Mekanisme Resistens Kortikosteroid Pada Asma

advertisement
Mekanisme Resistens Kortikosteroid Pada Asma
Anna Rozaliyani, Agus Dwi Susanto, Boedi Swidarmoko, Faisal Yunus
Departemen. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan Jakarta
+
Abstract
`
_`
`
{
<
`
`$"
`
{
  `
_ ] ` `
<
 { { “
_
{
<
`
_$~{_{
asthmatic patients show a poor or absent response even to high doses of corticosteroids. Knowing the mechanisms of
corticosteroids resistance in asthma may lead to provide a better understanding on the management of corticosteroid
resistant asthma. Molecular mechanisms of corticosteroids resistance include abnormalities in ligand binding and
translocation of the nucleus, decreased expression and or co-repressor protein activity or increased expression of
<`
`$
Key words: asthma, corticosteroid resistance, molecular mechanism
Abstrak
V
<
$Š
] ]  <
<

bronkus. Pada umumnya pasien asma berespons baik terhadap pemberian kortikosteroid, tetapi sejumlah kecil pasien
menunjukkan respons yang buruk bahkan tidak berespons terhadap pemberian kortikosteroid dosis tinggi sekalipun.
Pengetahuan tentang mekanisme resistens kortikosteroid pada asma diharapkan memberikan pemahaman lebih baik
tentang penatalaksanaan asma resistens kortikosteroid. Mekanisme molekular resistens kortikosteroid meliputi kelainan
pada ikatan ligan dan translokasi inti, menurunnya ekspresi dan atau aktiviti protein korepresor atau meningkatnya ekspresi

<
$
Kata kunci: asma, resistensi kortikosteroid, mekanisme molekular
PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit saluran napas kronik
yang penting dan menjadi masalah kesehatan
masyarakat di berbagai negara. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivitas tetapi dapat
juga bersifat menetap dan mengganggu aktivitas
bahkan kegiatan harian.1 Asma telah menyebabkan
gangguan kesehatan pada 300 juta penduduk
di seluruh dunia dan diperkirakan akan terdapat
100 juta orang lagi yang menderita asma pada
tahun 2025.2 V
<
saluran napas yang khas, ditandai oleh sel mast
210
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
jumlah sel T helper-'
_
$V
<
khas inilah yang mendasari gambaran klinis pasien
asma termasuk mengi intermiten, sesak napas,
batuk dan rasa berat di dada. Peningkatan berbagai
<
atau kemokin dan growth factor yang berasal dari
struktur sel saluran napas antara lain sel otot polos
ditemukan pada pasien asma. Sel epitel diduga
berperan penting karena mengalami aktivasi oleh
sinyal lingkungan dan melepaskan berbagai protein
<
gen yang dikendalikan oleh faktor transkripsi
<
nuclear factor-kB (NF-kB)
dan activator protein-1 (AP-1) yang teraktivasi pada
saluran napas pasien asma.3-5
Kortikosteroid adalah pengobatan jangka
panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.
Kortikosteroid bekerja dengan menekan proses
<
` ]
pada pasien asma. Penggunaan kortikosteroid
inhalasi dilaporkan menghasilkan perbaikan faal
paru, menurunkan hiperesponsif saluran napas,
mengurangi gejala, frekuensi dan berat serangan
serta memperbaiki kualitas hidup pasien asma.1
Pasien asma pada umumnya memberikan respons
yang baik terhadap pemberian kortikosteroid inhalasi
dosis rendah tetapi pada pasien dengan derajat asma
yang berat, diperlukan dosis lebih tinggi. Pemberian
kortikosteroid oral secara regular diperlukan pada
asma tergantung kortikosteroid, tetapi pemberian
kortikosteroid dapat sama sekali tidak efektif pada
asma resistens kortikosteroid.6 Frekuensi asma
yang tidak sensitif terhadap kortikosteroid tersebut
sekitar 5% dari seluruh pasien asma sedangkan
asma resistens kortikosteroid frekuensinya kurang
dari 0,1%. Pasien asma resistens kortikosteroid
jumlahnya tidak banyak tetapi dapat menimbulkan
masalah dalam penatalaksanaannya. Pengetahuan
tentang mekanisme resistens kortikosteroid pada
asma terus dikembangkan untuk memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang penatalaksanaan
asma resistens kortikosteroid.2-5
MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid
dikenal
juga
sebagai
glukokortikosteroid, glukokortikoid atau steroid
merupakan obat paling banyak digunakan di seluruh
dunia untuk mengatasi gangguan imunitas atau
<
$2-7 Sejarah kortikosteroid
bermula saat Solomon Solis-Cohen, seorang
dokter dari Amerika Serikat melaporkan manfaat
pemberian ekstrak adrenal secara oral pada pasien
asma.dikutip dari 6 Keberhasilan Kendall dan Reichstein
melakukan isolasi dan sintesis kortisol serta
hormon adrenokortikotropik telah mengantarkan
mereka meraih penghargaan Nobel untuk bidang
*$Œ
dkk. Dari Universitas John Hopkin melaporkan
bahwa hormon tersebut menunjukkan manfaat luar
biasa pada pasien asma. Kortikosteroid oral terbukti
efektif tetapi penggunaannya kemudian dibatasi
karena efek samping sistemiknya. Perkembangan
selanjutnya adalah penemuan kortikosteroid inhalasi
yang kemudian menjadi terapi lini pertama dalam
penatalaksanaan asma persisten.5,6
Š
] <
saluran napas pada tingkat selular termasuk

$~
]
<
ke dalam saluran napas melalui penekanan produksi
mediator kemotaktik dan molekul adhesi serta
<

$
Target selular utama kortikosteroid inhalasi adalah
sel epitel. Kortikosteroid memiliki spektrum efek
<
<
$3,6 Beberapa hal
yang perlu diketahui untuk menjelaskan mekanisme
molekular aksi kortikosteroid adalah remodeling
kromatin dan ekspresi gen, reseptor glukokortikoid
(glucocorticoid receptor, GR), aktivasi gen penyandi
<
_
<
$3-6
) kromatin dan ekspresi gen
Perubahan struktur kromatin sangat penting
dalam pengaturan ekspresi gen. Kromatin yang
terdiri atas DNA dan histon merupakan protein dasar
pembentuk tulang punggung struktur kromosom.
