Mekanisme Resistens Kortikosteroid Pada Asma Anna Rozaliyani, Agus Dwi Susanto, Boedi Swidarmoko, Faisal Yunus Departemen. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan Jakarta + Abstract ` _` ` { < ` `$" ` { ` _ ] ` ` < { { _ { < ` _$~{_{ asthmatic patients show a poor or absent response even to high doses of corticosteroids. Knowing the mechanisms of corticosteroids resistance in asthma may lead to provide a better understanding on the management of corticosteroid resistant asthma. Molecular mechanisms of corticosteroids resistance include abnormalities in ligand binding and translocation of the nucleus, decreased expression and or co-repressor protein activity or increased expression of <` `$ Key words: asthma, corticosteroid resistance, molecular mechanism Abstrak V < $ ] ] < < bronkus. Pada umumnya pasien asma berespons baik terhadap pemberian kortikosteroid, tetapi sejumlah kecil pasien menunjukkan respons yang buruk bahkan tidak berespons terhadap pemberian kortikosteroid dosis tinggi sekalipun. Pengetahuan tentang mekanisme resistens kortikosteroid pada asma diharapkan memberikan pemahaman lebih baik tentang penatalaksanaan asma resistens kortikosteroid. Mekanisme molekular resistens kortikosteroid meliputi kelainan pada ikatan ligan dan translokasi inti, menurunnya ekspresi dan atau aktiviti protein korepresor atau meningkatnya ekspresi < $ Kata kunci: asma, resistensi kortikosteroid, mekanisme molekular PENDAHULUAN Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas tetapi dapat juga bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian.1 Asma telah menyebabkan gangguan kesehatan pada 300 juta penduduk di seluruh dunia dan diperkirakan akan terdapat 100 juta orang lagi yang menderita asma pada tahun 2025.2 V < saluran napas yang khas, ditandai oleh sel mast 210 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 jumlah sel T helper-' _ $V < khas inilah yang mendasari gambaran klinis pasien asma termasuk mengi intermiten, sesak napas, batuk dan rasa berat di dada. Peningkatan berbagai < atau kemokin dan growth factor yang berasal dari struktur sel saluran napas antara lain sel otot polos ditemukan pada pasien asma. Sel epitel diduga berperan penting karena mengalami aktivasi oleh sinyal lingkungan dan melepaskan berbagai protein < gen yang dikendalikan oleh faktor transkripsi < nuclear factor-kB (NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1) yang teraktivasi pada saluran napas pasien asma.3-5 Kortikosteroid adalah pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Kortikosteroid bekerja dengan menekan proses < ` ] pada pasien asma. Penggunaan kortikosteroid inhalasi dilaporkan menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif saluran napas, mengurangi gejala, frekuensi dan berat serangan serta memperbaiki kualitas hidup pasien asma.1 Pasien asma pada umumnya memberikan respons yang baik terhadap pemberian kortikosteroid inhalasi dosis rendah tetapi pada pasien dengan derajat asma yang berat, diperlukan dosis lebih tinggi. Pemberian kortikosteroid oral secara regular diperlukan pada asma tergantung kortikosteroid, tetapi pemberian kortikosteroid dapat sama sekali tidak efektif pada asma resistens kortikosteroid.6 Frekuensi asma yang tidak sensitif terhadap kortikosteroid tersebut sekitar 5% dari seluruh pasien asma sedangkan asma resistens kortikosteroid frekuensinya kurang dari 0,1%. Pasien asma resistens kortikosteroid jumlahnya tidak banyak tetapi dapat menimbulkan masalah dalam penatalaksanaannya. Pengetahuan tentang mekanisme resistens kortikosteroid pada asma terus dikembangkan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang penatalaksanaan asma resistens kortikosteroid.2-5 MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID Kortikosteroid dikenal juga sebagai glukokortikosteroid, glukokortikoid atau steroid merupakan obat paling banyak digunakan di seluruh dunia untuk mengatasi gangguan imunitas atau < $2-7 Sejarah kortikosteroid bermula saat Solomon Solis-Cohen, seorang dokter dari Amerika Serikat melaporkan manfaat pemberian ekstrak adrenal secara oral pada pasien asma.dikutip dari 6 Keberhasilan Kendall dan Reichstein melakukan isolasi dan sintesis kortisol serta hormon adrenokortikotropik telah mengantarkan mereka meraih penghargaan Nobel untuk bidang *$ dkk. Dari Universitas John Hopkin melaporkan bahwa hormon tersebut menunjukkan manfaat luar biasa pada pasien asma. Kortikosteroid oral terbukti efektif tetapi penggunaannya kemudian dibatasi karena efek samping sistemiknya. Perkembangan selanjutnya adalah penemuan kortikosteroid inhalasi yang kemudian menjadi terapi lini pertama dalam penatalaksanaan asma persisten.5,6 ] < saluran napas pada tingkat selular termasuk $~ ] < ke dalam saluran napas melalui penekanan produksi mediator kemotaktik dan molekul adhesi serta < $ Target selular utama kortikosteroid inhalasi adalah sel epitel. Kortikosteroid memiliki spektrum efek < < $3,6 Beberapa hal yang perlu diketahui untuk menjelaskan mekanisme molekular aksi kortikosteroid