TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu Dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif) Oleh: HANIFAN PRASNA VERDI E1A001202 SKRIPSI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2009 SKRIPSI TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENERAPAN SANKSI TINDAK PIDANA PEMILU DALAM UNDANG-UNDANG PEMILU LEGISLATIF) Oleh HANIFAN PRASNA VERDI E1A 001 202 Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada Tanggal 05 September 2009 Para Penguji/Pembimbing Penguji I /Pembimbing I Penguji II/Pembimbing II Penguji III, Dr.Agus Raharjo, S.H.,M.Hum H. Komari, S.H.,M.Hum. Hj. Ruby Hardianti, S.H.,M.H. NIP. 19710810 199802 1 001 NIP. 19540606 198011 1 001 NIP. 19531004 198303 2 001 Mengetahui, Dekan FH UNSOED Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. NIP. 19520603 198003 2 001 iii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya : Nama : HANIFAN PRASNA VERDI NIM : E1A001202 Judul Skripsi : TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu Dalam UndangUndang Pemilu Legislatif) Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas. Purwokerto, 25 Agustus 2008 Hanifan Prasna Verdi NIM. E1A 001 202 iv ABSTRAK Penelitian ini mengangkat tema tindak pidana pemilu (tinjauan yuridis tentang penerapan sanksi tindak pidana pemilu dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif). Perbuatan tindak pidana pemilu merupakan ancaman terhadap kualitas kemurnian demokrasi. Sangat penting untuk mendapatkan kejelasan dan kelengkapan kebijakan formulasi perumusan tindak pidana pemilu di dalam UU No 10 Tahun 2008 dan penerapan sanksi tindak pidana Pemilu tersebut di dalam UU No.10 Tahun 2008 dalam proses demokrasi di Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundangan-undangan dan pendekatan kasus yang bersifat kualitatif dengan metode yuridis normatif. Pengumpulan data melalui inventarisasi peraturan perundang-undangan, putusan badan peradilan dan studi pustaka. Penelitian dilakukan di Kecamatan Purwokerto, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara. Ketentuan pidana pemilu dalam KUHP termuat 5 (lima) pasal di dalam Buku II bab IV yang mengatur tentang 5 (lima) jenis tindak pidana pemilu, sedangkan UU No.12 Tahun 2003 terdiri dari 5 (lima) pasal yang terdiri dari 27 jenis tindak pidana pemilu. UU No.10 Tahun 2008 menambahkan beberapa bab baru yang dalam UU Pemilu sebelumnya. Di antara pasal-pasal baru, UU No.10 Tahun 2008 memuat bab khusus tentang ketentuan pidana yaitu dalam bab XXI yang terdiri dari 51 pasal, dari Pasal 260 hingga Pasal 311. UU No.10 Tahun 2008 mengalami perkembangan yang cukup baik dibandingkan UU Pemilu sebelumnya. Hal bisa dilihat dari bertambahnya subjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya pidana tambahan dan sanksi bersifat kumulatif. Sedangkan ketentuan jenis tindak pidana pemilu berupa pelanggaran larangan kampanye pada Pasal 269, 270 dan Pasal 271 UU No 10 Tahun 2008 dalam putusan badan peradilan di Kecamatan Purwokerto, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara tidak mampu menjerat si terdakwa. v ABSTRACK The themed of this research is the election crimes (juridical review about the application of criminal sanctions in the law legislative elections). Criminal act is the threat to the quality of democracy. It is important to have clarity and completeness of the crime elections policy, formulation in State Law No. 10 Year 2008 and the criminal sanctions in state No.10 of 2008 in the Indonesia’s democratic process. The research using statue and case approach which are qualitative with normative juridical methods. Inventory data by collection through legislation, judiciary decisiens and the literature study. Research conducted in Purwokerto district, District and County Banjarnegara Kebumen. Criminal provisions of the election contained in the Penal Code 5 (five) article in the Book II, chapter IV, which regulates about 5 (five) types of election crimes, while the Law No.12 of 2003 consists of 5 (five) chapters consisting of 27 types of crime election. Act No.10 of 2008 added several new chapters in the previous election law. Among the new provisions, the Act No.10 Year 2008 contains a special chapter on the criminal provisions of chapter XXI consists of 51 chapters, from Article 260 to Article 311. Law No.10 Year 2008 have a relatively good growth compared to previous elections law. It can be seen from the increasing legal subject and the type of election crimes. But there's Election Law weakness compared to the Penal Code, such as the absence of additional criminal and sanctions are cumulative. While the provisions of criminal violations of the election campaign ban on Article 269, 270 and Article 271 of Law No. 10 Year 2008 in the verdict of the judiciary in Purwokerto district, District and County Banjarnegara Kebumen unable to entrap the defendant. vi PRAKATA Segala puji bagi Allah Azza Wa Jal atas segala nikmat yang tiada terhingga. Atas Izin dan Ridha-Nyalah penyusun bisa menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam tak lupa pula selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu memberi inspirasi dan semangat untuk tidak berputusa asa. Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada beliau-beliau yang telah membantu dan membimbing penyusun dalam penelitian ilmiah ini. 1. Ibu Hj.Rochani Urip Salami, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Bapak Dr. Agus Raharjo, S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing I yang telah bersabar dan banyak memberikan bimbingan, masukan dan bantuan yang menyita waktu selama proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Hj. Komari S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan serta nasihatnya demi terselesainya skripsi ini. 4. Ibu Hj. Ruby Hardianti Johny S.H.,M.H. selaku dosen penguji dalam seminar dan pendadaran yang mengkritisi dan memberikan masukan yang sangat berharga. 5. Bapak Setya Wahyudi S.H.,M.H. atas kebaikannya bersedia selaku dosen penguji dalam seminar dan pendadaran yang mengkritisi dan memberikan masukan yang sangat berharga. 6. Bapak I Ketut Karmi Nurjaya, S.H.,M.H. selaku pembimbing akademis yang selalu memberikan kemudahan dan semangat kepada penulis untuk segera lulus kuliah dari Fakultas Hukum Unsoed. 7. Kepada Ibu Eny selaku Kasubbag Pendidikan FH Unsoed yang selalu memudahkan proses birokrasi dan nasihat-nasihat yang sangat berharga selama berproses perkuliahan. 8. Kepada Bapak Gio selaku penanggung jawab angkatan 2001 terima kasih atas ketelitian keuletan dan kesabarannya selama ini. 9. Kepada Bapak Teguh yang memudahkan proses seminar dan pendadaran sehingga dapat terlaksana dengan baik. 10. Kepada Bapak “Dwi Putra” sekeluarga terima kasih atas bimbingan sekaligus guru spritual sehingga hanif bisa mengarungi kehidupan dengan bijak, semoga apa yang dicita-citakan bapak tercapai dengan gemilang dan diridhai Allah Azza Wa Jal.Amiin. 11. Kepada Saudara seiman dan seperjuangan dalam satu lingkaran LIQA yang selalu memberikan support dan doanya. Baik Akh Eko terima kasih atas pembelian sabuknya serta support tenaga waktunya bahkan finansial semoga vii antum cepat lulus juga, akh Ageng terima kasih atas pemberian contoh dan motivasi untuk segera lulus semoga sukses selalu, akh Agung “Senyum Muslim” terima kasih atas nasihat dan semangatnya sehingga hanif terbentuk mental kuat, akh Rasikin “Alfamart” terima kasih atas kegigihannya dalam memberikan contoh gambaran lain setelah lulus semoga cepat mendapatkan “Aisyah”, akh Widi tentunya juga terima kasih telah memberikan inspirasi yang sangat berharga semoga sehat selalu. 12. Kepada Akhina seangkatan Hermawan Prasojo,S.H. dan sekeluarga syukron Jazakallah khair atas konsistensinya mendampingi dan memberikan nasihat, semangat, doa dan bantuan pinjaman buku buku, skripsi bahkan ilmu yang sangat berguna dalam mempermudah proses penulisan skripsi, Insha Allah ana kembalikan semuanya, dan semoga antum sekeluarga selalu tercurah keberkahan hidup. 13. Kepada Alumni SMU 1 Depok yg selalu setia dalam persaudaraan, Akh Purwo, Akh Hasan syukron katsir atas dukungannya selama ini, khusus Akh Andree P. S.H Depok syukron atas bantuan “password member” serta ilmunya yang sangat berguna, semoga “setengah dien” antum itu terlaksana dengan baik. 14. Kepada Akh Legi “biologi 04” terima kasih atas kesabarannya untuk menjadi “asisten pribadi” baik di setiap kesempatan maupun kesempitan, semoga antum cepat lulus kuliah dengan nilai Sangat Memuaskan. 15. Kepada Akh Syamsuri “perikanan” sekeluarga terima kasih atas supportnya selama ini, semoga cepat lulus juga dengan Nilai Sangat Memuaskan. 16. Kepada Bapak Priambodo “Griya Zakat” dan sekeluarga terima kasih atas nasihat yang memberikan gambaran utuh tentang kehidupan, semoga apa yang di harapkan selama ini menjadi Pengusaha Sukses terwujudkan. 17. Kepada sahabat seperjuangan Sandar 02 terima kasih atas segala bantuan info dan supportnya untuk bersama sama untuk bisa lulus kuliah. 18. Kepada teman teman seangkatan 2001 yang masih berjuang untuk mendapatkan gelar sarjana hukum, ukh Rahmi, ukh Siska, Bobby semoga dapat lulus dengan nilai Sangat Memuaskan. 19. Kepada Teman teman yang bersedia hadir di dalam undangan seminar, akh Aryo Bintoro, akh Aryo Vespa, akh Ce’u, akh Cecep, akh Mediono, akh Cakra, akh Dedy “ekonomi”, akh Nuhiman “tetangga rumah”, ukh Rahmi, ukh Seli dan masih banyak lagi, terima kasih atas supportnya semoga cepat lulus kuliah. 20. Kepada ukh Rini “Sunaryo Junior” yang selalu memberikan informasi tentang bapaknya semoga sehat selalu. 21. Kepada akh Dimas Dwi Novari S.H yang selalu silahturahmi dan memberikan support lewat telepon semoga cepat mendapatkan “Aisyah”nya. viii 22. Kepada “Tim Pembajak” Facebook Ukh Khusnul semoga cepat kelar S2 UI nya dan Ukh Eni semoga cepat cepat punya “anak-anak” juga, syukron atas bantuannya selama ini dalam memberikan motivasi. 23. Kepada Aisyah Anita sepupuku yg masih skripsi semoga cepat menyusul yah. 24. Kepada Mas Zainal sekeluarga yang selalu memberikan semangat, semoga dapat rumah idaman dan momongan. 25. Kepada Bapak Sigit dan keluarga besar Smart-Net yang selalu memberikan kemudahan akses informasi dan bantuan ketika sangat mendesak. 26. Kepada Saudaraku di UKI FH UNSOED, KAMMI, UKKI, dan “Tarbiyah” serta Tim Futsal ASASI terima kasih atas seluruh dukungannya. 27. Kepada saudara dan teman teman Facebook.com yang saya cintai karena Allah SWT, yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas support dan doanya sehingga hanif bisa lulus, semoga persahabatan kita melebihi dan memenuhi jagad raya ini dan tidak sekedar teman biasa. 28. Terkhususkan kepada yang tersayang dan tercinta Alm.Ibunda Endang Retno Pancawati Ningsih S.Sos…Inilah persembahan karya dari anak bunda dan inilah harapan bunda yang telah hanif tunaikan dengan mengharu biru, Allahumma firlana wali walidayna warhamhuma kama Rabbayaani saghiraa.Allahumma Amiin. Ya Allah Taqabbal Du’a. 29. Kepada Bapakku Adjrun Mukrohan tersayang adikku Miranti serta keponakanku Valdan dan Farhan tercinta terima kasih atas semuanya, dengan adanya kalian rumah bagaikan surga. 30. Dan kepada semua pihak yang tentunya tidak bisa disebutkan satu persatu tentunya terima kasih yang setulus tulusnya hanif haturkan. Sesungguhnya kesuksesan hanif bukanlah apa apa tanpa sharing cinta dan pengorbanan dari semua pihak. Mohon maaf atas segala khilaf, Semoga Allah Azza wa Jal membalas dengan Ar Rahim-Nya yang berlipat ganda. Allahumma Amiin. Purwokerto, 2 September 2009 Penulis ix DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………. i HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….. iii SURAT PERNYATAAN ……………………………………………………….. iv ABSTRAKSI …………………………………………………………………….. v ABSTRACK ……………………………………………………………………... vi PRAKATA ……………………………………………………………………… vii DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. x BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………… 1 B. Perumusan Masalah ……………………………………………………… 9 C. Maksud Dan Tujuan Penelitian …………………………………………. 9 D. Kegunaan Penelitian ………………………………………….………… 10 E. Kerangka Pemikiran …………………………………….……………… 11 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Demokrasi …………………………………….………………... 14 1. Pengertian Demokrasi ……………………………………………… 14 2. Model - Model Demokrasi ……………………….…………………. 16 3. Demokrasi Di Indonesia…………………………………………….. 21 B. Pemilu Pada Umumnya ……………………………..………………….. 23 1. Pengertian Pemilu …………………………….…………………… 23 2. Asas Pemilihan Umum ……………………….…………………….. 26 3. Sistem Pemilu ……………………….………………………………. 29 C. Tindak Pidana ………………………………………………………….. 34 x 1. Pengertian Umum Tindak Pidana ………………………………… 34 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ……………………………………… 37 3. Jenis- Jenis Tindak Pidana ………………………………………... 40 D. Tindak Pidana Pemilu Menurut Hukum Pidana Nasional ………….. 45 1. Pengertian Tindak Pidana Pemilu ………………………………… 45 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemilu Dalam KUHP ……………... 47 BAB III. METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan …………………………………………….……….. 52 B. Spesifikasi Penelitian …………………………………………….……… 53 C. Sumber Bahan Penelitian ……………………………………….……… 53 D. Metode Pengumpulan Bahan Penelitian ……………………….……… 55 E. Lokasi Penelitian Hukum ………………………………………….…… 56 F. Metode Penyajian Bahan Penelitian Hukum ………………….……… 56 G. Metode Analisis Bahan Penelitian Hukum …………………….……… 56 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian …………………………………………………..……… 59 1. Bahan Hukum Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945……………………………………………….. 59 2. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum …………………………...……… 60 3. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah …….. 61 4. Putusan Putusan Hakim Berkaitan dengan Tindak Pidana Pemilu xi • Putusan Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Bjn ………………………. 76 • Putusan Nomor 129/Pid/2009/P.T.Smg ……….…..…………. 102 • Putusan Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt …………..………… 110 • Putusan Nomor : 142/PID/2009/PT.SMG ………...…………. 120 • Putusan Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Kbm ……………..…….. 128 B. Pembahasan ……………………………………………………..…….. 182 1. Criminal Policy a. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana ………………..……….. 184 b. Ruang Lingkup Kebijakan Hukum Pidana …………..……….. 191 2. Subjek Tindak Pidana Pemilu ……………………………..……… 200 2.1 Subjek Hukum Setiap Orang …………………………..…….. 202 2.2 Subjek Hukum Badan Hukum Atau Korporasi ……….…... 210 3. Jenis Tindak Pemilu ………………………………………………. 213 3.1 Tindak Pidana Pemilu Yang Mengadopsi Delik Dalam KUHP. ………………………………………………………………….. 213 3.2 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Tahapan Pemilu …….. 215 3.3 Tindak Pidana Pemilu Yang Dilakukan Di Luar Teritorial Negara Republik Indonesia ……………………………………229 3.4 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Asas-Asas Pemilihan Umum ………………………………………………………….. 237 4. Beberapa Perbandingan Ketentuan Khusus Hukum Pidana Pemilu yang Menyimpang atau Berbeda Dari Ketentuan Hukum Pidana Umum ……………………………………………………………… 250 xii a. Perluasan Subjek Hukum Pidana (Pemidanaan Badan Hukum) …………………………………………………………………… 250 b. Perbedaan Delik Pemilu Berupa Pelanggaran ………………. 252 c. Stelsel Pemidanaan Pemilu Berbentuk Kumulatif …………... 252 d. Jenis Jenis Sanksi Hukum Pidana Pemilu …………………… 254 e. Jumlah Atau Lamanya Ancaman Pidana Pemilu …………… 255 5. Tinjauan Tentang Peringanan dan Pemberatan dalam Tindak Pidana Pemilu ……………………………………….…………….. 260 6. Tinjauan Tentang Percobaan, Pembantuan, dan Pemufakatan dalam Tindak Pidana Pemilu ………………….….………………261 7. Kajian Analisis Kasus Penerapan Saksi Tindak Pidana Pemilu dalam Empat Putusan Badan Peradilan ……..…………………..261 7.1 Tindak Pidana Kampanye di Luar Jadwal Kampanye Peserta Pemilu ………………………………….………………………. 262 7.2 Tindak Pidana Kampanye Dan Merusak Alat Peraga Kampanye Peserta Pemilu ……………………….……………………….. 268 7.3 Tindak Pidana Mengikutsertakan Pihak Yang Dilarang Di Dalam Kegiatan Kampanye dan Politik Uang .……………… 274 8. Tinjauan Ketentuan Pidana Pemilu Dalam Empat Kasus Tindak Pidana Pemilu …………………………………………..………….. 279 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ……………………………………………….……………… 284 B. Saran ………………………………………………….……………….. 286 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….... 287 xiii 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, maka setiap tindak pidana yang terjadi seharusnya diproses melalui jalur hukum, jadi hukum dipandang sebagai satu-satunya sarana bagi penyelesaian terhadap suatu tindak pidana. Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, yang mana larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu. Dalam hal ini ada hubungannya dengan asas legalitas, yang mana tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan telah diatur dalam undang-undang, maka bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut dan larangan tersebut sudah diatur dalam undang-undang, maka bagi para pelaku dapat dikenai sanksi atau hukuman, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Eksistensi suatu negara yang disebut sebagai negara hukum antara lain tercermin dari beberapa hal, yang biasanya disebut-sebut sebagai ciri negara hukum (rechstaat) yang terdapat juga dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu : a. Adanya jaminan hak asasi manusia b. Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara c. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya mendasarkan atas hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis d. Adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka. harus 2 Tujuan dibentuknya negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan negara tersebut akan tercapai salah satunya adalah melalui pembangunan demokrasi yang berkesinambungan. Demokrasi Indonesia dalam kaitannya dengan Indonesia sebagai negara hukum adalah bagaimana melindungi masyarakatnya dalam hakhak asasi manusia yakni kebebasan untuk berbicara termasuk dalam masalah Pemilihan Umum. Konsep negara hukum yang berkedaulatan rakyat pada intinya mengandung dua dimensi, yakni: 1. Dimensi kedaulatan hukum yang menghendaki seluruh aktifitas kehidupan ketatanegaraan harus tunduk pada hukum. Hukum harus menjadi landasan bagi setiap sikap tindak negara (asas legalitas). Hukum membawahkan negara. 2. Dimensi kedaulatan rakyat yang menghendaki rakyat-lah yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam negara dan menentukan aturan main melalui perangkat-perangkat hukum yang ada.1 Berdasarkan dua dimensi tersebut di atas kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut NKRI adalah berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, hal ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 : “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” 1 B.Hestu Cipto Handoyo,Hukum Tata Negara, Kewarganegraan & Hak asasi Manusia,Cetakan I, Universitas Atmajaya, Yogyakarta,2003, hal 200 3 Sedangkan NKRI sebagai negara hukum, sebagaimana juga tercermin dalam perintah UUD 1945, Indonesia sebagai negara hukum (pasal 1 ayat (3)) UUD 1945. Pemilihan Umum (PEMILU) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Undang – Undang Dasar dan pelanggaran terhadap aturan hukum haruslah ditindak dan diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam penyelenggaraan PEMILU diadakan setiap lima tahun sekali, hal ini tercermin di dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 : “Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.” Kemudian berdasarkan pasal tersebut di atas terdapat Asas-asas Pemilu yang kemudian ditegaskan kembali di dalam Pasal 1 Ayat (1) UU No 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Legislatif : “Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Untuk itu, Warga Negara yang telah menjadi peserta pemilih memiliki hak dan dijamin undang-undang untuk menentukan aspirasinya lewat Pemilu. Sistem pemilu menurut Ramlan Surbakti secara umum mengandung empat dimensi yaitu : 1. Besaran daerah pemilihan. 2. Pola pencalonan tertutup atau terbuka, 3. Sistem zigzag caleg perempuan 4 4. Model pemberian suara kepada parpol atau caleg dan berdasarkan suara terbanyak.2 Pelaksanaan pemilu yang berkualitas dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut diantaranya kesadaran politik, tingkat pendidikan, sosial ekonomi masyarakat, keberagaman ideologi, etnik dan suku, kematangan partai dan kondisi geografis dimana faktor-faktor itu memiliki implikasi-implikasi yang khas terkait perilaku memilih masyarakat sebagaimana sistem pemilu itu sendiri.3 Sejarah perkembangan Peraturan Pelaksanaan Pemilihan Umum dari tahun ke tahun mengalami kemajuan seiring dengan perkembangan demokrasi itu sendiri. Indonesia telah mengalami sembilan kali Pemilihan Umum. Pemilihan Umum pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 dan terbaru pada tahun 2009. Sejak tahun 2004 Pemilihan Umum diselenggarakan terjadi perubahan yang signifikan terhadap sistem pemilu yang dianut di Indonesia. Pemilihan Umum tahun 2004 diselenggarakan pertama kali dimana peserta dapat memilih langsung anggota DPD selain anggota DPR dan DPRD. Pemilihan Umum 2004 menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD serta sistem distrik berwakil banyak untuk pemilihan anggota DPD. Berdasarkan dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV pasal 28G ayat (1) bahwa di dalam negara demokrasi: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa 2 Ramlan, Subakti, Putusan MK Suara Terbanyak Amburadul, http://www.inilah.com/rubrik/politik diakses tanggal 13 Januari 2009 3 Joko J, Ptihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal 32‐33 5 aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan, dengan merujuk pada asas kodifikasi, bahwa (di samping hukum keperdataan, hukum acara perdata, hukum acara pidana) juga hukum pidana harus diatur oleh undang-undang, yang dirangkum dalam suatu kitab undang-undang. Dalam KUHP telah memuat beberapa pasal yang secara substansi dapat digunakan untuk menjerat pelaku yang melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan Pemilu. Kemurnian hasil pemilu adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan di dalam negara demokrasi, oleh karena itu untuk menjamin pemilihan umum yang jujur dan adil yang sangat penting diperlukan perlindungan bagi para pemilih, bagi setiap pihak yang mengikuti pemilu maupun bagi rakyat umumnya dari segala ketakutan, intimidasi, penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik curang lainnya, yang akan mempengaruhi kemurnian hasil pemilihan umum. Jika pemilihan umum dimenangkan dengan cara-cara curang, sulit dikatakan bahwa para legislator yang terpilih merupakan wakil-wakil rakyat. Pemilihan Umum yang jujur dan adil memang mahal. Meski demikian tak ada satupun Pemerintah Negara, yang mengaku menganut paham demokrasi, mau menghapus hajatan massal ini dengan alasan biaya.4 Pemerintah transisi Habibie, harus diakui telah berupaya keras mempersiapkan segala sesuatunya, sehingga mempersembahkan pemilu yang berkualitas pada tahun 1999. Dia tak segan membuka pintu lembaga-lembaga independen dari dalam dan luar negeri untuk 4 Ishak Rafik,Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia,Cetakan I,Ufuk Publishing House,2008, hal 319 6 ikut menyaksikan dan mengawasi jalannya pemilihan. Tak heran lembagalembaga internasional pun ikut berdatangan, termasuk dana tentunya. Begitulah di samping menyediakan anggaran Rp 1,3 Triliun buat hajatan besar itu, dana dari luar pun ikut membanjiri republik.5 Dana yang sangat besar tersebut, pemilu menjadi proyek bisnis yang banyak peminatnya, jika tidak hati-hati hal ini akan memunculkan konflik yang bisa merugikan jalannya pemilu itu sendiri sehingga mengakibatkan ketidakmurnian hasil pemilu. Persaingan ketat antara perusahaan dalam pemenangan tender pelaksanaan pemilu dapat menimbulkan potensi berbagai praktik kecurangan hingga dapat merusak tujuan sebenarnya, yakni pemilu yang Jujur dan adil dan mendapatkan hasil yang berkualitas dan murni. Untuk melindungi kemurnian hasil pemilu yang sangat penting tersebut bagi negara demokrasi, para pembuat undang-undang telah menjadikan sejumlah perbuatan curang dalam pemilihan umum sebagai tindak pidana. Dengan demikian, undang-undang tentang pemilu di samping mengatur tentang bagaimana pemilu itu diselenggarakan juga melarang sejumlah perbuatan yang dapat menghancurkan hakikat kebebasan dan keadilan pemilu itu serta mengancam pelakunya dengan sanksi pidana. Dalam pelaksanaan pemilu tahun 2004 banyak terjadi kasus pelanggaran aturan pemilu. Dasar hukum serta sistem pemilu 2004 diatur dalam UU No. 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam 5 Idem, hal 334 7 penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran tersebut ternyata mengalami banyak kendala. Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2009 diselenggarakan secara serentak untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Hal ini tentu merupakan kerja yang berat dalam penyelenggaraannya, sehingga pelanggaran peraturan pemilu sangat berpontensi terjadi. Selain itu batasan waktu yang ketat untuk penyelesaian kasus pelanggaran pidana aturan pemilu menyebabkan banyaknya kasus yang tidak selesai pada waktunya. KUHP sebagai hukum umum (lex generalis) sebenarnya bisa dipakai sebagai dasar hukum untuk menindak pelanggaran yang berkaitan dengan pemilihan umum. Dasar hukum tersebut dimuat dalam Pasal 148 sampai dengan Pasal 153. Namun demikian, pembuat undang-undang rupanya punya paradigma dan pola pikir (frame of mind) yang intinya bahwa KUHP tidak cukup potensial sebagai jerat untuk menindak pelaku pelanggaran/kejahatan dalam rangkaian pemilu. Walaupun kalau kita cermati UU tentang Parpol dan UU tentang Pemilu yang ada sekarang ini, klausul-klausul pasal yang mengaturnya juga kurang lengkap dan tidak cukup komprehensif. 8 Saat ini telah ada undang-undang (UU) yang mengatur secara tegas tindak pidana pelanggaran pemilu. Salah satunya adalah Undang-undang No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang di undangkan tanggal 31 Maret 2008 mencabut UU Pemilu sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Undang-undang tersebut merupakan pedoman bagi penyelenggara pemilu dan semua pihak-pihak yang terlibat didalamnya serta memberikan sanksi pihak-pihak yang terlibat didalamnya serta memberikan sanksi kepada yang menyelenggarakannya dan sanksi pidana tersebut pada hakikatnya adalah untuk mengawal pemilu yang luber dan jurdil. Selain itu, penyelesaian tindak pidana pemilu mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan itu mencakup semakin luasnya jenis tindak pidana pemilu, dan peningkatan sanksi pidana. Dari segi jenis tindak pidana, 15 tindak pidana pemilu pada UU No. 3 Tahun 1999, menjadi 26 tindak pidana pemilu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan bertambah menjadi 55 tindak pidana pemilu pada Undang-Undang nomor 10 tahun 2008. Sedangkan, berkaitan dengan sanksi, UU yang baru memuat ancaman minimal pada setiap tindak pidana pemilu dan denda yang bisa dijatuhkan sekaligus. Namun dalam konsepsi penerapan sanksi pidana pemilu tersebut masih perlu dikritisi dan dikaji lebih mendalam dan komprehensif tentang penerapan sanksi tindak pidana pemilu. Hal ini terkait dengan banyaknya jenis pelanggaran serta kendala di lapangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dan masyarakat. 9 Selain itu apakah juga adakah konsistensi dan kesesuaian antara UU pemilu dengan regulasi yang lain menyangkut Tindak Pidana Pemilu tersebut, sehingga mempengaruhi penerapan sanksi pidana Pemilu di Indonesia pada tingkatan Putusan badan peradilan tingkat Pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : Tindak Pidana Pemilihan Umum (Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu Dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif) B. Perumusan Masalah Berdasar hal-hal yang telah diuraikan tersebut di atas, maka dapat dinyatakan dalam pertanyaan penelitian yaitu : 1. Bagaimana kebijakan formulasi dalam perumusan tindak pidana pemilu pada Undang-undang No.10 Tahun 2008 ? 2. Bagaimana penerapan ketentuan tindak pidana Pemilihan Umum sebagaimana tersebut di dalam Undang-undang No.10 Tahun 2008 ? C. Maksud Dan Tujuan Penelitian 1. Maksud Penelitian Penelitian ini untuk mendapatkan jawaban tentang kebijakan formulasi perumusan tindak pidana pemilu di dalam Undang-undang No 10 Tahun 2008 dan penerapan sanksi tindak pidana Pemilihan Umum tersebut di dalam Undang-undang No.10 Tahun 2008. 10 2. Tujuan Penelitian Berdasarkan maksud penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kejelasan dan kelengkapan kebijakan formulasi perumusan tindak pidana pemilu di dalam Undang-undang No 10 Tahun 2008 dan penerapan sanksi tindak pidana Pemilihan Umum tersebut di dalam Undang-undang No.10 Tahun 2008. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan teoritis dan operasional. 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan konsep ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. 2. Kegunaan Operasional Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada penegak hukum dalam penjatuhan Pidana Pemilu, Pembuat Undangundang Tindak Pidana Pemilu ke depan, maupun sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 11 KERANGKA PEMIKIRAN UUD 1945 Pembukaan UUD 1945: Indonesia merupakan Negara berdasarkan atas Hukum Indonesia adalah negara berdasarkan Demokrasi dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Salah satu bentuk implementasi demokrasi dan kedaulatan rakyat adalah melalui pemilu Pasal 22E UUD 1945 KUHP UU No 22 th 2007 UU No 10 Th 2008 Peraturan Lain Statute Approach, Tindak Pidana Pemilu dan penerapannya secara Konsep Case Approach, Penerapan Sanksi Pidana Pemilu Pada Praktek 4 Perkara Putusan Peradilan Tahun 2009 Kesimpulan 12 Bagan I. Kerangka Berpikir Pemikiran teoritis sebagai penuntun penulis dalam penelitian ini diawali dengan pemahaman bahwa UUD 1945 merupakan dasar Negara Indonesia serta konstitusi Negara Indonesia. Kekuasaan tertinggi negara ini secara tegas diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Sedangkan demokrasi adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah baik secara langsung yang terdapat pada masyarakatmasyarakat yang masih sederhana (demokrasi langsung), maupun secara tidak langsung karena rakyat diwakilkan (demokrasi tidak langsung) yang terdapat di dalam negara negara modern. Implementasi dari demokrasi perwakilan tercermin pada salah satu kegiatan yang bernama Pemilihan Umum, yang merupakan bentuk perwujudan kekuasaan rakyat dalam negara Indonesia. Pemilu merupakan sarana demokrasi yang dapat menentukan siapa yang berhak menduduki kursi di lembaga politik negara baik legislatif maupun eksekutif. Pemilu sendiri diatur dalam Pasal 22E UUD 1945. Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 22E ayat (6) UUD 1945 bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pemilu diatur dengan undang-undang. Maka, dalam Hukum Positif Indonesia telah diatur Pemilu 2009 di atur di dalam UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk menjaga kualitas kemurnian dari proses dan hasil pemilu itu sendiri telah diatur beberapa ketentuan yang menyangkut tindak pidana pemilu baik di dalam KUHP maupun di dalam UU No 10 tahun 2008, yang kemudian ditelaah dengan peraturan-peraturan yang lainnya 13 baik secara vertikal maupun horizontal. Sehingga dapat diketahui konsep Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu secara abstrak. Konsep Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu belumlah lengkap hingga dapat dipraktekkan dalam kasus kasus tindakan pidana pemilu yang real terjadi dalam masyarakat yang kemudian mencapai pada Putusan-Putusan Badan Peradilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Sehingga dapat diketahui Sejauh mana pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara-perkara yang terkait dengan tindak pidana pemilu itu dapat diterapkan sanksinya sesuai dengan Perundang-undangan yang ada. Berdasarkan pemahaman di atas, penelitian ini akan melakukan pendekatan perundang-undangan dengan pendekatan kasus. 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Demokrasi 1. Pengertian Demokrasi Konsepsi atas pemikiran mengenai demokrasi telah mengalami proses perkembangan sejak ratusan tahun silam. Perkembangan demokrasi sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri. Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata Demos (Rakyat) dan Kratos/Kratein (Berkuasa/kekuasaan). Secara harfiah kata demokrasi dapat diartikan sebagai rakyat berkuasa. Demokrasi pada saat ini telah berkembang menjadi asas dan sistem dalam pemerintahan di tiap-tiap negara yang menganutnya dan berbeda penerapannya satu sama lain. Perkembangan pengertiannya sendiri dari istilah demokrasi pada asasnya tidak terjadi perubahan, yaitu suatu sistem pemerintahan di mana dipegang oleh rakyat atau setidak-tidaknya rakyat diikutsertakan di dalam pembicaraan masalah-masalah pemerintahan.6 Henry B. Mayo memberikan definisi mengenai demokrasi sebagai sistem politik sebagai berikut : “A democratie political system is one in which public policies are made on a majority basis, by representative subject to effective popular control at periode elections which are conducted on the 6 Joeniarto, Demokrasi Dan Sistem Pemerintahan Negara, Cetakan II, Bina Aksara, Jakarta, 1984, hal 22. 15 principle of political equality and under conditions of political freedom”. (sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar meyoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang berdasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik).7 Lebih lanjut, Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi didasari oleh beberapa nilai, yakni : 1) Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalized peaceful settlement of conflict); 2) Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah (peaceful change in changing society); 3) Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur (orderly succession of rulers); 4) Membatasi pemakaian-pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum of coercion); 5) Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity) dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, serta tingkah laku; 6) Menjamin tegaknya keadilan.8 Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga, yakni : 1) Pemerintahan yang bertanggung jawab; 2) Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan atas dasar sekurangkurangnya dua calon untuk setiap kursi; 3) Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik; 4) Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat; 5) Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan.9 7 Henry B. Mayo,An Introduction to Demokratic Theory, Oxford University Press, 1960, hal 70 dalam Ni’matul, Huda,Hukum Tata Negara Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 244. 8 Ibid, hal 245. 9 Ibid. 16 2. Model-Model Demokrasi Dalam sistem demokrasi modern dewasa ini, sistem kekuasaan dalam kehidupan bersama biasa dibedakan dalam tiga wilayah atau domain, yaitu negara (state), pasar (market), dan masyarakat (civil society). Ketiga wilayah atau domain kekuasaan itu mempunyai logika dan hukumhukumnya sendiri. Ketiganya diidealkan harus berjalan seiring dan sejalan, sama-sama kuat dan sama-sama saling mengendalikan satu sama lain, tetapi tidak boleh saling mencampuri atau dicampuradukkan.10 Jika kekuasaan negara melampaui kekuatan masyarakat (civl society) dan pasar (market), demokrasi dinilai tidak akan tumbuh karena terlalu didikte dan dikendalikan oleh kekuasaan negara. Jika kekuatan pasar terlalu kuat, melampaui kekuatan ‘civil society’ dan negara, berarti kekuatan uanglah atau kaum kapitalislah yang menentukan segalanya dalam peri kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tetapi, jika kekuasaan yang dominan adalah ‘civil society’, sementara negara dan pasar lemah, maka yang akan terjadi adalah kehidupan bersama yang ‘chaos’, ‘messy’, ‘governmen-less’, yang berkembang tanpa arah yang jelas.11 Dalam sejarah teori demokrasi terletak suatu konflik yang sangat tajam mengenai apakah demokrasi harus berarti suatu jenis kekuasaan rakyat (suatu bentuk politik di mana warga negara terlibat dalam pemerintahan 10 Jimly Asshiddiqie,Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Cetakan III, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal 43. 11 Ibid. 17 sendiri dan pengaturan sendiri) atau suatu bantuan bagi pembuatan keputusan (suatu cara pemberian kekuasaan kepada pemerintah melalui pemberian suara secara periodik). Menurut David Held, konflik inti tersebut telah memunculkan tiga jenis atau model pokok demokrasi, yakni : 1) Demokrasi Langsung atau Demokrasi Partisipasi, suatu sistem pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah publik di mana warganegara terlibat secara langsung. Ini adalah demokrasi “asli” yang terdapat di Athena kuno.12 Sistem demokrasi yang terdapat di negara kota (city state) Yunani Kuno abad ke-6 sampai abad ke-3 S.M merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.13 Demokrasi Athena sudah lama diambil sebagai sumber inspirasi fundamental bagi pemikiran politik barat modern. 2) Demokrasi Liberal atau Demokrasi Perwakilan (representative democracy), suatu sistem pemerintahan yang mencakup “pejabatpejabat” terpilih yang melaksanakan tugas “mewakili” kepentingankepentingan atau pandangan-pandangan dari para warganegara dalam daerah-daerah yang terbatas sambil tetap menjunjung tinggi “aturan hukum”.14 3) Demokrasi yang didasarkan atas model Satu Partai.15 Partai tersebut merupakan instrumen yang bisa menciptakan landasan bagi sosialisme dan komunisme. Dalam prakteknya, partai harus memerintah; dan hanya pada “era Gorbachev” di Uni Soviet (dari tahun 1984 sampai agustus 1991), dari kekuasaan pusat sampai ke kekuasaan di tingkat desa dan sekitarnya diberi sesuatu yang lebih dari sekedar peranan simbolik atau ritualistik pada periode pasca revolusioner.16 Demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme, mencita-citakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya (machtsstaat) dan yang bersifat totaliter.17 12 David Held,Demokrasi dan Tatanan Global Dari Negara Modern Hingga Pemerintahan Kosmopolitan, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hal 5. 13 Ni’matul Huda, Op. cit., hal 239. 14 David Held, Op. cit.,hal 6. 15 Ibid. 16 Ibid.,hal 17 17 Ni’matul Huda, Op. cit., hal 243. 18 Menurut Soehino, dalam representative democracy terdapat beberapa tipe yakni : 1) Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas atau sistem presidensiil, 2) Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan di mana badan-badan yang diserahi kekuasaan masing-masing ada hubungan timbal balik antara badan legislatif dengan eksekutif atau sistem demokrasi parlementer, 3) Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan dan dengan kontrol langsung oleh rakyat dalam suatu sistem referendum atau sistem badan pekerja.18 Berdasarkan model demokrasi tidak langsung inilah, maka hubungan demokrasi dengan sistem pemerintahan negara akan berkisar kepada hubungan antara badan-badan perwakilan rakyat dengan badan pemegang kekuasaan eksekutif.19 Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap Kekuasaan negara dibagi sedemikan rupa warga negaranya. sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam satu tangan atau satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip ini terkenal dengan Negara Hukum (Rechtsstaat) dan Rule of Law.20 Adapun asas-asas demokratis yang melandasi rechtsstaat menurut S.W. Couwenberg meliputi lima asas, yakni: 18 Soehino, Ilmu Negara, cetakan III, Liberty, yogyakarta, 2000, hal 258. Hestu Cipto Handoyo,Op. cit., hal 100‐101. 20 Ni’matul Huda, Op. cit.,hal 243. 19 19 1) 2) 3) 4) 5) Asas hak-hak politik (het beginsel van de politieke grondrechten); Asas mayoritas; Asas perwakilan; Asas pertanggungjawaban; Dan asas publik (open baarheidsbeginsel).21 Atas dasar sifat-sifat tersebut, yaitu liberal dan demokratis, ciri-ciri rechtsstaat adalah : a. Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat; b. Adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi : kekuasaan pembuatan undang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas yang tidak ahanya menangani sengketa antara individu rakyat, tetapi juga antara peguasa dan rakyat, dan pemerintah yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang. c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.22 Ciri-ciri di atas menunjukan dengan jelas bahwa ide sentral rechtsstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang bertumpu atas dasar prinsip kebebasan dan persamaan.23 Sedangkan menurut M.Topan memberikan penjelasan mengenai modelmodel demokrasi berdasarkan prinsip pembagiannya yakni: a. Prinsip Historis atau Sifat Penyaluran Aspirasi Menurut sejarah pertumbuhan dan perkembangan yang ditandai dengan sifat tata cara penyaluran kehendak dan aspirasi rakyat, maka pemerintah demokrasi dapat digolongkan menjadi: 1. Demokrasi Langsung Model demokrasi ini lahir di negara kota Athena yang jumlah penduduknya terbatas. Karena itu mereka wajib menghadiri rapat yang diadakan pemerintah, rakyat dapat menyalurkan aspirasinya secara langsung dalam rapat tersebut. 2. Demokrasi Tidak Langsung 21 Ibid., hal 246 Ibid. 23 Ibid,hal 247. 22 20 Demokrasi ini juga disebut dengan demokrasi perwakilan atau demokrasi parlementer. Demokrasi ini diwujudkan dengan adanya pemerintahan yang bersendikan perwakilan rakyat, yang kekuasaannya dan wewenangnya berasal dari rakyat dan dilaksanakan melalui wakil-wakil rakyat serta bertanggung jawab penuh kepada rakyat. b. Prinsip Idiologis Pemerintah demokrasi dapat digolongkan menurut macam-macam idiologis atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa-bangsa yang bersangkutan seperti : (1) Demokrasi Individual Demokrasi yang dijiwai oleh paham individualisme Yunani Kuno sehingga dapat juga disebut demokrasi Langsung. (2) Demokrasi Liberal Jenis demokrasi ini dijiwai oleh paham liberalisme yakni paham yang menekankan kepada kebebasan yang pada akhirnya bermuara pada prinsip materialisme/individualisme. Demokrasi yang berdasarkan paham liberal disebut sebagai demokrasi parlementer dengan ciri-ciri sebagai berikut : - - - - Sistem voting atau pemungutan suara yang berakhir dengan menang – kalah Sistem oposisi, yaitu reaksi golongan yang dikalahkan dengan voting, dengan kegiatan yang bertujuan memblokade kebijakan pemerintah yang didukung oleh golongan mayoritas pemenang. Sistem mosi tidak percaya, yaitu suatu tindakan parlemen untuk menjatuhkan pemerintahan karena kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak memperoleh dukungan mayoritas pemenang. Sistem demonstrasi, yaitu kegiatan pihak oposan yang menghimpun dan menggunakan kekuatan masa pendukung untuk memaksakan kehendaknya kepada pemerintah. Sistem Pemisahan kekuasaan. Sistem Multi Partai, yaitu adanya kebebasan untuk mendirikan banyak partai. 21 (3) Demokrasi Rakyat Jenis demokrasi ini didasarkan oleh paham sosialisme komunisme yakni paham yang mengutamakan kepentingan negara/komune dan mengabaikan kepentingan individu/perorangan. Bukan rakyat yang berdaulat atau memegang kekuasaan tertinggi melainkan segelintir orang yang menguasai partai. Ciri – ciri demokrasi rakyat yang menonjol adalah : - sistem mono partai atau partai tunggal yaitu partai komunis. sistem pimpinan rangkap yaitu pimpinan partai jga rangkap pimpinan negara sistem pemusatan kekuasaan yakni pemusatan kekuasaan di tangan penguasa tertinggi di dalam negara/partai sistem otoriter yaitu penguasa dapat dipaksakan kepada rakyat. (4) Demokrasi Pancasila Demokrasi ini dijiwai oleh paham Pancasila yakni falsafah hidup asli bangsa Indonesia. Demokrasi Pancasila berasaskan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan mengutamakan prinsip keseimbangan kepentingan.24 3. Demokrasi Di Indonesia Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat) dalam perkembangannya tidak dapat dipisahkan dari paham demokrasi (kerakyatan). Sebab pada akhirnya, hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat.25 24 Topan, Demokrasi Pancasila Analisa Konsepsional Aplikatif,1989, hal 29. Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 245. 25 22 Menurut Miriam Budiardjo, dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa yaitu : 1) 2) 3) Masa Republik Indonesia I, yaitu masa demokrasi (konstitusionil) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan yang karena itu dapat dinamakan demokrasi parlementer. Masa Republik Indonesia II, yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formil merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat. Masa Republik Indonesia III, yaitu masa Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusionil yang menonjolkan sistem presidensiil.26 Berbicara mengenai demokrasi di Indonesia tidak bisa lepas dari alur periodesasi sejarah politik di Indonesia, yaitu periode pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, pemerintahan Parlementer (representative democracy), pemerintahan Demokrasi Terpimpin (guided democracy), dan pemerintahan Orde Baru (Pancasila Democracy).27 Setiap periodisasi sejarah demokrasi Indonesia memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Era reformasi telah menggantikan rezim Orde Baru membawa dampak perkembangan demokrasi itu sendiri. Derap reformasi yang mengawali lengsernya Orde Baru pada awal tahun 1998 pada dasarnya, merupakan gerak kesinambungan yang merefleksikan komitmen bangsa Indonesia yang secara Rasional dan sistematis bertekad untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi.28 26 Miriam, Budiardjo, Dasar‐Dasar Ilmu Politik, Cetakan VII, PT Gramedia, Jakarta, 1982, hal 57. Afan, Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi,Cetakan V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 10. 28 Ni’matul, Huda, Op.cit.,hal 252 27 23 Reformasi sebagai suatu era dalam pengertian politis sebagai tatanan atau rezim, harus diartikan sebagai usaha sistematis dari bangsa Indonesia untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi; atau lebih luas lagi untuk mengaudit dan mengaktualisasikan indeks demokrasi yang pada orde lalu telah dimanipulasi.29 B. Pemilu Pada Umumnya Pemilu mempunyai hubungan erat dengan prinsip demokrasi dan prinsip hukum sebagai prinsip-prinsip fundamental yang banyak dipergunakan di negara-negara modern. Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena sebenarnya pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi. Dalam prinsip negara hukum, melalui pemilu rakyat dapat memilih wakilwakilnya yang berhak membuat produk hukum dan melakukan pengawasan atau pelaksanaan kehendak-kehendak rakyat yang digariskan oleh wakil-wakil rakyat tersebut.30 1. Pengertian Pemilu Menurut Hendarman Ranadireksa kaitan antara pemilu dengan prinsip demokrasi yaitu bahwa pemilu adalah sarana demokrasi yang daripadanya dapat ditentukan siapa yang berhak menduduki kursi lembaga politik negara, legislatif dan/atau eksekutif. Melalui pemilu rakyat memilih figur yang dipercaya yang akan mengisi jabatan legislatif dan/atau eksekutif. Dalam 29 Muladi,Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, 2002, dalam Ni’matul Huda, Op. cit., hal 262 30 Moh.Mahfud, MD, Hukum dan Pilar‐Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999 24 pemilu rakyat yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih secara bebas, dan rahasia, menjatuhkan pilihan figur yang dinilai sesuai dengan aspirasinya. Tentu tidaklah mungkin seluruh aspirasi dapat ditampung. Dari sekian banyak pilihan aspirasi maka suara terbanyak pemilih dinyatakan sebagai pemenang karena ia mewakili kehendak rakyat yang terbanyak pula. Aspek terpenting dalam demokrasi adalah mengakui dan menghormati suara mayoritas. Namun demikian teramat penting untuk dipahami bahwa arti mayoritas, dalam demokrasi bukan lahir dari asumsi atau sekedar kuantitas yang bersifat konstanta. Klaim mayoritas, tanpa pemilu, atas nama suku, agama, ras atau golongan (buruh, tani, nelayan, dll), jelas bukan demokrasi melainkan tirani.31 Pemilihan umum pada dasarnya adalah suatu kegiatan politik yang bertujuan untuk menetapkan siapa-siapa dapat mewakili rakyat sesuai keputusan bebas dari rakyat pemilih.32 Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, Pemilihan umum diartikan sebagai : “Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksnakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”33 Salah satu agenda yang penting dalam proses perubahan politik adalah menyelenggarakan pemilihan umum. Makna pemilihan umum yang paling 31 Hendarmin, Ranadireksa, Visi Bernegara Aksitektur Konstitusi Demokratik,Cetakan I, Fokusmedia, Bandung, 2007, hal 31. 32 Topan, M, Demokrasi Pancasila analisa Konsepsional Aplikatif, 1989, hal 29. 33 Undang‐Undang No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Legislatif, hal 3. 25 esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai institusi untuk melakukan menduduki kekuasaan (pengaruh) yang dilakukan dengan regulasi, norma dan etika sehingga sirkulasi elit politik (pergantian kekuasaan) dapat dilakukan secara damai dan beradab. Pemilihan umum bertujuan mengimplementasikan kedaulatan rakyat dan kepentingan rakyat dalam lembaga politik negara. Melalui pemilihan umum, rakyat mempunyai kesempatan untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk dalam lembaga perwakilan. Secara ideal wakil yang duduk di lembaga perwakilan adalah mereka yang dipilih sendiri oleh rakyat melalui pemilihan menurut hukum yang adil. Dengan demikian, pemilihan umum merupakan komponen penting dalam negara demokrasi karena berfungsi sebagai alat penyaring bagi mereka yang akan mewakili dan membawa suara rakyat dalam lembaga perwakilan.34 Perwujudan kedaulatan rakyat yang dimaksud dilaksanakan melalui Pemilu secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakilwakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja dalam membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. 34 Moh Mahfud, MD,Hukum dan Pilar‐Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal 221‐222. 26 Menurut Aurell Croissant, dalam perspektif politik sekurangnya ada tiga fungsi pemilihan umum, yakni : 1) Fungsi Keterwakilan. Fungsi Keterwakilan merupakan urgensi di negara demokrasi baru dalam beberapa pemilu. 2) Fungsi Integrasi. Fungsi ini menjadi kebutuhan negara yang mengkonsolidasikan demokrasi. 3) Fungsi Mayoritas. Fungsi Mayoritas merupakan kewajiban bagi negara yang hendak mempertahankan stabilitas dan kepemerintahan (governability).35 Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 1 ayat (1) Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah Sarana Pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, Umum, bebas, Rahasia, Jujur dan Adil, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Definisi tersebut juga bisa diketemukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. 2. Asas Pemilihan Umum Asas pemilihan umum dalam Pasal 2 UU No.10 Tahun 2008 dinyatakan bahwa pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 35 Joko J,Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis,Cetakan I, Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2008, hal 18 27 Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka Pemilu diselenggarakan berlandaskan : 1) Asas Langsung, dengan asas langsung rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. 