Damanhuri dalam diskusi bimbingan tesis pada tanggal 11 September 2014.
80
1.
2.
3.
4.
Sedangkan kelemahan listrik prabayar adalah
Pada beberapa golongan tarif misalnya tarif rumah tangga daya 450 VA
dan 900 VA tarifnya lebih mahal dibandingkan listrik prabayar. Tetapi kita
dapat mengakalinya dengan menggunakan peralatan listrik yang pentingpenting saja. Perlu kita ketahui juga bahwa jika pemakaian listrik Anda
hampir 100% rata-rata dalam sebulan, pemakaian pulsa listrik Anda tidak
akan sampai pada nilai Rp 450.000 (jika PPj lebih kurang 7%) untuk daya
R1/900 VA, yang 450 VA tentu lebih sedikit lagi.
Pembelian pulsa listrik tidak periodik. Bagi yang pemakaian listriknya
banyak mungkin akan membeli pulsa listrik lebih dari 1 kali dalam
sebulan. Tetapi yang jelas jika pemakaian listrik banyak Anda dapat
membeli pulsa yang nominal besar, sebab nominal pulsa listrik tersedia
hingga nilai Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). Nominal pulsa listrik yang
tersedia di pasaran saat ini adalah 20.000, 25.000, 30.000, 40.000, 50.000,
75.000, 100.000, 200.000, 300.000, 400.000, 500.000, 1.000.000 dan
2.000.000.
Pulsa habis (kWH habis) berarti strom habis tentu listrik mati atau padam,
sehingga pelanggan listrik prabayar ada 2 (dua) kemungkinan listriknya
padam yakni pemadaman dari PLN dan pulsa habis. Namun pada kWh
meter prabayar jika sudah dilengkapi dengan alarm dimana jika kWH
sudah menunjukkan nilai 10 kWh maka alarm pada kWH meter akan
berbunyi, jika alarm berbunyi sebaiknya segera melakukan pembelian
pulsa listrik prabayar. Tidak ada perbedaan tanda dari kWH meter yang
menunjukan apakah listrik mati karena pemadaman listrik oleh P.T. PLN
atau stroom habis.
Apabila kita sudah membeli voucher isi ulang tenaga listrik akan tetapi
voucher tersebut belum kita input ke meter. Kemudian kita beli lagi
voucher isi ulang tenaga listrik yang lain, maka voucher isi ulang listrik
yang kedua ini tidak dapat kita isikan ke meter listrik dan kita harus
memanggil petugas P.T. PLN untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
6 PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah yang telah dilakukan dapat
disimpulkan beberapa hal yaitu :
1.
Jumlah pelanggan listrik prabayar P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan
Banten tahun 2013 lebih sedikit dibanding pelanggan listrik konvensional,
Di P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor pun sama,
Pelanggan listrik prabayar berjumlah 281,879 dan listrik konvensional
berjumlah 610,106. Diduga terjadi kesalahan dan ketidaktepatan metode
dalam penyusunan atau pembuatan peraturan terkait kebijakan listrik
prabayar.
2.
Profitabilitas listrik prabayar berdasarkan perhitungan net profit margin P.T.
PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor periode 2012 sampai
81
3.
2013 lebih kecil dibanding listrik konvensional. Ini berarti listrik
konvensional memilik nilai profitabilitas lebih baik dibanding listrik
prabayar bagi P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor.
Berdasarkan analisis konten keunggulan utama penggunaan listrik prabayar
dibanding konvensional bagi konsumen adalah lebih mudah mengendalikan
dan menyesuaikan pemakaian listrik. Sedangkan bagi P.T. PLN sendiri
keunggulan listrik prabayar adalah dapat mengurangi tunggakan listrik
konsumen. Dan bagi negara listrik prabayar memiliki keunggulan tidak
menggunakan dana dari APBN.
Nilai koesfisien elastisitas permintaan listrik terhadap pendapatan listrik
pada penelitian ini adalah lebih besar dari nol. Berarti listrik prabayar
merupakan barang normal. Tidak ada variabel yang dapat memengaruhi
langsung kebijakan pihak P.T. PLN karena tidak ada variabel yang
berhubungan dengan penetapan harga atau tarif listrik. Variabel demografik
hanya dapat dibatasi dan dikontrol terhadap utilitas penggunaan listrik suatu
rumahtangga.Untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
energi listrik prabayar sektor rumahtangga, variabel pendapatan keluarga,
jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, tingkat
pendidikan kepala keluarga, luas bangunan rumah dan jenis pekerjaan
kepala keluarga terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga di Kota Bogor, maka dapat disimpulkan bahwa variabel
pendapatan tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar
sektor rumahtangga di Kota Bogor. Untuk variabel jumlah anggota keluarga
tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga di Kota Bogor..Variabel jumlah alat yang menggunakan listrik
berdampak positif dan signifikan memengaruhi permintaan energi listrik
prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Penyebabnya adalah
banyaknya jumlah alat pada suatu rumahtangga berbanding lurus dengan
kenaikan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Variabel
tingkat pendidikan kepala keluarga tidak signifikan memengaruhi
permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor.
Variabel luas bangunan rumah secara positif dan signifikan berpengaruh
terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota
Bogor. Variabel jenis pekerjaan kepala keluarga tidak signifikan
memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di
Kota Bogor. Nilai elastisitas pendapatan adalah positif. Hal ini
menunjukkan bahwa listrik prabayar adalah barang normal.
Saran
1.