adalah remodeling kromatin dan ekspresi gen, reseptor glukokortikoid (glucocorticoid receptor, GR), aktivasi gen penyandi < _ < $3-6 ) kromatin dan ekspresi gen Perubahan struktur kromatin sangat penting dalam pengaturan ekspresi gen. Kromatin yang terdiri atas DNA dan histon merupakan protein dasar pembentuk tulang punggung struktur kromosom. Ekspresi dan represi gen dikaitkan dengan remodeling struktur kromatin oleh perubahan enzimatik. Histon berperan penting dalam mengatur ekspresi gen dan menentukan gen yang aktif maupun tidak. Histon memiliki ujung N-terminal yang kaya dengan residu lisin dan menjadi target asetilasi. Komponen inti deoxyribonucleic acid (DNA) terikat erat di sekeliling histon yang mengaktivasi pembentukan messengerribonucleic acid (mRNA) pada sel yang istirahat. Komposisi struktur kromatin tersebut berhubungan dengan penekanan ekspresi gen. Transkripsi gen J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 211 hanya berlangsung bila struktur kromatin dalam keadaan terbuka sehingga RNA polymerase II dan kompleks transkripsi basal dapat berikatan dengan DNA untuk menginisiasi transkripsi. Faktor transkripsi < _ >^ dengan molekul koaktivator besar misalnya p300/ CREB (cyclic adenosine monophosphate response element–binding protein)–binding protein (CBP) dan p300/CBP-associated factor (PCAF). Molekul koaktivator ini berperan sebagai molecular switches yang mengendalikan transkripsi gen. Mekanisme molekular ini berlaku umum untuk semua gen termasuk gen yang terlibat dalam proses diferensiasi, proliferasi dan aktivasi sel.3-6 Histone acetyltransferase (HAT) berperan sebagai koaktivator yang mengaktifkan gen sedangkan histone deacetylase (HDAC) berperan sebagai korepresor yang menon-aktifkan gen secara umum (gambar 1). Mekanisme ini menjadi < _ < $ yang berhubungan dengan peningkatan ekspresi < _ ~>"$ [ < ^[ yang teraktivasi akan berikatan dengan DNA dan berinteraksi dengan molekul koaktivator misalnya CBP dan PCAF. Asetilasi memungkinkan struktur kromatin bertransformasi dari bentuk tidak aktif/ tertutup menjadi bentuk aktif/terbuka.3,5-7 Gambar 1. Aktivasi dan represi gen yang diatur oleh asetilasi histon Dikutip dari (3) Reseptor glukokortikoid Kortikosteroid berdifusi 212 secara J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 langsung melewati membran sel dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid (GR) di dalam sitoplasma. Reseptor ini biasanya berikatan dengan protein yang dikenal sebagai chaperone diantaranya heat shock protein-90 (hsp-90) dan FK-binding protein yang melindungi reseptor dan mencegah lokalisasi inti dengan melindungi suatu tempat pada reseptor yang diperlukan dalam proses transpor melewati membran inti ke dalam inti sel.8 Pada awalnya dikenal gen tunggal yang menyandi reseptor glukokortikoid manusia tetapi beberapa varians kemudian dikenal sebagai kortikosteroid $ # # a) mengikat kortikosteroid sedangkan reseptor # ]` alternatif dengan DNA tetapi tidak diaktivasi oleh $!# proses resistens kortikosteroid pada asma tetapi hal itu belum diketahui pasti mengingat kadar ekspresi #` #$9-10 Reseptor ] dengan cara lain yang mengubah responsnya terhadap kortikosteroid diantaranya melalui proses perubahan ikatan ligan, translokasi ke dalam inti sel, _ $11-12 Kortikosteroid mengatur ekspresi gen melalui beberapa cara seperti ditunjukkan dalam gambar 2. Kortikosteroid akan memasuki sel untuk berikatan dengan GR di dalam sitoplasma yang bertranslokasi ke dalam inti sel. Kortikosteroid yang berikatan dengan GR akan menimbulkan perubahan struktur reseptor sehingga terjadi disosiasi protein chaperone molekular yang mengakibatkan terjadinya transpor cepat kompleks reseptor glukokortikoidkortikosteroid ke dalam inti sel dan selanjutnya akan berikatan dengan elemen glucocorticoid response elements (GRE). Homodimer GR berikatan dengan GRE di daerah promoter gen sensitif steroid yang < Annexin, secretory leukoprotease inhibitor (SLPI), mitogenactivated kinase phosphatase-1 (MKP-1), inhibitor of ^[! glucocorticoid-induced leucine zipper protein (GILZ).5,6 Interaksi GR dan GRE akan menyebabkan peningkatan transkripsi gen (transakti-vasi) tetapi bila tidak terdapat situs GRE (GRE negatif), pengikatan GR menyebabkan supresi gen (cisrepression) yang dikaitkan dengan efek samping kortikosteroid.13 Efek samping akibat GRE negatif tersebut belum banyak diketahui tetapi diantarnya berhubungan dengan gen yang mengatur aksis hipotalamus-pituitari yaitu pro-opiomelanocortin (POMC) dan corticotrophin releasing factor (CRF1), metabolisme tulang (osteocalcin) dan struktur kulit (keratin). Reseptor glukokortikoid inti juga dapat berinteraksi dengan molekul koaktivator misalnya "V _ < diantaranya NF-kB yang akan menghentikan gen < $3,5,6 < V! MKP-1, IkB dan GILZ.16,17 Kortikosteroid dosis tinggi secara teori diperlukan untuk meningkatkan ] ` < pada kenyataannya kortikosteroid dosis rendah pun < $5,6 Aktivasi ekspresi < ] dalam gambar 3. +$ < Dikutip dari (5) Gambar 2. Mekanisme kortikosteroid dalam mengatur