bab i pendahuluan - Digital Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Alasan pemilihan judul Penegakan Hukum Humaniter Internasional oleh
ICRC (International Committee of The Red Cross ) dalam Konflik Bersenjata
Palestina dengan Israel, yaitu ingin mengulas serta meneliti lebih jauh tentang masih
relevansi Hukum Humaniter Internasional (HHI) sebagai hukum yang mengatur
peperangan atau konflik bersenjata. Terkait dengan meneliti tentang relevansi Hukum
Humaniter Internasional, disini juga memasukkan ICRC sebagai lembaga
Independent Internasional yang menjadi promotor Hukum Humaniter Internasional di
daerah yang terjadi konflik bersenjata seperti di Palestina dan Israel. Upaya
penegakan ini dilakukan oleh ICRC karena telah banyak terjadi pelanggaran perang
maupun kejahatan perang yang terjadi selama ini terlebih pada konflik Palestina
dengan Israel yang sudah terjadi lebih dari 45 tahun. Penegakan Hukum Humaniter
Internasional oleh ICRC pada konflik Palestina dengan Israel merupakan sebuah
bentuk usaha yang dilakukan ICRC untuk merelevansikan kembali keberadaan
Hukum Humaniter Internasional di setiap konflik bersenjata. Melihat fakta yang
terjadi bahwa Hukum Humaniter Internasional sudah tidak relevan dan dianggap
gagal di penjara Guantanamo pada tahun 2002 sampai 2011, seperti pada skripsi yang
ditulis oleh Tiara Dewi Utami Gunadi Mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta angkatan 2008.
Fakta pelanggaran inilah yang menjadikan penulis melakukan penelitian
terkait tentang relevansi penegakan Hukum Humaniter Internasional yang masih
ditegakkan di daerah konflik bersenjata seperti di Palestina dan Israel karena melihat
dua negara ini berkonflik sudah terlampau lama yaitu sekitar 46 tahun, yang tentunya
peran lebih banyak dari ICRC didalamnya. Tidak hanya sekedar membantu dan
menolong korban terluka pada konflik bersenjata namun juga melakukan penegakan
Hukum Humaniter Internasional pada setiap aksinya pada konflik Palestina dengan
Israel. Selain itu ICRC juga melibatkan ICC (International Criminal Court) sebagai
Mahkamah Peradilan Internasional yang menangani kasus serta pemberi sanksi
terkait pelanggaran Hukum Humaniter Internasional yang dilakukan oleh para
penjahat perang dalam konflik Palestina dan Israel. Dari sini dapat dilihat bahwa
masih relevannya Hukum Humaniter Internasional yang dilakukan oleh ICRC pada
konflik bersenjata Palestina dengan Israel.
B. Latar Belakang
Hukum Humaniter Internasional atau biasa dikenal dengan Hukum Perang
merupakan hasil implementasi dari Konvesi Jenewa tahun 1949. Pada Hukum
Humaniter Internasional kemudian diatur beberapa hal, baik filososfis maupun teknis
dalam aturan dasar HHI, meliputi :
2
Ensure human treatment to persons not taking part in hostilities. Do not kill or injure
protected persons. Collect and care wounded and sick. Respect lives and dignity of
captured combatant and detained civilians. Choice of means and methods of
warefarein not unlimited.1
Ada 8 prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional, selanjutnya disebut
HHI, yaitu meliputi prinsip : 1) Kemanusiaan; 2) Kepentingan (Necessity);
3) Proporsional (Proportionality); 4) Pembedaan (Distinction); 5) Prohibition of
causing Unnecessary (Larangan menyebabkan penderitaan yang tidak seharusnya);
6) Ketentuan minimal HHI; 7) Pemisahan antara Ius Ad Bellum dan Ius In Bello; dan
8) Tanggung jawab dalam pelaksanaan dan penegakan HHI2.
Hukum Humaniter Internasional yang pertama digagas oleh Henry Dunant
atau biasa dikenal sebagai “Bapak Palang Merah Dunia” dan diyakini sebagai perintis
HHI. Diwujudkan dalam karyanya “Kenangan dari Solferino (A Memory of
Solferino)3”, dimana dia melihat banyaknya korban perang Solferino, baik militer
maupun sipil tergeletak tak berdaya tanpa pertolongan. Hal ini menjadikan kepedihan
yang mendalam sehingga menjadi peristiwa tergagasnya suatu Komite Internasional
yang fokus dalam penyelamatan para korban perang baik sipil maupun militer yang
kemudian disebut sebagai combatant dan non-combatant. Sejarah lahirnya ICRC
(International Committee of Red Cross) yang pada mulanya hanya berfokus pada
1
ICRC,HukumHumaniterInternasionalMenjawabPertanyaanAnd,2008,hlm.4.
Ambarwati,dkk,HukumHumaniterInternasionaldalamStudiHubunganInternasional,(Jakarta:
RajawaliPress,2010)hlm.41Ͳ52.
3
ICRC,hlm.8.
2
3
sektor kemanusiaan untuk merawat para korban perang yang terluka selama dan
sesudah perang berlangsung. HHI yang juga dikenal sebagai hukum konflik
bersenjata atau hukum perang merupakan sekumpulan aturan yang berlaku dalam
masa perang untuk memberikan perlindungan bagi orang atau pihak yang tidak ikut
serta dalam permusuhan yang terjadi.