Ekspresi dan represi gen dikaitkan dengan remodeling
struktur kromatin oleh perubahan enzimatik. Histon
berperan penting dalam mengatur ekspresi gen dan
menentukan gen yang aktif maupun tidak. Histon
memiliki ujung N-terminal yang kaya dengan residu
lisin dan menjadi target asetilasi. Komponen inti
deoxyribonucleic acid (DNA) terikat erat di sekeliling
histon yang mengaktivasi pembentukan messengerribonucleic acid (mRNA) pada sel yang istirahat.
Komposisi struktur kromatin tersebut berhubungan
dengan penekanan ekspresi gen. Transkripsi gen
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
211
hanya berlangsung bila struktur kromatin dalam
keadaan terbuka sehingga RNA polymerase II dan
kompleks transkripsi basal dapat berikatan dengan
DNA untuk menginisiasi transkripsi. Faktor transkripsi
<
_
>^ dengan molekul koaktivator besar misalnya p300/
CREB (cyclic adenosine monophosphate response
element–binding protein)–binding protein (CBP)
dan p300/CBP-associated factor (PCAF). Molekul
koaktivator ini berperan sebagai molecular switches
yang mengendalikan transkripsi gen. Mekanisme
molekular ini berlaku umum untuk semua gen
termasuk gen yang terlibat dalam proses diferensiasi,
proliferasi dan aktivasi sel.3-6
Histone acetyltransferase (HAT) berperan
sebagai koaktivator yang mengaktifkan gen
sedangkan histone deacetylase (HDAC) berperan
sebagai korepresor yang menon-aktifkan gen
secara umum (gambar 1). Mekanisme ini menjadi
<
_
<
$
yang berhubungan dengan peningkatan ekspresi
<
_
~>"$
[ <
^[‹›Œ
yang teraktivasi akan berikatan dengan DNA dan
berinteraksi dengan molekul koaktivator misalnya
CBP dan PCAF. Asetilasi memungkinkan struktur
kromatin bertransformasi dari bentuk tidak aktif/
tertutup menjadi bentuk aktif/terbuka.3,5-7
Gambar 1. Aktivasi dan represi gen yang diatur oleh asetilasi histon
Dikutip dari (3)
Reseptor glukokortikoid
Kortikosteroid berdifusi
212
secara
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
langsung
melewati membran sel dan berikatan dengan
reseptor glukokortikoid (GR) di dalam sitoplasma.
Reseptor ini biasanya berikatan dengan protein
yang dikenal sebagai chaperone diantaranya
heat shock protein-90 (hsp-90) dan FK-binding
protein yang melindungi reseptor dan mencegah
lokalisasi inti dengan melindungi suatu tempat
pada reseptor yang diperlukan dalam proses
transpor melewati membran inti ke dalam inti sel.8
Pada awalnya dikenal gen tunggal yang menyandi
reseptor glukokortikoid manusia tetapi beberapa
varians kemudian dikenal sebagai kortikosteroid
$ # ‹˜ ’#‹
a) mengikat kortikosteroid sedangkan reseptor
‹œ’#‹œ
]`
alternatif dengan DNA tetapi tidak diaktivasi oleh
$!’#‹œ
proses resistens kortikosteroid pada asma tetapi hal
itu belum diketahui pasti mengingat kadar ekspresi
’#‹œ`
’#‹$9-10 Reseptor
] dengan cara lain yang mengubah responsnya
terhadap kortikosteroid diantaranya melalui proses

perubahan ikatan ligan, translokasi ke dalam inti sel,
_
$11-12
Kortikosteroid mengatur ekspresi gen melalui
beberapa cara seperti ditunjukkan dalam gambar
2. Kortikosteroid akan memasuki sel untuk
berikatan dengan GR di dalam sitoplasma yang
bertranslokasi ke dalam inti sel. Kortikosteroid yang
berikatan dengan GR akan menimbulkan perubahan
struktur reseptor sehingga terjadi disosiasi protein
chaperone molekular yang mengakibatkan terjadinya
transpor cepat kompleks reseptor glukokortikoidkortikosteroid ke dalam inti sel dan selanjutnya akan
berikatan dengan elemen glucocorticoid response
elements (GRE). Homodimer GR berikatan dengan
GRE di daerah promoter gen sensitif steroid yang
<
Annexin,
secretory leukoprotease inhibitor (SLPI), mitogenactivated kinase phosphatase-1 (MKP-1), inhibitor
of ^[‹›Œ!›Œ‹ glucocorticoid-induced leucine
zipper protein (GILZ).5,6
Interaksi GR dan GRE akan menyebabkan
peningkatan transkripsi gen (transakti-vasi) tetapi
bila tidak terdapat situs GRE (GRE negatif),
pengikatan GR menyebabkan supresi gen (cisrepression) yang dikaitkan dengan efek samping
kortikosteroid.13 Efek samping akibat GRE negatif
tersebut belum banyak diketahui tetapi diantarnya
berhubungan dengan gen yang mengatur aksis
hipotalamus-pituitari yaitu pro-opiomelanocortin
(POMC) dan corticotrophin releasing factor (CRF1), metabolisme tulang (osteocalcin) dan struktur
kulit (keratin). Reseptor glukokortikoid inti juga dapat
berinteraksi dengan molekul koaktivator misalnya
"ŒV _
 <
diantaranya NF-kB yang akan menghentikan gen
<
$3,5,6
<
•V!
MKP-1, IkB dan GILZ.16,17 Kortikosteroid dosis
tinggi secara teori diperlukan untuk meningkatkan
] `
<
pada kenyataannya kortikosteroid dosis rendah pun
<
$5,6 Aktivasi ekspresi
<
]
dalam gambar 3.
’+$Š

<
Dikutip dari (5)
Gambar 2. Mekanisme kortikosteroid dalam mengatur ekspresi gen
Dikutip dari (5)
Aktivasi gen oleh kortikosteroid berhubungan
dengan asetilasi residu lisin-5 dan 6 pada histon-H4
dan menyebabkan peningkatan transkripsi gen.14,15
Reseptor gluko-kortikoid yang teraktivasi dapat
berikatan dengan GRE pada daerah gen sensitif
kortikosteroid serta berikatan dengan molekul
koaktivator misalnya CBP, pCAF, steroid receptor
coactivator-1 (SRC-1) dan GR interacting protein-1
(GRIP-1)
yang
memungkinkan
aktivitasHAT
sehingga terjadilah asetilasi lisin pada histon-H4.
