PERFORMA KOMUNIKATIF HAJRIYANTO YASIN THOHARI DALAM IMPLEMENTASI PENGELOLAAN JABATAN PUBLIK Disusun Oleh: Satia Chandra Wiguna 208051000012 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436H/2015M Skripsi ini adalah “Monumen Kebangkitan Hidup” yang saya persembahkan untuk Kehidupan saya: Riamawati, Feivel Fathirulhaq, Binar Cahayaranu Satia. Dan bagi siapapun yang berhasil bangkit dari kehancuran. ABSTRAK SATIA CHANDRA WIGUNA, Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Pengelolaan Jabatan Publik Pembimbing : DR. Gun Gun Heriyato, M.Si Thohari Dalam Implementasi Keberhasilan performa komunikatif pejabat publik memang beragam. Salah satunya karena komunikasi yang baik dengan masyarakat. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsi dia sebagai seseorang yang diberi amanah secara tidak langsung oleh masyarakat. Seorang pejabat publik harus memiliki kesadaran bahwa dia adalah wakil atau pelayan masyarakat. Untuk mengetahui performa komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam implementasi pengelolaan jabatan publik, maka penulis memaparkan dengan pertanyaan yang meliputi dua hal: Bagaimana performa komunikatif Hajriyanto Y. Thohari dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI? Bagaimana strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI? Adapun teori yang digunakan oleh penulis adalah teori Performa Komunikatif, ada 5 Performa Komunikatif 1) Performa Ritual; 2) Performa Hasrat; 3) Performa Sosial; 4) Performa Politis; dan 5) Performa Enkulturasi. Performa komunikatif adalah salah satu konsep yang terdapat di Teori Budaya Organisasi. Teori budaya organisasi merupakan sebuah teori komunikasi yang mencakup semua simbol komunikasi (tindakan, rutinitas, dan percakapan) dan makna yang dilekatkan orang terhadap simbol tersebut. Metodologi penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan case study intrinsic (Studi Kasus Intrinsik), yaitu apabila kasus yang dipelajari secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic interest). Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan, performa komunikatif Hajriyanto dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI dilakukan dengan melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai anggota sekaligus Wakil Ketua MPR RI, memasyarakatkan nilai-nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) dan melakukan tugas-tugas protokoler pimpinan MPR. Sedangkan strategi Hajriyanto dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu: 1. Membangun institusi adil melawan korupsi. Strategi ini dilakukan pendidikan atau pelatihan personalia dan refleksi organisasi di lingkungan anggota MPR. 2. Memberdayakan masyarakat madani (civil society) untuk integritas publik. Proses pemberdayaan dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan dan pelatihan tentang civil society dan Tata laksana pemerintahan yang baik (good governance). 3. Mengintegrasikan nilai-nilai etika ke dalam manajemen organisasi. Strategi yang kembangkan adalah dengan menciptakan budaya etika dalam lembaga negara dan meningkatkan kapasitas manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM) secara terus-menerus. Keywords : Performa Komunikatif, Pejabat Publik, Komunikasi Politik i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Rasa syukur yang tak terhingga penulis haturkan atas nikmat Allah SWT, Ridha, Hidayah, dan berkat Rahmat yang senantiasa membina hamba-hambaNya kejalan yang lurus. Sholawat teriring salam senantiasa peneliti sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya melalui pedoman kebenaran, beserta para sahabat dan pengikutnya sebagai pencerah umat hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik. Selama proses penyusunan skripsi ini, banyak sekali kesulitan yang dihadapi penulis, dari segi waktu, pengumpulan data, maupun biaya dan lain sebagainya. Namun dengan niat yang tulus, tekad yang bulat dan kesungguhan hati serta motivasi dari berbagai pihak skripsi ini dapat terselesaikan. Sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih atas selesainya skripsi ini maka dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis mengucapkan terimakasih dan rasa hormat penulis sampaikan kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Wakil Dekan I; Drs. Jumroni. M.Si sebagai Wakil Dekan II; Drs. H. Sunandar, MA sebagai Wakil Dekan III; Rachmat Baihaky, MA sebagai Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran ii Islam; Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. 2. DR. Gun Gun Heryanto, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi; Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Pengurus dan Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan; Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Karyawan dan Staff Tata Usaha, Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; 3. Ketua Sidang, Sekretaris Sidang, Penguji 1 dan Penguji II; 4. Bapak Hajriyanto Yasin Thohari beserta Keluarga dan seluruh staf, baik di DPR dan MPR RI. 5. Sujud syukur saya haturkan untuk Orang tua penulis, Sumarna Atmadja dan Tuty yang telah membesarkan dan mendidik penulis, semoga amal ibadah Bapak dan Mamah diterima disisiNya dan selalu dalam lindungan Allah SWT; Riamawati; Cahaya Hati, Belahan Jiwa yang selalu setia menemani dan memotivasi. Semoga kau selalu sehat dan bahagia dalam lindungan Allah SWT; Feivel Fathirulhaq dan Binar Cahayaranu Satia; Belahan Jiwa, Lentera Hati, Penunjuk Jalan di Kala Gelap. Nafas dan senyummu selalu menguatkanku dalam menjalani hidup. 6. Alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah / Ikatan Remaja Muhammadiyah dan Keluarga Besar Muhammadiyah; Bang Untung Bachtiar, Bang Jeffrie Geovanie, Raja Juli Antoni, Husnan Nurjuman, Ibnu Tsani, Ahmad Imam M Rais, Sanusi Ramadhan, Denden Firman Arief, Mulyoto, M. Fauzi, Iman, Umar Rahmat, Eka Wulandari, Bapak Aziz Kamali, dr. Lukman Ali Husin, Sp,PD, dr, Erwin Santosa, Sp.A, M.Kes, Ir. Sularno, M.Si dan Prof. DR. iii Syafiq A. Mughni, MA serta semuanya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu; 7. Keluarga besar KPI Non Reguler angkatan 2008. Jadikan kisah klasik ini suatu kenangan yang tak akan mudah dilupakan. Peneliti hanya mampu mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberi makna dari pelajaran hidup dan rasa persaudaraan yang tak akan pernah rapuh. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembaca dan khususnya bagi peneliti. Amin Yaa Allah Yaa Robbal Alamin. Wassalam Peneliti iv DAFTAR ISI ABSTRAK .......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah............................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 6 D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 7 E. Metodologi penelitian ................................................................... 9 F. Sistematika penulisan .................................................................... 10 BAB II TINJAUAN TEORITIS ..................................................................... 12 A. Teori Performa Komunikatif ......................................................... 12 B. Pengertian Pejabat Publik .............................................................. 16 C. Konsep Gaya Kepemimpinan ........................................................ 16 D. Konsep Strategi Komunikasi ......................................................... 19 BAB III BIOGRAFI HAJRIYANTO YASIN THOHARI ............................. 21 A. Latar Belakang Keluarga ............................................................... 21 B. Latar Belakang Pendidikan ............................................................ 26 vi C. Riwayat Organisasi dan Karir ........................................................ 32 D. Karya-Karya .................................................................................. 42 BAB IV ANALISIS PERFORMA KOMUNIKATIF HAJRIYANTO YASIN THOHARI DALAM IMPLEMENTASI PENGELOLAAN JABATAN PUBLIK .......................................... 44 A. Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan Publik di MPR RI .................. 44 B. Strategi Hajriyanto Yasin Thohari dalam Mengelola Performa Komunikatif di MPR RI .............................. 65 BAB V: PENUTUP ............................................................................................ 79 A. Kesimpulan ................................................................................... 79 B. Saran ............................................................................................. 81 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82 LAMPIRAN vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca reformasi 1999, jabatan publik menjadi sorotan masyarakat. Salah satu penyebab dari pecahnya reformasi tahun 1998 adalah karena buruknya kinerja pejabat publik. Pejabat publik yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan negara tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 bukan hanya ingin mereformasi kondisi ekonomi Indonesia yang sedang terkena krisis. Pada kenyataannya, masyarakat juga menginginkan adanya reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi bisa dilakukan – selain dengan harus diperbaikinya sistem birokrasi itu sendiri – juga harus ada penyegaran terhadap pengelola sistem birokrasi tersebut dan semua itu tertumpu pada pejabat publik. Setelah tiga belas tahun reformasi berlangsung, pemimpin bangsa silih berganti, pejabat publik tetap menjadi sorotan. Pada era reformasi saat ini, jabatan publik semakin terlihat jelas peran dan fungsi strategisnya. Sehingga berbagai kepentingan yang mempengaruhi kebijakan pejabat publik menjadikan jabatan publik jauh dari tujuannya. Kuatnya kepentingan jabatan publik dari seorang pejabat publik adalah lahir dari latar belakang organisasi, partai politik ataupun pendidikan. Latar belakang ini akan sangat berpengaruh kuat dalam pengelolaan jabatan publik. Hal tersebut juga dapat 1 2 mempengaruhi integritas pejabat publik dalam menjalankan tugasnya. Kepentingan organisasi atau partai politik bisa menjadikan pejabat publik lupa akan janji sumpah setianya terhadap jabatan publik yang telah diucapkannya, mulai dari interaksi, etika berkomunikasi, sikap dan perilaku sampai kebijakan yang merugikan masyarakat. Tidak sedikit pejabat publik yang masuk kepenjara, dari mulai permasalahan moral sampai kasus besar seperti korupsi, dari mulai level daerah sampai ke level Nasional. Performa pejabat publik dari hari kehari selalu menghiasi berita di media cetak maupun elektronik. Tidak banyak pejabat publik yang bisa dikatakan sukses. Tolak ukur kesuksesan seorang pejabat publik beragam, dan juga bagaimana masyarakat menilainya. Ada yang cukup menilai berhasil dengan tanpa terkena skandal korupsi walau tidak menghasilkan kerja-kerja yang bermanfaat. Ada pula pejabat publik yang mengklaim, bahwa dimasa kepemimpinannya mengelola jabatan publik dikatakan sukses walau hanya baru menjalankan beberapa program saja. Keberhasilan performa pejabat publik memang beragam, hal itu bisa disebabkan oleh latar belakang budaya, organisasi ataupun pendidikan yang dimilikinya. Bisa juga disebabkan melalui interaksi komunikasi yang baik dengan masyarakat. Namun yang tidak kalah pentingnya, yang melatarbelakangi keberhasilan seorang Pejabat publik dalam pengelolaan jabatan publik adalah pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsi dia sebagai seseorang yang diberi amanah secara tidak langsung oleh masyarakat, sehingga pada 3 kenyataannya, seorang pejabat publik sadar bahwa dia adalah wakil atau pelayan masyarakat. Pejabat publik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBIH) terdiri dari dua suku kata, yaitu “pejabat” dan “publik”. “Pejabat” memiliki pengertian pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur pimpinan). Sedangkan istilah “publik” diartikan dengan orang banyak (umum). Dari penggabungan pengertian kedua suku kata tersebut dapat dipahami bahwa “pejabat publik” memiliki pengertian pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting sebagai pimpinan yang mengurusi orang banyak. Dengan definsi tersebut, bisa kita simpulkan bahwa ada 3 (tiga) syarat seseorang bisa dikatakan “Pejabat publik”, yaitu: 1) bahwa dia adalah pegawai pemerintah; 2) menjabat sebagai pimpinan; dan 3) bahwa tugasnya adalah mengurusi orang banyak. Sedangkan dalam UU. No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, “Pejabat publik” memiliki pengertian yang tegas dan jelas di dalam pasal 1 angka 8: “Pejabat publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik”. Sementara, yang dimaksud badan publik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 dalam Undang-Undang yang sama: “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau 4 organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.”1 Salah satu jabatan publik yang populer dan mendapat perhatian khsusus dan lebih oleh masyarakat adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan atau Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Mereka dipilih dan dipercaya oleh konstituennya untuk mewakili aspirasi mereka dalam penyusunan regulasi dan anggaran untuk terlaksananya pengelolaan Negara yang baik dan efektif. Penyalahgunaan kewenangan jabatan publik sering pula terjadi di lembaga legislatif tersebut. Kuatnya kepentingan partai dan kepentingan pribadi menjadikan anggota DPR/MPR RI paling rentan terkena permasalahan moral ataupun kasus korupsi. Memang tidak banyak permasalahan moral maupun kasus korupsi yang melibatkan DPR/MPR RI bila dibandingan dengan jumlah Anggota DPR/MPR RI yang ada. Namun seharusnya, mereka sebagai wakil rakyatnya bisa memberikan contoh tauladan yang baik dengan menjalankan jabatan publiknya dengan baik dan benar. Bayangkan bila wakil rakyat menjadi tidak baik karena terlibat permasalahan moral dan kasus korupsi, apa yang akan terjadi oleh rakyat yang diwalikinya? Rakyat, secara sadar maupun tidak sadar, akan mengikuti perilaku dan sikap wakilnya di DPR/MPR RI. 1 Redaksi Sinar Grafika, UU Keterbukaan Informasi Publik (UU RI No. 14 Th. 2008), (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008), h. 3. 5 Beberapa Anggota DPR/MPR RI yang konsisten dengan apa yang menjadi pekerjaan dan apa yang diperjuangkannya adalah mereka yang justru bukan berasal dari partai politik yang berbasiskan agama tapi partai politik berbasiskan nasional. Salah satunya adalah Hajriyanto Y. Thohari, Anggota DPR/MPR RI dari Partai Golkar yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI. Beliau selain menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI, adalah seorang aktivis organisasi dakwah kemasyarakatan (Ormas) Muhammadiyah. Menarik untuk diteliti dan dianalisa, bahwa apakah latar belakang organisasi dan partai politik berpangaruh dalam sukses atau tidaknya Hajriyanto Y. Thohari dalam menjalankan pengelolaan jabatan publik. Dengan konsep performa komunikatif, penelitian ini mencoba untuk mengurai apa yang melatarbelakangi dan bagaimana seorang Hajriyanto Y. Thohari mengelola jabatan publik tersebut. Konsep performa komunikatif yang diambil dari Teori Budaya Organisasi dapat menganalisis bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya di suatu organisasi tertentu bisa dilihat dari berbagai varian yang terdapat di Konsep Performa Komunikatif, yaitu 1) Perfoma Ritual, 2) Performa Hasrat, 3) Performa Sosial, 4) Performa Politis, dan 4) Performa Enkulturasi.2 Performa itu sendiri memiliki definisi metafora yang menggambarkan proses simbolik pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi.3 2 West, Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3, Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008). h. 325. 3 Ibid., h. 326 6 Dan keberhasilan Pejabat publik dalam menajalankan tugasnya bila dianalisis dengan konsep Performa Komunikatif sangatlah sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil judul Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan Publik. B. Batasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada implementasi jabatan publik Hajriyanto Y. Thohari sebagai Wakil Ketua MPR RI 2009-2014. 2. Perumusan Masalah a. Bagaimana performa komunikatif Hajriyanto Y. Thohari dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI? b. Bagaimanakah strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui perfoma komunikatif dalam implementasi pengelolaan jabatan publik Hajriyanto Y. Thohari di MPR RI. b. Untuk mengetahui strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI. 7 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baru dan dapat memberikan kontribusi yang positif dalam bidang komunikasi politik. b. Manfaat Praktis Penelitian diharapkan dapat memperkaya khazanah intelektual, wawasan dan gambaran secara utuh tentang performa komunikatif dalam implementasi jabatan publik. D. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian ini, salah satunya merujuk pada peneilitian sebelumnya yang membahas tentang performa komunikatif, seperti pada penelitian “Hubungan Performa Komunikatif dengan Kinerja Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)”4 yang dilakukan oleh Indah Triwulandari pada tahun 2008 dari Jurusan Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Penelitian ini dibawah bimbingan Rosnandar Romli, Drs., M.Si., sebagai pembimbing utama dan Yanti Setianti, S.Sos., M.Si,. sebagai pembimbing pendamping. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hubungan performa komunikatif dengan kinerja anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). 4 Indah Triwulandari, Hubungan Performa Komunikatif dengan Kinerja Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) (Bandung: Universitas Padjadjaran, 2008). 8 Penelitian tersebut menggunakan metode korelasional. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dan inferensial. Sampel dalam penelitian ini adalah 85 orang anggota Bintara Polwiltabes Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket, melakukan wawancara, observasi, dan studi kepustakaan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Budaya Organisasi (Organizational Culture Theory). Hasil penelitian menunjukan bahwa dari sepuluh sub hipotesis yang diajukan seluruhnya diterima. Pengujian keseluruhan menunjukan ada hubungan antara performa komunikatif dengan kinerja anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). 2. Penelitian selanjutnya yang dijadikan referensi adalah penelitian dengan judul “Strategi Komunikasi Direktorat Diplomasi Departemen Luar Negeri Indonesia (DEPLU) dalam Pencitraan Islam Indonesia di Dunia Internasional” yang di lakukan oleh Geary Fari Muhammad dari Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini di bawah bimbingan Bapak Gun Gun Heriyanto, M.Si. Pada penelitian ini hanya ditemukan kesamaan konsep tentang strategi komunikasi. 3. Konsep teori yang sama pada penelitian lainnya adalah “Kepemimpinan KH. Abdullah Gymnastiar (AA Gym) pada Pondok Pesantren Darut Tauhid Gegerkalong Bandung Tahun 2006-2008” 9 yang dilakukan oleh Muhammad Arifin Sholeh Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Ilmu Dakwah Ilmu Komunikasi, Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Irisan persamaan konsep pada penelitian ini adalah pada konsep kepemimpinan. E. Metodologi Penelitian Objek dari penelitian ini adalah performa komunikatif, sedangkan subjek dari penelitian ini adalah Hajriyanto Y. Thohari. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan case study intrinsic (Studi Kasus Intrinsik). Studi Kasus Intrinsik itu sendiri adalah salah satu dari 3 (tiga) macam tipe studi kasus menurut Stake dalam buku karya Denzin & Lincoln yang berjudul: “Handbook of Qualitative Research”. Studi kasus intrinsik adalah apabila kasus yang dipelajari secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic interest).5 Ada pun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai metedologi, diantaranya sebagai berikut: 1. Wawancara Tahap pertama dari pengumpulan data penelitian adalah dengan melakukan wawancara kepada beberapa nara sumber, dimulai dari Hajriyanto Y. Thohari dan beberapa kolega kerjanya, seperti sesama 5 Denzin & Lincoln, Handbook of Qualitative Research (Sage Publications, 1998), h. 50. 