Sebaiknya pemerintah melakukan reevaluasi program kebijakan listrik
prabayar, Tujuannya agar ada perbaikan dan penyempurnaan peraturan
terkait listrik prabayar serta masyarakat mengetahui informasi mengenai
keunggulan dari kebijakan listrik prabayar. Berdasarkan variabel yang
memengaruhi permintaan listrik prabayar, dalam melakukan pemasaran
listrik prabayar seabaiknya P.T. PLN memprioritaskan rumah-rumah dengan
82
2.
3.
bangunan luas dan menggunakan banyak alat listrik. Dalam hal ini P.T.
PLN bisa memprioritaskan promosi ke perumahan-perumahan mewah.
Agar konsumen lebih memilih, mengenal dan mengetahui program listrik
prabayar sebaiknya P.T. PLN melakukan perbaikan dalam :
- Distribusi Token
Tempat penjualan token listrik prabayar masih sangat terbatas, sehingga
menyulitkan masyarakat sebagai konsumen dalam membeli token, Karena
kurangnya sosialisasi dan edukasi masih jarang ada pemilik toko voucher
pulsa handphone, warung kelontong dan lain-lain untuk mau berjualan
token pin.
- Standarisasi
P.T. PLN masih belum bisa menentukan kWH meter yang tepat dan sesuai
dengan standar yang diharapkan oleh P.T. PLN, Sampai saat ini P.T. PLN
masih menggunakan 5 supllier yang menangani pengadaan kWH meter
prabayar, belum ada standarisasi dalam hal kWH meter prabayar masih
banyak kekurangan dalam penggunaan kWH meter prabayar seperti merk
gyser angka 6 dan 9 sering dikeluhkan sulit ditekan, merk actaris apabila 3
kali melakukan kesalahan pengisian token langsung meng-lock (seharusnya
10 kali), merk apabila token mencapai 10 kWH langsung meng-lock
(seharusnya memberikan peringatan bahwa token hampir habis).
- Katibrasi
Standar nasional Indonesia belum dapat menemukan alat yang dapat
menghitung masukan dan keluaran listrik (katibrasi) dengan tepat, kWH
Meter yang beredar masih menyisakan perbedaan sekitar 0,08 watt.
- Sosialisasi dan Edukasi
P.T. PLN kurang melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
mengenai sistem prabayar ini,sehingga masih banyak masyarakat yang tidak
mengetahuinya, Kurangnya edukasi mengenai keunggulan dari penggunaan
listrik prabayar kepada masyarakat luas, sementara masyarakat masih
mengganggap bahwa penggunaan listrik prabayar sangat mahal, padahal
sebenarnya dengan penggunaan listrik prabayar oleh masyarakat, dapat
membantu perekonomian negara khususnya dalam hal subsidi listrik dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Adapun beberapa keterbatasan penelitian ini adalah Penelitian ini dilakukan
dengan studi kasus di Kota Bogor, sehingga kesimpulan hanya berlaku di
Kota Bogor, Belum mengestimasi permintaan energi listrik prabayar sektor
rumahtangga untuk rumahtangga yang kapasitas dayanya lebih besar (Strata
R-3/R-2), Penelitian ini hanya mengestimasi sisi permintaan energi listrik
prabayar sektor rumahtangga energi listrik prabayar saja belum
mengestimasi sisi penawaran atau produsen (P.T. PLN). Diperlukan
penelitian yang lebih lanjut dari berbagai pihak dengan menggunakan
variabel-variabel lain yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar
sektor rumahtangga seperti gaya hidup, kemajuan zaman dan lain-lain untuk
memberikan perspektif lain terkait penelitian energi listrik prabayar.
Perspektif ekonomi politik dirasa lebih menarik dilakukan untuk penelitipeneliti selanjutnya dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Ketika pemerintah menargetkan tahun 2020 seluruh Indonesia
menggunakan listrik prabayar, konsekuensinya pemerintah harus
83
2.
mempersiapkan infrastruktur listrik prabayar dengan kuantitas yang
besar, apakah ada perburuan rente dalam proses penargetan ini?
P.T. PLN mengatakan bahwa listrik prabayar bisa menyehatkan
keuangan perusahaan, apakah produk listrik prabayar dikeluarkan oleh
P.T. PLN benar bermotif ekonomi sebagai solusi menyelesaikan
masalah keuangan atau tidak?
84
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah NS. 1987. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bandung (ID): Forum Pengkajian
dan Pengembangan Pendidikan Ekonomi Dan Koperasi Program
Pendidikan Koperasi IKIP Bandung.
Akmal M, David I, Stern. 2001. Residential Energy Demand in Australia : An
Application of Dynamic OLS. Canberra (AUS): Australian National
University.
[diunduh2014Juli04].
Tersedia
pada:
http://www.
een.anu.edu.au/download-files/eep.0104.pdf
Anderson, KP. 1973. Residential Demand for Electricity : Econometrics Estimates
for California and the United States. Journal of Business. 46(4): 526-532.
[ANTARA]. 2011.Pelanggan listrik prabayar Jabar-Banten 1,02 juta
.[diunduh2014Apr04]. Tersedia pada : www.antarajawabarat.com.
Antaranews.com. 2014. 40.000 pelanggan PLN ke sistem prabayar.
[diunduh2014Sep13]. Tersedia pada : http://40.000 Pelanggan PLN Ke
Sistem Prabayar-Berita Banjarmasin-ANTARA News Banjarmasin
Kalimantan Selatan.html.
Bambang R. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta (ID):
BPFE.
[BAPEDA] Badan Pembangunan Daerah. 2014. Buku RPJMP Kota Bogor. Bogor
(ID): Bapeda Kota Bogor.