Pengertian HHI menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah : “Bagian dari
hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan
dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang
menyangkut cara melakukan perang itu sendiri”,4 beliau juga memberikan pembagian
hukum perang menjadi :
1. Jus ad Bellum (hukum tentang perang);
Mengatur dalam hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan
senjata.
2. Jus in Bello (hukum yang berlaku dalam perang);
Hukum ini dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Yang mengatur cara dilakukannya perang (Conduct of War). Bagian ini
lazimnya disebut “Hague Laws”.
b. Yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang, ini
lazimnya disebut “Geneva Laws”.
4
MohtarKusumaatmadja,HukumInternasionalHumaniterdalamPelaksanaandanPenerapannyadi
Indonesia,1980.hlm.5.
4
Masalah lain yang perlu pula ditegaskan dalam studi ini adalah mengenai
tujuan hukum perang. Pada U.S Army Field Manual of the law of Landwarefare,
dijelaskan beberapa tujuan, yaitu :
1. Melindungi, baik kombatan maupun non-kombatan dari penderitaan yang tidak
perlu;
2. Menjamin hal-hak asasi tertentu dari orang yang jatuh ketangan musuh;
3. Memungkinkan di kembalikannya perdamaian;
4. Membatasi kekuasaan pihak perang.
Hukum Humaniter menurut Menurut Jean Pictet :
“International humanitarian law in the wide sense is constitutional legal promosion,
whether written and customary, ensuring respect for individual and his well being”.5
Adapun Hukum Humaniter menurut Geza Herzegh dirumuskan bahwa Hukum
Humaniter Internasional sebagai berikut : “Part of the rules of public international
law which serve as the protection of individuals in time of armed conflict. Its place is
beside the norm of warfare it is closely related to them but must be clearly distinguish
from these its purpose and spirit being different”.6
Seperti paparan Hukum Perang yang dijelaskan oleh para ahli bahwa secara
umum diketahui HHI modern sebagai bagian atau cabang dari hukum internasional
publik, mulai diformulasikan pada tahun 1864 dalam Konvensi Jenewa - tentang
5
Pictet,ThePrinciplesofInternationalHumanitarianLaw,dalamHaryomataram,hlm.15.
GezeHerzegh,RecentProblemofInternationalHumanitarianLaw,hlm.17.
6
5
perawatan terhadap orang-orang angkatan bersenjata yang terluka di medan perang
(selanjutnya disebut Konvensi Jenewa 1864).
Sedangkan sengketa bersenjata, atau biasa dikenal sebagai perang oleh
masyarakat awam menjadi obyek pengaturan HHI. Sengketa bersenjata internasional
dalam pandangan HHI merupakan sebuah kondisi yang melibatkan 2 negara atau
lebih, baik sebagai perang yang diumumkan maupun apabila pernyataan tersebut
tidak diakui oleh salah satu dari mereka. Dalam pasal 2 Konvensi Jenewa disebutkan
bahwa penggunaan padanan sengketa bersenjata untuk mengurangi argumentasi bagi
negara yang menolak dinyatakan tengah melangsungkan perang. Sengketa bersenjata
internasional dinyatakan dalam ketentuan yang bersamaan dari Pasal 2 pada Konvensi
Jenewa 1949 sebagai sengketa bersenjata yang melibatkan 2 negara atau lebih, baik
sebagai perang yang diumumkan maupun apabila pernyataan perang tersebut adalah
tidak diakui oleh salah satu pihak.
Penggunaan istilah sengketa bersenjata, dalam ketentuan tersebut berguna
untuk mengurangi kemungkinan argumentasi bagi negara yang berkeinginan menolak
pemberlakuan HHI dengan alasan tindakan yang dilakukan belum termasuk dalam
tindakan perang, sebab rumusan dalam Pasal 2 Konvensi tersebut menunjukkan,
setiap perbedaan yang akan muncul antara dua negara dan menyebabkan intervensi
angkatan bersenjata adalah sengketa bersenjata, sekalipun salah satu pihak tidak
mengakui keberadaan keadaan perang. Pihak dalam peperangan adalah khusus
6
negara, suatu pertikaian antar individu, antar perkumpulan, antar individu disatu
pihak dan suatu negara dilain pihak tidak mempunyai sifat sebagai suatu peperangan.7
Maka implementasi HHI menjadi penting dan relevan dengan ICRC sebagai
promotor dalam upayanya meminimalisir dampak konflik bersenjata atau membuat
perang menjadi humanis menggunakan prinsip-prinsip HHI didalamnya. Seperti
halnya dengan prinsip HHI, ICRC sendiri juga memiliki 7 prinsip dasar dalam
menjalankan misinya yang telah disetujui oleh konferensi Internasional dan Bulan
Sabit Merah ke-20 di Wina Austria, yaitu : a. kemanusiaan; b. ketidak berpihakan
(dalam membantu korban); c. kesukarelaan; d. kemandirian; e. kenetralan;
f. kesatuan dan g. kesemestaan. Selanjutnya 7 prinsip ini wajib dipatuhi oleh ICRC8.