2) Besifat umum, berarti menjamin kesempatan yang belaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan pekerjaan dan status sosial. 3) Bebas, berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. 4) Rahasia, berarti di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihanya tidak akan diketahui oleh pihak manapun. 5) Jujur dan adil berarti pemilih memberikan suaranya pada surat suara bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.36 Menurut Sukarna pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan secara bebas. Syarat agar pemilu berlangsung secara bebas ada sepuluh, yakni: a. Aman. Dalam suatu negara yang tidak aman tidak akan dapat dilakukan pemilihan umum. b. Tertib. Suatu pemilihan umum yang tidak berjalan tertib tidak akan menjamin suatu hasil yang baik. c. Adil. Suatu pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi harus tetap menjunjung tinggi keadilan yaitu tidak adanya penindasan dan paksaan. d. Kemerdekaan Perorangan. Pemilihan umum yang bebas hanya akan dapat dilakukan apabila setiap orang sebagai warga negara dilindungi atau dijamin kemerdekaannya oleh undang-undang. e. Kesejahteraan Masyarakat. Suatu masyarakat yang sejahtera yaitu bebas dari kemiskinan dan ketakutan akan dapat melakukan pilihannya secara bebas tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mengganggu kemerdekaannya untuk memilih. f. Pendidikan. Dalam masyarakat yang warga negaranya sebagaian besar buta huruf akan sukar untuk dijalankan pemilihan umum secara bebas karena komunikasi dua arah tidak bisa dijalankan secara sempurna. 36 Penjelasan Umum Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 2008 28 g. Terdapat partai politik dari satu. Pemilihan umum yang bebas hanya dapat terselenggara apabila dalam negara itu terdapat lebih dari satu partai politik, sehingga rakyat dapat memilih mana yang lebih cocok dengan pendiriannya masing-masing. h. Terdapat media pers yang bebas. Pers yang bebas merupakan syarat untuk alat komunikasi antara pemimpin politik dengan rakyat sehingga pemimpin politik dapat mengemukakan tujuan dari partainya tadi, maka rakyat akan dapat menilai mana yang paling baik untuk menentukan pilihannya. i. Terdapat open management. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat terselenggara apabila negara itu menjalankan open management yaitu adanya free social support atau dukungan yang bebas dari masyarakat terhadap pemerintahan dan adanya free social control atau pengawasan yang bebas dari masyarakat terhadap aparatur pemerintahan dan adanya free social responsibility atau pertanggungjawaban yang bebas dari kebohongan oleh pihak pemerintah. j. Terdapat Rule of law. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat dilakukan dalam negara yang menjalankan rule of law yaitu baik pemerinta maupun rakyat sama-sama taat menjalankan undangundang.37 Pada saat Pemilu dijadikan manifestasi prinsip kedaulatan rakyat, maka mulai saat itulah rakyat diberikan kebebasan dalam memilih dan menentukan calon-calon wakil yang tergabung dalam Partai Politik. Berkaitan dengan asas pemilu Pasal 21 ayat (3) Piagam tentang Pernyataan HAM sedunia menentukan : “Kehendak rakyat ialah dasar kekuasaan pemerintah; kehendak itu akan dilahirkan dalam pemilihan-pemilihan berkala dan jujur yang dilakukan dalam Pemilihan Umum dan berkesamaan atas pengaturan suara yang rahasia dengan cara pemungutan suara yang bebas dan yang sederajat dengan itu”. Dengan demikian, kebebasan, kejujuran, rahasia dan kesamaan merupakan hal-hal yang esensiil dalam penyelenggaraan pemilu.38 37 Sukarna,Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981, hal 83 B.Hestu Cipto Handoyo, Op. cit.,hal 217 38 29 Pengertian dan makna asas-asas Pemilu Indonesia yang sedemikan komplek tersebut di atas, kalau diterjemahkan lebih singkat pada hakikatnya dipergunakan untuk memberikan landasan filosofis bagi seluruh rangkaian proses penyelenggaraan Pemilu. 3. Sistem Pemilihan Umum Salah satu yang paling penting dalam pelaksanaan pemilu adalah sistem pemilu yang representatif di dalam negara demokrasi. Penyebab utama hingga terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu adalah selain Implementasi Asas Pemilu yang belum mantap dan pengawasan atas jalannya pemilu tidak berjalan secara efektif adalah karena sistem pemilu yang tidak representatif.39 Sistem pemilu menurut Lijphart, dalam Ilmu Politik dimaknai sebagai suatu kumpulan metode atau cara warga masyarakat memilih para wakil mereka. Manakala sebuah Lembaga Perwakilan Rakyat-apakah itu DPR atau pun DPRD-dipilih maka sistem pemilihan mentransfer jumlah suara ke dalam jumlah kursi, sementara itu pemilihan presiden, gubernur, dan bupati yang merupakan representasi tunggal dalam sistem pemilihan, dasar jumlah suara yang diperoleh menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, dengan melihat kenyataan seperti itu, maka betapa pentingnya sistem pemilihan dalam sebuah demokrasi.40 39 B.Hestu Cipto Handoyo, Op. cit., hal 199 Afan, Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Cetakan V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 10. 40 30 Sistem pemilu menurut Joko J. Prihatmoko, berkaitan erat di antara dua faktor internal dan eksternal terhadap kinerja legislatif. Termasuk faktor eksternal adalah partisipasi aktif dan kontrol masyarakat, kelompok kepentingan, LSM, pers bebas dan mandiri, solidaritas masyarakat madani, dan atmosfer makro kepolitikan. Faktor internalnya antara lain kualitas anggota dan kapasitas sistem serta mekanisme kelembagaan legislatif sendiri.41 Di antara kedua faktor itu, yang bahkan merupakan faktor berpengaruh adalah faktor perantara atau penghantar, yakni prosedur atau mekanisme yang menjadikan sesorang sebagai legislatif dan karenanya derajat keterikatan anggota legislatif dengan pemilih ditentukan, faktor itu adalah sistem pemilu.42 Selanjutnya masih menurut Joko J. Prihatmoko, ada enam prinsip yang menjadi petunjuk dalam memilih sistem pemilu, yakni : 1) Sistem pemilu sangat berpengaruh terhadap watak atau persaingan konstestan. 2) Sistem pemilu dapat dengan mudah dimanipulasi, khususnya oleh partaipartai besar, untuk memperlancar perilaku politik tertentu. 3) Sistem pemilu dapat mempengaruhi jumlah dan ukuran relatif partai politik di parlemen. 4) Sistem pemilu juga menentukan keterpaduan internal dan disiplin masingmasing partai. Sebagian sistem mendorong faksionalisme dan sebagian lainnya memaksa partai-partai untuk bersatu suara dan menekan pembangkangan (disobedience). 5) Sistem pemilu bisa mengarahkan pada pembentukan koalisi atau pemerintahan satu partai dengan kendala yang dihadapi partai mayoritas. 6) Sistem pemilu dapat mendorong atau menghambat pembentukan aliansi di antara partai-partai, dan bisa pula memberi rangsangan kepada 41 Joko J,Prihatmoko,Op. cit., hal 69 Ibid. 42 31 beberapa kelompok agar lebih bersikap akomodatif atau memberi dorongan kepada partai-partai untuk menghindari konflik berdasarkan ikatan etnik, kesukuan atau kekerabatan.43 Menurut pendapat Muh.Nur Sadik mengenai sistem pemilihan umum yang berkaitan erat dengan pembangunan politik di Indonesia mengacu kepada dua hal pokok yakni: 1. Bagaimana mengimplementasikan demokrasi, 2. Menemukan sistem yang unggul dan handal dalam melaksanakan pemilu di Indonesia yang cocok dengan masyarakat majemuk atau pluralitas di Indonesia.44 Pendapat lain mengenai sistem pemilu yang berkaitan dengan proses pemilihan umum yaitu menurut TA. Legowo dan Sebastian Salang yang menyatakan pada pemilu 2009 yang akan datang terdapat perubahan sistem yang berkaitan dengan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ambang batas (threshold), Daerah Pemilihan (DaPil) Jumlah kursi DPR dan DPRD Kabupaten/Kota, Penghitungan sisa suara kursi, Teknis pemberian suara, Dan calon perempuan.45 Penerapan sistem pemilu dalam setiap pemilu di mana saja menurut Sukarna, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Social culture (education of the people), The position of political party, Press and public opinion, The law of general election, The role of armed forces in politics, The man in position, Order, 43 Ibid,hal 34. Muh Nur Sadik,Jurnal Ilmiah Hukum Legality, Vol 13 Nomor 2, Fakultas Hukum UMM, hal 249 45 TA Legowo dan Sebastian Salang, Panduan Menjadi Calon Anggota DPR/DPD/DPRD Mengahadapi Pemilu, cetakan I, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hal 18. 44 32 8. Security, 9. Social economy.46 Sistem pemilihan umum berbeda-beda tergantung dari sudut mana pandangan ditujukan kepada rakyat. Salah satu fungsi utama pemilihan umum dalam negara demokratis tidak lain adalah untuk menentukan kepemimpinan nasional secara konstitusional. Oleh sebab itu dalam bentuk dan jenis sistem pemerintahan apa pun, pemilu menduduki posisi yang sangat strategis dalam rangka melaksanakan tujuan pemilihan umum.47 Untuk melaksanakan pemilihan umum guna menentukan seseorang menjadi pejabat negara (Presiden dan Wakil Presiden), dapat ditempuh melalui dua alternatif, yakni : 1. Pemilihan secara langsung, artinya pemilih melakukan pemilihan orang atau kontestan (peserta) yang disukai; dan 2. Pemilihan secara bertingkat (tidak langsung), yaitu para pemilih melakukan pemilihan orang-orang untuk menjadi anggota suatu lembaga kenegaraan yang mempunyai wewenang untuk memilih orang yang akan menjadi pejabat negara tersebut. Contoh cara seperti ini pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang dilakukan oleh MPR sebelum Amandemen UUD 1945.48 Mekanisme untuk menentukan anggota-anggota di Lembaga Perwakilan Rakyat dapat digolongkan ke dalam dua sistem, yakni : 1. Sistem Pemilihan Organis, yakni mengisi keanggotaan Lembaga Perwakilan Rakyat melalui pengangkatan atau penunjukan. 2. Sistem Pemilihan Mekanisme, Sistem ini sering disebut juga Pemilihan Umum.49 46 Sukarna,Op. cit.,hal 88. Hestu Cipto, Handoyo, Op. Cit., hal 208. 48 Ibid,hal 209. 49 Bintan R, Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Indonesia, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1998, hal 171. 47 33 Menurut Wolhoff, sistem Pemilihan Organis ini dilandasi oleh pokok pikiran bahwa : a. Rakyat dalam suatu negara dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup bersama dalam beraneka ragam persekutuan hidup, seperti genealogi (keluarga), teritorial (daerah), fungsional spesialis (cabang industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tani) dan lembaga-lembaga sosial (LSM/Ornop). b. Persekutuan-persekutuan hidup inilah yang bertindak sebagai pengendali hak pilih. Artinya yang mempunyai kewenangan atau hak untuk mengutus wakil-wakilnya duduk sebagai anggota Lembaga Perwakilan Rakyat adalah persekutuan-persekutuan hidup tersebut. c. Partai-partai politik dalam struktur kehidupan kemasyarakatan seperti ini tidak dibutuhkan keberadaanya. Hal ini disebabkan mekanisme pemilihan diselenggarakan dan dipimpin sendiri oleh masing-masing persekutuan hidup tersebut.50 Sistem Pemilihan Mekanis berpangkal tolak dari pemikiran bahwa : a. Rakyat di dalam suatu negara dipandang sebagai massa-massa individu-individu yang sama. b. Individu-individu inilah yang bertindak sebagai pengendali hak pilih aktif. c. Masing-masing individu berhak mengeluarkan satu suara dalam setiap pemilihan untuk satu Lembaga Perwakilan Rakyat. d. Dalam negara Liberal mengutamakan individu-individu sebagai kesatuan otonom dan masyarakat sebagai suatu kompleks hubunganhubungan antar individu yang bersifat kontraktual. Sedangkan di dalam negara Sosialis-Komunis lebih mengutamakan totaliteit kolektif masyarakat dan mengecilkan peranan individu-individu dalam totaliteit koletif ini. e. Partai politik atau organisasi politik berperan dalam mengorganisir pemilih sehingga eksistensinya (keberadaannya) sangat diperlukan, baik menurut sistem satu partai, dua partai atau pun multi partai.51 50 Wolhoff, dalam Hestu Cipto, handoyo, Op. cit., hal 210. Ibid, hal 211. 51 34 C. Tindak Pidana 1. Pengertian Umum Tindak Pidana Instrumen Hukum (pidana) secara efektif dilaksanakan dengan law enforcement atau penegakan hukum merupakan antisipasi atas kejahatan. Melalui instrumen hukum, diharapkan perilaku yang melanggar hukum ditanggulangi secara preventif bahkan represif. Mengajukan ke depan sidang pengadilan dan selanjutnya penjatuhan pidana bagi anggota masyarakat yang terbukti melakukan perbuatan pidana, merupakan tindakan yang represif. Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam. Yang paling penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman sekaligus kepada masyarakat dan kepada terpidana sendiri agar menjadi insyaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik. Menurut Zainal Abidin Farid, istilah hukum pidana bermakna jamak. Dalam arti obyektif, yang juga sering disebut ius poenale atau meliputi : 1) Perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya atau pengabaiannya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan negara yang berwenang; peraturan-peraturan yang harus ditaati dan diindahkan oleh setiap orang; 2) Ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara apa atau alat apa dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan itu; d.k.l. hukum penentiair atau hukum sanksi; 3) Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturanperaturan itu pada waktu dan di wilayah negara tertentu. 52 Berbicara tentang hukum pidana tidak terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut 52 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I,Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 1. 35 meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban.53 Istilah tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia karena bersumber dari W.v.S Belanda maka memakai istilah strafbaarfeit. Alasan pembuat undang-undang Belanda menggunakan istilah strafbaarfeit dengan alasan pengertian feit mencakup omne qound fit jadi keseluruhan kejadian (perbuatan) termasuk didalamnya kelalaian.54 Perkataan feit itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan atau een gedelte van de werkelijhid sedang strafbaarfeit dapat diterjemahkan sebagai bagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak kita akan mengetahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan perbuatan atau tindakan.55 Pembentuk undang-undang kita tidak memberikan suatu penjelasan tentang apa yang dimaksud strafbaarfeit, sehingga di dalam doktrin telah menimbulkan berbagai pendapat tentang apa yang dimaksud strafbaarfeit tersebut.56 Secara doktrinal, di antara para pakar hukum tidak terjadi kesatuan pendapat tentang pengertian dan unsur-unsur tindak pidana. Sebagian ahli hukum menganut pandangan monistis yang tidak memisahkan antara criminal act dan criminal responsibility. Dan sebagian yang lain menganut pandangan dualistis 53 Usfah Moch Najih dan Togat,Pengantar Hukum Pidana,UMM Press, Malang, 2004, hal 32. Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hal 45. 55 Lamintang, Dasar‐Dasar Hukum Pidana Indonesia,Sinar Baru, Bandung ,1990, hal 172 56 Ibid. 54 36 yang memisahkan antara criminal act dan criminal responsibility.57 Pendapat sarjana yang berpandangan monistis antara lain : a. Menurut Simon, Strafbaarfeit itu sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atau tindakan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.58 Pendapat ini juga disetujui oleh pengarang Indonesia, seperti Zainal Abidin Farid.59 b. Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. c. Profesor van Hattum berpendapat bahwa seusatu tindakan itu tidak dapat dipisahkan dari orang yang telah melakukan tindakan tersebut. Menurut beliau, perkataan “strafbaar” itu berarti mempunyai arti sebagai “pantas untuk dihukum”, sehingga perkataan strafbaarfeit seperti yang telah digunakan oleh pembentuk undang-undang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu secara “eliptis” haruslah diartikan sebagai suatu “tindakan, yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang enjadi dapat dihukum”.60 Pendapat para sarjana yang menganut pandangan dualistis adalah : a. Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.61 b. Menurut W.P.J. Pompe, strafbaarfeit adalah tidak lain daripada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang. Menurut teori strafbaarfeit itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.62 c. Sedangkan menurut Soedarto, tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi syarat – syarat tertentu, dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana.63 57 Usfah Moch Najih dan Togat, Op.cit, hal 34‐35. Lamintang,Op. cit.,Hal 176 59 Zainal Abidin Farid, Op. cit.,hal 3 60 Van Hattum, Hand‐en Leerboek, 1953, hal 112 dalam Drs. P.A.F Lamintang S.H.,Dasar‐Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan III, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,1997, hal 184. 61 Usfah Moch Najih dan Togat, Op.cit, hal 35 62 Soedarto, Pengantar Kuliah Hukum Pidana Jilid IA – IB, Fakultas Hukum UNSOED, Purwokerto , 2001, hal 40‐41. 63 Ibid. 58 37 Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku. Pengertian tersebut merupakan pengertian Hukum Pidana Materiil. Dalam pengertian yang lengkap dinyatakan oleh Satochid Kartanegara bahwa hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang berikut ini : 1) Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman (Strafbaar feiten) misalnya : a. mengambil barang milik orang lain; b. dengan sengaja merampas nyawa orang lain. 2) Siapa-siapa yang dapat dihukum atau dengan perkataan lain : mengatur pertanggungan jawab terhadap hukum pidana. 3) Hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Atau juga disebut hukum Penetentair. 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu menurut Lamintang pada umumnya dapat kita jabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur Subyektif dan unsur-unsur Obyektif.64 Yang dimaksud dengan unsurunsur Subyektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala 64 P.A.F Lamintang,Dasar‐Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan III, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,1997, hal 193. 38 sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.65 Sedang yang dimaksud dengan unsur-unsur Obyektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.66 Masih menurut Lamintang, unsur-unsur Subyektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah : 1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa); 2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP; 3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; 4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte read seperti yang misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; 5) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.67 Unsur-unsur Obyektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah : 1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid; 2. Kualitas dari si pelaku, misalnya “Keadaan sebagai seseorang pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP; 3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.68 Di antara pakar hukum tidak terjadi kesamaan pendapat mengenai unsurunsur tindak pidana. Sebagian pakar hukum menganut pandangan monistis dan sebagian yang lain menganut pandangan dualistis. 65 Ibid. Ibid. 67 Ibid.,Hal 194. 68 Ibid. 66 39 Pendapat para sarjana yang berpandangan monistis: a. Simons Unsur-unsur strafbaarfeit adalah : 1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan); 2. Diancam dengan pidana (strafbaarfeit); 3. Melawan Hukum (onrechmatig); 4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verbanstaand); 5. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsuatbaar person). Simon menyebutkan adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari Strafbaarfeit. Unsur subjektif dari strafbaarfeit adalah : 1. Perbuatan orang 2. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu 3. Mungkin ada keadaan-keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam Pasal 28 KUHP sifat “openbaar” atau di muka umum. Unsur Objektif dari Strafbaarfeit adalah: 1. Orang yang mampu bertanggung jawab 2. Adanya kesalahan (dolus dan Culpa) perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan.69 b. van Hamel Unsur-unsur Strafbaarfeit adalah : 1. 2. 3. 4. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang; Bersifat melawan hukum Dilakukan dengan kesalahan Patut dipidana.70 69 Soedarto, Op.cit.,Hal 37 Ibid. 70 40 Pendapat sarjana hukum yang manganut pandangan dualistis antara lain : a. Moeljatno Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur : 1. Perbuatan (manusia) 2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil), dan 3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).71 b. Soedarto Unsur-unsur tindak pidana adalah : 1. Perbuatan a.) Memenuhi rumusan undang-undang; b.) Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar). 2. Orang a.) Mampu bertanggungjawab b.) Dolus atau Culpa (tidak ada alasan pemaaf).72 3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Para guru besar telah membuat suatu pembagian dari tindakan-tindakan melawan hukum itu ke dalam dua macam “onrecht”, yaitu yang mereka sebut “criminal onrecht” dan ke dalam apa yang mereka sebut “policie onrecht”.73 Yang mereka maksudkan sebagai “crimineel onrecht” itu adalah setiap tindakan melawan hukum yang menurut sifatnya adalah bertentangan dengan “rechtsorde” atau “tertib hukum” dalam arti yang lebih luas daripada sekadar “kepentingankepentingan”. Sedangkan yang mereka maksudkan sebagai “policie onrecht” itu 71 Ibid.,Hal 39 Ibid., Hal 45 73 Lamintang, Op. cit.,Hal 209 72 41 adalah setiap tindakan melawan hukum yang menurut sifatnya adalah bertentangan dengan “kepentingan-kepentingan yang terdapat dalam masyarakat”.74 Pembagian yang dewasa ini kita kenal sebagai pembagian di dalam tindakantindakan yang oleh para pembentuk dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana kita telah disebut sebagai kejahatan-kejahatan (misdrijven) dan pelanggaranpelanggaran (overtredingen).75 Menurut van Hamel, pembagian dari tindak pidana menjadi tindak pidana “kejahatan” dan tindak pidana “pelanggaran” itu telah mendapat pengaruh dari pembagian dari tindak pidana yang disebut “rechtsdelicten” dan “wetsdelicten”. 76 Yang dimaksud dengan “rechtsdelicten” adalah delik-delik yang terdapat sejumlah tindakan-tindakan yang mengandung suatu “onrecht” hingga orang pada umumnya memandang bahwa pelakupelakunya itu memang pantas untuk dihukum, walaupun tindakan-tindakan tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai tindakantindakan yang terlarang di dalam undang-undang, karena delik-delik semacam itu adalah bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis. Sedangkan yang dimaksud dengan “wetsdelicten” itu adalah delik-delik yang memperoleh sifatnya sebagai tindakan-tindakan yang pantas untuk dihukum, oleh karena dinyatakan demikian di dalam peraturan-peraturan undang-undang.77 74 Ibid. Ibid.,Hal 210 76 Ibid., Hal 211 77 Ibid., Hal 210 75 42 Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran ini disebut dalam UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) buku kedua memuat delik-delik yang disebut kejahatan, dan dalam buku ketiga delik-delik yang disebut pelanggaran.78 Pembagian delik pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita menjadi buku kedua dan buku ketiga melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana sebagai keseluruhan.79 Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran mempunyai konsekuensi-konsekuensi tersendiri. Ada beberapa prinsip yang hanya berlaku untuk kejahatan dan tidak berlaku untuk pelanggaran, seperti : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Percobaan Membantu Melakukan Daluwarsa Delik Aduan Gabungan Tindak Pidana Peraturan Daerah.80 Percobaan melakukan kejahatan merupakan tindak pidana, untuk pelanggaran umumnya bukan merupakan tindak pidana. Membantu melakukan kejahatan merupakan tindak pidana sedangkan membantu melakukan pelanggaran bukan merupakan tindak pidana. Dan tindak pidana yang mungkin dimuat dalam peraturan legislatif di daerah otonom semuanya masuk pelanggaran.81 78 Soedarto, Op.cit.,Hal 50. Lamintang,Op. cit.,Hal 211. 80 Topo Santoso,Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan syariat Dalam Wacana dan Agenda, Asy Syamil, Gema Insani, Jakarta, 2000, Hal 42. 81 Ibid. 79 43 Di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana selanjutnya masih terdapat sejumlah pembagian-pembagian lainnya dari tindak pidana-tindak pidana sebagai berikut: 1) Delik Formal dan Delik Materiil (Delik dengan perumusan secara formil dan delik dengan perumusan secara materiil) a. Delik Formal itu adalah delik yang perumusanya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan yang seperti tercantum dalam rumusan delik. b. Delik materiil adalah delik yang perumusanya bertitik tolak pada akibat yang tidak dikehendaki. Delik ini baru selesai setelah akibat yang dikehendaki itu telah terjadi.82 2) Delik commissionis, delik ommissionis dan delik commissionis per ommissionis commissa. a. Delik commissionis: delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan. b. Delik ommissionis: delik yang berupa pelanggaran terhadap pemerintah, misal yang terdapat dalam Pasal 522 KUHP. c. Delik commissionis per ommmisssionis commmisa: delik yang berupa pelanggaran larangan (dua delik commmissionis), akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misal yang terdapat dalam Pasal 338 dan 340 KUHP.83 3) Delik dolus dan delik culpa a. Delik dolus: delik yang memuat semua unsur kesengajaan, misal Pasal 187, 197 KUHP. b. Delik culpa: delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur, misal Pasal 195, 201 KUHP.84 4) Delik tunggal dan delik berganda a. Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali. b. Delik berganda: delik yang baru yang merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan, misal Pasal 481 KUHP.85 82 Soedarto,Op.cit., hal 51. Ibid.,Hal 51. 84 Ibid.,Hal 52. 85 Ibid. 83 44 5) Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus. Delik yang berlangsung terus: delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan terlarang itu berlangsung terus, misal Pasal 333 KUHP.86 6) Delik aduan dan bukan delik aduan Delik aduan: delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena, misal Pasal 284 KUHP. Delik aduan dibedakan menurut sifatnya : - Delik aduan absolut Delik aduan yang relatif 87 7) Delik sederhana dan delik yang ada pembenarannya a. Delik sederhana: misal penganiayaan (Pasal 351 KUHP) b. Delik yang ada pembenarannya: misal penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat 2,3 KUHP).88 8) Delik ekonomi (biasanya disebut tindak pidana ekonomi) Tindak pidana ekonomi terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1995 tentang tindak pidana ekonomi.89 9) Kejahatan ringan Dalam KUHP ada kejahatan-kejahatan ringan: Pasal 364, 375, 373, 482, 384, 352, 302 (1), 315, 40.90 86 Ibid. Ibid. 88 Ibid.,Hal 53 89 Ibid. 90 Ibid. 87 45 D. Tindak Pidana Pemilu Menurut Hukum Pidana Nasional 1. Pengertian Tindak Pidana Pemilu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang merupakan peninggalan Belanda telah dimuat lima pasal yang substansinya adalah tindak pidana pemilu tanpa menyebutkan sama sekali apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu.91 Pembentuk Kitab Undang-undang Pidana kita tidak memberikan suatu penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu, sehingga di dalam doktrin menimbulkan berbagai pendapat tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu. Menurut Djoko Prakoso, memberikan pengertian Tindak Pidana Pemilu dengan: “Setiap orang, badan hukum ataupun organisasi yang dengan sengaja melanggar hukum, mengacaukan, menghalang-halangi atau mengganggu jalannya pemilihan umum yang diselenggarakan menurut undang-undang.”92 Menurut Topo Santoso, berbagai buku yang menjadikan tindak Pidana Pemilu sebagai sorotan tampaknya belum ada yang secara mendalam membahas mengenai pengertian dan cakupan dari tindak pidana pemilu. Sintong Silaban misalnya ketika memberi pengertian tindak pidana pemilu, ia menguraikan apa yang dimaksud dengan tindak 91 Topo Santoso, Tindak Pidana Pemilu,Cetakan I,Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hal 1. Djoko Prakoso, Tindak Pidana Pemilu,Sinar Harapan, Jakarta, 1987, Hal 148. 92 46 pidana secara umum, kemudian menerapkannya dalam kaitannya dengan pemilu.93 Sedangkan menurut Topo Santoso memberikan pengertian Tindak Pidana Pemilu yakni : “Semua tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu maupun di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pemilu.”94 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum terdapat juga istilah Tindak Pidana pemilu dalam pasal 29, 31, 74, 76, 78, 80, 82, 84, 99, dan pasal 102. Namun tidak ada satupun pasal yang memberikan definisi apa itu tindak pidana pemilu. Sedangkan Undang-Undang No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah memiliki definisi ruang lingkup apa yang disebut dengan tindak pidana pemilu. Dalam Pasal 252 berbunyi : “Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.” Berdasarkan fokus penulisan ini adalah tindak pidana pemilu, dengan demikian berbagai kecurangan yang terkait dengan penyelenggaraan pemilu, tetapi bukan termasuk tindak pidana yang di atur dalam UndangUndang No.10 Tahun 2008 tidak menjadi objek yang dikaji. Seperti diketahui bahwa tidak semua kecurangan atau praktik curang dalam 93 Topo Santoso, Op. cit.,Hal 3 Ibid.,Hal 5. 94 47 pemilu oleh pembuat undang-undang dikualifikasi sebagai tindak pidana pemilu.95 Berdasarkan Pengertian Tindak Pidana Pemilu pada Pasal 252 UU No.10 Tahun 2008, istilah yang digunakan adalah pelanggaran tindak pidana pemilu, dengan demikian maka tidak ada pemisahan atau pengkategorisasian antara kejahatan dan pelanggaran, sumber tindak pidana pemilu hanya berada di dalam UU No 10 Tahun 2008. Berkaitan dengan Peradilan, dengan tidak adanya pemisahan antara kejahatan dan pelanggaran dalam tindak pidana pemilu UU No.10 Tahun 2008, kemudian tidak ada ketentuan atau penjelasan acara apa yang akan digunakan untuk mengadili. Berbeda dengan dalam KUHAP pelanggaran dalam KUHP menggunakan hukum acara singkat dan kejahatan dalam KUHP dengan hukum acara biasa. 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemilu dalam KUHP KUHP tidak memberi definisi atas berbagai tindak pidana itu, sedangkan pengertiannya akan diketahui dari rumusan unsur-unsur tindak pidana. Dengan demikian, pengertian tindak pidana pemilu di dalam KUHP dapat dilihat dari rumusan unsur-unsur dari pasal-pasal yang mengaturnya.96 95 Ibid.,Hal 6. Ibid.,Hal 2. 96 48 Menurut Wirjono Prodjodikoro tidak kurang dari lima pasal dari titel IV ini mengenai tindak-tindak pidana yang ada hubungan dengan suatu pemilihan umum yang diadakan berdasar atas undang-undang.97 Lima pasal yang terdapat dalam Bab IV Buku Kedua KUHP mengenai tindak pidana “Kejahatan terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak Kenegaraan”, adalah Pasal 148, 149, 150, 151, dan 152 KUHP.98 Perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut : 1) Merintangi Orang menjalankan Haknya dalam Memilih Pasal 148 KUHP menyatakan : “Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturanaturan umum, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan sengaja merintangi seseorang memaki hak pilihnya dengan bebas dan tidak terganggu diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.” Tindak pidana menghalangi orang lain mempergunakan hak pilihnya dalam suatu pemilihan dengan bebas dan secara tidak terganggu yang diatur dalam pasal 148 KUHP itu terdiri dari unsurunsur sebagai berikut : a. Unsur subjektif : opzettelijk, artinya dengan sengaja b. Unsur objektif : 1. pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan sesuatu peraturan umum; 2. dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan; 3. menghalangi atau merintangi seseorang; 97 Wirjono Prodjodikoro, Tindak‐Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Cetakan I, Refika Aditama, Bandung, 2003, Hal 215. 98 Topo Santoso, Op. cit.,Hal 11. 49 4. mempergunakan hak pilihnya dengan bebas dan secara tidak terganggu.99 Merintangi seseorang akan melakukan hak pilihnya secara bebas dan tak terganggu meliputi segala perbuatan yang dapat mengganggu seseorang dalam melaksanakan hak pilihnya, hingga ia tidak dapat melaksanakan secaa bebas dan terganggu. Melaksanakan hak pilih secara bebas dan tidak terganggu berarti melakukan pilihan menurut pendapatnya sendiri menurut hati nuraninya sendiri tanpa pengaruh, tekanan atau paksaan dengan cara apapun dan dari siapapun dan pemilih dijamin kerahasiaan atas suaranya.100 2) Penyuapan Pasal 149 KUHP menyatakan : “(1) Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya, atau supaya memakai hak itu menurut cara yang tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap supaya memakai atau tidak memakai haknya seperti di atas.” Tindak pidana yang diatur dalam pasal 149 KUHP itu hanya terdiri dari unsur-unsur objektif, masing-masing yakni : 1. Pada waktu diselenggarakan pemilihan berdasarkan sesuatu peraturan umum; 2. Menyuap orang lain dengan pemberian atau janji; 99 Lamintang, Delik‐Delik Khusus:Kejahatan‐Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara,Cetakan I, Sinar Baru, Bandung, 1987, Hal 344. 100 Moch.Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) Jilid 1,Cetakan VII, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, Hal 275. 50 3. Agar orang lain tersebut tidak mempergunakan hak pilihnya atau agar ia mempergunakan hak pilihnya dengan cara tertentu.101 3) Perbuatan Tipu Muslihat Pasal 150 KUHP menyatakan : “Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturanaturan umum, melakukan tipu muslihat sehingga suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan orang lain daripada yang dimaksud oleh pemilih itu menjadi terpilih, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.” Tindak pidana yang diatur dalam pasal 150 KUHP tersebut di atas hanya terdiri dari unsur-unsur objektif, masing-masing yakni : 1. Pada waktu diselenggarakan suatu pemilihan berdasarakan suatu peraturan umum; 2. Melakukan sesuatu tindakan yang sifatnya menipu; 3. Hingga suara seorang pemilih menjadi tidak sah atau; 4. Hingga orang lain daripada yang dimaksudkan oleh pemilih menjadi terpilih.102 4) Mengaku Sebagai Orang Lain Pasal 151 KUHP menyatakan : “Barangsiapa dengan sengaja memakai nama orang lain untuk ikut dalam pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.” 101 Lamintang, Op.cit.,Hal 357. Ibid.,Hal 373. 102 51 Tindak pidana yang diatur dalam pasal 151 KUHP tersebut di atas terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : a. Unsur subjektif : opzettelijk atau dengan sengaja b. Unsur-unsur objektif : 1. Mengaku dirinya sebagai orang lain 2. Turut serta dalam suatu pemilihan yang diadakan berdasarkan suatu peraturan umum.103 5) Menggagalkan Pemungutan Suara yang Telah Dilakukan atau Melakukan Tipu Muslimat Pasal 152 KUHP menyatakan : “Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturanaturan umum dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara yang telah diadakan atau melakukan tipu muslihat yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain dari yang seharusnya diperoleh berdasarkan kartu-kartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan secara sah, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.” Tindak pidana yang diatur dalam pasal 152 KUHP tersebut di atas terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : a. Unsur subjektif : opzettelijk atau dengan sengaja b. Unsur-unsur objektif : 1. pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum; 2. menggagalkan pemungutan suara yang telah diadakan; 3. melakukan sesuatu tindakan yang bersifat menipu; 4. yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain; 5. lain dari yang seharusnya diperoleh berdasarkan kartukartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan secara sah.104 103 Ibid.,Hal 377 Ibid.,Hal 382 104 52 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivistis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga dan pejabat yang berwenang. Dalam pendekatan yuridis normatif, berdasarkan pendapat Peter Mahmud Marzuki dalam buku Penelitian Hukum penulis memfokuskan dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yaitu penelitian yang beranjak dari legislasi dan regulasi dengan melihat hirarki, asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Dan kemudian dengan pendekatan kasus atau case approach, dengan melihat pada putusan-putusan badan peradilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. dengan melihat ratio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. 53 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu penelitian yang hanya menggambarkan obyek atau masalah tanpa bermaksud menggambarkan secara umum. C. Sumber Bahan Penelitian Hukum Menurut Peter Mahmud Marzuki, sumber –sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum. Bahan-bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum pada penelitian ini adalah meliputi : a. Bahan Hukum Primer yaitu : Bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa : 1. Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana; 3. Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian; 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 54 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah 7. Undang-undang No 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana; 8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (PEMILU); 9. Undang_Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik; 10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 11. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana); 12. Putusan Mahkamah Konstitusi RI Perkara Nomor 9/PUU-VII/2009, Tentang Pokok Perkara Pengujian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar 1945. 13. Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Nomor Perkara : 01/Pid.S. /2009/PN.Bjn. 55 14. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara : 129/Pid /2009/P.T.Smg. 15. Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara : 01/Pid.S/Pid.Lu/ /2009/PN.Kbm 16. Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara No : 02 /Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm 17. Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor Perkara : 02/Pid.S /2009/PN.Pwt. 18. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara : 142/PID /2009/PT.SMG. b. Bahan hukum sekunder yaitu : Bahan hukum yang berupa penjelasan mengenai bahan hukum primer meliputi hasil-hasil penelitian, buku literatur, dokumen-dokumen resmi, majalah, kliping, koran, brosur, makalah, jurnal, dan website yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. D. Metode Pengumpulan Bahan Penelitian Hukum Bahan Hukum Metode pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder menggunakan metode penelitian kepustakaan untuk mendapatkan lendasan teori berupa pendapat para ahli/pihak yang berwenang serta untuk memperoleh informasi baik dalam keterangan formal maupun data melalui 56 naskah resmi yang ada serta berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti dan selanjutnya dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh. E. Lokasi Penelitian Hukum Studi pustaka dilakukan di Kecamatan Purwokerto, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Banjarnegara. F. Metode Penyajian Bahan Penelitian Hukum Bahan-bahan yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis. Dalam arti keseluruhan bahan yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. G. Metode Analisis Bahan Penelitian Hukum Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dideskripsikan yaitu uraian mengenai hukum positif terhadap persoalan dalam penerapan sanksi tindak pidana pemilu. Selanjutnya dilakukan sistematisasi secara vertikal terhadap peraturan perundang-undangan. Sistematisasi secara vertikal yaitu mengurutkan secara konsistensi hierarki peraturan perundang-undangan dari peraturan tertinggi sampai peraturan yang terendah atau dengan regulasi lainnya. Dari Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara 57 Pemilihan Umum (PEMILU), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain sistematisasi secara vertikal, juga dilakukan sistematisasi secara horizontal. Sistematisasi secara horizontal adalah merujuk kepada dua atau lebih peraturan perundang-undangan yang secara hierarkis memiliki kedudukan sejajar dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah akan tetapi ruang lingkup materi muatan antara kedua atau lebih peraturan perundang-undangan itu tidak sama. Selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan memperhatikan kedudukan peraturan perundang-undangan yang sejajar dan mengatur permasalahan yang sama tentang tindak pidana pemilu yaitu antara Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penelitian ini hanya dikhususkan pasal-pasal yang berkaitan langsung dengan Tindak Pidana Pemilu. Langkah selanjutnya penelitian dilakukan interpretasi gramatikal yaitu mengartikan suatu term hukum atau suatu bagian kalimat menurut bahasa seharihari atau bahasa hukum terhadap bahan hukum primer. Interpretasi gramatikal terhadap bahan hukum sekunder dilakukan dengan mengartikan kalimat dari pendapat para ahli/pihak yang berwenang. Sehingga diketemukan penerapan 58 sanksi tindak pidana pemilu. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan saran dengan menggunakan bahan-bahan hukum penunjang. maupun bahan non-hukum sebagai 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu sarana implementasi kedaulatan rakyat. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Makna dari “kedaulatan berada di tangan rakyat” dalam hal ini adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hal dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.105 Bahan Hukum Primer 1. Bahan Hukum Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia berdasarkan atas kedaulatan rakyat: Pasal 1 (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang dasar. 105 Penjelasan Umum UU No. 10 Tahun 2008 60 Pemilihan Umum Pasal 22E (1) Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima thun sekali. (2) Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. (5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum di atur dengan undangundang. 2. Bahan Hukum Undang-Undang Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Pemilihan Umum Pasal 1 (1) Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 61 Asas Penyelenggara Pemilu: Pasal 2 Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas: a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. kepastian hukum; e. tertib penyelenggara Pemilu; f. kepentingan umum; g. keterbukaan; h. proporsionalitas; i. profesionalitas; j. akuntabilitas; k. efisiensi; dan l. efektivitas. 3. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Asas-Asas Pemilu Legislatif : Pasal 2 Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pelarangan Dalam Pengumuman hasil perhitungan cepat. Pasal 245 (1) Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu, dan penghitungan cepat hasil Pemilu wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU. (2) Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tidak boleh dilakukan pada masa tenang. (3) Pengumuman hasil penghitungan cepat hanya boleh dilakukan paling cepat pada hari berikutnya dari hari/tanggal pemungutan suara. (4) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat wajib memberitahukan metodologi yang digunakannya dan hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilu. (5) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) merupakan tindak pidana Pemilu. 62 Pelanggaran Pidana Pemilu. Pasal 252 Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Sengaja menyebabkan Orang Lain Kehilangan Hak Pilih. Pasal 260 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Memberi Keterangan Tidak Benar. Pasal 261 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Dengan Kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi orang terdaftar sebagai pemilih. Pasal 262 Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Penyelenggara Pemilu sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara. Pasal 263 Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah). 63 Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara Pengawas Pemilihan tentang data pemilih yang merugikan warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih. Pasal 264 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Perbuatan Curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD. Pasal 265 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Memalsu Surat. Pasal 266 Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara Pengawas Pemilihan dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3). Pasal 267 64 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara Pengawas Pemilihan dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3). Pasal 268 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan penyelenggara pemilihan. Pasal 269 Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) atau paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i. Pasal 270 Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). 65 Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2). Pasal 271 Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2), dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3). Pasal 272 Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakimhakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dikenai pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5). Pasal 273 Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5) dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87. Pasal 274 Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit 66 Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Penyelenggara Pemilihan yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1). Pasal 275 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 276 Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139. Pasal 277 Pelaksana kampanye yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu. Pasal 278 Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). 67 Pelaksana kampanye yang kelalaiannya mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105. Pasal 279 (1) Pelaksana kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu. Pasal 280 Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 281 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Mengumumkan hasil survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang. Pasal 282 Setiap orang atau lembaga survei yang mengumumkan hasil survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). 68 Sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). Pasal 283 Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah). Sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh Penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1). Pasal 284 Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1). Pasal 285 Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah. Pasal 286 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh 69 enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara. Pasal 287 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang. Pasal 288 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain. Pasal 289 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS. Pasal 290 Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). 70 Sengaja menggagalkan pemungutan suara. Pasal 291 Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara. Pasal 292 Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel. Pasal 293 Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2). Pasal 294 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). 71 Sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2). Pasal 295 Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Pidana Tentang Pemungutan Suara Ulang. Pasal 296 (1) Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2), anggota KPU kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). (2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketetapan KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Lalai menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel . Pasal 297 Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara. Pasal 298 Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 72 Penyelenggara Pemilihan Lalai atau sengaja mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara. Pasal 299 (1) Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (duabelas juta rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu. Pasal 300 Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3). Pasal 301 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3). Pasal 302 73 Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5). Pasal 303 Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Penyelenggara Pengawas Pemilu tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6). Pasal 304 Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181. Pasal 305 Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). 74 Tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2). Pasal 306 Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2), anggota KPU dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara. Pasal 307 Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu. Pasal 308 Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257. Pasal 309 Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). 75 Penyelanggara Pengawas Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan. Pasal 310 Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Penyelenggara Pemilu melanggar pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300. Pasal 311 Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300, maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut. 76 4. Putusan Putusan Hakim Berkaitan dengan Tindak Pidana Pemilu : PUTUSAN Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Bjn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Pengadilan Negeri Banjarnegara yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam Peradilan tingkat pertama dengan cara pemeriksaan singkat, menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara atas nama terdakwa: Nama : GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO; Tempat lahir : Banjarnegara; Umur/tanggal lahir : 17 tahun/20 Juli 1992; Jenis kelamin : Laki-laki; Kebangsaan : Indonesia; Tempat tinggal : Desa Adipasir Rt 007 Rw 002, Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara; Agama : Islam; Pekerjaan : Pelajar; - Di dalam perkara ini terhadap terdakwa tidak dilakukan penahanan; - Terdakwa dalam menghadapi perkaranya didampingi oleh Penasihat Hukum bernama HERI MULYONO, SH Advokat dan Konsultan Hukum, beralamat di Desa Kedawung Rt 01 Rw IV, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara 77 berdasarkan Surat Penetapan Penunjukkan tertanggal 10 Maret 2009 No. 01/Pen.Pid./2009/PN.Bjn; PENGADILAN NEGERI tersebut; - Telah membaca Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi Semarang No. 21/SK/LPTKP/II/2009 tertanggal 5 Pebruari 2009 tentang Penunjukkan Hakim Khusus Perkara Pemilu pada Pengadilan Negeri se Jawa Tengah; - Telah membaca Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Banjarnegara No.01/Pen./Pid./S/2009PN.Bjn tertanggal 6 Maret 2009 tentang Penunjukkan Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini; - Telah membaca berkas perkara pidana yang bersangkutan; - Telah membaca laporan Penelitian Kemasyarakatan oleh BAPAS; - Telah mendengar Pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum; - Telah mendengar keterangan para saksi dan terdakwa; - Telah memeriksa barang bukti yang diajukan ke persidangan; - Telah mendengar tuntutan Penuntut Umum yang pada pokoknya menuntut supaya Hakim Pengadilan Negeri Banjarnegara yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemilu Pembakaran Bendera Partai Demokrat sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dalam Surat Dakwaan; 2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 (enam) bulan Penjara dan Denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidir 1 (satu) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa segera ditahan apabila Putusan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht); 3. Menetapkan agar barang bukti: a. 