Proses itu akan menyebab-kan aktivasi gen yang
Efek utama kortikosteroid dalam mengontrol
<
<
menyandinya. Hal itu terjadi melalui interaksi
reseptor glukokortikoid dengan situs GRE yang
akan menonaktifkan transkripsi. Pasien asma
menunjukkan peningkatan ekspresi berbagai gen
<
‰
<
<
$ ’ <
_
<
‹œ !•‹œ tumor necrosis
factor‹ ^[‹ _
^[‹›Œ
kinase 2 (IKK2) selanjutnya terjadi aktivasi faktor
^[‹›Œ$3,6
>
* & ^[‹›Œ <
_
dalam inti sel dan berikatan dengan koaktivator
misalnya CBP atau PCAF yang memiliki aktivitas
HAT intrinsik. Asetilasi lisin terjadi pada histon-H4
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
213
yang menyebabkan peningkatan ekspresi gen yang
<
granulocytemacrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) atau
cyclooxygenase-2 (COX-2). Tabel 1 menunjukkan
efek kortikosteroid dalam meningkatkan maupun
menurunkan transkripsi gen.
Tabel 1. Efek kortikosteroid terhadap transkripsi gen
Dikutip dari (6)
Reseptor glukokortikoid akan bertranslokasi ke
dalam inti sel setelah diaktivasi oleh kortikosteroid
dosis rendah seperti yang digunakan dalam terapi
kortikosteroid inhalasi pasien asma. Reseptor
tersebut selanjutnya berikatan dengan koaktivator
misalnya CBP, pCAF, SRC-1 dan GRIP-1 untuk
menghambat aktivitas HAT secara langsung serta
merekrut HDAC yang akan menghambat asetilasi
histon. Proses itu akan menyebabkan supresi gen
<
$3,5,6 V _
<
kortikosteroid ditunjukkan pada gambar 4.
RESISTENS KORTIKOSTEROID PADA ASMA
Kortikosteroid secara umum menunjukkan
efektivitas yang baik dalam mengontrol asma
<
]
kecil pasien asma tidak menunjukkan respons
yang baik meskipun telah mendapat kortikosteroid
inhalasi maupun oral dosis tinggi. Pasien asma
berat membutuhkan dosis kortikosteroid inhalasi
yang lebih besar dan kadang-kadang dosis rumatan
kortikosteroid oral untuk mengontrol gejala asma.
Stres oksidatif dilaporkan meningkat pada pasien
asma berat dan selama eksaserbasi.18,19 Penurunan
HDAC diduga menyebabkan penurunan respons
pasien tersebut terhadap kortikosteroid serta
relatif tidak beresponsnya pasien asma terhadap
kortikosteroid. Penurunan aktivitas HDAC dalam sel
mononuklear darah tepi lebih sering ditemukan pada
pasien asma berat dibandingkan asma ringan.20
sebagai peningkatan FEV1 kurang dari 15% dari
nilai dasar setelah pemberian prednisolon dosis
tinggi (40 mg perhari) selama 2 minggu pada pasien
asma yang memperlihatkan peningkatan FEV1 lebih
dari 15% dengan terapi salbutamol. Pasien asma
yang menunjukkan peningkatan FEV1 lebih dari
30% dinyatakan sebagai pasien asma yang sensitif
terhadap kortikosteroid.2,4 Resistens kortikosteroid
komplit pada asma jarang ditemukan, prevalensnya
kurang dari 1:1000 sementara itu yang lebih sering
ditemukan adalah berkurangnya respons terhadap
kortikosteroid (asma tergantung kortikosteroid)
yang membutuhkan kortikosteroid inhalasi atau
oral dosis tinggi untuk mengontrol asma secara
adekuat.21 Suatu penelitian potong lintang pada
163 pasien asma berat di Eropa menunjukkan
bahwa karakteristik pasien yang terbanyak adalah
perempuan, lebih sensitif terhadap aspirin, memiliki
obstruksi saluran napas lebih berat dan kapasiti
difusi lebih rendah tetapi memiliki derajat atopi lebih
sedikit dibandingkan pasien asma ringan-sedang.22
’;$V
_
<
Dikutip dari (5)
214
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
Perubahan patologi saluran napas pasien asma
resistens kortikosteroid
Epitel dan membran basal saluran napas pasien
asma resisten kortikosteroid lebih tebal dibandingkan
pasien asma yang sensitif kortikosteroid. Perbedaan
itu dihubungkan dengan perubahan ekspresi
penanda proliferasi epitel misalnya peningkatan
ekspresi Ki-67, penurunan ekspresi retinoblastoma
dan penurunan ekspresi protein Bcl-2. Peningkatan
remodeling saluran napas diduga berkaitan
dengan kegagalan terapi kortikosteroid inhalasi
untuk menginduksi ekspresi penghambat jaringan
metalloproteinase-1 pada pasien asma resisten
kortikosteroid. Beberapa penelitian melaporkan
ekspresi sitokin utama diantaranya IL-2 dan IL-4
berhubungan dengan berkurangnya respons
reseptor glukokortikoid pada pasien asma resistens
kortikosteroid.2,4
berinteraksi dengan NF-kB atau AP-1. Reseptor
kortikosteroid teraktivasi akan berikatan dengan
faktor transkripsi tersebut secara langsung maupun
tidak langsung selanjutnya akan merekrut protein
korepresor yang akan mengurangi kemampuan
faktor transkripsi tersebut untuk mengaktifkan gen
<
$2,4
Alergen dan superantigen dapat juga
mempengaruhi ikatan ligan GR tetapi juga dapat
’#‹œ
‹helper-2. Asap
rokok dan stres oksidatif dapat mencegah translokasi
inti GR atau menurunkan aktivitasHDAC2 sehingga
mengurangi kemampuan GR untuk menonaktifkan
<
$ —‹ long acting
2 agonist (LABA) dapat meningkatkan translokasi
’# aktivitasHDAC2. Aksi berbeda ini berhubungan
dengan kemampuannya untuk meningkatkan
fungsi GR dalam berbagai penyakit.2,4 Gambar
MEKANISME MOLEKULAR RESISTENS
KORTIKOSTEROID
5 menunjukkan mekanisme molekular resistens
kortikosteroid serta beberapa faktor yang ikut
berperan dalam mekanisme tersebut.