Dalam perkembangannya impelemntasi prinsip-prinsip HHI yang ada di Palestina
tidak berjalan maksimal sesuai prinsip dari HHI. Berawal di tahun 1948 pada konflik
Arab-Israel ICRC mengawali debutnya pada konflik teritori tersebut, yang
selanjutnya membantu secara permanen setelah terjadi perang ditahun 1967. Dalam
hal ini ICRC mengingatkan kembali kepada Palestina dan Israel terkait Hukum
Humaniter Internasional terkait dengan konflik bersenjata antar kedua negara
tersebut, melalui hubungan bilateral dan dialog tertutup antar kedua negara. Pada
dasarnya ICRC adalah organisasi yang fokus pada perlidungan penduduk sipil dan
korban perang yang dilakukan di Palestina dan Israel, serta ICRC mendukung
kesatuan nasional kedua negara seperti Palestine Crescent Society dan Magen David
7
Ambarwati,dkk,HukumHumaniterInternasionaldalamStudiHubunganInternasional,(Jakarta:
RajawaliPress,2010),hlm.56Ͳ57.
8
KenaliICRC,hlm.9Ͳ11.
7
Adom (the Israel National Society). Selain itu mulai tahun 2007 ICRC juga
melaksanakan tugasnya menolong pencarian orang hilang serta melindungi para
tahanan perang dalam konflik tersebut. ICRC sebagai promotor HHI pada konflik
bersenjata Palestina mencoba menjembatani dialog antara kedua negara yang
berkonflik. Namun banyaknya pelanggaran perang yang dilakukan oleh Israel
terhadap Palestina terkait dengan aturan HHI. Pelanggaran yang dilakukan oleh Israel
telah banyak melanggar perjanjian yang ditanda tangani oleh Israel terkait HHI, yaitu
perjanjian Camp David yang dilakukan antara Israel-Mesir, pada tahun 1978 pasca
meninggalnya Gamal Abdul Nasser selaku pemimpin Mesir pada tahun 1970. Dalam
perjanjian ini termuat pembentukan otonomi di tepi barat jalur Gaza yang disetujui
oleh pemerintah Palestina sebagai pemerintahan. Penanda tanganan lain yang
dilakukan Israel yang terkait HHI yaitu penanda tanganan pada tahun 1993 terkait
Konvensi Penggunaan Menyeluruh Senjata Kimia (KPMSK), terkait dengan larangan
penggunaan senjata kimia, yaitu sulfur putih. Sejumlah 130 negara dunia termasuk
Israel menanda tangani perjanjian ini, karena menyangkut keberadaan Hukum
Humaniter Internasional dalam konflik bersenjata. Beberapa penanda tanganan yang
dilakukan oleh Israel terkait Hukum Humaniter Internasional, yang sampai saat ini
masih belum bisa ditaati secara baik oleh Israel.
Konflik bersenjata Palestina-Israel sudah berlangsung kurang lebih selama 46
tahun. Melalui kurun waktu yang cukup lama, ICRC melakukan aksi kemanusiaannya
dalam penegakan Hukum Humaniter Internasional. Telah diketahui bahwa konflik
bersenjata Palestina-Israel telah terjadi selama lebih dari 45 tahun, yang berawal dari
8
tahun 1967, seperti dijelaskan pada fakta serangkaian peristiwa Israel menyerang
Mesir, Yordania dan Syiria serta Isreal berhasil merebut jalur Gaza, sebagai batasan
wilayah dengan wilayah Palestina. Sebelumnya Inggris mengeluarkan deklarasi
Balfour yang menjanjikan bangsa Yahudi di Palestina untuk menghormati bangsa non
Yahudi yaitu muslim. Hal ini jauh dari kesan berhasil karena sampai sekarang masih
belum terealisasikan perdamaian tersebut.
Keterhambatan ICRC sebagai promotor Hukum Humaniter Internasional dan
International Criminal Court (ICC) sebagai Mahkamah Peradilan Interasional, yaitu
munculnya indikasi-indikasi tentang keterhambatan penegakan Hukum Humaniter
Internasional yang tercatat pada tahun 2010 Israel melakukan penyerangan ke
Palestina dengan memboikot bantuan kemanusian yang melewati jalur Gaza, serta
penyerangan yang dilakukan Israel kepada kapal Mavi Marmara saat akan
memberikan bantuan kepada Palestina. Saat itu helikopter Israel turun di atas kapal
Mavi Marmara dan tentara Israel turun dari helikopter kemudian menawan para awak
kapal, selain itu kapal perang Israel menembaki kapal Mavi Marmara. Peristiwa ini
mengakibatkan jatuhnya korban tewas termasuk seorang relawan.
Pada bulan November tahun 2012 , Israel kembali melancarkan serangannya
ke Palestina, dengan menyerang wilayah jalur Gaza yang menyebabkan Palestina
meminta bantuan kepada Dewan Keamanan PBB, untuk menghentikan serangan
Israel ke wilayah jalur Gaza. Hal ini kembali diserukan setelah Dewan Keamanan
PBB melaksanakan pertemuan darurat terkait penyerangan jalur Gaza tersebut.
Seperti dijelaskan oleh wakil PBB di Palestina sebagai pengamat Riyadh Mansour,
9
melalui suratnya kepada Dewan Keamanan PBB, yang berbunyi “Mobilisasi pasukan
pendudukan Israel di darat, termasuk menyiapkan tank-tank, kendaraan lapis baja dan
bus di dekat perbatasan Gaza menjadi penyebab keprihatinan serius dan permintaan
perhatian dari masyarakat internasional.” Adapun yang ditulis oleh Riyadh Mansour
kepada Duta India Hardeep Singh selaku presiden Dewan Keamanan (DK) PBB
menyatakan bahwa “Kami menegaskan kembali seruan untuk mendesak DK dalam
menegakkan Piagam PBB dan bertindak untuk melindungi penduduk sipil Palestina
dibawah pendudukan Israel sesuai hukum kemanusiaan internasional.” Pada hari
sebelumnya, Rabu 14 November 2012 Israel juga melancarkan serangan besarbesaran terhadap Hamas di Gaza, yang menewaskan satu komandan Hamas dan 11
warga sipil lainnya. Tercatat korban warga Palestina terkait penyerangan Israel ke
jalur Gaza hingga Jum’at 16 November 2012 berjumlah 19 orang termasuk ibu hamil.
