PERFORMA KOMUNIKATIF HAJRIYANTO YASIN THOHARI

advertisement
PERFORMA KOMUNIKATIF
HAJRIYANTO YASIN THOHARI
DALAM IMPLEMENTASI PENGELOLAAN JABATAN PUBLIK
Disusun Oleh:
Satia Chandra Wiguna
208051000012
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436H/2015M
Skripsi ini adalah “Monumen Kebangkitan Hidup”
yang saya persembahkan untuk Kehidupan saya:
Riamawati, Feivel Fathirulhaq, Binar Cahayaranu Satia.
Dan bagi siapapun yang berhasil bangkit dari kehancuran.
ABSTRAK
SATIA CHANDRA WIGUNA,
Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin
Pengelolaan Jabatan Publik
Pembimbing : DR. Gun Gun Heriyato, M.Si
Thohari
Dalam
Implementasi
Keberhasilan performa komunikatif pejabat publik memang beragam. Salah
satunya karena komunikasi yang baik dengan masyarakat. Namun yang tidak kalah
pentingnya adalah pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsi dia sebagai
seseorang yang diberi amanah secara tidak langsung oleh masyarakat. Seorang pejabat
publik harus memiliki kesadaran bahwa dia adalah wakil atau pelayan masyarakat.
Untuk mengetahui performa komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam
implementasi pengelolaan jabatan publik, maka penulis memaparkan dengan pertanyaan
yang meliputi dua hal: Bagaimana performa komunikatif Hajriyanto Y. Thohari dalam
implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI? Bagaimana strategi Hajriyanto Y.
Thohari dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI?
Adapun teori yang digunakan oleh penulis adalah teori Performa Komunikatif,
ada 5 Performa Komunikatif 1) Performa Ritual; 2) Performa Hasrat; 3) Performa
Sosial; 4) Performa Politis; dan 5) Performa Enkulturasi. Performa komunikatif adalah
salah satu konsep yang terdapat di Teori Budaya Organisasi. Teori budaya organisasi
merupakan sebuah teori komunikasi yang mencakup semua simbol komunikasi
(tindakan, rutinitas, dan percakapan) dan makna yang dilekatkan orang terhadap simbol
tersebut.
Metodologi penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu metode
kualitatif dengan menggunakan pendekatan case study intrinsic (Studi Kasus Intrinsik),
yaitu apabila kasus yang dipelajari secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik
untuk dipelajari berasal dari kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat
intrinsik (intrinsic interest). Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan, performa komunikatif Hajriyanto dalam
implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI dilakukan dengan melaksanakan
tugas dan kewenangannya sebagai anggota sekaligus Wakil Ketua MPR RI,
memasyarakatkan nilai-nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
(Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) dan melakukan tugas-tugas
protokoler pimpinan MPR. Sedangkan strategi Hajriyanto dalam mengelola performa
komunikatif di MPR RI dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu: 1. Membangun
institusi adil melawan korupsi. Strategi ini dilakukan pendidikan atau pelatihan
personalia dan refleksi organisasi di lingkungan anggota MPR. 2. Memberdayakan
masyarakat madani (civil society) untuk integritas publik. Proses pemberdayaan
dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan dan pelatihan tentang civil society dan Tata
laksana pemerintahan yang baik (good governance). 3. Mengintegrasikan nilai-nilai
etika ke dalam manajemen organisasi. Strategi yang kembangkan adalah dengan
menciptakan budaya etika dalam lembaga negara dan meningkatkan kapasitas
manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM) secara terus-menerus.
Keywords : Performa Komunikatif, Pejabat Publik, Komunikasi Politik
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Rasa syukur yang tak terhingga penulis haturkan atas nikmat Allah SWT,
Ridha, Hidayah, dan berkat Rahmat yang senantiasa membina hamba-hambaNya
kejalan yang lurus. Sholawat teriring salam senantiasa peneliti sampaikan kepada
Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya melalui pedoman
kebenaran, beserta para sahabat dan pengikutnya sebagai pencerah umat hingga
akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
Selama proses penyusunan skripsi ini, banyak sekali kesulitan yang dihadapi
penulis, dari segi waktu, pengumpulan data, maupun biaya dan lain sebagainya.
Namun dengan niat yang tulus, tekad yang bulat dan kesungguhan hati serta
motivasi dari berbagai pihak skripsi ini dapat terselesaikan.
Sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih atas selesainya skripsi ini
maka dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis mengucapkan
terimakasih dan rasa hormat penulis sampaikan kepada:
1.
Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi; Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Wakil Dekan I; Drs. Jumroni.
M.Si sebagai Wakil Dekan II; Drs. H. Sunandar, MA sebagai Wakil Dekan
III; Rachmat Baihaky, MA sebagai Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran
ii
Islam; Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam.
2.
DR. Gun Gun Heryanto, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi; Seluruh
Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Pengurus dan
Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan; Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Karyawan dan Staff Tata
Usaha, Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi;
3.
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang, Penguji 1 dan Penguji II;
4.
Bapak Hajriyanto Yasin Thohari beserta Keluarga dan seluruh staf, baik di
DPR dan MPR RI.
5.
Sujud syukur saya haturkan untuk Orang tua penulis, Sumarna Atmadja dan
Tuty yang telah membesarkan dan mendidik penulis, semoga amal ibadah
Bapak dan Mamah diterima disisiNya dan selalu dalam lindungan Allah
SWT; Riamawati; Cahaya Hati, Belahan Jiwa yang selalu setia menemani dan
memotivasi. Semoga kau selalu sehat dan bahagia dalam lindungan Allah
SWT; Feivel Fathirulhaq dan Binar Cahayaranu Satia; Belahan Jiwa, Lentera
Hati, Penunjuk Jalan di Kala Gelap. Nafas dan senyummu selalu
menguatkanku dalam menjalani hidup.
6.
Alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah / Ikatan Remaja Muhammadiyah dan
Keluarga Besar Muhammadiyah; Bang Untung Bachtiar, Bang Jeffrie
Geovanie, Raja Juli Antoni, Husnan Nurjuman, Ibnu Tsani, Ahmad Imam M
Rais, Sanusi Ramadhan, Denden Firman Arief, Mulyoto, M. Fauzi, Iman,
Umar Rahmat, Eka Wulandari, Bapak Aziz Kamali, dr. Lukman Ali Husin,
Sp,PD, dr, Erwin Santosa, Sp.A, M.Kes, Ir. Sularno, M.Si dan Prof. DR.
iii
Syafiq A. Mughni, MA serta semuanya yang tidak mungkin penulis sebutkan
satu persatu;
7.
Keluarga besar KPI Non Reguler angkatan 2008. Jadikan kisah klasik ini
suatu kenangan yang tak akan mudah dilupakan.
Peneliti hanya mampu mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberi makna dari
pelajaran hidup dan rasa persaudaraan yang tak akan pernah rapuh. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembaca dan khususnya bagi peneliti.
Amin Yaa Allah Yaa Robbal Alamin.
Wassalam
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah............................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 7
E. Metodologi penelitian ................................................................... 9
F. Sistematika penulisan .................................................................... 10
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ..................................................................... 12
A. Teori Performa Komunikatif ......................................................... 12
B. Pengertian Pejabat Publik .............................................................. 16
C. Konsep Gaya Kepemimpinan ........................................................ 16
D. Konsep Strategi Komunikasi ......................................................... 19
BAB III BIOGRAFI HAJRIYANTO YASIN THOHARI ............................. 21
A. Latar Belakang Keluarga ............................................................... 21
B. Latar Belakang Pendidikan ............................................................ 26
vi
C. Riwayat Organisasi dan Karir ........................................................ 32
D. Karya-Karya .................................................................................. 42
BAB IV ANALISIS PERFORMA KOMUNIKATIF HAJRIYANTO
YASIN THOHARI DALAM IMPLEMENTASI
PENGELOLAAN JABATAN PUBLIK .......................................... 44
A. Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam
Implementasi Pengelolaan Jabatan Publik di MPR RI .................. 44
B. Strategi Hajriyanto Yasin Thohari dalam
Mengelola Performa Komunikatif di MPR RI .............................. 65
BAB V: PENUTUP ............................................................................................ 79
A. Kesimpulan ................................................................................... 79
B. Saran ............................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82
LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pasca reformasi 1999, jabatan publik menjadi sorotan masyarakat.
Salah satu penyebab dari pecahnya reformasi tahun 1998 adalah karena
buruknya kinerja pejabat publik. Pejabat publik yang seharusnya menjadi
pelayan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan negara tidak berjalan
sesuai dengan fungsinya. Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 bukan
hanya ingin mereformasi kondisi ekonomi Indonesia yang sedang terkena
krisis. Pada kenyataannya, masyarakat juga menginginkan adanya reformasi
birokrasi. Reformasi birokrasi bisa dilakukan – selain dengan harus
diperbaikinya sistem birokrasi itu sendiri – juga harus ada penyegaran
terhadap pengelola sistem birokrasi tersebut dan semua itu tertumpu pada
pejabat publik.
Setelah tiga belas tahun reformasi berlangsung, pemimpin bangsa
silih berganti, pejabat publik tetap menjadi sorotan. Pada era reformasi saat
ini, jabatan publik semakin terlihat jelas peran dan fungsi strategisnya.
Sehingga berbagai kepentingan yang mempengaruhi kebijakan pejabat
publik menjadikan jabatan publik jauh dari tujuannya. Kuatnya kepentingan
jabatan publik dari seorang pejabat publik adalah lahir dari latar belakang
organisasi, partai politik ataupun pendidikan. Latar belakang ini akan sangat
berpengaruh kuat dalam pengelolaan jabatan publik. Hal tersebut juga dapat
1
2
mempengaruhi integritas pejabat publik dalam menjalankan tugasnya.
Kepentingan organisasi atau partai politik bisa menjadikan pejabat publik
lupa akan janji sumpah setianya terhadap jabatan publik yang telah
diucapkannya, mulai dari interaksi, etika berkomunikasi, sikap dan perilaku
sampai kebijakan yang merugikan masyarakat. Tidak sedikit pejabat publik
yang masuk kepenjara, dari mulai permasalahan moral sampai kasus besar
seperti korupsi, dari mulai level daerah sampai ke level Nasional.
Performa pejabat publik dari hari kehari selalu menghiasi berita di
media cetak maupun elektronik. Tidak banyak pejabat publik yang bisa
dikatakan sukses. Tolak ukur kesuksesan seorang pejabat publik beragam,
dan juga bagaimana masyarakat menilainya. Ada yang cukup menilai
berhasil dengan tanpa terkena skandal korupsi walau tidak menghasilkan
kerja-kerja yang bermanfaat. Ada pula pejabat publik yang mengklaim,
bahwa dimasa kepemimpinannya mengelola jabatan publik dikatakan sukses
walau hanya baru menjalankan beberapa program saja. Keberhasilan
performa pejabat publik memang beragam, hal itu bisa disebabkan oleh latar
belakang budaya, organisasi ataupun pendidikan yang dimilikinya. Bisa
juga disebabkan melalui interaksi komunikasi yang baik dengan masyarakat.
Namun yang tidak kalah pentingnya, yang melatarbelakangi keberhasilan
seorang Pejabat publik dalam pengelolaan jabatan publik adalah
pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsi dia sebagai seseorang
yang diberi amanah secara tidak langsung oleh masyarakat, sehingga pada
3
kenyataannya, seorang pejabat publik sadar bahwa dia adalah wakil atau
pelayan masyarakat.
Pejabat publik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBIH)
terdiri dari dua suku kata, yaitu “pejabat” dan “publik”. “Pejabat” memiliki
pengertian pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur
pimpinan). Sedangkan istilah “publik” diartikan dengan orang banyak
(umum). Dari penggabungan pengertian kedua suku kata tersebut dapat
dipahami bahwa “pejabat publik” memiliki pengertian pegawai pemerintah
yang memegang jabatan penting sebagai pimpinan yang mengurusi orang
banyak. Dengan definsi tersebut, bisa kita simpulkan bahwa ada 3 (tiga)
syarat seseorang bisa dikatakan “Pejabat publik”, yaitu: 1) bahwa dia adalah
pegawai pemerintah; 2) menjabat sebagai pimpinan; dan 3) bahwa tugasnya
adalah mengurusi orang banyak.
Sedangkan dalam UU. No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, “Pejabat publik” memiliki pengertian yang tegas dan jelas
di dalam pasal 1 angka 8: “Pejabat publik adalah orang yang ditunjuk dan
diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan
publik”. Sementara, yang dimaksud badan publik sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 1 angka 3 dalam Undang-Undang yang sama: “Badan Publik
adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi
dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau
4
organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar
negeri.”1
Salah satu jabatan publik yang populer dan mendapat perhatian
khsusus dan lebih oleh masyarakat adalah Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan atau Anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Mereka dipilih dan
dipercaya oleh konstituennya untuk mewakili aspirasi mereka dalam
penyusunan regulasi dan anggaran untuk terlaksananya pengelolaan Negara
yang baik dan efektif. Penyalahgunaan kewenangan jabatan publik sering
pula terjadi di lembaga legislatif tersebut. Kuatnya kepentingan partai dan
kepentingan pribadi menjadikan anggota DPR/MPR RI paling rentan
terkena permasalahan moral ataupun kasus korupsi. Memang tidak banyak
permasalahan moral maupun kasus korupsi yang melibatkan DPR/MPR RI
bila dibandingan dengan jumlah Anggota DPR/MPR RI yang ada. Namun
seharusnya, mereka sebagai wakil rakyatnya bisa memberikan contoh
tauladan yang baik dengan menjalankan jabatan publiknya dengan baik dan
benar. Bayangkan bila wakil rakyat menjadi tidak baik karena terlibat
permasalahan moral dan kasus korupsi, apa yang akan terjadi oleh rakyat
yang diwalikinya? Rakyat, secara sadar maupun tidak sadar, akan mengikuti
perilaku dan sikap wakilnya di DPR/MPR RI.
1
Redaksi Sinar Grafika, UU Keterbukaan Informasi Publik (UU RI No. 14 Th. 2008),
(Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008), h. 3.
5
Beberapa Anggota DPR/MPR RI yang konsisten dengan apa yang
menjadi pekerjaan dan apa yang diperjuangkannya adalah mereka yang
justru bukan berasal dari partai politik yang berbasiskan agama tapi partai
politik berbasiskan nasional. Salah satunya adalah Hajriyanto Y. Thohari,
Anggota DPR/MPR RI dari Partai Golkar yang saat ini menjabat sebagai
Wakil Ketua MPR RI. Beliau selain menjabat sebagai Wakil Ketua MPR
RI, adalah seorang aktivis organisasi dakwah kemasyarakatan (Ormas)
Muhammadiyah. Menarik untuk diteliti dan dianalisa, bahwa apakah latar
belakang organisasi dan partai politik berpangaruh dalam sukses atau
tidaknya Hajriyanto Y. Thohari dalam menjalankan pengelolaan jabatan
publik. Dengan konsep performa komunikatif, penelitian ini mencoba untuk
mengurai apa yang melatarbelakangi dan bagaimana seorang Hajriyanto Y.
Thohari mengelola jabatan publik tersebut.
Konsep performa komunikatif yang diambil dari Teori Budaya
Organisasi dapat menganalisis bagaimana seseorang dalam menjalankan
tugasnya di suatu organisasi tertentu bisa dilihat dari berbagai varian yang
terdapat di Konsep Performa Komunikatif, yaitu 1) Perfoma Ritual, 2)
Performa Hasrat, 3) Performa Sosial, 4) Performa Politis, dan 4) Performa
Enkulturasi.2 Performa itu sendiri memiliki definisi metafora yang
menggambarkan proses simbolik pemahaman akan perilaku manusia dalam
sebuah organisasi.3
2
West, Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3, Analisis dan Aplikasi (Jakarta:
Salemba Humanika, 2008). h. 325.
3
Ibid., h. 326
6
Dan keberhasilan Pejabat publik dalam menajalankan tugasnya bila
dianalisis dengan konsep Performa Komunikatif sangatlah sedikit. Oleh
karena itu, penelitian ini mengambil judul Performa Komunikatif
Hajriyanto Yasin Thohari dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan
Publik.
B.
Batasan dan Perumusan Masalah
1.
Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada implementasi jabatan publik
Hajriyanto Y. Thohari sebagai Wakil Ketua MPR RI 2009-2014.
2.
Perumusan Masalah
a. Bagaimana performa komunikatif Hajriyanto Y. Thohari dalam
implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI?
b. Bagaimanakah strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola
performa komunikatif di MPR RI?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui perfoma komunikatif dalam implementasi
pengelolaan jabatan publik Hajriyanto Y. Thohari di MPR RI.
b. Untuk mengetahui strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola
performa komunikatif di MPR RI.
7
2.
Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baru dan
dapat
memberikan
kontribusi
yang
positif
dalam
bidang
komunikasi politik.
b. Manfaat Praktis
Penelitian
diharapkan
dapat
memperkaya
khazanah
intelektual, wawasan dan gambaran secara utuh tentang performa
komunikatif dalam implementasi jabatan publik.
D.
Tinjauan Pustaka
1.
Penelitian ini, salah satunya merujuk pada peneilitian sebelumnya
yang membahas tentang performa komunikatif, seperti pada penelitian
“Hubungan
Performa
Komunikatif
dengan
Kinerja
Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)”4 yang dilakukan
oleh Indah Triwulandari pada tahun 2008 dari Jurusan Hubungan
Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.
Penelitian ini dibawah bimbingan Rosnandar Romli, Drs., M.Si.,
sebagai pembimbing utama dan Yanti Setianti, S.Sos., M.Si,. sebagai
pembimbing pendamping.
Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara hubungan performa komunikatif dengan
kinerja anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
4
Indah Triwulandari, Hubungan Performa Komunikatif dengan Kinerja Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) (Bandung: Universitas Padjadjaran, 2008).
8
Penelitian tersebut menggunakan metode korelasional. Teknik analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif
dan inferensial. Sampel dalam penelitian ini adalah 85 orang anggota
Bintara Polwiltabes Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan
menyebarkan angket, melakukan wawancara, observasi, dan studi
kepustakaan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori
Budaya Organisasi (Organizational Culture Theory). Hasil penelitian
menunjukan bahwa dari sepuluh sub hipotesis yang diajukan
seluruhnya
diterima.
Pengujian
keseluruhan
menunjukan
ada
hubungan antara performa komunikatif dengan kinerja anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
2.
Penelitian selanjutnya yang dijadikan referensi adalah penelitian
dengan judul “Strategi Komunikasi Direktorat Diplomasi Departemen
Luar Negeri Indonesia (DEPLU) dalam Pencitraan Islam Indonesia di
Dunia Internasional” yang di lakukan oleh Geary Fari Muhammad
dari Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penelitian ini di bawah bimbingan Bapak Gun Gun Heriyanto,
M.Si. Pada penelitian ini hanya ditemukan kesamaan konsep tentang
strategi komunikasi.
3.
Konsep
teori
yang
sama
pada
penelitian
lainnya
adalah
“Kepemimpinan KH. Abdullah Gymnastiar (AA Gym) pada Pondok
Pesantren Darut Tauhid Gegerkalong Bandung Tahun 2006-2008”
9
yang dilakukan oleh Muhammad Arifin Sholeh Jurusan Manajemen
Dakwah, Fakultas Ilmu Dakwah Ilmu Komunikasi, Univeristas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Irisan persamaan konsep pada
penelitian ini adalah pada konsep kepemimpinan.
E.
Metodologi Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah performa komunikatif, sedangkan
subjek dari penelitian ini adalah Hajriyanto Y. Thohari. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan case
study intrinsic (Studi Kasus Intrinsik). Studi Kasus Intrinsik itu sendiri
adalah salah satu dari 3 (tiga) macam tipe studi kasus menurut Stake dalam
buku karya Denzin & Lincoln yang berjudul: “Handbook of Qualitative
Research”. Studi kasus intrinsik adalah apabila kasus yang dipelajari secara
mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari
kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic
interest).5
Ada pun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan berbagai metedologi, diantaranya sebagai berikut:
1. Wawancara
Tahap pertama dari pengumpulan data penelitian adalah dengan
melakukan wawancara kepada beberapa nara sumber, dimulai dari
Hajriyanto Y. Thohari dan beberapa kolega kerjanya, seperti sesama
5
Denzin & Lincoln, Handbook of Qualitative Research (Sage Publications, 1998), h. 50.
10
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Staff
Ahli serta beberapa koleganya dari Ormas Muhammadiyah. Sehingga
penelitian ini bukanlah bersifat satu arah yang mengarah kepada
subjektivitas, namun diharapkan hasil dari peneilitian ini lebih kepada
objektivitas dengan melibatkan pihak luar. Wawancara ini dilakukan
dengan 2 metode, yaitu wawancara mendalam dan wawancara yang
sifatnya diskusi.
2. Studi Dokumentasi
Hajriyanto Y. Thohari telah banyak menulis artikel, baik yang
dipublikasikan melalui media cetak maupun melalui websitenya. Selain
itu juga Hajriyanto Y. Thohari telah mengeluarkan beberapa buku.
Dengan melakukan studi dan kajian terhadap beberapa karya ilmiahnya
ini, diharapkan semakin banyak referensi untuk menyusun hasil
peneilitian ini.
3. Observasi Partisipatoris Pasif
Observasi akan difokuskan pada aktivitas kenegaraan dan aktivitas
sosial Hajriyanto Y. Thohari. Observasi dilakukan selama proses
penyusunan penelitian ini berlangsung dengan mengikuti aktivitas
keseharian Hajriyanto Y. Thohari.
F.
Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan beberapa sub bab-nya.
Sistematika penulisan penelitian ini berdasarkan pada buku Pedoman
11
Penulisan Karya Ilmiah UIN (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid
Nasuhan dkk, yaitu sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Bab ini menguraikan pengertian teori performa komunikatif,
pengertian jabatan publik, tipe kepemimpinan dan strategi komunikasi.
BAB III BIOGRAFI HAJRIYANTO Y. THOHARI
Bab ini menggambarkan biografi Hajriyanto Y. Thohari dengan
menjelaskan latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, riwayat
organisasi dan karir serta karya-karya Hajriyanto Y. Thohari.
BAB IV ANALISIS HASIL TEMUAN
Bab ini menjelaskan tentang performa komunikatif Hajriyanto Y.
Thohari dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI dan
strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola performa komunikatif di
MPR RI.
BAB V PENUTUP
Bab ini menyampaikan uraian singkat berupa kesimpulan dan saran
penulis atas temuan yang diteliti.
BAB II
TINJUAN TEORITIS
A.
Teori Performa Komunikatif
1.