ekspresi gen Dikutip dari (5) Aktivasi gen oleh kortikosteroid berhubungan dengan asetilasi residu lisin-5 dan 6 pada histon-H4 dan menyebabkan peningkatan transkripsi gen.14,15 Reseptor gluko-kortikoid yang teraktivasi dapat berikatan dengan GRE pada daerah gen sensitif kortikosteroid serta berikatan dengan molekul koaktivator misalnya CBP, pCAF, steroid receptor coactivator-1 (SRC-1) dan GR interacting protein-1 (GRIP-1) yang memungkinkan aktivitasHAT sehingga terjadilah asetilasi lisin pada histon-H4. Proses itu akan menyebab-kan aktivasi gen yang Efek utama kortikosteroid dalam mengontrol < < menyandinya. Hal itu terjadi melalui interaksi reseptor glukokortikoid dengan situs GRE yang akan menonaktifkan transkripsi. Pasien asma menunjukkan peningkatan ekspresi berbagai gen < < < $ < _ < ! tumor necrosis factor ^[ _ ^[ kinase 2 (IKK2) selanjutnya terjadi aktivasi faktor ^[$3,6 > * & ^[ < _ dalam inti sel dan berikatan dengan koaktivator misalnya CBP atau PCAF yang memiliki aktivitas HAT intrinsik. Asetilasi lisin terjadi pada histon-H4 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 213 yang menyebabkan peningkatan ekspresi gen yang < granulocytemacrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) atau cyclooxygenase-2 (COX-2). Tabel 1 menunjukkan efek kortikosteroid dalam meningkatkan maupun menurunkan transkripsi gen. Tabel 1. Efek kortikosteroid terhadap transkripsi gen Dikutip dari (6) Reseptor glukokortikoid akan bertranslokasi ke dalam inti sel setelah diaktivasi oleh kortikosteroid dosis rendah seperti yang digunakan dalam terapi kortikosteroid inhalasi pasien asma. Reseptor tersebut selanjutnya berikatan dengan koaktivator misalnya CBP, pCAF, SRC-1 dan GRIP-1 untuk menghambat aktivitas HAT secara langsung serta merekrut HDAC yang akan menghambat asetilasi histon. Proses itu akan menyebabkan supresi gen < $3,5,6 V _ < kortikosteroid ditunjukkan pada gambar 4. RESISTENS KORTIKOSTEROID PADA ASMA Kortikosteroid secara umum menunjukkan efektivitas yang baik dalam mengontrol asma < ] kecil pasien asma tidak menunjukkan respons yang baik meskipun telah mendapat kortikosteroid inhalasi maupun oral dosis tinggi. Pasien asma berat membutuhkan dosis kortikosteroid inhalasi yang lebih besar dan kadang-kadang dosis rumatan kortikosteroid oral untuk mengontrol gejala asma. Stres oksidatif dilaporkan meningkat pada pasien asma berat dan selama eksaserbasi.18,19 Penurunan HDAC diduga menyebabkan penurunan respons pasien tersebut terhadap kortikosteroid serta relatif tidak beresponsnya pasien asma terhadap kortikosteroid. Penurunan aktivitas HDAC dalam sel mononuklear darah tepi lebih sering ditemukan pada pasien asma berat dibandingkan asma ringan.20 sebagai peningkatan FEV1 kurang dari 15% dari nilai dasar setelah pemberian prednisolon dosis tinggi (40 mg perhari) selama 2 minggu pada pasien asma yang memperlihatkan peningkatan FEV1 lebih dari 15% dengan terapi salbutamol. Pasien asma yang menunjukkan peningkatan FEV1 lebih dari 30% dinyatakan sebagai pasien asma yang sensitif terhadap kortikosteroid.2,4 Resistens kortikosteroid komplit pada asma jarang ditemukan, prevalensnya kurang dari 1:1000 sementara itu yang lebih sering ditemukan adalah berkurangnya respons terhadap kortikosteroid (asma tergantung kortikosteroid) yang membutuhkan kortikosteroid inhalasi atau oral dosis tinggi untuk mengontrol asma secara adekuat.21 Suatu penelitian potong lintang pada 163 pasien asma berat di Eropa menunjukkan bahwa karakteristik pasien yang terbanyak adalah perempuan, lebih sensitif terhadap aspirin, memiliki obstruksi saluran napas lebih berat dan kapasiti difusi lebih rendah tetapi memiliki derajat atopi lebih sedikit dibandingkan pasien asma ringan-sedang.22 ;$V _ < Dikutip dari (5) 214 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 Perubahan patologi saluran napas pasien asma resistens kortikosteroid Epitel dan membran basal saluran napas pasien asma resisten kortikosteroid lebih tebal dibandingkan pasien asma yang sensitif kortikosteroid. Perbedaan itu dihubungkan dengan perubahan ekspresi penanda proliferasi epitel misalnya peningkatan ekspresi Ki-67, penurunan ekspresi retinoblastoma dan penurunan ekspresi protein Bcl-2. Peningkatan remodeling saluran napas diduga berkaitan dengan kegagalan terapi kortikosteroid inhalasi untuk menginduksi ekspresi penghambat jaringan metalloproteinase-1 pada pasien asma resisten kortikosteroid. Beberapa penelitian melaporkan ekspresi sitokin utama diantaranya IL-2 dan IL-4 berhubungan dengan berkurangnya respons reseptor glukokortikoid pada pasien asma resistens kortikosteroid.2,4 berinteraksi dengan NF-kB atau AP-1. Reseptor kortikosteroid teraktivasi akan berikatan dengan faktor transkripsi tersebut secara langsung maupun tidak langsung selanjutnya akan merekrut protein korepresor yang akan mengurangi kemampuan faktor transkripsi tersebut untuk mengaktifkan gen < $2,4 Alergen dan superantigen dapat juga mempengaruhi ikatan ligan GR tetapi juga dapat # helper-2. Asap rokok dan stres