Barnes R, Robert G, Robert H. 1981. The Short-run Residential Demand for
Electricity [ulasan].The Review of Economics and Statistics.63(4):541552.
[BMI] Business Monitor International. 2012. Indonesia Power Report 2012
Includes 10 years forecast to 2021. London(GB): BMI Ltd. London.
[BPS] Badan Pusat Statistik.2010. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS
Kota Bogor.
_____________.2011. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS Kota Bogor.
_____________.2012. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS Kota Bogor.
_____________.2013. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS Kota Bogor.
Bungin B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya). Ed ke-1. Jakarta (ID):
Kencana Prenada Media-Group.
Chang CK. 1984. An Econometric Model of Monthly Peak Load : Case Study for
An Electric Utility System [Dissertation]. Oklahoma (USA): The
University of Oklahoma.
Charles SS. 1966. Electrical Machines Direct Current and Alternating Current
Second Edition. Singapore (SIN): Mc Graw-Hill International Book.
Culp AW. 1996. Prinsip-prinsip Konservasi Energi. Darwin S, penerjemah.
Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Damanhuri DS. 1996. Ekonomi Politik dan Pembangunan. Jakarta (ID): Pustaka
Sinar Harapan.
_____________. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan. Bogor(ID): IPB
Press.
Damsgaard N. 2003. Residential Electricity Demand : Effects of Behavior,
Attitudes and Interest. Stockholm(SWE): Stockholm School of
85
Economics.[diunduh2014Apr04].
Tersedia
pada
:
http://www.damsgaard.com.files/demand.pdf.
Draper N, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Ed Ke-2. Bambang S,
penerjemah. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka Utama.
Dedy Z. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besar Kecilnya
Permintaan Listrik Kecamatan Godean [skripsi]. Yogyakarta (ID):
Universitas Islam Indonesia.
Detik finance.com. 2013. Ini keunggulan listrik prabayar daripada pascabayar.
[diunduh2014Sep13]. Tersedia pada : http:// ini Keunggulan Listrik
Prabayar daripada Pascabayar.html.
Filippini M, Shonalil P. 2004. “Elasticities of Electricity Demand in Urban Indian
Households”. Journal Energy Policy. 32(3):429.
Gazperz V. 1997 . Management Bisnis Total. Jakarta (ID): PT. Gramedia.
Guertin C, Subal C, Kumbhakar, Ananta KD. 2003. “Determining Demand
for Energy Services : Investigating Income-Driven Behaviours”.
Manitoba(CND) :International
Institute
for
Sustainable
Development.[diunduh2014Apr04].Tersedia
pada
:
http://www.
iisd.org/pdf/2003/energy determining-demand.pdf.
Gujarati D. 1991. Ekonometrika Dasar. Jakarta (ID): Erlangga.
Hafnida. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Jumlah Daya
Listrik Di Kota Medan [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Harahap SS. 2004. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta (ID): PT Raja
Grafindo Persada.
Fitriana H. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Konsumen Terhadap Listrik Pada Rumah Tangga (Studi Kasus Dusun
Nambongan, Desa Caturharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta) [skripsi]. Yogyakarta (ID) : Universitas
Islam Indonesia.
Hollen D. 2001. “Economic and Electricity Demand Analysis and Comparison of
the Council’s 1995 Forecast to Curent Data” [catatan penelitian].
[diunduh2014Apr04].
Tersedia
pada:
http://www:
nw
council.org/library/2001/2001-23.pdf.
Joskow PL. 1998. Electricity in Transition. The Energy Journal. 19.(2):25-52.
Josep K, Joni H. 2002. Kajian Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi,
Perdagangan Internasional, dan Foreign Investment demand. Jakarta (ID) :
Universitas Indonesia.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB
Press.
Jung TY. 1993. Ordered Logit Model for Residential Electricity Demand in
Korea. Energy Economics Journal.15:205-209.
Kabar energi. 2014. Kenaikan listrik untuk menutupi lonjakan biaya produksi
akibat naiknya harga minyak. [diunduh2014Sep02]. Tersedia pada:
http://www.kabarenergi.com/berita-kenaikan-listrik-untuk-menutupilonjakan-biaya-produksi-akibat-naiknya-harga-minyak.html.
Kadir A. 2000. Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik. Jakarta (ID): Penerbit UI
Press.
Kementerian Energi Sumberdaya dan Mineral Republik Indonesia. 2014. Permen
ESDM RI. No.9 Tahun 2014. Jakarta (ID): Kementrian ESDM RI.
86
_____________. 2014. Tarif Daftar Listrik pada Lampiran Permen ESDM RI.
No.9 Tahun 2014. Jakarta (ID): Kementrian ESDM RI.
Koutsoyiannis A. 1989. Modern Microeconomics Theory. Singapore (SIN):
McGrawHill.
Koran Kaltara.2014. 17 ribu pelanggan menggunakan listrik prabayar.
[diunduh2014Sep13]. Tersedia pada : http://www 17 Ribu Pelanggan
Gunakan Listrik Prabayar _ korankaltim.html.
Langmore M, Gavin D. 2004. “Domestic Electricity Demand Elasticities, Issues
for the Victorian Energy Market”. [diunduh2014Sep02]. Tersedia pada :
http://www.vinnies.org.au /files /vic./domestic.pdf.
Lincolin, A. 1993. Ekonomi Manajerial ( Manajemen Bisnis ). Yogyakarta (ID):
BPFE.
Lipsey R. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.
Maddigan RJ, Wen SC, Colleen GR. 1983. Rural Residential Demand for
Electricity. Land Economics Journal. 59(2):150-162.