10 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Staff Ahli serta beberapa koleganya dari Ormas Muhammadiyah. Sehingga penelitian ini bukanlah bersifat satu arah yang mengarah kepada subjektivitas, namun diharapkan hasil dari peneilitian ini lebih kepada objektivitas dengan melibatkan pihak luar. Wawancara ini dilakukan dengan 2 metode, yaitu wawancara mendalam dan wawancara yang sifatnya diskusi. 2. Studi Dokumentasi Hajriyanto Y. Thohari telah banyak menulis artikel, baik yang dipublikasikan melalui media cetak maupun melalui websitenya. Selain itu juga Hajriyanto Y. Thohari telah mengeluarkan beberapa buku. Dengan melakukan studi dan kajian terhadap beberapa karya ilmiahnya ini, diharapkan semakin banyak referensi untuk menyusun hasil peneilitian ini. 3. Observasi Partisipatoris Pasif Observasi akan difokuskan pada aktivitas kenegaraan dan aktivitas sosial Hajriyanto Y. Thohari. Observasi dilakukan selama proses penyusunan penelitian ini berlangsung dengan mengikuti aktivitas keseharian Hajriyanto Y. Thohari. F. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan beberapa sub bab-nya. Sistematika penulisan penelitian ini berdasarkan pada buku Pedoman 11 Penulisan Karya Ilmiah UIN (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhan dkk, yaitu sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS Bab ini menguraikan pengertian teori performa komunikatif, pengertian jabatan publik, tipe kepemimpinan dan strategi komunikasi. BAB III BIOGRAFI HAJRIYANTO Y. THOHARI Bab ini menggambarkan biografi Hajriyanto Y. Thohari dengan menjelaskan latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, riwayat organisasi dan karir serta karya-karya Hajriyanto Y. Thohari. BAB IV ANALISIS HASIL TEMUAN Bab ini menjelaskan tentang performa komunikatif Hajriyanto Y. Thohari dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI dan strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI. BAB V PENUTUP Bab ini menyampaikan uraian singkat berupa kesimpulan dan saran penulis atas temuan yang diteliti. BAB II TINJUAN TEORITIS A. Teori Performa Komunikatif 1. Pengertian Performa Komunikatif Performa Komunikatif adalah salah satu konsep yang terdapat di Teori Budaya Organisasi. Teori budaya organisasi merupakan sebuah teori komunikasi yang mencakup semua simbol komunikasi (tindakan, rutinitas, dan percakapan) dan makna yang dilekatkan orang terhadap simbol tersebut.1 Performa Komunikatif merupakan salah satu dari faktor terciptanya budaya organisasi. Masing-masing anggota organisasi tentu memiliki performa komunikatif yang berbeda-beda dan sudah tentu dari tiap-tiap anggota organisasi membawa performa komunikatifnya untuk memberi warna terhadap budaya organisasi. Hal ini tidak terlepas dari ketiga asumsi dasar tentang Teori Ilmu Budaya Organisasi. Teori Budaya Organisasi itu sendiri adalah hasil penelitian dari Clifford Geertz, Michael Pacanowsky, Nick O’Donnel-Trujillo. Asumsi dasar dari teori ini adalah, sebagai berikut2: 1) Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, 1 West, Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3, Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 325. 2 Ibid., h. 319. 12 13 yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi. 2) Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi. 3) Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Performa itu sendiri merupakan metafora yang menggambarkan proses simbolik pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi.3 Performa terkait dengan sikap dan tindakan dari individuindividu yang berada didalam organisasi. Sikap dan tindakan ini yang memberi peran pada setiap anggota organisasi. Performa tentu tidak bisa didapatkan secara instan tapi melalui perjalanan karir atas pemahaman dan pengalaman yang didapatkan selama beraktvitas. Performa lahir atas kesadaran individu terhadap pengetahuan yang dimilikinya dengan dipalikasikannya. Tidak cukup setahun atau 3 (tiga) tahun untuk melahirkan suatu performa terbaik dalam beraktivitas di organisasi. 2. Lima Performa Komunikatif Performa terbaik bisa didapatkan oleh siapa saja dalam organisasi atau instansi manapun. Seseorang bisa dilihat apakah ia 3 Ibid., h. 325. 14 berada di performa terbaiknya atau tidak, dengan dilihat dari penjabaran terhadap 5 (Lima) Performa Komunikatif, yaitu :1) Performa Ritual, 2) Performa Hasrat, 3) Performa Sosial, 4) Performa Politis, dan 5) Performa Enkulturasi. Kelima performa ini bisa dilaksanakan oleh siapapun dan anggota manapun dalam organisasi atau instansi apapun. Berikut adalah penjelasan singkat terhadap 5 (Lima) Performa Komunikatif, yaitu: 1) Performa Ritual Pada performa ini, akan dijabarkan bagaimana seseorang melakukan aktivitas hariannya yang terjadi secara teratur dan berulang. Ritual terdiri atas empat jenis, yakni 1) Personal, 2) Tugas, 3) Sosial, dan 4) Organisasi. Ritual personal merupakan rutinitas yang dilakukan di tempat kerja setiap hari. Ritual tugas merupakan rutinitas yang dilakukan dengan pekerjaan tertentu di tempat kerja. Ritual sosial merupakan rutinitas yang melibatkan hubungan dengan orang lain di tempat kerja, Ritual organisasi merupakan rutinitas yang berkaitan dengan organisasi secara keseluruhan.4 2) Performa Hasrat Pada Performa Hasrat peneliti ingin melihat berbagai cerita dan kisah tentang seseorang dalam menajalankan seluruh aktivitasnya, baik di organisasi maupun di institusi tempat ia 4 Ibid., h. 326. 15 beraktivitas. Tentu perlu dilakukan wawancara secara objektif yang mendalam tentang performa hasrat ini kepada orang-orang yang selama ini selalu berinteraksi dengannya. 3) Performa Sosial Apabila pada performa hasrat kita menemukan suatu cerita tentang keseharian aktivitas seseoarang, maka pada performa sosial akan dibedah tindakan keseharian seseorang dalam menjalankan aktivitasnya. Sikap santun dan kesopanan serta sikap-sikap lainnya akan terungkap pada performa ini. 4) Performa Politis Performa Politis merupakan perilaku organisasi yang mendemonstrasikan kekuasaan atau kontrol.5 Pada performa ini akan dideskripsikan gaya dan perilaku kepemimpinan seseorang dalam kapasitasnya ia sebagai pimpinan. 5) Performa Enkulturasi Performa enkulturasi mencakup perilaku organisasi yang membantu para karyawan dalam menemukan makna dari menjadi anggota suatu organisasi.6 Sudah tentu, apa yang didapatkan oleh seoarang pemimpin adalah karena latar belakang organisasi yang dijalaninya selama ini. Artinya, pada performa 5 6 Ibid., h. 327 Ibid., Ekluturasi ini, penelitian ini mencoba untuk 16 mengungkapkan seberapa penting peran organisasi yang dijalaninya dalam perjalanan kariernya. B. Pengertian Pejabat Publik Dalam Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 (UU RI No. 14 Th. 2008) 7 dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 8, bahwa Pejabat Publik adalah Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik. Sementara, yang dimaksud badan publik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 dalam Undang-Undang yang sama: “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. C. Konsep Gaya Kepemimpinan Gaya merupakan ringkasan atau gambaran yang digolongkan dari bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan 7 Redaksi Sinar Grafika, UU Keterbukaan Informasi Publik (UU RI No. 14 Th. 2008) (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008) h. 3. 17 bagaimana ia dilihat oleh mereka yang dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mangamati dari luar. Gaya dalam memimpin telah coba dirumuskan oleh para teoritis manajemen dan kepemimpinan dalam menggambarkan gaya kepemimpinan. Para teoritis mencoba untuk menggambarkan bagaimana orang itu bertindak bukan siapa orang tersebut yang bertindak.saBila ada yang berfikir dan melihat secara langsung sejumlah pemimpin yang dikenal secara pribadi, mungkin dapat meyimpulkan mengenai gaya kepemimpinan mereka. Artinya, kita cendurung mengelompokkan seorang pemimpin berdasarkan cara ia memimpin dan bagaimana cara pandang kita terhadap dia. Dengan sendirinya, seseoarang mungkin berbeda pendapat dengan orang lain mengenai gaya kepemimpinan. Menurut Robert D. Dale8 cara kerja pemimpin dalam organisasi memiliki beberapa gaya kepemimpinan yang terbagi dalam; a. Birokratis Ini adalah suatu gaya yang ditandai dengan keterikatan yang terus-menerus kepada aturan-aturan organisasi. Gaya ini menganggap bahwa kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi bila setiap orang mematuhi peraturan. Keputusan-keputusan dibuat berdasarkan prosedur-prosedur baku. Pemimpinnya adalah seorang diplomat dan tahu bagaimana memakai sebagaian besar peraturan untuk membuat orang-orang melaksanakan tugasnya. Kompromi merupakan suatu 8 Robert D. Dale, Pelayanan Sebagai Pemimpin (Malang: Gamdum Mas, 1992), h. 36-38. 18 jalan hidup karena untuk membuat satu keputusan diterima oleh mayoritas, orang sering harus mengalah kepada yang lain. b. Permisif Di sini keinginannya adalah membuat setiap orang dalam kelompok tersebut puas. Membuat orang-orang tetap senang adalah aturan mainnya. Gaya ini menganggap bahwa bila orang-orang merasa puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain, maka organisasi tersebut akan berfungsi dan dengan demikian pekerjaan akan bisa diselesaikan. Koordinasi sering dikorbankan dalam gaya. c. Laissez-faire Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melaksankan fungsi pemeliharaan saja. Misalnya, seorang ulama mungkin hanya namanya saja ketua dari organisasi tersbeut dan hanya menangani urusan khotbah, sementara yang lainnya mengerjakan segala pernik mengenai bagaimana organisasi tersebut harus beroperasi. Gaya ini kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang sering berpegian atau yang yang hanya bertugas sementara. d. Partisipatif Gaya ini dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk memotivasi orang-orang adalah dengan melibatkan mereka dalam proes pengambilan keputusan. Hal ini diharapkan akan menciptakan rasa memiliki sasaran dan tujuan bersama. Masalah yang timbul 19 adalah kemungkinan lambatnya tindaan dalam menangani masa-masa kritis. e. Otokratis Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruan.Pemimpin menganggap dirinya sangat diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat. Menjadi pemimpin bukanlah monopoli para alumni mahasiswa ilmu pemerintahan atau mereka yang telah mengikuti pendidikan kepempimpinan, juga bukan seseorang yang kebetulan memiliki amanah menjadi pemimpin. Kepemimpinan bisa diraih selain dari pengetahuan juga dari berbagai pengalaman dan latar belakang organisasi yang mempengaruhi dalam perjalanan hidupnya. Artinya, kepemimpinan akan menjadi efektif, apabila ilmu yang didapatkan bisa dengan kreatif dan inovatif dipraktikkan, bukan hanya dalam kehidupan berorganisasi tapi juga dalam kehidupan sehari-hari, dengan begitu akan lahir sebuah seni yang indah yang tentu akan menggugah para pengikutnya. D. Konsep Strategi Komunikasi Strategi manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi harus 20 mampu menunjukan bagaimana operasinya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata pendekatannya bisa berbeda-beda tergantung pada suatu kondisi dan situasi.9 Dalam strategi komunikasi, peran komunikasi sangatlah penting. Strategi komunikasi haruslah bersifat dinamis, sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat komunikasi dapat datang sewaktu-waktu, terlebih jika komunikasi langsung melalui media massa. Faktor-faktor yang berpengaruh bisa terdapat pada komponen media atau komponen, komunikasi sehingga efek yang diharapkan tak kunjung tercapai. Seorang komunikan akan mempunyai kemampuan dan strategi untuk melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku komunikasi melalui mekanisme daya tarik, jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut dengannya. Dengan kata lain pihak komunikan merasa adanya kesamaan antara komunikator dengannya, sehingga demikian komunikan bersedia untuk taat pada pesan yang dikomunikasikan ini akan menimbulkan simpati komunikan pada komunikator. 9 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan praktek (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung, 1992), h. 30. BAB III BIOGRAFI HAJRIYANTO YASIN THOHARI A. Latar Belakang Keluarga Hajriyanto Yasin Thohari lahir pada 26 Juni 1960 di Desa Manggis, jaraknya 5 km dari Karanganyar, atau sekitar 15 km dari Kota Solo, Surakarta, Jawa Tengah. Desa Manggis adalah sebuah desa dengan hamparan sawah yang sangat luas. Mayoritas penduduknya petani. Sungai di desa itu mengalir begitu jernihnya. Sungai tersebut jadi sumber kehidupan masayarakat desa. Dan anak-anak desa suka sekali bermain atau mandi di sungai tersebut.1 Hajriyanto merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Mohammad Yasin Thohari dan Suyatmi.2 Hajriyanto lahir tepat di bulan Muharram, tahun baru Hijriyah dalam kalender Islam dan bulan Suro dalam kalender Jawa. Karena lahir di tahun baru Islam, kedua orangtuanya menamakan Hajri. Lengkapnya, Hajriyanto Yasin Thohari.3 Dalam perspektif Islam, bulan Muharram adalah bulan mulia. Pada bulan tersebut, umat Islam dilarang berperang atau berkonflik dengan siapa pun. Sementara dalam perspektif Jawa, pada bulan Suro, dilarang menggelar acara keramaian, seperti pernikahan dan lain-lain. Dua filosofi ini mewarnai kelahiran Hajriyanto kecil. Ia besar di antara kultur Islam dan kejawen.4 1 Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” Majelis Edisi No.25, Tahun III (Mei 2009): h. 18. 2 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari, Jakarta, 24 Mei 2013. Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari: Politisi yang Hobi Membaca Buku,” Majelis Edisi No.01, Tahun IV (Januari 2010): h. 20. 4 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 3 21 22 Ayah Hajriyanto, M. Yasin Thohari adalah seorang muballig dan aktivis Muhammadiyah yang sangat religius. Dia juga seorang santri di pesantren Tebu Ireng. Ayahnya dikenal sebagai seorang pendidik yang cermat dan penuh perhatian. Ia selalu mengajarkan mereka untuk selalu dekat dengan ajaran Islam.5 Ayahnya menjadi ketua pimpinan daerah Muhammadiyah Kabupaten Karang Anyar sampai tahun 1991. Dan pernah menjadi Anggota DPRD Kabupaten Karanganyar. 6 Sementara ibundanya, Suyatmi, adalah seorang priyayi-abangan. Ia anak seorang kepala desa dalam sistem pemerintahan yang masih tradisional, yang menjadi kepala desa seumur hidup. Sebagai anak kepala desa, ibunya sangat mengutamakan pertanian. Dan, bahkan ibunya memiliki beberapa buah sawah. Sawah-sawah tersebut diurus oleh ia (ibunya) sendiri dengan mengggunakan tenaga-tenaga buruh tani untuk menggarap sawah. Atau kalau tidak ibunya mengerjakan sawah itu pada orang lain, nanti hasilnya dibagi berdua dengan yang mengerjakan. Ia juga sangat dekat dengan tradisi kejawen. Sedangkan Kakeknya adalah seorang lurah di Karanganyar, oleh masyarakat setempat disebut Mbah Lurah. Kakeknya sangat kental dengan tradisi Jawa, seperti tradisi bancaan7 (dalam bahasa Indonesianya selamatan atau syukuran).8 5 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari,” h. 19. 7 Bancaan adalah sebuah upacara sederhana tradisi adat masyarakat Jawa yang menyertai sebuah tahapan perkembangan seorang anak. Bancaan biasa dilakukan untuk memperingati hari lahir berdasarkan pada hari pasaran penanggalan Jawa atau wetonan. 8 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 6 23 Menurut Hajriyanto, hampir semua anak-anak dan cucu-cucunya selalu dibuatkan bancaan pada setiap weton kelahirannya. Setiap weton artinya adalah setiap selapan dino sekali. Selapan dino adalah tiga puluh lima hari dalam hitungan Jawa. Sebagai contoh, misalnya ia lahir pada Jumat Pahing. Maka pada setiap Jumat Pahing itu ia selalu di selameti dengan melakukan bancaan. Bancaan itu dibuat nasi tumpeng, yang berisi sayur-sayuran, telur yang di potong kecil-kecil, ayam yang di iris tipis-tipis, berkedel, sambal goreng dan lain-lain yang dibungkus dengan daun pisang. Kemudian dibagikan kepada anak-anak dan tetangga-tetangga. Tujuan dari bancaan ini adalah agar selamat dan tetap di bawah perlindungan Allah selama dalam perjalanan hidupnya.9 Selain tradisi bancaan, kakeknya setiap tahun selalu mengadakan (nanggep) wayang kulit sehari semalam dan dilakukan pada hari Jumat malam Sabtu, yang biasa disebut dengan Rasulan. Rasulan berasal dari kata Rosul. Rasulan biasanya dirangkaikan dengan upacara bersih desa. Bersih desa atau Rasulan di selenggarakan sehabis panen. Dan macam-macam tradisi-tradisi Jawa lainnya juga dilaksanakan oleh kakeknya. Seperti, setiap malam Satu Muharram dan Satu Syuro’, kakeknya tidak tidur semalam suntuk untuk menyambut satu Syuro’ itu. Selain itu ia punya tradisi, setiap selapanan sekali selalu sholat Jum’at di Masjid Agung Solo. Dan itu dialakukan dengan 9 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 24 berjalan kaki, padahal jarak antara desanya sampai ke Solo kira-kira lima belas kilometer.10 Sebagai cucu lurah, Hajriyanto kecil tinggal di rumah kakeknya yang sangat besar, yaitu rumah tradisional Jawa kuno. Rumahnya berupa pendopo Joglo dengan tembok yang sangat tinggi. Ada regol, semacam pos penjagaan, sebelum masuk ke pekarangan rumahnya yang luas. Di pekarangannya itu, sering digelar acara selamatan atau wayangan, sekaligus tempat bermain anakanak. Saat ini rumah tersebut sudah di jual oleh cucu-cucunya. Masa kecil Hajriyanto dihabiskan di Karanganyar. Walau ia anak seorang tokoh berpengaruh, bahkan cucu Mbah Lurah, ia tetap bisa bersosialisasi dengan baik bersama warga setempat. Hampir tak ada jarak. Bersama sahabat-sahabat kecilnya, ia suka menangkap burung dengan ketapel. Bermain di sungai dengan membuat rakit dari pohon pisang jadi kegemarannya juga.11 Bahkan, malam hari, bersama teman-temannya, ia suka sekali bermain “gubak sodor”. Permainan ini melibatkan dua kelompok yang saling menjaga pohon besar sebagai benteng pertahanannya agar tidak disentuh lawan. Bila lawan bisa menyentuh pohon yang dijaga, berarti dia pemenangnya. Halaman rumah kakeknya yang sangat luas menawarkan tempat bermain yang nyaman. Selain itu di sana banyak tersedia mainan yang bisa digunakan.12 Seiring bertambahnya usia, Hajriyanto pun mulai merasakan ketertarikan terhadap seorang perempuan. Ia mengaku sudah tak ingat berapa 10 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 19. 12 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 11 25 kali jatuh cinta. Hajriyanto jatuh cinta pertama dengan wanita yang usianya sama dengannya. Dan sejak itu ia beberapa kali jatuh cinta, akan tetapi tidak pernah kesampaian. Dalam memilih seorang wanita, Hajriyanto lebih menyukai wanita yang berumur lebih tua darinya. Alasannya simpel, “Jadi saya ingin memiliki istri yang matang dan dewasa, sehingga dapat membesarkan anak-anak, karena saya banyak beraktivitas di luar rumah.” 13 Hingga akhirnya Hajriyanto pun menemukan tambatan hatinya yang kemudian dinikahinya. Wanita tersebut bernama Riatin Hajriyanto, ia adalah seorang apoteker, yang setahun lebih tua dari Hajriyanto. Dari perkawinannya dengan Riatin, ia dianugerahi empat orang anak yaitu Nadila Shevila Thohari (Arsitek Institut Teknologi Bandung dan S-2 di University of South Wales), Fahnida Zeydra Thohari (Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran), Ridho Gusti Thohari (Fakultas Hubungan Internasional Universitas Parahyangan), dan Fadia Hasna Thohari (Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran).14 Akan tetapi dari keempat anaknya, tidak ada yang mengikuti jejak Hajriyanto, yaitu sebagai seorang politikus. “Mereka pernah berseoloroh, nanti didemo melulu.”15 Meski sibuk di dunia politik, Hajriyanto tetap meluangkan waktunya untuk bercengkerama dengan keluarga. Istrinya sudah memahami bagaimana kerja Hajriyanto yang sejak muda sebagai aktifis, sehingga jarang di rumah. Oleh sebab itu, untuk mensiasati kurangnya waktu berkumpul bersama 13 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 17. 