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek; 78 b. 5 (lima) batang bambu sebagai tiang bendera panjang kurang lebih tiga meter; c. Serpihan/lelehan kain dari Partai Demokrat yang terbakar; Dikembalikan kepada saksi MOMO SUTARMO; 4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah); - Telah mendengar Pembelaan Penasihat Hukum/terdakwa yang disampaikan secara tertulis dipersidangan tertanggal 16 Maret 2009 yang pada pokoknya memohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Banjarnegara yang mengadili dan memeriksa perkara ini agar membebaskan terdakwa dari dakwaan; - Telah mendengar Repliek Jaksa Penuntut Umum dan Dupliek dari Penasihat Hukum/terdakwa yang pada pokoknya masing-masing tetap pada pendirianyya; Menimbang, bahwa terdakwa diajukan oleh Penuntut Umum ke persidangan ini dengan dakwaan sebagai berikut: Bahwa ia terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO pada hari Selasa, tanggal 10 Pebruari 2009 sekira pukul 01.00 WIB atau setidaktidaknya pada waktu lain dalam bulan Pebruari 2009, bertempat di depan rumah sdr. SUBUR Ketua Rt 07 Rw II Jalan Raya Desa Adipasir Kec. Rakit Kab. Banjarnegara atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk di dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Banjarnegara, dengan sengaja melanggar larangan kampanye Pemilu dengan merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu, peristiwa tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut: - Pada hari Senin malam tanggal 09 Pebruari 2009 pukul 18.30 WIB terdakwa sedang berada di dalam rumah dan sedang tidur, kemudian sekitar jam 19.30 WIB terdakwa bangun dan tidak lama kemudian datang teman terdakwa yaitu saksi ANDRI SEPTIADI yang meminta terdakwa untuk membetulkan karbulator sepeda motor milik saksi ANDRI SEPTIADI. Selanjutnya terdakwa mengendarai sepeda motor bersama dengan saksi ANDRI SEPTIADI keluar bersama dengan 79 saksi ANDRI SEPTIADI menuju pertigaan Desa Adipasir arah utara dari rumah terdakwa dan sesampainya di sana terdakwa membetulkan karbulator sepeda motor milik saksi ANDRI SEPTIADI sampai selesai sekitar jam 23.30 WIB. - Setelah itu sekitar jam 24.00 WIB terdakwa diajak oleh saksi ANDRI SEPTIADI untuk dibuatkan nasi goreng sebagai imbalan telah memperbaiki karbulator sepeda miliknya, dan setelah selesai makan nasi goreng terdakwa menyalakan rokok Sampurna Mil merah dan memberikan 1 (satu) batang roko pada saksi ANDRI SEPTIADI dan bersama-sama keluar ke jalan raya di depan rumah sdr. SUBUR selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara dan dudukduduk sekitar 3 (tiga) jam menit di dek jembatan selokan kecil di pinggir jalan raya sebelah timur menghadap barat di jalan gang depan rumahnya sdr. SUBUR sambil menghisap rokok bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI. - Selanjutnya terdakwa melakukan pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut sebanyak 1 (satu) buah dengan menggunakan korek api gas yang dinyalakan dengan menggunakan tangan kanannya dengan posisi berdiri menghadap ke arah utara yaitu dengan cara terdakwa menghadap ke arah bendera dengan menjulurkan tangan kanannya dan menyalakan korek api gas ke arah bendera Partai Demokrat tersebut, sehingga menyebabkan terbakar dan meleleh dan tiang bendera yang terbuat dari batang bambu juga sampai hangus dan di bawah tiang bendera tersebut terdapat serpihan/lelehan dari bendera Partai Demokrat yang terbakar tersebut; - Akibat dari perbuatan terdakwa menyebabkan 2 (dua) buah bendera partai politik milik Partai Demokrat dengan ukuran panjang 135 cm dan lebar 90 cm yang rusak akibat dibakar tinggal serpihan dan tiang saja dan ada 5 (lima) buah bendera yang rusak akibat disobek/ditarik paksa masing-masing ada 2 (dua) bendera yang agak utuh sedangkan yang 3 (tiga) bendera tinggal tiangnya saja yang berada di bahu jalan dengan posisi tegak lurus yang terletak di depan rumah sdr. SUBUR selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara; - Setelah kejadian tersebut terdakwa kemudian pulang dengan menggunakan sepeda motor bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI menuju rumahnya; 80 - Bahwa berdasarkan PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) PUSAT NOMOR 20 TAHUN 2008 TANGGAL 04 JULI 2008 Tentang Perubahan Terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Nomor 09 Tahun 2008 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TAHUN 2009, waktu kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009 berlangsung dari sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 05 April 2009, di mana setiap Partai Politik termasuk Partai Demokrat yang merupakan salah satu peserta/Kontestan Pemilu 2009 mempunyai hak untuk berkampanye, di mana bendera partai politik dalam hal ini bendera Partai Demokrat adalah termasuk alat peraga kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 15 PERATURAN KPU PUSAT NOMOR 19 TAHUN 2008 TANGGAL 30 JUNI 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD, yaitu alat peraga kampanye adalah semua bendera atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, simbol-simbol, atau tanda gambar peserta Pemilu yang dipasang untuk keperluan kampanye Pemilu yang bertujuan untuk mengajak orang memilih Peseta Pemilu dan atau Calon Anggota DPR, DPD, dan DPRD tertentu; Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya tersebut Penuntut Umum mengajukan barang bukti di persidangan yaitu: - 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek; - 5 (lima) batang bambu tiang bendera masing-masing berukuran kurang lebih 3 (tiga) meter; - Serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang terbakar; 81 Menimbang, bahwa selain telah mengajukan barang bukti sebagaimana tersebut, Penuntut Umum juga telah mengajukan para saksi yang telah memberikan keterangan di bawah sumpah, yaitu: Saksi ke-I : MOMO SUTARMO Bin SUWARDJO; - Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 07.00 WIB saksi yang berada di rumah menerima laporan dari Supriyadi melalui SMS yang isinya bendera Partai Demokrat yang ada di Desa Adipasir dibakar; - Saksi sebagai Pengurus Partai Demokrat dan juga sebagai Caleg dari Partai Demokrat untuk Wilayah Rakit, Wanadadi dan Banjarmangu; - Setelah menerima laporan dari Supriyadi bendera Partai Demokrat dibakar saksi menuju ke lokasi di Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara mengecek kebenaran laporan tersebut ternyata di tempat kejadian saksi melihat bekas pembakaran bendera Partai Demokrat; - Saksi menuju tempat kejadian pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 10.00 WIB; - Saksi di Desa Adipasir bertemu dengan Supriyadi dan Suli kemudian bersamasama mengecek bendera Partai Demokrat; - Bendera yang dibakar sejumlah 2 (dua) buah dan 5 (lima) buah bendera Partai Demokrat rusak akibat ditarik dengan paksa; - Bendera yang dibakar di 2 (dua) lokasi yaitu 1 (satu) buah di depan rumah Ketua RT dam 1 (satu) buah bendera lainnya yang dibakar di depan Conter arah timur dengan jarak kurang lebih 300 meter sedangkan 5 (lima) bendera yang rusak diantara bendera yang dibakar yang 1 (satu) dengan satunya lagi; - Bendera dipasang dengan jarak kurang lebih 12 (dua belas) meter yang dipasang menggunakan tiang bambu yang ditancapkan pada tanah dengan cara tiang bambu dicor; - Menurut keterangan Supriyadi dan Fajar yang memperoleh keterangan dari Andri yang membakar bendera Partai Demokrat tersebut adalah terdakwa Ginanjar; - Dari keterangan Supriyadi dan Fajar saksi yakin pelakunya adalah terdakwa; 82 - Setelah mengetahui pelaku pembakaran bendera Partai Demokrat adalah terdakwa kemudian pada Rabu malam tanggal 11 Pebruari 2009 saksi melapor kepada PL Panwas dan pada hari Kamis tanggal 12 Pebruari 2009 sekitar jam 15.00 WIB saksi melaporkan kepada Panwas Kecamatan bersama Andri, Supriyadi, dan Fajar dalam mobil Andri bilang bahwa Andri melihat terdakwa membakar bendera Partai Demokrat dan Andri meminta jangan diketemukan dengan terdakwa; - Saksi tidak menanyakan alasan Andri meminta jangan diketemukan dengan terdakwa; - Bendera Partai Demokrat dipasang pada tahun baru 2009; - Saksi tidak tahu masa kampanye karena saksi belum mendapat jadwal kampanye; - Saksi mengenal barang bukti berupa 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat yang rusak, batang bambu yang digunakan untuk tiang bendera dan lelehan bendera yang terbakar; - Saksi tidak mengambil bendera yang rusak; - Panwas Kecamatan pada saat saksi menghadap mengatakan akan menindak lanjuti kejadian pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut; Saksi ke-II : FAJAR YULIANTO, SH Bin INDARTO - Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 01.00 WIB bertempat di jalan raya tepatnya di depan rumah Subur turut Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara terdakwa telah membakar bendera Partai Demokrat; - Bendera Partai Demokrat yang dibakar sebanyak 2 (dua) buah dan 5 (lima) buah bendera Partai Demokrat rusak jarak bendera satu dengan lannya radius 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) meter; - Saksi tahu bendera Partai Demokrat terbakar dari informasi Momo kemudian pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari sekitar jam 10.00 WIB saksi bersama Momo mengecek ke lokasi dan saksi melihat ada bekas bendera terbakar; - Saksi tahu pembakaran bendera Partai Demokrat dilakukan oleh terdakwa Ginanjar karena saksi mendapat informasi dari Andri pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 16.30 Wib saat saksi berangkat main badminton ke 83 GOR Mandiraja karena turun hujan saksi berteduh dan di tempat tersebut ada Supri dan Andri kemudian Andri tanpa ditanya saksi, Andri mengatakan bahwa pelaku pembakaran bendera Partai Demokrat adalah Ginanjar dan Andri juga mengatakan pada saat Ginanjar melakukan pembakaran bendera tersebut Andri bersama Ginanjar, selain informasi dari Andri saksi juga mendapat informasi dari Hardiman yang mengatakan bahwa benderap Partai Demokrat dibakar oleh Ginanjar; - Saksi tidak tahu alasan terdakwa membakar bendera Partai Demokrat; - Atas dasar informasi dari Andri tersebut saksi menginformasikan kepada Momo; - Bendera Partai Demokrat terpasang di pinggir jalan dengan ketinggian sekitar 3 (tiga) meter dan ujung bendera pada bagian bawah dapat disentuh oleh terdakwa; - Jarak rumah saksi dengan rumah terdakwa sekitar 500 (lima ratus) meter; - Bahwa keluarga terdakwa terutama ayah terdakwa simpatisan partai PDIP dan ayah terdakwa sebagai pengurus DPC Partai PDIP; - Saksi tidak pernah mendengar Partai Demokrat dengan Partai PDIP terjadi konflik; - Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat dan batang bambu yang digunakan sebagai tiang bendera Partai Demokrat serta lelehan bendera Partai Demokrat yang terbakar; - Saksi melihat ada bendera Partai Demokrat yang rusak sedangkan 2 (dua) buah terbakar habis; - Saksi mendatangi tempat kejadian dan di tempat tersebut saksi melihat bekas pembakaran bendera Partai Demokrat; - Bendera Partai Demokrat rusak bersamaan dengan bendera yang terbakar yaitu di hari yang sama; - Supriyadi adalah anak dari paman saksi dan Supriyadi bekerja dengan Momo; - Saksi sebagai pengurus Posko Partai Demokrat termasuk bertanggungjawab keamanan bendera Partai Demokrat. - Saksi tidak menanyakan pelaku pembakaran Partai Demokrat kepada Pak Subur atau Pak Ketu Rt; 84 Saksi ke-III : HARDIMAN Bin SAMIDI - Saksi mengetahui pembakaran bendera Partai Demokrat yang dilakukan pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 00.30 WIB di depan rumah Pak Subur sebagai Ketua Rt turut Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara; - Pembakaran bendera Partai Demokrat dilakukan oleh terdakwa; - Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 00.30 WIB saksi keluar rumah mencari sinyal hand phone dan pada saat di luar rumah saksi melihat terdakwa dengan posisi terdakwa berdiri menghadap utara yaitu menghadap tiang bendera dengan menjulurkan tangan kanan membakar bendera Partai Demokrat sedangkan Andri berada di dekat terdakwa; - Jarak rumah saksi dengan posisi terdakwa membakar bendera sekitar 30 (tiga puluh) meter; - Dari arah selatan saksi melihat terdakwa membakar bendera partai; - Saksi melihat terdakwa membakar bendera dengan jelas karena keadaan terang ada penerangan jalan berupa lampu; - Saksi melihat bendera Partai Demokrat dibakar oleh terdakwa sampai habis; - Saksi melihat terdakwa membakar bendera hanya satu buah; - Saksi tidak menegur terdakwa membakar bendera dan saksi juga tidak melapor karena saksi tidak tahu ada sanksinya; - Pada saat terdakwa membakar bendera, terdakwa dan Andri tidak melihat saksi; - Bahwa sebelumnya saksi mengenal terdakwa dan Andri karena sama-sama penduduk Desa Adipasir; - Pada saat di jalan saksi bertemu dengan Fajar sepulang dari Panwas Kecamatan Rakit yang memberitahukan kepada saksi bahwa Andri baru diintrogasi kaitannya dengan pembakaran bendera, pada saat itu saksi memberitahukan kepada Fajar dalam bahasa “saksi tahu yang membakar bendera partai pelakunya adalah Ginanjar”; - Pekerjaan saksi Swasta; 85 - Saksi bukan simpatisan salah satu partai; - Bendera yang ada di depan rumah Pak Subur sebanyak 5 (lima) buah bendera Partai Demokrat untuk bendera partai lainnya saksi tidak tahu; - Bendera paling ujung barat yang dibakar oleh terdakwa sedangkan bendera lainnya masih utuh dan pada pagi harinya saksi tidak memperhatikan bendera lainnya; - Pada saat terdakwa membakar bendera partai saksi tidak melihat ada sepeda motor; - Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat, batang bambu yang digunakan sebagai tiang bendera dan lelehan bendera Partai Demokrat yang dibakar; - Pada saat terdakwa membakar bendera Andri berada di seberang jalan; - Keadaan terang karena ada penerangan jalan berupa lampu berwarna putih sehingga dengan jelas melihat terdakwa membakar bendera; - Bendera partai habis dibakar kurang lebih selama 3 (tiga) menit; - Setelah terdakwa membakar bendera terdakwa duduk-duduk di jalan dan saksi tidak tahu perginya terdakwa karena saksi masuk rumah; - Saksi tidak memperhatikan warna pakaian yang dipakai terdakwa pada saat terdakwa membakar bendera partai; - Setiap malam saksi selalu keluar rumah; - Saksi tidak menegur terdakwa pada saat terdakwa membakar bendera karena saksi tidak tahu membakar bendera partai ada sanksinya yang saksi tahu kena marah oleh yang punya bendera dan itu urusan orang lain yang kena marang orang yang melakukan pembakaran oleh yang punya bendera; Saksi ke-IV : SUPRIYADI Bin WIRYA SUDARMO - Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari sekitar jam 24.00 WIB saksi ke rumah istri di depan rumah Pak Subur Ketua Rt saksi melihat terdakwa dan Andri sedang duduk di jembatan dan saksi melihat di dekat rumah Andri ada sepeda motor, kemudian saksi di rumah istri kurang lebih 30 (tiga puluh) menit dan saksi pulang 86 di rumah orang tua saksi di rumah tersebut saksi mendengar ada suara motor dengan suara yang keras; - Adanya suara sepeda motor yang cukup keras saksi keluar rumah bersama adik saksi yang bernama Toro pada saat di luar rumah saksi melihat ada bendera terbakar kemudian saksi menyuruh Toro untuk mencegat sepeda motor tersebut namun tidak diketemukan; - Saksi tidak melihat orang yang mengendarai sepeda motor tersebut; - Saksi mengenal sepeda motor tersebut dari suara sepeda motor tersebut saksi mengetahui sepeda motor tersebut milik Andri jenis Jet Cool dan saksi pernah mengendarai sepeda motor milik Andri karena Andri masih saudara saksi; - Bendera yang terbakar sejumlah 1 (satu) buah; - Jarak antara rumah orang tua saksi dengan bendera yang terbakar sekitar 50 (lima puluh) meter; - Saksi tidak mendekati bendera yang terbakar dan saksi juga tidak memadamkan apinya karena takut dianggap saksi yang membakar bendera; - Saksi tidak melihat pelaku yang membakar bendera; - Dari tempat bendera terbakat antara rumah saksi dengan rumah Hardiman jauh rumah saksi; - Pada saat bendera terbakar saksi tidak melihat Hardiman meskipun Hardiman berada di luar rumahpun Hardiman bisa tidak kelihatan karena antara rumah orang tua saksi dengan rumah Hardiman sekitar 35 (tiga puluh lima) meter; - Bahwa pada hari Rabu tanggal 11 Pebruari 2009 sekitar 16.30 WIB pada saat saksi berangkat badminton ke GOR Mandiraja turun hujan saksi berteduh bersama Andri dan saksi menanyakan kepada Andri tentang bendera yang dibakar kemudian Andri menjelaskan bahwa yang membakar bendera adalah Ginanjar dan Andri hanya menemani Andri juga pernah mengatakan kepada saksi untuk membeli saksi; - Saksi bekerja kepada Momo untuk mengecat dan memasang bendera Partai Demokrat; 87 - Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat dan batang bambu yang digunakan sebagai tiang bendera Partai Demokrat serta lelahan bendera Partai Demokrat yang terbakar; - Saksi mengenal terdakwa dan keluarga terdakwa; - Orang tua terdakwa yaitu ayah terdakwa simpatisan PDIP dan Caleh PDIP; - Saksi tidak tahu hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 masa kampanye; - Pada saat saksi berangkat ke rumah istri saksi, saksi belum melihat bendera yang terbakar; - Saksi pernah dimintai keterangan oleh Panwas dan keterangan yang saksi berikan sama seperti keterangan yang saksi sampaikan di persidangan ini; - Benar pada saat saksi ke rumah sakit saksi melihat terdakwa dan Andri berada di depan rumah Pak Subur; Saksi ke-V : NOFIAN DIANTORO AL. TORO Bin WIRYA SUDARMO - Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 23.00 WIB saksi di rumah Agus selama kurang lebih 30 (tiga puluh) menit dan saksi pulang diantar Agus sekitar jam 23.30 WIB, sesampai di rumah saksi nonton acara TV kemudian kakak saksi yang bernama Supriyadi pulang juga nonton TV pada saat saksi dan Supriyadi nonton TV tiba-tiba mendengar suara motor yang bunyinya kencang sekali pada saat itu saksi dan Supriyadi keluar rumah dan saksi melihat di sebelah utara ada bendera Partai Demokrat yang terbakar; - Bendera Partai Demokrat habis terbakar dan pada pagi harinya saksi melihat ada bekas-bekas bendera terbakar; - Pada saat saksi dan Supriyadi melihat bendera Partai Demokrat yang terbakar saksi disuruh mencegat sepeda motor tersebut namun saksi tidak dapat mencegat sepeda motor tersebut; - Sepeda motor tersebut tidak membalik lagi; - Saksi paham motor tersebut milik Andri dan saksi tahu dari suara motor tersebut; - Saksi tidak mendekati bendera yang terbakar karena saksi takut dituduh saksi yang membakar bendera tersebut; 88 - Saksi tidak tahu pelaku yang membakar bendera tersebut; - Pada saat bendera terbakar saksi tidak melihat terdakwa dan Andri; - Antara rumah terdakwa dengan rumah saksi cukup jauh; - Bendera Partai Demokrat terbakar pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 01.00 WIB di dekat rumah Pak Subur turut Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara; - Saksi pernah diperiksa dihadapan Penyidik dan saksi menandatangani berita acara pemeriksaan keterangan yang saksi berikan benar; - Sekarang saksi tahu pembakaran bendera Partai Demokrat dilakukan oleh terdakwa dan saksi tahu dari Supriyadi; - Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat dan batang bambu yang digunakan sebagai tiang bendera Partai Demokrat serta lelehan bendera Partai Demokrat yang terbakar; - Pada hari Selasa tanggal 24 Pebruari 2009 sekitar jam 10.00 WIB Andri datang di rumah saksi kepada saksi Andri sekitar jam 10.00 WIB Andri datang di rumah saksi kepada saksi Andri mengatakan “pelaku membakar bendera adalah Ginanjar” Andri juga meminta kepad saksi dengan kata”kamu jangan jadi saksi agar kamu dan kakak kamu aman”; - Pada saat ada suara motor yang cukup keras saksi dan Supriyadi keluar rumah tujuannya meminta jangan mengendarai sepeda motor kencang-kencang; - Saksi pernah diperiksa dihadapan Penyidik dan keterangannya sama dengan keterangan yang saksi berikan dipersidangan ini; - Pada saat diperiksa dihadapan Penyidik tidak ada penekanan; Saksi ke-VI : ANDRI SEPTIYADI Bin SUTIARJO - Pada hari Senin tanggal 9 Pebruari 2009 sekitar jam 19.30 WIB saksi bersama Poniman pergi ke Mandiraja makan nasi goreng menggunakan sepeda motor milik Poniman kemudian kembali lagi di Desa Adipasir dan sekitar jam 20.30 saksi datang di rumah terdakwa meminta terdakwa untuk memperbaiki sepeda motor milik saksi yang mengalami kerusakan; 89 - Sepeda motor milik saksi jenis Jet Cool; - Sepeda motor diperbaiki dipertigaan jalan dekat rumah Ali sekitar 50 (lima puluh) meter dari rumah sakit setelah motor selesai diperbaiki saksi mengajak terdakwa ke rumah saksi untuk membuat nasi goreng; - Setelah sepeda motor selesai diperbaiki sepeda motor milik saksi tersebut dicoba untuk dihidupkan; - Setelah makan nasi goreng saksi bersama terdakwa merokok dan keluar rumah tepatnya di depan rumah Pak Ketua Rt; - Saksi bersama terdakwa di depan rumah Pak Ketua Rt sekitar 3 (tiga) menit menghabiskan rokok. - Saksi dan terdakwa di depan rumah Ketua Rt tujuannya duduk-duduk; - Depan rumah pak Ketua Rt saksi melihat ada bendera partai; - Saksi tidak tahu ada pembakaran bendera partai; - Saksi tahu ada bendera Partai Demokrat yang dibakar pada saat saksi diajak oleh Fajar ke GOR Mandiraja dalam keadaan hujan saksi membonceng Fajar dan saksi diberi rokok oleh Fajar tidak lama kemudian datang 2 (dua) orang yang mengaku Polisi dengan menanyakan dengan kata “kamu lihat Ginanjar membakar bendera” karena saksi takut saksi menjawab “ya”. - Saksi percaya karena saksi takut; - Saksi tidak diancam oleh orang yang mengaku Polisi tetapi saksi dibentak; - Alat untuk memperbaiki sepeda motor di bawa oleh terdakwa; - Sepeda motor diperbaiki selesai sekitar jam 24.00 WIB; - Korek untuk menyalakan rokok didapat di dapur rumah saksi; - Saksi melihat bendera Partai Demokrat di dekat rumah pak Ketua Rt dengan jelas karena keadaannya terang dari sinar lampu penerangan jalan; - Saksi bersama terdakwa di depan rumah Ketua Rt tidak melakukan aktifitas kemudian saksi dan terdakwa pulang; - Saksi percaya orang yang mengaku Polisi; - Saksi percaya orang yang mengaku Polisi dari potongan badan; 90 - Saksi hanya dapat membedakan dari bentuk potongan badan antara Polisi dengan bukan Polisi; - Saksi pernah datang di Panwas 1 (satu) hari setalah saksi diajak Fajar ke Mandiraja; - Saksi pernah datang di rumah Supriyadi; - Saksi datang di rumah isteri Supriyadi tujuannya meminta tanda tangan surat pernyataan yang dibawa oleh saksi; - Isi surat pernyataan berbunyi “tidak tahu perkara pembakaran Partai Demokrat; - Selain Supriyadi saksi juga mendatangi Yanto untuk meminta tanda tangan dalam surat pernyataan; - Hubungan saksi dengan terdakwa sebagai teman dekat; - Saksi tidak pernah mengatakan untuk membeli saksi; - Benar pada saat saksi duduk di pertigaan tidak ada pembakaran bendera; Saksi Ahli : NURUL HUDA, S. Th. 1 Bin HASIM HASAN - Bahwa saksi pernah memberikan keterangan dihadapan Penyidik dan keterangan yang diberikan Penyidik tersebut benar dan tanpa adanya penekanan; - Saksi bekerja sebagai Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten Banjarnegara sejak bulan Oktober 2008; - Tugas saksi sebagai Divisi dan Pengawasan di KPU membantu apabila ada pelanggaran Pemilu dan saksi mengadakan koordinasi dengan lembaha terkait; - Pemasangan bendera partai tanggal 10 Pebruari 2009 sudah diperbolehkan karena masa kampanye secara umum dimulai sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 5 April 2009 sedangkan secara khusus dari tanggal 16 Maret 2009 sampai dengan tanggal 5 April 2009; - Pemasangan bendera partai termasuk kampanye karena bendera partai merupakan alat peraga peserta pemilu sebagaimana Pasal 1 ayat 1 Peraturan KPU Nomor 19 tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, DPRD “alat peraga kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, simbol-simbol atau tanda gambar peserta 91 Pemilu yang dipasang untuk keperluan kampanye pemilu yang bertujuan untuk mengajak orang memilih peserta pemilu dan atau calon anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu; - Partai demokrat termasuk peserta Pemilu tahun 2009; - Merusak alat peraga berupa bendera termasuk pelanggaran kampanye; - Bendera partai dapat dipasang di jalan-jalan kecuali jalan protokol; - Jalan Kecamatan Rakit diperbolehkan untuk dipasang gambar atau bendera partai; - Masa kampanye dari tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan tanggal 5 April 2009 Peraturan dari KPU Pusat yang tertuang dalam Peraturan KPU No. 19 tahun 2008; - Pemasangan tanda gambar peserta pemilu tidak diatur kecuali tempat-tempat tertentu dan setelah tanggal 5 April 2009 dilarang memasang gambar peserta pemilu bahkan setelah tanggal 5 April harus dibersihkan dari tanda gambar peserta pemilu; - KPU mengadakan koordinasi dengan Pengawas dan Instansi terkait apabila ada pelanggaran administrasi KPU berkoordinasi dengan Pengawas sedangkan pelanggaran yang bersifat pidana diserahkan kepada Polisi Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 19 ada kaitannya dengan pidana dan polisi dapat langsung menangani tentang pelanggaran yang bersifat pidana; - Pengerusakan bendera partai bukan termasuk pelanggaran administrasi melainkan pelanggaran yang bersifat pidana yang penanganannya dilakukan oleh Polisi; - Panwas Kecamatan belum ada koordinasi dengan saksi sebagai KPU; Menimbang, bahwa terdakwa menyatakan keberatan atas keterangan seluruh saksi, kecuali atas keterangan saksi ANDRI SEPTIYADI Bin EDI SUTIARJO dan saksi ahli NURUL HUDA, S.Thi; Menimbang, bahwa di persidangan telah didengar pula keterangan terdakwa yang pada pokoknya sebagai berikut; 92 - Terdakwa pernah diperiksa dihadapan Penyidik pada Kepolisian Resort Banjarnegara berkaitan terdakwa diduga melakukan pengerusakan bendera Partai Demokrat; - Keterangan terdakwa yang diberikan dihadapan Penyidik tidak ada penekanan; - Terdakwa pernah memperbaiki sepeda motor milik Andri; - Terdakwa memperbaiki sepeda motor milik Andri pada hari Senin tanggal 9 Pebruari 2009 sekitar jam 20.30 WIB pada saat itu terdakwa baru bangun tidur karena terdakwa tidur sekitar jam 18.00 WIB dan bangun tidur jam 20.00 WIB Andri datang meminta terdakwa untuk memperbaiki sepeda motor; - Terdakwa memperbaiki sepeda motor di pertigaan jalan turut Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara, terdakwa dibantu bersama Andri, Bejo, Indro; - Jarak pertigaan jalan dengan rumah terdakwa sekitar 30 (tiga puluh) meter; - Jalan keadaan terang karena ada penerangan jalan berupa lampu; - Sepeda motor dapat diperbaiki karena kerusakan hanya pada karbulator; - Terdakwa memperbaiki sepeda motor sampai jam 23.30 WIB setelah selesai terdakwa ngobrol tentang Hand Phone dan lain-lain; - Terdakwa di pertigaan jalan tidak membicarakan partai; - Setelah sepeda motor diperbaiki kurang lebih 15 (lima belas) menit dicoba dengan suara dikeras-keraskan; - Terdakwa di pertigaan jalan sampai jam 24.00 WIB kemudian terdakwa diajak ke rumah Andri membuat nasi goreng dan memakan nasi goreng dan merokok; - Rokok disediakan oleh terdakwa sebanyak 3 (tiga) batang 1 (satu) batang untuk Andri 1 (satu) batang untuk terdakwa dan sisanya 1 (satu) batang di rokok di rumah terdakwa; - Terdakwa tidak membawa korek api karena terdakwa merokok menyulut rokok Andri dan korek milik Andri; - Seletah makan nasi goreng terdakwa keluar rumah bersama Andri ke pertigaan dekat rumah Pak Subur; 93 - Sepeda motor dibawa ke rumah Andri, terdakwa dan Andri ke pertigaan dekat rumah Pak Subur jalan kaki dan terdakwa bersiul memanggil Toro namun Toro tidak keluar rumah; - Jarak rumah Andri dengan pertigaan jalan dekat rumah Pak Subur sekitar 10 (sepuluh) meter; - Terdakwa bersama Andri ke pertigaan jalan dekat rumah Pak Subur pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 01.00 WIB; - Terdakwa bersama Andri ke pertigaan jalan dekat rumah Pak Subur tujuanna untuk duduk-duduk di jembatan dek; - Pada saat terdakwa bersama Andri, terdakwa melihat bendera Partai Demokrat; - Di tempat yang sama tidak ada bendera partai lainnya kecuali bendera Partai Demokrat; - Bendera Partai Demokrat sejumlah 4 (empat) buah; - Jarak bendera Partai Demokrat dengan tempat duduk terdakwa sekitar 4 (empat) meter; - Terdakwa tidak mendekati bendera Partai Demokrat dan terdakwa juga tidak menyeberang jalan tempat bendera partai dipasang; - Di pertigaan jalan terdakwa masih merokok dan setelah rokok habis diisap terdakwa pulang nonton acara sepakbola di TV bersama ayah sampai jam 03.00 WIB dan terdakwa tidur; - Terdakwa mendengar bendera Partai Demokrat dibakar empat hari kemudian dari Pak Widi; - Terdakwa pernah dipanggil Panwas untuk cerita dari awal; - Bendera Partai Demokrat yang rusak seluruhnya 7 (tujuh) buah; - Bendera partai yang rusak dekat rumah Pak Subur turut Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara; - Ayah terdakwa simpatisan PDIP, terdakwa dan kakak terdakwa yang bernama Yuni pernah disuruh ayah untuk memasang bendera PDIP; - Ayah terdakwa pengurus PDIP dan Caleg dari PDIP dan mantan anggota DPRD; - Terdakwa tidak pernah jengkel dengan partai lainnya; 94 - Terdakwa sudah keluar dari sekolah karena nakal sering membolos atau tidak berangkat sekolah karena sering terlambat; - Terdakwa membolos sekolah karena terdakwa sering terlambat sekolah akibat terdakwa bangun tidurnya pada siang hari dan terdakwa keinginannya sekolah di Cokroaminoto Banjarnegara sedangkan oleh ayah terdakwa di sekolahkan di STM Panca Bhakti Banjarnegara; - Andri sering datang di rumah terdakwa dari sebelum dipanggil Panwas maupun sesudah dipanggil Panwas; - Terdakwa tidak pernah membuat surat pernyataan; - Pada saat Andri datang di rumah terdakwa, Andri mengatakan kamu yang melakukan pembakaran bendera karena Andri takut; - Terdakwa kenal dengan Hardiman; - Terdakwa menginginkan untuk melanjutkan sekolah di Cokroaminoto Banjarnegara; - Terdakwa mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat, batang bambu sebagai tiang bendera Partai Demokrat dan lelehan bendera yang dibakar; - Terdakwa keluar sekolah pada saat masih kelas 1 (satu) semester 1 (satu) dan terdakwa disuruh pindah oleh ayah terdakwa tetapi terdakwa tidak mau daripada pindah terdakwa minta keluar saja dari sekolahan; - Terdakwa tidak tahu fungsi Pemilu; - Ayah terdakwa Caleg PDIP dan ayah terdakwa Pengurus DPC PDIP Kecamatan Rakit; - Terdakwa tidak pernah disuruh oleh ayah terdakwa untuk mencari masa; - Terdakwa tidak pernah memasang bendera partai selain bendera PDIP; - Terdakwa merokok menyulut dari rokok Andri; Menimbang, bahwa dari barang-barang bukti yang diajukan di persidangan, keterangan para saksi dan terdakwa serta adanya hasil Penelitian Kemasyarakatan oleh BAPAS, dalam kaitan satu dengan lainnya, diperoleh fakta-fakta dan keadaan sebagai berikut: 95 - Bahwa pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009, sekitar jam 01.00 WIB diketahui oleh saksi Hardiman Bin Samidi, saksi Supriyadi Bin Wirya Sudarmo dan saksi Nofian Diantoro alias Toro Bin Wirya Sudarmo bahwa sebuah bendera Partai Demokrat yang dipasang di depan rumah Ketua Rt bernama SUBUR di jalan raya Desa Adipasir Rt 07 Rw II, Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara terbakar sampai habis; - Bahwa saksi Hardiman Bin Samidi yang malam itu sinyal HP-nya kurang bagus, keluar rumah untuk mendapat sinyal HP karena mau menelepon; - Bahwa ketika berada di halaman rumahnya saksi Hardiman melihat jarak sekitar 30 (tiga puluh) meter sebuah bendera Partai Demokrat sedang disulut dengan korek api gas oleh terdakwa Ginanjar Saputra hingga terbakar habis; - Bahwa selain ada terdakwa Ginanjar di tempat tersebut saksi Hardiman juga melihat ada teman terdakwa yaitu saksi Andri Septiadi; - Bahwa menurut saksi Hardiman ia bisa memastikan yang sedang membakar bendera Partai Demokrat tersebut adalah Ginanjar karena lampu penerangan jalan cukup terang, tetapi saat itu saksi tidak berusaha mencegah karena saksi merasa tidak peduli dan mengira bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana; - Bahwa saksi Supriyadi dan saksi Nofian Diantoro Bin Wirya Sudarmo mengetahui bendera Partai Demokrat terbakar juga dari depan rumahnya yang berjarak sekitar 50 (lima puluh) meter dari tempat kejadian, semula karena mendengar suara sepeda motor yang melaju dengan kencang melintas depan rumahnya, ketika ke luar dari rumah kedua saksi tersebut melihat adanya bendera Partai Demokrat yang ada di depan rumah Ketua Rt Subur sedang terbakar, tetapi tidak melihat orang berada di tempat tersebut; - Bahwa kira-kira setengah jam sebelum kejadian bendera Partai Demokrat terbakar saksi Supriyadi sempat melewati tempat tersebut dengan mengendarai sepeda motor dan melihat ada saksi Andri Septiadi dan terdakwa Ginanjar sedang dudukduduk di bek jembatan seberang jalan di mana bendera Partai Demokrat tersebut dipasang; 96 - Bahwa saksi Fajar Yulianto, SH Bin Indarto dan saksi Supriyadi mengetahui bahwa yang membakar bendera Partai Demokrat tersebut adalah terdakwa Ginanjar Saputra karena mendengar dari saksi Andri Septiadi; - Bahwa saksi Momo Sutarmo Bin Suwardjo mengetahui bendera Partai Demokrat tersebut terbakar karena diberi informasi oleh saksi Supriyadi; - Bahwa saksi Momo Sutarmo adalah Pengurus Partai Demokrat serta Caleg dari Partai Demokrat untuk Daerah Pemilihan Kecamatan Wanadadi, Rakit dan Kecamatan Banjarmangu; - Bahwa saksi Andri Septiadi membenarkan pernah mengatakan di depan saksi Fajar dan saksi Supriyadi, bahwa pelaku pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut adalah terdakwa Ginanjar Saputra, tetapi hal tersebut saksi Andri lakukan karena ketika ditanyai saksi dibentak-bentak oleh dua orang teman saksi Fajar yang perawakan dan gayanya seperti Polisi sehingga Andri takut; - Bahwa menurut saksi Andri memang benar malam itu saksi bersama terdakwa Ginanjar Saputra berada di dekat tempat kejadian, tetapi saksi melihat ada bendera Partai Demokrat yang terbakar dan tidak mengetahui terdakwa Ginanjar membakar bendera Partai Demokrat; - Bahwa saksi Andri dan terdakwa malam itu berada di dekat tempat bendera Partai Demokrat berada karena sedang duduk-duduk sambil merokok karena habis makan nasi goreng bersama terdakwa setelah sebelumnya terdakwa memperbaiki motor saksi; - Bahwa saksi dan terdakwa berada di tempat tersebut sekitar 3 (tiga) menit dan setelah rokok habis lalu pulang ke rumah masing-masing; - Bahwa ketika berada di tempat tersebut baik saksi maupun terdakwa tidak membawa korek api karena rokoknya dinyalakan dengan korek api yang ada di dapur rumah saksi dan tidak dibawa ke tempat tersebut; - Bahwa terdakwa Ginanjar menolak dakwaan dan menyangkal telah membakar bendera Partai Demokrat tersebut; - Bahwa benar ayah dan kakak terdakwa Ginanjar adalah Caleg dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), tetapi terdakwa menyatakan bahwa 97 dirinya tidak punya perhatian terhadap Pemilu maupun partai dan terdakwa juga belum mempunyai hak pilih; - Bahwa kampanye umum dimulai sejak tanggal 12 Juli 2008, tetapi kampanye khusus dimulai sejak tanggal 16 Maret 2009 sampai dengan tanggal 5 April 2009; - Bahwa menurut peraturan KPU No. 19 Tahun 2008, bendera partai politik merupakan alat peraga peserta pemilu; - Bahwa terdakwa Ginanjar adalah seorang yang masih anak-anak karena lahir pada tanggal 20 Juli 1992, sehingga sekarang belum genap berusia 17 tahun; - Bahwa terdakwa masih sekolah di STM Panca Bhakti Kelas I, tetapi sekarang sudah keluar karena merasa tidak cocok di sekolahan sejak dulu terdakwa ingin sekolah di STM Cokroaminoto Banjarnegara; - Bahwa pada tahun ajaran yang akan datang terdakwa masih menginginkan melanjutkan sekolah di STM Cokroaminoto Banjarnegara yang dimintainya; Menimbang, bahwa apakah dari fakta-fakta dan keadaan tersebut di atas, terdakwa dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya, Pengadilan akan mempertimbangkan lebih lanjut; Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam menurut ketentuan Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD; Menimbang, bahwa unsur-unsur dari Pasal yang didakwakan di dalam dakwaan Penuntut Umum tersebut adalah sebagai berikut: 1. Setiap orang; 2. Dengan sengaja; 3. Melanggar larangan kampanye Pemilu berupa menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu; merusak dan/atau 98 Menimbang, bahwa agar terdakwa dapat dipersalahkan dan dijatuhi pidana, maka seluruh unsur dari Pasal yang didakwakan tersebut harus terpenuhi oleh perbuatan terdakwa sebagaimana yang didakwakan tersebut; Menimbang, bahwa pertama-tama Pengadilan akan mempertimbangkan unsur pertama, yaitu “setiap orang”; Menimbang, bahwa secara umum “setiap orang” dapat diartikan sebagai siapa saja yang merupakan subyek hukum sebagai penyandang hak dan kewajiban, baik orang laki-laki maupun orang perempuan, anak-anak ataupun orang dewasa, yang perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan dihadapan hukum; Menimbang, bahwa pengertian “setiap orang” di dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mempunyai pengertian yang khusus sehingga merupakan Le Specialis dari pengertian “setiap orang” dalam pengertian yang umum tersebut di atas; Menimbang, bahwa Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 menentukan bahwa “setiap orang” yang dilarang melanggar larangan kampanye Pemilu termasuk yang tersebut di dalam huruf g adalah setiap orang yang merupakan : “Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye”; Menimbang, bahwa untuk menilai apakah terdakwa Ginanjar Saputra Bin Sapari Puji Yuwono sebagaimana tersebut di dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dapat diartikan/dikategorikan sebagai “setiap orang” yang dimaksud dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g maka sebelumnya harus dilihat terlebih dahulu apakah terdakwa tersebut merupakan Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye; Menimbang, bahwa Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang tersebut Pelaksana Pemilu terdiri atas Pengurus Partai Politik, Calon Anggota DPR, DPRD, Juru Kampanye, orang seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu Anggota 99 DPR dan DPRD, sedangkan menurut Pasal 79 Undang-Undang tersebut Pelaksana Kampanye harus didaftarkan pada KPU; Menimbang, bahwa dari fakta-fakta di persidangan terdakwa Ginanjar Saputra Bin Sapari Puji Yuwono tersebut tidak ternyata sebagai Pelaksana Kampanye menurut ketentuan tersebut di atas; Menimbang, bahwa selanjutnya apakah terdakwa Ginanjar Saputra Bin Sapari Puji Yuwono tersebut merupakan Peserta Kampanye; Menimbang, bahwa menurut Pasal 1 Undang-Undang Pemilu tersebut yang merupakan Ketentuan Umum pada angka 26, bahwa Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarakan visi, misi dan program peserta Pemilu; Menimbang, bahwa menurut Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Pemilu, Kampanye Pemilu, diikuti oleh peserta kampanye, sedangkan menurut ketentuan Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Pemilu, Peserta Kampanye terdiri atas anggota masyarakat; Menimbang, bahwa pengertian Peserta Kampanye terdiri atas anggota masyarakat, tidak berarti bahwa setiap warga anggota masyarakat otomatis merupakan peserta kampanye, karena anggota masyarakat yang merupakan peserta kampanye haruslah anggota masyarakat yang mempunyai perhatian terhadap partai politik tertentu dan secara aktif dan sadar mengikuti suatu kegiatan pelaksanaan kampanye; Menimbang, bahwa di persidangan tidak terungkap bahwa terdakwa mempunyai perhatian terhadap partai politik tertentu walaupun ada keluarganya yang menjadi Caleg pada partai tertentu; Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa tidak terbukti sebagai peserta kampanye; 100 Menimbang, bahwa demikian pula dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, terdakwa Ginanjar tersebut bukanlah merupakan petugas kampanye; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa Ginanjar Saputra bukan merupakan pelaksana, peserta maupun petugas kampanye sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008, maka Pengadilan berpendapat bahwa unsur “setiap orang” dari Pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak terpenuhi; Menimbang, bahwa oleh karena salah satu unsur dari Pasal yang didakwakan tidak terpenuhi maka terhadap terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dan karenanya harus dibebaskan dari dakwaan tersebut; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dibebaskan dari dakwaan maka terhadap terdakwa harus dipulihkan harkat dan martabatnya pada kedudukannya semula, serta biaya yang ditumbulkan dari adanya perkara ini dibebankan kepada negara, sedangkan barang bukti bendera masing-masing berukuran panjang kurang lebih 3 (tiga) meter, serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang terbakar dikembalikan kepada dari siapa barang bukti tersebut disita yaitu HA. Supawi, SH Bin Dasuki; Mengingat Pasal 197 KUHP, Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g UndangUndang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pasal-Pasal lain yang berkenaan dengan hal tersebut; MENGADILI - Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan; - Membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan tersebut; - Mengembalikan kedudukan terdakwa pada harkat dan martabatnya semula; 101 - Memerintahkan barang bukti berupa 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek, 5 (lima) batang bambu tiang bendera masing-masing berukuran panjang kurang lebih 3 (tiga) meter, serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang terbakar dikembalikan kepada HA. Supawi Bin Dasuki; - Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara sebesar Nihil. Demikian diputuskan pada hari ini SENIN tanggal 16 Maret 2009, putusan mana diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh TARYAN SETIAWAN, SH sebagai Hakim Tunggal, dibantu oleh SUTARMO, sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut dengan dihadiri oleh YULIANTO, SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banjarnegara serta terdakwa dan Penasihat Hukumnya. Penitera Pengganti, Hakim, Ttd Ttd SUTARMO TARYAN SETIAWAN, SH. Untuk Salinan Resmi Pengadilan Negeri Banjarnegara Panitera KISWANDI, SH. NIP. 040 049 829 102 Untuk Dinas: PUTUSAN Nomor 129/Pid/2009/P.T.Smg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi di Semarang, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam peradilan tingkat banding yang dilakukan oleh Majelis Hakim berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Semarang tanggal 25 Maret 2009 Nomor 127/Pen.Pid/2009/PT. Smg dalam sidangnya telah menjatuhkan putusan sebagaimana tertera di bawah ini dalam perkara terdakwa: Nama lengkap : GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO; --------------------------------------------------------------------- Tempat lahir : Banjarnegara; ---------------------------------------------------- Umur/tanggal lahir : 17 tahun / 20 Juli 1992; ----------------------------------------- Jenis kelamin : Laki-laki; --------------------------------------------------------- Kebangsaan : Indonesia;--------------------------------------------------------- Tempat tinggal : Desa Adipasir Rt 07 Rw 02, Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara; ---------------------------------------------------- Agama : Islam; ------------------------------------------------------------- Pekerjaan : Pelajar; ------------------------------------------------------------ Terdakwa tidak ditahan --------------------------------------------------------------------- 103 PENGADILAN TINGGI TERSEBUT; Telah membaca; ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------1. Berkas perkara dan berita acara pemeriksaan persidangan Pengadilan Negeri Banjarnegara dalam perkara terdakwa tersebut beserta putusannya tanggal 16 Maret 2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn yang amarnya berbunyi sebagai berikut: - Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan; -------------------- - Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan tersebut; ------------- - Mengembalikan kedudukan terdakwa pada harkat dan martabatnya semula; ---------------------------------------------------------------------------------------- - Memerintahkan barang bukti berupa 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek, 5 (lima) batang bambu tiang bendera masing-masing berukuran panjang kurang lebih 3 (tiga) meter, serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang terbakar dikembalikan kepada HA. Supawi Bin Dasuki; ---------------------------------------------------------------------------------------- - Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara sebesar Nihil; --------------------------------------------------------------------------------- 2. Akta permintaan banding yang dibuat dan ditandatangani Panitera Pengadilan Negeri Banjarnegara, yang menerangkan bahwa pada tanggal 18 Maret 2009 Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan permintaan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn; ----------------------------------------------------------------- 104 3. Akta pemberitahuan permintaan banding tanggal 19 Maret 2009 yang dibuat dan ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Negeri Banjarnegara yang menerangkan bahwa terdakwa telah diberitahu adanya permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum tersebut;-------------------------------------------------------------------------4. Memori banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum tertanggal 18 Maret 2009 telah diberitahukan kepada terdakwa oleh Jurusita Pengadilan Negeri Banjarnegara; ---------------------------------------------------------------------------Menimbang bahwa terdakwa diajukan dalam persidangan Pengadilan Negeri Banjarnegara dengan dakwaan sebagai berikut: ----------------------------------------Bahwa ia terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekira pukul 01.00 WIB atau setidaktidaknya pada waktu lain dalam bulan Pebruari 2009, bertempat di depan rumah sdr. SUBUR Ketua Rt 07 Rw II Jalan Raya Desa Adipasir Kec. Rakit Kab. Banjarnegara atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk di dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Banjarnegara dengan sengaja melanggar larangan kampanye Pemilu dengan merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu, peristiwa tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut; ------------------------------------------------------------------------------------------------Pada haru Senin malam tanggal 09 Pebruari 2009 pukul 18.30 WIB terdakwa sedang berada di dalam rumah dan sedang tidur, kemudian sekitar jam 19.30 WIB terdakwa bangun dan tidak lama kemudian datang teman terdakwa yaitu saksi ANDRI SEPTIADI yang meminta terdakwa untuk membetulkan kalburator sepeda motor milik saksi ANDRI SEPTIADI selanjutnya terdakwa mengendarai sepeda motor bersama dengan saksi ANDRI SEPTIADI keluar bersama dengan saksi ANDRI SEPTIADI menuju pertigaan Desa Adipasir arah utara dari rumah terdakwa dan sesampainya di sana terdakwa membetulkan kalburator sepeda motor milik saksi ANDRI SEPTIADI sampai selesai sekitar jam 23.30 WIB; --------------------------- 105 - Setelah itu sekitar jam 24.00 WIB terdakwa diajak oleh saksi ANDRI SEPTIADI untuk dibuatkan nasi goreng sebagai imbalan telah memperbaiki kalbulator sepeda miliknya, dan setelah selesai makan nasi goreng terdakwa menyalakan rokok Sampurna Mild merah dan memberikan 1 (satu) batang rokok pada saksi ANDRI SEPTIADI dan bersama-sama keluar ke jalan raya di depan rumah sdr. SUBUR selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara dan dudukduduk sekitar 3 (tiga) menit di dek jembatan selokan kecil di pinggir jalan raya sebelah timur menghadap barat di jalan gang depan rumahnya sdr. SUBUR sambil menghisap rokok bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI;----- - Selanjutnya terdakwa melakukan pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut sebanyak 1 (satu) buah dengan menggunakan korek api gas yang dinyalakan dengan menggunakan tangan kanannya dengan posisi berdiri menghadap ke arah utara yaitu dengan cara terdakwa menghadap ke arah bendera dengan menjulurkan tangan kanannya dan menyalakan korek api gas ke arah bendera Partai Demokrat tersebut, sehingga menyebabkan terbakar dan meleleh dan tiang bendera yang terbuat dari batang bambu juga sampai hangus dan di bawah tiang bendera tersebut serpihan/lelehan dari bendera Partai Demokrat yang terbakar tersebut;----------------------------------------------------------------------------------- - Akibat dari perbuatan terdakwa menyebabkan 2 (dua) buah bendera Partai Politik milik Partai Demokrat dengan ukuran panjang 135 cm dan lebar 90 cm yang rusak akibat dibakar tinggal serpihan dan tiang saja dan ada 5 (lima) buah bendera yang rusak akibat disobek/ditarik paksa masing-masing ada 2 (dua) bendera yang agak utuh sedangkan yang 3 (tiga) bendera tinggal tiangnya saja yang berada di bahu jalan dengan posisi tegak lurus yang terletak di depan rumah sdr. SUBUR selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara; ------------------------- - Setelah kejadian tersebut terdakwa kemudian pulang dengan menggunakan sepeda motor bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI menuju rumahnya; --------------------------------------------------------------------------------------------- - Bahwa berdasarkan PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) PUSAT NOMOR 20 TAHUN 2008 TANGGAL 04 JULI 2008 Tentang 106 Perubahan Terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Nomor 09 Tahun 2008 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TAHUN 2009, waktu kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009 berlangsung dari sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 05 April 2009, dimana setiap Partai Politik termasuk Partai Demokrat yang merupakan salah satu peserta/Kontestan Pemilu 2009 mempunyai hak untuk kampanye, dimana bendera Partai Politik dalam hal ini bendera Partai Demokrat adalah termasuk alat peraga kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 15 PERATURAN KPU PUSAT NOMOR 19 TAHUN 2008 TANGGAL 30 JUNI 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILU ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD, yaitu alat peraga kempanye adalah semua bendera atau bentuk lain yang memujat visi, misi, program, simbol-simbol atau tanda gambar peserta Pemilu yang bertujuan untuk mengajak orang memilih Peserta Pemilu dan atau Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu; -----------------------------------Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan dianam pidana dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.