PROFITABILITAS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN ENERGI LISTRIK PRABAYAR SEKTOR RUMAH TANGGA (STUDI KASUS P.T. PLN DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN BANTEN AREA BOGOR) PRIMA GANDHI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Profitabilitas dan FaktorFaktor yang Memengaruhi Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumah Tangga (Studi Kasus P.T PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor), adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Prima Gandhi NIM: H151100024 SUMMARY PRIMA GANDHI. Profitability and Factors Affecting Demand for Prepaid Electric Energy Sector Household (Case Study of P.T. PLN Distribution West Java and Banten, Bogor Area). Supervised by DIDIN S DAMANHURI and MUHAMMAD FINDI A. The purpose of this study was to determine the factors that affect demand, profitability and the implementation of prepaid electricity energy. The data used in this study consisted of primary data from questionnaires and secondary data in the form of monthly obtained from P.T. PLN Distribution West Java and Banten in the time period between January 2012 to the month of December 2013. Case studies conducted in the city of Bogor. Observation studies conducted at the national, provincial and city of Bogor in West Java. This study uses: 1. in the form of multiple regression analysis to look at the factors that influence the demand for electricity prepayment 2. net profit margin analysis to determine the efficiency and profitability of conventional prepaid electricity. Monthly data used in this study include the sale of conventional electricity, prepaid electricity sales, the burden of the cost of electricity, the cost of electricity consumption and costs KVARH (Kilo volt ampere reactive hour). The results showed that the efficiency of profitability for prepaid electricity is lower than conventional power. This means that based on the calculation of net profit margin profitability of conventional electricity better than the prepaid electricity. Also note, with a 95% confidence level (α = 5%) and df = 94, the variable home building area and number of electronic goods is a variable that has a significant impact to affecting prepayment electricity demand. While the variable income, family size, education level and type of employment head of the family head of household do not significantly affect the demand for prepaid electricity. key words : electrical energy, prepaid policy, profitability, demand, household RINGKASAN PRIMA GANDHI. Profitabilitas dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumah Tangga (Studi Kasus P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor). Dibimbing oleh DIDIN S DAMANHURI dan MUHAMMAD FINDI A. Sistem ketenagalistrikan merupakan salahsatu infrastruktur utama secara nasional yang mutlak dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi kinerja sektor ekonomi rill. Oleh karenanya energi listrik merupakan suatu hal penting bagi masyarakat sebagai pelaku sektor ekonomi riil. Tanpa listrik masyarakat sulit beraktifitas. Jika masyarakat sulit beraktivitas maka kegiatan ekonomi akan terganggu. Keadaan ini tentunya memengaruhi pembangunan ekonomi Negara. P.T. PLN sebagai lembaga yang ditunjuk oleh negara sebagai penyedia listrik di Indonesia setiap tahunnya mengeluarkan kebijakan-kebijakan hulu dan hilir untuk terus memperbaiki produksi dan pelayananan ketenagalistrikan di Indonesia. Salah satu kebijakan sektor hilir yang dikeluarkan oleh P.T. PLN adalah kebijakan program listrik prabayar. Bermula tahun 2002, ketika P.T. PLN dipimpin oleh direktur utama Edi Widiono, berdasarkan surat edaran Direksi P.T. PLN (Persero) No 035.E/012/DIR/2001, tanggal 31 Desember 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Multiguna Listrik Prabayar. Produk ini diperkenalkan ke publik dan diresmikan di tahun 2009 dengan Surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.010809/532/DITJB/2009, tanggal 13 Februari 2009 perihal implementasi Listrik Prabayar, Keputusan Direksi P.T. PLN (Persero) No.300.K/DIR/2009, tanggal 23 Desember 2009 perihal Ketentuan Akuntansi Listrik Prabayar, surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.001178/532/DITBMR/2010, tanggal 17 Februari 2010 perihal Implementasi Listrik Prabayar. Salah satu tujuan listrik prabayar adalah meminimumkan resiko akan pencurian listrik dan kesalahan catat meter oleh tenaga manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor yang mempengaruhi permintaan, implementasi dan profitabilitas energi listrik prabayar. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dari kuisioner dan data sekunder dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten dalam periode waktu bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Desember 2013. Studi kasus dilakukan di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Observasi penelitian dilakukan di tingkat nasional, Provinsi Jawa Barat dan Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan: 1. analisis regresi linear berganda untuk melihat faktorfaktor yang memengaruhi permintaan listrik prabayar. 2. analisis net profit margin untuk mengetahui efisiensi profitabilitas listrik prabayar dan konvensional. Data bulanan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi penjualan listrik konvensional, penjualan listrik prabayar, biaya beban listrik, biaya pemakaian listrik dan biaya KVARH (Kilo volt ampere reactive hour). Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi profitabilitas untuk listrik prabayar lebih rendah dibanding listrik konvensional. Ini berarti bahwa berdasarkan perhitungan profitabilitas net profit margin listrik konvensional lebih baik dari pada listrik prabayar. Dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 5 %) dan df = 94, diketahui variabel luas bangunan rumah dan jumlah alat yang menggunakan listrik adalah variabel yang signifikan memengaruhi permintaan listrik prabayar. Sedangkan variabel pendapatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga dan jenis pekerjaan kepala keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan listrik prabayar. kata kunci : energi listrik, kebijakan prabayar, profitabilitas, permintaan, rumah tangga © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB PROFITABILITAS DANFAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN ENERGI LISTRIK PRABAYAR SEKTOR RUMAH TANGGA (STUDI KASUS P.T. PLN DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN BANTEN AREA BOGOR) PRIMA GANDHI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sri Hartoyo, MS Judul Tesis : Profitabilitas dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumah Tangga (Studi Kasus P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor) Nama : Prima Gandhi NIM : H15100024 Disetujui Komisi Pembimbing Prof Dr Didin S Damanhuri, SE, MS, DEA Ketua Dr Muhammad Findi A, SE, ME Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir R Nunung Nuryantono, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 16 September 2014 Tanggal Lulus: 26 September 2014 PRAKATA Puji syukur penulis dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Profitabilitas dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumah Tangga ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dari Program Studi Pascasarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Didin S Damanhuri, SE, MS, DEA selaku ketua komisi komisi pembimbing dan Bapak Dr Muhammad Findi A, SE, ME selaku anggota komisi pembimbing serta kepada ketua program studi Pascasarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor Bapak Dr Ir R Nunung Nuryantoro, MSi. Kepada Bapak Dr Ir Sri Hartoyo, MS dan Ibu Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih atas saran sebagai penguji luar komisi dan departemen. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat seangkatan pada Program Magister Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Drs Edison Muchtar dan Ibunda Yenita SPd, MSi, serta seluruh adik-adik, atas segala doa, kesabaran dan kasih sayangnya. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya masih diperlukan perbaikan dan penyempurnaan. Akhirnya besar harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi kemajuan dunia pendidikan dan penelitian. Bogor, September 2014 Prima Gandhi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ---------------------------------------------------------------------------- vii DAFTAR GAMBAR ------------------------------------------------------------------------ viii 1 PENDAHULUAN …………………………………………….. Latar Belakang ………...……………………………………………………… Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan Penelitian ......................................................................... Manfaat Penelitian ................................................................................. Ruang Lingkup Penelitian 1 1 5 8 8 8 2 TINJAUAN PUSTAKA............................ Ilmu Ekonomi Energi dan Pembangunan Ekonomi Teori Pasar Monopoli Teori Permintaan Hukum Permintaan……………... Fungsi Permintaan Elastisitas Pendapatan Rumah Tangga Sebagai Konsumen................................................................ Hubungan Permintaan dan Pengeluaran Rumahtangga Karakteristik Energi Listrik : Bentuk Beban dan Tarif Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Listrik Sektor Rumahtangga Perhitungan kWH Listrik Konvensional dan Prabayar di Indonesia Rasio Profitabilitas Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian 9 91 121 16 19 20 27 28 28 29 30 33 34 35 40 42 3 METODOLOGI PENELITIAN.................................................... Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Responden Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengambilan Sampel ……….…..……………………………… Metode Analisis Data…...…………………………………………… Rasio Profitabilitas Teknik Analisis Data Uji Asumsi Klasik Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) Pengolahan Data Definisi Operasional Variabel Penelitian 43 43 44 44 46 47 48 48 50 53 54 54 4 GAMBARAN OBJEK PENELITIAN Deskripsi Objek Penelitian ... Gambaran Daerah Penelitian .................................................................... Golongan Pelanggan Listrik P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor 55 55 57 60 Tarif Dasar Listrik 61 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Analisis Rasio Profitabilitas Listrik Prabayar dan Konvensional Analisis Hasil Regresi Uji Asumsi Klasik Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) Interprestasi Hasil Regresi Content Analysis Antara Listrik Prabayar dan Konvensional 63 63 68 73 74 75 76 79 6 PENUTUP Kesimpulan Saran …………...…………….…….…… DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN....... .................................................................................................... 80 80 81 84 89 1 DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. Data dan perkiraan kapasitas pembangkit listrik Indonesia (2008-2016) Data dan perkiraan konsumsi listrik Indonesia (2008-2016) Lokasi observasi Perkembangan penduduk Kota Bogor tahun 2005-2011 Sebaran Penduduk Kota Bogor Berdasarkan Kecamatan Tahun 2011 Penduduk dan rumah tangga menurut kecamatan di Kota Bogor tahun 20102012 PDRB Kota Bogor atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan Tahun 2008 – 2012 ( Jutaan Rupiah ) Perkembangan konsumen listrik tahun 2012-2013 Tarif Dasar Listrik Klasifikasi responden rumahtangga berdasarkan kapasitas daya per kecamatan Klasifikasi biaya listrik prabayar tertinggi dan terendah berdasarkan kapasitas daya Klasifikasi pendapatan rumahtangga tertinggi dan terendah berdasarkan kapasitas daya Klasifikasi jumlah anggota keluarga rumahtangga tertinggi dan terendah berdasarkan kapasitas daya Klasifikasi luas bangunan rumah rumahtangga terluas dan tersempit berdasarkan kapasitas daya Klasifikasi responden berdasarkan pendapatan total keluarga dengan pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik Klasifikasi responden berdasarkan jumlah alat yang menggunakan listrik dengan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga Klasifikasi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dengan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga Klasifikasi responden berdasarkan jenis pekerjaan kepala keluarga dengan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga Perhitungan tarif tenaga listrik konvensional tahun 2012 Perhitungan tarif KVARH tenaga listrik konvensional tahun 2012 Rekapitulasi penjualan listrik prabayar tahun 2012 Perhitungan tarif tenaga listrik konvensional tahun 2013 Perhitungan tarif KVARH tenaga listrik konvensional tahun 2013 Rekapitulasi penjualan listrik prabayar tahun 2013 Perbandingan persentase net profit margin rata-rata listrik prabayar P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor Hasil regresi linear berganda faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar 6 6 44 58 59 59 60 61 62 63 64 64 64 65 65 66 67 67 68 69 69 70 71 72 72 73 DAFTAR GAMBAR 1. Pasar Monopoli --------------------------------------------------------------------------- 13 2. Monopoli Alamiah 15 3. Kurva Indeferen -------------------------------------------------------------------------- 18 4. Permintaan Marshalian 21 5. Jalur pendapatan konsumsi untuk barang normal 22 6. Efek perubahan pendapatan 24 7. Efek perubahan harga terhadap jumlah yang dibeli 25 8. Efek pendapatan dan efek substitusi 26 9. Diagram kerangka pemikiran penelitian 41 10. Peta administrasi Kota Bogor 57 11. Uji Heteroksedastisidas Model 75 DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kuisioner Penelitian Rekap Data Responden Rekap Data Logaritma Natural Hasil OLS dengan Eviews Correlatio Matrix Independent Variabel Hasil Uji White JB-Test Hasil Uji t Statistik Variabel Analisis Konten Keunggulan dan Kelemahan Listrik Prabayar dibanding Listrik Konvensional 90 93 96 99 100 101 102 103 104 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Energi mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi negara. Pembangunan ekonomi negara menurut Sumitro Djojohadikusumo adalah proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktural, yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. 1 Sedangkan Todaro dalam bukunya mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. 2 Salahsatu jenis energi yang dibutuhkan dalam kegiatan ekonomi adalah energi listrik. Energi listrik sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar dan mendukung peningkatan produktivitas kerja manusia merupakan faktor penting dalam pembangunan negara. Dalam kehidupan sehari-hari, energi listrik dibutuhkan warga negara untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti penerangan, komunikasi, transportasi, makan, minum dan lain-lain. Oleh karena itu tanpa akses pada pelayanan energi listrik, warga negara akan kehilangan berbagai kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan produktivitas untuk memperbaiki struktur sosialnya. Jika ini terjadi maka bisa dikatakan negara gagal memenuhi kebutuhan warganya. Ada beberapa indikator pemenuhan energi listrik suatu negara. Pada tahun 2007 World Energy Council (WEC) menyepakati kriteria 3A untuk menjamin terselenggaranya pelayanan energi yang berbasis pada pendekatan energi security yang berkelanjutan. Istilah energy security menunjukkan adanya hubungan antara keamanan nasional dan jaminan ketersediaan energi secara berkelanjutan. Energy security merupakan kondisi terjaminnya pemenuhan kebutuhan energi untuk mendukung keberlangsungan dan kemajuan perekonomian suatu negara. Kriteria 3A merupakan indikator energy security dari sisi pengguna energi (end users) yang mencakup aspek ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), dan akseptabilitas (acceptability). Dalam kriteria 3A ada tiga kelompok yang terkait dengan kepentingan penyediaan dan pelayanan energi, yaitu : (1) Kelompok pemasok energi primer (security of energy resources.); (2) Kelompok yang mengkonversi energi primer menjadi produk energi dan mendistribusikannya dan (3) Kelompok pengguna produk energi akhir. 3 Dalam konteks electricity energy security, keterjaminan suplai daya listrik untuk memenuhi kebutuhan warga negara membutuhkan dukungan sumberdaya energi primer secara berkelanjutan, sistem konversi dan jaringan distribusi yang 1 Didin S Damanhuri. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan. IPB Press. Bogor. hlm 3. Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta. hlm 18. 3 Timotius D Haryono. 2013. Dimensi ekonomi politik dan spasial konsumsi listrik dan spasial konsumsi listrik Indonesia. Paper lemhanas. hlm 3. 2 2 handal. Sedangkan untuk menjamin pelayanan listrik yang efisien dan berkelanjutan dibutuhkan sistem transmisi listrik yang baik. Keberadaan pembangkit listrik yang baik merupakan syarat untuk melakukan konversi energi primer menjadi energi lisrik. Sistem ketenagalistrikan merupakan salahsatu infrastruktur utama secara nasional yang mutlak dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi kinerja sektor ekonomi rill. Oleh karenanya energi listrik merupakan suatu hal penting bagi masyarakat sebagai pelaku sektor ekonomi riil. Tanpa listrik masyarakat sulit beraktifitas. Jika masyarakat sulit beraktivitas maka kegiatan ekonomi akan tertanggu. Keadaan ini tentunya memengaruhi pembangunan ekonomi negara. Di Indonesia, listrik diproduksi oleh satu perusahaan negara, yaitu Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara (P.T. PLN). Perusahaan tersebut bertanggung jawab dalam menyediakan listrik bagi seluruh warga negara yang berada diwilayah Indonesia. Dasar hukum yang digunakan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33. Pasal inilah yang kemudian ditafsirkan oleh negara bahwa pengadaan listrik harus dilakukan oleh perusahaan milik negara. Dengan hak monopoli listrik, negara berharap P.T. PLN mampu memenuhi dan menjamin kebutuhan listrik masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia hingga saat ini masih mengkonsumsi listrik dengan harga subsidi pemerintah. Tanpa subsidi, masyarakat harus membeli listrik dengan harga tinggi. Penyebabnya adalah biaya memproduksi listrik di Indonesia sangat besar. Penyebabnya adalah tingginya penggunaan bahan bakar minyak untuk memproduksi listrik. 4 Selain itu subsidi diberikan agar seluruh masyarakat yang dapat mengunakan listrik. Setelah 69 tahun merdeka, selain menghadapi masalah subsidi listrik, Indonesia juga menghadapi krisis listrik. Menurut Dewan Energi Nasional (DEN) ada 13 penyebab utama krisis listrik, yaitu , pertama kapasitas pembangkit yang tersedia sudah tidak mencukupi tapi penyambungan pelanggan baru tetap dilakukan. Kedua, tidak terlayani pasokan listrik ke konsumen secara baik. Ketiga, sarana dan prasarana energi, jaringan transmisi, dan jaringan distribusi sudah tidak memadai. Keempat, terjadinya sejumlah pemadaman dengan frekuensi dan durasi yang menyebabkan terganggunya fungsi pemerintahan, kehidupan sosial masyarakat, dan kegiatan perekonomian. Kelima, harga energi tidak sesuai dengan harga keekonomian dan subsidi tidak mencukupi. Keenam, keterbatasan dana untuk pembangunan pembangkit baru. Ketujuh, biaya porduksi tinggi karena masih besarnya porsi penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Kedelapan, umur sarana dan prasarana pembangkit listrik sudah mengakibatkan tidak berfungsinya sistem secara optimal. Kesembilan, biaya sewa genset dan pengoperasiannya sangat mahal, sementara program pembangunan Independen Power Producer (IPP) banyak terlambat. Kesepuluh, sarana dan prasarana transmisi dan distribusi belum memadai. Kesebelas, pasokan energi primer seperti batu bara dan gas mengalami kendala teknis dan pasar. Keduabelas, adanya pengambilan keputusan terkendala oleh regulasi. Ketigabelas, kurangnya koordinasi antara Kepala Dinas Pertambangan 4 Kabar energi.2014. Kenaikan listrik untuk menutupi lonjakan biaya produksi akibat naiknya harga minyak. [diunduh2014Sep02].Tersedia pada http://www.kabarenergi.com/beritakenaikan-listrik-untuk-menutupi-lonjakan-biaya-produksi-akibat-naiknya-harga-minyak.html 3 dan Energi dengan PLN dan Pertamina, baik dalam krisis maupun dalam perencanaan. 5 Dampak dari krisis listrik adalah pemadaman listrik secara bergilir di berbagai daerah. Akhir tahun 2013 terjadi protes pemadaman listrik di berbagai daerah di Indonesia. Pemadaman listrik terjadi terus menerus di sejumlah daerah, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Sebagai fakta, di Sumatera Utara (Sumut), awal September tahun 2013 masyarakat meminta pemerintah pusat untuk turun tangan menangani masalah pemadaman listrik yang meresahkan masyarakat. Pihak manajemen P.T. PLN Sumut dianggap lalai karena melakukan pemadaman listrik tiga hingga empat kali dalam satu hari tanpa memberikan solusi. Alasan P.T. PLN Sumut-Aceh melakukan pemadaman karena kerusakan mesin pembangkit yang beroperasi di P.T. PLN Belawan. Upaya menyewa dan mengoperasikan pembangkit diesel dengan total daya 430 MW belum dapat menyelesaikan masalah ini. Masalah krisis listrik di Sumut terjadi akibat pasokan listrik P.T. PLN untuk Sumut hanya 1.400 MW, sementara kebutuhannya mencapai 1.650 MW (ekses demand). 6 Di Kalimantan Selatan, pemadaman listrik pun terjadi di beberapa wilayah. Pemadaman listrik terjadi hingga lebih dari enam jam per hari. Parahnya lagi pemadaman listrik ini sering terjadi pada malam hari. Dampak dari pemadaman listrik yang terjadi adalah tindak pidana pencurian, perampokan, kerusakan peralatan listrik dan kebakaran akibat arus pendek. 7 Menangapi masalah ini P.T. PLN (Persero) mengakui tidak bisa mencegah pemadaman listrik mendadak. Alasannya, cadangan listrik P.T. PLN hanya tiga puluh persen untuk mengantisipasi pemadaman listrik di seluruh Indonesia. P.T. PLN mempunyai beberapa strategi kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini, yaitu P.T. PLN mempersiapkan pembangkit tambahan dan genset diesel. Hal ini pun berlaku di daerah-daerah yang perekonomiannya maju dan berkembang. Alasannya daerah maju dan berkembang memerlukan pasokan listrik yang besar. Jika kurang pasokan listrik maka akan terjadi kerugian ekonomi akibat tidak berjalannya aktifitas ekonomi. 8 Selain mengeluarkan kebijakan di sektor hulu P.T. PLN mengeluarkan kebijakan di sektor hilir. P.T. PLN melakukan pengggolongan terhadap konsumen. P.T. PLN melakukan penggolongan listrik menjadi 4 (empat) kelompok yaitu: 1) Rumahtangga, 2) Usaha, 3) Industri dan 4) Pemerintahan/Publik. Rumahtangga adalah kelompok pelanggan yang menggunakan listrik dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Rumahtangga, terdiri atas: 1. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga kecil pada tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 2.200 VA (R-1/TR); 2. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga menengah pada tegangan rendah, dengan daya 3.500 VA s.d. 5.500 VA (R-2/TR); 5 Okezone.com. 2010.13 Penyebab Utama Krisis Listrik. [diunduh2014Sep02].Tersedia pada http://economy.okezone.com/read/2010/03/19/320/314097/13-penyebab-utama-krisis-listrik 6 Majalah Listrik Indonesia. 2014. Kilas Balik Kelistrikan 2013 : PLN Masih Harus Berbenah. [diunduh2014Apr12].Tersedia pada www.listrikindonesia.com. 7 Majalah Listrik Indonesia. 2014. Kilas Balik Kelistrikan 2013 : PLN Masih Harus Berbenah. [diunduh2014Apr12].Tersedia pada www.listrikindonesia.com. 8 Majalah Listrik Indonesia. 2014. Kilas Balik Kelistrikan 2013 : PLN Masih Harus Berbenah. [diunduh2014Apr12].Tersedia pada www.listrikindonesia.com. 4 3. Golongan tarif untuk keperluan rumahtangga besar pada tegangan rendah, dengan daya 6.600 VA ke atas (R-3/TR). 9Untuk kelompok usaha terdiri dari usaha penginapan, rumah makan, perdagangan, jasa keuangan, jasa hiburan dan jasa sosial. Kelompok industri berupa industri makan, tekstil, logam, permesinan dan industri lainnya. Sebagai pihak yang berwenang dalam mendistribusikan listrik, P.T. PLN menggunakan alat yang disebut kWH meter untuk mengetahui besaran energi listrik yang digunakan oleh konsumen. Pada umumnya kWH meter yang digunakan oleh P.T. PLN adalah kWH meter jenis analog. kWH jenis analog digunakan untuk listrik paskabayar atau konvensional. Disebut konvensional karena untuk mengetahui jumlah daya dibutuhkan petugas pembaca meter yang bertugas melakukan pencatatan data dan transfer ke database P.T. PLN. Sistem listrik konvensional ini bercirikan pelanggan menggunakan listrik terlebih dahulu dan membayar tagihannya pada bulan berikutnya. Sistem perhitungan yang masih konvensional ini sering menimbulkan masalah, seperti pelanggan listrik tidak disiplin dalam membayar tagihan rekening listrik tiap bulan, kesalahan catat meter yang dilakukan oleh pegawai P.T. PLN dan pencurian listrik. Selain itu dengan sistem konvensional P.T. PLN harus menghitung dan menerbitkan rekening yang harus dibayar oleh pelanggan, melakukan penagihan kepada pelanggan yang terlambat atau tidak membayar, dan memutus aliran listrik jika konsumen terlambat atau tidak membayar rekening listrik setelah waktu yang ditentukan.Untuk mengatasi masalah ini, P.T. PLN mulai mencari alternatif solusi dan pada tahun 2009 P.T. PLN mulai mengeluarkan dan menawarkan layanan alternatif baru untuk pelanggan, yaitu listrik prabayar (LPB). Listrik prabayar adalah sistem listrik yang menggunakan kWH meter digital, dimana pelanggan harus membeli voucher khusus berupa token untuk dapat menggunakan listrik dari P.T. PLN. Besar energi listrik yang telah dibeli oleh pelanggan dimasukkan ke dalam meter prabayar (MPB). Dengan adanya listrik prabayar diharapkan keluhan masyarakat mengenai melonjaknya pemakaian listrik, pembacaan meteran yang tidak benar, kedatangan petugas pencatatan meteran yang dianggap mengganggu, dan pemadaman listrik akibat pelanggan telat membayar bisa terselesaikan. 10 Dengan layanan LPB diharapkan pelanggan dapat mengontrol sendiri pemakaian listriknya. Namun, alternatif solusi dari P.T. PLN ini tidak serta merta disambut baik oleh masyarakat. Masih ada sebagian masyarakat yang suka dengan listrik paskabayar atau konvensional, dengan alasan tidak mau terlalu rumit dengan urusan listrik, ingin tahu beres, dan sebagainya. Ini merupakan tantangan bagi P.T. PLN harus bekerja ekstra untuk mengenalkan dan meyakinkan listrik prabayar kepada seluruh lapisan masyarakat. Karena target dari P.T. PLN yaitu 700.000 pelanggan listrik prabayar tahun ini. Dari pelanggan tersebut, perusahaan P.T. PLN akan memperoleh pendapatan sebesar lima triliun rupiah. 11 Hal ini yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian terkait dengan kebijakan energi listrik prabayar. 9 Permen ESDM No 9 tahun 2014. hlm 3. Tabloid Nova. 2013. Serba-serbi listrik prabayar.[diunduh2014Apr04]. Tersedia pada www.tabloidnova.com/serba-serbi-listrik-prabayar 11 Wawancara Direktur Niaga dan Pelayanan PT PLN (Persero), Sunggu Aritonang. 10 5 Perumusan Masalah Secara historis praktek bisnis korporasi di sektor energi listrik dimulai tatkala perusahaan swasta mulai terlibat dalam memasok industri listrik melalui P.T. PLN. Masuknya swasta dibidang kelistrikan dianggap sebagai upaya untuk membantu pemerintah dalam menyediakan pasokan listrik bagi masyarakat. Keterbatasan anggaran pemerintah merupakan kendala utama dalam meningkatkan pasokan listik, sehingga swasta dianggap lebih mampu menyediakan anggaran untuk menambah pasokan listrik. Selain sektor swasta, lembaga keuangan internasional juga ikut berkecimpung dalam bidang kelistrikan di Indonesia. International Monetary Found (IMF) dengan Letter of Intent (LoI) mendesak adanya renegoisasi dengan pihak swasta dan terbentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Dari LoI yang dibuat oleh IMF itu menginginkan penerapan kompetensi dan peran swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Dalam beberapa LoI dan dokumen terkait lainnya, pemerintah berkomitmen pada IMF akan mengeluarkan undang-undang dan kerangka hukum lainnya untuk menciptakan pasar listrik yang kompetitif, merestrukturisasi kelembagaan P.T. PLN, perbaikan tarif listrik, perbaikan layanan listrik dan merasionalisasikan pembelian listrik dari pihak swasta. Asian Development Bank (ADB) juga tidak kalah gesitnya dengan IMF dalam membantu lancarnya swastanisasi listrik di Indonesia. Selama kurang lebih dari 5 dekade, ADB memberikan total 28 pinjaman dengan nilai lebih dari US$ 3 triliun untuk sektor kelistikan di Indonesi. 12 Selain IMF dan ADB, negara Jepang melalui Japan Bank of International Cooperation (JBIC) ikut mendukung program reformasi sektor tenaga listrik di Indonesia. Bentuk dukungan ini adalah JBIC sepakat mendanai program restrukturisasi listrik Indonesia sebesar 400 juta Dollar Amerika sebagai bentuk kerjasama internasional dengan pemerintah Indonesia. 13 Walaupun demikian hingga saat ini praktek keterlibatan langsung swasta dalam penyediaan listrik belum terjadi di Indonesia. Salahsatu penyebabnya adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 001-021-022/PUU-I/2003 yang menyatakan bahwa Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan tidak memiliki kekuatan mengikat.Oleh karenanya bisa dikatakan hingga saat ini P.T. PLN masih menjadi satu-satunya penyedia energi listrik di Indonesia. Masalah penyediaan listrik di Indonesia akan menjadi tantangan besar bagi P.T. PLN dalam beberapa tahun kedepan. Lembaga penelitian Business Monitor International (BMI) yang beralamat di 85 Queen Victoria Street London EC4V 4AB UK merilis paper 64 halaman berjudul Indonesia Power Report 2012 Includes 10 years forecast to 2021. Dalam paper ini lembaga penelitian BMI juga menggunakan data yang bersumber dari EIA, World Bank, dan Kementerian ESDM RI. Paper ini memuat data-data estimasi dan perkiraan tentang listrik di Indonesia. Data kapasitas dan perkiraan kapasitas pembangkit listrik Indonesia hingga tahun 2016 dijelaskan oleh tabel 1 12 Muhammad Suhud. 2002. Pertumbuhan Pemakaian Energi Listrik tahun 1997 – 2002. Lembaga Penelitian Energi Universitas Trisakti. Jakarta hlm 24. 13 Widagdo Nugroho. 1999. Power Sector Restructuring In Indonesia. Lembaga Penelitian Energi Universitas Trisakti. Jakarta. hlm 34. 