Pembelaan sebelumnya juga dilakukan oleh Ron Prosor sebagai Duta Israel untuk
PBB terhadap serangan udara Israel ke wilayah jalur Gaza di bawah kekuasaan
Palestina terkait respon serangan roket dari arah Gaza. Dewan Keamanan PBB telah
melakukan pertemuan membahas penyerangan Israel ke jalur Gaza, namun sejauh ini
belum mengambil tindakan apapun karena Israel akan melancarkan serangan yang
lebih luas ke wilayah Palestina9.
Penegakan Hukum Humaniter dalam Tragedi Kemanusiaan seperti genosida
yang terjadi di Rwanda dan konflik Kemanusiaan yang terjadi di Yugoslavia
9
http://www.solopos.com/2012/11/16/palestinaͲkembaliͲserukanͲaksiͲpbbͲatasͲseranganͲisraelͲ
348199diaksespada16/11/201210:00PM.
10
membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa Bangsa (DK PBB) mendirikan ICTR (International Criminal Tribunal for
Rwanda) dan ICTY (International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia),
kedua badan yang didirikan oleh Dewan Keamanan PBB digunakan untuk mengadili
kejahatan internasional yang terjadi di Rwanda yaitu kejahatan genosida serta
kejahatan kemanusiaan di Yugoslavia.
Proses ini terjadi karena penyelesaian konflik di Rwanda terkait peran ICRC,
yaitu dengan kerjasama mekasnisme kuasi-yudisial (setengah hukum), yaitu sebuah
proses gacaca di Rwanda, dimana sebuah sistem alternatif keadilan transisional yang
menggunakan keadilan partisipatif dan dekat (parcipatory and proximity justice),
dimana individu-individu dari masyarakat tersebut bertindak sebagai hakim
rakyat/masyarakat, merupakan contoh dramatis dimana ICRC dipaksa bertindak
kedalam suatu tindakan penyimpanagan berbahaya. Di Rwanda ICRC terbukti tidak
menyampaikan informasi mengenai tahanan Rwanda individual ke pengadian gacaca
karena ICRC tidak ingin berhubungan dengan proses “peradilan”. Namun demikian
penyampaian informasi semacam itu mungkin telah memfasilitasi pembebasan
tahanan dari kondisi yang jelas berada dibawah standar minimum sambil membantu
mengakhiri periode penahanan yang sudah berlangsung lama, namun tidak terjadi
pemeriksaan hukum. Dalam situasi seperti ini, ICRC harus menyeimbangkan
mandatnya untuk bekerja bagi pembebasan tahanan setelah konflik dengan
kemungkinan kehilangan sebagian kredibilitas dengan memberikan informasi tentang
11
individu tertentu ke pengadilan gacaca10. Terbukti keberhasilan Hukum Humaniter
pada konflik Yugoslavia tahun 1991, yang melakukan pelanggaran hukum perang
seperti dalam Hukum Humaniter telah berhasil diselesaikan dan membawa para
penjahat perang kepada ICC untuk diproses sesuai hukum yang berlaku11. Keputusan
ini sesuai dengan putusan International Criminal Tribunal for former Yugoslavia
tahun 1993 dan disusul dengan keputusan International Criminal Tribunal for former
Rwanda pada tahun 1994, yang didalamnya dijelaskan tentang struktur sengketa
bersenjata yang berkaitan dengan kelompok atau internal yang bersifat kebanditan
bukan antar negara12.
Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh ICRC dalam mengimplementasikan
Hukum Humaniter Internasional dikonflik Palestina dan Israel, ICRC telah
melakukan berbagai usaha untuk mengimplementasikan HHI pada konflik PalestinaIsrael. Usaha-usaha yang dilakukan ICRC antara lain :
1. ICRC melakukan sosialisasi terkait dengan Hukum Humaniter Internasional pada
konflik bersenjata Palestina dan Israel. Sosialisasi ini ditujukan untuk
memberitahukan kepada kedua negara yang berkonflik beserta warga negara
didalamnya agar mengerti tentang apa itu HHI serta kegunaan HHI, sehingga
dapat terjadi berkurangnya pelanggaran HHI.
ToniPfanner,KerjasamaantarkomisikebenarandanKomiteInternasionalPalangMerah
InternationalReviewofTheRedCross,volume88Number862June2006.
11
http://id.scribd.com/doc/46512189/HukumͲHumaniterͲInternasionalͲStudiͲkasusͲYugoslavidiakses
pada11/5/201210:56PM.
12
15_Chapter9.HukumHumaniterInternasional.
10
12
2. ICRC melakukan perlindungan terhadap penduduk sipil dengan memberikan
tempat tinggal sementara yang aman dari daerah konflik, serta menggunakan
himbauan-himbauan berupa spanduk dan sebagainya.