Pengertian Performa Komunikatif
Performa Komunikatif adalah salah satu konsep yang terdapat
di Teori Budaya Organisasi. Teori budaya organisasi merupakan
sebuah teori komunikasi yang mencakup semua simbol komunikasi
(tindakan, rutinitas, dan percakapan) dan makna yang dilekatkan
orang terhadap simbol tersebut.1
Performa Komunikatif merupakan salah satu dari faktor
terciptanya budaya organisasi. Masing-masing anggota organisasi
tentu memiliki performa komunikatif yang berbeda-beda dan sudah
tentu
dari
tiap-tiap
anggota
organisasi
membawa
performa
komunikatifnya untuk memberi warna terhadap budaya organisasi.
Hal ini tidak terlepas dari ketiga asumsi dasar tentang Teori Ilmu
Budaya Organisasi.
Teori Budaya Organisasi itu sendiri adalah hasil penelitian dari
Clifford Geertz, Michael Pacanowsky, Nick O’Donnel-Trujillo.
Asumsi dasar dari teori ini adalah, sebagai berikut2:
1)
Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan
perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi,
1
West, Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3, Analisis dan Aplikasi (Jakarta:
Salemba Humanika, 2008), h. 325.
2
Ibid., h. 319.
12
13
yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai
nilai-nilai sebuah organisasi.
2)
Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam
budaya organisasi.
3)
Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda,
dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam.
Performa
itu
sendiri
merupakan
metafora
yang
menggambarkan proses simbolik pemahaman akan perilaku manusia
dalam sebuah organisasi.3
Performa terkait dengan sikap dan tindakan dari individuindividu yang berada didalam organisasi. Sikap dan tindakan ini yang
memberi peran pada setiap anggota organisasi. Performa tentu tidak
bisa didapatkan secara instan tapi melalui perjalanan karir atas
pemahaman dan pengalaman yang didapatkan selama beraktvitas.
Performa lahir atas kesadaran individu terhadap pengetahuan yang
dimilikinya dengan dipalikasikannya. Tidak cukup setahun atau 3
(tiga) tahun untuk melahirkan suatu performa terbaik dalam
beraktivitas di organisasi.
2.
Lima Performa Komunikatif
Performa terbaik bisa didapatkan oleh siapa saja dalam
organisasi atau instansi manapun. Seseorang bisa dilihat apakah ia
3
Ibid., h. 325.
14
berada di performa terbaiknya atau tidak, dengan dilihat dari
penjabaran terhadap 5 (Lima) Performa Komunikatif, yaitu :1)
Performa Ritual, 2) Performa Hasrat, 3) Performa Sosial, 4) Performa
Politis, dan 5) Performa Enkulturasi. Kelima performa ini bisa
dilaksanakan oleh siapapun dan anggota manapun dalam organisasi
atau instansi apapun. Berikut adalah penjelasan singkat terhadap 5
(Lima) Performa Komunikatif, yaitu:
1)
Performa Ritual
Pada performa ini, akan dijabarkan bagaimana seseorang
melakukan aktivitas hariannya yang terjadi secara teratur dan
berulang. Ritual terdiri atas empat jenis, yakni 1) Personal, 2)
Tugas, 3) Sosial, dan 4) Organisasi. Ritual personal merupakan
rutinitas yang dilakukan di tempat kerja setiap hari. Ritual tugas
merupakan rutinitas yang dilakukan dengan pekerjaan tertentu di
tempat kerja. Ritual sosial merupakan rutinitas yang melibatkan
hubungan dengan orang lain di tempat kerja, Ritual organisasi
merupakan rutinitas yang berkaitan dengan organisasi secara
keseluruhan.4
2)
Performa Hasrat
Pada Performa Hasrat peneliti ingin melihat berbagai cerita dan
kisah
tentang
seseorang
dalam
menajalankan
seluruh
aktivitasnya, baik di organisasi maupun di institusi tempat ia
4
Ibid., h. 326.
15
beraktivitas. Tentu perlu dilakukan wawancara secara objektif
yang mendalam tentang performa hasrat ini kepada orang-orang
yang selama ini selalu berinteraksi dengannya.
3)
Performa Sosial
Apabila pada performa hasrat kita menemukan suatu cerita
tentang keseharian aktivitas seseoarang, maka pada performa
sosial akan dibedah tindakan keseharian seseorang dalam
menjalankan aktivitasnya. Sikap santun dan kesopanan serta
sikap-sikap lainnya akan terungkap pada performa ini.
4)
Performa Politis
Performa
Politis
merupakan
perilaku
organisasi
yang
mendemonstrasikan kekuasaan atau kontrol.5 Pada performa ini
akan dideskripsikan gaya dan perilaku kepemimpinan seseorang
dalam kapasitasnya ia sebagai pimpinan.
5)
Performa Enkulturasi
Performa enkulturasi mencakup perilaku organisasi yang
membantu para karyawan dalam menemukan makna dari
menjadi anggota suatu organisasi.6 Sudah tentu, apa yang
didapatkan oleh seoarang pemimpin adalah karena latar
belakang organisasi yang dijalaninya selama ini. Artinya, pada
performa
5
6
Ibid., h. 327
Ibid.,
Ekluturasi
ini, penelitian ini
mencoba
untuk
16
mengungkapkan seberapa penting peran organisasi yang
dijalaninya dalam perjalanan kariernya.
B.
Pengertian Pejabat Publik
Dalam Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14
Tahun 2008 (UU RI No. 14 Th. 2008) 7 dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 8,
bahwa Pejabat Publik adalah Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan
diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan
publik. Sementara, yang dimaksud badan publik sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 1 angka 3 dalam Undang-Undang yang sama: “Badan Publik
adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi
dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau
organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar
negeri.
C.
Konsep Gaya Kepemimpinan
Gaya merupakan ringkasan atau gambaran yang digolongkan dari
bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan
7
Redaksi Sinar Grafika, UU Keterbukaan Informasi Publik (UU RI No. 14 Th. 2008)
(Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008) h. 3.
17
bagaimana ia dilihat oleh mereka yang dipimpinnya atau mereka yang
mungkin sedang mangamati dari luar. Gaya dalam memimpin telah coba
dirumuskan oleh para teoritis manajemen dan kepemimpinan dalam
menggambarkan gaya kepemimpinan. Para teoritis mencoba untuk
menggambarkan bagaimana orang itu bertindak bukan siapa orang tersebut
yang bertindak.saBila ada yang berfikir dan melihat secara langsung
sejumlah pemimpin yang dikenal secara pribadi, mungkin dapat
meyimpulkan mengenai gaya kepemimpinan mereka.
Artinya, kita cendurung mengelompokkan seorang pemimpin
berdasarkan cara ia memimpin dan bagaimana cara pandang kita terhadap
dia. Dengan sendirinya, seseoarang mungkin berbeda pendapat dengan
orang lain mengenai gaya kepemimpinan.
Menurut Robert D. Dale8 cara kerja pemimpin dalam organisasi
memiliki beberapa gaya kepemimpinan yang terbagi dalam;
a.
Birokratis
Ini adalah suatu gaya yang ditandai dengan keterikatan yang
terus-menerus kepada aturan-aturan organisasi. Gaya ini menganggap
bahwa kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi bila setiap orang
mematuhi
peraturan.
Keputusan-keputusan
dibuat
berdasarkan
prosedur-prosedur baku. Pemimpinnya adalah seorang diplomat dan
tahu bagaimana memakai sebagaian besar peraturan untuk membuat
orang-orang melaksanakan tugasnya. Kompromi merupakan suatu
8
Robert D. Dale, Pelayanan Sebagai Pemimpin (Malang: Gamdum Mas, 1992), h. 36-38.
18
jalan hidup karena untuk membuat satu keputusan diterima oleh
mayoritas, orang sering harus mengalah kepada yang lain.
b.
Permisif
Di sini keinginannya adalah membuat setiap orang dalam
kelompok tersebut puas. Membuat orang-orang tetap senang adalah
aturan mainnya. Gaya ini menganggap bahwa bila orang-orang merasa
puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain, maka organisasi
tersebut akan berfungsi dan dengan demikian pekerjaan akan bisa
diselesaikan. Koordinasi sering dikorbankan dalam gaya.
c.
Laissez-faire
Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan
segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya
melaksankan fungsi pemeliharaan saja. Misalnya, seorang ulama
mungkin hanya namanya saja ketua dari organisasi tersbeut dan hanya
menangani urusan khotbah, sementara yang lainnya mengerjakan
segala pernik mengenai bagaimana organisasi tersebut harus
beroperasi. Gaya ini kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang
sering berpegian atau yang yang hanya bertugas sementara.
d.
Partisipatif
Gaya ini dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk
memotivasi orang-orang adalah dengan melibatkan mereka dalam
proes pengambilan keputusan. Hal ini diharapkan akan menciptakan
rasa memiliki sasaran dan tujuan bersama. Masalah yang timbul
19
adalah kemungkinan lambatnya tindaan dalam menangani masa-masa
kritis.
e.
Otokratis
Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang
berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan
melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan. Gaya ini tidak
mendorong adanya pembaruan.Pemimpin menganggap dirinya sangat
diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat.
Menjadi pemimpin bukanlah monopoli para alumni mahasiswa ilmu
pemerintahan
atau
mereka
yang
telah
mengikuti
pendidikan
kepempimpinan, juga bukan seseorang yang kebetulan memiliki amanah
menjadi pemimpin. Kepemimpinan bisa diraih selain dari pengetahuan juga
dari berbagai pengalaman dan latar belakang organisasi yang mempengaruhi
dalam perjalanan hidupnya.
Artinya, kepemimpinan akan menjadi efektif, apabila ilmu yang
didapatkan bisa dengan kreatif dan inovatif dipraktikkan, bukan hanya
dalam kehidupan berorganisasi tapi juga dalam kehidupan sehari-hari,
dengan begitu akan lahir sebuah seni yang indah yang tentu akan
menggugah para pengikutnya.
D.
Konsep Strategi Komunikasi
Strategi manajemen komunikasi (communication management)
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi harus
20
mampu menunjukan bagaimana operasinya secara praktis harus dilakukan,
dalam arti kata pendekatannya bisa berbeda-beda tergantung pada suatu
kondisi dan situasi.9
Dalam strategi komunikasi, peran komunikasi sangatlah penting.
Strategi komunikasi haruslah bersifat dinamis, sehingga komunikator
sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu
faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat komunikasi
dapat datang sewaktu-waktu, terlebih jika komunikasi langsung melalui
media massa. Faktor-faktor yang berpengaruh bisa terdapat pada komponen
media atau komponen, komunikasi sehingga efek yang diharapkan tak
kunjung tercapai.
Seorang komunikan akan mempunyai kemampuan dan strategi untuk
melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku komunikasi melalui
mekanisme daya tarik, jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator
ikut dengannya. Dengan kata lain pihak komunikan merasa adanya
kesamaan antara komunikator dengannya, sehingga demikian komunikan
bersedia untuk taat pada pesan yang dikomunikasikan ini akan
menimbulkan simpati komunikan pada komunikator.
9
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan praktek (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Bandung, 1992), h. 30.
BAB III
BIOGRAFI HAJRIYANTO YASIN THOHARI
A. Latar Belakang Keluarga
Hajriyanto Yasin Thohari lahir pada 26 Juni 1960 di Desa Manggis,
jaraknya 5 km dari Karanganyar, atau sekitar 15 km dari Kota Solo, Surakarta,
Jawa Tengah. Desa Manggis adalah sebuah desa dengan hamparan sawah
yang sangat luas. Mayoritas penduduknya petani. Sungai di desa itu mengalir
begitu jernihnya. Sungai tersebut jadi sumber kehidupan masayarakat desa.
Dan anak-anak desa suka sekali bermain atau mandi di sungai tersebut.1
Hajriyanto merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan
Mohammad Yasin Thohari dan Suyatmi.2 Hajriyanto lahir tepat di bulan
Muharram, tahun baru Hijriyah dalam kalender Islam dan bulan Suro dalam
kalender Jawa. Karena lahir di tahun baru Islam, kedua orangtuanya
menamakan Hajri. Lengkapnya, Hajriyanto Yasin Thohari.3 Dalam perspektif
Islam, bulan Muharram adalah bulan mulia. Pada bulan tersebut, umat Islam
dilarang berperang atau berkonflik dengan siapa pun. Sementara dalam
perspektif Jawa, pada bulan Suro, dilarang menggelar acara keramaian, seperti
pernikahan dan lain-lain. Dua filosofi ini mewarnai kelahiran Hajriyanto kecil.
Ia besar di antara kultur Islam dan kejawen.4
1
Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” Majelis Edisi No.25, Tahun III (Mei 2009):
h. 18.
2
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari, Jakarta, 24 Mei 2013.
Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari: Politisi yang Hobi Membaca Buku,” Majelis Edisi
No.01, Tahun IV (Januari 2010): h. 20.
4
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
3
21
22
Ayah Hajriyanto, M. Yasin Thohari adalah seorang muballig dan
aktivis Muhammadiyah yang sangat religius. Dia juga seorang santri di
pesantren Tebu Ireng. Ayahnya dikenal sebagai seorang pendidik yang cermat
dan penuh perhatian. Ia selalu mengajarkan mereka untuk selalu dekat dengan
ajaran Islam.5 Ayahnya menjadi ketua pimpinan daerah Muhammadiyah
Kabupaten Karang Anyar sampai tahun 1991. Dan pernah menjadi Anggota
DPRD Kabupaten Karanganyar. 6
Sementara ibundanya, Suyatmi, adalah seorang priyayi-abangan. Ia
anak seorang kepala desa dalam sistem pemerintahan yang masih tradisional,
yang menjadi kepala desa seumur hidup. Sebagai anak kepala desa, ibunya
sangat mengutamakan pertanian. Dan, bahkan ibunya memiliki beberapa buah
sawah. Sawah-sawah tersebut diurus oleh ia (ibunya) sendiri dengan
mengggunakan tenaga-tenaga buruh tani untuk menggarap sawah. Atau kalau
tidak ibunya mengerjakan sawah itu pada orang lain, nanti hasilnya dibagi
berdua dengan yang mengerjakan. Ia juga sangat dekat dengan tradisi
kejawen. Sedangkan Kakeknya adalah seorang lurah di Karanganyar, oleh
masyarakat setempat disebut Mbah Lurah. Kakeknya sangat kental dengan
tradisi Jawa, seperti tradisi bancaan7 (dalam bahasa Indonesianya selamatan
atau syukuran).8
5
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari,” h. 19.
7
Bancaan adalah sebuah upacara sederhana tradisi adat masyarakat Jawa yang menyertai
sebuah tahapan perkembangan seorang anak. Bancaan biasa dilakukan untuk memperingati hari
lahir berdasarkan pada hari pasaran penanggalan Jawa atau wetonan.
8
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
6
23
Menurut Hajriyanto, hampir semua anak-anak dan cucu-cucunya selalu
dibuatkan bancaan pada setiap weton kelahirannya. Setiap weton artinya
adalah setiap selapan dino sekali. Selapan dino adalah tiga puluh lima hari
dalam hitungan Jawa. Sebagai contoh, misalnya ia lahir pada Jumat Pahing.
Maka pada setiap Jumat Pahing itu ia selalu di selameti dengan melakukan
bancaan. Bancaan itu dibuat nasi tumpeng, yang berisi sayur-sayuran, telur
yang di potong kecil-kecil, ayam yang di iris tipis-tipis, berkedel, sambal
goreng dan lain-lain yang dibungkus dengan daun pisang. Kemudian
dibagikan kepada anak-anak dan tetangga-tetangga. Tujuan dari bancaan ini
adalah agar selamat dan tetap di bawah perlindungan Allah selama dalam
perjalanan hidupnya.9
Selain tradisi bancaan, kakeknya setiap tahun selalu mengadakan
(nanggep) wayang kulit sehari semalam dan dilakukan pada hari Jumat malam
Sabtu, yang biasa disebut dengan Rasulan. Rasulan berasal dari kata Rosul.
Rasulan biasanya dirangkaikan dengan upacara bersih desa. Bersih desa atau
Rasulan di selenggarakan sehabis panen. Dan macam-macam tradisi-tradisi
Jawa lainnya juga dilaksanakan oleh kakeknya. Seperti, setiap malam Satu
Muharram dan Satu Syuro’, kakeknya tidak tidur semalam suntuk untuk
menyambut satu Syuro’ itu. Selain itu ia punya tradisi, setiap selapanan sekali
selalu sholat Jum’at di Masjid Agung Solo. Dan itu dialakukan dengan
9
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
24
berjalan kaki, padahal jarak antara desanya sampai ke Solo kira-kira lima
belas kilometer.10
Sebagai cucu lurah, Hajriyanto kecil tinggal di rumah kakeknya yang
sangat besar, yaitu rumah tradisional Jawa kuno. Rumahnya berupa pendopo
Joglo dengan tembok yang sangat tinggi. Ada regol, semacam pos penjagaan,
sebelum masuk ke pekarangan rumahnya yang luas. Di pekarangannya itu,
sering digelar acara selamatan atau wayangan, sekaligus tempat bermain anakanak. Saat ini rumah tersebut sudah di jual oleh cucu-cucunya.
Masa kecil Hajriyanto dihabiskan di Karanganyar. Walau ia anak
seorang tokoh berpengaruh, bahkan cucu Mbah Lurah, ia tetap bisa
bersosialisasi dengan baik bersama warga setempat. Hampir tak ada jarak.
Bersama sahabat-sahabat kecilnya, ia suka menangkap burung dengan ketapel.
Bermain di sungai dengan membuat rakit dari pohon pisang jadi
kegemarannya juga.11
Bahkan, malam hari, bersama teman-temannya, ia suka sekali bermain
“gubak sodor”. Permainan ini melibatkan dua kelompok yang saling menjaga
pohon besar sebagai benteng pertahanannya agar tidak disentuh lawan. Bila
lawan bisa menyentuh pohon yang dijaga, berarti dia pemenangnya. Halaman
rumah kakeknya yang sangat luas menawarkan tempat bermain yang nyaman.
Selain itu di sana banyak tersedia mainan yang bisa digunakan.12
Seiring bertambahnya usia, Hajriyanto pun mulai merasakan
ketertarikan terhadap seorang perempuan. Ia mengaku sudah tak ingat berapa
10
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 19.
12
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
11
25
kali jatuh cinta. Hajriyanto jatuh cinta pertama dengan wanita yang usianya
sama dengannya. Dan sejak itu ia beberapa kali jatuh cinta, akan tetapi tidak
pernah kesampaian. Dalam memilih seorang wanita, Hajriyanto lebih
menyukai wanita yang berumur lebih tua darinya. Alasannya simpel, “Jadi
saya ingin memiliki istri yang matang dan dewasa, sehingga dapat
membesarkan anak-anak, karena saya banyak beraktivitas di luar rumah.” 13
Hingga akhirnya Hajriyanto pun menemukan tambatan hatinya yang
kemudian dinikahinya. Wanita tersebut bernama Riatin Hajriyanto, ia adalah
seorang apoteker, yang setahun lebih tua dari Hajriyanto.
Dari perkawinannya dengan Riatin, ia dianugerahi empat orang anak
yaitu Nadila Shevila Thohari (Arsitek Institut Teknologi Bandung dan S-2 di
University of South Wales), Fahnida Zeydra Thohari (Fakultas Kedokteran
Universitas
Padjadjaran),
Ridho
Gusti
Thohari
(Fakultas
Hubungan
Internasional Universitas Parahyangan), dan Fadia Hasna Thohari (Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran).14
Akan tetapi dari keempat anaknya, tidak ada yang mengikuti jejak
Hajriyanto, yaitu sebagai seorang politikus.
“Mereka pernah berseoloroh, nanti didemo melulu.”15
Meski sibuk di dunia politik, Hajriyanto tetap meluangkan waktunya
untuk bercengkerama dengan keluarga. Istrinya sudah memahami bagaimana
kerja Hajriyanto yang sejak muda sebagai aktifis, sehingga jarang di rumah.
Oleh sebab itu, untuk mensiasati kurangnya waktu berkumpul bersama
13
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 17.
15
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
14
26
keluarga ini. Istrinya menyiapkan home theater yang biasa mereka gunakan
untuk berkaraoke bersama ketika semua keluarga sedang berkumpul di
rumah.16
Dalam keluarga, ia selalu menekankan hidup yang bersahaja. Karena,
menurutnya, dengan hidup seperti itu dapat berbuat sebanyak mungkin bagi
orang lain. Mengenai pandangan ini Hajriyanto mengutip hadis riwayat
Ahmad dan Thabrani yang menyatakan: “Khairunnas anfa’uhum linnas”,
(“sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi
orang lain”).17
B. Latar Belakang Pendidikan
Sebagai anak dari tokoh Muhammadiyah, Hajriyanto tentu diajarkan
agama dengan baik. Bahkan, ayahnya membangun madrasah diniyah agar
anak-anak di desanya bisa belajar agama. Bagi keluarga Hajriyanto,
pendidikan jadi hal utama. Di desanya, hanya ada 2 keluarga yang bisa
menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Selain keluarganya
sendiri, ada keluarga lurah pula yang pernah menggantikan kakeknya sebagai
lurah.18
Pendidikan Hajriyanto dimulai dari bangku Taman Kanak (TK)
Medari (TK yang dimiliki oleh Koperasi Batik Sukowati). Saat memasuki
bangku Sekolah Dasar (SD), ia pun sekolah agama di Madrasah Diniyah
(MD). Pagi berangkat ke SD Negeri, sorenya ke madrasah. Menuntut ilmu di
16
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
18
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
17
27
dua sekolah sekaligus merupakan perpaduan dari keinginan ayah dan ibunya.
Bila sang ayah ingin Hajriyanto sekolah di madrasah saja, maka sang ibu
menginginkan di sekolah negeri. Hal ini dalam istilah Hajriyanto adalah
“tradisi sekolah merangkap”. Tradisi ini kemudian berlanjut sampai di sekolah
lanjutan, pagi di Sekolah Menengah Atas (SMA), sore di Pendidikan Guru
Agama (PGA). Sampai kemudian di perguruan tinggi, selain kuliah di
Universitas Gadjah Mada (UGM), Hajriyanto juga kuliah di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Jogja.19
Hajriyanto tumbuh menjadi anak yang cerdas. Ia selalu tampil menjadi
juara kelas, bahkan juara umum di sekolahnya. Prestasi cemerlangnya itu,
terus berlanjut hingga ke bangku SMP dan SMA. Tidak hanya itu, Hajriyanto
juga pandai bergaul. Di sekolahnya, ia selalu dipercaya sebagai Ketua
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Pelajaran sosial, terutama yang
bersentuhan dengan budaya jadi kesukaannya. 20
Semenjak kecil Hajriyanto gemar sekali membaca buku, dan mulai
mengoleksi buku pada saat Kuliah di UGM. Sampai saat ini koleksi bukunya
sekitar lima belas ribuan. Sebagian besar koleksinya masih di rumah yang di
daerah pasar minggu, karena di rumah yang sekarang ini di tempati, belum ada
rak yang cukup untuk menampung semua buku-buku koleksinya. Lima belas
ribu buku tersebut sebagian besar tentang buku-buku agama, politik,
kebudayaan dan novel.21
19
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
21
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
20
28
Sedangkan sekitar sepuluh hingga lima belas persen merupakan bukubuku fiksi atau novel. Terutama novel-novel sejarah dan novel-novel para
novelis yang meraih nobel di bidang sastra. Untuk kategori yang terakhir ini,
Hajriyanto mengaku memiliki hampir semua koleksinya. Sebut saja novelis
kenamaan semacam Orphan Pamuk, Ernest Hemingway dan Najib Mahfud.