Majalah Listrik Indonesia. 2014. Kilas Balik Kelistrikan 2013 : PLN Masih Harus
Berbenah.
[diunduh2014Apr12].
Tersedia
pada
:
www.listrikindonesia.com.
Mankiw G. 2006. Makroekonomi. Ed ke-6. Jakarta (ID): Erlangga.
Mamduh MH, Abdul H. 2003. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta (ID):
UPP AMP YPKN.
Muhammad S. 2002. Pertumbuhan Pemakaian Energi Listrik tahun 1997 – 2002.
Jakarta (ID): Lembaga Penelitian Energi Universitas Trisakti.
Munawir, S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta(ID): LIBERTY.
Nababan TS. 2008. Permintaan Energi Listrik Rumah Tangga (Studi Kasus Pada
Pengguna Kelompok Rumah Tangga Listrik PT PLN (Persero) di Kota
Medan) [disertasi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Nahata B, Alexei I, Vladimir B, Anna M. 2004. “An Application of Ramsey
Model in Transition Economy : A Russian Case Study”. Louisville(USA):
University of Louisville. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada:
http://econwpa.wnstl.edu/eps/get/papers/0307.pdf.
Nicholson W. 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Persada.
___________.1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan
dari Intermediate Microeconomics. Agus M, penerjemah. Jakarta (ID):
Bina Rupa Aksara.
Nugroho W. 1999. Power Sector Restructuring In Indonesia. Jakarta (ID):
Lembaga Penelitian Energi Universitas Trisakti.
Okezone.com. 2010. 13 Penyebab Utama Krisis Listrik. [diunduh2014Sep02].
Tersedia
pada:
http://economy.okezone.com/read/2010/03/19/320/314097/13-penyebabutama-krisis-listrik .html.
Patton MQ. 1997.Utilization Focused Evaluation. London (GB) : Sage
Publications.
Philipson L, Lee W. 1999. Understanding Electric Utilities and De-Regulation.
New York (USA) : Marcel Decker Inc.
Pietrzak J, et al. 1990. Practical Program Evaluation : Examples from Child
Abuse Prevention. London (GB) : Sage Publications.
87
Poskupang.com.2010.
Listrik
prabayar
bebas
sanksi
pemutusan.
[diunduh2014Sep13]. Tersedia pada: http://Listrik Prabayar Bebas dari
Sanksi Pemutusan - Pos Kupang.html.
Puji. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi keputusan Penggunaan
Sistem Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga Diwilayah Semarang
Selatan. DIPONEGORO JOURNAL OF SOCIAL AND POLITIC. 1:1-9.
PLN Prabayar.com. 2011. DPR dukung penggunaan listrik prabayar.
[diunduh2014Sep13]. Tersedia
pada
:
http://DPR
DUKUNG
PENGGUNAAN LISTRIK PRABAYAR _ PLN Prabayar.html.
[P.T. PLN]. Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara. 2010. Laporan akhir
tahun 2010 P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. Jakarta(ID): P.T.
PLN.
_____________.2012. Kebijakan Listrik Pintar.P.T. Jakarta(ID): P.T. PLN.
_____________.2013.Laporan Keuangan P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan
Banten. Bandung (ID): P.T. PLN Distribusi Jabar dan Banten.
Reiss PC, Matthew WW. 2001. “Household Electricity Demand,
Revisited”.[diunduh2014Sep02].Tersedia pada: http://www.nberg.org/.
Samuelson PA,William DN. 1992. Mikro Ekonomi. Jakarta (ID): Penerbit
Erlangga.
Sexton RD, Terri AS. 1987. “Theoritical and Methodological Perspectives on
Consumer Response to Electricity Information”. The Journal of Consumer
Affairs. 21(2): 238-257.
Situmorang SH, et al. 2008. Analisis Data Penelitian Menggunakan Program
SPSS. Medan (ID) : USU Press.
Soemarso. 2002. Akuntansi Suatu Pengantar 2. Jakarta (ID): Salemba Empat.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung
(ID): Penerbit Alfabeta. Bandung.
Sukirno, S. 2003. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta (ID): PT.Raja
Grafindo Persada.
Sunandar. 2003. Analisa Model Permintaandan Peramalan Kebutuhan Tenaga
Listrik Rumahtangga di Indonesia [tesis]. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.
Swa.co.id. 2012. Nur Pamudji : PLN berupaya menjadi BUMN “bersih” dan
Mandiri Finansial. [diunduh2014Sep13]. Tersedia pada: http://Nur
Pamudji PLN Berupaya
Menjadi BUMN “Bersih” dan Mandiri
Finansial.html.
Syamsuddin L. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan Konsep Aplikasi dalam :
Perancangan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. Jakarta (ID) : PT.
Grafindo Persada.
Tabloid Nova. 2013. Serba-serbi listrik prabayar.[diunduh2014Apr04]. Tersedia
pada: www.tabloidnova.com/serba-serbi-listrik-prabayar.
Timotius DH. 2013. Dimensi ekonomi politik dan spasial konsumsi listrik dan
spasial konsumsi listrik Indonesia. Jakarta (ID): Lemhanas.
Todaro MP, Stephen CS. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta
(ID) : Penerbit Erlangga.
Watson, Howard V, Patrick S. 2002.“Consumers Attitudes to Utility Products : A
Consumer Behaviour Perspective“. Marketing Intelligence & Planning
(MIP). 20(7).
88
Webiste TNI.2012. Sosialisasi Listrik Prabayar di Lanud Supadio.
[diunduh2014Sep13]. Tersedia pada: http://Sosialisasi Listrik Prabayar Di
Lanud Supadio _ WEBSITE TENTARA NASIONAL INDONESIA.html.