oksidatif dapat mencegah translokasi inti GR atau menurunkan aktivitasHDAC2 sehingga mengurangi kemampuan GR untuk menonaktifkan < $ long acting 2 agonist (LABA) dapat meningkatkan translokasi # aktivitasHDAC2. Aksi berbeda ini berhubungan dengan kemampuannya untuk meningkatkan fungsi GR dalam berbagai penyakit.2,4 Gambar MEKANISME MOLEKULAR RESISTENS KORTIKOSTEROID 5 menunjukkan mekanisme molekular resistens kortikosteroid serta beberapa faktor yang ikut berperan dalam mekanisme tersebut. Resistens terhadap kortikosteroid pada tingkat molekular dipengaruhi berbagai mekanisme dan dapat berbeda antarpasien. Penelitian menunjukkan penurunan respons GR yang terlihat dalam sel pasien asma resistens kortikosteroid, pasien asma yang merokok serta pasien PPOK. Mekanisme molekular tersebut diantaranya kelainan pada ikatan ligan dan translokasi inti, menurunnya ekspresi dan atau aktivitas protein korepresor atau meningkatnya < ^[ kB dan AP-1. Pasien asma resistens kortikosteroid memiliki kadar kortisol normal dan tidak menderita penyakit Addison. Hal itu berbeda dengan pasien resistens kortikosteroid bawaan yang mengalami mutasi GR dan kelainan kadar kortisol basal.2,4,21 Kortikosteroid secara bebas akan berdifusi dari sirkulasi melewati membran sel untuk berinteraksi dengan GR sitosolik yang berada dalam kondisi inaktif. Reseptor akan teraktivasi pada ikatan ligan, dilepaskan dari kompleks chaperone dan bertranslokasi ke dalam inti sel untuk selanjutnya berikatan sebagai suatu dimer dengan GRE pada DNA dan menginduksi transkripsi sejumlah gen < _ $ # teraktivasi secara selektif akan menekan transkripsi < >^ < $ V < < ^[ kB, AP-1 dan aktivator sinyal protein transkripsi. Reseptor glukokortikoid berperan sebagai monomer dan merekrut protein represor misalnya HDAC2. _ ] < koaktivasi reseptor sel-T (CD3/CD28) dapat mengurangi fungsi GR dengan mengurangi ikatan ligan dan translokasi inti atau dengan menekan/ Kelainan ikatan ligan dan translokasi inti Sitokin tertentu diantaranya IL-2, IL-4 dan IL-13 yang menunjukkan ekspresi berlebihan dalam cairan BAL dan spesimen biopsi bronkus pada pasien asma yang resistens kortikosteroid diduga memicu J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 215 # < sel limfosit T yang menyebabkan resistens lokal < $ # ` < kortikosteroid pasien asma berat. Kelainan ikatan ligan dan translokasi inti tersebut menunjukkan peningkatan ekspresi isoform negatif dominan GR # # cairan BAL pasien asma resistens kortikosteroid.2,4 Gambar 5. Mekanisme molekular resistens kortikosteroid Dikutip dari (2) Fosforilasi GR dapat diinduksi oleh IL-2 atau IL-4 dan IL-13 dalam proses yang diperantarai p38 MAPK dan berakibat hilangnya fungsi GR. Jalur kinase atau MAPK lain juga dapat meregulasi fungsi GR tergantung stimulus yang digunakan misalnya insensitivitas GR yang diinduksi dalam sel T oleh aktivasi koreseptor atau superantigen akan berlawanan dengan inhibitor the extra-celullar signalregulated kinase MAPK pathway. Peningkatan kadar growth factor-associated phosphotyrosine pada pasien asma resistens kortikosteroid tidak dipengaruhi oleh terapi inhalasi kortikosteroid dan ] < tidak berespons terhadap kortikosteroid pada pasien asma persisten berat.2,4,5 Pasien asma resistens kortikosteroid menunjukkan penurunan efek inhibisi kortiko steroid pada penglepasan sitokin ke sel mononuklear darah perifer yang mengindikasikan bahwa sel tersebut 216 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 resistens terhadap kortikosteroid secara in vitro. Penelitian menunjukkan suatu kelompok memiliki lokalisasi inti GR yang tidak berespons terhadap kortikosteroid dosis tinggi dan mungkin disebabkan kelainan aktivasi p38 MAP kinase yang meningkat. Translokasi inti GR mengalami kelainan pada sebagian pasien asma resistens kortikosteroid dan menyebabkan menghilangnya ikatan GR-GRE. Berkurangnya lokalisasi inti kortikosteroid diduga < $2-4 Kortikosteroid menginduksi lokalisasi inti GR yang akan berinteraksi dengan histon-4 pada pasien yang sensitif kortikosteroid selanjutnya mengakibatkan asetilasi residu lisin K5 dan K16 _ < $ Kelompok-1 pasien asma resistens kortikosteroid menunjukkan kelainan lokalisasi inti GR yang disebabkan fosforilasi GR oleh p38 MAP kinase yang diaktivasi oleh IL-2, IL-4 dan IL-13. Kelompok-2 menunjukkan lokalisasi inti normal tetapi dengan kelainan asetilasi yang akan menghambat aktivasi gen penting yang dipengaruhi kortikosteroid. Penelitian lain menunjukkan bahwa pasien asma resistens kortikosteroid memiliki derajat ikatan GRGRE yang menurun dibandingkan dengan pasien bukan asma yang memperoleh kortikosteroid setelah stimulasi sel mononuklear dalam darah tepi dengan deksametason.2,4,6 Interaksi dengan faktor transkripsi < < antaranya AP-1dan NF-kB. Aktivitas AP-1 meningkat dalam sel mononuklear darah perifer pasien asma yang resisten kortikosteroid. Aktivitas Jun N-terminal kinase dan MAP kinase yang mengaktivasi AP-1 juga ditemukan meningkat. Kadar AP-1 mengalami perubahan pada pasien asma resistens kortikosteroid dan