3. ICRC melakukan perlindungan terhadap para tahanan dikedua belah negara yang
berkonflik, yaitu dengan cara menyantuni dan mengunjungi tahanan agar mereka
mendapatkan perhatian selayaknya orang yang ada di luar tahanan.
4. ICRC melindungi para tawanan perang kedua negara yang berkonflik dari hal yang
tidak manusiawi. Selain itu ICRC memberikan bantuan kemanusiaan kepada para
tawanan berupa makanan dan pakaian.
5. ICRC melindungi dan memberikan bantuan kepada anggota angkatan bersenjata
yang terluka baik di darat maupun di laut dengan memberikan perawatan medis,
serta melindungi mereka dari serangan konflik bersenjata yang ada13.
Usaha diatas merupakan tindakan yang dilakukan oleh ICRC pada setiap
konflik bersenjata terutama konflik bersenjata Palestina dan Israel, sesuai dengan
prinsip-prinsip dan ketentuan HHI. Namun pada kenyataannya perlindungan terhadap
warga sipil yang menjadi tugas ICRC masih sering dilanggar oleh Israel. Banyaknya
serangan kepada pemukiman penduduk sipil yang kemudian menimbulkan korban,
menjadi bentuk pelanggaran HHI. Hal ini yang kemudian menjadi hambatan tidak
maksimalnya ICRC mengimplementasikan HHI pada konflik bersenjata Palestina dan
Israel.
13
KenaliICRC.Hlm.16
13
Berbeda dengan implementasi Hukum Humaniter Internasional yang ada pada
konflik di Rwanda dan Yugoslavia konflik bersenjata di Palestina dan Israel, tidak
sesuai target yang akan dicapai oleh ICRC sebagai promotor HHI. Keterhambatan
penegakan HHI dalam konflik Palestina dan Israel yaitu dengan munculnya indikasiindikasi pelanggaran HHI oleh Israel dalam bentuk serangan militer ke wilayah
Palestina. Rentetan fakta peristiwa inilah yang memberikan indikasi-indikasi tidak
maksimalnya penegakan Hukum Humaniter pada konflik Palestina dan Israel.
C. Rumusan Masalah
Mengapa ICRC tidak maksimal dalam mengimplementasikan Hukum
Humaniter Internasional pada konflik bersenjata di Palestina ?
D. Batasan Masalah
Dari
paparan
fakta
akan
terjadinya
berbagai
pelanggaran
hak-hak
kemanusiaan bahkan setelah diratifikasinya konvensi Jenewa yang menjadi dasar
terbentuknya susunan Hukum Humaniter Internasional, atau mekanisme sengketa
bersenjata, penulis bermaksud untuk memberikan analisis mengenai relevansi HHI
dan implementasinya melalui ICRC sebagai promotor HHI demi penegakan prinsip
dasar HHI dan tujuan meminimalisir dampak dan korban konflik bersenjata dalam
skala internasional maupun non internasional. Selain itu juga memberikan analisis
14
tentang masih relevannya Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata
Palestina dan Israel. Efektifitas ICRC pada perkembangan dan kemajuan upaya
penyelesaian konflik Palestina-Israel dalam kurun waktu 2010 sampai 2012. Metode
yang akan digunakan adalah pengkajian literatur dan sumber-sumber data untuk
membuktikan bahwa HHI masih relevan dan berlegitimasi dalam pengaplikasiannya,
dengan peran serta ICRC sebagai organisasi internasional yang netral, tidak memihak,
dan mandiri sesuai dengan prinsip-prinsip dasar ICRC.
E. Kerangka Teoritik
1. Organisasi internasional
Organisasi Internasional memiliki pengertian yaitu organisasi yang dibuat oleh
masyarakat internasional secara sukarela berdasarkan suatu perjanjian tertentu dan
memiliki tujuan bersama yang ingin dicapai. Adapun pengertian lainnya tentang
organisasi internasional yaitu, organisasi yang pelaku dan geraknya melintasi
batas negara, memiliki regulasi aturan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh
anggotanya.
Organisasi Internasional juga diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan
kegiatan administrasinya, yaitu International Governmental Organizations
(IGOs) atau organisasi internasional antar pemerintah dan International Non-
15
Governmental Organizations (INGOs) atau organisasi internasional non
pemerintah. Adapun ciri-ciri organsasi internasional sebagai berikut:14
a. Merupakan organisasi permanen yang menjalankan suatu kesatuan fungsi;
b. Keanggotaannya bersifat sukarela bagi pihak-pihak yang memenuhi syarat;
c. Terdapat instrument pokok yang menjelaskan tentang tujuan, struktur, dan
metode operasional;
d. Terdapat badan yang menjadi perwakilan dari semua anggota;
e. Adanya kesekretariatan permanen untuk menjalankan kegiatan-kegiatan
administratif, penelitian, dan fungsi informasi secara kesinambungan.
Penjelasan fungsi organisasi internasional seperti yang dijelaskan oleh Harold K.
Jacobson terdiri atas 5 pokok, yaitu :15
a. Fungsi informasi yang di dalamnya terdapat pengumpulan, analisa,
pertukaran, serta desiminasi data dan informasi;
b. Fungsi normatif meliputi pendefinisian dan pendeklarasian suatu norma
standar. Fungsi ini tidak mengikat secara hukum, hanya sebatas himbauan
moral untuk menciptakan keamanan dan perdamaian;
c. Fungsi pembuatan peraturan yang hampir sama dengan fungsi normatif
namun lebih mengikat secara hukum, seperti adanya ratifikasi dari
anggotanya;
14
Sugito, (2008). Diklat Organisasi dan Administrasi Internasional. Yogyakarta : Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, hlm.3, sebagaimana dikutip dalam skripsi Tiara Dewi Utami G
(2012). Kegagalan ICRC Dalam Mengimplementasikan Hukum Humaniter Internasional di
Kamp Penahanan Guantanamo (2000- 2011), hlm.9.
