TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis Tentang

advertisement
TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM
(Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Sanksi Tindak
Pidana Pemilu Dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif)
Oleh:
HANIFAN PRASNA VERDI
E1A001202
SKRIPSI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2009
SKRIPSI
TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (TINJAUAN YURIDIS
TENTANG PENERAPAN SANKSI TINDAK PIDANA PEMILU DALAM
UNDANG-UNDANG PEMILU LEGISLATIF)
Oleh
HANIFAN PRASNA VERDI
E1A 001 202
Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan
Pada Tanggal 05 September 2009
Para Penguji/Pembimbing
Penguji I /Pembimbing I
Penguji II/Pembimbing II
Penguji III,
Dr.Agus Raharjo, S.H.,M.Hum H. Komari, S.H.,M.Hum. Hj. Ruby Hardianti, S.H.,M.H.
NIP. 19710810 199802 1 001 NIP. 19540606 198011 1 001 NIP. 19531004 198303 2 001
Mengetahui,
Dekan FH UNSOED
Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S.
NIP. 19520603 198003 2 001
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya
:
Nama
: HANIFAN PRASNA VERDI
NIM
: E1A001202
Judul Skripsi
: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM
(Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Sanksi
Tindak Pidana Pemilu Dalam UndangUndang Pemilu Legislatif)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil
karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan
oleh orang lain
Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana
tersebut di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
Purwokerto, 25 Agustus 2008
Hanifan Prasna Verdi
NIM. E1A 001 202
iv
ABSTRAK
Penelitian ini mengangkat tema tindak pidana pemilu (tinjauan yuridis
tentang penerapan sanksi tindak pidana pemilu dalam Undang-Undang Pemilu
Legislatif). Perbuatan tindak pidana pemilu merupakan ancaman terhadap
kualitas kemurnian demokrasi. Sangat penting untuk mendapatkan kejelasan
dan kelengkapan kebijakan formulasi perumusan tindak pidana pemilu di
dalam UU No 10 Tahun 2008 dan penerapan sanksi tindak pidana Pemilu
tersebut di dalam UU No.10 Tahun 2008 dalam proses demokrasi di
Indonesia.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundangan-undangan dan pendekatan kasus yang bersifat kualitatif dengan
metode yuridis normatif. Pengumpulan data melalui inventarisasi peraturan
perundang-undangan, putusan badan peradilan dan studi pustaka. Penelitian
dilakukan di Kecamatan Purwokerto, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten
Banjarnegara.
Ketentuan pidana pemilu dalam KUHP termuat 5 (lima) pasal di dalam
Buku II bab IV yang mengatur tentang 5 (lima) jenis tindak pidana pemilu,
sedangkan UU No.12 Tahun 2003 terdiri dari 5 (lima) pasal yang terdiri dari
27 jenis tindak pidana pemilu. UU No.10 Tahun 2008 menambahkan
beberapa bab baru yang dalam UU Pemilu sebelumnya. Di antara pasal-pasal
baru, UU No.10 Tahun 2008 memuat bab khusus tentang ketentuan pidana
yaitu dalam bab XXI yang terdiri dari 51 pasal, dari Pasal 260 hingga Pasal
311. UU No.10 Tahun 2008 mengalami perkembangan yang cukup baik
dibandingkan UU Pemilu sebelumnya. Hal bisa dilihat dari bertambahnya
subjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada
kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya pidana tambahan
dan sanksi bersifat kumulatif. Sedangkan ketentuan jenis tindak pidana pemilu
berupa pelanggaran larangan kampanye pada Pasal 269, 270 dan Pasal 271
UU No 10 Tahun 2008 dalam putusan badan peradilan di Kecamatan
Purwokerto, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara tidak mampu
menjerat si terdakwa.
v ABSTRACK
The themed of this research is the election crimes (juridical review about
the application of criminal sanctions in the law legislative elections). Criminal act
is the threat to the quality of democracy. It is important to have clarity and
completeness of the crime elections policy, formulation in State Law No. 10 Year
2008 and the criminal sanctions in state No.10 of 2008 in the Indonesia’s
democratic process.
The research using statue and case approach which are qualitative with
normative juridical methods. Inventory data by collection through legislation,
judiciary decisiens and the literature study. Research conducted in Purwokerto
district, District and County Banjarnegara Kebumen.
Criminal provisions of the election contained in the Penal Code 5 (five)
article in the Book II, chapter IV, which regulates about 5 (five) types of election
crimes, while the Law No.12 of 2003 consists of 5 (five) chapters consisting of 27
types of crime election. Act No.10 of 2008 added several new chapters in the
previous election law. Among the new provisions, the Act No.10 Year 2008
contains a special chapter on the criminal provisions of chapter XXI consists of 51
chapters, from Article 260 to Article 311. Law No.10 Year 2008 have a relatively
good growth compared to previous elections law. It can be seen from the
increasing legal subject and the type of election crimes. But there's Election Law
weakness compared to the Penal Code, such as the absence of additional criminal
and sanctions are cumulative. While the provisions of criminal violations of the
election campaign ban on Article 269, 270 and Article 271 of Law No. 10 Year
2008 in the verdict of the judiciary in Purwokerto district, District and County
Banjarnegara Kebumen unable to entrap the defendant.
vi PRAKATA
Segala puji bagi Allah Azza Wa Jal atas segala nikmat yang tiada
terhingga. Atas Izin dan Ridha-Nyalah penyusun bisa menyelesaikan skripsi ini.
Salawat dan salam tak lupa pula selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah
SAW yang selalu memberi inspirasi dan semangat untuk tidak berputusa asa.
Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada beliau-beliau yang
telah membantu dan membimbing penyusun dalam penelitian ilmiah ini.
1. Ibu Hj.Rochani Urip Salami, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Bapak Dr. Agus Raharjo, S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing I yang telah
bersabar dan banyak memberikan bimbingan, masukan dan bantuan yang
menyita waktu selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Hj. Komari S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing II yang telah banyak
memberikan masukan dan bimbingan serta nasihatnya demi terselesainya
skripsi ini.
4. Ibu Hj. Ruby Hardianti Johny S.H.,M.H. selaku dosen penguji dalam seminar
dan pendadaran yang mengkritisi dan memberikan masukan yang sangat
berharga.
5. Bapak Setya Wahyudi S.H.,M.H. atas kebaikannya bersedia selaku dosen
penguji dalam seminar dan pendadaran yang mengkritisi dan memberikan
masukan yang sangat berharga.
6. Bapak I Ketut Karmi Nurjaya, S.H.,M.H. selaku pembimbing akademis yang
selalu memberikan kemudahan dan semangat kepada penulis untuk segera
lulus kuliah dari Fakultas Hukum Unsoed.
7. Kepada Ibu Eny selaku Kasubbag Pendidikan FH Unsoed yang selalu
memudahkan proses birokrasi dan nasihat-nasihat yang sangat berharga
selama berproses perkuliahan.
8. Kepada Bapak Gio selaku penanggung jawab angkatan 2001 terima kasih atas
ketelitian keuletan dan kesabarannya selama ini.
9. Kepada Bapak Teguh yang memudahkan proses seminar dan pendadaran
sehingga dapat terlaksana dengan baik.
10. Kepada Bapak “Dwi Putra” sekeluarga terima kasih atas bimbingan sekaligus
guru spritual sehingga hanif bisa mengarungi kehidupan dengan bijak,
semoga apa yang dicita-citakan bapak tercapai dengan gemilang dan diridhai
Allah Azza Wa Jal.Amiin.
11. Kepada Saudara seiman dan seperjuangan dalam satu lingkaran LIQA yang
selalu memberikan support dan doanya. Baik Akh Eko terima kasih atas
pembelian sabuknya serta support tenaga waktunya bahkan finansial semoga
vii antum cepat lulus juga, akh Ageng terima kasih atas pemberian contoh dan
motivasi untuk segera lulus semoga sukses selalu, akh Agung “Senyum
Muslim” terima kasih atas nasihat dan semangatnya sehingga hanif terbentuk
mental kuat, akh Rasikin “Alfamart” terima kasih atas kegigihannya dalam
memberikan contoh gambaran lain setelah lulus semoga cepat mendapatkan
“Aisyah”, akh Widi tentunya juga terima kasih telah memberikan inspirasi
yang sangat berharga semoga sehat selalu.
12. Kepada Akhina seangkatan Hermawan Prasojo,S.H. dan sekeluarga syukron
Jazakallah khair atas konsistensinya mendampingi dan memberikan nasihat,
semangat, doa dan bantuan pinjaman buku buku, skripsi bahkan ilmu yang
sangat berguna dalam mempermudah proses penulisan skripsi, Insha Allah
ana kembalikan semuanya, dan semoga antum sekeluarga selalu tercurah
keberkahan hidup.
13. Kepada Alumni SMU 1 Depok yg selalu setia dalam persaudaraan, Akh
Purwo, Akh Hasan syukron katsir atas dukungannya selama ini, khusus Akh
Andree P. S.H Depok syukron atas bantuan “password member” serta
ilmunya yang sangat berguna, semoga “setengah dien” antum itu terlaksana
dengan baik.
14. Kepada Akh Legi “biologi 04” terima kasih atas kesabarannya untuk menjadi
“asisten pribadi” baik di setiap kesempatan maupun kesempitan, semoga
antum cepat lulus kuliah dengan nilai Sangat Memuaskan.
15. Kepada Akh Syamsuri “perikanan” sekeluarga terima kasih atas supportnya
selama ini, semoga cepat lulus juga dengan Nilai Sangat Memuaskan.
16. Kepada Bapak Priambodo “Griya Zakat” dan sekeluarga terima kasih atas
nasihat yang memberikan gambaran utuh tentang kehidupan, semoga apa
yang di harapkan selama ini menjadi Pengusaha Sukses terwujudkan.
17. Kepada sahabat seperjuangan Sandar 02 terima kasih atas segala bantuan info
dan supportnya untuk bersama sama untuk bisa lulus kuliah.
18. Kepada teman teman seangkatan 2001 yang masih berjuang untuk
mendapatkan gelar sarjana hukum, ukh Rahmi, ukh Siska, Bobby semoga
dapat lulus dengan nilai Sangat Memuaskan.
19. Kepada Teman teman yang bersedia hadir di dalam undangan seminar, akh
Aryo Bintoro, akh Aryo Vespa, akh Ce’u, akh Cecep, akh Mediono, akh
Cakra, akh Dedy “ekonomi”, akh Nuhiman “tetangga rumah”, ukh Rahmi,
ukh Seli dan masih banyak lagi, terima kasih atas supportnya semoga cepat
lulus kuliah.
20. Kepada ukh Rini “Sunaryo Junior” yang selalu memberikan informasi
tentang bapaknya semoga sehat selalu.
21. Kepada akh Dimas Dwi Novari S.H yang selalu silahturahmi dan
memberikan support lewat telepon semoga cepat mendapatkan “Aisyah”nya.
viii 22. Kepada “Tim Pembajak” Facebook Ukh Khusnul semoga cepat kelar S2 UI
nya dan Ukh Eni semoga cepat cepat punya “anak-anak” juga, syukron atas
bantuannya selama ini dalam memberikan motivasi.
23. Kepada Aisyah Anita sepupuku yg masih skripsi semoga cepat menyusul yah.
24. Kepada Mas Zainal sekeluarga yang selalu memberikan semangat, semoga
dapat rumah idaman dan momongan.
25. Kepada Bapak Sigit dan keluarga besar Smart-Net yang selalu memberikan
kemudahan akses informasi dan bantuan ketika sangat mendesak.
26. Kepada Saudaraku di UKI FH UNSOED, KAMMI, UKKI, dan “Tarbiyah”
serta Tim Futsal ASASI terima kasih atas seluruh dukungannya.
27. Kepada saudara dan teman teman Facebook.com yang saya cintai karena
Allah SWT, yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas support
dan doanya sehingga hanif bisa lulus, semoga persahabatan kita melebihi dan
memenuhi jagad raya ini dan tidak sekedar teman biasa.
28. Terkhususkan kepada yang tersayang dan tercinta Alm.Ibunda Endang Retno
Pancawati Ningsih S.Sos…Inilah persembahan karya dari anak bunda dan
inilah harapan bunda yang telah hanif tunaikan dengan mengharu biru,
Allahumma firlana wali walidayna warhamhuma kama Rabbayaani
saghiraa.Allahumma Amiin. Ya Allah Taqabbal Du’a.
29. Kepada Bapakku Adjrun Mukrohan tersayang adikku Miranti serta
keponakanku Valdan dan Farhan tercinta terima kasih atas semuanya, dengan
adanya kalian rumah bagaikan surga.
30. Dan kepada semua pihak yang tentunya tidak bisa disebutkan satu persatu
tentunya terima kasih yang setulus tulusnya hanif haturkan.
Sesungguhnya kesuksesan hanif bukanlah apa apa tanpa sharing cinta dan
pengorbanan dari semua pihak. Mohon maaf atas segala khilaf, Semoga Allah
Azza wa Jal membalas dengan Ar Rahim-Nya yang berlipat ganda. Allahumma
Amiin.
Purwokerto, 2 September 2009
Penulis
ix DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………. i
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….. iii
SURAT PERNYATAAN ……………………………………………………….. iv
ABSTRAKSI …………………………………………………………………….. v
ABSTRACK ……………………………………………………………………... vi
PRAKATA ……………………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. x
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah ……………………………………………………… 9
C. Maksud Dan Tujuan Penelitian …………………………………………. 9
D. Kegunaan Penelitian ………………………………………….………… 10
E. Kerangka Pemikiran …………………………………….……………… 11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Demokrasi …………………………………….………………... 14
1. Pengertian Demokrasi ……………………………………………… 14
2. Model - Model Demokrasi ……………………….…………………. 16
3. Demokrasi Di Indonesia…………………………………………….. 21
B. Pemilu Pada Umumnya ……………………………..………………….. 23
1. Pengertian Pemilu …………………………….…………………… 23
2. Asas Pemilihan Umum ……………………….…………………….. 26
3. Sistem Pemilu ……………………….………………………………. 29
C. Tindak Pidana ………………………………………………………….. 34
x 1. Pengertian Umum Tindak Pidana ………………………………… 34
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ……………………………………… 37
3. Jenis- Jenis Tindak Pidana ………………………………………... 40
D. Tindak Pidana Pemilu Menurut Hukum Pidana Nasional ………….. 45
1. Pengertian Tindak Pidana Pemilu ………………………………… 45
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemilu Dalam KUHP ……………... 47
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan …………………………………………….……….. 52
B. Spesifikasi Penelitian …………………………………………….……… 53
C. Sumber Bahan Penelitian ……………………………………….……… 53
D. Metode Pengumpulan Bahan Penelitian ……………………….……… 55
E. Lokasi Penelitian Hukum ………………………………………….…… 56
F. Metode Penyajian Bahan Penelitian Hukum ………………….……… 56
G. Metode Analisis Bahan Penelitian Hukum …………………….……… 56
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian …………………………………………………..……… 59
1. Bahan Hukum Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945……………………………………………….. 59
2. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum …………………………...……… 60
3. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah …….. 61
4. Putusan Putusan Hakim Berkaitan dengan Tindak Pidana Pemilu
xi •
Putusan Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Bjn ………………………. 76
•
Putusan Nomor 129/Pid/2009/P.T.Smg ……….…..…………. 102
•
Putusan Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt …………..………… 110
•
Putusan Nomor : 142/PID/2009/PT.SMG ………...…………. 120
•
Putusan Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Kbm ……………..…….. 128
B. Pembahasan ……………………………………………………..…….. 182
1. Criminal Policy
a. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana ………………..……….. 184
b. Ruang Lingkup Kebijakan Hukum Pidana …………..……….. 191
2. Subjek Tindak Pidana Pemilu ……………………………..……… 200
2.1 Subjek Hukum Setiap Orang …………………………..…….. 202
2.2 Subjek Hukum Badan Hukum Atau Korporasi ……….…... 210
3. Jenis Tindak Pemilu ………………………………………………. 213
3.1 Tindak Pidana Pemilu Yang Mengadopsi Delik Dalam KUHP.
………………………………………………………………….. 213
3.2 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Tahapan Pemilu …….. 215
3.3 Tindak Pidana Pemilu Yang Dilakukan Di Luar Teritorial
Negara Republik Indonesia ……………………………………229
3.4 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Asas-Asas Pemilihan
Umum ………………………………………………………….. 237
4. Beberapa Perbandingan Ketentuan Khusus Hukum Pidana Pemilu
yang Menyimpang atau Berbeda Dari Ketentuan Hukum Pidana
Umum ……………………………………………………………… 250
xii a. Perluasan Subjek Hukum Pidana (Pemidanaan Badan Hukum)
…………………………………………………………………… 250
b. Perbedaan Delik Pemilu Berupa Pelanggaran ………………. 252
c. Stelsel Pemidanaan Pemilu Berbentuk Kumulatif …………... 252
d. Jenis Jenis Sanksi Hukum Pidana Pemilu …………………… 254
e. Jumlah Atau Lamanya Ancaman Pidana Pemilu …………… 255
5. Tinjauan Tentang Peringanan dan Pemberatan dalam Tindak
Pidana Pemilu ……………………………………….…………….. 260
6. Tinjauan Tentang Percobaan, Pembantuan, dan Pemufakatan
dalam Tindak Pidana Pemilu ………………….….………………261
7. Kajian Analisis Kasus Penerapan Saksi Tindak Pidana Pemilu
dalam Empat Putusan Badan Peradilan ……..…………………..261
7.1 Tindak Pidana Kampanye di Luar Jadwal Kampanye Peserta
Pemilu ………………………………….………………………. 262
7.2 Tindak Pidana Kampanye Dan Merusak Alat Peraga Kampanye
Peserta Pemilu ……………………….……………………….. 268
7.3 Tindak Pidana Mengikutsertakan Pihak Yang Dilarang Di
Dalam Kegiatan Kampanye dan Politik Uang .……………… 274
8. Tinjauan Ketentuan Pidana Pemilu Dalam Empat Kasus Tindak
Pidana Pemilu …………………………………………..………….. 279
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ……………………………………………….……………… 284
B. Saran ………………………………………………….……………….. 286
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….... 287 xiii 1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV menyebutkan
bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, maka setiap tindak
pidana yang terjadi seharusnya diproses melalui jalur hukum, jadi hukum
dipandang sebagai satu-satunya sarana bagi penyelesaian terhadap suatu tindak
pidana. Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum, yang mana larangan tersebut disertai dengan ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu. Dalam hal ini ada hubungannya dengan asas
legalitas, yang mana tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan telah diatur
dalam undang-undang, maka bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut
dan larangan tersebut sudah diatur dalam undang-undang, maka bagi para pelaku
dapat dikenai sanksi atau hukuman, sedangkan ancaman pidananya ditujukan
kepada orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula.
Eksistensi suatu negara yang disebut sebagai negara hukum antara lain tercermin
dari beberapa hal, yang biasanya disebut-sebut sebagai ciri negara hukum
(rechstaat) yang terdapat juga dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :
a. Adanya jaminan hak asasi manusia
b. Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara
c. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
mendasarkan atas hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis
d. Adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka.
harus
2 Tujuan dibentuknya negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD
1945 alinea IV adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan negara tersebut akan
tercapai
salah
satunya
adalah
melalui
pembangunan
demokrasi
yang
berkesinambungan. Demokrasi Indonesia dalam kaitannya dengan Indonesia
sebagai negara hukum adalah bagaimana melindungi masyarakatnya dalam hakhak asasi manusia yakni kebebasan untuk berbicara termasuk dalam masalah
Pemilihan Umum.
Konsep negara hukum yang berkedaulatan rakyat pada intinya mengandung
dua dimensi, yakni:
1. Dimensi kedaulatan hukum yang menghendaki seluruh aktifitas kehidupan
ketatanegaraan harus tunduk pada hukum. Hukum harus menjadi landasan
bagi setiap sikap tindak negara (asas legalitas). Hukum membawahkan
negara.
2. Dimensi kedaulatan rakyat yang menghendaki rakyat-lah yang memegang
kekuasaan tertinggi di dalam negara dan menentukan aturan main melalui
perangkat-perangkat hukum yang ada.1
Berdasarkan
dua dimensi tersebut di atas kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia selanjutnya disebut NKRI adalah berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, hal ini terdapat dalam
ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 :
“Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar.”
1
B.Hestu Cipto Handoyo,Hukum Tata Negara, Kewarganegraan & Hak asasi Manusia,Cetakan I, Universitas Atmajaya, Yogyakarta,2003, hal 200 3 Sedangkan NKRI sebagai negara hukum, sebagaimana juga tercermin dalam
perintah UUD 1945, Indonesia sebagai negara hukum (pasal 1 ayat (3)) UUD
1945. Pemilihan Umum (PEMILU) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Undang –
Undang Dasar dan pelanggaran terhadap aturan hukum haruslah ditindak dan
diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam penyelenggaraan PEMILU
diadakan setiap lima tahun sekali, hal ini tercermin di dalam Pasal 22E ayat (1)
UUD 1945 :
“Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”
Kemudian berdasarkan pasal tersebut di atas terdapat Asas-asas Pemilu yang
kemudian ditegaskan kembali di dalam Pasal 1 Ayat (1) UU No 10 Tahun 2008
Tentang Pemilu Legislatif :
“Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.”
Untuk itu, Warga Negara yang telah menjadi peserta pemilih memiliki hak dan
dijamin undang-undang untuk menentukan aspirasinya lewat Pemilu.
Sistem pemilu menurut Ramlan Surbakti secara umum mengandung empat
dimensi yaitu :
1. Besaran daerah pemilihan.
2. Pola pencalonan tertutup atau terbuka,
3. Sistem zigzag caleg perempuan
4 4. Model pemberian suara kepada parpol atau caleg dan berdasarkan suara
terbanyak.2
Pelaksanaan pemilu yang berkualitas dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut diantaranya kesadaran politik, tingkat pendidikan, sosial ekonomi
masyarakat, keberagaman ideologi, etnik dan suku, kematangan partai dan
kondisi geografis dimana faktor-faktor itu memiliki implikasi-implikasi yang
khas terkait perilaku memilih masyarakat sebagaimana sistem pemilu itu sendiri.3
Sejarah perkembangan Peraturan Pelaksanaan Pemilihan Umum dari tahun ke
tahun mengalami kemajuan seiring dengan perkembangan demokrasi itu sendiri.
Indonesia telah mengalami sembilan kali Pemilihan Umum. Pemilihan Umum
pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 dan terbaru pada tahun 2009. Sejak
tahun 2004 Pemilihan Umum diselenggarakan terjadi perubahan yang signifikan
terhadap sistem pemilu yang dianut di Indonesia. Pemilihan Umum tahun 2004
diselenggarakan pertama kali dimana peserta dapat memilih langsung anggota
DPD selain anggota DPR dan DPRD. Pemilihan Umum 2004 menggunakan
sistem proporsional dengan daftar calon terbuka untuk pemilihan anggota DPR
dan DPRD serta sistem distrik berwakil banyak untuk pemilihan anggota DPD.
Berdasarkan dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV
pasal 28G ayat (1) bahwa di dalam negara demokrasi:
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
2
Ramlan, Subakti, Putusan MK Suara Terbanyak Amburadul, http://www.inilah.com/rubrik/politik diakses tanggal 13 Januari 2009 3
Joko J, Ptihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal 32‐33 5 aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan, dengan merujuk pada asas kodifikasi,
bahwa (di samping hukum keperdataan, hukum acara perdata, hukum acara
pidana) juga hukum pidana harus diatur oleh undang-undang, yang dirangkum
dalam suatu kitab undang-undang. Dalam KUHP telah memuat beberapa pasal
yang secara substansi dapat digunakan untuk menjerat pelaku yang melakukan
tindak pidana yang berkaitan dengan Pemilu.
Kemurnian hasil pemilu adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan di dalam
negara demokrasi, oleh karena itu untuk menjamin pemilihan umum yang jujur
dan adil yang sangat penting diperlukan perlindungan bagi para pemilih, bagi
setiap pihak yang mengikuti pemilu maupun bagi rakyat umumnya dari segala
ketakutan, intimidasi, penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik curang lainnya,
yang akan mempengaruhi kemurnian hasil pemilihan umum. Jika pemilihan
umum dimenangkan dengan cara-cara curang, sulit dikatakan bahwa para
legislator yang terpilih merupakan wakil-wakil rakyat.
Pemilihan Umum yang jujur dan adil memang mahal. Meski demikian tak ada
satupun Pemerintah Negara, yang mengaku menganut paham demokrasi, mau
menghapus hajatan massal ini dengan alasan biaya.4 Pemerintah transisi Habibie,
harus diakui telah berupaya keras mempersiapkan segala sesuatunya, sehingga
mempersembahkan pemilu yang berkualitas pada tahun 1999. Dia tak segan
membuka pintu lembaga-lembaga independen dari dalam dan luar negeri untuk
4
Ishak Rafik,Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia,Cetakan I,Ufuk Publishing House,2008, hal 319 6 ikut menyaksikan dan mengawasi jalannya pemilihan. Tak heran lembagalembaga internasional pun ikut berdatangan, termasuk dana tentunya. Begitulah
di samping menyediakan anggaran Rp 1,3 Triliun buat hajatan besar itu, dana dari
luar pun ikut membanjiri republik.5
Dana yang sangat besar tersebut, pemilu menjadi proyek bisnis yang banyak
peminatnya, jika tidak hati-hati hal ini akan memunculkan konflik yang bisa
merugikan jalannya pemilu itu sendiri sehingga mengakibatkan ketidakmurnian
hasil pemilu. Persaingan ketat antara perusahaan dalam pemenangan tender
pelaksanaan pemilu dapat menimbulkan potensi berbagai praktik kecurangan
hingga dapat merusak tujuan sebenarnya, yakni pemilu yang Jujur dan adil dan
mendapatkan hasil yang berkualitas dan murni.
Untuk melindungi kemurnian hasil pemilu yang sangat penting tersebut bagi
negara demokrasi, para pembuat undang-undang telah menjadikan sejumlah
perbuatan curang dalam pemilihan umum sebagai tindak pidana. Dengan
demikian, undang-undang tentang pemilu di samping mengatur tentang
bagaimana pemilu itu diselenggarakan juga melarang sejumlah perbuatan yang
dapat menghancurkan hakikat kebebasan dan keadilan pemilu itu serta
mengancam pelakunya dengan sanksi pidana.
Dalam pelaksanaan pemilu tahun 2004 banyak terjadi kasus pelanggaran
aturan pemilu. Dasar hukum serta sistem pemilu 2004 diatur dalam UU No. 12
Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam
5
Idem, hal 334 7 penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran tersebut ternyata mengalami
banyak kendala.
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2009 diselenggarakan secara
serentak untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia
periode 2009-2014. Hal ini tentu merupakan kerja yang berat dalam
penyelenggaraannya, sehingga pelanggaran peraturan pemilu sangat berpontensi
terjadi. Selain itu batasan waktu yang ketat untuk penyelesaian kasus pelanggaran
pidana aturan pemilu menyebabkan banyaknya kasus yang tidak selesai pada
waktunya.
KUHP sebagai hukum umum (lex generalis) sebenarnya bisa dipakai sebagai
dasar hukum untuk menindak pelanggaran yang berkaitan dengan pemilihan
umum. Dasar hukum tersebut dimuat dalam Pasal 148 sampai dengan Pasal 153.
Namun demikian, pembuat undang-undang rupanya punya paradigma dan pola
pikir (frame of mind) yang intinya bahwa KUHP tidak cukup potensial sebagai
jerat untuk menindak pelaku pelanggaran/kejahatan dalam rangkaian pemilu.
Walaupun kalau kita cermati UU tentang Parpol dan UU tentang Pemilu yang ada
sekarang ini, klausul-klausul pasal yang mengaturnya juga kurang lengkap dan
tidak cukup komprehensif.
8 Saat ini telah ada undang-undang (UU) yang mengatur secara tegas tindak
pidana pelanggaran pemilu. Salah satunya adalah Undang-undang No.10 Tahun
2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang di undangkan tanggal
31 Maret 2008 mencabut UU Pemilu sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Undang-undang
tersebut merupakan pedoman bagi penyelenggara pemilu dan semua pihak-pihak
yang terlibat didalamnya serta memberikan sanksi pihak-pihak yang terlibat
didalamnya serta memberikan sanksi kepada yang menyelenggarakannya dan
sanksi pidana tersebut pada hakikatnya adalah untuk mengawal pemilu yang
luber dan jurdil.
Selain itu, penyelesaian tindak pidana pemilu mengalami perkembangan yang
cukup pesat. Perkembangan itu mencakup semakin luasnya jenis tindak pidana
pemilu, dan peningkatan sanksi pidana. Dari segi jenis tindak pidana, 15 tindak
pidana pemilu pada UU No. 3 Tahun 1999, menjadi 26 tindak pidana pemilu
pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan bertambah menjadi 55 tindak
pidana pemilu pada Undang-Undang nomor 10 tahun 2008. Sedangkan, berkaitan
dengan sanksi, UU yang baru memuat ancaman minimal pada setiap tindak
pidana pemilu dan denda yang bisa dijatuhkan sekaligus.
Namun dalam konsepsi penerapan sanksi pidana pemilu tersebut masih perlu
dikritisi dan dikaji lebih mendalam dan komprehensif tentang penerapan sanksi
tindak pidana pemilu. Hal ini terkait dengan banyaknya jenis pelanggaran serta
kendala di lapangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dan masyarakat.
9 Selain itu apakah juga adakah konsistensi dan kesesuaian antara UU pemilu
dengan regulasi yang lain menyangkut Tindak Pidana Pemilu tersebut, sehingga
mempengaruhi penerapan sanksi pidana Pemilu di Indonesia pada tingkatan
Putusan badan peradilan tingkat Pengadilan yang memiliki kekuatan hukum
tetap.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul : Tindak Pidana Pemilihan Umum (Tinjauan Yuridis
Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu Dalam Undang-Undang
Pemilu Legislatif)
B. Perumusan Masalah
Berdasar hal-hal yang telah diuraikan tersebut di atas, maka dapat dinyatakan
dalam pertanyaan penelitian yaitu :
1.
Bagaimana kebijakan formulasi dalam perumusan tindak pidana pemilu
pada Undang-undang No.10 Tahun 2008 ?
2.
Bagaimana penerapan ketentuan tindak pidana Pemilihan Umum
sebagaimana tersebut di dalam Undang-undang No.10 Tahun 2008 ?
C. Maksud Dan Tujuan Penelitian
1. Maksud Penelitian
Penelitian ini untuk mendapatkan jawaban tentang
kebijakan
formulasi perumusan tindak pidana pemilu di dalam Undang-undang No 10
Tahun 2008 dan penerapan sanksi tindak pidana Pemilihan Umum tersebut di
dalam Undang-undang No.10 Tahun 2008.
10 2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan maksud penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan kejelasan dan kelengkapan kebijakan formulasi
perumusan tindak pidana pemilu di dalam Undang-undang No 10 Tahun 2008
dan penerapan sanksi tindak pidana Pemilihan Umum tersebut di dalam
Undang-undang No.10 Tahun 2008.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan teoritis dan
operasional.
1.
Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan konsep ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum
pada khususnya.
2.
Kegunaan Operasional
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
kepada penegak hukum dalam penjatuhan Pidana Pemilu, Pembuat Undangundang Tindak Pidana Pemilu ke depan, maupun sebagai bahan referensi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
11 KERANGKA PEMIKIRAN
UUD 1945 Pembukaan UUD 1945: Indonesia merupakan Negara berdasarkan atas Hukum Indonesia adalah negara berdasarkan Demokrasi dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Salah satu bentuk implementasi demokrasi dan kedaulatan rakyat adalah melalui pemilu Pasal 22E UUD 1945 KUHP UU No 22 th 2007 UU No 10 Th 2008 Peraturan Lain Statute Approach, Tindak Pidana Pemilu dan penerapannya secara Konsep Case Approach, Penerapan Sanksi Pidana Pemilu Pada Praktek 4 Perkara Putusan Peradilan Tahun 2009 Kesimpulan 12 Bagan I. Kerangka Berpikir
Pemikiran teoritis sebagai penuntun penulis dalam penelitian ini diawali
dengan pemahaman bahwa UUD 1945 merupakan dasar Negara Indonesia serta
konstitusi Negara Indonesia. Kekuasaan tertinggi negara ini secara tegas diatur dalam
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Sedangkan demokrasi adalah suatu pemerintahan dimana
rakyat ikut serta memerintah baik secara langsung yang terdapat pada masyarakatmasyarakat yang masih sederhana (demokrasi langsung), maupun secara tidak
langsung karena rakyat diwakilkan (demokrasi tidak langsung) yang terdapat di
dalam negara negara modern.
Implementasi dari demokrasi perwakilan tercermin pada salah satu kegiatan
yang bernama Pemilihan Umum, yang merupakan bentuk perwujudan kekuasaan
rakyat dalam negara Indonesia. Pemilu merupakan sarana demokrasi yang dapat
menentukan siapa yang berhak menduduki kursi di lembaga politik negara baik
legislatif maupun eksekutif. Pemilu sendiri diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.
Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 22E ayat (6) UUD 1945 bahwa
ketentuan lebih lanjut mengenai pemilu diatur dengan undang-undang. Maka, dalam
Hukum Positif Indonesia telah diatur Pemilu 2009 di atur di dalam UU No.10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk menjaga kualitas
kemurnian dari proses dan hasil pemilu itu sendiri telah diatur beberapa ketentuan
yang menyangkut tindak pidana pemilu baik di dalam KUHP maupun di dalam UU
No 10 tahun 2008, yang kemudian ditelaah dengan peraturan-peraturan yang lainnya
13 baik secara vertikal maupun horizontal. Sehingga dapat diketahui konsep Penerapan
Sanksi Tindak Pidana Pemilu secara abstrak.
Konsep Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu belumlah lengkap hingga
dapat dipraktekkan dalam kasus kasus tindakan pidana pemilu yang real terjadi dalam
masyarakat yang kemudian mencapai pada Putusan-Putusan Badan Peradilan yang
memiliki kekuatan hukum tetap. Sehingga dapat diketahui Sejauh mana
pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara-perkara yang terkait
dengan tindak pidana pemilu itu dapat diterapkan sanksinya sesuai dengan
Perundang-undangan yang ada. Berdasarkan pemahaman di atas, penelitian ini akan
melakukan pendekatan perundang-undangan dengan pendekatan kasus.
14 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Demokrasi
1. Pengertian Demokrasi
Konsepsi atas pemikiran mengenai demokrasi telah mengalami proses
perkembangan sejak ratusan tahun silam. Perkembangan demokrasi sejalan
dengan peradaban manusia itu sendiri. Istilah demokrasi berasal dari
bahasa Yunani yang terdiri dari kata Demos (Rakyat) dan Kratos/Kratein
(Berkuasa/kekuasaan). Secara harfiah kata demokrasi dapat diartikan
sebagai rakyat berkuasa.
Demokrasi pada saat ini telah berkembang menjadi asas dan sistem
dalam pemerintahan di tiap-tiap negara yang menganutnya dan berbeda
penerapannya satu sama lain. Perkembangan pengertiannya sendiri dari
istilah demokrasi pada asasnya tidak terjadi perubahan, yaitu suatu sistem
pemerintahan di mana dipegang oleh rakyat atau setidak-tidaknya rakyat
diikutsertakan di dalam pembicaraan masalah-masalah pemerintahan.6
Henry B. Mayo memberikan definisi mengenai demokrasi sebagai sistem
politik sebagai berikut :
“A democratie political system is one in which public policies are
made on a majority basis, by representative subject to effective
popular control at periode elections which are conducted on the
6
Joeniarto, Demokrasi Dan Sistem Pemerintahan Negara, Cetakan II, Bina Aksara, Jakarta, 1984, hal 22. 15 principle of political equality and under conditions of political
freedom”.
(sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum
ditentukan atas dasar meyoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang berdasarkan atas
prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik).7
Lebih lanjut, Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi didasari
oleh beberapa nilai, yakni :
1) Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga
(institutionalized peaceful settlement of conflict);
2) Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu
masyarakat yang sedang berubah (peaceful change in changing
society);
3) Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur (orderly
succession of rulers);
4) Membatasi pemakaian-pemakaian kekerasan sampai minimum
(minimum of coercion);
5) Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity)
dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat,
kepentingan, serta tingkah laku;
6) Menjamin tegaknya keadilan.8
Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan
beberapa lembaga, yakni :
1) Pemerintahan yang bertanggung jawab;
2) Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan
kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan
pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan atas dasar sekurangkurangnya dua calon untuk setiap kursi;
3) Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik;
4) Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat;
5) Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan
mempertahankan keadilan.9
7
Henry B. Mayo,An Introduction to Demokratic Theory, Oxford University Press, 1960, hal 70 dalam Ni’matul, Huda,Hukum Tata Negara Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 244. 8
Ibid, hal 245. 9
Ibid. 16 2. Model-Model Demokrasi
Dalam sistem demokrasi modern dewasa ini, sistem kekuasaan dalam
kehidupan bersama biasa dibedakan dalam tiga wilayah atau domain, yaitu
negara (state), pasar (market), dan masyarakat (civil society). Ketiga
wilayah atau domain kekuasaan itu mempunyai logika dan hukumhukumnya sendiri. Ketiganya diidealkan harus berjalan seiring dan sejalan,
sama-sama kuat dan sama-sama saling mengendalikan satu sama lain,
tetapi tidak boleh saling mencampuri atau dicampuradukkan.10
Jika kekuasaan negara melampaui kekuatan masyarakat (civl society)
dan pasar (market), demokrasi dinilai tidak akan tumbuh karena terlalu
didikte dan dikendalikan oleh kekuasaan negara.
Jika kekuatan pasar
terlalu kuat, melampaui kekuatan ‘civil society’ dan negara, berarti
kekuatan uanglah atau kaum kapitalislah yang menentukan segalanya
dalam peri kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Tetapi, jika kekuasaan yang dominan adalah ‘civil society’, sementara
negara dan pasar lemah, maka yang akan terjadi adalah kehidupan bersama
yang ‘chaos’, ‘messy’, ‘governmen-less’, yang berkembang tanpa arah
yang jelas.11
Dalam sejarah teori demokrasi terletak suatu konflik yang sangat tajam
mengenai apakah demokrasi harus berarti suatu jenis kekuasaan rakyat
(suatu bentuk politik di mana warga negara terlibat dalam pemerintahan
10
Jimly Asshiddiqie,Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Cetakan III, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal 43. 11
Ibid. 17 sendiri dan pengaturan sendiri) atau suatu bantuan bagi pembuatan
keputusan (suatu cara pemberian kekuasaan kepada pemerintah melalui
pemberian suara secara periodik). Menurut David Held, konflik inti
tersebut telah memunculkan tiga jenis atau model pokok demokrasi, yakni :
1) Demokrasi Langsung atau Demokrasi Partisipasi, suatu sistem
pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah publik di mana
warganegara terlibat secara langsung. Ini adalah demokrasi “asli” yang
terdapat di Athena kuno.12 Sistem demokrasi yang terdapat di negara
kota (city state) Yunani Kuno abad ke-6 sampai abad ke-3 S.M
merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk
pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan
politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang
bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.13 Demokrasi Athena sudah
lama diambil sebagai sumber inspirasi fundamental bagi pemikiran
politik barat modern.
2) Demokrasi Liberal atau Demokrasi Perwakilan (representative
democracy), suatu sistem pemerintahan yang mencakup “pejabatpejabat” terpilih yang melaksanakan tugas “mewakili” kepentingankepentingan atau pandangan-pandangan dari para warganegara dalam
daerah-daerah yang terbatas sambil tetap menjunjung tinggi “aturan
hukum”.14
3) Demokrasi yang didasarkan atas model Satu Partai.15 Partai tersebut
merupakan instrumen yang bisa menciptakan landasan bagi sosialisme
dan komunisme. Dalam prakteknya, partai harus memerintah; dan
hanya pada “era Gorbachev” di Uni Soviet (dari tahun 1984 sampai
agustus 1991), dari kekuasaan pusat sampai ke kekuasaan di tingkat
desa dan sekitarnya diberi sesuatu yang lebih dari sekedar peranan
simbolik atau ritualistik pada periode pasca revolusioner.16 Demokrasi
yang mendasarkan dirinya atas komunisme, mencita-citakan
pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya (machtsstaat) dan
yang bersifat totaliter.17
12
David Held,Demokrasi dan Tatanan Global Dari Negara Modern Hingga Pemerintahan Kosmopolitan, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hal 5. 13
Ni’matul Huda, Op. cit., hal 239. 14
David Held, Op. cit.,hal 6. 15
Ibid. 16
Ibid.,hal 17 17
Ni’matul Huda, Op. cit., hal 243. 18 Menurut Soehino, dalam representative democracy terdapat beberapa
tipe yakni :
1) Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan
secara tegas atau sistem presidensiil,
2) Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan di
mana badan-badan yang diserahi kekuasaan masing-masing ada
hubungan timbal balik antara badan legislatif dengan eksekutif atau
sistem demokrasi parlementer,
3) Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan dan
dengan kontrol langsung oleh rakyat dalam suatu sistem referendum
atau sistem badan pekerja.18
Berdasarkan model demokrasi tidak langsung inilah, maka hubungan
demokrasi dengan sistem pemerintahan negara akan berkisar kepada
hubungan antara badan-badan perwakilan rakyat dengan badan pemegang
kekuasaan eksekutif.19
Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak
dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap
Kekuasaan
negara
dibagi
sedemikan
rupa
warga negaranya.
sehingga
kesempatan
penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada
beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan
dalam satu tangan atau satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip
ini terkenal dengan Negara Hukum (Rechtsstaat) dan Rule of Law.20
Adapun asas-asas demokratis yang melandasi rechtsstaat menurut S.W.
Couwenberg meliputi lima asas, yakni:
18
Soehino, Ilmu Negara, cetakan III, Liberty, yogyakarta, 2000, hal 258. Hestu Cipto Handoyo,Op. cit., hal 100‐101. 20
Ni’matul Huda, Op. cit.,hal 243. 19
19 1)
2)
3)
4)
5)
Asas hak-hak politik (het beginsel van de politieke grondrechten);
Asas mayoritas;
Asas perwakilan;
Asas pertanggungjawaban;
Dan asas publik (open baarheidsbeginsel).21
Atas dasar sifat-sifat tersebut, yaitu liberal dan demokratis, ciri-ciri
rechtsstaat adalah :
a. Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan
tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;
b. Adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi : kekuasaan
pembuatan undang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan
kehakiman yang bebas yang tidak ahanya menangani sengketa antara
individu rakyat, tetapi juga antara peguasa dan rakyat, dan pemerintah
yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang.
c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.22
Ciri-ciri di atas menunjukan dengan jelas bahwa ide sentral rechtsstaat
adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang
bertumpu atas dasar prinsip kebebasan dan persamaan.23
Sedangkan menurut M.Topan memberikan penjelasan mengenai modelmodel demokrasi berdasarkan prinsip pembagiannya yakni:
a. Prinsip Historis atau Sifat Penyaluran Aspirasi
Menurut sejarah pertumbuhan dan perkembangan yang ditandai
dengan sifat tata cara penyaluran kehendak dan aspirasi rakyat, maka
pemerintah demokrasi dapat digolongkan menjadi:
1. Demokrasi Langsung
Model demokrasi ini lahir di negara kota Athena yang jumlah
penduduknya terbatas. Karena itu mereka wajib menghadiri rapat
yang diadakan pemerintah, rakyat dapat menyalurkan aspirasinya
secara langsung dalam rapat tersebut.
2. Demokrasi Tidak Langsung
21
Ibid., hal 246 Ibid. 23
Ibid,hal 247. 22
20 Demokrasi ini juga disebut dengan demokrasi perwakilan atau
demokrasi parlementer. Demokrasi ini diwujudkan dengan adanya
pemerintahan yang bersendikan perwakilan rakyat, yang
kekuasaannya dan wewenangnya berasal dari rakyat dan
dilaksanakan melalui wakil-wakil rakyat serta bertanggung jawab
penuh kepada rakyat.
b. Prinsip Idiologis
Pemerintah demokrasi dapat digolongkan menurut macam-macam
idiologis atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa-bangsa yang
bersangkutan seperti :
(1) Demokrasi Individual
Demokrasi yang dijiwai oleh paham individualisme Yunani Kuno
sehingga dapat juga disebut demokrasi Langsung.
(2) Demokrasi Liberal
Jenis demokrasi ini dijiwai oleh paham liberalisme yakni paham
yang menekankan kepada kebebasan yang pada akhirnya bermuara
pada
prinsip
materialisme/individualisme.
Demokrasi
yang
berdasarkan paham liberal disebut sebagai demokrasi parlementer
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
-
-
-
-
Sistem voting atau pemungutan suara yang berakhir dengan
menang – kalah
Sistem oposisi, yaitu reaksi golongan yang dikalahkan dengan
voting, dengan kegiatan yang bertujuan memblokade kebijakan
pemerintah yang didukung oleh golongan mayoritas pemenang.
Sistem mosi tidak percaya, yaitu suatu tindakan parlemen
untuk menjatuhkan pemerintahan karena kebijakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah tidak memperoleh dukungan
mayoritas pemenang.
Sistem demonstrasi, yaitu kegiatan pihak oposan yang
menghimpun dan menggunakan kekuatan masa pendukung
untuk memaksakan kehendaknya kepada pemerintah.
Sistem Pemisahan kekuasaan.
Sistem Multi Partai, yaitu adanya kebebasan untuk mendirikan
banyak partai.
21 (3) Demokrasi Rakyat
Jenis demokrasi ini didasarkan oleh paham sosialisme komunisme
yakni paham yang mengutamakan kepentingan negara/komune dan
mengabaikan kepentingan individu/perorangan. Bukan rakyat yang
berdaulat atau memegang kekuasaan tertinggi melainkan segelintir
orang yang menguasai partai.
Ciri – ciri demokrasi rakyat yang menonjol adalah :
-
sistem mono partai atau partai tunggal yaitu partai komunis.
sistem pimpinan rangkap yaitu pimpinan partai jga rangkap
pimpinan negara
sistem pemusatan kekuasaan yakni pemusatan kekuasaan di
tangan penguasa tertinggi di dalam negara/partai
sistem otoriter yaitu penguasa dapat dipaksakan kepada rakyat.
(4) Demokrasi Pancasila
Demokrasi ini dijiwai oleh paham Pancasila yakni falsafah hidup
asli
bangsa
Indonesia.
Demokrasi
Pancasila
berasaskan
musyawarah untuk mencapai mufakat dengan mengutamakan
prinsip keseimbangan kepentingan.24
3. Demokrasi Di Indonesia
Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat) dalam perkembangannya
tidak dapat dipisahkan dari paham demokrasi (kerakyatan). Sebab pada
akhirnya, hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau
pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar kekuasaan
atau kedaulatan rakyat.25
24
Topan, Demokrasi Pancasila Analisa Konsepsional Aplikatif,1989, hal 29. Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 245. 25
22 Menurut Miriam Budiardjo, dipandang dari sudut perkembangan
demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa yaitu :
1)
2)
3)
Masa Republik Indonesia I, yaitu masa demokrasi (konstitusionil)
yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan yang
karena itu dapat dinamakan demokrasi parlementer.
Masa Republik Indonesia II, yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang
dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi
konstitusional yang secara formil merupakan landasannya, dan
menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
Masa Republik Indonesia III, yaitu masa Demokrasi Pancasila yang
merupakan demokrasi konstitusionil yang menonjolkan sistem
presidensiil.26
Berbicara mengenai demokrasi di Indonesia tidak bisa lepas dari alur
periodesasi sejarah politik di Indonesia, yaitu periode pemerintahan masa
revolusi
kemerdekaan,
pemerintahan
Parlementer
(representative
democracy), pemerintahan Demokrasi Terpimpin (guided democracy),
dan pemerintahan Orde Baru (Pancasila Democracy).27
Setiap periodisasi sejarah demokrasi Indonesia memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Era reformasi telah menggantikan rezim Orde
Baru membawa dampak perkembangan demokrasi itu sendiri. Derap
reformasi yang mengawali lengsernya Orde Baru pada awal tahun 1998
pada dasarnya, merupakan gerak kesinambungan yang merefleksikan
komitmen bangsa Indonesia yang secara Rasional dan sistematis bertekad
untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi.28
26
Miriam, Budiardjo, Dasar‐Dasar Ilmu Politik, Cetakan VII, PT Gramedia, Jakarta, 1982, hal 57. Afan, Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi,Cetakan V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 10. 28
Ni’matul, Huda, Op.cit.,hal 252 27
23 Reformasi sebagai suatu era dalam pengertian politis sebagai tatanan
atau rezim, harus diartikan sebagai usaha sistematis dari bangsa Indonesia
untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi; atau lebih luas lagi
untuk mengaudit dan mengaktualisasikan indeks demokrasi yang pada
orde lalu telah dimanipulasi.29
B. Pemilu Pada Umumnya
Pemilu mempunyai hubungan erat dengan prinsip demokrasi dan prinsip
hukum sebagai prinsip-prinsip fundamental yang banyak dipergunakan di
negara-negara modern. Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena
sebenarnya pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi.
Dalam prinsip negara hukum, melalui pemilu rakyat dapat memilih wakilwakilnya yang berhak membuat produk hukum dan melakukan pengawasan atau
pelaksanaan kehendak-kehendak rakyat yang digariskan oleh wakil-wakil rakyat
tersebut.30
1. Pengertian Pemilu
Menurut Hendarman Ranadireksa kaitan antara pemilu dengan prinsip
demokrasi yaitu bahwa pemilu adalah sarana demokrasi yang daripadanya
dapat ditentukan siapa yang berhak menduduki kursi lembaga politik negara,
legislatif dan/atau eksekutif. Melalui pemilu rakyat memilih figur yang
dipercaya yang akan mengisi jabatan legislatif dan/atau eksekutif. Dalam
29
Muladi,Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, 2002, dalam Ni’matul Huda, Op. cit., hal 262 30
Moh.Mahfud, MD, Hukum dan Pilar‐Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999 24 pemilu rakyat yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih secara bebas,
dan rahasia, menjatuhkan pilihan figur yang dinilai sesuai dengan
aspirasinya. Tentu tidaklah mungkin seluruh aspirasi dapat ditampung. Dari
sekian banyak pilihan aspirasi maka suara terbanyak pemilih dinyatakan
sebagai pemenang karena ia mewakili kehendak rakyat yang terbanyak pula.