peningkatan kadar AP-1 diduga melindungi fungsi GR. Peningkatan jumlah IL-2 dan IL-4 dalam sel BAL pada pasien asma CR diduga menunjukkan kelainan primer regulasi sitokin. Sitokin Th2 akan meningkatkan ekspresi AP-1 yang dapat mengaktivasi sitokin Th2 dalam jumlah lebih besar dan menyebabkan loop.2,4,21 FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI RESISTENS KORTIKOSTEROID Beberapa hal yang dapat mempengaruhi resistens kortikosteroid diantaranya imunomodulasi, pajanan asap rokok, predisposisi genetik, infeksi virus, pajanan alergen, superantigen mikrobial dan $ [ bersamaan maupun tidak pada seorang pasien asma tetapi perlu diketahui dengan cermat karena dapat berperan dalam terjadinya resistens kortikosteroid $ ! diharapkan dapat membantu mengetahui prognosis serta penatalaksanaan pasien asma resistens kortikosteroid.4,21 CD41 sel T pasien asma resistens steroid kurang < ! 10 dalam respons terhadap deksametason dibandingkan pasien asma yang masih sensitif terhadap kortikosteroid. Data tersebut menunjukkan kemungkinan pemberian IL-10 akan bermanfaat pada pasien asma resistens kortikosteroid. Penambahan vitamin D3 yang dikombinasikan dengan deksametason dapat memulihkan kemampuan sel T CD41 yang memproduksi IL-10 pada pasien asma resistens kortikosteroid untuk melepaskan IL-10 pada tingkat yang sama dengan yang terlihat dalam sel pasien asma sensitif kortikosteroid. Pemberian vitamin D3 oral 0,5 mg perhari selama 7 hari pada pasien asma resistens kortikosteroid dilaporkan dapat meningkatkan respons sel T terhadap deksametason. Hal itu menunjukkan bahwa vitamin D3 berpotensi meningkatkan respons terapi terhadap kortikosteroid pada pasien asma resistens kortikosteroid.4,24 Imunomodulasi Interleukin-2, IL-4 dan IL-13 yang menunjukkan peningkatan ekspresi pada biopsi bronkial pasien asma resistens kortikosteroid akan menginduksi # < sel limfosit-T dan monosit yang mengakibatkan < $ Kombinasi IL-2 dan IL-4 menginduksi resistens kortikosteroid in vitro melalui aktivasi p38 MAP kinase yang akan menimbulkan fosforilasi GR dan dan translokasi inti yang diinduksi kortikosteroid pada GR. Inhibitor p38 MAP-kinase diduga dapat mengurangi resistens kortikosteroid.2-5 Perangkat imunosupresi poten yang dimiliki kortikosteroid dimodulasi oleh kondisi yang mempengaruhi situasi imun lokal misalnya kemampuan kortikosteroid untuk mempengaruhi ekspresi CD38 pada sel otot polos saluran napas manusia. Induksi CD38 yang dirangsang oleh TNF-a, IL-1b dan IL-13 bersifat sensitif untuk supresi < TNF-a dan kostimulasi IFN-g atau ekspresi CD38 yang diinduksi hanya oleh stimulasi IFN-g bersifat tidak sensitif terhadap aksi kortikosteroid. Hal itu # #] Q+$23 ! * < poten dan sekresinya dari makrofag alveolar dan monosit yang bersirkulasi dilaporkan menunjukkan penurunan pada pasien asma resistens kortikosteroid. Hal itu diduga berperan dalam < kortikosteroid. Sitokin Th2 juga diduga berperan dalam pasien asma berat dengan resistens kortikosteroid. Beberapa penelitian menunjukkan Asap rokok Pasien asma yang merokok memperlihatkan efek < dan hal itu juga terjadi pada bekas perokok. Asap rokok merupakan stres oksidatif dan dapat mempengaruhi berbagai aspek fungsi kortikosteroid termasuk translokasi inti GR dan kofaktor inti sel. Peningkatan penanda stres oksidatif misalnya 8-isoprostane menunjukkan respons resistens J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 217 terhadap terapi kortikosteroid. Kofaktor HDAC2 yang berperan penting dalam fungsi kortikosteroid dilaporkan mengalami penurunan aktivitas dan ekspresi dalam spesimen biopsi bronkus perokok tua yang dianggap sehat.3,4,21 Gambar 6 menunjukkan mekanisme inaktivasi HDAC2 pada pasien asma yang merokok. Gambar 6. Mekanisme inaktivasi HDAC2 pada pasien asma yang merokok Dikutip dari (5) Kombinasi efek asma dan asap rokok ini mirip dengan yang terjadi pada pasien PPOK yang menunjukkan penurunan ekspresi dan aktivitas HDAC2 yang berkorelasi dengan beratnya kelainan dalam paru, saluran napas dan makrofag cairan BAL. < yang merokok ataupun PPOK akan membentuk anion superoksida dan nitrit monoksida yang berkombinasi membentuk peroksinitrit kemudian meninggalkan residu tirosin (Tyr) yang akan menginaktifkan peran katalitik HDAC2 serta menjadi penanda enzim untuk ubiquitination (Ub) yang mengakibatkan destruksi oleh proteasom. Menurunnya HDAC2 menyebabkan < ` < $3,5,6 Predisposisi genetik Lingkungan dan variasi genetik berperan dalam setidaknya 50% risiko asma. Kompleks gen asma >++ V~[ DPP10, GPRA dan SPINK5 diduga berperan dalam 218 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 timbulnya resistens kortikosteroid pada pasien asma $ IL-4 dengan beratnya asma dan respons terhadap $ V berhubungan dengan penurunan fungsi paru pada sekelompok pasien asma dengan berat gejala $ menunjukkan bahwa pasien asma memiliki alel T 233C>TIL4 dan alel A 576Q>RIL4RA yang berhubungan dengan meningkatnya risiko asma persisten berat. Faktor genetik yang berhubungan dengan beratnya asma, respons kortikosteroid ataupun