6 Tabel 1. Data dan perkiraan kapasitas pembangkit listrik Indonesia (2008-2016) 2008 2009 2010 2011e 2012f 2013f 2014f 2015f 2016f Total Generation (TWh) 140.23 146.86 155.97 170.60 184.24 198.44 214.01 230.63 247.62 Total Generation, Growth % y-o-y (TWh) 5.34 4.73 6.20 9.38 7.99 7.71 7.85 7.76 7.37 Total Generation, (kWH per capita) 596.83 618.58 650.21 704.01 752.71 802.77 857.53 915.62 974.36 e = BMI estimate, f = BMI forecast Sumber : Indonesia Power Report 2012 Includes 10 years forecast to 2021. BMI Ltd. London, 2012. Lembaga penelitian Business Monitor International (BMI) juga meneliti dan meramalkan tentang konsumsi listrik di Indonesia. Tabel 2 dibawah ini menjelaskan kebutuhan akan listrik akan terus meningkat dari segi kuantitas hingga tahun 2016. Tabel 2. Data dan perkiraan konsumsi listrik Indonesia (2008-2016) 2008 2009 2010e 2011e 2012f 2013f 2014f 2015f 2016f Net Consumption (TWh) 126.19 131.50 141.69 152.67 164.61 177.48 191.97 207.21 223.35 % Net Comsumption Growth, y-o-y (TWh) 5.76 4.21 7.75 7.75 7.82 7.82 8.16 7.94 7.79 Net Consumption ( kWH /capita) 537.08 553.88 590.70 630.03 672.52 718.01 769.22 822.66 878.88 e = BMI estimate, f = BMI forecast Sumber : Indonesia Power Report 2012 Includes 10 years forecast to 2021. BMI Ltd. London, 2012. Selain berusaha meningkatkan produksi listrik untuk menghadapi tantangan konsumsi listrik masyarakat, P.T. PLN mengeluarkan beberapa kebijakan terkait pelayanan. Di tahun 2013 P.T. PLN menciptakan Gogress, Gerakan Satu Juta 7 Sambungan dalam Sehari. Tujuan program Gogress adalah memangkas jumlah daftar tunggu pemasangan listrik P.T. PLN. Selain kebijakan Gogress P.T. PLN mengeluarkan kebijakan program listrik prabayar. Bermula tahun 2002, ketika P.T. PLN dipimpin oleh direktur utama Edi Widiono, berdasarkan surat edaran Direksi P.T. PLN (Persero) No 035.E/012/DIR/2001, tanggal 31 Desember 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Multiguna Listrik Prabayar. Produk ini diperkenalkan ke publik dan diresmikan di tahun 2009 dengan Surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.010809/532/DITJB/2009, tanggal 13 Februari 2009 perihal implementasi Listrik Prabayar, Keputusan Direksi P.T. PLN (Persero) No.300.K/DIR/2009, tanggal 23 Desember 2009 perihal Ketentuan Akuntansi Listrik Prabayar, surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.001178/532/DITBMR/2010, tanggal 17 Februari 2010 perihal Implementasi Listrik Prabayar. 14Salah satu tujuan listrik prabayar adalah meminimumkan resiko akan pencurian listrik dan kesalahan catat meter oleh tenaga manusia. Wilayah P.T. PLN Unit Distribusi Jawa Barat dan Banten menjadi pilot project pelaksanaan kebijakan program listrik prabayar ini. 15 Hal ini membuat Propinsi Jawa Barat menjadi pilot project kebijakan listrik prabayar di Indonesia Di Tahun 2014, program ini telah berlaku di seluruh pelosok tanah air, termasuk wilayah Nusa Tenggara Timur, yang rasio elektrifikasinya baru mencapai 34 persen pada tahun . 16 Provinsi Jawa Barat terdiri dari Kota dan Kabupaten. Kota Bogor sebagai salahsatu kota padat di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebesar 1.004.831 jiwa 17 yang terdiri dari 510.884 laki-laki dan 493.947 perempuan dan 238.227 rumahtangga. 18 Kebutuhan listrik di Kota Bogor sangat besar. Hal ini ditunjukan oleh jumlah pelanggan listrik sebesar 201.850 pelanggan dengan daya tersambung 325.268.691 VA. 19 Tidak jauh berbeda dengan kota-kota lain di Provinsi Jawa Barat. Pemakaian energi listrik di Kota Bogor didominasi oleh kelompok pelanggan rumahtangga sebesar 0,43 % dari total seluruh pemakaian listrik. 20 Peningkatan jumlah penduduk dan rumahtangga di Kota Bogor menyebabkan semakin padatnya wilayah Kota Bogor. Dampak lain dari hal ini adalah kenaikan permintaan listrik. Kenaikan permintaan listrik ini didasari oleh meningkatnya jumlah rumahtangga di Kota Bogor. P.T.PLN melayani pemasangan baru sambungan listrik konsumennya hanya dengan sistem prabayar. Dengan demikian permintaan listrik prabayar yang diminta oleh rumahtangga akan terus mengalami peningkatan. P.T. PLN perlu mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi permintaan listrik prabayar untuk membuat strategi pemasaran yang tepat sasaran. 14 P.T.PLN. 2012. kebijakan listrik pintar. hlm 4. [ANTARA].2011.Pelanggan listrik prabayar Jabar-Banten 1,02 juta .[diunduh2014Apr04]. Tersedia pada www.antarajawabarat.com 16 [YLKI].2011. Dahlan Iskan dan revolusi listrik prabayar.[diunduh2014Apr04]. Tersedia pada http://www.ylki.or.id/dahlan-iskan-dan-revolusi-listrik-prabayar.html 17 [BPS].2013. Kota Bogor dalam Angka.hlm 73 18 [BPS].2012. Kota Bogor dalam Angka.hlm 34. 19 [BPS].2011. Kota Bogor dalam Angka.hlm 242. 20 P.T. PLN.2013.Laporan Keuangan P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor. 15 8 Hingga saat ini Kota Bogor merupakan salahsatu wilayah pilot project listrik prabayar. Setelah enam tahun menjalankan program listrik prabayar, keadaan keuangan P.T. PLN. Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor belum menunjukan perbaikan yang berarti. 21 Terkait dengan keadaan ini, perlu dianalisis apakah kebijakan energi listrik prabayar lebih baik dari kebijakan energi listrik konvensional (P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor). Maka berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. 2. Bagaimana profitabilitas kebijakan listrik prabayar dibanding listrik konvensional sektor rumahtangga (Studi Kasus P.T. PLN distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor) Apakah faktor-faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor ? Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian maka tujuan penelitian ini adalah: 1. 2. Menganalisis profitabilitas kebijakan listrik prabayar dibanding listrik konvensional sektor rumahtangga (Studi Kasus P.T. PLN distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor) Menganalisis faktor – faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga (Studi Kasus di Kota Bogor). Manfaat Penelitian 1. 2. 3. Hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi pelaksana program untuk perbaikan dalam kinerja P.T. PLN dan pemerintah . Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang energi listrik. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan khususnya mengenai kasus-kasus dalam kebijakan listrik prabayar Indonesia. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implementasi kebijakan energi listrik prabayar. Data penelitian diambil dari tahun 2012 sampai 2014. Penelitian ini meneliti tentang kebijakan listrik prabayar yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia. Selain pada faktor profitabilitas, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi permintaan energi listrik 21 Wawancara dengan Hendra S Rijadi. Manajer P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor. Tanggal 23 Mei 2014. 9 prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Studi Kasus dilakukan di Kota Bogor Propinsi Jawa Barat (P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa evaluasi kebijakan listrik prabayar. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data Primer yang diambil sesuai dari kebutuhan penelitian yaitu hasil dari wawancara mendalam (in depth interview) dan data kuisioner. Data sekunder yang digunakan diambil dari dokumen terkait pemberitaan media massa, hasil penelitian, dokumen-dokumen hukum dan undang-undang (pemerintah) serta Indonesian Corruption Watch, Indonesia Global Justice, Badan Pusat Statistik dan Transparency International, Badan Pusat Statistik, World Bank Data, P.T. PLN dan data lainnya yang relevan dengan penelitian. 2 TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini diuraikan berbagai pustaka yang menjadi dasar dalam penelitian. Tinjauan pustaka terdiri dari pembahasan teori-teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran. Teori-teori yang dibahas adalah teori ilmu ekonomi energi dan pembangunan ekonomi, teori pasar monopoli, teori permintaan, hukum permintaan, variabel yang memengaruhi permintaan, variabel yang memengaruhi permintaan listrik, rumahtangga sebagai konsumen dan rasio profitabilitas. Penulisan tinjauan pustaka dalam pemikiran ini dimulai dengan pengkajian beberapa teori yang berkaian dengan topik yang dibahas. Teori yang dikaji tersebut sebagai landasan untuk menguji kebenarannya. Selain itu juga dilakukan penelusuran terhadap setiap hasil penelitian terdahulu yang terkait, sehingga dapat diketahui temuan dan model-model yang digunakan. Setelah mengkaji berbagai teori dan penelitian terdahulu maka disusunlah suatu kerangka pemikiran dari penelitian ini yang disajikan dalam bentuk diagam alur penelitian. Ilmu Ekonomi Energi dan Pembangunan Ekonomi Ilmu ekonomi energi mempelajari energi dari pendekatan ekonomi dan pembuatan kebijakan yang berhubungan dengan energi. Energi yang dimaksud tentunya pengertian energi secara menyeluruh, meliputi energi fosil (Migas dan Batubara) dan energi terbarukan (geothermal, surya, angin, air, dan lain-lain.) Analisa-analisa yang berkaitan dengan suplai, permintaan, infrastruktur, dan integrasi antara kebijakan-kebijakan energi dan parameter ekonomi seperti fiskal, PDB, dan lain-lain. Ilmu ekonomi energi khas, karena merupakan kombinasi ilmu ekonomi dan energi yang memiliki keterkaitan dengan kebijakan nasional. 22 22 Purnomo Yusgiantoro mengawali kuliah umumnya dengan topik "Peran Energi dalam Perekonomian Indonesia". Kuliah umum ini diselenggarakan oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB pada Jumat (05/11/10), bertempat di Aula Timur ITB. 10 Ekonomi energi (energy economics) adalah melihat energi sebagai sumberdaya dan komoditas yang harus diatur dari kacamata permintaan (demand) dan cara memenuhi kebutuhan (supply). Disini melihat energi dalam perspektif teoritis dan empiris terhadap permintaan energi secara individu dan lintas sektor (industri, transportasi, bangunan, rumahtangga, dan sebagainya). Yang menjadi bahasan pada studi ekonomi energi adalah tentang pasokan energi, pasar energi, dan kebijakan publik yang memengaruhi pasar energi. Selain itu halhal yang berkaitan dengan pajak energi dan emisi, regulasi dan deregulasi harga, konservasi dan efisiensi energi juga perlu dijadikan obyek diskusi. Energi merupakan salahsatu aspek penting yang memengaruhi perekonomian nasional Indonesia. Ketika orang berbicara mengenai sumberdaya alam, sebenarnya merujuk pada kondisi kelangkaan. Era minyak bumi telah beralih, dimana sekarang gas bumi telah menjadi sumber energi andalan di masa depan. Penggunaan gas dianggap lebih murah dan potensinya banyak terdapat di Indonesia. Di masa depan, teknologi dan pemikiran para ahli sangat dibutuhkan di beberapa lapangan gas andalan seperti Masela, Natura, dan Donggi Senoro. 23 Dewasa ini, penerimaan negara dari sektor ESDM mencapai angka 24,1% dari seluruh penerimaan negara pada tahun 2013. Angka tersebut menunjukkan bahwa sektor ESDM memiliki peran penting dalam menunjang perekonomian nasional. Untuk itu, ilmu ekonomi energi menjadi penting untuk dipelajari karena memiliki keterkaitan dengan kebijakan nasional. Ekonomi energi mempelajari sebuah teknik untuk memprediksi suatu model keuangan negeri dengan menggunakan program khusus. Pemerintah sendiri memiliki program-program konversi yang harus dilakukan untuk rumahtangga, industri, dan pembangkit. Selain itu, program pemerintah lainnya adalah target untuk melakukan kebijakan subsidi langsung dan menggalakkan kebijakan eksplorasi produksi. Keterkaitan antara energi dan aktivitas perekonomian menghasilkan persepsi yang berbeda-beda tergantung latar belakang teori, pendekatan, serta ruang lingkup penelitian. Perekonomian modern mempunyai tren ketergantungan terhadap energi, akan tetapi peranan energi dalam perekonomian sebetulnya komplek dan dinamis. Teori pertumbuhan neoklasik menjelaskan bahwa sebagian besar studi mengeksplorasi kemungkinan adanya substitusi atau komplementer antara energi dan faktor input lainnya serta interaksinya dalam memengaruhi produktivitas. Menurut pandangan neoklasik ini, kontribusi energi terhadap perekonomian relatif dilihat dari biaya produksinya. Di lain pihak pandangan para ahli ekonomi ekologi, energi merupakan kebutuhan mendasar bagi produksi. Dengan menerapkan hukum termodinamika, perekonomian dipandang sebagai subsistem yang terbuka dari ekosistem global. Sedangkan, teori neoklasik dipandang under estimate terhadap peranan energi dalam aktivitas ekonomi. Oleh karenanya dalam memahami peran energi dalam ekonomi, perlu membahas peran energi dalam konteks teori produksi. Sumberdaya alam secara umum dibedakan menjadi sumberdaya yang dapat diperbarui (renewable resources) dan sumberdaya yang tak terbarukan (nonrenewable or exhaustible resources). Namun suatu saat sumberdaya yang dapat 23 Ibid. 11 diperbarui dapat menjadi tidak dapat diperbarui, dikarenakan permintaan yang terus meningkat sehingga laju pengurasan melebihi laju reproduksinya. Dalam fungsi produksi, konsep dapat diperbarui merupakan kunci. Oleh karenanya kelangkaan sumberdaya menjadi perhatian utama para ahli ekonomi. Stok kapital, tenaga kerja dan beberapa sumberdaya alam sebagai input produksi merupakan faktor yang dapat diperbarui, sementara sumberdaya energi yang dipakai saat ini sebagian besar tidak dapat diperbarui. Sumberdaya alam seharusnya digabungkan dengan faktor produksi lainnya agar dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Sumberdaya alam lebih menyerupai modal karena harus digali atau dikuras dahulu sebagai bahan mentah sebelum dapat dipakai sebagai faktor produksi. Bersama dengan input lainnya sumberdaya alam kemudian diolah menjadi barang yang siap dikonsumsi atau digunakan untuk input produksi dalam menghasilkan barang dan jasa lainnya. 24 Dalam hal ini energi memiliki peranan penting sebagai determinan proses produksi dan pertumbuhan. Menurut hukum pertama termodinamika Stern dan Cleveland yang dikenal sebagai ‘mass balance principle’, energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Konsekuensinya untuk memproduksi sesuatu diperlukan input material lain. Hukum kedua termodinamika ‘the efficiency law’ menyatakan energi diperlukan dalam mentransformasi atau memindahkan barang. Perspektif lainnya, dalam model ekonomi ekologi menempatkan energi sebagai faktor primer yang telah disediakan oleh alam. Oleh karenanya stock energi dalam kegiatan ekonomi yang mengalami degradasi seiring dengan waktu dapat menjadi kendala, dan penyediaan energi dalam setiap periode menjadi penting untuk diketahui. Dalam model biofisik, penyediaan energi mendapatkan kendala geologi dan proses ekstraksi. Di lain pihak, kapital dan tenaga kerja lebih diartikan sebagai aliran modal dan jasa tenaga kerja daripada sebagai stok. Sehingga, pemakaian energi dihitung dari proses yang melekat pada biaya dari aliran input tersebut. Dalam hal ini, nilai tambah kegiatan ekonomi dan harga komoditas output dipengaruhi oleh rente ekstaksi energi dan biaya pemakaian energi. Model pertumbuhan ekonomi neoklasik yang mendasarkan analisisnya pada fungsi produksi; Q = f (K, L; t). Solow menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses yang berlangsung dengan kombinasi yang bervariasi antar faktor-faktor produksi. Model pertumbuhan ekonomi Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki pengembalian skala konstan (constan returns to scale), berlakunya tambahan hasil yang semakin menurun pada setiap input (the law of diminishing returns to factor) dan elastisitas positif penggantian antara setiap input. Pendapat ini sepenuhnya berpangkal pada pemikiran aliran klasik yang menyatakan bahwa perekonomian akan tetap mengalami tingkat kesempatan kerja penuh dan kapasitas alat-alat modal akan tetap sepenuhnya digunakan dari masa ke masa. Dalam teori neoklasik, teknologi dianggap sebagai faktor eksogen yang tersedia untuk dimanfaatkan oleh semua negara di dunia. Dalam perekonomian yang terbuka, semua faktor produksi dapat bertambah secara leluasa dan teknologi 24 Ibid. 12 dapat dimanfaatkan oleh setiap negara, maka pertumbuhan ekonomi di semua negara di dunia akan konvergen, yang berarti kesenjangan akan berkurang. Solow menunjukkan bahwa kesinambungan dapat dicapai dalam sebuah model yang terbatas pada pemakaian nonrenewable resouces saat elastisitas substitusi antara dua input terjadi dan kondisi teknis tertentu lainnya dipenuhi. Stiglitz menggambarkan model yang sama dalam sistem ekonomi yang kompetitif, menunjukkan pemanfaatan sumberdaya, konsumsi dan kesejahteraan sosial akhirnya jatuh menuju nol. Kesinambungan terjadi ketika masyarakat berinvestasi kembali untuk menggantikan sumberdaya alam yang menipis. Sumberdaya energi yang langka diharapkan dapat diganti oleh lebih banyak substitusi, atau “setara” dalam bentuk manusia atau kapital (orang, mesin, pabrik, dan lain-lain). Kedua ahli ini menekankan pentingnya substitusi terhadap pemakaian sumberdaya energi. Namun kenyataanya, perekonomian yang kompetitif itu sendiri sulit terjadi, karena masyarakat cenderung meningkatkan terus konsumsi, kendala harga (bahan baku dan biaya produksi) dan timbulnya market failure. Pemahaman ini menjadi terbatas, karena belum memasukkan adanya substitusi antar sumberdaya itu sendiri, misalkan penemuan-penemuan baru serta pengembangan sumberdaya terbarukan. Didalam ilmu ekonomi energi menurut Purnomo Yusgiantoro 25, salahsatu komponen yang memengaruhi pembangunan ekonomi adalah jumlah pemakaian energi secara nasional. Sektor energi yang paling memengaruhi adalah energi listrik. Meningkatnya pemakaian energi listrik mendorong proses industrialisasi. Permintaan energi listrik pada industri manufaktur untuk menjalankan mesinmesin cukup tinggi. Teori Pasar Monopoli Kata monopoli berasal dari bahasa Yunani yaitu monos berarti satu dan polein yang artinya menjual. Secara teori monopoli diartikan sebagai suatu bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran di mana hanya ada satu penjual/produsen yang berhadapan dengan banyak pembeli atau konsumen. Sedangkan syarat terjadinya pasar monopoli adalah ketika suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut. Dalam ilmu ekonomi, perusahaan atau unit usaha yang melakukan monopoli disebut monopolis. Adapun yang menjadi ciri-ciri dari pasar monopoli adalah: 1. Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli itu, dan konsumen tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan syarat jual beli. 2. Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Barang yang dihasilkan perusahaan monopoli tidak dapat digantikann oleh barang lain yang ada didalam pasar. Barang-barang tersebut merupakan satu-satunya jenis 25 Ibid. 13 barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip yang dapat menggantikan. 3. Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri. Sifat ini merupakan sebab utama yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan monopoli tidak akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut. Monopoli terjadi karena adanya barrier to entry (hambatan untuk masuk) ke dalam pasar. Terdapat berbagai contoh yang menjadi hambatan perusahaan lain memasuki pasar, yaitu hambatan teknis dan hambatan legal. Hambatan teknis di antaranya ialah penguasaan teknologi atau sumberdaya yang unik dan kepemilikan bakat manajerial yang unik. Sedangkan yang termasuk hambatan legal ialah pemberian paten dan hak monopoli eksklusif. 26 4. Produsen dapat mempengaruhi penentuan harga. Oleh karena perusahaan monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga. 5. Promosi iklan kurang diperlukan. Oleh karena perusahaan monopoli adalah satu-satunya perusahaan didalam industri, iklan tidak lagi bertujuan untuk menarik pembeli, melainkan untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakat. Sebagai perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan yang maksimum, monopolis akan berproduksi pada titik di saat biaya marginal sama dengan penerimaan marginal, yaitu pada Q m. Sebagai price maker, monopolis dapat menetapkan harganya sebesar P m yang setara dengan willingness to pay masyarakat untuk memperoleh komoditas sejumlah Q m (Gambar 1). P b Pm c Pp MC a MR Qm D Q W Qp Gambar 1. Pasar monopoli (Nicholson, 1991) Pasar monopoli berbeda dengan pasar persaingan sempurna. Apabila komoditas dijual secara kompetitif, maka jumlah output yang dihasilkan pasar sebesar Q p . Kekuatan penawaran dan permintaan pasar yang kompetitif menyebabkan harga keseimbangan terjadi pada P p . Perusahaan-perusahaan di dalam pasar yang kompetitif berperan sebagai price taker. Pada persaingan sempurna, harga yang terbentuk sama dengan biaya marginal produsen. Oleh 26 Walter Nicholson. 1991. Teori Ekonomi Mikro 1. Raja Grafindo Persada. Jakarta. hlm 53. 14 sebab itu, produsen terdorong untuk melakukan inovasi dalam upaya menekan biaya produksinya. Sementara itu, monopoli menyebabkan pasar tidak berjalan secara efisien sebab harga tidak sama dengan biaya marginalnya. Output yang dihasilkan pasar monopoli jauh lebih sedikit dengan harga yang lebih mahal daripada pasar persaingan sempurna. Monopoli mengakibatkan terjadinya penurunan surplus konsumen, dari awalnya sebesar P p cd menjadi P m bd. Sebagian surplus konsumen dialihkan kepada produsen sebesar P m P p ab. SurpIus konsumen yang hilang dan tidak dinikmati oleh siapa pun, sebesar abc, dinamakan dead weight loss. Inilah yang menyebabkan alokasi sumberdaya pada monopoli tidak mencapai efisiensi optimum. Pada umumnya, monopoli memberikan dampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini terlihat oleh adanya dead weight loss akibat produksi yang tidak efisien, yang menyebabkan hilangnya kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan tindakan pemerintah untuk mengendalikan monopoli. Salahsatunya adalah dengan mengeluarkan regulasi anti monopoli. Di Indonesia, telah dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sejak tahun 2000. Lembaga ini bertugas untuk mengawasi dan menindak pelaku usaha yang melakukan praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat yang menyebabkan pasar didominasi oleh satu perusahaan. Tugas KPPU tersebut diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ada dua macam monopoli yang dikenal. Pertama adalah monopoli artifisial dan yang kedua adalah monopoli alamiah. Monopoli artificial adalah monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli artifisial merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat. Jenis monopoli kedua, monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Ada hal yang membuat suatu usaha memang harus dikelola secara monopoli alamiah. Hal ini disebabkan karena usaha tersebut menguasai hajat hidup orang banyak dan bersifat increasing return to scale. Artinya, biaya ratarata produksi komoditas akan menurun seiring banyaknya jumlah output yang diproduksi. Dengan kata lain, produksi lebih baik dilakukan oleh satu perusahaan dalam skala besar.Salahsatu contoh monopolis di Indonesia adalah P.T. PLN. Biaya penyediaan listrik akan lebih murah jika produksinya dilakukan hanya oleh satu perusahaan saja. Pada awal pembangunan pembangkit (instalasi) listrik, biaya yang dikeluarkan perusahaan sangat mahal. Namun, arus dari listrik tersebut dapat mengaliri banyak konsumen. Dengan demikian, biaya rata-rata akan menurun dengan banyaknya jumlah konsumen yang dilayani. Produksi listrik yang bersifat monopoli alamiah dicirikan oleh kurva biaya rata-rata (AC) yang menurun. Hal ini dijelaskan oleh Gambar 2. Selain itu, kurva biaya marginal (MC) juga menurun dan berada di bawah kurva AC. Sebagai 15 monopolis, perusahaan listrik yang bertujuan mencari keuntungan hanya akan berproduksi pada Q m dan menetapkan harga di P m , yaitu pada titik perpotongan biaya marginal dan penerimaan marginal. Produksi listrik tidak mungkin dilakukan secara efisien seperti halnya pada pasar persaingan sempurna. Sebab, pada perpotongan kurva demand dengan biaya marginal, perusahaan justru akan merugi. Meski outputnya lebih besar dibanding jika monopoli, namun harga produk menjadi lebih rendah dibanding biaya rata-rata produksinya. Besarnya kerugian yang harus ditanggung monopolis, jika berproduksi pada titik Q p ialah sebesar P p abc. P Pm b AC a MC c Pp MR Qm D Q Qp Gambar 2. Monopoli alamiah (Nicholson, 1995) Fenomena monopoli alamiah menyebabkan pemerintah selaku penyelenggara negara menghadapi dilema. Di satu sisi listrik merupakan kebutuhan penting masyarakat. Biaya produksi listrik akan lebih murah jika dipegang oleh satu perusahaan saja. Akan tetapi, di sisi lain jika pengadaan listrik diserahkan kepada swasta akan berdampak listrik hanya akan tersedia dalam jumlah terbatas (Q m ) dan harga relatif tinggi (P m ), mengingat orientasi bisnis swasta adalah maksimisasi profit. Di sisi lain, jika produksi listrik didorong efisien layaknya pasar persaingan sempurna, dimana harga sama dengan biaya marginal, maka perusahaan akan mengalami kerugian. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, pemerintah memberikan subsidi bagi perusahaan penyedia listrik sebesar P p abc (Gambar 2) untuk menutupi kerugiannya. Kebijakan ini ditempuh untuk menjamin setiap anggota masyarakat dapat mengonsumsi listrik dengan harga terjangkau. Dari contoh kasus di atas, bisa dikatakan monopoli alamiah pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama dengan monopoli pada umumnya, dimana hambatan yang masuk ke pasar minimal disebabkan oleh tiga hal utama 27 ; Pertama, pemerintah memberikan hak ekslusif kepada suatu perusahaan untuk membuat barang atau jasa tertentu (state monopoly). Kedua, biaya produksi barang tersebut untuk satu produsen lebih efisien daripada untuk banyak produsen. Ketiga, penguasaan tertentu atas sebuah sumberdaya inti. 27 Gregory Mankiw. 2006. Makroekonomi Edisi 6. Erlangga. Jakarta. hlm 387. 16 Dalam menjalankan kebijakan, perusahaan monopoli alamiah biasanya mengambil beberapa alternatif kebijakan yaitu 28 : 1. Penerapan diskriminasi harga (multiple pricing) bagi konsumen; bertujuan menerapkan kompensasi bagi produsen monopoli dan mempertahankan harga pada biaya marginal. 2. Mendapatkan subsidi senilai besaran surplus konsumen dari tingkat harga yang ditetapkan. 3. Penetapan tingkat harga tertentu yang memungkinkan produsen monopoli mendapatkan kembali modal dan keuntungan yang wajar. Teori Permintaan Permintaan merupakan keinginan konsumen terhadap barang atau jasa yang disertai dengan kemampuan untuk membelinya (daya beli). Hal ini senada dengan definisi yang dikemukakan oleh Vincent Gaspersz 29 yaitu permintaan (demand) dapat didefinisikan sebagai kuantitas barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode waktu tertentu berdasrkan kondisikondisi tertentu. Periode waktu disini dapat berupa satuan jam, satuan hari, satuan minggu, satuan bulan, satuan tahun atau periode lainnya. Sedangkan kondisikondisi tertentu adalah berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap barang atau jasa itu. Dilihat dari perspektif ilmu ekonomi, permintaan mempunyai pengertian sedikit berbeda dengan pengertian yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Menurut pengertian sehari-hari permintaan diartikan secara absolut yaitu jumlah barang yang dibutuhkan. Jalan pikiran ini berangkat dari titik tolak bahwa manusia mempunyai kebutuhan. Atas dasar kebutuhan ini individu tersebut mempunyai permintaan akan barang. Semakin banyak penduduk suatu negara semakin besar permintaan masyarakat akan sesuatu jenis barang. Teori permintaan yang paling sederhana yang kita pelajari dalam hukum permintaan menyatakan bahwa pada keadaan Ceteris Paribus, jika harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang diminta akan turun dan sebaliknya bila barang-barang tersebut turun. Ada dua pendekatan untuk menerangkan mengapa konsumen berperilaku seperti yang dinyatakan dalam hukum permintaan, yaitu : a. Pendekatan marginal utility, pendekatan ini mempunyai asumsi-asumsi 1). Kepuasan setiap konsumen dapat diukur baik dengan uang maupun dengan satuan lain kepuasan yang bersifat kardinal. 2). Berlakunya hukum Gossen (law of dimishing marginal utility), yaitu semakin banyak suatu barang dikonsumsi, maka tambahan kepuasan yang diperoleh setiap satuan tambahan yang dikonsumsi akan semakin menurun. 3). Konsumen selalu berusaha untuk mencapai kepuasan total yang maksimum. b. Pendekatan indefferencce curve : pendekataan ini menekankan bahwa tingkat kepuasan konsumen bisa dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah tanpa 28 29 Purnomo Yusgiantoro. 2000. Ekonomi Energi: Teori dan Praktik. LP3ES. Jakarta. hlm 110. Gazperz Vincent. 1997 . Management Bisnis Total. PT. Gramedia. Jakarta. hlm 13. 17 menyatakan berapa lebih rendah atau lebih tingginya (merupakan kepuasan yang bersifat ordinal). Pendekatan ini menganggap bahwa : 1). Konsumen mempunyai pola preferensi akan barang-barang konsumen yang bias dinyatakan dalam bentuk indifference map atau kumpulan dari indifference curve. 2). Konsumen mendapatkan kepuasan lewat barang yang dikonsumsi. 3). Ingin mengkonsumsi jumlah barang yang lebih banyak untuk mencapai kepuasan yang lebih tinggi kurva indiferen adalah sebuah kurva yang menghubungkan titik-titik yang memberikan tingkat kepuasan yang sama. Kurva indiferen dapat digambarkan sebagai berikut. U 6 P 4 Q 3 R I 0 1 2 T 3 Gambar 3. Kurva Indiferen (Karl E. Case & Ray C. Fair, 2002) Gambar 3 disebut sebagai kurva indiferen akan memperjelas pendekatan ordinal. Kombinasi T dan U yang semakin jauh dari titik asal semakin disukai karena memberikan kombinasi yang lebih banyak dibandingkan dengan yang lebih dekat terhadap titik asal. Gambar 3, menunjukkan bahwa kombinasi R juga lebih disukai dari S, karena mengandung kombinasi Q lebih disukai dari S. Kaidah ini hanya memberikan gambaran kasar tentang kesukaan konsumen lebih menyukai suatu kombinasi dibandingkan kombinasi yang lain. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3, kurva di atas tidak dapat menjelaskan kombinasi manakah yang lebih disukai oleh konsumen P, Q atau R. Berarti kurva indiferen dapat dijabarkan sebagai suatu kurva yang menunjukkan kombinasi antara T dan U yang mana sepanjang kurva indiferen memberikan kepuasan yang sama bagi konsumen. Bentuk (kemiringan) kurva indiferen seorang konsumen tentunya akan berbeda dengan konsep yang dapat menjelaskan selera seorang konsumen adalah tingkat subsitusi marjinal (TSM). TSM adalah nilai absolut kemiringan kurva indiferen yang menunjukkan jumlah konsumsi produk yang bersedia dikurangi untuk subtitusi dengan produk lain, sementara kepuasan yang diperoleh oleh konsumen tetap sama. Konsep TSM ini ditunjukan oleh gambar 3, konsumen bersifat indiferen antara kombinasi P dan Q jika seseorang konsumen beralih dari kombinasi P dan Q, maka dia harus mengurangi konsumsi U sebanyak 2 unit untuk menambah konsumsi T sebanyak 1 unit. Dengan demikian jika pilihan konsumen berubah 18 dari P ke Q, maka TSM antara U dan T adalah 2. Jika seseorang konsumen beralih dari Q ke R, konsumen mendapat tambahan produk T sebanyak 1 unit. Tetapi jumlah U yang tersedia dikorbankan hanya sebesar 1 unit juga. Kaidah ini disebut sebagai TSM yang menurun. TSM yang menurun artinya jumlah produk U yang dikorbankan oleh seorang konsumen akan semakin kecil untuk dapat menambah jumlah konsumsi produk T sebanyak 1 unit. Faktor yang menjelaskan perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat dari turunnya harga barang dapat dijelaskan dengaan efek pendapatan dan efek substitusi. Efek pendapatan adalah perubahan kuantitas barang yang diminta jika terjadi perubahan pendapatan riil. Dengan turunnya harga, maka konsumen tidak perlu mengeluarkan uang sebanyak ketika harga barang belum turun untuk membeli dalam jumlah yang sama. Efek substitusi adalah perubahan kuantitas suatu barang yang diminta jika ada perubahan harga, sedangkan pendapatan disesuaikan agar tingkat kepuasan konsumen tetap seperti semula. Efek substitusi akan mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak barang yang turun harganya. Teori permintaan dijadikan dasar untuk menganalisis permintaan terhadap barang dan jasa. Analisis permintaan merupakan alat yang penting untuk : a) Memahami respon harga dan kuantitas suatu komoditas terhadap perubahan variabel – variabel ekonomi. b) Menganalisis interaksi yang kompetitif antara penjual dan pembeli dalam menghasilakan harga dan kuantitas suatu komoditas. c) Menunjukkan kebebasan yang diberikan pasar pada konsumen dan produsen d) Menganalisis efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar. Suatu komoditas dihasilkan oleh produsen karena dibutuhkan oleh konsumen dan karena konsumen bersedia membelinya. Konsumen mau membeli komoditas–komoditas yang mereka perlukan itu apabila harganya sesuai dengan ekspektasi atau keinginan mereka dan komoditas tersebut memiliki nilai guna baginya. Selanjutnya, jika ditinjau dari segi kemampuan dan daya belinya, maka permintaan dibagi atas 30: a. Permintaan potensial, yaitu permintaan yang hanya menunjukan intensitas kebutuhan seseorang akan guna suatu barang tanpa di sertai dengan daya beli. b. Permintaan efektif, yaitu permintaan yang tidak hanya menunjukan adanya intensitas kebutuhan juga disertai dengan daya beli. Sedangkan jika ditinjau dari jumlah orang yang meminta maka permintaan ini dibedakan atas 31: a. Permintaan individual, yaitu permintaan yang datang dari seorang individu. Permintaan individual ini dikaitkan oleh dua faktor yaitu: 1) Nilai dari cara mendapatkan dan menggunakan jasa. 2) Kemampuan untuk mendapatkan jasa. b. Permintaan kolektif/permintaan pasar, yaitu permintaan yang dilakukan oleh semua orang didalam pasar. 30 Abdullah, NS. 1987. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bandung. Forum Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Ekonomi Dan Koperasi Program Pendidikan Koperasi. IKIP Bandung. Bandung. hlm 23. 31 Abdullah, NS. 1987. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bandung .Forum Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Ekonomi Dan Koperasi Program Pendidikan Koperasi. IKIP Bandung. Bandung. hlm 25. 19 Hukum Permintaan Perilaku konsumen yang sederhana dapat dijelaskan dalam hukum permintaan yang menyatakan bahwa bila harga suatu barang naik ceteris paribus, maka jumlah barang yang diminta konsumen tersebut akan turun dan sebaliknya jika harga barang tersebut turun maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan naik. Definisi dari ceteris paribus adalah bahwa semua faktor –faktor lain yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta dianggap tidak berubah. Kenaikan harga dan permintaan seperti tersebut diatas disebabkan oleh 32 : 1. Kenaikan harga menyebabkan pembeli mencari barang yang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti atas barang yang mengetahui kenaikan harga, demikian sebaliknya. 2. Kenaikan harga menyebakan pendapatan riil para pembeli berkurang. Setiap penurunan harga suatu barang tanpa ada perubahan atas harga barang lain atau pendapatan yang diterimanya selalu berarti kenaikan pendapatan riil, yaitu jumlah barang yang dibeli. Gejala ini dinamakan efek penurunan harga. Kemudian apabila kuantitas barang yang diminta cenderung turun apabila harga naik, terdapat dua alasan 33 : a) Efek subtitusi Apabila harga sebuah barang naik, maka konsumen akan menggantikannya dengan barang – barang yang serupa lainnya. b) Efek pendapatan Apabila harga naik maka konsumen menganngap bahwa dirinya sekarang lebih miskin daripada sebelumnya dan sebaliknya apabila harga turun maka konsumen akan menganggap dirinya lebih berkecukupan dibanding sebelumnya. Hukum permintaan ada kalanya tidak berlaku, yaitu jika harga suatu barang naik justru permintaan terhadap terhadap barang tersebut meningkat. Ada tiga kelompok barang dimana hukum permintaan tidak berlaku, yaitu: 1) Barang yang memiliki unsur spekulasi, yaitu barang-barang yang dapat menyebabkan seseorang menambah pembeliannya pada saat harga naik. Mereka mengharapkan harga akan naik lagi pada saat harga barang itu naik, sehingga mereka akan memperoleh keuntungan. Contohnya emas, saham. 2) Barang prestise, yaitu barang yang dibeli seseorang karena adanya unsur gengsi, meskipun harganya naik, permintaan terhadap barang tersebut tetap meningkat. Contohnya mobil mewah, lukisan dari pelukis terkenal. 3) Barang giffen adalah barang yang jumlah permintaannya berkurang apabila harganya turun. Hal ini disebabkan efek pendapatan yang negatif dari barang giffen lebih besar dari pada naiknya jumlah barang yang diminta karena berlakunya efek substitusi yang selalu positif. 32 Lincolin Arsyad. 1996. Ekonomi Manajerial untuk Manajemen Bisnis. Edisi Ke Tiga. BPFEYogyakarta. Yogyakarta. hlm 26 – 27. 33 Samuelson, Paul A,William D. Nordhaus. 1992. Mikro Ekonomi. Penerbit Erlangga.Jakarta.hlm 107. 20 Fungsi Permintaan Suatu fungsi permintaan dapat diderivasi dari fungsi dayaguna atau dari fungsi pengeluaran. Fungsi permintaan yang diderivasi dari fungsi dayaguna (utility) disebut dengan fungsi permintaan Marshallian. Fungsi permintaan Marshallian (Marshallian Demand Function) pertama kali dikenalkan oleh ekonom inggris bernama Alfred Marshall pada tahun 1880. Fungsi permintaan ini mengambarkan permintaan terhadap barang oleh konsumen dengan menganggap penghasilan uang konsumen konstan. Sehingga fungsi ini disebut juga dengan nama money income held constant demand function. Fungsi permintaan Marshallian diperoleh dari derivasi maksimisasi dayaguna dengan batasan (constraint) penghasilan uang yang dimiliki oleh konsumen. Fungsi ini dapat ditulis sebagai berikut 34: Maksimumkan : U = U(X 1 ....X n ) (1) Batasan : M= p 1 . X 1 +...+ p n . X n (1) (2) Penyelesain maksimisasi ini dapat dilakukan dengan metode Langrange (L). Sehingga dengan persamaan Langrangian didapat persamaan sebagai berikut: L = U(X 1 ....X n )+ λ(M-p 1 . X 1 -...-p n . X n ) (3) Dari maksimisasi ini dapat diperoleh : X 1 *= X1M (p 1 ...p n , .M) (4) Untuk menyederhanakan konsep permintaan ini, diasumsikan bahwa barang yang dikonsumsi adalah barang X 1 dan X 2 . Maka untuk fungsi permintaan barang X 1 adalah : X 1 *= X 1 M(p 1 .M) = 𝑀 2𝑝1 (5) Dan fungsi permintaan barang X2 adalah : X 2 *= X 2 M(p 2 .M) = Dimana : U X 1 ....X n p 1 ...... p n M 𝑀 2𝑝2 (6) : Dayaguna (utilitas) : Barang yang dikonsumsi : Harga pasar kompetisi barang X 1 ...X n : Penghasilan uang yang konstan Fungsi permintaan ini merupakan fungsi dari harga (p 1 ) dan penghasilan uang (M). Harga barang dan penghasilan uang adalah hal yang dapat diobservasi 34 Josep Krisharianto dan Joni Hartono. 2002. Kajian Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, Perdagangan Internasional, dan Foreign Investment demand. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.hlm 129. 21 (observable) dibandingkan dengan dayaguna yang tidak dapat diobservasi (unobservable). Hal inilah yang merupakan kelebihan dari fungsi permintaan Marshallian. Dengan asumsi semua penghasilan dikonsumsi, maka permintaan konsumen akan meningkat dari (X 1 *) 0 ke (X 1 *) 2 . Hal ini diilustrasikan oleh gambar 4. Dalam fungsi permintaan marshallian ini dapat diketahui bahwa (MRS) 𝑈𝑖 𝑃𝑖 adalah 𝑈𝑗 dan bernilai sama dengan rasio harga𝑃𝑗. Marginal Rate of Subtitution (MRS) ini menunjukkan slope dari utilitas pada nilai optimal. Rasio harga menunjukkan slope dari batasan anggaran yang dimiliki oleh konsumen. Slope yang sama dapat diderivasi sebuah fungsi dengan sumbu X 1 dan X 2. Hal ini menggambarkan utilitas maksimum dari pemilihan konsumsi pada suatu tingkat pendapatan tertentu dan dengan tingkat harga yang konstan. Gambar 4. Permintaan marshallian (Lipsey, 1996) Kurva dari fungsi tersebut membentuk kurva pendapatan-konsumsi (income consumption curve) atau jalur pendapatan konsumsi (income consumption path). 35 Jalur pendapatan konsumsi untuk barang normal dapat dilihat di gambar 5. Gambar 5 menunjukkan jalur pendapatan konsumsi untuk masing-masing nilai X 1 *dan X 2 *dengan menganggap p 1 dan p 2 konstan dan pendapatan konsumen bervariasi dari M 1 , M 2 , dan M 3 . Karena pendapatan bervariasi sedang hargaharga barang konstan, maka garis anggaran (budget line) akan bergeser secara paralel. Jalur pendapatan konsumsi dibentuk dengan menghubungkan titik- titik konsumsi optimal untuk masing-masing tingkat pendapatan. Minimalisasi fungsi pengeluaran dapat disebut pula fungsi permintaan Hicksian. Fungsi permintaan ini didapat dari harga output p dan dayaguna U. Fungsi permintaan ini juga disebut dengan compensated demand function atau income-compensated demand function 35 Josep Krisharianto dan Joni Hartono. Kajian Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, Perdagangan Internasional, dan Foreign Investment demand. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. hlm 134. 22 Gambar 5. Jalur pendapatan konsumsi untuk barang normal (Lipsey, 1996 ) Masalah minimalisasi pengeluaran dapat dinyatakan sebagai berikut : Minimumkan:M= p 1 .X 1 +...+p n .X n Batasan : U = U (X 1 ,..., X n ) (7) (8) Penyelesaian minimalisasi ini dapat dilakukan dengan persamaan Langrange (L), sehingga didapat persamaan berikut : L = p 1 . X 1 +...+p n ...X n +λ(U-U(X 1 ,..., X n )) (9) Fungsi Permintaan Hicksian dapat diperoleh dari proses minimalisasi pengeluaran dengan batasan dayaguna yang diinginkan. Dari proses minimalisasi pengeluaran ini dapat diperoleh bentuk fungsi permintaan Hicksian sebagai berikut : X 1 *= X 1 H (p.U) (10) Untuk menyederhanakan konsep permintaan ini, diasumsikan bahwa barang yang dikonsumsi adalah barang X 1 dan X 2. Kemudian untuk fungsi permintaan barang X 1 adalah : P2 X 1 * = X 1 H(p 1 .p 2 .U) = �U P1� ½ P Dan fungsi permintaan barang X 2 adalah : (11) 23 P1 X 2 * = X 2 H(p 1 . p 2 .U) = �U P2� ½ Dimana : U : Dayaguna X 1 ...X n : Barang yang dikonsumsi p 1 ......p n : Harga pasar kompetisi barang X P (12) Proses minimalisasi pengeluaran ini merupakan duality dari proses maksimisasi dayaguna dengan batasan penghasilan yang menghasilkan fungsi permintaan Marshallian. Fungsi minimalisasi pengeluaran dapat dituliskan: M =p 1 .X 1 + p 2 .X 2 + .... + p n .X n (13) Dengan mensubtitusikan nilai X 1 *, X 2 *, ..., X n * optimal ke fungsi pengeluaran, maka akan didapatkan fungsi pengeluaran minimum: M*= M*(p 1 , ..., p n , U) (14) Untuk menyederhanakan konsep permintaan ini, diasumsikan bahwa barang yang dikonsumsi adalah barang X 1 dan X 2. Dengan mensubtitusikan nilai P2 X 1 * = �U P1� ½ P P1 dan X 2 * = �U P2� ½ P dari fungsi permintaan Hicksian, maka fungsi pengeluaran minimumnya: M*= 2(p 1 .p 2 .U) ½ Di mana: U X 1 ....X n p 1 ...... p n M (15) : Dayaguna : Barang yang dikonsumsi : Harga pasar kompetisi barang X : Penghasilan uang yang konstan Berbagai barang yang ada di pasar dalam kenyataannya mempunyai nilai dan harga. Dengan demikian permintaan suatu barang didukung oleh daya beli konsumen. Pada dasarnya ada dua macam permintaan yaitu permintaan efektif dan permintaan potensial. Permintaan efektif diartikan sebagai permintaan yang didasarkan pada daya beli, sedangkan permintaan potensial didasarkan hanya kepada kebutuhan konsumen. Daya beli konsumen didasari atas dua hal, yaitu : besar kecilnya pendapatan yang siap dibelanjakan dan tingkat harga barang. Sehingga permintaan dapat diartikan sebagai fungsi dari semua harga dan pendapatan. Harga disini adalah harga barang itu sendiri dan harga barang lain (subtitusi dan komplementer), sedangkan pendapatan adalah besar kecilnya pendapatan setiap rumahtangga. 36 36 Walter Nicholson. 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Bina Rupa Aksara. Jakarta. hlm 68. 24 Secara matematis, fungsi permintaan dapat ditulis dalam bentuk : X 1 * = D 1 (P 1 , P 2 , …P n , I) X 2 * = D 2 (P 1 , P 2 , …P n , I) X n * = D n (P 1 , P 2 , …P n , I) Di mana : X 1 *, X 2 *, …, X n * D 1 , D 2 ,…, D n P 1 , P 2 , …, P n I (16) (17) (18) : Dayaguna tingkat X 1 , X 2 , …, X n yang optimum : Permintaan barang : Harga barang : Pendapatan Dalam bentuk fungsi permintaan ini dapat diramalkan jumlah tiap barang yang akan dibeli dengan berbagai perubahan dalam harga atau pendapatan. 1. Perubahan Dalam Pendapatan Apabila pendapatan bertambah, otomatis bagian dari pendapatan yang akan dibelanjakan juga akan bertambah, sehingga jumlah barang yang bisa dibeli juga meningkat. Ilustrasi mengenai hal ini dapat dilihat dalam gambar 6 dibawah ini : Gambar 6. Efek perubahan pendapatan (Mankiw,2006) Dalam gambar 6 dijelaskan bahwa jika pendapatan meningkat dari I 1 menjadi I 2. akibatnya kombinasi barang yang dibeli berubah dari (X 1 , Y 1 ) menjadi (X 2 ,Y 2 ). Jika naik lagi menjadi I 3 , maka (X 3 , Y 3 ) yang akan dipilih. 2. Perubahan Dalam Harga Barang Sendiri Efek perubahan harga terhadap jumlah barang yang dibeli lebih kompleks analisanya jika dibandingkan dengan efek perubahan pendapatan. Hal ini disebabkan kerena perubahan harga tidak hanya menyebabkan perubahan posisi garis anggaran, tetapi juga menyebabkan perubahan dalam slope garis anggaran tersebut. 25 Gambar 7. Efek perubahan harga terhadap jumlah yang dibeli (Mankiw, 2006) Jika harga berubah, ada dua efek yang bisa diamati. Pertama, efek subtitusi, dan kedua, efek pendapatan. Efek subtitusi, di mana barang itu dibeli lebih banyak sewaktu bergerak di sepanjang kurva indiferen, dan efek pendapatan juga menyebabkan pembelian lebih banyak karena turunnya harga menyebabkan naiknya pendapatan riil konsumen dan dengan demikian bisa pindah ke kurva indiferen yang baru (yang memberikan utilitas lebih tinggi). Argumentasi yang sama bisa digunakan untuk kasus di mana harga barang normal naik, di mana jumlah barangyang dibeli berkurang sewaktu harga turun 37. Dengan sejumlah pendapatan untuk dibelanjakan, maka kombinasi (X*,Y*) yang akan dipilih, sebab kombinasi ini memberikan tingkat kepuasan yang paling maksimum (gambar 7). Pada titik A atau (X 1 , Y1) kurva indiferen U 1 bersinggungan dengan garis kendala yang sesuai dengan anggaran I=P x1 X+P y Y. Jika harga barang X turun dari P x1 menjadi P x2 , maka kendala anggaran tersebut berubah manjadi I=P x2 X+P y Y dan kombinasi yang dipilih sekarang adalah titik B (X**, Y**) sebab pada titk B ini garis anggaran yang baru bersinggungan dengan kurva indiferen U 2 . Berubahnya slope garis anggaran yang dikarenakan naiknya harga barang X akan mendorong konsumen untuk pindak dari titik A ke A1 jika ingin tetap pada kurva indiferen U 1 yang sama. Perpindahan dari A ke A1 disebut efek subtitusi. Perpindahan dari A1 ke B untuk kasus perubahan perubahan dalam pendapatan. Dengan turunnya harga barang X, maka konsumen seolah-olah mempunyai pendapatan yang lebih besar, karena sekarang konsumen dapat membeli kombinasi barang yang lebih baik dengan tingkat utilitas yang lebih tinggi. Perpindahan dari A1 ke B disebut efek pendapatan. Namun perlu disadari bahwa perpindahan yang terjadi tidaklah benar dari A ke A1 dan kemudian dari A1 ke B. pada kenyatannya kita tidak pernah mengamati titik A1, melainkan hanya posisi optimal saja, yaitu titik A dan B 37 Walter Nicholson. 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Bina Rupa Aksara. Jakarta. hlm 81-82. 26 Gambar 8. Efek pendapatan dan efek substitusi (Nicholson, 2002 ) . Konsep efek pendapatan dan efek subtitusi ini sangat berguna untuk menunjukkan pengaruh perubahan harga terhadap jumlah barang X yang dibeli dalam dua konsep yang berbeda. Analisa yang juga dapat digunakan jika terjadi kenaikan harga. Hal ini dapat digambarkan secara grafis seperti dalam gambar 8. Gambar 8 diatas memperlihatkan garis anggaran bergeser ke arah dalam sebagai peningkatan harga barang X dari PX1, ke PX 2 . Perpindahan dari A ke B dapat kita amati sebagai berikut. Pertama, jika orang tersebut dapat bertahan pada kurva indiferen U 2 , tetap ada kecenderungan untuk mensubtitusikan X terhadap Y, dan kombinasi A ditukar dengan kombinasi A1. Tetapi pada kenyataannya hal ini tidak mungkin terjadi, sebab daya beli orang tersebut berkurang sebagai akibat naiknya harga X tersebut. Dengan demikian konsumen tersebut terpaksa pindah pada kombinasi baru yang memberikan utilitas yang lebih rendah, yaitu B. Perpindahan dari A ke A1 disebut efek subtitusi, dan dari A1 disebut efek pendapatan. Menurut Langmore dan Dufty 38 dalam analisis permintaan energi listrik rumahtangga, listrik diasumsikan dan termasuk barang normal. Hal ini mengakibatkan perubahan harga atau tarif listrik langsung memengaruhi tingkat pendapatan. Jika harga listrik naik, konsumen rumahtangga akan mengurangi permintaan atau pemakaian energi listrik karena kenaikan harga ini menyebabkan pendapatan riilnya turun yang sekaligus mengurangi daya beli. Dalam hal ini yang 38 Langmore, M., and Gavin Difty. 2004. “Domestic Electricity Demand Elasticities, Issues for the Victorian Energy Market”.[diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www. vinnies.org.au /files /vic./domestic.pdf. 27 bekerja adalah efek pendapatan sesuai dengan konsep teori permintaan Marshallian. Implikasi dari pengurangan permintaan energi listrik terjadi maka pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik pun akan berkurang. Karena itulah, dalam penelitian ini menggunakan teori permintaan Marshallian. Elastisitas Pendapatan Ada beberapa macam elastisitas dari faktor yang memengaruhi permintaan seperti elastisitas harga, elastisitas pendapatan, dan elastisitas silang. Dibawah ini akan dijelaskan elastisitas permintaan terhadap pendapatan Elastisitas pendapatan didefinisikan sebagai perubahan relatif dari jumlah barang yang diminta konsumen karena adanya perubahan pendapatan. Elastisitas pendapatan dapat di formulasikan sebagai berikut 39: ey = 𝑑𝑄 𝑄 𝑑𝑌 𝑌 𝑑𝑄 𝑌 = Di mana : ey dQ dY Y Q 𝑑𝑌 𝑄 (19) : Elastisitas pendapatan : Perubahan jumlah permintaan : Perubahan pendapatan : Pendapatan : Jumlah yang diminta Elastisitas pendapatan bersifat positif terhadap barang normal. Berarti barang normal adalah semua barang yang permintaannya bertambah ketika pendapatan masyarakat bertambah (memiliki elastisitas permintaan positif). Sedangkan barang inferior adalah barang yang jumlah permintaannya akan turun seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Elastisitas pendapatan digunakan untuk mengklasifikasikan barang-barang kedalam barang mewah dan barang kebutuhan pokok. Biasanya komoditas yang diukur sebagai barang mewah mempunyai elastisitas pendapatan yang lebih besar dari satu (e y > 1). Dan komoditas yang diukur sebagai barang kebutuhan pokok mempunyai elastisitas pendapatan yang lebih kecil dari satu (e y < 1). Faktorfaktor penentu dari elastisitas pendapatan adalah : a. Sifat alami kebutuhan yang meliputi : persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk makan berkurang ketika pendapatan meningkatan (hal ini dikenal dengan hukum Engel dan yang telah digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan tahap perkembangan dari ekonomi). b. Tingkat awal pendapatan negara. Sebagai contoh, komputer merupakan barang mewah di negara belum berkembang atau negara miskin, sedangkan barang ini merupakan berang kebutuhan pokok di negara yang mempunyai pendapatan perkapita yang tinggi. c. Periode waktu, karena pola konsumsi menyesuaikan pendapatan karena perubahan waktu. 39 A Koutsoyiannis. 1989.Modern Microeconomics Theory,.Mc.Graw Hill. hlm 49. 28 Rumahtangga Sebagai Konsumen Di suatu perekonomian konsumen bertindak sebagai pemakai barang dan jasa untuk dikonsumsi. Konsumen adalah semua anggota masyarakat yang menerima uang dan kemudian membelanjakan untuk pembelanjaan barang dan jasa. Konsumen pada umumnya terdiri dari individu atau perorangan dalam masyarakat dalam kenyataannya sebagian besar terkumpul dalam suatu rumahtangga. Lipsey mengatakan sebuah rumahtangga didefinisikan sebagai semua orang yang bertempat tinggal dalam satu bangunan serta atap dan memuat keputusan keuangan bagi mereka. Sedangkan pengertian rumahtangga menurut Sadono Sukirno adalah pemilik dari berbagai faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian. Lipsey merumuskan rumahtangga yaitu rumahtangga mengambil keputusan yang konsisten seperti rumahtangga itu terdiri dari satu orang, sehingga dapat dikatakan bahwa rumahtangga merupakan titik pusat perilaku konsumen; rumahtangga secara konsisten berusaha memperoleh keputusan maksimal atau utilitas dalam batas sumberdaya yang tersedia; rumahtangga merupakan pemilik utama faktor produksi yang dijual pada perusahaan dan menerima penghasilan sebagai imbalannnya. Menurut Sadono 40, pada umumnya rumahtangga menggunakan penghasilannya untuk 2 macam tujuan, yaitu membeli berbagai macam barang atau jasa yang diperlukan memungkinkan rumahtangga menjadi konsumen. Hubungan Permintaan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga adalah konsumsi rumah tangga yaitu semua nilai barang jasa yang diperoleh, dipakai atau dibayar oleh rumah tangga tetapi tidak untuk keperluan usaha dan tidak untuk menambah kekayaan atau investasi. Secara umum kebutuhan konsumsi rumah tangga berupa kebutuhan pangan dan non pangan, dimana kebutuhan keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas lebih dahulu mementingkan kebutuhan konsumsi pangan, sehingga dapat dilihat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah sebagian besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hal ini dikenal dengan hukum angel. Namun demikian seiring pergeseran peningkatan pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk pangan akan menurun dan meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan nonpangan. Kebutuhan listrik adalah kebutuhan non pangan. Jumlah pengeluaran listrik dipengaruhi oleh permintaan kumulatif rumahtangga terhadap listrik. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa permintaan listrik rumahtangga berbanding lurus dengan pengeluaran rumahtangga terhadap listrik Di Indonesia, sangat sedikit konsumen listrik yang mengetahui jumlah (quantity) dan harga (price) listrik yang digunakan dalam rumagtangga. Masyarakat menganggap permintaan listrik adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tagihan listrik perbulan. 40 Sukirno, Sadono.2003. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. hlm 28. 29 Karateristik Energi Listrik : Bentuk Beban dan Tarif Dalam buku berjudul prinsip-prinsip ekonomi energi karangan A.W Culp yang berjudul prinsip-prinsip konservasi energi dijelaskan bahwa energi listrik merupakan energi yang berkaitan dengan aliran atau akumulasi muatan listrik. Energi listrik merupakan bentuk energi yang sangat berguna karena dengan mudah dapat diubah ke hampir semua bentuk energi dengan efisiensi konversi yang tinggi, misalnya energi panas, energi mekanik, dan lain-lain. Yusgiantoro dalam bukunya yang berjudul ekonomi energi : teori dan praktek menyatakan bahwa energi listrik termasuk dalam energi sekunder dan komersial yang dapat dipakai dan diperdagangkan dalam skala ekonomis. Energi listrik merupakan kebutuhan pokok yang sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lain dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya di Indonesia yang berada di garis khatulistiwa yang beriklim tropis, energi listrik digunakan untuk berbagai tujuan seperti sumber energi barang-barang elektronik, sumber tenaga pembangkit energi operasi (mesin-mesin), penerangan, alat pemanas, pendingin (air conditioning/AC), alat pengawet (kulkas), pompa air, memasak, penggilingan, telekomunikasi, dan lain sebagainya. Energi listrik memiliki karakteristik berbeda dengan energi lainnya. Energi listrik sebagai suatu komoditi harus dibangkitkan seketika (diproduksi) dan langsung disalurkan kepada pemakai akhir. Kadir dalam bukunya berjudul distribusi dan utilisasi tenaga listrik, menyatakan bahwa secara umum usaha penyediaan usaha tenaga listrik, sebagai suatu teknologi dari produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik, merupakan suatu monopoli alamiah dengan karakteristik-karakteristik berikut : 1) bekerja dengan skala ekonomi yang menguntungkan, 2) dengan peningkatan daya, harga produk per satuan akan turun. Karakteristik-karakteristik ini menyebabkan bahwa pengukuran, penetapan harga, ataupun penentuan tarif menjadi lebih sulit dibandingkan dengan barangbarang lainnya. Hal inilah yang membuat perusahaan listrik memiliki sifat monopoli alamiah memerlukan intervensi pemerintah terutama dalam penetapan harga (diskriminasi harga) dan jumlah tenaga listrik yang harus diproduksi. Sifat energi listrik sebagai monopoli alamiah juga dikemukakan oleh Nahata et al dalam penelitian yang dilakukan di Rusia. 41 Watson 42 menyatakan bahwa energi listrik termasuk barang yang tidak dapat diraba atau dilihat (intangible), diproduksi dan dibeli secara terus menerus serta listrik tidak dikonsumsi sebagai suatu produk akhir. Listrik merupakan input-antara yang digunakan pada aktivitas ataupun proses yang menghasilkan produk-akhir, bersama-sama dengan barang kapital dan jasa lainnya. Berdasar beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa energi listrik memiliki karakateristik yang unik yang berbeda dari produk-produk energi lain di 41 Nahata, B., Alexei Izyumov, Vladimir Busygin, and Anna Mishura. 2004. “An Application of Ramsey Model in Transition Economy : A Russian Case Study”. Center for Emerging Market Economies. College of Business and Public Administration, University of Louisville. USA. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://econwpa.wnstl.edu/eps/get/papers/0307.pdf 42 Watson, A. ; Howard Viney ; Patrick Schomaker. 2002.“Consumers Attitudes to Utility Products : A Consumer Behaviour Perspective “, Marketing Intelligence & Planning (MIP), Vol. 20, Iss. 7, 2002.hlm.394. 30 Indonesia, yaitu tidak dikonsumsi sebagai produk akhir, bersifat monopoli alamiah, tidak dapat disimpan atau tidak memiliki persediaan, dan harus diproduksi secara terus menerus. Di sisi lain energi listrik memiliki kharakteristik beban. Beban energi listrik (electric load) adalah permintaan energi listrik dari suatu peralatan listrik untuk memperoleh tenaga (energi) dari sistem utilisasi listrik yang digunakan untuk berbagai tujuan seperti penerangan, pemanasan, pendingin, penggerak mesinmesin, alat komunikasi dan lain-lain. Adapun ukuran dalam unitnya dalah voltampere atau watt, kilowatt (ribuan watt) atau megawatt (jutaan watt). Selain electric load juga dikenal beban puncak (peak load). Menurut Philipson dan Willis 43 beban puncak adalah jumlah permintaan tenaga maksimum yang terjadi ketika adanya penggunaan yang simultan dari semua konsumen atau adanya penggunaan alat-alat listrik pada posisi-posisi maksimum. Bentuk beban listrik dibedakan berdasarkan kelompok atau jenis konsumennya yang terdiri atas 1) konsumen rumahtangga, 2) konsumen komersial/bisnis, 3) konsumen industri/pabrik. Kadir 44 mengungkapkan karakteristik beban tersebut berbeda pada setiap kelompok konsumennya tergantung pada waktu penggunaannya. Hollen 45 menyatakan bahwa konsumsi listrik terjadi pada tiga sektor utama, yaitu 1) listrik yang dikonsumsi oleh rumahtangga termasuk dalam residential sector, 2) commercial sector mencakup konsumsi listrik untuk kegiatan-kegiatan bisnis non-manufaktur seperti bangunanbangunan kantor, rumah sakit, toko-toko eceran, restoran, pergudangan, dan lainlain, 3) listrik yang dikonsumsi oleh kegiatan-kegiatan bisnis manufaktur termasuk dalam industrial sector. Faktor yang Memengaruhi Permintaan Listrik Sektor Rumahtangga Banyak faktor yang memengaruhi permintaan dan penggunaan energi listrik sektor rumahtangga. Pola dan dasarnya penggunaan energi listrik akan berbeda untuk setiap kelompok konsumennya yang tergantung pada dua faktor, yaitu 1) untuk objek apa energi listrik tersebut digunakan, dan 2) waktu penggunaan (hours load). 46 Pendapatan Terhadap Permintaan Energi Listrik Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Begitu 43 Philipson, L., Lee Willis.1999. Understanding Electric Utilities and De-Regulation. Marcel Decker Inc., New York, USA. hlm 71. 44 Kadir A. 2000. Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik. Penerbit UI Press. Jakarta. hlm 56. 45 Hollen, D. 2001. “Economic and Electricity Demand Analysis and Comparison of the Council’s 1995 Forecast to Curent Data”. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www: nw council.org/library/2001/2001-23.pdf. 46 Philipson, L., Lee Willis. 