15
Ibid hlm. 10.
16
d. Fungsi pengawasan dan pelaksanaan peraturan dimana dalam hal ini
organisasi
internasional
menetapkan
ukuran-ukuran
pelanggaran
dan
menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap pelanggaran peraturan.
Fungsi ini memerlukan beberapa tahapan dalam penerapannya, berawal dari
penyusunan fakta-fakta yang didapat dari pelanggaran yang terjadi kemudian
diverifikasi untuk pemberian saksi. Hal ini dilakukan untuk menjamin
penegakan berlakunya peraturan oleh para aktor internasional;
e. Fungsi operasional yang meliputi penggunaan sumber daya organisasi.
Karakteristik Organisasi Internasional seperti halnya ICRC, yaitu memiliki
sifat dasar tergantung pada setiap negara anggotanya dan powerless saat
menghadapi negara-negara besar, seperti yang diungkapkan William D. Coplin
dalam teori kebijakan luar negeri, yaitu sebuah aktifitas yang dikembangkan oleh
komunitas untuk mengubah tingkah laku negara lain dan menyelaraskan aktifitas
mereka pada lingkungan internasional. Serupa dan juga berkesinambungan,
kebijakan luar negeri merupakan keputusan dan perilaku yang diambil oleh
negara-negara dalam interaksinya dengan negara lain. Selain itu, ringkas dan lebih
ditegaskan lagi bahwa kebijakan luar negeri merupakan suatu kebijakan, yang
dirumuskan di dalam negeri dan diimplementasikan ke luar, sebagai sebuah upaya
negara dalam mendapatkan kepentingan nasionalnya, menurut pandangan mikro
17
diplomasi, kebijakan luar negeri ini merupakan suatu bentuk perilaku dari aktor
atau negara16.
Teori ini kemudian dikaitkan dengan kerangka teoritik terkait penegakan
Hukum Humaniter Internasional dalam konflik Palestina dan Israel.
2. Power
Konsep power adalah konsep yang digunakan dalam menganalisis berbagai
fenomena hubungan internasional dan power menjadi bagian utama dalam
sebuah politik seperti yang dipaparkan oleh Hans J. Morgenthau dalam
konsep power, sebagai berikut :
Bisa terdiri dari apa yang menciptakan dan mempertahankan pengendalian
seseorang atas orang lain itu (dan itu) meliputi semua hubungan sosial yang
mendukung tujuan (pengendalian itu), mulai dari kekerasan fisik sampai ke
hubungan psikologis yang paling halus yang dipakai oleh pikiran seseorang
untuk mengendalikan pikiran orang lain17.
Colombus dan Wolfe juga menjalaskan tentang apa yang disebut dengan
power yaitu apa saja yang bisa menciptakan dan mempertahankan
pengendalian aktor A terhadap aktor B. Tiga unsur penting yang dimiliki oleh
power adalah : pertama, Authority atau wewenang yaitu sikap tunduk dari
16
William D. Coplin, Pengantar Politik Internasional : Suatu Telaah Teoritis, CV Sinar Baru,
Bandung, 1992,hal.29 sebagaimana dikutip dalam jurnal publikasi umy.ac.id , hlm. 9.
17
Hans J. Morgenthau, sebagaimana dikutip dalam, Mohtar Mas,oed. (1990). Ilmu Hubungan
Internasional : Disiplin dan Metedologi, Jakarta:LP3ES. Hal. 117, sebagai mana dikutip dalam,
skripsi Tiara Dewi Utami G (2012). Kegagalan ICRC Dalam Mengimplementasikan Hukum
Humaniter Internasional DI Kamp Penahanan Guantanamo (2000- 2011), hlm.7-8.
18
aktor B yang bisa berupa arahan atau nasihat maupun perintah; kedua,
Influence atau pengaruh, yaitu penggunaan alat-alat persuasi yang dalam hal
ini tanpa menggunakan kekerasan oleh aktor A agar perilaku aktor B sesuai
dengan aktor A dan ketiga, Force yaitu daya paksa yang dimaknai sebagai
ancaman eksplisit atau penggunaan kekuatan militer, ekonomi sarana pemaksa
lainnya oleh aktor A terhadap aktor B untuk tercapai tujuan politik.18
ICRC merupakan lembaga independen internasional yang menjadi promotor
dari hukum humaniter internasional. ICRC menjadi promotor dari hukum
humaniter internasional dikarenakan keberadaan ICRC melatar belakangi
terciptanya Konvensi-konvensi Jenewa yang menjdi bagian penting dari lahirnya
Hukum Humaniter Internasional. Adanya kesepakatan tentang Hukum Humaniter
Internasional digunakan untuk menciptakan perang lebih humanis yang kemudian
diterapkan di seluruh dunia, dan ICRC pun menjadi promotornya serta
menjalankan tugasnya melindungi korban konflik dan memberikan bantuan
kemanusiaan.