15 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 14 26 keluarga ini. Istrinya menyiapkan home theater yang biasa mereka gunakan untuk berkaraoke bersama ketika semua keluarga sedang berkumpul di rumah.16 Dalam keluarga, ia selalu menekankan hidup yang bersahaja. Karena, menurutnya, dengan hidup seperti itu dapat berbuat sebanyak mungkin bagi orang lain. Mengenai pandangan ini Hajriyanto mengutip hadis riwayat Ahmad dan Thabrani yang menyatakan: “Khairunnas anfa’uhum linnas”, (“sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain”).17 B. Latar Belakang Pendidikan Sebagai anak dari tokoh Muhammadiyah, Hajriyanto tentu diajarkan agama dengan baik. Bahkan, ayahnya membangun madrasah diniyah agar anak-anak di desanya bisa belajar agama. Bagi keluarga Hajriyanto, pendidikan jadi hal utama. Di desanya, hanya ada 2 keluarga yang bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Selain keluarganya sendiri, ada keluarga lurah pula yang pernah menggantikan kakeknya sebagai lurah.18 Pendidikan Hajriyanto dimulai dari bangku Taman Kanak (TK) Medari (TK yang dimiliki oleh Koperasi Batik Sukowati). Saat memasuki bangku Sekolah Dasar (SD), ia pun sekolah agama di Madrasah Diniyah (MD). Pagi berangkat ke SD Negeri, sorenya ke madrasah. Menuntut ilmu di 16 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 18 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 17 27 dua sekolah sekaligus merupakan perpaduan dari keinginan ayah dan ibunya. Bila sang ayah ingin Hajriyanto sekolah di madrasah saja, maka sang ibu menginginkan di sekolah negeri. Hal ini dalam istilah Hajriyanto adalah “tradisi sekolah merangkap”. Tradisi ini kemudian berlanjut sampai di sekolah lanjutan, pagi di Sekolah Menengah Atas (SMA), sore di Pendidikan Guru Agama (PGA). Sampai kemudian di perguruan tinggi, selain kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), Hajriyanto juga kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jogja.19 Hajriyanto tumbuh menjadi anak yang cerdas. Ia selalu tampil menjadi juara kelas, bahkan juara umum di sekolahnya. Prestasi cemerlangnya itu, terus berlanjut hingga ke bangku SMP dan SMA. Tidak hanya itu, Hajriyanto juga pandai bergaul. Di sekolahnya, ia selalu dipercaya sebagai Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Pelajaran sosial, terutama yang bersentuhan dengan budaya jadi kesukaannya. 20 Semenjak kecil Hajriyanto gemar sekali membaca buku, dan mulai mengoleksi buku pada saat Kuliah di UGM. Sampai saat ini koleksi bukunya sekitar lima belas ribuan. Sebagian besar koleksinya masih di rumah yang di daerah pasar minggu, karena di rumah yang sekarang ini di tempati, belum ada rak yang cukup untuk menampung semua buku-buku koleksinya. Lima belas ribu buku tersebut sebagian besar tentang buku-buku agama, politik, kebudayaan dan novel.21 19 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 21 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 20 28 Sedangkan sekitar sepuluh hingga lima belas persen merupakan bukubuku fiksi atau novel. Terutama novel-novel sejarah dan novel-novel para novelis yang meraih nobel di bidang sastra. Untuk kategori yang terakhir ini, Hajriyanto mengaku memiliki hampir semua koleksinya. Sebut saja novelis kenamaan semacam Orphan Pamuk, Ernest Hemingway dan Najib Mahfud. Semua dibacanya dalam bahasa asli seperti bahasa Inggris dan Arab, dan beberapa sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.22 Namun dari sekian koleksinya itu, buku favoritnya adalah bidang kajian tentang Timur Tengah (Middle Eastren Studies). Hajriyanto sangat tertarik pada penulis Edward Said, seorang warga Palestina dan penganut Kristen yang menjadi professor di Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS). Edward Said di mata Hajriyanto adalah seorang aktifis dan intelektual yang aktif menyokong gerakan kemerdekaan Palestina. Edward Said juga menghasilkan banyak buku tentang Islam dan Timur-Tengah. Beberapa karya pentingnya yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia: Orientalisme (Pustaka Salman, 1986), Kebudayaan dan Kekuasaan (Mizan, 1995), dan Peran Intelektual (YOI, 1998). Lebih lanjut Hajriyanto mengatakan, memoar Edward Said Out of Place juga memenangkan Penghargaan Buku Non-Fiksi 1999 New Yorker. Bahkan ia juga memenangkan Penghargaan Buku Ainsfield-Wolf 2000 untuk kategori NonFiksi, Penghargaan Sastra Morton Dauwen Zabel yang digelar oleh Akademi Seni dan Sastra Amerika, serta Pencapaian Seumur Hidup Penghargaan Sastra 22 Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari,” h. 20. Ketika penulis mencoba mengkonfirmasi dan menanyakan ulang. Hajriyanto mengatakan hal yang sama seperti yang diungkapkan oleh bulletin Majelis. 29 Lannan 2001. Fakta-fakta inilah yang membuat Hajriyanto tertarik dengan sosok Edward Said.23 Di bidang sastra, Hajriyanto menyukai karya-karya Amin Maalouf, seorang novelis Lebanon yang tinggal di Paris. Amin Maalouf adalah seorang mantan pemimpin harian terkemuka di Beirut An-Nahar dan editor Jeune Afrique. Sedangkan karya fiksi yang dilahirkannya dalam terjemahan bahasa Inggris antara lain Leo The African, The Rock Of Tanios yang memenangkan Prix Goncourt, Samarkand, The Garden Of Light dan Ports Of Call. Di antara karya nonfiksinya adalah kumpulan esai On Identity dan The Crusades Through Arab Eyes. Gaya penceritaan Amin Maalouf dalam setiap tulisannya, membuat Hajriyanto tertarik untuk mencari dan membaca karya-karyanya yang lain.24 Saat ini ada sekitar lima novelnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bagi Hajriyanto, hampir semua koleksi buku menjadi favoritnya, karena saat memutuskan membeli buku itu ia tidak asal membeli, tetapi betul-betul memilih. Ketika akan membeli buku Hajriyanto selalu membaca terlebih dahulu daftar isi dari buku tersebut.25 Dalam terminologi Hajriyanto, buku menjadi induk peradaban. Peradaban sebuah bangsa dikatakan tinggi kriteria pertamanya adalah buku. Karena buku menggambarkan peradaban literate culture atau kebudayaan menulis. “Literature culture itu induknya peradaban, hampir semua peradaban besar selalu ditopang dengan kepustakaan atau literatur di 23 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 25 Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari.” h. 20-21. 24 30 dalam berbagai bidang keilmuan. Untuk melihat kemajuan peradaban Islam zaman dulu melalui buku. Ketika kebudayaan menulis semakin berkurang berarti keberadabannya mengalami kemerosotan. Kita bisa menghitung penerbitan buku di Indonesia setiap tahun berapa? Penerbitan jurnal berapa? Jadi Indonesia masih sangat ketinggalan mengenai ini.”26 Berkaitan dengan peradaban literate culture ini, Hajriyanto pernah beberapa kali mengupasnya dalam artikel dan makalah. Salah satu artikelnya adalah “Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban”, dalam artikelnya ini Hajriyanto mengatakan: “Buku memang memiliki kekuatan yang sangat revolusioner. Tak mengherankan jika ayat pertama Al-Qur’an berbunyi iqra, yang artinya “bacalah”. Sebab buku memang seperti ragi: dapat mengubah dunia. Persis seperti judul buku Robert Brown: Books that Changed the World. Buku seperti juga kata Khaled Abou El-Fadl dalam bukunya, Conference of the Book (University Press of America, Lanham, 2001), yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Musyawarah Buku (Serambi, 2002), adalah simbol peradaban. Peradaban, kata El-Fadl, tidak dibangun di atas kenyamanan dalam kelambanan dan kebodohan. Peradaban selamanya dibangun di atas penderitaan para syuhada perbukuan!”27 26 27 h. 104. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Hajriyanto Yasin Thohari, “Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban,” Gatra, 26 Mei 2010, 31 Kesukaannya pada buku membuat Hajriyanto memiliki hobi menulis, tulisan-tulisannya dikirim ke koran dan majalah seperti Gatra, Forum, Panji Masyarakat, Kompas, Republika, Media Indonesia, Koran Sindo dan lain-lain. Bahkan ide-ide bagus yang tertuang di dalam artikelnya, membuat majalah Gatra memintanya untuk menjadi penulis tetap sebulan sekali.28 Selain gemar mengoleksi buku Hajriyanto juga memiliki prestasi akademik yang baik. Yaitu dengan meraih Index Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi di kampusnya dan mendapatkan Beasiswa. Ia pun berhasil menamatkan kedua program tersebut di dua perguruan tinggi. Pada tahun 1984 ia lulus, kemudian menjadi Dosen di Universitas Diponogoro Semarang. 29 Semenjak jadi anggota DPR RI Hajriyanto sudah tidak lagi mengajar. Kesibukan hanya di isi dengan mengisi acara-acara seminar dan terkadang mengisi ceramah dibeberapa acara. Saat ini, ketika tidak lagi menjadi Wakil Ketua MPR RI atau pasca 2014, kesibukan Hajriyanto dalam bidang pendidikan banyak diarahkan pada kegiatan membaca dan menulis. Sebab jadwal Hajriyanto tidak lagi sesibuk dan sepadat ketika ia masih menjadi Wakil Ketua MPR RI. Sehingga banyak waktu luang yang di gunakan untuk menulis dan membaca buku-buku yang belum sempat dibacanya. Bahkan Hajriyanto berencana menerjemahkan kembali novel-novel berbahasa asing (Arab dan Inggris) ke dalam bahasa Indonesia.30 28 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 30 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 29 32 C. Riwayat Organisasi dan Karir 1. Aktif di Muhammadiyah Hajriyanto adalah “Produk” keluarga Muhammadiyah dan ia terus membangun dasar yang baru bagi dirinya dan Masyarakatnya. Bila ditanya apa cita-citanya sejak kecil, Hajriyanto hanya ingin menjadi aktifis Muhammadiyah. “Cita-cita saya itu sejak kecil sesungguhnya hanya ingin menjadi aktifis Muhammadiyah. Karena saya ingin meneruskan tradisi ayah saya sebagai intelektual. Ayah saya intelektual desa. Dia berlangganan banyak majalah dan punya koleksi buku di perpustakaan yang untuk ukuran orang desa cukup besar.”31 Cita-cita sejak kecilnya inilah yang kemudian membentuk karakternya untuk ikut aktif dalam kegiatan organisasi. Ketika tumbuh menjadi pemuda, semangat berorganisasinya semakin kian tinggi. Hajriyanto aktif di Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IPM). Sementara itu, selepas SMA, ia melanjutkan studinya di Fakultas Kebudayaan, UGM. Saat yang sama, ia juga tercatat sebagai mahasiswa Perbandingan Agama, IAIN Sunan Kalijaga. Prestasi akademiknya terbaik dengan meraih IPK tertinggi di kampusnya. Berkat prestasi akademiknya tersebut Ia pun mendapat beasiswa. Selama menjadi mahasiswa, ia tidak aktif di organisasi kampus. Apalagi, tahun 1979, gerakan mahasiswa sedang “dibonsai” oleh 31 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 33 penerapan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK-BKK) ala Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Menteri P&K), Daud Joesoef.32 Ketika di berlakukannya NKK-BKK ini, pada saat itu hampir semua lembaga mahasiswa dilumpuhkan, termasuk di UGM. Gerakan masyarakat. mahasiswa Dewan hanya mahasiswa diarahkan dan senat untuk mahasiswa pengabdian pun ikut dibubarkan.33 NKK-BKK merupakan salah satu dari sekian banyak produk kebijakan pemerintah Orde Baru yang diterapkan dalam kerangka membuat posisi negara semakin kokoh. Sejak diberlakukannya tanggal 19 April tahun 1978, kebijakan ini telah menimbulkan kontroversi, baik dalam wacana gerakan mahasiswa maupun wacana pentas politik nasional. Pemberlakuannya dipandang sebagai mahasiswa dianggap yang tanggapan terhadap gerakan semakin radikal. Puncak keradikalan mahasiswa terutama bertalian dengan penolakan mereka terhadap pencalonan Presiden Soeharto untuk menjadi presiden yang ketiga kalinya. Mahasiswa mendesak MPR serta melakukan berbagai aksi untuk menentang pencalonan presiden tersebut, seperti dikeluarkannya Buku Putih Perjuangan Mahasiswa ITB 1978 dan keluarnya pernyataan 50 Dewan Mahasiswa/Senat Mahasiswa (DM/SM) se-Indonesia.34 32 Mengenai peraturan NKK-BKK bisa di lihat pada Surat Keputusan Menteri P&K, Daoed Joesoef, No. 37/U/1979, tentang Bentuk Susunan Lembaga/Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen P&K. 33 Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 20. 34 Hariyadhie, Perspektif Gerakan Mahasiswa 1978 Dalam Percaturan Politik Nasional (Jakarta: Golden Terayon Press, 1994), h. 8. 34 Sebagai suatu kebijakan pemerintah yang baru, NKK/BKK sangat berpengaruh terhadap dinamika kemahasiswaan atau lebih khusus lagi berpengaruh terhadap perubahan format gerakan mahasiswa. Perubahan ini merupakan bentuk adaptasi mahasiswa dalam merespon kebijakan pemerintah yang berpengaruh cukup kuat. Adaptasi ini melahirkan apa yang dinamakan format gerakan mahasiswa pasca NKK-BKK (gerakan mahasiswa tahun 80-an), yaitu menjamumya aksi-aksi pemikiran dari kelompok-kelompok studi mahasiswa sebagai gerakan penyadaran yang salah satunya dituangkan dalam aksi-aksi informasi, menggantikan aksiaksi jalanan yang dominan sebelumnya. Perubahan ini bukan berarti sebelumnya tidak ada kelompok-kelompok studi, namun penerapan konsep normalisasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap bermunculannya kelompok-kelompok studi yang didirikan oleh mahasiswa di kampus maupun luar kampus. Perubahan ini dapat artikan sebagai suatu adaptasi (disadari atau tidak oleh mahasiswa) terhadap kebijakan normalisasi yang menekankan penalaran dan logika sebagai esensi dari mahasiswa. Perubahan ini bagi Arbi Sanit diartikan sebagai melemahnya peran politik mahasiswa.35 Praktis ketika diberlakukannya NKK-BKK ini, Hajriyanto hanya konsisten berkiprah di IPM. Ia sempat didapuk menjadi Ketua IPM Kabupaten Karanganyar. Pada Tahun 1985 Hajriyanto Menyelesaikan Studinya di UGM kemudian menjadi Dosen di Universitas Diponogoro 35 Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 46-47. 35 Semarang dan diwaktu yang bersamaan ia berkiprah di IPM. Dalam perjalanan hidupnya ia juga pernah menjadi ketua Majelis Pustaka Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang. Dan karena ia mempunyai intelektual yang tinggi, ia dipercaya menjadi ketua Majelis Pustaka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah. Pada tahun 1989 ia terpilih menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah. Pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah tahun 1993, Hajriyanto terpilih menjadi Ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah sampai tahun 1998.36 Cita-citanya untuk menjadi aktifis Muhammadiyah akhirnya terwujud. Pada 1993-1997 Hajriyanto terpilih menjadi Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, menggantikan Din Syamsuddin pada muktamar di Bandung (1993). Beberapa langkah lagi, ia bisa menembus kursi PP Muahammadiyah. Terbukti, ketika Syafi’i Ma’arif menjadi ketua, ia dipercaya menduduki posisi Wakil Sekjen PP Muhammadiyah. Pada tahun 2000-2005, ia kembali masuk jajaran PP Muhammadiyah sebagai Wakil Sekjen.37 2. Masuk dalam Politik Praktis Hajriyanto mengakui, bahwa dengan masuknya ia ke dalam politik praktis merupakan historical accident (Kecelakaan sejarah) yang terjadi di dalam hidupnya. Sebab sebagaimana di jelaskan di atas, bahwa cita36 37 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 36 citanya sejak kecil hanya ingin menjadi aktifis Muhammadiyah. Kecintaannya terhadap Muhammadiyah di tegaskan oleh pernyataan berikut: “Muhammadiyah bukan organisasi politik, melainkan gerakan kultural. Pimpinan Muhammadiyah sebaiknya tidak memiliki latar belakang politik. Saya konsisten dengan pandangan tersebut. Muahammadiyah harus jauh dari politik praktis. Kian jauh dari politik, kian dihormati oleh masyarakat.”38 Akan tetapi seiring dengan perjalanan karirnya, pada tahun 1996 konsistensi Hajriyanto di Muhammadiyah perlahan mulai menyusut. Ia mulai tertarik dengan dunia politik. Semua itu, bermula dari pernyataan koleganya di Muhammadiyah bahwa harus ada kader Muhammadiyah yang berkiprah di dunia politik.39 Pernyataan inilah yang kemudian membuat Hajriyanto tergoda untuk terjun ke panggung politik. Akhirnya, bersama Din Syamsuddin 40 dan Lukman Harun41, Hajriyanto masuk 38 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 40 Prof. Dr. KH. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, atau dikenal dengan Din Syamsuddin, lahir di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958. Saat ini menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-sekarang. Din Syamsuddin sempat bersinggungan dengan dunia politik praktis dengan mengomandani Litbang Golkar. Din Syamsuddin bagi Hajriyanto sudah seperti sahabat sekaligus saudara. Di Muhammadiyah Hajriyanto sering berkerjasama dalam memajukan Muhammadiyah. Hajriyanto juga sering berdialog dan bertukar pemikiran serta pandangan mengenai kepemudaan, organisasi dan kemuhammadiyaan. Din Syamsuddin lah yang mengajak dan “merayu” Hajriyanto untuk masuk ke dalam politik praktis. Bahwa kader-kader Muhammadiyah harus ada yang terlibat dan terjun dalam politik. Sebab dengan begitu pemikiran-pemikiran kebangsaan dan kenegaraan yang ada di Muhammadiyah bisa tersampaikan kepada masyarakat. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 41 Lukman Harun lahir di Limapuluh Kota, Sumatera Barat, 6 Mei 1934. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di Limbanang dan Payakumbuh, Sumatera Barat. Ia pernah menjadi anggota DPR GR/MPR GR. Di Muhammadiyah ia pernah menjabat sebagai Ketua Hubungan Luar Negeri/Juru Bicara Muhammadiyah. Dalam pandangan Hajriyanto, pemikiran Lukman sangat 39 37 Golkar. Tahun 1997, resmi berkiprah di Golkar dan Muhammadiyah ditinggalkan untuk sementara. “Itulah historical accident dalam kehidupan saya. Kecelakaan sejarah yang membawa saya masuk ke dalam dunia politik yang tidak menjadi angan-angan saya sebelumnya.”42 Total berpolitik praktis, membuat karir politiknya juga cemerlang. Inilah kiprah seorang pemuda Muhammadiyah di panggung politik. Ia dipercaya menjadi Ketua Departemen Pemenangan Pemilu (DPP) Partai Golkar periode 2004-2009 dan sebelumnya Ketua Departemen Litbang pada tahun 1998-2004. Kemudian pada tahun 1997 Hajriyanto melenggang ke Senayan sebagai wakil rakyat. Ketika reformasi 1998 bergulir, ia tetap konsisten di Golkar. Bahkan ketika Din Syamsuddin mengajaknya keluar dari Golkar untuk membesarkan kembali Muhammadiyah, Hajriyanto tak bergeming. 43 Meskipun demikian Hajriyanto tidak pernah mengubur dalamdalam keinginannya berkiprah di Muhammadiyah. Dunia politik sudah menjadi pilihan hidupnya. Di lapangan politik Hajriyanto menjadi anggota DPR RI Komisi VII pada tahun 1997-1999, Komisi I DPR RI tahun 19992004, sempat menjadi Wakil Ketua Komisi I tahun 2004-2009, Anggota visioner dalam memajukan politik bangsa Indonesia. Karya dan jasanya sangat berpengaruh bagi perpolitikan nasional saat itu. Terlebih, ia adalah seorang pakar politik, diplomat ulung, dan juga memiliki kepedulian sosial. Lukman Harun bagi Hajriyanto sudah seperti seorang kakak, sahabat, sekaligus guru, baik dalam berorganisasi maupun politik praktis. Bahkan ketika Hajriyanto memutuskan untuk masuk dalam politik praktis, ia banyak di beri masukan dan informasi tentang perpolitikan nasional ketika itu, terutama tentang sistem dan kultur politik dalam partai GOLKAR. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 42 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 43 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 38 Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP), Anggota Panitia Ad hoc II Badan Pekerja MPR tahun 1999-2004, Wakil Sekretaris Fraksi GOLKAR MPR RI tahun 1999-2004, Sekretaris FPG MPR RI tahun 2004-2009, Ketua FPG tahun 2009-sekarang. Aktif pula dalam keanggotaan Pansus yang merumuskan produk UU. Ia juga anggota delegasi parlemen ke sejumlah negara. Hajriyanto juga pernah menjadi Wakil Ketua MPR RI periode 2009-2014, yang bertempat di Gedung Nusantara 3 Lantai 9, Komplek MPR/DPR, Senayan, Jakarta. Selain itu, Hajriyanto juga sempat dipercaya menjadi anggota tim penulis pidato Harmoko44, Faisal Tanjung45 dan Akbar Tanjung46. Begitulah karir organisasi dan politiknya yang selalu cemerlang di manapun ia berkiprah. 3. Membangun Basis Sarana Komunikasi Sebagaimana diungkapkan di atas tadi (masuk dalam politik praktis), meskipun saat ini Hajriyanto lebih aktif di Golkar, akan tetapi Hajriyanto tidak pernah mengubur dalam-dalam keinginannya berkiprah di 44 Harmoko –lahir di Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur, 7 Februari 1939– adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia pada masa Orde Baru dan Ketua MPR pada masa pemerintahan BJ Habibie. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, dan pernah menjadi Menteri Penerangan di bawah pemerintahan Soeharto. 