Aspek terpenting dalam demokrasi adalah mengakui dan menghormati suara
mayoritas. Namun demikian teramat penting untuk dipahami bahwa arti
mayoritas, dalam demokrasi bukan lahir dari asumsi atau sekedar kuantitas
yang bersifat konstanta. Klaim mayoritas, tanpa pemilu, atas nama suku,
agama, ras atau golongan (buruh, tani, nelayan, dll), jelas bukan demokrasi
melainkan tirani.31 Pemilihan umum pada dasarnya adalah suatu kegiatan
politik yang bertujuan untuk menetapkan siapa-siapa dapat mewakili rakyat
sesuai keputusan bebas dari rakyat pemilih.32
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilu, Pemilihan umum diartikan sebagai :
“Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksnakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”33
Salah satu agenda yang penting dalam proses perubahan politik adalah
menyelenggarakan pemilihan umum. Makna pemilihan umum yang paling
31
Hendarmin, Ranadireksa, Visi Bernegara Aksitektur Konstitusi Demokratik,Cetakan I, Fokusmedia, Bandung, 2007, hal 31. 32
Topan, M, Demokrasi Pancasila analisa Konsepsional Aplikatif, 1989, hal 29. 33
Undang‐Undang No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Legislatif, hal 3. 25 esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai
institusi untuk melakukan menduduki kekuasaan (pengaruh) yang dilakukan
dengan regulasi, norma dan etika sehingga sirkulasi elit politik (pergantian
kekuasaan) dapat dilakukan secara damai dan beradab.
Pemilihan umum bertujuan mengimplementasikan kedaulatan rakyat dan
kepentingan rakyat dalam lembaga politik negara. Melalui pemilihan umum,
rakyat mempunyai kesempatan untuk memilih wakil-wakilnya yang akan
duduk dalam lembaga perwakilan. Secara ideal wakil yang duduk di
lembaga perwakilan adalah mereka yang dipilih sendiri oleh rakyat melalui
pemilihan menurut hukum yang adil. Dengan demikian, pemilihan umum
merupakan komponen penting dalam negara demokrasi karena berfungsi
sebagai alat penyaring bagi mereka yang akan mewakili dan membawa suara
rakyat dalam lembaga perwakilan.34
Perwujudan kedaulatan rakyat yang dimaksud dilaksanakan melalui
Pemilu secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakilwakilnya
yang
akan
menjalankan
fungsi
melakukan
pengawasan,
menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai
landasan bagi semua pihak Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
menjalankan
fungsi
masing-masing,
serta
merumuskan
anggaran
pendapatan dan belanja dalam membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi
tersebut.
34
Moh Mahfud, MD,Hukum dan Pilar‐Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal 221‐222. 26 Menurut Aurell Croissant, dalam perspektif politik sekurangnya ada tiga
fungsi pemilihan umum, yakni :
1) Fungsi Keterwakilan. Fungsi Keterwakilan merupakan urgensi di negara
demokrasi baru dalam beberapa pemilu.
2) Fungsi Integrasi. Fungsi ini menjadi kebutuhan negara yang
mengkonsolidasikan demokrasi.
3) Fungsi Mayoritas. Fungsi Mayoritas merupakan kewajiban bagi negara
yang hendak mempertahankan stabilitas dan kepemerintahan
(governability).35
Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota
DPR, DPD, dan DPRD Pasal 1 ayat (1) Pemilihan Umum yang selanjutnya
disebut Pemilu adalah Sarana Pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
dilaksanakan secara langsung, Umum, bebas, Rahasia, Jujur dan Adil, dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Definisi tersebut
juga bisa diketemukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007
Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
2. Asas Pemilihan Umum
Asas pemilihan umum dalam Pasal 2 UU No.10 Tahun 2008 dinyatakan
bahwa pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
35
Joko J,Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis,Cetakan I, Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2008, hal 18 27 Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka Pemilu diselenggarakan
berlandaskan :
1) Asas Langsung, dengan asas langsung rakyat sebagai pemilih
mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai
dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
2) Besifat umum, berarti menjamin kesempatan yang belaku menyeluruh
bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama,
ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan pekerjaan dan status sosial.
3) Bebas, berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas
menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
4) Rahasia, berarti di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara
dijamin keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih sesuai
dengan kehendak hati nuraninya. Dalam memberikan suaranya, pemilih
dijamin bahwa pilihanya tidak akan diketahui oleh pihak manapun.
5) Jujur dan adil berarti pemilih memberikan suaranya pada surat suara
bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap
pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas
dari kecurangan pihak manapun.36
Menurut Sukarna pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan secara bebas.
Syarat agar pemilu berlangsung secara bebas ada sepuluh, yakni:
a. Aman. Dalam suatu negara yang tidak aman tidak akan dapat
dilakukan pemilihan umum.
b. Tertib. Suatu pemilihan umum yang tidak berjalan tertib tidak akan
menjamin suatu hasil yang baik.
c. Adil. Suatu pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi harus
tetap menjunjung tinggi keadilan yaitu tidak adanya penindasan dan
paksaan.
d. Kemerdekaan Perorangan. Pemilihan umum yang bebas hanya akan
dapat dilakukan apabila setiap orang sebagai warga negara dilindungi
atau dijamin kemerdekaannya oleh undang-undang.
e. Kesejahteraan Masyarakat. Suatu masyarakat yang sejahtera yaitu
bebas dari kemiskinan dan ketakutan akan dapat melakukan pilihannya
secara bebas tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat
mengganggu kemerdekaannya untuk memilih.
f. Pendidikan. Dalam masyarakat yang warga negaranya sebagaian besar
buta huruf akan sukar untuk dijalankan pemilihan umum secara bebas
karena komunikasi dua arah tidak bisa dijalankan secara sempurna.
36
Penjelasan Umum Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 2008 28 g. Terdapat partai politik dari satu. Pemilihan umum yang bebas hanya
dapat terselenggara apabila dalam negara itu terdapat lebih dari satu
partai politik, sehingga rakyat dapat memilih mana yang lebih cocok
dengan pendiriannya masing-masing.
h. Terdapat media pers yang bebas. Pers yang bebas merupakan syarat
untuk alat komunikasi antara pemimpin politik dengan rakyat sehingga
pemimpin politik dapat mengemukakan tujuan dari partainya tadi,
maka rakyat akan dapat menilai mana yang paling baik untuk
menentukan pilihannya.
i. Terdapat open management. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya
dapat terselenggara apabila negara itu menjalankan open management
yaitu adanya free social support atau dukungan yang bebas dari
masyarakat terhadap pemerintahan dan adanya free social control atau
pengawasan yang bebas dari masyarakat terhadap aparatur
pemerintahan dan adanya
free social responsibility atau
pertanggungjawaban yang bebas dari kebohongan oleh pihak
pemerintah.
j. Terdapat Rule of law. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat
dilakukan dalam negara yang menjalankan rule of law yaitu baik
pemerinta maupun rakyat sama-sama taat menjalankan undangundang.37
Pada saat Pemilu dijadikan manifestasi prinsip kedaulatan rakyat, maka
mulai saat itulah rakyat diberikan kebebasan dalam memilih dan menentukan
calon-calon wakil yang tergabung dalam Partai Politik. Berkaitan dengan
asas pemilu Pasal 21 ayat (3) Piagam tentang Pernyataan HAM sedunia
menentukan :
“Kehendak rakyat ialah dasar kekuasaan pemerintah; kehendak itu akan
dilahirkan dalam pemilihan-pemilihan berkala dan jujur yang
dilakukan dalam Pemilihan Umum dan berkesamaan atas pengaturan
suara yang rahasia dengan cara pemungutan suara yang bebas dan
yang sederajat dengan itu”.
Dengan demikian, kebebasan, kejujuran, rahasia dan kesamaan merupakan
hal-hal yang esensiil dalam penyelenggaraan pemilu.38
37
Sukarna,Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981, hal 83 B.Hestu Cipto Handoyo, Op. cit.,hal 217 38
29 Pengertian dan makna asas-asas Pemilu Indonesia yang sedemikan
komplek tersebut di atas, kalau diterjemahkan lebih singkat pada hakikatnya
dipergunakan untuk memberikan landasan filosofis bagi seluruh rangkaian
proses penyelenggaraan Pemilu.
3. Sistem Pemilihan Umum
Salah satu yang paling penting dalam pelaksanaan pemilu adalah sistem
pemilu yang representatif di dalam negara demokrasi. Penyebab utama hingga
terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu adalah selain Implementasi
Asas Pemilu yang belum mantap dan pengawasan atas jalannya pemilu tidak
berjalan secara efektif adalah karena sistem pemilu yang tidak representatif.39
Sistem pemilu menurut Lijphart, dalam Ilmu Politik dimaknai sebagai
suatu kumpulan metode atau cara warga masyarakat memilih para wakil
mereka. Manakala sebuah Lembaga Perwakilan Rakyat-apakah itu DPR atau
pun DPRD-dipilih maka sistem pemilihan mentransfer jumlah suara ke dalam
jumlah kursi, sementara itu pemilihan presiden, gubernur, dan bupati yang
merupakan representasi tunggal dalam sistem pemilihan, dasar jumlah suara
yang diperoleh menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, dengan
melihat kenyataan seperti itu, maka betapa pentingnya sistem pemilihan dalam
sebuah demokrasi.40
39
B.Hestu Cipto Handoyo, Op. cit., hal 199 Afan, Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Cetakan V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 10. 40
30 Sistem pemilu menurut Joko J. Prihatmoko, berkaitan erat di antara dua
faktor internal dan eksternal terhadap kinerja legislatif. Termasuk faktor
eksternal adalah partisipasi aktif dan kontrol masyarakat, kelompok
kepentingan, LSM, pers bebas dan mandiri, solidaritas masyarakat madani,
dan atmosfer makro kepolitikan. Faktor internalnya antara lain kualitas
anggota dan kapasitas sistem serta mekanisme kelembagaan legislatif
sendiri.41
Di antara kedua faktor itu, yang bahkan merupakan faktor berpengaruh
adalah faktor perantara atau penghantar, yakni prosedur atau mekanisme yang
menjadikan sesorang sebagai legislatif dan karenanya derajat keterikatan
anggota legislatif dengan pemilih ditentukan, faktor itu adalah sistem
pemilu.42
Selanjutnya masih menurut Joko J. Prihatmoko, ada enam prinsip yang
menjadi petunjuk dalam memilih sistem pemilu, yakni :
1) Sistem pemilu sangat berpengaruh terhadap watak atau persaingan
konstestan.
2) Sistem pemilu dapat dengan mudah dimanipulasi, khususnya oleh partaipartai besar, untuk memperlancar perilaku politik tertentu.
3) Sistem pemilu dapat mempengaruhi jumlah dan ukuran relatif partai
politik di parlemen.
4) Sistem pemilu juga menentukan keterpaduan internal dan disiplin masingmasing partai. Sebagian sistem mendorong faksionalisme dan sebagian
lainnya memaksa partai-partai untuk bersatu suara dan menekan
pembangkangan (disobedience).
5) Sistem pemilu bisa mengarahkan pada pembentukan koalisi atau
pemerintahan satu partai dengan kendala yang dihadapi partai mayoritas.
6) Sistem pemilu dapat mendorong atau menghambat pembentukan aliansi
di antara partai-partai, dan bisa pula memberi rangsangan kepada
41
Joko J,Prihatmoko,Op. cit., hal 69 Ibid. 42
31 beberapa kelompok agar lebih bersikap akomodatif atau memberi
dorongan kepada partai-partai untuk menghindari konflik berdasarkan
ikatan etnik, kesukuan atau kekerabatan.43
Menurut pendapat Muh.Nur Sadik mengenai sistem pemilihan umum
yang berkaitan erat dengan pembangunan politik di Indonesia mengacu
kepada dua hal pokok yakni:
1. Bagaimana mengimplementasikan demokrasi,
2. Menemukan sistem yang unggul dan handal dalam melaksanakan
pemilu di Indonesia yang cocok dengan masyarakat majemuk atau
pluralitas di Indonesia.44
Pendapat lain mengenai sistem pemilu yang berkaitan dengan proses
pemilihan umum yaitu menurut TA. Legowo dan Sebastian Salang yang
menyatakan pada pemilu 2009 yang akan datang terdapat perubahan sistem
yang berkaitan dengan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ambang batas (threshold),
Daerah Pemilihan (DaPil)
Jumlah kursi DPR dan DPRD Kabupaten/Kota,
Penghitungan sisa suara kursi,
Teknis pemberian suara,
Dan calon perempuan.45
Penerapan sistem pemilu dalam setiap pemilu di mana saja menurut
Sukarna, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Social culture (education of the people),
The position of political party,
Press and public opinion,
The law of general election,
The role of armed forces in politics,
The man in position,
Order,
43
Ibid,hal 34. Muh Nur Sadik,Jurnal Ilmiah Hukum Legality, Vol 13 Nomor 2, Fakultas Hukum UMM, hal 249 45
TA Legowo dan Sebastian Salang, Panduan Menjadi Calon Anggota DPR/DPD/DPRD Mengahadapi Pemilu, cetakan I, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hal 18. 44
32 8. Security,
9. Social economy.46
Sistem pemilihan umum berbeda-beda tergantung dari sudut mana
pandangan ditujukan kepada rakyat. Salah satu fungsi utama pemilihan umum
dalam negara demokratis tidak lain adalah untuk menentukan kepemimpinan
nasional secara konstitusional. Oleh sebab itu dalam bentuk dan jenis sistem
pemerintahan apa pun, pemilu menduduki posisi yang sangat strategis dalam
rangka melaksanakan tujuan pemilihan umum.47
Untuk melaksanakan pemilihan umum guna menentukan seseorang
menjadi pejabat negara (Presiden dan Wakil Presiden), dapat ditempuh
melalui dua alternatif, yakni :
1. Pemilihan secara langsung, artinya pemilih melakukan pemilihan
orang atau kontestan (peserta) yang disukai; dan
2. Pemilihan secara bertingkat (tidak langsung), yaitu para pemilih
melakukan pemilihan orang-orang untuk menjadi anggota suatu
lembaga kenegaraan yang mempunyai wewenang untuk memilih orang
yang akan menjadi pejabat negara tersebut. Contoh cara seperti ini
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang dilakukan oleh
MPR sebelum Amandemen UUD 1945.48
Mekanisme untuk menentukan anggota-anggota di Lembaga Perwakilan
Rakyat dapat digolongkan ke dalam dua sistem, yakni :
1. Sistem Pemilihan Organis, yakni mengisi keanggotaan Lembaga
Perwakilan Rakyat melalui pengangkatan atau penunjukan.
2. Sistem Pemilihan Mekanisme, Sistem ini sering disebut juga
Pemilihan Umum.49
46
Sukarna,Op. cit.,hal 88. Hestu Cipto, Handoyo, Op. Cit., hal 208. 48
Ibid,hal 209. 49
Bintan R, Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Indonesia, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1998, hal 171. 47
33 Menurut Wolhoff, sistem Pemilihan Organis ini dilandasi oleh pokok
pikiran bahwa :
a. Rakyat dalam suatu negara dipandang sebagai sejumlah individu yang
hidup bersama dalam beraneka ragam persekutuan hidup, seperti
genealogi (keluarga), teritorial (daerah), fungsional spesialis (cabang
industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tani) dan lembaga-lembaga
sosial (LSM/Ornop).
b. Persekutuan-persekutuan hidup inilah yang bertindak sebagai
pengendali hak pilih. Artinya yang mempunyai kewenangan atau hak
untuk mengutus wakil-wakilnya duduk sebagai anggota Lembaga
Perwakilan Rakyat adalah persekutuan-persekutuan hidup tersebut.
c. Partai-partai politik dalam struktur kehidupan kemasyarakatan seperti
ini tidak dibutuhkan keberadaanya. Hal ini disebabkan mekanisme
pemilihan diselenggarakan dan dipimpin sendiri oleh masing-masing
persekutuan hidup tersebut.50
Sistem Pemilihan Mekanis berpangkal tolak dari pemikiran bahwa :
a. Rakyat di dalam suatu negara dipandang sebagai massa-massa
individu-individu yang sama.
b. Individu-individu inilah yang bertindak sebagai pengendali hak pilih
aktif.
c. Masing-masing individu berhak mengeluarkan satu suara dalam setiap
pemilihan untuk satu Lembaga Perwakilan Rakyat.
d. Dalam negara Liberal mengutamakan individu-individu sebagai
kesatuan otonom dan masyarakat sebagai suatu kompleks hubunganhubungan antar individu yang bersifat kontraktual. Sedangkan di
dalam negara Sosialis-Komunis lebih mengutamakan totaliteit kolektif
masyarakat dan mengecilkan peranan individu-individu dalam
totaliteit koletif ini.
e. Partai politik atau organisasi politik berperan dalam mengorganisir
pemilih sehingga eksistensinya (keberadaannya) sangat diperlukan,
baik menurut sistem satu partai, dua partai atau pun multi partai.51
50
Wolhoff, dalam Hestu Cipto, handoyo, Op. cit., hal 210. Ibid, hal 211. 51
34 C. Tindak Pidana
1. Pengertian Umum Tindak Pidana
Instrumen Hukum (pidana) secara efektif dilaksanakan dengan law
enforcement atau penegakan hukum merupakan antisipasi
atas kejahatan.
Melalui instrumen hukum, diharapkan perilaku yang melanggar
hukum
ditanggulangi secara preventif bahkan represif. Mengajukan ke depan sidang
pengadilan dan selanjutnya penjatuhan pidana bagi anggota masyarakat yang
terbukti melakukan perbuatan pidana, merupakan tindakan yang represif.
Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam. Yang
paling penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman
sekaligus kepada masyarakat dan kepada terpidana sendiri agar menjadi insyaf
dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik.
Menurut Zainal Abidin Farid, istilah hukum pidana bermakna jamak. Dalam
arti obyektif, yang juga sering disebut ius poenale atau meliputi :
1) Perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya atau pengabaiannya
telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan negara yang
berwenang; peraturan-peraturan yang harus ditaati dan diindahkan oleh
setiap orang;
2) Ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara apa atau alat apa
dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan itu;
d.k.l. hukum penentiair atau hukum sanksi;
3) Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturanperaturan itu pada waktu dan di wilayah negara tertentu. 52
Berbicara tentang hukum pidana tidak terlepas dari masalah pokok yang
menjadi titik perhatiannya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut
52
Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I,Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 1. 35 meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta
korban.53
Istilah tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana (KUHP) Indonesia karena bersumber dari W.v.S Belanda maka memakai
istilah strafbaarfeit. Alasan pembuat undang-undang Belanda menggunakan
istilah strafbaarfeit dengan alasan pengertian feit mencakup omne qound fit jadi
keseluruhan kejadian (perbuatan) termasuk didalamnya kelalaian.54
Perkataan feit itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu
kenyataan atau een gedelte van de werkelijhid sedang strafbaarfeit dapat
diterjemahkan sebagai bagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang
sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak kita akan mengetahui bahwa
yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan
kenyataan perbuatan atau tindakan.55 Pembentuk undang-undang kita tidak
memberikan suatu penjelasan tentang apa yang dimaksud strafbaarfeit, sehingga
di dalam doktrin telah menimbulkan berbagai pendapat tentang apa yang
dimaksud strafbaarfeit tersebut.56
Secara doktrinal, di antara para pakar hukum tidak terjadi kesatuan pendapat
tentang pengertian dan unsur-unsur tindak pidana. Sebagian ahli hukum
menganut pandangan monistis yang tidak memisahkan antara criminal act dan
criminal responsibility. Dan sebagian yang lain menganut pandangan dualistis
53
Usfah Moch Najih dan Togat,Pengantar Hukum Pidana,UMM Press, Malang, 2004, hal 32. Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hal 45. 55
Lamintang, Dasar‐Dasar Hukum Pidana Indonesia,Sinar Baru, Bandung ,1990, hal 172 56
Ibid. 54
36 yang memisahkan antara criminal act dan criminal responsibility.57
Pendapat sarjana yang berpandangan monistis antara lain :
a. Menurut Simon, Strafbaarfeit itu sebagai suatu tindakan melanggar hukum
yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh
seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atau tindakan yang oleh
undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum.58 Pendapat ini juga disetujui oleh pengarang Indonesia, seperti
Zainal Abidin Farid.59
b. Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti suatu perbuatan yang
pelakunya dapat dikenakan pidana.
c. Profesor van Hattum berpendapat bahwa seusatu tindakan itu tidak dapat
dipisahkan dari orang yang telah melakukan tindakan tersebut. Menurut
beliau, perkataan “strafbaar” itu berarti mempunyai arti sebagai “pantas
untuk dihukum”, sehingga perkataan strafbaarfeit seperti yang telah
digunakan oleh pembentuk undang-undang di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana itu secara “eliptis” haruslah diartikan sebagai suatu “tindakan,
yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang
enjadi dapat dihukum”.60
Pendapat para sarjana yang menganut pandangan dualistis adalah :
a. Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam
dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.61
b. Menurut W.P.J. Pompe, strafbaarfeit adalah tidak lain daripada feit, yang
diancam pidana dalam ketentuan undang-undang. Menurut teori strafbaarfeit
itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan
kesalahan dan diancam pidana.62
c. Sedangkan menurut Soedarto, tindak pidana adalah perbuatan yang
memenuhi syarat – syarat tertentu, dilakukan oleh orang yang memungkinkan
adanya pemberian pidana.63
57
Usfah Moch Najih dan Togat, Op.cit, hal 34‐35. Lamintang,Op. cit.,Hal 176 59
Zainal Abidin Farid, Op. cit.,hal 3 60
Van Hattum, Hand‐en Leerboek, 1953, hal 112 dalam Drs. P.A.F Lamintang S.H.,Dasar‐Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan III, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,1997, hal 184. 61
Usfah Moch Najih dan Togat, Op.cit, hal 35 62
Soedarto, Pengantar Kuliah Hukum Pidana Jilid IA – IB, Fakultas Hukum UNSOED, Purwokerto , 2001, hal 40‐41. 63
Ibid. 58
37 Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan hukum
yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang
beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku. Pengertian
tersebut merupakan pengertian Hukum Pidana Materiil.
Dalam pengertian yang lengkap dinyatakan oleh Satochid Kartanegara
bahwa hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang berikut ini :
1) Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman (Strafbaar feiten) misalnya :
a. mengambil barang milik orang lain;
b. dengan sengaja merampas nyawa orang lain.
2) Siapa-siapa yang dapat dihukum atau dengan perkataan lain : mengatur
pertanggungan jawab terhadap hukum pidana.
3) Hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Atau juga disebut
hukum Penetentair.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana itu menurut Lamintang pada umumnya dapat kita jabarkan ke dalam
unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni
unsur-unsur Subyektif dan unsur-unsur Obyektif.64 Yang dimaksud dengan unsurunsur Subyektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala
64
P.A.F Lamintang,Dasar‐Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan III, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,1997, hal 193. 38 sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.65 Sedang yang dimaksud dengan
unsur-unsur Obyektif
itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan
keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si
pelaku itu harus dilakukan.66
Masih menurut Lamintang, unsur-unsur Subyektif dari sesuatu tindak pidana
itu adalah :
1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);
2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang
dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di
dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipan, pemerasan, pemalsuan dan
lain-lain;
4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte read seperti yang
misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal
340 KUHP;
5) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam
rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.67
Unsur-unsur Obyektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah :
1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;
2. Kualitas dari si pelaku, misalnya “Keadaan sebagai seseorang pegawai
negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau
“keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas”
di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;
3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab
dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.68
Di antara pakar hukum tidak terjadi kesamaan pendapat mengenai unsurunsur tindak pidana. Sebagian pakar hukum menganut pandangan monistis dan
sebagian yang lain menganut pandangan dualistis.
65
Ibid. Ibid. 67
Ibid.,Hal 194. 68
Ibid. 66
39 Pendapat para sarjana yang berpandangan monistis:
a. Simons
Unsur-unsur strafbaarfeit adalah :
1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan);
2. Diancam dengan pidana (strafbaarfeit);
3. Melawan Hukum (onrechmatig);
4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verbanstaand);
5. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsuatbaar
person).
Simon menyebutkan adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari
Strafbaarfeit.
Unsur subjektif dari strafbaarfeit adalah :
1. Perbuatan orang
2. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu
3. Mungkin ada keadaan-keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu
seperti dalam Pasal 28 KUHP sifat “openbaar” atau di muka umum.
Unsur Objektif dari Strafbaarfeit adalah:
1. Orang yang mampu bertanggung jawab
2. Adanya kesalahan (dolus dan Culpa) perbuatan harus dilakukan dengan
kesalahan.69
b. van Hamel
Unsur-unsur Strafbaarfeit adalah :
1.
2.
3.
4.
Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang;
Bersifat melawan hukum
Dilakukan dengan kesalahan
Patut dipidana.70
69
Soedarto, Op.cit.,Hal 37 Ibid. 70
40 Pendapat sarjana hukum yang manganut pandangan dualistis antara lain :
a. Moeljatno
Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :
1. Perbuatan (manusia)
2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat
formil), dan
3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).71
b. Soedarto
Unsur-unsur tindak pidana adalah :
1. Perbuatan
a.) Memenuhi rumusan undang-undang;
b.) Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar).
2. Orang
a.) Mampu bertanggungjawab
b.) Dolus atau Culpa (tidak ada alasan pemaaf).72
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Para guru besar telah membuat suatu pembagian dari tindakan-tindakan
melawan hukum itu ke dalam dua macam “onrecht”, yaitu yang mereka sebut
“criminal onrecht” dan ke dalam apa yang mereka sebut “policie onrecht”.73
Yang mereka maksudkan sebagai “crimineel onrecht” itu adalah setiap tindakan
melawan hukum yang menurut sifatnya adalah bertentangan dengan “rechtsorde”
atau “tertib hukum” dalam arti yang lebih luas daripada sekadar “kepentingankepentingan”. Sedangkan yang mereka maksudkan sebagai “policie onrecht” itu
71
Ibid.,Hal 39 Ibid., Hal 45 73
Lamintang, Op. cit.,Hal 209 72
41 adalah setiap tindakan melawan hukum yang menurut sifatnya adalah
bertentangan
dengan
“kepentingan-kepentingan
yang
terdapat
dalam
masyarakat”.74
Pembagian yang dewasa ini kita kenal sebagai pembagian di dalam tindakantindakan yang oleh para pembentuk dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana
kita telah disebut sebagai kejahatan-kejahatan (misdrijven) dan pelanggaranpelanggaran (overtredingen).75 Menurut van Hamel, pembagian dari tindak
pidana menjadi tindak pidana “kejahatan” dan tindak pidana “pelanggaran” itu
telah mendapat pengaruh dari pembagian dari tindak pidana yang disebut
“rechtsdelicten” dan “wetsdelicten”.
76
Yang dimaksud dengan “rechtsdelicten”
adalah delik-delik yang terdapat sejumlah tindakan-tindakan yang mengandung
suatu “onrecht” hingga orang pada umumnya memandang bahwa pelakupelakunya itu memang pantas untuk dihukum, walaupun tindakan-tindakan
tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai tindakantindakan yang terlarang di dalam undang-undang, karena delik-delik semacam itu
adalah bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis. Sedangkan yang dimaksud
dengan “wetsdelicten” itu adalah delik-delik yang memperoleh sifatnya sebagai
tindakan-tindakan yang pantas untuk dihukum, oleh karena dinyatakan demikian
di dalam peraturan-peraturan undang-undang.77
74
Ibid. Ibid.,Hal 210 76
Ibid., Hal 211 77
Ibid., Hal 210 75
42 Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran ini disebut dalam UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) buku kedua memuat delik-delik yang disebut
kejahatan, dan dalam buku ketiga delik-delik yang disebut pelanggaran.78
Pembagian delik pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran bukan hanya
merupakan dasar bagi pembagian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita
menjadi buku kedua dan buku ketiga melainkan juga merupakan dasar bagi
seluruh sistem hukum pidana sebagai keseluruhan.79
Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran mempunyai
konsekuensi-konsekuensi tersendiri. Ada beberapa prinsip yang hanya berlaku
untuk kejahatan dan tidak berlaku untuk pelanggaran, seperti :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Percobaan
Membantu Melakukan
Daluwarsa
Delik Aduan
Gabungan Tindak Pidana
Peraturan Daerah.80
Percobaan melakukan kejahatan merupakan tindak pidana, untuk pelanggaran
umumnya bukan merupakan tindak pidana. Membantu melakukan kejahatan
merupakan tindak pidana sedangkan membantu melakukan pelanggaran bukan
merupakan tindak pidana. Dan tindak pidana yang mungkin dimuat dalam
peraturan legislatif di daerah otonom semuanya masuk pelanggaran.81
78
Soedarto, Op.cit.,Hal 50. Lamintang,Op. cit.,Hal 211. 80
Topo Santoso,Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan syariat Dalam Wacana dan Agenda, Asy Syamil, Gema Insani, Jakarta, 2000, Hal 42. 81
Ibid. 79
43 Di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana selanjutnya masih terdapat
sejumlah pembagian-pembagian lainnya dari tindak pidana-tindak pidana sebagai
berikut:
1) Delik Formal dan Delik Materiil (Delik dengan perumusan secara formil dan
delik dengan perumusan secara materiil)
a. Delik Formal itu adalah delik yang perumusanya dititikberatkan kepada
perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya
perbuatan yang seperti tercantum dalam rumusan delik.
b. Delik materiil adalah delik yang perumusanya bertitik tolak pada akibat
yang tidak dikehendaki. Delik ini baru selesai setelah akibat yang
dikehendaki itu telah terjadi.82
2) Delik commissionis, delik ommissionis dan delik
commissionis per
ommissionis commissa.
a. Delik commissionis: delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan,
ialah berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan.
b. Delik ommissionis: delik yang berupa pelanggaran terhadap pemerintah,
misal yang terdapat dalam Pasal 522 KUHP.
c. Delik commissionis per ommmisssionis commmisa: delik yang berupa
pelanggaran larangan (dua delik commmissionis), akan tetapi dapat
dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misal yang terdapat dalam Pasal 338
dan 340 KUHP.83
3) Delik dolus dan delik culpa
a. Delik dolus: delik yang memuat semua unsur kesengajaan, misal Pasal
187, 197 KUHP.
b. Delik culpa: delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur, misal
Pasal 195, 201 KUHP.84
4) Delik tunggal dan delik berganda
a. Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali.
b. Delik berganda: delik yang baru yang merupakan delik, apabila dilakukan
beberapa kali perbuatan, misal Pasal 481 KUHP.85
82
Soedarto,Op.cit., hal 51. Ibid.,Hal 51. 84
Ibid.,Hal 52. 85
Ibid. 83
44 5) Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus.
Delik yang berlangsung terus: delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan
terlarang itu berlangsung terus, misal Pasal 333 KUHP.86
6) Delik aduan dan bukan delik aduan
Delik aduan: delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada
pengaduan dari pihak yang terkena, misal Pasal 284 KUHP.
Delik aduan dibedakan menurut sifatnya :
-
Delik aduan absolut
Delik aduan yang relatif 87
7) Delik sederhana dan delik yang ada pembenarannya
a. Delik sederhana: misal penganiayaan (Pasal 351 KUHP)
b. Delik yang ada pembenarannya: misal penganiayaan yang menyebabkan
luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat 2,3 KUHP).88
8) Delik ekonomi (biasanya disebut tindak pidana ekonomi)
Tindak pidana ekonomi terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Darurat No. 7
Tahun 1995 tentang tindak pidana ekonomi.89
9) Kejahatan ringan
Dalam KUHP ada kejahatan-kejahatan ringan: Pasal 364, 375, 373, 482, 384,
352, 302 (1), 315, 40.90
86
Ibid. Ibid. 88
Ibid.,Hal 53 89
Ibid. 90
Ibid. 87
45 D. Tindak Pidana Pemilu Menurut Hukum Pidana Nasional
1. Pengertian Tindak Pidana Pemilu
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang
merupakan peninggalan Belanda telah dimuat lima pasal yang
substansinya adalah tindak pidana pemilu tanpa menyebutkan sama sekali
apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu.91 Pembentuk Kitab
Undang-undang Pidana kita tidak memberikan suatu penjelasan tentang
apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu, sehingga di dalam
doktrin menimbulkan berbagai pendapat tentang apa yang dimaksud
dengan tindak pidana pemilu.
Menurut Djoko Prakoso, memberikan pengertian Tindak Pidana
Pemilu dengan:
“Setiap orang, badan hukum ataupun organisasi yang dengan sengaja
melanggar hukum, mengacaukan, menghalang-halangi atau
mengganggu jalannya pemilihan umum yang diselenggarakan
menurut undang-undang.”92
Menurut Topo Santoso, berbagai buku yang menjadikan tindak
Pidana Pemilu sebagai sorotan tampaknya belum ada yang secara
mendalam membahas mengenai pengertian dan cakupan dari tindak
pidana pemilu. Sintong Silaban misalnya ketika memberi pengertian
tindak pidana pemilu, ia menguraikan apa yang dimaksud dengan tindak
91
Topo Santoso, Tindak Pidana Pemilu,Cetakan I,Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hal 1. Djoko Prakoso, Tindak Pidana Pemilu,Sinar Harapan, Jakarta, 1987, Hal 148. 92
46 pidana secara umum, kemudian menerapkannya dalam kaitannya dengan
pemilu.93
Sedangkan menurut Topo Santoso memberikan pengertian Tindak
Pidana Pemilu yakni :
“Semua tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu maupun di dalam
Undang-Undang Tindak Pidana Pemilu.”94
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum terdapat juga istilah Tindak Pidana pemilu dalam pasal
29, 31, 74, 76, 78, 80, 82, 84, 99, dan pasal 102. Namun tidak ada satupun
pasal yang memberikan definisi apa itu tindak pidana pemilu. Sedangkan
Undang-Undang No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah telah memiliki definisi ruang lingkup apa yang
disebut dengan tindak pidana pemilu. Dalam Pasal 252 berbunyi :
“Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan
pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang
penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum.”
Berdasarkan fokus penulisan ini adalah tindak pidana pemilu, dengan
demikian berbagai kecurangan
yang terkait dengan penyelenggaraan
pemilu, tetapi bukan termasuk tindak pidana yang di atur dalam UndangUndang No.10 Tahun 2008 tidak menjadi objek yang dikaji. Seperti
diketahui bahwa tidak semua kecurangan atau praktik curang dalam
93
Topo Santoso, Op. cit.,Hal 3 Ibid.,Hal 5. 94
47 pemilu oleh pembuat undang-undang dikualifikasi sebagai tindak pidana
pemilu.95
Berdasarkan Pengertian Tindak Pidana Pemilu pada Pasal 252 UU
No.10 Tahun 2008, istilah yang digunakan adalah pelanggaran tindak
pidana pemilu, dengan demikian maka tidak ada pemisahan atau
pengkategorisasian antara kejahatan dan pelanggaran,
sumber tindak
pidana pemilu hanya berada di dalam UU No 10 Tahun 2008.
Berkaitan dengan Peradilan, dengan tidak adanya pemisahan antara
kejahatan dan pelanggaran dalam tindak pidana pemilu UU No.10 Tahun
2008, kemudian tidak ada ketentuan atau penjelasan acara apa yang akan
digunakan untuk mengadili. Berbeda dengan dalam KUHAP pelanggaran
dalam KUHP menggunakan hukum acara singkat dan kejahatan dalam
KUHP dengan hukum acara biasa.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemilu dalam KUHP
KUHP tidak memberi definisi atas berbagai tindak pidana itu,
sedangkan pengertiannya akan diketahui dari rumusan unsur-unsur tindak
pidana. Dengan demikian, pengertian tindak pidana pemilu di dalam
KUHP dapat dilihat dari rumusan unsur-unsur dari pasal-pasal yang
mengaturnya.96
95
Ibid.,Hal 6. Ibid.,Hal 2. 96
48 Menurut Wirjono Prodjodikoro tidak kurang dari lima pasal dari
titel IV ini mengenai tindak-tindak pidana yang ada hubungan dengan
suatu pemilihan umum yang diadakan berdasar atas undang-undang.97
Lima pasal yang terdapat dalam Bab IV Buku Kedua KUHP mengenai
tindak pidana “Kejahatan terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak
Kenegaraan”, adalah Pasal 148, 149, 150, 151, dan 152 KUHP.98
Perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut pasal-pasal tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Merintangi Orang menjalankan Haknya dalam Memilih
Pasal 148 KUHP menyatakan :
“Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturanaturan umum, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan
sengaja merintangi seseorang memaki hak pilihnya dengan bebas
dan tidak terganggu diancam dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan.”
Tindak pidana menghalangi orang lain mempergunakan hak
pilihnya dalam suatu pemilihan dengan bebas dan secara tidak
terganggu yang diatur dalam pasal 148 KUHP itu terdiri dari unsurunsur sebagai berikut :
a. Unsur subjektif : opzettelijk, artinya dengan sengaja
b. Unsur objektif :
1. pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan sesuatu
peraturan umum;
2. dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan;
3. menghalangi atau merintangi seseorang;
97
Wirjono Prodjodikoro, Tindak‐Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Cetakan I, Refika Aditama, Bandung, 2003, Hal 215. 98
Topo Santoso, Op. cit.,Hal 11. 49 4. mempergunakan hak pilihnya dengan bebas dan secara tidak
terganggu.99
Merintangi seseorang akan melakukan hak pilihnya secara bebas
dan tak terganggu meliputi segala perbuatan yang dapat mengganggu
seseorang dalam melaksanakan hak pilihnya, hingga ia tidak dapat
melaksanakan secaa bebas dan terganggu. Melaksanakan hak pilih
secara bebas dan tidak terganggu berarti melakukan pilihan menurut
pendapatnya sendiri menurut hati nuraninya sendiri tanpa pengaruh,
tekanan atau paksaan dengan cara apapun dan dari siapapun dan
pemilih dijamin kerahasiaan atas suaranya.100
2) Penyuapan
Pasal 149 KUHP menyatakan :
“(1) Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan
aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu,
menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya, atau
supaya memakai hak itu menurut cara yang tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan
menerima pemberian atau janji, mau disuap supaya memakai
atau tidak memakai haknya seperti di atas.”
Tindak pidana yang diatur dalam pasal 149 KUHP itu hanya
terdiri dari unsur-unsur objektif, masing-masing yakni :
1. Pada waktu diselenggarakan pemilihan berdasarkan sesuatu
peraturan umum;
2. Menyuap orang lain dengan pemberian atau janji;
99
Lamintang, Delik‐Delik Khusus:Kejahatan‐Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara,Cetakan I, Sinar Baru, Bandung, 1987, Hal 344. 100
Moch.Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) Jilid 1,Cetakan VII, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, Hal 275. 50 3. Agar orang lain tersebut tidak mempergunakan hak pilihnya
atau agar ia mempergunakan hak pilihnya dengan cara
tertentu.101
3) Perbuatan Tipu Muslihat
Pasal 150 KUHP menyatakan :
“Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturanaturan umum, melakukan tipu muslihat sehingga suara seorang
pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan orang lain
daripada yang dimaksud oleh pemilih itu menjadi terpilih, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.”
Tindak pidana yang diatur dalam pasal 150 KUHP tersebut di atas
hanya terdiri dari unsur-unsur objektif, masing-masing yakni :
1. Pada waktu diselenggarakan suatu pemilihan berdasarakan
suatu peraturan umum;
2. Melakukan sesuatu tindakan yang sifatnya menipu;
3. Hingga suara seorang pemilih menjadi tidak sah atau;
4. Hingga orang lain daripada yang dimaksudkan oleh pemilih
menjadi terpilih.102
4) Mengaku Sebagai Orang Lain
Pasal 151 KUHP menyatakan :
“Barangsiapa dengan sengaja memakai nama orang lain untuk ikut
dalam pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”
101
Lamintang, Op.cit.,Hal 357. Ibid.,Hal 373. 102
51 Tindak pidana yang diatur dalam pasal 151 KUHP tersebut di atas
terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. Unsur subjektif : opzettelijk atau dengan sengaja
b. Unsur-unsur objektif :
1. Mengaku dirinya sebagai orang lain
2. Turut serta dalam suatu pemilihan yang diadakan
berdasarkan suatu peraturan umum.103
5) Menggagalkan Pemungutan Suara yang Telah Dilakukan atau
Melakukan Tipu Muslimat
Pasal 152 KUHP menyatakan :
“Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturanaturan umum dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara yang
telah diadakan atau melakukan tipu muslihat yang menyebabkan
putusan pemungutan suara itu lain dari yang seharusnya diperoleh
berdasarkan kartu-kartu pemungutan suara yang masuk secara sah
atau berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan secara sah, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun.”
Tindak pidana yang diatur dalam pasal 152 KUHP tersebut di
atas terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. Unsur subjektif : opzettelijk atau dengan sengaja
b. Unsur-unsur objektif :
1. pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan
umum;
2. menggagalkan pemungutan suara yang telah diadakan;
3. melakukan sesuatu tindakan yang bersifat menipu;
4. yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain;
5. lain dari yang seharusnya diperoleh berdasarkan kartukartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau
berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan secara sah.104
103
Ibid.,Hal 377 Ibid.,Hal 382 104
52 BAB
III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu pendekatan yang
menggunakan konsepsi legis positivistis. Konsep ini memandang hukum identik
dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga dan
pejabat yang berwenang.
Dalam pendekatan yuridis normatif, berdasarkan pendapat Peter Mahmud
Marzuki dalam buku Penelitian Hukum penulis memfokuskan dengan
pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yaitu penelitian yang
beranjak dari legislasi dan regulasi dengan melihat hirarki, asas-asas dalam
peraturan perundang-undangan. Dan kemudian dengan pendekatan kasus atau
case approach, dengan melihat pada putusan-putusan badan peradilan yang telah
memiliki kekuatan hukum yang tetap. dengan melihat ratio decidendi atau
reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam
pemecahan isu hukum.
53 B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu penelitian yang hanya
menggambarkan obyek atau masalah tanpa bermaksud menggambarkan secara
umum.
C. Sumber Bahan Penelitian Hukum
Menurut Peter Mahmud Marzuki, sumber –sumber penelitian hukum dapat
dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum.
Bahan-bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.
Bahan hukum pada penelitian ini adalah meliputi :
a. Bahan Hukum Primer yaitu :
Bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa :
1. Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana;
3. Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian;
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
54 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
7. Undang-undang No 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik
Dalam Masalah Pidana;
8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum (PEMILU);
9. Undang_Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;
10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
11. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty
On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang
Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana);
12. Putusan Mahkamah Konstitusi RI Perkara Nomor 9/PUU-VII/2009,
Tentang Pokok Perkara Pengujian Undang-undang Nomor 10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
13. Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Nomor Perkara : 01/Pid.S.
/2009/PN.Bjn.
55 14. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara :
129/Pid
/2009/P.T.Smg.
15. Putusan Pengadilan Negeri Kebumen
Nomor Perkara
:
01/Pid.S/Pid.Lu/ /2009/PN.Kbm
16. Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara
No : 02
/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm
17. Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor Perkara : 02/Pid.S
/2009/PN.Pwt.
18. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara
: 142/PID
/2009/PT.SMG.
b. Bahan hukum sekunder yaitu :
Bahan hukum yang berupa penjelasan mengenai bahan hukum primer
meliputi hasil-hasil penelitian, buku literatur, dokumen-dokumen resmi,
majalah, kliping, koran, brosur, makalah, jurnal, dan website yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
D. Metode Pengumpulan Bahan Penelitian Hukum
Bahan Hukum
Metode pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
menggunakan metode penelitian kepustakaan untuk mendapatkan lendasan
teori berupa pendapat para ahli/pihak yang berwenang serta untuk
memperoleh informasi baik dalam keterangan formal maupun data melalui
56 naskah resmi yang ada serta berkaitan dengan pokok permasalahan yang
diteliti dan selanjutnya dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh.
E. Lokasi Penelitian Hukum
Studi pustaka dilakukan di Kecamatan Purwokerto, Kabupaten Kebumen, dan
Kabupaten Banjarnegara.
F.
Metode Penyajian Bahan Penelitian Hukum
Bahan-bahan yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun
secara sistematis. Dalam arti keseluruhan bahan yang diperoleh akan
dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan
yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
G. Metode Analisis Bahan Penelitian Hukum
Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dideskripsikan
yaitu uraian mengenai hukum positif terhadap persoalan dalam penerapan sanksi
tindak pidana pemilu. Selanjutnya dilakukan sistematisasi secara vertikal
terhadap peraturan perundang-undangan. Sistematisasi secara vertikal yaitu
mengurutkan secara konsistensi hierarki peraturan perundang-undangan dari
peraturan tertinggi sampai peraturan yang terendah atau dengan regulasi lainnya.
Dari Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,
Undang-Undang nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang hukum
Pidana, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
57 Pemilihan Umum (PEMILU), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Selain sistematisasi secara vertikal, juga dilakukan sistematisasi secara
horizontal. Sistematisasi secara horizontal adalah merujuk kepada dua atau lebih
peraturan perundang-undangan yang secara hierarkis memiliki kedudukan sejajar
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah akan tetapi ruang lingkup materi muatan antara kedua
atau lebih peraturan perundang-undangan itu tidak sama.
Selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan memperhatikan kedudukan
peraturan perundang-undangan yang sejajar dan mengatur permasalahan yang
sama tentang tindak pidana pemilu yaitu antara Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penelitian ini hanya dikhususkan pasal-pasal
yang berkaitan langsung dengan Tindak Pidana Pemilu.
Langkah selanjutnya penelitian dilakukan interpretasi gramatikal yaitu
mengartikan suatu term hukum atau suatu bagian kalimat menurut bahasa seharihari atau bahasa hukum terhadap bahan hukum primer. Interpretasi gramatikal
terhadap bahan hukum sekunder dilakukan dengan mengartikan kalimat dari
pendapat para ahli/pihak yang berwenang. Sehingga diketemukan penerapan
58 sanksi tindak pidana pemilu. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan saran dengan
menggunakan bahan-bahan hukum
penunjang.
maupun bahan non-hukum sebagai
59 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu sarana implementasi
kedaulatan rakyat. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Makna dari “kedaulatan berada di tangan rakyat”
dalam hal ini adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hal dan
kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk
pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta
memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.105
Bahan Hukum Primer
1. Bahan Hukum Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945
Negara Indonesia berdasarkan atas kedaulatan rakyat:
Pasal 1
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang dasar.
105
Penjelasan Umum UU No. 10 Tahun 2008 60 Pemilihan Umum
Pasal 22E
(1) Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima thun sekali.
(2) Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik.
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan.
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum di atur dengan undangundang.
2. Bahan Hukum Undang-Undang
Penyelenggara Pemilihan Umum
Nomor
22
Tahun
2007
Tentang
Pemilihan Umum
Pasal 1
(1) Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
(2) Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
61 Asas Penyelenggara Pemilu:
Pasal 2
Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:
a. mandiri;
b. jujur;
c. adil;
d. kepastian hukum;
e. tertib penyelenggara Pemilu;
f. kepentingan umum;
g. keterbukaan;
h. proporsionalitas;
i. profesionalitas;
j. akuntabilitas;
k. efisiensi; dan
l. efektivitas.
3. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Asas-Asas Pemilu Legislatif :
Pasal 2
Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pelarangan Dalam Pengumuman hasil perhitungan cepat.
Pasal 245
(1) Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu, pendidikan politik
bagi pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu, dan penghitungan
cepat hasil Pemilu wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU.
(2) Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tidak boleh dilakukan pada
masa tenang.
(3) Pengumuman hasil penghitungan cepat hanya boleh dilakukan paling cepat
pada hari berikutnya dari hari/tanggal pemungutan suara.
(4) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat wajib memberitahukan metodologi
yang digunakannya dan hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan
merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilu.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) merupakan
tindak pidana Pemilu.
62 Pelanggaran Pidana Pemilu.
Pasal 252
Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana
Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya
dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Sengaja menyebabkan Orang Lain Kehilangan Hak Pilih.
Pasal 260
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak
pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Memberi Keterangan Tidak Benar.
Pasal 261
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar
mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk
pengisian daftar pemilih, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga
juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Dengan Kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi orang terdaftar
sebagai pemilih.
Pasal 262
Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau
dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran
pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam
Pemilu menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00
(tiga puluh enam juta rupiah).
Penyelenggara Pemilu sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih
sementara.
Pasal 263
Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih
sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43
ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
63 Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara
Pengawas Pemilihan tentang data pemilih yang merugikan warga Negara
Indonesia yang memiliki hak pilih.
Pasal 264
Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN
yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan
dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar
pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan
rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang
memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)
dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Perbuatan Curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa
atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD.
Pasal 265
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk
menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi
pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Memalsu Surat.
Pasal 266
Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud
untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal
calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon
Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara
Pengawas Pemilihan dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon
peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3).
Pasal 267
64 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak
menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu
kabupaten/kota dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta
Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), dipidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda
paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara
Pengawas Pemilihan dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon
peserta pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota
DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3).
Pasal 268
Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak
menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu
kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu
dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(3) dan dalam Pasal 70 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00
(tiga puluh enam juta rupiah).
Sengaja kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan
penyelenggara pemilihan.
Pasal 269
Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang
telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk
masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, dipidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) atau paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i.
Pasal 270
Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00
(dua puluh empat juta rupiah).
65 Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2).
Pasal 271
Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat (2), dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3).
Pasal 272
Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakimhakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan
Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur
Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dikenai pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan
ayat (5).
Pasal 273
Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan
permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5) dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00
(tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai
imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung
agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta
Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara
tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87.
Pasal 274
Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang
atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung
ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau
memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih
dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 87 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
66 Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).
Penyelenggara Pemilihan yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1).
Pasal 275
Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU,
pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat
KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU
kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu dalam
pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133
ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 276
Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang
ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan
Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 139.
Pasal 277
Pelaksana kampanye yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye
Pemilu.
Pasal 278
Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu
jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00
(dua puluh empat juta rupiah).
67 Pelaksana kampanye yang kelalaiannya mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105.
Pasal 279
(1) Pelaksana kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00
(delapan belas juta rupiah).
Sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu.
Pasal 280
Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja
atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana
kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1)
dan ayat (2).
Pasal 281
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam
laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135
ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).
Mengumumkan hasil survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang.
Pasal 282
Setiap orang atau lembaga survei yang mengumumkan hasil survei atau hasil
jejak pendapat dalam masa tenang, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling
sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah).
68 Sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang
ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4).
Pasal 283
Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak
melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).
Sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh
Penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1).
Pasal 284
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat
suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh
empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1).
Pasal 285
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian,
keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat
(1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan
dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang
atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak
pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak
pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah.
Pasal 286
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan
hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak
pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh
69 enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau
menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau
melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan
ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara.
Pasal 287
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk
memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan
ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih
menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu
mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi
berkurang.
Pasal 288
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan
suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu
tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi
berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan
dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00
(tiga puluh enam juta rupiah).
Sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain.