Resistens terhadap kortikosteroid pada tingkat
molekular dipengaruhi berbagai mekanisme dan
dapat berbeda antarpasien. Penelitian menunjukkan
penurunan respons GR yang terlihat dalam sel
pasien asma resistens kortikosteroid, pasien asma
yang merokok serta pasien PPOK. Mekanisme
molekular tersebut diantaranya kelainan pada ikatan
ligan dan translokasi inti, menurunnya ekspresi dan
atau aktivitas protein korepresor atau meningkatnya
 <
^[‹
kB dan AP-1. Pasien asma resistens kortikosteroid
memiliki kadar kortisol normal dan tidak menderita
penyakit Addison. Hal itu berbeda dengan pasien
resistens kortikosteroid bawaan yang mengalami
mutasi GR dan kelainan kadar kortisol basal.2,4,21
Kortikosteroid secara bebas akan berdifusi dari
sirkulasi melewati membran sel untuk berinteraksi
dengan GR sitosolik yang berada dalam kondisi
inaktif. Reseptor akan teraktivasi pada ikatan
ligan, dilepaskan dari kompleks chaperone dan
bertranslokasi ke dalam inti sel untuk selanjutnya
berikatan sebagai suatu dimer dengan GRE pada
DNA dan menginduksi transkripsi sejumlah gen
<
_
$  ’#
teraktivasi secara selektif akan menekan transkripsi
<
>^ <
$
V
<
 <
^[‹
kB, AP-1 dan aktivator sinyal protein transkripsi.
Reseptor glukokortikoid berperan sebagai monomer
dan merekrut protein represor misalnya HDAC2.
_
] <
koaktivasi reseptor sel-T (CD3/CD28) dapat
mengurangi fungsi GR dengan mengurangi ikatan
ligan dan translokasi inti atau dengan menekan/
Kelainan ikatan ligan dan translokasi inti
Sitokin tertentu diantaranya IL-2, IL-4 dan IL-13
yang menunjukkan ekspresi berlebihan dalam cairan
BAL dan spesimen biopsi bronkus pada pasien
asma yang resistens kortikosteroid diduga memicu
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
215
’#
<
sel limfosit T yang menyebabkan resistens lokal
<
$ Š
’# `
<
kortikosteroid pasien asma berat. Kelainan ikatan
ligan dan translokasi inti tersebut menunjukkan
peningkatan ekspresi isoform negatif dominan GR
’#‹œ 
’#‹ cairan BAL pasien asma resistens kortikosteroid.2,4
Gambar 5. Mekanisme molekular resistens kortikosteroid
Dikutip dari (2)
Fosforilasi GR dapat diinduksi oleh IL-2 atau
IL-4 dan IL-13 dalam proses yang diperantarai p38
MAPK dan berakibat hilangnya fungsi GR. Jalur
kinase atau MAPK lain juga dapat meregulasi
fungsi GR tergantung stimulus yang digunakan
misalnya insensitivitas GR yang diinduksi dalam sel
T oleh aktivasi koreseptor atau superantigen akan
berlawanan dengan inhibitor the extra-celullar signalregulated kinase MAPK pathway. Peningkatan
kadar growth factor-associated phosphotyrosine
pada pasien asma resistens kortikosteroid tidak
dipengaruhi oleh terapi inhalasi kortikosteroid dan
]
<
tidak berespons terhadap kortikosteroid pada pasien
asma persisten berat.2,4,5
Pasien
asma
resistens
kortikosteroid
menunjukkan penurunan efek inhibisi kortiko steroid
pada penglepasan sitokin ke sel mononuklear darah
perifer yang mengindikasikan bahwa sel tersebut
216
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
resistens terhadap kortikosteroid secara in vitro.
Penelitian menunjukkan suatu kelompok memiliki
lokalisasi inti GR yang tidak berespons terhadap
kortikosteroid dosis tinggi dan mungkin disebabkan
kelainan aktivasi p38 MAP kinase yang meningkat.
Translokasi inti GR mengalami kelainan pada
sebagian pasien asma resistens kortikosteroid dan
menyebabkan menghilangnya ikatan GR-GRE.
Berkurangnya lokalisasi inti kortikosteroid diduga
<
$2-4
Kortikosteroid
menginduksi lokalisasi inti
GR yang akan berinteraksi dengan histon-4 pada
pasien yang sensitif kortikosteroid selanjutnya
mengakibatkan asetilasi residu lisin K5 dan K16
_
<
$
Kelompok-1 pasien asma resistens kortikosteroid
menunjukkan kelainan lokalisasi inti GR yang
disebabkan fosforilasi GR oleh p38 MAP kinase
yang diaktivasi oleh IL-2, IL-4 dan IL-13. Kelompok-2
menunjukkan lokalisasi inti normal tetapi dengan
kelainan asetilasi yang akan menghambat aktivasi
gen penting yang dipengaruhi kortikosteroid.
Penelitian lain menunjukkan bahwa pasien asma
resistens kortikosteroid memiliki derajat ikatan GRGRE yang menurun dibandingkan dengan pasien
bukan asma yang memperoleh kortikosteroid setelah
stimulasi sel mononuklear dalam darah tepi dengan
deksametason.2,4,6
Interaksi dengan faktor transkripsi
Š
<
 <
antaranya AP-1dan NF-kB. Aktivitas AP-1 meningkat
dalam sel mononuklear darah perifer pasien asma
yang resisten kortikosteroid. Aktivitas Jun N-terminal
kinase dan MAP kinase yang mengaktivasi
AP-1 juga ditemukan meningkat. Kadar AP-1
mengalami perubahan pada pasien asma resistens
kortikosteroid dan peningkatan kadar AP-1 diduga
melindungi fungsi GR. Peningkatan jumlah IL-2 dan
IL-4 dalam sel BAL pada pasien asma CR diduga
menunjukkan kelainan primer regulasi sitokin. Sitokin
Th2 akan meningkatkan ekspresi AP-1 yang dapat
mengaktivasi sitokin Th2 dalam jumlah lebih besar
dan menyebabkan loop.2,4,21
FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI
RESISTENS KORTIKOSTEROID
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi
resistens kortikosteroid diantaranya imunomodulasi,
pajanan asap rokok, predisposisi genetik, infeksi
virus, pajanan alergen, superantigen mikrobial dan
$ [‹ bersamaan maupun tidak pada seorang pasien asma
tetapi perlu diketahui dengan cermat karena dapat
berperan dalam terjadinya resistens kortikosteroid
$ !