45 Jenderal TNI (Purn) Feisal Edno Tanjung (lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 17 Juni 1939 – meninggal di Jakarta, 18 Februari 2013 pada umur 73 tahun). Ia merupakan salah satu tokoh militer Indonesia. Feisal adalah alumni dari Akademi Militer Nasional angkatan 1961. Seorang perwira tempur, kariernya banyak dihabiskan di pasukan khusus; grup Sandi Yudha RPKAD (sekarang Kopassus) dan kemudian Brigade 17 Kostrad. Nama “Edno” pada namanya disesuaikan dengan urutan kelahirannya (E adalah huruf ke-5 alfabet). Ayahnya, seorang tokoh Muhammadiyah, memberi nama anak-anaknya sesuai dengan urutan kelahiran masing-masing. 46 Akbar Tanjung (lahir di Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, 14 Agustus 1945; umur 69 tahun), ia adalah seorang politikus Indonesia dan mantan Ketua DPR-RI 1999-2004. 39 Muhammadiyah. Hal ini dibuktikan oleh Hajriyanto dengan mendirikan basis sarana komunikasi. Basis sarana komunikasi untuk saluran berkomunikasi Hajriyanto kepada seluruh kader dan pemuda Muhammadiyah. Saat ini Hajriyanto sudah memiliki cafe tempat berdiskusi kaum muda. Diskusi-diskusi yang dilakukan di cafe ini seputar kepemudaan, kemuhammadiyaan dan politik. Pesertanya kebanyakan datang dari kaderkader muda Muhammadiyah. Jadwal diskusi yang dilakukan di cafe ini satu minggu sekali, yaitu setiap akhir pekan. Sedangkan Hajriyanto sendiri menjadi pembicara di cafe ini hanya sebulan sekali.47 Walaupun jadwal diskusinya dilakukan setiap akhir pekan, cafe ini di luar jadwal itu tetap di kunjungi dan gunakan sebagai tempat berdiskusi.48 Bahkan Cafe ini juga pernah dijadikan tempat untuk pelatihan, seperti pelatihan kepemimpinan dan politik. Sebagaimana di sampaikan oleh Muhammad Khoirul Muttaqien (Direktur LAZISMU): “Bukan hanya yang berbentuk diskusi dan kajian, cafe ini juga pernah beberapa kali di gunakan untuk pelatihan yang sifatnya dasar maupun lanjutan. Seperti Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK), pelatihan politik, organisasi dan lain-lain.”49 Selain cafe, Hajriyanto juga membuat stasiun Radio H. Semua unit usaha itu di bawah naungan The Hajriyanto Center. Menurut pengakuan Hajriyanto, dana yang dihabiskan untuk mendirikan stasiun radio 47 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Andar Nubowo, Jakarta, 2 Juni 2013. 49 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Khoirul Muttaqien, Jakarta, 9 Juni 2013. 48 40 sebanyak 425 juta rupiah. Segmentasi yang ingin dituju oleh Hajriyanto adalah anak-anak muda. Sedangkan wilayah siaran radio H ini sekitar wilayah Karanganyar, Sragen dan Wonogiri. Sampai sekarang radio ini masih hidup.50 Awalnya pendirian radio H ini digunakan oleh Hajriyanto untuk kampanye pada 2009. Melalui radio H ini Hajriyanto menjelaskan visi misi dan program kerjanya kepada masyarakat. Hajriyanto juga menceritakan tentang sejarah perjalanan karirnya, proses-proses apa saja yang sudah dilaluinya dan karya-karya apa saja yang sudah dibuat olehnya.51 Sistem acara dikemas dengan metode pasif dan interaktif. Metode pasif biasanya digunakan ketika menjelaskan sejarah perjalanan Hajriyanto mulai dari awal berkarir sampai dengan sekarang. Siapa saja tokoh-tokoh yang menjadi panutannya dan yang telah memberi pengaruh dalam perjalanannya karirnya juga diceritakan dalam radio ini. Sedangkan metode aktif digunakan ketika menjelaskan visi misi dan programprogram yang akan di jalankan oleh Hajriyanto. Setelah pemilu 2009 berakhir, radio ini di gunakan untuk diskusi-diskusi ringan tentang kepemimpinan, organisasi, politik, budaya dan sejarah. Diskusi-diskusi ini disampaikan dengan bahasa yang ringan, lugas dan mudah di pahami oleh masyarakat pendengar.52 50 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 52 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 51 41 Strategi yang digunakan ini menurut Hajriyanto sudah memberikan dampak yang cukup positif. Sebagai sebuah perbandingan, jika pada pemilu 2009 dana yang dikeluarkan oleh Hajriyanto mencapai 1 miliar rupiah. Maka pada pemilu 2014 dana kampanyenya hanya mencapai 575 juta rupiah. Sebab pada 2009 dana yang gunakan bukan hanya untuk berkampanye saja, tetapi juga untuk pembuatan radio dan pembebasan lahan. Sebagaimana disampaikan oleh Hajriyanto berikut ini: “Dana yang dikeluarkan pada 2009 sangat besar! Kurang lebih mencapai satu miliar. Dana ini saya pakai untuk pendirian radio H, untuk beli tanahnya, juga untuk kampanye-kampanye program saya. Nah pada 2014 dana yang saya gunakan agak berkurang, kurang lebih 275 juta. Sebab pada 2009 yang lalu kan saya sudah berkampnye. Jadi di 2014 ini saya hanya meneruskan kampanyekampanye yang dulu itu! Seperti meneruskan forum-forum yang dibuat saat berkampanye kemarin (2014).”53 Hajriyanto menuturkan, pendirian basis sarana komunikasi ini di tujukan untuk menghilangkan anggapan masyarakat, bahwa Hajriyanto bukanlah seorang politikus instan. Hajriyanto ingin membentuk dan membangun kesadaran masyarakat terutama anak-anak muda. Bahwa untuk menjadi seorang politikus dibutuhkan proses yang panjang. Mulai 53 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 42 dari penguatan karakter diri, penguatan ilmu pengetahuan dan informasi serta penguatan diri dibidang praktek (aksi dan pengalaman).54 D. Karya-Karya 1. Buku a) Pasca Konversi Kini Konvensi, esei-esei Politik tentang Golkar, Hajriyanto Y Thohari. Diterbitkan oleh Teplok Press,2003. b) Beringin Membangun: Sejarah Politik Partai Golkar, Hajriyanto Y Thohari, dkk. Diterbitkan oleh GRAFINDO, 2012. c) Muhammadiyah dan Pergulatan Politik Islam Modernis.Diterbitkan oleh Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, pada Juni 2005. d) Menunggu Roja, Menunggu Bersih: Esai-Esai Sosial, Politik dan Kebudayaan. Diterbitkan oleh Indo Strategi, pada Juni 2014. 2. Artikel55 a) Tap MPR: Pandu di Belantara Korupsi, GATRA 25 November 2009. b) Sistem Presidensial: Noblesse, Yes; Oblege, No!, GATRA 20Januari 2010. c) Bodo Longa-Longo Koyo Kebo, GATRA 17 Februari 2010. 54 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Sebenarnya sudah banyak artikel, paper maupun makalah yang tulis oleh Hajriyanto, akan tetapi disini penulis hanya mencantumkan tulisan yang berhasil penulis temukan di lapangan. Sebab dari beberapa tulisan yang penulis dapatkan, ternyata juga sudah termuat atau masuk pada buku-buku yang sudah dibuat oleh Hajriyanto. Selain itu juga karena terkendala sumber dokumentasi (baik artikel, paper maupun makalah) di lapangan. 55 43 d) Anggota DPR dan Pemancing Ikan, GATRA 10Maret 2010. e) Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban, GATRA 26Maret 2010. f) Padang Pasir Menuju Padang Demokrasi, GATRA 2 Februari 2011. g) Mlarat ning Ningrat, GATRA 28Maret 2011. h) APBN “Beamstenstaat”?, GATRA 29Juni 2011. i) SBY, ARB, dan Perpolitikan Indonesia 2012, GATRA 4 Januari 2012. j) Jilbab Polwan, Sekulerisme, dan Pancasila, GATRA 4Desember 2013. k) Indonesia Memilih, GATRA 7Mei 2014. l) Pandu Politik, GATRA 4Juni 2014. m) Belajar pada Administrasi Umar, GATRA 2 Juli 2014. n) Embrio Dwipartai, GATRA 6 Agustus 2014. o) Pertanggungjawaban, GATRA 3September 2014. p) Pilkada Langsung, GATRA 1 Oktober 2014. BAB IV ANALISIS PERFORMA KOMUNIKATIF HAJRIYANTO YASIN THOHARI DALAM IMPLEMENTASI PENGELOLAAN JABATAN PUBLIK A. Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan Publik di MPR RI Berbicara mengenai performa komunikatif Hajriyanto dalam mengimplementasikan pengelolaan jabatan publik di MPR RI, tidak bisa kita lepaskan padatugas dan kewenangan Hajriyanto sebagai anggota sekaligus Wakli Ketua MPR RI. Sebab dariberbagai macam tugas dan kewenangan inilah kita bisa melihat performa komunikatif Hajriyanto dalam mengimplementasikan pengelolaan jabatan publik di MPR RI. Menurut Hajriyanto, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur bahwa, kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar; dan memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden apabila salah satu atau keduanya berhalangan tetap.1 Dalam negara yang berasaskan kekeluargaan, para penyelenggara negara wajib memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang 1 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari, Jakarta, 24 Mei 2013. 44 45 teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Sementara itu, setiap warga negara hendaknya lebih mengedepankan pemenuhan kewajibannya kepada negara sebelum menuntut hak-haknya. Untuk dapat menjalankan kewajiban dan memahami hak-haknya, setiap unsur pemangku kepentingan dalam kehidupan kenegaraan harus menyadari pentingnya prinsip yang terkandung dalam keempat pilar tersebut, berusaha mengembangkan pemahamannya, serta memberdayakan kapasitas dan komitmennya dalam aktualisasi nilai-nilai tersebut sesuai dengan bidang, profesi dan posisi masing-masing. MPR sebagai penjelmaan semangat kekeluargaan negara Indonesia, memiliki tanggung jawab untuk mengukuhkan pilar-pilar fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan mandat konstitusional yang diembannya. Dalam kaitan ini, MPR berusaha melaksanakan tugas-tugas konstitusionalnya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dengan senantiasa menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat, baik yang disalurkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, maupun saluran-saluran publik lainnya.2 MPR juga harus mampu meningkatkan peran dan tanggung jawab dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, mengembangkan mekanisme checksand balances, meningkatkan kualitas, produktifitas, dan kinerja Majelis agar sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.3 2 3 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 46 Oleh karena itu, MPR sebagai lembaga yang mencerminkan keterwakilan politik rakyat dan daerah, yang terdiri atas Anggota DPR dan Anggota DPD, perlu melaksanakan peran strategis dalam perumusan arah kebijakan pembangunan nasional yang terencana, terukur dan berkesinambungan, sehingga penyelenggaraan pembangunan nasional dapat lebih fokus dalam mewujudkan tujuan nasional menuju masa depan Indonesia yang lebih baik, yang telah juga dirumuskan dalam Visi Indonesia Masa Depan sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2001 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Selain dalam rangka pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar, peran MPR salah satunya tercermin dari pelaksanaan tugas Pimpinan MPR sebagaimanaterdapat pada ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu mengoordinasikan Anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peran tersebut diwujudkan dengan komitmen Pimpinan MPR untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap nilai-nilai luhur bangsa yang terdapat dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka 47 Tunggal Ika yang dikenal dengan istilah Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.4 Urgensi pemahaman Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara karena berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan abai dan lalai dalam pengimplementasian Empat Pilar itu dalam kehidupan sehari-hari. Liberalisme ekonomi terjadi karena kita mengabaikan sila-sila dalam Pancasila terutama sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Konflik horizontal terjadi karena kita lalai pada Bhinneka Tunggal Ika. Pemilihan nilai-nilai Empat Pilar tersebut tidak lain adalah untuk mengingatkan kembali kepada seluruh komponen bangsa agar pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara terus dijalankan dengan tetap mengacu kepada tujuan negara yang dicita-citakan, serta bersatupadu mengisi pembangunan, agar bangsa ini dapat lebih maju dan sejahtera.5 Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dipandang sebagai sesuatu yang harus dipahami oleh para penyelenggara negara bersama seluruh masyarakat dan menjadi panduan dalam kehidupan berpolitik, menjalankan pemerintahan, menegakkan hukum, mengatur perekonomian negara, interaksi sosial kemasyarakatan, dan berbagai dimensi kehidupan bernegara dan berbangsa lainnya. Dengan pengamalan prinsip Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, diyakini bangsa Indonesia akan mampu mewujudkan diri sebagai bangsa yang adil, makmur, sejahtera, dan 4 5 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 48 bermartabat. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara juga dapat menjadi panduan yang efektif dan nyata, apabila semua pihak, segenap elemen bangsa, para penyelenggara negara baik di pusat maupun di daerah dan seluruh masyarakat konsisten mengamalkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Untuk memasyarakatkan prinsip Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Hajriyanto bersama pimpinan dan anggota MPR lainnyamelakukan kegiatan Sosialisasi kepada seluruh warga negara. Kegiatan Sosialisasi dilakukan dalam rangka memberikan pemahaman yang utuh dan menyeluruh kepada seluruh warga negara dan para penyelenggara negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Putusan MPR lainnya didukung oleh Presiden Republik Indonesia melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2005 tanggal 15 April 2005 tentang Dukungan Kelancaran Pelaksanaan Sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR.6 Hajriyanto berpendapat, bahwa pentingnya pemahaman pengetahuan masyarakat tentang hasil perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun selanjutnya,sebagai 1945 telah disadari implementasi oleh pelaksanaan Pimpinan MPR. 7 Dan tugas yang sosialisasi diamanatkan undang-undang, Pimpinan MPR yang diketuai oleh H. M. Taufik Kiemas, Wakil Ketua Hj. Melani Leimena Suharli, Drs. Hajriyanto Y. Thohari, M.A, Lukman Hakim Saifuddin dan DR. Ahmad Farhan Hamid, M.S 6 7 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 49 membentuk Tim Kerja Sosialisasi yang anggotanya berjumlah 35 orang, terdiri atas unsur Fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota DPD di MPR.Para anggota ini bertugas membantu Pimpinan MPR dalam melakukan sosialisasi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.Selain itu, untuk memenuhi sasaran tercapainya pemahaman konstitusi oleh seluruh warga negara, MPR melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah dan kelompok masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melakukan sosialisasi putusan MPR.8 Semenjak menjadi anggota Pimpinan MPR RI, Hajriyanto ikut aktif dalam melaksanakan program sosialisasi untuk kalangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif di tingkat pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota di seluruh Indonesia, serta kalangan organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, dan kalangan pendidik yang mengajar Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah.9 Hajriyanto juga aktif melakukan rapat-rapat untuk menyelesaikan Peraturan Tata Tertib MPR, dan itu diselenggarakan setidaknya seminggu sekali. Selain itu, ayah empat anak ini juga memimpin pelaksanaan sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) terhadap seluruh anggota MPR RI yang terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD. 8 9 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 50 Hajriyanto juga sering memimpinpelaksanaan sosialisasi UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) terhadap seluruh anggota MPR RI yang terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD. Dan dalam rangka memberikan pembelajaran dan pendidikan politik, Hajriyanto melakukan kegiatan Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Putusan MPR di tingkat provinsi dan beberapa kementerian, Cerdas Cermat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dan seminar-seminar yang berkaitan dengan materi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR. Seminar ini dilakukan untuk menghimpun dan mengetahui berbagai pandangan dan pendapat masyarakat mengenai hal-hal terkait dengan penyelenggaraan negara berdasarkan Undang-Undang Dasar.10 Keterkaitan pembelajaran dan pendidikan politik, Hajriyanto mengatakan: “Nilai-nilai Pancasila harus dapat memberi perspektif dalam bidang politik dan hukum dalam dimensi kehidupan demokrasi dan ketatanegaraan. Sehingga keberagaman aspirasi politik dapat diletakan dalam koridor norma hukum, bukan dengan tindakan anarkis yang merugikan masyarakat.Jika bangsa ini mampu meletakkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berdemokrasi dan ketatanegaraan, maka bangsa ini dapat melakukan pembenahan dan penyempurnaan terhadap 10 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 51 sistem demokrasi dan sistem ketatanegaraan baik bidang eksekutif, legislatif maupun yudikatif.Sosialisasi Empat Pilar sebagai salah satu sarana pemahaman kembali Pancasila kepada seluruh rakyat yang dijalankan MPR-RI, adalah salah satu bentuk upaya tersebut dan mendapatkan respon positif dari berbagai daerah di seluruh Indonesia dan efektif memperkokoh kedaulatan rakyat.”11 Beberapa sosialisasi Putusan MPR dilaksanakan di Kementerian/Instansi Pusat, antara lain Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Kementerian/Instansi Pusat seperti Lembaga Ketahanan Nasional, lembaga-lembaga pendidikan di bawah Kepolisian Negara Republik Indonesia,para Taruna Akademi Militer dan Akademi Kepolisian, para Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri; dan beberapa universitas di Indonesia; serta kepada masyarakat Indonesia yang ada di luar negeri. Selain itu, sosialisasi juga dilaksanakan melalui media massa. Pemasyarakatan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dilaksanakan dengan berbagai metode serta melalui praktek di lingkungan instansi-instansi di setiap tingkatan pemerintahan, perusahaan negara dan swasta, organisasi kemasyarakatan, partai politik, dan kelompok masyarakat lainnya sehingga pemasyarakatan dapat menjadi gerakan nasional dari, oleh, 11 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 52 dan untuk setiap warga negara Indonesia. Menurut Hajriyanyo, tanpa gerakan nasional pemasyarakatan dan pembudayaan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, eksistensi dan peranannya dari waktu ke waktu akan memudar dan pada gilirannya akan mempengaruhi penyelenggaraan negara.12 Lebih lanjut Hajriyanto mengatakan: “Pemasyarakatan dan pembudayaan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara tidak hanya dilakukan secara teoritik, tetapi juga lebih penting secara praktik, baik oleh penyelenggara negara maupun seluruh masyarakat Indonesia.”13 Selain aktif melakukan sosialisasi, Hajriyanto juga aktif melakukan tugas-tugas protokoler pimpinan MPR. Berkaitan dengan tugas-tugas yang sifatnya protokoler, Hajriyanto bersama pimpinan MPR lainnya menerima kunjungan tamu-tamu negara seperti duta besar dan delegasi parlemen dari negara-negara sahabat. Baik yang sifatnya konstitusional maupun hubungan kerja sama yang membicarakan lebih subtantif tapi berkaitan dengan konstitusi dan kerjasama antarparlemen. Selain tentunya, menerima kunjungan para pemimpin lembaga tinggi negara lain dan elemen-elemen masyarakat. “Orang mengira bahwa pimpinan MPR itu banyak menganggurnya. Tapi setelah saya alami dua bulan ini ternyata acara yang harus dilakukan sangat padat, baik yang sifatnya 12 13 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 53 pelaksanaan tugas pimpinan MPR maupun tugas-tugas yang sifatnya protokoler.”14 Berdasarkan penjabaran di atas, jika dikaitkan dengan kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini. Performa komunikatif yang digunakan oleh Hajriyanto dalam mengimplementasikan pengelolaan jabatan publik di MPR RI, dapat dijabarkan dalam lima performa komunikatif. Lima performa komunikatif tersebut sebagai berikut: 1. Performa Ritual Hajriyanto Yasin Thohari Dalam kesehariannya, secara personal, Hajriyanto menjalankan tugasnya sehari-hari dilatarbelakangi oleh interkasi sosial di organisasi dan pendidikan agama yang selama hidupnya didapatkan di Muhammadiyah. Tugas kesehariannya sebagai Pejabat Publik dilakukan penuh dengan dedikasi dan intergitas. Hajriyanto, walau sebagai Wakil Ketua MPR RI hampir tidak menyulitkan bagi siapapun yang ingin bertemu langsung apalagi berdikusi tentang Sejarah dan Kebangsaan. Protokoler sebagai Pejabat Publik, sebagai Wakil Ketua MPR RI hampir tidak ada. Seperti pengawalan (patwal) yang berlebihan. Dalam kesehariannya, Hajriyanto hanya ditemani oleh satu orang ajudan. Apalagi ketika Hajriyanto datang ke Kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, seolah-olah Beliau bukan sebagai Wakil Ketua MPR RI. Aktivitas di Muhammadiyah, sebagai Ketua Lembaga Amal Zakat Infaq dan Sadaqah Muhammadiyah 14 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 54 (LAZISMU), Hajriyanto selalu mempimpin langsung rapat yang diselenggarakan oleh LAZISMU. Hajriyanto selalu hadir pada acara pengajian rutin bulanan yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah, apalagi yang terkait dengan Politik Kebangsaan. Hajriyanto juga selalu rutin mengundang Angkatan Muda Muhammadiyah untuk berdiskusi tentang Politik Kebangsaan Terkini dan isu-isu kontemporer. Dedikasi dan Loyalitas Hajriyanto kepada Muhammadiyah, Organisasi yang telah membesarkannya tidak perlu dipertanyakan lagi walau Beliau juga menjabat Wakil Ketua MPR RI.15 Dari sini bisa dilihat, bahwa performa ritual seorang Hajriyanto sudah dilakukan dengan cukup baik. Hajriyanto baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, anggota organisasi maupun sebagai seorang pejabat publik, semua wewenang, tugas dan haknya dilakukan dengan dedikasi dan intergitas yang tinggi. 