1999. Understanding Electric Utilities and De-Regulation, Marcel Decker Inc. New York.USA. hlm 70. 31 halnya terhadap listrik, variabel utama yang berpengaruh.pada permintaan energi listrik rumahtangga adalah pendapatan rumahtangga. 47 Pendapatan yang meningkat dalam suatu keluarga akan mendorong peningkatan permintaan energi listrik begitu pula sebaliknya. Dalam jangka pendek, perubahan dalam pendapatan dan harga listrik dapat memengaruhi permintaan konsumsi energi listrik dengan mengubah intensitas penggunaan alatalat listrik, sedangkan dalam jangka panjang rumahtangga mempunyai kesempatan untuk melakukan penyesuaian terhadap stok alat-alat listrik terutama dalam menghadapi perubahan pendapatan. 48 Jumlah Alat yang Menggunakan Listrik Terhadap Permintaan Energi Listrik Permintaan energi listrik rumahtangga (residential/household electricity energy demand) merupakan suatu derivasi permintaan yang didasarkan atas permintaan dasar untuk jasa-jasa alat alat listrik (appliances) dalam rumahtangga 49. Energi listrik (electrtricity) digunakan rumahtangga untuk penerangan, pendingin, pemanas yang diperoleh dari barang-barang elektronik yang mneggunakan listrik. Pemanfaatan energi listrik untuk menghasilkan jasa energi tersebut dapat dilihat dalam bentuk end-use. 50. Pemanfaatan end-use dapat dilihat dalam bentuk : 1) kapasitas dan efisiensi (daya) peralatan listrik, 2) tingkat saturasi (kepemilikan atau jumlah) peralatan listrik, dan 3) tingkat utilisasi/intensitas (lama penggunaan) peralatan listrik. 51. Dalam penelitian selama ini, estimasi variabel jumlah alat-alat elektronik biasanya dilakukan dengan memperhitungkan jumlah peralatan elektronik yang dimiliki rumahtangga saja seperti penelitian yang dilakukan oleh Reiss. 52 Dalam bentuk model diharapkan tanda koefisien variabel jumlah (stok) barang yang menggunakan listrik adalah positif (β > 0), yaitu semakin banyak jumlah alat yang menggunakan listrik yang digunakan dan semakin tinggi tingkat penggunaannya,jumlah permintaan energi listrik rumahtangga akan semakin meningkat, dan sebaliknya. 47 Joskow, P. L., 1998, “Electricity in Transition”, The Energy Journal, Vol. 19, No. 2.hlm 25-52. Wilder, R. P., and John F. Willenborg. 1975. “Residential Demand for Electricity : A Consusmer Panel Approach”, Southern Economic Journal, Vol. 42, Issue 2, Oct. 1975. hlm 212-217. 49 Langmore, M., and Gavin Difty, 2004, “Domestic Electricity Demand Elasticities, Issues for the Victorian Energy Market”. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www. vinnies.org.au /files /vic./domestic.pdf. 50 Guertin, C., Subal C. Kumbhakar, and Ananta K. Duraiappah, 2003, “Determining Demand for Energy Services : Investigating Income-Driven Behaviours”, International Institute for Sustainable Development, 161 Portage Avenue East, 6th Floor Winnipeg, Manitoba, Canada. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www. iisd.org/pdf/2003/energy determiningdemand.pdf 51 Chang, Chun Kyung, 1984, An Econometric Model of Monthly Peak Load : Case Study for An Electric Utility System, Dissertation, The University of Oklahoma, Graduate College, USA. Hlm 14. 52 Reiss, P. C., Matthew W.White, 2001, “Household Electricity Demand, Revisited”, [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www.nberg.org/ 48 32 Variabel-Variabel Demografik Terhadap Permintaan Energi Listrik Permintaan energi listrik suatu rumahtangga tidak hanya merefleksikan pendapatan dan harga, jumlah alat yang menggunakan listrik, tetapi juga merefleksikan karakteristik-karakteristik demografik dan sosial dimana rumahtangga berada, karena hal ini dapat memengaruhi fungsi utilitas rumahtangga. 53 Secara umum, jumlah anggota rumahtangga dan jumlah orang yang tinggal dalam rumahtangga pada suatu daerah tertentu merupakan variabel penting dalam menentukan dengan penggunaan atau permintaan energi listrik rumahtangga. Namun, selain jumlah secara fisik, yang paling penting untuk diamati adalah bagaimana perilaku rumahtangga dapat memengaruhi penggunaan atau permintaan listriknya. Oleh karena itu, informasi yang berhubungan dengan karakteristik-karakteristik rumahtangga sangat diperlukan untuk mengestimasi kebutuhan atau permintaan energi listrik rumahtangga. Hal itu karena berhubungan dengan kepemilikan dan intensitas alat-alat listrik yang pada gilirannya memengaruhi penggunaan energi listrik. Telah banyak studi yang memasukkan karakteristik rumah tangga ini ke dalam model permintaan energi listrik rumahtangga. Misalnya, variabel tingkat pendidikan oleh Damsgaard. 54 Variabel jumlah anggota oleh Filippini dan Pachauri. 55 Pada umumnya, tanda koefisien dari tiap-tiap karakteristik rumahtangga bisa positif atau negatif. 56 Misalnya, jika jumlah keluarga bertambah dapat menaikkan jumlah permintaan energi listrik, tetapi bisa juga terjadi sebaliknya, yaitu pertambahan jumlah anggota keluarga dapat menghemat energi listrik sehingga permintaan menjadi berkurang. Semakin tinggi pendidikan anggota keluarga mungkin akan semakin meningkatkan jumlah permintaan listrik, tetapi bisa juga terjadi pada anggota yang berpendidikan rendah justru terjadi pemborosan energi listrik. Hal-hal seperti ini bisa terjadi untuk variabel-variabel karakteristik rumah tangga lainnya. Karakteristik Bangunan Rumah atau Perumahan (Housing Characteristics) Terhadap Permintaan Energi Listrik Pentingnya untuk memasukkan variabel-variabel karakteristik bangunan rumah dalam estimasi permintaan energi listrik karena berhubungan dengan penggunaan alat-alat listrik sebagaimana dikemukakan oleh Barnes et al. 57 53 Anderson, K. P. 1973. Residential Demand for Electricity : Econometrics Estimates for California and the United States. Journal of Business. Vol. 46, Issue 4. October 1973. USA.hlm 526-532. 54 Damsgaard, N., 2003, “Residential Electricity Demand : Effects of Behavior, Attitudes and Interest”, Department of Economics, Stockholm School of Economics. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www.damsgaard.com.files/demand.pdf. 55 Filippini, M., Shonalil Pachauri, 2004, “Elasticities of Electricity Demand in Urban Indian Households”, Energy Policy, Vol. 32, Iss. 3, February 2004. hlm 429. 56 Maddigan, R. J., Wen S. Chern, and Colleen Gallagher Rizy, 1983, “Rural Residential Demand for Electricity”, Land Economics, Vol. 59, No. 2. May 1983.hlm 150-162. 57 Barnes, R., Robert Gillingham, and Robert Hagemann, 1981,“The Short-run Residential Demand for Electricity,.The Review of Economics and Statistics, Vol. 63, Issue 4, November 1981.hlm 541552. 33 Karakteristik bangunan rumah atau perumahan yang mempengaruhi permintaan energi listrik terdiri atas tiga jenis, yaitu 1) tipe bangunan rumah, 2) ukuran bangunan rumah, dan 3) aksessibilitas terhadap listrik. 58 Ukuran bangunan rumah dapat dikategorikan dalam 1) luas bangunan, 2) jumlah ruangan atau kamar, sedangkan aksessibilitas listrik menunjukkan ratio elektrifikasi. Sudah banyak studi yang telah memasukkan variabel-variabel karakteristik bangunan rumah dalam estimasi permintaan energi listrik rumahtangga. Sexton dan Sexton59 menggunakan luas bangunan, bentuk/tipe bangunan. Tanda koefisien yang diharapkan dari variabel karakteristik bangunan rumah ini adalah positif (β > 0). Perhitungan kWH Listrik Konvensional dan Prabayar di Indonesia Layanan P.T. PLN (Persero) ke pelanggan adalah membangkitkan, mendistribusikan dan menjual daya listrik arus bolak-balik, dengan kapasitas daya yang disebut daya semu (kVA), dimana besar kecilnya daya aktif (kW) dan daya reaktif (kVAr) dipengaruhi adanya faktor daya 60 ,dari sifat beban (alat-alat listrik), lamanya penggunaan beban akan menentukan besar kecilnya energi listrik (kWH) dan (kVArh) yang dipakai. Dalam operasionalnya mempunyai dua kategori waktu operasi yaitu Waktu Beban Puncak (WBP), dari jam 17.00 s/d 23.00, waktu lainnya disebut Luar Waktu Beban Puncak (LWBP.) 61. Dewasa ini P.T. PLN (Persero) telah memberlakukan sistem pembayaran pemakaian energi listrik (rekening listrik) dengan sistem Prabayar. Sistem ini bahwa pelanggan listrik P.T. PLN (Persero), akan melakukan pembayaran rekening listrik di muka sebelum pelanggan memakai energi listrik, dengan cara melakukan pembelian semacam pulsa handphone (HP), pulsa ini disebut “Token” dengan harga satuan seperti pada Tarif Dasar Listrik (TDL). Sedangkan untuk sistem “Pascabayar” merupakan sistem pembayaran rekening listrik konvensional. Sistem pascabayar atau konvensional ini hanya memiliki dua komponen biaya, yaitu : a.Biaya pemakaian listrik (Rp./kWH). b.Biaya Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU). Sistem Pascabayar atau sistem konvensional mempunyai beberapa komponen biaya yang terdiri dari: a.Biaya beban (Rp./kVA). b.Biaya pemakaian listrik (Rp./kWH). c.Biaya pajak penerangan jalan umum(PPJU). d.Biaya administrasi. 58 ibid Sexton, R. D., and Terri A. Sexton. 1987. “Theoritical and Methodological Perspectives on Consumer Response to Electricity Information”, The Journal of Consumer Affairs, Vol. 21, No. 2. hlm 238-257. 60 Charles S. Siskind.1966. Electrical Machines Direct Current and Alternating Current Second EditionMc Graw-Hill International Book. hlm 246-248. 61 P.T. PLN. Tarif Daftar Listrik. Lampiran Peraturan Menteri ESDM. Nomor : 09 Tahun 2014 Tanggal 1 Mei 2014 59 34 Untuk melakukan analisis perbandingan pemakaian kWH energi listrik dasar yang digunakan adalah ketentuan Tarif Dasar Listrik (TDL.) 2014, merujuk Lampiran Peraturan Menteri ESDM Nomor : 09 Tahun 2014, Tanggal 1 Mei 2014 yang masih berlaku sampai sekarang (lihat lampiran 11). Rasio Profitabilitas Perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja perusahaannya dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Peningkatan produktivitas merupakan langkah yang diambil perusahaan dalam rangka untuk memperoleh keuntungan (Profit). Kemampuan perusahaan untuk tetap dapat bersaing dalam kompetisi dengan perusahaan-perusahaan lainnya, menuntut perusahaan untuk dapat meningkatkan profitabilitas. Pengertian profitabilitas adalah rasio yang melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. 62 Profitabilitas menurut Munawir 63 merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh laba. Banyak jenis rasio profitabilitas yang digunakan untuk memahami kondisi perusahaan. Menurut Soemarso 64 yang dimaksud dengan analisa rasio profitabilitas adalah hasil akhir dari berbagai keputusan dan kebijakan yang dijalankan perusahaan. Analisa rasio profitabilitas memberikan jawaban akhir tentang efisien tidaknya perusahaan dalam menghasilkan laba. Sedangkan menurut Harahap 65 analisa rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber dana yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal dan jumlah karyawan. Dari beberapa pengertian diatas bisa dikatakan bahwa analisa rasio profitabilitas adalah gambaran akhir dari kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba atau jawaban akhir tentang efisien tidaknya perusahaan menghasilkan laba. Untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan digunakan rasio-rasio profitabilitas, Riyanto 66. mengemukakan bahwa rasio-rasio profitabilitas merupakan rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan (Net Profit Margin On Sales, Return on total asset, Return on net Worth dan lain sebagainya). Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset dan modal tertentu. Ada tiga rasio yaitu : Net Profit (NPM) Margin, return on total assets (ROA) dan Return On equity (ROE). Menurut Riyanto 67. Jenis rasio profitabilitas untuk mengukur tingkat profitabilitas adalah sebagai berikut : a. Gross Profit Margin 62 Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan. UPP AMP YPKN . Yogyakarta.hlm 75. 63 Munawir, S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. LIBERTY. Yogyakarta. hlm 152. 64 Soemarso. 2002. Akuntansi Suatu Pengantar 2. Salemba Empat. Jakarta. hlm 446. 65 Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. hlm 55. 66 Bambang, Riyanto. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta.hlm 331. 67 Bambang, Riyanto. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta. hlm 335. 35 b. c. d. e. f. g. Operating Income ratio (operating profit margin) Operating ratio Net Profit Margin Earning Power of Total Investment (Rate of return on total asset) Net earning power ratio (Rate of retun on Investment / ROI) Rate or return for the owners (Rate of return on Net Worth). Dalam penelitian ini rasio profitabilitas yang akan digunakan dalam menganalisis profit kebijakan listrik prabayar dan konvensional adalah rasio net profit margin. Hal ini dikarenakan keterbatasan dan keterjangkauan peneliti dalam mendapatkan data sekunder dari P.T. PLN distribusi Jawa Barat dan Banten yang berasal dari laporan laba rugi dan laporan penjualan listrik prabayar dan konvensional. Adapun rumus menghitung net profit margin yang digunakan adalah 68 Net profit margin = Net profit after taxes x 100 % Sales dimana : Net profit margin : Keuntungan bersih (%) Net profit after taxes : Keuntungan bersih setelah dikurangi pajak (Rp) Sales : Penjualan (Rp) (20) Struktur laporan laporan laba rugi terdiri dari : Pendapatan : Penjualan bersih ditambah pendapatan bunga adalah total pendapatan. Beban-beban : Beban sewa, beban pemasaran, beban operasional, beban hutang, beban bunga, beban asuransi, beban penyusutan, beban perlengkapan. Setelah mengurangkan pendapatan dan harga pokok penjualan maka didapat laba kotor. Hasil pengurangan laba kotor dengan beban-beban disebut laba bersih. Untuk mendapat laba bersih setelah pajak dilakukan perngurangan laba bersih dengan nilai total pajak dikurangi tiga puluh persen dari total pajak. Penelitian Terdahulu Secara umum penelitian-penelitian terdahulu mengenai kebijakan energi listrik di Indonesia adalah meneliti kebijakan energi listrik konvensional, penulis tidak banyak menemukan penelitian tentang kebijakan listrik prabayar. Kebanyakan penelitian tentang kebijakan energi listrik menjelaskan studi kasus kenaikan tarif dasar listrik, kelayakan usaha, manajerial, kepuasan pelanggan dan peramalan metode penjualan. Sebagai landasan penelitian ini, peneliti menjelaskan penelitian tentang permintaan energi listrik yang dilakukan oleh Hafnida, Wilder et al, Jung, Akmal dan Stern dan Nababan. 68 Lukman Syamsudin. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan Konsep Aplikasi dalam : Perancangan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. PT. Grafindo Persada. Jakarta. 36 Penelitian yang dilakukan oleh Hafnida 69 yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Jumlah Daya Listrik Di Kota Medan”. Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 45 orang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan timbal balik (saling mempengaruhi satu sama lain), hubungan satu arah atau tidak ada hubungan sama sekali antara jumlah alat yang menggunakan listrik, jumlah tanggungan keluarga dan luas bangunan rumah terhadap permintaan jumlah daya listrik di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan model analisa regresi liner. Model persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Y = f (X 1 , X 2 , X 3 ) (21) Dengan spesifikasi model sebagai berikut : Y = α + β1X1+ β2X2+ β3X3+ μ Dimana: Y Α β 1 ,β 2 ,β 3 X1 X2 X3 μ (22) = jumlah daya listrik (VA) = intercept/konstanta = koefisien regresi = jumlah alat yang menggunakan listrik (unit) = jumlah tanggungan keluarga (orang) = luas bangunan rumah (m2) = kesalahan pengganggu/terms error Data yang ada diolah dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 5. Hipotesis yang digunakan adalah semakin tinggi jumlah alat yang menggunakan listrik, jumlah tanggungan keluarga dan luas bangunan rumah maka semakin tinggi pula permintaan jumlah daya listrik. Dengan mengetahui hubungan diantara variabel-variabel, kaedah OLS digunakan untuk melakukan estimasi. Hasil estimasi menunjukkan jumlah alat yang menggunakan listrik, jumlah tanggungan keluarga dan luas bangunan rumah berpengaruh signifikan terhadap permintaan jumlah daya listrik. Wilder at al 70 mengestimasi permintaan energi listrik pada rumahtangga dengan menggunakan data sekunder dalam bentuk data bulanan di Carolina Selatan, USA selama tahun 1980. Model persamaan tunggal estimasi permintaan energi listrik rumahtangga yang dibuat adalah : (23) Keterangan : E 69 = konsumsi energli listrik (bulanan), Hafnida. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Jumlah Daya Listrik Di Kota Medan. Tesis. Magister Ilmu Ekonomi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 70 Wilder, R. P., Joseph E. Johnson, and Rhyme R. Glenn, 1992, “Income Elasticity and Residential Demand for Electricity”, The Journal of Energy and Development, Vol.16.hlm 1-13. 37 Vj Y XR Aj = indeks penggunaan alat-alat listrik kategori j = pendapatan (tahunan), = vektor variabel eksplanatoris, = dummy variabel untuk alat-alat listrik (appliances). Kelebihan model ini adalah telah dibedakannya penggunaan alat-alat listrik berdasarkan kategori seperti kulkas (freezer), pengering (dryer), pencuci piring (dishwasher), AC terpusat (central air conditioning), dan AC terbuka (window air conditioning), sehingga diperoleh informasi tentang tingkat intensitas masingmasing alat-alat listrik. Kelemahan penelitian initerletak pada belum dimasukkannya variabel harga energi listrik dalam model estimasi. Jung 71 mengestimasi permintaan energi listrik rumahtangga di Korea Selatan menggunakan data cross section dari data primer 9349 unit rumahtangga. Fungsi permintaan listrik rumahtangga dispesifikasi sebagai berikut : E = β0+ β1 P + β2Y + β3 SPA + β4 NFAM + β5 AGE + μ Keterangan : E P Y SPA NFAM AGE (24) = permintaan listrik rumahtangga (logistic distribution) = harga rata-rata listrik = pendapatan rata-rata per bulan = luas bangunan rumah = jumlah anggota rumahtangga = usia kepala rumahtangga Puji 72 melakukan penelitian berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi keputusan Penggunaan Sistem Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga Diwilayah Semarang Selatan. Tujuannya adalah mengetahui faktor yang paling mendominasi antara faktor psikologis, faktor sosial, dan faktor pribadi/personal dalam memengaruhi keputusan penggunaan sistem listrik prabayar PLN dan juga untuk mengetahui persepsi konsumen mengenai sistem listrik prabayar. Penelitian ini dilakukan melalui deskriptif research. Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 94 responden yang diambil dengan teknik purposive sampling. Skala pengukurannya dengan skala Likert. Pengumpulan data dengan metode wawancara menggunakan alat guiding question dan kuesioner. Analisis data menggunakan uji analisis faktor dengan program SPSS 16.0. Perhitungan statistik dapat disimpulkan bahwa variabel faktor pribadi/personal (X3) dominasinya sangat kuat, dengan perolehan nilai sebesar 0.766. Variabel faktor psikologis (X1) dominasinya kuat, dengan perolehan nilai sebesar 0.692. Variabel faktor sosial (X2) dominasinya cukup kuat, dengan perolehan nilai sebesar 0.515. 71 Jung, T.Y., 1993,”Ordered Logit Model for Residential Electricity Demand in Korea”, Energy Economics, Vol.15. hlm 205-209. 72 Puji .2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi keputusan Penggunaan Sistem Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga Diwilayah Semarang Selata. DIPONEGORO JOURNAL OF SOCIAL AND POLITIC. Hlm 1-9. 38 Akmal dan Stern 73 menyatakan bahwa permintaan terhadap energi seperti listrik, gas, dan bahan bakar lainnya, akan dipengaruhi oleh harga energi itu sendiri, harga barang substitusi dan komplementer, serta pendapatan. Konsumsi energi juga dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Mereka melakukan penelitian terhadap permintaan rumahtangga untuk ketiga energi tersebut (listrik, gas, bahan bakar) di Australia dengan menggunakakan data dari tahun 1969 sampai 1999 (sebanyak 116 kuartal). Mereka memodelkan permintaan energi sebagai berikut : (25) Keterangan : E it = konsumsi energi i riil, P jt = indeks harga energi (yang berhubungan dengan indeks harga konsumen) Yt = pengeluaran per kapita rumahtangga terhadap konsumsi energi riil = dummy variableuntuk variabel-variabel lain (cuaca, musim), Xq 𝜇 it = error terms. R Model di atas diestimasi dengan menggunakan dynamic OLS. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa harga dan pendapatan berpengaruh signifikan terhadap permintaan energi. Sedangkan variabel cuaca hanya berpengaruh signifikan terhadap permintaan gas saja. Rumahtangga sensitif terhadap variasi harga energi. Elastisitas harga listrik sebesar -0,95, gas -0,70, dan bahan bakar 1,3. Elastisitas harga silang antara energi listrik dan gas adalah positif yang menggambarkan bahwa kedua jenis energi tersebut saling substitusi. Penelitian juga pernah dilakukan oleh Nababan 74 dengan judul “Permintaan Energi Listrik Rumahtangga” dengan melakukan penelitian di Kota Medan. Model penelitian ini diestimasi dalam dua bentuk yaitu model dasar dan model pengembangan. Model dasar akan menggunakan variabel-variabel independen pokok (dasar) sebagaimana telah diestimasi oleh penelitian-penelitian terdahulu, yang meliputi variabel-variabel pendapatan (PENDPTN), harga (WTPKWH), jumlah alat listrik (INDALIST), jumlah anggota keluarga (JAKEL), jumlah ruangan/kamar dalam rumah (JUMRUANG), harga energi lain sebagai substitusi listrik (HBLBBM dan HBLGAS) , dan ras (ETNIS) . Sementara, dalam model pengembangan variabel-variabel independen akan ditambah dengan variabelvariabel lainnya, terutama variabel-variabel yang berhubungan dengan demografik rumahtangga yang belum pernah diestimasi sebelumnya ataupun yang sudah pernah diestimasi, tetapi masih perlu dikembangkan. Model yang digunakan adalah 1). Model Dasar : 73 Akmal, M., and David I. Stern, 2001, “Residential Energy Demand in Australia : An Application of Dynamic OLS”. Department of Economics, Australian National University, Canberra, Oktober 2001, [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada http://www. een.anu.edu.au/downloadfiles/eep.0104.pdf 74 Tongam Sihol Nababan. 2008. Permintaan Energi Listrik Rumahtangga (Studi Kasus Pada Pengguna Kelompok Rumahtangga Listrik P.T. PLN (Persero) di Kota Medan). Disertasi. Program Studi Ilmu Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang (tidak dipublikasikan) 39 PELRTstrata j = f (PENDPTN, WTP, INDALIST, JAKEL, JUMRUANG, HBLBBM, HBLGAS, ETNIS). 2). Model Pengembangan : PELRTstrata j = f (PENDPTN, WTPKWH, INDALIST, JAKEL,JUMRUANG, HBLBBM, HBLGAS, ETNIS, PEKERJN, TIPENDIK, KEKEL, LOKASI, LAYANAN). Kesimpulan penelitian ini permintaan energi listrik rumahtangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh variabel-variabel pendapatan, indeks alat listrik, jumlah anggota keluarga, jumlah ruangan/kamar, harga bahan bakar minyak, dan kegiatan keluarga, serta dipengaruhi secara negatif dan signifikan oleh variabel willingness to pay (WTP) per kWH. Dari lima variabel demografik (pekerjaan, tingkat pendidikan, kegiatan keluarga, lokasi, layanan) yang ditambahkan pada model dasar (Model II) hanya variabel kegiatan keluarga yang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan energi listrik rumahtangga untuk setiap strata. Hal ini mengindikasikan bahwa frekuensi kegiatan merupakan variabel utama yang memengaruhi permintaan energi listrik rumahtangga. Studi tentang analisis model permintaan dan peramalan kebutuhan energi listrik rumahtangga di Indonesia dengan menggunakan data time series periode 1975 – 2000 pernah dilakukan oleh Sunandar 75. Model estimasi permintaan energi listrik rumahtangga dispesifikasikan dengan : E = β0 + β1Y + β2 P + β3 R + μ (26) E adalah konsumsi energi listrik kelompok rumahtangga (GWh), Y adalah pendapatan nasional per kapita, P adalah harga jual rata-rata listrik kelompok rumahtangga (Rp/kWH), dan R adalah ratio elektrifikasi (%). Model permintaan diestimasi dengan persamaan tunggal dengan menggunakan OLS. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendapatan nasional per kapita, harga jual rata-rata listrik, dan ratio elektrifikasi mempengaruhi permintaan energi listrik rumahtangga secara signifikan. Jika dilihat penelitian-penelitian terdahulu diatas, estimasi permintaan energi listrik rumahtangga dispesifikasikan dalam bentuk persamaan tunggal dan persamaan simultan. Dalam penelitian ini, estimasi permintaan energi listrik rumahtangga hanya dispesifikasikan dalam bentuk persamaan tunggal dengan merujuk pada model penelitian Wilder at al 76 dan Jung 77. Peneliti dalam penelitian ini akan melakukan estimasi pepermintaan listrik prabayar sektor rumahtangga. Dalam penelitian ini, estimasi permintaan energi listrik rumahtangga hanya dispesifikasikan dalam bentuk persamaan tunggal. 75 Sunandar, 2003, Analisa Model Permintaandan Peramalan Kebutuhan Tenaga Listrik Rumahtangga di Indonesia, Tesis, Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta (tidak dipublikasikan). 76 Wilder, R. P., Joseph E. Johnson, and Rhyme R. Glenn, 1992, “Income Elasticity and Residential Demand for Electricity”. The Journal of Energy and Development. Vol.16.hlm 1-13. 77 Jung, T.Y., 1993,”Ordered Logit Model for Residential Electricity Demand in Korea”, Energy Economics. Vol.15. hlm 205-209 40 Adapun model estimasi akan menggunakan variabel-variabel bebas sebagaimana telah diestimasi oleh penelitian-penelitian terdahulu, yang meliputi variabelvariabel pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik dan luas bangunan konsumen rumahtangga. Variabel-variabel bebas lainnya akan ditambahkan variabel-variabel yang berhubungan dengan demografik rumahtangga yaitu pendidikan kepala keluarga dan pekerjaan kepala rumahtangga. Dummy variabel digunakan untuk varibel pekerjaan kepala rumahtangga. Pemilihan dan penambahan variabel bebas ini selain didasari oleh penelitian terdahulu juga didasari oleh keterjangkauan peneliti dalam mengumpulkan data di daerah lokasi penelitian. Asumsi-asumsi yang digunakan untuk model permintaan dalam penelitian ini adalah : 1. Energi listrik termasuk dalam barang normal. 2. Karena model fungsi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga dalam penelitian ini menggunakan model dari teori permintaan Marshallian, maka berlaku asums-asumsi a) harga barang energi lain dianggap konstan selama periode observasi. b) pendapatan rumahtangga untuk setiap strata golongan tarif dianggap konstan selama periode observasi. c) semua rumahtangga konsumen listrik untuk setiap strata golongan tarif mempunyai selera yang identik selama periode observasi. 3. Dalam jangka pendek stok alat-alat listrik rumahtangga dianggap konstan atau tidak berubah. 4. Jumlah biaya listrik prabayar yang dikeluarkan oleh rumahtangga perbulan dalam bentuk rupiah dianggap sebagai permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Kerangka Pemikiran PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, P.T. PLN masih merupakan satu-satunya produsen perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini P.T. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.Usaha P.T. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena P.T. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki. Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumberdaya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumberdaya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 UUD 1945 ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tahun 2009 lalu P.T. PLN mengeluarkan kebijakan hilir sektor energi listrik untuk masyarakat. Kebijakan ini dikenal dengan kebijakan listrik sistem prabayar. 41 Produk ini diperkenalkan ke publik dan diresmikan di tahun 2009 dengan Surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.010809/532/DITJB/2009, tanggal 13 Februari 2009 perihal implementasi Listrik Prabayar, Keputusan Direksi P.T. PLN (Persero) No.300.K/DIR/2009, tanggal 23 Desember 2009 perihal Ketentuan Akuntansi Listrik Prabayar, surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.001178/532/DITBMR/2010, tanggal 17 Februari 2010 perihal Implementasi Listrik Prabayar. Kebijakan P.T. PLN untuk Listrik Rumahtangga Kebijakan Listrik Konvensional 1. Surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.010809/532/DITJB/2009 2.Keputusan Direksi P.T. PLN (Persero) No.300.K/DIR/2009 3. Surat Direksi P.T. PLN (Persero) No.001178/532/DITBMR/2010 1. Pendapatan keluarga 2. Jumlah anggota keluarga Faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga ? 3. Jumlah alat yang menggunakan listrik • Profitabilitas kebijakan listrik prabayar ? 