keduanya diduga berkaitan juga kelompok ras.25,26 Infeksi virus Eksaserbasi berulang merupakan penyebab utama kesakitan pada pasien asma. Virus penyebab gangguan respirasi merupakan pemicu eksaserbasi yang penting. Penelitian terkini menunjukkan infeksi rinovirus dapat mengurangi translokasi inti GR dan menurunkan fungsi kortikosteroid.27,28 Eksaserbasi berulang pada serangan asma berat berkaitan juga dengan faktor komorbid yang mudah dideteksi dan diobati. Intervensi terapeutik bertujuan untuk memperbaiki kondisi pasien sehingga diharapkan dapat menurunkan kesakitan dan pengeluaran medis.4 Pajanan alergen Pasien dengan asma alergi berat biasanya menunjukkan perburukan selama musim semi dan membutuhkan kortikosteroid dalam jumlah lebih besar untuk mengontrol penyakitnya.29 Kelompok peneliti Denver telah menyelidiki efek pajanan alergen terhadap fungsi GR dan dalam sel mononuklear darah tepi pasien asma alergi.30 Penurunan dalam sel mononuklear darah tepi mirip dengan pajanan sel terhadap alergen kucing secara in vitro selama ; ]$ Candida albicans tidak menunjukkan efek terhadap pada pasien yang memang tdak alergi terhadap alergen tersebut. Efek terhadap ikatan ligan GR itu berhubungan dengan penurunan proliferasi sel T dan dapat dihambat oleh antibodi terhadap IL-2 dan IL-4.31 Superantigen mikrobial Superantigen yang disekresi oleh bakteri atau virus diduga berkontribusi terhadap buruknya pengontrolan asma dan berkurangnya sensitivitas terhadap kortikosteroid. Peningkatan nyata TCRBV81 pada sel T pasien dengan pengontrolan asma yang buruk telah dilaporkan dan hal itu menunjukkan aktivasi oleh superantigen mikrobial.32 Penelitian lain PENATALAKSANAAN RESISTENS KORTIKOSTEROID Penatalaksanaan pasien asma resistens kortikosteroid menjadi tantangan tersendiri bagi para klinisi. Prinsip penatalaksanaan pasien asma resistens kortikosteroi ditunjukkan dalam tabel 2. Pasien-pasien tersebut dikhawatirkan mengalami efek samping yang tidak diharapkan akibat pemberian terapi kortikosteroid sistemik jangka Tabel 2. Penatalaksanaan asma resistens kortikosteroid melaporkan penurunan kemampuan deksametason untuk menekan proliferasi sel-T dalam sel yang dirangsang dengan superantigen Staphylococcal enterotoxin-B dibandingkan dengan sel yang dirangsang dengan PHA. Penelitian itu menunjukkan bahwa mekanisme efek tersebut diperantarai oleh #$33 Wenzel dkk34 ` BAL pasien asma resistens kortikosteroid berat yang memperoleh kortikosteroid oral dosis tinggi dibandingkan dengan pasien asma yang sensitif $ terendah ditemukan pada pasien asma berat yang memperoleh terapi kortikosteroid, mirip dengan sedang yang tidak memperoleh terapi kortikosteroid ] $ ` asma berat dibandingkan dengan 2 kelompok lainnya dan hal itu mungkin disebabkan perbedaan < mendapat terapi kortikosteroid oral dosis tinggi. ` apoptosis dikendalikan oleh kortikosteroid.35 Dikutip dari (4) J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 219 panjang meskipun belum dilaporkan bukti kuat tentang hal tersebut. Pada masa mendatang diperlukan informasi lebih banyak tentang patologi asma persisten berat untuk menentukan apakah terdapat abnormalitas ultrastruktur yang mungkin ireversibel, apakah terapi kortikosteroid dapat < remodeling saluran napas atau keduanya dan seterusnya.4 Penelitian sistematik tentang prognosis jangka panjang pasien asma resistens kortikosteroid belum pernah dilaporkan. Hal yang perlu diperhatikan pada pasien tersebut adalah risiko kesakitan dan kematian akibat asma, efek tidak diharapkan terapi kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka lama yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Pasien yang memperoleh terapi kortikosteroid dosis tinggi perlu dipantau secara hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya efek tidak diharapkan misalnya pemantauan osteoporosis dengan pemeriksaan densitas tulang, perlu dilakukan inisiasi untuk meminimalkan efek tersebut misalnya pemberian diet kalsium dan vitamin D3 yang adekuat.36 Implikasi terapi Kortikosteroid inhalasi merupakan terapi lini pertama dalam penatalaksanaan pasien asma persisten pada dewasa dan anak di banyak negara karena efektivitasnya yang tinggi tetapi absorpsi sistemik kortikosteroid inhalasi dosis tinggi dapat menimbulkan efek merugikan. Penggunaan <~[ { sediaan pressurized metered-dose inhalers (pMDIs) telah memungkinkan produksi obat dengan ukuran partikel lebih kecil yang menyebabkan deposisi obat di dalam paru meningkat 4-5 kali lipat dan obat yang mencapai saluran napas lebih kecil mengalami peningkatan juga.37 Pemberian kortikosteroid inhalasi dengan HFA-based pMDIs dianggap lebih efektif karena memungkinkan pengendalian gejala asma dengan dosis lebih kecil dibandingkan dengan pemberian menggunakan alat non-HFA pMDIs. Beberapa pasien asma resistens kortikosteroid bukan 220 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 sepenuhnya tidak berespons terhadap kortikosteroid tetapi baru berespons terhadap pemberian kortikosteroid dosis yang lebih tinggi daripada normal dengan