Semua dibacanya dalam bahasa asli seperti bahasa Inggris dan Arab, dan
beberapa sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.22
Namun dari sekian koleksinya itu, buku favoritnya adalah bidang
kajian tentang Timur Tengah (Middle Eastren Studies). Hajriyanto sangat
tertarik pada penulis Edward Said, seorang warga Palestina dan penganut
Kristen yang menjadi professor di Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS).
Edward Said di mata Hajriyanto adalah seorang aktifis dan intelektual yang
aktif menyokong gerakan kemerdekaan Palestina. Edward Said juga
menghasilkan banyak buku tentang Islam dan Timur-Tengah. Beberapa karya
pentingnya
yang telah diterjemahkan ke
dalam
Bahasa
Indonesia:
Orientalisme (Pustaka Salman, 1986), Kebudayaan dan Kekuasaan (Mizan,
1995), dan Peran Intelektual (YOI, 1998). Lebih lanjut Hajriyanto
mengatakan, memoar Edward Said Out of Place juga memenangkan
Penghargaan Buku Non-Fiksi 1999 New Yorker. Bahkan ia juga
memenangkan Penghargaan Buku Ainsfield-Wolf 2000 untuk kategori NonFiksi, Penghargaan Sastra Morton Dauwen Zabel yang digelar oleh Akademi
Seni dan Sastra Amerika, serta Pencapaian Seumur Hidup Penghargaan Sastra
22
Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari,” h. 20. Ketika penulis mencoba mengkonfirmasi
dan menanyakan ulang. Hajriyanto mengatakan hal yang sama seperti yang diungkapkan oleh
bulletin Majelis.
29
Lannan 2001. Fakta-fakta inilah yang membuat Hajriyanto tertarik dengan
sosok Edward Said.23
Di bidang sastra, Hajriyanto menyukai karya-karya Amin Maalouf,
seorang novelis Lebanon yang tinggal di Paris. Amin Maalouf adalah seorang
mantan pemimpin harian terkemuka di Beirut An-Nahar dan editor Jeune
Afrique. Sedangkan karya fiksi yang dilahirkannya dalam terjemahan bahasa
Inggris antara lain Leo The African, The Rock Of Tanios yang memenangkan
Prix Goncourt, Samarkand, The Garden Of Light dan Ports Of Call. Di antara
karya nonfiksinya adalah kumpulan esai On Identity dan The Crusades
Through Arab Eyes. Gaya penceritaan Amin Maalouf dalam setiap tulisannya,
membuat Hajriyanto tertarik untuk mencari dan membaca karya-karyanya
yang lain.24 Saat ini ada sekitar lima novelnya yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia. Bagi Hajriyanto, hampir semua koleksi buku menjadi
favoritnya, karena saat memutuskan membeli buku itu ia tidak asal membeli,
tetapi betul-betul memilih. Ketika akan membeli buku Hajriyanto selalu
membaca terlebih dahulu daftar isi dari buku tersebut.25
Dalam terminologi Hajriyanto, buku menjadi induk peradaban.
Peradaban sebuah bangsa dikatakan tinggi kriteria pertamanya adalah buku.
Karena buku menggambarkan peradaban literate culture atau kebudayaan
menulis.
“Literature culture itu induknya peradaban, hampir semua
peradaban besar selalu ditopang dengan kepustakaan atau literatur di
23
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
25
Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari.” h. 20-21.
24
30
dalam berbagai bidang keilmuan. Untuk melihat kemajuan peradaban
Islam zaman dulu melalui buku. Ketika kebudayaan menulis semakin
berkurang berarti keberadabannya mengalami kemerosotan. Kita bisa
menghitung penerbitan buku di Indonesia setiap tahun berapa?
Penerbitan jurnal berapa? Jadi Indonesia masih sangat ketinggalan
mengenai ini.”26
Berkaitan dengan peradaban literate culture ini, Hajriyanto pernah
beberapa kali mengupasnya dalam artikel dan makalah. Salah satu artikelnya
adalah “Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban”, dalam artikelnya ini
Hajriyanto mengatakan:
“Buku memang memiliki kekuatan yang sangat revolusioner. Tak
mengherankan jika ayat pertama Al-Qur’an berbunyi iqra, yang
artinya “bacalah”. Sebab buku memang seperti ragi: dapat mengubah
dunia. Persis seperti judul buku Robert Brown: Books that Changed
the World. Buku seperti juga kata Khaled Abou El-Fadl dalam
bukunya, Conference of the Book (University Press of America,
Lanham, 2001), yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi
Musyawarah
Buku
(Serambi,
2002),
adalah
simbol
peradaban. Peradaban, kata El-Fadl, tidak dibangun di atas
kenyamanan dalam kelambanan dan kebodohan. Peradaban selamanya
dibangun di atas penderitaan para syuhada perbukuan!”27
26
27
h. 104.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Hajriyanto Yasin Thohari, “Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban,” Gatra, 26 Mei 2010,
31
Kesukaannya pada buku membuat Hajriyanto memiliki hobi menulis,
tulisan-tulisannya dikirim ke koran dan majalah seperti Gatra, Forum, Panji
Masyarakat, Kompas, Republika, Media Indonesia, Koran Sindo dan lain-lain.
Bahkan ide-ide bagus yang tertuang di dalam artikelnya, membuat majalah
Gatra memintanya untuk menjadi penulis tetap sebulan sekali.28
Selain gemar mengoleksi buku Hajriyanto juga memiliki prestasi
akademik yang baik. Yaitu dengan meraih Index Prestasi Kumulatif (IPK)
tertinggi di kampusnya dan mendapatkan Beasiswa. Ia pun berhasil
menamatkan kedua program tersebut di dua perguruan tinggi. Pada tahun 1984
ia lulus, kemudian menjadi Dosen di Universitas Diponogoro Semarang. 29
Semenjak jadi anggota DPR RI Hajriyanto sudah tidak lagi mengajar.
Kesibukan hanya di isi dengan mengisi acara-acara seminar dan terkadang
mengisi ceramah dibeberapa acara. Saat ini, ketika tidak lagi menjadi Wakil
Ketua MPR RI atau pasca 2014, kesibukan Hajriyanto dalam bidang
pendidikan banyak diarahkan pada kegiatan membaca dan menulis. Sebab
jadwal Hajriyanto tidak lagi sesibuk dan sepadat ketika ia masih menjadi
Wakil Ketua MPR RI. Sehingga banyak waktu luang yang di gunakan untuk
menulis dan membaca buku-buku yang belum sempat dibacanya. Bahkan
Hajriyanto berencana menerjemahkan kembali novel-novel berbahasa asing
(Arab dan Inggris) ke dalam bahasa Indonesia.30
28
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
30
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
29
32
C. Riwayat Organisasi dan Karir
1. Aktif di Muhammadiyah
Hajriyanto adalah “Produk” keluarga Muhammadiyah dan ia terus
membangun dasar yang baru bagi dirinya dan Masyarakatnya. Bila ditanya
apa cita-citanya sejak kecil, Hajriyanto hanya ingin menjadi aktifis
Muhammadiyah.
“Cita-cita saya itu sejak kecil sesungguhnya hanya ingin
menjadi aktifis Muhammadiyah. Karena saya ingin meneruskan
tradisi ayah saya sebagai intelektual. Ayah saya intelektual desa.
Dia berlangganan banyak majalah dan punya koleksi buku di
perpustakaan yang untuk ukuran orang desa cukup besar.”31
Cita-cita sejak kecilnya inilah yang kemudian membentuk
karakternya untuk ikut aktif dalam kegiatan organisasi. Ketika tumbuh
menjadi pemuda, semangat berorganisasinya semakin kian tinggi.
Hajriyanto aktif di Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IPM). Sementara itu,
selepas SMA, ia melanjutkan studinya di Fakultas Kebudayaan, UGM.
Saat yang sama, ia juga tercatat sebagai mahasiswa Perbandingan Agama,
IAIN Sunan Kalijaga. Prestasi akademiknya terbaik dengan meraih IPK
tertinggi di kampusnya. Berkat prestasi akademiknya tersebut Ia pun
mendapat beasiswa.
Selama menjadi mahasiswa, ia tidak aktif di organisasi kampus.
Apalagi, tahun 1979, gerakan mahasiswa sedang “dibonsai” oleh
31
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
33
penerapan
Normalisasi
Kehidupan
Kampus/Badan
Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK-BKK) ala Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Menteri P&K), Daud Joesoef.32 Ketika di berlakukannya NKK-BKK ini,
pada saat itu hampir semua lembaga mahasiswa dilumpuhkan, termasuk di
UGM.
Gerakan
masyarakat.
mahasiswa
Dewan
hanya
mahasiswa
diarahkan
dan senat
untuk
mahasiswa
pengabdian
pun
ikut
dibubarkan.33
NKK-BKK merupakan salah satu dari sekian banyak produk
kebijakan pemerintah Orde Baru yang diterapkan dalam kerangka
membuat posisi negara semakin kokoh. Sejak diberlakukannya tanggal 19
April tahun 1978, kebijakan ini telah menimbulkan kontroversi, baik
dalam wacana gerakan mahasiswa maupun wacana pentas politik nasional.
Pemberlakuannya
dipandang sebagai
mahasiswa
dianggap
yang
tanggapan terhadap gerakan
semakin radikal.
Puncak
keradikalan
mahasiswa terutama bertalian dengan penolakan mereka terhadap
pencalonan Presiden Soeharto untuk menjadi presiden yang ketiga kalinya.
Mahasiswa mendesak MPR serta melakukan berbagai aksi untuk
menentang pencalonan presiden tersebut, seperti dikeluarkannya Buku
Putih Perjuangan Mahasiswa ITB 1978 dan keluarnya pernyataan 50
Dewan Mahasiswa/Senat Mahasiswa (DM/SM) se-Indonesia.34
32
Mengenai peraturan NKK-BKK bisa di lihat pada Surat Keputusan Menteri P&K,
Daoed Joesoef, No. 37/U/1979, tentang Bentuk Susunan Lembaga/Organisasi Kemahasiswaan di
Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen P&K.
33
Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 20.
34
Hariyadhie, Perspektif Gerakan Mahasiswa 1978 Dalam Percaturan Politik Nasional
(Jakarta: Golden Terayon Press, 1994), h. 8.
34
Sebagai suatu kebijakan pemerintah yang baru, NKK/BKK sangat
berpengaruh terhadap dinamika kemahasiswaan atau lebih khusus lagi
berpengaruh terhadap perubahan format gerakan mahasiswa. Perubahan
ini merupakan bentuk adaptasi mahasiswa dalam merespon kebijakan
pemerintah yang berpengaruh cukup kuat. Adaptasi ini melahirkan apa
yang dinamakan format gerakan mahasiswa pasca NKK-BKK (gerakan
mahasiswa tahun 80-an), yaitu menjamumya aksi-aksi pemikiran dari
kelompok-kelompok studi mahasiswa sebagai gerakan penyadaran yang
salah satunya dituangkan dalam aksi-aksi informasi, menggantikan aksiaksi jalanan yang dominan sebelumnya. Perubahan ini bukan berarti
sebelumnya tidak ada kelompok-kelompok studi, namun penerapan
konsep normalisasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
bermunculannya
kelompok-kelompok
studi
yang
didirikan
oleh
mahasiswa di kampus maupun luar kampus. Perubahan ini dapat artikan
sebagai suatu adaptasi (disadari atau tidak oleh mahasiswa) terhadap
kebijakan normalisasi yang menekankan penalaran dan logika sebagai
esensi dari mahasiswa. Perubahan ini bagi Arbi Sanit diartikan sebagai
melemahnya peran politik mahasiswa.35
Praktis ketika diberlakukannya NKK-BKK ini, Hajriyanto hanya
konsisten berkiprah di IPM. Ia sempat didapuk menjadi Ketua IPM
Kabupaten Karanganyar. Pada Tahun 1985 Hajriyanto Menyelesaikan
Studinya di UGM kemudian menjadi Dosen di Universitas Diponogoro
35
Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral
dan Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 46-47.
35
Semarang dan diwaktu yang bersamaan ia berkiprah di IPM. Dalam
perjalanan hidupnya ia juga pernah menjadi ketua Majelis Pustaka
Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang. Dan karena ia
mempunyai intelektual yang tinggi, ia dipercaya menjadi ketua Majelis
Pustaka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah. Pada
tahun 1989 ia terpilih menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah Jawa
Tengah. Pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah tahun 1993, Hajriyanto
terpilih
menjadi
Ketua
umum
Pimpinan
Pusat
(PP)
Pemuda
Muhammadiyah sampai tahun 1998.36
Cita-citanya untuk menjadi aktifis Muhammadiyah akhirnya
terwujud. Pada 1993-1997 Hajriyanto terpilih menjadi Ketua Umum PP
Pemuda Muhammadiyah, menggantikan Din Syamsuddin pada muktamar
di Bandung (1993). Beberapa langkah lagi, ia bisa menembus kursi PP
Muahammadiyah. Terbukti, ketika Syafi’i Ma’arif menjadi ketua, ia
dipercaya menduduki posisi Wakil Sekjen PP Muhammadiyah. Pada tahun
2000-2005, ia kembali masuk jajaran PP Muhammadiyah sebagai Wakil
Sekjen.37
2. Masuk dalam Politik Praktis
Hajriyanto mengakui, bahwa dengan masuknya ia ke dalam politik
praktis merupakan historical accident (Kecelakaan sejarah) yang terjadi di
dalam hidupnya. Sebab sebagaimana di jelaskan di atas, bahwa cita36
37
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
36
citanya sejak kecil hanya ingin menjadi aktifis Muhammadiyah.
Kecintaannya terhadap Muhammadiyah di tegaskan oleh pernyataan
berikut:
“Muhammadiyah bukan organisasi politik, melainkan gerakan
kultural. Pimpinan Muhammadiyah sebaiknya tidak memiliki latar
belakang politik. Saya konsisten dengan pandangan tersebut.
Muahammadiyah harus jauh dari politik praktis. Kian jauh dari
politik, kian dihormati oleh masyarakat.”38
Akan tetapi seiring dengan perjalanan karirnya, pada tahun 1996
konsistensi Hajriyanto di Muhammadiyah perlahan mulai menyusut. Ia
mulai tertarik dengan dunia politik. Semua itu, bermula dari pernyataan
koleganya di Muhammadiyah bahwa harus ada kader Muhammadiyah
yang berkiprah di dunia politik.39 Pernyataan inilah yang kemudian
membuat Hajriyanto tergoda untuk terjun ke panggung politik. Akhirnya,
bersama Din Syamsuddin 40 dan Lukman Harun41, Hajriyanto masuk
38
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
40
Prof. Dr. KH. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, atau dikenal dengan Din
Syamsuddin, lahir di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958. Saat ini menjadi Ketua
Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-sekarang. Din Syamsuddin sempat
bersinggungan dengan dunia politik praktis dengan mengomandani Litbang Golkar. Din
Syamsuddin bagi Hajriyanto sudah seperti sahabat sekaligus saudara. Di Muhammadiyah
Hajriyanto sering berkerjasama dalam memajukan Muhammadiyah. Hajriyanto juga sering
berdialog dan bertukar pemikiran serta pandangan mengenai kepemudaan, organisasi dan
kemuhammadiyaan. Din Syamsuddin lah yang mengajak dan “merayu” Hajriyanto untuk masuk
ke dalam politik praktis. Bahwa kader-kader Muhammadiyah harus ada yang terlibat dan terjun
dalam politik. Sebab dengan begitu pemikiran-pemikiran kebangsaan dan kenegaraan yang ada di
Muhammadiyah bisa tersampaikan kepada masyarakat. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto
Yasin Thohari.
41
Lukman Harun lahir di Limapuluh Kota, Sumatera Barat, 6 Mei 1934. Ia menyelesaikan
pendidikan dasarnya di Limbanang dan Payakumbuh, Sumatera Barat. Ia pernah menjadi anggota
DPR GR/MPR GR. Di Muhammadiyah ia pernah menjabat sebagai Ketua Hubungan Luar
Negeri/Juru Bicara Muhammadiyah. Dalam pandangan Hajriyanto, pemikiran Lukman sangat
39
37
Golkar. Tahun 1997, resmi berkiprah di Golkar dan Muhammadiyah
ditinggalkan untuk sementara.
“Itulah historical accident dalam kehidupan saya. Kecelakaan
sejarah yang membawa saya masuk ke dalam dunia politik yang
tidak menjadi angan-angan saya sebelumnya.”42
Total berpolitik praktis, membuat karir politiknya juga cemerlang.
Inilah kiprah seorang pemuda Muhammadiyah di panggung politik. Ia
dipercaya menjadi Ketua Departemen Pemenangan Pemilu (DPP) Partai
Golkar periode 2004-2009 dan sebelumnya Ketua Departemen Litbang
pada tahun 1998-2004. Kemudian pada tahun 1997 Hajriyanto
melenggang ke Senayan sebagai wakil rakyat. Ketika reformasi 1998
bergulir, ia tetap konsisten di Golkar. Bahkan ketika Din Syamsuddin
mengajaknya
keluar
dari
Golkar
untuk
membesarkan
kembali
Muhammadiyah, Hajriyanto tak bergeming. 43
Meskipun demikian Hajriyanto tidak pernah mengubur dalamdalam keinginannya berkiprah di Muhammadiyah. Dunia politik sudah
menjadi pilihan hidupnya. Di lapangan politik Hajriyanto menjadi anggota
DPR RI Komisi VII pada tahun 1997-1999, Komisi I DPR RI tahun 19992004, sempat menjadi Wakil Ketua Komisi I tahun 2004-2009, Anggota
visioner dalam memajukan politik bangsa Indonesia. Karya dan jasanya sangat berpengaruh bagi
perpolitikan nasional saat itu. Terlebih, ia adalah seorang pakar politik, diplomat ulung, dan juga
memiliki kepedulian sosial. Lukman Harun bagi Hajriyanto sudah seperti seorang kakak, sahabat,
sekaligus guru, baik dalam berorganisasi maupun politik praktis. Bahkan ketika Hajriyanto
memutuskan untuk masuk dalam politik praktis, ia banyak di beri masukan dan informasi tentang
perpolitikan nasional ketika itu, terutama tentang sistem dan kultur politik dalam partai GOLKAR.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
42
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
43
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
38
Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP), Anggota Panitia Ad hoc II
Badan Pekerja MPR tahun 1999-2004, Wakil Sekretaris Fraksi GOLKAR
MPR RI tahun 1999-2004, Sekretaris FPG MPR RI tahun 2004-2009,
Ketua FPG tahun 2009-sekarang. Aktif pula dalam keanggotaan Pansus
yang merumuskan produk UU. Ia juga anggota delegasi parlemen ke
sejumlah negara.
Hajriyanto juga pernah menjadi Wakil Ketua MPR RI periode
2009-2014, yang bertempat di Gedung Nusantara 3 Lantai 9, Komplek
MPR/DPR, Senayan, Jakarta. Selain itu, Hajriyanto juga sempat dipercaya
menjadi anggota tim penulis pidato Harmoko44, Faisal Tanjung45 dan
Akbar Tanjung46. Begitulah karir organisasi dan politiknya yang selalu
cemerlang di manapun ia berkiprah.
3. Membangun Basis Sarana Komunikasi
Sebagaimana diungkapkan di atas tadi (masuk dalam politik
praktis), meskipun saat ini Hajriyanto lebih aktif di Golkar, akan tetapi
Hajriyanto tidak pernah mengubur dalam-dalam keinginannya berkiprah di
44
Harmoko –lahir di Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur, 7 Februari 1939– adalah politikus
Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia pada masa Orde Baru dan
Ketua MPR pada masa pemerintahan BJ Habibie. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan
Wartawan Indonesia, dan pernah menjadi Menteri Penerangan di bawah pemerintahan Soeharto.
45
Jenderal TNI (Purn) Feisal Edno Tanjung (lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera
Utara, 17 Juni 1939 – meninggal di Jakarta, 18 Februari 2013 pada umur 73 tahun). Ia merupakan
salah satu tokoh militer Indonesia. Feisal adalah alumni dari Akademi Militer Nasional angkatan
1961. Seorang perwira tempur, kariernya banyak dihabiskan di pasukan khusus; grup Sandi Yudha
RPKAD (sekarang Kopassus) dan kemudian Brigade 17 Kostrad. Nama “Edno” pada namanya
disesuaikan dengan urutan kelahirannya (E adalah huruf ke-5 alfabet). Ayahnya, seorang tokoh
Muhammadiyah, memberi nama anak-anaknya sesuai dengan urutan kelahiran masing-masing.
46
Akbar Tanjung (lahir di Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, 14 Agustus 1945;
umur 69 tahun), ia adalah seorang politikus Indonesia dan mantan Ketua DPR-RI 1999-2004.
39
Muhammadiyah. Hal ini dibuktikan oleh Hajriyanto dengan mendirikan
basis sarana komunikasi. Basis sarana komunikasi untuk saluran
berkomunikasi
Hajriyanto
kepada
seluruh
kader
dan
pemuda
Muhammadiyah.