Pasal 289
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya
sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan
belas juta rupiah).
Sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS.
Pasal 290
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan
suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan
dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
70 Sengaja menggagalkan pemungutan suara.
Pasal 291
Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling
lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
Tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan
suaranya pada pemungutan suara.
Pasal 292
Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang
pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan
alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah
disegel.
Pasal 293
Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil
pemungutan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada
pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat
suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
155 ayat (2).
Pasal 294
Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat
suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang
rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling
sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah).
71 Sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2).
Pasal 295
Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja
memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 156 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00
(tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pidana Tentang Pemungutan Suara Ulang.
Pasal 296
(1) Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di
TPS sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2), anggota KPU
kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketetapan
KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Lalai menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan
penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah
disegel .
Pasal 297
Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita
acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara
yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau
sertifikat hasil penghitungan suara.
Pasal 298
Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan
suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh)
bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
72 Penyelenggara Pemilihan Lalai atau sengaja mengakibatkan hilang atau
berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara
dan/atau sertifikat penghitungan suara.
Pasal 299
(1) Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK yang karena
kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil
rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan
suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (duabelas juta
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi
penghitungan suara hasil Pemilu.
Pasal 300
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi
sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua
puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara
Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3).
Pasal 301
Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan
menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota
DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36
(dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)
dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan
dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada
saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui
PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3).
Pasal 302
73 Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu
eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil
penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan,
PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan
ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan
kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan
suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS
atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5).
Pasal 303
Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara,
dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara
pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui
PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Penyelenggara Pengawas Pemilu tidak mengawasi penyerahan kotak suara
tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi
penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6).
Pasal 304
Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak
suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi
penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di
wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181.
Pasal 305
Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari
seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
181, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
74 Tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 199 ayat (2).
Pasal 306
Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2), anggota KPU dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam
puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan
suara.
Pasal 307
Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang
mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan
hasil resmi Pemilu.
Pasal 308
Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak
memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi
Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257.
Pasal 309
Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257 dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan
denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
75 Penyelanggara Pengawas Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan dan/atau
laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan.
Pasal 310
Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas Pemilu
Luar Negeri yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan
pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU
kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah).
Penyelenggara Pemilu melanggar pidana Pemilu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal
270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal
289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan
Pasal 300.
Pasal 311
Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal
266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287,
Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal
298, dan Pasal 300, maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu
pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut.
76 4. Putusan Putusan Hakim Berkaitan dengan Tindak Pidana Pemilu :
PUTUSAN
Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Bjn
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA;
Pengadilan Negeri Banjarnegara yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
pidana dalam Peradilan tingkat pertama dengan cara pemeriksaan singkat,
menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara atas nama terdakwa:
Nama
: GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO;
Tempat lahir
: Banjarnegara;
Umur/tanggal lahir
: 17 tahun/20 Juli 1992;
Jenis kelamin
: Laki-laki;
Kebangsaan
: Indonesia;
Tempat tinggal
: Desa Adipasir Rt 007 Rw 002, Kecamatan Rakit, Kabupaten
Banjarnegara;
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Pelajar;
-
Di dalam perkara ini terhadap terdakwa tidak dilakukan penahanan;
-
Terdakwa dalam menghadapi perkaranya didampingi oleh Penasihat Hukum
bernama HERI MULYONO, SH Advokat dan Konsultan Hukum, beralamat di
Desa Kedawung Rt 01 Rw IV, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara
77 berdasarkan Surat Penetapan Penunjukkan tertanggal 10 Maret 2009 No.
01/Pen.Pid./2009/PN.Bjn;
PENGADILAN NEGERI tersebut;
-
Telah membaca Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi Semarang No. 21/SK/LPTKP/II/2009 tertanggal 5 Pebruari 2009 tentang Penunjukkan Hakim Khusus
Perkara Pemilu pada Pengadilan Negeri se Jawa Tengah;
-
Telah membaca Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Banjarnegara
No.01/Pen./Pid./S/2009PN.Bjn tertanggal 6 Maret 2009 tentang Penunjukkan
Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini;
-
Telah membaca berkas perkara pidana yang bersangkutan;
-
Telah membaca laporan Penelitian Kemasyarakatan oleh BAPAS;
-
Telah mendengar Pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum;
-
Telah mendengar keterangan para saksi dan terdakwa;
-
Telah memeriksa barang bukti yang diajukan ke persidangan;
-
Telah mendengar tuntutan Penuntut Umum yang pada pokoknya menuntut supaya
Hakim Pengadilan Negeri Banjarnegara yang memeriksa dan mengadili perkara
ini memutuskan:
1. Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
Pemilu Pembakaran Bendera Partai Demokrat sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dalam
Surat Dakwaan;
2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 (enam) bulan
Penjara dan Denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidir 1
(satu) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa segera ditahan apabila
Putusan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht);
3. Menetapkan agar barang bukti:
a. 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek;
78 b. 5 (lima) batang bambu sebagai tiang bendera panjang kurang lebih tiga
meter;
c. Serpihan/lelehan kain dari Partai Demokrat yang terbakar;
Dikembalikan kepada saksi MOMO SUTARMO;
4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua
ribu lima ratus rupiah);
-
Telah mendengar Pembelaan Penasihat Hukum/terdakwa yang disampaikan
secara tertulis dipersidangan tertanggal 16 Maret 2009 yang pada pokoknya
memohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Banjarnegara yang mengadili dan
memeriksa perkara ini agar membebaskan terdakwa dari dakwaan;
-
Telah mendengar Repliek Jaksa Penuntut Umum dan Dupliek dari Penasihat
Hukum/terdakwa yang pada pokoknya masing-masing tetap pada pendirianyya;
Menimbang, bahwa terdakwa diajukan oleh Penuntut Umum ke persidangan
ini dengan dakwaan sebagai berikut:
Bahwa ia terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO
pada hari Selasa, tanggal 10 Pebruari 2009 sekira pukul 01.00 WIB atau setidaktidaknya pada waktu lain dalam bulan Pebruari 2009, bertempat di depan rumah sdr.
SUBUR Ketua Rt 07 Rw II Jalan Raya Desa Adipasir Kec. Rakit Kab. Banjarnegara
atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk di dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Banjarnegara, dengan sengaja melanggar larangan
kampanye Pemilu dengan merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye
peserta Pemilu, peristiwa tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut:
-
Pada hari Senin malam tanggal 09 Pebruari 2009 pukul 18.30 WIB terdakwa
sedang berada di dalam rumah dan sedang tidur, kemudian sekitar jam 19.30 WIB
terdakwa bangun dan tidak lama kemudian datang teman terdakwa yaitu saksi
ANDRI SEPTIADI yang meminta terdakwa untuk membetulkan karbulator
sepeda motor milik saksi ANDRI SEPTIADI. Selanjutnya terdakwa mengendarai
sepeda motor bersama dengan saksi ANDRI SEPTIADI keluar bersama dengan
79 saksi ANDRI SEPTIADI menuju pertigaan Desa Adipasir arah utara dari rumah
terdakwa dan sesampainya di sana terdakwa membetulkan karbulator sepeda
motor milik saksi ANDRI SEPTIADI sampai selesai sekitar jam 23.30 WIB.
-
Setelah itu sekitar jam 24.00 WIB terdakwa diajak oleh saksi ANDRI SEPTIADI
untuk dibuatkan nasi goreng sebagai imbalan telah memperbaiki karbulator
sepeda miliknya, dan setelah selesai makan nasi goreng terdakwa menyalakan
rokok Sampurna Mil merah dan memberikan 1 (satu) batang roko pada saksi
ANDRI SEPTIADI dan bersama-sama keluar ke jalan raya di depan rumah sdr.
SUBUR selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara dan dudukduduk sekitar 3 (tiga) jam menit di dek jembatan selokan kecil di pinggir jalan
raya sebelah timur menghadap barat di jalan gang depan rumahnya sdr. SUBUR
sambil menghisap rokok bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI.
-
Selanjutnya terdakwa melakukan pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut
sebanyak 1 (satu) buah dengan menggunakan korek api gas yang dinyalakan
dengan menggunakan tangan kanannya dengan posisi berdiri menghadap ke arah
utara yaitu dengan cara terdakwa menghadap ke arah bendera dengan
menjulurkan tangan kanannya dan menyalakan korek api gas ke arah bendera
Partai Demokrat tersebut, sehingga menyebabkan terbakar dan meleleh dan tiang
bendera yang terbuat dari batang bambu juga sampai hangus dan di bawah tiang
bendera tersebut terdapat serpihan/lelehan dari bendera Partai Demokrat yang
terbakar tersebut;
-
Akibat dari perbuatan terdakwa menyebabkan 2 (dua) buah bendera partai politik
milik Partai Demokrat dengan ukuran panjang 135 cm dan lebar 90 cm yang
rusak akibat dibakar tinggal serpihan dan tiang saja dan ada 5 (lima) buah bendera
yang rusak akibat disobek/ditarik paksa masing-masing ada 2 (dua) bendera yang
agak utuh sedangkan yang 3 (tiga) bendera tinggal tiangnya saja yang berada di
bahu jalan dengan posisi tegak lurus yang terletak di depan rumah sdr. SUBUR
selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara;
-
Setelah kejadian tersebut terdakwa kemudian pulang dengan menggunakan
sepeda motor bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI menuju rumahnya;
80 -
Bahwa berdasarkan PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)
PUSAT NOMOR 20 TAHUN 2008 TANGGAL 04 JULI 2008 Tentang
Perubahan Terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Nomor 09
Tahun
2008
TENTANG
TAHAPAN,
PROGRAM
DAN
JADWAL
PENYELENGGARAAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD
TAHUN 2009, waktu kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun
2009 berlangsung dari sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 05 April 2009,
di mana setiap Partai Politik termasuk Partai Demokrat yang merupakan salah
satu peserta/Kontestan Pemilu 2009 mempunyai hak untuk berkampanye, di mana
bendera partai politik dalam hal ini bendera Partai Demokrat adalah termasuk alat
peraga kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 15 PERATURAN KPU
PUSAT NOMOR 19 TAHUN 2008 TANGGAL 30 JUNI 2008 TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILU ANGGOTA DPR, DPD,
DAN DPRD, yaitu alat peraga kampanye adalah semua bendera atau bentuk lain
yang memuat visi, misi, program, simbol-simbol, atau tanda gambar peserta
Pemilu yang dipasang untuk keperluan kampanye Pemilu yang bertujuan untuk
mengajak orang memilih Peseta Pemilu dan atau Calon Anggota DPR, DPD, dan
DPRD tertentu;
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 270
jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya tersebut Penuntut
Umum mengajukan barang bukti di persidangan yaitu:
-
2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek;
-
5 (lima) batang bambu tiang bendera masing-masing berukuran kurang lebih 3
(tiga) meter;
-
Serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang terbakar;
81 Menimbang, bahwa selain telah mengajukan barang bukti sebagaimana
tersebut, Penuntut Umum juga telah mengajukan para saksi yang telah memberikan
keterangan di bawah sumpah, yaitu:
Saksi ke-I : MOMO SUTARMO Bin SUWARDJO;
-
Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 07.00 WIB saksi yang
berada di rumah menerima laporan dari Supriyadi melalui SMS yang isinya
bendera Partai Demokrat yang ada di Desa Adipasir dibakar;
-
Saksi sebagai Pengurus Partai Demokrat dan juga sebagai Caleg dari Partai
Demokrat untuk Wilayah Rakit, Wanadadi dan Banjarmangu;
-
Setelah menerima laporan dari Supriyadi bendera Partai Demokrat dibakar saksi
menuju ke lokasi di Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara
mengecek kebenaran laporan tersebut ternyata di tempat kejadian saksi melihat
bekas pembakaran bendera Partai Demokrat;
-
Saksi menuju tempat kejadian pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar
jam 10.00 WIB;
-
Saksi di Desa Adipasir bertemu dengan Supriyadi dan Suli kemudian bersamasama mengecek bendera Partai Demokrat;
-
Bendera yang dibakar sejumlah 2 (dua) buah dan 5 (lima) buah bendera Partai
Demokrat rusak akibat ditarik dengan paksa;
-
Bendera yang dibakar di 2 (dua) lokasi yaitu 1 (satu) buah di depan rumah Ketua
RT dam 1 (satu) buah bendera lainnya yang dibakar di depan Conter arah timur
dengan jarak kurang lebih 300 meter sedangkan 5 (lima) bendera yang rusak
diantara bendera yang dibakar yang 1 (satu) dengan satunya lagi;
-
Bendera dipasang dengan jarak kurang lebih 12 (dua belas) meter yang dipasang
menggunakan tiang bambu yang ditancapkan pada tanah dengan cara tiang bambu
dicor;
-
Menurut keterangan Supriyadi dan Fajar yang memperoleh keterangan dari Andri
yang membakar bendera Partai Demokrat tersebut adalah terdakwa Ginanjar;
-
Dari keterangan Supriyadi dan Fajar saksi yakin pelakunya adalah terdakwa;
82 -
Setelah mengetahui pelaku pembakaran bendera Partai Demokrat adalah terdakwa
kemudian pada Rabu malam tanggal 11 Pebruari 2009 saksi melapor kepada PL
Panwas dan pada hari Kamis tanggal 12 Pebruari 2009 sekitar jam 15.00 WIB
saksi melaporkan kepada Panwas Kecamatan bersama Andri, Supriyadi, dan Fajar
dalam mobil Andri bilang bahwa Andri melihat terdakwa membakar bendera
Partai Demokrat dan Andri meminta jangan diketemukan dengan terdakwa;
-
Saksi tidak menanyakan alasan Andri meminta jangan diketemukan dengan
terdakwa;
-
Bendera Partai Demokrat dipasang pada tahun baru 2009;
-
Saksi tidak tahu masa kampanye karena saksi belum mendapat jadwal kampanye;
-
Saksi mengenal barang bukti berupa 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat yang
rusak, batang bambu yang digunakan untuk tiang bendera dan lelehan bendera
yang terbakar;
-
Saksi tidak mengambil bendera yang rusak;
-
Panwas Kecamatan pada saat saksi menghadap mengatakan akan menindak
lanjuti kejadian pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut;
Saksi ke-II : FAJAR YULIANTO, SH Bin INDARTO
-
Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 01.00 WIB bertempat di
jalan raya tepatnya di depan rumah Subur turut Desa Adipasir Kecamatan Rakit
Kabupaten Banjarnegara terdakwa telah membakar bendera Partai Demokrat;
-
Bendera Partai Demokrat yang dibakar sebanyak 2 (dua) buah dan 5 (lima) buah
bendera Partai Demokrat rusak jarak bendera satu dengan lannya radius 5 (lima)
sampai 10 (sepuluh) meter;
-
Saksi tahu bendera Partai Demokrat terbakar dari informasi Momo kemudian
pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari sekitar jam 10.00 WIB saksi bersama Momo
mengecek ke lokasi dan saksi melihat ada bekas bendera terbakar;
-
Saksi tahu pembakaran bendera Partai Demokrat dilakukan oleh terdakwa
Ginanjar karena saksi mendapat informasi dari Andri pada hari Selasa tanggal 10
Pebruari 2009 sekitar jam 16.30 Wib saat saksi berangkat main badminton ke
83 GOR Mandiraja karena turun hujan saksi berteduh dan di tempat tersebut ada
Supri dan Andri kemudian Andri tanpa ditanya saksi, Andri mengatakan bahwa
pelaku pembakaran bendera Partai Demokrat adalah Ginanjar dan Andri juga
mengatakan pada saat Ginanjar melakukan pembakaran bendera tersebut Andri
bersama Ginanjar, selain informasi dari Andri saksi juga mendapat informasi dari
Hardiman yang mengatakan bahwa benderap Partai Demokrat dibakar oleh
Ginanjar;
-
Saksi tidak tahu alasan terdakwa membakar bendera Partai Demokrat;
-
Atas dasar informasi dari Andri tersebut saksi menginformasikan kepada Momo;
-
Bendera Partai Demokrat terpasang di pinggir jalan dengan ketinggian sekitar 3
(tiga) meter dan ujung bendera pada bagian bawah dapat disentuh oleh terdakwa;
-
Jarak rumah saksi dengan rumah terdakwa sekitar 500 (lima ratus) meter;
-
Bahwa keluarga terdakwa terutama ayah terdakwa simpatisan partai PDIP dan
ayah terdakwa sebagai pengurus DPC Partai PDIP;
-
Saksi tidak pernah mendengar Partai Demokrat dengan Partai PDIP terjadi
konflik;
-
Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat dan batang bambu
yang digunakan sebagai tiang bendera Partai Demokrat serta lelehan bendera
Partai Demokrat yang terbakar;
-
Saksi melihat ada bendera Partai Demokrat yang rusak sedangkan 2 (dua) buah
terbakar habis;
-
Saksi mendatangi tempat kejadian dan di tempat tersebut saksi melihat bekas
pembakaran bendera Partai Demokrat;
-
Bendera Partai Demokrat rusak bersamaan dengan bendera yang terbakar yaitu di
hari yang sama;
-
Supriyadi adalah anak dari paman saksi dan Supriyadi bekerja dengan Momo;
-
Saksi sebagai pengurus Posko Partai Demokrat termasuk bertanggungjawab
keamanan bendera Partai Demokrat.
-
Saksi tidak menanyakan pelaku pembakaran Partai Demokrat kepada Pak Subur
atau Pak Ketu Rt;
84 Saksi ke-III : HARDIMAN Bin SAMIDI
-
Saksi mengetahui pembakaran bendera Partai Demokrat yang dilakukan pada hari
Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 00.30 WIB di depan rumah Pak
Subur sebagai Ketua Rt turut Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten
Banjarnegara;
-
Pembakaran bendera Partai Demokrat dilakukan oleh terdakwa;
-
Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 00.30 WIB saksi keluar
rumah mencari sinyal hand phone dan pada saat di luar rumah saksi melihat
terdakwa dengan posisi terdakwa berdiri menghadap utara yaitu menghadap tiang
bendera dengan menjulurkan tangan kanan membakar bendera Partai Demokrat
sedangkan Andri berada di dekat terdakwa;
-
Jarak rumah saksi dengan posisi terdakwa membakar bendera sekitar 30 (tiga
puluh) meter;
-
Dari arah selatan saksi melihat terdakwa membakar bendera partai;
-
Saksi melihat terdakwa membakar bendera dengan jelas karena keadaan terang
ada penerangan jalan berupa lampu;
-
Saksi melihat bendera Partai Demokrat dibakar oleh terdakwa sampai habis;
-
Saksi melihat terdakwa membakar bendera hanya satu buah;
-
Saksi tidak menegur terdakwa membakar bendera dan saksi juga tidak melapor
karena saksi tidak tahu ada sanksinya;
-
Pada saat terdakwa membakar bendera, terdakwa dan Andri tidak melihat saksi;
-
Bahwa sebelumnya saksi mengenal terdakwa dan Andri karena sama-sama
penduduk Desa Adipasir;
-
Pada saat di jalan saksi bertemu dengan Fajar sepulang dari Panwas Kecamatan
Rakit yang memberitahukan kepada saksi bahwa Andri baru diintrogasi kaitannya
dengan pembakaran bendera, pada saat itu saksi memberitahukan kepada Fajar
dalam bahasa “saksi tahu yang membakar bendera partai pelakunya adalah
Ginanjar”;
-
Pekerjaan saksi Swasta;
85 -
Saksi bukan simpatisan salah satu partai;
-
Bendera yang ada di depan rumah Pak Subur sebanyak 5 (lima) buah bendera
Partai Demokrat untuk bendera partai lainnya saksi tidak tahu;
-
Bendera paling ujung barat yang dibakar oleh terdakwa sedangkan bendera
lainnya masih utuh dan pada pagi harinya saksi tidak memperhatikan bendera
lainnya;
-
Pada saat terdakwa membakar bendera partai saksi tidak melihat ada sepeda
motor;
-
Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat, batang bambu
yang digunakan sebagai tiang bendera dan lelehan bendera Partai Demokrat yang
dibakar;
-
Pada saat terdakwa membakar bendera Andri berada di seberang jalan;
-
Keadaan terang karena ada penerangan jalan berupa lampu berwarna putih
sehingga dengan jelas melihat terdakwa membakar bendera;
-
Bendera partai habis dibakar kurang lebih selama 3 (tiga) menit;
-
Setelah terdakwa membakar bendera terdakwa duduk-duduk di jalan dan saksi
tidak tahu perginya terdakwa karena saksi masuk rumah;
-
Saksi tidak memperhatikan warna pakaian yang dipakai terdakwa pada saat
terdakwa membakar bendera partai;
-
Setiap malam saksi selalu keluar rumah;
-
Saksi tidak menegur terdakwa pada saat terdakwa membakar bendera karena
saksi tidak tahu membakar bendera partai ada sanksinya yang saksi tahu kena
marah oleh yang punya bendera dan itu urusan orang lain yang kena marang
orang yang melakukan pembakaran oleh yang punya bendera;
Saksi ke-IV : SUPRIYADI Bin WIRYA SUDARMO
-
Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari sekitar jam 24.00 WIB saksi ke rumah istri
di depan rumah Pak Subur Ketua Rt saksi melihat terdakwa dan Andri sedang
duduk di jembatan dan saksi melihat di dekat rumah Andri ada sepeda motor,
kemudian saksi di rumah istri kurang lebih 30 (tiga puluh) menit dan saksi pulang
86 di rumah orang tua saksi di rumah tersebut saksi mendengar ada suara motor
dengan suara yang keras;
-
Adanya suara sepeda motor yang cukup keras saksi keluar rumah bersama adik
saksi yang bernama Toro pada saat di luar rumah saksi melihat ada bendera
terbakar kemudian saksi menyuruh Toro untuk mencegat sepeda motor tersebut
namun tidak diketemukan;
-
Saksi tidak melihat orang yang mengendarai sepeda motor tersebut;
-
Saksi mengenal sepeda motor tersebut dari suara sepeda motor tersebut saksi
mengetahui sepeda motor tersebut milik Andri jenis Jet Cool dan saksi pernah
mengendarai sepeda motor milik Andri karena Andri masih saudara saksi;
-
Bendera yang terbakar sejumlah 1 (satu) buah;
-
Jarak antara rumah orang tua saksi dengan bendera yang terbakar sekitar 50 (lima
puluh) meter;
-
Saksi tidak mendekati bendera yang terbakar dan saksi juga tidak memadamkan
apinya karena takut dianggap saksi yang membakar bendera;
-
Saksi tidak melihat pelaku yang membakar bendera;
-
Dari tempat bendera terbakat antara rumah saksi dengan rumah Hardiman jauh
rumah saksi;
-
Pada saat bendera terbakar saksi tidak melihat Hardiman meskipun Hardiman
berada di luar rumahpun Hardiman bisa tidak kelihatan karena antara rumah
orang tua saksi dengan rumah Hardiman sekitar 35 (tiga puluh lima) meter;
-
Bahwa pada hari Rabu tanggal 11 Pebruari 2009 sekitar 16.30 WIB pada saat
saksi berangkat badminton ke GOR Mandiraja turun hujan saksi berteduh
bersama Andri dan saksi menanyakan kepada Andri tentang bendera yang dibakar
kemudian Andri menjelaskan bahwa yang membakar bendera adalah Ginanjar
dan Andri hanya menemani Andri juga pernah mengatakan kepada saksi untuk
membeli saksi;
-
Saksi bekerja kepada Momo untuk mengecat dan memasang bendera Partai
Demokrat;
87 -
Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat dan batang bambu
yang digunakan sebagai tiang bendera Partai Demokrat serta lelahan bendera
Partai Demokrat yang terbakar;
-
Saksi mengenal terdakwa dan keluarga terdakwa;
-
Orang tua terdakwa yaitu ayah terdakwa simpatisan PDIP dan Caleh PDIP;
-
Saksi tidak tahu hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 masa kampanye;
-
Pada saat saksi berangkat ke rumah istri saksi, saksi belum melihat bendera yang
terbakar;
-
Saksi pernah dimintai keterangan oleh Panwas dan keterangan yang saksi berikan
sama seperti keterangan yang saksi sampaikan di persidangan ini;
-
Benar pada saat saksi ke rumah sakit saksi melihat terdakwa dan Andri berada di
depan rumah Pak Subur;
Saksi ke-V : NOFIAN DIANTORO AL. TORO Bin WIRYA SUDARMO
-
Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 23.00 WIB saksi di rumah
Agus selama kurang lebih 30 (tiga puluh) menit dan saksi pulang diantar Agus
sekitar jam 23.30 WIB, sesampai di rumah saksi nonton acara TV kemudian
kakak saksi yang bernama Supriyadi pulang juga nonton TV pada saat saksi dan
Supriyadi nonton TV tiba-tiba mendengar suara motor yang bunyinya kencang
sekali pada saat itu saksi dan Supriyadi keluar rumah dan saksi melihat di sebelah
utara ada bendera Partai Demokrat yang terbakar;
-
Bendera Partai Demokrat habis terbakar dan pada pagi harinya saksi melihat ada
bekas-bekas bendera terbakar;
-
Pada saat saksi dan Supriyadi melihat bendera Partai Demokrat yang terbakar
saksi disuruh mencegat sepeda motor tersebut namun saksi tidak dapat mencegat
sepeda motor tersebut;
-
Sepeda motor tersebut tidak membalik lagi;
-
Saksi paham motor tersebut milik Andri dan saksi tahu dari suara motor tersebut;
-
Saksi tidak mendekati bendera yang terbakar karena saksi takut dituduh saksi
yang membakar bendera tersebut;
88 -
Saksi tidak tahu pelaku yang membakar bendera tersebut;
-
Pada saat bendera terbakar saksi tidak melihat terdakwa dan Andri;
-
Antara rumah terdakwa dengan rumah saksi cukup jauh;
-
Bendera Partai Demokrat terbakar pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009
sekitar jam 01.00 WIB di dekat rumah Pak Subur turut Desa Adipasir Kecamatan
Rakit Kabupaten Banjarnegara;
-
Saksi pernah diperiksa dihadapan Penyidik dan saksi menandatangani berita acara
pemeriksaan keterangan yang saksi berikan benar;
-
Sekarang saksi tahu pembakaran bendera Partai Demokrat dilakukan oleh
terdakwa dan saksi tahu dari Supriyadi;
-
Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat dan batang bambu
yang digunakan sebagai tiang bendera Partai Demokrat serta lelehan bendera
Partai Demokrat yang terbakar;
-
Pada hari Selasa tanggal 24 Pebruari 2009 sekitar jam 10.00 WIB Andri datang di
rumah saksi kepada saksi Andri sekitar jam 10.00 WIB Andri datang di rumah
saksi kepada saksi Andri mengatakan “pelaku membakar bendera adalah
Ginanjar” Andri juga meminta kepad saksi dengan kata”kamu jangan jadi saksi
agar kamu dan kakak kamu aman”;
-
Pada saat ada suara motor yang cukup keras saksi dan Supriyadi keluar rumah
tujuannya meminta jangan mengendarai sepeda motor kencang-kencang;
-
Saksi pernah diperiksa dihadapan Penyidik dan keterangannya sama dengan
keterangan yang saksi berikan dipersidangan ini;
-
Pada saat diperiksa dihadapan Penyidik tidak ada penekanan;
Saksi ke-VI : ANDRI SEPTIYADI Bin SUTIARJO
-
Pada hari Senin tanggal 9 Pebruari 2009 sekitar jam 19.30 WIB saksi bersama
Poniman pergi ke Mandiraja makan nasi goreng menggunakan sepeda motor
milik Poniman kemudian kembali lagi di Desa Adipasir dan sekitar jam 20.30
saksi datang di rumah terdakwa meminta terdakwa untuk memperbaiki sepeda
motor milik saksi yang mengalami kerusakan;
89 -
Sepeda motor milik saksi jenis Jet Cool;
-
Sepeda motor diperbaiki dipertigaan jalan dekat rumah Ali sekitar 50 (lima puluh)
meter dari rumah sakit setelah motor selesai diperbaiki saksi mengajak terdakwa
ke rumah saksi untuk membuat nasi goreng;
-
Setelah sepeda motor selesai diperbaiki sepeda motor milik saksi tersebut dicoba
untuk dihidupkan;
-
Setelah makan nasi goreng saksi bersama terdakwa merokok dan keluar rumah
tepatnya di depan rumah Pak Ketua Rt;
-
Saksi bersama terdakwa di depan rumah Pak Ketua Rt sekitar 3 (tiga) menit
menghabiskan rokok.
-
Saksi dan terdakwa di depan rumah Ketua Rt tujuannya duduk-duduk;
-
Depan rumah pak Ketua Rt saksi melihat ada bendera partai;
-
Saksi tidak tahu ada pembakaran bendera partai;
-
Saksi tahu ada bendera Partai Demokrat yang dibakar pada saat saksi diajak oleh
Fajar ke GOR Mandiraja dalam keadaan hujan saksi membonceng Fajar dan saksi
diberi rokok oleh Fajar tidak lama kemudian datang 2 (dua) orang yang mengaku
Polisi dengan menanyakan dengan kata “kamu lihat Ginanjar membakar bendera”
karena saksi takut saksi menjawab “ya”.
-
Saksi percaya karena saksi takut;
-
Saksi tidak diancam oleh orang yang mengaku Polisi tetapi saksi dibentak;
-
Alat untuk memperbaiki sepeda motor di bawa oleh terdakwa;
-
Sepeda motor diperbaiki selesai sekitar jam 24.00 WIB;
-
Korek untuk menyalakan rokok didapat di dapur rumah saksi;
-
Saksi melihat bendera Partai Demokrat di dekat rumah pak Ketua Rt dengan jelas
karena keadaannya terang dari sinar lampu penerangan jalan;
-
Saksi bersama terdakwa di depan rumah Ketua Rt tidak melakukan aktifitas
kemudian saksi dan terdakwa pulang;
-
Saksi percaya orang yang mengaku Polisi;
-
Saksi percaya orang yang mengaku Polisi dari potongan badan;
90 -
Saksi hanya dapat membedakan dari bentuk potongan badan antara Polisi dengan
bukan Polisi;
-
Saksi pernah datang di Panwas 1 (satu) hari setalah saksi diajak Fajar ke
Mandiraja;
-
Saksi pernah datang di rumah Supriyadi;
-
Saksi datang di rumah isteri Supriyadi tujuannya meminta tanda tangan surat
pernyataan yang dibawa oleh saksi;
-
Isi surat pernyataan berbunyi “tidak tahu perkara pembakaran Partai Demokrat;
-
Selain Supriyadi saksi juga mendatangi Yanto untuk meminta tanda tangan dalam
surat pernyataan;
-
Hubungan saksi dengan terdakwa sebagai teman dekat;
-
Saksi tidak pernah mengatakan untuk membeli saksi;
-
Benar pada saat saksi duduk di pertigaan tidak ada pembakaran bendera;
Saksi Ahli : NURUL HUDA, S. Th. 1 Bin HASIM HASAN
-
Bahwa saksi pernah memberikan keterangan dihadapan Penyidik dan keterangan
yang diberikan Penyidik tersebut benar dan tanpa adanya penekanan;
-
Saksi bekerja sebagai Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten
Banjarnegara sejak bulan Oktober 2008;
-
Tugas saksi sebagai Divisi dan Pengawasan di KPU membantu apabila ada
pelanggaran Pemilu dan saksi mengadakan koordinasi dengan lembaha terkait;
-
Pemasangan bendera partai tanggal 10 Pebruari 2009 sudah diperbolehkan karena
masa kampanye secara umum dimulai sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 5
April 2009 sedangkan secara khusus dari tanggal 16 Maret 2009 sampai dengan
tanggal 5 April 2009;
-
Pemasangan bendera partai termasuk kampanye karena bendera partai merupakan
alat peraga peserta pemilu sebagaimana Pasal 1 ayat 1 Peraturan KPU Nomor 19
tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum anggota
DPR, DPD, DPRD “alat peraga kampanye adalah semua benda atau bentuk lain
yang memuat visi, misi, program, simbol-simbol atau tanda gambar peserta
91 Pemilu yang dipasang untuk keperluan kampanye pemilu yang bertujuan untuk
mengajak orang memilih peserta pemilu dan atau calon anggota DPR, DPD dan
DPRD tertentu;
-
Partai demokrat termasuk peserta Pemilu tahun 2009;
-
Merusak alat peraga berupa bendera termasuk pelanggaran kampanye;
-
Bendera partai dapat dipasang di jalan-jalan kecuali jalan protokol;
-
Jalan Kecamatan Rakit diperbolehkan untuk dipasang gambar atau bendera partai;
-
Masa kampanye dari tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan tanggal 5 April 2009
Peraturan dari KPU Pusat yang tertuang dalam Peraturan KPU No. 19 tahun
2008;
-
Pemasangan tanda gambar peserta pemilu tidak diatur kecuali tempat-tempat
tertentu dan setelah tanggal 5 April 2009 dilarang memasang gambar peserta
pemilu bahkan setelah tanggal 5 April harus dibersihkan dari tanda gambar
peserta pemilu;
-
KPU mengadakan koordinasi dengan Pengawas dan Instansi terkait apabila ada
pelanggaran administrasi KPU berkoordinasi dengan Pengawas sedangkan
pelanggaran yang bersifat pidana diserahkan kepada Polisi Pasal 10 Peraturan
KPU Nomor 19 ada kaitannya dengan pidana dan polisi dapat langsung
menangani tentang pelanggaran yang bersifat pidana;
-
Pengerusakan bendera partai bukan termasuk pelanggaran administrasi melainkan
pelanggaran yang bersifat pidana yang penanganannya dilakukan oleh Polisi;
-
Panwas Kecamatan belum ada koordinasi dengan saksi sebagai KPU;
Menimbang, bahwa terdakwa menyatakan keberatan atas keterangan seluruh
saksi, kecuali atas keterangan saksi ANDRI SEPTIYADI Bin EDI SUTIARJO dan
saksi ahli NURUL HUDA, S.Thi;
Menimbang, bahwa di persidangan telah didengar pula keterangan terdakwa
yang pada pokoknya sebagai berikut;
92 -
Terdakwa pernah diperiksa dihadapan Penyidik pada Kepolisian Resort
Banjarnegara berkaitan terdakwa diduga melakukan pengerusakan bendera Partai
Demokrat;
-
Keterangan terdakwa yang diberikan dihadapan Penyidik tidak ada penekanan;
-
Terdakwa pernah memperbaiki sepeda motor milik Andri;
-
Terdakwa memperbaiki sepeda motor milik Andri pada hari Senin tanggal 9
Pebruari 2009 sekitar jam 20.30 WIB pada saat itu terdakwa baru bangun tidur
karena terdakwa tidur sekitar jam 18.00 WIB dan bangun tidur jam 20.00 WIB
Andri datang meminta terdakwa untuk memperbaiki sepeda motor;
-
Terdakwa memperbaiki sepeda motor di pertigaan jalan turut Desa Adipasir
Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara, terdakwa dibantu bersama Andri,
Bejo, Indro;
-
Jarak pertigaan jalan dengan rumah terdakwa sekitar 30 (tiga puluh) meter;
-
Jalan keadaan terang karena ada penerangan jalan berupa lampu;
-
Sepeda motor dapat diperbaiki karena kerusakan hanya pada karbulator;
-
Terdakwa memperbaiki sepeda motor sampai jam 23.30 WIB setelah selesai
terdakwa ngobrol tentang Hand Phone dan lain-lain;
-
Terdakwa di pertigaan jalan tidak membicarakan partai;
-
Setelah sepeda motor diperbaiki kurang lebih 15 (lima belas) menit dicoba dengan
suara dikeras-keraskan;
-
Terdakwa di pertigaan jalan sampai jam 24.00 WIB kemudian terdakwa diajak ke
rumah Andri membuat nasi goreng dan memakan nasi goreng dan merokok;
-
Rokok disediakan oleh terdakwa sebanyak 3 (tiga) batang 1 (satu) batang untuk
Andri 1 (satu) batang untuk terdakwa dan sisanya 1 (satu) batang di rokok di
rumah terdakwa;
-
Terdakwa tidak membawa korek api karena terdakwa merokok menyulut rokok
Andri dan korek milik Andri;
-
Seletah makan nasi goreng terdakwa keluar rumah bersama Andri ke pertigaan
dekat rumah Pak Subur;
93 -
Sepeda motor dibawa ke rumah Andri, terdakwa dan Andri ke pertigaan dekat
rumah Pak Subur jalan kaki dan terdakwa bersiul memanggil Toro namun Toro
tidak keluar rumah;
-
Jarak rumah Andri dengan pertigaan jalan dekat rumah Pak Subur sekitar 10
(sepuluh) meter;
-
Terdakwa bersama Andri ke pertigaan jalan dekat rumah Pak Subur pada hari
Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 01.00 WIB;
-
Terdakwa bersama Andri ke pertigaan jalan dekat rumah Pak Subur tujuanna
untuk duduk-duduk di jembatan dek;
-
Pada saat terdakwa bersama Andri, terdakwa melihat bendera Partai Demokrat;
-
Di tempat yang sama tidak ada bendera partai lainnya kecuali bendera Partai
Demokrat;
-
Bendera Partai Demokrat sejumlah 4 (empat) buah;
-
Jarak bendera Partai Demokrat dengan tempat duduk terdakwa sekitar 4 (empat)
meter;
-
Terdakwa tidak mendekati bendera Partai Demokrat dan terdakwa juga tidak
menyeberang jalan tempat bendera partai dipasang;
-
Di pertigaan jalan terdakwa masih merokok dan setelah rokok habis diisap
terdakwa pulang nonton acara sepakbola di TV bersama ayah sampai jam 03.00
WIB dan terdakwa tidur;
-
Terdakwa mendengar bendera Partai Demokrat dibakar empat hari kemudian dari
Pak Widi;
-
Terdakwa pernah dipanggil Panwas untuk cerita dari awal;
-
Bendera Partai Demokrat yang rusak seluruhnya 7 (tujuh) buah;
-
Bendera partai yang rusak dekat rumah Pak Subur turut Desa Adipasir Kecamatan
Rakit Kabupaten Banjarnegara;
-
Ayah terdakwa simpatisan PDIP, terdakwa dan kakak terdakwa yang bernama
Yuni pernah disuruh ayah untuk memasang bendera PDIP;
-
Ayah terdakwa pengurus PDIP dan Caleg dari PDIP dan mantan anggota DPRD;
-
Terdakwa tidak pernah jengkel dengan partai lainnya;
94 -
Terdakwa sudah keluar dari sekolah karena nakal sering membolos atau tidak
berangkat sekolah karena sering terlambat;
-
Terdakwa membolos sekolah karena terdakwa sering terlambat sekolah akibat
terdakwa bangun tidurnya pada siang hari dan terdakwa keinginannya sekolah di
Cokroaminoto Banjarnegara sedangkan oleh ayah terdakwa di sekolahkan di STM
Panca Bhakti Banjarnegara;
-
Andri sering datang di rumah terdakwa dari sebelum dipanggil Panwas maupun
sesudah dipanggil Panwas;
-
Terdakwa tidak pernah membuat surat pernyataan;
-
Pada saat Andri datang di rumah terdakwa, Andri mengatakan kamu yang
melakukan pembakaran bendera karena Andri takut;
-
Terdakwa kenal dengan Hardiman;
-
Terdakwa
menginginkan
untuk
melanjutkan
sekolah
di
Cokroaminoto
Banjarnegara;
-
Terdakwa mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat, batang bambu
sebagai tiang bendera Partai Demokrat dan lelehan bendera yang dibakar;
-
Terdakwa keluar sekolah pada saat masih kelas 1 (satu) semester 1 (satu) dan
terdakwa disuruh pindah oleh ayah terdakwa tetapi terdakwa tidak mau daripada
pindah terdakwa minta keluar saja dari sekolahan;
-
Terdakwa tidak tahu fungsi Pemilu;
-
Ayah terdakwa Caleg PDIP dan ayah terdakwa Pengurus DPC PDIP Kecamatan
Rakit;
-
Terdakwa tidak pernah disuruh oleh ayah terdakwa untuk mencari masa;
-
Terdakwa tidak pernah memasang bendera partai selain bendera PDIP;
-
Terdakwa merokok menyulut dari rokok Andri;
Menimbang, bahwa dari barang-barang bukti yang diajukan di persidangan,
keterangan para saksi dan terdakwa serta adanya hasil Penelitian Kemasyarakatan
oleh BAPAS, dalam kaitan satu dengan lainnya, diperoleh fakta-fakta dan keadaan
sebagai berikut:
95 -
Bahwa pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009, sekitar jam 01.00 WIB
diketahui oleh saksi Hardiman Bin Samidi, saksi Supriyadi Bin Wirya Sudarmo
dan saksi Nofian Diantoro alias Toro Bin Wirya Sudarmo bahwa sebuah bendera
Partai Demokrat yang dipasang di depan rumah Ketua Rt bernama SUBUR di
jalan raya Desa Adipasir Rt 07 Rw II, Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara
terbakar sampai habis;
-
Bahwa saksi Hardiman Bin Samidi yang malam itu sinyal HP-nya kurang bagus,
keluar rumah untuk mendapat sinyal HP karena mau menelepon;
-
Bahwa ketika berada di halaman rumahnya saksi Hardiman melihat jarak sekitar
30 (tiga puluh) meter sebuah bendera Partai Demokrat sedang disulut dengan
korek api gas oleh terdakwa Ginanjar Saputra hingga terbakar habis;
-
Bahwa selain ada terdakwa Ginanjar di tempat tersebut saksi Hardiman juga
melihat ada teman terdakwa yaitu saksi Andri Septiadi;
-
Bahwa menurut saksi Hardiman ia bisa memastikan yang sedang membakar
bendera Partai Demokrat tersebut adalah Ginanjar karena lampu penerangan jalan
cukup terang, tetapi saat itu saksi tidak berusaha mencegah karena saksi merasa
tidak peduli dan mengira bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak
pidana;
-
Bahwa saksi Supriyadi dan saksi Nofian Diantoro Bin Wirya Sudarmo
mengetahui bendera Partai Demokrat terbakar juga dari depan rumahnya yang
berjarak sekitar 50 (lima puluh) meter dari tempat kejadian, semula karena
mendengar suara sepeda motor yang melaju dengan kencang melintas depan
rumahnya, ketika ke luar dari rumah kedua saksi tersebut melihat adanya bendera
Partai Demokrat yang ada di depan rumah Ketua Rt Subur sedang terbakar, tetapi
tidak melihat orang berada di tempat tersebut;
-
Bahwa kira-kira setengah jam sebelum kejadian bendera Partai Demokrat terbakar
saksi Supriyadi sempat melewati tempat tersebut dengan mengendarai sepeda
motor dan melihat ada saksi Andri Septiadi dan terdakwa Ginanjar sedang dudukduduk di bek jembatan seberang jalan di mana bendera Partai Demokrat tersebut
dipasang;
96 -
Bahwa saksi Fajar Yulianto, SH Bin Indarto dan saksi Supriyadi mengetahui
bahwa yang membakar bendera Partai Demokrat tersebut adalah terdakwa
Ginanjar Saputra karena mendengar dari saksi Andri Septiadi;
-
Bahwa saksi Momo Sutarmo Bin Suwardjo mengetahui bendera Partai Demokrat
tersebut terbakar karena diberi informasi oleh saksi Supriyadi;
-
Bahwa saksi Momo Sutarmo adalah Pengurus Partai Demokrat serta Caleg dari
Partai Demokrat untuk Daerah Pemilihan Kecamatan Wanadadi, Rakit dan
Kecamatan Banjarmangu;
-
Bahwa saksi Andri Septiadi membenarkan pernah mengatakan di depan saksi
Fajar dan saksi Supriyadi, bahwa pelaku pembakaran bendera Partai Demokrat
tersebut adalah terdakwa Ginanjar Saputra, tetapi hal tersebut saksi Andri lakukan
karena ketika ditanyai saksi dibentak-bentak oleh dua orang teman saksi Fajar
yang perawakan dan gayanya seperti Polisi sehingga Andri takut;
-
Bahwa menurut saksi Andri memang benar malam itu saksi bersama terdakwa
Ginanjar Saputra berada di dekat tempat kejadian, tetapi saksi melihat ada
bendera Partai Demokrat yang terbakar dan tidak mengetahui terdakwa Ginanjar
membakar bendera Partai Demokrat;
-
Bahwa saksi Andri dan terdakwa malam itu berada di dekat tempat bendera Partai
Demokrat berada karena sedang duduk-duduk sambil merokok karena habis
makan nasi goreng bersama terdakwa setelah sebelumnya terdakwa memperbaiki
motor saksi;
-
Bahwa saksi dan terdakwa berada di tempat tersebut sekitar 3 (tiga) menit dan
setelah rokok habis lalu pulang ke rumah masing-masing;
-
Bahwa ketika berada di tempat tersebut baik saksi maupun terdakwa tidak
membawa korek api karena rokoknya dinyalakan dengan korek api yang ada di
dapur rumah saksi dan tidak dibawa ke tempat tersebut;
-
Bahwa terdakwa Ginanjar menolak dakwaan dan menyangkal telah membakar
bendera Partai Demokrat tersebut;
-
Bahwa benar ayah dan kakak terdakwa Ginanjar adalah Caleg dari Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), tetapi terdakwa menyatakan bahwa
97 dirinya tidak punya perhatian terhadap Pemilu maupun partai dan terdakwa juga
belum mempunyai hak pilih;
-
Bahwa kampanye umum dimulai sejak tanggal 12 Juli 2008, tetapi kampanye
khusus dimulai sejak tanggal 16 Maret 2009 sampai dengan tanggal 5 April 2009;
-
Bahwa menurut peraturan KPU No. 19 Tahun 2008, bendera partai politik
merupakan alat peraga peserta pemilu;
-
Bahwa terdakwa Ginanjar adalah seorang yang masih anak-anak karena lahir
pada tanggal 20 Juli 1992, sehingga sekarang belum genap berusia 17 tahun;
-
Bahwa terdakwa masih sekolah di STM Panca Bhakti Kelas I, tetapi sekarang
sudah keluar karena merasa tidak cocok di sekolahan sejak dulu terdakwa ingin
sekolah di STM Cokroaminoto Banjarnegara;
-
Bahwa pada tahun ajaran yang akan datang terdakwa masih menginginkan
melanjutkan sekolah di STM Cokroaminoto Banjarnegara yang dimintainya;
Menimbang, bahwa apakah dari fakta-fakta dan keadaan tersebut di atas,
terdakwa dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang
didakwakan kepadanya, Pengadilan akan mempertimbangkan lebih lanjut;
Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu
melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam menurut ketentuan Pasal
270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD, dan DPRD;
Menimbang, bahwa unsur-unsur dari Pasal yang didakwakan di dalam
dakwaan Penuntut Umum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang;
2. Dengan sengaja;
3. Melanggar
larangan
kampanye
Pemilu
berupa
menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu;
merusak
dan/atau
98 Menimbang, bahwa agar terdakwa dapat dipersalahkan dan dijatuhi pidana,
maka seluruh unsur dari Pasal yang didakwakan tersebut harus terpenuhi oleh
perbuatan terdakwa sebagaimana yang didakwakan tersebut;
Menimbang, bahwa pertama-tama Pengadilan akan mempertimbangkan unsur
pertama, yaitu “setiap orang”;
Menimbang, bahwa secara umum “setiap orang” dapat diartikan sebagai siapa
saja yang merupakan subyek hukum sebagai penyandang hak dan kewajiban, baik
orang laki-laki maupun orang perempuan, anak-anak ataupun orang dewasa, yang
perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan dihadapan hukum;
Menimbang, bahwa pengertian “setiap orang” di dalam Pasal 270 jo Pasal 84
ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR,
DPD, dan DPRD mempunyai pengertian yang khusus sehingga merupakan Le
Specialis dari pengertian “setiap orang” dalam pengertian yang umum tersebut di
atas;
Menimbang, bahwa Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008
menentukan bahwa “setiap orang” yang dilarang melanggar larangan kampanye
Pemilu termasuk yang tersebut di dalam huruf g adalah setiap orang yang merupakan
: “Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye”;
Menimbang, bahwa untuk menilai apakah terdakwa Ginanjar Saputra Bin
Sapari Puji Yuwono sebagaimana tersebut di dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut
Umum dapat diartikan/dikategorikan sebagai “setiap orang” yang dimaksud dalam
Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g maka sebelumnya harus dilihat terlebih dahulu
apakah terdakwa tersebut merupakan Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye;
Menimbang, bahwa Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang tersebut Pelaksana
Pemilu terdiri atas Pengurus Partai Politik, Calon Anggota DPR, DPRD, Juru
Kampanye, orang seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu Anggota
99 DPR dan DPRD, sedangkan menurut Pasal 79 Undang-Undang tersebut Pelaksana
Kampanye harus didaftarkan pada KPU;
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta di persidangan terdakwa Ginanjar Saputra
Bin Sapari Puji Yuwono tersebut tidak ternyata sebagai Pelaksana Kampanye
menurut ketentuan tersebut di atas;
Menimbang, bahwa selanjutnya apakah terdakwa Ginanjar Saputra Bin Sapari
Puji Yuwono tersebut merupakan Peserta Kampanye;
Menimbang, bahwa menurut Pasal 1 Undang-Undang Pemilu tersebut yang
merupakan Ketentuan Umum pada angka 26, bahwa Kampanye Pemilu adalah
kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarakan visi,
misi dan program peserta Pemilu;
Menimbang, bahwa menurut Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Pemilu,
Kampanye Pemilu, diikuti oleh peserta kampanye, sedangkan menurut ketentuan
Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Pemilu, Peserta Kampanye terdiri atas anggota
masyarakat;
Menimbang, bahwa pengertian Peserta Kampanye terdiri atas anggota
masyarakat, tidak berarti bahwa setiap warga anggota masyarakat otomatis
merupakan peserta kampanye, karena anggota masyarakat yang merupakan peserta
kampanye haruslah anggota masyarakat yang mempunyai perhatian terhadap partai
politik tertentu dan secara aktif dan sadar mengikuti suatu kegiatan pelaksanaan
kampanye;
Menimbang, bahwa di persidangan tidak terungkap bahwa terdakwa
mempunyai perhatian terhadap partai politik tertentu walaupun ada keluarganya yang
menjadi Caleg pada partai tertentu;
Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas
Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa tidak terbukti sebagai peserta kampanye;
100 Menimbang, bahwa demikian pula dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan,
terdakwa Ginanjar tersebut bukanlah merupakan petugas kampanye;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa Ginanjar Saputra bukan merupakan
pelaksana, peserta maupun petugas kampanye sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008, maka Pengadilan berpendapat
bahwa unsur “setiap orang” dari Pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum
tidak terpenuhi;
Menimbang, bahwa oleh karena salah satu unsur dari Pasal yang didakwakan
tidak terpenuhi maka terhadap terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti secara sah
dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dan
karenanya harus dibebaskan dari dakwaan tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dibebaskan dari dakwaan maka
terhadap terdakwa harus dipulihkan harkat dan martabatnya pada kedudukannya
semula, serta biaya yang ditumbulkan dari adanya perkara ini dibebankan kepada
negara, sedangkan barang bukti bendera masing-masing berukuran panjang kurang
lebih 3 (tiga) meter, serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang terbakar
dikembalikan kepada dari siapa barang bukti tersebut disita yaitu HA. Supawi, SH
Bin Dasuki;
Mengingat Pasal 197 KUHP, Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g UndangUndang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta
Pasal-Pasal lain yang berkenaan dengan hal tersebut;
MENGADILI
-
Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO
tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana yang didakwakan;
-
Membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan tersebut;
-
Mengembalikan kedudukan terdakwa pada harkat dan martabatnya semula;
101 -
Memerintahkan barang bukti berupa 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas
dirobek, 5 (lima) batang bambu tiang bendera masing-masing berukuran panjang
kurang lebih 3 (tiga) meter, serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang
terbakar dikembalikan kepada HA. Supawi Bin Dasuki;
-
Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara sebesar Nihil.