Wilder RP, John FW. 1975. “Residential Demand for Electricity : A Consusmer
Panel Approach”.Southern Economic Journal. 42(2).
[YLKI].Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 2011. Dahlan Iskan dan
revolusi listrik
prabayar.[diunduh2014Apr04].Tersedia
pada:
http://www.ylki.or.id/dahlan-iskan-dan-revolusi-listrik-prabayar.html.
Yusgiantoro P. 2000. Ekonomi Energi : Teori dan Praktek.. Jakarta (ID): Pustaka
LP3ES.
89
LAMPIRAN
90
Lampiran 1.
KUISIONER PENELITIAN TESIS
Nama
Mahasiswa
Tanggal
: Prima Gandhi
: Departemen Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB
: ........ Mei 2014
•
Nama / NIK
:
•
Alamat Lengkap
:
•
Pekerjaan Kepala Rumah Tangga (Ayah)
: Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pegawai Swasta
Wiraswasta/Usaha Sendiri
Lainnya
Ibu
 Jumlah anggota Keluarga
: Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pegawai Swasta
Wiraswasta/Usaha Sendiri
Ibu Rumah Tangga
Lainnya
:
 Pendidikan Terakhir Kepala Keluarga
:
SD/MI/sederajat
SLTP/MTs/Sederajat
SLTA/SMA/Sederajat
D1
D2
D3
D4/S1
Lainnya
(m2)
 Luas Bangunan Rumah
:
 Status Rumah
: pribadi/orang lain
 Pendapatan Keluarga/bulan (setelah pajak) : Rp.
1. Berapakah biaya yang dikeluarkan tempat tinggal anda (rumah tangga)
perbulan ?
91
2. Berapa unit jumlah barang yang menggunakan listrik di tempat tinggal
anda (rumah tangga)?............., meliputi :
a. Penyejuk/Pendingin :
− AC (Air Conditioner)
:
unit.
− Kulkas
:
unit.
− Kompor Listrik
:
unit.
− Pemanggang Roti
:
unit.
− Rice Cooker (pemanas nasi elektrik) :
unit.
− Water Dispenser
:
unit.
− Radio Tape Recorder/VCD/DVD
:
unit.
− Televisi
:
unit.
− Pompa Air
:
unit.
− Mesin Cuci
:
unit.
− Komputer
:
unit.
− Laptop/Smartphone/tablet
:
unit.
f. Banyaknya Lampu
:
bohlam.
g. Lain-lain Sebutkan................................
:
unit.
b. Alat Dapur :
c. Penghasil Gambar/Suara :
d. Berhubungan dengan Air :
e. Berkaitan dengan pekerjaan eksternal :
3. Apakah anda pengguna listrik pra bayar?
Ya
Tidak
4. Seberapa besar daya yang anda pakai dalam tempat tinggal (rumah tangga)
anda ?
450 Watt
1300 Watt
3500 Watt
900 Watt
2200 Watt
Lainnya
5. Pukul berapakah pemakaian listrik terbanyak pada tempat tinggal (rumah
tangga) anda ?
92
6. Adakah aturan penghematan yang diberlakukan ditempat tinggal (rumah
tangga) anda? Jika ada, pukul berapa sajakah diberlakukannya?
7. Adakah energi alternatif penghasil listrik yang anda gunakan selain dari
PLN ? Ada/ Tidak Ada jika ada, sebutkan.
8. Masalah apa yang sering anda temui dalam pemakaian listrik ?
9. Apa saran anda terhadap P.T. PLN sebagai penyedia energi listrik
prabayar di Indonesia ?
KET : CORET YANG TIDAK PERLU
------------------------Terima Kasih----------------------------
93
Lampiran 2. Rekap Data Responden
Permintaan
Listrik
(PELRTB)
(Rp/Bulan)
150000
100000
150000
200000
80000
150000
300000
150000
150000
100000
130000
80000
80000
279000
70000
150000
300000
200000
250000
120000
120000
400000
100000
550000
700000
350000
300000
150000
120000
100000
110000
60000
75000
200000
300000
250000
100000
50000
500000
150000
Jumlah
Jumlah
Barang
Luas
Pendapatan Anggota Mengunakan Pendidikan Bangunan
Keluarga
Keluarga
Listrik
Terakhir
Rumah
(PEKE)
(JUMANG)
(JUMALIS)
(TINGPEN) (LUBANG)
(Rp/Bulan)
(Orang)
(Unit)
(Tahun)
(m2)
3000000
5
5
16
400
2000000
5
3
12
80
3000000
5
5
16
200
3000000
5
5
12
80
1000000
2
3
12
160
4000000
4
7
16
117
5000000
6
16
16
117
700000
7
3
12
90
5000000
6
11
16
117
1500000
3
8
13
80
700000
5
6
12
80
2000000
4
4
12
90
2000000
4
14
16
90
2600000
2
8
16
111
700000
7
6
12
63
500000
5
7
12
63
5000000
5
7
12
120
5000000
7
11
13
80
4000000
6
10
16
117
3500000
4
12
16
80
1500000
5
6
16
55
4000000
6
11
16
80
8500000
6
17
12
80
5000000
5
11
16
80
6000000
4
14
16
80
3000000
3
12
16
80
6000000
4
11
16
200
3000000
5
8
14
200
3500000
4
6
16
150
5000000
7
12
13
84
8000000
10
10
16
80
1950000
7
3
9
90
650000
5
5
9
80
7500000
6
10
16
300
9000000
6
19
3
600
8000000
4
10
16
300
4000000
3
9
16
120
800000
9
2
5
60
2500000
12
22
18
600
6000000
6
10
16
135
Jenis