----------------------------------------------------------Menimbang bahwa Jaksa Penunut Umum dalam persidangan tanggal 12 Maret 2009 telah mengajukan tuntutan, yang pada pokoknya sebagai berikut: ----1. Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO terbukti seara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemiu Pembakaran Bendera Partai Demokrat sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam surart Dakwaan; ---------------------------------------------------------------------------2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 (enam) bulan penjara dan Denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidir 1 107 (satu) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa segera ditahan apabila putusan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkraht); -------------3. Menetapkan agar barang bukti; --------------------------------------------------a. 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek; -------------------b. 5 (lima) batang bambu sebagai tiang bendera panjang kurang lebih 3 (tiga) meter; ---------------------------------------------------------------------------c. Serpihan/lelehan kain dari Partai Demokrat yang terbakar dikembalikan kepada saksi MOMO SUTARMO; -----------------------------------------4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah); ------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurt cara-cara serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang, maka permintaan banding tersebut dapat diterima;--------------------------------------------------------------------------------------Menimban, bahwa Pengadilan tingkat banding setelah memeriksa dengan seksama berkas perkara tersebut yang terdiri dari berita acara pemeriksaan persidangan, salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjr, memori banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dan surat-surat lainnya yang berkaitan dengan perkara tersebut, maka Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa segala alasan dan pertimbangan Pengadilan tingkat pertama tersebut sudah tepat dan benar menurut hukum, oleh karenanya dapat diambil alih sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam mengadili perkara ini dalam tingkat banding;-------------------------------------------Menimbang, berdasarkan pertimbangan tersebut, maka putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn tersebut patut untuk dikuatkan; ---------------------------------------------------------------------Menimbang, oleh karena terdakwa tidak terbukti dalam dakwaannya, maka biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan dibebankan kepada Negara; ---------- 108 Mengingat, Pasal 197 KUHP, Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g UndangUndang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta segala peraturan hukum dan perundang-undangan yang berhubungan; -------------- MENGADILI : ¾ Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum; -----------------¾ Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009 nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn, yang dimintakan banding tersebut; ---------¾ Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada Negara; ---------------------------------------------------------------------------------------Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan pada hari SENIN, tanggal 30 Maret 2009 oleh Majelis Hakim yang terdiri dari MUDZAKIR, SH. Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Semarang selaku Ketua Majelis, NY. Hj. KOES WIDAYATI, SH dan SUDJONO, SH masing-masing Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Semarang selaku para Hakim Anggota, putusan tersebut pada hari dan tanggal itu juga diuapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota seta Panitera Pengganti SOENARNO, SH, tetapi dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa. ------------------------------ 109 Hakim Anggota Hakim Ketua Ttd Ttd NY. Hj. KOES WIDAYATI, SH MUDZAKIR, SH Ttd Panitera Pengganti SUDJONO, SH Ttd SOENARNO, SH Untuk Salinan Resmi PENGADILAN NEGERI BANJARNEGARA PANITERA KISWANDI, SH. NIP. 040 049 829 110 PUTUSAN Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Pengadilan Negeri Purwokerto yang mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan aara pemeriksaan singkat telah menjatuhkan putusan seperti tersebut di bawah ini dalam perkara terdakwa; ----------------------Nama lengkap : TRI MULYONO; Tempat lahir : Banyumas; Umur/tanggal lahir : 41 Tahun/26 Juni 1968; Jenis kelamin : Laki-laki; Kebangsaan : Indonesia; Tempat tinggal : Ds. Banteran, Rt 03 Rw 01 Kec. Wangon Kab. Banyumas; Agama : Islam; Pekerjaan : Wiraswasta Dalam perkara ini terdakwa tidak ditahan; -------------------------------------Terdakwa didampingi ARIF BUDI CAHYONO, SH., Advokat, beralamat di Bancarkembar Estate Blok D No. 3 Purwokerto;---------------------------------------Pengadilan Negeri tersebut; ------------------------------------------------------Telah membaca surat-surat dalam berkas perkara; ----------------------------- 111 Telah mendengar pembacaan catatan dakwaan Penuntut Umum; -----------Telah meneliti barang bukti; -----------------------------------------------------Telah mendengar tuntutan Penuntut Umum; -----------------------------------Telah mendengar pembelaan/Pledoi Penasihat Hukum Terdakwa; ---------Telah mendengar replik dan duplik kedua belah pihak; ----------------------Menimbang, bahwa terdakwa diajukan di depan persidangan dengan dakwaan tunggal sebagaimana tersebut dalam catatan dakwaan Penuntut Umum yang pada pokoknya Terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 269 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; -----------------------------------------Menimbang, bahwa atas surat dakwaan tersebut terdakwa maupun Penasihat Hukumnya tidak mengajukan Eksepsi, sehingga dilanjutkan dengan pembuktian; Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan 5 (lima) orang saksi, masing-masing bernama DANI SALIMIN, DJONO, UNGGUL WARSIDI, SH, TIMBUL, S.Pd. dan ANDI HARSONO, S.Pd., yang telah memberikan keterangan dipersidangan di bawah sumpah dan 3 (tiga) orang saksi yang bernama SUKARWAN, SAHIR, SUJADI dan SENO SUDIYONO yang karena tidak hadir di persidangan sedangkan di BAP Penyidikan telah memberikan keterangan di bawah sumpah, keterangan saksi-saksi tersebut telah dibacakan dipersidangan dan dibenarkan atau tidak dibantah oleh terdakwa, telah didengar keterangan terdakwa, telah diperiksa surat dan barang bukti yang pada pokoknya bersesuaian satu dengan lainnya, yang untuk mempersingkat putusan ini, maka segala apa yang dicatat dalam berita acara persidangan dianggap termasuk pula dalam putusan ini; ---------------Menimbang, bahwa setelah acara pembuktian selesai, kemudian Penuntut Umum membacakan tuntutan pidananya tertanggal 19 Maret 2009, yang pada pokoknya menuntut supaya Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan: 112 1. Menyatakan terdakwa TRI MULYONO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan kampanye di luar jadwal waktu sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 269 UU No. 10 Tahun 2008 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; -------------------------------------2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa TRI MULYONO dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dengan perintah agar Terdakwa segera menjalani hukuman dan denda sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) subsidir 1 (satu) bulan kurungan pengganti; -------------------------------------------------------------------3. Menyatakan barang bukti berupa: ----------------------------------------------------Dua lembar surat undangan tetap terlampir dalam berkas perkara; --------------Satu buah mik dan satu buah amplifier dikembalikan kepada yang berhak; ---4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,(dua ribu lima ratus rupiah); ----------------------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap tuntutan pidana tersebut Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya mengajukan pembelaan atau pledoi pada tanggal 19 Maret 2009 yang pada pokoknya berpendapat bahwa Terdakwa tidak terbukti bersalah karena unsur “sengaja” tidak dapat dibuktikan, oleh karenanya minta agar terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum, atau terdakwa dibebaskan dari sanki pidana cukup dikenakan denda karena adanya unsur pemaaf yaitu: karena terdapat kelemahan aturan dan sistem sosialisasi PEMILU yang tidak baik; -----------------Menimbang, bahwa terhadap pledoi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut, Penuntut Umum menyatakan tetap pada tuntutan pidananya, sedangkan Penasihat Hukum Terdakwa menyatakan tetap pada permohonannya; --------------------------Menimbang, bahwa setelah pemeriksaan ditutup selanjutnya Majelis Hakim bermusyawarah untuk mengambil putusan; ---------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap hal-hal yang relevan sebagaimana termuat dan tercatat dalam berita acara persidangan diambil alih dan dianggap telah termuat dalam putusan ini; ----------------------------------------------------------------------------------- 113 Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan karena terdakwa telah melakukan tindak pidana dan setelah melalui proses pemeriksaan di muka sidang, selanjutnya Penuntut Umum berkesimpulan Terdakwa telah terbukti bersalah, oleh karena itu dituntut agar dijatuhi pidana; -------------------------------------------------Menimbang, bahwa untuk memidana seseorang, harus dibuktikan tentang adanya tindak pidana dan Terdakwalah yang harus bertanggungjawab atas tindak pidana tersebut; -----------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa mengenai hal adanya perbuatan pidana harus dibuktikan dengan dipenuhinya semua unsur Pasal-Pasal dari peraturan perundang-undangan yang didakwakan kepadanya dan tidak ditemukan adanya alasan pembenar, sedangkan mengenai pertanggungjawaban pidana kepada Terdakwa harus dibuktikan adanya kesalahan pada diri terdakwa atas terjadinya tindak pidana tersebut dan tidak ditemukan alasan pemaaf yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana; ---Menimbang, bahwa terlebih dahulu akan dipertimbangkan mengenai ada tidaknya tindak pidana dengan cara menghubung-hubungkan fakta hukum yang ada dengan semua unsur Pasal-Pasal dari peraturan perundang-undangan yang didakwakan kepada Terdakwa, apabila terpenuhi semua maka terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan kepadanya, selanjutnya akan dipertimbangkan lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban pidana dengan cara menghubung-hubungkan fakta hukum yang ada dengan semua unsur pertanggungjawaban pidana; --------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan hasil persidangan terungkap fakta hukum sebagai berikut: -----------------------------------------------------------------------------1. Bahwa Terdakwa TRI MULYONO sebagai Calon Legislatif Daerah Kabupaten Banyumas dari Partai Gerindra; ----------------------------------------------------- 2. Bahwa Terdakwa dan Sadar Subagyo pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2009 telah melakukan kampanye tertutup di Grumbul Karangtengah, Desa 114 Jambu, Rt 1 Rw 9 Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas yang masuk dalam daerah pemilihan Banyumas 1 (satu); -------------------------------------3. Bahwa pada saat Terdakwa berkampanye, dihadiri sekitar 70 orang, termasuk ada satu orang anggota PANWAS CAM dan PPL Pemilu 2009;--------------- 4. Bahwa sesuai dengan Keputusan KPU Kabupaten Banyumas tanggal 30 Desember 2008 No. 01/Pileg/2008 Tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tahun 2009, pada tanggal 16-22 Februari 2009 tedakwa dijadwalkan berkampanye di daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang, Rawalo, Kebasen, Patikraja dan Purwojati; -------------------------------------------------- 5. Bahwa sesuai 13/PEMILU/2009 dengan Keputusan Tanggal 13 KPU Kabupaten Maret Banyumas 2009, No. kampanye tertutup/terbatas/pertemuan tetap/non rapat umum Partai Politik pemilu 2009 dapat dilaksanakan setiap hari di semua Daerah Pemilihan; -------------------Menimbang, bahwa Pasal 269 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan kepada Terdakwa mengandung unsur-unsur tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana sebagai berikut: ------1. Unsur Tindak Pidana; ------------------------------------------------------------------Melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing Peserta Pemilu;--------Penyertaan; ------------------------------------------------------------------------------Alasan Pembenar (tidak ditemukan); ------------------------------------------------2. Unsur Pertanggungjawaban Pidana; -------------------------------------------------Setiap orang; ----------------------------------------------------------------------------Sengaja;----------------------------------------------------------------------------------Alasan pemaaf (tidak ditemukan); ---------------------------------------------------Menimbang, bahwa semua unsur tersebut harus dibuktikan, untuk itu akan dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan, apabila terbukti 115 seluruhnya maka terdakwa harus dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan harus dijatuhi hukuman; ---------------------------Ad. 1.1. Unsur melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing Peserta Pemilu; ------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum nomor 2 dan dihubungkan dengan fakta hukum nomor 4, telah terungkap bahwa Terdakwa melakukan kampanye tertutup pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2009 di Grumbul Karangtengah, Desa Jambu, Rt 01 Rw 9 Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas yang masuk dalam daerah pemilihan Banyumas 1 (satu), seharusnya sesuai jadwal KPU Kabupaten Banyumas, pada tanggal 16-22 Februari 2009 Terdakwa berkampanye di daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang, Rawalo, Kebasen, Patikraja, dan Purwojati menurut jadwal kampanye KPU Kabupaten Banyumas; ---------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut telah menjadi jelas bahwa Terdakwa melakukan kampanye di luar lokasi yang telah ditentukan KPU Kabupaten Banyumas, dengan demikian unsur ini telah terbukti dan terpenuhi; ------------------------------------------------------------------------Ad. 1.2. Penyertaan; ----------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa “penyertaan” dimaksud adalah turut melakukan atau dengan kata lain bersama-sama melakukan, berarti sedikitnya harus ada 2 (dua) orang yang melakukan tindak pidana tersebut. Keduanya harus melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen tindak pidana; -------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dari persidangan telah terungkap fakta sebagaimana fakta hukum nomor 4, bahwa Terdakwa dan Sadar Subagyo 116 pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2009 telah melakukan kampanye tertutup di Grumbul Karangtengah, Desa Jambu, Rt 01 Rw 09 Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas; ----------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut, telah nyata bahwa yang melakukan kampanye tertutup pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2009 di Grumbu Karangtengah, Desa Jambu Rt 01 Rw 09 Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas tidak hasnya Terdakwa saja, tetapi juga ada orang lain yaitu Sadar Subagyo, dengan demikian unsur ini telah terbukti dan terpenuhi menurut hukum; -------------------------------Ad 1.3. Alasan Pembenar;---------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa alasan pembenar yang tertulis sebagaimana ditentukan dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP, Pasal 50 KUHP dan Pasal 51 ayat 1 KUHP sedangkan alasan pembenar yang tidak tertulis berupa ketiadaan sifat melawan hukum materiil dan eksepsi kedokteran; -------------------Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Unggul Warsidi, SH., selaku anggpta KPU Kabupaten Banyumas, dan surat keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009 Tentang Perubahan Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor : 01/PILEG/2009, memutuskan:------------------------1. Menetapkan perubahan atas keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor 01/PILEG/2009 Tanggal 2 Januari 2009 tentang Jadwal Kampanye Rapat Umum menjadi sebagaimana tersebut dalam lampiran keputusan ini; --------------------------------------------2. Menetapkan penghapusan jadwal kampanye pertemuan terbatas/pertemuan tetap sebagaimana dimaksud dalam keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor 01/PILEG/2009 Tanggal 2 Januari 2009; -------------------------------- : 117 3. Memberikan kesempatan kepada partai politik peserta Pemilu 2009 untuk melaksanakan kampanye pertemuan terbatas/pertemuan tatap muka setiap hari di semua Daerah Pemilihan Kabupaten Banyumas; Menimbang, bahwa dari fakta tersebut berkaitan dengan fakta hukum nomor 5, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa sejak keluarnya keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009, kampanye tertutup/terbatas/pertemuan tetap/non rapat umum Partai Politik peserta Pemilu 2009 dapat dilaksanakan setiap hari di semua Daerah Pemilihan; --------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa Pasal 1 ayat (2) KUHP menentukan : “jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan baginya”; -------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa ketika terdakwa melakukan kampanye tertutup Tanggal 21 Februari 2009 masih berlaku bagi terdakwa keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor : 01/PILEG/2009 Tanggal 2 Januari 2009, dan telah terbukti melanggar tempat berkampanye, namun sesudah perbuatan tersebut ada perubahan peraturan kampanye dengan keluarnya keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009, yang meniadakan jadwal dan tempat kampanye tertutup/terbatas; ----------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dengan mendasarkan kepada ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP, terhadap perbuatan terdakwa a quo harus diberlakukan peraturan yang menguntungkan bagi terdakwa, yaitu harus diberlakukan keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009, dengan ukuran peraturan yang baru tersebut, perbuatan terdakwa melakukan kampanye tertutup/terbatas dibolehkan disetiap waktu 118 dan setiap tempat, dengan demikian tidak ada pelanggaran jadwal dan tempat kempanye tertutup/terbatas yang dilakukan oleh terdakwa; ------Menimbang, bahwa karena tidak ada pelanggaran jadwal dan tempat kampanye yang dilanggar oleh terdakwa, maka tidak ada tindak pidana sebagaiman yang diancamkan kepada terdakwa dalam Pasal 269 UU No. 10 Tahun 2008; ---------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menurut Majelis Hakim terdapat alasan pembenar yang tidak tertulis berupa ketiadaan sifat melawan hukum materiil; ------------------------------------Menimbang, bahwa karena pada perbuatan terdakwa ditemukan alasan pembenar berupa ketiadaan sifat melawan hukum materiil, maka tidak perlu lagi dipertimbangkan unsur-unsur lainnya dan terdakwa harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum; --------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa mengenai barang bukti masing-masing dipertimbangkan sebagai berikut: -----------------------------------------------------------------------------1. Surat undangan sebanyak dua lembar terbukti milik “Penyelenggara Silaturahmi Kader Partai GERINDRA, maka harus dikembalikan kepada Ketua Penyelenggara yaitu saksi Dani Salimin; -----------------------------------------2. Amplifier sebanyak satu buah dan mix sebanyak satu buah disita dari Tuhadiyanto, maka harus dikembalikan kepada Tuhadiyanto; ----------------Mengingat Pasal 1 ayat (2) KUHP, Pasal 191 (2) KUHP serta Pasal-Pasal dari Undang-Undang yang bersangkutan; ----------------------------------------------------MENGADILI 1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana; ---------------------------- 119 2. Melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum atau ontslag van ale rechtvervolging; -----------------------------------------------------3. Menetapkan barang bukti; ------------------------------------------------------------Surat undangan sebanyak dua lembar dikembalikan kepada Ketua Penyelenggara yaitu saksi Dani Salimin; ------------------------------------------------------------------Amplifier sebanyak satu buah dan mix sebanyak satu buah dikembalikan kepada Tuhadiyanto; --------------------------------------------------------------------------------4. Membebankan biaya perkara kepada Negara; --------------------------------------Demikian diputus dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto pada hari Jum’at Tanggal 20 Maret 2009, oleh SUDIRA, SH., sebagai Hakim Ketua Majelis, DEDY HERMAWAN, SH., dan PRAYITNO IMAN SANTOSA, SH., MH., masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada hari Senin, Tanggal 23 Maret 2009 diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk Umum oleh Ketua Majelis Hakim tersebut, dengan didampingi hakim-hakim anggota, dibantu WAHID HASYIM, SH., Panitera Pengganti dihadiri SUNARWAN, SH., MHum., dan AGUS FIKRI, SH., Penuntut Umum serta terdakwa dan Arif Budi Cahyono, SH., Penasihat Hukum Terdakwa; -------------------------------------------Hakim Ketua Sidang, SUDIRA, SH Hakim Anggota I, Hakim Anggota II DEDI HERMAWAN, SH PRAYITNO IMAN SANTOSA, SH., MH. Panitera, WAHID HASYIM, SH. 120 PUTUSAN Nomor : 142/PID/2009/PT.SMG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Semarang myang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam pemeriksaan tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagaimana tersebut di bawah ini dalam perkara terdakwa; -------------------------Nama Lengkap : TRI MULYONO; ---------------------------------------------------- Tampat lahir : Banyumas; ------------------------------------------------------------ Umur/Tgl. Lahir : 41 Tahun/26 Juni 1968; --------------------------------------------Jenis kelamin : Laki-laki;-------------------------------------------------------------- Kebangsaan : Indonesia; ------------------------------------------------------------- Tempat tinggal : Ds. Banteran, Rt 03 Rw 01 Kec. Wangon Kab. Banyumas; --- Agama : Islam; ------------------------------------------------------------------ Pekerjaan : Wiraswasta;----------------------------------------------------------- Terdakwa tidak ditahan; -------------------------------------------------------------------PENGADILAN TINGGI TERSEBUT; -------------------------------------------------Telah membaca berturut-turut; ------------------------------------------------------------I. Berkas perkara dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini; -------- II. Surat catatan Penuntut Umum untuk tindak pidana yang didakwakan No. Reg Perkara;PDM-02/0.3.14/Pemilu/03/2009 tanggal 17 Maret 2009 sebagai berikut; ------------------------------------------------------------------------------------------Bahwa mereka ia terdakwa TRI MULYONO dan SADAR SUBAGYO (dalam daftar pencarian orang/DPO) pada hari Sabtu 21 Februari 2009 sekitar jam 14.30 121 WIB atau setidak-tidaknya disekitar waktu itu di bulan Februari 2009 atau setidak-tidaknya pada tahun 2009 bertempat di Grumbul Karang Tengah Desa Jambu Rt 01 Rw 09 Kec. Wangon Kab. Banyumas atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto, telah melakukan, menyuruh, melakukan atau turut melakukan perbuatan yakni dnegan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana myang dimaksud dalam Pasal 82 Undang-Undang No. 10 Tahun 2008, perbuatan tersebut dilakukan mereka para terdakwa dengan cara-cara lain sebagai berikut: ------------------------------------------------------- Pada waktu dan tempat seperti tersebut di atas, mula-mula saksi DANI SALIMIN dan saksi KIRUN membuat undangan tertulis kepada warga masyarakat melalui surat undangan nomor: 02/PAC/GERINDRA/Wng/II/2009 tertanggal 20 Februari 2009 yang berisi ajakan (undangan) kepada masyarakat untuk hadir pada acara silaturahmi bersama dengan Kader Partai Gerindra yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 21 Februari 2009 sekitar jam 13.00 WIB bertempat di rumah seseorang warga bernama SENO yang beralamat di Grumbul Karang Tengah Rt 01 Rw 09 Desa Jambu Kec. Wangon Kab. Banyumas. Dalam surat undangan tersebut saksi DANI SALIMIN membubuhkan tanda tangannya dan bertindak selaku Ketua Penyelenggara sedang saksi membubuhkan tanda tangannya dan bertindak selaku KIRUN Sekretaris Penyelenggara. Surat Undangan tersebut dibuat oleh saksi DANI SALIMIN dan saksi KIRUN sebanyak kurang lebih 100 surat undangan; ------------- Bahwa selanjutnya pada hari Sabtu 21 Februari 2009 sekitar jam 14.30 WIB ada sekitar 150 orang hadir di tempat sebagaimana yang tertera dalam undangan, lalu setelah berkumpul terdakwa TRI MULYONO dan SADAR SUBAGYO (DPO) bergantian melakukan orasi kampanye di hadapan sekitar 150 orang tersebut; ---------------------------------------------------------------- 122 - Bahsa SADAR SUBAGYO (DPO) melakukan kampanye dengan sekitar 10 menit yang isinya memperkenalkan diri Caleg DPR RI nomor urut 2 dari Partai Gerindra dan mengajak untuk memilihnya dengan menyampaikan visi dan misi yang seandainya terpilih nanti maka dirinya akan menampung aspirasi masyarakat yang berasal dari daerah pilihannya yaitu Banyumas dan Cilacap; ----------------------------------------------------------------------------- - Demikian pula dnegan terdakwa TRI MULYONO juga melakukan orasi sekitar 10 menit yang isinya sama yakni memperkenalkan diri sebagai Caleg DPRD Kab. Banyumas dari Partai Gerindra nomor urut 2 Daerah Pemilihan 1 dan mengajak untuk memilihnya pada Pemilu Tanggal 9 April 2009 dengan menyampaikan visi dan misi yakni seandainya terpilih nanti maka dirinya akan menampung aspirasi masyarakat Grumbul Karang Tengah berupa pemekaran Desa Karang Tengah; -------------------------------------- - Padahal sesuai dengan Keputusan KPU Kab. Banyumas No. 01/Pileg/2008 Tanggal 30 Desember 2008 tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kab. Banyumas Tahun 2009 telah diatur jadwal kampanye yakni pada tanggal 1622 Februari 2009 di Daerah Pemilihan 8 (Kab. Banyumas dan Kab. Cilacap) adalah bukan merupakan jadwal kampanye untuk Caleg DPR-RI dari Partai Gerindra. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Caleg DPR-RI nomor urut 2 dari Partai Gerindra yaitu Sadar Subagyo tidak berhak untuk melakukan kampanye di daerah Banyumas; ------------------------------------------------- - Demikian pula terdakwa TRI MULYONO selaku Caleg DPRD Kab. Banyumas sesuai dengan keputusan KPU Kab. Banyumas No. 1/Pileg/2008 Tanggal 30 Desember 2008 pada tanggal 16-22 Februari 2009 seharusnya terdakwa melakukan kampanye di daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang, Rawalo, Kebasen, Patikraja dan Purwojati, namun terdakwa TRI MULYONO justru melakukan kampanye di Grumbul Karang Tengah Desa Jambu Rt 01 Rw 09 Kec. Wangon Kab. Banyumas yang termasuk daerah pemilihan Banyumas 1 (satu) yang meliputi wilayah 123 Lumbir, Wangon, Ajibarang, Gumelar dan Pekuncen sehingga dengan demikian perbuatan terdakwa TRI MULYONO dan SADAR SUBAGYO telah melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU; -------------------------------------------------------------------------------- Perbuatan mereka para terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 269 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;---------------------------- III. Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 19 Maret 2009 No.Reg.Perk;PDM-02/PKRTO/Pemilu/2009 yang pada pokoknya menuntut Terdakwa sebagai berikut; -----------------------------------------------------------1. Menyatakan terdakwa TRI MULYONO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana bersama-sama melakukan kempanye di luar jadwal waktu sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 269 UU Nomor : 10 Tahun 2008 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa TRI MULYONO dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dengan perintah agar para terdakwa segera menjalani hukuman dan denda sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) subsidir 1 (satu) bulan kurungan pengganti; --------------------------------- 3. Menyatakan barang bukti berupa; --------------------------------------------- Dua lembar surat undangan tetap terlampir dalam berkas perkara; --- - Satu buah mix dan satu buah amplifier dikembalikan kepada yang berhak; ------------------------------------------------------------------------ 4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah); ------------------------------------------ IV. Salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Tanggal 23 Maret 2009 Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt., dalam perkara terdakwa yang amarnya berbunyi sebagai berikut: ------------------------------------------------------------1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana; ---------------------- 124 2. Melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum atau ontslaag van ale rechtvervolging; ----------------------------------------3. Menetapkan barang bukti;-------------------------------------------------------Surat undangan sebanyak dua lembar dikembalikan kepada Ketua Penyelenggara yaitu saksi Dani Salimin; -------------------------------Amplifier sebanyak satu buah dan mix sebanyak satu buah dikembalikan kepada Tuhadiyanto; --------------------------------------4. Membebankan biaya pekara kepada Negara; ---------------------------------V. Akta permintaan Banding Nomor : 7/Akta.Pid/2009/PN.Pwt., yang dibuat da ditanda tangani oleh Panitera Pengadilan Negeri Purwokerto yang isinya menerangkan bahwa pada tanggal 25 Maret 2009 Jaksa Penuntut Umum mengajukan permintaan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Tanggal 23 Maret 2009 Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt dan permintaan banding tersebut telah diberitahukan kepada terdakwa melalui Penasehat Hukumnya Arif Budi Cahyono, SH., pada tanggal 27 Maret 2009; VI. Memori bading dari Jaksa Penuntut Umum tertanggal 25 Maret 2009 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 27 Maret 2009, dan memori banding tersebut telah diberitahukan dan diserahkan dengan cara seksama kepada terdakwa melalui Penasehat Hukumnya Arif Budi Cahyono, SH tanggal 27 Maret 2009; --------------------------------------------------------------VII. Kontra memori banding dari Penasihat Hukum terdakwa tertanggal 27 Maret 2009 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 30 Maret 2009, dan Kontra memori banding tersebut telah diberitahukan dan diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum tanggal 30 Maret 2009; ------------VIII.Surat pemberitahuan untuk mempelajari berkas perkara tertanggal tidak ada Maret 2009 yang isinya memberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mempelajari berkas perkara banding di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Purwokerto sebelum berkas perkara tersebut dikirim ke Pengadilan Tinggi Semarang;------------------------------------------------------------------------------- 125 Menimbang, bahwa permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum telah diajukan dalam tenggang waktu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 255 UndangUndang RI No. 10 tahun 2008 khususnya ayat (2), maka permintaan banding tersebut dapat diterima; ------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009 Nomor: 02/Pid.S/2009/PN.Pwt di mana terdakwanya diputus lepas dari segala tuntutan hakim, sedangkan Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum banding, dalam hal ini apakah Pengadilan Tinggi Semarang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini; ---------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 252, 254, 255 dan Pasal 256 UU RI No. 10 Tahun 2008 jo Surat Ketua Mahkamah Agung RI Tanggal 17 Maret 2009 No. 030/KMA/III/2009 yang ditujukan kepada Jaksa Agung RI di Jakarta periha; permohonan Fatwa atas ketentuan Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD angka 4, angka 6, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi Semarang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, karena mengacu dari ketentuan di atas dalam hal putusan pengadilan tingkat pertama berupa putusan bebas dalam konteks Undang-Undang No. 10 Tahun 2008, maka upaya hukum yang ditempuh oleh Jaksa Penuntut Umum adalah “banding”, dan hal inipun berlaku pula terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum; ----------------------------------------------Dan putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak ada upaya hukum lain; --------------------------------------------------------Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi membaca dan mempelajari dengan seksama berkas perkara, berita acara sidang, salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009 Nomor: 02/Pid.S/PN.Pwt, serta memori banding dari Jaksa Penuntut Umum, kontra memori banding dari Penasihat Hukum Terdakwa, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama dalam putusannya 126 bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, oleh karena itu terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum, dan pertimbangan Hakim tingkat pertama tersebut dapat disetujui serta diambil alih untuk dijadikan sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam memutus perkara ini di tingkat banding; ---------Menimbang, bahwa sehubungan dengan penerapan ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP dalam perkara ini, juga berdasarkan Yurisprodensi yaitu : Putusan HOGE RAAD tanggal 27 Oktober 1902, Nomor : 7823 menentukan bahwa jika sesuatu peraturan itu telah diganti dengan suatu peraturan yang baru sehingga peraturan yang lama itu telah kehilangan kekuatan hukumnya, untuk diperlakukan sebelum perkara itu diadili, maka tersangka/terdakwa tidak dapat dihukum. Kiranya Yurisprodensi ini masih relevan; -------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa oleh karena putusan Majelis Hakim tingkat pertama sudah tepat dan benar, maka untuk memori banding dari Jaksa Penuntut Umum tidak perlu dipertimbangkan lagi; ---------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009 Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt, dapat dipertahankan dalam tingkat banding dan haruslah dikuatkan; ------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa akan dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum maka biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan dibebankan kepada Negara; ------------------------------------------------------------------------------Mengingat Pasal 241 ayat (1), Pasal-Pasal lain dalam Undang-Undang RI No.8 tahun 1981 tentang KUHP, Pasal 252, Pasal 254, Pasal, 255, Pasal-Pasal lain dalam Undang-Undang RI No. 10 tahun 2008, Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 17 Maret 2009 No. 030/KMA/III/2009, Pasal 1 ayat (2) KUHP, dan ketentuan hukum lain yang berlaku; ---------------------------------------- 127 MENGADILI - Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umuml; --------------------- - Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009 Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt, yang dimintakan banding; ---------------------- - Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada Negara; -Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang pada hari JUMAT, tanggal 3 April 2009 oleh Kami I WAYAN PADANG PUDJAWAN, SH., Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Semarang sebagai Ketua Majelis dengan NY. KOES WIDAYATI, SH dan H. SYAMSUL BACHRI BAPUTUA, SH., Hakim Pengadilan Tinggi Semarang sebagai HakimHakim Anggota, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Semarang tanggal 31 Maret 2009 Nomor: 129/PEND.PID/2009/PT.SMG., ditunjuk untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut untuk umum oleh Hakim Ketua dengan dihadiri Hakim-Hakim Anggota serta SUTRISNO, SH., Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi tersebut, tanpa dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa; --------------Hakim Anggota Ketua Majelis Ttd Ttd NY. Hj. KOES WIDAYATI, SH I WAYAN PADANG PUDJAWAN, SH Ttd H. SYAMSUL BACHRI BAPATUA, SH Panitera Pengganti: Ttd SUTRISNO, SH UNTUK SALINAN/TURUNAN RESMI 128 PUTUSAN PENGADILAN TINGGI SEMARANG PANITERA H. SAHRUDDIN SAMAD, SH NIP. 040 044 959 PUTUSAN Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Kbm “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Pengadilan Negeri Kebumen yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pelanggaran Pidana Pemilu dengan acara pemeriksaan singkat, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa: Nama : SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH; Tempat lahir : Kebumen; Umur/tanggal lahir : 44 tahun/13 Oktober 1965; Jenis kelamin : Perempuan; Kebangsaan : Indonesia; Tempat tinggal : Desa Ngabean Rt 04 Rw I, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen; Agama : Islam; Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga; Terdakwa tidak didampingi oleh Penasihat Hukum; 129 Terdakwa tidak ditahan; Majelis Hakim Pengadilan Negara tersebut; Setelah membaca: 1. Pendapatan Ketua Pengadilan Negeri Kebumen tanggal 09 Februari 2009 No : 01/Pen.Pid.S/Pidlu/2009/PN.Kbm., tentang penunjukkan Majelis Hakim yang mengadili perkara ini; 2. Berkas perkara atas nama terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH beserta seluruh lampirannya; Setelah mendengar catatan Penuntut Umum; Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa; Setelah melihat dan memperhatikan barang bukti yang diajukan dipersidangan; Setelah mendengar tuntutan pidana yang disampaikan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini agar memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 dalam dakwaan tunggal; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH selama 9 (sembilan) bulan dan denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsider 4 (empat) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa ditahan; 3. Menyatakan barang bukti berupa: 1 (satu) buah stiker bergambar Caleg Nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an Triyono; dirampas untuk tetap dilampirkan dalam berkas perkara ini. 4. Menetapkan supaya terdakwa SITI ROKHYAH binti SUBAWEH dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah); 130 Setelah mendengar permohonan terdakwa melalui pembelaan (pledoi) yang pada pokoknya: 1. Banyak layakkah keberadaan terdakwa yang bukan calon legistatif dan juga bukan sebagai anggota dari Tim Kampanye untuk menjadi subjek/terdakwa di dalam satu kasus pelanggaran Pemilu; kalau tidak mohon Terdakwa dibebaskan; 2. Bahwa hasil pemeriksaan dari persidangan maka jelas dan tegas bahwa Terdakwa tidak terbukti telah dengan sengaja membagikan kartu pengenal tetapi hanya melayani permintaan dari para anggota Yasinan yang lain dengan tanpa diniatkan sebelumnya bahkan para peserta Yasinan terbukti mengambil sendiri dan mengedarkan sendiri di antara mereka; bahwa oleh karena tidak terbukti membagikan secara sengaja maka dakwaan atas diri Terdakwa melanggar aturan/UU Pemilu harus dibatalkan; 3. Bahwa di dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum tidak dapat dan tidak pernah menghadirkan seorangpun saksi yang langsung dan atau mendengar secara langsung peristiwa yang diperkarakan oleh karena itu apakah dengan demikian sudah memadai untuk memenuhi syarart bagi pelaksanaan proses peradilan? 4. Bahwa barang bukti yang diajukan dalam perkara ini tidak jelas asal usulnya sehingga dengan demikian apakah telah layak dan memenuhi syarat sebagai alat bukti yang syah? Menimbang, bahwa terhadap pembelaan terdakwa, Penuntut Umum tetap pada tuntutannya begitu juga terdakwa tetap pada pembelaanya; Menimbang, bahwa terdakwa oleh Penuntut Umum didakwa dengan dakwaan sebagai berikut: Bahwa Ia terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat di Masjid At Thoyib Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen, 131 dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut: - Mula-mula pada waktu tersebut di atas, ketika SITI ROKHAYAH binti terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut : SUBAWEH sedang melakukan yasinan yang biasa dilakukan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen setiap hari Jum’at sehabis Sholat Jum’at yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang maka kesempatan tersebut telah dipergunakan oleh terdakwa SITI ROKHAYATI binti SUBAWEH untuk melakukan kampanye dengan cara membagikan stiker bergambar suaminya yang bernama TRIYONO sebagi calon anggota legistatif nomor urut 1 dari partai Bulan Binatang Daerah Pemilihan 3 meliputi Wilayah Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun kepada 10 (sepuluh) orang warga peserta yasinan tersebut padahal pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah. Melanggar Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Menimbang, bahwa atas pembacaan surat dakwaan tersebut terdakwa menyatakan telah mengerti: Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum yang masing-masing menerangkan di bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut: 1. Saksi SUSENO AKYO SUDIBYO ¾ Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa; 132 ¾ Bahwa saksi adalah Ketua Pawaslucam Mirit dengan tugas pokok mengawasi semua tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 di wilayah Kecamatan Mirit; ¾ Bahwa saksi selaku Ketua Panwaslucam pada hari Senin tanggal 19 Januari 2009 mendapat laporan dari Petugas Pengawas Lapangan (PPL) tentang adanya dugaan pelanggaran Pemilu dalam bentuk membagi-bagikan stiker bergambar caleg nomor urut 1 dapil 3 pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit; ¾ Bahwa mengenai peristiwa tersebut saksi tidak mengetahui secara langsung hanya dari laporan yang masuk; ¾ Bahwa setelah mendapat laporan tersebut saksi mengambil tindakan dengan mencatat laporan tersebut dalam buku register laporan dan kemudian memerintahkan kepada saksi Margiyatun selaku anggota Panwaslucam untuk melakukan penyelidikan; ¾ Bahwa kemudian berdasarkan laporan saksi Margiyatun setelah yang bersangkutan menghubungi salah seorang anggota kelompok yasinan Masjid At Thoyib di Desa Ngabean menerangkan bahwa ia telah menerima stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono dari terdakwa Siti Rohayah pada acara yasinan rutin di Masjid At Thoyib; ¾ Bahwa dari hasil penyelidikan tersebut saksi melakukan proses pengkajian dengan anggota panwaslucam yang lainnya yaitu : sdri. Margiyatun dan sdr. Chafaat Ismail untuk menentukan apakah kasus tersebut ada unsur tindak pidananya sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2008 dari hasil pengkajian tersebut disimpulkan telah terjadi pelanggaran pemilu tentang pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah selanjutnya dilakukan klarifikasi terhadap terdakwa; ¾ Bahwa klarifikasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2009 bertempat di kantor Sekretariat Panwaslucam Mirit dan hasilnya bahwa terdakwa Siti Rohayah pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 telah 133 membagikan kartu tanda gambar caleg nomor 1 Dapil 3 dari Partai Bulan Bintang atas nama Triyono; ¾ Bahwa terhadap temuan tersebut saksi melaporkan ke Polisi; ¾ Bahwa terdakwa adalah isteri dari caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono; ¾ Bahwa menurut saksi kampanye adalah pengumpulan orang untuk menyampaikan program misi dan visi partai atau caleg guna mendapat dukungan; ¾ Bahwa menurut keterangan terdakwa pada waktu proses klarifikasi terdakwa setelah membagi kartu tanda gambar suaminya hanya menyampaikan pesan mohon dukungan untuk suara suaminya (Triyono); ¾ Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diperhatikan di persidangan; Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa menyatakan keberatan yaitu bahwa saksi tidak ada merasa membagikan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang tetapi karena diminta anggota yasinan maka saksi memberikannya; 2. Saksi CHASFAAT ISMAIL BIN ISMAIL ¾ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga; ¾ Bahwa saksi adalah Anggota Panwaslucam Mirit dengan tugas pokok mengawasi semua tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 di wilayah Kecamatan Mirit; ¾ Bahwa saksi selaku Anggota Panwaslucam mendapat laporan dari sdri. Hj. Muryati tentang adanya dugaan pelanggaran pemilu dalam bentuk membagibagikan stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 yang meliputi Kecamatan Mirit, Kecamatan Prembun, Kecamatan Ambal, Kecamatan Bonorowo, dan Kecamatan Padureso pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit, Kebumen; ¾ Bahwa mengenai peristiwa tersebut saksi tidak mengetahui secara langsung hanya dari laporan yang masuk; 134 ¾ Bahwa saksi mendapat laporan pada hari Senin, 19 Januari 2009 sekira pukul 09.00 WIB di kantor kesekretariatan Kecamatan Mirit; ¾ Bahwa laporan tersebut dicatat dalam buku register laporan dan kemudian memerintahkan kepada saksi Margiyatun selaku anggota Panwaslucam untuk melakukan penyelidikan; ¾ Bahwa kemudian berdasarkan laporan saksi Margiyatun setelah yang bersangkutan menghubungi salah seorang anggota kelompok Yasinan Masjid At Thoyib di Desa Ngabean menerangkan bahwa ia telah menerima stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono dari terdakwa Siti Rohayah pada acara Yasinan rutin di Masjid At Thoyib; ¾ Bahwa dari hasil penyelidikan tersebut saksi melakukan proses pengkajian dengan anggota Panwaslucam yang lainnya yaitu: sdri. Margiyatun dan sdr Suseno Akyo Sudibyo untuk menentukan apakah kasus tersebut ada unsur tindak pidananya sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2008 dari hasil pengkajian tersebut disimpulkan telah terjadi pelanggaran pemilu tentang pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah selanjutnya dilakukan klarifikasi terhadap terdakwa; ¾ Bahwa klarifikasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2009 bertempat di kantor Sekretariat Panwaslucam Mirit terhadap Sdri. Hj. Muryati dan Sdr. Triyono serta terdakwa dan hasilnya bahwa terdakwa Siti Rohayah pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekira pukul 15.30 WIB. Pada acara Yasinan bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kebumen, telah membagikan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono; ¾ Bahwa temuan tersebut kemudian dilaporkan ke Polisi; ¾ Bahwa terdakwa adalah istri dari caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono; ¾ Bahwa menurut saksi arti kampanye adalah mengumpulkan orang untuk menyampaikan visi Partai atau Caleg guna mendapat dukungan; 135 ¾ Bahwa menurut saksi terdakwa termasuk pelaksana kampanye karena menjadi team sukses suaminya menjadi caleg; ¾ Bahwa saksi tidak tahu apakah terdakwa sebagai team sukses suaminya (Triyono) sudah terdaftar di KPU Kabupaten Kebumen; ¾ Bahwa menurut saksi pesan yang disampaikan terdakwa setelah membagikan stiker tersebut pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib pada pokoknya minta dukungan jama’ah Yasinan terhadap suaminya (Triyono) yang mencalonkan diri menjadi caleg DPRD II Kabupaten Kebumen; ¾ Bahwa benar stiker yang menjadi barang bukti merupakan salah satu bentuk kampanye; ¾ Bahwa benar Hj. Muryati merupakan salah satu Jama’ah Yasinan pada saat itu; ¾ Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diperlihatkan di persidangan; Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa menyatakan keberatan yaitu bahwa saksi tidak ada merasa sengaja membagikan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang tetapi karena diminta anggota Yasinan maka saksi memberikannya; 3. Saksi MARGIYATUN ¾ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga; ¾ Bawa saksi adalah Anggota Panwaslucam Mirit dengan tugas pokok mengawasi semua tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 di wilayah Kecamatan Mirit; ¾ Bahwa saksi selaku Anggota Panwaslucam Mirit mendapat laporan dari sdri. Hj. Muryati tentang adanya dugaan pelanggaran pemilu dalam bentuk membagi-bagikan stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 yang meliputi Kecamatan Mirit, Kecamatan Prembun, Kecamatan Ambal, Kecamatan Bonorowo dan Kecamatan Padureso pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kebumen; 136 ¾ Bahwa mengenai peristiwa tersebut saksi tidak mengetahui secara langsung hanya dari laporan yang masuk; ¾ Bahwa saksi mendapat laporan pada hari Senin, 19 Januari 2009 sekira pukul 09.00 WIB di kantor kesekretariatan Kecamatan Mirit; ¾ Bahwa setelah ada laporan tersebut Ketua Panwaslucam yaitu saksi Suseno Akyo Sudibyo menugaskan saksi selaku anggota Panwaslucam untuk melakukan penyelidikan; ¾ Bahwa kemudian saksi menghubungi salah seorang anggota kelompok Yasinan Masjid At Thoyib di Desa Ngabean menerangkan bahwa ia telah menerika stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono dari terdakwa Siti Rokhayah pada acara Yasinan rutin di Masjid At Thoyib; ¾ Bahwa dari hasil penyelidikan tersebut saksi melakukan proses pengkajian dengan anggota Panwaslucam yang lainnya yaitu : sdr. Chasfaat dan sdr Suseno Akyo Sudibyo untuk menentukan apakah kasus tersebut ada unsut tindak pidananya sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2008 dari hasil pengkajian tersebut disimpulkan telah terjadi pelanggaran Pemilu tentang pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah selanjutnya dilakukan klarifikasi terhadap terdakwa; ¾ Bahwa klarifikasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2009 bertempat di kantor Sekretariat Panwaslucam Mirit terhadap Sdri Hj. Muryati dan Sdr. Triyono serta terdakwa dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh terdakwa yang terdakwa Siti Rohayah pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekira pukul 15.30 WIB. Pada acara Yasisnan bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kebumen, telah membagikan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 dari Partai Bulan Bintang atas nama Triyono; ¾ Bahwa pada saat itu terdakwa telah mengakui perbuatannya namun bukan atas perintah suaminya (Triyono) sambil memperlihatkan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 dari Partai Bulan Bintang atas nama Triyono; 137 ¾ Bahwa terdakwa adalah istri dari caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono; ¾ Bahwa menurut saksi arti kampanye adalah mengumpulkan orang untuk menyampaikan visi Partai atau caleg guna mendapat dukungan; ¾ Bahwa pada waktu diklarifikasi