Demikian diputuskan pada hari ini SENIN tanggal 16 Maret 2009, putusan
mana diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh
TARYAN SETIAWAN, SH sebagai Hakim Tunggal, dibantu oleh SUTARMO,
sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut dengan dihadiri oleh
YULIANTO, SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banjarnegara serta
terdakwa dan Penasihat Hukumnya.
Penitera Pengganti,
Hakim,
Ttd
Ttd
SUTARMO
TARYAN SETIAWAN, SH.
Untuk Salinan Resmi
Pengadilan Negeri Banjarnegara
Panitera
KISWANDI, SH.
NIP. 040 049 829
102 Untuk Dinas:
PUTUSAN
Nomor 129/Pid/2009/P.T.Smg.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Tinggi di Semarang, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam peradilan tingkat banding yang dilakukan oleh Majelis Hakim
berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Semarang tanggal 25 Maret 2009
Nomor 127/Pen.Pid/2009/PT. Smg dalam sidangnya telah menjatuhkan putusan
sebagaimana tertera di bawah ini dalam perkara terdakwa:
Nama lengkap
: GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO;
---------------------------------------------------------------------
Tempat lahir
: Banjarnegara; ----------------------------------------------------
Umur/tanggal lahir
: 17 tahun / 20 Juli 1992; -----------------------------------------
Jenis kelamin
: Laki-laki; ---------------------------------------------------------
Kebangsaan
: Indonesia;---------------------------------------------------------
Tempat tinggal
: Desa Adipasir Rt 07 Rw 02, Kecamatan Rakit Kabupaten
Banjarnegara; ----------------------------------------------------
Agama
: Islam; -------------------------------------------------------------
Pekerjaan
: Pelajar; ------------------------------------------------------------
Terdakwa tidak ditahan ---------------------------------------------------------------------
103 PENGADILAN TINGGI TERSEBUT;
Telah membaca; ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------1. Berkas perkara dan berita acara pemeriksaan persidangan Pengadilan Negeri
Banjarnegara dalam perkara terdakwa tersebut beserta putusannya tanggal 16
Maret 2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn yang amarnya berbunyi sebagai
berikut:
-
Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI
YUWONO tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan; --------------------
-
Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan tersebut; -------------
-
Mengembalikan kedudukan terdakwa pada harkat dan martabatnya semula;
----------------------------------------------------------------------------------------
-
Memerintahkan barang bukti berupa 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat
bekas dirobek, 5 (lima) batang bambu tiang bendera masing-masing
berukuran panjang kurang lebih 3 (tiga) meter, serpihan/lelehan kain bendera
Partai Demokrat yang terbakar dikembalikan kepada HA. Supawi Bin Dasuki;
----------------------------------------------------------------------------------------
-
Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara sebesar
Nihil; ---------------------------------------------------------------------------------
2. Akta permintaan banding yang dibuat dan ditandatangani Panitera Pengadilan
Negeri Banjarnegara, yang menerangkan bahwa pada tanggal 18 Maret 2009
Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan permintaan banding terhadap putusan
Pengadilan
Negeri
Banjarnegara
tanggal
16
Maret
2009
Nomor
01/Pid.S/2009/PN.Bjn; -----------------------------------------------------------------
104 3. Akta pemberitahuan permintaan banding tanggal 19 Maret 2009 yang dibuat dan
ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Negeri Banjarnegara yang menerangkan
bahwa terdakwa telah diberitahu adanya permintaan banding dari Jaksa Penuntut
Umum tersebut;-------------------------------------------------------------------------4. Memori banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum tertanggal 18 Maret
2009 telah diberitahukan kepada terdakwa oleh Jurusita Pengadilan Negeri
Banjarnegara; ---------------------------------------------------------------------------Menimbang bahwa terdakwa diajukan dalam persidangan Pengadilan Negeri
Banjarnegara dengan dakwaan sebagai berikut: ----------------------------------------Bahwa ia terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO
pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekira pukul 01.00 WIB atau setidaktidaknya pada waktu lain dalam bulan Pebruari 2009, bertempat di depan rumah sdr.
SUBUR Ketua Rt 07 Rw II Jalan Raya Desa Adipasir Kec. Rakit Kab. Banjarnegara
atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk di dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Banjarnegara dengan sengaja melanggar larangan
kampanye Pemilu dengan merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye
peserta Pemilu, peristiwa tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut;
------------------------------------------------------------------------------------------------Pada haru Senin malam tanggal 09 Pebruari 2009 pukul 18.30 WIB terdakwa
sedang berada di dalam rumah dan sedang tidur, kemudian sekitar jam 19.30 WIB
terdakwa bangun dan tidak lama kemudian datang teman terdakwa yaitu saksi
ANDRI SEPTIADI yang meminta terdakwa untuk membetulkan kalburator sepeda
motor milik saksi ANDRI SEPTIADI selanjutnya terdakwa mengendarai sepeda
motor bersama dengan saksi ANDRI SEPTIADI keluar bersama dengan saksi
ANDRI SEPTIADI menuju pertigaan Desa Adipasir arah utara dari rumah terdakwa
dan sesampainya di sana terdakwa membetulkan kalburator sepeda motor milik saksi
ANDRI SEPTIADI sampai selesai sekitar jam 23.30 WIB; ---------------------------
105 -
Setelah itu sekitar jam 24.00 WIB terdakwa diajak oleh saksi ANDRI SEPTIADI
untuk dibuatkan nasi goreng sebagai imbalan telah memperbaiki kalbulator
sepeda miliknya, dan setelah selesai makan nasi goreng terdakwa menyalakan
rokok Sampurna Mild merah dan memberikan 1 (satu) batang rokok pada saksi
ANDRI SEPTIADI dan bersama-sama keluar ke jalan raya di depan rumah sdr.
SUBUR selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara dan dudukduduk sekitar 3 (tiga) menit di dek jembatan selokan kecil di pinggir jalan raya
sebelah timur menghadap barat di jalan gang depan rumahnya sdr. SUBUR
sambil menghisap rokok bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI;-----
-
Selanjutnya terdakwa melakukan pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut
sebanyak 1 (satu) buah dengan menggunakan korek api gas yang dinyalakan
dengan menggunakan tangan kanannya dengan posisi berdiri menghadap ke arah
utara yaitu dengan cara terdakwa menghadap ke arah bendera dengan
menjulurkan tangan kanannya dan menyalakan korek api gas ke arah bendera
Partai Demokrat tersebut, sehingga menyebabkan terbakar dan meleleh dan tiang
bendera yang terbuat dari batang bambu juga sampai hangus dan di bawah tiang
bendera tersebut serpihan/lelehan dari bendera Partai Demokrat yang terbakar
tersebut;-----------------------------------------------------------------------------------
-
Akibat dari perbuatan terdakwa menyebabkan 2 (dua) buah bendera Partai Politik
milik Partai Demokrat dengan ukuran panjang 135 cm dan lebar 90 cm yang
rusak akibat dibakar tinggal serpihan dan tiang saja dan ada 5 (lima) buah bendera
yang rusak akibat disobek/ditarik paksa masing-masing ada 2 (dua) bendera yang
agak utuh sedangkan yang 3 (tiga) bendera tinggal tiangnya saja yang berada di
bahu jalan dengan posisi tegak lurus yang terletak di depan rumah sdr. SUBUR
selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara; -------------------------
-
Setelah kejadian tersebut terdakwa kemudian pulang dengan menggunakan
sepeda motor bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI menuju rumahnya;
---------------------------------------------------------------------------------------------
-
Bahwa berdasarkan PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)
PUSAT NOMOR 20 TAHUN 2008 TANGGAL 04 JULI 2008 Tentang
106 Perubahan Terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Nomor 09
Tahun
2008
TENTANG
TAHAPAN,
PROGRAM
DAN
JADWAL
PENYELENGGARAAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD
TAHUN 2009, waktu kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun
2009 berlangsung dari sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 05 April 2009,
dimana setiap Partai Politik termasuk Partai Demokrat yang merupakan salah satu
peserta/Kontestan Pemilu 2009 mempunyai hak untuk kampanye, dimana bendera
Partai Politik dalam hal ini bendera Partai Demokrat adalah termasuk alat peraga
kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 15 PERATURAN KPU
PUSAT NOMOR 19 TAHUN 2008 TANGGAL 30 JUNI 2008 TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILU ANGGOTA DPR, DPD
DAN DPRD, yaitu alat peraga kempanye adalah semua bendera atau bentuk lain
yang memujat visi, misi, program, simbol-simbol atau tanda gambar peserta
Pemilu yang bertujuan untuk mengajak orang memilih Peserta Pemilu dan atau
Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu; -----------------------------------Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan dianam pidana dalam Pasal 270
jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD.----------------------------------------------------------Menimbang bahwa Jaksa Penunut Umum dalam persidangan tanggal 12
Maret 2009 telah mengajukan tuntutan, yang pada pokoknya sebagai berikut: ----1. Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO
terbukti seara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemiu
Pembakaran Bendera Partai Demokrat sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam surart
Dakwaan; ---------------------------------------------------------------------------2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 (enam) bulan
penjara dan Denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidir 1
107 (satu) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa segera ditahan apabila
putusan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkraht); -------------3. Menetapkan agar barang bukti; --------------------------------------------------a. 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek; -------------------b. 5 (lima) batang bambu sebagai tiang bendera panjang kurang lebih 3 (tiga)
meter; ---------------------------------------------------------------------------c. Serpihan/lelehan kain dari Partai Demokrat yang terbakar dikembalikan
kepada saksi MOMO SUTARMO; -----------------------------------------4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua
ribu lima ratus rupiah); ------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum telah
diajukan dalam tenggang waktu dan menurt cara-cara serta memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan oleh Undang-Undang, maka permintaan banding tersebut dapat
diterima;--------------------------------------------------------------------------------------Menimban, bahwa Pengadilan tingkat banding setelah memeriksa dengan
seksama berkas perkara tersebut yang terdiri dari berita acara pemeriksaan
persidangan, salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret
2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjr, memori banding yang diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum dan surat-surat lainnya yang berkaitan dengan perkara tersebut,
maka Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa segala alasan dan pertimbangan
Pengadilan tingkat pertama tersebut sudah tepat dan benar menurut hukum, oleh
karenanya dapat diambil alih sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam
mengadili perkara ini dalam tingkat banding;-------------------------------------------Menimbang, berdasarkan pertimbangan tersebut, maka putusan Pengadilan
Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn tersebut
patut untuk dikuatkan; ---------------------------------------------------------------------Menimbang, oleh karena terdakwa tidak terbukti dalam dakwaannya, maka
biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan dibebankan kepada Negara; ----------
108 Mengingat, Pasal 197 KUHP, Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g UndangUndang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta
segala peraturan hukum dan perundang-undangan yang berhubungan; --------------
MENGADILI :
¾ Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum; -----------------¾ Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009
nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn, yang dimintakan banding tersebut; ---------¾ Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada Negara;
---------------------------------------------------------------------------------------Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan pada hari SENIN,
tanggal 30 Maret 2009 oleh Majelis Hakim yang terdiri dari MUDZAKIR, SH.
Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Semarang selaku Ketua Majelis, NY. Hj.
KOES WIDAYATI, SH dan SUDJONO, SH masing-masing Hakim Tinggi pada
Pengadilan Tinggi Semarang selaku para Hakim Anggota, putusan tersebut pada hari
dan tanggal itu juga diuapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis
dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota seta Panitera Pengganti SOENARNO, SH,
tetapi dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa. ------------------------------
109 Hakim Anggota
Hakim Ketua
Ttd
Ttd
NY. Hj. KOES WIDAYATI, SH
MUDZAKIR, SH
Ttd
Panitera Pengganti
SUDJONO, SH
Ttd
SOENARNO, SH
Untuk Salinan Resmi
PENGADILAN NEGERI BANJARNEGARA
PANITERA
KISWANDI, SH.
NIP. 040 049 829
110 PUTUSAN
Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Negeri Purwokerto yang mengadili perkara-perkara pidana pada
peradilan tingkat pertama dengan aara pemeriksaan singkat telah menjatuhkan
putusan seperti tersebut di bawah ini dalam perkara terdakwa; ----------------------Nama lengkap
: TRI MULYONO;
Tempat lahir
: Banyumas;
Umur/tanggal lahir : 41 Tahun/26 Juni 1968;
Jenis kelamin
: Laki-laki;
Kebangsaan
: Indonesia;
Tempat tinggal
: Ds. Banteran, Rt 03 Rw 01 Kec. Wangon Kab. Banyumas;
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Wiraswasta
Dalam perkara ini terdakwa tidak ditahan; -------------------------------------Terdakwa didampingi ARIF BUDI CAHYONO, SH., Advokat, beralamat di
Bancarkembar Estate Blok D No. 3 Purwokerto;---------------------------------------Pengadilan Negeri tersebut; ------------------------------------------------------Telah membaca surat-surat dalam berkas perkara; -----------------------------
111 Telah mendengar pembacaan catatan dakwaan Penuntut Umum; -----------Telah meneliti barang bukti; -----------------------------------------------------Telah mendengar tuntutan Penuntut Umum; -----------------------------------Telah mendengar pembelaan/Pledoi Penasihat Hukum Terdakwa; ---------Telah mendengar replik dan duplik kedua belah pihak; ----------------------Menimbang, bahwa terdakwa diajukan di depan persidangan dengan dakwaan
tunggal sebagaimana tersebut dalam catatan dakwaan Penuntut Umum yang pada
pokoknya Terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 269 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2008 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; -----------------------------------------Menimbang, bahwa atas surat dakwaan tersebut terdakwa maupun Penasihat
Hukumnya tidak mengajukan Eksepsi, sehingga dilanjutkan dengan pembuktian; Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan 5 (lima) orang
saksi, masing-masing bernama DANI SALIMIN, DJONO, UNGGUL WARSIDI,
SH, TIMBUL, S.Pd. dan ANDI HARSONO, S.Pd., yang telah memberikan
keterangan dipersidangan di bawah sumpah dan 3 (tiga) orang saksi yang bernama
SUKARWAN, SAHIR, SUJADI dan SENO SUDIYONO yang karena tidak hadir di
persidangan sedangkan di BAP Penyidikan telah memberikan keterangan di bawah
sumpah, keterangan saksi-saksi tersebut telah dibacakan dipersidangan dan
dibenarkan atau tidak dibantah oleh terdakwa, telah didengar keterangan terdakwa,
telah diperiksa surat dan barang bukti yang pada pokoknya bersesuaian satu dengan
lainnya, yang untuk mempersingkat putusan ini, maka segala apa yang dicatat dalam
berita acara persidangan dianggap termasuk pula dalam putusan ini; ---------------Menimbang, bahwa setelah acara pembuktian selesai, kemudian Penuntut
Umum membacakan tuntutan pidananya tertanggal 19 Maret 2009, yang pada
pokoknya menuntut supaya Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan:
112 1. Menyatakan terdakwa TRI MULYONO terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan kampanye di luar
jadwal waktu sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 269 UU No. 10
Tahun 2008 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; -------------------------------------2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa TRI MULYONO dengan pidana penjara
selama 3 (tiga) bulan dengan perintah agar Terdakwa segera menjalani hukuman
dan denda sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) subsidir 1 (satu) bulan
kurungan pengganti; -------------------------------------------------------------------3. Menyatakan barang bukti berupa: ----------------------------------------------------Dua lembar surat undangan tetap terlampir dalam berkas perkara; --------------Satu buah mik dan satu buah amplifier dikembalikan kepada yang berhak; ---4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,(dua ribu lima ratus rupiah); ----------------------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap tuntutan pidana tersebut Terdakwa melalui
Penasihat Hukumnya mengajukan pembelaan atau pledoi pada tanggal 19 Maret 2009
yang pada pokoknya berpendapat bahwa Terdakwa tidak terbukti bersalah karena
unsur “sengaja” tidak dapat dibuktikan, oleh karenanya minta agar terdakwa
dibebaskan dari segala tuntutan hukum, atau terdakwa dibebaskan dari sanki pidana
cukup dikenakan denda karena adanya unsur pemaaf yaitu: karena terdapat
kelemahan aturan dan sistem sosialisasi PEMILU yang tidak baik; -----------------Menimbang, bahwa terhadap pledoi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut,
Penuntut Umum menyatakan tetap pada tuntutan pidananya, sedangkan Penasihat
Hukum Terdakwa menyatakan tetap pada permohonannya; --------------------------Menimbang, bahwa setelah pemeriksaan ditutup selanjutnya Majelis Hakim
bermusyawarah untuk mengambil putusan; ---------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap hal-hal yang relevan sebagaimana termuat dan
tercatat dalam berita acara persidangan diambil alih dan dianggap telah termuat dalam
putusan ini; -----------------------------------------------------------------------------------
113 Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan karena terdakwa telah
melakukan tindak pidana dan setelah melalui proses pemeriksaan di muka sidang,
selanjutnya Penuntut Umum berkesimpulan Terdakwa telah terbukti bersalah, oleh
karena itu dituntut agar dijatuhi pidana; -------------------------------------------------Menimbang, bahwa untuk memidana seseorang, harus dibuktikan tentang
adanya tindak pidana dan Terdakwalah yang harus bertanggungjawab atas tindak
pidana tersebut; -----------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa mengenai hal adanya perbuatan pidana harus dibuktikan
dengan dipenuhinya semua unsur Pasal-Pasal dari peraturan perundang-undangan
yang didakwakan kepadanya dan tidak ditemukan adanya alasan pembenar,
sedangkan mengenai pertanggungjawaban pidana kepada Terdakwa harus dibuktikan
adanya kesalahan pada diri terdakwa atas terjadinya tindak pidana tersebut dan tidak
ditemukan alasan pemaaf yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana; ---Menimbang, bahwa terlebih dahulu akan dipertimbangkan mengenai ada
tidaknya tindak pidana dengan cara menghubung-hubungkan fakta hukum yang ada
dengan semua unsur Pasal-Pasal dari peraturan perundang-undangan yang
didakwakan kepada Terdakwa, apabila terpenuhi semua maka terdakwa telah terbukti
melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan kepadanya, selanjutnya akan
dipertimbangkan lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban pidana dengan cara
menghubung-hubungkan
fakta
hukum
yang
ada
dengan
semua
unsur
pertanggungjawaban pidana; --------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan hasil persidangan terungkap fakta hukum
sebagai berikut: -----------------------------------------------------------------------------1.
Bahwa Terdakwa TRI MULYONO sebagai Calon Legislatif Daerah Kabupaten
Banyumas dari Partai Gerindra; -----------------------------------------------------
2.
Bahwa Terdakwa dan Sadar Subagyo pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari
2009 telah melakukan kampanye tertutup di Grumbul Karangtengah, Desa
114 Jambu, Rt 1 Rw 9 Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas yang masuk
dalam daerah pemilihan Banyumas 1 (satu); -------------------------------------3.
Bahwa pada saat Terdakwa berkampanye, dihadiri sekitar 70 orang, termasuk
ada satu orang anggota PANWAS CAM dan PPL Pemilu 2009;---------------
4.
Bahwa sesuai dengan Keputusan KPU Kabupaten Banyumas tanggal 30
Desember 2008 No. 01/Pileg/2008 Tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi
kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tahun
2009, pada tanggal 16-22 Februari 2009 tedakwa dijadwalkan berkampanye di
daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang, Rawalo,
Kebasen, Patikraja dan Purwojati; --------------------------------------------------
5.
Bahwa
sesuai
13/PEMILU/2009
dengan
Keputusan
Tanggal
13
KPU
Kabupaten
Maret
Banyumas
2009,
No.
kampanye
tertutup/terbatas/pertemuan tetap/non rapat umum Partai Politik pemilu 2009
dapat dilaksanakan setiap hari di semua Daerah Pemilihan; -------------------Menimbang, bahwa Pasal 269 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan kepada Terdakwa mengandung
unsur-unsur tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana sebagai berikut: ------1. Unsur Tindak Pidana; ------------------------------------------------------------------Melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing Peserta Pemilu;--------Penyertaan; ------------------------------------------------------------------------------Alasan Pembenar (tidak ditemukan); ------------------------------------------------2. Unsur Pertanggungjawaban Pidana; -------------------------------------------------Setiap orang; ----------------------------------------------------------------------------Sengaja;----------------------------------------------------------------------------------Alasan pemaaf (tidak ditemukan); ---------------------------------------------------Menimbang, bahwa semua unsur tersebut harus dibuktikan, untuk itu akan
dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan, apabila terbukti
115 seluruhnya maka terdakwa harus dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana
yang didakwakan kepadanya dan harus dijatuhi hukuman; ---------------------------Ad. 1.1. Unsur melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan
oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing
Peserta Pemilu; ------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum nomor 2 dan
dihubungkan dengan fakta hukum nomor 4, telah terungkap bahwa
Terdakwa melakukan kampanye tertutup pada hari Sabtu, tanggal 21
Februari 2009 di Grumbul Karangtengah, Desa Jambu, Rt 01 Rw 9
Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas yang masuk dalam daerah
pemilihan Banyumas 1 (satu), seharusnya sesuai jadwal KPU Kabupaten
Banyumas, pada tanggal 16-22 Februari 2009 Terdakwa berkampanye di
daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang,
Rawalo, Kebasen, Patikraja, dan Purwojati menurut jadwal kampanye KPU
Kabupaten Banyumas; ---------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut telah menjadi jelas
bahwa Terdakwa melakukan kampanye di luar lokasi yang telah ditentukan
KPU Kabupaten Banyumas, dengan demikian unsur ini telah terbukti dan
terpenuhi; ------------------------------------------------------------------------Ad. 1.2. Penyertaan; ----------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa “penyertaan” dimaksud adalah turut melakukan
atau dengan kata lain bersama-sama melakukan, berarti sedikitnya harus
ada 2 (dua) orang yang melakukan tindak pidana tersebut. Keduanya harus
melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen
tindak pidana; -------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dari persidangan telah terungkap fakta
sebagaimana fakta hukum nomor 4, bahwa Terdakwa dan Sadar Subagyo
116 pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2009 telah melakukan kampanye
tertutup di Grumbul Karangtengah, Desa Jambu, Rt 01 Rw 09 Kecamatan
Wangon Kabupaten Banyumas; ----------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut, telah nyata
bahwa yang melakukan kampanye tertutup pada hari Sabtu, tanggal 21
Februari 2009 di Grumbu Karangtengah, Desa Jambu Rt 01 Rw 09
Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas tidak hasnya Terdakwa saja,
tetapi juga ada orang lain yaitu Sadar Subagyo, dengan demikian unsur ini
telah terbukti dan terpenuhi menurut hukum; -------------------------------Ad 1.3.
Alasan Pembenar;---------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa alasan pembenar yang tertulis sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP, Pasal 50 KUHP dan Pasal 51 ayat
1 KUHP sedangkan alasan pembenar yang tidak tertulis berupa ketiadaan
sifat melawan hukum materiil dan eksepsi kedokteran; -------------------Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Unggul Warsidi,
SH., selaku anggpta KPU Kabupaten Banyumas, dan surat keputusan KPU
Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009
Tentang Perubahan Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Banyumas Nomor : 01/PILEG/2009, memutuskan:------------------------1. Menetapkan perubahan atas keputusan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Banyumas Nomor 01/PILEG/2009 Tanggal 2 Januari 2009
tentang Jadwal Kampanye Rapat Umum menjadi sebagaimana tersebut
dalam lampiran keputusan ini; --------------------------------------------2. Menetapkan
penghapusan
jadwal
kampanye
pertemuan
terbatas/pertemuan tetap sebagaimana dimaksud dalam keputusan
Komisi
Pemilihan
Umum
Kabupaten
Banyumas
Nomor
01/PILEG/2009 Tanggal 2 Januari 2009; --------------------------------
:
117 3. Memberikan kesempatan kepada partai politik peserta Pemilu 2009
untuk melaksanakan kampanye pertemuan terbatas/pertemuan tatap
muka setiap hari di semua Daerah Pemilihan Kabupaten Banyumas;
Menimbang, bahwa dari fakta tersebut berkaitan dengan fakta
hukum nomor 5, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa sejak keluarnya
keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13
Maret 2009, kampanye tertutup/terbatas/pertemuan tetap/non rapat umum
Partai Politik peserta Pemilu 2009 dapat dilaksanakan setiap hari di semua
Daerah Pemilihan; --------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa Pasal 1 ayat (2) KUHP menentukan : “jika ada
perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka
terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan
baginya”; -------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa ketika terdakwa melakukan kampanye tertutup
Tanggal 21 Februari 2009 masih berlaku bagi terdakwa keputusan Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor : 01/PILEG/2009 Tanggal
2 Januari 2009, dan telah terbukti melanggar tempat berkampanye, namun
sesudah perbuatan tersebut ada perubahan peraturan kampanye dengan
keluarnya keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009
Tanggal 13 Maret 2009, yang meniadakan jadwal dan tempat kampanye
tertutup/terbatas; ----------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dengan mendasarkan kepada ketentuan Pasal 1
ayat (2) KUHP, terhadap perbuatan terdakwa a quo harus diberlakukan
peraturan yang menguntungkan bagi terdakwa, yaitu harus diberlakukan
keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13
Maret 2009, dengan ukuran peraturan yang baru tersebut, perbuatan
terdakwa melakukan kampanye tertutup/terbatas dibolehkan disetiap waktu
118 dan setiap tempat, dengan demikian tidak ada pelanggaran jadwal dan
tempat kempanye tertutup/terbatas yang dilakukan oleh terdakwa; ------Menimbang, bahwa karena tidak ada pelanggaran jadwal dan tempat
kampanye yang dilanggar oleh terdakwa, maka tidak ada tindak pidana
sebagaiman yang diancamkan kepada terdakwa dalam Pasal 269 UU No. 10
Tahun 2008; ---------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menurut
Majelis Hakim terdapat alasan pembenar yang tidak tertulis berupa
ketiadaan sifat melawan hukum materiil; ------------------------------------Menimbang, bahwa karena pada perbuatan terdakwa ditemukan alasan
pembenar berupa ketiadaan sifat melawan hukum materiil, maka tidak perlu lagi
dipertimbangkan unsur-unsur lainnya dan terdakwa harus dinyatakan lepas dari
segala tuntutan hukum; --------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa mengenai barang bukti masing-masing dipertimbangkan
sebagai berikut: -----------------------------------------------------------------------------1.
Surat undangan sebanyak dua lembar terbukti milik “Penyelenggara Silaturahmi
Kader
Partai
GERINDRA,
maka
harus dikembalikan
kepada
Ketua
Penyelenggara yaitu saksi Dani Salimin; -----------------------------------------2.
Amplifier sebanyak satu buah dan mix sebanyak satu buah disita dari
Tuhadiyanto, maka harus dikembalikan kepada Tuhadiyanto; ----------------Mengingat Pasal 1 ayat (2) KUHP, Pasal 191 (2) KUHP serta Pasal-Pasal dari
Undang-Undang yang bersangkutan; ----------------------------------------------------MENGADILI
1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO
terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana; ----------------------------
119 2. Melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum atau
ontslag van ale rechtvervolging; -----------------------------------------------------3. Menetapkan barang bukti; ------------------------------------------------------------Surat undangan sebanyak dua lembar dikembalikan kepada Ketua Penyelenggara
yaitu saksi Dani Salimin; ------------------------------------------------------------------Amplifier sebanyak satu buah dan mix sebanyak satu buah dikembalikan kepada
Tuhadiyanto; --------------------------------------------------------------------------------4. Membebankan biaya perkara kepada Negara; --------------------------------------Demikian diputus dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Purwokerto pada hari Jum’at Tanggal 20 Maret 2009, oleh SUDIRA, SH.,
sebagai Hakim Ketua Majelis, DEDY HERMAWAN, SH., dan PRAYITNO IMAN
SANTOSA, SH., MH., masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada
hari Senin, Tanggal 23 Maret 2009 diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk
Umum oleh Ketua Majelis Hakim tersebut, dengan didampingi hakim-hakim anggota,
dibantu WAHID HASYIM, SH., Panitera Pengganti dihadiri SUNARWAN, SH.,
MHum., dan AGUS FIKRI, SH., Penuntut Umum serta terdakwa dan Arif Budi
Cahyono, SH., Penasihat Hukum Terdakwa; -------------------------------------------Hakim Ketua Sidang,
SUDIRA, SH
Hakim Anggota I,
Hakim Anggota II
DEDI HERMAWAN, SH
PRAYITNO IMAN SANTOSA, SH.,
MH.
Panitera,
WAHID HASYIM, SH.
120 PUTUSAN
Nomor : 142/PID/2009/PT.SMG
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Tinggi Semarang myang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam pemeriksaan tingkat banding telah menjatuhkan putusan
sebagaimana tersebut di bawah ini dalam perkara terdakwa; -------------------------Nama Lengkap
: TRI MULYONO; ----------------------------------------------------
Tampat lahir
: Banyumas; ------------------------------------------------------------
Umur/Tgl. Lahir : 41 Tahun/26 Juni 1968; --------------------------------------------Jenis kelamin
: Laki-laki;--------------------------------------------------------------
Kebangsaan
: Indonesia; -------------------------------------------------------------
Tempat tinggal
: Ds. Banteran, Rt 03 Rw 01 Kec. Wangon Kab. Banyumas; ---
Agama
: Islam; ------------------------------------------------------------------
Pekerjaan
: Wiraswasta;-----------------------------------------------------------
Terdakwa tidak ditahan; -------------------------------------------------------------------PENGADILAN TINGGI TERSEBUT; -------------------------------------------------Telah membaca berturut-turut; ------------------------------------------------------------I.
Berkas perkara dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini; --------
II.
Surat catatan Penuntut Umum untuk tindak pidana yang didakwakan No. Reg
Perkara;PDM-02/0.3.14/Pemilu/03/2009 tanggal 17 Maret 2009 sebagai berikut;
------------------------------------------------------------------------------------------Bahwa mereka ia terdakwa TRI MULYONO dan SADAR SUBAGYO (dalam
daftar pencarian orang/DPO) pada hari Sabtu 21 Februari 2009 sekitar jam 14.30
121 WIB atau setidak-tidaknya disekitar waktu itu di bulan Februari 2009 atau
setidak-tidaknya pada tahun 2009 bertempat di Grumbul Karang Tengah Desa
Jambu Rt 01 Rw 09 Kec. Wangon Kab. Banyumas atau setidak-tidaknya di
tempat lain yang masih dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto,
telah melakukan, menyuruh, melakukan atau turut melakukan perbuatan yakni
dnegan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan
oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing
Peserta Pemilu sebagaimana myang dimaksud dalam Pasal 82 Undang-Undang
No. 10 Tahun 2008, perbuatan tersebut dilakukan mereka para terdakwa dengan
cara-cara lain sebagai berikut: -------------------------------------------------------
Pada waktu dan tempat seperti tersebut di atas, mula-mula saksi DANI
SALIMIN
dan saksi KIRUN membuat undangan tertulis kepada warga
masyarakat
melalui
surat
undangan
nomor:
02/PAC/GERINDRA/Wng/II/2009 tertanggal 20 Februari 2009 yang berisi
ajakan (undangan) kepada masyarakat untuk hadir pada acara silaturahmi
bersama dengan Kader Partai Gerindra yang akan dilaksanakan pada hari
Sabtu, 21 Februari 2009 sekitar jam 13.00 WIB bertempat di rumah
seseorang warga bernama SENO yang beralamat di Grumbul Karang Tengah
Rt 01 Rw 09 Desa Jambu Kec. Wangon Kab. Banyumas. Dalam surat
undangan tersebut saksi DANI SALIMIN membubuhkan tanda tangannya
dan bertindak
selaku Ketua Penyelenggara sedang saksi
membubuhkan
tanda
tangannya
dan
bertindak
selaku
KIRUN
Sekretaris
Penyelenggara. Surat Undangan tersebut dibuat oleh saksi DANI SALIMIN
dan saksi KIRUN sebanyak kurang lebih 100 surat undangan; -------------
Bahwa selanjutnya pada hari Sabtu 21 Februari 2009 sekitar jam 14.30 WIB
ada sekitar 150 orang hadir di tempat sebagaimana yang tertera dalam
undangan, lalu setelah berkumpul terdakwa TRI MULYONO dan SADAR
SUBAGYO (DPO) bergantian melakukan orasi kampanye di hadapan sekitar
150 orang tersebut; ----------------------------------------------------------------
122 -
Bahsa SADAR SUBAGYO (DPO) melakukan kampanye dengan sekitar 10
menit yang isinya memperkenalkan diri Caleg DPR RI nomor urut 2 dari
Partai Gerindra dan mengajak untuk memilihnya dengan menyampaikan visi
dan misi yang seandainya terpilih nanti maka dirinya akan menampung
aspirasi masyarakat yang berasal dari daerah pilihannya yaitu Banyumas dan
Cilacap; -----------------------------------------------------------------------------
-
Demikian pula dnegan terdakwa TRI MULYONO juga melakukan orasi
sekitar 10 menit yang isinya sama yakni memperkenalkan diri sebagai Caleg
DPRD Kab. Banyumas dari Partai Gerindra nomor urut 2 Daerah Pemilihan
1 dan mengajak untuk memilihnya pada Pemilu Tanggal 9 April 2009
dengan menyampaikan visi dan misi yakni seandainya terpilih nanti maka
dirinya akan menampung aspirasi masyarakat Grumbul Karang Tengah
berupa pemekaran Desa Karang Tengah; --------------------------------------
-
Padahal sesuai dengan Keputusan KPU Kab. Banyumas No. 01/Pileg/2008
Tanggal 30 Desember 2008 tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi Kampanye
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kab.
Banyumas Tahun 2009 telah diatur jadwal kampanye yakni pada tanggal 1622 Februari 2009 di Daerah Pemilihan 8 (Kab. Banyumas dan Kab. Cilacap)
adalah bukan merupakan jadwal kampanye untuk Caleg DPR-RI dari Partai
Gerindra. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Caleg DPR-RI nomor urut
2 dari Partai Gerindra yaitu Sadar Subagyo tidak berhak untuk melakukan
kampanye di daerah Banyumas; -------------------------------------------------
-
Demikian pula terdakwa TRI MULYONO selaku Caleg DPRD Kab.
Banyumas sesuai dengan keputusan KPU Kab. Banyumas No. 1/Pileg/2008
Tanggal 30 Desember 2008 pada tanggal 16-22 Februari 2009 seharusnya
terdakwa melakukan kampanye di daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang
meliputi daerah Jatilawang, Rawalo, Kebasen, Patikraja dan Purwojati,
namun terdakwa TRI MULYONO justru melakukan kampanye di Grumbul
Karang Tengah Desa Jambu Rt 01 Rw 09 Kec. Wangon Kab. Banyumas
yang termasuk daerah pemilihan Banyumas 1 (satu) yang meliputi wilayah
123 Lumbir, Wangon, Ajibarang, Gumelar dan Pekuncen sehingga dengan
demikian perbuatan terdakwa TRI MULYONO dan SADAR SUBAGYO
telah melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh
KPU; --------------------------------------------------------------------------------
Perbuatan mereka para terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 269 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD dan DPRD jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;----------------------------
III. Surat
Tuntutan
Jaksa
Penuntut
Umum
tanggal
19
Maret
2009
No.Reg.Perk;PDM-02/PKRTO/Pemilu/2009 yang pada pokoknya menuntut
Terdakwa sebagai berikut; -----------------------------------------------------------1.
Menyatakan terdakwa TRI MULYONO terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana bersama-sama melakukan
kempanye di luar jadwal waktu sebagaimana diatur dan diancam pidana
Pasal 269 UU Nomor : 10 Tahun 2008 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
2.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa TRI MULYONO dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) bulan dengan perintah agar para terdakwa segera
menjalani hukuman dan denda sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah)
subsidir 1 (satu) bulan kurungan pengganti; ---------------------------------
3.
Menyatakan barang bukti berupa; ---------------------------------------------
Dua lembar surat undangan tetap terlampir dalam berkas perkara; ---
-
Satu buah mix dan satu buah amplifier dikembalikan kepada yang
berhak; ------------------------------------------------------------------------
4.
Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.
2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah); ------------------------------------------
IV. Salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Tanggal 23 Maret 2009
Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt., dalam perkara terdakwa yang amarnya
berbunyi sebagai berikut: ------------------------------------------------------------1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO
terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana; ----------------------
124 2. Melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum
atau ontslaag van ale rechtvervolging; ----------------------------------------3. Menetapkan barang bukti;-------------------------------------------------------Surat undangan sebanyak dua lembar dikembalikan kepada Ketua
Penyelenggara yaitu saksi Dani Salimin; -------------------------------Amplifier sebanyak satu buah dan mix sebanyak satu buah
dikembalikan kepada Tuhadiyanto; --------------------------------------4. Membebankan biaya pekara kepada Negara; ---------------------------------V.
Akta permintaan Banding Nomor : 7/Akta.Pid/2009/PN.Pwt., yang dibuat da
ditanda tangani oleh Panitera Pengadilan Negeri Purwokerto yang isinya
menerangkan bahwa pada tanggal 25 Maret 2009 Jaksa Penuntut Umum
mengajukan
permintaan
banding
terhadap
putusan
Pengadilan
Negeri
Purwokerto Tanggal 23 Maret 2009 Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt dan
permintaan banding tersebut telah diberitahukan kepada terdakwa melalui
Penasehat Hukumnya Arif Budi Cahyono, SH., pada tanggal 27 Maret 2009;
VI. Memori bading dari Jaksa Penuntut Umum tertanggal 25 Maret 2009 yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 27 Maret 2009,
dan memori banding tersebut telah diberitahukan dan diserahkan dengan cara
seksama kepada terdakwa melalui Penasehat Hukumnya Arif Budi Cahyono, SH
tanggal 27 Maret 2009; --------------------------------------------------------------VII. Kontra memori banding dari Penasihat Hukum terdakwa tertanggal 27 Maret
2009 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 30
Maret 2009, dan Kontra memori banding tersebut telah diberitahukan dan
diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum tanggal 30 Maret 2009; ------------VIII.Surat pemberitahuan untuk mempelajari berkas perkara tertanggal tidak ada
Maret 2009 yang isinya memberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk
mempelajari berkas perkara banding di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Purwokerto sebelum berkas perkara tersebut dikirim ke Pengadilan Tinggi
Semarang;-------------------------------------------------------------------------------
125 Menimbang, bahwa permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum telah
diajukan dalam tenggang waktu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 255 UndangUndang RI No. 10 tahun 2008 khususnya ayat (2), maka permintaan banding tersebut
dapat diterima; ------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal
23 Maret 2009 Nomor: 02/Pid.S/2009/PN.Pwt di mana terdakwanya diputus lepas
dari segala tuntutan hakim, sedangkan Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya
hukum banding, dalam hal ini apakah Pengadilan Tinggi Semarang berwenang untuk
memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini; ---------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 252, 254, 255 dan Pasal 256
UU RI No. 10 Tahun 2008 jo Surat Ketua Mahkamah Agung RI Tanggal 17 Maret
2009 No. 030/KMA/III/2009 yang ditujukan kepada Jaksa Agung RI di Jakarta
periha; permohonan Fatwa atas ketentuan Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD angka 4, angka 6, Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi Semarang berwenang untuk
memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, karena mengacu dari ketentuan di
atas dalam hal putusan pengadilan tingkat pertama berupa putusan bebas dalam
konteks Undang-Undang No. 10 Tahun 2008, maka upaya hukum yang ditempuh
oleh Jaksa Penuntut Umum adalah “banding”, dan hal inipun berlaku pula terhadap
putusan lepas dari segala tuntutan hukum; ----------------------------------------------Dan putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan terakhir dan mengikat
serta tidak ada upaya hukum lain; --------------------------------------------------------Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi membaca dan
mempelajari dengan seksama berkas perkara, berita acara sidang, salinan resmi
putusan
Pengadilan
Negeri
Purwokerto
tanggal
23
Maret
2009
Nomor:
02/Pid.S/PN.Pwt, serta memori banding dari Jaksa Penuntut Umum, kontra memori
banding dari Penasihat Hukum Terdakwa, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama dalam putusannya
126 bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO terbukti tetapi
perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, oleh karena itu terdakwa
dilepaskan dari segala tuntutan hukum, dan pertimbangan Hakim tingkat pertama
tersebut dapat disetujui serta diambil alih untuk dijadikan sebagai pertimbangan
Pengadilan Tinggi sendiri dalam memutus perkara ini di tingkat banding; ---------Menimbang, bahwa sehubungan dengan penerapan ketentuan Pasal 1 ayat (2)
KUHP dalam perkara ini, juga berdasarkan Yurisprodensi yaitu : Putusan HOGE
RAAD tanggal 27 Oktober 1902, Nomor : 7823 menentukan bahwa jika sesuatu
peraturan itu telah diganti dengan suatu peraturan yang baru sehingga peraturan yang
lama itu telah kehilangan kekuatan hukumnya, untuk diperlakukan sebelum perkara
itu diadili, maka tersangka/terdakwa tidak dapat dihukum. Kiranya Yurisprodensi ini
masih relevan; -------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa oleh karena putusan Majelis Hakim tingkat pertama
sudah tepat dan benar, maka untuk memori banding dari Jaksa Penuntut Umum tidak
perlu dipertimbangkan lagi; ---------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka
putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009 Nomor :
02/Pid.S/2009/PN.Pwt, dapat dipertahankan dalam tingkat banding dan haruslah
dikuatkan; ------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa akan dinyatakan lepas dari segala
tuntutan hukum maka biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan dibebankan
kepada Negara; ------------------------------------------------------------------------------Mengingat Pasal 241 ayat (1), Pasal-Pasal lain dalam Undang-Undang RI
No.8 tahun 1981 tentang KUHP, Pasal 252, Pasal 254, Pasal, 255, Pasal-Pasal lain
dalam Undang-Undang RI No. 10 tahun 2008, Surat Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia tanggal 17 Maret 2009 No. 030/KMA/III/2009, Pasal 1 ayat (2)
KUHP, dan ketentuan hukum lain yang berlaku; ----------------------------------------
127 MENGADILI
-
Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umuml; ---------------------
-
Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009
Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt, yang dimintakan banding; ----------------------
-
Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada Negara; -Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Semarang pada hari JUMAT, tanggal 3 April 2009 oleh Kami I
WAYAN PADANG PUDJAWAN, SH., Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Semarang
sebagai Ketua Majelis dengan NY. KOES WIDAYATI, SH dan H. SYAMSUL
BACHRI BAPUTUA, SH., Hakim Pengadilan Tinggi Semarang sebagai HakimHakim Anggota, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Semarang tanggal
31 Maret 2009 Nomor: 129/PEND.PID/2009/PT.SMG., ditunjuk untuk memeriksa
dan mengadili perkara tersebut untuk umum oleh Hakim Ketua dengan dihadiri
Hakim-Hakim Anggota serta SUTRISNO, SH., Panitera Pengganti pada Pengadilan
Tinggi tersebut, tanpa dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa; --------------Hakim Anggota
Ketua Majelis
Ttd
Ttd
NY. Hj. KOES WIDAYATI, SH
I WAYAN PADANG PUDJAWAN, SH
Ttd
H. SYAMSUL BACHRI BAPATUA, SH
Panitera Pengganti:
Ttd
SUTRISNO, SH
UNTUK SALINAN/TURUNAN RESMI
128 PUTUSAN PENGADILAN TINGGI SEMARANG
PANITERA
H. SAHRUDDIN SAMAD, SH
NIP. 040 044 959
PUTUSAN
Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Kbm
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Negeri Kebumen yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
pelanggaran Pidana Pemilu dengan acara pemeriksaan singkat, telah menjatuhkan
putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa:
Nama
: SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH;
Tempat lahir
: Kebumen;
Umur/tanggal lahir
: 44 tahun/13 Oktober 1965;
Jenis kelamin
: Perempuan;
Kebangsaan
: Indonesia;
Tempat tinggal
: Desa Ngabean Rt 04 Rw I, Kecamatan Mirit, Kabupaten
Kebumen;
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga;
Terdakwa tidak didampingi oleh Penasihat Hukum;
129 Terdakwa tidak ditahan;
Majelis Hakim Pengadilan Negara tersebut;
Setelah membaca:
1. Pendapatan Ketua Pengadilan Negeri Kebumen tanggal 09 Februari 2009 No :
01/Pen.Pid.S/Pidlu/2009/PN.Kbm., tentang penunjukkan Majelis Hakim yang
mengadili perkara ini;
2. Berkas perkara atas nama terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH beserta
seluruh lampirannya;
Setelah mendengar catatan Penuntut Umum;
Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa;
Setelah
melihat
dan
memperhatikan
barang
bukti
yang
diajukan
dipersidangan;
Setelah mendengar tuntutan pidana yang disampaikan oleh Penuntut Umum
yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini
agar memutuskan:
1. Menyatakan terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dan
diancam dalam Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 dalam dakwaan tunggal;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH
selama 9 (sembilan) bulan dan denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah)
subsider 4 (empat) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa ditahan;
3. Menyatakan barang bukti berupa:
1 (satu) buah stiker bergambar Caleg Nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang
an Triyono; dirampas untuk tetap dilampirkan dalam berkas perkara ini.
4. Menetapkan supaya terdakwa SITI ROKHYAH binti SUBAWEH dibebani
membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah);
130 Setelah mendengar permohonan terdakwa melalui pembelaan (pledoi) yang
pada pokoknya:
1. Banyak layakkah keberadaan terdakwa yang bukan calon legistatif dan juga
bukan sebagai anggota dari Tim Kampanye untuk menjadi subjek/terdakwa di
dalam satu kasus pelanggaran Pemilu; kalau tidak mohon Terdakwa dibebaskan;
2. Bahwa hasil pemeriksaan dari persidangan maka jelas dan tegas bahwa Terdakwa
tidak terbukti telah dengan sengaja membagikan kartu pengenal tetapi hanya
melayani permintaan dari para anggota Yasinan yang lain dengan tanpa diniatkan
sebelumnya bahkan para peserta Yasinan terbukti mengambil sendiri dan
mengedarkan sendiri di antara mereka; bahwa oleh karena tidak terbukti
membagikan secara sengaja maka dakwaan atas diri Terdakwa melanggar
aturan/UU Pemilu harus dibatalkan;
3. Bahwa di dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum tidak dapat dan tidak pernah
menghadirkan seorangpun saksi yang langsung dan atau mendengar secara
langsung peristiwa yang diperkarakan oleh karena itu apakah dengan demikian
sudah memadai untuk memenuhi syarart bagi pelaksanaan proses peradilan?
4. Bahwa barang bukti yang diajukan dalam perkara ini tidak jelas asal usulnya
sehingga dengan demikian apakah telah layak dan memenuhi syarat sebagai alat
bukti yang syah?
Menimbang, bahwa terhadap pembelaan terdakwa, Penuntut Umum tetap
pada tuntutannya begitu juga terdakwa tetap pada pembelaanya;
Menimbang, bahwa terdakwa oleh Penuntut Umum didakwa dengan dakwaan
sebagai berikut:
Bahwa Ia terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH pada hari Jum’at
tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu
tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat di Masjid At Thoyib Ngabean Rt
03 Rw I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen atau setidak-tidaknya pada suatu
tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen,
131 dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f,
huruf g, huruf h, huruf I, perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
-
Mula-mula pada waktu tersebut di atas, ketika SITI ROKHAYAH binti terdakwa
lakukan dengan cara-cara sebagai berikut : SUBAWEH sedang melakukan
yasinan yang biasa dilakukan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I
Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen setiap hari Jum’at sehabis Sholat Jum’at
yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten
Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang maka kesempatan
tersebut telah dipergunakan oleh terdakwa SITI ROKHAYATI binti SUBAWEH
untuk melakukan kampanye dengan cara membagikan stiker bergambar suaminya
yang bernama TRIYONO sebagi calon anggota legistatif nomor urut 1 dari partai
Bulan Binatang Daerah Pemilihan 3 meliputi Wilayah Kecamatan Ambal,
Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan
Prembun kepada 10 (sepuluh) orang warga peserta yasinan tersebut padahal
pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah.
Melanggar Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Menimbang, bahwa atas pembacaan surat dakwaan tersebut terdakwa
menyatakan telah mengerti:
Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksi-saksi yang
diajukan oleh Penuntut Umum yang masing-masing menerangkan di bawah sumpah
pada pokoknya sebagai berikut:
1. Saksi SUSENO AKYO SUDIBYO
¾ Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa;
132 ¾ Bahwa saksi adalah Ketua Pawaslucam Mirit dengan tugas pokok mengawasi
semua tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 di wilayah
Kecamatan Mirit;
¾ Bahwa saksi selaku Ketua Panwaslucam pada hari Senin tanggal 19 Januari
2009 mendapat laporan dari Petugas Pengawas Lapangan (PPL) tentang
adanya dugaan pelanggaran Pemilu dalam bentuk membagi-bagikan stiker
bergambar caleg nomor urut 1 dapil 3 pada acara Yasinan di Masjid At
Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit;
¾ Bahwa mengenai peristiwa tersebut saksi tidak mengetahui secara langsung
hanya dari laporan yang masuk;
¾ Bahwa setelah mendapat laporan tersebut saksi mengambil tindakan dengan
mencatat laporan tersebut dalam buku register laporan dan kemudian
memerintahkan kepada saksi Margiyatun selaku anggota Panwaslucam untuk
melakukan penyelidikan;
¾ Bahwa kemudian berdasarkan laporan saksi Margiyatun setelah yang
bersangkutan menghubungi salah seorang anggota kelompok yasinan Masjid
At Thoyib di Desa Ngabean menerangkan bahwa ia telah menerima stiker
bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono
dari terdakwa Siti Rohayah pada acara yasinan rutin di Masjid At Thoyib;
¾ Bahwa dari hasil penyelidikan tersebut saksi melakukan proses pengkajian
dengan anggota panwaslucam yang lainnya yaitu : sdri. Margiyatun dan sdr.