Saat ini Hajriyanto sudah memiliki cafe tempat berdiskusi kaum
muda. Diskusi-diskusi yang dilakukan di cafe ini seputar kepemudaan,
kemuhammadiyaan dan politik. Pesertanya kebanyakan datang dari kaderkader muda Muhammadiyah. Jadwal diskusi yang dilakukan di cafe ini
satu minggu sekali, yaitu setiap akhir pekan. Sedangkan Hajriyanto sendiri
menjadi pembicara di cafe ini hanya sebulan sekali.47 Walaupun jadwal
diskusinya dilakukan setiap akhir pekan, cafe ini di luar jadwal itu tetap di
kunjungi dan gunakan sebagai tempat berdiskusi.48
Bahkan Cafe ini juga pernah dijadikan tempat untuk pelatihan,
seperti pelatihan kepemimpinan dan politik. Sebagaimana di sampaikan
oleh Muhammad Khoirul Muttaqien (Direktur LAZISMU):
“Bukan hanya yang berbentuk diskusi dan kajian, cafe ini juga
pernah beberapa kali di gunakan untuk pelatihan yang sifatnya
dasar maupun lanjutan. Seperti Latihan Dasar Kepemimpinan
(LDK), pelatihan politik, organisasi dan lain-lain.”49
Selain cafe, Hajriyanto juga membuat stasiun Radio H. Semua unit
usaha itu di bawah naungan The Hajriyanto Center. Menurut pengakuan
Hajriyanto, dana yang dihabiskan untuk mendirikan stasiun radio
47
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Andar Nubowo, Jakarta, 2 Juni 2013.
49
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Khoirul Muttaqien, Jakarta, 9 Juni 2013.
48
40
sebanyak 425 juta rupiah. Segmentasi yang ingin dituju oleh Hajriyanto
adalah anak-anak muda. Sedangkan wilayah siaran radio H ini sekitar
wilayah Karanganyar, Sragen dan Wonogiri. Sampai sekarang radio ini
masih hidup.50
Awalnya pendirian radio H ini digunakan oleh Hajriyanto untuk
kampanye pada 2009. Melalui radio H ini Hajriyanto menjelaskan visi
misi dan program kerjanya kepada masyarakat. Hajriyanto juga
menceritakan tentang sejarah perjalanan karirnya, proses-proses apa saja
yang sudah dilaluinya dan karya-karya apa saja yang sudah dibuat
olehnya.51
Sistem acara dikemas dengan metode pasif dan interaktif. Metode
pasif biasanya digunakan ketika menjelaskan sejarah perjalanan Hajriyanto
mulai dari awal berkarir sampai dengan sekarang. Siapa saja tokoh-tokoh
yang menjadi panutannya dan yang telah memberi pengaruh dalam
perjalanannya karirnya juga diceritakan dalam radio ini. Sedangkan
metode aktif digunakan ketika menjelaskan visi misi dan programprogram yang akan di jalankan oleh Hajriyanto. Setelah pemilu 2009
berakhir, radio ini di gunakan untuk diskusi-diskusi ringan tentang
kepemimpinan, organisasi, politik, budaya dan sejarah. Diskusi-diskusi ini
disampaikan dengan bahasa yang ringan, lugas dan mudah di pahami oleh
masyarakat pendengar.52
50
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
52
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
51
41
Strategi yang digunakan ini menurut Hajriyanto sudah memberikan
dampak yang cukup positif. Sebagai sebuah perbandingan, jika pada
pemilu 2009 dana yang dikeluarkan oleh Hajriyanto mencapai 1 miliar
rupiah. Maka pada pemilu 2014 dana kampanyenya hanya mencapai 575
juta rupiah. Sebab pada 2009 dana yang gunakan bukan hanya untuk
berkampanye saja, tetapi juga untuk pembuatan radio dan pembebasan
lahan. Sebagaimana disampaikan oleh Hajriyanto berikut ini:
“Dana yang dikeluarkan pada 2009 sangat besar! Kurang lebih
mencapai satu miliar. Dana ini saya pakai untuk pendirian radio H,
untuk beli tanahnya, juga untuk kampanye-kampanye program
saya. Nah pada 2014 dana yang saya gunakan agak berkurang,
kurang lebih 275 juta. Sebab pada 2009 yang lalu kan saya sudah
berkampnye. Jadi di 2014 ini saya hanya meneruskan kampanyekampanye yang dulu itu! Seperti meneruskan forum-forum yang
dibuat saat berkampanye kemarin (2014).”53
Hajriyanto menuturkan, pendirian basis sarana komunikasi ini di
tujukan untuk menghilangkan anggapan masyarakat, bahwa Hajriyanto
bukanlah seorang politikus instan. Hajriyanto ingin membentuk dan
membangun kesadaran masyarakat terutama anak-anak muda. Bahwa
untuk menjadi seorang politikus dibutuhkan proses yang panjang. Mulai
53
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
42
dari penguatan karakter diri, penguatan ilmu pengetahuan dan informasi
serta penguatan diri dibidang praktek (aksi dan pengalaman).54
D. Karya-Karya
1. Buku
a) Pasca Konversi Kini Konvensi, esei-esei Politik tentang Golkar,
Hajriyanto Y Thohari. Diterbitkan oleh Teplok Press,2003.
b) Beringin Membangun: Sejarah Politik Partai Golkar, Hajriyanto Y
Thohari, dkk. Diterbitkan oleh GRAFINDO, 2012.
c) Muhammadiyah dan Pergulatan Politik Islam Modernis.Diterbitkan
oleh Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, pada
Juni 2005.
d) Menunggu Roja, Menunggu Bersih: Esai-Esai Sosial, Politik dan
Kebudayaan. Diterbitkan oleh Indo Strategi, pada Juni 2014.
2. Artikel55
a) Tap MPR: Pandu di Belantara Korupsi, GATRA 25 November 2009.
b) Sistem Presidensial: Noblesse, Yes; Oblege, No!, GATRA 20Januari
2010.
c) Bodo Longa-Longo Koyo Kebo, GATRA 17 Februari 2010.
54
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Sebenarnya sudah banyak artikel, paper maupun makalah yang tulis oleh Hajriyanto,
akan tetapi disini penulis hanya mencantumkan tulisan yang berhasil penulis temukan di lapangan.
Sebab dari beberapa tulisan yang penulis dapatkan, ternyata juga sudah termuat atau masuk pada
buku-buku yang sudah dibuat oleh Hajriyanto. Selain itu juga karena terkendala sumber
dokumentasi (baik artikel, paper maupun makalah) di lapangan.
55
43
d) Anggota DPR dan Pemancing Ikan, GATRA 10Maret 2010.
e) Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban, GATRA 26Maret 2010.
f) Padang Pasir Menuju Padang Demokrasi, GATRA 2 Februari 2011.
g) Mlarat ning Ningrat, GATRA 28Maret 2011.
h) APBN “Beamstenstaat”?, GATRA 29Juni 2011.
i) SBY, ARB, dan Perpolitikan Indonesia 2012, GATRA 4 Januari 2012.
j) Jilbab Polwan, Sekulerisme, dan Pancasila, GATRA 4Desember 2013.
k) Indonesia Memilih, GATRA 7Mei 2014.
l) Pandu Politik, GATRA 4Juni 2014.
m) Belajar pada Administrasi Umar, GATRA 2 Juli 2014.
n) Embrio Dwipartai, GATRA 6 Agustus 2014.
o) Pertanggungjawaban, GATRA 3September 2014.
p) Pilkada Langsung, GATRA 1 Oktober 2014.
BAB IV
ANALISIS PERFORMA KOMUNIKATIF
HAJRIYANTO YASIN THOHARI DALAM IMPLEMENTASI
PENGELOLAAN JABATAN PUBLIK
A. Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam Implementasi
Pengelolaan Jabatan Publik di MPR RI
Berbicara
mengenai
performa
komunikatif
Hajriyanto
dalam
mengimplementasikan pengelolaan jabatan publik di MPR RI, tidak bisa kita
lepaskan padatugas dan kewenangan Hajriyanto sebagai anggota sekaligus
Wakli Ketua MPR RI. Sebab dariberbagai macam tugas dan kewenangan
inilah
kita
bisa
melihat
performa
komunikatif
Hajriyanto
dalam
mengimplementasikan pengelolaan jabatan publik di MPR RI.
Menurut Hajriyanto, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 diatur bahwa, kewenangan MPR dalam sistem
ketatanegaraan adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden; Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut Undang-Undang Dasar; dan memilih Presiden dan/atau
Wakil Presiden apabila salah satu atau keduanya berhalangan tetap.1
Dalam negara yang berasaskan kekeluargaan, para penyelenggara
negara wajib memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang
1
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari, Jakarta, 24 Mei 2013.
44
45
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Sementara itu, setiap warga negara
hendaknya lebih mengedepankan pemenuhan kewajibannya kepada negara
sebelum menuntut hak-haknya. Untuk dapat menjalankan kewajiban dan
memahami hak-haknya, setiap unsur pemangku kepentingan dalam kehidupan
kenegaraan harus menyadari pentingnya prinsip yang terkandung dalam
keempat pilar tersebut, berusaha mengembangkan pemahamannya, serta
memberdayakan kapasitas dan komitmennya dalam aktualisasi nilai-nilai
tersebut sesuai dengan bidang, profesi dan posisi masing-masing.
MPR sebagai penjelmaan semangat kekeluargaan negara Indonesia,
memiliki tanggung jawab untuk mengukuhkan pilar-pilar fundamental
kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan mandat konstitusional
yang diembannya. Dalam kaitan ini, MPR berusaha melaksanakan tugas-tugas
konstitusionalnya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dengan
senantiasa menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat, baik yang
disalurkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
maupun saluran-saluran publik lainnya.2
MPR juga harus mampu meningkatkan peran dan tanggung jawab
dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, mengembangkan
mekanisme checksand balances, meningkatkan kualitas, produktifitas, dan
kinerja Majelis agar sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara.3
2
3
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
46
Oleh karena itu, MPR sebagai lembaga yang mencerminkan
keterwakilan politik rakyat dan daerah, yang terdiri atas Anggota DPR dan
Anggota DPD, perlu melaksanakan peran strategis dalam perumusan arah
kebijakan
pembangunan
nasional
yang
terencana,
terukur
dan
berkesinambungan, sehingga penyelenggaraan pembangunan nasional dapat
lebih fokus dalam mewujudkan tujuan nasional menuju masa depan Indonesia
yang lebih baik, yang telah juga dirumuskan dalam Visi Indonesia Masa
Depan sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2001
dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Selain dalam rangka pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Dasar, peran MPR salah satunya tercermin dari pelaksanaan
tugas Pimpinan MPR sebagaimanaterdapat pada ketentuan Pasal 15 ayat (1)
huruf
e
Undang-Undang
Nomor
27
tahun
2009
tentang
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu mengoordinasikan
Anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Peran tersebut diwujudkan dengan komitmen Pimpinan MPR untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap nilai-nilai luhur bangsa
yang terdapat dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
47
Tunggal Ika yang dikenal dengan istilah Empat Pilar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara.4
Urgensi pemahaman Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
karena berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan yang terjadi di
Indonesia saat ini disebabkan abai dan lalai dalam pengimplementasian Empat
Pilar itu dalam kehidupan sehari-hari. Liberalisme ekonomi terjadi karena kita
mengabaikan sila-sila dalam Pancasila terutama sila Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab dan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Konflik
horizontal terjadi karena kita lalai pada Bhinneka Tunggal Ika.
Pemilihan nilai-nilai Empat Pilar tersebut tidak lain adalah untuk
mengingatkan kembali kepada seluruh komponen bangsa agar pelaksanaan
dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara terus dijalankan
dengan tetap mengacu kepada tujuan negara yang dicita-citakan, serta bersatupadu mengisi pembangunan, agar bangsa ini dapat lebih maju dan sejahtera.5
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dipandang sebagai
sesuatu yang harus dipahami oleh para penyelenggara negara bersama seluruh
masyarakat dan menjadi panduan dalam kehidupan berpolitik, menjalankan
pemerintahan, menegakkan hukum, mengatur perekonomian negara, interaksi
sosial kemasyarakatan, dan berbagai dimensi kehidupan bernegara dan
berbangsa lainnya. Dengan pengamalan prinsip Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara, diyakini bangsa Indonesia akan mampu
mewujudkan diri sebagai bangsa yang adil, makmur, sejahtera, dan
4
5
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
48
bermartabat. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara juga dapat
menjadi panduan yang efektif dan nyata, apabila semua pihak, segenap elemen
bangsa, para penyelenggara negara baik di pusat maupun di daerah dan
seluruh masyarakat konsisten mengamalkan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya.
Untuk memasyarakatkan prinsip Empat Pilar Kehidupan Berbangsa
dan
Bernegara,
Hajriyanto
bersama
pimpinan
dan
anggota
MPR
lainnyamelakukan kegiatan Sosialisasi kepada seluruh warga negara. Kegiatan
Sosialisasi dilakukan dalam rangka memberikan pemahaman yang utuh dan
menyeluruh kepada seluruh warga negara dan para penyelenggara negara
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Putusan MPR lainnya didukung oleh Presiden Republik Indonesia melalui
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2005 tanggal 15 April 2005 tentang
Dukungan Kelancaran Pelaksanaan Sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR.6
Hajriyanto berpendapat, bahwa pentingnya pemahaman pengetahuan
masyarakat tentang hasil perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun
selanjutnya,sebagai
1945
telah disadari
implementasi
oleh
pelaksanaan
Pimpinan MPR. 7
Dan
tugas
yang
sosialisasi
diamanatkan undang-undang, Pimpinan MPR yang diketuai oleh H. M. Taufik
Kiemas, Wakil Ketua Hj. Melani Leimena Suharli, Drs. Hajriyanto Y.
Thohari, M.A, Lukman Hakim Saifuddin dan DR. Ahmad Farhan Hamid, M.S
6
7
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
49
membentuk Tim Kerja Sosialisasi yang anggotanya berjumlah 35 orang,
terdiri atas unsur Fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota DPD di MPR.Para
anggota ini bertugas membantu Pimpinan MPR dalam melakukan sosialisasi
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.Selain itu,
untuk memenuhi sasaran tercapainya pemahaman konstitusi oleh seluruh
warga negara, MPR melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah dan
kelompok masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melakukan sosialisasi
putusan MPR.8
Semenjak menjadi anggota Pimpinan MPR RI, Hajriyanto ikut aktif
dalam melaksanakan program sosialisasi untuk kalangan eksekutif, legislatif,
dan yudikatif di tingkat pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota di seluruh Indonesia, serta kalangan organisasi masyarakat,
organisasi keagamaan, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, dan
kalangan pendidik yang mengajar Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah.9
Hajriyanto juga aktif melakukan rapat-rapat untuk menyelesaikan
Peraturan Tata Tertib MPR, dan itu diselenggarakan setidaknya seminggu
sekali. Selain itu, ayah empat anak ini juga memimpin pelaksanaan sosialisasi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI
Tahun 1945) terhadap seluruh anggota MPR RI yang terdiri dari 560 anggota
DPR dan 132 anggota DPD.
8
9
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
50
Hajriyanto juga sering memimpinpelaksanaan sosialisasi UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
1945) terhadap seluruh anggota MPR RI yang terdiri dari 560 anggota DPR
dan 132 anggota DPD. Dan dalam rangka memberikan pembelajaran dan
pendidikan politik, Hajriyanto melakukan kegiatan Training of Trainers
(TOT) Sosialisasi Putusan MPR di tingkat provinsi dan beberapa kementerian,
Cerdas Cermat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan Ketetapan MPR Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dan
seminar-seminar yang berkaitan dengan materi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR. Seminar ini dilakukan
untuk menghimpun dan mengetahui berbagai pandangan dan pendapat
masyarakat mengenai hal-hal terkait dengan penyelenggaraan negara
berdasarkan Undang-Undang Dasar.10
Keterkaitan
pembelajaran
dan
pendidikan
politik,
Hajriyanto
mengatakan:
“Nilai-nilai Pancasila harus dapat memberi perspektif dalam
bidang politik dan hukum dalam dimensi kehidupan demokrasi dan
ketatanegaraan. Sehingga keberagaman aspirasi politik dapat diletakan
dalam koridor norma hukum, bukan dengan tindakan anarkis yang
merugikan masyarakat.Jika bangsa ini mampu meletakkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan berdemokrasi dan ketatanegaraan, maka
bangsa ini dapat melakukan pembenahan dan penyempurnaan terhadap
10
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
51
sistem demokrasi dan sistem ketatanegaraan baik bidang eksekutif,
legislatif maupun yudikatif.Sosialisasi Empat Pilar sebagai salah satu
sarana pemahaman kembali Pancasila kepada seluruh rakyat yang
dijalankan MPR-RI, adalah salah satu bentuk upaya tersebut dan
mendapatkan respon positif dari berbagai daerah di seluruh Indonesia
dan efektif memperkokoh kedaulatan rakyat.”11
Beberapa
sosialisasi
Putusan
MPR
dilaksanakan
di
Kementerian/Instansi Pusat, antara lain Kementerian Agama, Kementerian
Pendidikan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Markas Besar Tentara
Nasional Indonesia, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Kementerian Komunikasi dan Informatika dan lembaga-lembaga pendidikan
yang ada di Kementerian/Instansi Pusat seperti Lembaga Ketahanan Nasional,
lembaga-lembaga pendidikan di bawah Kepolisian Negara Republik
Indonesia,para Taruna Akademi Militer dan Akademi Kepolisian, para Praja
Institut Pemerintahan Dalam Negeri; dan beberapa universitas di Indonesia;
serta kepada masyarakat Indonesia yang ada di luar negeri. Selain itu,
sosialisasi juga dilaksanakan melalui media massa.
Pemasyarakatan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
dilaksanakan dengan berbagai metode serta melalui praktek di lingkungan
instansi-instansi di setiap tingkatan pemerintahan, perusahaan negara dan
swasta, organisasi kemasyarakatan, partai politik, dan kelompok masyarakat
lainnya sehingga pemasyarakatan dapat menjadi gerakan nasional dari, oleh,
11
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
52
dan untuk setiap warga negara Indonesia. Menurut Hajriyanyo, tanpa gerakan
nasional pemasyarakatan dan pembudayaan Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara, eksistensi dan peranannya dari waktu ke waktu
akan memudar dan pada gilirannya akan mempengaruhi penyelenggaraan
negara.12
Lebih lanjut Hajriyanto mengatakan:
“Pemasyarakatan dan pembudayaan Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara tidak hanya dilakukan secara teoritik, tetapi
juga lebih penting secara praktik, baik oleh penyelenggara negara
maupun seluruh masyarakat Indonesia.”13
Selain aktif melakukan sosialisasi, Hajriyanto juga aktif melakukan
tugas-tugas protokoler pimpinan MPR. Berkaitan dengan tugas-tugas yang
sifatnya protokoler, Hajriyanto bersama pimpinan MPR lainnya menerima
kunjungan tamu-tamu negara seperti duta besar dan delegasi parlemen dari
negara-negara sahabat. Baik yang sifatnya konstitusional maupun hubungan
kerja sama yang membicarakan lebih subtantif tapi berkaitan dengan
konstitusi dan kerjasama antarparlemen.
Selain tentunya, menerima kunjungan para pemimpin lembaga tinggi
negara lain dan elemen-elemen masyarakat. “Orang mengira bahwa pimpinan
MPR itu banyak menganggurnya. Tapi setelah saya alami dua bulan ini
ternyata acara yang harus dilakukan sangat padat, baik yang sifatnya
12
13
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
53
pelaksanaan tugas pimpinan MPR maupun tugas-tugas yang sifatnya
protokoler.”14
Berdasarkan penjabaran di atas, jika dikaitkan dengan kajian teori yang
digunakan dalam penelitian ini. Performa komunikatif yang digunakan oleh
Hajriyanto dalam mengimplementasikan pengelolaan jabatan publik di MPR
RI, dapat dijabarkan dalam lima performa komunikatif. Lima performa
komunikatif tersebut sebagai berikut:
1. Performa Ritual Hajriyanto Yasin Thohari
Dalam kesehariannya, secara personal, Hajriyanto menjalankan
tugasnya sehari-hari dilatarbelakangi oleh interkasi sosial di organisasi dan
pendidikan agama yang selama hidupnya didapatkan di Muhammadiyah.
Tugas kesehariannya sebagai Pejabat Publik dilakukan penuh dengan
dedikasi dan intergitas. Hajriyanto, walau sebagai Wakil Ketua MPR RI
hampir tidak menyulitkan bagi siapapun yang ingin bertemu langsung
apalagi berdikusi tentang Sejarah dan Kebangsaan. Protokoler sebagai
Pejabat Publik, sebagai Wakil Ketua MPR RI hampir tidak ada. Seperti
pengawalan (patwal) yang berlebihan. Dalam kesehariannya, Hajriyanto
hanya ditemani oleh satu orang ajudan. Apalagi ketika Hajriyanto datang
ke Kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, seolah-olah Beliau bukan
sebagai Wakil Ketua MPR RI. Aktivitas di Muhammadiyah, sebagai
Ketua Lembaga Amal Zakat Infaq dan Sadaqah Muhammadiyah
14
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
54
(LAZISMU), Hajriyanto selalu mempimpin langsung rapat yang
diselenggarakan oleh LAZISMU.
Hajriyanto selalu hadir pada acara pengajian rutin bulanan yang
diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah, apalagi yang terkait dengan
Politik Kebangsaan. Hajriyanto juga selalu rutin mengundang Angkatan
Muda Muhammadiyah untuk berdiskusi tentang Politik Kebangsaan
Terkini dan isu-isu kontemporer. Dedikasi dan Loyalitas Hajriyanto
kepada Muhammadiyah, Organisasi yang telah membesarkannya tidak
perlu dipertanyakan lagi walau Beliau juga menjabat Wakil Ketua MPR
RI.15
Dari sini bisa dilihat, bahwa performa ritual seorang Hajriyanto
sudah dilakukan dengan cukup baik. Hajriyanto baik sebagai pribadi,
anggota masyarakat, anggota organisasi maupun sebagai seorang pejabat
publik, semua wewenang, tugas dan haknya dilakukan dengan dedikasi
dan intergitas yang tinggi.
2. Performa Hasrat Hajriyanto Yasin Thohari
Berdasarkan hasil testimoni, obrolan santai dan observasi langsung
tentang Hajriyanto, baik sebagai Pejabat Publik, tokoh Golkar maupun
sebagai Aktifis Muhammadiyah, banyak yang memberikan kesan positif
terhadap Hajriyanto.
15
Testimoni dari M. Khoirul Muttaqien, Direktur Lembaga Zakat Infak dan Shadaqoh
Muhammadiyah (LAZISMU).
55
Hajriyanto dikenal selain sebagai humoris dikala berkumpul
dengan koleganya maupun dengan juniornya di Muhammadiyah.
Hajriyanto juga sebagai aktifis politik yang masih menjaga tradisi
intelektualitasnya. Hal tersebut bisa dilihat dari karya-karya tulisannya
diberbagai media cetak. Hajriyanto sebagai sebuah antitesa pejabat publik
pada umumnya telah berhasil membuktikan bahwa menjadi politisi dan
pejabat Publik tidak perlu melupakan asal muasal dari mana dia berasal.
Hal tersebut yang membedakan Hajriyanto dengan tokoh pejabat publik
lainnya.