terdakwa mengakui sebagai team sukses suaminya yang menjadi caleg tetapi saksi tidak tahu apakah terdakwa sudah terdaftar di KPU Kabupaten Kebumen; ¾ Bahwa pesan yang disampaikan terdakwa setelah membagi-bagikan stiker pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib adalah pilihlah yang terbaik dan mohon do’a restunya atas pencalonan caleg suaminya; ¾ Bahwa pada saat kejadian sudah memasuki tahap kampanye non rapat umum/tertutup; ¾ Bahwa pelaksanaan kampanye sudah dibuatkan jadwa-jadwal tahapan kampanye dari masing-masing partai dan KPUD; ¾ Bahwa benar pembagian stiker seperti barang bukti yang diperlihatkan di persidangan merupakan salah satu bentuk dari kampanye; ¾ Bahwa saksi kurang memahami aturan untuk menjadi team sukses kampanye; ¾ Bahwa benar team sukses bertindak sebagai pelaksana kampanye dan dilengkapi dengan surat tugas; ¾ Bahwa stiker yang telah dibagi adalah 23 (dua puluh tiga) sampai 25 (dua puluh lima) orang; ¾ Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diperlihatkan di persidangan; Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut bahwa menyatakan keberatan yaitu bahwa saksi tidak ada merasa sengaja membagikan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang tetapi karena diminta anggota Yasinan maka saksi memberikannya; 4. Saksi TEGUH PURNOMO, SH, M.Hum. bin KAHONO ¾ Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa; 138 ¾ Bahwa berdasarkan peraturan KPU No. 20 tahun 2008 untuk menindak lanjuti Pasal 82 UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu, saat ini adalah tahapan kampanye non rapat umum; ¾ Bahwa kampanye non rapat umum dimulai dari tanggal 13 Juli 2008 sampai dengan tanggal 5 April 2009; ¾ Bahwa peraturan KPU No. 20 tahun 2008 diberlakukan tanggal 4 Juli 2008; ¾ Bahwa peraturan KPU tersebut telah disosialisasikan sejak ditetapkan antara lain lewat website www.KPU.go.id lalu dilanjutkan pembagian kepada para ketua/pimpinan Parpol tingkat nasional dan daerah serta ditempel/dipasang pada papan warta pengumuman kantor KPU; ¾ Bahwa bentuk yang dimaksud kampanye non rapat umum adalah : pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, media masa cetak dan elektronik, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan; ¾ Bahwa yang dimaksud dengan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan adalah acara ulang tahun/milad, kegiatan sosial dan budaya, perlombaan olahraga, istighotsah, jalan santai, tabligh akhbar, kesenian, bazaar dan tidak dibenarkan dalam bentuk rapat umum; ¾ Bahwa benar pembagian stiker di tempat ibadah dilarang sesuai dengan peraturan KPU No. 19 tahun 2008; ¾ Bahwa jadwal kampanye non rapat umum Partai Bulan Bintang bersamaan dengan partai lain yaitu tanggal 8 Desember 2008, 14 Desember 2008 s/d 8 Januari 2009 dan 16 Februari 2009; ¾ Bahwa pelaksanaan kampanye harus ada izin kepada polisi dengan tembusan kepada KPUD dan Panwas Kabupaten; Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa mengatakan belum tahu tentang adanya aturan tersebut; 139 Menimbang, bahwa di persidangan telah didengar keterangan terdakwa yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: ¾ Bahwa benar di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen setiap hari Jum’at sehabis Sholat Jum’at biasa dilakukan Yasinan yang diikuti oleh Ibu-Ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen; ¾ Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00 WIB bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean RT 03 Rw I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen seperti biasanya sedang melakukan Yasinan yang diikuti oleh Ibu-Ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang; ¾ Bahwa benar pada acara Yasinan tersebut terdakwa turut menghadirinya; ¾ Bahwa benar sebelum berangkat ke Masjid tersebut, dengan disimpan dalam tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun; ¾ Bahwa benar pada saat acara Yasinan tersebut, terdakwa membuka tas untuk mengambil uang sebanyak Rp. 500 untuk keperluan kas, di mana pada saat terdakwa membuka tas, beberapa ibu-ibu melihat stiker dalam tas terdakwa dan kemudian ibu-ibu tersebut meminta stiker tersebut; ¾ Bahwa atas permintaan ibu-ibu tersebut, terdakwa memberikan kepada salah seorang ibu peserta Yasinan selanjutnya sisa stiker tersebut diletakkan di samping terdakwa namun diminta dan diambil oleh ibu-ibu peserta Yasinan kecuali Ibu Muryati; ¾ Bahwa terdakwa sama sekali tidak bermaksud untuk membagi-bagi stiker tersebut kepada peserta Yasinan dan adapun terdakwa membawa beberapa stiker tersebut hanya persediaan saja; 140 ¾ Bahwa adapun stiker gambar caleg yang beredar tersebut kepada sekitar 10 (sepuluh) orang dari kelompok Yasinan antara lain kepada Bu … ¾ Bahsa Sdr. Triyono caleg nomor urut 1 Dapil 3 dari Partai Bulan Bintang adalah suami terdakwa; ¾ ………terdakwa mendukung dan berusaha untuk mensukseskan suaminya yaitu sdr. Triyono menjadi seorang anggota legislatif di Kabupaten Kebumen; ¾ Bahwa pada saat itu terdakwa tidak tahu kalau kampanye di tempat ibadah, gedung/kantor pemerintah, di sekolah adalah tidak dibenarkan; ¾ Bahwa karena sdr. Triyono adalah suami dari terdakwa maka terdakwa mendapatkan stiker gambar caleg di rumah terdakwa sendiri; ¾ Bahwa stiker gambar tersebut disimpan di dalam tas terdakwa dan dibawa oleh terdakwa bepergian kemanapun; ¾ Bahwa terdakwa tidak diperintahkan oleh sdr. Triyono untuk mengambil dan membagikan stiker gambar caleg an. Triyono kepada kelompok Yasinan Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen; Menimbang, bahwa terdakwa telah pula mengajukan saksi ad charge di persidangan yang keterangannya di bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut: Saksi IBU MANIS ¾ Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00 WIB, bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen ada acara rutin Yasinan myang dihadiri sekitar 20 orang; ¾ Bahwa saksi adalah anggota tetap pengajian Yasinan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen begitu juga terdakwa yang bertugas mengumpulkan uang iuran Rp. 500,- (lima ratus rupiah); ¾ Bahwa ketika terdakwa sedang mengumpulkan uang iuran Rp. 500,- / orang dan akan menyimpan uang tersebut ke dalam tas salah seorang peserta Yasinan yang bernama Bu Satar melihat stiker bergambar suami terdakwa 141 yang bernama Triyono sebagai caleg no urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang sehingga Bu Satar memintanya yang diikuti ibu-ibu lainnya oleh terdakwa stiker tersebut dikeluarkan dari tas dan diletakkan begitu saja sehingga ibu-ibu yang berada disitu mengambilnya sendir; ¾ Bahwa saksi tidak ada mendengar terdakwa mengucapkan apapun sehubungan dengan pencalonan suaminya karena begitu selesai membayar iuran acara dilanjutkan pengajian Yasinan; ¾ Bahwa semua anggota Yasinan mendapat stiker gambar tersebut keculai Hj. Muryati; Menimbang, bahwa di persidangan telah diajukan barang bukti berupa: 1 (satu) buah stiker bergambar caleg nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an Triyono; Menimbang, bahwa dengan adanya keterangan saksi dihubungkan dengan keterangan terdakwa serta saksi A de charge dan dengan adanya barang bukti, maka Majelis Hakim telah memperoleh fakta hukum yang secara yuridis relevan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu sebagai beriku: ¾ Bahwa benardi Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen setiap hari Jum’at sehabis sholat Jum’at biasa dilakukan Yasinan yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen; ¾ Bahwa benar suami terdakwa bernama Triyono telah mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun; ¾ Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar u114.00 WIB bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen seperti biasanya sedang melakukan Yasinan yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang; 142 ¾ Bahwa benar pada acara Yasinan tersebut terdakwa turut menghadirinya; ¾ Bahwa benar sebelum berangkat ke Masjid tersebut, dengan cara disimpan dalam tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun; ¾ Bahwa benar pada saat Yasinan tersebut, terdakwa membuka tas untuk mengambil uang sebanyak Rp. 500,- (lima ratus rupiah) untuk keperluan kas, di mana pada saat terdakwa membuka tas, beberapa ibu-ibu melihat stiker dalam tas terdakwa dan kemudian ibu-ibu tersebut meminta stiker tersebut; ¾ Bahwa atas permintaan ibu-ibu tersebut, terdakwa memberikan kepad seluruh ibu-ibu peserta Yasinan kecuali kepada seorang peserta yaitu Hj. Muryati. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut di atas, Majelis Hakim akan mempertimbangkan Dakwaan Penuntut Umum; Menimbang, bahwa terdakwa dihadapkan ke depan persidangan oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan tunggal melanggar Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 1. Setiap orang; 2. …. 3. Melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf, a, b, c, d, e, f, g; h; I; Unsur Kesatu “setiap orang” Menimbang, bahwa unsur “setiap orang” menunjukkan adanya subjek …yang didakwakan terhadap dirinya, maka dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana yang didakwakan terhadap dirinya; 143 Menimbang, bahwa oleh karena itu pula, dalam membuktikan unsur “setiap orang” tersebut di dalam Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 Majelis Hakim akan mempertimbangkan setelah unsur-unsur lainnya dipertimbangkan terlebih dahulu; Unsur Kedua “dengan sengaja” Menimbang, bahwa unsur sengaja dapat diartikan bahwa sipelaku menyadari/menghedaki suatu akibat dari perbuatannya; Menimbang, bahwa dengan pengertian di atas dihubungkan dengan perkara ini maka dimaksudkan adalah bahwa terdakwa menyadari dan menghendaki suatu kampanye yang dilaksanakan di rumah ibadah berupa perbuatan penyebaran bahan kampanye kepada umum; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum antara lain bahwa pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekita u114.00 WIB bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 RW I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen seperti biasanya sedang melakukan Yasinan yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang; Bahwa pada acara Yasinan tersebut terdakwa turut menghadirinya; Bahwa benar sebelum berangkat ke Masjid tersebut, dengan cara disimpan dan dalam tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun; Bahwa benar pada saat acara Yasin tersebut, beredar stiker kepada peserta Yasinan kecuali kepada seorang peserta yaitu Hj. Muryati; 144 Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah dengan beredarnya stiker dimaksud di atas merupakan suatu kehendak yang timbul dari terdakwa? Menimbang, bahwa saksi Suseno Akyo Sudibyo, saksi Chasfaat Ismail dan saksi Margiyatun di persidangan memberikan keterangan bahwa saksi-saksi tidak mengetahui peristiwa tersebut secara langsung, bahwa semua yang diterangkan di persidangan berawal dari laporan Hj. Muryati yang melaporkan bahwa hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00 WIB, bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen terdakwa telah memberikan stiker gambar caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an. Triyono kepada sekitar 10 (sepuluh) orang kepada kelompok Yasinan, bahwa terdakwa juga minta do’a restu dan dukungannya pada saat membagikan stiker gambar caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an. Triyono tersebut; Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini semua saksi adalah dari Panitia Pengawas Pemilu dan bukan dari saksi yang melihat sendiri atau yang mengalami sendiri atau mendengar sendiri akan peristiwa ini maka Majelis Hakim perlu mempertimbangkan nilai dari hasil kajian Panitia Pengawas Pemilu mengenai adanya tindak pidana pelanggaran Pemilu; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 247 ayat 6 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terbukti kebenarannya, Bawaslu, Panwaslu, Propinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri Wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima; Menimbang, bahwa sekalipun laporan yang diterima oleh Panwas Kecamatan yang selanjutnya atas hasil kajian Panwas Kecamatan laporan tersebut dinilai terbukti kebenarannya akan tetapi untuk membuktikan apakah terdakwa bersalah haruslah 145 tetap mengacu kepada ketentuan KUHAP khususnya Pasal 183 KUHAP yaitu apabila terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah; Menimbang, bahwa menurut Pasal 184 salah satu alat bukti tersebut adalah keterangan saksi yaitu salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu; Menimbang, bahwa di dalam perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi dari Panitia Pengawas Kecamatan Mirit yang di persidangan memberikan keterangan di mana keterangan para saksi tersebut bukanlah atas pengetahuan sendiri, bukan mendengar sendiri atau melihat sendiri dan bukan mengalami sendiri akan tetapi adalah hasil informasi dari pihak lain sehingga keterangan saksi dari Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP) sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan bahwa yang diperkuat dengan keterangan saksi Bu Manis diperoleh fakta hukum antara lain pada tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00 WIB, bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen ada acara rutin Yasinan yang dihadiri sekitar 20 orang termasuk terdakwa, bahwa saksi Bu Manis adalah anggota tetap pengajian Yasinan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen begitu juga terdakwa yang bertugas mengumpulkan uang iuran Rp. 500,- (lima ratus rupiah) / orang dan akan menyimpan uang tersebut ke dalam tas salah seorang peserta Yasinan yang bernama Bu Satar melihat stiker bergambar suami terdakwa yang bernama Triyono sebagai caleg no urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang sehingga Bu Satar memintanya yang diikuti ibu-ibu lainnya oleh terdakwa stiker tersebut dikeluarkan dari tas dan diletakkan begitu saja sehingga ibu-ibu yang berada disitu mengambilnya sendiri dan saksi Bu Manis tidak ada mendengar 146 terdakwa mengucapkan apapun sehubungan dengan pencalonan suaminya karena begitu selesai membayar iuran acara dilanjutkan pengajian Yasinan sampai selesai; Menimbang, berdasarkan fakta-fakta tersebu di atas Majelis berpendapat unsur kesengajaan atas perbuatan terdakwa tidaklah dapat dibuktikan karena terdakwa tidak bermaksud untuk membagikan stiker gambar caleg no. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an Triyono dan terdakwa tidak terbukti mengucapkan kata-kata yang bertujuan agar para peserta Yasinan memilih suaminya (Triyono) sebagai caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang; Menimbang, bahwa acara pada haru Jum’at tanggal 16 Januari 2009 adalah acara rutin pengajian Yasinan yang diselenggarakan tiap hari Jum’at oleh ibu-ibu di wilayah tersebut dan bukan disengaja untuk melakukan kampanye; Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “dengan sengaja” tidak terbukti secara sah dan meyakinkan; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan unsur “setiap orang”; Menimbang, bahwa selanjutnya yang dimaksud dengan unsur “setiap orang” dalam Pasal ini menunjuk kepada Pasal 84 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 yaitu pelaksana, peserta, petugas kampanye; Menimbang, bahwa berdasarkan catatan Penuntut Umum tidak secara tegas menyebutkan status terdakwa apakah pelaksana, peserta atau petugas kampanye akan tetapi hanya menyebutkan bahwa terdakwa adalah isteri dari Triyono yang merupakan caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang; Menimbang, bahwa oleh karena itu selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan apakah terdakwa dalam perkara ini termasuk kategori pelaksana, peserta atau petugas kampanye; 147 Menimbang, bahwa majelis akan mempertimbangkan apakah terdakwa masuk dalam kategori pelaksana kampanye; Menimbang, berdasarkan Pasal 78 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 merupakan pengertian bahwa yang dimaksud dengan pelaksana kampanye pemilu terdiri atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juru kampanye, orang – seorang, dan organisasi yang ditunjuk peserta pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Teguh Purnomo, SH., yang Ketua KPU Kabupaten Kebumen yang menerangkan bahwa pelaksana kampanye kategori orang seorang sebagaimana yangdiatur Pasal 78 ayat (1) UU No 10 tahun 2008 adalah setiap orang di luar tim kampanye yang ditunjuk oleh peserta Pemilu dan berdasarkan Pasal 79 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 bahwa pelaksana kampanye seharusnya didaftarkan di KPU; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Teguh Purnomo, SH bahwa KPU Kabupaten Kebumen saat ini baru menerima satu Partai yang mendaftarkan pelaksana kampanyenya dari 22 Partai yaitu Partai Golkar; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Margiyatun bahwa setelah ada laporan masuk ke Panwascam Kecamatan Mirit dilakukan pengecekan ke KPU Kabupaten Kebumen apakah terdakwa termasuk dalam pelaksana kampanye tetapi terdakwa tidak terdaftar di KPU Kebumen; Menimbang, berdasarkan hal tersebut di atas maka majelis berkesimpulan terdakwa bukanlah masuk dalam kategori pelaksana kampanye; Menimbang, bahwa selanjutnya majelis akan mempertimbangkan apakah terdakwa termasuk dalam kategori pekersta kampanye; Menimbang, bahwa pengertian peserta kampanye menurut Pasal 78 ayat (3) UU No. 10 tahun 2008 terdiri atas anggota masyarakat; 148 Menimbang, bahwa dikatakan menjadi peserta kampanye apabila ada suatu penyelenggara kampanye yang diadakan pelaksana kampanye; Menimbang, bahwa dalam perkara ini tidak terbukti adanya kampanye sebagaimana dipertimbangkan dalam unsur “dengan sengaja”, bahwasanya acara pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 adalah acara pengajian Yasinan yang secara rutin diselenggarakan tiap hari Jum’at; Menimbang, berdasarkan hal tersebut majelis berkesimpulan terdakwa juga tidak termasuk dalam kategori sebagai peserta kampanye; Menimbang, bahwa majelis akan mempertimbangkan apakah terdakwa termasuk dalam kategori petugas kampanye; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 78 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2008 yang dimaksud dengan petugas kampanye terdiri atas seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye; Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas oleh karena pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 adalah acara rutin pengajian Yasinan dan bukan acara kampanye, maka tidak ada pembentukan petugas-petugas kampanye; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Majelis berkesimpulan terdakwa bukanlah subyek hukum baik sebagai pelaksana, peserta maupun petugas kampanye sebagaimana yang diatur dalam Pasal 84 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008; Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “setiap orang” juga tidak terbukti secara sah dan meyakinkan; Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur-unsur yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak terpenuhi maka Majelis Hakim berkeyakinan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah and meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan tersebut; 149 Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan tersebut maka terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum; Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa; 1 (satu) buah stiker bergambar caleg nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an Triyono; tetap terlampir dalam berkas perkara; Menimbang, bawa oleh karena terdakwa dibebaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka biaya perkara dibebankan kepada negara; Menimbang, bahwa karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan maka harus dipulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; Mengingat, Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan-peraturan lain yang bersangkutan; MENGADILI: 1. Menyatakan terdakwa SITI ROKHAYAH BINTI SUBAWEH tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pelanggaran Pelaksanaan Kampanye Pemilu” sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum; 2. Membebaskan terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH oleh karena itu dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum; 3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; 4. memerintahkan agar barang bukti berupa: 150 1 (satu) buah stiker bergambar caleg nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an Triyono, tetap terlampir dalam berkas perkara; 5. Membebankan biaya perkara ini kepada negara; Dengan diputuskan dalam rapat Musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kebumen pada HARI SELASA TANGGAL 17 PEBRUARI 2009 oleh kami BARMEN SINURAT, SH. selaku Ketua Majelis, BAMBANG SUNANTO, SH dan RIYA NOVITA, SH. Masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis tersebut didampingi oleh Hakim-Hakim Anggota dengan dibantu oleh PURWATNO sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut, serta dihadiri oleh AJI SUSANTO, SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kebumen dan dihadapkan terdakwa. HAKIM ANGGOTA, HAKIM KETUA, Ttd Ttd BAMBANG SUNANTO, SH. BARMEN SINURAT, SH Ttd RIYA NOVITA, SH PANITERA PENGGANTI, Ttd PURWATNO 151 PUTUSAN No : 02 /Pid.S/PIDLU/20091PN.Kbm " DEMI KEADILAN BERGASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA " Pengadilan Negeri Kebumen yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara Pelanggaran pidana Pemilu dengan acara pemeriksaan secara singkat telah rrienjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa : --------------------------------------------Nama Lengkap : GITO PRASETYO, ST bin MUFID ; Tempat Lahir : Kebumen ; Umur/Tgi. Lahir : 38 Tahunl,1 April 1971 ; Jenis Kelamin :Laki-laki ; Kebangsaan : Indonesia ; Tempat tinggal : Gang Tumbakkeris RT 01 RW Ill Desa Petanahan Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen ; Agama : Islam ; Pekerjaan : Anggofa DPRD kabupaten Kebumen ; Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum Anita Nosa, SH, MH AdvokatPengacara dari Kantor Advokat Anita Nosa, SH, MH dan Rekan yang beralamat di Griya Wahyu Permai Blok A No. 2 Pajagoan, Kebumen, berdasarkan surat kuasa khusus No.SKK/08/ll/2009 tertanggal 11 februari 2009 dan telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kebumen No : 03/SK/2009/PN Kbm tertanggal 12 Februari 2009 ; Terdakwa tidak ditahan; -----------------------------------------------------------------Pengadilan Negeri tersebut ; -----------------------------------------------------------Setelah membaca : ------------------------------------------------------------------------ 152 Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Kebumen tanggal 11 Februari 2009 No : Pen.Pid/2009/Pn.Kbm tentang penunjukan Majelis Hakim yang mengaaoi perkara ini ; -----------------------------------------------------------------------------------------------1. Berkas perkara atas nama terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID GITO PRASETYO, ST bin MUFID beserta seluruh lampirannya ; --------------------2. Putusan Sela Nomor 02/Pid.S/PidIu/2009/PN.Kbm.. tertanggal 13 Pebruari 2009; --------------------------------------------------------------------------------------------Setelah mendengar catatan Penuntut Umum; ---------------------------------Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa Setelah melihat dan memperhatikan barang bukti yang diajukan dipersidangan : ----------Setelah mendengar tuntutan pidana yang disampaikan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini agar memutuskan :--------------------------------------------------------------------------1. Menyatakan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 271 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan dakwaan aftenatif kedua ; ------------------------2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dan denda sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) subsider 4 (empat) bulan kurungan; 3. Menyatakan barang bukti berupa : --------------------------------------------------2 (dua) buah amplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; Dirampas untuk tetap terlampir dalam berkas perkara ini ; ----------------------------------4. Menetapkan supaya terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah); ---------------------- 153 Setelah mendengar nota pembelaan (pledoi) dari Penasihat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya menyatakan: -------------------------------------------------------1. Mengabulkan dan menerima Eksepsi Terdakwa ; ---------------------------------2. Menyatakan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Tidak dapat diterima atau dakwaan Harus dibatalkan; -----------------------------------------------------3. Menyatakan Terdakwa Gito Prasetyo ST Bin Mufid tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam melanggar Pasal 271 UU Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,DPD dan DPRD ; ----------------------------------------------------------4. Menyatakan Terdakwa Gito Prasetyo ST Bin Mufid bebas demi hukum atau setidaknya menyatakan Terdakwa lepas dari segala Dakwaan (Vrijspraak); --------------------------------------------------------------------------------------5. Mamulihkan Hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya ; ---------------------------------------------------------------------6. Menetapkan biaya pada Negara ; -----------------------------------------------Setelah mendengar tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas Nota pembelaan (Pledoi) Penasihat Hukum Terdakwa, yang pada pokoknya sebagai berikut : -1 . Bahwa dalam UU No. 10 Tahun 2008 tidak ada satu Pasalpun yang mengatur mergenai tenggang waktu suatu temuan. Bahwa oleh karena tidak diatur, maka bisa ditafsirkan bahwa terhadap suatu temuan tidak ada tenggang waktu kadaluwarsanya.Bahwa oleh karena tidak ada tenggang waktu kadaluwarsanya maka yang bisa dihitung sebagai tenggang waktu adalah sejak Panwaslu Kabupaten Kebumen menerima laporan tertulis dari Panwascam Klirong yaitu sejak tanggal 14 Januari 2009 sampai dengan Panwaslu Kabupaten Kebumen melaporkan secara resmi kepada Penyidik Polres Kebumen pada tanggal 20 Januari 2009 sehingga dengan demikian masih sesuai dengan ketentuan waktu yang dipersyaratkan dalam UU No. 10 tahun 2008 ; ------------------------------------------------------------------------ 154 2. Unsur Setiap Pelaksana Kampanye telah terbukti dalam perkara ini. Bahwa Terdakwa adalah merupakan Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 Nomor urut; B a h w a s o s i a l i s a s i disini jelas adalah merupakan suatu bentuk kampanye non rapat umum dan sifatnya adalah pertemuan baik terbatas maupun tatap muka; ---------------------------------------------------------------Bahwa berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa sangatlah tidak tepat dan keliru maka oleh karena itu Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini menyatakan tetap pada tuntutan semula; ----------Setelah mendengar tanggapan Penasihat Hukum Terdakwa atas Tanggapan Jaksa Penuntut Umum tersebut yang pada pokoknya tetap pada Nota Pembelaan (Pledoi) yang telah disampaikan semula ; -------------------------Menimbang, bahwa terdakwa oleh Penuntut Umum didakwa dengan dakwaan; ----------------------------------------------------------------------------PERTAMA PRIMER Bahwa ia terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID pada hari Selasa tanggal 6 Januari 2009 sekitar pukul 22.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat dirumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen, dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu 155 sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut : ------- Mula-mula pada waktu tersebut dialas, ketika terdakwa GITO PRASETYO, ST bin NIUFID menghadiri undangan pembentukan Struktur/Panitia Konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat Ranting Desa Tambakprogaten di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang dihadiri kurang lebih 60 sampai 70 orang baik didalam maupun diluar rumah, terdakwa selaku calon legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) nomor urut 1 (satu) telah memberikan sambutan dan arahan agar ranting PAN tingkat Desa juga membentuk Rayon tingkat RT. ----------------------------- - Pada kesempatan tersebut terdakwa telah mengenalkan diri kepada peserta undangan yang hadir bahwa terdakwa sebagai calon legislatif dari Partai Amanat nasiunal (PAN) Daerah Jemilihan 4 (empat) nomor urut 1 (satu) dan urtuk itu terdakwa mohon doa restunya serta terdakwa juga memberikan uang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada saksi Samhudi bin juremi selaku Ketua Panitia Konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting desa Tambakprogaten yang mana uang tersebut kernudian dibagikan kepada peserta undangan yang hadir sebagai …; ------------------ - Jatah uang makan masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dengan mempergunakan amplop bertuliskan nama terdakwa padanal terdakwa selaku pelaksana kampanye dilarang melakukan hal tersebut. ---Melanggar Pasal 274 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan rakyat Daerah. -----------------------------------------------------------SUBSIDER Bahwa ia terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID pada hari Selasa tanggal 6 Januari 2009, sekitar pukul 22.00 WIB atau setidak-tidaknya pada 156 suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat dirumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen, dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peszrta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 namun perbuatan terdakwa tidak selesai bukan semata-mata karena diri terdakwa, perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut: ----------------- Mula-mula pada waktu tersebut di atas, ketika terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID menghadiri undangan pembentukan Struktur/Panitia Konsolidasi Fartai Amanat Nasional (PAN) tingkat Ranting Desa Tambakprogaten di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang dihadiri kurang lebih 60 sampai 70 orang baik di dalam maupun di luar rumah, terdakwa selaku calon legistatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) nomor urut 1 (satu) telah memberikan sambutan dan arahan agar ranting PAN tingkat Desa juga membentuk Rayon tingkat RT. ------------------------------------------------------------------- Pada kesempatan tersebut terdakwa telah mengenalkan diri kepada peserta undangan yang hadir bahwa terdakwa sebagai calon legislatif dari Partai Amanat nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) nomor urut 1 (satu) dan untuk itu terdakvva mohon doa restunya serta terdakwa juga memberikan uang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada saksi Samhudi bin Juremi selaku Ketua Panitia Konsolidasi Parlai Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting Desa Tambakprogaten yang mana uang tersebut kemudian dibagikan kepada peserta undangan yang 157 hadir sebagai jatah uang makan masing-masing sebesar Rp. 10.000,(sepuluh ribu rupiah) dengan mempergunakan amplop bertuliskan nama terdakwa padahal terdakwa selaku pelaksana kampanye dilarang melakukan hal tersebut dan perbuatan terdakwa keburu ketahuan oleh Panitia Pengawas Kecamatan Klirong sehingga dilaporkan oleh Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Kebumen diteruskan kepada penyidik Polres Kebumen. -----------------------------------------------------------Melanggar Pasal 274 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jo. Pasal 53 KUHP. --------------------ATAU KEDUA Bahwa ia terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID pada hari Selasa tanggal 6 Januari 2009, sekitar pukul 22.00 WIB atau setidaktidaknya pada suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen atau setidaktidaknya pada suatu tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen, telah melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) yaitu dalam kegiatan kampanye telah mengikut sertakan perangkat Desa Tambakprogaten yang bernama Samhudi bin Juremi selaku Kepala Dusun IV, perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut: ---------------------------------------------- Mula-mula pada waktu tersebut di atas, ketika terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID menghadiri undangan pembentukan Struktur/Panitia Konsolidasi Partai Arrianat Nasional (PAN) tingkat Ranting Desa Tambakprogaten di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten 158 Kebumen yang dihadiri kurang lebih 60 snmpai 70 orang baik di dalam maupun di luar rumah, padahal Samhudi bin Juremi adalah seorang perangkat desa Tambakprogaten yaitu selaku Kepala Dusun IV. ------- Pada kesempatan tersebut terdakwa telah mengenalkan diri kepada peserta undangan yang hadir bahwa terdakwa sebagai calon legislatif dari Partai Amanat nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) nomor urut 1 (satu) dan untuk itu terdakwa mohon doa restunya serta terdakwa juga memberikan uang sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada saksi Samhudi bin Juremi selaku Ketua Panitia Konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting desa Tambakprogaten yang mana uang tersebut kemudian dibagikan kepada peserta undangan yang hadir sebagai jatah uang makan masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dengan mempergunakan amplop bertuliskan nama terdakwa padahal terdakwa selaku pelaksana kampanye dilarang melakukan hal tersebut. --------------------------Melanggar Pasal 271 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan rakyat Daerah. ---------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksisaksi yang diajukan oler Penuntut Umum yang masing-masing menerangkan di bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut: -----------------------------------------------1. Saksi KASRAN, SH bin LA KATJINA: ------------------------------- bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kabuapten Kebumen bagian divisi pelaporan. -------------------------------------------------------------------------- - bahwa selain selain menangani bidang pelaporan saksi juga melaksanakan pengawasan terhadap tahapan pemilu bedasarkan UU No. 10 tahun 2008. - bahwa saksi mengetahui perkara ini adalah menyangkut dugaan adanya poltik uang. ------------------------------------------------------------------------ - bahwa kejadian tersebut pada hari Selasa tanggal 06 Januari 2009 di desa Tambakprogaten Rt. 1 Rw. 05 Kec. Klirong Kab. Kebumen. --------------- 159 - bahwa saksi pertama kali mengetahui masalah tersebut karena awalnya pada tanagal 12 Januari 2009 mendapat laporan dari Panwaslu Kecamatan Klirong meminta bantuan untuk melakukan klarifikasi terhadap terlapor.- - Bahwa pada tanggal 13 Januari 2009 saksi mengundang terlapor (Gito Prasetyo, ST) untuk klarifikasi di Panwaslu Kabupaten Kebumen.--------- - bahwa dalam klarifikasi tersebut saksi menanyakan seputar kehadiran terlapor dalam acara konsolidasi Partai Amanat Nasional di desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang berkaitan dengan pembagian uang dengan menggunakan amplop bercap lambang PAN dan bertuliskan GITO PRASETYO. ST, akan tetapi terlapor tidak mengetahui siapa yang mengisi uang dalam amplop tersebut, dan saksi mengakui memberikan bantuan kepada panitia acara tersebut karena adanya proposal yang masuk ke DPD PAN Kab. Kebumen. ------------------------------------------------------- - bahwa acara konsolidasi tersebut dilaksanakan di dalam rumah. ----------- - bahwa dalam acara tersebut terlapor memberikan sambutan yang isinya sosialisasi dan pengenalan nama caleg PAN untuk DAPIL IV. ------------ - bahwa pada acara tersebut yang hadir kurang lebih 80 (delapan puluh) orang. ------------------------------------------------------------------------------- - bahwa yang hadir pada acara tersebut mereka menerima uang masingmasing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). -------------------------- - bahwa pada acara tersebut ada perangkat desa yang hadir yaitu saudara Samhudi selaku Kadus IV desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. -------------------------------------------------------------- - bahwa hasil klarifikasi tersebut kenudian saksi serahkan kepada Panwaslu Kecamatan Klirong, dan pada tanggal 14 Januari 2009 Panwaslu Kecamatan Klirong melaporkan kepada Panwaslu Kabupaten Kebumen yang selanjutnya Panwaslu Kabupaten Kebumen melakukan kajian. ---------------------------- - bahwa hasil kajian tersebut pada tanngal 20 Januari 2009 diserahkan kepada penyidik Polres Kebumen. -------------------------------------------------------- 2. Saksi ISMAIL, SE bin SUHUDI: --------------------------------------------------- 160 - bahwa saksi pernah di periksa oleh penyidik. ----------------------------------- - bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kecamatan Klirong. ------------------ - bahwa saksi membawahi bidang pengawasan . --------------------------------- - bahwa saksi melaksanakan tugas tersebut sejak dilantik yaitu pada tanggal 28 Nopember 2008. ------------------------------------------------------------- - bahwa saksi mengetahui masalah ini karena pada tanggal 07 jam Januari 2009 jam 15.00 WIB mendapat cerita melalui telpon dari Panwaslu Kabupaten Kebumen yang mangatakan telah terjadi dugaan pelanggaran Pemilu di Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. bahwa yang menelpon adalah saudara Kasran, SH. ------------------------- - bahwa saksi kemudian datang kelokasi Desa Tambakprogaten menuju ke rumah Sekretaris Desa tersebut, dan pada tanggal 08 Januari 2009 mengundang saksi-saksi yaitu saudara Solekhan, A. Syafi'i dan Samhudi untuk dilakukan kIarifikasi. ---------------------------------------------------- - bahwa pada saat klarifikasi saksi menemukan uang sebesar Rp. 40.000,(empat puluh ribu rupiah) dan amplop 2 (dua) biji - bahwa saksi tidak melihat terlapor membagi-bagikan uang. --------------- - bahwa hasil klarifikasi tersebut adalah dugaan adanya politik uang yang dilakukan oleh terlapor. --------------------------------------------------------- - bahwa saksi membuat kajian dan kemudian kesimpulannya diserahkan kepada Panwaslu Kabupaten Kebumen. -------------------------------------- - bahwa pada tanggal 12 Januari 2009 Panwaslu Kecamatan Klirong meminta bantuan kepada Panwaslu Kabupaten Kebumen untuk melakukan klarifikasi terhadap terlapor. --------------------------------------------------- - bahwa setelah itu yang menindak lanjuti adalah Panwaslu Kabupaten Kebumen. ------------------------------------------------------------------------- 3. Saksi SAMHUDI bin JUREMI; -------------------------------------------------- bahwa saksi mengarti diajukan dalam persidangan ini. -------------------- - bahwa saksi mengetahui masalah ini karena adanya dugaan politik uang. ------------------------------------------------------------------------------------- 161 - bahwa kejadiannya di rumah Pak Juremi di Desa Tambakprogaten Rt. 01 Rw. 05 Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. ---------------------------------- - bahwa saksi adalah anak kandung Pak Juremi. --------------------------------- - bahwa benar Saksi adalah Kepala Dusun IV Desa Tambakprogaten. ------- - bahwa saksi hadir dalam acara tersebut karena sebagai pengurus Partai Amanat Nasional. ------------------------------------------------------------------- - bahwa acara tersebut dimulai pada jam 21.00 WIB. --------------------------- - bahwa acara tersebut adalah konsolidasi dan pembentukan pengurus baru PAN tingkat ranting desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kehumen. ---------------------------------------------------------------------------- - bahwa saksi tidak mencalonkan diri lagi sebagai pengurus Partai Amanat Nasional karena menjadi perangkat desa. --------------------------------------- - bahwa acara tersebut dilaksanakan atas inisiatif dan pengurus yang lama. - - bahwa saksi menjadi pengurus partai selama 5 (lima) tahun. ----------------- - bahwa setiap 5 (!ima) tahun sekali diadakan pergantian pengurus. ---------- - bahwa untuk menyelenggarakan acara tersebut panitia mengajukan proposal kepada DPD PAN Kabupaten Kebumen dan DPD PAN memberikan sumbangan sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). ------------------- - bahwa uang tersebut yang rencana semula untuk jamuan makan akhirnya dibagi-bagi kepada yang hadir karena acara tersebut tidak ada jamuan makan. ---------------------------------------------------------------------------------------- - bahwa pembagian uang tersebut menggunakan amplop. ---------------------- - bahwa saat itu panitia kekurangan amplop, kekurangan tersebut ternyata didengar oleh Terdakvra dan Terdakwa mengatakan coba di lihat dalam mobil di sana ada amplop yang selanjutnya Yadi dengan ditemani Saksi melihat ke dalam mobil Terdakwa ternyata memang ada amplop lalu Yadi mengambilnya kurang lebih 10 (sepuluh) lembar yang bentuknya kecil.---------------------- - bahwa saksi sama sekali tidak mengetahui apakah pada sampul amplop tersebut terdapat nama Bapak Gito Prasetyo, ST. atau cap lambang Partai PAN. ---------------------------------------------------------------------------------- 162 - bahwa dalam acara tersebut panitia mengundang Bapak Gito Prasetyo, ST. untuk hadir karena beliau adalah pembina wilayah Kecamatan Klirong, Petanahan dan Puring.-------------------------------------------------------------- - bahwa dalam acara tersebut Bapak Gito Prasetyo, ST. memberikan sambutan yang intinya mensosialisasikan Pemilu 2009 dan juga memperkenalkan Caleg-caleg dari Partai PAN Kebumen namun sama sekali saksi tidak ada rnendengar agar Peserta memilih Terdakwa pada pemilu tahun 2009. ------ - bahwa benar pada tanggal 4 Januari 2009 Saksi dan Yadi datang dan bertemu dengan Katua DPD PAN Kebumen dan juga dengan Terdakwa di rumah Ketua DPD PAN Kebumen dan pada saat itu Saksi dan Yadi menyampaikan Proposal pertemuan Tanggal 6 Januari 2009 sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu juta Rupiah) kepada DPD PAN Kebumen akan tetapi yang dikabulkan adalah Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). ----------------------------------------------- - Bahwa benar uang yang dibagi kepada peserta tersebut berasal dari sumbangan Rp. 5C0.000.- (lima ratus ribu rupiah) dan memang ternyata kurang sehingga Saksi dan Yadi secara patungan mengeluarkan uang pribadi. ---------------------------------------------------------------------------------------- 4. Saksi SUGENG UTOYO, SE. bin KARSONO : -------------------------------- bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. ---------------------------------------------------------------------------- - bahwa saksi mengetahui kejadian tersebut pada tanggal 07 Januari 2009 setelah ada telepon dari panwaslu Kabupaten Kebumen. --------------------- - bahwa berdasarkan informasi kejadiannya pada tanggal 06 Januari 2009 di rumah saudara Juremi di Desa Tambakprogaten Rt. 01 Rw. V Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen - bahwa saksi bersama saudara Ismail melakukan koordiansi dengan Panwaslu Kabupaten Kebumen. ------------------------------------------- - bahwa hasil koordinasi tersebut saksi disarankan untuk melakukan klarifikasi. ------------------------------------------------------------------- 163 - bahwa saksi melakukan klarifikasi terhadap saudara Solekhan, Daeroji dan Samhudi. ---------------------------------------------------------------- - bahwa hasil klarifikasi tersebut diperoleh fakta pada acara tersebut telah dibagi-bagikan uang sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). ----- - bahwa saksi tidak melakukan klarifikasi terhadap terlapor, dan yang melakukan klarifikasi adalah Panwaslu Kabupaten Kebumen. -------- - bahwa yang hadir pada acara tersebut kurang lebih 60 sampai dengan 80 orang. ------------------------------------------------------------------------ 5. Saksi SURATNO, S.Pd. bin MAD MARSO : ------------------------------ bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kabupaten Kebumen bagian divisi pengawasan. ---------------------------------------------------------- - bahwa selain tugas pengawasan, saksi juga bisa menerima pelaporan terhadap pelanggaran tahapan Pemilu berdasarkan UU No. 10 tahun 2008. ------------------------------------------------------------------------- - bahwa saksi mengetahui kejadian tersebut sejak menerima laporan dari Panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. ------------------- - bahwa selanjutnya saksi menyerahkan kepada Panwaslu Kecamatan Klirong urituk melakukan klarifikasi terhadap saksi-saksi yang hadir dalam acara tersebut. ------------------------------------------------------- - bahwa hasil klarifikasi tersebut termasuk pelanggaran Pemilu namun Panwaslu Kabuapten Kebumen masih memerlukan bukti tambahan. - - Bahwa untuk melengkapi berkas tersebut Panwaslu Kabupaten Kebumen memanggil terlapor untuk dilakukan klarifikasi; ------------------------ - Bahwa hasil klarifikasi tersebut terlapor mengakui telah memberikan sumbangan kepada panitia konsolidasi dan pembentukan pengurus rating Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. -------------------------------------------------------------------------------- - bahwa hasil kajian Panwaslu Kabuapten Kebumen menyimpulkan terlapor telah terbukti melakukan pelanggaran politik uang yang didasarkan pada barang bukti uang dan dilakukan pada masa kampanye. ------------------------------------------ 164 Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan terdakwa yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : --------------------------------------------TERDAKWA GITO PRASETYO, ST. Bin MUFID : ------------------------------------ Bahwa terdakwa pernah diperiksa oleh penyidik Polres Kebumen ; ------------ - Bahwa pada tanggal 04 Januari 2009 pada saat Terdakwa berada di rumah Ketua DPD PAN Kebumen telah datang Pengurus PAN Ranting Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong yang menyampaikan bahwa pengurus Ranting bermaksud mengadakan acara Konsolidasi Partai tingkat ranting dan sekaligus menyampaikan Proposal Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) ; -------------------- Bahwa atas Proposal tersebut oleh Ketua DPD PAN Kebumen menyetujui sebesar Rp. 500.000.