2. Performa Hasrat Hajriyanto Yasin Thohari Berdasarkan hasil testimoni, obrolan santai dan observasi langsung tentang Hajriyanto, baik sebagai Pejabat Publik, tokoh Golkar maupun sebagai Aktifis Muhammadiyah, banyak yang memberikan kesan positif terhadap Hajriyanto. 15 Testimoni dari M. Khoirul Muttaqien, Direktur Lembaga Zakat Infak dan Shadaqoh Muhammadiyah (LAZISMU). 55 Hajriyanto dikenal selain sebagai humoris dikala berkumpul dengan koleganya maupun dengan juniornya di Muhammadiyah. Hajriyanto juga sebagai aktifis politik yang masih menjaga tradisi intelektualitasnya. Hal tersebut bisa dilihat dari karya-karya tulisannya diberbagai media cetak. Hajriyanto sebagai sebuah antitesa pejabat publik pada umumnya telah berhasil membuktikan bahwa menjadi politisi dan pejabat Publik tidak perlu melupakan asal muasal dari mana dia berasal. Hal tersebut yang membedakan Hajriyanto dengan tokoh pejabat publik lainnya. Hajriyanto di kalangan juniornya di Muhammadiyah dianggap senior yang yang memiliki sosok politis cum cerdik cendikia, sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Imam Mujadid Rais: “Hajriyanto Yasin Thohari dalam amatan saya selama berinteraksi merupakan sosok politisi cum cerdik cendekia. Tidak banyak politisi yang memiliki keahlian membuat suatu analisa mengenai suatu peristiwa – baik itu sosial, agama, budaya dan politik – kemudian menuliskannya di tengah kesibukan. Mungkin karena selalu mengikat suatu peristiwa ke dalam tulisan. Ingatannya pun sangat kuat. Pernah ia, sebagai wakil ketua MPR, memaksa dirinya tetap datang ke sebuah seminar dengan tanpa bekal makalah. Ia hanya buat coret-coretan sedikit saat sudah di depan forum. Selain itu, seringkali ia menulis sendiri makalah untuk suatu seminar. Karena itu, ia sering begadang untuk menulis 56 makalah untuk seminar keesokan harinya.”16 Menurut pandangan anggota Lembaga Zakat Infak dan Shadaqoh Muhammadiyah (LAZISMU), Hajriyanto merupakan figur yang religius, humoris, politisi yang negarawan dan pribadi yang multi-talent. Sebagaimana yang di tuturkan oleh M. Khoirul Muttaqien: “Beliau figur yang religius, humoris tapi serius, santri yang nasionalis, politisi yang negarawan, multi-talent, intelektual moderat, cerdas, kritis, public speaker dan memiliki radius pergaulan cukup luas.”17 Sedangkan dalam pandangan mantan staffnya di DPR, Hajriyanto adalah seorang politikus dan negarawan yang cakap, berwawasan luas dan memiliki integritas yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Makmun Halim di bawah ini: “Selama menjadi staffnya, saya banyak belajar dari keseharian pak Hajriyanto. Baik sebagai individu maupun sebagai pejabat publik. Di mata saya, beliau ini seorang politikus dan negarawan yang cakap, berwawasan luas dan memiliki integritas yang baik.”18 3. Performa Sosial Hajriyanto Yasin Thohari Hajriyanto dikenal sebagai tokoh yang santun dalam berpolitik (berpolitik secara santun). Berpolitik secara santun disini adalah ketika 16 Testimoni dari Ahmad Imam Mujadid Rais, mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR, dan Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PPIPM). 17 Testimoni dari M. Khoirul Muttaqien. 18 Testimoni dari Makmun Halim, mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR. 57 menyampaikan pendapat atau kritik tidak disampaikan dengan bahasa atau kata-kata kasar, menyerang pribadi, kelompok atau partai. Tidak memanfaatkan kesempatan atau memancing di air keruh. Tidak “gebyah uyah” seolah kesalahan seseorang berarti kesalahan seluruh institusi atau partainya. Walaupun sikap santun ini bagi sebagian orang dinilai sebagai sikap bermain aman, namun bagi sebagian orang termasuk penulis, sikap ini yang membedakan antara Hajriyanto dengan politisi Golkar lainnya. Menanggapi tudingan bermain aman, Hajriyanto menjawabnya dengan jawaban yang cukup menarik, yaitu: “Bukankah Politik itu adalah seni…?”19 Bahkan mengenai performa sosial yang dilakukan oleh Hajriyanto di atas, Grace Natalie mengomentarinya dengan istilah “politisi yang santun, tenang dan punya substansi”. Sebagaimana yang pernah di utarakan oleh Grace Natalie (Mantan Wartawan TV One dan CEO Saiful Mujani Research & Consulting [SMRC]) berikut ini: “Saya mengenal Hajriyanto ini ketika menjadi narasumber saat menjadi jurnalis di TV One. Sosok beliau dalam pandangan saya seorang politisi yang santun, senior, jauh dr kontroversi, pembawaannya tenang. Bisa dikatakan salah satu politisi yang punya substansi. Menurut saya, performa sosial yang dilakukan oleh beliau sangat baik, dan kita (Indonesia) butuh sosok-sosok 19 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 58 yang seperti ini. Santun, tenang dan punya substansi!”20 Hajriyanto juga ramah terhadap siapa saja yang ingin bertamu dan datang untuk mewawancarainya sebagai narasumber. Hal ini diungkapkan oleh salah satu mantan staffnya, yaitu: “Beliau tokoh yang ramah terhadap semua tamu yang ingin bertemu dengannya. Mulai pejabat negara, wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bahkan para mahasiswa yang ingin bertemu dengannya, semua diterimanya dengan sangat baik.”21 Berkat performa sosialnya ini Hajriyanto menjadi tokoh yang dihormati dan dikagumi. Terbukti setiap kali terjadi pergantian kepempimpinan di Golkar, nama Hajriyanto selalu masuk ke dalam struktur DPP. Puncaknya, Hajriyanto dipercaya oleh koleganya di Golkar untuk dijadikan calon sebagai Wakil Ketua MPR RI periode 2009 - 2014. Bukan itu saja, karakternya yang santun dan pembawaannya yang tenang, menjadikan Hajriyanto sebagai salah satu tokoh publik yang sering di undang diberbagai stasiun Televisi (TV) Nasional. Bahkan media online sering meminta komentar Hajriyanto tentang fenomena politk yang sedang terjadi.22 Berikut ini adalah salah satu komentar Hajriyanto yang pernah dimuat salah satu media online: “Fungsi partai politik untuk melakukan pendidikan politik sangat lemah. Bahkan dalam mendidik para kadernya untuk 20 Wawancara Pribadi dengan Grace Natalie, Jakarta, 16 Juni 2013. Testimoni dari Makmun Halim. 22 Testimoni dari Herry Sucipto, mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR. 21 59 menjadi tokoh-tokoh yang bersih itu sangat lemah. Parpol juga belum dapat menindak tegas para kadernya yang melakukan tindakan korupsi. Misalnya, dengan mencopot jabatannya.”23 Berdasarkan fakta-fakta tersebut, menurut penulis, performa sosial yang di lakukan oleh Hajriyanto sangat baik dan khas. Karakter politiknya yang santun, pembawaannya yang tenang dengan disertai pengetahuan yang baik dan pribadinya yang ramah, membuatnya dikagumi oleh kawan maupun lawan politiknya. Karakter performa sosialnya inilah yang kemudian membedakan antara Hajriyanto dengan politisi Golkar lainnya. 4. Performa Politis Hajriyanto Yasin Thohari Gaya kepemimpinan Hajriyanto walaupun sama dengan kebanyakan pejabat publik lainnya, namun tetap memiliki gayanya sendiri. Gaya kepemimpinan yang dipakai oleh Hajriyanto adalah gaya kepemimpinan partisipatif.24 M. Khoirul Muttaqien dalam testimoninya mengatakan: “Tak ada yang meragukan kepiawaian dan kematangan beliau sebagai seorang politisi. Bahkan beliau mampu menampilkan diri sebagai politisi santri yang bersih, cerdas, intelek, nasionalis dan sering memberi keberpihakan kepada daerah yang minim akses 23 Republika Online (ROL), “Pendidikan Politik Oleh Parpol Masih Lemah,” artikel diakses pada 17 August 2013 dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/08/15/mrk39z-pendidikan-politik-olehparpol-masih-lemah 24 Mengenai macam-macam gaya kepemimpinan bisa di lihat di Bab II, dalam bab tersebut penulis sudah menjabarkan beberapa konsep gaya kepemimpinan. 60 pembangunan, khususnya wilayah timur Indonesia.”25 Berbeda dengan M. Khoirul Muttaqien, jika M. Khoirul Muttaqien melihat Hajriyanto sebagai seorang politisi dan negarawan. Maka Ahmad Imam Mujadid Rais melihat Hajriyanto sebagai kader Muhammadiyah, Mujadid Rais mengatakan, bahwa: “Kader-kader muda Muhammadiyah sering di undang untuk datang ke tempat Hajriyanto. Hajriyanto ingin mengajak mereka untuk berdiskusi dan bertukar pandangan dalam menyikapi persoalan-persoalan yang sedang terjadi di Muhammadiyah. Bahkan bukan tidak mungkin sikap dan kebijakan dalam setiap forum didasarkan dari hasil-hasil diskusi yang dilakukan oleh Hajriyanto di kediamannya.”26 Berdasarkan pernyataan di atas, bisa disimpulkan, jika Hajriyanto selalu memotivasi anak-anak muda Muhammadiyah dengan cara melibatkan mereka dalam aktvitas kesehariannya. Hal yang sama juga di lakukan ketika di GOLKAR, Hajriyanto sering mengajak rekan-rekannya sesama pimpinan dan anggota GOLKAR untuk berdiskusi dan berdialog tentang perkembangan GOLKAR ke depan. Bahkan kader-kader muda pun sering juga diajak untuk berdialog. Seperti yang dikatakan oleh Hajriyanto: “Gaya kepemimpinan yang partisipatif itu, harus bisa meningkatkan keikutsertaan pihak-pihak yang terkait. Sebab 25 26 Testimoni dari M. Khoirul Muttaqien. Testimoni dari Ahmad Imam Mujadid Rais. 61 dengan begitu, mereka merasa dibutuhkan dan dihargai. Caranya gimana?! Ya, dengan dialog-dialog, diskusi-diskusi dan berkumpul bersama dalam mencari solusi yang konstruktif.”27 Begitupun ketika di lingkungan DPR/MPR, Hajriyanto sering mengajak para staffnya untuk berdiskusi dan memberikan pandangannya tentang perkembangan politik yang terjadi di DPR/MPR. Sebagaimana yang dikatakan berikut ini: “Ketika agak senggang beliau sering mengajak kita (para staff) untuk berdiskusi dan berbincang-bincang mengenai perpolitikan yang sedang terjadi di dalam DPR/MPR.”28 Bukan hanya di lingkungan para staff, di lingkungan antar pimpinan dan anggota DPR/MPR pun Hajriyanto sering mengajak rekanrekannya untuk selalu terlibat dan berperan aktif di dalam merumuskan setiap kebijakan. Terutama kebijakan-kebijakan yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat luas. Seperti soal sosialisasi empat pilar bangsa, penanganan korupsi dan lain-lain.29 Hal ini yang membedakan Hajriyanto dengan Pimpinan MPR lainnya dalam menjalankan aktifitas kesehariannya dan juga sebagai Wakil Ketua MPR RI. 27 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Testimoni dari Ahmad Fuad Fanani, salah satu mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR. 29 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 28 62 5. Performa Enkulturasi Hajriyanto Yasin Thohari Tentu dari keempat perfoma komunikatif sebelumnya, yaitu performa ritual, performa hasrat, performa sosial dan performa politis berdampak pada performa enkulturasi Hajriyanto. Pada performa enkulturasi ini akan mengungkapkan seberapa penting peran organisasi yang dijalaninya terhadap perjalanan kariernya, dalam hal ini adalah organisasi Muhammadiyah. Tak seorang pun bisa melepaskan diri dari lingkungan di mana dia hidup, dari fakta keterkaitannya dengan seperangkat keyakinan, gagasan, posisi sosial, atau dari kegiatan menjadi anggota masyarakat. 30 Aturan universal ini juga berlaku pada Hajriyanto. Hajriyanto lahir di antara dua kultur yang berbeda, yaitu tradisi Jawa dan tradisi Islam Muhammadiyah.31 Dari tradisi Jawa ia dididik dan diajarkan hidup sederhana, tidak neko-neko dan tidak mengada-ada. Dalam bahasa Hajriyanto sebagai seorang desa yang lugu dan polos. Sedangkan dari tradisi Islam Muhammadiyah, Hajriyanto dididik dan diajarkan tentang nilai-nilai kejujuran, keikhlasan, selalu ikhlas dalam berjuang, selalu ikhlas untuk menolong sesama, selalu bersemangat untuk mencari ilmu pengetahuan dan mendirikan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan.32 30 Ahmad Najib Burhani, Muhammadiyah Jawa. Penerjemah Izza Rohman Nahrowi (Jakarta: Al-Wasat Publishing House, 2010), h. 77. 31 Hajriyanto dari garis ibu mendapatkan tradisi budaya Jawa, sebab ibunya adalah anak dari seorang kepala desa kuno yang penuh dengan tradisi Jawa. Sedangkan tradisi Islam Muhammadiyah di dapatkan dari ayahnya. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 32 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 63 Dan dari Muhammadiyah juga Hajriyanto belajar tentang politik, berbangsa dan bernegara. Ketika berpolitik, berbangsa dan bernegara, Hajriyanto banyak mengikuti khittah (garis) perjuangan Muhammadiyah. Dalam khittah di jelaskan, Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dan urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.33 Dan Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (al-amanah), akhlak mulia (al-akhlak al-karimah), keteladanan (al-uswah al-hasanah), dan perdamaian (al-islah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar.34 Bertemunya tradisi Jawa dan tradisi Islam Muhammadiyah, belum lagi ditambah dengan ajaran-ajaran kemuhammadiyaan yang di dapat ketika aktif di organisasi Muhammadiyah. Semuanya kelak membentuk karakter seorang Hajriyanto dalam beraktifitas. Sejak dari kecil, sekolah, 33 Hajriyanto Yasin Thohari, Muhammadiyah dan Pergulatan Politik Islam Modernis (Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban [PSAP] Muhammadiyah, 2005), h. 255. 34 Ibid., h. 257. 64 di Muhammadiyah, ketika menjadi anggota DPR, bahkan sampai ketika menjadi wakil ketua MPR RI. Pengaruh ajaran Muhammadiyah dan pengalaman berorganisasi di Muhammadiyah, pada akhirnya membentuk sebuah pemahaman tentang etos kerja dan pemaknaan dedikasi serta integritas yang baik. Pemahaman tersebut kemudian diejahwantahkan dalam kehidupan dan tugasnya seharihari. Hajriyanto sebagai pribadi, mampu mencitrakan dirinya sebagai pribadi yang santun, ramah, pintar, tenang dan punya substansi. Sedangkan sebagai anggota masyarakat, anggota organisasi maupun sebagai seorang pejabat publik. Hajriyanto berhasil mencitrakan dirinya menjadi tokoh yang berwawasan luas, dan memiliki dedikasi serta berintegritas tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya mejalankan semua hak, tugas dan wewenangan yang diamanatkan kepada dirinya. dilakukan dengan dedikasi dan intergitas yang tinggi. Hajriyanto juga telah berhasil menghadirkan karakter kepemimpinannya, yaitu gaya kepemimpinan yang partisipatif. Keberhasilan Hajriyanto dalam mendorong karyawan, kolega dan juniornya, baik dilingkungan MPR, Golkar maupun Muhammadiyah untuk berkarya dan beraktivitas di masing-masing level dan bidang, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Serta keberhasilannya dalam menjadi anggota pimpinan MPR RI, sebagai Ketua DPP Golkar dan sebagai Ketua LAZISMU, merupakan Muhammadiyah. bukti kongkrit akan pengaruh ajaran 65 Oleh sebab itu, menurut analisis penulis, keberhasilan dari performa enkulturasi Hajriyanto adalah karena adanya proses penyerapan dan pembelajaran yang terus menerus sepanjang hidupnya dari Organisasi Muhammadiyah. Budaya berpolitik, berbangsa dan bernegara yang ada di Muhammadiyah mampu di yang diserap dan dipelajari oleh Hajriyanto. B. Strategi Hajriyanto Yasin Thohari dalam Mengelola Performa Komunikatif di MPR RI 1. Membangun Institusi Adil Melawan Korupsi Korupsi di Indonesia sudah menjadi kejahatan struktural yang begitu mengakar. Telah mengakarnya korupsi sampai membentuk struktur kejahatan. Bahkan korupsi sudah menjadi tindakan praktis yang tidak menumbuhkan rasa bersalah. Maka setiap orang yang masuk ke struktur kekuasaan cenderung korupsi.35 Kebiasaan korupsi menular sehingga mempengaruhi dan membentuk lingkungannya. Jaringan korupsi terbentuk mengikuti pola sistem isolasi sesuai dengan model pembagian kerja. Maka koordinasinya efekif dan kerahasiaan terjaga. Lordon dalam Haryatmoko berpendapat: “Kategori yang dianggap paling merugikan pelayanan publik ialah korupsi. Korupsi dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan kepercayaan dan kekuasaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi, 35 keluarga, teman, kelompok Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. atau partai politik. 66 Penyalahgunaan tidak hanya didefinisikan dari sudut pandang hukum, tetapi juga harus diperhitungkan pemaknaan sosial dan standar budaya, artinya korupsi menggerogoti nilai-nilai kepemimpinan, kewarganegaraan, representasi, deliberasi, dan akuntabilitas.”36 Oleh sebab itu menurut Hajriyanto strateginya adalah dengan memutus mata rantai. Sehingga setiap investigasi akan menemui jalan buntu. Sebab saat ini korupsi sudah menyentuh sendi-sendi kekuasaan sampai pada sistem peradilan, aparat penegak hukum, dan MPR/DPR. Negara yang secara institusional sarat korupsi mengondisikan munculnya bentuk-bentuk kriminalitas lain, muncul peradilan jalanan,tumbuhnya kelompok paramiliter yang mengandalkan kekerasan dengan basis agama atau etnisitas.37 Untuk memutus mata rantai korupsi, Hajriyanto bersama dengan anggota pimpinan MPR lainnya melakukan pendidikan atau pelatihan personalia dan refleksi organisasi di lingkungan anggota MPR. Pendidikan ini dilakukan untuk mendorong nilai-nilai dan etika publik. Etika publik dalam pandangan Hajriyanto tidak hanya berhenti dibahas dalam kerangka disiplin organisasi, tetapi harus sampai menjangkau aspek juridis, disipliner dan pertanggungjawaban publik. Ketiga aspek ini merupakan 36 Haryatmoko, Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011), cet. I, h. 27. 37 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 67 pilar akuntabilitas yang memungkinkan tumbuhnya integritas publik dan menjauhkan dari hal-hal yang melemahkan integritas.38 Sebab menurut Hajriyanto, kejahatan korupsi biasanya ditanamkan melalui proses peniruan. Tahu bahwa dengan memperlambat prosedur akan mendapat keuntungan, lalu mempersulitnya agar diberi gratifikasi sebagai jasa memperlancar proses yang dimanipulasinya. Bila ada upaya untuk melawan atau bersikap jujur, lingkungan akan memberi sanksi. Akhirnya, kepatuhan tanpa tekanan akan mengikuti karena menyesuaikan diri berarti menjanjikan keuntungan materi. Korupsi mengomunikasikan praktik pelaksanaan kekuasaan, seperti: cara membuat laporan, cara berinteraksi dengan atasan atau dengan instansi lain, cara kontrak, cara membuat anggaran, cara mendapat jabatan, cara penempatan anak buah, cara perekrutan karyawan serta syarat urusan bisa beres.39 Lebih lanjut Hajriyanto mengungkapkan: “Modalitas ini sulit dibongkar! Karena ya, itu! Cukup tersembunyi dan sengaja dibuat untuk tidak meninggalkan jejak. Seperti tidak ada kuitansi dan menghindari transaksi lewat bank. Namun bisa dirasakan bahwa ada yang tidak beres. Di balik praktik korupsi itu, tersembunyi kode rahasia. Kerahasiaan ini hanya akan tersingkap bila terjadi krisis hubungan di antara yang terlibat. Lalu baru akan muncul tuduhan atau laporan. Apa yang dipertaruhkan dalam perilaku buruk korupsi ialah pembentukan 38 39 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 68 mental bangsa! Ya, mental menerabas, egoisme, tak peduli kesejahteraan bersama, tak peka terhadap ketidakadilanserta redupnya solidaritas. Memang, kebiasaan buruk itu berkaitan dengan cara pandang, sistem pengorganisasian, interaksi kekuasaan dan norma yang berlaku. Akibatnya, koruptor tidak merasa bersalah!”40 Itu sebabnya Hajriyanto berkeyakinan, pelatihan dan refleksi tentang bagaimana mengintegrasikan etika di dalam pelayanan publik sangat diperlukan. Karena kategori yang dianggap paling merugikan pelayanan publik ialah korupsi. Korupsi dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan kepercayaan dan kekuasaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi, keluarga, teman, kelompok atau partai politik. Penyalahgunaan tidak hanya didefinisikan dari sudut pandang hukum, tetapi juga harus diperhitungkan pemaknaan sosial dan standar budaya, artinya korupsi menggerogoti nilai-nilai kepemimpinan, kewarganegaraan, representasi, deliberasi dan akuntabilitas.41 2. Memberdayakan Masyarakat Madani (Civil Society) untuk Integritas Publik Bila pemerintah memonopoli pelayanan publik, meski dewasa ini bisa dikontrakkan (outsourcing). Namun ada kecenderungan lemah dalam akuntabilitas dan kurang responsif terhadap keluhan dan tuntutan publik. 