‹ diharapkan dapat membantu mengetahui prognosis
serta penatalaksanaan pasien asma resistens
kortikosteroid.4,21
CD41 sel T pasien asma resistens steroid kurang
<
!•‹
10 dalam respons terhadap deksametason
dibandingkan pasien asma yang masih sensitif
terhadap kortikosteroid. Data tersebut menunjukkan
kemungkinan pemberian IL-10 akan bermanfaat pada
pasien asma resistens kortikosteroid. Penambahan
vitamin
D3
yang
dikombinasikan
dengan
deksametason dapat memulihkan kemampuan sel T
CD41 yang memproduksi IL-10 pada pasien asma
resistens kortikosteroid untuk melepaskan IL-10
pada tingkat yang sama dengan yang terlihat dalam
sel pasien asma sensitif kortikosteroid. Pemberian
vitamin D3 oral 0,5 mg perhari selama 7 hari pada
pasien asma resistens kortikosteroid dilaporkan
dapat meningkatkan respons sel T terhadap
deksametason. Hal itu menunjukkan bahwa
vitamin D3 berpotensi meningkatkan respons terapi
terhadap kortikosteroid pada pasien asma resistens
kortikosteroid.4,24
Imunomodulasi
Interleukin-2, IL-4 dan IL-13 yang menunjukkan
peningkatan ekspresi pada biopsi bronkial pasien
asma resistens kortikosteroid akan menginduksi
’#
<
sel limfosit-T dan monosit yang mengakibatkan
<
$
Kombinasi IL-2 dan IL-4 menginduksi resistens
kortikosteroid in vitro melalui aktivasi p38 MAP
kinase yang akan menimbulkan fosforilasi GR dan
dan translokasi inti yang diinduksi kortikosteroid
pada GR. Inhibitor p38 MAP-kinase diduga dapat
mengurangi resistens kortikosteroid.2-5
Perangkat imunosupresi poten yang dimiliki
kortikosteroid dimodulasi oleh kondisi
yang
mempengaruhi situasi imun lokal misalnya
kemampuan kortikosteroid untuk mempengaruhi
ekspresi CD38 pada sel otot polos saluran napas
manusia. Induksi CD38 yang dirangsang oleh
TNF-a, IL-1b dan IL-13 bersifat sensitif untuk supresi
<
TNF-a dan kostimulasi IFN-g atau ekspresi CD38
yang diinduksi hanya oleh stimulasi IFN-g bersifat
tidak sensitif terhadap aksi kortikosteroid. Hal itu
’#‹œ
’#‹œ]
Q+$23
!
‹* <
poten dan sekresinya dari makrofag alveolar dan
monosit yang bersirkulasi dilaporkan menunjukkan
penurunan
pada
pasien
asma
resistens
kortikosteroid. Hal itu diduga berperan dalam
 <
kortikosteroid. Sitokin Th2 juga diduga berperan
dalam pasien asma berat dengan resistens
kortikosteroid. Beberapa penelitian menunjukkan
Asap rokok
Pasien asma yang merokok memperlihatkan efek
<
dan hal itu juga terjadi pada bekas perokok.
Asap rokok merupakan stres oksidatif dan dapat
mempengaruhi berbagai aspek fungsi kortikosteroid
termasuk translokasi inti GR dan kofaktor inti sel.
Peningkatan penanda stres oksidatif misalnya
8-isoprostane menunjukkan respons resistens
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
217
terhadap terapi kortikosteroid. Kofaktor HDAC2
yang berperan penting dalam fungsi kortikosteroid
dilaporkan mengalami penurunan aktivitas dan
ekspresi dalam spesimen biopsi bronkus perokok tua
yang dianggap sehat.3,4,21 Gambar 6 menunjukkan
mekanisme inaktivasi HDAC2 pada pasien asma
yang merokok.
Gambar 6. Mekanisme inaktivasi HDAC2 pada pasien asma yang merokok
Dikutip dari (5)
Kombinasi efek asma dan asap rokok ini mirip
dengan yang terjadi pada pasien PPOK yang
menunjukkan penurunan ekspresi dan aktivitas
HDAC2 yang berkorelasi dengan beratnya kelainan
dalam paru, saluran napas dan makrofag cairan BAL.