- (lima ratus ribu rupiah ) dan Terdakwa sebagai Seksi Bendahara DPD PAN Kebumen menyerahkan bantuan tersebut disertai tanda terima oleh Pengurus ranting tersebut ; ---------------------------------------------- - Bahwa selain menyampaikan proposal tersebut, Pengurus Ranting tersebut juga meminta agar DPD PAN Kebumen dapat hadir dan sekaligus memberikan kata sambutan dan atas permohonan tersebut Ketua DPD PAN Kebumen menghunjuk Terdakwa untuk memenuhi undangan pengurus Ranting tersebut dengan alasan bahwa Terdakwa selaku Pengurus DPD PAN Kebumen, Terdakwa juga sebagai Pembina Cabang Kebumen Partai PAN; ------------ - Bahwa benar Terdakwa datang dan memenuhi undangan untuk menghadiri acara pembentukan pengurus baru Partai Amanat Nasional tingkat ranting Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang dilaksanakan pada tanggal 06 Januari 2009; ----------------------------------- - Bahwa terdakwa adalah bendahara DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten Kebumen; ---------------------------------------------------------------------------- - Bahwa sepengetahuan tardakwa undangan yang hadir pada acara tersebut kurang lebih antara 30 sampai dengan 40 orang; ------------------------------- - Bahwa benar pada acara tersebut juga dihadiri oleh Kepala Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong dan memberikan Kata sambutan yang 165 pada intinya agar pertemuan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan meminta agar masyarakat Desa Tambakprogaten dapat menciptakan suasana yang kondusif menjelang Pemilu Tahun 2009; -------------------------------- Bahwa benar setelah selesai Kepala Desa menyampaikan kata sambutan dilanjutkan kata sambutan Terdakwa;-------------------------------------------- - Bahwa kata-kata Sambutan Terdakwa pada intinya sosialisasi UndangUndang Pemilu dengan mengatakan bahwa Azas Pemilu adalah LUBER dan Terdakwa juga memperkenalkan nama-nama Caleg-caleg PAN Kebumen; - Bahwa pada acara tersebut, Terdakwa sama sekali tidak mengetahui adanya peredaran uang kepada peserta; --------------------------------------------------- - Bahwa benar pada malam acara tersebut secara kebetulan Terdakwa mendengar keluhan panitia tentang perlunya amplop dan mendengar hal itu Terdakwa mengatakan bahwa di dalam mobil sisa-sisa amplop kosong untuk pemberian Zakat,THR pada hari Raya Idul Fitri tahun lalu; ------ - Bahwa terdakwa tidak mengetahui panitia acara tersebut membagibagikan uang kepada undangan yang hadir karena setelah acara selesai terdakwa langsung pulang; --------------------------------------------------- - Bahwa terdakwa tidak mengetahui kalau ternyata Samhudi adalah seorang Kepala Dusun IV Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong, setahu Terdakwa Samhudi adalah Ketua Partai PAN Ranting Desa TambakProgaten; -------------------------------------------------------------- - bahwa pada tanggal 13 Januari 2009 terdakwa memenuhi undangan Panwaslu Kabupaten Kebumen untuk klarifikasi terkait kehadirannya pada acara tanggal 06 Januari 2009 di desa Tabakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen; ----------------------------------------------Menimbang, bahwa terdakwa telah pula mengajukuan saksi ade charge di persidangan yang keterangannya di bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut: ---------------------------------------------------------------------------------1. Saksi ACHMAD SAFINGI 166 - bahwa pada tanggal 06 Januari 2009 saksi diundang secara lisan oleh saudara Samhudi untuk menghadiri acara yang dilaksanakan di rumah Pak Juremi; --------------------------------------------------------------------- - bahwa saksi tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah yang hadir pada acara tersebut, karena saksi datangnya terlambat dan acara sudah dimulai; ----------------------------------------------------------------------------------- - bahwa oleh karena datang terlambat, saksi hanya mendengar dari orang bahwa acara tersebut adalah pengenalan Caleg dari Partai Amanat Nasional; ------------------------------------------------------------------------ - bahwa sepengetahuan saksi ketua panitia acara tersebut adalah Saudara Samhudi; ------------------------------------------------------------------------ - bahwa pada malam acara tersebut saksi ikut menerima uang sebesar Rp. 10.000,- ( sepuluh ribu rupiah); ------------------------------------------------ - bahwa pada tanggal 09 Januari 2009 saksi mendapat undangan dari Panwaslu Kecamatan Klirong untuk dilakukan klarifikasi; ---------------- - bahwa yang melakukan klarifikasi tersebut adalah saudara Ismail anggota Panwaslu Kecamatan klirong Kabupaten Kebumen; ------------------------ 2. Saksi SUNAKYO HS : ------------------------------------------------------------- bahwa saksi adalah Ketua panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen; ------------------------------------------------------------------------- - bahwa pada tanggal 09 Januari 2009 Panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen melakukan klarifikasi terhadap saudara Solekhan, A. Syafi'i dan Samhudi; ------------------------------------------------------------ - bahwa sepengetahuan saksi acara tersebut adalah pengenalan Caleg dari Partai Amanat Nasional; -------------------------------------------------------- - bahwa sepengetahuan saksi ketua panitia acara tersebut adalah saudara Samhudi, perangkat desa (Kadus IV) Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen; ------------------------------------------------- 167 - bahwa Panwsalu Kecamatan Klirong tidak melakukan klarifikasi terhadap terlapor karena terlapor merupakan anggota DPRD Kubupaten Kebumen dari Partai Amanat Nasional; -------------------------------------------------Menimbang, bahwa di persidangan telah diajukan barang bukti berupa 2 (dua) buah arnplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; ---------Menimbang, bahwa melalui Penasihat Hukumnya, Terdakwa telah mengajukan surat-surat bukti berupa foto copy yang telah disesuaikan dengan aslinya dan di bubuhi materai secukupnya yaitu: -----------------------------------1) Surat Nomor 280/I/Panwascam/I/2009 tertanggal 08 Januari 2008 yang diterbitkan oleh Panitia Pengawas Pemilu Umum Kecamatan Klirong;----- 2) Surat Panggilan No. Pol.SP/82/I/2009/Reskrim tertanggal 31 Januari 2009;--------- 3) Syrat No. ………………….. oleh Panitia Pengawas Pemilu Umum Kecamatan Klirong perihal Klarifikasi; --------------------------------------------------4) Surat Nomor 60/Panwaslu-Kab/2009 tertanggal 12 Januari 2009 yang diterbitkan oleh Panitia Pengawas Pemilu Umum Kabupaten Kebumen perihal Undangan;---------- 5) Surat Tanda Terima tertanggal 04-01-2009 yang diterbitkan oleh DPD PAN Kabupaten Kebumen; ------------------------------------------------------------------------- 6) Buku Laporan Keuangan DPD PAN Kab.Kebumen tahun 2009 bulan Januari 2009; ---------------------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut, Majelis Hakim akan mempertimbangkan Eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa sebagai berikut; --------------Menimbang, bahwa Penasihat Hukum Terdakwa mendalilkan Bahwa terjadinya Pelanggaran Pemilu yang telah dilaporkan oleh Panwascam yang selanjutnya diteruskan oleh Panwaskab ke Penyidik Polres Kebumen adalah melebihi batas waktu yang ditetapkan oleh Pasal 247 dan Pasal 253 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008; -----------------------------------------------------------------------------Bahwa oleh karena Laporan Panwaskab telah melebihi batas waktu atau Kadaluwarsa yang telah ditetapkan oleh Pasal 247 dan Pasal 253 Undang- 168 undanq Nomor 10 Tahun 2008 maka dimohon agar memutuskan Menyatakan Dakwaan Penuntut Umum TlDAK DAPAT DITERIMA ATAU DAKWAAN HARUS DIBATALKAN; --------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa atas Eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut, Jaksa Penuntut Umum telah memberikan tanggapan yang pada pokoknya sebagai berikut: ---Bahwa Untuk membuktikan laporan dari Panwaslu Kabupaten Kebumen kepada Penyidik Polres Kebumen telah Kadaluwarsa atau tidak maka harus memeriksa saksi-saksi dari anggota Panwas itu sendiri baik dari anggota Panwascam Klirong maupun dari anggota Panwaslu Kabupaten Kebumen dan juga harus memeriksa surat-surat yang berkaitan dengan itu yang mana hal tersebut merupakan ranah dari materi pokok perkara dan di luar materi eksepsi; ---------------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa atas eksepsi tersebut Majelis Hakim telah memberikan pertimbangan dalam putusan sela No. 02/Pid.S/Pidlu/2009/PN.Kbm dengan mengatakan akan dipertimbangkan bersama pokok perkara; -------------------------Menimbang, bahwa terlepas dari pertimbangan apakah laporan Panwaslu telah melebihi batas waktu atau Kadaluwarsa sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 247 dan Pasal 253 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Majelis Hakim berpendapat sebagaimana dalam pertimbangan berikut; ----------------------------------------------Menimbang, bahwa bahwa dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR.,DPD,dan DPRD telah diatur jangka waktu bagi Panwaslu untuk menindaklanjuti, suatu laporan yang diduga telah terjadi pelanggaran atas Pelaksanaan Kampanye akan tetapi Undang-undang tersebut; -----------------------Menimbang, bahwa oleh karena Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tidak mengatur akibat hukum dalam hal terjadi suatu tindakan yang diduga telah melebihi batas waktu dalam penanganan Perkara pelanggaran Pemilu maka dalil Penasihat Hukum Terdakwa yang menyatakan Dakwaan Penuntut Umum TIDAK DAPAT 169 DITERIMA ATAU DAKWAAN HARUS DIBATALKAN tidak beralasan menurut hukum dan oleh karena itu Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa harus ditolak; ---Menimbang, berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa serta dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum; -------------------------------Menimbang, bahwa memperhatikan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah ternyata, dakwaan bersifat alternatif subsidaritas yaitu: -------------------------------KESATU Primair : Pasal 274 UU No. 10 tahun 2008 Subsidair : Pasal 274 UU No. 10 tahun 2008 jo Pasal 53 KUHP ATAU KEDUA : Pasal 271 UU No 10 Tahun 2008 Menimbang, bahwa sekalipun Jaksa Penuntut Umum di dalam Surat Tuntutannya memilih salah satu dakwaan yang dipandang paling sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan yaitu terbukti dakwaan alternatif kedua, Majelis Hakim lehih dahulu mempertimbangkan Dakwaan alternatif kesatu primair yaitu Pasal 274 UU No 10 Tahun 2008 yang unsur-unsurnya sebagai berikut: --------1. Pelaksana kampanye; ------------------------------------------------------------------2. Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye;----------------------------------------------------------------------3. Secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya. untuk memilih atau memilih peserta tertentu atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; Ad. 1. Unsur: PELAKSANA KAMPANYE; -------------------------------------------- 170 Menimbang, bahwa Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 telah secara tegas menyebutkan secara limitatif pelaksana kampanye Pemilu Anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas Pengurus Partai Politik, Calon anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juru Kampanye, Orang seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota; --------------------------------------------------------Menimbang, bahwa Terdakwa adalah salah seorang Pengurus Partai Politik PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1; -------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dengan memperhatikan Status Terdakwa tersebut di atas, maka Terdakwa termasuk unsur sebagai Pelaksana Kampanye; ---------------------AD.2. Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye: -----------------------------------------------------------Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah bahwa si pelaku mengetahui akan perbuatannya dan menghendaki akibat perbuatannya; ------------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dihubungkan dengan unsur di atas maka yang diumaksudkan dalam hal ini adalah bahwa Terdakwa mengetahui adanya janji atau pemberian uang kepada peserta dan menghendaki agar peserta menerima pemberian uang tersebut;-------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa di persidangan terungkap fakta bahwa benar pada tanggal 6 Januari 2009 bertempat di rumah Juremi yang beralamat di Tambakprogaten Kec. Klirong Kab. Kebiamen telah dilangsungkan rapat pembentukan struktur organisasi dan konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat Ranting dan terdakwa ikut hadir dalam acara tersebut; ----------------------------------------------------------- 171 Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Samhudi selaku pengurus ranting PAN sekaligus panitia penyelenggara menerangkan bahwa untuk menyelenggarakan acara pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut saksi Samhudi bersama temannya bernama Yadi telah mengajukan permohonan bantuan dana kepada DPD PAN Kab. Keaumen sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) akan tetapi oleh DPD PAN Kab Kebumen hanya mengabulkan sebesar Rp 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) selanjutnya dana bantuan tersebut oleh saksi Samhudi dan Yadi digunakan untuk kepentingan acara dan oleh karena pada acara tersebut tidak ada jamuan makan maka dana bantuan yang diperoleh dari DPD PAN Kab Kebumen oleh saksi dibagikan kepada orang-orang yang hadir dalam acara tersebut masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai pengganti uang makan; --------------------------------------------Menimbang, bahwa besarnya dana bantuan dari DPD PAN Kab. Kebumen kepada saksi Samhudi selaku Panitia Penyelenggara dibenarkan oleh keterangan terdakwa dan dikuatkan dengan bukti surat yang diajukan Penasehat Hukum terdakwa berupa kwitansi pembayaran uang sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dari DPD PAN Kebumen kepada penerima atas nama Samhudi untuk keperluan konsolidasi Partai tingkat ranting tertanggal 4 Januari 2009; Menimbang, bahwa berdasarkan saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum tidak ada satupun saksi yang melihat terdakwa dalam acara pada tanggal 6 Januari 2009 membagikan uang kepada orang-orang yang hadir dan tidak ada saksi yang menerangkan bahwa sumber dana untuk menyelenggarakan acara tersebut berasal dari uang pribadi terdakwa; ---------------------------------------Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini saksi adalah dari Panitia Pengawas Pemilu dan bukan saksi yang melihat sendiri atau yang mengalami sendiri atau mendengar sendiri akan peristiwa ini maka Majelis Hakim perlu mempertimbangkan nilai dari hasil kajian Panitia Pengawas Pemilu mengenai adanya tindak pidana pelanggaran Pemilu; ---------------------------- 172 Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 247 ayat 6 Undangundang Nomor 10 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terbukti kebenarannya, Bawaslu, Panwaslu Propinsi Panwaslu Kabupaten/kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri Wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima; --------------------------------Menimbang, bahwa sekalipun laporan yang diterima oleh Panwas Kecamatan yang selanjutnya atas hasil kajian Panwas Kecamatan laporan tersebut dinilai terbukti kebenarannya akan tetapi untuk membuktikan apakah terdakwa bersalah haruslah tetap mengacu kepada ketentuan KUHAP khususnya Pasal 183 KUHAP yaitu apabila terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;--------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa menurut Pasal 184 salah satu alat bukti tersebut adalah keterangan saksi yaitu berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu; ---------------------------------Menimbang, bahwa di dalam perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi dari Panitia Pengawas Kecamatan Klirong yang di persidangan memberikan keterangan dimana keterangan para saksi tersebut bukanlah atas pengetahuan sendiri, bukan mendengar sendiri atau melihat sendiri dan bukan mengalami sendiri akan tetapi adalah hasil informasi dari pihak lain sehingga keterangan saksi dari Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP) sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian; ---------------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa amplop yang ada tulisan atas nama terdakwa sebagai caleg DPRD II PAN Kab. Kebumen diperoleh fakta dari keterangan saksi Samhudi selaku panitia penyelenggara 173 bahwa acara pada tanggal 6 Januari 2009 dan keterangan terdakwa yang menerangkan bchwa karena panitia kekurangan amplop maka saksi Samhudi dan temannya Yadi mengeluh karena kekurangan amplop, keluhan mana didengar oleh Terdakwa dan selanjutnya Terdakwa menyatakan bahwa terdakwa mempunyai amplop dan oleh terdakwa saksi Samhudi disuruh mengambil dari dalam mobil terdakwa dan terdakwa tidak mengetahui maksud saksi Samhudi meminta amplop tersebut; ----------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas maka menurut Majelis unsur dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye yang dilakukan terdakwa tidak terbukti dan oleh karena itu terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif kesatu primair; ------------------------------------------------Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Dakwaan alternatif kesatu Subsidair yaitu Pasal 274 UU No 10 Tahun 2008 jo Pasal 53 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut: --------------------------------------------------------------------------------------1. Pelaksana kampanye;------------------------------------------------------------------ 2. Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye; --------------------------------------------------------------------- 3. Secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih peserta tertentu atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tartentu sehingga surat suaranya tidak sah; --------------- 4. Perbuatan mana tidak selesai bukan semata-mata atas kehendak Terdakwa; -Menimbang, bahwa sepanjang Unsur ke 1, unsur ke 2 dan Unsur ke 3 pada intinya adalah sama dengan Unsur-unsur dalam dakwaan alternatif Pertama Primair; ------------------------------------------------------------------------------------------------- 174 Menimbang, bahwa oleh karena pada intinya adalah sama, maka dengan mengambil alih segala pertimbangan dalam Dakwaan Alternatif Pertama Primair menjadi pertimbangan dalam Dakwaan Alternatif Subsidair; ------------------------Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut maka Unsur dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye yang dilakukan terdakwa tidak terbukti menurut hukum; ----------------Ad.4 Unsur Perbuatan mana tidak selesai bukan semata-mata atas kehendak Terdakwa;------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa di persidangan terungkap fakta bahwa benar pada tanggal 6 Januari 2009 bertempat di rumah Juremi yang beralamat di Tambakprogaten Kec. Klirong Kab. Kebumen telah dilangsungkan rapat pembentukan struktur organisasi dan konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat Ranting dan terdakwa ikut hadir dalam acara tersebut ; --Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Samhudi selaku pengurus ranting PAN sekaligus panitia penyelenggara menerangkan bahwa untuk menyelenggarakan acara pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut saksi Samhudi bersama temannya bernama Yadi telah mengajukan permohonan bantuan dana kepada DPD PAN Kab. Kebumen sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) akan tetapi oleh DPD PAN Kab Kebumen hanya mengabulkan sebesar Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) selanjutnya dana bantuan tersebut oleh saksi Samhudi dan Yadi digunakan untuk kepentingan acara dan oleh karena pada acara tersebut tidak ada jamuan makan maka dana bantuan yang diperoleh dari DPD PAN Kab Kebumen oleh saksi dibagikan kepada orang-orang yang hadir dalam acara tersebut masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh rihu rupiah) sebagai pengganti uang makan; ------------------------Menimbang, bahwa besarnya dana bantuan dari DPD PAN Kab. Kebumen kepada saksi Samhudi selaku Panitia Penyelenggara dibenarkan oleh keterangan terdakwa dan dikuatkan dengan bukti surat yang diajukan Penasehat Hukum terdakwa 175 berupa kwitansi pembayaran uang sebesar Rp. 500.000,- (lima-ratus ribu rupiah) dari DPD. PAN Kebumen kepada penerima atas nama Samhudi untuk keperluan konsolidasi Partai tingkat ranting tertanggal 4 Januari 2009; ---------------------------Menimbang, bahwa di dalam perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi dari Panitia Pengawas Kecamatan Klirong yang di persidangan memberikan keterangan dimana keterangan para saksi tersebut bukanlah atas pengetahuan sendiri, bukan mendengar sendiri atau melihat sendiri dan bukan mengalami sendiri akan tetapi adalah hasil informasi dari pihak lain sehingga keterangan saksi dari Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP) sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian; ---------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa amplop yang ada tulisan atas nama terdakwa sebagai caleg DPRD II PAN Kab. Kebumen diperoleh fakta dari keterangan saksi Samhudi selaku panitia penyelenggara acara pada tanggal 6 Januari 2009 karena panitia kekurangan amplop maka saksi Samhudi dan temannya Yadi mengeluh karena kekurangan amqlop, keluhan mana didengar oleh Terdakwa dan selanjutnya Terdakwa menyatakan bahwa terdakwa mempunyai amplop dan oleh terdakwa saksi Samhudi disuruh mengambil dari dalam mobil terdakwa dan terdakwa tidak mengetahui maksud saksi Samhudi meminta amplop tersebut; ------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut maka tidak terbukti menurut hukum Terdakwa melakukan perbuatan pendahuluan memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye dan tidak terbukti menurut hukum adanya fakta berupa tindakan pihak lain yang mencegah perbuatan Terdakwa sehingga perbuatan Terdakwa tidak sampai selesai; ---------------Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut, maka Terdakwa haruslah dibebaskan dari Dakwaan Kesatu baik Primair maupun Subsidair; - 176 Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Dakwaan Alternatif kedua yaitu melanggar Pasal 271 UU No. 10 Tahun 2008 yang unsur-unsurnya sebagai berikut : 1. Pelaksana Kampanye; ---------------------------------------------------------------2. Dalam Keyiatan Kampanye; --------------------------------------------------------3. Mengikut sertakan Perangkat Desa ------------------------------------------------Ad. 1 . PELAKSANA KAMPANYE; -----------------------------------------Menimbang, bahwa Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 telah secara tegas menyebutkan secara limitatif pelaksana kampanye Pemilu Anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas Pengurus Partai Politik, Calon anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juru kampanye, orang seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota ; Menimbang, bahwa Terdakwa adalah salah seorang Pengurus Partai Politik PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1; ----------------------------------------------Menimbang, bahwa dengan memperhatikan Status Terdakwa tersebut di atas, maka berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Terdakwa termasuk unsur sebagai Pelaksana Kampanye sehingga karenanya Terdakwa berwenang dan berhak mengadakan Kampanye; ---------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang mengikutsertakan pihak-pihak tertentu salah satunya perangkat desa (huruf h); ---------------------------------------------------------------------------------------------- 177 Menimbang, bahwa apabila unsur kesatu dihubungkan dengan Unsur berikutnya maka yang dimaksudkan adalah si Pelaku yaitu Pelaksana Karnpanye melakukan suatu kegiatan Kampanye dengan mengikut sertakan Aparat Desa; ---Menimbang, bahwa guna menperjelas uraian pertimbangan lebih lanjut maka perlu dijawab dalam perkara ini yaitu: ---------------------------------------------------- Apakah Terdakwa yang menyelenggarakan Pertemuan tersebut; ---------------- - Apakah Terdakwa telah melakukan kegiatan Kampanye pada Pertemuan tersebut? --------------------------------------------------------------------------------------------- - Apakah Pertemuan Terbatas pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut merupakan Kampanye?------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Samhudi dan keterangan terdakwa saling bersesuaian bahwa acara pembentukan struktur dan konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting di Desa Tambakprogaten yang diselenggarakan tanggal 6 Januari 2009 di laksanakan oleh pengurus ranting Partai Amanat Nasional (PAN) karena masa jabatan pengurus rantirg yang lama telah berakhir sedangkan kehadiran terdakwa dalam acara tersebut karena di undang oleh panitia atau pengurus ranting Partai Amanat Nasional sebagai Pembina Partai Amanat Nasional Cabang Klirong; ------------------------------------------------------------------ Menimbang, banwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas sebagaimana juga yang telah disebutkan Jaksa Penuntut Umum dalam catatan Penuntut Umum yang menyebutkan Ketika Terdakwa Gito Prasetyo ST Bin Mufid manghadiri Undangan Pembentukan Struktur/Panitia Konsolidasi PAN tingkat ranting, maka Terdakwa bukanlah orang yang menyelenggarakan acara pada tanggal 6 Januari 2009 sehingga tidak berhak mengikutsertakan pihak lain termasuk perangkat desa karena posisi terdakwa hanya sebagai pihak yang diundang akan tetapi yang menyelenggarakan 178 pertemuan tersebut adalah Pengurus PAN Ranting Desa Tambakprogaten yaitu Saksi Samhudi; ----------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa acara pada tanggal 6 Januari 2009 yang diselenggarakan pengurus ranting Partai Amanat Nasional di Desa Tambakprogaten apakah dapat dikatakan sebagai kegiatan kampanye akan dipertimbangkan seperti di bawah ini; Menimbang, bahwa pengertian kampanye menurut Ketentuan umum dalam UU No. 10 tahun 2008 adalah kegiatan peserta pemilu untuk 'meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dam program peserta pemilu; --------------------------Menimbang, bahwa selanjutnya menurut Pasal 81 UU No. 10 Tahun 2008 tersebut menyebutkan metode Kampanye dapat dilakukan antara lain melalui Pertemuan Terbatas, Pertemuan Tatap Muka dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan;--------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan saksi Samhudi, saksi saksi Achmad Safi’i dan keterangan terdakwa yang membenarkan pada acara pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut terdakwa benar ada memberikan sambutan tetapi sambutan isi hanya memperkenalkan diri selaku Pembina Cabang Partai Amanat Nasioanal (PAN) Kec. Klirong, dan juga memperkenalkan caleg-caleg DPRD II Kebumen dari Partai Amanat Nasioanal dan tidak terbukti bahwa pada pertemuan tersebut Terdakwa meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Partai maupun Terdakwa mengajak peserta untuk memilih Terdakwa pada Pemilu Tahun 2009; --------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Ismail, saksi Sugeng dan saksi Sunaryo HS dari Panwaslucam Klirong dan juga saksi Kasran, SH dan saksi Suratno dari PanwasluKab Kebumen yang menerangkan bahwa acara pada tanggal 6 Januari 2009 adalah termasuk kegiatan kampanye sedangkan saksi tersebut tidak hadir sehingga tidak mendengar dan melihat sendiri pada acara pada tanggal 6 Januari 2009 melainkan hanya mendapat laporan dari pihak 179 lain, hal ini bertentangan dengan keterangan saksi Samhudi dan saksi Achmad Safi’i yang hadir pada acara tanggal 6 januari 2009 yang menerangkan bahwa sambutan terdakwa hanya berisi perkenalan diri; ------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut menurut Majelis didapat fakta yaitu: ----------------------------------------------------------------------1. Bahwa benar pada tanggal 6 Januari 2009 terdapat percemuan terbatas yang dihadiri kurang lebih 60 orang dan dihadin Terdakwa; ------------ 2. Bahwa benar pada pertemuan terbatas tersebut adalah dalam rangka konsolidasi Partai Pemilihan Pengurus ranting yang baru, pertemuan mana dilaksanakan di rumah Juremi ayah dari Saksi Samhudi; --------- 3. Bahwa kehadiran Terdakwa tersebut adalah atas undangan Pembentukan Struktur/Panitia Konsolidasi PAN tingkat ranting Desa Tambakprogaten; --------------------------------------------------------------------------------- 4. Bahwa benar pada pertemuan terbatas tersebut selain Kepala Desa Tambakprogaten, Terdakwa turut memberikan kata-kata sambutan yang pada intinya memperkenalkan diri selaku Pemhina Cabang Partai Amanat Nasioanal (PAN) Kec Klirong, dan juga memperkenalkan caleg-caleg DPRD II Kebumen dari Partai Amanat Nasional; -----------------------5. Bahwa pada pertemuan terbatas tersebut, tidak terbukti terdakwa menyampaikan visi misinya, tidak terbukti terdakwa mengajak peserta rapat untuk memilih terdakwa pada Pemilu Tahun 2009 Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut maka acara konsolidasi Partai Amanat nasional ranting Desa Tambakprogaten Kec Klirong yang diselenggarakan pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut bukan termasuk kegiatan kampanye; ----------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas Majelis berkesimpulan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif kedua dan oleh karena itu 180 terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan alternatif kedua Jaksa Penuntut Umum; -------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas Majelis berkesimpulan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan Kesatu maupun Dakwaan Kedua; Menimbang, bahwa dengen pertimbangan diatas maka terdakwa harus dibebaskan dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum; ---------------------Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa: ---------------------2 (dua) buah amplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; tetap terlampir dalam berkas perkara; -------------------------------------------Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dibebaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka biaya perkara dibebankan kepada negara; -----Menimbang, bahwa karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan maka harus dipulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; ---------------Mengingat Pasal 271 dan Pasal 274 UU No 10 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan-peraturan lain yang bersangkutan; ----------------------------------------------------------------MENGADILI: 1. Menyatakan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif Kesatu maupun dakwaan altenatif Kedua sebagaimana di dakwaan Jaksa Penuntut Umum; ------------------------------------------------------------------------------------ 181 2. Membebaskan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID tersebut di atas dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum; -------------------------------------------3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dalam keadaan semula; ------------------------------------------------4. Memerintahkan agar barang bukti berupa:------------------------------------------2 (dua) buah amplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; tetap terlampir dalam berkas perkara; ------------------------------------------------------5. Membebankan biaya perkara ini kepada negara;-----------------------------------Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kebumen pada hari Kamis tanggal 19 Februari 2009 oleh kami BARMEN SINURAT,SH. selaku Ketua Majelis, BAMBANG SUNANTO, SH dan RIYA NOVITA, SH masing-masing sebagai Hakim anggota, putusan mana diucapkan pada hari Itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis tersebut didampingi oleh Hakim - Hakim Anggota yang dibaritu oleh M. KHOZIN, SH sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh AJI SUSANTO, SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kebumen dan dihadapan terdakwa serta Penasehat hukum terdakwa. HAKIM ANGGOTA, HAKIM KETUA, Ttd Ttd BAMBANG SUNANTO, SH. BARMEN SINURAT, SH Ttd RIYA NOVITA, SH PANITERA PENGGANTI, Ttd M. KHOZIN, SH. 182 B. Pembahasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu diundangkan tanggal 31 Maret 2008 mencabut UU pemilu sebelumnya yakni UU 12 tahun 2003, merupakan pedoman bagi penyelenggaraan pemilu dan semua pihak yang terkait di dalamnya serta memberikan sanksi kepada yang melanggarnya dan sanksi pidana tersebut pada hakikatnya adalah untuk mengawal pemilu yang luber dan jurdil tersebut. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 terdiri dari 24 (dua puluh empat) bab yang terdiri dari 240 Pasal. UU No.10 Tahun 2008 menambahkan beberapa bab baru yang dalam UU Pemilu sebelumnya hanya merupakan Pasal atau bagian dari suatu atau bebarapa bab, atau karena beberapa ketentuan telah diatur dalam perundang-undangan lain. Di samping itu, banyak Pasal-Pasal baru ditambahkan untuk memberikan pengaturan yang lebih rinci. Di antara Pasal Pasal baru, UU No.10 Tahun 2008 memuat bab khusus tentang ketentuan pidana yaitu dalam bab XXI yang terdiri dari 51 Pasal, dari Pasal 260 hingga Pasal 311.106 Secara garis besar jenis pelanggaran dalam UU No.10 Tahun 2008, menurut Aldri Frinaldi terbagi menjadi tiga jenis. Yakni : 1. pelanggaran administrasi, 2. pidana, dan 3. perselisihan hasil.107 Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran administrasi pemilu berbunyi: 106 Muchsin,Tindak pidana pemilu serta tugas peradilan umum, dalam http://id.shvoong.com/law‐ and‐politics/law/1859793‐tindak‐pidana‐pemilu‐serta‐tugas/, diakses tanggal 18 April 2009. 107 Aldri Frinaldi, Pelanggaran Pemilu Hanya Tiga Jenis, dalam http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?mod=detail_berita.php&id=1030, diakses tanggal 18 April 2009. 183 “Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan Undang- Undang ini yang bukan merupakan ketentuan pidana Pemilu dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan KPU.” Dengan demikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi. Contoh pelanggaran administratif tersebut misalnya ; tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi peserta pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan untuk berkampanye, tidak melaporkan rekening awal dana kampanye, pemantau pemilu melanggar kewajiban dan larangan. Pasal 252 UU Pemilu mengatur tentang tindak pidana pemilu sebagai pelanggaran pemilu yang mengandung unsur pidana. Pasal 252 UU Pemilu berbunyi : “Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.” Pelanggaran ini merupakan tindakan yang dalam UU Pemilu diancam dengan sanksi pidana. Sebagai contoh tindak pidana pemilu antara lain adalah sengaja menghilangkan hak pilih orang lain, menghalangi orang lain memberikan hak suara dan merubah hasil suara. Seperti tindak pidana pada umumnya, maka proses penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang ada yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Perselisihan hasil pemilu menurut Pasal 258 UU Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan jumlah perolehan suara hasil pemilu secara nasional. Pasal 258 UU Pemilu berbunyi: 184 “Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional” Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu. Sesuai dengan amanat Konstitusi yang dijabarkan dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka perselisihan mengenai hasil perolehan suara diselesaikan melalui peradilan konstitusi di MK.108 1. Criminal Policy a. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana Pembentukan hukum, dalam hal ini hukum tertulis atau undang-undang, pada dasarnya merupakan suatu kebijakan politik negara yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden (di Indonesia atau pada umumnya di negara lain). Kebijakan di atas merupakan kesepakatan formal antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, dalam hal ini Presiden, untuk mengatur seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kedua badan tersebut mengatasnamakan negara dalam membentuk hukum atau undang-undang. Termasuk suatu kebijakan politik negara adalah pada saat Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden menentukan suatu perbuatan yang dapat dikenakan sanksi atau tidak (sanksi pidana, administrasi, dan perdata). Aristoteles memandang negara sebagai bentuk masyarakat yang paling sempurna. Jika masyarakat dibentuk demi suatu kebaikan, maka demikian juga 108 Anonimous, Tata cara penyelesaian pelanggaran (Tindak Pidana Pemilu) pada Pemilu 2009, dalam http://www.kizatox.wordpress.com/2009/01/13/tata‐cara‐penyelesaian‐pelanggaran‐ tindak‐pidana‐ pemilu‐pada‐pemilu‐2009 diakses tanggal 18 April 2009 185 halnya sebuah negara atau masyarakat politik. Setiap orang dalam hidup bermasyarakat selalu berbuat dengan maksud untuk mencapai apa yang mereka anggap baik, dan negara dibentuk dengan sasaran kebaikan pada taraf yang lebih tinggi. Pembentuk undang-undang dengan mengatasnamakan negara, seharusnya memandang bahwa negara dibentuk, melalui undang-undang, dengan sasaran kebaikan pada taraf yang lebih tinggi, yakni demi kesejahteraan, ketertiban, keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Moh. Mahfud MD selanjutnya berpendapat bahwa hukum merupakan produk politik yang memandang hukum sebagai formalisasi atau kristalisasi dari kehendakkehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan. Ia juga menekankan bahwa politik hukum merupakan bagian dari ilmu hukum. Jika ilmu hukum diibaratkan sebagai sebuah pohon, maka filsafat merupakan akarnya, sedangkan politik merupakan pohonnya yang kemudian melahirkan cabang-cabang berupa berbagai bidang hukum seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, hukum administrasi negara, dan bidang hukum lainnya. Pandangan Mahfud di atas menggambarkan keadaan pembentukan undangundang di Indonesia yang menitikberatkan pada politik daripada hukum, walaupun produk akhir politik tersebut tetap sebagai produk hukum yang harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat. Hal inilah yang belum disadari oleh pembentuk undang-undang bahwa keputusan politik yang dituangkan dalam suatu undang-undang merupakan produk hukum yang secara yuridis, isinya harus dilaksanakan, walaupun kemudian disadari bahwa undang-undang tersebut sulit dilaksanakan karena substansinya sarat 186 dengan elemen-elemen politik. Mahfud sendiri menyatakan bahwa hukum terpengaruh oleh politik karena subsistem politik memiliki konsentrasi energi yang lebih besar daripada hukum.109 Oleh karena itu, dengan politik hukum ini, negara diberikan kewenangan merumuskan atau menentukan suatu perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, dan kemudian dapat menggunakannya sebagai tindakan represif terhadap setiap orang yang melanggarnya. Inilah salah satu fungsi penting hukum pidana, yakni memberikan dasar legitimasi bagi tindakan represif negara terhadap seseorang atau kelompok orang yang melakukan perbuatan yang dirumuskan sebagai tindak pidana.110 Ketentuan pidana yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum di dalam KUHP adalah menarik karena ketika WvS mulai berlaku di tahun 1917, PasalPasal tersebut sudah ada, padahal Indonesia masih dijajah oleh Belanda sehingga pemilihan umum belum ada. Tampaknya ketentuan WvS Belanda diambil begitu saja untuk Hindia Belanda. Di negeri Belanda, pemilihan umum memang sudah ada dilaksanakan pada masa itu. Di negara yang memiliki sistem bicameral system itu, Konstitusi 1815 menentukan adanya pemilihan langsung yang dilakukan untuk memilih Second Chamber. Sementara The First Chamber dipilih secara tidak langsung. Adapun di Indonesia sendiri meskipun di masa penjajahan Belanda sudah ada wakil-wakil bangsa Indonesia di Lembaga Perwakilan saat itu (Volksraad), khususnya sejak 1918-1942, namun pemilihan masih dilakukan oleh pemilih yang 109 Suhariyono AR, Proses Legislasi Dalam Pengembangan Sistem Hukum, dalam http://www.legalitas.org/?q=Proses+Legislasi+Dalam+Pengembangan+Sistem+hukum diakses tanggal 23 Juni 2009. 110 Yasmil Anwar & Adang, Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana, Grasindo, 2008, hal 59. 187 sangat terbatas. Pemilihan umum nasional barulah dilaksanakan sesudah Indonesia merdeka, tepatnya tahun 1955 yang merupakan pemilu nasional pertama.111 Lagipula penting untuk dicatat bahwa Pasal-Pasal tindak pidana pemilu dalam KUHP tidak pernah diterapkan atas tindak pidana pemilu mengingat ketika pemilu pertama diadakan di tahun 1955, sudah ada tindak pidana pemilu yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 1953.112 Jimly Asshiddiqie meyakini bahwa potensi problem hukum lebih besar pada Pemilu 2009 dibanding Pemilu 2004 silam. Potensi timbulnya lebih banyak masalah hukum bukan tanpa alasan. Pertama, jumlah partai peserta pemilu 2009 lebih banyak dibanding Pemilu 2004, malah hampir dua kali lipat. Empat tahun lalu, jumlah peserta adalah 24 partai, sementara pada Pemilu 2009 mencapai 40 peserta. Kalau terjadi sengketa mengenai hasil pemilu, pihak yang terlibat akan semakin banyak. Potensi kedua adalah objek yang bisa dipersengketakan partai politik dan KPU. Sebaliknya, ini juga menjadi tugas berat bagi Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikannya. Pada Pemilu 2004, yang bisa diajukan ke Mahkamah terbatas pada perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Menurut Jimly, pada Pemilu 2009, kemungkinan sengketa meluas ke persoalan perolehan suara yang menentukan terpilihnya seorang calon anggota DPR, dan persoalan electoral threshold.113 Persoalan tindak pidana pemilu ini, sebenarnya UU Nomor 10 tahun 2008 sudah mengakomodasi banyak hal bila terjadi tindak pidana. Artinya, dengan 111 Topo Santoso, Op.Cit Hal 13. Ibid.,Hal 41 113 Anonymous, Problem Hukum Pemilu 2009 Akan Lebih Rumit dalam http://hukumonline.com/ diakses tanggal 23 Juni 2009. 112 188 menggunakan UU Nomor 10 tahun 2008 sudah bisa menjerat banyak tindak pidana yang terjadi dengan sanksi pidana (penal). Meskipun dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tidak mencantumkan tentang tujuan dan pedoman pemidanaan untuk tindak pidana pemilu ini, tetapi UU ini tetap diharapkan bisa berfungsi sebagaimana mestinya, yakni memberikan keadilan pada masyarakat. Pentingnya tujuan dan pedoman pemidanaan ini, menurut Barda Nawawi Arief yakni sebagai pemberi arah agar digunakannya sarana penal ini dapat bermanfaat dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, serta memberikan landasan filosofis mengapa dan bagaimana pidana itu diberikan.114 Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab bagi hukum pidana untuk melindungi kepentingan umum dan kepentingan hukum masyarakat. Dari segi politik hukum, sejak di dalam KUHP, para pembuat undang-undang telah melihat adanya sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan pemilihan umum yang berbahaya bagi pencapaian tujuan pemilihan sehingga harus dilarang dan diancam dengan pidana. Terlihat kecenderungan peningkatan cakupan dan peningkatan ancaman pidana dalam beberapa undang-undang pemilu yang pernah ada di Indonesia. Ini dapat dipahami sebagai suatu politik hukum dari pembuat undangundang guna mencegah terjadinya tindak pidana. Artinya, tindak pidana pemilu ditinjau dari rasa keadilan masyarakat dianggap suatu perbuatan yangs serius dan pelakunya harus ditindak agar perbuatan yang sangat merugikan demokrasi ini tidak berkembang atau dapat dicegah.115 114 Ahmad Irzal Fardiansyah, Kebijakan Hukum Pidana Pemilu, dalam http://www.lampungpost.com diakses tanggal 23 Juni 2009. 115 Topo Santoso,Op.Cit.,Hal 111. 189 Istilah “kebijakan” diambil dari istilah policy (Inggris) atau politiek (Belanda). Bertolak dari kedua istilah tersebut, maka istilah “kebijakan hukum pidana” dapat juga disebut dengan istilah “politik hukum pidana”. Dalam kepustakaan asing istilah “politik hukum pidana” ini sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal law policy atau strafrechtspolitiek.116 Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan hukum pidana diartikan bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundangundangan pidana yang baik. Sedangkan menurut Sudarto memberikan beberapa definisi tentang kebijakan hukum pidana, yaitu : 1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. 2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 3. Usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. 4. Usaha untuk mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perudang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Sedangkan menurut Marc Ancel yang dimaksud dengan kebijakan hukum pidana adalah suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang lebih baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi, 116 Barda Nawawi Arief,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, Hal.24. 190 kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal. Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana”.117 Perumusan tindak pidana pemilu harus berdasarkan tujuan adanya pemidanaan itu sendiri selain tujuan menjaga kedaulatan rakyat lewat pemilu, seperti menurut Barda Nawawi Arief : a. b. c. d. e. Sanksi hukum pidana, pengobatan simptomatik dan bukan pengobatan kausatif; Sifat/fungsi pemidanaan, individual / personal dan bukan struktural/fungsional. Sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan di luar jangkauan hukum pidana; Hukum pidana, bagian kecil dari sistem sosial Sanksi hukum pidana, remedium yang kontradiktif dan mengandung unsur-unsur serta efek samping yang negatif. f. Perumusan sanksi pidana, kaku dan imperatif. g. Berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih berfariasi dan memerlukan biaya tinggi.118 Sedangakan A. Mulder berpendapat bahwa politik hukum pidana (strafrechtspolitiek) adalah garis kebijakan untuk menentukan : 1. seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui. 2. apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana, dan 3. bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidanaharus dilaksanakan.119 Permasalahan yang ada dalam politik hukum pidana terletak pada garis-garis kebijakan atau pendekatan yang bagaimanakah sebaiknya ditempuh dalam menggunakan hukum pidana tersebut? Hal ini dikemukakan sehubungan dengan pendapat dari Herberet L. Packer. 117 Ibid. Didik Endro Purwoleksono, Op.cit. 119 Yasmil Anwar & Adang,Op.Cit. 118 191 1. The criminal sanction is indispensable; who could not, now or in the foreseeble future get along without it. Sanksi pidana sangatlah diperlukan; kita tidak dapat hidup, sekarang maupun pada masa depan tanpa pidana. 2. The criminal sanction is the best available device we have for dealing with gross and immediate haarms and threats of harm. Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera serta untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya. 3. The criminal sanction is at once prime guarantor and prime threatener of human fredom. Used providently and humanely, it is guarantor; used indiscrimnaately and coercively, it is threateber. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama, dan suatu ketika merupakan pengancam utama dari kebebasan manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat cermat dan secara manusiawi. Ia merupakan pengancam apabila digunakan secara sembarangan dan secara paksa.120 b. Ruang Lingkup Kebijakan Hukum Pidana Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Perhatikan bagan penanggulangan kejahatan dengan pendekatan kebijakan di bawah ini : Bagan II121 Pencegahan dan Penanggulangan Kriminal (Criminal Policy) tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya 120 Ibid, Hal 60. Barda Nawawi Arief Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT Citra Aditya, 2001, Hal 74. 121 192 upaya untuk kesejahteraan sosial (Social welfare (SW) policy) dan kebijakan/upayaupaya untuk perlindungan masyarakat (Social Defence (SD) Policy). Dengan demikian, sekiranya kebijakan penangggulanagan kejahatan (Polkrim) dilakukan dengan menggunakan sarana-sarana penal hukum pidana, khususnya pada tahapan kebijakan yudikatif/Aplikatif (penagakkan hukum inconcerto) harus memperhatikan dan mangarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu Social Welfare dan Social Defence.122 Dengan kata lain, penggunaan kebijakan yang dilaksanakan hanya demi terpenuhinya keefisienan dalam penanggulangan kejahatan. Pendekatan kebijakan seperti ini, jelas merupakan pendekatan yang rasional karena karakteristik dari suatu politik kriminal yang rasional tidak lain daripada penerapan metodemetode yang rasional. Hal ini menurut Hoefnagel, suatu politik kriminal haruslah rasional; kalau tidak demikian, tidak sesuai dengan definisinya sebagai “a rational total of the respinse to crime”. Di samping itu, hal ini penting karena konsepsi mengenai kejahatan dan kekuasaan atau proses untuk melakukan kriminalisasi sering ditetapkan secara emosional.123 Kriminalitas secara definisi mengandung pengertian suatu perilaku yang semula dikualifikasikan sebagai peristiwa bukan pidana dan tidak dikenakan sanksi negatif dibidang pidana, kemudian diberikan kualifikasi pidananya dan sanksi negatifnya. Bahkan kejahatan itu hadir (timbul) berkat adanya ketegangan yang dirasakan masyarakat (strain theory), selanjutnya berkat sesuatu yang dipelajari (learning theory) atau berkat lemahnya pengawasan oleh masyarakat (control theory). 122 Ibid. Hal 73 Ibid.Hal 62 123 193 Secara harfiah kriminalitas bukan merupakan peristiwa heriditer (biologis semata), juga bukan merupakan warisan biologis. Indikatornya terbentuk dari tindakan kejahatan secara holistik, bisa dilakukan oleh siapa saja, seperti anak-anak, orang dewasa, dan orang tua. Tindakan kejahatan tidak terbatas hanya satu golongan atau person tertentu, karena tanpa disadari atau tidak kita terkadang telah berbuat kriminalitas. Intinya tindakan kriminalitas dilakukan seseorang tidak dibatasi oleh umur. Tindakan kriminalitas dapat dilakukan secara sadar - sudah direncanakan - , atau dipikirkan untuk tujuan tertentu sacara sadar. Tindakan kejahatan dapat pula dilakukan dalam keadaan setengah sadar, misalnya karena di dorong oleh tekanantekanan, inspul-inspul, dan oleh obsesi-obsesi yang kuat. Kejahatan dapat pula dilakukan secara tidak sadar sama sekali, misalnya karena terpaksa untuk dapat mempertahankan hidup. Keadaan masyarakat yang heterogen dan kompleksitas dalam sistem sosialnya sering menawarkan dan menumbuhkan aspirasi-aspirasi material tinggi, dan sering disertai oleh ambisi-ambisi yang tidak sehat. Dambaan pemenuhan kebutuhan material yang melimpah, misalnya keinginan untuk memiliki harta kekayaan dan barang-barang mewah, tanpa memiliki kemampuan untuk memenuhinya maka akan mencapainya dengan jalan yang tidak wajar, mendorong individu untuk melakukan tindakan kriminal. Adanya ketidaksesuaian atau pertentangan (diskrepansi) antara ambisi dengan kemampuan pribadi, maka peristiwa demikian ini mendorong orang untuk melakukan tindak kejahatan. Atau jika terjadi diskrepansi antara aspirasiaspirasi dengan kemampauan personal, maka akan terjadi malajusment ekonomis 194 (ketidakmampuan menyesuaiakan diri secara ekonomis) yang mendorong orang untuk melakukan tindakan kriminalitas.124 Di sisi lain faktor akselerator adalah kejadian di luar parameter model, kejadian umpan balik yang dengan cepat meningkatkan level signifikan situasi umum yang paling mengandung kekerasan. Akselerator juga bisa mempengaruhi kegagalan sistem atau perubahan-perubahan mendasar dalam kausalitas politik, dan seringkali dipahami sebagai katalisator dalam proses eskalasi konflik. Selain itu akselerator dipahami sebagai kejadian yang tidak berhubungan langsung dengan indikator penyebab konflik, akan tetapi bisa meningkatkan secara cepat proses eskalasi dan deeskalai konflik. Sedangkan faktor Trigger adalah kejadian tiba-tiba yang memicu pecahnya konflik, misalnya pembunuhan tokoh atau pemimpin kelompok tertentu, dan perusakan simbol-simbol indetitas. Namun faktor trigger ini bersifat jangka pendek, sporadis, dan merupakan data ordinasi yang nilainya dipengaruhi peluang sekuritisasi terhadap peristiwa. Ruang lingkup pembahasan dalam hal ini difokuskan kepada kebijakan hukum pidana (penal-policy) dalam hal kaitannya dengan ketentuan - ketentuan pelanggaran tindak pidana pemilihan umum yang berada di dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif sebagai formulasinya dengan tahapan kebijakan hukum pidana yang bersifat yudikatif yaitu tahapan pemberian pidana oleh badan yang berwenang (pengadilan). Sistematika ketentuan pidana dalam UU No 10 Tahun 124 Aryos Nivada, Analitis Kriminalitas Menjelang Pemilu, dalam www.achehpress.com diakses tanggal 23 Juni 2009. 195 2008 dimuat dalam bab XXI terdiri dari 51 Pasal yang bisa diketahui dari Pasal, perbuatan dan sanksi pidana dalam tabel berikut : Tabel 1 Perumusan Tindak Pidana Pemilihan Umum dalam UU No 10 Tahun 2008 No Pasal 1 260 2 261 3 4 5 6 7 262 263 264 265 266 Perbuatan Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai Sanksi/Pidana Penjara Denda Min/Max Min/Max (Rp) 12 Bln - 24 Bln 12.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 3 Bln - 6 Bln 3.000.000 6.000.000 6 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 36 Bln - 72 Bln 36.000.000 72.000.0000 196 8 9 10 11 267 268 269 270 12 271 13 272 14 15 273 274 atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3) Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5) Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak 6 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 6 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 30.000.000 60.000.000 6 Bln - 24 Bln 25.000.000 50.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 197 16 17 275 276 18 277 19 278 20 279 ayat 1 21 279 ayat 2 22 280 23 281 24 282 25 283 26 27 284 285 menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) Pelaksana kampanye yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu Pelaksana kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) Setiap orang atau lembaga survei yang mengumumkan hasil survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 6 Bln - 24 Bln 1.000.000.000 5.000.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 6 Bln - 18 Bln 6.000.000 18.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 12 Bln - 24 Bln 120.000.000 240.000.000 24 Bln - 48 Bln 500.000.000 1.000.000.000 24 Bln - 48 Bln 500.000.000 1.000.000.00- 198 28 29 30 286 287 288 31 289 32 290 33 291 34 292 35 293 36 294 37 38 39 295 296 ayat 1 296 ayat 2 146 ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2) Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2), anggota KPU kabupaten/kota Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja 12 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 6 Bln - 18 Bln 6.000.000 18.000.000 6 Bln - 18 Bln 6.000.000 18.000.000 24 Bln - 60 Bln 24.000.000 60.000.000 6 Bln - 12 Bln 6.000.000 12.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000,- 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 3.000.000 - 199 40 297 41 298 42 299 ayat 1 43 299 ayat 2 44 300 45 301 46 47 48 49 50 302 303 304 305 306 tidak melaksanakan ketetapan KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3) Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5) Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6) Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Bln 12.000.000 12 Bln - 60 Bln 500.000.000 – 1.000.000.000 12 Bln - 60 Bln 500.000.000 – 1.000.000.000,- 6 Bln - 12 Bln 6.000.000 12.000.000 12 Bln - 24 Bln 6.000.000 12.000.000 60 Bln 120 Bln 500.000.000 1.000.000.000 12 Bln - 24 Bln 12.