Hajriyanto di kalangan juniornya di Muhammadiyah dianggap
senior yang yang memiliki sosok politis cum cerdik cendikia, sebagaimana
diungkapkan oleh Ahmad Imam Mujadid Rais:
“Hajriyanto Yasin Thohari dalam amatan saya selama
berinteraksi merupakan sosok politisi cum cerdik cendekia. Tidak
banyak politisi yang memiliki keahlian membuat suatu analisa
mengenai suatu peristiwa – baik itu sosial, agama, budaya dan
politik – kemudian menuliskannya di tengah kesibukan. Mungkin
karena selalu mengikat suatu peristiwa ke dalam tulisan.
Ingatannya pun sangat kuat. Pernah ia, sebagai wakil ketua MPR,
memaksa dirinya tetap datang ke sebuah seminar dengan tanpa
bekal makalah. Ia hanya buat coret-coretan sedikit saat sudah di
depan forum. Selain itu, seringkali ia menulis sendiri makalah
untuk suatu seminar. Karena itu, ia sering begadang untuk menulis
56
makalah untuk seminar keesokan harinya.”16
Menurut pandangan anggota Lembaga Zakat Infak dan Shadaqoh
Muhammadiyah (LAZISMU), Hajriyanto merupakan figur yang religius,
humoris, politisi yang negarawan dan pribadi yang multi-talent.
Sebagaimana yang di tuturkan oleh M. Khoirul Muttaqien:
“Beliau figur yang religius, humoris tapi serius, santri yang
nasionalis, politisi yang negarawan, multi-talent, intelektual
moderat, cerdas, kritis, public speaker dan memiliki radius
pergaulan cukup luas.”17
Sedangkan dalam pandangan mantan staffnya di DPR, Hajriyanto
adalah seorang politikus dan negarawan yang cakap, berwawasan luas dan
memiliki integritas yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Makmun
Halim di bawah ini:
“Selama menjadi staffnya, saya banyak belajar dari keseharian
pak Hajriyanto. Baik sebagai individu maupun sebagai pejabat
publik. Di mata saya, beliau ini seorang politikus dan negarawan
yang cakap, berwawasan luas dan memiliki integritas yang baik.”18
3. Performa Sosial Hajriyanto Yasin Thohari
Hajriyanto dikenal sebagai tokoh yang santun dalam berpolitik
(berpolitik secara santun). Berpolitik secara santun disini adalah ketika
16
Testimoni dari Ahmad Imam Mujadid Rais, mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR, dan
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PPIPM).
17
Testimoni dari M. Khoirul Muttaqien.
18
Testimoni dari Makmun Halim, mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR.
57
menyampaikan pendapat atau kritik tidak disampaikan dengan bahasa atau
kata-kata kasar, menyerang pribadi, kelompok atau partai. Tidak
memanfaatkan kesempatan atau memancing di air keruh. Tidak “gebyah
uyah” seolah kesalahan seseorang berarti kesalahan seluruh institusi atau
partainya.
Walaupun sikap santun ini bagi sebagian orang dinilai sebagai
sikap bermain aman, namun bagi sebagian orang termasuk penulis, sikap
ini yang membedakan antara Hajriyanto dengan politisi Golkar lainnya.
Menanggapi tudingan bermain aman, Hajriyanto menjawabnya dengan
jawaban yang cukup menarik, yaitu: “Bukankah Politik itu adalah
seni…?”19
Bahkan mengenai performa sosial yang dilakukan oleh Hajriyanto
di atas, Grace Natalie mengomentarinya dengan istilah “politisi yang
santun, tenang dan punya substansi”. Sebagaimana yang pernah di
utarakan oleh Grace Natalie (Mantan Wartawan TV One dan CEO Saiful
Mujani Research & Consulting [SMRC]) berikut ini:
“Saya mengenal Hajriyanto ini ketika menjadi narasumber saat
menjadi jurnalis di TV One. Sosok beliau dalam pandangan saya
seorang politisi yang santun, senior, jauh dr kontroversi,
pembawaannya tenang. Bisa dikatakan salah satu politisi yang
punya substansi. Menurut saya, performa sosial yang dilakukan
oleh beliau sangat baik, dan kita (Indonesia) butuh sosok-sosok
19
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
58
yang seperti ini. Santun, tenang dan punya substansi!”20
Hajriyanto juga ramah terhadap siapa saja yang ingin bertamu dan
datang untuk mewawancarainya sebagai narasumber. Hal ini diungkapkan
oleh salah satu mantan staffnya, yaitu:
“Beliau tokoh yang ramah terhadap semua tamu yang ingin
bertemu dengannya. Mulai pejabat negara, wartawan dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM). Bahkan para mahasiswa yang ingin
bertemu dengannya, semua diterimanya dengan sangat baik.”21
Berkat performa sosialnya ini Hajriyanto menjadi tokoh yang
dihormati dan dikagumi. Terbukti setiap kali terjadi pergantian
kepempimpinan di Golkar, nama Hajriyanto selalu masuk ke dalam
struktur DPP. Puncaknya, Hajriyanto dipercaya oleh koleganya di Golkar
untuk dijadikan calon sebagai Wakil Ketua MPR RI periode 2009 - 2014.
Bukan itu saja, karakternya yang santun dan pembawaannya yang
tenang, menjadikan Hajriyanto sebagai salah satu tokoh publik yang sering
di undang diberbagai stasiun Televisi (TV) Nasional. Bahkan media online
sering meminta komentar Hajriyanto tentang fenomena politk yang sedang
terjadi.22
Berikut ini adalah salah satu komentar Hajriyanto yang pernah
dimuat salah satu media online:
“Fungsi partai politik untuk melakukan pendidikan politik
sangat lemah. Bahkan dalam mendidik para kadernya untuk
20
Wawancara Pribadi dengan Grace Natalie, Jakarta, 16 Juni 2013.
Testimoni dari Makmun Halim.
22
Testimoni dari Herry Sucipto, mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR.
21
59
menjadi tokoh-tokoh yang bersih itu sangat lemah. Parpol juga
belum dapat menindak tegas para kadernya yang melakukan
tindakan korupsi. Misalnya, dengan mencopot jabatannya.”23
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, menurut penulis, performa sosial
yang di lakukan oleh Hajriyanto sangat baik dan khas. Karakter politiknya
yang santun, pembawaannya yang tenang dengan disertai pengetahuan
yang baik dan pribadinya yang ramah, membuatnya dikagumi oleh kawan
maupun lawan politiknya. Karakter performa sosialnya inilah yang
kemudian membedakan antara Hajriyanto dengan politisi Golkar lainnya.
4. Performa Politis Hajriyanto Yasin Thohari
Gaya
kepemimpinan
Hajriyanto
walaupun
sama
dengan
kebanyakan pejabat publik lainnya, namun tetap memiliki gayanya sendiri.
Gaya kepemimpinan yang dipakai oleh Hajriyanto adalah gaya
kepemimpinan partisipatif.24 M. Khoirul Muttaqien dalam testimoninya
mengatakan:
“Tak ada yang meragukan kepiawaian dan kematangan beliau
sebagai seorang politisi. Bahkan beliau mampu menampilkan diri
sebagai politisi santri yang bersih, cerdas, intelek, nasionalis dan
sering memberi keberpihakan kepada daerah yang minim akses
23
Republika Online (ROL), “Pendidikan Politik Oleh Parpol Masih Lemah,” artikel
diakses
pada
17
August
2013
dari
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/08/15/mrk39z-pendidikan-politik-olehparpol-masih-lemah
24
Mengenai macam-macam gaya kepemimpinan bisa di lihat di Bab II, dalam bab tersebut
penulis sudah menjabarkan beberapa konsep gaya kepemimpinan.
60
pembangunan, khususnya wilayah timur Indonesia.”25
Berbeda dengan M. Khoirul Muttaqien, jika M. Khoirul Muttaqien
melihat Hajriyanto sebagai seorang politisi dan negarawan. Maka Ahmad
Imam Mujadid Rais melihat Hajriyanto sebagai kader Muhammadiyah,
Mujadid Rais mengatakan, bahwa:
“Kader-kader muda Muhammadiyah sering di undang untuk
datang ke tempat Hajriyanto. Hajriyanto ingin mengajak mereka
untuk berdiskusi dan bertukar pandangan dalam menyikapi
persoalan-persoalan yang sedang terjadi di Muhammadiyah.
Bahkan bukan tidak mungkin sikap dan kebijakan dalam setiap
forum didasarkan dari hasil-hasil diskusi yang dilakukan oleh
Hajriyanto di kediamannya.”26
Berdasarkan pernyataan di atas, bisa disimpulkan, jika Hajriyanto
selalu memotivasi anak-anak muda Muhammadiyah dengan cara
melibatkan mereka dalam aktvitas kesehariannya.
Hal yang sama juga di lakukan ketika di GOLKAR, Hajriyanto
sering mengajak rekan-rekannya sesama pimpinan dan anggota GOLKAR
untuk berdiskusi dan berdialog tentang perkembangan GOLKAR ke
depan. Bahkan kader-kader muda pun sering juga diajak untuk berdialog.
Seperti yang dikatakan oleh Hajriyanto:
“Gaya kepemimpinan yang partisipatif itu, harus bisa
meningkatkan keikutsertaan pihak-pihak yang terkait. Sebab
25
26
Testimoni dari M. Khoirul Muttaqien.
Testimoni dari Ahmad Imam Mujadid Rais.
61
dengan begitu, mereka merasa dibutuhkan dan dihargai. Caranya
gimana?! Ya, dengan dialog-dialog, diskusi-diskusi dan berkumpul
bersama dalam mencari solusi yang konstruktif.”27
Begitupun ketika di lingkungan DPR/MPR, Hajriyanto sering
mengajak para staffnya untuk berdiskusi dan memberikan pandangannya
tentang perkembangan politik yang terjadi di DPR/MPR. Sebagaimana
yang dikatakan berikut ini:
“Ketika agak senggang beliau sering mengajak kita (para staff)
untuk berdiskusi dan berbincang-bincang mengenai perpolitikan
yang sedang terjadi di dalam DPR/MPR.”28
Bukan hanya di lingkungan para staff, di lingkungan antar
pimpinan dan anggota DPR/MPR pun Hajriyanto sering mengajak rekanrekannya untuk selalu terlibat dan berperan aktif di dalam merumuskan
setiap kebijakan. Terutama kebijakan-kebijakan yang berhubungan
langsung dengan kepentingan masyarakat luas. Seperti soal sosialisasi
empat pilar bangsa, penanganan korupsi dan lain-lain.29 Hal ini yang
membedakan
Hajriyanto
dengan
Pimpinan
MPR
lainnya
dalam
menjalankan aktifitas kesehariannya dan juga sebagai Wakil Ketua MPR
RI.
27
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Testimoni dari Ahmad Fuad Fanani, salah satu mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR.
29
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
28
62
5. Performa Enkulturasi Hajriyanto Yasin Thohari
Tentu dari keempat perfoma komunikatif sebelumnya, yaitu
performa ritual, performa hasrat, performa sosial dan performa politis
berdampak pada performa enkulturasi Hajriyanto. Pada performa
enkulturasi ini akan mengungkapkan seberapa penting peran organisasi
yang dijalaninya terhadap perjalanan kariernya, dalam hal ini adalah
organisasi Muhammadiyah.
Tak seorang pun bisa melepaskan diri dari lingkungan di mana dia
hidup, dari fakta keterkaitannya dengan seperangkat keyakinan, gagasan,
posisi sosial, atau dari kegiatan menjadi anggota masyarakat. 30 Aturan
universal ini juga berlaku pada Hajriyanto. Hajriyanto lahir di antara dua
kultur
yang
berbeda,
yaitu
tradisi
Jawa
dan
tradisi
Islam
Muhammadiyah.31
Dari tradisi Jawa ia dididik dan diajarkan hidup sederhana, tidak
neko-neko dan tidak mengada-ada. Dalam bahasa Hajriyanto sebagai
seorang desa yang lugu dan polos. Sedangkan dari tradisi Islam
Muhammadiyah, Hajriyanto dididik dan diajarkan tentang nilai-nilai
kejujuran, keikhlasan, selalu ikhlas dalam berjuang, selalu ikhlas untuk
menolong sesama, selalu bersemangat untuk mencari ilmu pengetahuan
dan mendirikan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan.32
30
Ahmad Najib Burhani, Muhammadiyah Jawa. Penerjemah Izza Rohman Nahrowi
(Jakarta: Al-Wasat Publishing House, 2010), h. 77.
31
Hajriyanto dari garis ibu mendapatkan tradisi budaya Jawa, sebab ibunya adalah anak
dari seorang kepala desa kuno yang penuh dengan tradisi Jawa. Sedangkan tradisi Islam
Muhammadiyah di dapatkan dari ayahnya. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
32
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
63
Dan dari Muhammadiyah juga Hajriyanto belajar tentang politik,
berbangsa dan bernegara. Ketika berpolitik, berbangsa dan bernegara,
Hajriyanto banyak mengikuti khittah (garis) perjuangan Muhammadiyah.
Dalam khittah di jelaskan, Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam
kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran
Islam dan urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu
dimotivasi, dijiwai dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral
yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari
seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk
tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.33
Dan Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang
aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan
politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab
(al-amanah), akhlak mulia (al-akhlak al-karimah), keteladanan (al-uswah
al-hasanah), dan perdamaian (al-islah). Aktifitas politik tersebut harus
sejalan dengan upaya memperjuangkan misi persyarikatan dalam
melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar.34
Bertemunya tradisi Jawa dan tradisi Islam Muhammadiyah, belum
lagi ditambah dengan ajaran-ajaran kemuhammadiyaan yang di dapat
ketika aktif di organisasi Muhammadiyah. Semuanya kelak membentuk
karakter seorang Hajriyanto dalam beraktifitas. Sejak dari kecil, sekolah,
33
Hajriyanto Yasin Thohari, Muhammadiyah dan Pergulatan Politik Islam Modernis
(Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban [PSAP] Muhammadiyah, 2005), h. 255.
34
Ibid., h. 257.
64
di Muhammadiyah, ketika menjadi anggota DPR, bahkan sampai ketika
menjadi wakil ketua MPR RI.
Pengaruh ajaran Muhammadiyah dan pengalaman berorganisasi di
Muhammadiyah, pada akhirnya membentuk sebuah pemahaman tentang
etos kerja dan pemaknaan dedikasi serta integritas yang baik. Pemahaman
tersebut kemudian diejahwantahkan dalam kehidupan dan tugasnya seharihari. Hajriyanto sebagai pribadi, mampu mencitrakan dirinya sebagai
pribadi yang santun, ramah, pintar, tenang dan punya substansi.
Sedangkan sebagai anggota masyarakat, anggota organisasi
maupun sebagai seorang pejabat publik. Hajriyanto berhasil mencitrakan
dirinya menjadi tokoh yang berwawasan luas, dan memiliki dedikasi serta
berintegritas tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya mejalankan
semua hak, tugas dan wewenangan yang diamanatkan kepada dirinya.
dilakukan dengan dedikasi dan intergitas yang tinggi. Hajriyanto juga telah
berhasil
menghadirkan
karakter
kepemimpinannya,
yaitu
gaya
kepemimpinan yang partisipatif.
Keberhasilan Hajriyanto dalam mendorong karyawan, kolega dan
juniornya, baik dilingkungan MPR, Golkar maupun Muhammadiyah untuk
berkarya dan beraktivitas di masing-masing level dan bidang, sesuai
dengan kapasitas yang dimilikinya. Serta keberhasilannya dalam menjadi
anggota pimpinan MPR RI, sebagai Ketua DPP Golkar dan sebagai Ketua
LAZISMU,
merupakan
Muhammadiyah.
bukti
kongkrit
akan
pengaruh
ajaran
65
Oleh sebab itu, menurut analisis penulis, keberhasilan dari
performa enkulturasi Hajriyanto adalah karena adanya proses penyerapan
dan pembelajaran yang terus menerus sepanjang hidupnya dari Organisasi
Muhammadiyah. Budaya berpolitik, berbangsa dan bernegara yang ada di
Muhammadiyah mampu di yang diserap dan dipelajari oleh Hajriyanto.
B. Strategi
Hajriyanto
Yasin
Thohari
dalam
Mengelola
Performa
Komunikatif di MPR RI
1. Membangun Institusi Adil Melawan Korupsi
Korupsi di Indonesia sudah menjadi kejahatan struktural yang
begitu mengakar. Telah mengakarnya korupsi sampai membentuk struktur
kejahatan. Bahkan korupsi sudah menjadi tindakan praktis yang tidak
menumbuhkan rasa bersalah. Maka setiap orang yang masuk ke struktur
kekuasaan cenderung korupsi.35
Kebiasaan
korupsi
menular
sehingga
mempengaruhi
dan
membentuk lingkungannya. Jaringan korupsi terbentuk mengikuti pola
sistem isolasi sesuai dengan model pembagian kerja. Maka koordinasinya
efekif dan kerahasiaan terjaga. Lordon dalam Haryatmoko berpendapat:
“Kategori yang dianggap paling merugikan pelayanan publik
ialah korupsi. Korupsi dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan
kepercayaan dan kekuasaan jabatan publik untuk kepentingan
pribadi,
35
keluarga,
teman,
kelompok
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
atau
partai
politik.
66
Penyalahgunaan tidak hanya didefinisikan dari sudut pandang
hukum, tetapi juga harus diperhitungkan pemaknaan sosial dan
standar
budaya,
artinya
korupsi
menggerogoti
nilai-nilai
kepemimpinan, kewarganegaraan, representasi, deliberasi, dan
akuntabilitas.”36
Oleh sebab itu menurut Hajriyanto strateginya adalah dengan
memutus mata rantai. Sehingga setiap investigasi akan menemui jalan
buntu. Sebab saat ini korupsi sudah menyentuh sendi-sendi kekuasaan
sampai pada sistem peradilan, aparat penegak hukum, dan MPR/DPR.
Negara yang secara institusional sarat korupsi mengondisikan munculnya
bentuk-bentuk kriminalitas lain, muncul peradilan jalanan,tumbuhnya
kelompok paramiliter yang mengandalkan kekerasan dengan basis agama
atau etnisitas.37
Untuk memutus mata rantai korupsi, Hajriyanto bersama dengan
anggota pimpinan MPR lainnya melakukan pendidikan atau pelatihan
personalia dan refleksi organisasi di lingkungan anggota MPR. Pendidikan
ini dilakukan untuk mendorong nilai-nilai dan etika publik. Etika publik
dalam pandangan Hajriyanto tidak hanya berhenti dibahas dalam kerangka
disiplin organisasi, tetapi harus sampai menjangkau aspek juridis,
disipliner dan pertanggungjawaban publik. Ketiga aspek ini merupakan
36
Haryatmoko, Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2011), cet. I, h. 27.
37
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
67
pilar akuntabilitas yang memungkinkan tumbuhnya integritas publik dan
menjauhkan dari hal-hal yang melemahkan integritas.38
Sebab menurut Hajriyanto, kejahatan korupsi biasanya ditanamkan
melalui proses peniruan. Tahu bahwa dengan memperlambat prosedur
akan mendapat keuntungan, lalu mempersulitnya agar diberi gratifikasi
sebagai jasa memperlancar proses yang dimanipulasinya. Bila ada upaya
untuk melawan atau bersikap jujur, lingkungan akan memberi sanksi.
Akhirnya, kepatuhan tanpa tekanan akan mengikuti karena menyesuaikan
diri berarti menjanjikan keuntungan materi. Korupsi mengomunikasikan
praktik pelaksanaan kekuasaan, seperti: cara membuat laporan, cara
berinteraksi dengan atasan atau dengan instansi lain, cara kontrak, cara
membuat anggaran, cara mendapat jabatan, cara penempatan anak buah,
cara perekrutan karyawan serta syarat urusan bisa beres.39
Lebih lanjut Hajriyanto mengungkapkan:
“Modalitas ini sulit dibongkar! Karena ya, itu! Cukup
tersembunyi dan sengaja dibuat untuk tidak meninggalkan jejak.
Seperti tidak ada kuitansi dan menghindari transaksi lewat bank.
Namun bisa dirasakan bahwa ada yang tidak beres. Di balik
praktik korupsi itu, tersembunyi kode rahasia. Kerahasiaan ini
hanya akan tersingkap bila terjadi krisis hubungan di antara yang
terlibat. Lalu baru akan muncul tuduhan atau laporan. Apa yang
dipertaruhkan dalam perilaku buruk korupsi ialah pembentukan
38
39
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
68
mental bangsa! Ya, mental menerabas, egoisme, tak peduli
kesejahteraan bersama, tak peka terhadap ketidakadilanserta
redupnya solidaritas. Memang, kebiasaan buruk itu berkaitan
dengan
cara
pandang,
sistem
pengorganisasian,
interaksi
kekuasaan dan norma yang berlaku. Akibatnya, koruptor tidak
merasa bersalah!”40
Itu sebabnya Hajriyanto berkeyakinan, pelatihan dan refleksi
tentang bagaimana mengintegrasikan etika di dalam pelayanan publik
sangat diperlukan. Karena kategori yang dianggap paling merugikan
pelayanan publik ialah korupsi. Korupsi dianggap sebagai bentuk
penyalahgunaan kepercayaan dan kekuasaan jabatan publik untuk
kepentingan pribadi, keluarga, teman, kelompok atau partai politik.
Penyalahgunaan tidak hanya didefinisikan dari sudut pandang hukum,
tetapi juga harus diperhitungkan pemaknaan sosial dan standar budaya,
artinya korupsi menggerogoti nilai-nilai kepemimpinan, kewarganegaraan,
representasi, deliberasi dan akuntabilitas.41
2. Memberdayakan Masyarakat Madani (Civil Society) untuk Integritas
Publik
Bila pemerintah memonopoli pelayanan publik, meski dewasa ini
bisa dikontrakkan (outsourcing). Namun ada kecenderungan lemah dalam
akuntabilitas dan kurang responsif terhadap keluhan dan tuntutan publik.
40
41
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
69
Tiadanya pesaing membuat pemerintah lamban untuk perbaikan dan
bahkan
mengabaikan
akuntabilitas.
Mekanisme
audit
terhadap
pembelanjaan pemerintah dalam pelayanan publik dan pengawasan DPR
tidak sampai pada memeriksa apakah prosedur-prosedur yang baku dan
norma-norma etika pelayanan publik sudah dijalankan. Pemeriksaan tidak
sampai pada apakah penggunaan uang bisa dipertanggungjawabkan dan
untuk apa. Kesulitannya terletak dalam mengukur hasil dan memonitor
aktivitas di lapangan. Luasnya lingkup pelayanan publik dan tiadanya
informasi yang memadai membuat wakil rakyat tidak berdaya menghadapi
buruknya pelayanan publik. Maka untuk mengatasi masalah itu diperlukan
partisipasi langsung masyarakat dengan pemberdayaan masyarakat madani
(civil society) secara berkesinambungan.