4. Tingkat pendidikan kepala keluarga 5. Luas bangunan rumah Kebijakan listrik prabayar Hasil, Kesimpulan dan Saran 6. Jenis pekerjaan kepala keluarga Gambar 9. Diagram kerangka pemikiran penelitian (Gandhi, dikembangkan dari Damahuri,2014) Kebijakan listrik prabayar dikeluarkan untuk mengantikan kebijakan listrik konvensional yang sudah berlaku sebelumnya. Konsumen sektor rumahtangga menjadi sasaran utama kebijakan ini. Penyebabnya adalah pengguna listrik terbesar adalah sektor rumahtangga. Kebijakan sistem listrik prabayar diestimasi mempunyai profitabilitas lebih baik dibanding sistem yang lama. Kebijakan ini 42 pun diharapkan mampu menyelamatkan cash flow P.T. PLN dari tindakan konsumen yang menunggak tagihan pembayaran listrik. Hingga saat ini kebijakan listrik prabayar sudah berjalan selama enam tahun, penting untuk menganalisis kebijakan listrik prabayar untuk diketahui; Pertama, Apakah benar kebijakan listrik prabayar ini memiliki profitabilitas lebih baik dibanding kebijakan sebelumnya? Ini penting untuk memberikan evaluasi bagi kebijakan ini. Peningkatan jumlah penduduk dan rumahtangga di Kota Bogor menyebabkan semakin padatnya wilayah Kota Bogor. Dampak lain dari hal ini adalah kenaikan permintaan listrik. Kenaikan permintaan listrik ini didasari oleh meningkatnya jumlah rumahtangga di Kota Bogor. P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor melayani pemasangan baru sambungan listrik konsumennya hanya dengan sistem prabayar. Dengan demikian permintaan listrik prabayar yang diminta oleh rumahtangga akan terus mengalami peningkatan. Hal ini mendasari peneliti untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga (faktor pendapatan keluarga, luas bangunan rumah, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik dalam rumah, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan jenis pekerjaan kepala keluarga). Ini penting bagi P.T. PLN, dengan mengetahui faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga, P.T. PLN dapat membuat strategi pemasaran listrik prabayar diderivasi dari faktor-faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar, selain itu hasil penelitian bisa digunakan pemerintah sebagai dasar memberikan saran dan himbauan kepada masyarakat untuk menghemat listrik. Penelitian ini menggunakan variabel bebas (variabel independen) dan variabel terikat (variabel dependen), berdasarkan pengamatan peneliti dalam studi literatur dan acuan penelitian lebih dahulu, variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan keluarga, luas bangunan rumah, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan jenis pekerjaan kepala keluarga. Dalam penelitian ini diharapkan dapat diketahui sejauh mana keenam variabel bebas tersebut memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga sebagai variabel terikat. Untuk memfokuskan penelitian maka dibuatlah diagram alur penelitian berupa kerangka penelitian berdasarkan tujuan penelitian dalam gambar 9. Hipotesis Penelitian Sebelum merumuskan hipotesis penelitian, terlebih dahulu seorang peneliti harus melakukan telaah teoritis serta pustaka, dan hasil-hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan uraian teori/pustaka, kerangka pemikiran, serta hasil-hasil penelitian terdahulu, dapat dikemukakan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut : Hipotesis 1 : Variabel pendapatan konsumen berpengaruh dan signifikan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Semakin tinggi jumlah pendapatan rumahtangga, semakin meningkat jumlah energi listrik yang dikonsumsi yang akan meningkatkan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. 43 Hipotesis 2: Jumlah alat yang menggunakan listrik berpengaruh dan signifikan terhadap pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik. Semakin banyak jumlah alat listrik, semakin meningkat jumlah energi listrik yang dikonsumsi yang mengakibatkan peningkatan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Hipotesis 3: Jumlah anggota keluarga berpengaruh dan signifikan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, semakin meningkat jumlah energi listrik yang dikonsumsi mengakibatkan peningkatan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Hipotesis 4: Jumlah luas bangunan rumah berpengaruh dan signifikan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Semakin luas bangunan rumah, semakin meningkat jumlah energi listrik yang dikonsumsi mengakibatkan kenaikan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Hipotesis 5 : Tingkat pendidikan kepala keluarga berpengaruh dan signifikan terhadap pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin meningkat jumlah energi listrik yang dikonsumsi dan meningkatkan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan kepala keluarga dilihat dari jumlah lama waktu mengenyam pendidikan dengan satuan tahun. Hipotesis 6 : Jenis pekerjaan kepala rumahtangga keluarga berpengaruh dan signifikan terhadap pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik. Dalam penelitian ini digunakan variabel dummy, dimana kelompok pekerja tetap diberi nilai 1 dan tidak tetap diberi nilai 0. 3 METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Metode Purposive menurut Sugiyono78 adalah metode dimana peneliti menentukan secara sengaja lokasi sumber data dengan pertimbangan tertentu yaitu sumber data dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang sedang diteliti. Metode ini digunakan oleh peneliti untuk menentukan lokasi penelitian dikarenakan keterbatasan kemampuan, dana dan waktu. Pemilihan Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat sebagai lokasi penelitian didasarkan pada fakta bahwa Kota Bogor merupakan salahsatu kota sebagai pilot 78 Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung. Hlm 218. 44 project pelaksanaan kebijakan listrik prabayar. 79 Selanjutnya, dipilih dua kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Tengah sebagai Kecamatan terbangun terluas dan Bogor Selatan sebagai kecamatan terbangun terkecil. 80 Tabel 3. Lokasi observasi Kota Kecamatan Kelurahan Jumlah Responden Listrik Prabayar Bogor Bogor Tengah Babakan Pabaton 25 25 Bogor Selatan Lawanggintung Mulyaharja 25 25 Sumber : Diolah, data primer 2014 Selain itu Kecamatan Bogor Tengah merupakan Kecamatan dengan jumlah rumahtangga terbanyak menggunakan listrik prabayar dan Bogor Selatan merupakan Kecamatan terkecil jumlah rumahtangga yang mengunakan listrik prabayar. 81 Dari setiap kecamatan dipilih dua kelurahan. Penentuan kecamatan dan desa ini pun dilakukan secara sengaja (purposive), dengan dasar pertimbangan mengenai waktu dan keterjangkauan lokasi. Penelitian lapangan dilakukan selama tiga bulan, yaitu dari bulan April sampai Juni 2014. Responden Yang menjadi responden adalah konsumen rumahtangga pengguna listrik prabayar, di Kelurahan Babakan dan Pabaton, Kecamatan Bogor Tengah serta Kelurahan Lawanggintung dan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan berupa bentuk data primer dan sekunder. 1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari konsumen untuk mendapatkan data yang diperlukan, melalui : a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan terhadap obyek. b. Interview (wawancara), yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab langsung secara lisan terhadap responden. 79 [P.T. PLN] Perusahaan Listrik Negara.2010. Laporan akhir tahun 2010. P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. 80 [Bapeda] Badan Pembangunan Daerah. Buku RPJMP Kota Bogor.2014.Bappeda Kota Bogor. hlm 67. 81 [P.T. PLN] Perusahaan Listrik Negara.2013. Laporan akhir tahun 2013. P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor. 45 c. Kuesioner, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh masyarakat sebagai responden. Data primer bersumber dari rumahtangga konsumen listrik prabayar yang diperoleh langsung melalui hasil kuisioner dari survei di lapang. 2. Data Sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber-sumber lain yang berfungsi sebagai data pendukung. Yang besarnya diperoleh dari : a. Buku-buku ataupun laporan-laporan, hasil penelitian yang pernah dilakukan, sepanjang masih ada hubungannya dengan tujuan penelitian ini agar diperoleh hasil yang lebih baik. b. Data-data dari BPS maupun instansi-instansi terkait yang berkaitan dalam menunjang dan pencapaian tujuan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui dua teknik, yaitu observasi dan indepth interview. Indepth interview dilakukan menggunakan cara dan suasana yang berbeda bagi setiap informan. Indepth interview menggunakan panduan topik data atau pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran kondisi umum informasi dan dinamika struktur sosial. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Studi kepustakaan Studi kepustakaan atau analisis dokumen merupakan suatu teknik yang digunakan untuk pengumpulan data. Teknik ini meliputi kegiatan-kegiatan mempelajari kutipan, petikan atau keseluruhan bagian dari sejarah program, suratsurat, catatan harian, publikasi resmi dan laporan penelitian. 82 Dalam penelitian ini dilakukan studi pustaka terhadap literatur-literatur yang berkaitan dengan evaluasi program. Sedangkan analisa dokumen dilakukan terhadap naskah dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi politik energi listrik Indonesia. B. Wawancara mendalam (in-depth interviews) Teknik ini menurut Patton 83 sangat cocok digunakan untuk menemukan sesuatu dari informan yang tidak dapat diperoleh melalui observasi langsung. Wawancara mendalam menghasilkan kutipan langsung dari informan mengenai pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuan mereka. 84 Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa perspektif orang lain (informan) adalah sesuaitu yang berharga dan berarti. Dengan wawancara mendalam maka peneliti dapat masuk ke dalam perspektif orang yang diwawancarai. Berkaitan dengan evaluasi program, tujuan dari wawancara mendalam adalah untuk menangkap perspektif penerima manfaat, pelaksana dan pihak-pihak lain yang terkait dengan program terhadap program tersebut. 85 Ada tiga cara dalam melakukan wawancara 86 yaitu: (1) wawancara percakapan informal, (2) wawancara dengan menggunakan pedoman umum, dan 82 Patton, Michael Quinn. 1997.Utilization Focused Evaluation. Sage Publications. London. hlm 89. Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 340. 84 Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 341. 85 Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 341. 86 Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 342. 83 46 (3) wawancara terbuka yang terstandar. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan cara yang pertama, yaitu wawancara percakapan informal. C. Observasi langsung atau obsevasi lapangan Tujuan dilakukannya observasi langsung adalah untuk menggambarkan situasi subyek yang diobservasi, kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam situasi tersebut, orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut dan maknanya menurut perspektif mereka yang diobservasi. 87 Peneliti akan menggunakan cara ini karena ada beberapa kelebihan, sebagaimana diungkapkan oleh Patton 88 , yaitu pertama, dengan observasi langsung peneliti dapat menangkap dan memahami konteks program dan berbagai interaksi yang terjadi di dalamnya. Pemahaman tentang konteks sangat penting untuk memperoleh perspektif yang menyeluruh. Kedua, pengalaman langsung peneliti dalam situasi dan orang-orang yang berada dalam situasi tersebut akan membuat peneliti menjadi terbuka, berorientasi pada penemuan sesuatu yang baru dan induktif. Dengan hadir secara langsung dalam situasi tersebut, peneliti tidak akan terlalu menyandarkan diri pada konseptualisasi situasi yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis atau penuturan (laporan lisan). Ketiga, cara ini memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melihat sesuatu yang mungkin tidak disadari orang-orang yang berada dalam situasi yang diobservasi. Keempat, observasi langsung memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mempelajari sesuatu yang tidak ingin atau tidak bisa diungkapkan oleh informan dalam wawancara. Hal ini dapat terjadi pada penelitian yang mengangkat isu-isu sensitif untuk diungkapkan di mana peneliti adalah orang asing bagi informan. Kelima, observasi langsung memberikan kesempatan kepada peneliti untuk keluar dari persepsi selektif informan yang sangat personal dan bias. Observasi langsung memberikan sudut pandang yang komprehensif atas situasi yang diteliti. Dan keenam, observasi langsung menjadikan peneliti lebih dekat dengan situasi yang diteliti sehingga memungkinkan peneliti untuk menggambarkan pengetahuan dan pengalaman personal selama proses analisis. Kesan dan perasaan peneliti menjadi bagian dari data yang digunakan untuk memahami situasi dan orang-orang yang terlibat dalam situasi tersebut. Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran baik kuantitatif tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas. Sedangkan sampel adalah bagian populasi sebagai wakil yang hendak diselidiki. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan non probability sampling, yaitu Purposive Quota Sampling. Purposive Quota Sampling adalah suatu metode yang lebih mementingkan tujuan penelitian dalam menentukan sampling penelitian secara sengaja. 87 88 Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 262. Patton, Michael Quinn. op.cit.hlm 262-264. 47 Purposive Quota Sampling digunakan hanya untuk menentukan unit populasi yang akan dijadikan sampel penelitian, dimana sampel tersebut diberi questioner. 89 Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 rumahtangga yang menjadi pelanggan listrik prabayar masing-masing 25 rumahtangga di Keluruhan Babakan dan Pabaton, Kecamatan Bogor Tengah serta di Keluruhan Lawanggintung dan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan. Metode Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif pada penelitian ini dibagi dua yaitu : 1. Analisis deskriptif kualitatif Analisis deskriptif kualitatif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. Analisis deskriptif kualitatif berupaya untuk memperoleh deskripsi yang lengkap dan akurat dari suatu situasi. Analisis deskriptif digunakan untuk mengemukakan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga dengan obyek penelitian rumahtangga sebagai konsumen di Kota Bogor. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang diperoleh dengan melakukan penelitian secara langsung terhadap responden di Kota Bogor dilengkapi dengan data sekunder yang diperoleh dari perpustakaan IPB dan Kota Bogor, BPS dan P.T. PLN. 2. Analisis deskriptif kuantitatif Metode yang didasarkan pada analisis variabel-variabel yang dapat dinyatakan dengan jelas atau menggunakan rumus yang pasti merupakan definisi dari Analisis deskriptif kuantitatif. Pengujian terhadap faktor-faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga menggunakan analisis regresi linear berganda yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis deskriptif kuantitatif yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda untuk mengetahui pengaruh pendapatan, luas bangunan rumah, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, tingkat pendidikan kepala keluarga dan jenis pekerjaan kepala keluarga terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Selain itu digunakan rumus net profit margin dalam menghitung rasio profitabilitas kebijakan listrik prabayar dan konvensional. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang diperoleh dengan melakukan survei secara langsung dengan membuat kuisoner terhadap responden di lapang. 89 Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya),Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media-Group. Hlm 67. 48 Rasio Profitabilitas Dalam analisis rasio profitabilitas, yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio margin laba bersih (net profit margin) dengan rumus (20). Peneliti mendapatkan nilai net profit margin berupa data sekunder yang didapat dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. Sedangkan untuk nilai sales peneliti melakukan perhitungan deskriptif setiap bulannya dari data sekunder berupa laporan penjualan dan laba rugi dari P.T. PLN Jawa Barat dan Banten periode 2012-2013. Teknik Analisis Data Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor memengaruhi yang permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Metode kuantitatif adalah metode yang didasarkan pada analisis variabel-variabel yang dapat dinyatakan dengan jelas atau menggunakan rumus yang pasti. Analisis data untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan prabayar adalah analisis regresi. Analisis regresi merupakan salahsatu teknik analisis data dalam ekonometrika yang seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel dan mengestimasi suatu variabel. Istilah “regresi” pertama kali dikemukakan oleh Sir Francis Galton, seorang antropolog dan ahli meteorologi terkenal dari Inggris. Dalam makalahnya yang berjudul “Regression towards mediocrity in hereditary stature”, yang dimuat dalam Journal of the Anthropological Institute, volume 15, hal. 246-263, tahun 1885. Galton menjelaskan bahwa biji keturunan tidak cenderung menyerupai biji induknya dalam hal besarnya, namun lebih medioker (lebih mendekati rata-rata) lebih kecil daripada induknya kalau induknya besar dan lebih besar daripada induknya kalau induknya sangat kecil. 90 Dalam mengkaji hubungan antara beberapa variabel menggunakan analisis regresi, terlebih dahulu peneliti menentukan satu variabel yang disebut dengan variabel tidak bebas dan satu atau lebih variabel bebas. Jika ingin dikaji hubungan atau pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi linier sederhana. Kemudian Jika ingin dikaji hubungan atau pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi linier berganda (multiple linear regression model). Kemudian untuk mendapatkan model regresi linier sederhana maupun model regresi linier berganda dapat diperoleh dengan melakukan estimasi terhadap parameter-parameternya menggunakan metode tertentu. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model regresi linier sederhana maupun model regresi linier berganda adalah dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square/OLS) dan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood estimation/MLE). Peneliti dalam penelitian ini melakukan estimasi terhadap faktor-faktor yang memengaruhi listrik prabayar menggunakan model regresi linear berganda yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa variabel bebas terhadap 90 Draper, N. dan Smith, H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Edisi Kedua. Terjemahan Oleh Bambang Sumantri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm 12. 49 variabel terikat. Metode yang dipakai untuk mengestimasi parameter model regresi linear sederhana pada penelitian ini adalah metode ordinary least squares (OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa. Pemilihan variabel – variabel yang akan dianalisis berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu. Data variabel-variabel dalam penelitian ini merupakan data primer yang didapat dari kuisioner survei penelitian. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik dalam rumahtangga, tingkat pendidikan kepala keluarga, luas bangunan rumah dan jenis pekerjaan kepala keluarga terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor yang dinyatakan dalam bentuk fungsi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga dalam bentuk fungsi linear sebagai berikut: PELRTPB = f (PEKE, JUMANG, JUMALIS, TINGPEN, LUBANG, JENPEK) Untuk mengestimasi koefisien regresi, Syafrizal et.all 91 melakukan transformasi ke bentuk linear dengan menggunakan logaritma natural (ln) guna menghitung nilai elastisitas dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat ke dalam model sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : Ln PELRTPB = Ln β 0 + β 1 Ln PEKE + β 2 Ln JUMANG + β 3 Ln JUMALIS + β 4 Ln TINGPEN + β 5 Ln LUBANG + β 6 JENPEK +µ (27) Penggunaan variabel dummy dimana kelompok pekerja tetap diberikan nilai 1 dan kelompok pekerja tidak tetap diberi nilai 0. Dimana : PELRTPB β0 β 1 -β 6 PEKE JUMANG JUMALIS TINGPEN LUBANG JENPEK = Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga per bulan(Rp/bulan) = Konstanta = Parameter = Pendapatan keluarga per bulan (Rp/bulan) = Jumlah anggota keluarga (orang) = Jumlah alat yang menggunakan listrik (unit) = Tingkat pendidikan kepala keluarga (tahun) = Luas bangunan rumah (m2) = Jenis pekerjaan kepala keluarga (dummy) = Error term Secara sistematis bentuk hipotesanya adalah sebagai berikut : 91 Situmorang, Syafrizal H, et al, 2008. Analisis Data Penelitian Menggunakan Program SPSS, USU Press. Medan. hlm 62. 50 artinya jika PEKE (Pendapatan keluarga per bulan) meningkat, maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga) akan mengalami peningkatan, cateris paribus. > 0, artinya jika JUMANG (Jumlah anggota keluarga) meningkat, maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga) akan mengalami peningkatan, cateris paribus. > 0, artinya jika JUMALIS (Jumlah alat yang menggunakan listrik) meningkat, maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga) akan mengalami peningkatan, cateris paribus. > 0, artinya jika TINGPEN (Tingkat pendidikan kepala keluarga) meningkat, maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga) akan mengalami peningkatan, cateris paribus. > 0, artinya artinya jika LUBANG (Luas bangunan rumah) meningkat, maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga) akan mengalami peningkatan, cateris paribus. > 0, artinya artinya jika jumlah JENPEK (Jenis pekerjaan kepala keluarga) tetap peningkatan, maka PELRTPB (Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga) akan mengalami kenaikan, cateris paribus. Uji Asumsi Klasik Untuk mengetahui apakah model regresi linear yang dihasilkan merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linier tidak bias terbaik dan memenuhi kaidah BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), maka perlu dilakukan pengujian gejala penyimpangan asumsi model klasik. Adapun Uji Asumsi Klasik yang harus dipenuhi untuk mendapatkan model regresi yang baik antara lain adalah autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinieritas dan normalitas. Asumsi regresi linier klasik tersebut antara lain adalah : 1. Model regresi dispesifikasikan dengan benar. 2. Error menyebar normal dengan rataan nol dan memiliki suatu ragam (variance) tertentu. 3. Tidak terjadi heteroskedastisitas pada ragam error. 4. Tidak terjadi multikolinieritas antara peubah bebas. 5. Error tidak mengalami autokorelasi (error tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri). 51 Uji Multikolinearitas Multikolinieritas adalah suatu kondisi dimana terjadi hubungan atau korelasi yang kuat diantara variabel-variabel bebas (independen) yang diikutsertakan dalam pembentukan model regresi linear. 92 Apabila kita menggunakan analisis regresi linier sederhana yang hanya memiliki 1 variabel bebas, maka uji asumsi multikolinieritas tidak perlu dilakukan, karena pada dasarnya uji multikolinieritas ini adalah menguji ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas. Pengujian terhadap gejala multikolinieritas hanya dilakukan ketika jumlah variabel bebas dalam penelitian berjumlah lebih dari 1 (minimal terdapat 2 variabel bebas). Jika koefisien korelasi antara masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8, berarti terjadi multikolinearitas dalam model regresi. Karena penelitian ini menggunakan enam variabel bebas maka uji multikolinieritas harus dilakukan. Untuk mendeteksi multikolinearitas, peneliti menggunakan software Eviews-6.0 dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel bebas. (Correlation Matrix). Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel pada periode lain. Akibat dari adanya autokorelasi adalah parameter yang diestimasi menjadi bias dan variannya minimum, sehingga tidak efisien, masalah autokorelasi sering terjadi dalam data time series 93. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi salahsatunya dilihat dalam pengujian terhadap nilai Durbin Watson (Uji DW) yang dibandingkan dengan nilai d tabel . Penelitian ini menggunakan data dari survei yang dilakukan oleh peneliti. Data dari survei yang dilakukan merupakan data cross section. Dimana jenis data yang dikumpulkan dengan mengamati banyak hal pada waktu yang sama, atau tanpa memperhatikan perbedaan waktu. Oleh karena itu uji autokorelasi tidak dilakukan pada penelitian ini karena pengujian gejala autokorelasi ini digunakan ketika jenis data yang kita gunakan merupakan data time series. Uji Heteroskedasitas Salah satu asumsi dalam regresi linear berganda adalah distribusi residual/erorr sama (homoskedastis) dan independen atau tidak saling berhubungan dengan residual pengamatan lain dalam model. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi. Akibat adanya heteroskedastisitas, penaksir regresi linear berganda tidak bias tetapi tidak efisien. Asumsi ini didukung oleh nilai rata-rata eror adalah 0, dan keragaman yang konstan. 92 93 Bambang Juanda. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. hlm 113. Bambang Juanda.op.cit. hlm 141. 52 (28) Ketika eror tidak memiliki keragaman yang konstan maka persamaan mengandung masalah heteroskedastisitas. Model umum regresi adalah: (29) Asumsi homoskedastis diberikan oleh persamaan berikut: (30) Ketika asumsi ini dilanggar sehingga erorr tidak bersifat konstan maka kita dapatkan masalah heteroskedastisitas. Pada penerapannya erorr sulit memiliki keragaman yang konstan, hal ini sering terjadi pada data silang (cross section) dibanding data runtun waktu (time series). Seringkali terdapat perbedaan yang cukup besar pada perbandingan data antar negara, provinsi, perusahaan maupun industri. Seringkali ditemukan bahwa masalah heteroskedastisitas tidak mempengaruhi model yang kita bangun atau tidak bias, namun kita akan kehilangan estimator yang bersifat BLUE sehingga persamaan sulit diandalkan sebagai alat estimasi. Untuk melakukan uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode grafik, metode Uji White, Uji Goldfeld-Quandt, Uji BreuschPagan dan Uji Park. Dalam penelitian ini peneliti melakukan metode uji white untuk mengetahui ada tidaknya heterodeskedastisitas dalam model yang dibuat. Uji White dilakukan dengan menggunakan white heteroscedasticity method yang tersedia dalam software program Eviews 6.0. Uji White dilakukan dengan meregresikan residual kuadrat sebagai variabel terikat dengan variabel terikat ditambah dengan kuadrat variabel bebas, kemudian ditambahkan lagi dengan perkalian dua variabel bebas. Prosedur pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut H 0 : Tidak ada heterokedastisitas H 1 : Ada heterekodastisitas Jika α = 5%, maka tolak H0 jika obs*R-square > X2 tabel atau Prob chisquare < α . Uji Normalitas Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Jarque Bera Test (JB-test). Cara untuk melihat apakah data telah berdistribusi normal dengan menggunakan JB-test ini adalah dengan melihat angka JB-test dan JB-probability. Jika nilai JBtest < nilai X2 tabel dan nilai probability JB-test > nilai α , maka faktor pengganggu atau residual berdistribusi normal, sebaliknya apabila nilai JB-test < nilai X2 tabel dan nilai probability JB-test < nilai α maka data tidak berdistribusi normal. 53 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) Pengujian Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung seberapa besar varian dan variabel terikat dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas. Koefisien determinasi merujuk kepada kemampuan dari variabel bebas (X) dalam menerangkan variabel terikat (Y). Nilai R2 paling besar 1 dan paling kecil 0 (0 < R2 < 1 ). Bila R2 sama dengan 0 maka garis regresi tidak dapat digunakan untuk membuat ramalan variabel terikat, sebab variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam persamaan regresi tidak mempunyai pengaruh varian variabel terikat adalah 0. Tidak ada ukuran pasti berapa besarnya R2 untuk mengatakan bahwa suatu pilihan variabel sudah tepat. Jika R2 semakin besar atau mendekati 1, maka model makin tepat data. Untuk data survei yang berarti bersifat cross section, data yang diperoleh dari banyak responden pada waktu yang sama, maka nilai R2 = 0,2 atau 0,3 sudah cukup baik. Pengujian Signifikansi Parameter Individual (Uji t-test statistik) Uji ini berguna untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat, dengan menganggap variabel terikat lainnya konstan. Dengan kata lain, untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel terikat secara nyata. Dalam mengkaji pengaruh variabel bebas terhadap terikat dapat dilihat hipotesis berikut: Ho : β1 = 0 Ha : β1 ≠ 0 Kriteria pengambilan keputusan: Terima Ho apabila t-statistik < t-tabel artinya variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Terima Ha apabila t-statistik > t-tabel artinya variabel bebas secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Uji t digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak, dimana tingkat signifikan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 5%. Pengujian Signifikan Simultan (Uji f-test statistik) Uji F dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah sebesar 5%, dengan derajat kebebasan df=(n-k), dimana(n) adalah jumlah 54 observasi dan (k) adalah jumlah variabel. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut: Ho : b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan Ftabel maka Ho ditolak yang berarti variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat. Dengan bahasa lain, jika f hitung < f tabel , maka H 0 diterima atau variabel bebas secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat (tidak signifikan) berarti perubahan yang terjadi pada variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh perubahan variabel bebas. Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel bebas (pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, tingkat pendidikan kepala keluarga, luas bangunan rumah dan jenis pekerjaan kepala keluarga) terhadap variabel terikat (permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga). Pengolahan Data Penulis menggunakan Program software komputer E.Views 6.0 untuk mengolah data penelitian. Definisi Operasional Variabel Penelitian Untuk memperjelas variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini, maka perlu dijabarkan definisi operasional sebagai berikut: 1. Permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga listrik pada rumahtangga adalah besarnya biaya listrik prabayar pada sebuah rumahtangga per bulan di Kota Bogor. Variabel permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga dinyatakan dalam satuan Rupiah perbulan. 2. Pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatan perbulan dari suami, istri dan anak yang mempunyai penghasilan serta tinggal menetap dalam rumah tersebut, baik itu pekerjaan utama maupun sampingan dari yang menjadi sumber penghidupan keluarga di Kota Bogor (disposible income). Variabel pendapatan keluarga dinyatakan dalam satuan Rupiah perbulan. 3. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal menetap dalam satu rumahtangga dinyatakan dalam satuan orang. 4. Jumlah alat yang menggunakan listrik adalah banyaknya alat yang menggunakan listrik yang dipakai dalam satu rumahtangga pengguna tenaga listrik prabayar.Variabel ini dinyatakan dalam satuan unit. 55 5. 6. 