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 3,000,000 12,000,000 6 Bln - 18 Bln 6,000,000 18,000,000 6 Bln - 24 Bln 6,000,000 24,000,000 3 Bln - 12 Bln 3,000,000 12,000,000,- 24 Bln - 60 240,000,000 - 200 51 52 53 54 55 307 308 309 310 311 Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2), anggota KPU Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257 Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300, Bln 600,000,000 6 Bln - 18 Bln 6,000,000 18,000,000 6 Bln - 18 Bln 6,000,000 18,000,000 12 Bln - 24 Bln 12,000,000 24,000,000 3 Bln - 36 Bln 3,000,000 36,000,000 maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut. 2. Subjek Tindak Pidana Pemilu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 terdapat 24 ketentuan pidana ditujukan kepada setiap orang, 19 ketentuan secara langsung ditujukan ke penyelenggara, 2 ketentuan untuk pengawas, 11 ketentuan dilakukan pelaksana, peserta, dan petugas kampanye. Selebihnya dilakukan oleh aparat pemerintah (3), 201 perusahaan percetakan (2), lembaga survei (3), dan petugas pembantu pemilih (1)125 Sedangkan menurut Topo Santoso, subjek hukum pidana pemilu, itu macammacam, dari perorangan, partai politik, hingga perusahaan yang menjadi rekanan KPU.126 Menurut Abdul Fickar Hadjar subjek yang dapat dikenai tindak pidana Pemilu antara lain: setiap orang (umum), Pelaksana Kampanye (orang partai atau event organizer), Pejabat Negara (seperti Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Ketua/Wakil Ketua, Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim pada semua badan peradilan, Ketua / Anggota BPK, Gubernur/Deputi Gubernur BI, serta Pejabat Badan Usaha Milik negara ), PNS/TNI/POLRI, Lembaga-lembaga Survey baik perorangan maupun institusi, Perusahaan Percetakan, dan Badan Pengawas Pemilu.127 Lebih detil lagi menurut Marsudin Nainggolan, subjek hukum dari tindak pidana pemilu terdiri dari : – – – – – – – – – Setiap Orang Pejabat Yudikatif. Pejabat BPK. Pejabat Bank Indonesia. Pejabat BUMN / BUMD PNS TNI Polri Kepala Desa / Perangkat,BPD. 125 Veri Junaedi, Penegakkan Pidana Pemilu Rawan Dipecundangi,dalam www.reformasihukum.org, diakses tanggal 25 April 2009. 126 Topo Santoso, Banyak Salah Kaprah Penerapan Pidana Pemilu, dalam http://www.republika.co.id/berita/31876/Banyak_Salah_Kaprah_Penerapan_Pidana_Pemilu, diakses tanggal 25 April 2009. 127 Abdul Fickar Hadjar, Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu, www.fickar15.blog.friendster.com, diakses tanggal 25 April 2009. 202 – – – – – – – – – – WNI yang tidak memiliki hak pilih. Petugas PPS atau PPLN KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten / Kota. Pegawai KPU Setjen KPU, Sekretaris KPU Prop, Sekretaris KPU Kabupaten / Kota. Ketua KPPS / KPPSLN. Setiap Pelaksana, Peserta atau Petugas Kampanye. Pengawas Pemilu (Bawaslu , Panwaslu). Orang/ Lembaga Penghitungan Cepat. Setiap Perusahaan Percetakan Surat Suara. Setiap Majikan atau Atasan.128 Dari jumlah subjek hukum di atas bisa dikelompokkan lebih umum menjadi 2 (dua) kategori yaitu subjek hukum setiap orang atau naaturlijk person dan subjek hukum berupa Badan hukum atau korporasi. 2.1 Subjek Hukum Setiap Orang Subjek hukum setiap orang berarti mengacu pada setiap orang, tidak berbeda dengan “barang siapa”. Dalam hal ini subyek hukum sebagai pembawa hak dan kewajiban, atau siapa saja yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Termasuk subjek hukum setiap orang adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban yang diberikan jabatannya atau kedudukannya melakukan pelanggaran pidana pemilu, sehingga pejabat negara atau atasan dapat dikatakan sebagai subjek hukum naturlijk persoon. Sedangkan subjek hukum pejabat negara yang dimaksud di dalam tindak pidana pemilu adalah sebagai natuurlijk persoon bukan dilihat dari subjek hukum badan hukum Negara atau Pemerintahan. 128 DR. Marsudin Nainggolan, SH., MH, Pelanggaran Pidana Pemilu Dalam UU Pemilu No. 10 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008, di dalam www.pakpakbharatkab.go.id, diakses tanggal 27 April 2009. 203 Yang termasuk subjek hukum setiap orang di dalam tindak pidana pemilu adalah Pejabat Yudikatif, Pejabat BPK, Pejabat Bank Indonesia, Pejabat BUMN / BUMD, PNS, TNI, Polri, Kepala Desa / Perangkat, BPD, WNI yang tidak memiliki hak pilih, Petugas PPS atau PPLN, KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten / Kota, Pegawai KPU Setjen KPU, Sekretaris KPU Prop, Sekretaris KPU Kabupaten / Kota, Ketua KPPS / KPPSLN, Setiap Pelaksana, Peserta atau Petugas Kampanye, Pengawas Pemilu, dan Majikan atau atasan. Lebih detail lagi subjek hukum tindak pidana pemilu terdiri dari : a) Setiap Orang Pasal Pasal yang memuat Subjek Hukum Setiap Orang dalam UU No 10 Tahun 2008 adalah Pasal 260, 261, 262, 265, 266, 269, 270, 276, 278, 281, 282, 286, 287, 288, 289, 290, 291, 293, 295, 297, 298, 300, 307, dan 308 . Dalam undang-undang tersebut tidak diketemukan adanya Pasal dalam menyebutkan maksud dari subjek hukum setiap orang secara definitif.129 Jika diperbandingkan dengan UU lain seperti Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 1 ayat (3), yang dimaksud setiap orang adalah perorangan atau termasuk korporasi. Dalam Undang-undang No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dalam Pasal 1 ayat (11) definisi setiap orang termasuk juga orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi. 129 Topo santoso, Ketentuan Pidana Diarahkan ke Penyelenggara Pemilu, www.hukumonline.com, diakses tanggal 25 April 2009. 204 Perumusan Setiap orang di dalam UU Pemilu tidak disebutkan termasuk korporasi atau badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban. Dengan demikian setiap orang di dalam UU Pemilu hanya ditujukan kepada “persoon” atau “natuurlijk persoon”. b) Penyelenggara Pemilu Definisi penyelenggara Pemilu bisa kita temukan dalam Pasal 1 ayat 5 Undang-undang No.22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang berbunyi : “Penyelenggara Pemilihan Umum adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat.” Berdasarkan Pasal 1 ayat 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan ayat 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008, yang disebut dengan Penyelenggara Pemilu adalah: 1. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 2. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, adalah penyelenggara Pemilu di provinsi dan kabupaten/kota. 3. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan atau sebutan lain, yang selanjutnya disebut kecamatan. 4. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa atau sebutan lain/kelurahan, yang selanjutnya disebut desa/kelurahan. 5. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disebut PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri. 205 6. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disebut KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. 7. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disebut KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar negeri. c) Pengawas Penyelenggara Pemilu Berdasarkan Pasal 1 ayat 15, 16, 17, 18, dan ayat 19 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008, yang disebut dengan Pengawas Penyelenggara Pemilu adalah: 1. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi dan kabupaten/kota. 3. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu kabupaten/kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan. 4. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan. 5. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. d) Peserta Pemilu Perseorangan Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 23, disebutkan definisi peserta pemilu yang berbunyi : “Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD.” Perseorangan 206 Perseorangan sebagai peserta Pemilu menurut Pasal 1 ayat 25 UU No.10 Tahun 2008 adalah : “Perseorangan Peserta Pemilu adalah perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.” e) Pejabat Negara Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek hukum Pejabat Negara hanya termuat dalam satu Pasal yaitu Pasal 272 yang berbunyi : “Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dikenai pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).” Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian Pasal 1 ayat 4 berbunyi : “Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.” Selanjutnya masih dalam UU Pokok Kepegawaian tersebut dalam Pasal 11 disebutkan yang termasuk Pejabat Negara terdiri atas : a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyarawatan Rakyat; c. Ketua, Wakil ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat; 207 d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan; e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung; f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri; h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh. i. Gubernur dan Wakil Gubernur; j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang. Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut di atas sesuai dengan asas Lex specialis Derogat Legi Generalis dimana Undang-Undang Kepegawaian sebagai undang undang pokok, maka dapat diketahui bahwa tidak semua pejabat negara sebagai subjek hukum pidana pemilu dapat dikenai sanksi tindak pidana pemilu. Pejabat Negara yang dapat dikenai sanksi pidana pemilu adalah: a. b. c. d. e. f. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda hakim Agung; Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda hakim Konstitusi ; Hakim-hakim pada semua badan peradilan; Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur Bank Indonesia; Pejabat BUMN, BUMD. f) Pegawai Negeri dan Pemerintah Desa Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek hukum Pegawai Negeri dan Pemerintah Desa hanya termuat dalam satu Pasal yaitu Pasal 273 yang berbunyi : “Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5) dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan 208 paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).” Sebenarnya, di dalam KUHP tidak terdapat ketentuan tentang apa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri (ambtenaar), tetapi hanya terdapat ketentuan yang maksudnya memperluas130 apa yang dimaksud dengan pegawai negeri, yaitu Pasal 92 KUHP yang menentukan : 1. Termasuk ke dalam Pegawai Negeri adalah juga orang yang terpilih di dalam pemilihan umum yang diadakan berdasarkan peraturan umum, demikian juga semua orang anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintah atau badan perwakilan yang diadakan oleh atau atas nama pemerintah, selanjutnya juga semua anggota dari seluruh Dewan Pengairan dan semua pemimpin orang-orang pribumi serta pemimpin orang-orang Timur Asing yang secara sah melaksanakan kekuasaan dan yang tidak dipilih dai dalam suatu pemilihan. 2. Termasuk ke dalam pengertian Pegawai Negeri dan hakim adalah juga seorang wasit,…dewan-dewan agama. 3. Semua orang yang termasuk di dalam Angkatan Bersenjata dianggap sebagai pegawai negeri.131 Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian Pasal 1 ayat 1 berbunyi : “Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) UU Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri terdiri dari : 1. Pegawai Negeri Sipil; 130 Putusan Mahkamah Agung RI No.81 K/Kr/1962 tanggal 1 Desember 1962. P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia,cetakan III, Bandung, Sinar Baru, 1990, Hal. 82. 131 209 2. Anggota Tentara Nasional Indonesia 3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan Pemerintah Desa di dalam ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 202 ayat 1, 2, dan 3 yang berbunyi: (1) (2) (3) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut di atas maka Pegawai Negeri yang dapat dikenai sanksi pidana pemilu sudah disebutkan secara definitif di dalam UU No 10 Tahun 2008 adalah: a. b. c. d. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah; Anggota Tentara Nasional Indonesia Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; Sekretaris Desa. Sedangkan pemerintah desa yang dapat dikenai sanksi tindak pidana pemilu adalah : a. b. c. Kepala Desa; Perangkat Desa; Badan Permusyawaratan Desa. g) Majikan/Atasan Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek hukum Majikan/Atasan terdapat dalam Pasal 292 yang berbunyi : “Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling 210 sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).” 2.2 Subjek Hukum Badan Hukum atau Korporasi Badan Hukum adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subyek hukum badan hukum mempunyai syarat syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu : (teori kekayaan bertujuan) : 1.Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya. 2. Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya. a) Peserta Pemilu Partai Politik Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 23, disebutkan definisi peserta pemilu yang berbunyi : “Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD.” Partai Politik Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Definisi Partai Politik adalah : “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warganegara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Sedangkan Partai politik menurut Pasal 1 ayat (24) UU No 10 Tahun 2008 adalah : 211 “Partai Politik Peserta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.” Jadi, Partai Politik digolongkan dalam Organisasi, bukan persoon secara biologis, dan dapat dikenai sanksi pidana pemilu. b) Lembaga Survei atau Penyelenggara Penghitungan Cepat Terdapat tiga Pasal yang ketentuan subjek hukum pidana pemilu adalah Lembaga Survei atau Penyelenggara Penghitungan Cepat secara definitif yaitu Pasal 282, 307 dan Pasal 308 yaitu : Pasal 282 yang berbunyi : “Setiap orang atau lembaga survei yang mengumumkan hasil survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).” Pasal 307 yang berbunyi : “Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).” Pasal 308 yang berbunyi : “Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). “ Dalam perkembangannya, Pasal 282 dan Pasal 307 diputuskan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945 212 oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam Amar Putusannya Mahkamah Konstitusi memiliki dasar hukum di dalam UUD RI Tahun 1945 dan mengingat Pasal 56 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), serta Pasal 57 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);132 Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, menyatakan: “Bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum” Berkenaan dengan jurisdiksi Mahkamah Konstitusi tersebut di atas maka Mahkamah Konstitusi berhak dan berwenang untuk melakukan pengujian Pasal 245, Pasal 282, dan Pasal 307 UU Nomor 10 Tahun 2008 terhadap UUD 1945. Dengan demikian secara definitif subjek Hukum Lembaga Survei atau Penyelenggara Perhitungan cepat hanya terdapat di dalam Pasal 308 UU Nomor 10 Tahun 2008. 132 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 9/PUU‐VII/2009, Tentang Pokok Perkara Pengujian Undang‐undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Undang‐Undang Dasar 1945, 2009 Hal.66 ‐ 67 213 c) Perusahaan Pencetak Surat Suara Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek hukum Perusahaan Pencetak Surat Suara secara definitif terdapat di dalam 2 Pasal yaitu Pasal 284 dan Pasal 285. Pasal 284 yang berbunyi : “Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” Pasal 285 yang berbunyi : “Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” 3. Jenis Tindak Pidana Pemilu Dari tabel 1 (satu) di atas tentang Tindak Pidana Pemilu dalam UU No.10 Tahun 2008 dapat dikelompokkan jenis tindak pidana pemilu sebagai berikut : 3.1 Tindak Pidana Pemilu Yang Mengadopsi Delik Dalam KUHP Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008, delik-delik KUHP diadopsi ke dalam batang tubuh, dengan cara menuliskan dan menyebutkan unsur-unsur tindak pidana pemilunya. Dalam Pasal 286, 287, 288,289,dan Pasal 291 UU No.10 Tahun 2008 rumusannya diubah, sehingga tidak lagi mengacu kepada Pasal 148, 149, 214 150, 151, dan 152 KUHP, akan tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-masing Pasal KUHP seperti Merintangi Orang Menjalankan Haknya dalam Memilih dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dinyatakan dalam Pasal 148 KUHP, juga diadopsi dalam Pasal 287 UU No.10 Tahun 2008. Perubahan tersebut selain memudahkan pemahaman terhadap materi muatan yang dikandungnya juga memberikan penjelasan terhadap objek atau lingkup yang diaturnya. Ketentuan Pasal-Pasal KUHP yang diadopsi ke dalam Ketentuan UU No.10 Tahun 2008 terkait Ketentuan Tindak pidana pemilu bisa dilihat perbandingannya dalam tabel 2 (dua) berikut ini dengan mengkategorikan jenis-jenis tindak pidana pemilunya : Tabel 2 Perbandingan Perumusan Tindak Pidana Pemilu antara KUHP dengan UU Nomor 10 Tahun 2008 Ketentuan Pasal No 1 2 Tindak Pidana Pemilu Merintangi Orang menjalankan Haknya dalam Memilih Penyuapan dan menerima suap 3 Perbuatan Tipu Muslihat 4 Mengaku sebagai orang lain Menggagalkan Pemungutan Suara yang Telah Dilakukan atau Melakukan Tipu Muslihat yang menybabkan hasil 5 Ketentuan Sanksi KUHP UU No.10 Th.08 KUHP 148 287 Pidana penjara Max. 16 Bulan 149 286 150 288 151 289 152 291 pidana penjara Max. 9 Bulan atau pidana denda max.Rp 4500,pidana penjara Max. 9 bulan pidana penjara Max 16 Bulan pidana penjara Max 24 tahun. UU No 10 Th. 2008 Denda Penjara Min/Max Min/Max (Rp) 6 Bln – 24 Bln 6.000.000 24.000.000 12 Bln – 36 Bln 6.000.000 36.000.000 12 Bln – 36 Bln 12.000.000 36.000.000 6 Bln – 18 Bln 6.000.000 18.000.000 24 Bln – 60 Bln 24.000.000 60.000.000 215 6. pemungutan suara menjadi lain dari yang seharusnya Dalam hal pemidanaan karena kejahatan tersebut dalam Pasal 147 – 152 153 ayat 2 - Pencabutan Hak Hak yang tersebut didalam Pasal 35 ke-3 - Dilihat dari letak pasal pasal ketentuan pidana yang berada di KUHP yaitu di Buku II Bab IV maka tindak pidana pemilu dalam KUHP dianggap sebagai kejahatan. Hal ini bisa dilihat dari ancaman hukumannya 12 bulan ke atas. Kecuali dalam hal Tindak Pidana mengaku sebagai orang lain walau di kategorikan sebagai kejahatan namun ancaman hukumannya di bawah 12 tahun. Kalau dibandingkan dengan perumusan ancaman sanksi pidana pada UU pemilu maka ancaman sanksi pidana pemilu di dalam KUHP masih lebih ringan. Sebagai contoh ketentuan pidana “Menggagalkan Pemungutan Suara yang Telah Dilakukan atau Melakukan Tipu Muslihat yang menyebabkan hasil pemungutan suara menjadi lain dari yang seharusnya” di dalam Pasal 152 KUHP hanya diancam hukuman penjara maksimal 24 bulan, sedangkan di dalam Pasal 291 UU Pemilu diancam paling lama 60 bulan dan denda paling besar Rp 60.000.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas maupun kuantitas sanksi di dalam UU Pemilu lebih berat di banding KUHP. 3.2 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Tahapan Pemilu Menurut Topo Santoso, Pada tahapan – tahapan pemilu dimulai dari tahapan pendaftaran baik pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta, maupun pendaftaran DPR, DPRD, dan DPRD Provinsi, serta DPRD 216 Kabupaten/Kota. Kemudian tahapan kampanye pemilu, tahapan pemungutan suara, dan yang terakhir tahapan pasca pemungutan suara. Berdasarkan ketentuan UU No 10 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; pendaftaran Peserta Pemilu; penetapan Peserta Pemilu; penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; 6. masa kampanye; 7. masa tenang; 8. pemungutan dan penghitungan suara; 9. penetapan hasil Pemilu; dan 10. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Kalau dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan umum penyelenggara pemilu berdasarkan Pasal tersebut di atas, yaitu tahapan sebelum pemungutan suara, tahapan saat pemungutan suara, dan tahapan pasca pemungutan suara, maka tindak pidana pemilu berdasarkan 3 tahapan tersebut terdiri dari : 1) Tahapan sebelum Pemungutan suara : Tindak pidana yang berkaitan dengan tahapan sebelum pemungutan suara yaitu : pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; pendaftaran Peserta Pemilu; penetapan Peserta Pemilu; penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; f. masa kampanye; g. masa tenang; a. b. c. d. e. 217 Pasal-Pasal ketentuan tindak pidana yang terkait tahapan sebelum pemungutan suara bisa di lihat dalam tabel berikut : Tabel 3 Perumusan Tindak Pidana Berdasarkan tahapan sebelum pemungutan suara N o 1 Tahapan Sebelum Pemungutan suara pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih Psl Perbuatan 260 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan 261 262 263 264 Sanksi/Pidana Denda Penjara Min/Max Min/Max (Rp) 12.000.000 12 Bln - 24 Bln 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 3 Bln - 6 Bln 3.000.000 6.000.000 6 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 218 2 pendaftaran Peserta Pemilu 265 266 3 Penetapan Peserta Pemilu 267 268 4 penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan - pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3) - 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 36 Bln - 72 Bln 36.000.000 72.000.000 0 6 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 6 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 - - 219 5 6 pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD, kabupaten/kota masa kampanye - - - - 271 Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) 3 Bln - 12 Bln 30.000.000 60.000.000 6 Bln - 24 Bln 25.000.000 50.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 272 273 274 275 Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5) Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu 220 276 277 278 279 ayat 1 279 ayat dalam pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) Pelaksana kampanye yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu Pelaksana kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan 2 280 281 7 masa tenang 280 Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu 6 Bln - 24 Bln 1.000.000. 000 5.000.000. 000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 6 Bln - 18 Bln 6.000.000 18.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 Dilihat dari tahapan pemilu pada tahapan masa kampanye, lamanya masa kampanye berdasarkan Lampiran I, Peraturan KPU Nomor: 19 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kampanye 221 Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Perwakilan Rakyat Daerah, bahwa (Kampanye dalam bentuk pertemuan terbatas mulai (tgl 12 Juli 2008 sampai dengan tgl 5 April 2009), kampanye untuk calon anggota DPR, DPD dan DPRD (Kampanye dalam bentuk rapat umum tgl 16 Maret 2009 sampai dengan 5 April 2009). Sedangkan antara tanggal 6 April 2009 sampai dengan 8 April 2009 adalah masa tenang dimana tidak boleh ada kegiatan kampanye pemilihan umum. Jika dilihat dari definisi kampanye pemilu berdasarkan Pasal 1 ayat (26) UU No 10 Tahun 2008, kampanye pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Dan Pasal 1 ayat (26) tersebut dikaitkan dengan ketentuan pidana pada tahapan masa kampanye maka definisi tersebut masih sangat sempit. Akibatnya jika terjadi pada masa kampanye peserta pemilu melakukan kegiatan kampanye yang sudah sesuai prosedur tentang pelaksanaan kampanye pemilu baik ke KPU dan Kepolisian, namun dalam isinya tidak pernah menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu seperti contoh : “contreng nomor 60 !!!”. Maka, hal tersebut bukanlah dikatakan kampanye pemilu yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (26). Akibatnya Pasal Pasal tentang ketentuan tindak pidana pada tahapan masa kampanye tidak dapat diterapkan. Namun definisi kampanye pemilu diperluas di dalam 222 Lampiran Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Perwakilan Rakyat Daerah, di dalam Ketentuan Umum angka 7 yaitu . Kampanye pemilihan umum adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu termasuk mengajak memilih seseorang atau partai tertentu. 2) Tahapan Saat Pemungutan Suara : Tindak pidana yang berkaitan dengan tahapan saat pemungutan suara adalah : a. tahapan pemungutan; dan b. penghitungan suara. Pasal-Pasal ketentuan tindak pidana yang terkait tahapan saat pemungutan suara bisa di lihat dalam tabel berikut : Tabel 4 Perumusan Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan tahapan saat pemungutan suara No Tahapan Saat Pemungutan suara Pasal Perbuatan 1 tahapan pemungutan Suara 286 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah Sanksi/Pidana Penjara Denda Min/Max Min/Max (Rp) 12 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 223 287 288 289 290 291 292 294 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 6 Bln - 18 Bln 6.000.000 18.000.000 7 Bln - 18 Bln 6.000.000 18.000.000 24 Bln - 60 Bln 24.000.000 60.000.000 6 Bln - 12 Bln 6.000.000 12.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 224 295 2 penghitungan suara 288 memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2) Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 Dilihat dari tahapan tahapan pemilu, ketentuan tindak pidana pemilu yang terdapat dalam KUHP jika diperbandingkan dengan Pasal Pasal UU No 10 Tahun 2008 dalam tabel 2 dan tabel 4 nomor (1) adalah berada dalam tahapan pada saat pemungutan suara. Berdasarkan Peraturan KPU No.03 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan 225 Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2009, bahwa tahapan pelaksanaan pemilu dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.00 adalah tahapan pemungutan suara. Pukul 12.00 sampai selesai adalah tahapan penghitungan suara yang dilakukan KPPS. 3) Tahapan Pasca Pemungutan Suara : Tindak pidana yang berkaitan dengan tahapan pasca pemunguta suara adalah : a. penetapan hasil Pemilu; dan b. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pasal-Pasal ketentuan tindak pidana yang terkait tahapan pasca pemungutan suara bisa di lihat dalam tabel berikut : Tabel 5 Perumusan Tindak Pidana Berdasarkan tahapan sesudah pemungutan suara No Tahapan Pasca Pemungutan suara Psl Perbuatan 1 penetapan hasil Pemilu 288 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil 297 298 Sanksi/Pidana Denda Penjara Min/Max Min/Max (Rp) 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 12 Bln - 60 Bln 500.000.000 120.000.000 13 Bln - 60 Bln 500.000.000 - 226 299 ayat 1 299 ayat penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan 2 300 301 302 303 304 Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3) Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5) Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang 120.000.001 6 Bln - 12 Bln 6.000.000 12.000.000 12 Bln - 24 Bln 6.000.000 12.000.000 60 Bln 120 Bln 500.000.000 1.000.000.00 0 12 Bln - 24 Bln 12.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 3,000,000 12,000,000 6 Bln - 18 Bln 6,000,000 18,000,000 6 Bln - 24 Bln 6,000,000 24,000,000 227 305 306 2 pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota - tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6) Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2), anggota KPU - 3 Bln - 2 Bln 3,000,000 12,000,000 24 Bln - 60 Bln 240,000,000 600,000,000 - - Dilihat dari ketiga tabel 3, 4, dan tabel 5 tersebut di atas, ada beberapa tahapan pemilu yang tidak ada ketentuan pidana pemilu secara definitif berdasarkan tahapan pemilu. Tahapan-tahapan Pemilu yang tidak ada ketentuan pidana pemilu tersebut adalah : 1. Tahapan penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; 2. Tahapan pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD, kabupaten/kota; dan 3. Tahapan pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Kemudian jika dilihat lebih jauh tentang tindak pidana money politic berdasarkan tahapan di atas yang terdapat dalam Pasal 265 (tahapan pendaftaran pemilih untuk dukungan Pencalonan Anggota DPD) , Pasal 274 (tahapan masa kampanye), dan Pasal 286 (tahapan 228 pemungutan suara). Maka, di luar ketiga tahapan tersebut tidak ada ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana pemilu money politic. Tindak pidana Pasal 265 adalah tindak pidana money politic tahapan pendaftaran pemilih untuk dukungan calon anggota DPD walau subjek hukumnya adalah setiap orang, namun hanya dikhususkan untuk pemilihan dukungan caleg DPD sedangkan pendaftaran pemilih untuk caleg DPR, DPRD kabupaten maupun propinsi tidak diatur tentang money politic.Walau memang jika dilihat ketentuan persyaratan untuk menjadi caleg DPR, DPRD berbeda dengan DPD karena untuk jadi peserta caleg DPR,DPRD dalam Pasal 7 UU pemilu adalah partai politik. Sedangkan tindak pidana money politic dalam Pasal 274 subjek hukum yang hanya bisa dikenai adalah pelaksana kampanye, sedangkan pelaksana kampanye adalah orang yang terdaftar di dalam daftar pelaksana kampanye di KPU secara resmi. Di luar itu yang tidak terdaftar sebagai pelaksana kampanye resmi dari daftar KPU, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang money politic. Pasal 286 adalah tindak pidana money politic yang hanya bisa diterapkan pada masa pemungutan suara yaitu tanggal 9 April tahun 2009 dari jam 07.00 sampai dengan jam 12.00. Akibatnya di luar jam tersebut Pasal ini tidak bisa diterapkan. 229 3.3 Tindak Pidana Pemilu Yang Dilakukan Di Luar Teritorial Negara Republik Indonesia Menurut ketentuan UU No 10 Tahun 2008 Pasal 1 ayat (22) Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Dan Penduduk Warga Negara Indonesia ada yang berdomisili di dalam negeri maupun di luar negeri, hal ini di sebutkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (20) UU No 10 Tahun 2008. Sehingga dapat diartikan ada Pemilih Pemilu Tahun 2009 yang berdomisili di luar negeri. Ketentuan tindak pidana pemilu yang dapat terjadi di luar teritorial Negara Republik Indonesia sudah diatur di dalam UU Nomor 10 Tahun 2008. Hal ini bisa dilihat dalam tabel 6 : Tabel 6 Perumusan Tindak Pidana Pemilu Yang dilakukan di Luar Teritorial NKRI No Pasal 1 260 2 261 3 4 262 263 Perbuatan Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) Sanksi/Pidana Penjara Denda Min/Max Min/Max (Rp) 12 Bln - 24 Bln 12.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 3 Bln - 6 Bln 3.000.000 6.000.000 230 5 6 7 8 9 264 265 266 269 270 10 271 11 274 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73 Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 6 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 36 Bln - 72 Bln 36.000.000 72.000.0000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 30.000.000 60.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 231 12 276 13 277 14 278 15 280 16 17 18 19 281 286 287 288 20 289 21 290 22 291 23 292 24 293 Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) Pelaksana kampanye yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang 6 Bln - 24 Bln 1.000.000.000 5.000.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 12 Bln - 36 Bln 6.000.000 36.000.000 6 Bln - 24 Bln 6.000.000 24.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 6 Bln - 18 Bln 6.000.000 18.000.000 7 Bln - 18 Bln 6.000.000 18.000.001 24 Bln - 60 Bln 24.000.000 60.000.000 6 Bln - 12 Bln 6.000.000 12.000.000 12 Bln - 36 Bln 12.000.000 36.000.000 232 25 26 27 294 295 297 28 298 29 300 30 301 31 32 33 34 35 302 303 305 307 308 sudah disegel Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2) Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3) Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5) Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.000 3 Bln - 12 Bln 3.000.000 12.000.001 12 Bln - 60 Bln 500.000.000 120.000.000 13 Bln - 60 Bln 500.000.000 120.000.001 60 Bln 120 Bln 500.000.000 1.000.000.000 12 Bln - 24 Bln 12.000.000 24.000.000 3 Bln - 12 Bln 3,000,000 12,000,000 6 Bln - 18 Bln 6,000,000 18,000,000 3 Bln - 2 Bln 3,000,000 12,000,000 6 Bln - 18 Bln 6,000,000 18,000,000 6Bln - 18 Bln 6,000,000 18,000,000 233 36 37 310 311 hasil resmi Pemilu Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Psl 289, Psl 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300. 3 Bln - 36 Bln 3,000,000 36,000,000 maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut. Dilihat dari Pasal-Pasal tersebut di atas tidak ada satu pasalpun yang menyebutkan secara umum dan tegas apa yang disebut tindak pidana yang dapat diterapkan di luar teritorial NKRI. Namun terdapat 36 pasal yang secara tidak langsung terdapat ketentuan perumusan tindak pidana pemilu yang dapat diterapkan di luar teritorial NKRI. Ketentuan tindak pidana tersebut menurut subjek hukumnya yang dapat melakukan tindak pidana pemilu di luar Teritorial NKRI adalah : 1. Setiap Orang yang di luar teritorial NKRI; 2. Panitia Pemilihan LN; 3. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara LN; 4. Pengawas Pemilu LN; dan 5. Pelaksana, Petugas, Peserta Kampanye yang di luar Teritorial NKRI. Karena Tindak pidana pemilu tersebut dapat terjadi di luar teritorial NKRI sedangkan sistem hukum di luar negeri berbeda dengan sistem Hukum Indonesia maka bisa terjadi dalam Undang-undang No 10 Tahun 2008 disebut tindak pidana pemilu namun di luar negeri tidak ada 234 ketentuan yang menyebutkan hal tindak pidana pemilu tersebut. Tindak pidana pemilu yang bersifat transnasional atau lintas negara mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum suatu negara dengan negara lain yang memerlukan penanganan melalui hubungan baik berdasarkan hukum di masing-masing negara. Berdasarkan asas hukum pidana secara umum yaitu asas personalitas atau nasional aktif, maka pangkal diadakannya asas personalitas ialah kewarganegaraan pembuat delik. Asas tersebut terdapat di dalam Pasal 5 KUHP Indonesia yang mengandung sistem, bahwa Hukum Pidana Indonesia mengikuti warganegaranya ke luar Indonesia.133 Dengan demikian setiap warganegara Indonesia yang berada di luar negeri berlaku UU No 10 Tahun 2008 khususnya tentang ketentuan tindak pidana pemilu. Sedangkan asas nasional pasif atau asas perlindungan berlaku bagi seorang asing di luar negeri menipu seorang warga negara Indonesia, orang itu tidak akan di tuntut pidana bilamana ia kemudian berkunjung ke Indonesia. Pemerintah Indonesia menaruh kepercayaan kepada negara asing untuk menuntut dan memidana warganegaranya yang menipu warga negara Indonesia, sebagaimana kita di Indonesia akan melindungi hak individual orang asing yang ditipu dan sebagainya.134 133 H.A.Zainal Abidin Farid,Hukum Pidana I,Cetakan II,Jakarta,Sinar Grafika, 2007, Hal 155. Idem.,Hal 157 134 235 Berdasarakan asas nasional pasif dalam hukum pidana maka bagi pelaku tindak pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008 yang dilakukan orang asing yang bukan warganegara Indonesia di luar wilayah teritorial NKRI bisa diterapkan dengan melakukan kerja sama dengan negara asing yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang No 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana yang berbunyi : “Undang-Undang ini bertujuan memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam meminta dan/atau memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan pedoman dalam membuat perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan negara asing.” Maka, dalam hal kerjasama tindak pidana pemilu yang terjadi di luar wilayah teritorial NKRI, pemerintah membuat perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana yang sudah ada adalah Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dan sudah disahkan dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana), selanjutnya disebut UU No.15 Tahun 2008. Adapun negera negara asing yang ikut mengesahkan MLA tersebut adalah negara tertuang dalam Penjelasan Umum UU No.15 Tahun 2008 yakni : 236 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam135 Namun Tidak semua negara telah membuat perjanjian MLA dengan Indonesia, seperti Arab Saudi dan Jepang dan negara negara asing lainnya sehingga penerapan tindak pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008 di negara asing tidak semuanya bisa dilakukan. Menurut Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana, ada perbedaan kewajiban antara negara yang sudah membuat perjanjian MLA dengan yang belum. Kalau dengan negara yang belum memiliki perjanjian MLA dengan Indonesia, sifat perbantuan yang diberikan negara setempat hanya berdasarkan kesukarelaan. Berbeda jika perjanjian MLA itu telah dikukuhkan kedua belah pihak (negara), “Sudah menjadi kewajiban dari negara setempat untuk memperbolehkan Indonesia melakukan penyidikan itu.” 136 Dengan demikian berdasarkan UU No.1 Tahun 2006 dan UU No 15 Tahun 2008, semua tindak pidana termasuknya tindak pidana pemilu UU No.10 Tahun 2008 bisa diterapkan di luar wilayah teritorial NKRI baik secara wajib oleh negara negara yang telah efektif sepakat dengan MLA 135 Penjelasan UU No 15 Tahun 2008 Tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana) 136 Hikmahanto Juwana, Sulitnya menindak Pelaku Pelanggar Pidana Pemilu Di Luar Negeri, di dalam www.hukumonline.com, diakses tanggal 28 April 2009. 237 dan secara sukarela terhadap negara yang belum sepakat dengan perjanjian MLA. 3.4 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Asas-Asas Pemilihan Umum Seperti diketahui asas-asas penyelenggara pemilihan Umum bisa diketemukan dalam ketentuan UU No 22 Tahun 2007 Pasal 2 yang berbunyi : Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas: a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. kepastian hukum; e. tertib penyelenggara Pemilu; f. kepentingan umum; g. keterbukaan; h. proporsionalitas; i. profesionalitas; j. akuntabilitas; k. efisiensi; dan l. efektivitas. Sedangkan asas-asas pemilihan Umum Legislatif dalam UU No 10 Tahun 2008 Pasal 2 berbunyi : “Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.” Tindak pidana pemilu yang di atur dalam Bab XXI UU No 10 tahun 2008 tentang Ketentuan Pidana Pemilu merupakan satu kesatuan baik dengan asas penyelenggara pemilu yang tertuang dalam UU No 22 Tahun 2007 maupun asas-asas pemilu Legislatif di dalam UU No 10 Tahun 2008. Sehingga Ketentuan Pidana Pemilu tidak bisa bertentangan dengan asasasas tersebut. Karena di dalam konsiderans UU No 10 Tahun 2008 salah 238 satu dasar hukum rasio legis dibuatnya UU No 10 Tahun 2008 adalah UU No 22 tahun 2007. Dalam hal ini yang akan dibahas hanyalah mengenai asas-asas pemilihan umum legislatif yaitu asas Langsung, Umum, Bebas, rahasia, Jujur dan Adil. a. Asas Langsung Dalam penjelasan UU No 10 Tahun 2008 pengertian asas Langsung adalah Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Asas ini berusaha melindungi WNI dari tahapan pendaftaran untuk mendapatkan hak suara atau menjadi pemilih hingga pada tahapan saat pemungutan suara. Maksud dengan “pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya” berati setiap pemilih memiliki nilai satu suara dan setiap orang tidak diperbolehkan menghilangkan secara sengaja hak orang lain untuk memberikan suaranya, dengan kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi orang untuk menjadi 239 pemilih untuk mendapatkan hak memberikan suara. Tindakan tersebut merupakan tindakan pidana pemilu. Maksud dengan kehendak hati nuraninya berarti tanpa paksaan, ancaman kekerasan atau dengan kekerasan atau pengaruh dari orang lain. Apabila perbuatan tersebut dilakukan, hal tersebut dikatakan sebagai tindak pidana pemilu Pasal 260 yang berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”; Pasal 262 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”; Pasal 286 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).” Pasal 287 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang 240 yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).” Pasal 288 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).” Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Online137 kata perantara mengandung makna: 1. orang (negara dsb) yg menjadi penengah (dl perselisihan, perbantahan, dsb) atau penghubung (dl perundingan); 2. pialang; makelar; calo (dl jual beli dsb); Sistem Pemilu Indonesia menjamin setiap WNI memiliki wakil yang duduk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi rakyat disetiap tingkatan pemerintahan pusat hingga daerah secara langsung tanpa perantara. Berarti berdasarkan asas ini setiap orang WNI yang mempunyai hak pilih dilarang menggunakan perantara seperti makelar suara, calo suara, orang yang mengaku orang lain bukan dirinya dan sebagainya. 137 Kamus Besar Bahasa Indonesia, didalam http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 29 April 2009. 241 Hal ini dilindungi dalam ketentuan tindak pidana pemilu dalam Pasal 289 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).” Adapun bagi pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS dijamin oleh pemerintah untuk tetap memberikan suaranya tanpa perantara dan sesuai hati nurani. Hal ini diatur dalam Pasal 156 ayat (1) UU No 10 Tahun 2008 yang berbunyi : “Adapun bagi pemilih tunanetra, tunadaksa , dan yang mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.” Pasal tersebut di atas disebutkan adanya pembantu pemilih, pembantu pemilih diperbolehkan oleh undang-undang selama atas permintaan pemilih Pembantu pemilih bukanlah disebut sebagai perantara jika selama berfungsi hanya sebagai pembantu tidak dalam posisi sebegai pemegang hak memilih. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pembantu hanya berfungsi sebagai memberi sokongan (tenaga dsb) supaya kuat (kukuh, berhasil baik, dsb); menolong: kita wajib - orang yg lemah;. Sehingga pembantu pemilih berfungsi sebagai membantu memberikan sokongan tenaga supaya pemilih kuat berhasil baik menggunakan hak pilihnya secara maksimal. 242 b. Asas Umum Penjelasan UU NO.10 Tahun 2008 yang dimaksud dengan asas umum adalah berarti menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan pekerjaan dan status sosial. Berdasarkan pengertian pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Maka pengertian tersebut tidak bertentangan dengan asas umum, karena yang didiskrimanisikan adalah berdasarkan umur. Bagi warga negara Indonesia yang belum berumur genap 17 Tahun belum dijamin kesempatannya dalam menjadi pemilih dalam pemilu kecuali sudah/pernah kawin. Sesuai ketentuan Bab VI tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam UU No 10 tahun 2008, pemilih baru bisa menggunakan hak pilihnya jika sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap. Daftar Pemilih Tetap merujuk kepada Daftar Pemilih Sementara yang di umumkan ke masyarakat yang diambil dari data penduduk baik dari data nama, umur, jenis kelamin, status keluarga, pekerjaan, yang diberikan pemerintah pusat maupun daerah. Sehingga Daftar Pemilih Tetap adalah seluruh data Penduduk Warga Negara Indonesia baik berdomisili di Dalam Negeri maupun Luar Negeri yang sudah berumur genap 17 Tahun ke atas atau sudah/pernah menikah. Dengan demikian 243 data penduduk yang masih berumur di bawah 17 tahun tidak terdaftar dalam DPT dan di luar daftar pemilih tetap tidak bisa melaksanakan hak pilihnya. Perihal demikian tentu berpotensi menimbulkan beberapa kemungkinan permasalahan seperti : 1. Ada warga negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 tahun atau sudah/pernah menikah tidak terdaftar di dalam DPT. 2. Ada warga negara Indonesia yang belum mempunyai hak pilih atau belum memiliki kriteria sebagai pemilih terdaftar dalam DPT. 3. Adanya data pemilih fiktif yang sebenarnya tidak ada warga negara Indonesia tersebut namun terdaftar dalam DPT. Hal ini tentu jika terjadi akan sangat merugikan semua pihak, dan akan mencederai kualitas demokrasi yang menginginkan hasil yang murni. Dengan demikian rawan dan pentingnya DPT karena menentukan jumlah total pemilih yang bisa menggunakan hak pilihnya sesuai dengan asas umum maka hal ini perlu diadakan ketentuan pidana pemilu yang mengaturnya. Hal ini terdapat di dalam Pasal : Sengaja menyebabkan Orang Lain Kehilangan Hak Pilih. Pasal 260 “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).” Memberi Keterangan Tidak Benar. Pasal 261 “Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) 244 bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).” Dengan Kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi orang terdaftar sebagai pemilih. Pasal 262 “Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).” Penyelenggara Pemilu sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara. Pasal 263 “Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).” Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara Pengawas Pemilihan tentang data pemilih yang merugikan warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih. Pasal 264 “Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).” 245 c. Asas Bebas Dalam penjelasan UU NO 10 Tahun 2008 yang dimaksud dengan asas bebas adalah berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Menurut Sukarna pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan secara bebas. Syarat agar pemilu berlangsung secara bebas ada sepuluh, yakni: 1. Aman. Dalam suatu negara yang tidak aman tidak akan dapat dilakukan pemilihan umum. 2. Tertib. Suatu pemilihan umum yang tidak berjalan tertib tidak akan menjamin suatu hasil yang baik. 3. Adil. Suatu pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi harus tetap menjunjung tinggi keadilan yaitu tidak adanya penindasan dan paksaan. 4. Kemerdekaan perorangan. Pemilihan umum yang bebas hanya akan dapat dilakukan apabila setiap orang sebagai warga negara dilindungi atau dijamin kemerdekaannya oleh undang-undang. 5. Kesejahteraan Masyarakat. Suatu masyarakat yang sejahtera yaitu bebas dari kemiskinan dan ketakutan akan dapat melakukan pilihannya secara bebas tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mengganggu kemerdekaannya untuk memilih. 6. Pendidikan. Dalam masyarakat yang warga negaranya sebagaian besar buta huruf akan sukar untuk dijalankan pemilihan umum secara bebas karena komunikasi dua arah tidak bisa dijalankan secara sempurna. 7. Terdapat partai politik dari satu. Pemilihan umum yang bebas hanya dapat terselenggara apabila dalam negara itu terdapat lebih dari satu partai politik, sehingga rakyat dapat memilih mana yang lebih cocok dengan pendiriannya masing-masing. 8. Terdapat media pers yang bebas. Pers yang bebas merupakan syarat untuk alat komunikasi antara pemimpin politik dengan rakyat sehingga pemimpin politik dapat mengemukakan tujuan dari partainya tadi, maka rakyat akan dapat menilai mana yang paling baik untuk menentukan pilihannya. 246 9. Terdapat open management. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat terselenggara apabila negara itu menjalankan open management yaitu adanya free social support atau dukungan yang bebas dari masyarakat terhadap pemerintahan dan adanya free social control atau pengawasan yang bebas dari masyarakat terhadap aparatur pemerintahan dan adanya free social responsibility atau pertanggungjawaban yang bebas dari kebohongan oleh pihak pemerintah. 10. Terdapat Rule of law. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat dilakukan dalam negara yang menjalankan rule of law yaitu baik pemerinta maupun rakyat sama-sama taat menjalankan undang-undang.138 Terkait dengan tindak pidana pemilu, Asas bebas tercermin kepada ketentuan Pasal : Pasal 265 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).” Pasal 274 yang berbunyi : “Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).” Pasal 278 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan pidana 138 Sukarna,Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981, hal 83 247 penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).” Pasal 286 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).” Pasal 287 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).” Pasal 292 yang berbunyi : “Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).” Pasal 295 yang berbunyi : “Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).” 248 d. Asas Rahasia Rahasia, berarti di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihanya tidak akan diketahui oleh pihak manapun. Hal ini tercermin di dalam ketentuan Pasal 285 dalam hal kewajiban perusahan pencetak surat suara untuk menjaga surat suara. Pasal 285 berbunyi : “Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” e. Asas Jujur dan Adil Jujur dan adil berarti pemilih memberikan suaranya pada surat suara bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. Menurut Aristoteles, Keadilan itu terdiri dari keadilan distributif dan keadilan kumutatif. Keadilan Distributif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah sesuai jasanya. Sedangkan keadilan kumutatif yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap 249 orang jatah yang sama banyaknya, tanpa mengingat jasa masingmasing. Hal asas adil dalam pemilu yang dimaksud adalah keadilan kumutatif, di mana setiap orang memiliki satu suara tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama. Asas ini tercermin dan dilindungi oleh ketentuan pidana pemilu Pasal 289 dan Pasal 290 : Pasal 289 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).” Pasal 290 yang berbunyi : “Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).” Jika ditinjau lebih jauh dari segi pelakunya, tindak pidana pemilu dalam UU No. 10 Tahun 2008 dapat dibagi menjadi dua jenis tindak pidana (delik), yaitu delik komun (tindak pidana yang bisa dilakukan setiap orang/siapa saja) dan delik Propia (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai jabatan tertentu, jadi tidak setiap orang). Dalam undang-undang ini sebanyak 24 Pasal yang disebut dengan delik komun yang bisa dilakukan oleh siapa saja, ini tercermin dari kata “setiap orang”. Adapun seperti Pasal 292 tergolong delik 250 propia karena pelaku tindak pidananya hanya mereka yang tergolong “majikan/atasan”. Jadi, tidak setiap orang dapat melakukan tindak pidana di dalam Pasal 292 itu. 4. Beberapa Perbandingan Ketentuan Khusus Hukum Pidana Pemilu yang Menyimpang atau Berbeda Dari Ketentuan Hukum Pidana Umum Hukum Pidana Pemilu sebagai hukum pidana khusus mempunyai watak tersendiri, yang menyimpang dari hukum pidana umum. a. Perluasan Subjek Hukum Pidana (Pemidanaan Badan Hukum) Bahwa kalau hukum pidana umum hanya mengenal orang perseorang sebagai subyek hukum, hukum pidana pemilu telah memperluas tidak hanya orang perseorang yang dapat dituntut karena melakukan tindak pidana pemilu, akan tetapi badan hukum pun dapat dituntut karena melakukan tindak pidana pemilu. Menurut Fully Handayani R yang dapat dikategorisasikan sebagai subjek hukum adalah Manusia (Natuurlijk Persoon) dan Badan Hukum (Recth Persoon). Sedangkan Badan Hukum adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subyek hukum badan hukum mempunyai syarat syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu : (teori kekayaan bertujuan) : 1.Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya. 2. Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya. Badan hukum terbagi menjadi dua macam yaitu badan hukum privat (seperti PT, Koperasi, 251 Yayasan), dan badan hukum publik (seperti Negara dan Instansi Pemerintah).139 Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 284 dan Pasal 285 UU No 10 tahun 2008 : Pasal 284 yang berbunyi : “Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” Pasal 285 yang berbunyi : “Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” Ada dua cara untuk memidana korporasi, yaitu : 1. Korporasi dapat dikenakan pidana atas dasar asas strict liability atas kejahatan yang dilakukan oleh pegawainya; 2. Korporasi dapat dikenakan pidana atas dasar teori identifikasi. Teori Identifikasi sebagaimana disebutkan di atas adalah salah satu teori yang menjustifikasi pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana. Teori ini menyebutkan bahwa tindakan dan kehendak dari direktur adalah juga merupakan tindakan dan kehendak dari korporasi (the acts and state of mind of the persooan are the acts and state of mind of the corporation).140 139 Fully Handayani,Pengantar Ilmu Hukum,di dalam http://repository.ui.ac.id , diakses pada tanggal 05 Juni 2009. 