Untuk menyikapi persoalan tersebut Hajriyanto bersama pimpinan
MPR lainnya melakukan kegiatan dan pelatihan tentang civil society dan
Tata laksana pemerintahan yang baik (good governance), tujuannya adalah
untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman tentang pencegahan
konflik kepentingan antar golongan dan bagaimana praktik serta
penerapannya di dalam lingkungan (baik pekerjaan, pemerintahan dan
masyarakat umum). Dalam melakukan kegiatan dan pelatihan ini, MPR
sering mengajak organisasi-organisasi yang peduli pada good governance.
Sebagaimana yang ungkapkan oleh Hajriyanto:
“Untuk menyikapi permasalahan civil society Kita (MPR)
mengajak organisasi-organisasi yang peduli pada good governance
70
untuk memberikan penjelasan dan pelatihan tentang pemahaman
dan
perkembangan
aturan-aturan
untuk
mencegah
konflik
kepentingan dan bagaimana praktiknya serta penerapannya di
dalam lingkungan, baik itu dilingkungan pekerjaan, pemerintahan
dan masyarakat umum. Dalam hal ini kita belajar dari model
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hongkong, Independent
Commission Against Corrupation (ICAC). Kita mulai dengan
program pelibatan masyarakat melalui jaringan cabang di daerahdaerah, mengajak masyarakat mendiskusikan masalah korupsi
(sebab, mekanisme, jaringan, akibat, korban, kerugian) dalam
pelatihan, seminar, workshop, dan kegiatan daerah lainnya. Target
kita dalam jangka waktu satu tahun, lebih dari setengah juta warga
negara menyadari pentingnya pemberantasan korupsi. Sehingga
nantinya terbentuk berbagai jaringan yang mendasarkan ikatannya
pada kepercayaan dan visi masyarakat yang bersih. Jaringan ini
terdiri dari organisasi lokal, asosiasi profesionai, kelompok
perdagangan, dan orang bisnis. Anggota jaringan tersebut menjadi
sumber informasi bagi KPK. Ribuan anggotanya bersedia menjadi
relawan bagi KPK, bahkan kelompok- kelompok profesionai ikut
membentuk jaringan penecegahan korupsi. Di setiap daerah,
jaringan dengan masyarakat ini diorganisir oleh komisi penasehat
yang ditunjuk dari pemimpin kelompok oleh Ketua Pelaksana
KPK. Komisi Independen juga dibentuk untuk mengawal dan
71
mengawasi investigasi terhadap laporan-leporan korupsi. Setiap
tahun ketiga komisi itu mengadakan konferensi pers dan
menerbitkan laporan tahunan mereka yang bisa diakses dan
diperiksa oleh publik.”42
Lebih lanjut Hajriyanto menyatakan:
“Pengembangan budaya organisasi semacam itu juga bisa
dibuat di setiap lembaga dengan melibatkan karyawan, wakil
mereka, serta pihak-pihak yang terkait untuk ikut merevisi
kebijakan menghadapi konflik kepentingan. Salah satu bentuk
pelibatan ialah mengonsultasikan ke pihak-pihak tersebut,
tindakan-tindakan
peneegahan
dari
aspek
praktisnya
agar
terbangun pemahaman bersama. Harus dibangun mekanisme untuk
menopang para manajer dalam merevisi dan meningkatkan
keterampilan mengidentifikasi serta mencari pemecahan konflik
kepentingan dalam keseharian tugas mereka, Maka pelatihan etika
secara berkala atau dalam setiap kenaikan jenjang merupakan
kesempatan untuk menyosialisasikan budaya etika mencegah
konflik kepentingan.”43
Apa yang dikatakan oleh Hajriyanto ini sejalan dengan pandangan
Haryatmoko, yaitu:
“Pemberdayaan civil society dalam rangka menghadapi
masalah konflik kepentingan harus ditularkan juga kepada pihak
42
43
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
72
lain (perusahaan) yang menjadi mitra kerja sama dan bila mereka
tidak menaati bisa diberi sanksi pencabutan atau penundaan
kontrak, dimasukkan dalam daftar hitam atau dipublikasikan
sebagai yang melanggar etika publik, atau kalau perlu dibawa ke
pengadilan kalau sudah dianggap membantu atau melakukan
korupsi. Maka dalam proses penjajakan harus sudah diberitahukan
ke perusahaan rekanan adanya bahaya konflik kepentingan yang
bisa muncul sehingga mereka dapat menangani secara bersama
dengan tegas. Perlu dijamin bahwa mitra kerja sama dan sektor
bisnis mengetahui tuntutan dalam hal informasi konfidensial yang
berasal dari dalam tidak untuk konsumsi publik dan harus
dilindungi. Bilatidak, akan dituntut. Selain itu, semua langkah
prosedur pengambilan keputusan harus boleh diaudit demi
integritas publik dan legitimasi.”44
Berdasarkan analisis penulis, karena masyarakat yang secara
langsung merasakan akibat dari pelayanan publik sering menghadapi
kesulitan dalam pemberdayaan kolektif untuk menuntut akuntabilitas
pejabat publik. Akuntabilitas akan semakin lemah bila temyata hukum
yang berlaku tidak mendasarkan pada standar dan norma etika pelayanan
publik, karena selain pejabat publik mengabaikan, mitra lain juga tidak
peduli.
44
Haryatmoko, Etika Publik, h. 100-101.
73
Oleh sebab itu upaya-upaya untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat perlu di kembangkan. Salah satunya seperti strategi yang
sudah di lekukan oleh Hajriyanto bersama anggota MPR lainnya. Karena
dengan adanya partisipasi masyarakat luas dapat mendorong akuntabilitas
pejabat publik.
3. Mengintegrasikan Nilai-Nilai Etika Ke Dalam Manajemen Organisasi
Keterampilan komunikasi pemimpin sangat menentukan dalam
menciptakan hubungan antarpribadi yang produktif dan keikutsertaan
dalam kerja sama untuk tujuan etis bersama, termasuk dalam meyakinkan
perlunya perubahan. Dalam kasus seperti ini, diuji kemampuan
membangun
konsensus
moral,
kemampuan
mendengarkan
dan
mengomunikasikan kepentingan,dukungan dan empati terhadap semua
pihak
yang terlibat
dalam
perubahan,
termasuk
mendidik
atau
menyadarkan akan dimensi-dimensi etika yang dipertaruhkan. Bisa saja
sebagai pemimpin, ia memaksakan program perubahannya, tapi itu justru
bertentangan dengan tujuan budaya etika yang dimaksudkan untuk
memberi legitimasi kebijakan publik.
Hajriyanto menyadari betul tentang hal tersebut, menurut
Hajriyanto kebutuhan legitimasi mengajak untuk memperhitungkan
perubahan interaksi sosial yang terkait dengan moralitas. Dalam setiap
tindakan dibutuhkan dasar pembenarannya atau legitimasinya. Modalitas
legitimasi tindakan atau kebijakan publik diperoleh dengan mengacu pada
74
norma, hukum, aturan, kebiasaan, atau agama. Dengan mengacu ke norma
akan diperoleh persetujuan dari sebanyak mungkin anggota. Perubahan
yang mendorong terciptanya budaya etika dalam instansi atau organisasi
menuntut agar dasar pembenaran kebijakan publik mengacu ke standar
etis. Berdasarkan pengalaman Hajriyanto selama menjadi pejabat publik,
standar etika publik ini paling tidak harus memiliki tiga dimensi, yaitu:
“Dimensi tujuan adalah pelayanan publik yang berkualitas dan
relevan, dimensi sarana meliputi akuntabilitas, transparansi, dan
netralitas, serta dimensi aksi menuntut kualitas pelaku, yaitu
integritas pejabat publik.”45
Hajriyanto juga menyadari, bahwa memang tidak mudah untuk
menciptakan budaya etika dalam lembaga negara seperti MPR/DPR. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal. Sebagaimana diungkapkan oleh
Hajriyanto:
“Kuatnya konflik kepentingan, peran partai-partai politik dan
pertarungan kekuasaan. Kode etik sangat penting, tetapi orang
pasti akan bertanya, bukankah sudah banyak organisasi pemerintah
atau swasta yang mengadopsi kode etik, tetapi tidak mengurangi
perilaku korup?”46
Oleh sebab itu, Hajriyanto bersama pimpinan MPR melakukan
beberapa strategi yang terbagi menjadi 2 bagian, pada bagian pertama
membangun infrastruktur, yaitu:
45
46
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
75
“Pertama, dalam menyusun kode etik harus mengikutsertakan
anggota-anggota yang cukup representatif sehingga ada partisipasi
dan memungkinkan membentuk khazanah istilah atau konsep yang
sama. Nah, dengan demikian akan meningkatkan rasa memiliki
dan komitmen pada aturan yang dibuat. Kedua, memasukkan
komisi etika agar berperan dalam pengambilan keputusan untuk
mengangkat masalah etika dalam setiap pertemuan staff dengan
selalu merumuskan dampak etikanya sebelum setiap keputusan
penting diambil. Ketiga, disediakan konsultasi etika dan dibangun
saluran pelaporan untuk membantu membahas masalah-masalah
etika, menetapkan prosedur menyalurkan keluhan, ketidakpuasan
atau protes, mekanisme whistle-blowing (hotlines, komunikasi
kondensial), sistem perlindungan bagi pelapor untuk mencegah
balas dendam dan ombudsman.”47
Pada
bagian kedua
lalu
membangun sistem
yang dapat
meningkatkan kapasitas Manajemen dan SDM secara terus-menerus:
“Keempat, manajemen personalia disesuaikan dengan tuntutan
etika publik, termasuk merevisi cara perekrutan calon anggota
legislatif, pendidikan dan pelatihan etika publik secara berkala.
Proses evaluasi kinerja diarahkan ke identifikasi dimensi-dimensi
etikanya. Kelima, audit etika secara berkala meliputi: melihat
kembali
47
dokumen-dokumen,
menilai
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
kerentanan
masalah,
76
wawancara dan survei karyawan dan evaluasi terhadap sistem yang
ada. Keenam, meningkatkan sosialisasi kesadaran etis dengan
memasang kode etik di setiap tempat berkumpul, mencetak dan
memuat secara tematik kode etik yang sedang aktual di media
internal.”48
Keenam strategi budaya etika ini untuk mendorong partisipasi,
menerjemahkan nilai-nilai etika dalam kegiatan organisasi secara nyata,
menyediakan
prosedur
untuk
menafsirkannya
dan
menjamin
pemberlakuan nilai-nilai etika secara efektif.
“Akuntabilitas wakil rakyat bukan sekadar lip-service. Tetapi
bisa menjadi kenyataan! Itu sebabnya model manajemen
partisipatif dan peduli etika publik seperti itu dibutuhkan
kepemimpinan yang kuat. Sekaligus bisa memberi teladan. Bila
budaya etika bisa berkembang dalam lembaga negara seperti
MPR/DPR, akan lebih mudah mengembangkan ke lembaga negara
lain. Seperti organisasi pemerintah, swasta, organisasi nirlaba dan
organisasi keagamaan. Lalu politik akan semakin bisa diramalkan.
Warga negara semakin peduli membangun institusi-institusi sosial
agar lebih adil. Pejabat publik dan politisi semakin bertanggung
jawab untuk mengupayakan pelayanan publik yang lebih
berkualitas.”49
48
49
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
77
Strategi budaya etika ini juga diarahkan untuk membentuk sistem
yang dapat membantu mengorganisir tanggungjawab. Sehingga terbangun
integritas
publik
yang
akuntabel
dan
transparan.
Sebab
pertanggungjawaban yang dirumuskan dalam aturan yang dilarang atau
diperbolehkan selalu dibutuhkan dalam membangun kesadaran moral para
pejabat publik. Pengejawantahan strategi budaya etika menurut Hajriyanto,
juga sama halnya seperti menegakkan kebenaran dan mentransformasikan
nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh agama
yang di anutnya.
“Dalam melaksanakan semuanya itu, kita bertujuan untuk
menegakkan kebenaran. Untuk mentransformasikan nilai-nilai
kebenaran dan nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh agama
yang saya anut, yaitu agama Islam. Agar kemudian menjadi dan
mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik. Sehingga kebijakankebijakan publik yang terdapat di dalam UU itu merupakan
pengejahwantahan
dari
nilai-nilai
kebaikan
dan
kebajikan
universal yang dikandung di dalam ajaran agama yang saya anut
atau ajaran Islam. Setidak-tidaknya kebijakan publik tersebut tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Islam.”50
Oleh sebab itu, menurut Hajriyanto, dalam berorganisasi perlu
dikembangkan beberapa sikap, yaitu: mengembangkan sikap toleransi,
diskusi terbuka dan manajemen partisipatoris untuk mendukung dan
50
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
78
menjamin kontrak sosial. Setiap perilaku atau tindakan ditetapkan melalui
analisa kritis dan konsensus. Untuk itu dibutuhkan pelatihan etika publik
yang berkelanjutan, diskresi yang terbatas, sistem pengawasan yang ketat,
dan sanksi yang jelas dan tegas.51
Berdasarkan
pejabaran
tersebut,
menurut
analisis
penulis,
pengintegrasian nilai-nilai etika ke dalam organisasi harus di mulai dari
pemimpin itu sendiri. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus memiliki
kecakapan berkomunikasi yang baik, santun, tegas dan netral. Setelah itu
membentuk budaya etika berorganisasi yang dapat mengorganisir rasa
tanggung jawab. Dan yang paling penting, sistem budaya etika ini harus
bisa menarik partisipasi masyarakat secara luas. Dengan begitu usaha
untuk mentransformasikan nilai-nilai etika dan kebaikan yang terkandung
di dalam ajaran agama dapat dilakukan.
51
Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang “Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin
Thohari
dalam
Implementasi
Pengelolaan Jabatan
Publik.”
Penulis
mempunyai kesimpulan sebagai berikut:
1. Performa komunikatif Hajriyanto dalam implementasi pengelolaan jabatan
publik di MPR RI.
a. Aktif melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai anggota
sekaligus Wakli Ketua MPR RI.
b. Aktif memasyarakatkan nilai-nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal
Ika).
c. Aktif melakukan tugas-tugas protokoler pimpinan MPR, seperti
menerima kunjungan tamu-tamu negara (Duta Besar dan Delegasi
Parlemen dari negara-negara sahabat).
Jika implementasi pengelolaan jabatan publik ini dikaitkan dengan
kajian teori dalam penelitian ini, maka bisa dilihat dengan pendekatan
lima performa komunikatif, yaitu:
a. Performa Ritual. Pada performa ini, Hajriyanto dalam menjalankan
tugasnya sehari-hari, banyak dipengaruhi oleh pendidikan agama yang
ada
di
Muhammadiyah
dan
pengalaman
berorganisasi
di
Muhammadiyah. Oleh sebab itu, semua wewenang, tugas dan haknya
79
80
sebagai pejabat publik dilakukan dengan dedikasi dan intergitas yang
tinggi.
b. Performa Hasrat. Berkat dedikasi dan integritasnya yang tinggi,
Hajriyanto dihadapan para koleganya, baik di Muhammadiyah,
GOLKAR, maupun di MPR, dianggap sebagai pribadi dan tokoh yang
baik dan positif.
c. Performa Sosial. Performa sosial yang di lakukan oleh Hajriyanto
sangat baik dan khas, yaitu dengan cara yang santun, ramah, tenang
dan berwawasan luas.
d. Performa Politis. Sebagai seorang politisi gaya kepemimpinan yang
dipakai oleh Hajriyanto adalah kepemimpinan partisipatif.
e. Performa Enkulturasi. Performa enkulturasi Hajriyanto ini merupakan
hasil dari proses penyerapan dan pembelajaran budaya berpolitik,
berbangsa dan bernegara dari Organisasi Muhammadiyah. Hasil dari
proses itu kemudian di ejahwantahkan dalam kehidupan dan tugasnya
sehari-hari.
2. Strategi Hajriyanto dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI.
a. Membangun institusi adil melawan korupsi. Strategi ini dilakukan
melalui pendidikan atau pelatihan personalia dan refleksi organisasi di
lingkungan anggota MPR. Pendidikan ini dilakukan untuk mendorong
nilai-nilai dan etika publik.
b. Memberdayakan masyarakat madani (civil society) untuk integritas
publik.
Upaya
pemberdayaan
masyarakat
dilakukan
dengan
81
mengadakan kegiatan dan pelatihan tentang civil society dan Tata
laksana pemerintahan yang baik (good governance).
c. Mengintegrasikan nilai-nilai etika ke dalam manajemen organisasi.
Strategi yang kembangkan adalah dengan menciptakan budaya etika
dalam lembaga negara dan meningkatkan kapasitas manajemen dan
Sumber Daya Manusia (SDM) secara terus-menerus.
B. SARAN
1. Untuk lebih mengefektifkan komunikasi dalam memasyarakatkan nilainilai Empat Pilar Bangsa. Bentuk kegiatan pendidikan dan pelatihan di
lingkungan anggota MPR dan DPR harus lebih di tingkatkan. Dan bentuk
kegiatan tersebut harus bisa memunculkan keinginan anggota parlemen
untuk mengikuti serta mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam
Empat Pilar Bangsa tersebut. Paling tidak hal ini bisa mengurangi konflik
kepentingan yang ada di parlemen. Hal ini diharapakan dapat memberi
pengaruh yang baik kepada masyarakat luas.
2. Agar strategi dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI berjalan
efektif RI. Harus dipikirkan sebuah strategi dan solusi yang komprehensif
untuk meningkatkan partisipasi dan kepedulian masyarakat dalam
melawan korupsi, memberdayakan civil society dan pengejahwantaan
nilai-nilai etika dalam berorganisasi.
TRANSKIP WAWANCARA
Bisa diceritakan pak riwayat hidup bapak mulai dari SD sampai dengan
perguruan tinggi.
Saya lahir di sebuah desa, di kabupaten Karang Anyar. Saya anak nomor empat
dari tujuh bersaudara. Bapak saya seorang mubaligh Muhammadiyah. Ia sekolah
di pesantren Tebu Ireng, dan kemudian menjadi seorang aktifis Muhammadiyah.
Dan bahkan kemudian menjadi ketua pimpinan daerah Muhammadiyah
Kabupaten Karang Anyar sampai meninggalnya tahun 1991. Ayah saya bernama
M. Yasin Thohari, ibu saya bernama Suyatmi. Ia anak seorang kepala desa, kepala
desa dalam sistem pemerintahan yang dulu, yang masih tradisional, yang menjadi
kepala desa seumur hidup. Sebagai anak kepala desa, ibu saya sangat
mengutamakan pertanian dan ibu memiliki sawah, beberapa buah sawah. Yah…
dimana bapak saya tidak pernah pergi ke sawah. Jadi ibu yang mengurusi sawah
itu sendirian. Dengan, apa? Mengggunakan tenaga-tenaga buruh tani untuk
menggarap sawah. Atau kalau tidak ibu saya mengerjakan sawah itu pada orang
lain untuk nanti hasilnya dibagi berdua dengan yang mengerjakan. Sejak kecil,
saya sekolah di madrasah dan di SD! Jadi kalau pagi hari, sudah lepas di Taman
Kanak-Kanak, Taman Kanak-Kanak saya dulu itu Taman Kanak-Kanak yang
dimiliki oleh Koperasi Batik Sukowati, namanya TK Medari. Dan setelah itu saya
masuk SD di pagi hari dan sore hari di Madrasah. Eeh… saya punya tradisi
sekolah merangkap, jadi pagi di SD, di sekolah umum dan sore di Madrasah.
Sampai di sekolah lanjutan juga seperti itu, pagi di sekolah SMA, sore di PGA.
Sampai di perguruan tinggi saya juga merangkap. Di Universitas Gajah Mada dan
di IAIN Jogja. Saya selesai kuliah tahun 1984 dan kemudian menjadi Dosen di
Universitas Diponegoro Semarang. Sekaligus saya juga aktif di Pemuda
Muhammadiyah dan di Muhammadiyah di Semarang. Dan jadi ketua majelis
pustaka kota semarang, PDM Kota Semarang, kemudian ketua Majelis Pustaka
PWM Jawa
Tengah. Dan kemudian saya
menjadi
pengurus Pemuda
Muhammadiyah, dan akhirnya saya menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah Jawa
Tengah tahun 1989. Tahun 1993 saya kemudian menjadi Ketua Umum Pimpinan
Pusat Pemuda Muhammadiyah sampai 1998. Mestinya sampai tahun 1997, tapi
karena dinamika politik tahun 1997-1998 saya baru berhenti tahun 1998.
Kemudian tahun 1997 saya masuk di DPR, dari fraksi GOLKAR, dari daerah
pemilihan Jawa Tengah. Dan berturut-turut saya tetap terpilih di DPR dari Pemilu
1997, 1999, 2004, dan di 2009.
Apakah bapak menjadi pejabat publik dimulai dari bapak menjadi anggota
DPR RI atau sebelumnya pernah menjabat? Dimana dan sebagai apa?
Ya, iya. Kalau PNS saya dari tahun 1985! Dosen UNDIP.
Kita sama-sama sudah mengetahui fungsi dan tugas anggota MPR/DPR RI
atau Pejabat Publik, menurut pendapat pribadi bapak, apa sih fungsi dan
tugas Anggota DPR RI?
Fungsi DPR itu kan ada tiga, namanya fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran, dan
Fungsi Pengawasan. Fungsi legislasi artinya itu fungsi untuk membentuk undangundang (UU). Fungsi Anggaran itu fungsi untuk memberikan persetujuan
terhadap perancangan APBN yang di ajukan oleh presiden. Fungsi Pengawasan
itu artinya fungsi untuk melakukan pengawasan atau kontrol terhadap pelaksanaan
Undang-Undang, dan juga terhadap kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah,
atau
lembaga-lembaga
Negara
yang
lain.