<
yang merokok ataupun PPOK akan membentuk anion
superoksida dan nitrit monoksida yang berkombinasi
membentuk peroksinitrit kemudian meninggalkan
residu tirosin (Tyr) yang akan menginaktifkan peran
katalitik HDAC2 serta menjadi penanda enzim untuk
ubiquitination (Ub) yang mengakibatkan destruksi
oleh proteasom. Menurunnya HDAC2 menyebabkan
<
`
<
$3,5,6
Predisposisi genetik
Lingkungan dan variasi genetik berperan dalam
setidaknya 50% risiko asma. Kompleks gen asma
>ƒ++ V~[
DPP10, GPRA dan SPINK5 diduga berperan dalam
218
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
timbulnya resistens kortikosteroid pada pasien asma
$ Š
IL-4 dengan beratnya asma dan respons terhadap
$ V
berhubungan dengan penurunan fungsi paru pada
sekelompok pasien asma dengan berat gejala
$ menunjukkan bahwa pasien asma memiliki alel
T 233C>TIL4 dan alel A 576Q>RIL4RA yang
berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten berat. Faktor genetik yang berhubungan
dengan beratnya asma, respons kortikosteroid
ataupun keduanya diduga berkaitan juga kelompok
ras.25,26
Infeksi virus
Eksaserbasi berulang merupakan penyebab
utama kesakitan pada pasien asma. Virus penyebab
gangguan respirasi merupakan pemicu eksaserbasi
yang penting. Penelitian terkini menunjukkan infeksi
rinovirus dapat mengurangi translokasi inti GR dan
menurunkan fungsi kortikosteroid.27,28 Eksaserbasi
berulang pada serangan asma berat berkaitan
juga dengan faktor komorbid yang mudah dideteksi
dan diobati. Intervensi terapeutik bertujuan untuk
memperbaiki kondisi pasien sehingga diharapkan
dapat menurunkan kesakitan dan pengeluaran
medis.4
Pajanan alergen
Pasien dengan asma alergi berat biasanya
menunjukkan perburukan selama musim semi dan
membutuhkan kortikosteroid dalam jumlah lebih
besar untuk mengontrol penyakitnya.29 Kelompok
peneliti Denver telah menyelidiki efek pajanan
alergen terhadap fungsi GR dan dalam sel mononuklear darah tepi pasien asma
alergi.30 Penurunan dalam
sel mononuklear darah tepi mirip dengan pajanan
sel terhadap alergen kucing secara in vitro selama
; ]$   Candida albicans tidak menunjukkan efek terhadap
pada pasien yang memang tdak
alergi terhadap alergen tersebut. Efek terhadap
ikatan ligan GR itu berhubungan dengan penurunan
proliferasi sel T dan dapat dihambat oleh antibodi
terhadap IL-2 dan IL-4.31
Superantigen mikrobial
Superantigen yang disekresi oleh bakteri atau
virus diduga berkontribusi terhadap buruknya
pengontrolan asma dan berkurangnya sensitivitas
terhadap kortikosteroid. Peningkatan nyata TCRBV81 pada sel T pasien dengan pengontrolan asma
yang buruk telah dilaporkan dan hal itu menunjukkan
aktivasi oleh superantigen mikrobial.32 Penelitian lain
PENATALAKSANAAN RESISTENS
KORTIKOSTEROID
Penatalaksanaan pasien asma resistens
kortikosteroid menjadi tantangan tersendiri bagi
para klinisi. Prinsip penatalaksanaan pasien asma
resistens kortikosteroi ditunjukkan dalam tabel 2.
Pasien-pasien tersebut dikhawatirkan mengalami
efek samping yang tidak diharapkan akibat
pemberian terapi kortikosteroid sistemik jangka
Tabel 2. Penatalaksanaan asma resistens kortikosteroid
melaporkan penurunan kemampuan deksametason
untuk menekan proliferasi sel-T dalam sel yang
dirangsang dengan superantigen Staphylococcal
enterotoxin-B dibandingkan dengan sel yang
dirangsang dengan PHA. Penelitian itu menunjukkan
bahwa mekanisme efek tersebut diperantarai oleh
’#‹œ$33
Wenzel dkk34 `
BAL pasien asma resistens kortikosteroid berat
yang memperoleh kortikosteroid oral dosis tinggi
dibandingkan dengan pasien asma yang sensitif
$ Š terendah ditemukan pada pasien asma berat yang
memperoleh terapi kortikosteroid, mirip dengan
sedang yang tidak memperoleh terapi kortikosteroid
]
$Š
`
asma berat dibandingkan dengan 2 kelompok
lainnya dan hal itu mungkin disebabkan perbedaan
<
mendapat terapi kortikosteroid oral dosis tinggi.
Œ

`
apoptosis dikendalikan oleh kortikosteroid.35
Dikutip dari (4)
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
219
panjang meskipun belum dilaporkan bukti kuat
tentang hal tersebut. Pada masa mendatang
diperlukan informasi lebih banyak tentang patologi
asma persisten berat untuk menentukan apakah
terdapat abnormalitas ultrastruktur yang mungkin
ireversibel, apakah terapi kortikosteroid dapat
<
remodeling saluran napas
atau keduanya dan seterusnya.4
Penelitian sistematik tentang prognosis jangka
panjang pasien asma resistens kortikosteroid belum
pernah dilaporkan. Hal yang perlu diperhatikan
pada pasien tersebut adalah risiko kesakitan dan
kematian akibat asma, efek tidak diharapkan terapi
kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka lama
yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya.
Pasien yang memperoleh terapi kortikosteroid
dosis tinggi perlu dipantau secara hati-hati terhadap
kemungkinan timbulnya efek tidak diharapkan
misalnya
pemantauan
osteoporosis
dengan
pemeriksaan densitas tulang, perlu dilakukan
inisiasi untuk meminimalkan efek tersebut misalnya
pemberian diet kalsium dan vitamin D3 yang
adekuat.36
Implikasi terapi
Kortikosteroid inhalasi merupakan terapi lini
pertama dalam penatalaksanaan pasien asma
persisten pada dewasa dan anak di banyak negara
karena efektivitasnya yang tinggi tetapi absorpsi
sistemik kortikosteroid inhalasi dosis tinggi dapat
menimbulkan
efek
merugikan.
Penggunaan
<~[
‰{
sediaan pressurized metered-dose inhalers (pMDIs)
telah memungkinkan produksi obat dengan ukuran
partikel lebih kecil yang menyebabkan deposisi
obat di dalam paru meningkat 4-5 kali lipat dan obat
yang mencapai saluran napas lebih kecil mengalami
peningkatan juga.37 Pemberian kortikosteroid
inhalasi dengan HFA-based pMDIs dianggap lebih
efektif karena memungkinkan pengendalian gejala
asma dengan dosis lebih kecil dibandingkan dengan
pemberian menggunakan alat non-HFA pMDIs.
Beberapa pasien asma resistens kortikosteroid bukan
220
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
sepenuhnya tidak berespons terhadap kortikosteroid
tetapi baru berespons terhadap pemberian
kortikosteroid dosis yang lebih tinggi daripada normal
dengan kemungkinan risiko meningkatnya efek
samping. Pemberian kortikosteroid inhalasi dengan
memungkinkan pemberian dosis topikal lebih tinggi
dengan efek samping yang lebih sedikit.38
Pasien asma resistens kortikosteroid juga sering
menunjukkan respons yang baik dengan pemberian
œ'
œ'
]
tersebut. Kortikosteroid meningkatkan ekspresi
œ'‹
`
terjadinya downregulation sebagai respons terhadap
œ'$!