Pekerjaan
(JENPEK)
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
94
Permintaan
Listrik
(PELRTB)
(Rp/Bulan)
100000
150000
130000
90000
100000
120000
150000
130000
80000
155000
500000
250000
300000
150000
150000
350000
200000
200000
200000
150000
200000
200000
300000
110000
120000
300000
50000
100000
200000
300000
135000
130000
200000
300000
300000
200000
40000
300000
150000
300000
747730
500000
Jumlah
Jumlah
Barang
Luas
Pendapatan Anggota Mengunakan Pendidikan Bangunan
Keluarga
Keluarga
Listrik
Terakhir
Rumah
(PEKE)
(JUMANG)
(JUMALIS)
(TINGPEN) (LUBANG)
(Rp/Bulan)
(Orang)
(Unit)
(Tahun)
(m2)
1000000
4
4
12
80
3000000
7
15
9
117
5000000
6
13
12
120
1300000
3
6
12
80
900000
4
4
9
80
1450000
6
10
12
55
1200000
5
13
12
80
1500000
6
9
12
117
1000000
5
5
12
55
2000000
5
10
16
195
3000000
7
13
18
600
1000000
3
12
16
90
8000000
3
10
16
72
7000000
5
9
18
160
5000000
6
6
12
90
7000000
4
10
18
90
4000000
5
7
12
90
6000000
3
11
12
90
4000000
5
10
16
90
5000000
5
6
16
90
6000000
6
11
16
160
7000000
10
17
12
105
7000000
9
12
16
120
2850000
6
6
16
90
3000000
6
11
16
168
2000000
3
9
12
90
2500000
5
7
16
112
2000000
4
9
16
112
2000000
7
8
15
120
5000000
6
10
16
156
2500000
5
9
16
170
500000
6
6
12
72
10000000
5
9
16
150
6000000
5
16
16
150
2500000
6
13
18
150
5000000
3
11
16
112
4000000
5
6
12
112
10000000
8
11
16
112
2000000
2
6
12
112
14000000
4
12
12
120
4000000
2
16
21
216
10000000
5
17
16
120
Jenis
Pekerjaan
(JENPEK)
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
95
Permintaan
Listrik
(PELRTB)
(Rp/Bulan)
100000
100000
350000
280000
200000
95000
100000
100000
200000
50000
100000
125000
60000
200000
70000
150000
100000
130000
Jumlah
Jumlah
Barang
Luas
Pendapatan Anggota Mengunakan Pendidikan Bangunan
Keluarga
Keluarga
Listrik
Terakhir
Rumah
(PEKE)
(JUMANG)
(JUMALIS)
(TINGPEN) (LUBANG)
(Rp/Bulan)
(Orang)
(Unit)
(Tahun)
(m2)
2500000
5
9
16
90
5000000
5
10
16
90
3500000
7
15
12
150
4000000
7
7
18
70
4000000
6
10
16
96
3000000
5
14
16
80
1500000
3
4
12
120
1750000
4
6
12
150
3300000
5
11
18
120
2700000
5
7
12
72
4000000
5
10
18
90
1000000
7
7
9
90
1500000
4
7
12
120
2500000
4
6
12
198
2000000
4
7
13
150
1000000
5
9
16
120
5000000
5
10
16
90
5000000
5
8
16
90
Jenis
Pekerjaan
(JENPEK)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
96
Lampiran 3 Rekap Data Logaritma Natural
Permintaan Pendapatan
Listrik
Keluarga
(PELRTB)
(PEKE)
(Rp/Bulan) (Rp/Bulan)
11.91839
14.91412
11.51293
14.50866
11.91839
14.91412
12.20607
14.91412
11.28978
13.81551
11.91839
15.2018
12.61154
15.42495
11.91839
13.45884
11.91839
15.42495
11.51293
14.22098
11.77529
13.45884
11.28978
14.50866
11.28978
14.50866
12.53897
14.77102
11.15625
13.45884
11.91839
13.12236
12.61154
15.42495
12.20607
15.42495
12.42922
15.2018
11.69525
15.06827
11.69525
14.22098
12.89922
15.2018
11.51293
15.95558
13.21767
15.42495
13.45884
15.60727
12.76569
14.91412
12.61154
15.60727
11.91839
14.91412
11.69525
15.06827
11.51293
15.42495
11.60824
15.89495
11.0021
14.48334
11.22524
13.38473
12.20607
15.83041
12.61154
16.01274
Jumlah
Anggota
Keluarga
(JUMANG)
(Orang)
1.609438
1.609438
1.609438
1.609438
0.693147
1.386294
1.791759
1.94591
1.791759
1.098612
1.609438
1.386294
1.386294
0.693147
1.94591
1.609438
1.609438
1.94591
1.791759
1.386294
1.609438
1.791759
1.791759
1.609438
1.386294
1.098612
1.386294
1.609438
1.386294
1.94591
2.302585
1.94591
1.609438
1.791759
1.791759
Jumlah
Barang
Mengunakan Pendidikan
Listrik
Terakhir
(JUMALIS)
(TINGPEN)
(Unit)
(Tahun)
1.609438
2.772589
1.098612
2.484907
1.609438
2.772589
1.609438
2.484907
1.098612
2.484907
1.94591
2.772589
2.772589
2.772589
1.098612
2.484907
2.397895
2.772589
2.079442
2.564949
1.791759
2.484907
1.386294
2.484907
2.639057
2.772589
2.079442
2.772589
1.791759
2.484907
1.94591
2.484907
1.94591
2.484907
2.397895
2.564949
2.302585
2.772589
2.484907
2.772589
1.791759
2.772589
2.397895
2.772589
2.833213
2.484907
2.397895
2.772589
2.639057
2.772589
2.484907
2.772589
2.397895
2.772589
2.079442
2.639057
1.791759
2.772589
2.484907
2.564949