Dalam
rangka
melaksanakan fungsi pengawasan, anggota DPR diberi banyak sekali hak, antara
lain hak untuk bertanya, hak bertanya itu hak untuk mengajukan pertanyaan,
tertulis atau lisan. Yang kedua hak interplasi, itu juga hak bertanya, tetapi khusus
terhadap kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah, yang memiliki
dampak dan pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Yang Ketiga hak angket, yaitu hak untuk melakukan
penyelidikan, penyelidikan terhadap apa? Penyelidikan terhadap kebijakankebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang mengakibatkan dampak yang luar
biasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yang keempat
namanya adalah hak menyatakan pendapat. Hak menyatakan pendapat itu ada
dua, yaitu hak menyatakan pendapat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah
yang memiliki dampak luar biasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Dan hak menyatakan pendapat terhadap dugaan pelanggaran terhadap
pasal 7A yang dilakukan oleh Presiden dan atau Wakil Presiden, yang bisa
mengakibatkan terjadinya pendapat DPR bahwa Presiden melakukan pelanggaran
hukum, melakukan perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan Wakil Presiden, yang kemudian pendapat itu harus diuji oleh
Mahkamah Konstitusi, jika Mahkamah Konstitusi membenarkan pendapat DPR
maka bisa berujung pada pemakzulan Presiden. Yang kelima DPR juga memiliki
hak imunitas, yaitu hak untuk tidak dapat diseret ke pengadilan, karena
pernyataan-pernyataan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anggota
DPR dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan dan juga fungsi-fungsi yang
lain. DPR dalam rangka pengawasan juga memiliki hak suppuna. Hak suppuna
adalah hak untuk memaksa warga masyarakat untuk hadir di DPR untuk dimintai
keterangan atau dimintai penjelasan dalam rangka ketika DPR melaksanakan
fungsi, ketika DPR melaksanakan hak angket dalam rangka fungsi pengawasan itu
tadi.
Apakah ada tujuan lain? Seperti bapak bertujuan berdakwah atau
menanamkan nilai-nilai yang bapak dapatkan selama ini.
Ya pasti! Melaksanakan semuanya itu kita bertujuan untuk menegakkan
kebenaran. Untuk mentransformasikan nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai
kebaikan yang diajarkan oleh agama yang saya anut, yaitu agama Islam. Agar
kemudian menjadi dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik. Sehingga
kebijakan-kebijakan publik yang terdapat di dalam UU, itu merupakan
pengejahwantahan dari nilai-nilai kebaikan dan kebajikan universal yang
dikandung di dalam ajaran agama yang saya anut atau ajaran Islam. Setidaktidaknya kebijakan publik tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Kita sama-sama mengetahui pak, bahwa tidak sedikit pejabat publik yang
tidak terkena kasus. Dan juga kita paham tuntutan reformasi salah satunya
adalah reformasi birokrasi. Menurut bapak, sukses atau tidak seseorang
dalam menjabat pejabat publik disebabkan oleh faktor apa saja?
Ya untuk sebagian besar tentu saja faktor integritas dari seseorang. Artinya faktor
integritas dari si pejabat publik itu sendiri, oleh karena jika integritas dari seorang
tokoh
itu
baik,
integritas
itukan
menyangkut
kepribadian,
kejujuran,
keterpercayaan, dan sebagainya itu baik, maka itu yang akan menjadi dasar dia
dalam bertindak. Bukan semata-mata aturan-aturan atau peraturan-peraturan yang
ada dan berlaku. Karena kalau cuma faktor peraturan yang menentukan, jika orang
itu tidak memiliki integritas atau kepribadian yang baik, maka ada kecenderungan
untuk mencari-cari celah dari peraturan-peraturan itu. Padahal kita tahu bahwa
sehebat-hebat dan sesempurna-sempurnanya peraturan, itu selalu ada kelemahankelemahannya, ada cacat-cacatnya. Sehingga ya tetap saja aturan-aturan itu bisa
diperdaya oleh orang-orang yang tidak memiliki integritas yang kuat. Untuk itu
menurut saya faktor individu itu yang menentukan.
Seperti apa sistem kepemimpinan MPR RI?
Sistem kepemimpinan MPR RI itu kolektif kolegial, artinya kepemimpinan itu
bersifat bersama-sama, bukan kepemimpinan individual, tetapi kepemimpinan
yang bersifat kolegial, atau lengkapnya kolektif dan kolegial. Sebagaimana
biasanya kepemimpinan di parlemen. MPR/DPR sebagai penjelmaan semangat
kekeluargaan negara Indonesia, memiliki tanggung jawab untuk mengukuhkan
pilar-pilar fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan
mandat konstitusional yang diembannya. Dalam kaitan ini, MPR berusaha
melaksanakan tugas-tugas konstitusionalnya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi dengan senantiasa menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat, baik
yang disalurkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
maupun saluran-saluran publik lainnya. MPR juga harus mampu meningkatkan
peran dan tanggung jawab dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya,
mengembangkan mekanisme checks and balances, meningkatkan kualitas,
produktifitas, dan kinerja Majelis agar sesuai dengan tuntutan perkembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selama menjadi wakil ketua MPR RI apakah ada hambatan?
Ya tentu ada, ya hambatan kan tentu ada! Mana ada hidup yang ndak ada
hambatan? Pasti ada hambatan-hambatan, ada halangan-halangan, ada kesulitankesulitan, ada permasalahan-permasalaha. Ya itu biasa dalam kehidupan
berorganisasi, apalagi mengurusi sebuah lembaga yang bersifat publik seperti
MPR. Bahkan lebih dari pada itu, MPR itu kan sebuah lembaga politik! Ya,
lembaga politik pastilah ada permasalahan-permasalahan. Tapi sejauh yang saya
alami permasalahan-permasalahan itu bisa diselesaikan dan bisa diatasi dalam
semangat kepemimpinan yang kolektif kolegial itu.
Menurut bapak, pejabat publik yang ideal itu yang seperti apa?
Ya, pejabat yang ideal itu kan kriterianya sangat banyak sekali! Yang ideal itu ya,
ideal itukan artinya kan sebagaimana yang ada dalam konsep. Sebagaimana yang
ada dalam cita-cita. Ya idealnya pejabat publik itukan melayani publik. Jadi
segala sesuatu yang dia lakukan itu adalah demi publik. Dan karena itu ada
ukuran-ukurannya di semua instansi yang bersifat publik itu.ukuran-ukuran untuk
menjadi pejabat yang ideal. Dari soal yang sifatnya itu kepribadian, seperti penuh
dengan dedikasi, pengabdian, kejujuran, sikap taat asas kepada aturan-aturan,
ketaatan kepada UU, dan lebih tinggi daripada itu ketaatan kepada konstitusi.
Sampai pada hal-hal yang sifatnya itu tidak melakukan pelanggaran sekecil
apapun. Itukan idealnya kan? Idealnya kan seorang pejabat publik itu tidak
melakukan pelanggaran sekecil apapun. Nah, apakah sesuatu yang ideal tersebut
bisa dilakukan atau tidak, ya tentu tergantung dari pejabat yang bersangkutan.
Tetapi kalau yang seratus persen bersifat ideal tentu saja tidak mungkin! Yang
pasti adalah janganlah sampai melakukan kesalahan-kesalahan yang sifatnya itu
fatal. Apalagi kesalahan-kesalahan yang diulang-ulang dalam sepanjang karir
yang dia jalani sebagai pejabat publik, dan lebih daripada itu jangan sampai
kemudian terlibat dalam kasus-kasus skandal korupsi. Karena tindak pidana
korupsi itu kan tindak pidana yang sangat merugikan publik. Dan itu menghambat
upaya menyejahjterakan publik, menghambat bangunan pelayanan publik, dan
bahkan lebih daripada itu menghambat pencapaian kita bernegara ini.
Oke pak, ini terkait dengan masalah performa komunikatif, bahwasanya ada
empat variabel performa komunikatif. Ada performa ritual, performa
hasrat, performa sosial, performa politis, dan performa enkulturasi. Nah
yang melatarbelakangi, apakah dari aktifitas di luar politik apa dari
pemahaman bapak selama berorganisasi di Muhammadiyah?
Ya seperti saya ceritakan tadi, bahwa saya itu kan orang dari desa. Yang hidup di
tengah-tengah petani. Meskipun saya sendiri tidak, tidak, tidak apa itu? Tidak
pernah bekerja sebagai petani, bahkan juga tidak ikut ke sawah. Karena memang
dilarang oleh ibu saya. Supaya kami lebih tekun dan lebih konsentrasi untuk
sekolah. Tapi yang pasti saya itu di didik sebagai orang desa yang diajarkan hidup
sederhana, tidak neko-neko, tidak mengada-ada, ya sebagai seorang desa yang
lugu dan polos, yang tradisi Jawa itu sangat mempengaruhi hidup saya dari kecil.
Karena saya hidup di tengah-tengah keluarga besar dan cucu dari seorang kepala
desa kuno yang penuh dengan tradisi Jawa. Dari tradisi selametan, bancaan,
bancaan selametan loh ya! Yang membuat nasi tumpeng, hampir semua anakanak dan cucu dari kakek saya mbah lurah, mbah lurah yang jadi kepala desa itu
selalu di kasih selametan atau bancaan istilahnya, setiap weton. Bayangkan setiap
weton itu artinya adalah setiap selapan dino sekali. Selapan dino itu tiga puluh
lima hari dalam hitungan Jawa. Jadi kalau saya lahirnya misalnya Jumat Pahing,
maka setiap Jumat Pahing itu saya di selameti, dilakukan bancaan. Bancaan itu
dibuat nasi tumpeng, kemudian ada sayur-sayuran, ada telur yang di potong kecilkecil, kadang-kadang ada ayam yang di suwir-suwir tipis-tipis begitu. Lalu ada
berkedel, ada sambal goreng, macam-macam. Yang kemudian dibagikan kepada
anak-anak dan tetangga-tetangga. Bisa dibayangkan itu, mbah saya itu hampir
setiap hari berarti menyelenggarakan bancaan untuk cucu-cucunya. Yang intinya
adalah merupakan doa keselametan, agar selamat dan tetap di bawah perlindungan
gusti Allah dalam perjalanan hidupnya kelak. Nah dari tradisi seperti itu, yang
rumah kakek saya itu selalu, setiap tahun nanggep wayang kulit. Yang disebut
dengan Rasulan. Rasulan dari kata Rosul. Jadi rasulan yang dirangkaikan dengan
upacara bersih desa. Biasanya bersih desa atau Rasulan itu di selenggarakan
sehabis panen. Dan di desa saya selalu dilakukan dengan menanggep wayang kulit
sehari semalam. Jadi siang dan malam, dan dilakukan pada hari Jumat malam
sabtu. Dari pagi itu ada wayang, siang, kemudian nanti malam lagi, dan itu
semacam pesta rakyat, dimana yang nonton itu buanyak sekali! Luar biasa
buanyak! Bukan hanya satu desa, dari desa-desa yang lain akan datang menonton
wayang itu. Lalu ada selamatan juga di sendang, sendang yang di anggap, apa ya?
Keramat oleh orang desa disitu. Dan macam-macam tradisi-tradisi Jawa, itu
dilaksanakan oleh kakek saya. Misalnya kalau malam Satu Mukharrom, Satu
Syuro’, itu kakek saya itu tidak pernah, tidak tidur semalam suntuk, untuk
menyambut satu Syuro’ itu. Bahkan mbah saya itu punya tradisi, sholat Jum’at itu
setiap selapan sekali ke Masjid Agung Solo. Masjid Agung Solo itu Masjid yang
di Barat alun-alun di depan kraton itu. Dan itu dia lakukan dengan berjalan kaki,
padahal jarak antara desa saya sampai ke Solo itu, kira-kira limabelas kilo meter.
Nah tradisi Jawa seperti itu kemudian bertemu dengan tradisi Islam
Muhammadiyah, yang di bawa oleh bapak saya sebagai menantu dari pak lurah itu
tadi. Dan bagi saya nilai-nilai Muhammadiyah yang mengajarkan kejujuran,
keikhlasan, selalu ikhlas dalam berjuang, selalu ikhlas untuk menolong sesama,
selalu bersemangat untuk mencari ilmu pengetahuan, dan mendirikan lembagalembaga ilmu pengetahuan, itu menurut saya bertemu, bertemunya tradisi Jawa
yang dianut dari keluarga ibu saya, kakek, dengan tradisi Muhammadiyah dari
bapak saya, itu justru, tidak berbenturan, dan itu membentuk saya dalam
beraktifitas. Sejak dari Muhammadiyah kemudian sampai menjadi anggota DPR.
Ya itu yang mempengaruhi kehidupan saya sampai sekarang, sampai ketika
menjadi wakil ketua MPR.
Masih berkaitan dengan performa komunikatif, bagaimana tanggapan
bapak mengenai politik bermain aman yang sering diarahkan kepada anda?
Bukankah politik itu adalah seni? Oleh sebab itu kita harus memahami seni-seni
apa saja yang ada dalam politik. Seperti unsunya, polanya, serta strategi yang ada
di dalam politik itu sendiri.
Selain empat pilar kehidupan bernegara dan berbangsa, bapak juga concern
terhadap isu reforma agrarian. Bisa dijelaskan kenapa bapak concern pada
isu tersebut? Dan usaha apa saja yang sudah bapak lakukan agar bapak bisa
terlibat langsung dengan isu tersbut?
Ya, pertama, pada dasarnya, empat pilar itu kan pertama Pancasila, yang kedua
UUD 45, yang ketiga NKRI, yang keempat Bhineka Tunggal Ika. Nah yang kedua
tadi kan UUD 45! Itu bisa kita sebut dengan konstitusi. Pada dasarnya, konstitusi
itu kan pengertiannya luas. Ada dua pengertian konstitusi, yang pertama,
konstitusi dalam pengertian sempit yaitu UUD 45 itu. Pembukaan, Pasal-Pasal,
dan Ayat-Ayat, serta aturan peralihan dan aturan tambahan. Itu konstitusi dalam
pengertian yang sempit. Sementara konstitusi dalam pengertian yang luas, itu
termasuk di dalamnya adalah Pancasila. Karena terdapat dalam pembukaan UUD
45 di alinea keempat. Dan juga ketetapan-ketetapan MPR. ketetapan-ketetapan
MPR itu juga termasuk konstitusi. Karena ketetapan MPR itu merupakan aturan
dasar atau hukum dasar. Yang ketiga termasuk konstitusi itu adalah konvensikonvensi ketatanegaraan. Praktek-praktek ketatanegaraan yang sudah berlangsung
dan berjalan selama ini, itu sebetulnya juga termasuk konstitusi. Nah, reformasi
agraria, itu ada pada ketetapan MPR. Ketetapan MPR Nomor, nanti anda lihat
deh, saya lupa! ketetapan MPR tentang Pembaruan Agraria dan Sumber Daya
Alam. Itu yang pertama, jadi saya ngomong tentang reformasi agraria itu ada
amanatnya di dalam TAP MPR. Kalau gak salah TAP MPR No. 9 Tahun 2001.
Yang pembaruan agraria dan pemanfaatan sumber daya alam. Yang kedua,
sebagai politikus, anggota DPR, kami kan, saya kan juga harus menyuarakan
aspirasi-aspirasi rakyat. Aspirasi rakyat itu luas sekali, dan karena itu sebagai
anggota DPR saya berhak dan berkewajiban untuk menyuarakan apa yang
menjadi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh rakyat. Termasuk di
dalamnya reformasi agraria dan sebenarnya bukan hanya itu. Saya juga ngomong
tentang pemberantasan korupsi, kemarahan saya terhadap tindak pidana korupsi
yang semakin meluas. Kejengkelan-kejengkelan dan frustrasi-frustrasi yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat, menghadapi fenomena korupsi. Jadi seluruh
aspek kehidupan dimana terjadi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
rakyat. Ya anggota DPR, anggota MPR, apalagi pimpinan! Ya mutlak harus
bersuara, harus menyuarakan. Ndak ada batas-batasnya. Dan untuk menyuarakan
itu, bahkan tadi kalau anda ingat. Memiliki fungsi pengawasan, bahkan dalam
rangka melaksanakan fungsi pengawasan. Itu diberikan hak-hak yang begitu
banyak.
Apa tanggapan bapak mengenai kegiatan sosialisasi, pembelajaran dan
pendidikan politik empat pilar bangsa yang selama ini dilakukan oleh MPR?
Nilai-nilai Pancasila harus dapat memberi perspektif dalam bidang politik dan
hukum dalam dimensi kehidupan demokrasi dan ketatanegaraan. Sehingga
keberagaman aspirasi politik dapat diletakan dalam koridor norma hukum, bukan
dengan tindakan anarkis yang merugikan masyarakat. Jika bangsa ini mampu
meletakkan
nilai-nilai
ketatanegaraan,
maka
Pancasila
bangsa
ini
dalam
kehidupan
dapat
melakukan
berdemokrasi
dan
pembenahan
dan
penyempurnaan terhadap sistem demokrasi dan sistem ketatanegaraan baik bidang
eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Sosialisasi Empat Pilar sebagai salah satu
sarana pemahaman kembali Pancasila kepada seluruh rakyat yang dijalankan
MPR-RI, adalah salah satu bentuk upaya tersebut dan mendapatkan respon positif
dari berbagai daerah di seluruh Indonesia dan efektif memperkokoh kedaulatan
rakyat. Itu sebabnya pemasyarakatan empat pilar kehidupan berbangsa dan
bernegara harus dilaksanakan dengan berbagai metode serta melalui praktek di
lingkungan instansi-instansi di setiap tingkatan pemerintahan, perusahaan negara
dan swasta, organisasi kemasyarakatan, partai politik, dan kelompok masyarakat
lainnya sehingga pemasyarakatan dapat menjadi gerakan nasional dari, oleh, dan
untuk setiap warga negara Indonesia.
Sebab, tanpa gerakan nasional
pemasyarakatan dan pembudayaan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara, eksistensi dan peranannya dari waktu ke waktu akan memudar dan
pada gilirannya akan mempengaruhi penyelenggaraan negara. Pemasyarakatan
dan pembudayaan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara tidak hanya
dilakukan secara teoritik, tetapi juga lebih penting secara praktik, baik oleh
penyelenggara negara maupun seluruh masyarakat Indonesia.
Sebagaimana kita lihat, korupsi di Indonesia saat ini sudah menjadi
kejahatan struktural yang begitu mengakar. Menurut bapak strategi apa
yang bisa digunakan untuk mengurangi budaya korupsi ini?
Ya, strateginya adalah dengan memutus mata rantai jaringan korupsi itu sendiri.
Sehingga setiap investigasi akan menemui jalan buntu. Sebab saat ini korupsi
sudah menyentuh sendi-sendi kekuasaan sampai pada sistem peradilan, aparat
penegak hukum, dan MPR/DPR. Negara yang secara institusional sarat korupsi
mengondisikan munculnya bentuk-bentuk kriminalitas lain. Seperti munculnya
peradilan jalanan, tumbuhnya kelompok paramiliter yang mengandalkan
kekerasan dengan basis agama atau etnisitas. Adapun untuk memutus mata rantai
korupsi ini, saya bersama dengan anggota pimpinan MPR lainnya melakukan
pendidikan atau pelatihan personalia dan refleksi organisasi di lingkungan anggota
MPR. Pendidikan ini dilakukan untuk mendorong nilai-nilai dan etika publik.
Perlu diketahui, bahwa etika publik tidak hanya berhenti dibahas dalam kerangka
disiplin organisasi, tetapi harus sampai menjangkau aspek juridis, disipliner dan
pertanggungjawaban publik. Ketiga aspek ini merupakan pilar akuntabilitas yang
memungkinkan tumbuhnya integritas publik dan menjauhkan dari hal-hal yang
melemahkan integritas. Sebab kejahatan korupsi biasanya ditanamkan melalui
proses peniruan. Tahu bahwa dengan memperlambat prosedur akan mendapat
keuntungan,
lalu
mempersulitnya
agar
diberi
gratifikasi
sebagai
jasa
memperlancar proses yang dimanipulasinya. Bila ada upaya untuk melawan atau
bersikap jujur, lingkungan akan memberi sanksi. Akhirnya, kepatuhan tanpa
tekanan akan mengikuti karena menyesuaikan diri berarti menjanjikan keuntungan
materi. Korupsi mengomunikasikan praktik pelaksanaan kekuasaan, misalnya cara
membuat laporan, cara berinteraksi dengan atasan atau dengan instansi lain, cara
kontrak, cara membuat anggaran, cara mendapat jabatan, cara penempatan anak
buah, cara perekrutan karyawan serta syarat urusan bisa beres. Modalitas ini sulit
dibongkar! Karena ya, itu! Cukup tersembunyi dan sengaja dibuat untuk tidak
meninggalkan jejak. Seperti tidak ada kuitansi dan menghindari transaksi lewat
bank. Namun bisa dirasakan bahwa ada yang tidak beres. Di balik praktik korupsi
itu, tersembunyi kode rahasia. Kerahasiaan ini hanya akan tersingkap bila terjadi
krisis hubungan di antara yang terlibat. Lalu baru akan muncul tuduhan atau
laporan. Apa yang dipertaruhkan dalam perilaku buruk korupsi ialah pembentukan
mental bangsa! Ya, mental menerabas, egoisme, tak peduli kesejahteraan bersama,
tak peka terhadap ketidakadilan serta redupnya solidaritas. Memang, kebiasaan
buruk itu berkaitan dengan cara pandang, sistem pengorganisasian, interaksi
kekuasaan dan norma yang berlaku. Akibatnya, koruptor tidak merasa bersalah!.
Luasnya lingkup pelayanan publik dan tiadanya informasi yang memadai
membuat wakil rakyat tidak berdaya menghadapi buruknya pelayanan publik. Dan ada anggapan, bahwa untuk mengatasi masalah ini diperlukan
partisipasi langsung masyarakat dalam pemberdayaan civil society, dan
proses ini harus dilakukan secara berkesinambungan. Bagaimana menurut
bapak mengenai hal ini?
Untuk menyikapi permasalahan civil society Kita (MPR) mengajak organisasiorganisasi yang peduli pada good governance untuk memberikan penjelasan dan
pelatihan tentang pemahaman dan perkembangan aturan-aturan untuk mencegah
konflik kepentingan dan bagaimana praktiknya serta penerapannya di dalam
lingkungan, baik itu dilingkungan pekerjaan, pemerintahan dan masyarakat
umum. Dalam hal ini kita belajar dari model Komisi Pemberantasan Korupsi di
Hongkong (Independent Commission Against Corrupation). Kita mulai dengan
program pelibatan masyarakat melalui jaringan cabang di daerah-daerah,
mengajak masyarakat mendiskusikan masalah korupsi (sebab, mekanisme,
jaringan, akibat, korban, kerugian) dalam pelatihan, seminar, workshop, dan
kegiatan daerah lainnya. Target kita dalam jangka waktu satu tahun, lebih dari
setengah juta warga negara menyadari pentingnya pemberantasan korupsi.