Apabila dilihat dari permasalahan yang terjadi pada konflik Palestina dan
Israel, dari konsep power maka akan ditemukan penyebab penghambat ICRC,
dikarenakan ICRC tidak memiliki 3 unsur power yaitu authority, influence dan
force yang dapat membuat suatu pihak dapat mengikuti setiap arahan aturan yang
diberikan oleh ICRC. Unsur pertama, Authority : unsur ini tidak dimiliki oleh
ICRC, dimana ICRC tidak memiliki kekuatan wewenang yang kuat dalam
18
Ibid hlm. 7-8.
19
memberikan peraturan, arahan, perintah, serta nasehat kepada setiap negara yang
terkait konflik maupun aktor internasional yang terlibat didalamnya. Unsur kedua,
Influence atau pengaruh : dengan menggunakan alat-alat persuasi atau tanpa
kekerasan, disini ICRC tidak bisa secara maksimal memberikan pengaruh kepada
negara yang terkait konflik serta para aktor internasional didalamnya agar bisa
terpengaruh pada aturan dari ICRC. Unsur ketiga, Force atau daya paksa : dalam
hal ini ICRC sebagai Organisasi Internasional Independent tidak memiliki daya
paksaan bahkan yang berupa ancaman eksplisit, seperti kekuatan militer maupun
sarana paksaan lainnya kepada para negara yang terkait konflik maupun aktor
internasional yang ada didalamnya, agar dapat mentaati peraturan yang diberikan
oleh ICRC.
Jika dikaitkan dengan konsep organisasi internasional, dapat diketahui fungsi
ICRC sebagai organisasi internasional sesuai dengan fungsi organisasi Harold K.
Jacobson, yaitu19:
1. Fungsi informasi : ICRC memberikan segala informasi mengenai datadata yang akurat berdasarkan mengenai misi kemanusiaannya.
2. Fungsi normatif : secara fungsi normative ICRC memberikan setiap nilainilai kemanusiaan yang menjadi tujuan ICRC. Hal ini yang dilakukan oleh
ICRC, untuk meningkatkan martabat seluruh manusia dan mempengaruhi
sikap dari negara dunia dan para aktor internasional.
19
Ibid.Hlm.10-11.
20
3. Fungsi pembuatan peraturan : pembuatan peraturan yang dimiliki oleh
ICRC yaitu adanya Hukum Humaniter Internasional yang bersifat
mengikat dan wajib dipatuhi oleh para negara peserta konvensi Jenewa.
4. Fungsi pengawasan dan pelaksanaan peraturan : sebagai promotor Hukum
Humaniter Internasional ICRC harus melakukan pengawasan hukum
humaniter internasional di seluruh negara, dengan menjalankan hukum
humaniter sebagaimana mestinya, yaitu menjunjung tinggi hukum
humaniter dan memberikan sanksi kepada negara maupun aktor yang
melanggar aturan dari Hukum Humaniter Internasional.
5. Fungsi operasional : sebagai lembaga internasional yang independen,
dalam setiap misi kemanusiaannya ICRC selalu memberikan bantuan
kemanusiaannya serta menerjunkan para relawannya untuk membantu
serta menolong para korban di setiap konflik bersenjata.
Hambatan
ICRC
dalam
melakukan
implementasi
hukum-hukum
humaniter internasional, karena ICRC merupakan organisasi sui generis
(mempunyai status unik) : yaitu secara hukum ICRC bukan sebagai organisasi
antar pemerintah maupun organisasi non-pemerintah. ICRC adalah sebuah
perkumpulan swasta yang berdasarkan Hukum Swiss yang mempunyai
mandat internasional berdasarkan Hukum Internasional Publik. Mandat yang
diberikan kepada ICRC diberikan oleh negara-negara peserta Konvensi
Jenewa, yang digunakan untuk menolong para korban konflik bersenjata. Oleh
karena itu kegiatan yang dilakukan ICRC mempunyai akar yang kokoh dalam
21
Hukum Internasional Publik serta dalam situasi kekerasan lainnya, mandat
ICRC berasal dari status gerakan. Selain itu negara-negara memberikan
mandat kepada ICRC untuk memantau diterapkannya Hukum Humaniter
Internasional secara konsisten dan ICRC menyetir Hukum Humaniter
Internasional secara umum20.
Maka dapat dilihat dengan menggabungkan keberadaan konsep power
dengan konsep organisasi internasional, bahwa ICRC bukanlah organisasi
pemerintah maupun non-pemerintah, namun ICRC merupakan perkumpulan
swasta berdasarkan Hukum Swiss yang memliki mandat internasional,
sehingga keberadaan ICRC dalam konflik Palestina tidak memiliki unsur
kekuatan yang kuat pada power (authority, influence dan force), dalam
menangani konflik Palestina dan Israel, dikarenakan ICRC hanya sebagai
perkumpulan swasta yang memiliki mandat internasional dari negara peserta
Konvensi Jenewa, sehingga ICRC mengalami hambatan dalam implementasi
Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata Palestina dan Israel.