7. a. b. Tingkat pendidikan kepala keluarga adalah tingkat pendidikan formal kepala keluarga di Kota Bogor, dinyatakan dalam satuan tahun. Luas bangunan rumah adalah besarnya luas bangunan rumah yang dihuni oleh suatu keluarga di Kota Bogor. Variabel luas bangunan rumah dinyatakan dalam satuan m2. Jenis pekerjaan kepala keluarga adalah jenis kegiatan/pekerjaan yang digeluti dan merupakan sumber pendapatan utama kepala keluarga yang dikelompokkan atas jenis pekerjaan tetap dan jenis pekerjaan tidak tetap untuk jenis pekerjaan untuk pekerja tidak terdidik. Jenis pekerjaan untuk pekerja tetap adalah jenis pekerjaan dengan pendapatan yang rutin diterima perbulan. Jenis pekerjaan untuk pekerja tidak tetap adalah jenis pekerjaan dengan pendapatan yang tidak rutin diterima perbulan. Jenis pekerjaan dimasukkan ke dalam variabel dummy, dimana kelompok pekerja tetap diberi nilai 1 dan pekerja tidak tetap diberi nilai 0. 4 GAMBARAN OBJEK PENELITIAN Deskripsi Objek Penelitian Sejarah Singkat P.T. PLN Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke -19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut kemudian berkembang, tidak hanya untuk kepentingan pribadi tetapi juga untuk kepentingan umum. Hal tersebut diawali dengan kehadiran perusahaan Belanda yaitu NV.NIGM yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik.Selama Perang Dunia II berlangsung, perusahaan – perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh Jepang dan berubah nama menjadi Seibu Djawa Djigio Kosha Djakarta Shisha yang kemudian dialihkan ke perusahaan lain bernama Djawa Denki Jogyosha Djakarta Shisha. Akhirnya pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya 157,5 MW. Seiring waktu berjalan, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan Kokas. Perubahan demi perubahan pun terus terjadi. Pada 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk dua perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang menglola gas. Pada masa ini, kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW. Pada tahun 1972, pemerintah Indonesia, menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Tahun 1990 melalui peraturan pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan. Pada tahun 1992, pemerintah memberikan kesempatan 56 kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Akhirnya, seiring dengan kebijakan tersebut, pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan. Sejarah Singkat P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Perjalanan P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten cukup panjang. Awal kelistrikan di Bumi Parahyangan sudah ada semenjak Pemerintah Kolonial Belanda masih bercokol di tataran tanah Sunda. Di tahun 1905, di Jawa Barat khususnya kota Bandung, berdiri perusahaan yang mengelola penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan publik. Nama perusahaan itu Bandungsche Electriciteit Maatschaappij(BEM). Dalam perjalanannya, BEM pada tanggal 1 Januari 1920 berubah menjadi Perusahaan Perseroan menjadi Gemeenschapplijk Electriciteit Bedrijf Voor Bandoeng (GEBEO) yang pendiriannya dikukuhkan melalui akte notaris Mr. Andriaan Hendrik Van Ophuisen dengan Nomor: 213 pada tanggal 31 Desember 1949. Setelah kekuasaan penjajahan beralih ke tangan Pemerintah Jepang, di antara rentah waktu 1942 – 1945, pendistribusian tenaga listrik dilaksanakan oleh Djawa Denki Djigyo Sha Bandoeng Shi Sha dengan wilayah kerja di seluruh Pulau Jawa. Pasca Indonesia merdeka, tahun 1957 menjadi awal penguasaan pengelolaan penyediaan tenaga listrik di seluruh tanah air yang ditangani langsung oleh Pemerintah Indonesia. 27 Desember 1957, GEBEO diambil alih oleh Pemerintah Indonesia yang kemudian dikukuhkan lewat Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 1958 j.o. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1959. Selanjutnya, di tahun 1961 melalui Peraturan Pemerintah No. 67 dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU-PLN) sebagai wadah kesatuan pimpinan PLN. Sejalan dengan itu, PLN Bandung pun berubah menjadi PLN Exploitasi XInsebagai kesatuan BPU-PLN di Jawa Barat, di luar DKI Jaya dan Tangerang. Pada tahun 1970-an dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1972 tentang Perusahaan Umum Listrik Negara yang menyebutkan status PLN menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara. Kemudian, berdasarkan Pengumuman PLN Exploitasi XI No. 05/DIII/Sek/1975 tanggal 14 Juli 1975, PLN Exploitasi XI diubah namanya menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara Distribusi Jawa Barat. Memasuki era 1990-an, dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 1994. Pada tanggal 16 Juni 1994, Perusahaan Umum Listrik Negara Distribusi Jawa Barat diubah lagi menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan nama P.T. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat sejak tanggal 30 Juli 1994. Untuk memenuhi tuntutan perubahan dan perkembangan kelistrikan yang dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan, maka keluarlah Keputusan Direksi P.T. PLN (Persero) No. 28.K/010/DIR/2001 tanggal 20 Februari 2001 yang menjadi landasan hukum perubahan nama P.T. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat menjadi P.T. PLN (Persero) Unit Bisnis Distribusi Jawa Barat. Hingga saat ini dengan mengacu pada Keputusan Direksi P.T. PLN (Persero) No. 120.K/010/DIR/2002 tanggal 27 Agustus 2002, P.T. PLN (Persero) Unit Bisnis Distribusi Jawa Barat berubah lagi namanya menjadi P.T. PLN 57 (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten, di mana wilayah kerjanya meliputi Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten. Sejarah Singkat P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor Sejarah kelistrikan di Kota Bogor dimulai sekitar tahun 1923. Setahun kemudian Pemerintah Hindia Belanda membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ubrug yang berada di daerah leuwiliang. Di tahun 1951 kelembagaan listrik di Bogor diberi nama Jawatan Listrik Penupatel (Perusahaan negara untuk Pembangkit tenaga listrik) Bogor. Pada tahun 1960 berubah nama menjadi PLN Esploitasi XII. Di Tahun 1974 kelembagaan listrik ini berubah menjadi pembangkit III. Di akhir era pemerintahan presiden Soeharto kelembagaan listrik ini diberi nama KJJ (Pembangkit Jawa Barat dan jakarta raya) dengan cabang-cabang perusahaan PLN sektor Bogor. Di zaman reformasi tepatnya di tahun 2000 berganti nama kembali menjadi PLN APJ (area pelayanan dan jaringan)- Bogor. Terakhir hingga saat ini PLN APJ Bogor berubah menjadi P.T. PLN Distribusi jawa barat dan Banten Area Bogor. Gambaran Daerah Penelitian Keadaan Geografis dan Demografis Kota Bogor Gambar 10. Peta administrasi Kota Bogor (Bapeda Kota Bogor,2008) Dilihat secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43’30”BT-106 derajat 51’00”BT dan 30’30” LS-6 derajat 41’00” LS, atau kurang lebih berada 60 Km dari arah Selatan ibukota Jakarta, dengan luas wilayahnya mencapai 118.50 Km2, terbagi atas 6 kecamatan dan 68 kelurahan yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dengan batas-batas : 58 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong, Kecamatan Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. Sebelah Timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Sebelah Barat : Kecamatan Darmaga, Kecamatan Kemang dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Kota Bogor merupakan kota yang sangat strategis karena berada di tengah– tengah Kabupaten Bogor. Kota Bogor mempunyai wilayah dengan kontur berbukit dan bergelombang dengan ketinggian bervariasi antara 190 m s/d 350 m di atas permukaan laut. Seluas 1.763,94 Ha merupakan lahan datar dengan kemiringan berkisar 0-2%, seluas 891,27 Ha merupakan lahan landai dengan kemiringan berkisar 2-15%, seluas 109,89 Ha merupakan lahan agak curam dengan kemiringan 15-125%, seluas 764,96 Ha merupakan lahan curam dengan kemiringan 25-40%, dan lahan sangat curam seluas 119,94 Ha dengan kemiringan lebih dari 40%. Berdasarkan hasil foto udara diketahui sebagian dari total wilayah Kota Bogor merupakan kawasan yang sudah terbangun, kecuali di wilayah Kecamatan Bogor Selatan. Area terbangun paling luas berada di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. 94 Untuk pemanfaatannya, 4.151,69 hektar atau 35,48% lahan Kota Bogor sudah menjadi kawasan pemukiman. Sedangkan sisanya dipergunakan antara lain untuk lahan pertanian seluas 2.112,72 hektar (18,6%), lahan industri 92,59 hektar (0,79%), perdagangan dan jasa 81,02 hektar (0,69%). Lahan lainya masih berupa hutan kota seluas 129,74 hektar (1,11%), taman dan lapangan olahraga 264 hektar (2,25%), serta kuburan 134,64 hektar (1,15%), sungai dan situ 138,99 hektar (1,19%). Kondisi Demografi Jumlah penduduk Kota Bogor berdasarkan di tahun 2010 mencapai 950.334 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,70%, untuk tahun 2012 jumlah penduduk sebesar 1.004.831 Jiwa dengan kepadatan penduduk 8.480 jiwa/km2 dan tahun 2013 jumlah penduduk Kota Bogor diproyeksikan sebanyak 1.023.923 dengan kepadatan penduduk mencapai 8.606 jiwa/ km2. Tabel 4. Perkembangan penduduk Kota Bogor tahun 2005-2011 94 Tahun Laki-laki Perempuan Total 2005 431.862 423.223 855.085 2006 444.508 434.630 879.138 2007 457.717 447.415 905.132 2008 476.476 465.728 942.204 Bapeda Kota Bogor dalam RPJMD 2014. hlm 59 2009 481.559 464.645 946.204 2010 484.791 465.543 950.334 2011 493.761 473.637 967.398 Sumber : Data Sosial Ekonomi Dasar 2012. . Berdasarkan perkembangan penduduk sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 penduduk Kota Bogor terus mengalami kenaikan dari 855.085 jiwa. Pada tahun 2005 menjadi 967.398 jiwa pada tahun 2011 dengan sebaran penduduk perkecamatan tertinggi berada di Kecamatan Bogor Barat sebesar 214.826 jiwa; disusul oleh Kecamatan Tanah sareal sebesar 195.742 jiwa dan Kecamatan Bogor Selatan sebesar 184.336 jiwa. Sedangkan jumlah jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan Bogor Timur sebesar 96.617 jiwa. Perkembangan penduduk tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4 dan sebaran penduduk pada tahun 2011 tiap Kecamatan dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Sebaran penduduk Kota Bogor berdasarkan kecamatan tahun 2011 Kecamatan Laki-laki Perempuan Total Bogor Barat Bogor Timur Bogor Tengah Bogor Utara Bogor Selatan Tanah Sareal 109.446 49.135 51.743 88.754 95.003 99.680 105.380 47.482 50.402 84.978 89.333 96.062 214.826 96.617 102.145 173.732 184.336 195.742 Sumber : Data Sosial Ekonomi Dasar dan Bogor dalam Angka 2012. Penduduk dan Rumahtangga di Kota Bogor Tabel 6. Penduduk dan rumahtangga menurut kecamatan di Kota Bogor tahun 2010-2012 2010 Kecamatan Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sareal 2011 2012 Penduduk Rumahtangga Penduduk Rumahtangga Penduduk Rumahtangga 181.392 43.787 184.336 44.491 190.535 45.714 95.098 23.080 96.617 23.428 99.983 24.052 170.443 42.495 173.732 43.304 180.847 44.218 101.398 25.852 102.145 25.953 104.270 26.404 211.084 51.911 214.826 52.843 223.168 53.656 190.919 47.003 195.742 48.208 206.028 49.621 Sumber : Diolah, dalam Angka 2011, 2012 dan 2013. Tabel 6 memperlihatkan bahwa jumlah rumahtangga terbanyak yaitu pada Kecamatan Bogor Barat dengan jumlah rumahtangga sebanyak 53.656 60 rumahtangga dan jumlah rumahtangga yang terkecil yaitu pada Kecamatan Bogor Timur yang hanya terdapat 24.052 rumahtangga. Adapun total rumahtangga di Kota Bogor adalah 243.665. Perekonomian dan Kesejahteraan Kota Bogor Pembangunan daerah di Kota Bogor difokuskan pada pemerataan ekonomi dan kualitas masyarakat di bidang sosial. Fokus pemerataan ekonomi dilihat dari indeks daya beli, pemerataan pendapatan, dan PDRB Perkapita. Ditinjau atas dasar harga berlaku, PDRB Kota Bogor tahun 2012 secara umum seluruh Sektor lapangan usaha mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 11,82% dibanding tahun 2011, yaitu dari Rp15.487.433.930.000 menjadi Rp17.318.369.940.000 di tahun 2012. PDRB atas dasar harga konstan 2000 mengalami pertumbuhan sebesar 6,20% dari Rp5.252.733.260.000 di tahun 2011 menjadi Rp5.368.227.440.000 pada tahun 2012. Keadaan PDRB Kota Bogor atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan dalam kurun waktu 2008 sampai dengan tahun 2012 disajikan pada tabel 7 berikut. Tabel 7. PDRB Kota Bogor atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan Tahun 2008 – 2012 ( Jutaan Rupiah ) PDRB Atas Dasar Harga PDRB Atas Dasar Harga Tahun Berlaku Konstan 2008 10.089.943,96 4.252.484,58 2009 12.788.577,55 4.843.492,08 2010 14.635.801,28 5.035.528,94 2011 16.009.185,42 5.252.732,26 2012 17.543.542,53 5.462.729,53 Sumber : Badan Pusat Statistik, Tahun 2013. Memperhatikan PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp10.089.943.960.000 di tahun 2008 meningkat menjadi Rp17.318.369.940.000 di tahun 2012 dan PDRB atas dasar harga konstan pun mengalami peningkatan dari Rp4.252.484.580.000 pada tahun 2008 menjadi Rp5.394.161.340.000 di tahun 2012, hal ini menggambarkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun ini telah terjadi peningkatan riil yang cukup signifikan sehingga peningkatan yang terjadi bukan hanya karena faktor kenaikan harga ataupun inflasi tapi juga merupakan peningkatan kapasitas produksi sektoral. Golongan Pelanggan Listrik P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor Terdapat lima golongan pelanggan listrik P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor yaitu sosial (S), rumahtangga (R), bisnis (B), industri (I), layanan khusus (L/TR,TM,TT), curah (C), traksi (T) serta kantor pemerintahan 61 dan penerangan jalan umum (P). Penggolongan ini ditetapkan oleh Menteri Ekonomi Sumberdaya Mineral melalui peraturan menteri. Golongan rumahtangga adalah golongan terbanyak pengguna listrik konvensional atau normal dan prabayar tahun 2012 dan 2013. Sedangkan golongan industri merupakan golongan yang paling sedikit jumlahnya baik sebagai pengguna listrik prabayar atau konvensional. Dari tahun 2012 ke 2013 terjadi kenaikan penggunaan listrik prabayar sebesar 80201pelanggan untuk golongan rumahtangga. Sedangkan golongan rumahtangga pengguna listrik konvensional mengalami penurunan sebesar 8351 pada periode 2013. Berdasarkan tabel 8 di bawah bisa disimpulkan bahwa untuk golongan industri serta kantor pemerintahan dan PJU tidak terjadi kenaikan jumlah pengguna listrik konvensional. Secara umum terjadi peningkatan pengguna listrik prabayar di tahun 2013 dari tahun 2012 pada setiap golongan konsumen (Tabel 8). Tabel 8. Perkembangan kosumen listrik tahun 2012-2013 Golongan Tahun Konsumen Jenis Sistem Listrik 2012 2013 Prabayar 2429 3713 Sosial Konvensional 13558 13533 Prabayar 187384 267585 Rumahtangga Konvensional 582864 574513 Prabayar 7598 10409 Bisnis Konvensional 17710 16946 Prabayar 15 28 Industri Konvensional 623 662 Kantor Prabayar 47 75 Pemerintah dan PJU Konvensional 2673 2952 Prabayar 60 69 Layanan Khusus Konvensional 1290 1494 0 Prabayar 0 Traksi 5 Konvensional 6 Selisih 1284 -25 80201 -8351 2811 -764 13 39 28 279 9 204 0 1 Sumber : Diolah, P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2013. Tarif Dasar Listrik Tarif dasar listrik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tarif dasar listrik yang disediakan oleh P.T. PLN untuk konsumen di seluruh Indonesia. Tarif dasar listrik dibedakan dalam berbagai macam klasifikasi atau kelas sesuai dengan penggunaan listrik. Hal ini dilakukan oleh P.T. PLN supaya dapat membedakan besarnya tarif listrik yang dikenakan antara rumahtangga, industri, sosial dan usaha. 62 Tarif reguler atau konvensional adalah tarif daya listrik yang dibayarkan konsumen setelah menggunakan listrik setip bulannya. Sedangkan tarif listrik prabayar adalah tarif listrik yang dibayarkan konsumen sebelum menggunakan listrik. Ketentuan mengenai teknis pelaksanaan tarif tenaga listrik reguler atau konvensional dan tarif tenaga listrik prabayar ditetapkan oleh direksi P.T. PLN. Untuk lebih jelas dan rinci tabel 9 menggambarkan besarnya tarif dasar listrik untuk listrik prabayar dan reguler atau konvensional dalam berbagai daya yang masuk dalam golongan rumahtangga sesuai dengan Permen ESDM RI No 9 tahun 2014 yang masih berlaku hingga saat ini. Tabel 9 Tarif dasar listrik mulai 1 Mei 2014 NO. GOL. TARIF BATAS DAYA 1 R-1/TR s.d 450 VA 2 R-1/TR 900 VA 3 4 5 6 R-1/TR R-1/TR R-2/TR R-3/TR 1.300 VA 2.200 VA 3.500 VA s.d 5.500 VA 6.600 Ke atas REGULER BIAYA BEBAN (Rp/kVA/BULAN) 11.000 BIAYA PEMAKAIAN (Rp/kWH) Blok I : 0 s.d 30 kWH : 169 Blok II : diatas 30 kWH s.d 60 kWH : 360 Blok III : di atas 60 kWH : 495 20.000 Blok I : 0 s.d 20 kWH : 275 Blok II : diatas 20 kWH s.d 60 kWH : 445 PRA BAYAR (Rp/kWH) 415 605 *) *) Blok III : di atas 60 kWH : 495 979 1.004 979 1.004 *) 1.145 1.145 *) 1.352 1.352 Catatan : *) Diterapkan Rekening Minimum (RM) : RM1 = 40 (Jam Nyala) x Daya tersambung (kVA) x Biaya Pemakaian. Sumber : Peraturan menteri ESDM RI No9 tahun 2014 lampiran II. 63 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Berdasarkan hasil turun lapang penelitian yang telah dilakukan, hingga bulan Januari 2014 rumahtangga di P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor yang menggunakan listrik prabayar berjumlah 281.879 sedangkan yang menggunakan listrik konvensional sebesar 610.106. Untuk total pelanggan P.T. Distribusi Jawa Barat dan Banten yang menggunakan listrik prabayar sebesar 3.262.940 dan untuk listrik konvensional sebesar 8.051.804. Penelitian ini memfokuskan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga yang diukur dari besarnya biaya listrik per bulan yang dikeluarkan oleh rumahtangga yang menggunakan listrik prabayar di daerah penelitian, besar kecilnya dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, tingkat pendidikan, jumlah alat yang menggunakan listrik, jenis pekerjaan, luas bangunan rumah dan jumlah anggota keluarga dengan jumlah responden sebanyak 100 orang Hubungan Kapasitas Daya Listrik Terhadap Responden Rumahtangga Rumahtangga yang menjadi responden pada penelitian ini adalah rumahtangga yang menggunakan daya sebesar 450 VA, 900 VA, 1300 VA, dan 2200 VA. Secara umum responden terbanyak pada penelitian ini adalah rumahtangga pengguna listrik prabayar dengan daya 900 VA dengan jumlah 45 rumahtangga. Responden tersedikit adalah pengguna listrik prabayar dengan daya 2200 VA berjumlah 7 rumahtangga. Berdasarkan tabel 10 di bawah. Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menggambarkan golongan tarif untuk keperluan rumahtangga kecil pada tegangan rendah dengan daya sampai 2.200 VA. Tabel 10. Klasifikasi jumlah responden rumahtangga berdasarkan kapasitas daya per kecamatan Kecamatan Kapasitas Daya (VA) Jumlah Bogor Selatan Bogor Tengah 450 19 2 21 900 19 26 45 1300 8 19 27 2200 4 3 7 Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014. Hubungan Kapasitas Daya Dengan Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga Untuk permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga listrik terendah bernilai Rp 40.000 terdapat pada rumahtangga dengan kapasitas daya 450 VA sedangkan untuk permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga 64 tertinggi bernilai Rp 750.000 terdapat pada rumahtangga dengan kapasitas daya 2200 VA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 11 dibawah ini. Tabel.11 Klasifikasi biaya listrik prabayar tertinggi dan terendah berdasarkan kapasitas daya per kecamatan Kapasitas Daya (VA) Jumlah 450 900 1300 2200 21 45 27 7 Biaya Listrik (Rp/Bulan) Tertinggi Terendah 200.000 400.000 500.000 750.000 40.000 50.000 100.000 300.000 Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014. Hubungan Kapasitas Daya Terhadap Pendapatan Rumahtangga Pendapatan rumahtangga terbesar pada penelitian ini adalah Rp 10.000.000 yaitu rumahtangga dengan daya 1300 VA dan terkecil Rp 500.000 dengan daya 450 VA. Secara umum hubungan antara besar daya dan pendapatan rumah tangga dijelaskan oleh tabel 12. Tabel .12 Klasifikasi pendapatan rumahtangga tertinggi dan terendah berdasarkan kapasitas daya per kecamatan Kapasitas Daya (VA) Jumlah 450 900 1300 2200 21 45 27 7 Pendapatan (Rp/Bulan) Tertinggi Terendah 4.000.000 500.000 8.500.000 1.000.000 10.000.000 1.000.000 9.000.000 2.500.000 Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014. Hubungan Kapasitas Daya Terhadap Jumlah Anggota Keluarga Tabel 13. Klasifikasi jumlah anggota keluarga rumahtangga tertinggi dan terendah berdasarkan kapasitas daya Jumlah Daya (VA) Jumlah 450 900 1300 2200 21 45 27 7 Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Tertinggi Terendah 9 2 10 2 9 3 12 2 Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014. Jumlah anggota keluarga terbanyak terdapat pada rumahtangga dengan jumlah daya 2200 VA dengan jumlah 12 orang anggota keluarga. Untuk jumlah anggota keluarga terkecil berjumlah 2 orang yang terdapat pada rumahtangga 65 yang memiliki jumlah daya listrik prabayar 450 VA, 900 VA dan 2200 VA. Tabel 13 di bawah ini menjelaskan sebaran jumlah anggota keluarga dan jumlah daya. Hubungan Kapasitas Daya Terhadap Luas Bangunan Jumlah luas bangunan rumah reponden bervariasi terhadap kapasitas daya litrik yang digunakan. Luas bangunan terluas pada penelian ini adalah 600 m2 yang terdapat pada rumahtangga dengan kapasitas daya 2200 VA. Sedangkan luas bangunan rumah tersempit sebesar 55 m2 yang menggunakan kapasitas daya dengan 450 VA. Tabel 14 menjelaskan sebaran antara besarnya kapasitas daya dengan luas bangunan rumah pada penelitian ini. Secara umum rata-rata luas luas bangunan rumah reponden ini antara 55 – 600 m2. Tabel 14. Klasifikasi luas bangunan rumah rumahtangga terluas dan tersempit berdasarkan kapasitas daya Kapasitas Daya (VA) Jumlah 450 900 1300 2200 21 45 27 7 Luas Bangunan Rumah (m2) Terluas Tersempit 400 55 200 72 300 70 600 80 Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014. Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga Untuk hubungan antara permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga (biaya listrik) dengan pendapatan dijelaskan oleh tabel 15 di bawah ini. Peneliti mencoba untuk mengklasifikasi responden berdasarkan pendapatan keluarga dengan biaya listrik prabayar yang dikeluarkan rumahtangga per bulan di Kota Bogor. Tabel 15. Klasifikasi responden berdasarkan pendapatan total keluarga dengan pengeluaran rumahtangga terhadap jasa energi listrik Pendapatan Total Keluarga (Rp/Bulan) Biaya Listrik (Rp/Bulan) 500.000-1.999.999 50.00099.999 8 100.000150.000 14 2.000.000-6.000.000 7 > 6.000.000 0 Total >150.000 Jumlah Persentase 2 24 24% 25 30 62 62% 3 11 14 14% 100 100% Total Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014. 66 Berdasarkan tabel 15, Rumahtangga yang memiliki pendapatan antara Rp500.000,00 sampai Rp1.999.999 per bulan dengan biaya listrik yang dikeluarkan per bulan yaitu Rp50.000 sampai Rp99.000 per bulan. yaitu 8 responden rumahtangga (14 persen). Jumlah reponden terbanyak adalah rumah tangga yang mengeluarkan biaya listrik perbulan sebesar Rp. 100.000 sampai dengan Rp. 150.000 dengan pendapatan Rp2.000.000 sampai dengan Rp6.000.000 jumlah 25 responden. Sedangkan untuk responden terkecil adalah responden yang memiliki pendapatan sebesar Rp500.000 sampai dengan Rp.1.999.999 dengan biaya listrik Rp50.000 sampai Rp99.900 yang berjumlah 2 responden. Tidak terdapat responden yang mempunyai penghasilan lebih besar dari Rp6.000.000 dengan biaya listrik sebesar Rp50.000 sampai Rp99.900. Secara umum dapat disimpulkan bahwa jumlah pendapatan perbulan berbanding lurus dengan biaya listrik yang dikeluarkan keluarga perbulan. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi listrik. Jumlah Alat yang Mengunakan Listrik Dengan Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga Tabel 16 merupakan klasifikasi responden dilihat dari jumlah alat yang menggunakan listrik yang digunakan oleh satu rumahtangga di daerah penelitian. Untuk jumlah responden terbesar terdapat pada klasifikasi responden yang memiliki jumlah alat yang menggunakan listrik 6 sampai dengan 10 unit dengan biaya listrik Rp100.000 sampai Rp150.000 sebanyak 28 responden. Secara umum semakin besar jumlah alat listrik yang dimiliki rumah tangga semakin besar permintaan biaya listrik rumahtangga tersebut. Tabel 16. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah alat yang menggunakan listrik dengan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga Jumlah Elektronik (unit) Biaya Listrik (Rp/Bulan) 1 s/d 5 50.00099.999 6 100.000150.000 7 Total >150.000 Jumlah Persentase 1 14 14% 6 s/d 10 7 28 17 52 52% 10 s/d 15 2 7 17 26 26% >15 0 1 7 8 8% 100 100% Total Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga Hubungan antara permintaan listrik yang dikeluarkan per bulan dengan jumlah anggota keluarga responden di jelaskan oleh tabel 17 di bawah. 67 Tabel 17. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dengan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga Jumlah Anggota Keluarga (orang) Biaya Listrik (Rp/Bulan) Total 50.00099.999 100.000150.000 >150.000 Jumlah Persentase 1 s/d 5 12 28 24 64 64% 6 s/d 10 3 15 17 35 35% > 10 0 0 1 1 1% 100 100% Total Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014. Jumlah responden terbanyak memiliki klasifikasi jumlah anggota keluarga 1 sampai 5 orang dengan biaya litrik per bulan Rp100.000 sampai dengan Rp150.000 yang berjumlah 28 responden rumahtangga. Tidak ada responden untuk keluarga dengan anggota keluarga lebih besar dari sepuluh orang dengan pengeluaran listrik Rp100.000 sampai Rp150.000. Secara umum jika dilihat di tabel 17 tidak ada hubungan yang pasti antara jumlah anggota keluarga dengan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Hubungan Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga Dengan Permintaan Energi Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga Jenis pekerjaan ditentukan berdasarkan jenis pekerjaan responden tetap atau tidak menetap. Tabel 18 menyajikan distribusi responden rumahtangga berdasarkan jenis pekerjaan tersebut. Tabel 18. Klasifikasi responden berdasarkan jenis pekejaan kepala keluarga dengan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga Biaya Listrik (Rp/Bulan) Jenis Pekerjaan Tidak Tetap Total 50.00099.999 100.000150.000 >150.000 Jumlah Persentase 6 6 0 12 12% 42 88 100 88% 100% Tetap 9 37 Total Sumber: Data Primer Responden Kota Bogor, 2014. Berdasarkan tabel 18 diatas diketahui jumlah reponden terbanyak berjumlah 42 dengan klasifikasi bekerja tetap dan mengeluarkan biaya listrik Rp150.000 perbulannya. Tidak ada responden yang tidak memiliki pekerjaan dengan permintaan listrik lebih besar dari Rp150.000 per bulan. Berdasarkan tabel 18 bisa disimpulkan jumlah responden pengguna listrik prabayar dengan kepala keluarga memiliki pekerjaan tetap lebih banyak dari yang tidak memiliki pekerjaan tetap. 68 Analisis Rasio Profitabilitas Listrik Prabayar dan Konvensional Penelitian diawali dengan peninjauan dan pengumpulan data di P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor. Data yang diambil adalah data laba rugi perusahaan dan penjualan listrik konvensional dan prabayar untuk bulan Januari-Desember 2012 dan Januari-Desember 2013 dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor. Langkah selanjutnya untuk menghitung sales (penjualan) tenaga listrik konvensional dan prabayar secara deskriptif. Untuk menghitung nilai sales (penjualan) listrik konvensional adalah dengan menjumlahkan biaya beban, biaya pemakaian listrik dan biaya KVARH. Tabel 19. Perhitungan tarif tenaga listrik konvensional tahun 2012 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Biaya Beban (Rp) 5,594,109,431 5,578,276,215 5,563,097,499 5,588,314,706 5,573,796,970 5,579,017,095 5,576,854,389 5,562,891,503 5,560,823,577 5,551,355,152 5,548,814,997 5,540,306,112 Biaya Pemakaian (Rp) 188,186,805,810 187,399,323,251 169,373,477,298 190,357,809,314 189,039,099,934 191,415,862,620 195,720,158,156 209,344,304,656 194,366,569,736 200,202,325,731 199,739,613,161 210,842,902,093 Penjualan Listrik Konvensional (Rp) 193,780,915,241 192,977,599,466 174,936,574,797 195,946,124,020 194,612,896,904 196,994,879,715 201,297,012,545 214,907,196,159 199,927,393,313 205,753,680,883 205,288,428,158 216,383,208,205 Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014. Sedangkan untuk menghitung nilai sales (penjualan) listrik prabayar adalah dengan menghitum biaya pemakaian listrik saja. Perhitungan nilai penjualan tenaga listrik konvensional dengan menggunakan metode deskriptif, dapat dilihat pada tabel 19. Setelah mendapat hasil penjualan listrik konvensional dari hasil penjumlahan biaya beban dan biaya pemakaian, Selanjutnya dilakukan penjumlah penjualan listrik konvensional dengan Biaya KVARH (Kilo Volt Ampere Reactive Hour) setiap bulannya, Biaya KVARH adalah biaya pemakaian listrik yang tidak terukur di kWH meter, dan biaya tersebut biasanya dikenakan bagi pelanggan daya besar. Untuk pelanggan listrik prabayar P.T. PLN tidak mengenakan biaya beban atau abodemen dan biaya KVARH (Kilo Volt Ampere Reactive Hour). Berarti penjualan tenaga listrik prabayar merupakan nilai penjualan total listrik prabayar. 69 Tabel 20. Perhitungan tarif KVARH tenaga listrik konvensional tahun 2012 TTL Konvensional Biaya KVARH (Rp) (Rp) Januari 193,780,915,241 406,304,559 Februari 192,977,599,466 331,482,521 Maret 174,936,574,797 343,206,428 April 195,946,124,020 326,781,305 Mei 194,612,896,904 343,678,730 Juni 196,994,879,715 363,104,734 Juli 201,297,012,545 356,492,759 Agustus 214,907,196,159 434,782,958 September 199,927,393,313 375,580,255 Oktober 205,753,680,883 399,549,880 November 205,288,428,158 347,522,678 Desember 216,383,208,205 460,296,030 Total Penjualan Listrik Konvensional Penjualan Listrik Konvensional (Rp) Bulan 194,187,219,800 193,309,081,987 175,279,781,225 196,272,905,325 194,956,575,634 197,357,984,449 201,653,505,304 215,341,979,117 200,302,973,568 206,153,230,763 205,635,950,836 216,843,504,235 2,397,294,692,243 Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014. Rekapitulasi hasil penjualan listrik konvensional ditambah dengan Biaya KVARH dapat dilihat pada tabel 20. Sedangkan tabel 21 menjelaskan rekapitulasi penjualan listrik prabayar. Tabel 21. Rekapitulasi penjualan listrik prabayar tahun 2012 TTL Listrik Biaya KVARH Prabayar (Rp) (Rp) Januari 9,008,894,047 0 Februari 8,862,631,899 0 Maret 10,151,605,349 0 April 10,257,513,844 0 Mei 11,423,876,639 0 Juni 11,602,794,164 0 Juli 12,321,901,743 0 Agustus 12,421,728,820 0 September 12,550,678,647 0 Oktober 10,769,902,569 0 November 13,264,823,091 0 Desember 14,669,117,720 0 Total Penjualan Listrik Prabayar Bulan Penjualan Listrik Prabayar (Rp) 9,008,894,047 8,862,631,899 10,151,605,349 10,257,513,844 11,423,876,639 11,602,794,164 12,321,901,743 12,421,728,820 12,550,678,647 10,769,902,569 13,264,823,091 14,669,117,720 137,305,468,532 Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014. Selanjutnya, dilakukan pengambilan data laba/rugi hasil operasi perusahaan penjualan listrik konvensional tahun 2012 sebesar Rp2,393,706,404,358 dan laba/rugi untuk penjualan listrik prabayar tahun 2012 sebesar Rp137,087,667,026. Data ini bersumber dari laporan laba rugi P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. 