40 41 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 69 Tiadanya pesaing membuat pemerintah lamban untuk perbaikan dan bahkan mengabaikan akuntabilitas. Mekanisme audit terhadap pembelanjaan pemerintah dalam pelayanan publik dan pengawasan DPR tidak sampai pada memeriksa apakah prosedur-prosedur yang baku dan norma-norma etika pelayanan publik sudah dijalankan. Pemeriksaan tidak sampai pada apakah penggunaan uang bisa dipertanggungjawabkan dan untuk apa. Kesulitannya terletak dalam mengukur hasil dan memonitor aktivitas di lapangan. Luasnya lingkup pelayanan publik dan tiadanya informasi yang memadai membuat wakil rakyat tidak berdaya menghadapi buruknya pelayanan publik. Maka untuk mengatasi masalah itu diperlukan partisipasi langsung masyarakat dengan pemberdayaan masyarakat madani (civil society) secara berkesinambungan. Untuk menyikapi persoalan tersebut Hajriyanto bersama pimpinan MPR lainnya melakukan kegiatan dan pelatihan tentang civil society dan Tata laksana pemerintahan yang baik (good governance), tujuannya adalah untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman tentang pencegahan konflik kepentingan antar golongan dan bagaimana praktik serta penerapannya di dalam lingkungan (baik pekerjaan, pemerintahan dan masyarakat umum). Dalam melakukan kegiatan dan pelatihan ini, MPR sering mengajak organisasi-organisasi yang peduli pada good governance. Sebagaimana yang ungkapkan oleh Hajriyanto: “Untuk menyikapi permasalahan civil society Kita (MPR) mengajak organisasi-organisasi yang peduli pada good governance 70 untuk memberikan penjelasan dan pelatihan tentang pemahaman dan perkembangan aturan-aturan untuk mencegah konflik kepentingan dan bagaimana praktiknya serta penerapannya di dalam lingkungan, baik itu dilingkungan pekerjaan, pemerintahan dan masyarakat umum. Dalam hal ini kita belajar dari model Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hongkong, Independent Commission Against Corrupation (ICAC). Kita mulai dengan program pelibatan masyarakat melalui jaringan cabang di daerahdaerah, mengajak masyarakat mendiskusikan masalah korupsi (sebab, mekanisme, jaringan, akibat, korban, kerugian) dalam pelatihan, seminar, workshop, dan kegiatan daerah lainnya. Target kita dalam jangka waktu satu tahun, lebih dari setengah juta warga negara menyadari pentingnya pemberantasan korupsi. Sehingga nantinya terbentuk berbagai jaringan yang mendasarkan ikatannya pada kepercayaan dan visi masyarakat yang bersih. Jaringan ini terdiri dari organisasi lokal, asosiasi profesionai, kelompok perdagangan, dan orang bisnis. Anggota jaringan tersebut menjadi sumber informasi bagi KPK. Ribuan anggotanya bersedia menjadi relawan bagi KPK, bahkan kelompok- kelompok profesionai ikut membentuk jaringan penecegahan korupsi. Di setiap daerah, jaringan dengan masyarakat ini diorganisir oleh komisi penasehat yang ditunjuk dari pemimpin kelompok oleh Ketua Pelaksana KPK. Komisi Independen juga dibentuk untuk mengawal dan 71 mengawasi investigasi terhadap laporan-leporan korupsi. Setiap tahun ketiga komisi itu mengadakan konferensi pers dan menerbitkan laporan tahunan mereka yang bisa diakses dan diperiksa oleh publik.”42 Lebih lanjut Hajriyanto menyatakan: “Pengembangan budaya organisasi semacam itu juga bisa dibuat di setiap lembaga dengan melibatkan karyawan, wakil mereka, serta pihak-pihak yang terkait untuk ikut merevisi kebijakan menghadapi konflik kepentingan. Salah satu bentuk pelibatan ialah mengonsultasikan ke pihak-pihak tersebut, tindakan-tindakan peneegahan dari aspek praktisnya agar terbangun pemahaman bersama. Harus dibangun mekanisme untuk menopang para manajer dalam merevisi dan meningkatkan keterampilan mengidentifikasi serta mencari pemecahan konflik kepentingan dalam keseharian tugas mereka, Maka pelatihan etika secara berkala atau dalam setiap kenaikan jenjang merupakan kesempatan untuk menyosialisasikan budaya etika mencegah konflik kepentingan.”43 Apa yang dikatakan oleh Hajriyanto ini sejalan dengan pandangan Haryatmoko, yaitu: “Pemberdayaan civil society dalam rangka menghadapi masalah konflik kepentingan harus ditularkan juga kepada pihak 42 43 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 72 lain (perusahaan) yang menjadi mitra kerja sama dan bila mereka tidak menaati bisa diberi sanksi pencabutan atau penundaan kontrak, dimasukkan dalam daftar hitam atau dipublikasikan sebagai yang melanggar etika publik, atau kalau perlu dibawa ke pengadilan kalau sudah dianggap membantu atau melakukan korupsi. Maka dalam proses penjajakan harus sudah diberitahukan ke perusahaan rekanan adanya bahaya konflik kepentingan yang bisa muncul sehingga mereka dapat menangani secara bersama dengan tegas. Perlu dijamin bahwa mitra kerja sama dan sektor bisnis mengetahui tuntutan dalam hal informasi konfidensial yang berasal dari dalam tidak untuk konsumsi publik dan harus dilindungi. Bilatidak, akan dituntut. Selain itu, semua langkah prosedur pengambilan keputusan harus boleh diaudit demi integritas publik dan legitimasi.”44 Berdasarkan analisis penulis, karena masyarakat yang secara langsung merasakan akibat dari pelayanan publik sering menghadapi kesulitan dalam pemberdayaan kolektif untuk menuntut akuntabilitas pejabat publik. Akuntabilitas akan semakin lemah bila temyata hukum yang berlaku tidak mendasarkan pada standar dan norma etika pelayanan publik, karena selain pejabat publik mengabaikan, mitra lain juga tidak peduli. 44 Haryatmoko, Etika Publik, h. 100-101. 73 Oleh sebab itu upaya-upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat perlu di kembangkan. Salah satunya seperti strategi yang sudah di lekukan oleh Hajriyanto bersama anggota MPR lainnya. Karena dengan adanya partisipasi masyarakat luas dapat mendorong akuntabilitas pejabat publik. 3. Mengintegrasikan Nilai-Nilai Etika Ke Dalam Manajemen Organisasi Keterampilan komunikasi pemimpin sangat menentukan dalam menciptakan hubungan antarpribadi yang produktif dan keikutsertaan dalam kerja sama untuk tujuan etis bersama, termasuk dalam meyakinkan perlunya perubahan. Dalam kasus seperti ini, diuji kemampuan membangun konsensus moral, kemampuan mendengarkan dan mengomunikasikan kepentingan,dukungan dan empati terhadap semua pihak yang terlibat dalam perubahan, termasuk mendidik atau menyadarkan akan dimensi-dimensi etika yang dipertaruhkan. Bisa saja sebagai pemimpin, ia memaksakan program perubahannya, tapi itu justru bertentangan dengan tujuan budaya etika yang dimaksudkan untuk memberi legitimasi kebijakan publik. Hajriyanto menyadari betul tentang hal tersebut, menurut Hajriyanto kebutuhan legitimasi mengajak untuk memperhitungkan perubahan interaksi sosial yang terkait dengan moralitas. Dalam setiap tindakan dibutuhkan dasar pembenarannya atau legitimasinya. Modalitas legitimasi tindakan atau kebijakan publik diperoleh dengan mengacu pada 74 norma, hukum, aturan, kebiasaan, atau agama. Dengan mengacu ke norma akan diperoleh persetujuan dari sebanyak mungkin anggota. Perubahan yang mendorong terciptanya budaya etika dalam instansi atau organisasi menuntut agar dasar pembenaran kebijakan publik mengacu ke standar etis. Berdasarkan pengalaman Hajriyanto selama menjadi pejabat publik, standar etika publik ini paling tidak harus memiliki tiga dimensi, yaitu: “Dimensi tujuan adalah pelayanan publik yang berkualitas dan relevan, dimensi sarana meliputi akuntabilitas, transparansi, dan netralitas, serta dimensi aksi menuntut kualitas pelaku, yaitu integritas pejabat publik.”45 Hajriyanto juga menyadari, bahwa memang tidak mudah untuk menciptakan budaya etika dalam lembaga negara seperti MPR/DPR. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Sebagaimana diungkapkan oleh Hajriyanto: “Kuatnya konflik kepentingan, peran partai-partai politik dan pertarungan kekuasaan. Kode etik sangat penting, tetapi orang pasti akan bertanya, bukankah sudah banyak organisasi pemerintah atau swasta yang mengadopsi kode etik, tetapi tidak mengurangi perilaku korup?”46 Oleh sebab itu, Hajriyanto bersama pimpinan MPR melakukan beberapa strategi yang terbagi menjadi 2 bagian, pada bagian pertama membangun infrastruktur, yaitu: 45 46 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 75 “Pertama, dalam menyusun kode etik harus mengikutsertakan anggota-anggota yang cukup representatif sehingga ada partisipasi dan memungkinkan membentuk khazanah istilah atau konsep yang sama. Nah, dengan demikian akan meningkatkan rasa memiliki dan komitmen pada aturan yang dibuat. Kedua, memasukkan komisi etika agar berperan dalam pengambilan keputusan untuk mengangkat masalah etika dalam setiap pertemuan staff dengan selalu merumuskan dampak etikanya sebelum setiap keputusan penting diambil. Ketiga, disediakan konsultasi etika dan dibangun saluran pelaporan untuk membantu membahas masalah-masalah etika, menetapkan prosedur menyalurkan keluhan, ketidakpuasan atau protes, mekanisme whistle-blowing (hotlines, komunikasi kondensial), sistem perlindungan bagi pelapor untuk mencegah balas dendam dan ombudsman.”47 Pada bagian kedua lalu membangun sistem yang dapat meningkatkan kapasitas Manajemen dan SDM secara terus-menerus: “Keempat, manajemen personalia disesuaikan dengan tuntutan etika publik, termasuk merevisi cara perekrutan calon anggota legislatif, pendidikan dan pelatihan etika publik secara berkala. Proses evaluasi kinerja diarahkan ke identifikasi dimensi-dimensi etikanya. Kelima, audit etika secara berkala meliputi: melihat kembali 47 dokumen-dokumen, menilai Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. kerentanan masalah, 76 wawancara dan survei karyawan dan evaluasi terhadap sistem yang ada. Keenam, meningkatkan sosialisasi kesadaran etis dengan memasang kode etik di setiap tempat berkumpul, mencetak dan memuat secara tematik kode etik yang sedang aktual di media internal.”48 Keenam strategi budaya etika ini untuk mendorong partisipasi, menerjemahkan nilai-nilai etika dalam kegiatan organisasi secara nyata, menyediakan prosedur untuk menafsirkannya dan menjamin pemberlakuan nilai-nilai etika secara efektif. “Akuntabilitas wakil rakyat bukan sekadar lip-service. Tetapi bisa menjadi kenyataan! Itu sebabnya model manajemen partisipatif dan peduli etika publik seperti itu dibutuhkan kepemimpinan yang kuat. Sekaligus bisa memberi teladan. Bila budaya etika bisa berkembang dalam lembaga negara seperti MPR/DPR, akan lebih mudah mengembangkan ke lembaga negara lain. Seperti organisasi pemerintah, swasta, organisasi nirlaba dan organisasi keagamaan. Lalu politik akan semakin bisa diramalkan. Warga negara semakin peduli membangun institusi-institusi sosial agar lebih adil. Pejabat publik dan politisi semakin bertanggung jawab untuk mengupayakan pelayanan publik yang lebih berkualitas.”49 48 49 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 77 Strategi budaya etika ini juga diarahkan untuk membentuk sistem yang dapat membantu mengorganisir tanggungjawab. Sehingga terbangun integritas publik yang akuntabel dan transparan. Sebab pertanggungjawaban yang dirumuskan dalam aturan yang dilarang atau diperbolehkan selalu dibutuhkan dalam membangun kesadaran moral para pejabat publik. Pengejawantahan strategi budaya etika menurut Hajriyanto, juga sama halnya seperti menegakkan kebenaran dan mentransformasikan nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh agama yang di anutnya. “Dalam melaksanakan semuanya itu, kita bertujuan untuk menegakkan kebenaran. Untuk mentransformasikan nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh agama yang saya anut, yaitu agama Islam. Agar kemudian menjadi dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik. Sehingga kebijakankebijakan publik yang terdapat di dalam UU itu merupakan pengejahwantahan dari nilai-nilai kebaikan dan kebajikan universal yang dikandung di dalam ajaran agama yang saya anut atau ajaran Islam. Setidak-tidaknya kebijakan publik tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.”50 Oleh sebab itu, menurut Hajriyanto, dalam berorganisasi perlu dikembangkan beberapa sikap, yaitu: mengembangkan sikap toleransi, diskusi terbuka dan manajemen partisipatoris untuk mendukung dan 50 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 78 menjamin kontrak sosial. Setiap perilaku atau tindakan ditetapkan melalui analisa kritis dan konsensus. Untuk itu dibutuhkan pelatihan etika publik yang berkelanjutan, diskresi yang terbatas, sistem pengawasan yang ketat, dan sanksi yang jelas dan tegas.51 Berdasarkan pejabaran tersebut, menurut analisis penulis, pengintegrasian nilai-nilai etika ke dalam organisasi harus di mulai dari pemimpin itu sendiri. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus memiliki kecakapan berkomunikasi yang baik, santun, tegas dan netral. Setelah itu membentuk budaya etika berorganisasi yang dapat mengorganisir rasa tanggung jawab. Dan yang paling penting, sistem budaya etika ini harus bisa menarik partisipasi masyarakat secara luas. Dengan begitu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai etika dan kebaikan yang terkandung di dalam ajaran agama dapat dilakukan. 51 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian tentang “Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan Publik.” Penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut: 1. Performa komunikatif Hajriyanto dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI. a. Aktif melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai anggota sekaligus Wakli Ketua MPR RI. b. Aktif memasyarakatkan nilai-nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika). c. Aktif melakukan tugas-tugas protokoler pimpinan MPR, seperti menerima kunjungan tamu-tamu negara (Duta Besar dan Delegasi Parlemen dari negara-negara sahabat). Jika implementasi pengelolaan jabatan publik ini dikaitkan dengan kajian teori dalam penelitian ini, maka bisa dilihat dengan pendekatan lima performa komunikatif, yaitu: a. Performa Ritual. Pada performa ini, Hajriyanto dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, banyak dipengaruhi oleh pendidikan agama yang ada di Muhammadiyah dan pengalaman berorganisasi di Muhammadiyah. Oleh sebab itu, semua wewenang, tugas dan haknya 79 80 sebagai pejabat publik dilakukan dengan dedikasi dan intergitas yang tinggi. b. Performa Hasrat. Berkat dedikasi dan integritasnya yang tinggi, Hajriyanto dihadapan para koleganya, baik di Muhammadiyah, GOLKAR, maupun di MPR, dianggap sebagai pribadi dan tokoh yang baik dan positif. c. Performa Sosial. Performa sosial yang di lakukan oleh Hajriyanto sangat baik dan khas, yaitu dengan cara yang santun, ramah, tenang dan berwawasan luas. d. Performa Politis. Sebagai seorang politisi gaya kepemimpinan yang dipakai oleh Hajriyanto adalah kepemimpinan partisipatif. e. Performa Enkulturasi. Performa enkulturasi Hajriyanto ini merupakan hasil dari proses penyerapan dan pembelajaran budaya berpolitik, berbangsa dan bernegara dari Organisasi Muhammadiyah. Hasil dari proses itu kemudian di ejahwantahkan dalam kehidupan dan tugasnya sehari-hari. 2. Strategi Hajriyanto dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI. a. Membangun institusi adil melawan korupsi. Strategi ini dilakukan melalui pendidikan atau pelatihan personalia dan refleksi organisasi di lingkungan anggota MPR. Pendidikan ini dilakukan untuk mendorong nilai-nilai dan etika publik. b. Memberdayakan masyarakat madani (civil society) untuk integritas publik. Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan 81 mengadakan kegiatan dan pelatihan tentang civil society dan Tata laksana pemerintahan yang baik (good governance). c. Mengintegrasikan nilai-nilai etika ke dalam manajemen organisasi. Strategi yang kembangkan adalah dengan menciptakan budaya etika dalam lembaga negara dan meningkatkan kapasitas manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM) secara terus-menerus. B. SARAN 1. Untuk lebih mengefektifkan komunikasi dalam memasyarakatkan nilainilai Empat Pilar Bangsa. Bentuk kegiatan pendidikan dan pelatihan di lingkungan anggota MPR dan DPR harus lebih di tingkatkan. Dan bentuk kegiatan tersebut harus bisa memunculkan keinginan anggota parlemen untuk mengikuti serta mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Empat Pilar Bangsa tersebut. Paling tidak hal ini bisa mengurangi konflik kepentingan yang ada di parlemen. Hal ini diharapakan dapat memberi pengaruh yang baik kepada masyarakat luas. 2. Agar strategi dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI berjalan efektif RI. Harus dipikirkan sebuah strategi dan solusi yang komprehensif untuk meningkatkan partisipasi dan kepedulian masyarakat dalam melawan korupsi, memberdayakan civil society dan pengejahwantaan nilai-nilai etika dalam berorganisasi. TRANSKIP WAWANCARA Bisa diceritakan pak riwayat hidup bapak mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. Saya lahir di sebuah desa, di kabupaten Karang Anyar. Saya anak nomor empat dari tujuh bersaudara. Bapak saya seorang mubaligh Muhammadiyah. Ia sekolah di pesantren Tebu Ireng, dan kemudian menjadi seorang aktifis Muhammadiyah. Dan bahkan kemudian menjadi ketua pimpinan daerah Muhammadiyah Kabupaten Karang Anyar sampai meninggalnya tahun 1991. Ayah saya bernama M. Yasin Thohari, ibu saya bernama Suyatmi. Ia anak seorang kepala desa, kepala desa dalam sistem pemerintahan yang dulu, yang masih tradisional, yang menjadi kepala desa seumur hidup. Sebagai anak kepala desa, ibu saya sangat mengutamakan pertanian dan ibu memiliki sawah, beberapa buah sawah. Yah… dimana bapak saya tidak pernah pergi ke sawah. Jadi ibu yang mengurusi sawah itu sendirian. Dengan, apa? Mengggunakan tenaga-tenaga buruh tani untuk menggarap sawah. Atau kalau tidak ibu saya mengerjakan sawah itu pada orang lain untuk nanti hasilnya dibagi berdua dengan yang mengerjakan. Sejak kecil, saya sekolah di madrasah dan di SD! Jadi kalau pagi hari, sudah lepas di Taman Kanak-Kanak, Taman Kanak-Kanak saya dulu itu Taman Kanak-Kanak yang dimiliki oleh Koperasi Batik Sukowati, namanya TK Medari. Dan setelah itu saya masuk SD di pagi hari dan sore hari di Madrasah. Eeh… saya punya tradisi sekolah merangkap, jadi pagi di SD, di sekolah umum dan sore di Madrasah. Sampai di sekolah lanjutan juga seperti itu, pagi di sekolah SMA, sore di PGA. Sampai di perguruan tinggi saya juga merangkap. Di Universitas Gajah Mada dan di IAIN Jogja. Saya selesai kuliah tahun 1984 dan kemudian menjadi Dosen di Universitas Diponegoro Semarang. Sekaligus saya juga aktif di Pemuda Muhammadiyah dan di Muhammadiyah di Semarang. Dan jadi ketua majelis pustaka kota semarang, PDM Kota Semarang, kemudian ketua Majelis Pustaka PWM Jawa Tengah. Dan kemudian saya menjadi pengurus Pemuda Muhammadiyah, dan akhirnya saya menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah tahun 1989. Tahun 1993 saya kemudian menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah sampai 1998. Mestinya sampai tahun 1997, tapi karena dinamika politik tahun 1997-1998 saya baru berhenti tahun 1998. Kemudian tahun 1997 saya masuk di DPR, dari fraksi GOLKAR, dari daerah pemilihan Jawa Tengah. Dan berturut-turut saya tetap terpilih di DPR dari Pemilu 1997, 1999, 2004, dan di 2009. Apakah bapak menjadi pejabat publik dimulai dari bapak menjadi anggota DPR RI atau sebelumnya pernah menjabat? Dimana dan sebagai apa? Ya, iya. Kalau PNS saya dari tahun 1985! Dosen UNDIP. Kita sama-sama sudah mengetahui fungsi dan tugas anggota MPR/DPR RI atau Pejabat Publik, menurut pendapat pribadi bapak, apa sih fungsi dan tugas Anggota DPR RI? Fungsi DPR itu kan ada tiga, namanya fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran, dan Fungsi Pengawasan. Fungsi legislasi artinya itu fungsi untuk membentuk undangundang (UU). Fungsi Anggaran itu fungsi untuk memberikan persetujuan terhadap perancangan APBN yang di ajukan oleh presiden. Fungsi Pengawasan itu artinya fungsi untuk melakukan pengawasan atau kontrol terhadap pelaksanaan Undang-Undang, dan juga terhadap kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, atau lembaga-lembaga Negara yang lain. Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan, anggota DPR diberi banyak sekali hak, antara lain hak untuk bertanya, hak bertanya itu hak untuk mengajukan pertanyaan, tertulis atau lisan. Yang kedua hak interplasi, itu juga hak bertanya, tetapi khusus terhadap kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah, yang memiliki dampak dan pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yang Ketiga hak angket, yaitu hak untuk melakukan penyelidikan, penyelidikan terhadap apa? Penyelidikan terhadap kebijakankebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang mengakibatkan dampak yang luar biasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yang keempat namanya adalah hak menyatakan pendapat. Hak menyatakan pendapat itu ada dua, yaitu hak menyatakan pendapat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang memiliki dampak luar biasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dan hak menyatakan pendapat terhadap dugaan pelanggaran terhadap pasal 7A yang dilakukan oleh Presiden dan atau Wakil Presiden, yang bisa mengakibatkan terjadinya pendapat DPR bahwa Presiden melakukan pelanggaran hukum, melakukan perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan Wakil Presiden, yang kemudian pendapat itu harus diuji oleh Mahkamah Konstitusi, jika Mahkamah Konstitusi membenarkan pendapat DPR maka bisa berujung pada pemakzulan Presiden. Yang kelima DPR juga memiliki hak imunitas, yaitu hak untuk tidak dapat diseret ke pengadilan, karena pernyataan-pernyataan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anggota DPR dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan dan juga fungsi-fungsi yang lain. DPR dalam rangka pengawasan juga memiliki hak suppuna. Hak suppuna adalah hak untuk memaksa warga masyarakat untuk hadir di DPR untuk dimintai keterangan atau dimintai penjelasan dalam rangka ketika DPR melaksanakan fungsi, ketika DPR melaksanakan hak angket dalam rangka fungsi pengawasan itu tadi. Apakah ada tujuan lain? Seperti bapak bertujuan berdakwah atau menanamkan nilai-nilai yang bapak dapatkan selama ini. Ya pasti! Melaksanakan semuanya itu kita bertujuan untuk menegakkan kebenaran. Untuk mentransformasikan nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh agama yang saya anut, yaitu agama Islam. Agar kemudian menjadi dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik. Sehingga kebijakan-kebijakan publik yang terdapat di dalam UU, itu merupakan pengejahwantahan dari nilai-nilai kebaikan dan kebajikan universal yang dikandung di dalam ajaran agama yang saya anut atau ajaran Islam. Setidaktidaknya kebijakan publik tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Kita sama-sama mengetahui pak, bahwa tidak sedikit pejabat publik yang tidak terkena kasus. Dan juga kita paham tuntutan reformasi salah satunya adalah reformasi birokrasi. Menurut bapak, sukses atau tidak seseorang dalam menjabat pejabat publik disebabkan oleh faktor apa saja? Ya untuk sebagian besar tentu saja faktor integritas dari seseorang. Artinya faktor integritas dari si pejabat publik itu sendiri, oleh karena jika integritas dari seorang tokoh itu baik, integritas itukan menyangkut kepribadian, kejujuran, keterpercayaan, dan sebagainya itu baik, maka itu yang akan menjadi dasar dia dalam bertindak. Bukan semata-mata aturan-aturan atau peraturan-peraturan yang ada dan berlaku. Karena kalau cuma faktor peraturan yang menentukan, jika orang itu tidak memiliki integritas atau kepribadian yang baik, maka ada kecenderungan untuk mencari-cari celah dari peraturan-peraturan itu. Padahal kita tahu bahwa sehebat-hebat dan sesempurna-sempurnanya peraturan, itu selalu ada kelemahankelemahannya, ada cacat-cacatnya. Sehingga ya tetap saja aturan-aturan itu bisa diperdaya oleh orang-orang yang tidak memiliki integritas yang kuat. Untuk itu menurut saya faktor individu itu yang menentukan. Seperti apa sistem kepemimpinan MPR RI? Sistem kepemimpinan MPR RI itu kolektif kolegial, artinya kepemimpinan itu bersifat bersama-sama, bukan kepemimpinan individual, tetapi kepemimpinan yang bersifat kolegial, atau lengkapnya kolektif dan kolegial. Sebagaimana biasanya kepemimpinan di parlemen. MPR/DPR sebagai penjelmaan semangat kekeluargaan negara Indonesia, memiliki tanggung jawab untuk mengukuhkan pilar-pilar fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan mandat konstitusional yang diembannya. Dalam kaitan ini, MPR berusaha melaksanakan tugas-tugas konstitusionalnya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dengan senantiasa menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat, baik yang disalurkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, maupun saluran-saluran publik lainnya. MPR juga harus mampu meningkatkan peran dan tanggung jawab dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, mengembangkan mekanisme checks and balances, meningkatkan kualitas, produktifitas, dan kinerja Majelis agar sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selama menjadi wakil ketua MPR RI apakah ada hambatan? Ya tentu ada, ya hambatan kan tentu ada! Mana ada hidup yang ndak ada hambatan? Pasti ada hambatan-hambatan, ada halangan-halangan, ada kesulitankesulitan, ada permasalahan-permasalaha. Ya itu biasa dalam kehidupan berorganisasi, apalagi mengurusi sebuah lembaga yang bersifat publik seperti MPR. Bahkan lebih dari pada itu, MPR itu kan sebuah lembaga politik! Ya, lembaga politik pastilah ada permasalahan-permasalahan. Tapi sejauh yang saya alami permasalahan-permasalahan itu bisa diselesaikan dan bisa diatasi dalam semangat kepemimpinan yang kolektif kolegial itu. Menurut bapak, pejabat publik yang ideal itu yang seperti apa? Ya, pejabat yang ideal itu kan kriterianya sangat banyak sekali! Yang ideal itu ya, ideal itukan artinya kan sebagaimana yang ada dalam konsep. Sebagaimana yang ada dalam cita-cita. Ya idealnya pejabat publik itukan melayani publik. Jadi segala sesuatu yang dia lakukan itu adalah demi publik. Dan karena itu ada ukuran-ukurannya di semua instansi yang bersifat publik itu.ukuran-ukuran untuk menjadi pejabat yang ideal. Dari soal yang sifatnya itu kepribadian, seperti penuh dengan dedikasi, pengabdian, kejujuran, sikap taat asas kepada aturan-aturan, ketaatan kepada UU, dan lebih tinggi daripada itu ketaatan kepada konstitusi. Sampai pada hal-hal yang sifatnya itu tidak melakukan pelanggaran sekecil apapun. Itukan idealnya kan? Idealnya kan seorang pejabat publik itu tidak melakukan pelanggaran sekecil apapun. Nah, apakah sesuatu yang ideal tersebut bisa dilakukan atau tidak, ya tentu tergantung dari pejabat yang bersangkutan. Tetapi kalau yang seratus persen bersifat ideal tentu saja tidak mungkin! Yang pasti adalah janganlah sampai melakukan kesalahan-kesalahan yang sifatnya itu fatal. Apalagi kesalahan-kesalahan yang diulang-ulang dalam sepanjang karir yang dia jalani sebagai pejabat publik, dan lebih daripada itu jangan sampai kemudian terlibat dalam kasus-kasus skandal korupsi. Karena tindak pidana korupsi itu kan tindak pidana yang sangat merugikan publik. Dan itu menghambat upaya menyejahjterakan publik, menghambat bangunan pelayanan publik, dan bahkan lebih daripada itu menghambat pencapaian kita bernegara ini. Oke pak, ini terkait dengan masalah performa komunikatif, bahwasanya ada empat variabel performa komunikatif. Ada performa ritual, performa hasrat, performa sosial, performa politis, dan performa enkulturasi. Nah yang melatarbelakangi, apakah dari aktifitas di luar politik apa dari pemahaman bapak selama berorganisasi di Muhammadiyah? Ya seperti saya ceritakan tadi, bahwa saya itu kan orang dari desa. Yang hidup di tengah-tengah petani. Meskipun saya sendiri tidak, tidak, tidak apa itu? Tidak pernah bekerja sebagai petani, bahkan juga tidak ikut ke sawah. Karena memang dilarang oleh ibu saya. Supaya kami lebih tekun dan lebih konsentrasi untuk sekolah. Tapi yang pasti saya itu di didik sebagai orang desa yang diajarkan hidup sederhana, tidak neko-neko, tidak mengada-ada, ya sebagai seorang desa yang lugu dan polos, yang tradisi Jawa itu sangat mempengaruhi hidup saya dari kecil. Karena saya hidup di tengah-tengah keluarga besar dan cucu dari seorang kepala desa kuno yang penuh dengan tradisi Jawa. Dari tradisi selametan, bancaan, bancaan selametan loh ya! Yang membuat nasi tumpeng, hampir semua anakanak dan cucu dari kakek saya mbah lurah, mbah lurah yang jadi kepala desa itu selalu di kasih selametan atau bancaan istilahnya, setiap weton. Bayangkan setiap weton itu artinya adalah setiap selapan dino sekali. Selapan dino itu tiga puluh lima hari dalam hitungan Jawa. Jadi kalau saya lahirnya misalnya Jumat Pahing, maka setiap Jumat Pahing itu saya di selameti, dilakukan bancaan. Bancaan itu dibuat nasi tumpeng, kemudian ada sayur-sayuran, ada telur yang di potong kecilkecil, kadang-kadang ada ayam yang di suwir-suwir tipis-tipis begitu. Lalu ada berkedel, ada sambal goreng, macam-macam. Yang kemudian dibagikan kepada anak-anak dan tetangga-tetangga. Bisa dibayangkan itu, mbah saya itu hampir setiap hari berarti menyelenggarakan bancaan untuk cucu-cucunya. Yang intinya adalah merupakan doa keselametan, agar selamat dan tetap di bawah perlindungan gusti Allah dalam perjalanan hidupnya kelak. Nah dari tradisi seperti itu, yang rumah kakek saya itu selalu, setiap tahun nanggep wayang kulit. Yang disebut dengan Rasulan. Rasulan dari kata Rosul. Jadi rasulan yang dirangkaikan dengan upacara bersih desa. Biasanya bersih desa atau Rasulan itu di selenggarakan sehabis panen. Dan di desa saya selalu dilakukan dengan menanggep wayang kulit sehari semalam. Jadi siang dan malam, dan dilakukan pada hari Jumat malam sabtu. Dari pagi itu ada wayang, siang, kemudian nanti malam lagi, dan itu semacam pesta rakyat, dimana yang nonton itu buanyak sekali! Luar biasa buanyak! Bukan hanya satu desa, dari desa-desa yang lain akan datang menonton wayang itu. Lalu ada selamatan juga di sendang, sendang yang di anggap, apa ya? Keramat oleh orang desa disitu. Dan macam-macam tradisi-tradisi Jawa, itu dilaksanakan oleh kakek saya. Misalnya kalau malam Satu Mukharrom, Satu Syuro’, itu kakek saya itu tidak pernah, tidak tidur semalam suntuk, untuk menyambut satu Syuro’ itu. Bahkan mbah saya itu punya tradisi, sholat Jum’at itu setiap selapan sekali ke Masjid Agung Solo. Masjid Agung Solo itu Masjid yang di Barat alun-alun di depan kraton itu. Dan itu dia lakukan dengan berjalan kaki, padahal jarak antara desa saya sampai ke Solo itu, kira-kira limabelas kilo meter. Nah tradisi Jawa seperti itu kemudian bertemu dengan tradisi Islam Muhammadiyah, yang di bawa oleh bapak saya sebagai menantu dari pak lurah itu tadi. Dan bagi saya nilai-nilai Muhammadiyah yang mengajarkan kejujuran, keikhlasan, selalu ikhlas dalam berjuang, selalu ikhlas untuk menolong sesama, selalu bersemangat untuk mencari ilmu pengetahuan, dan mendirikan lembagalembaga ilmu pengetahuan, itu menurut saya bertemu, bertemunya tradisi Jawa yang dianut dari keluarga ibu saya, kakek, dengan tradisi Muhammadiyah dari bapak saya, itu justru, tidak berbenturan, dan itu membentuk saya dalam beraktifitas. Sejak dari Muhammadiyah kemudian sampai menjadi anggota DPR. Ya itu yang mempengaruhi kehidupan saya sampai sekarang, sampai ketika menjadi wakil ketua MPR. Masih berkaitan dengan performa komunikatif, bagaimana tanggapan bapak mengenai politik bermain aman yang sering diarahkan kepada anda? Bukankah politik itu adalah seni? Oleh sebab itu kita harus memahami seni-seni apa saja yang ada dalam politik. Seperti unsunya, polanya, serta strategi yang ada di dalam politik itu sendiri. Selain empat pilar kehidupan bernegara dan berbangsa, bapak juga concern terhadap isu reforma agrarian. Bisa dijelaskan kenapa bapak concern pada isu tersebut? Dan usaha apa saja yang sudah bapak lakukan agar bapak bisa terlibat langsung dengan isu tersbut? Ya, pertama, pada dasarnya, empat pilar itu kan pertama Pancasila, yang kedua UUD 45, yang ketiga NKRI, yang keempat Bhineka Tunggal Ika. Nah yang kedua tadi kan UUD 45! Itu bisa kita sebut dengan konstitusi. Pada dasarnya, konstitusi itu kan pengertiannya luas. Ada dua pengertian konstitusi, yang pertama, konstitusi dalam pengertian sempit yaitu UUD 45 itu. Pembukaan, Pasal-Pasal, dan Ayat-Ayat, serta aturan peralihan dan aturan tambahan. Itu konstitusi dalam pengertian yang sempit. Sementara konstitusi dalam pengertian yang luas, itu termasuk di dalamnya adalah Pancasila. Karena terdapat dalam pembukaan UUD 45 di alinea keempat. Dan juga ketetapan-ketetapan MPR. ketetapan-ketetapan MPR itu juga termasuk konstitusi. Karena ketetapan MPR itu merupakan aturan dasar atau hukum dasar. Yang ketiga termasuk konstitusi itu adalah konvensikonvensi ketatanegaraan. Praktek-praktek ketatanegaraan yang sudah berlangsung dan berjalan selama ini, itu sebetulnya juga termasuk konstitusi. Nah, reformasi agraria, itu ada pada ketetapan MPR. Ketetapan MPR Nomor, nanti anda lihat deh, saya lupa! ketetapan MPR tentang Pembaruan Agraria dan Sumber Daya Alam. Itu yang pertama, jadi saya ngomong tentang reformasi agraria itu ada amanatnya di dalam TAP MPR. Kalau gak salah TAP MPR No. 9 Tahun 2001. Yang pembaruan agraria dan pemanfaatan sumber daya alam. Yang kedua, sebagai politikus, anggota DPR, kami kan, saya kan juga harus menyuarakan aspirasi-aspirasi rakyat. Aspirasi rakyat itu luas sekali, dan karena itu sebagai anggota DPR saya berhak dan berkewajiban untuk menyuarakan apa yang menjadi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh rakyat. Termasuk di dalamnya reformasi agraria dan sebenarnya bukan hanya itu. Saya juga ngomong tentang pemberantasan korupsi, kemarahan saya terhadap tindak pidana korupsi yang semakin meluas. Kejengkelan-kejengkelan dan frustrasi-frustrasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, menghadapi fenomena korupsi. Jadi seluruh aspek kehidupan dimana terjadi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh rakyat. Ya anggota DPR, anggota MPR, apalagi pimpinan! Ya mutlak harus bersuara, harus menyuarakan. Ndak ada batas-batasnya. Dan untuk menyuarakan itu, bahkan tadi kalau anda ingat. Memiliki fungsi pengawasan, bahkan dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan. Itu diberikan hak-hak yang begitu banyak. Apa tanggapan bapak mengenai kegiatan sosialisasi, pembelajaran dan pendidikan politik empat pilar bangsa yang selama ini dilakukan oleh MPR? Nilai-nilai Pancasila harus dapat memberi perspektif dalam bidang politik dan hukum dalam dimensi kehidupan demokrasi dan ketatanegaraan. Sehingga keberagaman aspirasi politik dapat diletakan dalam koridor norma hukum, bukan dengan tindakan anarkis yang merugikan masyarakat. Jika bangsa ini mampu meletakkan nilai-nilai ketatanegaraan, maka Pancasila bangsa ini dalam kehidupan dapat melakukan berdemokrasi dan pembenahan dan penyempurnaan terhadap sistem demokrasi dan sistem ketatanegaraan baik bidang eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Sosialisasi Empat Pilar sebagai salah satu sarana pemahaman kembali Pancasila kepada seluruh rakyat yang dijalankan MPR-RI, adalah salah satu bentuk upaya tersebut dan mendapatkan respon positif dari berbagai daerah di seluruh Indonesia dan efektif memperkokoh kedaulatan rakyat. Itu sebabnya pemasyarakatan empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara harus dilaksanakan dengan berbagai metode serta melalui praktek di lingkungan instansi-instansi di setiap tingkatan pemerintahan, perusahaan negara dan swasta, organisasi kemasyarakatan, partai politik, dan kelompok masyarakat lainnya sehingga pemasyarakatan dapat menjadi gerakan nasional dari, oleh, dan untuk setiap warga negara Indonesia. Sebab, tanpa gerakan nasional pemasyarakatan dan pembudayaan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, eksistensi dan peranannya dari waktu ke waktu akan memudar dan pada gilirannya akan mempengaruhi penyelenggaraan negara. Pemasyarakatan dan pembudayaan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara tidak hanya dilakukan secara teoritik, tetapi juga lebih penting secara praktik, baik oleh penyelenggara negara maupun seluruh masyarakat Indonesia. Sebagaimana kita lihat, korupsi di Indonesia saat ini sudah menjadi kejahatan struktural yang begitu mengakar. Menurut bapak strategi apa yang bisa digunakan untuk mengurangi budaya korupsi ini? Ya, strateginya adalah dengan memutus mata rantai jaringan korupsi itu sendiri. Sehingga setiap investigasi akan menemui jalan buntu. Sebab saat ini korupsi sudah menyentuh sendi-sendi kekuasaan sampai pada sistem peradilan, aparat penegak hukum, dan MPR/DPR. Negara yang secara institusional sarat korupsi mengondisikan munculnya bentuk-bentuk kriminalitas lain. Seperti munculnya peradilan jalanan, tumbuhnya kelompok paramiliter yang mengandalkan kekerasan dengan basis agama atau etnisitas. Adapun untuk memutus mata rantai korupsi ini, saya bersama dengan anggota pimpinan MPR lainnya melakukan pendidikan atau pelatihan personalia dan refleksi organisasi di lingkungan anggota MPR. Pendidikan ini dilakukan untuk mendorong nilai-nilai dan etika publik. Perlu diketahui, bahwa etika publik tidak hanya berhenti dibahas dalam kerangka disiplin organisasi, tetapi harus sampai menjangkau aspek juridis, disipliner dan pertanggungjawaban publik. Ketiga aspek ini merupakan pilar akuntabilitas yang memungkinkan tumbuhnya integritas publik dan menjauhkan dari hal-hal yang melemahkan integritas. Sebab kejahatan korupsi biasanya ditanamkan melalui proses peniruan. Tahu bahwa dengan memperlambat prosedur akan mendapat keuntungan, lalu mempersulitnya agar diberi gratifikasi sebagai jasa memperlancar proses yang dimanipulasinya. Bila ada upaya untuk melawan atau bersikap jujur, lingkungan akan memberi sanksi. Akhirnya, kepatuhan tanpa tekanan akan mengikuti karena menyesuaikan diri berarti menjanjikan keuntungan materi. Korupsi mengomunikasikan praktik pelaksanaan kekuasaan, misalnya cara membuat laporan, cara berinteraksi dengan atasan atau dengan instansi lain, cara kontrak, cara membuat anggaran, cara mendapat jabatan, cara penempatan anak buah, cara perekrutan karyawan serta syarat urusan bisa beres. Modalitas ini sulit dibongkar! Karena ya, itu! Cukup tersembunyi dan sengaja dibuat untuk tidak meninggalkan jejak. Seperti tidak ada kuitansi dan menghindari transaksi lewat bank. Namun bisa dirasakan bahwa ada yang tidak beres. Di balik praktik korupsi itu, tersembunyi kode rahasia. Kerahasiaan ini hanya akan tersingkap bila terjadi krisis hubungan di antara yang terlibat. Lalu baru akan muncul tuduhan atau laporan. Apa yang dipertaruhkan dalam perilaku buruk korupsi ialah pembentukan mental bangsa! Ya, mental menerabas, egoisme, tak peduli kesejahteraan bersama, tak peka terhadap ketidakadilan serta redupnya solidaritas. Memang, kebiasaan buruk itu berkaitan dengan cara pandang, sistem pengorganisasian, interaksi kekuasaan dan norma yang berlaku. Akibatnya, koruptor tidak merasa bersalah!. Luasnya lingkup pelayanan publik dan tiadanya informasi yang memadai membuat wakil rakyat tidak berdaya menghadapi buruknya pelayanan publik. Dan ada anggapan, bahwa untuk mengatasi masalah ini diperlukan partisipasi langsung masyarakat dalam pemberdayaan civil society, dan proses ini