Chafaat Ismail untuk menentukan apakah kasus tersebut ada unsur tindak
pidananya sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2008 dari hasil
pengkajian tersebut disimpulkan telah terjadi pelanggaran pemilu tentang
pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah selanjutnya
dilakukan klarifikasi terhadap terdakwa;
¾ Bahwa klarifikasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2009
bertempat di kantor Sekretariat Panwaslucam Mirit dan hasilnya bahwa
terdakwa Siti Rohayah pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 telah
133 membagikan kartu tanda gambar caleg nomor 1 Dapil 3 dari Partai Bulan
Bintang atas nama Triyono;
¾ Bahwa terhadap temuan tersebut saksi melaporkan ke Polisi;
¾ Bahwa terdakwa adalah isteri dari caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang
atas nama Triyono;
¾ Bahwa menurut saksi kampanye adalah pengumpulan orang untuk
menyampaikan program misi dan visi partai atau caleg guna mendapat
dukungan;
¾ Bahwa menurut keterangan terdakwa pada waktu proses klarifikasi terdakwa
setelah membagi kartu tanda gambar suaminya hanya menyampaikan pesan
mohon dukungan untuk suara suaminya (Triyono);
¾ Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diperhatikan di persidangan;
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa menyatakan
keberatan yaitu bahwa saksi tidak ada merasa membagikan stiker gambar caleg
nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang tetapi karena diminta anggota yasinan maka
saksi memberikannya;
2. Saksi CHASFAAT ISMAIL BIN ISMAIL
¾ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga;
¾ Bahwa saksi adalah Anggota Panwaslucam Mirit dengan tugas pokok
mengawasi semua tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 di
wilayah Kecamatan Mirit;
¾ Bahwa saksi selaku Anggota Panwaslucam mendapat laporan dari sdri. Hj.
Muryati tentang adanya dugaan pelanggaran pemilu dalam bentuk membagibagikan stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 yang meliputi Kecamatan
Mirit, Kecamatan Prembun, Kecamatan Ambal, Kecamatan Bonorowo, dan
Kecamatan Padureso pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean
Kecamatan Mirit, Kebumen;
¾ Bahwa mengenai peristiwa tersebut saksi tidak mengetahui secara langsung
hanya dari laporan yang masuk;
134 ¾ Bahwa saksi mendapat laporan pada hari Senin, 19 Januari 2009 sekira pukul
09.00 WIB di kantor kesekretariatan Kecamatan Mirit;
¾ Bahwa laporan tersebut dicatat dalam buku register laporan dan kemudian
memerintahkan kepada saksi Margiyatun selaku anggota Panwaslucam untuk
melakukan penyelidikan;
¾ Bahwa kemudian berdasarkan laporan saksi Margiyatun setelah yang
bersangkutan menghubungi salah seorang anggota kelompok Yasinan Masjid
At Thoyib di Desa Ngabean menerangkan bahwa ia telah menerima stiker
bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono
dari terdakwa Siti Rohayah pada acara Yasinan rutin di Masjid At Thoyib;
¾ Bahwa dari hasil penyelidikan tersebut saksi melakukan proses pengkajian
dengan anggota Panwaslucam yang lainnya yaitu: sdri. Margiyatun dan sdr
Suseno Akyo Sudibyo untuk menentukan apakah kasus tersebut ada unsur
tindak pidananya sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2008 dari
hasil pengkajian tersebut disimpulkan telah terjadi pelanggaran pemilu
tentang pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah
selanjutnya dilakukan klarifikasi terhadap terdakwa;
¾ Bahwa klarifikasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2009
bertempat di kantor Sekretariat Panwaslucam Mirit terhadap Sdri. Hj. Muryati
dan Sdr. Triyono serta terdakwa dan hasilnya bahwa terdakwa Siti Rohayah
pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekira pukul 15.30 WIB. Pada acara
Yasinan bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit
Kebumen, telah membagikan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai
Bulan Bintang atas nama Triyono;
¾ Bahwa temuan tersebut kemudian dilaporkan ke Polisi;
¾ Bahwa terdakwa adalah istri dari caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang
atas nama Triyono;
¾ Bahwa menurut saksi arti kampanye adalah mengumpulkan orang untuk
menyampaikan visi Partai atau Caleg guna mendapat dukungan;
135 ¾ Bahwa menurut saksi terdakwa termasuk pelaksana kampanye karena menjadi
team sukses suaminya menjadi caleg;
¾ Bahwa saksi tidak tahu apakah terdakwa sebagai team sukses suaminya
(Triyono) sudah terdaftar di KPU Kabupaten Kebumen;
¾ Bahwa menurut saksi pesan yang disampaikan terdakwa setelah membagikan
stiker tersebut pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib pada pokoknya minta
dukungan jama’ah Yasinan terhadap suaminya (Triyono) yang mencalonkan
diri menjadi caleg DPRD II Kabupaten Kebumen;
¾ Bahwa benar stiker yang menjadi barang bukti merupakan salah satu bentuk
kampanye;
¾ Bahwa benar Hj. Muryati merupakan salah satu Jama’ah Yasinan pada saat
itu;
¾ Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diperlihatkan di persidangan;
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa menyatakan
keberatan yaitu bahwa saksi tidak ada merasa sengaja membagikan stiker gambar
caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang tetapi karena diminta anggota Yasinan
maka saksi memberikannya;
3. Saksi MARGIYATUN
¾ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga;
¾ Bawa saksi adalah Anggota Panwaslucam Mirit dengan tugas pokok
mengawasi semua tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 di
wilayah Kecamatan Mirit;
¾ Bahwa saksi selaku Anggota Panwaslucam Mirit mendapat laporan dari sdri.
Hj. Muryati tentang adanya dugaan pelanggaran pemilu dalam bentuk
membagi-bagikan stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 yang meliputi
Kecamatan Mirit, Kecamatan Prembun, Kecamatan Ambal, Kecamatan
Bonorowo dan Kecamatan Padureso pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib
Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kebumen;
136 ¾ Bahwa mengenai peristiwa tersebut saksi tidak mengetahui secara langsung
hanya dari laporan yang masuk;
¾ Bahwa saksi mendapat laporan pada hari Senin, 19 Januari 2009 sekira pukul
09.00 WIB di kantor kesekretariatan Kecamatan Mirit;
¾ Bahwa setelah ada laporan tersebut Ketua Panwaslucam yaitu saksi Suseno
Akyo Sudibyo menugaskan saksi selaku anggota Panwaslucam untuk
melakukan penyelidikan;
¾ Bahwa kemudian saksi menghubungi salah seorang anggota kelompok
Yasinan Masjid At Thoyib di Desa Ngabean menerangkan bahwa ia telah
menerika stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas
nama Triyono dari terdakwa Siti Rokhayah pada acara Yasinan rutin di
Masjid At Thoyib;
¾ Bahwa dari hasil penyelidikan tersebut saksi melakukan proses pengkajian
dengan anggota Panwaslucam yang lainnya yaitu : sdr. Chasfaat dan sdr
Suseno Akyo Sudibyo untuk menentukan apakah kasus tersebut ada unsut
tindak pidananya sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2008 dari
hasil pengkajian tersebut disimpulkan telah terjadi pelanggaran Pemilu
tentang pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah
selanjutnya dilakukan klarifikasi terhadap terdakwa;
¾ Bahwa klarifikasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2009
bertempat di kantor Sekretariat Panwaslucam Mirit terhadap Sdri Hj. Muryati
dan Sdr. Triyono serta terdakwa dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan yang ditandatangani oleh terdakwa yang terdakwa Siti Rohayah
pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekira pukul 15.30 WIB. Pada acara
Yasisnan bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit
Kebumen, telah membagikan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 dari Partai
Bulan Bintang atas nama Triyono;
¾ Bahwa pada saat itu terdakwa telah mengakui perbuatannya namun bukan atas
perintah suaminya (Triyono) sambil memperlihatkan stiker gambar caleg
nomor 1 Dapil 3 dari Partai Bulan Bintang atas nama Triyono;
137 ¾ Bahwa terdakwa adalah istri dari caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang
atas nama Triyono;
¾ Bahwa menurut saksi arti kampanye adalah mengumpulkan orang untuk
menyampaikan visi Partai atau caleg guna mendapat dukungan;
¾ Bahwa pada waktu diklarifikasi terdakwa mengakui sebagai team sukses
suaminya yang menjadi caleg tetapi saksi tidak tahu apakah terdakwa sudah
terdaftar di KPU Kabupaten Kebumen;
¾ Bahwa pesan yang disampaikan terdakwa setelah membagi-bagikan stiker
pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib adalah pilihlah yang terbaik dan
mohon do’a restunya atas pencalonan caleg suaminya;
¾ Bahwa pada saat kejadian sudah memasuki tahap kampanye non rapat
umum/tertutup;
¾ Bahwa pelaksanaan kampanye sudah dibuatkan jadwa-jadwal tahapan
kampanye dari masing-masing partai dan KPUD;
¾ Bahwa benar pembagian stiker seperti barang bukti yang diperlihatkan di
persidangan merupakan salah satu bentuk dari kampanye;
¾ Bahwa saksi kurang memahami aturan untuk menjadi team sukses kampanye;
¾ Bahwa benar team sukses bertindak sebagai pelaksana kampanye dan
dilengkapi dengan surat tugas;
¾ Bahwa stiker yang telah dibagi adalah 23 (dua puluh tiga) sampai 25 (dua
puluh lima) orang;
¾ Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diperlihatkan di persidangan;
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut bahwa menyatakan
keberatan yaitu bahwa saksi tidak ada merasa sengaja membagikan stiker gambar
caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang tetapi karena diminta anggota Yasinan
maka saksi memberikannya;
4. Saksi TEGUH PURNOMO, SH, M.Hum. bin KAHONO
¾ Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa;
138 ¾ Bahwa berdasarkan peraturan KPU No. 20 tahun 2008 untuk menindak lanjuti
Pasal 82 UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu, saat ini adalah tahapan
kampanye non rapat umum;
¾ Bahwa kampanye non rapat umum dimulai dari tanggal 13 Juli 2008 sampai
dengan tanggal 5 April 2009;
¾ Bahwa peraturan KPU No. 20 tahun 2008 diberlakukan tanggal 4 Juli 2008;
¾ Bahwa peraturan KPU tersebut telah disosialisasikan sejak ditetapkan antara
lain lewat website www.KPU.go.id lalu dilanjutkan pembagian kepada para
ketua/pimpinan Parpol tingkat nasional dan daerah serta ditempel/dipasang
pada papan warta pengumuman kantor KPU;
¾ Bahwa bentuk yang dimaksud kampanye non rapat umum adalah : pertemuan
terbatas, pertemuan tatap muka, media masa cetak dan elektronik, penyebaran
bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum dan
kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan
perundang-undangan;
¾ Bahwa yang dimaksud dengan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan
kampanye
dan
peraturan
perundang-undangan
adalah
acara
ulang
tahun/milad, kegiatan sosial dan budaya, perlombaan olahraga, istighotsah,
jalan santai, tabligh akhbar, kesenian, bazaar dan tidak dibenarkan dalam
bentuk rapat umum;
¾ Bahwa benar pembagian stiker di tempat ibadah dilarang sesuai dengan
peraturan KPU No. 19 tahun 2008;
¾ Bahwa jadwal kampanye non rapat umum Partai Bulan Bintang bersamaan
dengan partai lain yaitu tanggal 8 Desember 2008, 14 Desember 2008 s/d 8
Januari 2009 dan 16 Februari 2009;
¾ Bahwa pelaksanaan kampanye harus ada izin kepada polisi dengan tembusan
kepada KPUD dan Panwas Kabupaten;
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa mengatakan
belum tahu tentang adanya aturan tersebut;
139 Menimbang, bahwa di persidangan telah didengar keterangan terdakwa yang
pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
¾ Bahwa benar di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit
Kabupaten Kebumen setiap hari Jum’at sehabis Sholat Jum’at biasa
dilakukan Yasinan yang diikuti oleh Ibu-Ibu warga Desa Ngabean Kecamatan
Mirit Kabupaten Kebumen;
¾ Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00
WIB bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean RT 03 Rw I Kecamatan
Mirit Kabupaten Kebumen seperti biasanya sedang melakukan Yasinan yang
diikuti oleh Ibu-Ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten
Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang;
¾ Bahwa benar pada acara Yasinan tersebut terdakwa turut menghadirinya;
¾ Bahwa benar sebelum berangkat ke Masjid tersebut, dengan disimpan dalam
tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya
yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari
Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi Kecamatan Ambal,
Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan
Kecamatan Prembun;
¾ Bahwa benar pada saat acara Yasinan tersebut, terdakwa membuka tas untuk
mengambil uang sebanyak Rp. 500 untuk keperluan kas, di mana pada saat
terdakwa membuka tas, beberapa ibu-ibu melihat stiker dalam tas terdakwa
dan kemudian ibu-ibu tersebut meminta stiker tersebut;
¾ Bahwa atas permintaan ibu-ibu tersebut, terdakwa memberikan kepada salah
seorang ibu peserta Yasinan selanjutnya sisa stiker tersebut diletakkan di
samping terdakwa namun diminta dan diambil oleh ibu-ibu peserta Yasinan
kecuali Ibu Muryati;
¾ Bahwa terdakwa sama sekali tidak bermaksud untuk membagi-bagi stiker
tersebut kepada peserta Yasinan dan adapun terdakwa membawa beberapa
stiker tersebut hanya persediaan saja;
140 ¾ Bahwa adapun stiker gambar caleg yang beredar tersebut kepada sekitar 10
(sepuluh) orang dari kelompok Yasinan antara lain kepada Bu …
¾ Bahsa Sdr. Triyono caleg nomor urut 1 Dapil 3 dari Partai Bulan Bintang
adalah suami terdakwa;
¾ ………terdakwa mendukung dan berusaha untuk mensukseskan suaminya
yaitu sdr. Triyono menjadi seorang anggota legislatif di Kabupaten Kebumen;
¾ Bahwa pada saat itu terdakwa tidak tahu kalau kampanye di tempat ibadah,
gedung/kantor pemerintah, di sekolah adalah tidak dibenarkan;
¾ Bahwa karena sdr. Triyono adalah suami dari terdakwa maka terdakwa
mendapatkan stiker gambar caleg di rumah terdakwa sendiri;
¾ Bahwa stiker gambar tersebut disimpan di dalam tas terdakwa dan dibawa
oleh terdakwa bepergian kemanapun;
¾ Bahwa terdakwa tidak diperintahkan oleh sdr. Triyono untuk mengambil dan
membagikan stiker gambar caleg an. Triyono kepada kelompok Yasinan
Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen;
Menimbang, bahwa terdakwa telah pula mengajukan saksi ad charge di
persidangan yang keterangannya di bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut:
Saksi IBU MANIS
¾ Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00
WIB, bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan
Mirit Kabupaten Kebumen ada acara rutin Yasinan myang dihadiri sekitar 20
orang;
¾ Bahwa saksi adalah anggota tetap pengajian Yasinan di Masjid At Thoyib
Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen begitu
juga terdakwa yang bertugas mengumpulkan uang iuran Rp. 500,- (lima ratus
rupiah);
¾ Bahwa ketika terdakwa sedang mengumpulkan uang iuran Rp. 500,- / orang
dan akan menyimpan uang tersebut ke dalam tas salah seorang peserta
Yasinan yang bernama Bu Satar melihat stiker bergambar suami terdakwa
141 yang bernama Triyono sebagai caleg no urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang
sehingga Bu Satar memintanya yang diikuti ibu-ibu lainnya oleh terdakwa
stiker tersebut dikeluarkan dari tas dan diletakkan begitu saja sehingga ibu-ibu
yang berada disitu mengambilnya sendir;
¾ Bahwa saksi tidak ada mendengar terdakwa mengucapkan apapun
sehubungan dengan pencalonan suaminya karena begitu selesai membayar
iuran acara dilanjutkan pengajian Yasinan;
¾ Bahwa semua anggota Yasinan mendapat stiker gambar tersebut keculai Hj.
Muryati;
Menimbang, bahwa di persidangan telah diajukan barang bukti berupa: 1
(satu) buah stiker bergambar caleg nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an
Triyono;
Menimbang, bahwa dengan adanya keterangan saksi dihubungkan dengan
keterangan terdakwa serta saksi A de charge dan dengan adanya barang bukti, maka
Majelis Hakim telah memperoleh fakta hukum yang secara yuridis relevan dengan
dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu sebagai beriku:
¾ Bahwa benardi Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit
Kabupaten Kebumen setiap hari Jum’at sehabis sholat Jum’at biasa dilakukan
Yasinan yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit
Kabupaten Kebumen;
¾ Bahwa benar suami terdakwa bernama Triyono telah mencalonkan diri
sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan Bintang
Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit,
Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun;
¾ Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar u114.00 WIB
bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit
Kabupaten Kebumen seperti biasanya sedang melakukan Yasinan yang diikuti
oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen
sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang;
142 ¾ Bahwa benar pada acara Yasinan tersebut terdakwa turut menghadirinya;
¾ Bahwa benar sebelum berangkat ke Masjid tersebut, dengan cara disimpan
dalam tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar
suaminya yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut
1 dari Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan
Ambal, Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan
Kecamatan Prembun;
¾ Bahwa benar pada saat Yasinan tersebut, terdakwa membuka tas untuk
mengambil uang sebanyak Rp. 500,- (lima ratus rupiah) untuk keperluan kas,
di mana pada saat terdakwa membuka tas, beberapa ibu-ibu melihat stiker
dalam tas terdakwa dan kemudian ibu-ibu tersebut meminta stiker tersebut;
¾ Bahwa atas permintaan ibu-ibu tersebut, terdakwa memberikan kepad seluruh
ibu-ibu peserta Yasinan kecuali kepada seorang peserta yaitu Hj. Muryati.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut di atas, Majelis
Hakim akan mempertimbangkan Dakwaan Penuntut Umum;
Menimbang, bahwa terdakwa dihadapkan ke depan persidangan oleh Penuntut
Umum dengan Dakwaan tunggal melanggar Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Setiap orang;
2. ….
3. Melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat (1) huruf, a, b, c, d, e, f, g; h; I;
Unsur Kesatu “setiap orang”
Menimbang, bahwa unsur “setiap orang” menunjukkan adanya subjek …yang
didakwakan terhadap dirinya, maka dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana
yang didakwakan terhadap dirinya;
143 Menimbang, bahwa oleh karena itu pula, dalam membuktikan unsur “setiap
orang” tersebut di dalam Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 Majelis Hakim akan
mempertimbangkan setelah unsur-unsur lainnya dipertimbangkan terlebih dahulu;
Unsur Kedua “dengan sengaja”
Menimbang, bahwa unsur sengaja dapat diartikan bahwa sipelaku
menyadari/menghedaki suatu akibat dari perbuatannya;
Menimbang, bahwa dengan pengertian di atas dihubungkan dengan perkara
ini maka dimaksudkan adalah bahwa terdakwa menyadari dan menghendaki suatu
kampanye yang dilaksanakan di rumah ibadah berupa perbuatan penyebaran bahan
kampanye kepada umum;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum antara lain bahwa pada hari
Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekita u114.00 WIB bertempat di Masjid At Thoyib
Desa Ngabean Rt 03 RW I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen seperti biasanya
sedang melakukan Yasinan yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean
Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima)
orang;
Bahwa pada acara Yasinan tersebut terdakwa turut menghadirinya;
Bahwa benar sebelum berangkat ke Masjid tersebut, dengan cara disimpan
dan dalam tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya
yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan
Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit,
Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun;
Bahwa benar pada saat acara Yasin tersebut, beredar stiker kepada peserta
Yasinan kecuali kepada seorang peserta yaitu Hj. Muryati;
144 Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut maka yang menjadi
pertanyaan adalah apakah dengan beredarnya stiker dimaksud di atas merupakan
suatu kehendak yang timbul dari terdakwa?
Menimbang, bahwa saksi Suseno Akyo Sudibyo, saksi Chasfaat Ismail dan
saksi Margiyatun di persidangan memberikan keterangan bahwa saksi-saksi tidak
mengetahui peristiwa tersebut secara langsung, bahwa semua yang diterangkan di
persidangan berawal dari laporan Hj. Muryati yang melaporkan bahwa hari Jum’at
tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00 WIB, bertempat di Masjid At Thoyib
Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen terdakwa telah
memberikan stiker gambar caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an. Triyono
kepada sekitar 10 (sepuluh) orang kepada kelompok Yasinan, bahwa terdakwa juga
minta do’a restu dan dukungannya pada saat membagikan stiker gambar caleg No. 1
Dapil 3 Partai Bulan Bintang an. Triyono tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini semua saksi adalah dari
Panitia Pengawas Pemilu dan bukan dari saksi yang melihat sendiri atau yang
mengalami sendiri atau mendengar sendiri akan peristiwa ini maka Majelis Hakim
perlu mempertimbangkan nilai dari hasil kajian Panitia Pengawas Pemilu mengenai
adanya tindak pidana pelanggaran Pemilu;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 247 ayat 6 Undang-Undang
Nomor 10 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa dalam hal laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 terbukti kebenarannya, Bawaslu, Panwaslu, Propinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri Wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah
laporan diterima;
Menimbang, bahwa sekalipun laporan yang diterima oleh Panwas Kecamatan
yang selanjutnya atas hasil kajian Panwas Kecamatan laporan tersebut dinilai terbukti
kebenarannya akan tetapi untuk membuktikan apakah terdakwa bersalah haruslah
145 tetap mengacu kepada ketentuan KUHAP khususnya Pasal 183 KUHAP yaitu apabila
terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;
Menimbang, bahwa menurut Pasal 184 salah satu alat bukti tersebut adalah
keterangan saksi yaitu salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu;
Menimbang, bahwa di dalam perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi dari
Panitia Pengawas Kecamatan Mirit yang di persidangan memberikan keterangan di
mana keterangan para saksi tersebut bukanlah atas pengetahuan sendiri, bukan
mendengar sendiri atau melihat sendiri dan bukan mengalami sendiri akan tetapi
adalah hasil informasi dari pihak lain sehingga keterangan saksi dari Panitia
Pengawas Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan
saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185
ayat (5) KUHAP) sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan bahwa yang diperkuat dengan
keterangan saksi Bu Manis diperoleh fakta hukum antara lain pada tanggal 16 Januari
2009 sekitar pukul 14.00 WIB, bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03
Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen ada acara rutin Yasinan yang dihadiri
sekitar 20 orang termasuk terdakwa, bahwa saksi Bu Manis adalah anggota tetap
pengajian Yasinan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit
Kabupaten Kebumen begitu juga terdakwa yang bertugas mengumpulkan uang iuran
Rp. 500,- (lima ratus rupiah) / orang dan akan menyimpan uang tersebut ke dalam tas
salah seorang peserta Yasinan yang bernama Bu Satar melihat stiker bergambar
suami terdakwa yang bernama Triyono sebagai caleg no urut 1 Dapil 3 Partai Bulan
Bintang sehingga Bu Satar memintanya yang diikuti ibu-ibu lainnya oleh terdakwa
stiker tersebut dikeluarkan dari tas dan diletakkan begitu saja sehingga ibu-ibu yang
berada disitu mengambilnya sendiri dan saksi Bu Manis tidak ada mendengar
146 terdakwa mengucapkan apapun sehubungan dengan pencalonan suaminya karena
begitu selesai membayar iuran acara dilanjutkan pengajian Yasinan sampai selesai;
Menimbang, berdasarkan fakta-fakta tersebu di atas Majelis berpendapat
unsur kesengajaan atas perbuatan terdakwa tidaklah dapat dibuktikan karena
terdakwa tidak bermaksud untuk membagikan stiker gambar caleg no. 1 Dapil 3
Partai Bulan Bintang an Triyono dan terdakwa tidak terbukti mengucapkan kata-kata
yang bertujuan agar para peserta Yasinan memilih suaminya (Triyono) sebagai caleg
No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang;
Menimbang, bahwa acara pada haru Jum’at tanggal 16 Januari 2009 adalah
acara rutin pengajian Yasinan yang diselenggarakan tiap hari Jum’at oleh ibu-ibu di
wilayah tersebut dan bukan disengaja untuk melakukan kampanye;
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “dengan sengaja” tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan unsur
“setiap orang”;
Menimbang, bahwa selanjutnya yang dimaksud dengan unsur “setiap orang”
dalam Pasal ini menunjuk kepada Pasal 84 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 yaitu
pelaksana, peserta, petugas kampanye;
Menimbang, bahwa berdasarkan catatan Penuntut Umum tidak secara tegas
menyebutkan status terdakwa apakah pelaksana, peserta atau petugas kampanye akan
tetapi hanya menyebutkan bahwa terdakwa adalah isteri dari Triyono yang
merupakan caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang;
Menimbang,
bahwa
oleh
karena
itu
selanjutnya
Majelis
akan
mempertimbangkan apakah terdakwa dalam perkara ini termasuk kategori pelaksana,
peserta atau petugas kampanye;
147 Menimbang, bahwa majelis akan mempertimbangkan apakah terdakwa masuk
dalam kategori pelaksana kampanye;
Menimbang, berdasarkan Pasal 78 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 merupakan
pengertian bahwa yang dimaksud dengan pelaksana kampanye pemilu terdiri atas
pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota,
juru kampanye, orang – seorang, dan organisasi yang ditunjuk peserta pemilu anggota
DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Teguh Purnomo, SH., yang
Ketua KPU Kabupaten Kebumen yang menerangkan bahwa pelaksana kampanye
kategori orang seorang sebagaimana yangdiatur Pasal 78 ayat (1) UU No 10 tahun
2008 adalah setiap orang di luar tim kampanye yang ditunjuk oleh peserta Pemilu dan
berdasarkan Pasal 79 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 bahwa pelaksana kampanye
seharusnya didaftarkan di KPU;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Teguh Purnomo, SH bahwa KPU
Kabupaten Kebumen saat ini baru menerima satu Partai yang mendaftarkan pelaksana
kampanyenya dari 22 Partai yaitu Partai Golkar;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Margiyatun bahwa setelah
ada laporan masuk ke Panwascam Kecamatan Mirit dilakukan pengecekan ke KPU
Kabupaten Kebumen apakah terdakwa termasuk dalam pelaksana kampanye tetapi
terdakwa tidak terdaftar di KPU Kebumen;
Menimbang, berdasarkan hal tersebut di atas maka majelis berkesimpulan
terdakwa bukanlah masuk dalam kategori pelaksana kampanye;
Menimbang, bahwa selanjutnya majelis akan mempertimbangkan apakah
terdakwa termasuk dalam kategori pekersta kampanye;
Menimbang, bahwa pengertian peserta kampanye menurut Pasal 78 ayat (3)
UU No. 10 tahun 2008 terdiri atas anggota masyarakat;
148 Menimbang, bahwa dikatakan menjadi peserta kampanye apabila ada suatu
penyelenggara kampanye yang diadakan pelaksana kampanye;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini tidak terbukti adanya kampanye
sebagaimana dipertimbangkan dalam unsur “dengan sengaja”, bahwasanya acara
pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 adalah acara pengajian Yasinan yang secara
rutin diselenggarakan tiap hari Jum’at;
Menimbang, berdasarkan hal tersebut majelis berkesimpulan terdakwa juga
tidak termasuk dalam kategori sebagai peserta kampanye;
Menimbang, bahwa majelis akan mempertimbangkan apakah terdakwa
termasuk dalam kategori petugas kampanye;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 78 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2008
yang dimaksud dengan petugas kampanye terdiri atas seluruh petugas yang
memfasilitasi pelaksanaan kampanye;
Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas oleh karena pada hari
Jum’at tanggal 16 Januari 2009 adalah acara rutin pengajian Yasinan dan bukan acara
kampanye, maka tidak ada pembentukan petugas-petugas kampanye;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Majelis
berkesimpulan terdakwa bukanlah subyek hukum baik sebagai pelaksana, peserta
maupun petugas kampanye sebagaimana yang diatur dalam Pasal 84 ayat (1) UU No.
10 Tahun 2008;
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “setiap orang” juga tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan;
Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur-unsur yang didakwakan oleh
Jaksa Penuntut Umum tidak terpenuhi maka Majelis Hakim berkeyakinan bahwa
terdakwa tidak terbukti secara sah and meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
dalam dakwaan tersebut;
149 Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan tersebut maka
terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum;
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa;
1 (satu) buah stiker bergambar caleg nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan
Bintang an Triyono; tetap terlampir dalam berkas perkara;
Menimbang, bawa oleh karena terdakwa dibebaskan dari dakwaan Jaksa
Penuntut Umum, maka biaya perkara dibebankan kepada negara;
Menimbang, bahwa karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana
sebagaimana yang didakwakan maka harus dipulihkan hak terdakwa dalam
kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
Mengingat, Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan-peraturan lain yang bersangkutan;
MENGADILI:
1. Menyatakan terdakwa SITI ROKHAYAH BINTI SUBAWEH tersebut di atas tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Pelanggaran Pelaksanaan Kampanye Pemilu” sebagaimana dakwaan Jaksa
Penuntut Umum;
2. Membebaskan terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH oleh karena itu dari
dakwaan Jaksa Penuntut Umum;
3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya;
4. memerintahkan agar barang bukti berupa:
150 1 (satu) buah stiker bergambar caleg nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang
an Triyono, tetap terlampir dalam berkas perkara;
5. Membebankan biaya perkara ini kepada negara;
Dengan diputuskan dalam rapat Musyawarah Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Kebumen pada HARI SELASA TANGGAL 17 PEBRUARI 2009 oleh kami
BARMEN SINURAT, SH. selaku Ketua Majelis, BAMBANG SUNANTO, SH dan
RIYA NOVITA, SH. Masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana
diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh
Hakim Ketua Majelis tersebut didampingi oleh Hakim-Hakim Anggota dengan
dibantu oleh PURWATNO sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri
tersebut, serta dihadiri oleh AJI SUSANTO, SH Jaksa Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Kebumen dan dihadapkan terdakwa.
HAKIM ANGGOTA,
HAKIM KETUA,
Ttd
Ttd
BAMBANG SUNANTO, SH.
BARMEN SINURAT, SH
Ttd
RIYA NOVITA, SH
PANITERA PENGGANTI,
Ttd
PURWATNO
151 PUTUSAN
No : 02 /Pid.S/PIDLU/20091PN.Kbm
" DEMI KEADILAN BERGASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA "
Pengadilan Negeri Kebumen yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
Pelanggaran pidana Pemilu dengan acara pemeriksaan secara singkat telah rrienjatuhkan
putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa : --------------------------------------------Nama Lengkap
: GITO PRASETYO, ST bin MUFID ;
Tempat Lahir
: Kebumen ;
Umur/Tgi. Lahir
: 38 Tahunl,1 April 1971 ;
Jenis Kelamin
:Laki-laki ;
Kebangsaan
: Indonesia ;
Tempat tinggal
: Gang Tumbakkeris RT 01 RW Ill Desa Petanahan
Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen ;
Agama
: Islam ;
Pekerjaan
: Anggofa DPRD kabupaten Kebumen ;
Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum Anita Nosa, SH, MH AdvokatPengacara dari Kantor Advokat Anita Nosa, SH, MH dan Rekan yang beralamat di Griya
Wahyu Permai Blok A No. 2 Pajagoan, Kebumen, berdasarkan surat kuasa khusus
No.SKK/08/ll/2009 tertanggal 11 februari 2009 dan telah terdaftar di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Kebumen No : 03/SK/2009/PN Kbm tertanggal 12 Februari 2009 ; Terdakwa tidak ditahan; -----------------------------------------------------------------Pengadilan Negeri tersebut ; -----------------------------------------------------------Setelah membaca : ------------------------------------------------------------------------
152 Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Kebumen tanggal 11 Februari 2009 No :
Pen.Pid/2009/Pn.Kbm tentang penunjukan Majelis Hakim yang mengaaoi perkara ini
; -----------------------------------------------------------------------------------------------1. Berkas perkara atas nama terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID GITO
PRASETYO, ST bin MUFID beserta seluruh lampirannya ; --------------------2. Putusan Sela Nomor 02/Pid.S/PidIu/2009/PN.Kbm.. tertanggal 13 Pebruari 2009;
--------------------------------------------------------------------------------------------Setelah mendengar catatan Penuntut Umum; ---------------------------------Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa Setelah
melihat dan memperhatikan barang bukti yang diajukan dipersidangan : ----------Setelah mendengar tuntutan pidana yang disampaikan oleh Penuntut Umum
yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini
agar memutuskan :--------------------------------------------------------------------------1. Menyatakan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID terbukti bersalah
melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dan diancam pidana
melanggar Pasal 271 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sesuai dengan dakwaan aftenatif kedua ; ------------------------2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID
dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dan denda sebesar Rp.
35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) subsider 4 (empat) bulan kurungan;
3. Menyatakan barang bukti berupa : --------------------------------------------------2 (dua) buah amplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; Dirampas
untuk tetap terlampir dalam berkas perkara ini ; ----------------------------------4. Menetapkan supaya terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID dibebani
membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah); ----------------------
153 Setelah mendengar nota pembelaan (pledoi) dari Penasihat Hukum Terdakwa
yang pada pokoknya menyatakan: -------------------------------------------------------1. Mengabulkan dan menerima Eksepsi Terdakwa ; ---------------------------------2. Menyatakan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Tidak dapat diterima atau
dakwaan Harus dibatalkan; -----------------------------------------------------3. Menyatakan Terdakwa Gito Prasetyo ST Bin Mufid tidak terbukti bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam melanggar Pasal
271 UU Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota
DPR,DPD dan DPRD ; ----------------------------------------------------------4. Menyatakan Terdakwa Gito Prasetyo ST Bin Mufid bebas demi hukum atau
setidaknya menyatakan Terdakwa lepas dari segala Dakwaan (Vrijspraak);
--------------------------------------------------------------------------------------5. Mamulihkan Hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya ; ---------------------------------------------------------------------6. Menetapkan biaya pada Negara ; -----------------------------------------------Setelah mendengar tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas Nota pembelaan
(Pledoi) Penasihat Hukum Terdakwa, yang pada pokoknya sebagai berikut : -1 . Bahwa dalam UU No. 10 Tahun 2008 tidak ada satu Pasalpun yang mengatur
mergenai tenggang waktu suatu temuan. Bahwa oleh karena tidak diatur,
maka bisa ditafsirkan bahwa terhadap suatu temuan tidak ada tenggang
waktu kadaluwarsanya.Bahwa oleh karena tidak ada tenggang waktu
kadaluwarsanya maka yang bisa dihitung sebagai tenggang waktu adalah
sejak Panwaslu Kabupaten Kebumen menerima laporan tertulis dari
Panwascam Klirong yaitu sejak tanggal 14 Januari 2009 sampai dengan
Panwaslu Kabupaten Kebumen melaporkan secara resmi kepada Penyidik
Polres Kebumen pada tanggal 20 Januari 2009 sehingga dengan demikian
masih sesuai dengan ketentuan waktu yang dipersyaratkan dalam UU No. 10
tahun 2008 ; ------------------------------------------------------------------------
154 2. Unsur Setiap Pelaksana Kampanye telah terbukti dalam perkara ini. Bahwa
Terdakwa adalah merupakan Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat
Nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 Nomor urut;
B a h w a s o s i a l i s a s i disini jelas adalah merupakan suatu bentuk
kampanye non rapat umum dan sifatnya adalah pertemuan baik terbatas
maupun tatap muka; ---------------------------------------------------------------Bahwa berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa Pledoi Penasehat Hukum
Terdakwa sangatlah tidak tepat dan keliru maka oleh karena itu Jaksa Penuntut
Umum dalam perkara ini menyatakan tetap pada tuntutan semula; ----------Setelah
mendengar
tanggapan
Penasihat
Hukum
Terdakwa
atas
Tanggapan Jaksa Penuntut Umum tersebut yang pada pokoknya tetap pada Nota
Pembelaan (Pledoi) yang telah disampaikan semula ; -------------------------Menimbang, bahwa terdakwa oleh Penuntut Umum didakwa dengan
dakwaan; ----------------------------------------------------------------------------PERTAMA
PRIMER
Bahwa ia terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID pada hari
Selasa tanggal 6 Januari 2009 sekitar pukul 22.00 WIB atau setidak-tidaknya
pada suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat dirumah
saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa Tambakprogaten Kecamatan
Klirong Kabupaten Kebumen atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu
yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen, dengan
sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai
imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar
tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu
tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu
155 sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87,
perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut : -------
Mula-mula pada waktu tersebut dialas, ketika terdakwa GITO PRASETYO,
ST bin NIUFID menghadiri undangan pembentukan Struktur/Panitia
Konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat Ranting Desa
Tambakprogaten di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa
Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang dihadiri
kurang lebih 60 sampai 70 orang baik didalam maupun diluar rumah,
terdakwa selaku calon legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) nomor
urut 1 (satu) telah memberikan sambutan dan arahan agar ranting PAN
tingkat Desa juga membentuk Rayon tingkat RT. -----------------------------
-
Pada kesempatan tersebut terdakwa telah mengenalkan diri kepada peserta
undangan yang hadir bahwa terdakwa sebagai calon legislatif dari Partai
Amanat nasiunal (PAN) Daerah Jemilihan 4 (empat) nomor urut 1 (satu) dan
urtuk itu terdakwa mohon doa restunya serta terdakwa juga memberikan
uang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada saksi Samhudi bin
juremi selaku Ketua Panitia Konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN)
tingkat ranting desa Tambakprogaten yang mana uang tersebut kernudian
dibagikan kepada peserta undangan yang hadir sebagai …; ------------------
-
Jatah uang makan masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)
dengan mempergunakan amplop bertuliskan nama terdakwa padanal
terdakwa selaku pelaksana kampanye dilarang melakukan hal tersebut. ---Melanggar Pasal 274 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan rakyat Daerah. -----------------------------------------------------------SUBSIDER
Bahwa ia terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID pada hari Selasa
tanggal 6 Januari 2009, sekitar pukul 22.00 WIB atau setidak-tidaknya pada
156 suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat dirumah saksi
Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong
Kabupaten Kebumen atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen, dengan sengaja
menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada
peszrta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak
menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau
menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat
suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 namun perbuatan
terdakwa tidak selesai bukan semata-mata karena diri terdakwa, perbuatan
mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut: -----------------
Mula-mula pada waktu tersebut di atas, ketika terdakwa GITO
PRASETYO, ST. bin MUFID menghadiri undangan pembentukan
Struktur/Panitia Konsolidasi Fartai Amanat Nasional (PAN) tingkat
Ranting Desa Tambakprogaten di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang
terletak
di
desa
Tambakprogaten
Kecamatan
Klirong
Kabupaten
Kebumen yang dihadiri kurang lebih 60 sampai 70 orang baik di dalam
maupun di luar rumah, terdakwa selaku calon legistatif dari Partai
Amanat Nasional (PAN) nomor urut 1 (satu) telah memberikan sambutan
dan arahan agar ranting PAN tingkat Desa juga membentuk Rayon
tingkat RT. -------------------------------------------------------------------
Pada kesempatan tersebut terdakwa telah mengenalkan diri kepada
peserta undangan yang hadir bahwa terdakwa sebagai calon legislatif
dari Partai Amanat nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) nomor
urut 1 (satu) dan untuk itu terdakvva mohon doa restunya serta terdakwa
juga memberikan uang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada
saksi Samhudi bin Juremi selaku Ketua Panitia Konsolidasi Parlai
Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting Desa Tambakprogaten yang
mana uang tersebut kemudian dibagikan kepada peserta undangan yang
157 hadir sebagai jatah uang makan masing-masing sebesar Rp. 10.000,(sepuluh ribu rupiah) dengan mempergunakan amplop bertuliskan nama
terdakwa
padahal
terdakwa
selaku
pelaksana
kampanye
dilarang
melakukan hal tersebut dan perbuatan terdakwa keburu ketahuan oleh
Panitia Pengawas Kecamatan Klirong sehingga dilaporkan oleh Panitia
Pengawas Pemilu Kabupaten Kebumen diteruskan kepada penyidik
Polres Kebumen. -----------------------------------------------------------Melanggar Pasal 274 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jo. Pasal 53 KUHP. --------------------ATAU
KEDUA
Bahwa ia terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID pada hari
Selasa tanggal 6 Januari 2009, sekitar pukul 22.00 WIB atau setidaktidaknya pada suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009,
bertempat di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa
Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen atau setidaktidaknya pada suatu tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Kebumen, telah melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) yaitu dalam kegiatan kampanye telah
mengikut sertakan perangkat Desa Tambakprogaten yang bernama Samhudi
bin Juremi selaku Kepala Dusun IV, perbuatan mana terdakwa lakukan
dengan cara-cara sebagai berikut: ----------------------------------------------
Mula-mula pada waktu tersebut di atas, ketika terdakwa GITO
PRASETYO, ST. bin MUFID menghadiri undangan pembentukan
Struktur/Panitia Konsolidasi Partai Arrianat Nasional (PAN) tingkat
Ranting Desa Tambakprogaten di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang
terletak
di
desa
Tambakprogaten
Kecamatan
Klirong
Kabupaten
158 Kebumen yang dihadiri kurang lebih 60 snmpai 70 orang baik di dalam
maupun di luar rumah, padahal Samhudi bin Juremi adalah seorang
perangkat desa Tambakprogaten yaitu selaku Kepala Dusun IV. -------
Pada kesempatan tersebut terdakwa telah mengenalkan diri kepada
peserta undangan yang hadir bahwa terdakwa sebagai calon legislatif
dari Partai Amanat nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) nomor
urut 1 (satu) dan untuk itu terdakwa mohon doa restunya serta terdakwa
juga memberikan uang sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada
saksi Samhudi bin Juremi selaku Ketua Panitia Konsolidasi Partai
Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting desa Tambakprogaten yang mana uang
tersebut kemudian dibagikan kepada peserta undangan yang hadir sebagai jatah
uang makan masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dengan
mempergunakan amplop bertuliskan nama terdakwa padahal terdakwa selaku
pelaksana kampanye dilarang melakukan hal tersebut. --------------------------Melanggar Pasal 271 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan rakyat Daerah. ---------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksisaksi
yang diajukan oler Penuntut Umum yang masing-masing menerangkan di bawah
sumpah pada pokoknya sebagai berikut: -----------------------------------------------1. Saksi KASRAN, SH bin LA KATJINA: -------------------------------
bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kabuapten Kebumen bagian divisi
pelaporan. --------------------------------------------------------------------------
-
bahwa selain selain menangani bidang pelaporan saksi juga melaksanakan
pengawasan terhadap tahapan pemilu bedasarkan UU No. 10 tahun 2008.
-
bahwa saksi mengetahui perkara ini adalah menyangkut dugaan adanya
poltik uang. ------------------------------------------------------------------------
-
bahwa kejadian tersebut pada hari Selasa tanggal 06 Januari 2009 di desa
Tambakprogaten Rt. 1 Rw. 05 Kec. Klirong Kab. Kebumen. ---------------
159 -
bahwa saksi pertama kali mengetahui masalah tersebut karena awalnya pada
tanagal 12 Januari 2009 mendapat laporan dari Panwaslu Kecamatan
Klirong meminta bantuan untuk melakukan klarifikasi terhadap terlapor.-
-
Bahwa pada tanggal 13 Januari 2009 saksi mengundang terlapor (Gito
Prasetyo, ST) untuk klarifikasi di Panwaslu Kabupaten Kebumen.---------
-
bahwa dalam klarifikasi tersebut saksi menanyakan seputar kehadiran terlapor
dalam acara konsolidasi Partai Amanat Nasional di desa Tambakprogaten
Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang berkaitan dengan pembagian
uang dengan menggunakan amplop bercap lambang PAN dan bertuliskan
GITO PRASETYO. ST, akan tetapi terlapor tidak mengetahui siapa yang
mengisi uang dalam amplop tersebut, dan saksi mengakui memberikan
bantuan kepada panitia acara tersebut karena adanya proposal yang masuk ke
DPD PAN Kab. Kebumen. -------------------------------------------------------
-
bahwa acara konsolidasi tersebut dilaksanakan di dalam rumah. -----------
-
bahwa dalam acara tersebut terlapor memberikan sambutan yang isinya
sosialisasi dan pengenalan nama caleg PAN untuk DAPIL IV. ------------
-
bahwa pada acara tersebut yang hadir kurang lebih 80 (delapan puluh)
orang. -------------------------------------------------------------------------------
-
bahwa yang hadir pada acara tersebut mereka menerima uang masingmasing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). --------------------------
-
bahwa pada acara tersebut ada perangkat desa yang hadir yaitu saudara
Samhudi selaku Kadus IV desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong
Kabupaten Kebumen. --------------------------------------------------------------
-
bahwa hasil klarifikasi tersebut kenudian saksi serahkan kepada Panwaslu
Kecamatan Klirong, dan pada tanggal 14 Januari 2009 Panwaslu Kecamatan
Klirong melaporkan kepada Panwaslu Kabupaten Kebumen yang selanjutnya
Panwaslu Kabupaten Kebumen melakukan kajian. ----------------------------
-
bahwa hasil kajian tersebut pada tanngal 20 Januari 2009 diserahkan kepada
penyidik Polres Kebumen. --------------------------------------------------------
2. Saksi ISMAIL, SE bin SUHUDI: ---------------------------------------------------
160 -
bahwa saksi pernah di periksa oleh penyidik. -----------------------------------
-
bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kecamatan Klirong. ------------------
-
bahwa saksi membawahi bidang pengawasan . ---------------------------------
-
bahwa saksi melaksanakan tugas tersebut sejak dilantik yaitu pada tanggal
28 Nopember 2008. -------------------------------------------------------------
-
bahwa saksi mengetahui masalah ini karena pada tanggal 07 jam Januari
2009 jam 15.00 WIB mendapat cerita melalui telpon dari Panwaslu
Kabupaten Kebumen yang mangatakan telah terjadi dugaan pelanggaran
Pemilu di Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen.
bahwa yang menelpon adalah saudara Kasran, SH. -------------------------
-
bahwa saksi kemudian datang kelokasi Desa Tambakprogaten menuju ke
rumah Sekretaris Desa tersebut, dan pada tanggal 08 Januari 2009
mengundang saksi-saksi yaitu saudara Solekhan, A. Syafi'i dan Samhudi
untuk dilakukan kIarifikasi. ----------------------------------------------------
-
bahwa pada saat klarifikasi saksi menemukan uang sebesar Rp. 40.000,(empat puluh ribu rupiah) dan amplop 2 (dua) biji
-
bahwa saksi tidak melihat terlapor membagi-bagikan uang. ---------------
-
bahwa hasil klarifikasi tersebut adalah dugaan adanya politik uang yang
dilakukan oleh terlapor. ---------------------------------------------------------
-
bahwa saksi membuat kajian dan kemudian kesimpulannya diserahkan
kepada Panwaslu Kabupaten Kebumen. --------------------------------------
-
bahwa pada tanggal 12 Januari 2009 Panwaslu Kecamatan Klirong
meminta bantuan kepada Panwaslu Kabupaten Kebumen untuk melakukan
klarifikasi terhadap terlapor. ---------------------------------------------------
-
bahwa setelah itu yang menindak lanjuti adalah Panwaslu Kabupaten
Kebumen. -------------------------------------------------------------------------
3. Saksi SAMHUDI bin JUREMI; --------------------------------------------------
bahwa saksi mengarti diajukan dalam persidangan ini. --------------------
-
bahwa saksi mengetahui masalah ini karena adanya dugaan politik uang.
-------------------------------------------------------------------------------------
161 -
bahwa kejadiannya di rumah Pak Juremi di Desa Tambakprogaten Rt. 01 Rw.
05 Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. ----------------------------------
-
bahwa saksi adalah anak kandung Pak Juremi. ---------------------------------
-
bahwa benar Saksi adalah Kepala Dusun IV Desa Tambakprogaten. -------
-
bahwa saksi hadir dalam acara tersebut karena sebagai pengurus Partai
Amanat Nasional. -------------------------------------------------------------------
-
bahwa acara tersebut dimulai pada jam 21.00 WIB. ---------------------------
-
bahwa acara tersebut adalah konsolidasi dan pembentukan pengurus baru
PAN tingkat ranting desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten
Kehumen. ----------------------------------------------------------------------------
-
bahwa saksi tidak mencalonkan diri lagi sebagai pengurus Partai Amanat
Nasional karena menjadi perangkat desa. ---------------------------------------
-
bahwa acara tersebut dilaksanakan atas inisiatif dan pengurus yang lama. -
-
bahwa saksi menjadi pengurus partai selama 5 (lima) tahun. -----------------
-
bahwa setiap 5 (!ima) tahun sekali diadakan pergantian pengurus. ----------
-
bahwa untuk menyelenggarakan acara tersebut panitia mengajukan proposal
kepada DPD PAN Kabupaten Kebumen dan DPD PAN memberikan
sumbangan sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). -------------------
-
bahwa uang tersebut yang rencana semula untuk jamuan makan akhirnya
dibagi-bagi kepada yang hadir karena acara tersebut tidak ada jamuan makan.
----------------------------------------------------------------------------------------
-
bahwa pembagian uang tersebut menggunakan amplop. ----------------------
-
bahwa saat itu panitia kekurangan amplop, kekurangan tersebut ternyata
didengar oleh Terdakvra dan Terdakwa mengatakan coba di lihat dalam mobil
di sana ada amplop yang selanjutnya Yadi dengan ditemani Saksi melihat ke
dalam mobil Terdakwa ternyata memang ada amplop lalu Yadi mengambilnya
kurang lebih 10 (sepuluh) lembar yang bentuknya kecil.----------------------
-
bahwa saksi sama sekali tidak mengetahui apakah pada sampul amplop
tersebut terdapat nama Bapak Gito Prasetyo, ST. atau cap lambang Partai
PAN. ----------------------------------------------------------------------------------
162 -
bahwa dalam acara tersebut panitia mengundang Bapak Gito Prasetyo, ST.
untuk hadir karena beliau adalah pembina wilayah Kecamatan Klirong,
Petanahan dan Puring.--------------------------------------------------------------
-
bahwa dalam acara tersebut Bapak Gito Prasetyo, ST. memberikan sambutan
yang intinya mensosialisasikan Pemilu 2009 dan juga memperkenalkan
Caleg-caleg dari Partai PAN Kebumen namun sama sekali saksi tidak ada
rnendengar agar Peserta memilih Terdakwa pada pemilu tahun 2009. ------
-
bahwa benar pada tanggal 4 Januari 2009 Saksi dan Yadi datang dan bertemu
dengan Katua DPD PAN Kebumen dan juga dengan Terdakwa di rumah
Ketua DPD PAN Kebumen dan pada saat itu Saksi dan Yadi menyampaikan
Proposal pertemuan Tanggal 6 Januari 2009 sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu juta
Rupiah) kepada DPD PAN Kebumen akan tetapi yang dikabulkan adalah Rp.