kemungkinan risiko meningkatnya efek samping. Pemberian kortikosteroid inhalasi dengan memungkinkan pemberian dosis topikal lebih tinggi dengan efek samping yang lebih sedikit.38 Pasien asma resistens kortikosteroid juga sering menunjukkan respons yang baik dengan pemberian ' ' ] tersebut. Kortikosteroid meningkatkan ekspresi ' ` terjadinya downregulation sebagai respons terhadap '$! ' < kortikosteroid dengan meningkatkan translokasi inti GR secara in vitro dan meningkatkan supresi gen < $ ~ # atau efek terhadap protein transport inti.39,40 < oleh inhibisi efek transkripsi NF-kB. Inhibitor bermolekul kecil IKK-2 yang sedang dikembangkan ` _ < yang diinduksi IFN-g. Aktivitas MAPK dilaporkan meningkat pada pasien asma resistens kortikosteroid dan dapat mempengaruhi fungsi kortikosteroid. Inhibitor p38 MAP kinase dapat mengurangi resistens kortikosteroid dan berperan sebagai < kortikosteroid tetapi tidak bermanfaat bila terdapat kelainan asetilasi lisin-5 pada histon-4.4,21 Peningkatan stres oksidatif ditemukan pada pasien asma resistens kortikosteroid maupun PPOK sehingga dapat mempengaruhi timbulnya resistens kortikosteroid. Stres oksidatif dan peroksinitrit dapat menghambat aktivitasHDAC, mirip dengan kelainan HDAC yang terdapat pada pasien PPOK. Peningkatan aktivitas AP-1 diduga merupakan penanda meningkatnya stres oksidatif. Pemberian antioksidan dan inhibitor inducible NO synthase (iNOS) yang dapat menurunkan pembentukan peroksinitrit diharapkan menjadi terapi efektif pada pasien asma resistens kortikosteroid karena dapat memperbaiki sensitivitas terhadap kortikosteroid.3,4,21 menunjukkan kemampuan mengaktivasi HDAC < $V penghambatan fosfodiesterase maupun antagonis reseptor adenosine sehingga menjadi mekanisme baru kerja obat yang cukup menjanjikan. Mekanisme ] VV terjadi pada pasien asma resistens kortikosteroid $ V berkonsentrasi rendah pada makrofag pasien PPOK dilaporkan dapat memperbaiki aktivitas HDAC dan memperbaiki respons sel terhadap kortikosteroid in vitro.5,7,21 Overekspresi IL-2 dan IL-4 pada pasien asma resistens kortikosteroid dan efeknya terhadap fungsi kortikosteroid memungkinkan pemberian antibodi atau antagonis IL-2 atau IL-4. Pemberian sitokin < !* yang mengeluarkan IL-10 dengan pemberian vitamin D3 dikombinasikan dengan kortikosteroid, inhibitor fosfodiesterase-4, Janus kinase-3 atau terapi IL-1 diduga bermanfaat. Pemberian antagonis reseptor ""#' (CCR3) mungkin bermanfaat pada beberapa pasien asma resistens kortikosteroid dengan gambaran $ V misalnya montelukast 10 mg selama 4 minggu pernah dilakukan pada beberapa pasien asma resistens kortikosteroid tetapi ternyata tidak banyak memberikan efek terhadap peningkatan fungsi paru khususnya pada pasien asma yang merokok. V ] < eicosanoid lipoxin A4 (LXA4) ditemukan pada beberapa pasien asma resistens kortikosteroid sehingga terapi LXA4 diduga efektif pada pasien tersebut.2,4 KESIMPULAN 1. Pasien asma resistens kortikosteroid jumlahnya tidak banyak tetapi dapat menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan. 2. Efek utama kortikosteroid diantaranya < pada dinding saluran napas, menekan ekspresi berbagai gen < hiperesponsif bronkus. 3. Mekanisme dasar farmakologi kortikosteroid terutama konsep transaktivasi, transrepresi serta perekrutan kofaktor akan memberikan pemahaman yang baik tentang mekanisme < $ 4. Mekanisme molekular resistens kortikosteroid diantaranya kelainan pada ikatan ligan dan translokasi inti, menurunnya ekspresi dan atau aktivitasprotein korepresor atau meningkatnya < $ 5. Respons kortikosteroid dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya imunomodulasi, asap rokok, predisposisi genetik, infeksi virus, pajanan alergen atau mikroba. 6. Mekanisme molekular resistens kortikosteroid pada asma perlu diketahui dengan baik untuk mengoptimalkan penatalaksanaannya. DAFTAR PUSTAKA 1. Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus F, Prajnaparamita, Suryanto E, editor. Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia;2004.p.1-92. 2. Addock IM, Barnes PJ. Molecular mechanism of corticokortikosteroid resistance. Chest 2008;134;394-401. 3. Barnes PJ, Addock IM. How do corticokortikosteroids work in asthma? Ann Intern Med 2003;139:359-70. J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 221 4. Ito K, Chung KF, Addock IM. Update on glucocorticoid action and resistance. J Allergy Clin Immunol 2006;117:522-43. 5. Barnes PJ. How corticokortikosteroids control < Q V ` '**$ British J Pharmacol 2006;148:245-54. 6. Barnes PJ. Corticokortikosteroids: the drug to beat. Eur J Pharmacol 2006;533:2-14. 7. Barnes PJ, Addock IM, Ito K. Histone acetylation ` Q ` < lung diseases. Eur Respir J 2005;25:552-63. 8. Wu B, Li P, Liu Y, Lou Z, Ding Y, Shu C, et al. 3D structure of human FK506-binding protein 52: implications for the assembly of the glucocorticoid receptor/Hsp90/ immunophilin heterocomplex. Proc Natl Acad Sci 2004;101:8348-83. 9. #" { $ <` glucocorticoids – new mechanisms for old drugs. New Engl J Med 2005;353:1711–23. 