70 Salahsatu tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi keuangan berdasarkan analisis profitabilitas dengan menggunakan salah satu rasio margin laba bersih net profit margin dengan rumus (20) kalkulasi net profit margin. Perhitungan net profit margin listrik konvensional adalah Net profit margin = 2,393,706,404,358 x 100 % = 2,397,294,692,243 99,85 % Ini berarti pada tahun 2012 P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor memperoleh keuntungan Rp0,9985 setiap penjualan Rp1 dengan sistem konvensional,. Perhitungan net profit margin listrik prabayar adalah Net profit margin = 137,087,667,026 x 100 % 137,305,468,532 = 99,84 % Hasil penghitungan net profit margin listrik prabayar pada tahun 2012 menjelaskan bahwa P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor memperoleh keuntungan Rp0,9984 setiap menjual listrik Rp1 dengan sistem prabayar, Dapat disimpulkan bahwa profitabilitas listrik konvensional lebih besar dari profitabilitas listrik prabayar pada P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor di Tahun 2012. Dengan menggunakan analisis deskriptif yang sama dilakukan perhitungan total penjualan listrik konvensional dan prabayar untuk tahun 2013. Untuk menghitung nilai sales (penjualan) listrik konvensional adalah dengan menjumlahkan biaya beban, biaya pemakaian listrik dan biaya KVARH. Tabel 22. Perhitungan tarif tenaga listrik konvensional tahun 2013 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Biaya Beban (Rp) 5,530,519,588 5,534,983,232 5,955,239,104 5,161,532,420 5,586,436,907 5,582,787,086 5,592,184,965 5,574,897,820 5,563,777,247 5,570,204,003 5,573,806,574 5,556,495,353 Biaya Pemakaian (Rp) 213,858,255,929 199,434,038,954 297,205,363,705 150,560,330,358 232,308,042,949 230,635,131,095 239,779,324,369 223,037,092,648 246,478,555,676 252,273,624,863 247,469,198,598 257,658,604,906 Penjualan Listrik Konvensional (Rp) 219,388,775,517 204,969,022,186 303,160,602,809 155,721,862,778 237,894,479,856 236,217,918,181 245,371,509,334 228,611,990,468 252,042,332,923 257,843,828,866 253,043,005,172 263,215,100,259 Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014. Sedangkan untuk menghitung nilai sales (penjualan) listrik prabayar adalah dengan menghitum biaya pemakaian listrik saja. Setelah mendapat hasil 71 penjualan listrik konvensional dari hasil penjumlahan biaya beban dan biaya pemakaian. Tabel 23.Perhitungan tarif KVARH tenaga listrik konvensional tahun 2013 Biaya KVARH (Rp) Januari 219,388,775,517 353,342,333 Februari 204,969,022,186 296,422,974 Maret 303,160,602,809 358,231,542 April 155,721,862,778 355,205,434 Mei 237,894,479,856 477,983,578 Juni 236,217,918,181 483,937,485 Juli 245,371,509,334 1,248,097,888 Agustus 228,611,990,468 372,528,399 September 252,042,332,923 478,052,248 Oktober 257,843,828,866 431,406,748 November 253,043,005,172 513,367,325 Desember 263,215,100,259 590,322,554 Total Penjualan Listrik Konvensional Bulan Penjualan Listrik Konvensional (Rp) 219,742,117,850 205,265,445,160 303,518,834,351 156,077,068,212 238,372,463,434 236,701,855,666 246,619,607,222 228,984,518,867 252,520,385,171 258,275,235,614 253,043,005,172 263,805,422,813 2,862,925,959,532 TTL Konvensional (Rp) Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014. Selanjutnya dilakukan penjumlah penjualan listrik konvensional dengan Biaya KVARH (Kilo Volt Ampere Reactive Hour) setiap bulannya, Biaya KVARH adalah biaya pemakaian listrik yang tidak terukur di kWH meter, dan biaya tersebut biasanya dikenakan bagi pelanggan daya besar. Perhitungan nilai penjualan tenaga listrik konvensional dengan menggunakan metode deskriptif, dapat dilihat pada tabel 22. Sedangkan untuk rekapitulasi hasil penjualan listrik konvensional ditambah dengan Biaya KVARH dapat dilihat pada tabel 23. Untuk pelanggan listrik prabayar P.T. PLN tidak mengenakan biaya beban atau abodemen dan biaya KVARH (Kilo Volt Ampere Reactive Hour). Berarti penjualan tenaga listrik prabayar merupakan total penjualan listrik prabayar. Kemudian, dilakukan pengambilan data laba/rugi hasil operasi perusahaan penjualan listrik konvensional tahun 2013 sebesar Rp2,862,925,959,532 dan laba/rugi untuk penjualan listrik prabayar tahun 2013 sebesar Rp229,545,119,547. Data ini bersumber dari laporan laba rugi P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. Rekapitulasi penjualan listrik prabayar dapat dilihat pada tabel 24. Salahsatu tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kondisi keuangan berdasarkan analisis profitabilitas dengan menggunakan salahsatu rasio margin laba bersih net profit margin dengan rumus (20) kalkulasi net profit margin. Perhitungan net profit margin listrik konvensional tahun 2013 adalah Net profit margin = 3,078,257,410,577 x 100 % = 2,862,925,959,532 107, 52 % 72 Ini berarti pada tahun 2013 P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor memperoleh keuntungan Rp1,0752 setiap penjualan Rp1 dengan sistem konvensional. Perhitungan net profit margin listrik prabayar tahun 2013 adalah Net profit margin = 229,223,599,088 x 100 % 229,545,199,547 = 99,86 % Tabel 24. Rekapitulasi penjualan listrik prabayar tahun 2013 Januari TTL Listrik Prabayar (Rp) 17,811,332,981 Biaya KVARH (Rp) 0 Penjualan Listrik Prabayar (Rp) 17,811,332,981 Februari 10,900,506,691 0 10,900,506,691 Maret 16,471,559,661 0 16,471,559,661 April 17,394,286,480 0 17,394,286,480 Mei 18,557,482,834 0 18,557,482,834 Juni 18,647,691,324 0 18,647,691,324 Juli 19,495,364,914 0 19,495,364,914 Agustus 19,839,899,120 0 19,839,899,120 September 21,089,034,512 0 21,089,034,512 Oktober 22,688,317,483 0 22,688,317,483 November 22,558,514,666 0 22,558,514,666 Desember 24,091,208,881 0 24,091,208,881 Bulan Total Penjualan Listrik Prabayar 229,545,199,547 Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014. Hasil perhitungan net profit margin listrik prabayar diatas menjelaskan pada tahun 2013 P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor memperoleh keuntungan Rp0,9986 setiap menjual listrik Rp1 dengan sistem prabayar, Berdasarkan perhitungan diatas bisa dikatakan bahwa di tahun 2013 profitabilitas listrik konvensional masih lebih tinggi dari listrik prabayar.Untuk mengetahui profitabilitas yang didapat oleh P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor tahun 2012 sampai 2013 dilakukanlah analisis deskriptif. Perbandingan persentase net profit margin rata-rata listrik prabayar dan konvensional tahun 2012 dan 2013 dijelaskan oleh tabel 25. Tabel 25. Perbandingan persentase net profit margin rata-rata listrik prabayar P.T.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Bogor Sistem Listrik Prabayar (Rp) 2012 0,9984 2013 0,9986 Rata-Rata 0,9985 Listrik Konvensional (Rp) 0,9985 1,0752 1,03685 Sumber : Diolah dari P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2014. 73 Berdasarkan hasil perhitungan diatas bisa disimpulkan bahwa listrik konvensional memiliki profit lebih tinggi dibandingkan dengan listrik prabayar pada P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor di Tahun 2012 sampai 2013. Setiap penjualan Rp1 listrik konvensional oleh P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor menghasilkan Rp1,03685,Sedangkan untuk listrik prabayar untuk penjualan setiap Rp1 hanya menghasilkan Rp0,9985. Setiap badan usaha dengan resiko besar dalam melakukan aktifitas bisnisnya akan mendapatkan keuntungan besar juga, begitupula sebaliknya badan usaha dengan resiko kecil dalam melakukan aktifitas bisnisnya akan mendapatkan keuntungan yang kecil pula. Oleh karena itu bisa disimpulkan berdasarkan perhitungan net profit margin bagi P.T. PLN resiko listrik prabayar lebih kecil dibanding listrik konvensional. Manfaat mengetahui profitabilitas bagi P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor adalah sebagai salahsatu evaluasi pengelolaan badan usaha dan kebijakan yang dikeluarkan, Selain itu profitabilitas juga mempunyai manfaat penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan prospek kebijakan-kebijakan yang dibuat badan usaha. Analisis Hasil Regresi Hasil regresi linear berganda (Lampiran 4) yang didapat adalah sebagai berikut. Tabel 26. Hasil regresi linear berganda faktor yang memengaruhi permintaan listrik prabayar Variabel Konstanta Pendapatan Keluarga Jumlah Anggota keluarga Jumlah Alat Listrik Pendidikan Kepala Keluarga Luas Bangunan Rumah Jenis Pekerjaan Sumber : lampiran 4. Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 7.017.308 1.234.008 5.686.599 0.0000 0.141180 0.085200 1.657.037 0.1009 - 0.146358 0.146691 -0.997733 0.3210 0.559236 0.136366 4.100.996 0.0001 0.322279 0.208845 1.543.151 0.1262 0.249763 0.108893 2.293.667 0.0241 - 0.148620 0.187250 -0.793699 0.4294 74 Dari tabel 25 diatas maka dapat dibuat persamaan : Ln PELRTPB = 7,017308 + 0,141180LnPEKE – 0,146358LnJUMANG + 0,559236LnJUMALIS + 0,322279LnTINGPEN + 0,249763 LnLUBANG – 0,148620 JENPEK+ µ Uji Asumsi Klasik Untuk melihat apakah hasil estimasi sudah memenuhi asumsi dasar linier klasik atau belum (terpenuhinya asumsi-asumsi estimator OLS dari koefisienkoefisien regresi adalah BLUE (Best Linear Unbias Estimator)), dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri atas uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas. Uji Multikolinearitas Gujarati mengatakan bahwa Multikolinieritas adalah suatu kondisi dimana terjadi korelasi yang kuat diantara variabel-variabel bebas (X) yang diikutsertakan dalam pembentukan model regresi linear. Untuk mendeteksi multikolinearitas dengan menggunakan Eviews-6,0 dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel bebas (Correlation Matrix). Pada lampiran 5 Correlation Matrix Independent Variable menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada model persamaan, karena semua variabel bebas memiliki korelasi yang lemah di bawah 0,80. Berarti tidak terdapat multikolinearitas pada model ini. Uji Heteroskedasitas Heteroskedasitas merupakan keadaan dimana varians dari setiap gangguan tidak konstan, Uji heteroskedasitas dapat dilakukan dengan menggunakan White Heteroskedasticity yang tersedia dalam program Eviews 6,0. Dari hasil uji heterskodesitas dengan menggunakan uji white test (cross term), tidak terdapat adanya penyakit asumsi klasik heteroskedasitas (Lampiran 6). Kesimpulannya adalah dengan tingkat keyakinan 95%, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi. Uji Normalitas Uji normalitas adalah suatu asumsi untuk menguji normal atau tidaknya faktor penggangu dalam suatu penelitian, uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan Jarque-Bera Test (J-B test). Berdasarkan hasil estimasi dengan uji JB-test ditemukan bahwa besarnya nilai Jarque-Bera normality test statistics adalah 0,285831. Kemudian dibandingkan dengan nilai X2 tabel untuk df = 94 dan α = 5 % bernilai 117,63165, maka diperoleh nilai (JB-test = 0,285831 < X2 tabel = 117,63165). Maka faktor pengganggu atau residual berdistribusi normal. Dari hasil estimasi juga diperoleh nilai prob JB-test = 0,866827 atau lebih besar dari nilai α = 0,05 ( prob JB-test = 0,866827 > α = 0,05). Dengan demikian berarti residual terdistribusi normal (Lampiran 7). 75 14 13 12 1.2 11 0.8 0.4 10 0.0 -0.4 -0.8 -1.2 10 20 30 40 Residual 50 60 Actual 70 80 90 100 Fitted Gambar 11 Uji Heteroksedastisidas Model (Lampiran 6) Uji Statistik Koefisien Determinasi (R2) Dari hasil regresi pengaruh variabel pendapatan keluarga, luas bangunan rumah, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, pendidikan dan jenis pekerjaan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga (PELRTPB) diperoleh nilai R2 sebesar 0,411158 (Lampiran 4). Ini menunjukkan bahwa 41,11 dari variasi perubahan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga (PELRTPB) mampu dijelaskan secara serentak oleh variabel-variabel pendapatan keluarga (PEKE), jumlah anggota keluarga (JUMANG), , jumlah alat yang menggunakan listrik (JURNALIS), tingkat pendidikan (TINGPEN), luas bangunan rumah (LUBANG) dan jenis pekerjaan (JENPEK). Sedangkan sisanya yaitu sebesar 58,89 dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang belum dimasukkan dalam model sehingga R2 sebesar 0,41158 dinyatakan bahwa model valid. Tidak ada ukuran yang pasti berapa besarnya R2 untuk mengatakan bahwa suatu pilihan variabel sudah tepat, Jika R2 semakin besar atau mendekati 1, maka model makin tepat. Untuk data survei yang berarti bersifat cross section, data yang diperoleh dari banyak responden pada waktu yang sama, maka nilai R2 = 0,2 atau 0,3 sudah cukup baik, Semakin besar n (ukuran sampel) maka nilai R2 cenderung makin kecil. Sebaliknya dalam data runtun waktu (time series) dimana peneliti mengamati hubungan dari beberapa variabel pada satu unit analisis (perusahaan atau negara) pada beberapa tahun maka R2 cenderung besar, Hal ini disebabkan 76 variasi data yang lebih kecil pada data runtun waktu yang terdiri dari satu unit analisis saja. Pengujian Signifikansi Paremeter Individual (Uji-t) Hasil regresi pengaruh variabel pendapatan keluarga,jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, pendidikan, luas bangunan rumah dan jenis pekerjaan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor dijelaskan oleh Lampiran 8. Untuk uji-t statistik masing-masing variabel akan dijelaskan dibawah ini : 1. Uji-t statistik variabel jumlah pendapatan keluarga Pendapatan tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor (Lampiran 8). 2. Uji-t statistik variabel jumlah anggota keluarga Variabel jumlah anggota keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor (Lampiran 8). 3. Uji-t statistik variabel jumlah alat yang menggunakan listrik Hubungan variabel jumlah alat yang menggunakan listrik dan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga adalah signifikan (Lampiran 8). 4. Uji-t statistik variabel tingkat pendidikan kepala keluarga Variabel pendidikan kepala keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor (Lampiran 8). 5. Uji-t statistik variabel luas bangunan rumah Hubungan variabel luas bangunan rumah dan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga adalah signifikan (Lampiran 8). 6. Uji-t statistik variabel jenis pekerjaan kepala keluarga Jenis pekerjaan tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor (Lampiran 8). Pengujian Signifikan Simultan (Uji-f) Dari hasil regresi pengaruh variabel pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, pendidikan terakhir kepala rumahtangga, luas bangunan rumah dan jenis pekerjaan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga, diperoleh f statistik /f hitung sebesar 10,82283 sedangkan f tabel sebesar 2,31127, Sehingga, f statistik > f tabel (10,82283 >2,31127) yang berarti bahwa variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Lampiran 4). Interpretasi Hasil Regresi Berdasarkan hasil estimasi dan pengujian asumsi klasik yang telah dilakukan ternyata hasil estimasi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga tidak terdapat multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas sehingga hasil dari pengujian tersebut dapat diaplikasikan lebih lanjut. 77 Penggunaan metode Ordinary Least Square (OLS), diperoleh nilai koefisien masing-masingvariabel pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, pendidikan kepala keluarga, luas rumah, dan jenis pekerjaan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor (Lampiran 4). Konstanta atau Intersep Berdasarkan hasil estimasi data dalam model regresi (Lampiran 4), terdapat nilai konstanta sebesar 7,017308 yang bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa, tingkat nilai rata-rata perkembangan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga berkecenderungan naik ketika variabel penjelas tetap, Untuk interpretasi hasil regresi variabel bebas, akan dijelaskan di bawah ini : 1) Pendapatan Keluarga (PEKE) Berdasarkan hasil regresi, pendapatan keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga yang berarti tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel pendapatan keluarga berpengaruh signifikan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Hal ini mungkin dikarenakan sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat kelas menengah keatas. Karena sampel yang diambil masyarakat kelas menengah kebawah maka diduga berlaku hukum angel dimana rumahtangga lebih mengutamakan permintaan akan barang pangan dibanding non pangan (listrik). 2) Jumlah Anggota Keluarga (JUMANG) Jumlah anggota keluarga yang merupakan anggota keluarga yang menjadi tanggungan dalam suatu rumahtangga tidak signifikan berpengaruh terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Ini sesuai dengan teori oleh Maddigan et al (1983) bahwa pada umumnya, tanda koefisien dari tiap-tiap karakteristik rumahtangga bisa positif atau negatif. Banyak sedikitnya jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap besar kecilnya permintaan listrik rumahtangga. Diduga ini terjadi karena intensitas pemakaian listrik dalam rumah oleh sample penelitian pada work hour lebih kecil, karena aktivitas anggota keluarga melakukan rutinitas diluar rumah (out door) seperti kerja dikantor atau sekolah, pada pagi hingga sore hari. Sedangkan di rumah pada malam hari cenderung waktu dihabiskan untuk beristirahat. 3) Jumlah Alat yang Menggunakan Listrik (JURNALIS) Hasil penelitian ini untuk variabel jumlah alat yang menggunakan listrik, yaitu jumlah alat yang menggunakan listrik berpengaruh dan signifikan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Nilai koefisien untuk variabel jumlah alat yang menggunakan listrik adalah 0,559236 yang berarti ketika jumlah alat yang menggunakan listrik mengalami peningkatan sebesar 1%, maka permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga akan mengalami peningkatan sebesar 0,559236 % ( asumsi variabel lain tetap), Begitupula sebaliknya. 78 Hal ini sesuai dengan Maddigan et al (1983) bahwa besarnya konsumsi listrik itu tergantung pada banyaknya alat listrik yang digunakan. Hasil penelitian yang sama juga didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2004) mengenai Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Besar Kecilnya Permintaan Konsumen Terhadap Listrik di Desa Sidoarum, Daerah Istimewa Yogyakarta, Penelitian Zulhamsyah menjelaskan bahwa faktor kepemilikan barang-barang elektronik berpengaruh dan signifikan. Hal ini mengakibatkan apabila suatu rumahtangga memiliki lebih banyak barang-barang elektronik maka akan menaikkan permintaan listrik. Sebagai ilustrasi ekonomi dalam kehidupan sehari-hari adalah jika rumahtangga memiliki 10 alat yang menggunakan listrik dan biasa mengeluarkan biaya listrik prabayar perbulannya Rp.100.000. Maka, ketika rumahtangga tersebut membeli 2 alat yang menggunakan listrik, keluarga tersebut diestimasi akan mengeluarkan biaya listrik Rp.101.120 perbulannya. 4) Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga (TINGPEN) Penelitian oleh Triyana (2003) yaitu Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Listrik pada Rumahtangga yang menghasilkan variabel tingkat pendidikan kepala keluarga mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap permintaan listrik. Berbeda dengan hasil regresi penelitian ini, dimana tingkat pendidikan kepala keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Hal ini juga sejalan oleh Jung (1993) bahwa tidaklah relevan menyatakan bahwa karakteristik demografik misalnya pendidikan selalu berpengaruh terhadap permintaan listrik rumahtangga. 5) Luas Bangunan Rumah (LUBANG) Hasil regresi menunjukkan bahwa luas bangunan rumah berpengaruh dan signifikan terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Nilai koefisien untuk variabel luas bangunan rumah adalah 0,249763 yang berarti ketika luas bangunan rumah mengalami peningkatan sebesar 1%, maka permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga akan mengalami peningkatan sebesar 0,249763 % ( asumsi variabel lain tetap). Begitupula sebaliknya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang juga dilakukan oleh Fitriana (2008) mengenai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan konsumen terhadap listrik pada rumahtangga di Desa Nambongan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Luas bangunan rumah yang bervariasi, mendorong pemakaian listrik juga ikut bervariasi, Semakin luas suatu bangunan rumah, maka penerangan yang dibutuhkan akan semakin banyak. Sehingga tingkat pemakaian akan mendorong peningkatan permintaan listrik yang dikeluarkan rumahtangga. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diilustrasikan secara ekonomi sebagai berikut. Jika sebuah rumahtangga ingin memperluas bangunan rumah dengan membangun bangunan rumah yang tadinya berukuran 200 meter persegi menjadi 300 meter persegi, dan biasanya dalam sebulan keluarga tersebut mengeluarkan biaya listrik prabayar sebesar Rp200.000. Maka diestimasi keluarga tersebut akan mengeluarkan biaya listrik prabayar sebesar Rp224.976,3 per bulan ketika ukuran bangunan rumah 300 meter persegi. 79 6) Jenis Pekerjaan (JENPEK) Hasil regresi menunjukkan bahwa jenis pekerjaan baik tetap maupun tidak tetap tidak berpengaruh terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga, hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nababan (2008) di Kota Medan. Ini menunjukkan bahwa banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk biaya listrik oleh masyarakat didorong oleh akibat faktor-faktor lain. Apapun jenis pekerjaan kepala rumahtangga tetap taupun tidak tetap, tidak akan berpengaruh, terhadap permintaan listrik oleh rumahtangga. Content Analysis antara Listrik Prabayar dan Konvensional Setelah peneliti mengetahui salahsatu hasil penelitian yaitu profitabilitas listrik konvensional lebih tinggi 3,835 % dari listrik prabayar di tahun 2012 sampai 2013. Maka peneliti ingin mengetahui, apakah ada keuntungan listrik prabayar dibanding listrik konvensional baik bagi P.T. PLN maupun bagi masyarakat sebagai konsumen. Dengan kendala waktu dan keterjangakauan peneliti, untuk mengetahui hal ini peneliti memutuskan melakukan analisis konten untuk mengetahui keuntungan listrik prabayar dibanding listrik konvensional Analisis konten (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi yang tertulis atau tercetak dalam media massa. 95 Pelopor analisis konten adalah Harold Lasswell. Setelah mencari bahan analisis berupa berita dari media cetak dan media elektronik. Berdasarkan analisis konten yang di jelaskan oleh Lampiran keunggulan listrik prabayar dibanding listrik konvensional bagi P.T. PLN adalah 1. Mengurangi pengeluarkan biaya untuk mencatat meteran. 2. Tidak terjadi tunggakan tagihan rekening listrik pelanggan yang berakibat mengganggu keuangan P.T. PLN 3. Menghemat biaya penagihan konsumen. . 4. Menghindari terjadinya konflik antar PLN dan pelanggan serta mengurangi komplein dari pihak pelanggan pasa saat petugas salah membaca meteran listrik pascabayar. Sedangkan bagi pelanggan keunggulan listrik prabayar dibanding listrik konvensional adalah 1. Mudah mengendalikan dan menyesuaikan pemakaian listrik. 2. Tidak ada biaya keterlambatan. 3. Privacy konsumen lebih terjaga. 4. Konsumen sulit kecurian listrik. 5. Tidak ada kesalahan dalam pembacaan meteran listrik. 6. Pelanggan tidak dikenakan biaya beban atau abodemen. 7. Pelanggan bisa mengatur dan mengendalikan penggunaan daya. 8. Pelanggan tidak terkena biaya beban dan KVARH Kemudian untuk negara keunggulan listrik prabayar dibanding listrik konvensional adalah listrik prabayar tidak menggunakan dana APBN. 95 Didin S Damanhuri dalam diskusi bimbingan tesis pada tanggal 11 September 2014. 80 1. 2. 3. 4. Sedangkan kelemahan listrik prabayar adalah Pada beberapa golongan tarif misalnya tarif rumah tangga daya 450 VA dan 900 VA tarifnya lebih mahal dibandingkan listrik prabayar. Tetapi kita dapat mengakalinya dengan menggunakan peralatan listrik yang pentingpenting saja. Perlu kita ketahui juga bahwa jika pemakaian listrik Anda hampir 100% rata-rata dalam sebulan, pemakaian pulsa listrik Anda tidak akan sampai pada nilai Rp 450.000 (jika PPj lebih kurang 7%) untuk daya R1/900 VA, yang 450 VA tentu lebih sedikit lagi. Pembelian pulsa listrik tidak periodik. Bagi yang pemakaian listriknya banyak mungkin akan membeli pulsa listrik lebih dari 1 kali dalam sebulan. Tetapi yang jelas jika pemakaian listrik banyak Anda dapat membeli pulsa yang nominal besar, sebab nominal pulsa listrik tersedia hingga nilai Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). Nominal pulsa listrik yang tersedia di pasaran saat ini adalah 20.000, 25.000, 30.000, 40.000, 50.000, 75.000, 100.000, 200.000, 300.000, 400.000, 500.000, 1.000.000 dan 2.000.000. Pulsa habis (kWH habis) berarti strom habis tentu listrik mati atau padam, sehingga pelanggan listrik prabayar ada 2 (dua) kemungkinan listriknya padam yakni pemadaman dari PLN dan pulsa habis. Namun pada kWh meter prabayar jika sudah dilengkapi dengan alarm dimana jika kWH sudah menunjukkan nilai 10 kWh maka alarm pada kWH meter akan berbunyi, jika alarm berbunyi sebaiknya segera melakukan pembelian pulsa listrik prabayar. Tidak ada perbedaan tanda dari kWH meter yang menunjukan apakah listrik mati karena pemadaman listrik oleh P.T. PLN atau stroom habis. Apabila kita sudah membeli voucher isi ulang tenaga listrik akan tetapi voucher tersebut belum kita input ke meter. Kemudian kita beli lagi voucher isi ulang tenaga listrik yang lain, maka voucher isi ulang listrik yang kedua ini tidak dapat kita isikan ke meter listrik dan kita harus memanggil petugas P.T. PLN untuk menyelesaikan persoalan tersebut. 6 PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal yaitu : 1. Jumlah pelanggan listrik prabayar P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten tahun 2013 lebih sedikit dibanding pelanggan listrik konvensional, Di P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor pun sama, Pelanggan listrik prabayar berjumlah 281,879 dan listrik konvensional berjumlah 610,106. Diduga terjadi kesalahan dan ketidaktepatan metode dalam penyusunan atau pembuatan peraturan terkait kebijakan listrik prabayar. 2. Profitabilitas listrik prabayar berdasarkan perhitungan net profit margin P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor periode 2012 sampai 81 3. 2013 lebih kecil dibanding listrik konvensional. Ini berarti listrik konvensional memilik nilai profitabilitas lebih baik dibanding listrik prabayar bagi P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten area Bogor. Berdasarkan analisis konten keunggulan utama penggunaan listrik prabayar dibanding konvensional bagi konsumen adalah lebih mudah mengendalikan dan menyesuaikan pemakaian listrik. Sedangkan bagi P.T. PLN sendiri keunggulan listrik prabayar adalah dapat mengurangi tunggakan listrik konsumen. Dan bagi negara listrik prabayar memiliki keunggulan tidak menggunakan dana dari APBN. Nilai koesfisien elastisitas permintaan listrik terhadap pendapatan listrik pada penelitian ini adalah lebih besar dari nol. Berarti listrik prabayar merupakan barang normal. Tidak ada variabel yang dapat memengaruhi langsung kebijakan pihak P.T. PLN karena tidak ada variabel yang berhubungan dengan penetapan harga atau tarif listrik. Variabel demografik hanya dapat dibatasi dan dikontrol terhadap utilitas penggunaan listrik suatu rumahtangga.Untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga, variabel pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah alat yang menggunakan listrik, tingkat pendidikan kepala keluarga, luas bangunan rumah dan jenis pekerjaan kepala keluarga terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor, maka dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Untuk variabel jumlah anggota keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor..Variabel jumlah alat yang menggunakan listrik berdampak positif dan signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Penyebabnya adalah banyaknya jumlah alat pada suatu rumahtangga berbanding lurus dengan kenaikan permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga. Variabel tingkat pendidikan kepala keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Variabel luas bangunan rumah secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Variabel jenis pekerjaan kepala keluarga tidak signifikan memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga di Kota Bogor. Nilai elastisitas pendapatan adalah positif. Hal ini menunjukkan bahwa listrik prabayar adalah barang normal. Saran 1. Sebaiknya pemerintah melakukan reevaluasi program kebijakan listrik prabayar, Tujuannya agar ada perbaikan dan penyempurnaan peraturan terkait listrik prabayar serta masyarakat mengetahui informasi mengenai keunggulan dari kebijakan listrik prabayar. Berdasarkan variabel yang memengaruhi permintaan listrik prabayar, dalam melakukan pemasaran listrik prabayar seabaiknya P.T. PLN memprioritaskan rumah-rumah dengan 82 2. 