œ'

<
kortikosteroid dengan meningkatkan translokasi inti
GR secara in vitro dan meningkatkan supresi gen
<
$ ~ 
’#
atau efek terhadap protein transport inti.39,40
 <
oleh inhibisi efek transkripsi NF-kB. Inhibitor
bermolekul kecil IKK-2 yang sedang dikembangkan
` _
<
yang diinduksi IFN-g. Aktivitas MAPK dilaporkan
meningkat pada pasien asma resistens kortikosteroid
dan dapat mempengaruhi fungsi kortikosteroid.
Inhibitor p38 MAP kinase dapat mengurangi
resistens kortikosteroid dan berperan sebagai
<
kortikosteroid tetapi tidak bermanfaat bila terdapat
kelainan asetilasi lisin-5 pada histon-4.4,21
Peningkatan stres oksidatif ditemukan pada
pasien asma resistens kortikosteroid maupun PPOK
sehingga dapat mempengaruhi timbulnya resistens
kortikosteroid. Stres oksidatif dan peroksinitrit
dapat menghambat aktivitasHDAC, mirip dengan
kelainan HDAC yang terdapat pada pasien PPOK.
Peningkatan aktivitas AP-1 diduga merupakan
penanda meningkatnya stres oksidatif. Pemberian
antioksidan dan inhibitor inducible NO synthase
(iNOS) yang dapat menurunkan pembentukan
peroksinitrit diharapkan menjadi terapi efektif pada
pasien asma resistens kortikosteroid karena dapat
memperbaiki sensitivitas terhadap kortikosteroid.3,4,21
menunjukkan kemampuan mengaktivasi HDAC
<
$V
penghambatan fosfodiesterase maupun antagonis
reseptor adenosine sehingga menjadi mekanisme
baru kerja obat yang cukup menjanjikan. Mekanisme
]
VV—Š
terjadi pada pasien asma resistens kortikosteroid
$ V
berkonsentrasi rendah pada makrofag pasien PPOK
dilaporkan dapat memperbaiki aktivitas HDAC dan
memperbaiki respons sel terhadap kortikosteroid in
vitro.5,7,21
Overekspresi IL-2 dan IL-4 pada pasien asma
resistens kortikosteroid dan efeknya terhadap fungsi
kortikosteroid memungkinkan pemberian antibodi
atau antagonis IL-2 atau IL-4. Pemberian sitokin
<
!•‹*
yang mengeluarkan IL-10 dengan pemberian vitamin
D3 dikombinasikan dengan kortikosteroid, inhibitor
fosfodiesterase-4, Janus kinase-3 atau terapi IL-1
diduga bermanfaat. Pemberian antagonis reseptor
"ž"#' (CCR3) mungkin bermanfaat pada beberapa pasien
asma resistens kortikosteroid dengan gambaran
$ V
misalnya montelukast 10 mg selama 4 minggu
pernah dilakukan pada beberapa pasien asma
resistens kortikosteroid tetapi ternyata tidak banyak
memberikan efek terhadap peningkatan fungsi
paru khususnya pada pasien asma yang merokok.
V ] <
eicosanoid lipoxin A4 (LXA4) ditemukan pada
beberapa pasien asma resistens kortikosteroid
sehingga terapi LXA4 diduga efektif pada pasien
tersebut.2,4
KESIMPULAN
1. Pasien asma resistens kortikosteroid jumlahnya
tidak banyak tetapi dapat menimbulkan kesulitan
dalam penatalaksanaan.
2. Efek
utama
kortikosteroid
diantaranya
<
pada dinding
saluran napas, menekan ekspresi berbagai gen
<
hiperesponsif bronkus.
3. Mekanisme dasar farmakologi kortikosteroid
terutama konsep transaktivasi, transrepresi
serta perekrutan kofaktor akan memberikan
pemahaman yang baik tentang mekanisme
<
$
4. Mekanisme molekular resistens kortikosteroid
diantaranya kelainan pada ikatan ligan dan
translokasi inti, menurunnya ekspresi dan atau
aktivitasprotein korepresor atau meningkatnya

<
$
5. Respons kortikosteroid
dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya imunomodulasi,
asap rokok, predisposisi genetik, infeksi virus,
pajanan alergen atau mikroba.
6. Mekanisme molekular resistens kortikosteroid
pada asma perlu diketahui dengan baik untuk
mengoptimalkan penatalaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus
F, Prajnaparamita, Suryanto E, editor. Asma
pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia;2004.p.1-92.
2. Addock IM, Barnes PJ. Molecular mechanism
of corticokortikosteroid resistance. Chest
2008;134;394-401.
3. Barnes
PJ,
Addock
IM.
How
do
corticokortikosteroids work in asthma? Ann
Intern Med 2003;139:359-70.
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
221
4. Ito K, Chung KF, Addock IM. Update on
glucocorticoid action and resistance. J Allergy
Clin Immunol 2006;117:522-43.
5. Barnes PJ. How corticokortikosteroids control
<
Q Ÿ
V
‰ •` '**$
British J Pharmacol 2006;148:245-54.
6. Barnes PJ. Corticokortikosteroids: the drug to
beat. Eur J Pharmacol 2006;533:2-14.
7. Barnes PJ, Addock IM, Ito K. Histone acetylation
`
Q ` <
lung diseases. Eur Respir J 2005;25:552-63.
8. Wu B, Li P, Liu Y, Lou Z, Ding Y, Shu C, et al. 3D
structure of human FK506-binding protein 52:
implications for the assembly of the glucocorticoid
receptor/Hsp90/ immunophilin heterocomplex.
Proc Natl Acad Sci 2004;101:8348-83.
9. #"
{
”$
<`

glucocorticoids – new mechanisms for old drugs.
New Engl J Med 2005;353:1711–23.
10. Pujols L, Mullol J, Roca-Ferrer J, Torrego A,
Xaubet A, Cidlowski J, et al. Expression of
glucocorticoid receptor alpha and beta-isoforms
in human cells and tissues. Am J Physiol Cell
Physiol 2002;283:1324-31.