2.302585
2.772589
1.098612
2.197225
1.609438
2.197225
2.302585
2.772589
2.944439
1.098612
Luas
Bangunan
Rumah
(LUBANG)
(m2)
5.991465
4.382027
5.298317
4.382027
5.075174
4.762174
4.762174
4.49981
4.762174
4.382027
4.382027
4.49981
4.49981
4.70953
4.143135
4.143135
4.787492
4.382027
4.762174
4.382027
4.007333
4.382027
4.382027
4.382027
4.382027
4.382027
5.298317
5.298317
5.010635
4.430817
4.382027
4.49981
4.382027
5.703782
6.39693
Jenis
Pekerjaan
(JENPEK)
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
97
Permintaan Pendapatan
Listrik
Keluarga
(PELRTB)
(PEKE)
(Rp/Bulan) (Rp/Bulan)
12.42922
15.89495
11.51293
15.2018
10.81978
13.59237
13.12236
14.7318
11.91839
15.60727
11.51293
13.81551
11.91839
14.91412
11.77529
15.42495
11.40756
14.07787
11.51293
13.71015
11.69525
14.18707
11.91839
13.99783
11.77529
14.22098
11.28978
13.81551
11.95118
14.50866
13.12236
14.91412
12.42922
13.81551
12.61154
15.89495
11.91839
15.76142
11.91839
15.42495
12.76569
15.76142
12.20607
15.2018
12.20607
15.60727
12.20607
15.2018
11.91839
15.42495
12.20607
15.60727
12.20607
15.76142
12.61154
15.76142
11.60824
14.86283
11.69525
14.91412
12.61154
14.50866
10.81978
14.7318
11.51293
14.50866
12.20607
14.50866
12.61154
15.42495
11.81303
14.7318
11.77529
13.12236
Jumlah
Anggota
Keluarga
(JUMANG)
(Orang)
1.386294
1.098612
2.197225
2.484907
1.791759
1.386294
1.94591
1.791759
1.098612
1.386294
1.791759
1.609438
1.791759
1.609438
1.609438
1.94591
1.098612
1.098612
1.609438
1.791759
1.386294
1.609438
1.098612
1.609438
1.609438
1.791759
2.302585
2.197225
1.791759
1.791759
1.098612
1.609438
1.386294
1.94591
1.791759
1.609438
1.791759
Jumlah
Barang
Mengunakan Pendidikan
Listrik
Terakhir
(JUMALIS)
(TINGPEN)
(Unit)
(Tahun)
2.302585
2.772589
2.197225
2.772589
0.693147
1.609438
3.091042
2.890372
2.302585
2.772589
1.386294
2.484907
2.70805
2.197225
2.564949
2.484907
1.791759
2.484907
1.386294
2.197225
2.302585
2.484907
2.564949
2.484907
2.197225
2.484907
1.609438
2.484907
2.302585
2.772589
2.564949
2.890372
2.484907
2.772589
2.302585
2.772589
2.197225
2.890372
1.791759
2.484907
2.302585
2.890372
1.94591
2.484907
2.397895
2.484907
2.302585
2.772589
1.791759
2.772589
2.397895
2.772589
2.833213
2.484907
2.484907
2.772589
1.791759
2.772589
2.397895
2.772589
2.197225
2.484907
1.94591
2.772589
2.197225
2.772589
2.079442
2.70805
2.302585
2.772589
2.197225
2.772589
1.791759
2.484907
Luas
Bangunan
Rumah
(LUBANG)
(m2)
5.703782
4.787492
4.094345
6.39693
4.905275
4.382027
4.762174
4.787492
4.382027
4.382027
4.007333
4.382027
4.762174
4.007333
5.273
6.39693
4.49981
4.276666
5.075174
4.49981
4.49981
4.49981
4.49981
4.49981
4.49981
5.075174
4.65396
4.787492
4.49981
5.123964
4.49981
4.718499
4.718499
4.787492
5.049856
5.135798
4.276666
Jenis
Pekerjaan
(JENPEK)
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
98
Permintaan Pendapatan
Listrik
Keluarga
(PELRTB)
(PEKE)
(Rp/Bulan) (Rp/Bulan)
12.20607
16.1181
12.61154
15.60727
12.61154
14.7318
12.20607
15.42495
10.59663
15.2018
12.61154
16.1181
11.91839
14.50866
12.61154
16.45457
13.5248
15.2018
13.12236
16.1181
11.51293
14.7318
11.51293
15.42495
12.76569
15.06827
12.54254
15.2018
12.20607
15.2018
11.46163
14.91412
11.51293
14.22098
11.51293
14.37513
12.20607
15.00943
10.81978
14.80876
11.51293
15.2018
11.73607
13.81551
11.0021
14.22098
12.20607
14.7318
11.15625
14.50866
11.91839
13.81551
11.51293
15.42495
11.77529
15.42495
Jumlah
Anggota
Keluarga
(JUMANG)
(Orang)
1.609438
1.609438
1.791759
1.098612
1.609438
2.079442
0.693147
1.386294
0.693147
1.609438
1.609438
1.609438
1.94591
1.94591
1.791759
1.609438
1.098612
1.386294
1.609438
1.609438
1.609438
1.94591
1.386294
1.386294
1.386294
1.609438
1.609438
1.609438
Jumlah
Barang
Mengunakan Pendidikan
Listrik
Terakhir
(JUMALIS)
(TINGPEN)
(Unit)
(Tahun)
2.197225
2.772589
2.772589
2.772589
2.564949
2.890372
2.397895
2.772589
1.791759
2.484907
2.397895
2.772589
1.791759
2.484907
2.484907
2.484907
2.772589
3.044522
2.833213
2.772589
2.197225
2.772589
2.302585
2.772589
2.70805
2.484907
1.94591
2.890372