10. Pujols L, Mullol J, Roca-Ferrer J, Torrego A, Xaubet A, Cidlowski J, et al. Expression of glucocorticoid receptor alpha and beta-isoforms in human cells and tissues. Am J Physiol Cell Physiol 2002;283:1324-31. 11. Bodwell JE, Webster JC, Jewell CM, Cidlowski JA, Hu JM, Munck A. Glucocorticoid receptor phosphorylation: overview, function and cell cycle-dependence. J Kortikosteroid Biochem Mol Biol 1998;65:91-9. 12. Ismaili N, Garbabedian MJ. Modulation of glucocorticoid receptor function via phosphorylation. Ann NY Acad Sci 2004;1024:86101. 13. Dostert A, Heinzel T. Negative glucocorticoid receptor response elements and their role in glucocorticoid action. Curr Pharm 2004;10:280716. 14. Ito K, Barnes PJ, Addock IM. Glucocorticoid receptor recruitment of histone deacetylase 2 ! ` ~;` lysines 8 and 12. Mol Cell Biol 2000;20:6891903. 15. ! \ " B, Barnes PJ, Addock IM. Histone deacetylase 222 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 2-mediated deacetylation of the glucocorticoid receptor enables NF-kB suppression. J Exp Med 2006:203:7-13. Ito K, Elliott WM, Cosio B, Caramori G, Kon OM, Barczyk A,et al. Decreased histone deacetylase activity in chronic obstructive pulmonary disease. New Engl J Med 2005; 352:1967-76. Kurihara I, Shibata H, Suzuki T, Ando T, Kobayashi S, Hayashi M, et al. Expression and regulation of nuclear receptor coactivators in glucocorticoid action. Mol Cell Endocrinol 2002;189:181-9. Montuschi P, Collins JV, Ciabattoni G, Lazzeri N, Corradi M, Kharitonov SA, et al. Exhaled 8-isoprostane as an in vivo biomarker of lung oxidative stress in patients with COPD and healthy smokers. Am J Respir Crit Care Med 2000;162:1175-7. Caramori G, Papi A. Oxidants and asthma. Thorax 2004;59:170-3. Cosio BG, Mann B, Ito K, Jazrawi E, Barnes PJ. Histone acetylase and deacetylase activity in alveolar macrophages and blood monocytes in asthma. Am J Respir Crit Care Med 2004;170:141-7. Barnes PJ. Corticokortikosteroid resistance in airway disease. Proc Am Thorac Soc 2004;1:264-8. The ENFUMOSA cross-sectional European multicentre study of the clinical phenotype of chronic severe asthma. European network for understanding mechanisms of severe asthma. Eur Respir J 2003;22:470-7. Tliba O, Cidlowski J, Amrani Y. CD38 expression is insensitive to kortikosteroid action in cells treated with TNF-a and IFN-g by a mechanism involving the upregulation of glucocorticoid ` $V`'**& &Q 96. Xystrakis E, Kusumakar S, Boswell S, Peek E, Urry Z, Richards DF, et al. Reversing the defective induction of IL-10-secreting regulatory T cells in glucocorticoid-resistant asthma patients. J Clin Invest 2006;116:146-55. 25. Cookson W, Moffatt M. Making sense of asthma genes. N Engl J Med 2004;351:1794-6. 26. Hauk PJ, Hamid QA, Chrousos GP, Leung DY. Induction of corticokortikosteroid insensitivity in human PBMCs by microbial superantigens. J Allergy Clin Immunol 2000;105:782-7. 27. Johnston SL. Overview of virus-induced airway disease. Proc Am Thorac Soc 2005;2:150-6. 28. Bellattato C, Adcock IM, Ito K, Caramori G, Casolari P, Ciaccia A, et al. Rhinovirus infection reduces glucocorticoid receptor nuclear translocation in airway epithelial cells. Eur Respir J 2003;22:565. 29. Leung DY, Bloom JW. Update on glucocorticoid action and resistance. J Allergy Clin Immunol 2003;111:3-22. 30. ^ # < > Surs W, Leung DY. Allergen exposure decreases glucocorticoid receptor binding _ atopic asthmatics. Am J Respir Crit Care Med 1997;155:87-93. 31. ~ V } < Leung DY. Increased T-cell receptor T cells in `_ _ < ]` { poorly controlled asthma: a potential role for microbial superantigens. J Allergy Clin Immunol 1999;104:37-45. 32. Kotzin BL, Leung DY, Kappler J, Marrack P. Superantigens and their potential role in human disease. Adv Immunol 1993;54:99-166. 33. Barnes PJ. Theophylline: new perspective for an old drug. Am J Respir Crit Care Med 2003;167:813-8. 34. } < >\ ! Rex MD, Martin RJ. Bronchoscopic evaluation _ $ V < associated with high dose glucocorticoids. Am J Respir Crit Care Med 1997;156:737-43. 35. Walmsley SR, Cadwallader KA, Chilvers ER. The ~![ ` < $ Trends Immunol 2005;26:434-9. 36. Ledford D, Apter A, Brenner AM, Rubin K, Prestwood K, Frieri M, et al. Osteoporosis in the corticokortikosteroid-treated patient with asthma. J Allergy Clin Immunol 1998;102:353-62. 37. # < " ` ¡ Dolovich M, Boushey HA, et al. Systemic effect comparisons of six inhaled corticokortikosteroid preparations. Am J Respir Crit Care Med 2002;165:1377-83. 38. < # } Kundu S, Banerji D. Ciclesonide, a novel inhaled kortikosteroid, does not affect hypothalamicpituitary-adrenal axis function in patients with moderate-to-severe persistent asthma. Chest 2005;128:1104-14. 39. Eickelberg O, Roth M, Lorx R, Bruce V, Rudiger J, Johnson M et al. Ligand-independent ` _ `` ` ` ' adrenergic receptor agonists in primary human _` ` cells. J Biol Chem 1999;274:1005-10. 40. V$ ` ` ` { ` ' agonists and corticokortikosteroids. Eur Respir J 2002;19:182-91. J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011 223