11. Bodwell JE, Webster JC, Jewell CM, Cidlowski
JA, Hu JM, Munck A. Glucocorticoid receptor
phosphorylation: overview, function and cell
cycle-dependence. J Kortikosteroid Biochem
Mol Biol 1998;65:91-9.
12. Ismaili N, Garbabedian MJ. Modulation
of glucocorticoid receptor function via
phosphorylation. Ann NY Acad Sci 2004;1024:86101.
13. Dostert A, Heinzel T. Negative glucocorticoid
receptor response elements and their role in
glucocorticoid action. Curr Pharm 2004;10:280716.
14. Ito K, Barnes PJ, Addock IM. Glucocorticoid
receptor recruitment of histone deacetylase 2
!•‹œ‹
`
~;`
lysines 8 and 12. Mol Cell Biol 2000;20:6891903.
15. ! Š \ 
‹Ÿ "
B, Barnes PJ, Addock IM. Histone deacetylase
222
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
2-mediated deacetylation of the glucocorticoid
receptor enables NF-kB suppression. J Exp Med
2006:203:7-13.
Ito K, Elliott WM, Cosio B, Caramori G, Kon OM,
Barczyk A,et al. Decreased histone deacetylase
activity in chronic obstructive pulmonary disease.
New Engl J Med 2005; 352:1967-76.
Kurihara I, Shibata H, Suzuki T, Ando T, Kobayashi
S, Hayashi M, et al. Expression and regulation of
nuclear receptor coactivators in glucocorticoid
action. Mol Cell Endocrinol 2002;189:181-9.
Montuschi P, Collins JV, Ciabattoni G, Lazzeri
N, Corradi M, Kharitonov SA, et al. Exhaled
8-isoprostane as an in vivo biomarker of lung
oxidative stress in patients with COPD and
healthy smokers. Am J Respir Crit Care Med
2000;162:1175-7.
Caramori G, Papi A. Oxidants and asthma.
Thorax 2004;59:170-3.
Cosio BG, Mann B, Ito K, Jazrawi E, Barnes
PJ. Histone acetylase and deacetylase activity
in alveolar macrophages and blood monocytes
in asthma. Am J Respir Crit Care Med
2004;170:141-7.
Barnes PJ. Corticokortikosteroid resistance
in airway disease.
Proc Am Thorac Soc
2004;1:264-8.
The ENFUMOSA cross-sectional European
multicentre study of the clinical phenotype of
chronic severe asthma. European network for
understanding mechanisms of severe asthma.
Eur Respir J 2003;22:470-7.
Tliba O, Cidlowski J, Amrani Y. CD38 expression
is insensitive to kortikosteroid action in cells
treated with TNF-a and IFN-g by a mechanism
involving the upregulation of glucocorticoid
`œ
$ƒV`'**& &Q‹
96.
Xystrakis E, Kusumakar S, Boswell S, Peek E,
Urry Z, Richards DF, et al. Reversing the defective
induction of IL-10-secreting regulatory T cells in
glucocorticoid-resistant asthma patients. J Clin
Invest 2006;116:146-55.
25. Cookson W, Moffatt M. Making sense of asthma
genes. N Engl J Med 2004;351:1794-6.
26. Hauk PJ, Hamid QA, Chrousos GP, Leung DY.
Induction of corticokortikosteroid insensitivity in
human PBMCs by microbial superantigens. J
Allergy Clin Immunol 2000;105:782-7.
27. Johnston SL. Overview of virus-induced airway
disease. Proc Am Thorac Soc 2005;2:150-6.
28. Bellattato C, Adcock IM, Ito K, Caramori G,
Casolari P, Ciaccia A, et al. Rhinovirus infection
reduces
glucocorticoid
receptor
nuclear
translocation in airway epithelial cells. Eur Respir
J 2003;22:565.
29. Leung DY, Bloom JW. Update on glucocorticoid
action and resistance. J Allergy Clin Immunol
2003;111:3-22.
30. ^
# ‰< ” ”>
Surs W, Leung DY. Allergen exposure
decreases glucocorticoid receptor binding

_ atopic asthmatics. Am J Respir Crit Care Med
1997;155:87-93.
31. ~ V” }‰   ‰< ”
Leung DY. Increased T-cell receptor T cells in
`_ _ <
 ]` {
poorly controlled asthma: a potential role for
microbial superantigens. J Allergy Clin Immunol
1999;104:37-45.
32. Kotzin BL, Leung DY, Kappler J, Marrack P.
Superantigens and their potential role in human
disease. Adv Immunol 1993;54:99-166.
33. Barnes PJ. Theophylline: new perspective
for an old drug. Am J Respir Crit Care Med
2003;167:813-8.
34. }‰  ‰< ” • >\ !
Rex MD, Martin RJ. Bronchoscopic evaluation
 _ $ V
<
associated with high dose glucocorticoids. Am J
Respir Crit Care Med 1997;156:737-43.
35. Walmsley SR, Cadwallader KA, Chilvers ER. The
~![‹
`
<
$
Trends Immunol 2005;26:434-9.
36. Ledford D, Apter A, Brenner AM, Rubin K,
Prestwood K, Frieri M, et al. Osteoporosis in the
corticokortikosteroid-treated patient with asthma.
J Allergy Clin Immunol 1998;102:353-62.
37. ƒ
#” ‰< ” "
`
¡ƒ Š ƒ
Dolovich M, Boushey HA, et al. Systemic effect
comparisons of six inhaled corticokortikosteroid
preparations. Am J Respir Crit Care Med
2002;165:1377-83.
38. ‰< #
}
” • ƒ
Kundu S, Banerji D. Ciclesonide, a novel inhaled
kortikosteroid, does not affect hypothalamicpituitary-adrenal axis function in patients with
moderate-to-severe persistent asthma. Chest
2005;128:1104-14.
39. Eickelberg O, Roth M, Lorx R, Bruce V, Rudiger
J, Johnson M et al. Ligand-independent
`
_
 ``
`
` œ'‹
adrenergic receptor agonists in primary human
_` `
cells. J Biol Chem 1999;274:1005-10.
40. Œ V”$ `
`  `
{
`
œ'‹
agonists and corticokortikosteroids. Eur Respir J
2002;19:182-91.
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
223
Download