harus dilakukan secara berkesinambungan. Bagaimana menurut bapak mengenai hal ini? Untuk menyikapi permasalahan civil society Kita (MPR) mengajak organisasiorganisasi yang peduli pada good governance untuk memberikan penjelasan dan pelatihan tentang pemahaman dan perkembangan aturan-aturan untuk mencegah konflik kepentingan dan bagaimana praktiknya serta penerapannya di dalam lingkungan, baik itu dilingkungan pekerjaan, pemerintahan dan masyarakat umum. Dalam hal ini kita belajar dari model Komisi Pemberantasan Korupsi di Hongkong (Independent Commission Against Corrupation). Kita mulai dengan program pelibatan masyarakat melalui jaringan cabang di daerah-daerah, mengajak masyarakat mendiskusikan masalah korupsi (sebab, mekanisme, jaringan, akibat, korban, kerugian) dalam pelatihan, seminar, workshop, dan kegiatan daerah lainnya. Target kita dalam jangka waktu satu tahun, lebih dari setengah juta warga negara menyadari pentingnya pemberantasan korupsi. Sehingga nantinya terbentuk berbagai jaringan yang mendasarkan ikatannya pada kepercayaan dan visi masyarakat yang bersih. Jaringan ini terdiri dari organisasi lokal, asosiasi profesionai, kelompok perdagangan, dan orang bisnis. Anggota jaringan tersebut menjadi sumber informasi bagi KPK. Ribuan anggotanya bersedia menjadi relawan bagi KPK, bahkan kelompok- kelompok profesionai ikut membentuk jaringan penecegahan korupsi. Di setiap daerah, jaringan dengan masyarakat ini diorganisir oleh komisi penasehat yang ditunjuk dari pemimpin kelompok oleh Ketua Pelaksana KPK. Komisi Independen juga dibentuk untuk mengawal dan mengawasi investigasi terhadap laporan-leporan korupsi. Setiap tahun ketiga komisi itu mengadakan konferensi pers dan menerbitkan laporan tahunan mereka yang bisa diakses dan diperiksa oleh publik. Pengembangan budaya organisasi semacam itu juga bisa dibuat di setiap lembaga dengan melibatkan karyawan, wakil mereka, serta pihak-pihak yang terkait untuk ikut merevisi kebijakan menghadapi konflik kepentingan. Salah satu bentuk pelibatan ialah mengonsultasikan ke pihak-pihak tersebut, tindakan-tindakan peneegahan dari aspek praktisnya agar terbangun pemahaman bersama. Harus dibangun mekanisme untuk menopang para manajer dalam merevisi dan meningkatkan keterampilan mengidentifikasi serta mencari pemecahan konflik kepentingan dalam keseharian tugas mereka, Maka pelatihan etika secara berkala atau dalam setiap kenaikan jenjang merupakan kesempatan untuk menyosialisasikan budaya etika mencegah konflik kepentingan. Itu sebabnya, pemberdayaan civil society dalam rangka menghadapi masalah konflik kepentingan harus ditularkan juga kepada pihak lain (perusahaan) yang menjadi mitra kerja sama dan bila mereka tidak menaati bisa diberi sanksi pencabutan atau penundaan kontrak, dimasukkan dalam daftar hitam atau dipublikasikan sebagai yang melanggar etika publik, atau kalau perlu dibawa ke pengadilan kalau sudah dianggap membantu atau melakukan korupsi. Maka dalam proses penjajakan harus sudah diberitahukan ke perusahaan rekanan adanya bahaya konflik kepentingan yang bisa muncul sehingga mereka dapat menangani secara bersama dengan tegas. Perlu dijamin bahwa mitra kerja sama dan sektor bisnis mengetahui tuntutan dalam hal informasi konfidensial yang berasal dari dalam tidak untuk konsumsi publik dan harus dilindungi. Bilatidak, akan dituntut. Selain itu, semua langkah prosedur pengambilan keputusan harus boleh diaudit demi integritas publik dan legitimasi. Berdasarkan pengalaman bapak selama menjadi pejabat publik, standar etika publik harus memiliki berapa dimensi? Dimensi tujuan yang adalah pelayanan publik yang berkualitas dan relevan, dimensi sarana meliputi akuntabilitas, transparansi, dan netralitas, serta dimensi aksi menuntut kualitas pelaku, yaitu integritas pejabat publik. Mengapa? Sebab di dalam parlemen itu masih sangat kuat konflik kepentingan dan pertarungan kekuasaan antar partai-partai politik. Oleh sebab itu, kode etik sangat penting, tetapi orang pasti akan bertanya, bukankah sudah banyak organisasi pemerintah atau swasta yang mengadopsi kode etik, tetapi tidak mengurangi perilaku korup? Lalu bagaimana strategi MPR dalam menghadapi persoalan kode etik ini? Saya bersama dengan pimpinan MPR lainnya melakukan beberapa strategi yang terbagi menjadi 2 bagian. Pertama membangun infrastruktur, dan yang kedua membangun sistem yang dapat meningkatkan kapasitas Manajemen dan SDM secara terus-menerus. Siapa tokoh yang memberikan inspirasi kepada bapak? Saya rasa banyak ya tokoh yang menginspirasi saya. Ya tentu, saya membaca banyak sekali biografi Nabi Muhammad, sejarah hidup Nabi Muhammad yang di tulis oleh para sejarawan muslim sendiri dari klasik sampai kontemporer, itu selalu saya sempatkan untuk membaca, dan juga sejarah hidup Nabi Muhammad yang di tulis oleh para orientalis, juga saya membacanya. Karena dia menjadi sumber inspirasi, yang pernah saya tulis artikel “Mari Kita Baca Lagi Siroh Nabi”. Tapi untuk Indonesia, saya memang sangat mengidolakan Muhammad Hatta. Karena kejujuran, kesederhanaan, dan keteguhannya dalam memegang prinsipprinsip yang dianutnya. Punya berapa koleksi buku pak? Mungkin buku saya sekitar lima belas ribulah! Sebagian besar masih ada di rumah di pasar minggu. Karena disini saya ndak punya rak. Sehingga lebih banyak penuh disana. Lima belas ribu itu yang sebagian besar itu buku-buku agama, terkait dengan agama. Yang kedua politik, yang ketiga kebudayaan, yang keempat ya novel. Buku-buku saya itu saya kumpulkan sejak dari mahasiswa. Sejak mahasiswa saya punya tradisi mengumpulkan buku. Sehingga praktis buku saya itu berpindah-pindah, dari Jogja, lalu saya dosen di Semarang, saya bawa ke Semarang. Kemudian saya pindah ke Jakarta, saya bawa ke Jakarta. Ya banyak juga yang tercecer diberbagai tempat. Apalagi dulu di, waktu di Semarang itu rumah saya, karena rumah dinas istri saya terlalu besar! Saya menampung sekitar sebelas atau dua belas mahasiswa untuk tinggal di rumah saya. Yang tidak membayar tapi kami juga tidak menyediakan makanan. Dan mereka sering kali, apa, memanfaatkan buku-buku yang saya miliki yang banyak saya tinggal di Jakarta. Terus terang saja banyak juga yang tercecer. Saya tahu kalau tercecer juga setelah saya mencari. Saya ingat betul buku-buku yang saya miliki. Nah ketika saya mencari buku itu kok tidak ada. Ya kesimpulannya memang tercecer. Atau di pinjam ndak dikembalikan. Karena saya ndak punya kebiasaan mencatat orang yang pinjam buku. Karena terus terang saja saya sebetulnya sangat keberatan buku itu di pinjam. Tapi kalau kemudian yang pinjam itu sangat memerlukan dan tidak punya dana untuk membeli sendiri, ya dengan terpaksa saya pinjami, dengan resiko itu tadi. Di Semarang berapa tahun? Di Semarang dari tahun 1984, sejak dosen di UNDIP. Sampai 1997 masuk di DPR. Tapi tahun 1997 itu saya masih bolak-balik ke Semarang, karena keluarga saya di Semarang. Istri dan anak-anak itu saya masuk DPR tetap di Semarang. Karena saya juga tidak begitu yakin akan terus cocok sebagai anggota DPR. Saya sebetulnya menjadi politisi, di DPR itu kan, lebih sebagai sebuah, apa ya?! Awalawalnya loh ya! Sebagai sebuah Historical Accident. Yang sebenarnya tidak punya cita-cita untuk ke DPR. Tapi setelah masuk di dalamnya ternyata kemudian keterusan. Lah politik itu memang membuat orang ketagihan kali! Sampai kemudian empat kali pemilihan umum. Saya tetap bertahan di DPR sampai pemilu yang terakhir tahun 2009. Makanan favorit apa pak? Makanan favorit saya itu, ya makanan Jawa! Makanan favorit saya itu sate. Maka saya sangat tersiksa, oleh karena saya makanan favorit saya sate, kemudian saya punya kolestrol tinggi. Sate kambing, bukan sate ayam! Saya ndak suka ayam. Saya, ayam itu paling tidak suka, kecuali ayam kampung. Kalau ayam kampung saya suka. Tapi kalau udah bukan ayam kampung, saya tidak, tidak menyukainya. Yang paling saya suka itu sate. Kalau sayur yang paling saya suka itu, sayur nangka. Bukan gudeg loh ya! Gudeg saya tidak suka, tapi ketika sayur masih nangka, Gorih namanya kalau orang Jawa bilang. Ya sayur Gorih. Yang ada kuahnya dan ikan asin. Saya gak akrab dengan siput, dengan makanan-makanan laut. Karena saya orang Jawa pedalaman. Ndak punya tradisi makan makanan laut. Sebagai orang Jawa pedalaman, ya sangat sedikit makan, makanan laut, bahkan sampai dewasa hampir tidak pernah. Apalagi kemudian sekolahnya di Jogja, di Jogja juga tidak begitu meluaskan? Makan ikan itu. Baru kemudian setelah di Semarang, itu sekali-sekali. Mencoba makanan-makanan laut. Dan kemudian memulai banyak itu setelah di Jakarta. Apalagi kalau pergi ke Indonesia bagian Timur. Tapi praktis saya tidak akrab dengan masakan laut. Dan juga bagi orang Jawa pedalaman, ya, paling ikan-ikan sungai. Seperti ya ikan yang kecilkecil lah. Wader. kayak gitu-gitu! Udang pun juga udang sungai, bukan seperti udang laut. Ikan-ikan ya kecil-kecil lah. Daging juga sangat jarang, kecuali kalau ada pekerjaan, ada hajat ya! Keluarga ada hajat itu biasanya makan daging. Sehari-hari kebanyakan, ya ikan asin, tahu, dan tempe. Telur, apa ya? Gitu-gitu! Dan ayam kampung. Dulu kan belum ada ayam potong. Jadi dari kecil emang kebiasaannya kalau makan ayam, pasti ya ayam kampung. Yang sangat enak dan gurih. Maka begitu kemudian di kenal ayam potong, ya kita ga doyan! Gak akrab! Dan sekarang kegemarannya sayur-sayur bening saja sama ikan asin. Karena yang saya senangi sudah banyak yang tidak boleh. Misalnya daging itu saya senang. Makan steak itu senang. Senang sekali! Sate, sambal, sambal yang pedas sekali itu senang. Tapi ternyata perut saya sudah gak kuat makan-makan pedas. Daging, sate sangat senang, tapi sudah gak boleh lagi, karena kolestrolnya sudah sangat tinggi. Saya termasuk orang yang makannya gak banyak. Bukan hobi makan. Makannya itu dikit. Bapak olahraganya apa pak? Nah, itu yang paling jelek dalam hidup saya itu ya olahraga. Saya itu bersaudara tujuh orang, semuanya itu suka olahraga kecuali saya. Adik-adik dan kakak-kakak saya itu pemain bol, pemain bulutangkis, bola voli, yang bagus-bagus untuk ukuran desa. Bahkan mereka menjadi kesebelasan sepak bola bukan hanya di tingkat desa, kemudian di tarik ke tingkat kecamatan, bahkan sampai ada yang tingkat tim sepakbola Kabupaten. Ini saya satu-satunya anak laki-laki di keluarga saya yang tidak menggemari olahraga. Olahraga saya ya, ringan-ringan saja. Sekarang paling-paling treadmil, itu pun tidak terlalu rutin, gak terlalu rutin, karena kurang berdisiplin, apalagi juga kemudian banyak berpergian. Sehingga jarang sekali bisa berolahraga dengan teratur. Berarti waktu luangnya membaca ya pak? Ya, waktu luang saya membaca. Terutama baca-baca novel, biografi atau autobiografi, ya paling banyak ya baca novel. Kalau menulis di GATRA itu memang di jadwal apa sesuai dengan waktu bapak aja? Di GATRA saya memang menjadi penulis tetap sebulan sekali. Film favorit pak? Saya hampir semua film saya suka asal bukan film kekerasan. Jadi kalau film pembunuhan, kemudian film perang, itu saya tidak suka. Saya suka film-film yang romantis, film-film yang lucu. Jadi film-film romantis dan komedi itu saya paling menyukai. Lebih daripada itu juga film-film sejarah, misalnya film-film Yunani Kuno, Troya, Troy, Helend of Troy, atau film-film, misalnya Kingdom of Heaven, lalu juga film-film yang kolosal. Apalagi film-film yang Mahabarata. Ya itu saya sangat suka. Suka ke bioskop berarti ya pak? Sangat jarang sekali nonton (bioskop), sekali-kali! Itu kalau ada resensi film yang cukup bagus. Saya membaca majalah tempo, atau kompas, atau GATRA, atau yang di situ ada ulasan tentang suatu film, dan mereka mengatakan, para pengulas itu bagus, gini-gini, saya bisa saja sempatkan nonton film. Yang kedua lebih banyak lagi saya nonton film karena diundang, premier! Atau launching dari filmfilm baru. Terakhir pak, saya perhatikan bapak aktif di sosial media, seperti twitter. Dan kita sama-sama tahu, bahwa revolusi yang terjadi di Timur Tengah karena dorongan sosial media atau yang dikenal juga dengan Web 2.0. Menurut pandangan bapak bisa terjadi gak di Indonesia? Saya rasa enggak di Indonesia, karena di twitter yang saya ikuti, itu, banyak ya orang-orang yang cara-cara memberikan komentar terhadap sesuatu yang tidak dia setujui dan tidak dia sukai, itu ekspresinya itu kasar. Bahasa-bahasanya kasar, diksi-diksinya kasar, jadi kalau dia tidak suka pada satu partai politik tertentu maka dia akan berkomentar secara sangat kasar! Dengan memilih diksi yang sangat tidak elok. Bahkan sering kali dengan kata-kata yang kasar dan vulgar. Demikian juga kalau menilai tokoh yang dia tidak setuju, itu selalu dengan banyak sekali, dengan kata-kata yang kasar. Sangat tidak mencerminkan, eehh... kata-kata dari orang yang punya adab. Dari media sosial di Indonesia, sebetulnya kita optimis ya, orang dapat mengekspresikan pendapatnya dengan bebas dan baik, terbuka, terjadi dialek-dialektika antara setuju dengan tidak setuju, pro dan kontra, itu akan luar biasa memberikan sumbangan pada peradaban bangsa dan kemajuan bangsa. Tapi kalau di sampaikan dengan kata-kata yang, yang kata-kata yang tidak harus halus ya! Kata-kata yang datar ya, kata-kata yang ini tapi, tidak mencerminkan kekasaran yang kemudian penuh dengan kebencian. Kan dalam alam demokrasi kan orang boleh setuju dengan partai politik tertentu, boleh tidak setuju, juga dengan tokoh-tokoh tertentu, yang ini. Orang boleh mengekspresikan tidak mau memilih dan sebagainya. Cukup mengatakan saya tidak setuju, saya tidak mau memilih dengan alasan gini-gini. Tidak perlu kemudian mencaci maki dengan kata-kata yang kasar. Dengan memilih diksi yang tidak beradab. Mengkritik sangat bagus, kritik saja apa yang dilakukan, tetapi bukan dengan mencaci maki. Karena mengkritik dan mencaci maki itu adalah berbeda, yang kedua, media sosial di Indonesia, terlalu banyak akun-akun anonim. Jadi orang menggunakan akun-akun anonim, yang kemudian emang dilakukan untuk melakukan social and political design terhadap kelompok lain atau tokoh yang lain. Tapi dilakukan secara tidak jantan, tidak ksatria dengan menggunakan akun anonim. Itu! Dua hal itu yang saya rasa tidak positif! Lihat saja kata-kata yang kasar, dan penuh dengan cacimaki, itu banyak yang dilakukan oleh akun-akun anonim. Nah, bahkan saya diberi tahu oleh beberapa orang. Akun-akun anonim itu sebetulnya juga ada yang dimiliki orang-orang yang juga memiliki akun terus terang. Jadi memiliki beberapa akun. Jadi ada yang akun secara terbuka menyebut namanya, tapi disamping itu dia juga punya akun yang anonim. Ini kan menunjukkan ada etikat yang tidak baik. Nah, dalam konteks dan perspektif seperti itu, dengan dua cacat itu tadi. Yang pertama itu cacat cara berbahasa dalam twitter yang sangat tidak ini, sangat tidak beradab, artinya memilih bahasanya itu kasar. Dan yang kedua tradisi akun anonim, maka kepercayaan orang kepada tokoh-tokoh dalam media sosial itu tidak seperti di tempat yang lain. Gitu loh! Karena kan pendapat orang yang dilakukan oleh akun-akun anonim itu kan tentu menimbulkan pertanyaan. Dan justru mengundang kecurigaan, karena itu tidak bisa menjadi kekuatan untuk merubah, karena tidak bisa dipercaya! Itu omongan siapa?! Orangnya seperti apa?! Orang mana?! Nah itu... Beda di Timur Tengah, di Mesir! Itu akunnya terus terang semua dengan nama. Sehingga dengan keterbukaan itu orang menulis itu dengan hati-hati, korek. Karena menyangkut dengan reputasi dirinya. Tetapi kalau anonim, ya dia akan “semau gue”, semaumaunya saja! Karena tidak ada orang yang tahu siapa dirinya. Sehingga dengan demikian pendapat-pendapatnya dalam media sosial itu, ya tidak dapat dipertanggungjawabkan! Lebih dari pada itu juga bagaimana mungkin orang akan mau mengikuti pendapat-pendapat, meskipun banyak! Dan mayoritas, kalau ternyata mayoritasnya itu adalah mayoritas dari akun-akun anonim. Itu... Jadi media sosial di Indonesia tidak akan banyak membawa perubahan. Hanya akan menambah hiruk pikuknya dunia media sosial. Dan jangan-jangan hanya akan menambah kebencian satu kelompok pada kelompok yang lain. Nah, maka, ya media sosial itu ibarat pisau. Pisau itu bisa digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang baik dan bermanfaat. Tapi bisa juga digunakan untuk kejahatan. Tapi melihat kecenderungan yang terjadi, kayaknya arahnya itu pada kejahatan. TESTIMONI AHMAD IMAM M RAIS Mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR dan Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PPIPM) Hajriyanto Y.Thohari dalam amatan saya selama berinteraksi merupakan sosok politisi cum cerdik cendekia. Tidak banyak politisi yang memiliki keahlian membuat suatu analisa mengenai suatu peristiwa--baik itu sosial, agama, budaya dan politik--kemudian menuliskannya di tengah kesibukan. Mungkin karena selalu mengikat suatu peristiwa ke dalam tulisan, ingatannya pun sangat kuat. Pernah ia, sebagai wakil ketua MPR, memaksa dirinya tetap datang ke sebuah seminar dengan tanpa bekal makalah. Ia hanya buat coret-coretan sedikit saat sudah di depan forum. Selain itu, seringkali ia menulis sendiri makalah untuk suatu seminar. Karena itu, ia sering begadang untuk menulis makalah untuk seminar keesokan harinya. Ia juga seorang maniak buku. Pernah suatu ketika saya mendampinginya ke pameran buku di Istora Senayan. Dengan antusias, dikelilinginya setiap sudut stand buku dan memborong setumpuk buku. Tak jarang ia sambil berdiskusi dengan penjaga stand tentang sebuah buku membuat saya terkesima, koq beliau ini tahu banyak mengenai buku-buku, dengan beragam topik dan bahasan. Ia juga seorang yang memiliki kepedulian dan perhatian yang tinggi kepada persoalan bangsa, umat, dan Muhammadiyah. Kepeduliannya itu selain ia tuangkan lewat tulisan dan buku, adalah dengan secara aktif memberi masukan dan kritik. Ia sangat kritis, bahkan kepada organisasi dan partai tempatnya bernaung, Muhammadiyah dan Golkar. Ketika Muhammadiyag mengeluarkan fatwa haram rokok, dengan sigap ia menuangkan kritiknya dalam bentuk artikel di GATRA. Demikian pula ketika Golkar melenceng dari fatsoen politik Golkar atau keluar dari aturan organisasi. TESTIMONI M. KHOIRUL MUTTAQIEN Direktur Lembaga Zakat Infak dan Shadaqoh Muhammadiyah (LAZISMU) Saya kenal Hajriyanto Dari Lingkungan Muhammadiyah. Beliau itu seorang figur yang humoris tapi serius santri yang nasionalis, politisi yang negarawan, multi-talent, intelektual moderat, cerdas, kritis, public speaker dan memiliki radius pergaulan cukup luas. Beliau mampu menjalankan amanahnya sebagai Wakil Ketua MPR-RI dengan baik. Jika dilihat dari sisi politisi, tak ada yang meragukan kepiawaian dan kematangan beliau sebagai seorang politisi. Bahkan beliau mampu menampilkan diri sebagai politisi santri yang bersih, cerdas, intelek, nasionalis dan sering memberi keberpihakan kepada daerah yang minim akses pembangunan, khususnya wilayah timur Indonesia. Dari bidang intelektual, kelebihan Mas HYT adalah mampu menuangkan pikirannya dengan bahasa yang mudah dimengerti banyak orang, tidak kering dan sering membincangkan pengalaman pribadi yang menarik atau temuan-temuan yang jarang diangkat oleh media publik. Sebagai seorang senior dan aktifis di Muhammadiyah beliau mampu menempatkan diri sebagai seorang motivator dan inspirator. Pada tahun 2007, beliau pernah berpesan pada saya, “Jadi anak muda itu ya sekali-kali harus nakal!” Pesan ini banyak memotivasi saya untuk senantiasa memproduksi gagasan nakal (tidak biasa), kreatif dan inovatif. Keunggulan beliau adalah terus mendorong adik-adiknya di lingkugan Muhammadiyah untuk terus sekolah dan memperluas pergaulan. Untuk membesarkan LAZISMU, gagasan dan kerja saya banyak terispirasi oleh pesan beliau tersebut. Begitupun ketika menjadi sebagai Pejabat Publik (Wakil Ketua MPR RI). Sebagai pejabat publik, beliau mampu menempatkan diri sebagai seorang politisi yang bersih dan negarawan yang baik. Beliau juga tak pernah pensiun mengkampanyekan pembangunan karakter bangsa melalui program 4 Pilar. DOKUMENTASI Wawancara dengan mahasiswa UIN Jakarta Sebagai Pembicara di Diskusi AMPG Partai Golkar Aktivitas sebagai Ketua BPH Lazismu Aktivitas sebagai Ketua BPH Lazismu Aktivitas sebagai Wakil Ketua MPRI Aktivitas sebagai Wakil Ketua MPRI