500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). -----------------------------------------------
-
Bahwa benar uang yang dibagi kepada peserta tersebut berasal dari
sumbangan Rp. 5C0.000.- (lima ratus ribu rupiah) dan memang ternyata
kurang sehingga Saksi dan Yadi secara patungan mengeluarkan uang pribadi.
----------------------------------------------------------------------------------------
4. Saksi SUGENG UTOYO, SE. bin KARSONO : --------------------------------
bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten
Kebumen. ----------------------------------------------------------------------------
-
bahwa saksi mengetahui kejadian tersebut pada tanggal 07 Januari 2009
setelah ada telepon dari panwaslu Kabupaten Kebumen. ---------------------
-
bahwa berdasarkan informasi kejadiannya pada tanggal 06 Januari 2009
di rumah saudara Juremi di Desa Tambakprogaten Rt. 01 Rw. V
Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen
-
bahwa saksi bersama saudara Ismail melakukan koordiansi dengan
Panwaslu Kabupaten Kebumen. -------------------------------------------
-
bahwa hasil koordinasi tersebut saksi disarankan untuk melakukan
klarifikasi. -------------------------------------------------------------------
163 -
bahwa saksi melakukan klarifikasi terhadap saudara Solekhan, Daeroji
dan Samhudi. ----------------------------------------------------------------
-
bahwa hasil klarifikasi tersebut diperoleh fakta pada acara tersebut telah
dibagi-bagikan uang sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). -----
-
bahwa saksi tidak melakukan klarifikasi terhadap terlapor, dan yang
melakukan klarifikasi adalah Panwaslu Kabupaten Kebumen. --------
-
bahwa yang hadir pada acara tersebut kurang lebih 60 sampai dengan 80
orang. ------------------------------------------------------------------------
5. Saksi SURATNO, S.Pd. bin MAD MARSO : ------------------------------
bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kabupaten Kebumen bagian
divisi pengawasan. ----------------------------------------------------------
-
bahwa selain tugas pengawasan, saksi juga bisa menerima pelaporan
terhadap pelanggaran tahapan Pemilu berdasarkan UU No. 10 tahun
2008. -------------------------------------------------------------------------
-
bahwa saksi mengetahui kejadian tersebut sejak menerima laporan dari
Panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. -------------------
-
bahwa selanjutnya saksi menyerahkan kepada Panwaslu Kecamatan
Klirong urituk melakukan klarifikasi terhadap saksi-saksi yang hadir
dalam acara tersebut. -------------------------------------------------------
-
bahwa hasil klarifikasi tersebut termasuk pelanggaran Pemilu namun
Panwaslu Kabuapten Kebumen masih memerlukan bukti tambahan. -
-
Bahwa untuk melengkapi berkas tersebut Panwaslu Kabupaten Kebumen
memanggil terlapor untuk dilakukan klarifikasi; ------------------------
-
Bahwa hasil klarifikasi tersebut terlapor mengakui telah memberikan
sumbangan kepada panitia konsolidasi dan pembentukan pengurus
rating Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen.
--------------------------------------------------------------------------------
-
bahwa hasil kajian Panwaslu Kabuapten Kebumen menyimpulkan terlapor telah
terbukti melakukan pelanggaran politik uang yang didasarkan pada barang bukti
uang dan dilakukan pada masa kampanye. ------------------------------------------
164 Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan terdakwa yang
pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : --------------------------------------------TERDAKWA GITO PRASETYO, ST. Bin MUFID : ------------------------------------
Bahwa terdakwa pernah diperiksa oleh penyidik Polres Kebumen ; ------------
-
Bahwa pada tanggal 04 Januari 2009 pada saat Terdakwa berada di rumah Ketua
DPD PAN Kebumen telah datang Pengurus PAN Ranting Desa Tambakprogaten
Kecamatan Klirong yang menyampaikan bahwa pengurus Ranting bermaksud
mengadakan
acara
Konsolidasi
Partai
tingkat
ranting
dan
sekaligus
menyampaikan Proposal Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) ; --------------------
Bahwa atas Proposal tersebut oleh Ketua DPD PAN Kebumen menyetujui
sebesar Rp. 500.000.- (lima ratus ribu rupiah ) dan Terdakwa sebagai Seksi
Bendahara DPD PAN Kebumen menyerahkan bantuan tersebut disertai tanda
terima oleh Pengurus ranting tersebut ; ----------------------------------------------
-
Bahwa selain menyampaikan proposal tersebut, Pengurus Ranting tersebut juga
meminta agar DPD PAN Kebumen dapat hadir dan sekaligus memberikan kata
sambutan dan atas permohonan tersebut Ketua DPD PAN Kebumen
menghunjuk Terdakwa untuk memenuhi undangan pengurus Ranting tersebut
dengan alasan bahwa Terdakwa selaku Pengurus DPD PAN Kebumen,
Terdakwa juga sebagai Pembina Cabang Kebumen Partai PAN; ------------
-
Bahwa benar Terdakwa datang dan memenuhi undangan untuk menghadiri
acara pembentukan pengurus baru Partai Amanat Nasional tingkat ranting
Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang
dilaksanakan pada tanggal 06 Januari 2009; -----------------------------------
-
Bahwa terdakwa adalah bendahara DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten
Kebumen; ----------------------------------------------------------------------------
-
Bahwa sepengetahuan tardakwa undangan yang hadir pada acara tersebut
kurang lebih antara 30 sampai dengan 40 orang; -------------------------------
-
Bahwa benar pada acara tersebut juga dihadiri oleh Kepala Desa
Tambakprogaten Kecamatan Klirong dan memberikan Kata sambutan yang
165 pada intinya agar pertemuan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan
meminta agar masyarakat Desa Tambakprogaten dapat menciptakan suasana
yang kondusif menjelang Pemilu Tahun 2009; --------------------------------
Bahwa benar setelah selesai Kepala Desa menyampaikan kata sambutan
dilanjutkan kata sambutan Terdakwa;--------------------------------------------
-
Bahwa kata-kata Sambutan Terdakwa pada intinya sosialisasi UndangUndang Pemilu dengan mengatakan bahwa Azas Pemilu adalah LUBER dan
Terdakwa juga memperkenalkan nama-nama Caleg-caleg PAN Kebumen;
-
Bahwa pada acara tersebut, Terdakwa sama sekali tidak mengetahui adanya
peredaran uang kepada peserta; ---------------------------------------------------
-
Bahwa benar pada malam acara tersebut secara kebetulan Terdakwa
mendengar keluhan panitia tentang perlunya amplop dan mendengar hal itu
Terdakwa mengatakan bahwa di dalam mobil sisa-sisa amplop kosong
untuk pemberian Zakat,THR pada hari Raya Idul Fitri tahun lalu; ------
-
Bahwa terdakwa tidak mengetahui panitia acara tersebut membagibagikan uang kepada undangan yang hadir karena setelah acara selesai
terdakwa langsung pulang; ---------------------------------------------------
-
Bahwa terdakwa tidak mengetahui kalau ternyata Samhudi adalah
seorang Kepala Dusun IV Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong,
setahu Terdakwa Samhudi adalah Ketua Partai PAN Ranting Desa
TambakProgaten; --------------------------------------------------------------
-
bahwa pada tanggal 13 Januari 2009 terdakwa memenuhi undangan
Panwaslu Kabupaten Kebumen untuk klarifikasi terkait kehadirannya
pada acara tanggal 06 Januari 2009 di desa Tabakprogaten Kecamatan
Klirong Kabupaten Kebumen; ----------------------------------------------Menimbang, bahwa terdakwa telah pula mengajukuan saksi ade charge di
persidangan yang keterangannya di bawah sumpah pada pokoknya sebagai
berikut: ---------------------------------------------------------------------------------1. Saksi ACHMAD SAFINGI
166 -
bahwa pada tanggal 06 Januari 2009 saksi diundang secara lisan oleh
saudara Samhudi untuk menghadiri acara yang dilaksanakan di rumah
Pak Juremi; ---------------------------------------------------------------------
-
bahwa saksi tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah yang hadir pada
acara tersebut, karena saksi datangnya terlambat dan acara sudah dimulai;
-----------------------------------------------------------------------------------
-
bahwa oleh karena datang terlambat, saksi hanya mendengar dari orang
bahwa acara tersebut adalah pengenalan Caleg dari Partai Amanat
Nasional; ------------------------------------------------------------------------
-
bahwa sepengetahuan saksi ketua panitia acara tersebut adalah Saudara
Samhudi; ------------------------------------------------------------------------
-
bahwa pada malam acara tersebut saksi ikut menerima uang sebesar Rp.
10.000,- ( sepuluh ribu rupiah); ------------------------------------------------
-
bahwa pada tanggal 09 Januari 2009 saksi mendapat undangan dari
Panwaslu Kecamatan Klirong untuk dilakukan klarifikasi; ----------------
-
bahwa yang melakukan klarifikasi tersebut adalah saudara Ismail anggota
Panwaslu Kecamatan klirong Kabupaten Kebumen; ------------------------
2. Saksi SUNAKYO HS : -------------------------------------------------------------
bahwa saksi adalah Ketua panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten
Kebumen; -------------------------------------------------------------------------
-
bahwa pada tanggal 09 Januari 2009 Panwaslu Kecamatan Klirong
Kabupaten Kebumen melakukan klarifikasi terhadap saudara Solekhan, A.
Syafi'i dan Samhudi; ------------------------------------------------------------
-
bahwa sepengetahuan saksi acara tersebut adalah pengenalan Caleg dari
Partai Amanat Nasional; --------------------------------------------------------
-
bahwa sepengetahuan saksi ketua panitia acara tersebut adalah saudara
Samhudi, perangkat desa (Kadus IV) Desa Tambakprogaten Kecamatan
Klirong Kabupaten Kebumen; -------------------------------------------------
167 -
bahwa Panwsalu Kecamatan Klirong tidak melakukan klarifikasi terhadap
terlapor karena terlapor merupakan anggota DPRD Kubupaten Kebumen
dari Partai Amanat Nasional; -------------------------------------------------Menimbang, bahwa di persidangan telah diajukan barang bukti berupa 2
(dua) buah arnplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; ---------Menimbang, bahwa melalui Penasihat Hukumnya, Terdakwa telah
mengajukan surat-surat bukti berupa foto copy yang telah disesuaikan dengan
aslinya dan di bubuhi materai secukupnya yaitu: -----------------------------------1)
Surat Nomor 280/I/Panwascam/I/2009 tertanggal 08 Januari 2008 yang
diterbitkan oleh Panitia Pengawas Pemilu Umum Kecamatan Klirong;-----
2)
Surat Panggilan No. Pol.SP/82/I/2009/Reskrim tertanggal 31 Januari 2009;---------
3)
Syrat
No.
…………………..
oleh Panitia Pengawas Pemilu Umum
Kecamatan Klirong perihal Klarifikasi; --------------------------------------------------4)
Surat Nomor 60/Panwaslu-Kab/2009 tertanggal 12 Januari 2009 yang diterbitkan oleh
Panitia Pengawas Pemilu Umum Kabupaten Kebumen perihal Undangan;----------
5)
Surat Tanda Terima tertanggal 04-01-2009 yang diterbitkan oleh DPD PAN
Kabupaten Kebumen; -------------------------------------------------------------------------
6)
Buku Laporan Keuangan DPD PAN Kab.Kebumen tahun 2009 bulan Januari 2009;
---------------------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut, Majelis Hakim akan
mempertimbangkan Eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa sebagai berikut; --------------Menimbang, bahwa Penasihat Hukum Terdakwa mendalilkan Bahwa terjadinya
Pelanggaran Pemilu yang telah dilaporkan oleh Panwascam yang selanjutnya
diteruskan oleh Panwaskab ke Penyidik Polres Kebumen adalah melebihi batas
waktu yang ditetapkan oleh Pasal 247 dan Pasal 253 Undang-undang Nomor 10
Tahun 2008; -----------------------------------------------------------------------------Bahwa oleh karena Laporan Panwaskab telah melebihi batas waktu atau
Kadaluwarsa yang telah ditetapkan oleh Pasal 247 dan Pasal 253 Undang-
168 undanq Nomor 10 Tahun 2008 maka dimohon agar memutuskan Menyatakan
Dakwaan Penuntut Umum TlDAK DAPAT DITERIMA ATAU DAKWAAN HARUS
DIBATALKAN; --------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa atas Eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut, Jaksa
Penuntut Umum telah memberikan tanggapan yang pada pokoknya sebagai berikut: ---Bahwa Untuk membuktikan laporan dari Panwaslu Kabupaten Kebumen
kepada Penyidik Polres Kebumen telah Kadaluwarsa atau tidak maka harus
memeriksa saksi-saksi dari anggota Panwas itu sendiri baik dari anggota
Panwascam Klirong maupun dari anggota Panwaslu Kabupaten Kebumen dan
juga harus memeriksa surat-surat yang berkaitan dengan itu yang mana hal
tersebut merupakan ranah dari materi pokok perkara dan di luar materi eksepsi;
---------------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa atas eksepsi tersebut Majelis Hakim telah memberikan
pertimbangan dalam putusan sela No. 02/Pid.S/Pidlu/2009/PN.Kbm dengan
mengatakan akan dipertimbangkan bersama pokok perkara; -------------------------Menimbang, bahwa terlepas dari pertimbangan apakah laporan Panwaslu telah
melebihi batas waktu atau Kadaluwarsa sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 247
dan Pasal 253 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Majelis Hakim berpendapat
sebagaimana dalam pertimbangan berikut; ----------------------------------------------Menimbang, bahwa bahwa dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR.,DPD,dan DPRD telah diatur jangka waktu bagi Panwaslu
untuk menindaklanjuti, suatu laporan yang diduga telah terjadi pelanggaran atas
Pelaksanaan Kampanye akan tetapi Undang-undang tersebut; -----------------------Menimbang, bahwa oleh karena Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tidak
mengatur akibat hukum dalam hal terjadi suatu tindakan yang diduga telah melebihi
batas waktu dalam penanganan Perkara pelanggaran Pemilu maka dalil Penasihat
Hukum Terdakwa yang menyatakan Dakwaan Penuntut Umum TIDAK DAPAT
169 DITERIMA ATAU DAKWAAN HARUS DIBATALKAN tidak beralasan menurut
hukum dan oleh karena itu Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa harus ditolak; ---Menimbang, berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa serta
dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan selanjutnya
Majelis akan mempertimbangkan apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi
sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum; -------------------------------Menimbang, bahwa memperhatikan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah
ternyata, dakwaan bersifat alternatif subsidaritas yaitu: -------------------------------KESATU
Primair : Pasal 274 UU No. 10 tahun 2008
Subsidair : Pasal 274 UU No. 10 tahun 2008 jo Pasal 53 KUHP
ATAU
KEDUA : Pasal 271 UU No 10 Tahun 2008
Menimbang, bahwa sekalipun Jaksa Penuntut Umum di dalam Surat
Tuntutannya memilih salah satu dakwaan yang dipandang paling sesuai dengan fakta
yang terungkap di persidangan yaitu terbukti dakwaan alternatif kedua, Majelis
Hakim lehih dahulu mempertimbangkan Dakwaan alternatif kesatu primair yaitu
Pasal 274 UU No 10 Tahun 2008 yang unsur-unsurnya sebagai berikut: --------1. Pelaksana kampanye; ------------------------------------------------------------------2. Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada
peserta kampanye;----------------------------------------------------------------------3. Secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya. untuk
memilih atau memilih peserta tertentu atau menggunakan haknya untuk memilih
dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
Ad. 1. Unsur: PELAKSANA KAMPANYE; --------------------------------------------
170 Menimbang, bahwa Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 telah
secara tegas menyebutkan secara limitatif pelaksana kampanye Pemilu Anggota DPR,
DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas Pengurus Partai Politik,
Calon anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juru Kampanye, Orang
seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu anggota DPR, DPRD
Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota; --------------------------------------------------------Menimbang, bahwa Terdakwa adalah salah seorang Pengurus Partai Politik
PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah Calon
Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat)
Nomor urut 1; -------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dengan memperhatikan Status Terdakwa tersebut di atas,
maka Terdakwa termasuk unsur sebagai Pelaksana Kampanye; ---------------------AD.2. Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
kepada peserta kampanye: -----------------------------------------------------------Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah bahwa si
pelaku mengetahui akan perbuatannya dan menghendaki akibat perbuatannya;
------------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dihubungkan dengan unsur di atas maka yang
diumaksudkan dalam hal ini adalah bahwa Terdakwa mengetahui adanya janji
atau pemberian uang kepada peserta dan menghendaki agar peserta menerima
pemberian uang tersebut;-------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa di
persidangan terungkap fakta bahwa benar pada tanggal 6 Januari 2009 bertempat
di rumah Juremi yang beralamat di Tambakprogaten Kec. Klirong Kab.
Kebiamen telah dilangsungkan rapat pembentukan struktur organisasi dan
konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat Ranting dan terdakwa ikut
hadir dalam acara tersebut; -----------------------------------------------------------
171 Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Samhudi selaku
pengurus ranting PAN sekaligus panitia penyelenggara menerangkan bahwa
untuk menyelenggarakan acara pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut saksi
Samhudi bersama temannya bernama Yadi telah mengajukan permohonan
bantuan dana kepada DPD PAN Kab. Keaumen sebesar Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah) akan tetapi oleh DPD PAN Kab Kebumen hanya mengabulkan
sebesar Rp 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) selanjutnya dana bantuan tersebut
oleh saksi Samhudi dan Yadi digunakan untuk kepentingan acara dan oleh karena
pada acara tersebut tidak ada jamuan makan maka dana bantuan yang diperoleh
dari DPD PAN Kab Kebumen oleh saksi dibagikan kepada orang-orang yang
hadir dalam acara tersebut masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu
rupiah) sebagai pengganti uang makan; --------------------------------------------Menimbang, bahwa besarnya dana bantuan dari DPD PAN Kab.
Kebumen kepada saksi Samhudi selaku Panitia Penyelenggara dibenarkan oleh
keterangan terdakwa dan dikuatkan dengan bukti surat yang diajukan Penasehat
Hukum terdakwa berupa kwitansi pembayaran uang sebesar Rp. 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah) dari DPD PAN Kebumen kepada penerima atas nama Samhudi
untuk keperluan konsolidasi Partai tingkat ranting tertanggal 4 Januari 2009; Menimbang, bahwa berdasarkan saksi yang diajukan Jaksa Penuntut
Umum tidak ada satupun saksi yang melihat terdakwa dalam acara pada tanggal
6 Januari 2009 membagikan uang kepada orang-orang yang hadir dan tidak ada
saksi yang menerangkan bahwa sumber dana untuk menyelenggarakan acara
tersebut berasal dari uang pribadi terdakwa; ---------------------------------------Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini saksi adalah dari
Panitia Pengawas Pemilu dan bukan saksi yang melihat sendiri atau yang
mengalami sendiri atau mendengar sendiri akan peristiwa ini maka Majelis
Hakim perlu mempertimbangkan nilai dari hasil kajian Panitia Pengawas Pemilu
mengenai adanya tindak pidana pelanggaran Pemilu; ----------------------------
172 Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 247 ayat 6 Undangundang Nomor 10 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa dalam hal laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terbukti kebenarannya, Bawaslu, Panwaslu
Propinsi Panwaslu Kabupaten/kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri Wajib menindaklanjuti laporan
paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima; --------------------------------Menimbang, bahwa sekalipun laporan yang diterima oleh Panwas
Kecamatan yang selanjutnya atas hasil kajian Panwas Kecamatan laporan
tersebut dinilai terbukti kebenarannya akan tetapi untuk membuktikan apakah
terdakwa bersalah haruslah tetap mengacu kepada ketentuan KUHAP khususnya
Pasal 183 KUHAP yaitu apabila terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah;--------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa menurut Pasal 184 salah satu alat bukti tersebut
adalah keterangan saksi yaitu berupa keterangan dari saksi mengenai suatu
peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri
dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu; ---------------------------------Menimbang, bahwa di dalam perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi
dari Panitia Pengawas Kecamatan Klirong yang di persidangan memberikan
keterangan dimana keterangan para saksi tersebut bukanlah atas pengetahuan
sendiri, bukan mendengar sendiri atau melihat sendiri dan bukan mengalami
sendiri akan tetapi adalah hasil informasi dari pihak lain sehingga keterangan
saksi dari Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan
yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP) sehingga tidak
mempunyai nilai pembuktian; ---------------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa amplop yang ada
tulisan atas nama terdakwa sebagai caleg DPRD II PAN Kab. Kebumen
diperoleh fakta dari keterangan saksi Samhudi selaku panitia penyelenggara
173 bahwa acara pada tanggal 6 Januari 2009 dan keterangan terdakwa yang
menerangkan bchwa karena panitia kekurangan amplop maka saksi Samhudi
dan temannya Yadi mengeluh karena kekurangan amplop, keluhan mana
didengar oleh Terdakwa dan selanjutnya Terdakwa menyatakan bahwa
terdakwa mempunyai amplop dan oleh terdakwa saksi Samhudi disuruh
mengambil dari dalam mobil terdakwa dan terdakwa tidak mengetahui
maksud saksi Samhudi meminta amplop tersebut; ----------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas maka menurut
Majelis unsur dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada peserta kampanye yang dilakukan terdakwa tidak terbukti dan
oleh karena itu terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam
dakwaan alternatif kesatu primair; ------------------------------------------------Menimbang,
bahwa
selanjutnya
Majelis
Hakim
akan
mempertimbangkan Dakwaan alternatif kesatu Subsidair yaitu Pasal 274 UU
No 10 Tahun 2008 jo Pasal 53 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
--------------------------------------------------------------------------------------1.
Pelaksana kampanye;------------------------------------------------------------------
2.
Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada
peserta kampanye; ---------------------------------------------------------------------
3.
Secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk
memilih, atau memilih peserta tertentu atau menggunakan haknya untuk
memilih dengan cara tartentu sehingga surat suaranya tidak sah; ---------------
4.
Perbuatan mana tidak selesai bukan semata-mata atas kehendak Terdakwa; -Menimbang, bahwa sepanjang Unsur ke 1, unsur ke 2 dan Unsur ke 3 pada
intinya adalah sama dengan Unsur-unsur dalam dakwaan alternatif Pertama Primair;
-------------------------------------------------------------------------------------------------
174 Menimbang, bahwa oleh karena pada intinya adalah sama, maka dengan
mengambil alih segala pertimbangan dalam Dakwaan Alternatif Pertama Primair
menjadi pertimbangan dalam Dakwaan Alternatif Subsidair; ------------------------Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut maka Unsur dengan
sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta
kampanye yang dilakukan terdakwa tidak terbukti menurut hukum; ----------------Ad.4 Unsur Perbuatan mana tidak selesai bukan semata-mata atas kehendak
Terdakwa;------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa
di persidangan terungkap fakta bahwa benar pada tanggal 6 Januari 2009 bertempat di
rumah Juremi yang beralamat di Tambakprogaten Kec. Klirong Kab. Kebumen telah
dilangsungkan rapat pembentukan struktur organisasi dan konsolidasi Partai Amanat
Nasional (PAN) tingkat Ranting dan terdakwa ikut hadir dalam acara tersebut ; --Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Samhudi selaku pengurus
ranting
PAN
sekaligus
panitia
penyelenggara
menerangkan
bahwa
untuk
menyelenggarakan acara pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut saksi Samhudi bersama
temannya bernama Yadi telah mengajukan permohonan bantuan dana kepada DPD
PAN Kab. Kebumen sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) akan tetapi oleh DPD
PAN Kab Kebumen hanya mengabulkan sebesar Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu
rupiah) selanjutnya dana bantuan tersebut oleh saksi Samhudi dan Yadi digunakan
untuk kepentingan acara dan oleh karena pada acara tersebut tidak ada jamuan makan
maka dana bantuan yang diperoleh dari DPD PAN Kab Kebumen oleh saksi dibagikan
kepada orang-orang yang hadir dalam acara tersebut masing-masing sebesar Rp.
10.000,- (sepuluh rihu rupiah) sebagai pengganti uang makan; ------------------------Menimbang, bahwa besarnya dana bantuan dari DPD PAN Kab. Kebumen
kepada saksi Samhudi selaku Panitia Penyelenggara dibenarkan oleh keterangan
terdakwa dan dikuatkan dengan bukti surat yang diajukan Penasehat Hukum terdakwa
175 berupa kwitansi pembayaran uang sebesar Rp. 500.000,- (lima-ratus ribu rupiah) dari
DPD. PAN Kebumen kepada penerima atas nama Samhudi untuk keperluan
konsolidasi Partai tingkat ranting tertanggal 4 Januari 2009; ---------------------------Menimbang, bahwa di dalam perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi dari
Panitia Pengawas Kecamatan Klirong yang di persidangan memberikan keterangan
dimana keterangan para saksi tersebut bukanlah atas pengetahuan sendiri, bukan
mendengar sendiri atau melihat sendiri dan bukan mengalami sendiri akan tetapi adalah
hasil informasi dari pihak lain sehingga keterangan saksi dari Panitia Pengawas Pemilu
Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi
adalah hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP)
sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian; ---------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa amplop yang ada tulisan atas
nama terdakwa sebagai caleg DPRD II PAN Kab. Kebumen diperoleh fakta dari
keterangan saksi Samhudi selaku panitia penyelenggara acara pada tanggal 6 Januari
2009 karena panitia kekurangan amplop maka saksi Samhudi dan temannya Yadi
mengeluh karena kekurangan amqlop, keluhan mana didengar oleh Terdakwa dan
selanjutnya Terdakwa menyatakan bahwa terdakwa mempunyai amplop dan
oleh terdakwa saksi Samhudi disuruh mengambil dari dalam mobil terdakwa
dan terdakwa tidak mengetahui maksud saksi Samhudi meminta amplop
tersebut; ------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut maka tidak terbukti
menurut hukum Terdakwa melakukan perbuatan pendahuluan memberikan
uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye dan tidak terbukti menurut
hukum adanya fakta berupa tindakan pihak lain yang mencegah perbuatan
Terdakwa sehingga perbuatan Terdakwa tidak sampai selesai; ---------------Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut, maka Terdakwa
haruslah dibebaskan dari Dakwaan Kesatu baik Primair maupun Subsidair; -
176 Menimbang,
bahwa
selanjutnya
Majelis
Hakim
akan
mempertimbangkan Dakwaan Alternatif kedua yaitu melanggar Pasal 271 UU
No. 10 Tahun 2008 yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Pelaksana Kampanye; ---------------------------------------------------------------2. Dalam Keyiatan Kampanye; --------------------------------------------------------3. Mengikut sertakan Perangkat Desa ------------------------------------------------Ad. 1 . PELAKSANA KAMPANYE; -----------------------------------------Menimbang, bahwa Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008
telah secara tegas menyebutkan secara limitatif pelaksana kampanye Pemilu
Anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas
Pengurus Partai Politik, Calon anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD
Kabupaten/Kota, juru kampanye, orang seorang dan organisasi yang ditunjuk
oleh peserta pemilu anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota ;
Menimbang, bahwa Terdakwa adalah salah seorang Pengurus Partai
Politik PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah
Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah
Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1; ----------------------------------------------Menimbang, bahwa dengan memperhatikan Status Terdakwa tersebut di atas,
maka berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Terdakwa
termasuk unsur sebagai Pelaksana Kampanye sehingga karenanya Terdakwa
berwenang dan berhak mengadakan Kampanye; ---------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (2) UU No. 10
Tahun 2008 menyebutkan bahwa pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye
dilarang mengikutsertakan pihak-pihak tertentu salah satunya perangkat desa (huruf
h); ----------------------------------------------------------------------------------------------
177 Menimbang, bahwa apabila unsur kesatu dihubungkan dengan Unsur
berikutnya maka yang dimaksudkan adalah si Pelaku yaitu Pelaksana Karnpanye
melakukan suatu kegiatan Kampanye dengan mengikut sertakan Aparat Desa; ---Menimbang, bahwa guna menperjelas uraian pertimbangan lebih lanjut maka
perlu dijawab dalam perkara ini yaitu: ----------------------------------------------------
Apakah Terdakwa yang menyelenggarakan Pertemuan tersebut; ----------------
-
Apakah Terdakwa telah melakukan kegiatan Kampanye pada Pertemuan tersebut?
---------------------------------------------------------------------------------------------
-
Apakah Pertemuan Terbatas pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut merupakan
Kampanye?------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Samhudi dan keterangan
terdakwa saling bersesuaian bahwa acara pembentukan struktur dan konsolidasi
Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting di Desa Tambakprogaten yang
diselenggarakan tanggal 6 Januari 2009 di laksanakan oleh pengurus ranting Partai
Amanat Nasional (PAN) karena masa jabatan pengurus rantirg yang lama telah
berakhir sedangkan kehadiran terdakwa dalam acara tersebut karena di undang oleh
panitia atau pengurus ranting Partai Amanat Nasional sebagai Pembina Partai Amanat
Nasional Cabang Klirong; ------------------------------------------------------------------
Menimbang, banwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas sebagaimana
juga yang telah disebutkan Jaksa Penuntut Umum dalam catatan Penuntut Umum yang
menyebutkan Ketika Terdakwa Gito Prasetyo ST Bin Mufid manghadiri Undangan
Pembentukan Struktur/Panitia Konsolidasi PAN tingkat ranting, maka Terdakwa
bukanlah orang yang menyelenggarakan acara pada tanggal 6 Januari 2009 sehingga
tidak berhak mengikutsertakan pihak lain termasuk perangkat desa karena posisi
terdakwa hanya sebagai pihak yang diundang akan tetapi yang menyelenggarakan
178 pertemuan tersebut adalah Pengurus PAN Ranting Desa Tambakprogaten yaitu Saksi
Samhudi; ----------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa acara pada tanggal 6 Januari 2009 yang diselenggarakan
pengurus ranting Partai Amanat Nasional di Desa Tambakprogaten apakah dapat
dikatakan sebagai kegiatan kampanye akan dipertimbangkan seperti di bawah ini; Menimbang, bahwa pengertian kampanye menurut Ketentuan umum dalam UU
No. 10 tahun 2008 adalah kegiatan peserta pemilu untuk 'meyakinkan para pemilih
dengan menawarkan visi, misi, dam program peserta pemilu; --------------------------Menimbang, bahwa selanjutnya menurut Pasal 81 UU No. 10 Tahun 2008
tersebut menyebutkan metode Kampanye dapat dilakukan antara lain melalui
Pertemuan Terbatas, Pertemuan Tatap Muka dan kegiatan lain yang tidak melanggar
larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan;--------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan saksi Samhudi, saksi saksi Achmad Safi’i dan
keterangan terdakwa yang membenarkan pada acara pada tanggal 6 Januari 2009
tersebut terdakwa benar ada memberikan sambutan tetapi sambutan isi hanya
memperkenalkan diri selaku Pembina Cabang Partai Amanat Nasioanal (PAN) Kec.
Klirong, dan juga memperkenalkan caleg-caleg DPRD II Kebumen dari Partai Amanat
Nasioanal dan tidak terbukti bahwa pada pertemuan tersebut Terdakwa meyakinkan
para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Partai maupun
Terdakwa mengajak peserta untuk memilih Terdakwa pada Pemilu Tahun
2009; --------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Ismail, saksi Sugeng dan saksi
Sunaryo HS dari Panwaslucam Klirong dan juga saksi Kasran, SH dan saksi
Suratno dari PanwasluKab Kebumen yang menerangkan bahwa acara pada
tanggal 6 Januari 2009 adalah termasuk kegiatan kampanye sedangkan saksi
tersebut tidak hadir sehingga tidak mendengar dan melihat sendiri pada acara
pada tanggal 6 Januari 2009 melainkan hanya mendapat laporan dari pihak
179 lain, hal ini bertentangan dengan keterangan saksi Samhudi dan saksi Achmad
Safi’i yang hadir pada acara tanggal 6 januari 2009 yang menerangkan bahwa
sambutan terdakwa hanya berisi perkenalan diri; ------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut menurut Majelis
didapat fakta yaitu: ----------------------------------------------------------------------1.
Bahwa benar pada tanggal 6 Januari 2009 terdapat percemuan terbatas
yang dihadiri kurang lebih 60 orang dan dihadin Terdakwa; ------------
2.
Bahwa benar pada pertemuan terbatas tersebut adalah dalam rangka
konsolidasi Partai Pemilihan Pengurus ranting yang baru, pertemuan
mana dilaksanakan di rumah Juremi ayah dari Saksi Samhudi; ---------
3.
Bahwa kehadiran Terdakwa tersebut adalah atas undangan Pembentukan
Struktur/Panitia Konsolidasi PAN tingkat ranting Desa Tambakprogaten;
---------------------------------------------------------------------------------
4.
Bahwa benar pada pertemuan terbatas tersebut selain Kepala Desa
Tambakprogaten, Terdakwa turut memberikan kata-kata sambutan yang
pada intinya memperkenalkan diri selaku Pemhina Cabang Partai Amanat
Nasioanal (PAN) Kec Klirong, dan juga memperkenalkan caleg-caleg
DPRD II Kebumen dari Partai Amanat Nasional; -----------------------5. Bahwa pada pertemuan terbatas tersebut, tidak terbukti terdakwa
menyampaikan visi misinya, tidak terbukti terdakwa mengajak peserta
rapat untuk memilih terdakwa pada Pemilu Tahun 2009
Menimbang,
bahwa
dengan
pertimbangan
tersebut
maka
acara
konsolidasi Partai Amanat nasional ranting Desa Tambakprogaten Kec Klirong
yang diselenggarakan pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut bukan termasuk
kegiatan kampanye; ----------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas Majelis
berkesimpulan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif kedua dan oleh karena itu
180 terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan alternatif kedua Jaksa Penuntut
Umum; -------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas Majelis
berkesimpulan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana dalam dakwaan Kesatu maupun Dakwaan Kedua;
Menimbang, bahwa dengen pertimbangan diatas maka terdakwa harus
dibebaskan dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum; ---------------------Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa: ---------------------2 (dua) buah amplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST;
tetap terlampir dalam berkas perkara; -------------------------------------------Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dibebaskan dari dakwaan
Jaksa Penuntut Umum, maka biaya perkara dibebankan kepada negara; -----Menimbang, bahwa karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak
pidana sebagaimana yang didakwakan maka harus dipulihkan hak terdakwa
dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; ---------------Mengingat Pasal 271 dan Pasal 274 UU No 10 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan-peraturan lain
yang bersangkutan; ----------------------------------------------------------------MENGADILI:
1. Menyatakan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif
Kesatu maupun dakwaan altenatif Kedua sebagaimana di dakwaan Jaksa Penuntut
Umum; ------------------------------------------------------------------------------------
181 2. Membebaskan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID tersebut di atas dari
seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum; -------------------------------------------3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya dalam keadaan semula; ------------------------------------------------4. Memerintahkan agar barang bukti berupa:------------------------------------------2 (dua) buah amplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; tetap
terlampir dalam berkas perkara; ------------------------------------------------------5. Membebankan biaya perkara ini kepada negara;-----------------------------------Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Kebumen pada hari Kamis tanggal 19 Februari 2009 oleh kami
BARMEN SINURAT,SH. selaku Ketua Majelis, BAMBANG SUNANTO, SH dan
RIYA NOVITA, SH masing-masing sebagai Hakim anggota, putusan mana
diucapkan pada hari Itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh
Hakim Ketua Majelis tersebut didampingi oleh Hakim - Hakim Anggota yang
dibaritu oleh M. KHOZIN, SH sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh AJI
SUSANTO, SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kebumen dan
dihadapan terdakwa serta Penasehat hukum terdakwa.
HAKIM ANGGOTA,
HAKIM KETUA,
Ttd
Ttd
BAMBANG SUNANTO, SH.
BARMEN SINURAT, SH
Ttd
RIYA NOVITA, SH
PANITERA PENGGANTI,
Ttd
M. KHOZIN, SH.
182 B. Pembahasan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu diundangkan tanggal
31 Maret 2008 mencabut UU pemilu sebelumnya yakni UU 12 tahun 2003,
merupakan pedoman bagi penyelenggaraan pemilu dan semua pihak yang terkait di
dalamnya serta memberikan sanksi kepada yang melanggarnya dan sanksi pidana
tersebut pada hakikatnya adalah untuk mengawal pemilu yang luber dan jurdil
tersebut. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 terdiri dari 24 (dua puluh empat)
bab yang terdiri dari 240 Pasal. UU No.10 Tahun 2008 menambahkan beberapa bab
baru yang dalam UU Pemilu sebelumnya hanya merupakan Pasal atau bagian dari
suatu atau bebarapa bab, atau karena beberapa ketentuan telah diatur dalam
perundang-undangan lain. Di samping itu, banyak Pasal-Pasal baru ditambahkan
untuk memberikan pengaturan yang lebih rinci. Di antara Pasal Pasal baru, UU No.10
Tahun 2008 memuat bab khusus tentang ketentuan pidana yaitu dalam bab XXI yang
terdiri dari 51 Pasal, dari Pasal 260 hingga Pasal 311.106
Secara garis besar jenis pelanggaran dalam UU No.10 Tahun 2008, menurut
Aldri Frinaldi terbagi menjadi tiga jenis. Yakni :
1. pelanggaran administrasi,
2. pidana, dan
3. perselisihan hasil.107
Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan perbuatan yang termasuk dalam
pelanggaran administrasi pemilu berbunyi:
106
Muchsin,Tindak pidana pemilu serta tugas peradilan umum, dalam http://id.shvoong.com/law‐
and‐politics/law/1859793‐tindak‐pidana‐pemilu‐serta‐tugas/, diakses tanggal 18 April 2009. 107
Aldri Frinaldi, Pelanggaran Pemilu Hanya Tiga Jenis, dalam http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?mod=detail_berita.php&id=1030, diakses tanggal 18 April 2009. 183 “Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan
Undang- Undang ini yang bukan merupakan ketentuan pidana Pemilu dan
terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan KPU.”
Dengan demikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan
sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi.
Contoh
pelanggaran administratif tersebut misalnya ; tidak memenuhi syarat-syarat untuk
menjadi peserta pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat
pendidikan untuk berkampanye, tidak melaporkan rekening awal dana kampanye,
pemantau pemilu melanggar kewajiban dan larangan.
Pasal 252 UU Pemilu mengatur tentang tindak pidana pemilu sebagai
pelanggaran pemilu yang mengandung unsur pidana. Pasal 252 UU Pemilu berbunyi :
“Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan
pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang
penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum.”
Pelanggaran ini merupakan tindakan yang dalam UU Pemilu diancam dengan sanksi
pidana. Sebagai contoh tindak pidana pemilu antara lain adalah sengaja
menghilangkan hak pilih orang lain, menghalangi orang lain memberikan hak suara
dan merubah hasil suara. Seperti tindak pidana pada umumnya, maka proses
penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang ada
yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
Perselisihan hasil pemilu menurut Pasal 258 UU Pemilu adalah perselisihan
antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan jumlah perolehan suara hasil
pemilu secara nasional. Pasal 258 UU Pemilu berbunyi:
184 “Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta
Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional”
Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap
perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan
kursi peserta pemilu. Sesuai dengan amanat Konstitusi yang dijabarkan dalam UU
No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka perselisihan mengenai hasil
perolehan suara diselesaikan melalui peradilan konstitusi di MK.108
1. Criminal Policy
a. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana
Pembentukan hukum, dalam hal ini hukum tertulis atau undang-undang, pada
dasarnya merupakan suatu kebijakan politik negara yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden (di Indonesia atau pada umumnya di negara lain).
Kebijakan di atas merupakan kesepakatan formal antara Dewan Perwakilan Rakyat
dan Pemerintah, dalam hal ini Presiden, untuk mengatur seluruh kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kedua badan tersebut mengatasnamakan
negara dalam membentuk hukum atau undang-undang. Termasuk suatu kebijakan
politik negara adalah pada saat Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden menentukan
suatu perbuatan yang dapat dikenakan sanksi atau tidak (sanksi pidana, administrasi,
dan perdata).
Aristoteles memandang negara sebagai bentuk masyarakat yang paling
sempurna. Jika masyarakat dibentuk demi suatu kebaikan, maka demikian juga
108
Anonimous, Tata cara penyelesaian pelanggaran (Tindak Pidana Pemilu) pada Pemilu 2009, dalam http://www.kizatox.wordpress.com/2009/01/13/tata‐cara‐penyelesaian‐pelanggaran‐ tindak‐pidana‐
pemilu‐pada‐pemilu‐2009 diakses tanggal 18 April 2009 185 halnya sebuah negara atau masyarakat politik. Setiap orang dalam hidup
bermasyarakat selalu berbuat dengan maksud untuk mencapai apa yang mereka
anggap baik, dan negara dibentuk dengan sasaran kebaikan pada taraf yang lebih
tinggi. Pembentuk undang-undang dengan mengatasnamakan negara, seharusnya
memandang bahwa negara dibentuk, melalui undang-undang, dengan sasaran
kebaikan pada taraf yang lebih tinggi, yakni demi kesejahteraan, ketertiban, keadilan,
dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.
Moh. Mahfud MD selanjutnya berpendapat bahwa hukum merupakan produk
politik yang memandang hukum sebagai formalisasi atau kristalisasi dari kehendakkehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan. Ia juga menekankan
bahwa politik hukum merupakan bagian dari ilmu hukum. Jika ilmu hukum
diibaratkan sebagai sebuah pohon, maka filsafat merupakan akarnya, sedangkan
politik merupakan pohonnya yang kemudian melahirkan cabang-cabang berupa
berbagai bidang hukum seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara,
hukum administrasi negara, dan bidang hukum lainnya.
Pandangan Mahfud di atas menggambarkan keadaan pembentukan undangundang di Indonesia yang menitikberatkan pada politik daripada hukum, walaupun
produk akhir politik tersebut tetap sebagai produk hukum yang harus dipatuhi oleh
seluruh masyarakat. Hal inilah yang belum disadari oleh pembentuk undang-undang
bahwa keputusan politik yang dituangkan dalam suatu undang-undang merupakan
produk hukum yang secara yuridis, isinya harus dilaksanakan, walaupun kemudian
disadari bahwa undang-undang tersebut sulit dilaksanakan karena substansinya sarat
186 dengan elemen-elemen politik. Mahfud sendiri menyatakan bahwa hukum
terpengaruh oleh politik karena subsistem politik memiliki konsentrasi energi yang
lebih besar daripada hukum.109 Oleh karena itu, dengan politik hukum ini, negara
diberikan kewenangan merumuskan atau menentukan suatu perbuatan yang dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana, dan kemudian dapat menggunakannya sebagai
tindakan represif terhadap setiap orang yang melanggarnya. Inilah salah satu fungsi
penting hukum pidana, yakni memberikan dasar legitimasi bagi tindakan represif
negara terhadap seseorang atau kelompok orang yang melakukan perbuatan yang
dirumuskan sebagai tindak pidana.110
Ketentuan pidana yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum di
dalam KUHP adalah menarik karena ketika WvS mulai berlaku di tahun 1917, PasalPasal tersebut sudah ada, padahal Indonesia masih dijajah oleh Belanda sehingga
pemilihan umum belum ada. Tampaknya ketentuan WvS Belanda diambil begitu saja
untuk Hindia Belanda. Di negeri Belanda, pemilihan umum memang sudah ada
dilaksanakan pada masa itu. Di negara yang memiliki sistem bicameral system itu,
Konstitusi 1815 menentukan adanya pemilihan langsung yang dilakukan untuk
memilih Second Chamber. Sementara The First Chamber dipilih secara tidak
langsung. Adapun di Indonesia sendiri meskipun di masa penjajahan Belanda sudah
ada wakil-wakil bangsa Indonesia di Lembaga Perwakilan saat itu (Volksraad),
khususnya sejak 1918-1942, namun pemilihan masih dilakukan oleh pemilih yang
109
Suhariyono AR, Proses Legislasi Dalam Pengembangan Sistem Hukum, dalam http://www.legalitas.org/?q=Proses+Legislasi+Dalam+Pengembangan+Sistem+hukum diakses tanggal 23 Juni 2009. 110
Yasmil Anwar & Adang, Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana, Grasindo, 2008, hal 59. 187 sangat terbatas. Pemilihan umum nasional barulah dilaksanakan sesudah Indonesia
merdeka, tepatnya tahun 1955 yang merupakan pemilu nasional pertama.111 Lagipula
penting untuk dicatat bahwa Pasal-Pasal tindak pidana pemilu dalam KUHP tidak
pernah diterapkan atas tindak pidana pemilu mengingat ketika pemilu pertama
diadakan di tahun 1955, sudah ada tindak pidana pemilu yang diatur dalam UU No. 7
Tahun 1953.112
Jimly Asshiddiqie meyakini bahwa potensi problem hukum lebih besar pada
Pemilu 2009 dibanding Pemilu 2004 silam. Potensi timbulnya lebih banyak masalah
hukum bukan tanpa alasan. Pertama, jumlah partai peserta pemilu 2009 lebih banyak
dibanding Pemilu 2004, malah hampir dua kali lipat. Empat tahun lalu, jumlah
peserta adalah 24 partai, sementara pada Pemilu 2009 mencapai 40 peserta. Kalau
terjadi sengketa mengenai hasil pemilu, pihak yang terlibat akan semakin banyak.
Potensi kedua adalah objek yang bisa dipersengketakan partai politik dan KPU.
Sebaliknya, ini juga menjadi tugas berat bagi Mahkamah Konstitusi untuk
menyelesaikannya. Pada Pemilu 2004, yang bisa diajukan ke Mahkamah terbatas
pada perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Menurut Jimly, pada Pemilu 2009,
kemungkinan sengketa meluas ke persoalan perolehan suara yang menentukan
terpilihnya seorang calon anggota DPR, dan persoalan electoral threshold.113
Persoalan tindak pidana pemilu ini, sebenarnya UU Nomor 10 tahun 2008
sudah mengakomodasi banyak hal bila terjadi tindak pidana. Artinya, dengan
111
Topo Santoso, Op.Cit Hal 13. Ibid.,Hal 41 113
Anonymous, Problem Hukum Pemilu 2009 Akan Lebih Rumit dalam http://hukumonline.com/ diakses tanggal 23 Juni 2009. 112
188 menggunakan UU Nomor 10 tahun 2008 sudah bisa menjerat banyak tindak pidana
yang terjadi dengan sanksi pidana (penal). Meskipun dalam UU Nomor 10 Tahun
2008 tidak mencantumkan tentang tujuan dan pedoman pemidanaan untuk tindak
pidana pemilu ini, tetapi UU ini tetap diharapkan bisa berfungsi sebagaimana
mestinya, yakni memberikan keadilan pada masyarakat. Pentingnya tujuan dan
pedoman pemidanaan ini, menurut Barda Nawawi Arief yakni sebagai pemberi arah
agar digunakannya sarana penal ini dapat bermanfaat dan sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai, serta memberikan landasan filosofis mengapa dan bagaimana pidana
itu diberikan.114 Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab bagi hukum pidana untuk
melindungi kepentingan umum dan kepentingan hukum masyarakat.
Dari segi politik hukum, sejak di dalam KUHP, para pembuat undang-undang
telah melihat adanya sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan pemilihan umum
yang berbahaya bagi pencapaian tujuan pemilihan sehingga harus dilarang dan
diancam dengan pidana. Terlihat kecenderungan peningkatan cakupan dan
peningkatan ancaman pidana dalam beberapa undang-undang pemilu yang pernah ada
di Indonesia. Ini dapat dipahami sebagai suatu politik hukum dari pembuat undangundang guna mencegah terjadinya tindak pidana. Artinya, tindak pidana pemilu
ditinjau dari rasa keadilan masyarakat dianggap suatu perbuatan yangs serius dan
pelakunya harus ditindak agar perbuatan yang sangat merugikan demokrasi ini tidak
berkembang atau dapat dicegah.115
114
Ahmad Irzal Fardiansyah, Kebijakan Hukum Pidana Pemilu, dalam http://www.lampungpost.com diakses tanggal 23 Juni 2009. 115
Topo Santoso,Op.Cit.,Hal 111. 189 Istilah “kebijakan” diambil dari istilah policy (Inggris) atau politiek (Belanda).
Bertolak dari kedua istilah tersebut, maka istilah “kebijakan hukum pidana” dapat
juga disebut dengan istilah “politik hukum pidana”. Dalam kepustakaan asing istilah
“politik hukum pidana” ini sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal
policy, criminal law policy atau strafrechtspolitiek.116
Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan hukum pidana diartikan
bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundangundangan pidana yang baik. Sedangkan menurut Sudarto memberikan beberapa
definisi tentang kebijakan hukum pidana, yaitu :
1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan
dan situasi pada suatu saat.
2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan
peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk
mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai
apa yang dicita-citakan.
3. Usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan
keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.
4. Usaha untuk mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perudang-undangan
pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.
Sedangkan menurut Marc Ancel yang dimaksud dengan kebijakan hukum pidana
adalah suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan
hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya
kepada pembuat undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana
putusan pengadilan.
Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang lebih baik
pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi,
116
Barda Nawawi Arief,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, Hal.24. 190 kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal.
Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana
identik dengan pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum
pidana”.117 Perumusan tindak pidana pemilu harus berdasarkan tujuan adanya
pemidanaan itu sendiri selain tujuan menjaga kedaulatan rakyat lewat pemilu, seperti
menurut Barda Nawawi Arief :
a.
b.
c.
d.
e.
Sanksi hukum pidana, pengobatan simptomatik dan bukan pengobatan kausatif;
Sifat/fungsi pemidanaan, individual / personal dan bukan struktural/fungsional.
Sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan di luar jangkauan hukum pidana;
Hukum pidana, bagian kecil dari sistem sosial
Sanksi hukum pidana, remedium yang kontradiktif dan mengandung unsur-unsur
serta efek samping yang negatif.
f. Perumusan sanksi pidana, kaku dan imperatif.
g. Berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih berfariasi
dan memerlukan biaya tinggi.118
Sedangakan
A.
Mulder
berpendapat
bahwa
politik
hukum
pidana
(strafrechtspolitiek) adalah garis kebijakan untuk menentukan :
1. seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau
diperbaharui.
2. apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana, dan
3. bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidanaharus
dilaksanakan.119
Permasalahan yang ada dalam politik hukum pidana terletak pada garis-garis
kebijakan atau pendekatan yang bagaimanakah sebaiknya ditempuh dalam
menggunakan hukum pidana tersebut? Hal ini dikemukakan sehubungan dengan
pendapat dari Herberet L. Packer.
117
Ibid. Didik Endro Purwoleksono, Op.cit. 119
Yasmil Anwar & Adang,Op.Cit. 118
191 1. The criminal sanction is indispensable; who could not, now or in the foreseeble
future get along without it. Sanksi pidana sangatlah diperlukan; kita tidak dapat
hidup, sekarang maupun pada masa depan tanpa pidana.
2. The criminal sanction is the best available device we have for dealing with gross
and immediate haarms and threats of harm. Sanksi pidana merupakan alat atau
sarana terbaik yang terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi
kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera serta untuk menghadapi
ancaman-ancaman dari bahaya.
3. The criminal sanction is at once prime guarantor and prime threatener of human
fredom. Used providently and humanely, it is guarantor; used indiscrimnaately
and coercively, it is threateber. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin
yang utama, dan suatu ketika merupakan pengancam utama dari kebebasan
manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat cermat dan
secara manusiawi. Ia merupakan pengancam apabila digunakan secara
sembarangan dan secara paksa.120
b. Ruang Lingkup Kebijakan Hukum Pidana
Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah
politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Perhatikan bagan
penanggulangan kejahatan dengan pendekatan kebijakan di bawah ini :
Bagan II121
Pencegahan dan Penanggulangan Kriminal (Criminal Policy) tidak terlepas dari
kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya
120
Ibid, Hal 60. Barda Nawawi Arief Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT Citra Aditya, 2001, Hal 74. 121
192 upaya untuk kesejahteraan sosial (Social welfare (SW) policy) dan kebijakan/upayaupaya untuk perlindungan masyarakat (Social Defence (SD) Policy). Dengan
demikian, sekiranya kebijakan penangggulanagan kejahatan (Polkrim) dilakukan
dengan menggunakan sarana-sarana penal hukum pidana, khususnya pada tahapan
kebijakan yudikatif/Aplikatif (penagakkan hukum inconcerto) harus memperhatikan
dan mangarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu Social Welfare dan
Social Defence.122 Dengan kata lain, penggunaan kebijakan yang dilaksanakan hanya
demi terpenuhinya keefisienan dalam penanggulangan kejahatan. Pendekatan
kebijakan seperti ini, jelas merupakan pendekatan yang rasional karena karakteristik
dari suatu politik kriminal yang rasional tidak lain daripada penerapan metodemetode yang rasional. Hal ini menurut Hoefnagel, suatu politik kriminal haruslah
rasional; kalau tidak demikian, tidak sesuai dengan definisinya sebagai “a rational
total of the respinse to crime”. Di samping itu, hal ini penting karena konsepsi
mengenai kejahatan dan kekuasaan atau proses untuk melakukan kriminalisasi sering
ditetapkan secara emosional.123
Kriminalitas secara definisi mengandung pengertian suatu perilaku yang semula
dikualifikasikan sebagai peristiwa bukan pidana dan tidak dikenakan sanksi negatif
dibidang pidana, kemudian diberikan kualifikasi pidananya dan sanksi negatifnya.
Bahkan kejahatan itu hadir (timbul) berkat adanya ketegangan yang dirasakan
masyarakat (strain theory), selanjutnya berkat sesuatu yang dipelajari (learning
theory) atau berkat lemahnya pengawasan oleh masyarakat (control theory).
122
Ibid. Hal 73 Ibid.Hal 62 123
193 Secara harfiah kriminalitas bukan merupakan peristiwa heriditer (biologis
semata), juga bukan merupakan warisan biologis. Indikatornya terbentuk dari
tindakan kejahatan secara holistik, bisa dilakukan oleh siapa saja, seperti anak-anak,
orang dewasa, dan orang tua. Tindakan kejahatan tidak terbatas hanya satu golongan
atau person tertentu, karena tanpa disadari atau tidak kita terkadang telah berbuat
kriminalitas. Intinya tindakan kriminalitas dilakukan seseorang tidak dibatasi oleh
umur. Tindakan kriminalitas dapat dilakukan secara sadar - sudah direncanakan - ,
atau dipikirkan untuk tujuan tertentu sacara sadar. Tindakan kejahatan dapat pula
dilakukan dalam keadaan setengah sadar, misalnya karena di dorong oleh tekanantekanan, inspul-inspul, dan oleh obsesi-obsesi yang kuat. Kejahatan dapat pula
dilakukan secara tidak sadar sama sekali, misalnya karena terpaksa untuk dapat
mempertahankan hidup.
Keadaan masyarakat yang heterogen dan kompleksitas dalam sistem sosialnya
sering menawarkan dan menumbuhkan aspirasi-aspirasi material tinggi, dan sering
disertai oleh ambisi-ambisi yang tidak sehat. Dambaan pemenuhan kebutuhan
material yang melimpah, misalnya keinginan untuk memiliki harta kekayaan dan
barang-barang mewah, tanpa memiliki kemampuan untuk memenuhinya maka akan
mencapainya dengan jalan yang tidak wajar, mendorong individu untuk melakukan
tindakan kriminal. Adanya ketidaksesuaian atau pertentangan (diskrepansi) antara
ambisi dengan kemampuan pribadi, maka peristiwa demikian ini mendorong orang
untuk melakukan tindak kejahatan. Atau jika terjadi diskrepansi antara aspirasiaspirasi dengan kemampauan personal, maka akan terjadi malajusment ekonomis
194 (ketidakmampuan menyesuaiakan diri secara ekonomis) yang mendorong orang
untuk melakukan tindakan kriminalitas.124
Di sisi lain faktor akselerator adalah kejadian di luar parameter model, kejadian
umpan balik yang dengan cepat meningkatkan level signifikan situasi umum yang
paling mengandung kekerasan. Akselerator juga bisa mempengaruhi kegagalan
sistem atau perubahan-perubahan mendasar dalam kausalitas politik, dan seringkali
dipahami sebagai katalisator dalam proses eskalasi konflik. Selain itu akselerator
dipahami sebagai kejadian yang tidak berhubungan langsung dengan indikator
penyebab konflik, akan tetapi bisa meningkatkan secara cepat proses eskalasi dan deeskalai konflik. Sedangkan faktor Trigger adalah kejadian tiba-tiba yang memicu
pecahnya konflik, misalnya pembunuhan tokoh atau pemimpin kelompok tertentu,
dan perusakan simbol-simbol indetitas. Namun faktor trigger ini bersifat jangka
pendek, sporadis, dan merupakan data ordinasi yang nilainya dipengaruhi peluang
sekuritisasi terhadap peristiwa.
Ruang lingkup pembahasan dalam hal ini difokuskan kepada kebijakan
hukum pidana (penal-policy) dalam hal kaitannya dengan ketentuan - ketentuan
pelanggaran tindak pidana pemilihan umum yang berada di dalam UU No. 10 Tahun
2008 tentang Pemilu Legislatif sebagai formulasinya dengan tahapan kebijakan
hukum pidana yang bersifat yudikatif yaitu tahapan pemberian pidana oleh badan
yang berwenang (pengadilan). Sistematika ketentuan pidana dalam UU No 10 Tahun
124
Aryos Nivada, Analitis Kriminalitas Menjelang Pemilu, dalam www.achehpress.com diakses tanggal 23 Juni 2009. 195 2008 dimuat dalam bab XXI terdiri dari 51 Pasal yang bisa diketahui dari Pasal,
perbuatan dan sanksi pidana dalam tabel berikut :
Tabel 1
Perumusan Tindak Pidana Pemilihan Umum dalam UU No 10 Tahun 2008
No
Pasal
1
260
2
261
3
4
5
6
7
262
263
264
265
266
Perbuatan
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan
orang lain kehilangan hak pilihnya
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri
atau diri orang lain tentang suatu hal yang
diperlukan untuk pengisian daftar pemilih
Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan
ancaman kekerasan atau dengan menggunakan
kekuasaan yang ada padanya pada saat
pendaftaran
pemilih
menghalang-halangi
seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam
Pemilu menurut Undang-Undang ini
Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak
memperbaiki daftar pemilih sementara setelah
mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta
Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5)
Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU
kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak
menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu
provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu
kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan
pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan
pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan
dan pengumuman daftar pemilih sementara,
penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap,
dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang
merugikan Warga Negara Indonesia yang
memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (2)
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang
atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota
DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13
Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat
atau dokumen dengan maksud untuk memakai
Sanksi/Pidana
Penjara
Denda
Min/Max Min/Max (Rp)
12 Bln - 24
Bln
12.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
3 Bln - 6
Bln
3.000.000 6.000.000
6 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
36 Bln - 72
Bln
36.000.000 72.000.0000
196 8
9
10
11
267
268
269
270
12
271
13
272
14
15
273
274
atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang
yang dengan sengaja menggunakan surat atau
dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal
calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam
Pasal 73
Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti
temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan
Panwaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan
verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3)
Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti
temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu
kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi
partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi
kelengkapan administrasi bakal calon anggota
DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3)
Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye
di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh
KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82
Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan
pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h,
atau huruf i
Setiap pelaksana kampanye yang melanggar
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84
ayat (2)
Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim
Agung/hakim Konstitusi, hakim-hakim pada
semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan
anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur,
Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur
Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 84 ayat (3)
Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat
desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5)
Pelaksana kampanye yang dengan sengaja
menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye
secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak
6 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
6 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
30.000.000 60.000.000
6 Bln - 24
Bln
25.000.000 50.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
197 16
17
275
276
18
277
19
278
20
279 ayat 1
21
279 ayat 2
22
280
23
281
24
282
25
283
26
27
284
285
menggunakan haknya untuk memilih, atau
memilih
Peserta
Pemilu
tertentu,
atau
menggunakan haknya untuk memilih dengan cara
tertentu sehingga surat suaranya tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87
Anggota
KPU,
KPU
provinsi,
KPU
kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai
Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU
provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi,
sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai
sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti
melakukan tindak pidana Pemilu dalam
pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1)
Setiap orang yang memberi atau menerima dana
kampanye melebihi batas yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1)
dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2)
Pelaksana kampanye yang terbukti menerima
sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 139
Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan,
menghalangi,
atau
mengganggu
jalannya
kampanye Pemilu
Pelaksana kampanye yang karena kelalaiannya
mengakibatkan
terganggunya
tahapan
penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan
Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye
yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang
mengakibatkan
terganggunya
tahapan
penyelenggaraan Pemilu
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan
keterangan tidak benar dalam laporan dana
kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal
134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2)
Setiap orang atau lembaga survei yang
mengumumkan hasil survei atau hasil jejak
pendapat dalam masa tenang
Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan
jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah
yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang
dengan sengaja mencetak surat suara melebihi
jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1)
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak
menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan
surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
6 Bln - 24
Bln
1.000.000.000 5.000.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
6 Bln - 18
Bln
6.000.000 18.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
12 Bln - 24
Bln
120.000.000 240.000.000
24 Bln - 48
Bln
500.000.000 1.000.000.000
24 Bln - 48
Bln
500.000.000 1.000.000.00-
198 28
29
30
286
287
288
31
289
32
290
33
291
34
292
35
293
36
294
37
38
39
295
296 ayat 1
296 ayat 2
146 ayat (1)
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat
pemungutan suara menjanjikan atau memberikan
uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya
tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih
Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak
pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat
suaranya tidak sah
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau
menghalangi seseorang yang akan melakukan
haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan
yang menimbulkan gangguan ketertiban dan
ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang menyebabkan suara seorang
pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan
Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara
atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi
berkurang
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat
pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang
lain
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara
dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari
satu kali di satu atau lebih TPS
Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan
pemungutan suara
Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan
kesempatan kepada seorang pekerja untuk
memberikan suaranya pada pemungutan suara,
kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut
tidak bisa ditinggalkan
Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau
menghilangkan hasil pemungutan suara yang
sudah disegel
Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan
sengaja tidak memberikan surat suara pengganti
hanya satu kali kepada pemilih yang menerima
surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat
suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2)
Setiap orang yang bertugas membantu pemilih
yang dengan sengaja memberitahukan pilihan
pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 156 ayat (2)
Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan
pemungutan suara ulang di TPS sementara
persyaratan dalam Undang-Undang ini telah
terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220
ayat (2), anggota KPU kabupaten/kota
Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja
12 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
6 Bln - 18
Bln
6.000.000 18.000.000
6 Bln - 18
Bln
6.000.000 18.000.000
24 Bln - 60
Bln
24.000.000 60.000.000
6 Bln - 12
Bln
6.000.000 12.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000,-
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
3.000.000 -
199 40
297
41
298
42
299 ayat 1
43
299 ayat 2
44
300
45
301
46
47
48
49
50
302
303
304
305
306
tidak
melaksanakan
ketetapan
KPU
kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan
suara ulang di TPS
Setiap orang yang karena kelalaiannya
menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara
pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara yang sudah disegel
Setiap orang yang dengan sengaja mengubah
berita acara hasil penghitungan suara dan/atau
sertifikat hasil penghitungan suara
Anggota
KPU,
KPU
provinsi,
KPU
kabupaten/kota, dan PPK yang karena
kelalaiannya
mengakibatkan
hilang
atau
berubahnya berita acara hasil rekapitulasi
penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat
penghitungan suara
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan
Setiap orang yang dengan sengaja merusak,
mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi
penghitungan suara hasil Pemilu
Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan
sengaja tidak membuat dan menandatangani berita
acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon
anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3)
Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak
memberikan salinan satu eksemplar berita acara
pemungutan dan penghitungan suara, dan
sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi
Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS,
dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3)
Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga,
mengamankan keutuhan kotak suara, dan
menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi
surat suara, berita acara pemungutan suara, dan
sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK
melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN
pada hari yang sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5)
Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak
mengawasi penyerahan kotak suara tersegel
kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak
mengawasi penyerahan kotak suara tersegel
kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6)
Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil
penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di
wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 181
Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil
Bln
12.000.000
12 Bln - 60
Bln
500.000.000 –
1.000.000.000
12 Bln - 60
Bln
500.000.000 –
1.000.000.000,-
6 Bln - 12
Bln
6.000.000 12.000.000
12 Bln - 24
Bln
6.000.000 12.000.000
60 Bln 120 Bln
500.000.000 1.000.000.000
12 Bln - 24
Bln
12.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
3,000,000 12,000,000
6 Bln - 18
Bln
6,000,000 18,000,000
6 Bln - 24
Bln
6,000,000 24,000,000
3 Bln - 12
Bln
3,000,000 12,000,000,-
24 Bln - 60
240,000,000 -
200 51
52
53
54
55
307
308
309
310
311
Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
DPRD
kabupaten/kota
secara
nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2),
anggota KPU
Setiap orang atau lembaga yang melakukan
penghitungan cepat yang mengumumkan hasil
penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan
suara
Setiap orang atau lembaga yang melakukan
penghitungan cepat yang tidak memberitahukan
bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan
hasil resmi Pemilu
Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota yang tidak melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal
257
Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi,
Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan,
dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas
Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak
menindaklanjuti temuan dan/atau
laporan
pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota
KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu
Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan
pelanggaran
pidana
Pemilu
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262,
Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal
276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287,
Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal
293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal
300,
Bln
600,000,000
6 Bln - 18
Bln
6,000,000 18,000,000
6 Bln - 18
Bln
6,000,000 18,000,000
12 Bln - 24
Bln
12,000,000 24,000,000
3 Bln - 36
Bln
3,000,000 36,000,000
maka pidana bagi yang
bersangkutan ditambah 1/3
(satu pertiga) dari ketentuan
pidana yang ditetapkan dalam
Pasal-Pasal tersebut.
2. Subjek Tindak Pidana Pemilu
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 terdapat 24 ketentuan pidana
ditujukan kepada setiap orang, 19 ketentuan secara langsung ditujukan ke
penyelenggara, 2 ketentuan untuk pengawas, 11 ketentuan dilakukan pelaksana,
peserta, dan petugas kampanye. Selebihnya dilakukan oleh aparat pemerintah (3),
201 perusahaan percetakan (2), lembaga survei (3), dan petugas pembantu pemilih
(1)125
Sedangkan menurut Topo Santoso, subjek hukum pidana pemilu, itu macammacam, dari perorangan, partai politik, hingga perusahaan yang menjadi rekanan
KPU.126
Menurut Abdul Fickar Hadjar subjek yang dapat dikenai tindak
pidana Pemilu antara lain: setiap orang (umum), Pelaksana Kampanye (orang
partai atau event organizer), Pejabat Negara (seperti Ketua/Wakil Ketua/Ketua
Muda/Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Ketua/Wakil Ketua, Hakim
Mahkamah Konstitusi, Hakim pada semua badan peradilan, Ketua / Anggota
BPK, Gubernur/Deputi Gubernur BI, serta Pejabat Badan Usaha Milik negara ),
PNS/TNI/POLRI, Lembaga-lembaga Survey baik perorangan maupun institusi,
Perusahaan Percetakan, dan Badan Pengawas Pemilu.127
Lebih detil lagi menurut Marsudin Nainggolan, subjek hukum dari tindak
pidana pemilu terdiri dari :
–
–
–
–
–
–
–
–
–
Setiap Orang
Pejabat Yudikatif.
Pejabat BPK.
Pejabat Bank Indonesia.
Pejabat BUMN / BUMD
PNS
TNI
Polri
Kepala Desa / Perangkat,BPD.
125
Veri Junaedi, Penegakkan Pidana Pemilu Rawan Dipecundangi,dalam www.reformasihukum.org, diakses tanggal 25 April 2009. 126
Topo Santoso, Banyak Salah Kaprah Penerapan Pidana Pemilu, dalam http://www.republika.co.id/berita/31876/Banyak_Salah_Kaprah_Penerapan_Pidana_Pemilu, diakses tanggal 25 April 2009. 127
Abdul Fickar Hadjar, Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu, www.fickar15.blog.friendster.com, diakses tanggal 25 April 2009. 202 –
–
–
–
–
–
–
–
–
–
WNI yang tidak memiliki hak pilih.
Petugas PPS atau PPLN
KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten / Kota.
Pegawai KPU Setjen KPU, Sekretaris KPU Prop, Sekretaris KPU Kabupaten /
Kota.
Ketua KPPS / KPPSLN.
Setiap Pelaksana, Peserta atau Petugas Kampanye.
Pengawas Pemilu (Bawaslu , Panwaslu).
Orang/ Lembaga Penghitungan Cepat.
Setiap Perusahaan Percetakan Surat Suara.
Setiap Majikan atau Atasan.128
Dari jumlah subjek hukum di atas bisa dikelompokkan lebih umum menjadi 2
(dua) kategori yaitu subjek hukum setiap orang atau naaturlijk person dan
subjek hukum berupa Badan hukum atau korporasi.
2.1 Subjek Hukum Setiap Orang
Subjek hukum setiap orang berarti mengacu pada setiap orang, tidak berbeda
dengan “barang siapa”. Dalam hal ini subyek hukum sebagai pembawa hak dan
kewajiban, atau siapa saja yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
Termasuk subjek hukum setiap orang adalah setiap orang yang mempunyai hak
dan kewajiban yang diberikan jabatannya atau kedudukannya
melakukan
pelanggaran pidana pemilu, sehingga pejabat negara atau atasan dapat dikatakan
sebagai subjek hukum naturlijk persoon. Sedangkan subjek hukum pejabat
negara yang dimaksud di dalam tindak pidana pemilu adalah sebagai natuurlijk
persoon bukan dilihat dari subjek hukum badan hukum Negara atau
Pemerintahan.
128
DR. Marsudin Nainggolan, SH., MH, Pelanggaran Pidana Pemilu Dalam UU Pemilu No. 10 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008, di dalam www.pakpakbharatkab.go.id, diakses tanggal 27 April 2009. 203 Yang termasuk subjek hukum setiap orang di dalam tindak pidana pemilu
adalah Pejabat Yudikatif, Pejabat BPK, Pejabat Bank Indonesia, Pejabat BUMN /
BUMD, PNS, TNI, Polri, Kepala Desa / Perangkat, BPD, WNI yang tidak
memiliki hak pilih, Petugas PPS atau PPLN, KPU, KPU Propinsi, KPU
Kabupaten / Kota, Pegawai KPU Setjen KPU, Sekretaris KPU Prop, Sekretaris
KPU Kabupaten / Kota, Ketua KPPS / KPPSLN, Setiap Pelaksana, Peserta atau
Petugas Kampanye, Pengawas Pemilu, dan Majikan atau atasan. Lebih detail lagi
subjek hukum tindak pidana pemilu terdiri dari :
a) Setiap Orang
Pasal Pasal yang memuat Subjek Hukum Setiap Orang dalam UU No
10 Tahun 2008 adalah Pasal 260, 261, 262, 265, 266, 269, 270, 276, 278, 281,
282, 286, 287, 288, 289, 290, 291, 293, 295, 297, 298, 300, 307, dan 308 .
Dalam undang-undang tersebut tidak diketemukan adanya Pasal dalam
menyebutkan maksud dari subjek hukum setiap orang secara definitif.129 Jika
diperbandingkan dengan UU lain seperti Undang-Undang No 20 Tahun 2001
tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 1 ayat (3), yang dimaksud setiap orang
adalah perorangan atau termasuk korporasi. Dalam Undang-undang No.37
tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dalam Pasal 1 ayat (11) definisi
setiap orang termasuk juga orang perseorangan atau korporasi termasuk
korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum
dalam likuidasi.
129
Topo santoso, Ketentuan Pidana Diarahkan ke Penyelenggara Pemilu, www.hukumonline.com, diakses tanggal 25 April 2009. 204 Perumusan Setiap orang di dalam UU Pemilu tidak disebutkan
termasuk korporasi atau badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban.
Dengan demikian setiap orang di dalam UU Pemilu hanya ditujukan kepada
“persoon” atau “natuurlijk persoon”.
b) Penyelenggara Pemilu
Definisi penyelenggara Pemilu bisa kita temukan dalam Pasal 1 ayat 5
Undang-undang No.22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
yang berbunyi :
“Penyelenggara Pemilihan Umum adalah lembaga yang
menyelenggarakan Pemilu untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala
daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat.”
Berdasarkan Pasal 1 ayat 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan ayat 12 Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2008, yang disebut dengan Penyelenggara Pemilu adalah:
1. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU, adalah lembaga
penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
2. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU provinsi dan KPU
kabupaten/kota, adalah penyelenggara Pemilu di provinsi dan
kabupaten/kota.
3. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut PPK, adalah panitia
yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk menyelenggarakan Pemilu
di tingkat kecamatan atau sebutan lain, yang selanjutnya disebut
kecamatan.
4. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS, adalah panitia yang
dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk menyelenggarakan Pemilu di
tingkat desa atau sebutan lain/kelurahan, yang selanjutnya disebut
desa/kelurahan.
5. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disebut PPLN, adalah panitia
yang dibentuk oleh KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri.
205 6. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disebut KPPS,
adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan
pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
7. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya
disebut KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk
menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar
negeri.
c) Pengawas Penyelenggara Pemilu
Berdasarkan Pasal 1 ayat 15, 16, 17, 18, dan ayat 19 Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2008, yang disebut dengan Pengawas Penyelenggara Pemilu
adalah:
1. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah badan yang
bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu
Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu provinsi dan Panwaslu
kabupaten/kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk
mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi dan
kabupaten/kota.
3. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu
kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu kabupaten/kota
untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan.
4. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu
kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan.
5. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu
untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
d) Peserta Pemilu Perseorangan
Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 23, disebutkan
definisi peserta pemilu yang berbunyi :
“Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk
Pemilu anggota DPD.”
Perseorangan
206 Perseorangan sebagai peserta Pemilu menurut Pasal 1 ayat 25 UU No.10
Tahun 2008 adalah :
“Perseorangan Peserta Pemilu adalah perseorangan yang telah
memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.”
e) Pejabat Negara
Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek
hukum Pejabat Negara hanya termuat dalam satu Pasal yaitu Pasal 272 yang
berbunyi :
“Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim
Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil
Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi
Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta
Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dikenai pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dan denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).”
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian
Pasal 1 ayat 4 berbunyi :
“Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga
tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan
oleh Undang-undang.”
Selanjutnya masih dalam UU Pokok Kepegawaian tersebut dalam
Pasal 11 disebutkan yang termasuk Pejabat Negara terdiri atas :
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyarawatan Rakyat;
c. Ketua, Wakil ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
207 d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah
Agung serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan
Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut di atas sesuai dengan asas Lex
specialis Derogat Legi Generalis dimana Undang-Undang Kepegawaian
sebagai undang undang pokok, maka dapat diketahui bahwa tidak semua
pejabat negara sebagai subjek hukum pidana pemilu dapat dikenai sanksi
tindak pidana pemilu. Pejabat Negara yang dapat dikenai sanksi pidana pemilu
adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda hakim Agung;
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda hakim Konstitusi ;
Hakim-hakim pada semua badan peradilan;
Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur Bank Indonesia;
Pejabat BUMN, BUMD.
f) Pegawai Negeri dan Pemerintah Desa
Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek
hukum Pegawai Negeri dan Pemerintah Desa hanya termuat dalam satu Pasal
yaitu Pasal 273 yang berbunyi :
“Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan
perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3)
dan ayat (5) dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
208 paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Sebenarnya, di dalam KUHP tidak terdapat ketentuan tentang apa
yang dimaksud dengan Pegawai Negeri (ambtenaar), tetapi hanya terdapat
ketentuan yang maksudnya memperluas130 apa yang dimaksud dengan
pegawai negeri, yaitu Pasal 92 KUHP yang menentukan :
1. Termasuk ke dalam Pegawai Negeri adalah juga orang yang terpilih di
dalam pemilihan umum yang diadakan berdasarkan peraturan umum,
demikian juga semua orang anggota badan pembentuk undang-undang,
badan pemerintah atau badan perwakilan yang diadakan oleh atau atas
nama pemerintah, selanjutnya juga semua anggota dari seluruh Dewan
Pengairan dan semua pemimpin orang-orang pribumi serta pemimpin
orang-orang Timur Asing yang secara sah melaksanakan kekuasaan dan
yang tidak dipilih dai dalam suatu pemilihan.
2. Termasuk ke dalam pengertian Pegawai Negeri dan hakim adalah juga
seorang wasit,…dewan-dewan agama.
3. Semua orang yang termasuk di dalam Angkatan Bersenjata dianggap
sebagai pegawai negeri.131
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian
Pasal 1 ayat 1 berbunyi :
“Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia
yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat
yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) UU Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri
terdiri dari :
1. Pegawai Negeri Sipil;
130
Putusan Mahkamah Agung RI No.81 K/Kr/1962 tanggal 1 Desember 1962. P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia,cetakan III, Bandung, Sinar Baru, 1990, Hal. 82. 131
209 2. Anggota Tentara Nasional Indonesia
3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sedangkan Pemerintah Desa di dalam ketentuan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 202 ayat 1, 2, dan 3
yang berbunyi:
(1)
(2)
(3)
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa.
Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut di atas maka Pegawai Negeri yang
dapat dikenai sanksi pidana pemilu sudah disebutkan secara definitif di dalam
UU No 10 Tahun 2008 adalah:
a.
b.
c.
d.
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah;
Anggota Tentara Nasional Indonesia
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Sekretaris Desa.
Sedangkan pemerintah desa yang dapat dikenai sanksi tindak pidana pemilu
adalah :
a.
b.
c.
Kepala Desa;
Perangkat Desa;
Badan Permusyawaratan Desa.
g) Majikan/Atasan
Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek
hukum Majikan/Atasan terdapat dalam Pasal 292 yang berbunyi :
“Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada
seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan
suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa
ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling
210 sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
2.2
Subjek Hukum Badan Hukum atau Korporasi
Badan Hukum adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat
oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subyek hukum badan
hukum mempunyai syarat syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
(teori kekayaan bertujuan) : 1.Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan
anggotanya. 2. Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan
kewajiban para anggotanya.
a) Peserta Pemilu Partai Politik
Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 23, disebutkan
definisi peserta pemilu yang berbunyi :
“Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan
untuk Pemilu anggota DPD.”
Partai Politik
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik, Definisi Partai Politik adalah :
“Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warganegara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.”
Sedangkan Partai politik menurut Pasal 1 ayat (24) UU No 10 Tahun
2008 adalah :
211 “Partai Politik Peserta Pemilu adalah partai politik yang telah
memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.”
Jadi, Partai Politik digolongkan dalam Organisasi, bukan persoon
secara biologis, dan dapat dikenai sanksi pidana pemilu.
b) Lembaga Survei atau Penyelenggara Penghitungan Cepat
Terdapat tiga Pasal yang ketentuan subjek hukum pidana pemilu
adalah Lembaga Survei atau Penyelenggara Penghitungan Cepat secara
definitif yaitu Pasal 282, 307 dan Pasal 308 yaitu :
Pasal 282 yang berbunyi :
“Setiap orang atau lembaga survei yang mengumumkan hasil
survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Pasal 307 yang berbunyi :
“Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat
yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal
pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan
dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).”
Pasal 308 yang berbunyi :
“Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat
yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat
bukan merupakan hasil resmi Pemilu, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18
(delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan
belas juta rupiah). “
Dalam perkembangannya, Pasal 282 dan Pasal 307 diputuskan tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945
212 oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam Amar Putusannya Mahkamah
Konstitusi memiliki dasar hukum di dalam UUD RI Tahun 1945 dan
mengingat Pasal 56 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), serta Pasal 57 ayat (1)
dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);132
Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
menyatakan:
“Bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum”
Berkenaan dengan jurisdiksi Mahkamah Konstitusi tersebut di atas
maka Mahkamah Konstitusi berhak dan berwenang untuk melakukan
pengujian Pasal 245, Pasal 282, dan Pasal 307 UU Nomor 10 Tahun 2008
terhadap UUD 1945.
Dengan demikian secara definitif subjek Hukum Lembaga Survei atau
Penyelenggara Perhitungan cepat hanya terdapat di dalam Pasal 308 UU
Nomor 10 Tahun 2008.
132
Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 9/PUU‐VII/2009, Tentang Pokok Perkara Pengujian Undang‐undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Undang‐Undang Dasar 1945, 2009 Hal.66 ‐ 67 213 c)
Perusahaan Pencetak Surat Suara
Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek
hukum Perusahaan Pencetak Surat Suara secara definitif terdapat di dalam
2 Pasal yaitu Pasal 284 dan Pasal 285.
Pasal 284 yang berbunyi :
“Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja
mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).”
Pasal 285 yang berbunyi :
“Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga
kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling
lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
3. Jenis Tindak Pidana Pemilu
Dari tabel 1 (satu) di atas tentang Tindak Pidana Pemilu dalam UU No.10
Tahun 2008 dapat dikelompokkan jenis tindak pidana pemilu sebagai berikut :
3.1
Tindak Pidana Pemilu Yang Mengadopsi Delik Dalam KUHP
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008, delik-delik
KUHP diadopsi ke dalam batang tubuh, dengan cara menuliskan dan
menyebutkan unsur-unsur tindak pidana pemilunya.
Dalam Pasal 286, 287, 288,289,dan Pasal 291 UU No.10 Tahun 2008
rumusannya diubah, sehingga tidak lagi mengacu kepada Pasal 148, 149,
214 150, 151, dan 152 KUHP, akan tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur
yang terdapat dalam masing-masing Pasal KUHP seperti Merintangi
Orang Menjalankan Haknya dalam Memilih dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang dinyatakan dalam Pasal 148 KUHP, juga
diadopsi dalam Pasal 287 UU No.10 Tahun 2008. Perubahan tersebut
selain
memudahkan
pemahaman
terhadap
materi
muatan
yang
dikandungnya juga memberikan penjelasan terhadap objek atau lingkup
yang diaturnya.
Ketentuan Pasal-Pasal KUHP yang diadopsi ke dalam Ketentuan UU
No.10 Tahun 2008 terkait Ketentuan Tindak pidana pemilu bisa dilihat
perbandingannya dalam tabel 2 (dua) berikut ini dengan mengkategorikan
jenis-jenis tindak pidana pemilunya :
Tabel 2
Perbandingan Perumusan Tindak Pidana Pemilu antara KUHP dengan UU
Nomor 10 Tahun 2008
Ketentuan Pasal
No
1
2
Tindak Pidana Pemilu
Merintangi Orang
menjalankan Haknya
dalam Memilih
Penyuapan dan menerima
suap
3
Perbuatan Tipu Muslihat
4
Mengaku sebagai orang
lain
Menggagalkan
Pemungutan Suara yang
Telah Dilakukan atau
Melakukan Tipu Muslihat
yang menybabkan hasil
5
Ketentuan Sanksi
KUHP
UU
No.10
Th.08
KUHP
148
287
Pidana penjara Max.
16 Bulan
149
286
150
288
151
289
152
291
pidana penjara Max.
9 Bulan atau pidana
denda max.Rp 4500,pidana penjara Max.
9 bulan
pidana penjara Max
16 Bulan
pidana penjara Max
24 tahun.
UU No 10 Th. 2008
Denda
Penjara
Min/Max
Min/Max
(Rp)
6 Bln –
24 Bln
6.000.000 24.000.000
12 Bln –
36 Bln
6.000.000 36.000.000
12 Bln –
36 Bln
12.000.000 36.000.000
6 Bln –
18 Bln
6.000.000 18.000.000
24 Bln –
60 Bln
24.000.000 60.000.000
215 6.
pemungutan suara
menjadi lain dari yang
seharusnya
Dalam hal pemidanaan
karena kejahatan tersebut
dalam Pasal 147 – 152
153
ayat 2
-
Pencabutan Hak Hak
yang tersebut didalam
Pasal 35 ke-3
-
Dilihat dari letak pasal pasal ketentuan pidana yang berada di KUHP
yaitu di Buku II Bab IV maka tindak pidana pemilu dalam KUHP
dianggap sebagai kejahatan. Hal ini bisa dilihat dari ancaman hukumannya
12 bulan ke atas. Kecuali dalam hal Tindak Pidana mengaku sebagai
orang lain walau di kategorikan sebagai kejahatan namun ancaman
hukumannya di bawah 12 tahun. Kalau dibandingkan dengan perumusan
ancaman sanksi pidana pada UU pemilu maka ancaman sanksi pidana
pemilu di dalam KUHP masih lebih ringan. Sebagai contoh ketentuan
pidana “Menggagalkan Pemungutan Suara yang Telah Dilakukan atau
Melakukan Tipu Muslihat yang menyebabkan hasil pemungutan suara
menjadi lain dari yang seharusnya” di dalam Pasal 152 KUHP hanya
diancam hukuman penjara maksimal 24 bulan, sedangkan di dalam Pasal
291 UU Pemilu diancam paling lama 60 bulan dan denda paling besar Rp
60.000.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas maupun kuantitas
sanksi di dalam UU Pemilu lebih berat di banding KUHP.
3.2
Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Tahapan Pemilu
Menurut Topo Santoso, Pada tahapan – tahapan pemilu dimulai dari
tahapan pendaftaran baik pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta,
maupun pendaftaran DPR, DPRD, dan DPRD Provinsi, serta DPRD
216 Kabupaten/Kota.
Kemudian
tahapan
kampanye
pemilu,
tahapan
pemungutan suara, dan yang terakhir tahapan pasca pemungutan suara.
Berdasarkan ketentuan UU No 10 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2)
Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih;
pendaftaran Peserta Pemilu;
penetapan Peserta Pemilu;
penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota;
6. masa kampanye;
7. masa tenang;
8. pemungutan dan penghitungan suara;
9. penetapan hasil Pemilu; dan
10. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota.
Kalau dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan umum penyelenggara pemilu
berdasarkan Pasal tersebut di atas, yaitu tahapan sebelum pemungutan
suara, tahapan saat pemungutan suara, dan tahapan pasca pemungutan
suara, maka tindak pidana pemilu berdasarkan 3 tahapan tersebut terdiri
dari :
1) Tahapan sebelum Pemungutan suara :
Tindak pidana yang berkaitan dengan tahapan sebelum
pemungutan suara yaitu :
pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih;
pendaftaran Peserta Pemilu;
penetapan Peserta Pemilu;
penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota;
f. masa kampanye;
g. masa tenang;
a.
b.
c.
d.
e.
217 Pasal-Pasal ketentuan tindak pidana yang terkait tahapan
sebelum pemungutan suara bisa di lihat dalam tabel berikut :
Tabel 3
Perumusan Tindak Pidana Berdasarkan tahapan sebelum pemungutan suara
N
o
1
Tahapan Sebelum
Pemungutan suara
pemutakhiran data
pemilih dan
penyusunan daftar
pemilih
Psl
Perbuatan
260
Setiap orang yang dengan sengaja
menyebabkan
orang
lain
kehilangan hak pilihnya
Setiap orang yang dengan sengaja
memberikan keterangan yang tidak
benar mengenai diri sendiri atau
diri orang lain tentang suatu hal
yang diperlukan untuk pengisian
daftar pemilih
Setiap
orang
yang
dengan
kekerasan atau dengan ancaman
kekerasan
atau
dengan
menggunakan kekuasaan yang ada
padanya pada saat pendaftaran
pemilih
menghalang-halangi
seseorang untuk terdaftar sebagai
pemilih dalam Pemilu menurut
Undang-Undang ini
Petugas PPS/PPLN yang dengan
sengaja tidak memperbaiki daftar
pemilih
sementara
setelah
mendapat masukan dari masyarakat
dan Peserta Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6),
Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat
(5)
Setiap anggota KPU, KPU provinsi,
KPU kabupaten/kota, PPK, PPS,
dan
PPLN
yang
tidak
menindaklanjuti temuan Bawaslu,
Panwaslu
provinsi,
Panwaslu
kabupaten/kota,
Panwaslu
kecamatan,
Pengawas
Pemilu
Lapangan dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri dalam melakukan
pemutakhiran
data
pemilih,
penyusunan dan pengumuman
daftar pemilih sementara, perbaikan
dan pengumuman daftar pemilih
sementara,
penetapan
dan
261
262
263
264
Sanksi/Pidana
Denda
Penjara
Min/Max
Min/Max
(Rp)
12.000.000
12 Bln - 24
Bln
24.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000
36.000.000
3 Bln - 6 Bln
3.000.000 6.000.000
6 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
218 2
pendaftaran Peserta
Pemilu
265
266
3
Penetapan Peserta
Pemilu
267
268
4
penetapan jumlah
kursi dan penetapan
daerah pemilihan
-
pengumuman daftar pemilih tetap,
dan rekapitulasi daftar pemilih tetap
yang merugikan Warga Negara
Indonesia yang memiliki hak pilih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 ayat (2)
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan curang untuk
menyesatkan
seseorang
atau
dengan memaksa atau dengan
menjanjikan atau memberikan
uang atau materi lainnya untuk
memperoleh
dukungan
bagi
pencalonan anggota DPD dalam
Pemilu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13
Setiap orang yang dengan sengaja
membuat surat atau dokumen
dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang memakai,
atau setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan surat atau
dokumen yang dipalsukan untuk
menjadi bakal calon anggota DPR,
DPD, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota atau calon Peserta
Pemilu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73
Setiap anggota KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota
yang tidak menindaklanjuti temuan
Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan
Panwaslu kabupaten/kota dalam
melaksanakan verifikasi partai
politik calon Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (3)
Setiap anggota KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota
yang tidak menindaklanjuti temuan
Bawaslu, Panwaslu provinsi dan
Panwaslu kabupaten/kota dalam
pelaksanaan
verifikasi
partai
politik calon Peserta Pemilu dan
verifikasi kelengkapan administrasi
bakal calon anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3)
dan dalam Pasal 70 ayat (3)
-
12 Bln - 36
Bln
12.000.000
36.000.000
36 Bln - 72
Bln
36.000.000
72.000.000
0
6 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
6 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
-
-
219 5
6
pencalonan anggota
DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD,
kabupaten/kota
masa kampanye
-
-
-
-
271
Setiap pelaksana kampanye yang
melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2)
3 Bln - 12
Bln
30.000.000
60.000.000
6 Bln - 24
Bln
25.000.000
50.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
272
273
274
275
Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua
Muda/hakim
Agung/hakim
Konstitusi, hakim-hakim pada
semua
badan
peradilan,
Ketua/Wakil Ketua dan anggota
Badan
Pemeriksa
Keuangan,
Gubernur,
Deputi
Gubernur
Senior, dan Deputi Gubernur Bank
Indonesia
serta
Pejabat
BUMN/BUMD yang melanggar
larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat (3)
Setiap pegawai negeri sipil,
anggota
Tentara
Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, kepala desa,
dan perangkat desa, dan anggota
badan permusyaratan desa yang
melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3)
dan ayat (5)
Pelaksana kampanye yang dengan
sengaja
menjanjikan
atau
memberikan uang atau materi
lainnya sebagai imbalan kepada
peserta kampanye secara langsung
ataupun tidak langsung agar tidak
menggunakan
haknya
untuk
memilih, atau memilih Peserta
Pemilu tertentu, atau menggunakan
haknya untuk memilih dengan cara
tertentu sehingga surat suaranya
tidak sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 87
Anggota KPU, KPU provinsi, KPU
kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal
KPU, pegawai Sekretariat Jenderal
KPU, sekretaris KPU provinsi,
pegawai sekretariat KPU provinsi,
sekretaris KPU kabupaten/kota,
dan pegawai sekretariat KPU
kabupaten/kota
yang
terbukti
melakukan tindak pidana Pemilu
220 276
277
278
279
ayat
1
279
ayat
dalam pelaksanaan kampanye
Pemilu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 123 ayat (1)
Setiap orang yang memberi atau
menerima
dana
kampanye
melebihi batas yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan
Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2)
Pelaksana kampanye yang terbukti
menerima sumbangan dan/atau
bantuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 139
Setiap orang yang dengan sengaja
mengacaukan, menghalangi, atau
mengganggu jalannya kampanye
Pemilu
Pelaksana kampanye yang karena
kelalaiannya
mengakibatkan
terganggunya
tahapan
penyelenggaraan Pemilu di tingkat
desa/kelurahan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105
Dalam
hal
tindak
pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan karena kesengajaan
2
280
281
7
masa tenang
280
Setiap pelaksana, peserta, atau
petugas kampanye yang terbukti
dengan sengaja atau lalai yang
mengakibatkan
terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu
Setiap orang yang dengan sengaja
memberikan keterangan tidak
benar
dalam
laporan
dana
kampanye sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 134 dan Pasal 135
ayat (1) dan ayat (2)
Setiap pelaksana, peserta, atau
petugas kampanye yang terbukti
dengan sengaja atau lalai yang
mengakibatkan
terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu
6 Bln - 24
Bln
1.000.000.
000 5.000.000.
000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000
36.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
6 Bln - 18
Bln
6.000.000 18.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
Dilihat dari tahapan pemilu pada tahapan masa kampanye,
lamanya masa kampanye berdasarkan Lampiran I, Peraturan KPU
Nomor: 19 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kampanye
221 Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan
Daerah,
Dan
Perwakilan
Rakyat
Daerah,
bahwa
(Kampanye dalam bentuk pertemuan terbatas mulai (tgl 12 Juli 2008
sampai dengan tgl 5 April 2009), kampanye untuk calon anggota DPR,
DPD dan DPRD (Kampanye dalam bentuk rapat umum tgl 16 Maret
2009 sampai dengan 5 April 2009). Sedangkan antara tanggal 6 April
2009 sampai dengan 8 April 2009 adalah masa tenang dimana tidak
boleh ada kegiatan kampanye pemilihan umum.
Jika dilihat dari definisi kampanye pemilu berdasarkan Pasal 1
ayat (26) UU No 10 Tahun 2008, kampanye pemilu adalah kegiatan
Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan
visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Dan Pasal 1 ayat (26) tersebut
dikaitkan dengan ketentuan pidana pada tahapan masa kampanye maka
definisi tersebut masih sangat sempit. Akibatnya jika terjadi pada masa
kampanye peserta pemilu melakukan kegiatan kampanye yang sudah
sesuai prosedur tentang pelaksanaan kampanye pemilu baik ke KPU
dan Kepolisian, namun dalam isinya tidak pernah menawarkan visi,
misi, dan program peserta pemilu seperti contoh : “contreng nomor 60
!!!”. Maka, hal tersebut bukanlah dikatakan kampanye pemilu yang
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (26). Akibatnya Pasal Pasal tentang
ketentuan tindak pidana pada tahapan masa kampanye tidak dapat
diterapkan. Namun definisi kampanye pemilu diperluas di dalam
222 Lampiran Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Perwakilan Rakyat Daerah, di
dalam Ketentuan Umum angka 7 yaitu . Kampanye pemilihan umum
adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan
menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu termasuk
mengajak memilih seseorang atau partai tertentu.
2) Tahapan Saat Pemungutan Suara :
Tindak pidana yang berkaitan dengan tahapan saat pemungutan
suara adalah :
a. tahapan pemungutan; dan
b. penghitungan suara.
Pasal-Pasal ketentuan tindak pidana yang terkait tahapan saat
pemungutan suara bisa di lihat dalam tabel berikut :
Tabel 4
Perumusan Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan tahapan saat pemungutan
suara
No
Tahapan Saat
Pemungutan suara
Pasal
Perbuatan
1
tahapan pemungutan
Suara
286
Setiap
orang
yang
dengan sengaja pada saat
pemungutan
suara
menjanjikan
atau
memberikan uang atau
materi lainnya kepada
pemilih supaya tidak
menggunakan
hak
pilihnya atau memilih
Peserta Pemilu tertentu
atau menggunakan hak
pilihnya dengan cara
tertentu sehingga surat
suaranya tidak sah
Sanksi/Pidana
Penjara
Denda
Min/Max
Min/Max (Rp)
12 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
223 287
288
289
290
291
292
294
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan
dan/atau
menghalangi
seseorang yang akan
melakukan haknya untuk
memilih atau melakukan
kegiatan
yang
menimbulkan gangguan
ketertiban
dan
ketenteraman
pelaksanaan pemungutan
suara
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
melakukan
perbuatan
yang menyebabkan suara
seorang pemilih menjadi
tidak
bernilai
atau
menyebabkan
Peserta
Pemilu
tertentu
mendapat
tambahan
suara atau perolehan
suara Peserta Pemilu
menjadi berkurang
Setiap
orang
yang
dengan sengaja pada saat
pemungutan
suara
mengaku dirinya sebagai
orang lain
Setiap orang yang pada
waktu pemungutan suara
dengan
sengaja
memberikan
suaranya
lebih dari satu kali di
satu atau lebih TPS
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
menggagalkan
pemungutan suara
Seorang majikan/atasan
yang tidak memberikan
kesempatan
kepada
seorang pekerja untuk
memberikan
suaranya
pada pemungutan suara,
kecuali dengan alasan
bahwa pekerjaan tersebut
tidak bisa ditinggalkan
Ketua
dan
anggota
KPPS/KPPSLN
yang
dengan sengaja tidak
6 Bln - 24 Bln
6.000.000 24.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
6 Bln - 18 Bln
6.000.000 18.000.000
7 Bln - 18 Bln
6.000.000 18.000.000
24 Bln - 60
Bln
24.000.000 60.000.000
6 Bln - 12 Bln
6.000.000 12.000.000
3 Bln - 12 Bln
3.000.000 12.000.000
224 295
2
penghitungan suara
288
memberikan surat suara
pengganti hanya satu kali
kepada pemilih yang
menerima surat suara
yang rusak dan tidak
mencatat surat suara
yang rusak dalam berita
acara
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
155 ayat (2)
Setiap
orang
yang
bertugas
membantu
pemilih yang dengan
sengaja memberitahukan
pilihan pemilih kepada
orang lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
156 ayat (2)
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
melakukan
perbuatan
yang menyebabkan suara
seorang pemilih menjadi
tidak
bernilai
atau
menyebabkan
Peserta
Pemilu
tertentu
mendapat
tambahan
suara atau perolehan
suara Peserta Pemilu
menjadi berkurang
3 Bln - 12 Bln
3.000.000 12.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
Dilihat dari tahapan tahapan pemilu, ketentuan tindak pidana
pemilu yang terdapat dalam KUHP jika diperbandingkan dengan Pasal
Pasal UU No 10 Tahun 2008 dalam tabel 2 dan tabel 4 nomor (1)
adalah
berada dalam
tahapan pada saat pemungutan suara.
Berdasarkan Peraturan KPU No.03 Tahun 2009 tentang Pedoman
Teknis Pelaksanaan Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat
Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
225 Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota Tahun 2009, bahwa tahapan pelaksanaan pemilu dari
pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.00 adalah tahapan pemungutan
suara. Pukul 12.00 sampai selesai adalah tahapan penghitungan suara
yang dilakukan KPPS.