2.302585
2.772589
2.639057
2.772589
1.386294
2.484907
1.791759
2.484907
2.397895
2.890372
1.94591
2.484907
2.302585
2.890372
1.94591
2.197225
1.94591
2.484907
1.791759
2.484907
1.94591
2.564949
2.197225
2.772589
2.302585
2.772589
2.079442
2.772589
Luas
Bangunan
Rumah
(LUBANG)
(m2)
5.010635
5.010635
5.010635
4.718499
4.718499
4.718499
4.718499
4.787492
5.375278
4.787492
4.49981
4.49981
5.010635
4.248495
4.564348
4.382027
4.787492
5.010635
4.787492
4.276666
4.49981
4.49981
4.787492
5.288267
5.010635
4.787492
4.49981
4.49981
Jenis
Pekerjaan
(JENPEK)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
99
Lampiran 4 Hasil OLS dengan Eviews 6.0
Dependent Variable: PELRTPB
Method: Least Squares
Date: 09/13/14 Time: 18:45
Sample: 1 100
Included observations: 100
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
7.017308
1.234008
5.686599
0.0000
PEKE
0.141180
0.085200
1.657037
0.1009
JUMANG
-0.146358
0.146691
-0.997733
0.3210
JUMALIS
0.559236
0.136366
4.100996
0.0001
TINGPEN
0.322279
0.208845
1.543151
0.1262
LUBANG
0.249763
0.108893
2.293667
0.0241
JENPEK
-0.148620
0.187250
-0.793699
0.4294
R-squared
0.411158
Mean dependent var
11.98010
Adjusted R-squared
0.373168
S.D. dependent var
0.601657
S.E. of regression
0.476348
Akaike info criterion
1.422093
Sum squared resid
21.10239
Schwarz criterion
1.604455
Hannan-Quinn criter.
1.495898
Durbin-Watson stat
1.953896
Log likelihood
-64.10466
F-statistic
10.82283
Prob(F-statistic)
0.000000
100
Lampiran 5 Correlation Matrix Independent Variabel
Obs
PEKE
JUMANG JUMALIS
TINGPEN
LUBANG
JENPEK
PEKE
1.000000
0.117145
0.570320
0.300750
0.301399
0.535655
JUMANG
0.117145
1.000000
0.153233
-0.120513
0.062844
-0.028238
JUMALIS
0.570320
0.153233
1.000000
0.326312
0.296500
0.456249
TINGPEN
0.300750
-0.120513
0.326312
1.000000
0.064749
0.407901
LUBANG
0.301399
0.062844
0.296500
0.064749
1.000000
0.270712
JENPEK
0.535655
-0.028238
0.456249
0.407901
0.270712
1.000000
101
Lampiran 6 Hasil Uji White
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
1.034811
26.93064
21.16626
Prob. F(26,73)
Prob. Chi-Square(26)
Prob. Chi-Square(26)
0.4377
0.4130
0.7333
102
Lampiran 7. JB-Test
12
Series: Residuals
Sample 1 100
Observations 100
10
8
6
4
2
0
-1.0
-0.5
-0.0
0.5
1.0
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
1.29e-15
0.001197
1.125732
-1.164052
0.461688
-0.093906
2.817446
Jarque-Bera
Probability
0.285831
0.866827
103
Lampiran 8. Hasil Uji t Statistik Variabel
Variabel
PEKE
JUMANG
JURNALIS
TINGPEN
LUBANG
JENPEK
t-hitung
1,657,037
-0,997733
4,100,996
1,543,151
2,293,667
-0,793699
t-tabel
1,985,523
1,985,523
1,985,523
1,985,523
1,985,523
1,985,523
Keterangan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 21 April 1986 dari Ayah Drs.H. Edison
Muchtar dan Ibu Hj. Yenita, SPd, MSi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus SMA Negeri 3 Jakarta dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
memilih Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2009.
Selama menjadi mahasiswa program sarjana di IPB, penulis terlibat aktif
dalam organisasi antara lain Ketua Advokasi DPM TPB IPB periode 2004-2005,
Ketua Umum HMI Komisariat Pertanian periode 2008-2009, Ketua PSDM
Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi Pertanian (Miseta) 2007-2008, Sekretaris
Umum HMI Cabang Bogor periode 2011-2012, Wasekjen KNPI Kabupaten Bogor
periode 2009-2013, Wasekjen PB HMI (2012-2014) dan aktif dalam beberapa
kelompok diskusi.
Pada tahun 2010 penulis diterima di Program Studi Magister Ilmu Ekonomi,
Program Pascasarjana IPB. Sejak tahun 2010, penulis bekerja dibeberapa konsultan
manajemen, pertanian dan energi. Penulis juga aktif di Forum Mahasiswa
Pascasarjana (Forum Wacana) IPB.
Selama mengikuti program magister pascasarjana, penulis aktif dalam
organisasi LSM di bidang ekonomi dan pembangunan, cukup aktif menulis di media
massa seperti Radar Bogor, Radar Depok, Seputar Indonesia, Republika, Media
Indonesia dan Kompas serta aktif dalam beberapa forum diskusi lokal dan nasional.
Download