140 Setya Wahyudi, Pembaharuan Hukum Pidana,Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2006, Hal 40. 252 Namun badan hukum yang dimaksud dalam kedua Pasal tersebut di atas adalah badan hukum atau perusahaan yang berkaitan dengan pencetak surat suara pemilu yang subjek hukumnya bersifat hanya khusus untuk perusahaan pencetak surat suara pemilu yang ditunjuk. Akibatnya tidak semua perusahaan bisa dikenai sanksi tindak pidana pemilu. b. Perbedaan Delik Pemilu Berupa Pelanggaran. Tindak pidana pemilu dalam hal ini melakukan hal pembaharuan tindak pidana terkait dengan masalah kualifikasi dan klasifikasi tindak pidana. Menurut KUHP (WvS) tindak pidana dibagi dalam dua bentuk yaitu Pelanggaran (tindak pidana yang ancaman hukumannya kurang dari 12 bulan ) dan kejahatan (ancaman hukumannya 12 bulan ke atas). Sedangkan dalam tindak pidana pemilu tidak membedakan Kejahatan dan Pelanggaran, namun lebih menggunakan istilah pelanggaran tindak pidana pemilu. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 252 UU No 10 Tahun 2008 yang berbunyi : “Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.” c. Stelsel Pemidanaan Pemilu Berbentuk Kumulatif Dalam KUHP maupun dalam UU lain ada beberapa rumusan bentuk sanksi : 1. Stelsel Alternatif Ciri khas suatu UU mengatur stelsel pemidanaan yang alternatif yaitu norma dalam UU ditandai dengan kata “atau”. Misalnya ada norma dalam UU yang berbunyi “… diancam dengan pidana penjara atau 253 pidana denda …”. Contoh UU yang menganut stelsel ini yaitu KUHP, UU Merek. 2. Stelsel Kumulatif Stelsel kumulatif ini ditandai dengan cirri khas adanya kata “dan”. UU Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu contoh UU yang menganut stelsel ini. Dengan adanya kata “dan”, maka hakim harus menjatuhkan pidana dua-duanya. 3. Stelsel Alternatif Kumulatif Berbeda halnya dengan dua stelsel di atas, berdasarkan stelsel alternatif kumulatif ini, ditandai dengan ciri “dan/atau”. Suatu UU yang menganut stelsel ini, memberikan kebebasan hakim untuk menjatuhkan pidana apakah alternatif (memilih) ataukah kumulatif (menggabungkan). UU yang menganut stelsel ini antara lain UU Merek.141 Dalam KUHP Bentuk sanksi Pidana pemilu terdiri dari : • • • • pidana tunggal = penjara pidana alternative= penjara atau denda pidana kumulatif= penjara dan denda pidana alternative kumulatif= penjara dan atau denda Kalau dilihat lebih khusus lagi ketentuan pidana Umum yang berkaitan dengan Pasal Pasal pidana pemilu dalam KUHP yaitu Pasal 148, 149, 150, 151 dan Pasal 152, bentuk sanksi pidana pemillu hanya terdiri dari : • • pidana tunggal yaitu Pasal : 148, 150, 151, dan Pasal 152; pidana alternatif yaitu Pasal : 149. Namun di dalam ketentuan hukum pidana khusus pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 dipersempit hanya menggunakan bentuk Sanksi pidana Pemilu Stelsel Kumulatif dengan rentang perbedaan sanksi minimal dan 141 Didik Endro Purwoleksono, Pengaturan Sanksi Pidana dalam Ketentuan UU (Bagian III), di dalam http://gagasanhukum.wordpress.com, diakses pada tanggal 6 Mei 2009. 254 maksimal yang cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dengan ciri ciri menggunakan kata-kata “dan” dalam sanksi pemidanaannya. d. Jenis Jenis Sanksi Hukum Pidana Pemilu Jenis- jenis sanksi hukum tindak pidana yang diatur dalam KUHP, terdiri dari : 1). Pidana Pokok; 2). Pidana Tambahan. Hal ini bisa diuraikan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : “Pidana terdiri atas: a. Pidana Pokok: 1. Pidana Mati 2. Pidana penjara 3. Kurungan 4. Denda b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim.” Dilihat dari ketentuan Pasal KUHP yang mengatur tentang pidana pemilu hanya terdiri dari pidana pokok penjara dan denda dan pidana tambahan hanya berupa pencabutan hak-hak tertentu. Sedangkan dalam Ketentuan pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008 kalau berdasarkan pembagian di atas, hanya terdiri dari Pidana Pokok berupa pidana penjara dan pidana denda. Pidana tersebut tidak dimuat atau dibatasi dalam satu Pasal seperti di dalam Pasal 10 KUHP, namun tersebar di setiap ketentuan pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008. Jenis sanksi selama ini dalam produk kebijakan legislasi masih dijadikan “sanksi utama”. Dilihat dari sudut kebijakan kriminal, wajah 255 perundang-undangan seperti ini banyak mengandung kelemahan karena pendekatan sanksi yang dipakai dalam upaya menanggulangi suatu kejahatan bersifat terbatas dan terarah pada pidananya si pelaku saja. Dengan kata lain, jenis sanksi pidana bila dilihat dari aspek tujuannya lebih mengarah pada “pencegahan agar orang tidak melakukan kejahatan”, bukan bertujuan “ mencegah agar kejahatan tidak terjadi”. Jadi lebih bersifat individual.142 e. Jumlah atau Lamanya Ancaman Pidana Pemilu Dalam hal ini yang dibahas hanyalah Pidana penjara dan pidana denda dalam KUHP maupun UU No 10 Tahun 2008. Secara garis besar lamanya ancaman pidana terdiri dari : a. Ancaman Pidana Paling Lama Ciri suatu UU mengatur sanksi pidana dengan ancaman pidana paling lama, hal ini nampak dari normanya yang berbunyi “Setiap orang yang … diancam dengan pidana penjara paling lama …”. Berdasarkan ketentuan UU yang mengatur dengan ancaman pidana paling lama ini, maka salah satu kelemahannya yakni memberikan peluang bagi hakim untuk menjatuhkan pidana yang berbeda kepada pelaku yang melakukan tindak pidana yang sama. Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) KUHP, lamanya pidana penjara di Indonesia dikenal : 1) 2) Algemeene Straf Minima Artinya, secara umum pidana penjara paling singkat 1 hari. Algemeene Straf Maxima Artinya, secara umum pidana penjara paling lama 15 tahun. 142 Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, Cetakan I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 170. 256 b. Ancaman Pidana Paling Singkat Patut dicatat di sini, bahwa hakim terikat dengan ketentuan tersebut yaitu hakim harus menjatuhkan pidana paling singkat sebagaimana diatur oleh UU tersebut. Dengan perkataan lain, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana penjara kurang dari yang sudah ditetapkan oleh UU tersebut, yang diperbolehkan adalah menjatuhkan pidana penjara lebih lama dari pidana paling singkat yang diancamkan. c. Ancaman Paling Singkat dan Paling Lama UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, dalam Pasal-Pasalnya mengancam dengan ancaman pidana penjara paling singkat … tahun dan paling lama … tahun. Sepertinya huruf c di atas, maka dengan adanya ketentuan ini, rentang lamanya pidana sudah ditentukan yaitu diantara paling singkat dan paling lama. Dilihat dari pembagian tersebut UU Nomor 10 Tahun 2008 masih menganut sistem absolut (indefinite/ sistem maksimum dan minimum). Sistem absolut adalah sistem penetapan jumlah ancaman pidana untuk setiap tindak pidana ditetapkan bobot/kualitasnya sendiri-sendiri, yaitu dengan menetapkan ancaman pidana maksimum (dapat juga ancaman minimum) untuk tiap-tiap tindak pidana.143 Tidak ada pola baku dalam pembagian lamanya ancaman pidana pemilu, namun secara sederhana bisa kita lihat dari ketentuan ketentuan Pasal tindak pidana pemilu yang menerapkan lamanya ancaman pidana. 143 Setya Wahyudi,Op.cit.,Hal 61. 257 Dalam hal ini dikategorisasikan berdasarkan minimal ancaman pidana. Hal ini bisa dilihat dalam Tabel 7 tentang penerapan lamanya ancaman pidana : Tabel 7 Penerapan lamanya ancaman pidana No 1 Ancaman Tindak Pidana Penjara Minimal 3 bulan 3 – 6 Bulan 3 – 6 juta sampai dengan 3 – 12 bulan 3 - 12 juta maksimal 36 bulan 2 Denda Dalam Rupiah 30 – 60 juta 3 - 36 bulan 3 – 36 juta Minimal 6 Bulan 6 - 12 bulan 6 – 12 juta sampai dengan 6 – 18 bulan 6 – 18 juta maksimal 36 bulan 6 - 24 bulan 6 – 24 juta 25 – 30 juta 1 – 5 miliar 3 Minimal 12 Bulan 6 – 36 bulan 6 – 36 juta 12 - 24 bulan 12 - 24 juta sampai dengan 60 bulan 120 - 240 juta 12 - 36 bulan 6 – 36 juta 12 - 36 juta 4 12 – 60 bulan 500 – 1 miliar Minimal 24 Bulan 24 – 48 Bulan 500jt – 1 miliar sampai dengan 60 24 – 60 Bulan 24 – 60 juta 36 – 72 Bulan 36 – 72 juta bulan 5 Minimal 36 Bulan 258 sampai dengan 72 bulan 6 Minimal 60 Bulan 60 – 120 Bulan 500 jt – 1 miliar sampai dengan 120 bulan. Berdasarkan tabel 7 tersebut di atas dapat diketahui bahwa penerapan pidana penjara yang paling ringan minimal 3 bulan, sedangkan pidana penjara yang paling berat adalah maksimal 120 bulan. Sedangkan Sanksi pidana denda paling ringan adalah sebesar Rp 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah), dan pidana denda yang paling besar adalah sebesar Rp Rp 1.000.000.000,- (Satu Miliar rupiah). Kemudian masih berdasarkan tabel 7 tersebut di atas dapat diketahui bahwa penerapan pidana minimal maksimal dan denda minimal dan maksimal mempunyai jarak interval yang sangat jauh sehingga dapat menimbulkan disparitas penerapan sanksi pidana. Sehubungan dengan masalah kebijakan legislatif, maka sanksi pidana denda juga menjadi fokus pembahasan. Sanksi pidana denda menjadi sanksi kumulatif bersama pidana penjara. Sering diungkapkan bahwa berdasar hasil-hasil penelitian, pidana denda merupakan jenis sanksi pidana yang 259 lebih efektif dan lebih penting sebagai alternatif daripada pidana pencabutan kemerdekaan.144 Dalam sistem KUHP yang sekarang berlaku, pidana denda dipandangi sebagai jenis pidana pokok yang paling ringan. Hal ini dikarenakan dari kedudukan urut-urutan pidana pokok di dalam Pasal 10 KUHP, pada umumnya pidana denda dirumuskan sebagai pidana alternatif daripada pidana penjara atau kurungan, dan jumlah ancaman pidana denda di dalam KUHP pada umunya relatif ringan.145 Namun dengan demikian, maka pidana denda menjadi jarang diterapkan oleh hakim berdasarkan KUHP. Untuk mengefektifkan pidana denda, UU No 10 Tahun 2008 telah mengalami peningkatan jumlah ancaman pidana denda bahkan dikumulatifkan dengan pidana penjara. Namun demikian kebijakan tentang ancaman pidana tersebut di dalam UU No 10 Tahun 2008 tidak dibarengi dengan kebijakan lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan ancaman pidana denda. Permasalahan yang timbul adalah apabila ancaman pidana tidak dibayar, lalu diganti dengan ancaman pidana alternatif lainnya namun di dalam sistem UU No 10 Tahun 2008 tidak diatur adanya pidana alternatif, atau batas waktu pidana denda dibayar. Jika dibandingan dengan Pasal 30 KUHP maka dapat dilihat bahwa pidana denda dapat diganti dengan pidana kurungan. Hal itu dapat dilaksanakan apabila ancaman pidana dalam sistem 144 Muladi & Barda Nawawi, Teori‐teori dan Kebijakan Pidana,Alumni, Bandung, 1984, Hal 175. Ibid. Hal 178 145 260 KUHP hanya bersifat alternatif. Sedangkan di dalam UU No 10 Tahun 2008 ancaman pidana denda bersifat kumulatif dan tidak ada sama sekali yang bersifat alternatif. Dengan demikian betapapun tingginya ancaman pidana denda dijatuhkan, apabila terpidana tidak mau membayar hal ini terjadi kekosongan hukum di dalam kebijakan hukum pidana pemilu di dalam UU No 10 Tahun 2008. 5. Tinjauan Tentang Peringanan dan Pemberatan dalam Tindak Pidana Pemilu Ketentuan pidana pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 tidak terdapat Pasal Pasal peringanan. Hal ini tidak diketemukan kata-kata “dikurangi…” dalam Pasal-Pasal pidana tersebut. Sedangkan untuk pemberatan hanya terdapat dalam satu Pasal yaitu Pasal 311 UU Nomor 10 Tahun 2008 yang berbunyi : “Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300, maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut.” Tentang hal–hal yang dapat memberatkan pidana dalam ketentuan Pasal tersebut di atas hanya dibebankan kepada Penyelenggara Pemilu yang melanggar suatu pidana pemilu. Hal ini menunjukkan bahwa pemberatan pidana memang dikhususkan untuk penyelenggara pemilu dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum Baik Tingkat Pusat, Daerah baik di Dalam Negeri maupun Luar Negeri. 261 Sedangkan bentuk pemberatannya adalah ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut. 6. Tinjauan Tentang Percobaan, Pembantuan, dan Pemufakatan dalam Tindak Pidana Pemilu Dalam KUHP Tindak Pidana Percobaan diatur dalam Pasal 53, kemudian Tindak pidana Pembantuan diatur dalam Pasal 56, dan Tindak Pidana Pemufakatan diatur dalam Pasal 88. Dengan demikian hal tersebut ketentuan pidana pemilu yang terdapat di dalam Pasal 148,149, 150, 151 dan Pasal 152 KUHP dapat diperluas perbuatan pidana pemilu menyangkut percobaan, pembantuan dan pemufakatan. Tidak demikian halnya Tindak Pidana pemilu dalam UU No. 10 Tahun 2008 tidak secara tegas mengatur tentang Tindak Pidana Pemilu percobaan, Pembantuan, dan pemufakatan. Sehingga bagi setiap orang yang berusaha melakukan perbuatan percobaan, pemufakatan dan pembantuan dalam kaitannya dengan Tindak Pidana Pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 tidak dapat dikenai sanksi pidana pemilu. 7. Kajian Analisis Kasus Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu dalam Empat Putusan Badan Peradilan Kajian berikut ini merupakan analisis lebih dalam terhadap empat kasus penerapan sanksi tindak pidana pemilu yang dilakukan pada pemilu legislatif tahun 2009. Keempat kasus tersebut merupakan kasus yang telah memasuki tahapan pengadilan dan sudah memperoleh putusan hakim. Yang menjadi fokus 262 analisis terhadap empat kasus tersebut adalah sejauh mana ketentuan-ketentuan tindak pidana pemilu dalam UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu telah dilaksanakan dan diterapkan sanksi sanksinya. Sejauh mana argumentasi hakim dalam memberikan putusan pada kasus kasus itu. Keempat kasus sebagai bahan hukum tersebut sengaja diambil dari beberapa daerah kabupaten yang terjangkau oleh peneliti yaitu Kabupaten Banyumas dalam hal ini PN Purwokerto terdiri dari satu kasus yaitu Putusan Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt, Kabupaten Banjarnegara terdiri dari satu kasus dalam hal ini Putusan PN Banjarnegara Putusan Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Bjn diteruskan hingga Putusan PT Semarang Nomor : 129/Pid/2009/P.T.Smg, dan Kabupaten Kebumen terdiri dari 2 kasus dalam hal ini putusan PN Kebumen Nomor: 01/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm dan Putusan Nomor : 02/Pid.S/Pid.Lu /2009/ PN.Kbm. Sedangkan ketentuan tindak pidana pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif yang akan dikaji lebih dalam terkait putusan pengadilan dalam keempat kasus tersebut adalah ketentuan Pasal 270 UU No.10 Tahun 2008 sebanyak 2 kasus, Pasal 269 UU No 10 Tahun 2008 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebanyak 1 kasus, dan Pasal 271 jo. Pasal 274 UU No 10 Tahun 2008 sebanyak 1 kasus. 7.1 Tindak Pidana Kampanye di Luar Jadwal Kampanye Peserta Pemilu Ketentuan Pasal yang dikaji adalah Pasal 269 UU No.10 Tahun 2008 di dalam Putusan Perkara Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt dan diteruskan ke Pengadilan Tinggi Semarang dengan Putusan Perkara Nomor : 142 263 /PID/2009/PT.SMG, dengan Terdakwa yang mengaku bernama TRI MULYONO. a) Putusan Tingkat Pertama Sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 269 UU No.10 Tahun 2008 jo. Pasal 55 ayat (1) maka unsur-unsur dari tindak pidana pemilu yang dituduhkan kepada terdakwa adalah : 1. Unsur Setiap Orang; Bahwa yang dimaksud setiap orang adalah pelaku yang melakukan tindak pidana dan cakap serta mampu bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban, sehingga dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Penggunaan terminologi hukum “barang siapa” atau “setiap orang” menunjukkan bahwa hukum pidana berlaku untuk semua perbuatan yang dilakukan siapa saja, dalam konteks hukum adalah subjek hukum (memiliki kedudukan yang sama). Hukum pidana tidak ditujukan kepada orang tertentu atau orang yang menjalankan profesi tertentu. Jika ditujukan kepada subjek hukum tertentu, norma hukum pidana menyebutkan secara khusus untuk subjek hukum tertentu, karena tindak pidana tersebut secara substantif hanya mungkin dilakukan oleh orang tertentu atau terkait dengan suatu profesi tertentu. Ketentuan tersebut sebagai pengecualian dari rumusan tindak pidana yang berlaku untuk umum. Perumusan tidak pidana tertentu tersebut hanya ditujukan untuk perbuatan orang dalam menjalankan 264 profesi tertentu, karena profesi tersebut terkait dengan pelanggaran hukum pidana.146 Hal tuntutan pidana kampanye di luar jadwal kampanye resmi, maka harus dilihat subjek hukum setiap orang yang dapat melakukan kampanye pemilu. Berdasarkan Pasal 77 ayat (1) kampanye pemilu dilaksanakan oleh pelaksana kampanye. Sedangkan lebih dalam lagi pelaksana kampanye berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (1) Pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, juru kampanye, orang-seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Bahwa dalam perkara ini jaksa penuntut umum telah menghadirkan seorang terdakwa yang mengaku bernama TRI MULYONO yang selama sidang majelis hakim mengamati dan berkesimpulan bahwa terdakwa dalah orang yang berakal sehat sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kemudian berdasarkan fakta hukum terdakwa TRI MULYONO merupakan sebagai calon Legislatif Daerah Kabupaten Banyumas yang ditunjuk oleh peserta pemilu Partai Gerindra. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka unsur setiap orang khususnya 146 Mudzakkir, Pendapat Hukum Tentang Hukum Pidana dan Pers, di dalam http://www.anggara.wordpress.com, diakses pada tanggal 07 Juni 2009. 265 pelaksana kampanye Pemilu calon legislatif yang ditunjuk oleh peserta pemilu dapat dibuktikan. 2. Unsur Sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82. Sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 82 UU No 10 tahun 2008 adalah : (1) (2) (3) Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf a sampai dengan huruf e dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah calon Peserta Pemilu ditetapkan sebagai Peserta Pemilu sampai dengan dimulainya masa tenang. Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf f dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang. Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara. Jaksa Penuntut Umum mendasarkan jadwal waktu kampanye yang diputusakan oleh KPU kabupaten/kota Banyumas. Berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten Banyumas tanggal 30 Desember 2008 No. 01/Pileg/2008 Tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tahun 2009, pada tanggal 16-22 Februari 2009 tedakwa dijadwalkan berkampanye di daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang, Rawalo, Kebasen, Patikraja dan Purwojati; Bahwa berdasarkan fakta terdakwa TRI MULYONO dan Sadar Subagyo pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2009 telah melakukan kampanye tertutup di Grumbul Karangtengah, Desa Jambu, Rt 1 Rw 9 266 Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas yang masuk dalam daerah pemilihan Banyumas 1 (satu). Kemudian pada tanggal 13 Maret 2009 keluarlah keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tentang Perubahan Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor : 01/PILEG/2009, yang menetapkan bahwa Memberikan kesempatan kepada partai politik peserta Pemilu 2009 untuk melaksanakan kampanye pertemuan terbatas/pertemuan tatap muka setiap hari di semua Daerah Pemilihan Kabupaten Banyumas. Terdakwa TRI MULYONO melakukan kampanye tertutup sesuai dengan jadwal yang ditetapkan Keputusan KPU Banyumas tanggal 30 Desember 2008 No. 01/Pileg/2008 Tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tahun 2009, dan tidak sesuai jadwal kampanye yang ditetapkan berdasarkan tempat berkampanye di daerah pemilihan Banyumas 2 (dua). Namun berdasarkan dengan keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 tanggal 13 Maret 2009 Tentang Perubahan Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor : 01/PILEG/2009. Jadwal kampanye yang dilakukan terdakwa TRI MULYONO adalah sesuai. Bahwa majelis hakim berpendapat berdasarkan Pasal 1 ayat (2) KUHP terhadap perbuatan terdakwa a quo harus diberlakukan peraturan yang 267 menguntungkan bagi terdakwa, yaitu harus diberlakukan keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009, dengan ukuran peraturan yang baru tersebut, perbuatan terdakwa melakukan kampanye tertutup/terbatas dibolehkan disetiap waktu dan setiap tempat, dengan demikian tidak ada pelanggaran jadwal dan tempat kempanye tertutup/terbatas yang dilakukan oleh terdakwa. Sesuai dengan uraian tersebut di atas unsur sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, tidak terpenuhi. Karena semua unsur dalam dakwaan tidak terbukti, Majelis Hakim Pada kasus ini berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana dan melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum atau ontslag van ale rechtvervolging. b) Putusan Pada Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Semarang Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding atas Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Perkara Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt. Permintaan banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dapat diterima karena diajukan masih dalam tenggang waktu dengan cara serta memenuhi syarat-syarat lain menurut undang-undang. 268 Setelah mempelajari dengan seksama berkas perkara yang dimintakan banding, Pengadilan Tinggi Semarang berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto telah didasarakan pada pertimbanganpertimbangan yang sudah tepat dan benar menurut hukum. Oleh karena itu pertimbangan Pengadilan Negeri Purwokerto oleh Pengadilan Tinggi Semarang dijadikan pertimbangan sendiri sehingga Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Perkara Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt dapat dikuatkan. Dengan demikian, Pengadilan Tinggi Semarang memutuskan untuk Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009 Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt, yang dimintakan banding. 7.2 Tindak Pidana Kampanye Dan Merusak Alat Peraga Kampanye Peserta Pemilu Dalam hal ini ketentuan Pasal yang dikaji adalah Pasal 270 UU No.10 Tahun 2008 terhadap dua putusan peradilan, yaitu di dalam Putusan Perkara Nomor 01/Pid.S./2009/PN.Bjn diteruskan hingga Putusan PT Semarang Nomor : 129/Pid/2009/P.T.Smg, dengan Terdakwa yang mengaku bernama GINANJAR SAPUTRA BIN SAPARI PUJI YUWONO. Kemudian dibandingkan dengan Putusan Perkara Nomor 01/Pid.S/Pid.Lu/2009/ PN.Kbm, dengan terdakwa yang mengaku bernama SITI ROKHAYAH BINTI SUBAWEH. 269 I. Kasus GINANJAR SAPUTRA BIN SAPARI PUJI YUWONO a) Putusan Tingkat Pertama Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 270 UU No.10 Tahun 2008 maka unsur-unsur dari tindak pidana pemilu yang dituduhkan kepada terdakwa adalah : 1. Setiap Orang Menurut Majelis hakim secara umum “setiap orang” dapat diartikan sebagai siapa saja yang merupakan subyek hukum sebagai penyandang hak dan kewajiban, baik orang laki-laki maupun orang perempuan, anakanak ataupun orang dewasa, yang perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan dihadapan hukum. Bahwa pengertian “setiap orang” di dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mempunyai pengertian yang khusus sehingga merupakan Le Specialis dari pengertian “setiap orang” dalam pengertian yang umum tersebut di atas. Bahwa Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 menentukan bahwa “setiap orang” yang dilarang melanggar larangan kampanye Pemilu termasuk yang tersebut di dalam huruf g adalah setiap orang yang merupakan : “Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye”. Berdasarkan uraian tersebut di atas dan berdasarkan saksi saksi dan fakta hukum yang ada, dengan Terdakwa yang mengaku bernama 270 GINANJAR SAPUTRA BIN SAPARI PUJI YUWONO tidak terbukti sebagai baik Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye. Maka Unsur setiap orang menurut Majelis hakim tidak terpenuhi. 2. Dengan Sengaja. Dengan tidak terpenuhinya unsur setiap orang dalam pengertian khusus tersebut, maka majelis hakim tidak menimbang unsur dengan sengaja yang di tuntut oleh Jaksa Penuntut umum. 3. Kemudian juga Majelis Hakim tidak menimbang unsur melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf I yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. Karena semua unsur dalam dakwaan tidak terbukti, Majelis Hakim Pada kasus ini berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Dengan demikian Majelis Hakim tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum dan membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan tersebut. b) Putusan Pada Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Semarang Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding atas Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Perkara Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjr. Permintaan banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dapat diterima oleh Majelis 271 Hakim, karena diajukan masih dalam tenggang waktu dengan cara serta memenuhi syarat-syarat lain menurut undang-undang. Setelah mempelajari dengan seksama berkas perkara yang dimintakan banding, Pengadilan Tinggi Semarang berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara telah didasarakan pada pertimbanganpertimbangan yang sudah tepat dan benar menurut hukum. Oleh karenanya dapat diambil alih sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam mengadili perkara ini dalam tingkat banding. Oleh karena itu pertimbangan Pengadilan Negeri Banjarnegara oleh Pengadilan Tinggi Semarang dijadikan pertimbangan sendiri sehingga Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara nomor 01/Pid.S/2009/ PN.Bjn dapat dikuatkan. Dengan demikian, Pengadilan Tinggi Semarang memutuskan untuk Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009 Nomor : 01/Pid.S/2009/PN.Bjn, yang dimintakan banding. II. Kasus SITI ROKHAYAH BINTI SUBAWEH Atas perbuatannya terdakwa yang mengaku bernama SITI ROKHAYAH BINTI SUBAWEH pada didakwa oleh jaksa penuntut umum Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 Jo. Pasal 84 huruf i UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang pelarangan membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan. Dengan demikian benar sebelum berangkat 272 ke Masjid tersebut, dengan cara disimpan dan dalam tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun. Bahwa benar pada saat acara Yasin tersebut, beredar stiker kepada peserta Yasinan kecuali kepada seorang peserta yaitu Hj. Muryati. Menurut Majelis hakim, bahwa terdakwa dihadapkan ke depan persidangan oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan tunggal melanggar Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang unsur-unsurnya sebagai berikut: (1) (2) (3) Setiap orang; Dengan Sengaja; Melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf, a, b, c, d, e, f, g; h; i; (1) Unsur Kesatu “setiap orang” Menurut majelis hakim bahwa unsur “setiap orang” menunjukkan adanya subjek yang didakwakan terhadap dirinya, maka dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana yang didakwakan terhadap dirinya. Kemudian bahwa oleh karena itu pula, dalam membuktikan unsur “setiap orang” tersebut di dalam Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 Majelis Hakim 273 akan mempertimbangkan setelah unsur-unsur lainnya dipertimbangkan terlebih dahulu. Bahwa selanjutnya yang dimaksud dengan unsur “setiap orang” dalam Pasal ini menunjuk kepada Pasal 84 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 yaitu pelaksana, peserta, petugas kampanye. Menimbang, bahwa berdasarkan catatan Penuntut Umum tidak secara tegas menyebutkan status terdakwa apakah pelaksana, peserta atau petugas kampanye akan tetapi hanya menyebutkan bahwa terdakwa adalah isteri dari Triyono yang merupakan caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang. Berdasarkan uraian tersebut di atas dan berdasarkan saksi saksi dan fakta hukum yang ada, dengan Terdakwa yang mengaku bernama SITI ROKHAYAH BINTI SUBAWEH tidak terbukti sebagai baik Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye. Maka Unsur setiap orang menurut Majelis hakim tidak terpenuhi. (2) Unsur Kedua “dengan sengaja” Majelis hakim berpendapat bahwa unsur sengaja dapat diartikan bahwa si pelaku menyadari/menghendaki suatu akibat dari perbuatannya. Bahwa dengan pengertian di atas dihubungkan dengan perkara ini maka dimaksudkan adalah bahwa terdakwa menyadari dan menghendaki suatu kampanye yang dilaksanakan di rumah ibadah berupa perbuatan penyebaran bahan kampanye kepada umum. 274 Berdasarkan saksi saksi dan alat bukti yang ada, majelis hakim berpendapat bahwa bahwa dengan demikian unsur “dengan sengaja” tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh karenanya Majelis hakim akan mempertimbangkan unsur “setiap orang” Karena semua unsur dalam dakwaan tidak terbukti, Majelis Hakim Pada kasus ini berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa ROKHAYAH BINTI SUBAWEH tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pelanggaran Pelaksanaan Kampanye Pemilu” sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dengan demikian Majelis Hakim tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum dan membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan tersebut. 7.3 Tindak Pidana Mengikutsertakan Pihak Yang Dilarang Di Dalam Kegiatan Kampanye dan Politik Uang Dalam hal ini yang dikaji adalah ketentuan Pasal 271 jo. Pasal 274 UU No.10 tahun 2008 terhadap Putusan Perkara Nomor : 02/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm, dengan terdakwa yang mengaku bernama GITO PRASETYO, S.T. BIN MUFID sebagai salah seorang Pengurus Partai Politik PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1. Pada kasus ini Majelis Hakim menyatakan tindak pidana pada dakwaan Alternatif Pertama Primer dan 275 Subsider, yaitu Pasal 274 UU No. 10 Tahun 2008 jo. Pasal 53 KUHP ini tidak terbukti. Adapun unsur-unsurnya adalah: 1. Unsur Pelaksana Kampanye Menurut Majelis hakim berdasarkan Pasal 78 UU Nomor 10 Tahun 2008 bahwa yang disebut Pelaksana Kampanye adalah salah satunya adalah Pengurus Partai Politik atau Calon Anggota Legislatif. Dengan melihat uraian tersebut di atas maka Unsur Pelaksana Kampanye dapat dibuktikan. 2. Unsur dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye Menurut Majelis Hakim yang dimaksud dengan sengaja adalah pelaku mengetahui akan perbuatannya dan menghendaki akibat perbuatannya. Berdasarkan keterangan saksi saksi dan bukti yang ada, diketahui bahwa keterangan saksi yang berasal dari Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak ketiga sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian. Berdasarkan fakta tersebut di atas maka menurut Majelis unsur dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye yang dilakukan terdakwa tidak terbukti dan oleh karena itu terdakwa tidak terbukti melakukan tindak 276 pidana dalam dakwaan. Dengan demikian menurut Majelis hakim Unsur tersebut tidak dapat dibuktikan. 3. Unsur Secara langsung atau tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih peserta tertentu atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah. Menurut Majelis Hakim pada prinsipnya Unsur ke-3 berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yang dihubungkan bukti yang ada dan melihat unsur ke-1 dan unsur ke-2 yang tidak terbukti. Maka, Majelis Hakim menganggap unsur ke tiga pada intinya adalah sama. Dengan demikian Unsur ke tiga pada kasus ini tidak dapat dibuktikan. 4. Unsur Perbuatan mana tidak selesai bukan semata-mata atas kehendak Terdakwa. Menurut Majelis hakim dengen pertimbangan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dengan dikaitkan dengan bukti yang ada. Bahwa dengan pertimbangan tersebut maka tidak terbukti menurut hukum Terdakwa melakukan perbuatan pendahuluan memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye dan tidak terbukti menurut hukum adanya fakta berupa tindakan pihak lain yang mencegah perbuatan Terdakwa sehingga perbuatan Terdakwa tidak sampai selesai. Dari uraian unsur-unsur tersebut di atas yang di 277 mana tidak dapat dibuktikan, maka majelis hakim mempertimbangkan bahwa maka Terdakwa haruslah dibebaskan dari Dakwaan Kesatu baik Primair maupun Subsidair. Untuk dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 271 UU No.10 Tahun 2008 maka unsur-unsur dari tindak pidana pemilu yang dituduhkan kepada terdakwa adalah : 1. Setiap Pelaksana Kampanye Menurut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 telah secara tegas menyebutkan secara limitatif pelaksana kampanye Pemilu Anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas Pengurus Partai Politik, Calon anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juru kampanye, orang seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Bahwa Terdakwa adalah salah seorang Pengurus Partai Politik PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1. Maka dari uraian tersebut di atas maka Unsur “pelaksana kampanye” dapat dibuktikan. 2. Dalam Kegiatan Kampanye Berdasarkan pengertian Kampanye menurut ketentuan Umum dalam UU No.10 tahun 2008 adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan 278 para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu. Menurut Majelis hakim pertemuan acara konsolidasi Partai Amanat Nasional ranting desa Ambakprogaten Kec.Klirong yang dihadiri Terdakwa beserta saksi saksi dan perangkat desa tersebut bukanlah termasuk kegiatan kampanye. Karena terdakwa tidak terbukti menyampaikan visi misi dan program peserta pemilu di dalam acara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka unsur kegiatan kampanye tidak dapat dibuktikan. Dengan demikian tidak ada larangan akan hadirnya perangkat desa pada acara tersebut. berdasarkan seluruh pertimbangan di atas Majelis berkesimpulan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif kedua dan oleh karena itu terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan alternatif kedua Jaksa Penuntut Umum. Dengan demikian, Pengadilan Negeri Kebumen memutuskan untuk menyatakan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif kesatu maupun dakwaan alternatif kedua sebagaimana di dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Membebaskan terdakwa tersebut di atas dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum. 279 8. Tinjauan Ketentuan Pidana Pemilu Dalam Empat Kasus Tindak Pidana Pemilu Penyelesaian pidana pemilu oleh Majelis Hakim dalam putusan badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap baik pada tingkat Pengadilan Negeri maupun tingkat Pengadilan Tinggi pada keempat kasus akhirnya tetap dan konsisten menggunakan ketentuan pidana di UU No. 10 Tahun 2008 sebagai dakwaan pidana pemilu, dengan tetap mempertimbangkan asas-asas dalam pidana umum. Sedangkan jaksa penuntut umum berusaha dengan hati-hati menggunakan ketentuan KUHP dengan ketentuan yang berada di dalam UU No 10 tahun 2008 sebagai dakwaan pidananya. Perbedaan sikap antara Majelis Hakim yang menggunakan UU No 10 Tahun 2008 sebagai dakwaan pemilu dengan Jaksa Penuntut Umum dengan menambah penggunaan ketentuan di dalam KUHP sebagai dakwaan pidana pemilu. Dalam hal ini menurut penulis jika diperhatikan lebih jauh berdasarakan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis maka, dalam dakwaan pemilu ketentuan yang digunakan adalah hanya di dalam ketentuan UU No.10 Tahun 2008. Apa yang dilakukan majelis hakim dengan konsisten menggunakan UU No 10 Tahun 2008 sebagai dakwaan pemilu adalah sudah tepat. 280 Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana pemilu, Unsur-Unsur tindak pidana pemilu yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim berdasarkan UU No.10 Tahun 2008 tidak terpenuhi pembuktiannya secara keseluruhan berdasarkan saksi-saksi dan alat bukti yang sah. Sehingga sanksi tindak pidana pemilu yang dituntut jaksa penuntut umum pada keempat perkara tersebut tidak dapat diterapkan. Pengajuan saksi-saksi oleh jaksa penuntut umum, terdapat kelemahannya yaitu bahwa saksi–saksi yang diajukan bukanlah saksi yang berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 148 KUHAP. Saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum hampir di keempat kasus tersebut adalah saksi dari Pengawas Pemilu yang berdasarkan laporan masyarakat kepada Pengawas Pemilu. Hal ini mengakibatkan bahwa saksi Panwas yang berdasarkan laporan tidak bisa disebut saksi karena tidak berdasarkan apa yang di dengar sendiri, pengetahuan sendiri. Pengawas Pemilu tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP) sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian. Menurut penulis seharusnya Panwas mengajukan saksi-saksi yang melihat, mendengar dan mengetahui secara langsung kejadian yang diduga pidana pemilu. Dalam hal ini adalah pihak Panwas sendiri yang melihat secara langsung atau pihak yang melaporkan kejadian kepada Panwas karena melihat secara langsung. Sehingga keterangan saksi tersebut dapat dikategorikan sebagai bukti. 281 Unsur subjek hukum “setiap orang” pada ketentuan Pasal 269 dan Pasal 270 UU No.10 Tahun 2008, Majelis Hakim memberikan pengertian khusus daripada pengertian umum, Subjek hukum yang dimaksud pada Pasal 269 dan 270 adalah terbatas pada Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye. Dengan demikian hal tersebut Majelis Hakim menganggap di luar subjek hukum Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye pada ketentuan Pasal 269 dan Pasal 270 UU No.10 Tahun 2008, penerapan sanksi tindak pidana pemilu tidak dapat diterapkan. Sedangkan yang disebut dengan Pelaksana dan Petugas Kampanye adalah mereka yang terdaftar secara resmi di dalam Daftar Resmi Pelaksana dan Petugas di KPU. Di luar daftar resmi KPU tersebut tidak disebut di dalam pengertian khusus, walau mereka bertindak dan berperan sebagai Pelaksana dan Petugas Kampanye di lapangan. Sekilas pengertian khusus tersebut seperti menggunakan metode interpretasi penafsiran menyempit di dalam ilmu hukum. Padahal penafsiran menyempit tidak lazim di dalam metode interpretasi ilmu hukum. Majelis hakim menggunakan beberapa Pasal yang berkaitan dengan pengertian khusus tersebut. Hal ini berarti majelis hakim, menurut penulis menggunakan metode interpretasi penafsiran restriktif. Penafsiran restriktif adalah penafsiran yang bersifat membatasi. Untuk menjelaskan suatu ketentuan undang-undang ruang lingkunp ketentuan itu dibatasi. Sehingga berdasarkan pasal-pasal yang berkaitan dalam pengertian khusus tersebut, menurut penulis sudah tepat. 282 Pada unsur “Kegiatan Kampanye “ pada ketentuan Pasal 269, 270, 271 dan Pasal 274 UU No.10 Tahun 2008. Majelis hakim mengacu kepada pengertian Kegiatan kampanye pada ketentuan umum UU No 10 Tahun 2008. Berdasarkan pengertian Kampanye menurut ketentuan Umum dalam UU No.10 tahun 2008 adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu. Dengan demikian hal tersebut di atas, Majelis Hakim menganggap bahwa setiap kegiatan yang diadakan oleh Pelaksana, Petugas, Peserta Kampanye yang tidak meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu tidak disebut sebagai kegiatan kampanye. Akibatnya tidak ada larangan-larangan dalam kegiatan kampanye yang diatur dalam ketentuan Pasal 269, 270, 271 dan Pasal 274 UU.No 10 Tahun 2008 dan sanksinya, yang bisa diterapkan kepada kegiatan bukan kampanye yang dilaksanakan oleh petugas, peserta, pelaksana kampanye. Berbeda dengan Jaksa Penuntut Umum dalam pengertian Kampanye Pemilu lebih menggunakan metode interpretasi penafsiran extensif/luas. Penafsiran luas adalah memberikan penafsiran dengan memperluas arti katakata dalam ketentuan undang-undang, sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan artinya. Menurut penulis, apa yang dilakukan majelis hakim sudah tepat dengan mempertahankan pengertian yang sesuai dengan undang-undang. Karena jika dikaitkan dengan salah satu aspek asas legalitas yaitu tidak ada 283 penerapan undang-undang hukum pidana secara analogi. Sedangkan penafsiran luas menurut penulis lebih memilih pendapat bahwa sebenarnya penafsiran luas merupakan “analogi yang terselubung” dikhawatirkan akan merusak eksistensi asas legalitas. sehingga 284 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, terkait dengan formulasi kebijakan hukum pidana dalam pemilu dan penerapan sanksi tindak pidana pemilu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif di Indonesia. Maka, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kebijakan formulasi dalam perumusan tindak pidana pemilu pada Undang-undang No.10 Tahun 2008 mengalami perkembangan yang cukup baik dibandingkan dengan KUHP maupun dengan UU Pemilu sebelumnya. Hal ini bisa dilihat dari bertambahnya subjek hukum baik untuk setiap orang maupun korporasi, bertambahnya jenis tindak pidana pemilu, bertambahnya jumlah atau lamanya sanksi tindak pidana pemilu, dan diaturnya pasal pemberatan tindak pidana pemilu. Di sisi lain UU No.10 Tahun 2008 masih ada kelemahannya dibanding dengan KUHP. Hal ini bisa dilihat dari tidak diaturnya tentang jenis pidana tambahan dan ketentuan sanksi pidana hanya bersifat kumulatif. 2. Ditinjau dari kebijakan hukum pidana dalam tahapan yudikatif, yaitu beberapa kasus tindak pidana pemilu yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Penerapan ketentuan Tindak Pidana Pemilu berdasarkan 285 UU No 10 Tahun 2008 pada ke empat kasus tersebut dijatuhkan putusan bebas. Sehingga penerapan ketentuan tindak pidana pemilu tersebut belumlah cukup untuk menjangkau beberapa kasus yang berkembang di dalam masyakarat yang dianggap sebagai tindak pidana pelanggaran pemilu. Beberapa kelemahan di dalam UU No 10 Tahun 2008 berdasarkan keempat kasus tersebut bisa dilihat dari definisi khusus unsur “setiap orang” di dalam pasal 269 dan pasal 270 UU No.10 Tahun 2008 sehingga tidak setiap orang dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan pasal-pasal tersebut. Selain itu ruang lingkup definisi “kampanye pemilu” dalam ketentuan tindak pidana pemilu yang masih sempit sehingga walau disebut dengan kegiatan kampanye pemilu oleh KPU dan Kepolisian maupun Masyarakat namun tidak termasuk pengertian sempit tersebut maka, tidak bisa disebut dengan kampanye pemilu. 286 B. Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. Pembuat undang-undang perlu mengkaji ulang Undang-Undang No 10 Tahun 2008 khususnya masalah ketentuan pelanggaran tindak pidana pemilu berdasarkan kasus-kasus pemilu yang semakin berkembang di masyarakat. Hal yang perlu dikaji adalah sistematika dan kategorisasi yang cukup jelas dan lengkap baik masalah tujuan filosofis dari tindak pidana, unsur-unsur perbuatan pidana pemilu, pembagian subjek hukum, jenis tindak pidana, jenis sanksi ancaman pidana dan lain sebagainya. Sehingga pembuat undang-undang dapat memformulasikan undang-undang khusus tentang tindak pidana pemilu yang jelas dan lengkap yang dapat mengikuti dan menjangkau pelanggaran pidana pemilu yang berkembang di masyarakat. 2. Majelis Hakim, Kejaksaan, Panwaslu, dan semua pihak yang berkepentingan di dalam pemilu perlu meningkatkan kerja sama serta sosialisasi antara semua pihak dalam penyamaan persepsi tentang Tindak Pidana Pemilu sehingga semua pihak dapat singkron menerapkan ketentuan Tindak Pidana Pemilu dalam UU Pemilu baik di dalam masyarakat maupun di dalam peradilan dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. 287 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Anwar, H.A.K. Moch. 1994. Cetakan VII. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHPBuku II) Jilid 1. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti; Anwar & Adang. 2008. Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana. Grasindo; Anwar, Yasmil & Adang. 2008. Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana. Grasindo; Arief, Barda Nawawi. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti; _________________.2001.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti; Asshiddiqie, Jimly. 2006. Cetakan III. Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI; Budiardjo, Miriam.1982. Cetakan VII. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia; Farid, Zainal Abidin. 2007. Cetakan II. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika; Gaffar, Afan. 2005. Cetakan V. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; Hamzah, Andi. 1994. Asas – Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta; Handoyo,B.Hestu Cipto. 2003. Cetakan I. Hukum Tata Negara, Kewarganegraan & Hak asasi Manusia. Yogyakarta: Universitas Atmajaya; Hattum, Van. 1953. Hand-en Leerboek. hal 112 dalam Lamintang, P.A.F. 1997. Cetakan III. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti; Held, David. 2004. Cetakan I. Demokrasi dan Tatanan Global Dari Negara Modern Hingga Pemerintahan Kosmopolita. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; Hendarmin, Ranadireksa. 2007. Cetakan I. Visi Bernegara Aksitektur Konstitusi Demokratik. Bandung: Fokusmedia; Huda, Ni’matul. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; 288 Joeniarto. 1984. Cetakan II. Demokrasi Dan Sistem Pemerintahan Negara. Jakarta: Bina Aksara; Lamintang , P.A.F. 1987. Cetakan I. Delik-Delik Khusus:Kejahatan-Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara. Bandung:Sinar Baru; _______________. 1990. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru; _______________.1997. Cetakan III. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti; Legowo, TA dan Salang, Sebastian. 2008. Cetakan I. Panduan Menjadi Calon Anggota DPR/DPD/DPRD Mengahadapi Pemilu. Jakarta :Forum Sahabat; Mayo, Henry B. 1960. An Introduction to Demokratic Theory. Oxford University Press; hal 70 dalam Huda, Ni’matul. 2006. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada; MD, Moh. Mahfud. 1999. Hukum dan Pilar-Pilar Demokras. Yogyakarta: Gama Media; M, Topan. 1989. Demokrasi Pancasila analisa Konsepsional Aplikatif; Moch Najih, Usfah dan Togat. 2004. Pengantar Hukum Pidana. Malang: UMM Press; Muladi & Nawawi, Barda. 1984. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni; Prakoso, Djoko. 1987. Tindak Pidana Pemilu, Jakarta: Rajawali; Prihatmoko,Joko J. 2008. Cetakan I. Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Cetakan I. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: Refika Aditama; Rafik,Ishak. 2008. Cetakan I. Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia. Ufuk Publishing House; Sadik, Muh Nur. Vol 13 Nomor 2. Jurnal Ilmiah Hukum Legality. Fakultas Hukum UMM; Santoso, Topo. 2000. Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan syariat Dalam Wacana dan Agenda. Jakarta:Asy Syamil, Gema Insani; 289 _____________.2006. Cetakan I. Tindak Pidana Pemilu. Jakarta: Sinar Grafika; Saragih, Bintan R. 1998. Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama; Sholehuddin. 2003. Cetakan I. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System & Implementasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; Soedarto. 2001. Pengantar Kuliah Hukum Pidana Jilid IA – IB. Purwokerto: Fakultas Hukum UNSOED; Soehino. 2000. Cetakan III. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty; Sukarna. 1981. Sistem Politik. Bandung: Alumni; Wahyudi, Setya. 2006. Pembaharuan Hukum Pidana. Purwokerto:Universitas Jenderal Soedirman; B. Peraturan Perundang-undangan Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Undang-undang No 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana; 290 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (PEMILU); Undang_Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang-undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana); Peraturan KPU No.03 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2009. Peraturan KPU Nomor: 19 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Perwakilan Rakyat Daerah. 291 C. Putusan Putusan Mahkamah Agung RI No.81 K/Kr/1962 tanggal 1 Desember 1962 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 9/PUU-VII/2009, Tentang Pokok Perkara Pengujian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Nomor Perkara : 01/Pid.S. /2009/PN.Bjn. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara : 129/Pid /2009/P.T.Smg. Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara : 01/Pid.S/Pid.Lu/ /2009/PN.Kbm Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara No : 02 Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor Perkara : 02/Pid.S /Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm /2009/PN.Pwt. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara /2009/PT.SMG. : 142/PID 292 D. Artikel Online Abdul Fickar Hadjar, Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu, www.fickar15.blog.friendster.com, diakses tanggal 25 April 2009 Ahmad Irzal Fardiansyah, Kebijakan Hukum Pidana Pemilu, dalam http://www.lampungpost.com diakses tanggal 23 Juni 2009 Aldri Frinaldi, Pelanggaran Pemilu Hanya Tiga Jenis, dalam http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?mod=detail_berit a.php&id=1030, diakses tanggal 18 April 2009 Anonimous, Tata cara penyelesaian pelanggaran (Tindak Pidana Pemilu) pada Pemilu 2009, dalam http://www.kizatox.wordpress.com/2009/01/13/tata-carapenyelesaian-pelanggaran- tindak-pidana-pemilu-pada-pemilu2009 diakses tanggal 18 April 2009 Anonimous, Problem Hukum Pemilu 2009 Akan Lebih Rumit, dalam http://hukumonline.com/ diakses tanggal 23 Juni 2009 Didik Endro Purwoleksono, Pengaturan Sanksi Pidana dalam Ketentuan UU (Bagian III), di dalam http://gagasanhukum.wordpress.com, diakses pada tanggal 6 Mei 2009 Marsudin Nainggolan, Pelanggaran Pidana Pemilu Dalam UU Pemilu No. 10 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008, di dalam www.pakpakbharatkab.go.id, diakses tanggal 27 April 2009 Hikmahanto Juwana, Sulitnya menindak Pelaku Pelanggar Pidana Pemilu Di Luar Negeri, di dalam www.hukumonline.com, diakses tanggal 28 April 2009 Kamus Besar Bahasa Indonesia, di dalam http://pusatbahasa.diknas. go.id/ kbbi/index.php, diakses pada tanggal 29 April 2009 Mudzakkir, Pendapat Hukum Tentang Hukum Pidana dan Pers, di dalam http://www.anggara.wordpress.com, diakses pada tanggal 07 Juni 2009 Muchsin, Tindak pidana pemilu serta tugas peradilan umum, dalam http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1859793-tindakpidana-pemilu-serta-tugas/, diakses tanggal 18 April 2009 293 Ramlan, Subakti, Putusan MK Suara Terbanyak Amburadul, http://www.inilah.com/rubrik/politik diakses tanggal 13 Januari 2009. Suhariyono AR, Proses Legislasi Dalam Pengembangan Sistem Hukum, dalam http://www.legalitas.org/?q=Proses+Legislasi+Dalam+Pengem bangan+Sistem+hukum diakses tanggal 23 Juni 2009. Topo Santoso, Banyak Salah Kaprah Penerapan Pidana Pemilu, dalam http://www.republika.co.id/berita/31876/Banyak_Salah_Kapra h_Penerapan_Pidana_Pemilu, diakses tanggal 25 April 2009 ____________, Ketentuan Pidana Diarahkan ke Penyelenggara Pemilu, www.hukumonline.com, diakses tanggal 25 April 2009 Veri Junaedi, Penegakkan Pidana Pemilu Rawan Dipecundangi,dalam www.reformasihukum.org, diakses tanggal 25 April 2009