Sehingga nantinya terbentuk berbagai jaringan yang mendasarkan ikatannya pada
kepercayaan dan visi masyarakat yang bersih. Jaringan ini terdiri dari organisasi
lokal, asosiasi profesionai, kelompok perdagangan, dan orang bisnis. Anggota
jaringan tersebut menjadi sumber informasi bagi KPK. Ribuan anggotanya
bersedia menjadi relawan bagi KPK, bahkan kelompok- kelompok profesionai
ikut membentuk jaringan penecegahan korupsi. Di setiap daerah, jaringan dengan
masyarakat ini diorganisir oleh komisi penasehat yang ditunjuk dari pemimpin
kelompok oleh Ketua Pelaksana KPK. Komisi Independen juga dibentuk untuk
mengawal dan mengawasi investigasi terhadap laporan-leporan korupsi. Setiap
tahun ketiga komisi itu mengadakan konferensi pers dan menerbitkan laporan
tahunan mereka yang bisa diakses dan diperiksa oleh publik. Pengembangan
budaya organisasi semacam itu juga bisa dibuat di setiap lembaga dengan
melibatkan karyawan, wakil mereka, serta pihak-pihak yang terkait untuk ikut
merevisi kebijakan menghadapi konflik kepentingan. Salah satu bentuk pelibatan
ialah mengonsultasikan ke pihak-pihak tersebut, tindakan-tindakan peneegahan
dari aspek praktisnya agar terbangun pemahaman bersama. Harus dibangun
mekanisme untuk menopang para manajer dalam merevisi dan meningkatkan
keterampilan mengidentifikasi serta mencari pemecahan konflik kepentingan
dalam keseharian tugas mereka, Maka pelatihan etika secara berkala atau dalam
setiap kenaikan jenjang merupakan kesempatan untuk menyosialisasikan budaya
etika mencegah konflik kepentingan. Itu sebabnya, pemberdayaan civil society
dalam rangka menghadapi masalah konflik kepentingan harus ditularkan juga
kepada pihak lain (perusahaan) yang menjadi mitra kerja sama dan bila mereka
tidak menaati bisa diberi sanksi pencabutan atau penundaan kontrak, dimasukkan
dalam daftar hitam atau dipublikasikan sebagai yang melanggar etika publik, atau
kalau perlu dibawa ke pengadilan kalau sudah dianggap membantu atau
melakukan korupsi. Maka dalam proses penjajakan harus sudah diberitahukan ke
perusahaan rekanan adanya bahaya konflik kepentingan yang bisa muncul
sehingga mereka dapat menangani secara bersama dengan tegas. Perlu dijamin
bahwa mitra kerja sama dan sektor bisnis mengetahui tuntutan dalam hal
informasi konfidensial yang berasal dari dalam tidak untuk konsumsi publik dan
harus dilindungi. Bilatidak, akan dituntut. Selain itu, semua langkah prosedur
pengambilan keputusan harus boleh diaudit demi integritas publik dan legitimasi.
Berdasarkan pengalaman bapak selama menjadi pejabat publik, standar
etika publik harus memiliki berapa dimensi?
Dimensi tujuan yang adalah pelayanan publik yang berkualitas dan relevan,
dimensi sarana meliputi akuntabilitas, transparansi, dan netralitas, serta dimensi
aksi menuntut kualitas pelaku, yaitu integritas pejabat publik. Mengapa? Sebab di
dalam parlemen itu masih sangat kuat konflik kepentingan dan pertarungan
kekuasaan antar partai-partai politik. Oleh sebab itu, kode etik sangat penting,
tetapi orang pasti akan bertanya, bukankah sudah banyak organisasi pemerintah
atau swasta yang mengadopsi kode etik, tetapi tidak mengurangi perilaku korup?
Lalu bagaimana strategi MPR dalam menghadapi persoalan kode etik ini?
Saya bersama dengan pimpinan MPR lainnya melakukan beberapa strategi yang
terbagi menjadi 2 bagian. Pertama membangun infrastruktur, dan yang kedua
membangun sistem yang dapat meningkatkan kapasitas Manajemen dan SDM
secara terus-menerus.
Siapa tokoh yang memberikan inspirasi kepada bapak?
Saya rasa banyak ya tokoh yang menginspirasi saya. Ya tentu, saya membaca
banyak sekali biografi Nabi Muhammad, sejarah hidup Nabi Muhammad yang di
tulis oleh para sejarawan muslim sendiri dari klasik sampai kontemporer, itu
selalu saya sempatkan untuk membaca, dan juga sejarah hidup Nabi Muhammad
yang di tulis oleh para orientalis, juga saya membacanya. Karena dia menjadi
sumber inspirasi, yang pernah saya tulis artikel “Mari Kita Baca Lagi Siroh Nabi”.
Tapi untuk Indonesia, saya memang sangat mengidolakan Muhammad Hatta.
Karena kejujuran, kesederhanaan, dan keteguhannya dalam memegang prinsipprinsip yang dianutnya.
Punya berapa koleksi buku pak?
Mungkin buku saya sekitar lima belas ribulah! Sebagian besar masih ada di rumah
di pasar minggu. Karena disini saya ndak punya rak. Sehingga lebih banyak penuh
disana. Lima belas ribu itu yang sebagian besar itu buku-buku agama, terkait
dengan agama. Yang kedua politik, yang ketiga kebudayaan, yang keempat ya
novel. Buku-buku saya itu saya kumpulkan sejak dari mahasiswa. Sejak
mahasiswa saya punya tradisi mengumpulkan buku. Sehingga praktis buku saya
itu berpindah-pindah, dari Jogja, lalu saya dosen di Semarang, saya bawa ke
Semarang. Kemudian saya pindah ke Jakarta, saya bawa ke Jakarta. Ya banyak
juga yang tercecer diberbagai tempat. Apalagi dulu di, waktu di Semarang itu
rumah saya, karena rumah dinas istri saya terlalu besar! Saya menampung sekitar
sebelas atau dua belas mahasiswa untuk tinggal di rumah saya. Yang tidak
membayar tapi kami juga tidak menyediakan makanan. Dan mereka sering kali,
apa, memanfaatkan buku-buku yang saya miliki yang banyak saya tinggal di
Jakarta. Terus terang saja banyak juga yang tercecer. Saya tahu kalau tercecer
juga setelah saya mencari. Saya ingat betul buku-buku yang saya miliki. Nah
ketika saya mencari buku itu kok tidak ada. Ya kesimpulannya memang tercecer.
Atau di pinjam ndak dikembalikan. Karena saya ndak punya kebiasaan mencatat
orang yang pinjam buku. Karena terus terang saja saya sebetulnya sangat
keberatan buku itu di pinjam. Tapi kalau kemudian yang pinjam itu sangat
memerlukan dan tidak punya dana untuk membeli sendiri, ya dengan terpaksa
saya pinjami, dengan resiko itu tadi.
Di Semarang berapa tahun?
Di Semarang dari tahun 1984, sejak dosen di UNDIP. Sampai 1997 masuk di
DPR. Tapi tahun 1997 itu saya masih bolak-balik ke Semarang, karena keluarga
saya di Semarang. Istri dan anak-anak itu saya masuk DPR tetap di Semarang.
Karena saya juga tidak begitu yakin akan terus cocok sebagai anggota DPR. Saya
sebetulnya menjadi politisi, di DPR itu kan, lebih sebagai sebuah, apa ya?! Awalawalnya loh ya! Sebagai sebuah Historical Accident. Yang sebenarnya tidak punya
cita-cita untuk ke DPR. Tapi setelah masuk di dalamnya ternyata kemudian
keterusan. Lah politik itu memang membuat orang ketagihan kali! Sampai
kemudian empat kali pemilihan umum. Saya tetap bertahan di DPR sampai
pemilu yang terakhir tahun 2009.
Makanan favorit apa pak?
Makanan favorit saya itu, ya makanan Jawa! Makanan favorit saya itu sate. Maka
saya sangat tersiksa, oleh karena saya makanan favorit saya sate, kemudian saya
punya kolestrol tinggi. Sate kambing, bukan sate ayam! Saya ndak suka ayam.
Saya, ayam itu paling tidak suka, kecuali ayam kampung. Kalau ayam kampung
saya suka. Tapi kalau udah bukan ayam kampung, saya tidak, tidak menyukainya.
Yang paling saya suka itu sate. Kalau sayur yang paling saya suka itu, sayur
nangka. Bukan gudeg loh ya! Gudeg saya tidak suka, tapi ketika sayur masih
nangka, Gorih namanya kalau orang Jawa bilang. Ya sayur Gorih. Yang ada
kuahnya dan ikan asin. Saya gak akrab dengan siput, dengan makanan-makanan
laut. Karena saya orang Jawa pedalaman. Ndak punya tradisi makan makanan
laut. Sebagai orang Jawa pedalaman, ya sangat sedikit makan, makanan laut,
bahkan sampai dewasa hampir tidak pernah. Apalagi kemudian sekolahnya di
Jogja, di Jogja juga tidak begitu meluaskan? Makan ikan itu. Baru kemudian
setelah di Semarang, itu sekali-sekali. Mencoba makanan-makanan laut. Dan
kemudian memulai banyak itu setelah di Jakarta. Apalagi kalau pergi ke Indonesia
bagian Timur. Tapi praktis saya tidak akrab dengan masakan laut. Dan juga bagi
orang Jawa pedalaman, ya, paling ikan-ikan sungai. Seperti ya ikan yang kecilkecil lah. Wader. kayak gitu-gitu! Udang pun juga udang sungai, bukan seperti
udang laut. Ikan-ikan ya kecil-kecil lah. Daging juga sangat jarang, kecuali kalau
ada pekerjaan, ada hajat ya! Keluarga ada hajat itu biasanya makan daging.
Sehari-hari kebanyakan, ya ikan asin, tahu, dan tempe. Telur, apa ya? Gitu-gitu!
Dan ayam kampung. Dulu kan belum ada ayam potong. Jadi dari kecil emang
kebiasaannya kalau makan ayam, pasti ya ayam kampung. Yang sangat enak dan
gurih. Maka begitu kemudian di kenal ayam potong, ya kita ga doyan! Gak akrab!
Dan sekarang kegemarannya sayur-sayur bening saja sama ikan asin. Karena yang
saya senangi sudah banyak yang tidak boleh. Misalnya daging itu saya senang.
Makan steak itu senang. Senang sekali! Sate, sambal, sambal yang pedas sekali itu
senang. Tapi ternyata perut saya sudah gak kuat makan-makan pedas. Daging,
sate sangat senang, tapi sudah gak boleh lagi, karena kolestrolnya sudah sangat
tinggi. Saya termasuk orang yang makannya gak banyak. Bukan hobi makan.
Makannya itu dikit.
Bapak olahraganya apa pak?
Nah, itu yang paling jelek dalam hidup saya itu ya olahraga. Saya itu bersaudara
tujuh orang, semuanya itu suka olahraga kecuali saya. Adik-adik dan kakak-kakak
saya itu pemain bol, pemain bulutangkis, bola voli, yang bagus-bagus untuk
ukuran desa. Bahkan mereka menjadi kesebelasan sepak bola bukan hanya di
tingkat desa, kemudian di tarik ke tingkat kecamatan, bahkan sampai ada yang
tingkat tim sepakbola Kabupaten. Ini saya satu-satunya anak laki-laki di keluarga
saya yang tidak menggemari olahraga. Olahraga saya ya, ringan-ringan saja.
Sekarang paling-paling treadmil, itu pun tidak terlalu rutin, gak terlalu rutin,
karena kurang berdisiplin, apalagi juga kemudian banyak berpergian. Sehingga
jarang sekali bisa berolahraga dengan teratur.
Berarti waktu luangnya membaca ya pak?
Ya, waktu luang saya membaca. Terutama baca-baca novel, biografi atau
autobiografi, ya paling banyak ya baca novel.
Kalau menulis di GATRA itu memang di jadwal apa sesuai dengan waktu
bapak aja?
Di GATRA saya memang menjadi penulis tetap sebulan sekali.
Film favorit pak?
Saya hampir semua film saya suka asal bukan film kekerasan. Jadi kalau film
pembunuhan, kemudian film perang, itu saya tidak suka. Saya suka film-film yang
romantis, film-film yang lucu. Jadi film-film romantis dan komedi itu saya paling
menyukai. Lebih daripada itu juga film-film sejarah, misalnya film-film Yunani
Kuno, Troya, Troy, Helend of Troy, atau film-film, misalnya Kingdom of Heaven,
lalu juga film-film yang kolosal. Apalagi film-film yang Mahabarata. Ya itu saya
sangat suka.
Suka ke bioskop berarti ya pak?
Sangat jarang sekali nonton (bioskop), sekali-kali! Itu kalau ada resensi film yang
cukup bagus. Saya membaca majalah tempo, atau kompas, atau GATRA, atau
yang di situ ada ulasan tentang suatu film, dan mereka mengatakan, para pengulas
itu bagus, gini-gini, saya bisa saja sempatkan nonton film. Yang kedua lebih
banyak lagi saya nonton film karena diundang, premier! Atau launching dari filmfilm baru.
Terakhir pak, saya perhatikan bapak aktif di sosial media, seperti twitter.
Dan kita sama-sama tahu, bahwa revolusi yang terjadi di Timur Tengah
karena dorongan sosial media atau yang dikenal juga dengan Web 2.0.
Menurut pandangan bapak bisa terjadi gak di Indonesia?
Saya rasa enggak di Indonesia, karena di twitter yang saya ikuti, itu, banyak ya
orang-orang yang cara-cara memberikan komentar terhadap sesuatu yang tidak dia
setujui dan tidak dia sukai, itu ekspresinya itu kasar. Bahasa-bahasanya kasar,
diksi-diksinya kasar, jadi kalau dia tidak suka pada satu partai politik tertentu
maka dia akan berkomentar secara sangat kasar! Dengan memilih diksi yang
sangat tidak elok. Bahkan sering kali dengan kata-kata yang kasar dan vulgar.
Demikian juga kalau menilai tokoh yang dia tidak setuju, itu selalu dengan banyak
sekali, dengan kata-kata yang kasar. Sangat tidak mencerminkan, eehh... kata-kata
dari orang yang punya adab. Dari media sosial di Indonesia, sebetulnya kita
optimis ya, orang dapat mengekspresikan pendapatnya dengan bebas dan baik,
terbuka, terjadi dialek-dialektika antara setuju dengan tidak setuju, pro dan kontra,
itu akan luar biasa memberikan sumbangan pada peradaban bangsa dan kemajuan
bangsa. Tapi kalau di sampaikan dengan kata-kata yang, yang kata-kata yang
tidak harus halus ya! Kata-kata yang datar ya, kata-kata yang ini tapi, tidak
mencerminkan kekasaran yang kemudian penuh dengan kebencian. Kan dalam
alam demokrasi kan orang boleh setuju dengan partai politik tertentu, boleh tidak
setuju, juga dengan tokoh-tokoh tertentu, yang ini. Orang boleh mengekspresikan
tidak mau memilih dan sebagainya. Cukup mengatakan saya tidak setuju, saya
tidak mau memilih dengan alasan gini-gini. Tidak perlu kemudian mencaci maki
dengan kata-kata yang kasar. Dengan memilih diksi yang tidak beradab.
Mengkritik sangat bagus, kritik saja apa yang dilakukan, tetapi bukan dengan
mencaci maki. Karena mengkritik dan mencaci maki itu adalah berbeda, yang
kedua, media sosial di Indonesia, terlalu banyak akun-akun anonim. Jadi orang
menggunakan akun-akun anonim, yang kemudian emang dilakukan untuk
melakukan social and political design terhadap kelompok lain atau tokoh yang
lain. Tapi dilakukan secara tidak jantan, tidak ksatria dengan menggunakan akun
anonim. Itu! Dua hal itu yang saya rasa tidak positif! Lihat saja kata-kata yang
kasar, dan penuh dengan cacimaki, itu banyak yang dilakukan oleh akun-akun
anonim. Nah, bahkan saya diberi tahu oleh beberapa orang. Akun-akun anonim itu
sebetulnya juga ada yang dimiliki orang-orang yang juga memiliki akun terus
terang. Jadi memiliki beberapa akun. Jadi ada yang akun secara terbuka menyebut
namanya, tapi disamping itu dia juga punya akun yang anonim. Ini kan
menunjukkan ada etikat yang tidak baik. Nah, dalam konteks dan perspektif
seperti itu, dengan dua cacat itu tadi. Yang pertama itu cacat cara berbahasa dalam
twitter yang sangat tidak ini, sangat tidak beradab, artinya memilih bahasanya itu
kasar. Dan yang kedua tradisi akun anonim, maka kepercayaan orang kepada
tokoh-tokoh dalam media sosial itu tidak seperti di tempat yang lain. Gitu loh!
Karena kan pendapat orang yang dilakukan oleh akun-akun anonim itu kan tentu
menimbulkan pertanyaan. Dan justru mengundang kecurigaan, karena itu tidak
bisa menjadi kekuatan untuk merubah, karena tidak bisa dipercaya! Itu omongan
siapa?! Orangnya seperti apa?! Orang mana?! Nah itu... Beda di Timur Tengah, di
Mesir! Itu akunnya terus terang semua dengan nama. Sehingga dengan
keterbukaan itu orang menulis itu dengan hati-hati, korek. Karena menyangkut
dengan reputasi dirinya. Tetapi kalau anonim, ya dia akan “semau gue”, semaumaunya saja! Karena tidak ada orang yang tahu siapa dirinya. Sehingga dengan
demikian pendapat-pendapatnya dalam media sosial itu, ya tidak dapat
dipertanggungjawabkan! Lebih dari pada itu juga bagaimana mungkin orang akan
mau mengikuti pendapat-pendapat, meskipun banyak! Dan mayoritas, kalau
ternyata mayoritasnya itu adalah mayoritas dari akun-akun anonim. Itu... Jadi
media sosial di Indonesia tidak akan banyak membawa perubahan. Hanya akan
menambah hiruk pikuknya dunia media sosial. Dan jangan-jangan hanya akan
menambah kebencian satu kelompok pada kelompok yang lain. Nah, maka, ya
media sosial itu ibarat pisau. Pisau itu bisa digunakan untuk mengerjakan hal-hal
yang baik dan bermanfaat. Tapi bisa juga digunakan untuk kejahatan. Tapi
melihat kecenderungan yang terjadi, kayaknya arahnya itu pada kejahatan.
TESTIMONI AHMAD IMAM M RAIS
Mantan Staff Ahli Hajriyanto di DPR dan
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PPIPM)
Hajriyanto Y.Thohari dalam amatan saya selama berinteraksi merupakan
sosok politisi cum cerdik cendekia. Tidak banyak politisi yang memiliki keahlian
membuat suatu analisa mengenai suatu peristiwa--baik itu sosial, agama, budaya
dan politik--kemudian menuliskannya di tengah kesibukan. Mungkin karena
selalu mengikat suatu peristiwa ke dalam tulisan, ingatannya pun sangat kuat.
Pernah ia, sebagai wakil ketua MPR, memaksa dirinya tetap datang ke sebuah
seminar dengan tanpa bekal makalah. Ia hanya buat coret-coretan sedikit saat
sudah di depan forum. Selain itu, seringkali ia menulis sendiri makalah untuk
suatu seminar. Karena itu, ia sering begadang untuk menulis makalah untuk
seminar keesokan harinya.
Ia juga seorang maniak buku. Pernah suatu ketika saya mendampinginya
ke pameran buku di Istora Senayan. Dengan antusias, dikelilinginya setiap sudut
stand buku dan memborong setumpuk buku. Tak jarang ia sambil berdiskusi
dengan penjaga stand tentang sebuah buku membuat saya terkesima, koq beliau
ini tahu banyak mengenai buku-buku, dengan beragam topik dan bahasan.
Ia juga seorang yang memiliki kepedulian dan perhatian yang tinggi
kepada persoalan bangsa, umat, dan Muhammadiyah. Kepeduliannya itu selain ia
tuangkan lewat tulisan dan buku, adalah dengan secara aktif memberi masukan
dan kritik. Ia sangat kritis, bahkan kepada organisasi dan partai tempatnya
bernaung, Muhammadiyah dan Golkar. Ketika Muhammadiyag mengeluarkan
fatwa haram rokok, dengan sigap ia menuangkan kritiknya dalam bentuk artikel di
GATRA. Demikian pula ketika Golkar melenceng dari fatsoen politik Golkar atau
keluar dari aturan organisasi.
TESTIMONI M. KHOIRUL MUTTAQIEN
Direktur Lembaga Zakat Infak dan Shadaqoh Muhammadiyah (LAZISMU)
Saya kenal Hajriyanto Dari Lingkungan Muhammadiyah. Beliau itu
seorang figur yang humoris tapi serius santri yang nasionalis, politisi yang
negarawan, multi-talent, intelektual moderat, cerdas, kritis, public speaker dan
memiliki radius pergaulan cukup luas. Beliau mampu menjalankan amanahnya
sebagai Wakil Ketua MPR-RI dengan baik.
Jika dilihat dari sisi politisi, tak ada yang meragukan kepiawaian dan
kematangan beliau sebagai seorang politisi. Bahkan beliau mampu menampilkan
diri sebagai politisi santri yang bersih, cerdas, intelek, nasionalis dan sering
memberi keberpihakan kepada daerah yang minim akses pembangunan,
khususnya wilayah timur Indonesia.
Dari bidang intelektual, kelebihan Mas HYT adalah mampu menuangkan
pikirannya dengan bahasa yang mudah dimengerti banyak orang, tidak kering dan
sering membincangkan pengalaman pribadi yang menarik atau temuan-temuan
yang jarang diangkat oleh media publik.
Sebagai seorang senior dan aktifis di Muhammadiyah beliau mampu
menempatkan diri sebagai seorang motivator dan inspirator. Pada tahun 2007,
beliau pernah berpesan pada saya, “Jadi anak muda itu ya sekali-kali harus nakal!”
Pesan ini banyak memotivasi saya untuk senantiasa memproduksi gagasan nakal
(tidak biasa), kreatif dan inovatif.
Keunggulan beliau adalah terus mendorong adik-adiknya di lingkugan
Muhammadiyah untuk terus sekolah dan memperluas pergaulan. Untuk
membesarkan LAZISMU, gagasan dan kerja saya banyak terispirasi oleh pesan
beliau tersebut.
Begitupun ketika menjadi sebagai Pejabat Publik (Wakil Ketua MPR RI).
Sebagai pejabat publik, beliau mampu menempatkan diri sebagai seorang politisi
yang bersih dan negarawan yang baik. Beliau juga tak pernah pensiun
mengkampanyekan pembangunan karakter bangsa melalui program 4 Pilar.
DOKUMENTASI
Wawancara dengan mahasiswa UIN Jakarta
Sebagai Pembicara di Diskusi AMPG Partai Golkar
Aktivitas sebagai Ketua BPH Lazismu
Aktivitas sebagai Ketua BPH Lazismu
Aktivitas sebagai Wakil Ketua MPRI
Aktivitas sebagai Wakil Ketua MPRI
Download