3. bangunan luas dan menggunakan banyak alat listrik. Dalam hal ini P.T. PLN bisa memprioritaskan promosi ke perumahan-perumahan mewah. Agar konsumen lebih memilih, mengenal dan mengetahui program listrik prabayar sebaiknya P.T. PLN melakukan perbaikan dalam : - Distribusi Token Tempat penjualan token listrik prabayar masih sangat terbatas, sehingga menyulitkan masyarakat sebagai konsumen dalam membeli token, Karena kurangnya sosialisasi dan edukasi masih jarang ada pemilik toko voucher pulsa handphone, warung kelontong dan lain-lain untuk mau berjualan token pin. - Standarisasi P.T. PLN masih belum bisa menentukan kWH meter yang tepat dan sesuai dengan standar yang diharapkan oleh P.T. PLN, Sampai saat ini P.T. PLN masih menggunakan 5 supllier yang menangani pengadaan kWH meter prabayar, belum ada standarisasi dalam hal kWH meter prabayar masih banyak kekurangan dalam penggunaan kWH meter prabayar seperti merk gyser angka 6 dan 9 sering dikeluhkan sulit ditekan, merk actaris apabila 3 kali melakukan kesalahan pengisian token langsung meng-lock (seharusnya 10 kali), merk apabila token mencapai 10 kWH langsung meng-lock (seharusnya memberikan peringatan bahwa token hampir habis). - Katibrasi Standar nasional Indonesia belum dapat menemukan alat yang dapat menghitung masukan dan keluaran listrik (katibrasi) dengan tepat, kWH Meter yang beredar masih menyisakan perbedaan sekitar 0,08 watt. - Sosialisasi dan Edukasi P.T. PLN kurang melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai sistem prabayar ini,sehingga masih banyak masyarakat yang tidak mengetahuinya, Kurangnya edukasi mengenai keunggulan dari penggunaan listrik prabayar kepada masyarakat luas, sementara masyarakat masih mengganggap bahwa penggunaan listrik prabayar sangat mahal, padahal sebenarnya dengan penggunaan listrik prabayar oleh masyarakat, dapat membantu perekonomian negara khususnya dalam hal subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Adapun beberapa keterbatasan penelitian ini adalah Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus di Kota Bogor, sehingga kesimpulan hanya berlaku di Kota Bogor, Belum mengestimasi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga untuk rumahtangga yang kapasitas dayanya lebih besar (Strata R-3/R-2), Penelitian ini hanya mengestimasi sisi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga energi listrik prabayar saja belum mengestimasi sisi penawaran atau produsen (P.T. PLN). Diperlukan penelitian yang lebih lanjut dari berbagai pihak dengan menggunakan variabel-variabel lain yang memengaruhi permintaan energi listrik prabayar sektor rumahtangga seperti gaya hidup, kemajuan zaman dan lain-lain untuk memberikan perspektif lain terkait penelitian energi listrik prabayar. Perspektif ekonomi politik dirasa lebih menarik dilakukan untuk penelitipeneliti selanjutnya dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. Ketika pemerintah menargetkan tahun 2020 seluruh Indonesia menggunakan listrik prabayar, konsekuensinya pemerintah harus 83 2. mempersiapkan infrastruktur listrik prabayar dengan kuantitas yang besar, apakah ada perburuan rente dalam proses penargetan ini? P.T. PLN mengatakan bahwa listrik prabayar bisa menyehatkan keuangan perusahaan, apakah produk listrik prabayar dikeluarkan oleh P.T. PLN benar bermotif ekonomi sebagai solusi menyelesaikan masalah keuangan atau tidak? 84 DAFTAR PUSTAKA Abdullah NS. 1987. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bandung (ID): Forum Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Ekonomi Dan Koperasi Program Pendidikan Koperasi IKIP Bandung. Akmal M, David I, Stern. 2001. Residential Energy Demand in Australia : An Application of Dynamic OLS. Canberra (AUS): Australian National University. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada: http://www. een.anu.edu.au/download-files/eep.0104.pdf Anderson, KP. 1973. Residential Demand for Electricity : Econometrics Estimates for California and the United States. Journal of Business. 46(4): 526-532. [ANTARA]. 2011.Pelanggan listrik prabayar Jabar-Banten 1,02 juta .[diunduh2014Apr04]. Tersedia pada : www.antarajawabarat.com. Antaranews.com. 2014. 40.000 pelanggan PLN ke sistem prabayar. [diunduh2014Sep13]. Tersedia pada : http://40.000 Pelanggan PLN Ke Sistem Prabayar-Berita Banjarmasin-ANTARA News Banjarmasin Kalimantan Selatan.html. Bambang R. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta (ID): BPFE. [BAPEDA] Badan Pembangunan Daerah. 2014. Buku RPJMP Kota Bogor. Bogor (ID): Bapeda Kota Bogor. Barnes R, Robert G, Robert H. 1981. The Short-run Residential Demand for Electricity [ulasan].The Review of Economics and Statistics.63(4):541552. [BMI] Business Monitor International. 2012. Indonesia Power Report 2012 Includes 10 years forecast to 2021. London(GB): BMI Ltd. London. [BPS] Badan Pusat Statistik.2010. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS Kota Bogor. _____________.2011. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS Kota Bogor. _____________.2012. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS Kota Bogor. _____________.2013. Kota Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS Kota Bogor. Bungin B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya). Ed ke-1. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media-Group. Chang CK. 1984. An Econometric Model of Monthly Peak Load : Case Study for An Electric Utility System [Dissertation]. Oklahoma (USA): The University of Oklahoma. Charles SS. 1966. Electrical Machines Direct Current and Alternating Current Second Edition. Singapore (SIN): Mc Graw-Hill International Book. Culp AW. 1996. Prinsip-prinsip Konservasi Energi. Darwin S, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Damanhuri DS. 1996. Ekonomi Politik dan Pembangunan. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. _____________. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan. Bogor(ID): IPB Press. Damsgaard N. 2003. Residential Electricity Demand : Effects of Behavior, Attitudes and Interest. Stockholm(SWE): Stockholm School of 85 Economics.[diunduh2014Apr04]. Tersedia pada : http://www.damsgaard.com.files/demand.pdf. Draper N, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Ed Ke-2. Bambang S, penerjemah. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka Utama. Dedy Z. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besar Kecilnya Permintaan Listrik Kecamatan Godean [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Islam Indonesia. Detik finance.com. 2013. Ini keunggulan listrik prabayar daripada pascabayar. [diunduh2014Sep13]. Tersedia pada : http:// ini Keunggulan Listrik Prabayar daripada Pascabayar.html. Filippini M, Shonalil P. 2004. “Elasticities of Electricity Demand in Urban Indian Households”. Journal Energy Policy. 32(3):429. Gazperz V. 1997 . Management Bisnis Total. Jakarta (ID): PT. Gramedia. Guertin C, Subal C, Kumbhakar, Ananta KD. 2003. “Determining Demand for Energy Services : Investigating Income-Driven Behaviours”. Manitoba(CND) :International Institute for Sustainable Development.[diunduh2014Apr04].Tersedia pada : http://www. iisd.org/pdf/2003/energy determining-demand.pdf. Gujarati D. 1991. Ekonometrika Dasar. Jakarta (ID): Erlangga. Hafnida. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Jumlah Daya Listrik Di Kota Medan [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Harahap SS. 2004. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Fitriana H. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Konsumen Terhadap Listrik Pada Rumah Tangga (Studi Kasus Dusun Nambongan, Desa Caturharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta) [skripsi]. Yogyakarta (ID) : Universitas Islam Indonesia. Hollen D. 2001. “Economic and Electricity Demand Analysis and Comparison of the Council’s 1995 Forecast to Curent Data” [catatan penelitian]. [diunduh2014Apr04]. Tersedia pada: http://www: nw council.org/library/2001/2001-23.pdf. Joskow PL. 1998. Electricity in Transition. The Energy Journal. 19.(2):25-52. Josep K, Joni H. 2002. Kajian Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, Perdagangan Internasional, dan Foreign Investment demand. Jakarta (ID) : Universitas Indonesia. Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Jung TY. 1993. Ordered Logit Model for Residential Electricity Demand in Korea. Energy Economics Journal.15:205-209. Kabar energi. 2014. Kenaikan listrik untuk menutupi lonjakan biaya produksi akibat naiknya harga minyak. [diunduh2014Sep02]. Tersedia pada: http://www.kabarenergi.com/berita-kenaikan-listrik-untuk-menutupilonjakan-biaya-produksi-akibat-naiknya-harga-minyak.html. Kadir A. 2000. Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik. Jakarta (ID): Penerbit UI Press. Kementerian Energi Sumberdaya dan Mineral Republik Indonesia. 2014. Permen ESDM RI. No.9 Tahun 2014. Jakarta (ID): Kementrian ESDM RI. 86 _____________. 2014. Tarif Daftar Listrik pada Lampiran Permen ESDM RI. No.9 Tahun 2014. Jakarta (ID): Kementrian ESDM RI. Koutsoyiannis A. 1989. Modern Microeconomics Theory. Singapore (SIN): McGrawHill. Koran Kaltara.2014. 17 ribu pelanggan menggunakan listrik prabayar. [diunduh2014Sep13]. Tersedia pada : http://www 17 Ribu Pelanggan Gunakan Listrik Prabayar _ korankaltim.html. Langmore M, Gavin D. 2004. “Domestic Electricity Demand Elasticities, Issues for the Victorian Energy Market”. [diunduh2014Sep02]. Tersedia pada : http://www.vinnies.org.au /files /vic./domestic.pdf. Lincolin, A. 1993. Ekonomi Manajerial ( Manajemen Bisnis ). Yogyakarta (ID): BPFE. Lipsey R. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Maddigan RJ, Wen SC, Colleen GR. 1983. Rural Residential Demand for Electricity. Land Economics Journal. 59(2):150-162. Majalah Listrik Indonesia. 2014. Kilas Balik Kelistrikan 2013 : PLN Masih Harus Berbenah. [diunduh2014Apr12]. Tersedia pada : www.listrikindonesia.com. Mankiw G. 2006. Makroekonomi. Ed ke-6. Jakarta (ID): Erlangga. Mamduh MH, Abdul H. 2003. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta (ID): UPP AMP YPKN. Muhammad S. 2002. Pertumbuhan Pemakaian Energi Listrik tahun 1997 – 2002. Jakarta (ID): Lembaga Penelitian Energi Universitas Trisakti. Munawir, S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta(ID): LIBERTY. Nababan TS. 2008. Permintaan Energi Listrik Rumah Tangga (Studi Kasus Pada Pengguna Kelompok Rumah Tangga Listrik PT PLN (Persero) di Kota Medan) [disertasi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Nahata B, Alexei I, Vladimir B, Anna M. 2004. “An Application of Ramsey Model in Transition Economy : A Russian Case Study”. Louisville(USA): University of Louisville. [diunduh2014Juli04]. Tersedia pada: http://econwpa.wnstl.edu/eps/get/papers/0307.pdf. Nicholson W. 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. ___________.1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan dari Intermediate Microeconomics. Agus M, penerjemah. Jakarta (ID): Bina Rupa Aksara. Nugroho W. 1999. Power Sector Restructuring In Indonesia. Jakarta (ID): Lembaga Penelitian Energi Universitas Trisakti. Okezone.com. 2010. 13 Penyebab Utama Krisis Listrik. [diunduh2014Sep02]. Tersedia pada: http://economy.okezone.com/read/2010/03/19/320/314097/13-penyebabutama-krisis-listrik .html. Patton MQ. 1997.Utilization Focused Evaluation. London (GB) : Sage Publications. Philipson L, Lee W. 1999. Understanding Electric Utilities and De-Regulation. New York (USA) : Marcel Decker Inc. Pietrzak J, et al. 1990. Practical Program Evaluation : Examples from Child Abuse Prevention. London (GB) : Sage Publications. 87 Poskupang.com.2010. Listrik prabayar bebas sanksi pemutusan. [diunduh2014Sep13]. Tersedia pada: http://Listrik Prabayar Bebas dari Sanksi Pemutusan - Pos Kupang.html. Puji. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi keputusan Penggunaan Sistem Listrik Prabayar Sektor Rumahtangga Diwilayah Semarang Selatan. DIPONEGORO JOURNAL OF SOCIAL AND POLITIC. 1:1-9. PLN Prabayar.com. 2011. DPR dukung penggunaan listrik prabayar. [diunduh2014Sep13]. Tersedia pada : http://DPR DUKUNG PENGGUNAAN LISTRIK PRABAYAR _ PLN Prabayar.html. [P.T. PLN]. Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara. 2010. Laporan akhir tahun 2010 P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. Jakarta(ID): P.T. PLN. _____________.2012. Kebijakan Listrik Pintar.P.T. Jakarta(ID): P.T. PLN. _____________.2013.Laporan Keuangan P.T. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. Bandung (ID): P.T. PLN Distribusi Jabar dan Banten. Reiss PC, Matthew WW. 2001. “Household Electricity Demand, Revisited”.[diunduh2014Sep02].Tersedia pada: http://www.nberg.org/. Samuelson PA,William DN. 1992. Mikro Ekonomi. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Sexton RD, Terri AS. 1987. “Theoritical and Methodological Perspectives on Consumer Response to Electricity Information”. The Journal of Consumer Affairs. 21(2): 238-257. Situmorang SH, et al. 2008. Analisis Data Penelitian Menggunakan Program SPSS. Medan (ID) : USU Press. Soemarso. 2002. Akuntansi Suatu Pengantar 2. Jakarta (ID): Salemba Empat. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta. Bandung. Sukirno, S. 2003. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta (ID): PT.Raja Grafindo Persada. Sunandar. 2003. Analisa Model Permintaandan Peramalan Kebutuhan Tenaga Listrik Rumahtangga di Indonesia [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Swa.co.id. 2012. Nur Pamudji : PLN berupaya menjadi BUMN “bersih” dan Mandiri Finansial. [diunduh2014Sep13]. Tersedia pada: http://Nur Pamudji PLN Berupaya Menjadi BUMN “Bersih” dan Mandiri Finansial.html. Syamsuddin L. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan Konsep Aplikasi dalam : Perancangan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. Jakarta (ID) : PT. Grafindo Persada. Tabloid Nova. 2013. Serba-serbi listrik prabayar.[diunduh2014Apr04]. Tersedia pada: www.tabloidnova.com/serba-serbi-listrik-prabayar. Timotius DH. 2013. Dimensi ekonomi politik dan spasial konsumsi listrik dan spasial konsumsi listrik Indonesia. Jakarta (ID): Lemhanas. Todaro MP, Stephen CS. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga. Watson, Howard V, Patrick S. 2002.“Consumers Attitudes to Utility Products : A Consumer Behaviour Perspective“. Marketing Intelligence & Planning (MIP). 20(7). 88 Webiste TNI.2012. Sosialisasi Listrik Prabayar di Lanud Supadio. [diunduh2014Sep13]. Tersedia pada: http://Sosialisasi Listrik Prabayar Di Lanud Supadio _ WEBSITE TENTARA NASIONAL INDONESIA.html. Wilder RP, John FW. 1975. “Residential Demand for Electricity : A Consusmer Panel Approach”.Southern Economic Journal. 42(2). [YLKI].Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 2011. Dahlan Iskan dan revolusi listrik prabayar.[diunduh2014Apr04].Tersedia pada: http://www.ylki.or.id/dahlan-iskan-dan-revolusi-listrik-prabayar.html. Yusgiantoro P. 2000. Ekonomi Energi : Teori dan Praktek.. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES. 89 LAMPIRAN 90 Lampiran 1. KUISIONER PENELITIAN TESIS Nama Mahasiswa Tanggal : Prima Gandhi : Departemen Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB : ........ Mei 2014 • Nama / NIK : • Alamat Lengkap : • Pekerjaan Kepala Rumah Tangga (Ayah) : Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pegawai Swasta Wiraswasta/Usaha Sendiri Lainnya Ibu Jumlah anggota Keluarga : Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pegawai Swasta Wiraswasta/Usaha Sendiri Ibu Rumah Tangga Lainnya : Pendidikan Terakhir Kepala Keluarga : SD/MI/sederajat SLTP/MTs/Sederajat SLTA/SMA/Sederajat D1 D2 D3 D4/S1 Lainnya (m2) Luas Bangunan Rumah : Status Rumah : pribadi/orang lain Pendapatan Keluarga/bulan (setelah pajak) : Rp. 1. Berapakah biaya yang dikeluarkan tempat tinggal anda (rumah tangga) perbulan ? 91 2. Berapa unit jumlah barang yang menggunakan listrik di tempat tinggal anda (rumah tangga)?............., meliputi : a. Penyejuk/Pendingin : − AC (Air Conditioner) : unit. − Kulkas : unit. − Kompor Listrik : unit. − Pemanggang Roti : unit. − Rice Cooker (pemanas nasi elektrik) : unit. − Water Dispenser : unit. − Radio Tape Recorder/VCD/DVD : unit. − Televisi : unit. − Pompa Air : unit. − Mesin Cuci : unit. − Komputer : unit. − Laptop/Smartphone/tablet : unit. f. Banyaknya Lampu : bohlam. g. Lain-lain Sebutkan................................ : unit. b. Alat Dapur : c. Penghasil Gambar/Suara : d. Berhubungan dengan Air : e. Berkaitan dengan pekerjaan eksternal : 3. Apakah anda pengguna listrik pra bayar? Ya Tidak 4. Seberapa besar daya yang anda pakai dalam tempat tinggal (rumah tangga) anda ? 450 Watt 1300 Watt 3500 Watt 900 Watt 2200 Watt Lainnya 5. Pukul berapakah pemakaian listrik terbanyak pada tempat tinggal (rumah tangga) anda ? 92 6. Adakah aturan penghematan yang diberlakukan ditempat tinggal (rumah tangga) anda? Jika ada, pukul berapa sajakah diberlakukannya? 7. Adakah energi alternatif penghasil listrik yang anda gunakan selain dari PLN ? Ada/ Tidak Ada jika ada, sebutkan. 8. Masalah apa yang sering anda temui dalam pemakaian listrik ? 9. Apa saran anda terhadap P.T. PLN sebagai penyedia energi listrik prabayar di Indonesia ? KET : CORET YANG TIDAK PERLU ------------------------Terima Kasih---------------------------- 93 Lampiran 2. Rekap Data Responden Permintaan Listrik (PELRTB) (Rp/Bulan) 150000 100000 150000 200000 80000 150000 300000 150000 150000 100000 130000 80000 80000 279000 70000 150000 300000 200000 250000 120000 120000 400000 100000 550000 700000 350000 300000 150000 120000 100000 110000 60000 75000 200000 300000 250000 100000 50000 500000 150000 Jumlah Jumlah Barang Luas Pendapatan Anggota Mengunakan Pendidikan Bangunan Keluarga Keluarga Listrik Terakhir Rumah (PEKE) (JUMANG) (JUMALIS) (TINGPEN) (LUBANG) (Rp/Bulan) (Orang) (Unit) (Tahun) (m2) 3000000 5 5 16 400 2000000 5 3 12 80 3000000 5 5 16 200 3000000 5 5 12 80 1000000 2 3 12 160 4000000 4 7 16 117 5000000 6 16 16 117 700000 7 3 12 90 5000000 6 11 16 117 1500000 3 8 13 80 700000 5 6 12 80 2000000 4 4 12 90 2000000 4 14 16 90 2600000 2 8 16 111 700000 7 6 12 63 500000 5 7 12 63 5000000 5 7 12 120 5000000 7 11 13 80 4000000 6 10 16 117 3500000 4 12 16 80 1500000 5 6 16 55 4000000 6 11 16 80 8500000 6 17 12 80 5000000 5 11 16 80 6000000 4 14 16 80 3000000 3 12 16 80 6000000 4 11 16 200 3000000 5 8 14 200 3500000 4 6 16 150 5000000 7 12 13 84 8000000 10 10 16 80 1950000 7 3 9 90 650000 5 5 9 80 7500000 6 10 16 300 9000000 6 19 3 600 8000000 4 10 16 300 4000000 3 9 16 120 800000 9 2 5 60 2500000 12 22 18 600 6000000 6 10 16 135 Jenis Pekerjaan (JENPEK) 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 94 Permintaan Listrik (PELRTB) (Rp/Bulan) 100000 150000 130000 90000 100000 120000 150000 130000 80000 155000 500000 250000 300000 150000 150000 350000 200000 200000 200000 150000 200000 200000 300000 110000 120000 300000 50000 100000 200000 300000 135000 130000 200000 300000 300000 200000 40000 300000 150000 300000 747730 500000 Jumlah Jumlah Barang Luas Pendapatan Anggota Mengunakan Pendidikan Bangunan Keluarga Keluarga Listrik Terakhir Rumah (PEKE) (JUMANG) (JUMALIS) (TINGPEN) (LUBANG) (Rp/Bulan) (Orang) (Unit) (Tahun) (m2) 1000000 4 4 12 80 3000000 7 15 9 117 5000000 6 13 12 120 1300000 3 6 12 80 900000 4 4 9 80 1450000 6 10 12 55 1200000 5 13 12 80 1500000 6 9 12 117 1000000 5 5 12 55 2000000 5 10 16 195 3000000 7 13 18 600 1000000 3 12 16 90 8000000 3 10 16 72 7000000 5 9 18 160 5000000 6 6 12 90 7000000 4 10 18 90 4000000 5 7 12 90 6000000 3 11 12 90 4000000 5 10 16 90 5000000 5 6 16 90 6000000 6 11 16 160 7000000 10 17 12 105 7000000 9 12 16 120 2850000 6 6 16 90 3000000 6 11 16 168 2000000 3 9 12 90 2500000 5 7 16 112 2000000 4 9 16 112 2000000 7 8 15 120 5000000 6 10 16 156 2500000 5 9 16 170 500000 6 6 12 72 10000000 5 9 16 150 6000000 5 16 16 150 2500000 6 13 18 150 5000000 3 11 16 112 4000000 5 6 12 112 10000000 8 11 16 112 2000000 2 6 12 112 14000000 4 12 12 120 4000000 2 16 21 216 10000000 5 17 16 120 Jenis Pekerjaan (JENPEK) 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 95 Permintaan Listrik (PELRTB) (Rp/Bulan) 100000 100000 350000 280000 200000 95000 100000 100000 200000 50000 100000 125000 60000 200000 70000 150000 100000 130000 Jumlah Jumlah Barang Luas Pendapatan Anggota Mengunakan Pendidikan Bangunan Keluarga Keluarga Listrik Terakhir Rumah (PEKE) (JUMANG) (JUMALIS) (TINGPEN) (LUBANG) (Rp/Bulan) (Orang) (Unit) (Tahun) (m2) 2500000 5 9 16 90 5000000 5 10 16 90 3500000 7 15 12 150 4000000 7 7 18 70 4000000 6 10 16 96 3000000 5 14 16 80 1500000 3 4 12 120 1750000 4 6 12 150 3300000 5 11 18 120 2700000 5 7 12 72 4000000 5 10 18 90 1000000 7 7 9 90 1500000 4 7 12 120 2500000 4 6 12 198 2000000 4 7 13 150 1000000 5 9 16 120 5000000 5 10 16 90 5000000 5 8 16 90 Jenis Pekerjaan (JENPEK) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 96 Lampiran 3 Rekap Data Logaritma Natural Permintaan Pendapatan Listrik Keluarga (PELRTB) (PEKE) (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) 11.91839 14.91412 11.51293 14.50866 11.91839 14.91412 12.20607 14.91412 11.28978 13.81551 11.91839 15.2018 12.61154 15.42495 11.91839 13.45884 11.91839 15.42495 11.51293 14.22098 11.77529 13.45884 11.28978 14.50866 11.28978 14.50866 12.53897 14.77102 11.15625 13.45884 11.91839 13.12236 12.61154 15.42495 12.20607 15.42495 12.42922 15.2018 11.69525 15.06827 11.69525 14.22098 12.89922 15.2018 11.51293 15.95558 13.21767 15.42495 13.45884 15.60727 12.76569 14.91412 12.61154 15.60727 11.91839 14.91412 11.69525 15.06827 11.51293 15.42495 11.60824 15.89495 11.0021 14.48334 11.22524 13.38473 12.20607 15.83041 12.61154 16.01274 Jumlah Anggota Keluarga (JUMANG) (Orang) 1.609438 1.609438 1.609438 1.609438 0.693147 1.386294 1.791759 1.94591 1.791759 1.098612 1.609438 1.386294 1.386294 0.693147 1.94591 1.609438 1.609438 1.94591 1.791759 1.386294 1.609438 1.791759 1.791759 1.609438 1.386294 1.098612 1.386294 1.609438 1.386294 1.94591 2.302585 1.94591 1.609438 1.791759 1.791759 Jumlah Barang Mengunakan Pendidikan Listrik Terakhir (JUMALIS) (TINGPEN) (Unit) (Tahun) 1.609438 2.772589 1.098612 2.484907 1.609438 2.772589 1.609438 2.484907 1.098612 2.484907 1.94591 2.772589 2.772589 2.772589 1.098612 2.484907 2.397895 2.772589 2.079442 2.564949 1.791759 2.484907 1.386294 2.484907 2.639057 2.772589 2.079442 2.772589 1.791759 2.484907 1.94591 2.484907 1.94591 2.484907 2.397895 2.564949 2.302585 2.772589 2.484907 2.772589 1.791759 2.772589 2.397895 2.772589 2.833213 2.484907 2.397895 2.772589 2.639057 2.772589 2.484907 2.772589 2.397895 2.772589 2.079442 2.639057 1.791759 2.772589 2.484907 2.564949 2.302585 2.772589 1.098612 2.197225 1.609438 2.197225 2.302585 2.772589 2.944439 1.098612 Luas Bangunan Rumah (LUBANG) (m2) 5.991465 4.382027 5.298317 4.382027 5.075174 4.762174 4.762174 4.49981 4.762174 4.382027 4.382027 4.49981 4.49981 4.70953 4.143135 4.143135 4.787492 4.382027 4.762174 4.382027 4.007333 4.382027 4.382027 4.382027 4.382027 4.382027 5.298317 5.298317 5.010635 4.430817 4.382027 4.49981 4.382027 5.703782 6.39693 Jenis Pekerjaan (JENPEK) 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 97 Permintaan Pendapatan Listrik Keluarga (PELRTB) (PEKE) (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) 12.42922 15.89495 11.51293 15.2018 10.81978 13.59237 13.12236 14.7318 11.91839 15.60727 11.51293 13.81551 11.91839 14.91412 11.77529 15.42495 11.40756 14.07787 11.51293 13.71015 11.69525 14.18707 11.91839 13.99783 11.77529 14.22098 11.28978 13.81551 11.95118 14.50866 13.12236 14.91412 12.42922 13.81551 12.61154 15.89495 11.91839 15.76142 11.91839 15.42495 12.76569 15.76142 12.20607 15.2018 12.20607 15.60727 12.20607 15.2018 11.91839 15.42495 12.20607 15.60727 12.20607 15.76142 12.61154 15.76142 11.60824 14.86283 11.69525 14.91412 12.61154 14.50866 10.81978 14.7318 11.51293 14.50866 12.20607 14.50866 12.61154 15.42495 11.81303 14.7318 11.77529 13.12236 Jumlah Anggota Keluarga (JUMANG) (Orang) 1.386294 1.098612 2.197225 2.484907 1.791759 1.386294 1.94591 1.791759 1.098612 1.386294 1.791759 1.609438 1.791759 1.609438 1.609438 1.94591 1.098612 1.098612 1.609438 1.791759 1.386294 1.609438 1.098612 1.609438 1.609438 1.791759 2.302585 2.197225 1.791759 1.791759 1.098612 1.609438 1.386294 1.94591 1.791759 1.609438 1.791759 Jumlah Barang Mengunakan Pendidikan Listrik Terakhir (JUMALIS) (TINGPEN) (Unit) (Tahun) 2.302585 2.772589 2.197225 2.772589 0.693147 1.609438 3.091042 2.890372 2.302585 2.772589 1.386294 2.484907 2.70805 2.197225 2.564949 2.484907 1.791759 2.484907 1.386294 2.197225 2.302585 2.484907 2.564949 2.484907 2.197225 2.484907 1.609438 2.484907 2.302585 2.772589 2.564949 2.890372 2.484907 2.772589 2.302585 2.772589 2.197225 2.890372 1.791759 2.484907 2.302585 2.890372 1.94591 2.484907 2.397895 2.484907 2.302585 2.772589 1.791759 2.772589 2.397895 2.772589 2.833213 2.484907 2.484907 2.772589 1.791759 2.772589 2.397895 2.772589 2.197225 2.484907 1.94591 2.772589 2.197225 2.772589 2.079442 2.70805 2.302585 2.772589 2.197225 2.772589 1.791759 2.484907 Luas Bangunan Rumah (LUBANG) (m2) 5.703782 4.787492 4.094345 6.39693 4.905275 4.382027 4.762174 4.787492 4.382027 4.382027 4.007333 4.382027 4.762174 4.007333 5.273 6.39693 4.49981 4.276666 5.075174 4.49981 4.49981 4.49981 4.49981 4.49981 4.49981 5.075174 4.65396 4.787492 4.49981 5.123964 4.49981 4.718499 4.718499 4.787492 5.049856 5.135798 4.276666 Jenis Pekerjaan (JENPEK) 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 98 Permintaan Pendapatan Listrik Keluarga (PELRTB) (PEKE) (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) 12.20607 16.1181 12.61154 15.60727 12.61154 14.7318 12.20607 15.42495 10.59663 15.2018 12.61154 16.1181 11.91839 14.50866 12.61154 16.45457 13.5248 15.2018 13.12236 16.1181 11.51293 14.7318 11.51293 15.42495 12.76569 15.06827 12.54254 15.2018 12.20607 15.2018 11.46163 14.91412 11.51293 14.22098 11.51293 14.37513 12.20607 15.00943 10.81978 14.80876 11.51293 15.2018 11.73607 13.81551 11.0021 14.22098 12.20607 14.7318 11.15625 14.50866 11.91839 13.81551 11.51293 15.42495 11.77529 15.42495 Jumlah Anggota Keluarga (JUMANG) (Orang) 1.609438 1.609438 1.791759 1.098612 1.609438 2.079442 0.693147 1.386294 0.693147 1.609438 1.609438 1.609438 1.94591 1.94591 1.791759 1.609438 1.098612 1.386294 1.609438 1.609438 1.609438 1.94591 1.386294 1.386294 1.386294 1.609438 1.609438 1.609438 Jumlah Barang Mengunakan Pendidikan Listrik Terakhir (JUMALIS) (TINGPEN) (Unit) (Tahun) 2.197225 2.772589 2.772589 2.772589 2.564949 2.890372 2.397895 2.772589 1.791759 2.484907 2.397895 2.772589 1.791759 2.484907 2.484907 2.484907 2.772589 3.044522 2.833213 2.772589 2.197225 2.772589 2.302585 2.772589 2.70805 2.484907 1.94591 2.890372 2.302585 2.772589 2.639057 2.772589 1.386294 2.484907 1.791759 2.484907 2.397895 2.890372 1.94591 2.484907 2.302585 2.890372 1.94591 2.197225 1.94591 2.484907 1.791759 2.484907 1.94591 2.564949 2.197225 2.772589 2.302585 2.772589 2.079442 2.772589 Luas Bangunan Rumah (LUBANG) (m2) 5.010635 5.010635 5.010635 4.718499 4.718499 4.718499 4.718499 4.787492 5.375278 4.787492 4.49981 4.49981 5.010635 4.248495 4.564348 4.382027 4.787492 5.010635 4.787492 4.276666 4.49981 4.49981 4.787492 5.288267 5.010635 4.787492 4.49981 4.49981 Jenis Pekerjaan (JENPEK) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 99 Lampiran 4 Hasil OLS dengan Eviews 6.0 Dependent Variable: PELRTPB Method: Least Squares Date: 09/13/14 Time: 18:45 Sample: 1 100 Included observations: 100 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 7.017308 1.234008 5.686599 0.0000 PEKE 0.141180 0.085200 1.657037 0.1009 JUMANG -0.146358 0.146691 -0.997733 0.3210 JUMALIS 0.559236 0.136366 4.100996 0.0001 TINGPEN 0.322279 0.208845 1.543151 0.1262 LUBANG 0.249763 0.108893 2.293667 0.0241 JENPEK -0.148620 0.187250 -0.793699 0.4294 R-squared 0.411158 Mean dependent var 11.98010 Adjusted R-squared 0.373168 S.D. dependent var 0.601657 S.E. of regression 0.476348 Akaike info criterion 1.422093 Sum squared resid 21.10239 Schwarz criterion 1.604455 Hannan-Quinn criter. 1.495898 Durbin-Watson stat 1.953896 Log likelihood -64.10466 F-statistic 10.82283 Prob(F-statistic) 0.000000 100 Lampiran 5 Correlation Matrix Independent Variabel Obs PEKE JUMANG JUMALIS TINGPEN LUBANG JENPEK PEKE 1.000000 0.117145 0.570320 0.300750 0.301399 0.535655 JUMANG 0.117145 1.000000 0.153233 -0.120513 0.062844 -0.028238 JUMALIS 0.570320 0.153233 1.000000 0.326312 0.296500 0.456249 TINGPEN 0.300750 -0.120513 0.326312 1.000000 0.064749 0.407901 LUBANG 0.301399 0.062844 0.296500 0.064749 1.000000 0.270712 JENPEK 0.535655 -0.028238 0.456249 0.407901 0.270712 1.000000 101 Lampiran 6 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 1.034811 26.93064 21.16626 Prob. F(26,73) Prob. Chi-Square(26) Prob. Chi-Square(26) 0.4377 0.4130 0.7333 102 Lampiran 7. JB-Test 12 Series: Residuals Sample 1 100 Observations 100 10 8 6 4 2 0 -1.0 -0.5 -0.0 0.5 1.0 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 1.29e-15 0.001197 1.125732 -1.164052 0.461688 -0.093906 2.817446 Jarque-Bera Probability 0.285831 0.866827 103 Lampiran 8. Hasil Uji t Statistik Variabel Variabel PEKE JUMANG JURNALIS TINGPEN LUBANG JENPEK t-hitung 1,657,037 -0,997733 4,100,996 1,543,151 2,293,667 -0,793699 t-tabel 1,985,523 1,985,523 1,985,523 1,985,523 1,985,523 1,985,523 Keterangan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 21 April 1986 dari Ayah Drs.H. Edison Muchtar dan Ibu Hj. Yenita, SPd, MSi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus SMA Negeri 3 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa program sarjana di IPB, penulis terlibat aktif dalam organisasi antara lain Ketua Advokasi DPM TPB IPB periode 2004-2005, Ketua Umum HMI Komisariat Pertanian periode 2008-2009, Ketua PSDM Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi Pertanian (Miseta) 2007-2008, Sekretaris Umum HMI Cabang Bogor periode 2011-2012, Wasekjen KNPI Kabupaten Bogor periode 2009-2013, Wasekjen PB HMI (2012-2014) dan aktif dalam beberapa kelompok diskusi. Pada tahun 2010 penulis diterima di Program Studi Magister Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana IPB. Sejak tahun 2010, penulis bekerja dibeberapa konsultan manajemen, pertanian dan energi. Penulis juga aktif di Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forum Wacana) IPB. Selama mengikuti program magister pascasarjana, penulis aktif dalam organisasi LSM di bidang ekonomi dan pembangunan, cukup aktif menulis di media massa seperti Radar Bogor, Radar Depok, Seputar Indonesia, Republika, Media Indonesia dan Kompas serta aktif dalam beberapa forum diskusi lokal dan nasional.