F. Hipotesa
Sebuah hipotesis sesuai permasalahan, yaitu faktor yang menghambat ICRC
dalam implementasi Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata
Palestina dan Israel adalah : ICRC organisasi internasional independen yang notaben
sebagai promotor dari Hukum Humaniter Internasional tidak memiliki kekuatan unsur
20
The-ICRC-Its-Mission-and-Work-Ind.pdf
22
dari power (authority, influence dan force) yang kuat, dalam melakukan implemetasi
Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata Palestina dan Israel. ICRC
tidak dapat mengkoordinasikan negara atau aktor internasional lainnya untuk
menyelesaikan konflik bersenjata tersebut, serta lemahnya ICRC menembus kekuatan
pendukung
kekuatan
Israel
sehingga
tidak
dapat
maksimal
dalam
mengimplementasikan Hukum Humaniter Internasional dalam konflik bersenjata
Palestina dan Israel.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan panduan bagi peneliti mengenai bagaimana
penelitian dilakukan. Dalam pembuatan tulisan ini penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan menjawab permasalahan dari kasus yang ada pada
penelitian ini. Metode pengumulan data menggunakan sumber data berdasarkan buku,
jurnal, internet atau web, serta berbagai kumpulan media yang berkaitan dengan
penelitian ini.
H. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini bertujuan untuk :
1. Memberitahukan serta menginformasikan bahwa masih relevannya Hukum
Humaniter Internasional untuk ditegakkan dalam konflik bersenjata di setiap
daerah konflik, terutama di Palestina dan Israel. ICRC merupakan lembaga
independen internasional yang bergerak di bidang kemanusiaan, dan bertugas
23
sebagai promotor dari Hukum Humaniter Internasional. Fakta inilah yang
menjadikan sebuah relevansi terhadap masih berlakunya Hukum Humaniter
Internasional di daerah yang terkait konflik bersenjata. Mahkamah Peradilan
Internasional pun menjadi lembaga tertinggi yang mengurusi pelanggaran perang
yang dilakukan oleh para penjahat perang yang ada pada konflik bersenjata
Palestina dan Israel. Fakta dari penelitian ini yang dijadikan tujuan penulisan,
terkait masih relevannya Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata
Palestina dan Israel. Serta memberitahukan bahwa tugas ICRC sebagai penengak
dan promotor Hukum Humaniter Internasional masih sangat berperan penting
dalam konflik bersenjata Palestina dan Israel.
2. Selain bertugas sebagai penegak Hukum Humaniter Internasional ICRC juga
tidak melupakan tugas utamanya sebagai Palang Merah Internasional yang
menangani korban luka maupun korban tewas yang ada pada daerah yang sedang
terjadi konflik bersenjata.
3. Penjelasan akan perbedaan keberadaan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan
penegakan Hukum Humaniter Internasional. Dalam implementasinya HHI telah
mengkondisikan situasi konflik bersenjata demi meminimalisasi dampak perang,
baik berupa jumlah korban jiwa maupun dampak materiil lain serta dampak
imateriil. Hukum humaniter setidaknya juga memberikan dan menyediakan
kondisi dan fisilitas minimum demi terlindunginya hak-hak dasar manusia.
4. Memberitahukan serta menginformasikan tugas ICRC bukan hanya melakukan
pertolongan medis kepada para korban konflik bersenjata yang ada di Palestina
24
dan Israel tanpa membedakan siapa pun hanya berdasar asas kemanusiaan sesuai
prinsip ICRC. Namun ICRC juga menegakkan Hukum Humaniter Internasional
yang telah disetujui dunia pada Konvensi Jenewa 1949.
5. Memberitahukan bahwa International Criminal Court (ICC) sebagai Mahkamah
Peradilan Internasional lembaga tertinggi yang menangani kasus pelanggaran
Hukum Humaniter Internasional di konflik bersenjata Palestina dan Israel, masih
memberikkan sanksi terkait pelanggaran perang yang terjadi serta menjaga
relevansi dari Hukum Humaniter Internasional.
6. Menginformasikan contoh kasus yang telah maupun tengah ditangani oleh ICC
dalam upaya penegakan keadilan akibat konflik bersenjata, baik internasional
maupun non-internasional demi tercapainya keadaan humanis dan upaya
pencapaian perdamaian di seluruh belahan dunia.
I. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan penulisan skripsi ini maka penulis
menggunakan sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:
BAB I
: Berisi tentang bab pendahuluan yang menguraikan alasan
Pemilihan Judul, Latar Belakang, Rumusan Masalah, Hipotesa,
Batasan Masalah, Teori, Tujuan Penulisan dan Sistematika
Penulisan dengan memberikan gambaran dan ulasan secara umum.
25
BAB II
: Pada bagian ini dibahas mengenai peranan ICRC dalam
menegakkan Hukum Humaniter Internasional dan dalam membantu
korban pada konflik bersenjata Palestina dan Israel, yang didalamnya
menjelaskan sejarah berdirinya ICRC serta perkembangannya dalam
memberikan bantuan kemanusiaan pada konflik bersenjata Palestina
dan
Israel,
menjelaskan
ketidakmaksimalan
ICRC
dalam
mengimplementasikan Hukum Humaniter Internasional dalam
konflik bersenjata Palestina dan Israel, dan hubungan ICRC dengan
lembaga penegak Hukum Humaniter Internasional.
BAB III
: Pada bagian ini akan diuraikan mengenai pelanggaran-pelanggaran
Hukum Humaniter Internasional dalam konflik bersenjata Palestina
dan Israel.
BAB IV
: Bab ini merupakan pembahasan dan jawaban dari rumusan
masalah mengenai peran, hambatan, dan kelemahan ICRC dalam
implementasi Hukum Humaniter dalam konflik bersenjata Palestina
dan Israel.
BAB V
: Bab ini merupakan bab terakhir, kesimpulan pemaparan jawaban
dari rumusan masalah pada BAB I.
26
Download