3) Tahapan Pasca Pemungutan Suara :
Tindak pidana yang berkaitan dengan tahapan pasca pemunguta suara
adalah :
a. penetapan hasil Pemilu; dan
b. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal-Pasal ketentuan tindak pidana yang terkait tahapan pasca
pemungutan suara bisa di lihat dalam tabel berikut :
Tabel 5
Perumusan Tindak Pidana Berdasarkan tahapan sesudah pemungutan suara
No
Tahapan Pasca
Pemungutan suara
Psl
Perbuatan
1
penetapan hasil
Pemilu
288
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan
perbuatan
yang
menyebabkan
suara
seorang
pemilih menjadi tidak bernilai atau
menyebabkan Peserta Pemilu
tertentu mendapat tambahan suara
atau perolehan suara Peserta
Pemilu menjadi berkurang
Setiap
orang
yang
karena
kelalaiannya menyebabkan rusak
atau hilangnya berita acara
pemungutan dan penghitungan
suara
dan
sertifikat
hasil
penghitungan suara yang sudah
disegel
Setiap orang yang dengan sengaja
mengubah berita acara hasil
297
298
Sanksi/Pidana
Denda
Penjara
Min/Max
Min/Max
(Rp)
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
12 Bln - 60
Bln
500.000.000
120.000.000
13 Bln - 60
Bln
500.000.000
-
226 299
ayat
1
299
ayat
penghitungan
suara
dan/atau
sertifikat hasil penghitungan suara
Anggota KPU, KPU provinsi,
KPU kabupaten/kota, dan PPK
yang
karena
kelalaiannya
mengakibatkan
hilang
atau
berubahnya berita acara hasil
rekapitulasi
penghitungan
perolehan suara dan/atau sertifikat
penghitungan suara
Dalam
hal
tindak
pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan karena kesengajaan
2
300
301
302
303
304
Setiap orang yang dengan sengaja
merusak,
mengganggu,
atau
mendistorsi
sistem
informasi
penghitungan suara hasil Pemilu
Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN
yang dengan sengaja tidak
membuat dan menandatangani
berita acara perolehan suara
Peserta Pemilu dan calon anggota
DPR,
DPD,
dan
DPRD
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 154 ayat (3)
Setiap
KPPS/KPPSLN
yang
dengan sengaja tidak memberikan
salinan satu eksemplar berita acara
pemungutan dan penghitungan
suara,
dan
sertifikat
hasil
penghitungan suara kepada saksi
Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu
Lapangan, PPS, dan PPK melalui
PPS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3)
Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak
menjaga, mengamankan keutuhan
kotak suara, dan menyerahkan
kotak suara tersegel yang berisi
surat
suara,
berita
acara
pemungutan suara, dan sertifikat
hasil penghitungan suara, kepada
PPK melalui PPS atau kepada
PPLN bagi KPPSLN pada hari
yang sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat
(5)
Setiap Pengawas Pemilu Lapangan
yang tidak mengawasi penyerahan
kotak suara tersegel kepada PPK
dan Panwaslu kecamatan yang
120.000.001
6 Bln - 12
Bln
6.000.000 12.000.000
12 Bln - 24
Bln
6.000.000 12.000.000
60 Bln 120 Bln
500.000.000
1.000.000.00
0
12 Bln - 24
Bln
12.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
3,000,000 12,000,000
6 Bln - 18
Bln
6,000,000 18,000,000
6 Bln - 24
Bln
6,000,000 24,000,000
227 305
306
2
pengucapan
sumpah/janji
anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan
DPRD
kabupaten/kota
-
tidak mengawasi penyerahan kotak
suara tersegel kepada KPU
kabupaten/kota
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6)
Setiap PPS/PPLN yang tidak
mengumumkan hasil penghitungan
suara dari seluruh TPS/TPSLN di
wilayah kerjanya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 181
Dalam hal KPU tidak menetapkan
perolehan hasil Pemilu anggota
DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota secara
nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 199 ayat (2), anggota
KPU
-
3 Bln - 2
Bln
3,000,000 12,000,000
24 Bln - 60
Bln
240,000,000
600,000,000
-
-
Dilihat dari ketiga tabel 3, 4, dan tabel 5 tersebut di atas, ada
beberapa tahapan pemilu yang tidak ada ketentuan pidana pemilu
secara definitif berdasarkan tahapan pemilu. Tahapan-tahapan Pemilu
yang tidak ada ketentuan pidana pemilu tersebut adalah :
1. Tahapan penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah
pemilihan;
2. Tahapan pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
dan DPRD, kabupaten/kota; dan
3. Tahapan pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Kemudian jika dilihat lebih jauh tentang tindak pidana money
politic berdasarkan tahapan di atas yang terdapat dalam Pasal 265
(tahapan pendaftaran pemilih untuk dukungan Pencalonan Anggota
DPD) , Pasal 274 (tahapan masa kampanye), dan Pasal 286 (tahapan
228 pemungutan suara). Maka, di luar ketiga tahapan tersebut tidak ada
ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana pemilu money politic.
Tindak pidana Pasal 265 adalah tindak pidana money politic
tahapan pendaftaran pemilih untuk dukungan calon anggota DPD
walau subjek hukumnya adalah setiap orang, namun hanya
dikhususkan untuk pemilihan dukungan caleg DPD sedangkan
pendaftaran pemilih untuk caleg DPR, DPRD kabupaten maupun
propinsi tidak diatur tentang money politic.Walau memang jika dilihat
ketentuan persyaratan untuk menjadi caleg DPR, DPRD berbeda
dengan DPD karena untuk jadi peserta caleg DPR,DPRD dalam Pasal
7 UU pemilu adalah partai politik. Sedangkan tindak pidana money
politic dalam Pasal 274 subjek hukum yang hanya bisa dikenai adalah
pelaksana kampanye, sedangkan pelaksana kampanye adalah orang
yang terdaftar di dalam daftar pelaksana kampanye di KPU secara
resmi. Di luar itu yang tidak terdaftar sebagai pelaksana kampanye
resmi dari daftar KPU, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang
money politic. Pasal 286 adalah tindak pidana money politic yang
hanya bisa diterapkan pada masa pemungutan suara yaitu tanggal 9
April tahun 2009 dari jam 07.00 sampai dengan jam 12.00. Akibatnya
di luar jam tersebut Pasal ini tidak bisa diterapkan.
229 3.3
Tindak Pidana Pemilu Yang Dilakukan Di Luar Teritorial Negara
Republik Indonesia
Menurut ketentuan UU No 10 Tahun 2008 Pasal 1 ayat (22) Pemilih
adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh
belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Dan Penduduk Warga
Negara Indonesia ada yang berdomisili di dalam negeri maupun di luar
negeri, hal ini di sebutkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (20) UU No 10
Tahun 2008. Sehingga dapat diartikan ada Pemilih Pemilu Tahun 2009
yang berdomisili di luar negeri.
Ketentuan tindak pidana pemilu yang dapat terjadi di luar teritorial
Negara Republik Indonesia sudah diatur di dalam UU Nomor 10 Tahun
2008. Hal ini bisa dilihat dalam tabel 6 :
Tabel 6
Perumusan Tindak Pidana Pemilu Yang dilakukan di Luar Teritorial NKRI
No
Pasal
1
260
2
261
3
4
262
263
Perbuatan
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan
orang lain kehilangan hak pilihnya
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri
atau diri orang lain tentang suatu hal yang
diperlukan untuk pengisian daftar pemilih
Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan
ancaman kekerasan atau dengan menggunakan
kekuasaan yang ada padanya pada saat
pendaftaran
pemilih
menghalang-halangi
seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam
Pemilu menurut Undang-Undang ini
Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak
memperbaiki daftar pemilih sementara setelah
mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta
Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5)
Sanksi/Pidana
Penjara
Denda
Min/Max Min/Max (Rp)
12 Bln - 24
Bln
12.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
3 Bln - 6
Bln
3.000.000 6.000.000
230 5
6
7
8
9
264
265
266
269
270
10
271
11
274
Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU
kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak
menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu
provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu
kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan
pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan
pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan
dan pengumuman daftar pemilih sementara,
penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap,
dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang
merugikan Warga Negara Indonesia yang
memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (2)
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang
atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota
DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13
Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat
atau dokumen dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang
yang dengan sengaja menggunakan surat atau
dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal
calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam
Pasal 73
Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye
di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh
KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82
Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan
pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h,
atau huruf i
Setiap pelaksana kampanye yang melanggar
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84
ayat (2)
Pelaksana kampanye yang dengan sengaja
menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye
secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak
menggunakan haknya untuk memilih, atau
memilih
Peserta
Pemilu
tertentu,
atau
menggunakan haknya untuk memilih dengan cara
tertentu sehingga surat suaranya tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87
6 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
36 Bln - 72
Bln
36.000.000 72.000.0000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
30.000.000 60.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
231 12
276
13
277
14
278
15
280
16
17
18
19
281
286
287
288
20
289
21
290
22
291
23
292
24
293
Setiap orang yang memberi atau menerima dana
kampanye melebihi batas yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1)
dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2)
Pelaksana kampanye yang terbukti menerima
sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 139
Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan,
menghalangi,
atau
mengganggu
jalannya
kampanye Pemilu
Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye
yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang
mengakibatkan
terganggunya
tahapan
penyelenggaraan Pemilu
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan
keterangan tidak benar dalam laporan dana
kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal
134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2)
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat
pemungutan suara menjanjikan atau memberikan
uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya
tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih
Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak
pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat
suaranya tidak sah
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau
menghalangi seseorang yang akan melakukan
haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan
yang menimbulkan gangguan ketertiban dan
ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang menyebabkan suara seorang
pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan
Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara
atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi
berkurang
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat
pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang
lain
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara
dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari
satu kali di satu atau lebih TPS
Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan
pemungutan suara
Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan
kesempatan kepada seorang pekerja untuk
memberikan suaranya pada pemungutan suara,
kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut
tidak bisa ditinggalkan
Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau
menghilangkan hasil pemungutan suara yang
6 Bln - 24
Bln
1.000.000.000 5.000.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
12 Bln - 36
Bln
6.000.000 36.000.000
6 Bln - 24
Bln
6.000.000 24.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
6 Bln - 18
Bln
6.000.000 18.000.000
7 Bln - 18
Bln
6.000.000 18.000.001
24 Bln - 60
Bln
24.000.000 60.000.000
6 Bln - 12
Bln
6.000.000 12.000.000
12 Bln - 36
Bln
12.000.000 36.000.000
232 25
26
27
294
295
297
28
298
29
300
30
301
31
32
33
34
35
302
303
305
307
308
sudah disegel
Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan
sengaja tidak memberikan surat suara pengganti
hanya satu kali kepada pemilih yang menerima
surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat
suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2)
Setiap orang yang bertugas membantu pemilih
yang dengan sengaja memberitahukan pilihan
pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 156 ayat (2)
Setiap orang yang karena kelalaiannya
menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara
pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara yang sudah disegel
Setiap orang yang dengan sengaja mengubah
berita acara hasil penghitungan suara dan/atau
sertifikat hasil penghitungan suara
Setiap orang yang dengan sengaja merusak,
mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi
penghitungan suara hasil Pemilu
Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan
sengaja tidak membuat dan menandatangani berita
acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon
anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3)
Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak
memberikan salinan satu eksemplar berita acara
pemungutan dan penghitungan suara, dan
sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi
Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS,
dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3)
Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga,
mengamankan keutuhan kotak suara, dan
menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi
surat suara, berita acara pemungutan suara, dan
sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK
melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN
pada hari yang sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5)
Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil
penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di
wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 181
Setiap orang atau lembaga yang melakukan
penghitungan cepat yang mengumumkan hasil
penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan
suara
Setiap orang atau lembaga yang melakukan
penghitungan cepat yang tidak memberitahukan
bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.000
3 Bln - 12
Bln
3.000.000 12.000.001
12 Bln - 60
Bln
500.000.000 120.000.000
13 Bln - 60
Bln
500.000.000 120.000.001
60 Bln 120 Bln
500.000.000 1.000.000.000
12 Bln - 24
Bln
12.000.000 24.000.000
3 Bln - 12
Bln
3,000,000 12,000,000
6 Bln - 18
Bln
6,000,000 18,000,000
3 Bln - 2
Bln
3,000,000 12,000,000
6 Bln - 18
Bln
6,000,000 18,000,000
6Bln - 18
Bln
6,000,000 18,000,000
233 36
37
310
311
hasil resmi Pemilu
Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi,
Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan,
dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas
Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak
menindaklanjuti temuan dan/atau
laporan
pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota
KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu
Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan
pelanggaran
pidana
Pemilu
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262,
Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal
276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287,
Pasal 288, Psl 289, Psl 290, Pasal 291, Pasal 293,
Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300.
3 Bln - 36
Bln
3,000,000 36,000,000
maka pidana bagi yang
bersangkutan ditambah 1/3
(satu pertiga) dari ketentuan
pidana yang ditetapkan dalam
Pasal-Pasal tersebut.
Dilihat dari Pasal-Pasal tersebut di atas tidak ada satu pasalpun yang
menyebutkan secara umum dan tegas apa yang disebut tindak pidana
yang dapat diterapkan di luar teritorial NKRI. Namun terdapat 36 pasal
yang secara tidak langsung terdapat ketentuan perumusan tindak pidana
pemilu yang dapat diterapkan di luar teritorial NKRI. Ketentuan tindak
pidana tersebut menurut subjek hukumnya yang dapat melakukan tindak
pidana pemilu di luar Teritorial NKRI adalah :
1. Setiap Orang yang di luar teritorial NKRI;
2. Panitia Pemilihan LN;
3. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara LN;
4. Pengawas Pemilu LN; dan
5. Pelaksana, Petugas, Peserta Kampanye yang di luar Teritorial NKRI.
Karena Tindak pidana pemilu tersebut dapat terjadi di luar teritorial
NKRI sedangkan sistem hukum di luar negeri berbeda dengan sistem
Hukum Indonesia maka bisa terjadi dalam Undang-undang No 10 Tahun
2008 disebut tindak pidana pemilu namun di luar negeri tidak ada
234 ketentuan yang menyebutkan hal tindak pidana pemilu tersebut. Tindak
pidana
pemilu
yang
bersifat
transnasional
atau
lintas
negara
mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum suatu negara dengan
negara lain yang memerlukan penanganan melalui hubungan baik
berdasarkan hukum di masing-masing negara.
Berdasarkan asas hukum pidana secara umum yaitu asas personalitas
atau nasional aktif, maka pangkal diadakannya asas personalitas ialah
kewarganegaraan pembuat delik. Asas tersebut terdapat di dalam Pasal 5
KUHP Indonesia yang mengandung sistem, bahwa Hukum Pidana
Indonesia mengikuti warganegaranya ke luar Indonesia.133 Dengan
demikian setiap warganegara Indonesia yang berada di luar negeri berlaku
UU No 10 Tahun 2008 khususnya tentang ketentuan tindak pidana
pemilu.
Sedangkan asas nasional pasif atau asas perlindungan berlaku bagi
seorang asing di luar negeri menipu seorang warga negara Indonesia,
orang itu tidak akan di tuntut pidana bilamana ia kemudian berkunjung ke
Indonesia. Pemerintah Indonesia menaruh kepercayaan kepada negara
asing untuk menuntut dan memidana warganegaranya yang menipu warga
negara Indonesia, sebagaimana kita di Indonesia akan melindungi hak
individual orang asing yang ditipu dan sebagainya.134
133
H.A.Zainal Abidin Farid,Hukum Pidana I,Cetakan II,Jakarta,Sinar Grafika, 2007, Hal 155. Idem.,Hal 157 134
235 Berdasarakan asas nasional pasif dalam hukum pidana maka bagi
pelaku tindak pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008 yang dilakukan orang
asing yang bukan warganegara Indonesia di luar wilayah teritorial NKRI
bisa diterapkan dengan melakukan kerja sama dengan negara asing yang
bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang No 1 Tahun 2006 tentang
Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana yang berbunyi :
“Undang-Undang ini bertujuan memberikan dasar hukum bagi
Pemerintah Republik Indonesia dalam meminta dan/atau
memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan
pedoman dalam membuat perjanjian bantuan timbal balik
dalam masalah pidana dengan negara asing.”
Maka, dalam hal kerjasama tindak pidana pemilu yang terjadi di luar
wilayah teritorial NKRI, pemerintah membuat perjanjian bantuan timbal
balik dalam masalah pidana.
Perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana yang sudah ada
adalah Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dan sudah disahkan
dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty
On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang
Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana), selanjutnya disebut UU
No.15 Tahun 2008.
Adapun negera negara asing yang ikut mengesahkan MLA tersebut
adalah negara tertuang dalam Penjelasan Umum UU No.15 Tahun 2008
yakni :
236 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Brunei Darussalam,
Kamboja,
Laos,
Malaysia,
Filipina,
Singapura, dan
Vietnam135
Namun Tidak semua negara telah membuat perjanjian MLA dengan
Indonesia, seperti Arab Saudi dan Jepang dan negara negara asing lainnya
sehingga penerapan tindak pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008 di
negara asing tidak semuanya bisa dilakukan.
Menurut
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana, ada
perbedaan kewajiban antara negara yang sudah membuat perjanjian MLA
dengan yang belum. Kalau dengan negara yang belum memiliki
perjanjian MLA dengan Indonesia, sifat perbantuan yang diberikan
negara setempat hanya berdasarkan kesukarelaan. Berbeda jika perjanjian
MLA itu telah dikukuhkan kedua belah pihak (negara), “Sudah menjadi
kewajiban dari negara setempat untuk memperbolehkan Indonesia
melakukan penyidikan itu.” 136
Dengan demikian berdasarkan UU No.1 Tahun 2006 dan UU No 15
Tahun 2008, semua tindak pidana termasuknya tindak pidana pemilu UU
No.10 Tahun 2008 bisa diterapkan di luar wilayah teritorial NKRI baik
secara wajib oleh negara negara yang telah efektif sepakat dengan MLA
135
Penjelasan UU No 15 Tahun 2008 Tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana) 136
Hikmahanto Juwana, Sulitnya menindak Pelaku Pelanggar Pidana Pemilu Di Luar Negeri, di dalam www.hukumonline.com, diakses tanggal 28 April 2009. 237 dan secara sukarela terhadap negara yang belum sepakat dengan
perjanjian MLA.
3.4
Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Asas-Asas Pemilihan Umum
Seperti diketahui asas-asas penyelenggara pemilihan Umum bisa
diketemukan dalam ketentuan UU No 22 Tahun 2007 Pasal 2 yang
berbunyi :
Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:
a. mandiri;
b. jujur;
c. adil;
d. kepastian hukum;
e. tertib penyelenggara Pemilu;
f. kepentingan umum;
g. keterbukaan;
h. proporsionalitas;
i. profesionalitas;
j. akuntabilitas;
k. efisiensi; dan
l. efektivitas.
Sedangkan asas-asas pemilihan Umum Legislatif dalam UU No 10
Tahun 2008 Pasal 2 berbunyi :
“Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.”
Tindak pidana pemilu yang di atur dalam Bab XXI UU No 10 tahun
2008 tentang Ketentuan Pidana Pemilu merupakan satu kesatuan baik
dengan asas penyelenggara pemilu yang tertuang dalam UU No 22 Tahun
2007 maupun asas-asas pemilu Legislatif di dalam UU No 10 Tahun 2008.
Sehingga Ketentuan Pidana Pemilu tidak bisa bertentangan dengan asasasas tersebut. Karena di dalam konsiderans UU No 10 Tahun 2008 salah
238 satu dasar hukum rasio legis dibuatnya UU No 10 Tahun 2008 adalah UU
No 22 tahun 2007.
Dalam hal ini yang akan dibahas hanyalah mengenai asas-asas
pemilihan umum legislatif yaitu asas Langsung, Umum, Bebas, rahasia,
Jujur dan Adil.
a. Asas Langsung
Dalam penjelasan UU No 10 Tahun 2008 pengertian asas
Langsung adalah Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk
memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati
nuraninya, tanpa perantara. Pemilihan umum secara langsung oleh
rakyat
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna
menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Asas ini berusaha melindungi WNI dari tahapan pendaftaran
untuk mendapatkan hak suara atau menjadi pemilih hingga pada
tahapan saat pemungutan suara. Maksud dengan “pemilih mempunyai
hak untuk memberikan suaranya” berati setiap pemilih memiliki nilai
satu suara dan setiap orang tidak diperbolehkan menghilangkan secara
sengaja hak orang lain untuk memberikan suaranya, dengan
kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi orang untuk menjadi
239 pemilih untuk mendapatkan hak memberikan suara. Tindakan tersebut
merupakan tindakan pidana pemilu.
Maksud dengan kehendak hati nuraninya berarti tanpa paksaan,
ancaman kekerasan atau dengan kekerasan atau pengaruh dari orang
lain. Apabila perbuatan tersebut dilakukan, hal tersebut dikatakan
sebagai tindak pidana pemilu Pasal 260 yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain
kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12
(dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah).”;
Pasal 262 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada
padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi
seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu
menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh
enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah).”;
Pasal 286 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan
suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak
pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau
menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga
surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah).”
Pasal 287 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang
240 yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan
kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan
ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
Pasal 288 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak
bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu
mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta
Pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,
00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Online137 kata perantara
mengandung makna:
1. orang (negara dsb) yg menjadi penengah (dl perselisihan,
perbantahan, dsb) atau penghubung (dl perundingan);
2. pialang; makelar; calo (dl jual beli dsb);
Sistem Pemilu Indonesia menjamin setiap WNI memiliki wakil
yang duduk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi
rakyat disetiap tingkatan pemerintahan pusat hingga daerah secara
langsung tanpa perantara. Berarti berdasarkan asas ini setiap orang
WNI yang mempunyai hak pilih dilarang menggunakan perantara
seperti makelar suara, calo suara, orang yang mengaku orang lain
bukan dirinya dan sebagainya.
137
Kamus Besar Bahasa Indonesia, didalam http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 29 April 2009. 241 Hal ini dilindungi dalam ketentuan tindak pidana pemilu dalam
Pasal 289 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan
suara mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).”
Adapun bagi pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang
mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS
dijamin oleh pemerintah untuk tetap memberikan suaranya tanpa
perantara dan sesuai hati nurani. Hal ini diatur dalam Pasal 156 ayat
(1) UU No 10 Tahun 2008 yang berbunyi :
“Adapun bagi pemilih tunanetra, tunadaksa , dan yang
mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di
TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.”
Pasal tersebut di atas disebutkan adanya pembantu pemilih,
pembantu pemilih diperbolehkan oleh undang-undang selama atas
permintaan pemilih Pembantu pemilih bukanlah disebut sebagai
perantara jika selama berfungsi hanya sebagai pembantu tidak dalam
posisi sebegai pemegang hak memilih. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pembantu hanya berfungsi sebagai memberi sokongan
(tenaga dsb) supaya kuat (kukuh, berhasil baik, dsb); menolong: kita
wajib - orang yg lemah;. Sehingga pembantu pemilih berfungsi
sebagai membantu memberikan sokongan tenaga supaya pemilih kuat
berhasil baik menggunakan hak pilihnya secara maksimal.
242 b. Asas Umum
Penjelasan UU NO.10 Tahun 2008 yang dimaksud dengan asas
umum adalah berarti menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh
bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan pekerjaan dan status
sosial. Berdasarkan
pengertian
pemilih
adalah
Warga
Negara
Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih
atau sudah/pernah kawin. Maka pengertian tersebut tidak bertentangan
dengan asas umum, karena yang didiskrimanisikan adalah berdasarkan
umur. Bagi warga negara Indonesia yang belum berumur genap 17
Tahun belum dijamin kesempatannya dalam menjadi pemilih dalam
pemilu kecuali sudah/pernah kawin.
Sesuai ketentuan Bab VI tentang Penyusunan Daftar Pemilih
dalam UU No 10 tahun 2008, pemilih baru bisa menggunakan hak
pilihnya jika sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap. Daftar
Pemilih Tetap merujuk kepada Daftar Pemilih Sementara yang di
umumkan ke masyarakat yang diambil dari data penduduk baik dari
data nama, umur, jenis kelamin, status keluarga, pekerjaan,
yang
diberikan pemerintah pusat maupun daerah. Sehingga Daftar Pemilih
Tetap adalah seluruh data Penduduk Warga Negara Indonesia baik
berdomisili di Dalam Negeri maupun Luar Negeri yang sudah berumur
genap 17 Tahun ke atas atau sudah/pernah menikah. Dengan demikian
243 data penduduk yang masih berumur di bawah 17 tahun tidak terdaftar
dalam DPT dan di luar daftar pemilih tetap tidak bisa melaksanakan
hak pilihnya.
Perihal demikian tentu berpotensi menimbulkan beberapa
kemungkinan permasalahan seperti :
1. Ada warga negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 tahun
atau sudah/pernah menikah tidak terdaftar di dalam DPT.
2. Ada warga negara Indonesia yang belum mempunyai hak pilih atau
belum memiliki kriteria sebagai pemilih terdaftar dalam DPT.
3. Adanya data pemilih fiktif yang sebenarnya tidak ada warga negara
Indonesia tersebut namun terdaftar dalam DPT.
Hal ini tentu jika terjadi akan sangat merugikan semua pihak,
dan akan mencederai kualitas demokrasi yang menginginkan hasil
yang murni. Dengan demikian rawan dan pentingnya DPT karena
menentukan jumlah total pemilih yang bisa menggunakan hak pilihnya
sesuai dengan asas umum maka hal ini perlu diadakan ketentuan
pidana pemilu yang mengaturnya. Hal ini terdapat di dalam Pasal :
Sengaja menyebabkan Orang Lain Kehilangan Hak Pilih.
Pasal 260
“Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain
kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling
banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
Memberi Keterangan Tidak Benar.
Pasal 261
“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang
tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu
hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
244 bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Dengan Kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi orang
terdaftar sebagai pemilih.
Pasal 262
“Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya
pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk
terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang
ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”
Penyelenggara Pemilu sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih
sementara.
Pasal 263
“Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar
pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan
Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6),
Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan
dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan
paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).”
Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan
Penyelenggara Pengawas Pemilihan tentang data pemilih yang
merugikan warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih.
Pasal 264
“Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu,
Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan
pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman
daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar
pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan
Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)
dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”
245 c. Asas Bebas
Dalam penjelasan UU NO 10 Tahun 2008 yang dimaksud
dengan asas bebas adalah berarti setiap warga negara yang berhak
memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari
siapapun.
Menurut Sukarna pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan
secara
bebas. Syarat agar pemilu berlangsung secara bebas ada
sepuluh, yakni:
1. Aman. Dalam suatu negara yang tidak aman tidak akan dapat
dilakukan pemilihan umum.
2. Tertib. Suatu pemilihan umum yang tidak berjalan tertib tidak akan
menjamin suatu hasil yang baik.
3. Adil. Suatu pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi harus
tetap menjunjung tinggi keadilan yaitu tidak adanya penindasan
dan paksaan.
4. Kemerdekaan perorangan. Pemilihan umum yang bebas hanya
akan dapat dilakukan apabila setiap orang sebagai warga negara
dilindungi atau dijamin kemerdekaannya oleh undang-undang.
5. Kesejahteraan Masyarakat. Suatu masyarakat yang sejahtera yaitu
bebas dari kemiskinan dan ketakutan akan dapat melakukan
pilihannya secara bebas tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
dapat mengganggu kemerdekaannya untuk memilih.
6. Pendidikan. Dalam masyarakat yang warga negaranya sebagaian
besar buta huruf akan sukar untuk dijalankan pemilihan umum
secara bebas karena komunikasi dua arah tidak bisa dijalankan
secara sempurna.
7. Terdapat partai politik dari satu. Pemilihan umum yang bebas
hanya dapat terselenggara apabila dalam negara itu terdapat lebih
dari satu partai politik, sehingga rakyat dapat memilih mana yang
lebih cocok dengan pendiriannya masing-masing.
8. Terdapat media pers yang bebas. Pers yang bebas merupakan
syarat untuk alat komunikasi antara pemimpin politik dengan
rakyat sehingga pemimpin politik dapat mengemukakan tujuan dari
partainya tadi, maka rakyat akan dapat menilai mana yang paling
baik untuk menentukan pilihannya.
246 9. Terdapat open management. Suatu pemilihan umum yang bebas
hanya dapat terselenggara apabila negara itu menjalankan open
management yaitu adanya free social support atau dukungan yang
bebas dari masyarakat terhadap pemerintahan dan adanya free
social control atau pengawasan yang bebas dari masyarakat
terhadap aparatur pemerintahan dan adanya
free social
responsibility atau pertanggungjawaban yang bebas dari
kebohongan oleh pihak pemerintah.
10. Terdapat Rule of law. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya
dapat dilakukan dalam negara yang menjalankan rule of law yaitu
baik pemerinta maupun rakyat sama-sama taat menjalankan
undang-undang.138
Terkait dengan tindak pidana pemilu, Asas bebas tercermin
kepada ketentuan Pasal :
Pasal 265 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang
untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan
menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dipidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah).”
Pasal 274 yang berbunyi :
“Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada
peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar
tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta
Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan
cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
Pasal 278 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau
mengganggu jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan pidana
138
Sukarna,Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981, hal 83 247 penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah).”
Pasal 286 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara
menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada
pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih
Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara
tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam
juta rupiah).”
Pasal 287 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan
melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang
menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan
pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
Pasal 292 yang berbunyi :
“Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada
seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan
suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa
ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Pasal 295 yang berbunyi :
“Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja
memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan
dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
248 d. Asas Rahasia
Rahasia, berarti di dalam melaksanakan haknya, setiap warga
negara dijamin keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih
sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dalam memberikan suaranya,
pemilih dijamin bahwa pilihanya tidak akan diketahui oleh pihak
manapun.
Hal ini tercermin di dalam ketentuan Pasal 285 dalam hal
kewajiban perusahan pencetak surat suara untuk menjaga surat suara.
Pasal 285 berbunyi :
“Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga
kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48
(empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
e. Asas Jujur dan Adil
Jujur dan adil berarti pemilih memberikan suaranya pada surat
suara bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama,
serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Menurut Aristoteles, Keadilan itu terdiri dari keadilan
distributif dan keadilan kumutatif. Keadilan Distributif adalah keadilan
yang memberikan kepada setiap orang jatah sesuai jasanya. Sedangkan
keadilan kumutatif yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap
249 orang jatah yang sama banyaknya, tanpa mengingat jasa masingmasing.
Hal asas adil dalam pemilu yang dimaksud adalah keadilan
kumutatif, di mana setiap orang memiliki satu suara tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama.
Asas ini tercermin dan dilindungi oleh ketentuan pidana pemilu
Pasal 289 dan Pasal 290 :
Pasal 289 yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara
mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta
rupiah).”
Pasal 290 yang berbunyi :
“Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja
memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).”
Jika ditinjau lebih jauh dari segi pelakunya, tindak pidana pemilu dalam UU
No. 10 Tahun 2008 dapat dibagi menjadi dua jenis tindak pidana (delik), yaitu
delik komun (tindak pidana yang bisa dilakukan setiap orang/siapa saja) dan delik
Propia (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai
jabatan tertentu, jadi tidak setiap orang). Dalam undang-undang ini sebanyak 24
Pasal yang disebut dengan delik komun yang bisa dilakukan oleh siapa saja, ini
tercermin dari kata “setiap orang”. Adapun seperti Pasal 292 tergolong delik
250 propia karena pelaku tindak pidananya hanya mereka yang tergolong
“majikan/atasan”. Jadi, tidak setiap orang dapat melakukan tindak pidana di
dalam Pasal 292 itu.
4. Beberapa Perbandingan Ketentuan Khusus Hukum Pidana Pemilu yang
Menyimpang atau Berbeda Dari Ketentuan Hukum Pidana Umum
Hukum Pidana Pemilu sebagai hukum pidana khusus mempunyai watak
tersendiri, yang menyimpang dari hukum pidana umum.
a. Perluasan Subjek Hukum Pidana (Pemidanaan Badan Hukum)
Bahwa kalau hukum pidana umum hanya mengenal orang perseorang
sebagai subyek hukum, hukum pidana pemilu telah memperluas tidak hanya
orang perseorang yang dapat dituntut karena melakukan tindak pidana
pemilu, akan tetapi badan hukum pun dapat dituntut karena melakukan
tindak pidana pemilu.
Menurut Fully Handayani R yang dapat dikategorisasikan sebagai
subjek hukum adalah Manusia (Natuurlijk Persoon) dan Badan Hukum
(Recth Persoon). Sedangkan Badan Hukum adalah suatu perkumpulan atau
lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai
subyek hukum badan hukum mempunyai syarat syarat yang telah ditentukan
oleh hukum yaitu : (teori kekayaan bertujuan) : 1.Memiliki kekayaan yang
terpisah dari kekayaan anggotanya. 2. Hak dan kewajiban badan hukum
terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya. Badan hukum terbagi
menjadi dua macam
yaitu badan hukum privat (seperti PT, Koperasi,
251 Yayasan), dan badan hukum publik (seperti Negara dan Instansi
Pemerintah).139
Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 284 dan Pasal 285 UU No
10 tahun 2008 :
Pasal 284 yang berbunyi :
“Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja
mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan
paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Pasal 285 yang berbunyi :
“Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga
kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama
48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Ada dua cara untuk memidana korporasi, yaitu :
1. Korporasi dapat dikenakan pidana atas dasar asas strict liability atas
kejahatan yang dilakukan oleh pegawainya;
2. Korporasi dapat dikenakan pidana atas dasar teori identifikasi. Teori
Identifikasi sebagaimana disebutkan di atas adalah salah satu teori yang
menjustifikasi pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana.
Teori ini menyebutkan bahwa tindakan dan kehendak dari direktur
adalah juga merupakan tindakan dan kehendak dari korporasi (the acts
and state of mind of the persooan are the acts and state of mind of the
corporation).140
139
Fully Handayani,Pengantar Ilmu Hukum,di dalam http://repository.ui.ac.id , diakses pada tanggal 05 Juni 2009. 140
Setya Wahyudi, Pembaharuan Hukum Pidana,Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2006, Hal 40. 252 Namun badan hukum yang dimaksud dalam kedua Pasal tersebut di
atas adalah badan hukum atau perusahaan yang berkaitan dengan pencetak
surat suara pemilu yang subjek hukumnya bersifat hanya khusus untuk
perusahaan pencetak surat suara pemilu yang ditunjuk. Akibatnya tidak
semua perusahaan bisa dikenai sanksi tindak pidana pemilu.
b. Perbedaan Delik Pemilu Berupa Pelanggaran.
Tindak pidana pemilu dalam hal ini melakukan hal pembaharuan
tindak pidana terkait dengan masalah kualifikasi dan klasifikasi tindak
pidana. Menurut KUHP (WvS) tindak pidana dibagi dalam dua bentuk yaitu
Pelanggaran (tindak pidana yang ancaman hukumannya kurang dari 12 bulan
) dan kejahatan (ancaman hukumannya 12 bulan ke atas). Sedangkan dalam
tindak pidana pemilu tidak membedakan Kejahatan dan Pelanggaran, namun
lebih menggunakan istilah pelanggaran tindak pidana pemilu. Hal ini dapat
dilihat dalam ketentuan Pasal 252 UU No 10 Tahun 2008 yang berbunyi :
“Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan
pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang
penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum.”
c. Stelsel Pemidanaan Pemilu Berbentuk Kumulatif
Dalam KUHP maupun dalam UU lain ada beberapa rumusan bentuk
sanksi :
1. Stelsel Alternatif
Ciri khas suatu UU mengatur stelsel pemidanaan yang alternatif yaitu
norma dalam UU ditandai dengan kata “atau”. Misalnya ada norma
dalam UU yang berbunyi “… diancam dengan pidana penjara atau
253 pidana denda …”. Contoh UU yang menganut stelsel ini yaitu KUHP,
UU Merek.
2. Stelsel Kumulatif
Stelsel kumulatif ini ditandai dengan cirri khas adanya kata “dan”. UU
Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu contoh UU yang
menganut stelsel ini. Dengan adanya kata “dan”, maka hakim harus
menjatuhkan pidana dua-duanya.
3. Stelsel Alternatif Kumulatif
Berbeda halnya dengan dua stelsel di atas, berdasarkan stelsel alternatif
kumulatif ini, ditandai dengan ciri “dan/atau”. Suatu UU yang
menganut stelsel ini, memberikan kebebasan hakim untuk menjatuhkan
pidana
apakah
alternatif
(memilih)
ataukah
kumulatif
(menggabungkan). UU yang menganut stelsel ini antara lain UU
Merek.141
Dalam KUHP Bentuk sanksi Pidana pemilu terdiri dari :
•
•
•
•
pidana tunggal = penjara
pidana alternative= penjara atau denda
pidana kumulatif= penjara dan denda
pidana alternative kumulatif= penjara dan atau denda
Kalau dilihat lebih khusus lagi ketentuan pidana Umum yang berkaitan
dengan Pasal Pasal pidana pemilu dalam KUHP yaitu Pasal 148, 149, 150,
151 dan Pasal 152, bentuk sanksi pidana pemillu hanya terdiri dari :
•
•
pidana tunggal yaitu Pasal : 148, 150, 151, dan Pasal 152;
pidana alternatif yaitu Pasal : 149.
Namun di dalam ketentuan hukum pidana khusus pemilu dalam UU
No 10 Tahun 2008 dipersempit hanya menggunakan bentuk Sanksi pidana
Pemilu Stelsel Kumulatif dengan rentang perbedaan sanksi minimal dan
141
Didik Endro Purwoleksono, Pengaturan Sanksi Pidana dalam Ketentuan UU (Bagian III), di dalam http://gagasanhukum.wordpress.com, diakses pada tanggal 6 Mei 2009. 254 maksimal yang cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dengan ciri ciri
menggunakan kata-kata “dan” dalam sanksi pemidanaannya.
d. Jenis Jenis Sanksi Hukum Pidana Pemilu
Jenis- jenis sanksi hukum tindak pidana yang diatur dalam KUHP,
terdiri dari : 1). Pidana Pokok; 2). Pidana Tambahan. Hal ini bisa diuraikan
lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
“Pidana terdiri atas:
a. Pidana Pokok:
1. Pidana Mati
2. Pidana penjara
3. Kurungan
4. Denda
b. Pidana Tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.”
Dilihat dari ketentuan Pasal KUHP yang mengatur tentang pidana pemilu
hanya terdiri dari pidana pokok penjara dan denda dan pidana tambahan
hanya berupa pencabutan hak-hak tertentu.
Sedangkan dalam Ketentuan pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008
kalau berdasarkan pembagian di atas, hanya terdiri dari Pidana Pokok berupa
pidana penjara dan pidana denda. Pidana tersebut tidak dimuat atau dibatasi
dalam satu Pasal seperti di dalam Pasal 10 KUHP, namun tersebar di setiap
ketentuan pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008.
Jenis sanksi selama ini dalam produk kebijakan legislasi masih
dijadikan “sanksi utama”. Dilihat dari sudut kebijakan kriminal, wajah
255 perundang-undangan seperti ini banyak mengandung kelemahan karena
pendekatan sanksi yang dipakai dalam upaya menanggulangi suatu kejahatan
bersifat terbatas dan terarah pada pidananya si pelaku saja. Dengan kata lain,
jenis sanksi pidana bila dilihat dari aspek tujuannya lebih mengarah pada
“pencegahan agar orang tidak melakukan kejahatan”, bukan bertujuan “
mencegah agar kejahatan tidak terjadi”. Jadi lebih bersifat individual.142
e. Jumlah atau Lamanya Ancaman Pidana Pemilu
Dalam hal ini yang dibahas hanyalah Pidana penjara dan pidana denda
dalam KUHP maupun UU No 10 Tahun 2008. Secara garis besar lamanya
ancaman pidana terdiri dari :
a. Ancaman Pidana Paling Lama
Ciri suatu UU mengatur sanksi pidana dengan ancaman pidana paling
lama, hal ini nampak dari normanya yang berbunyi “Setiap orang yang
… diancam dengan pidana penjara paling lama …”. Berdasarkan
ketentuan UU yang mengatur dengan ancaman pidana paling lama ini,
maka salah satu kelemahannya yakni memberikan peluang bagi hakim
untuk menjatuhkan pidana yang berbeda kepada pelaku yang melakukan
tindak pidana yang sama.
Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) KUHP, lamanya pidana penjara di
Indonesia dikenal :
1)
2)
Algemeene Straf Minima
Artinya, secara umum pidana penjara paling singkat 1 hari.
Algemeene Straf Maxima
Artinya, secara umum pidana penjara paling lama 15 tahun.
142
Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, Cetakan I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 170. 256 b. Ancaman Pidana Paling Singkat
Patut dicatat di sini, bahwa hakim terikat dengan ketentuan tersebut
yaitu hakim harus menjatuhkan pidana paling singkat sebagaimana
diatur oleh UU tersebut. Dengan perkataan lain, hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana penjara kurang dari yang sudah ditetapkan oleh UU
tersebut, yang diperbolehkan adalah menjatuhkan pidana penjara lebih
lama dari pidana paling singkat yang diancamkan.
c. Ancaman Paling Singkat dan Paling Lama
UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, dalam Pasal-Pasalnya
mengancam dengan ancaman pidana penjara paling singkat … tahun
dan paling lama … tahun. Sepertinya huruf c di atas, maka dengan
adanya ketentuan ini, rentang lamanya pidana sudah ditentukan yaitu
diantara paling singkat dan paling lama.
Dilihat dari pembagian tersebut UU Nomor 10 Tahun 2008 masih
menganut sistem absolut (indefinite/ sistem maksimum dan minimum).
Sistem absolut adalah sistem penetapan jumlah ancaman pidana untuk setiap
tindak pidana ditetapkan bobot/kualitasnya sendiri-sendiri, yaitu dengan
menetapkan ancaman pidana maksimum (dapat juga ancaman minimum)
untuk tiap-tiap tindak pidana.143
Tidak ada pola baku dalam
pembagian lamanya ancaman pidana
pemilu, namun secara sederhana bisa kita lihat dari ketentuan ketentuan
Pasal tindak pidana pemilu yang menerapkan lamanya ancaman pidana.
143
Setya Wahyudi,Op.cit.,Hal 61. 257 Dalam hal ini dikategorisasikan berdasarkan minimal ancaman pidana. Hal
ini bisa dilihat dalam Tabel 7 tentang penerapan lamanya ancaman pidana :
Tabel 7
Penerapan lamanya ancaman pidana
No
1
Ancaman Tindak
Pidana
Penjara
Minimal 3 bulan
3 – 6 Bulan
3 – 6 juta
sampai dengan
3 – 12 bulan
3 - 12 juta
maksimal 36 bulan
2
Denda Dalam
Rupiah
30 – 60 juta
3 - 36 bulan
3 – 36 juta
Minimal 6 Bulan
6 - 12 bulan
6 – 12 juta
sampai dengan
6 – 18 bulan
6 – 18 juta
maksimal 36 bulan
6 - 24 bulan
6 – 24 juta
25 – 30 juta
1 – 5 miliar
3
Minimal 12 Bulan
6 – 36 bulan
6 – 36 juta
12 - 24 bulan
12 - 24 juta
sampai dengan 60
bulan
120 - 240 juta
12 - 36 bulan
6 – 36 juta
12 - 36 juta
4
12 – 60 bulan
500 – 1 miliar
Minimal 24 Bulan
24 – 48 Bulan
500jt – 1 miliar
sampai dengan 60
24 – 60 Bulan
24 – 60 juta
36 – 72 Bulan
36 – 72 juta
bulan
5
Minimal 36 Bulan
258 sampai dengan 72
bulan
6
Minimal 60 Bulan
60 – 120 Bulan
500 jt – 1 miliar
sampai dengan 120
bulan.
Berdasarkan tabel 7 tersebut di atas dapat diketahui bahwa penerapan
pidana penjara yang paling ringan minimal 3 bulan, sedangkan pidana
penjara yang paling berat adalah maksimal 120 bulan. Sedangkan Sanksi
pidana denda paling ringan adalah sebesar Rp 3.000.000,- (Tiga Juta
Rupiah), dan pidana denda yang paling besar adalah sebesar Rp Rp
1.000.000.000,- (Satu Miliar rupiah).
Kemudian masih berdasarkan tabel 7 tersebut di atas dapat diketahui
bahwa penerapan pidana minimal maksimal dan denda minimal dan
maksimal mempunyai jarak interval yang sangat jauh sehingga dapat
menimbulkan disparitas penerapan sanksi pidana.
Sehubungan dengan masalah kebijakan legislatif, maka sanksi pidana
denda juga menjadi fokus pembahasan. Sanksi pidana denda menjadi sanksi
kumulatif bersama pidana penjara. Sering diungkapkan bahwa berdasar
hasil-hasil penelitian, pidana denda merupakan jenis sanksi pidana yang
259 lebih efektif dan lebih penting sebagai alternatif daripada pidana pencabutan
kemerdekaan.144
Dalam sistem KUHP yang sekarang berlaku, pidana denda dipandangi
sebagai jenis pidana pokok yang paling ringan. Hal ini dikarenakan dari
kedudukan urut-urutan pidana pokok di dalam Pasal 10 KUHP, pada
umumnya pidana denda dirumuskan sebagai pidana alternatif daripada
pidana penjara atau kurungan, dan jumlah ancaman pidana denda di dalam
KUHP pada umunya relatif ringan.145 Namun dengan demikian, maka pidana
denda menjadi jarang diterapkan oleh hakim berdasarkan KUHP.
Untuk mengefektifkan pidana denda, UU No 10 Tahun 2008 telah
mengalami
peningkatan
jumlah
ancaman
pidana
denda
bahkan
dikumulatifkan dengan pidana penjara. Namun demikian kebijakan tentang
ancaman pidana tersebut di dalam UU No 10 Tahun 2008 tidak dibarengi
dengan kebijakan lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan ancaman
pidana denda.
Permasalahan yang timbul adalah apabila ancaman pidana tidak
dibayar, lalu diganti dengan ancaman pidana alternatif lainnya namun di
dalam sistem UU No 10 Tahun 2008 tidak diatur adanya pidana alternatif,
atau batas waktu pidana denda dibayar. Jika dibandingan dengan Pasal 30
KUHP maka dapat dilihat bahwa pidana denda dapat diganti dengan pidana
kurungan. Hal itu dapat dilaksanakan apabila ancaman pidana dalam sistem
144
Muladi & Barda Nawawi, Teori‐teori dan Kebijakan Pidana,Alumni, Bandung, 1984, Hal 175. Ibid. Hal 178 145
260 KUHP hanya bersifat alternatif. Sedangkan di dalam UU No 10 Tahun 2008
ancaman pidana denda bersifat kumulatif dan tidak ada sama sekali yang
bersifat alternatif. Dengan demikian betapapun tingginya ancaman pidana
denda dijatuhkan, apabila terpidana tidak mau membayar hal ini terjadi
kekosongan hukum di dalam kebijakan hukum pidana pemilu di dalam UU
No 10 Tahun 2008.
5. Tinjauan Tentang Peringanan dan Pemberatan dalam Tindak Pidana
Pemilu
Ketentuan pidana pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 tidak terdapat Pasal
Pasal peringanan. Hal ini tidak diketemukan kata-kata “dikurangi…” dalam
Pasal-Pasal pidana tersebut. Sedangkan untuk pemberatan hanya terdapat dalam
satu Pasal yaitu Pasal 311 UU Nomor 10 Tahun 2008 yang berbunyi :
“Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265,
Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal
286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293,
Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300, maka pidana bagi yang
bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang
ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut.”
Tentang hal–hal yang dapat memberatkan pidana dalam ketentuan Pasal
tersebut di atas hanya dibebankan kepada Penyelenggara Pemilu yang melanggar
suatu pidana pemilu. Hal ini menunjukkan bahwa pemberatan pidana memang
dikhususkan untuk penyelenggara pemilu dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan
Umum Baik Tingkat Pusat, Daerah baik di Dalam Negeri maupun Luar Negeri.
261 Sedangkan bentuk pemberatannya adalah ditambah 1/3 (satu pertiga) dari
ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut.
6. Tinjauan Tentang Percobaan, Pembantuan, dan Pemufakatan dalam
Tindak Pidana Pemilu
Dalam KUHP Tindak Pidana Percobaan diatur dalam Pasal 53, kemudian
Tindak pidana Pembantuan diatur dalam Pasal 56, dan Tindak Pidana
Pemufakatan diatur dalam Pasal 88. Dengan demikian hal tersebut ketentuan
pidana pemilu yang terdapat di dalam Pasal 148,149, 150, 151 dan Pasal 152
KUHP dapat diperluas perbuatan pidana pemilu menyangkut percobaan,
pembantuan dan pemufakatan.
Tidak demikian halnya Tindak Pidana pemilu dalam UU No. 10 Tahun 2008
tidak secara tegas mengatur tentang Tindak Pidana Pemilu percobaan,
Pembantuan, dan pemufakatan. Sehingga bagi setiap orang yang berusaha
melakukan perbuatan percobaan, pemufakatan dan pembantuan dalam kaitannya
dengan Tindak Pidana Pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 tidak dapat dikenai
sanksi pidana pemilu.
7. Kajian Analisis Kasus Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu dalam
Empat Putusan Badan Peradilan
Kajian berikut ini merupakan analisis lebih dalam terhadap empat kasus
penerapan sanksi tindak pidana pemilu yang dilakukan pada pemilu legislatif
tahun 2009. Keempat kasus tersebut merupakan kasus yang telah memasuki
tahapan pengadilan dan sudah memperoleh putusan hakim. Yang menjadi fokus
262 analisis terhadap empat kasus tersebut adalah sejauh mana ketentuan-ketentuan
tindak pidana pemilu dalam UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu telah
dilaksanakan dan diterapkan sanksi sanksinya. Sejauh mana argumentasi hakim
dalam memberikan putusan pada kasus kasus itu.
Keempat kasus sebagai bahan hukum tersebut sengaja diambil dari beberapa
daerah kabupaten yang terjangkau oleh peneliti yaitu Kabupaten Banyumas
dalam hal ini PN Purwokerto terdiri dari satu kasus yaitu Putusan Nomor :
02/Pid.S/2009/PN.Pwt, Kabupaten Banjarnegara terdiri dari satu kasus dalam hal
ini Putusan PN Banjarnegara Putusan Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Bjn diteruskan
hingga Putusan PT Semarang Nomor : 129/Pid/2009/P.T.Smg, dan Kabupaten
Kebumen terdiri dari 2 kasus dalam hal ini putusan PN Kebumen Nomor:
01/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm dan Putusan Nomor : 02/Pid.S/Pid.Lu /2009/
PN.Kbm. Sedangkan ketentuan tindak pidana pemilu dalam UU No 10 Tahun
2008 tentang Pemilu Legislatif yang akan dikaji lebih dalam terkait putusan
pengadilan dalam keempat kasus tersebut adalah ketentuan Pasal 270 UU No.10
Tahun 2008 sebanyak 2 kasus, Pasal 269 UU No 10 Tahun 2008 jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP sebanyak 1 kasus, dan Pasal 271 jo. Pasal 274 UU No 10 Tahun
2008 sebanyak 1 kasus.
7.1
Tindak Pidana Kampanye di Luar Jadwal Kampanye Peserta Pemilu
Ketentuan Pasal yang dikaji adalah Pasal 269 UU No.10 Tahun 2008
di dalam Putusan Perkara Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt dan diteruskan ke
Pengadilan Tinggi Semarang dengan Putusan Perkara Nomor : 142
263 /PID/2009/PT.SMG, dengan Terdakwa yang mengaku bernama TRI
MULYONO.
a)
Putusan Tingkat Pertama
Sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 269 UU No.10 Tahun 2008 jo.
Pasal 55 ayat (1) maka unsur-unsur dari tindak pidana pemilu yang
dituduhkan kepada terdakwa adalah :
1. Unsur Setiap Orang;
Bahwa yang dimaksud setiap orang adalah pelaku yang melakukan
tindak pidana dan cakap serta mampu bertindak sebagai pendukung hak
dan kewajiban, sehingga dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Penggunaan terminologi hukum “barang siapa” atau “setiap orang”
menunjukkan bahwa hukum pidana berlaku untuk semua perbuatan yang
dilakukan siapa saja, dalam konteks hukum adalah subjek hukum
(memiliki kedudukan yang sama).
Hukum pidana tidak ditujukan kepada orang tertentu atau orang yang
menjalankan profesi tertentu. Jika ditujukan kepada subjek hukum
tertentu, norma hukum pidana menyebutkan secara khusus untuk subjek
hukum tertentu, karena tindak pidana tersebut secara substantif hanya
mungkin dilakukan oleh orang tertentu atau terkait dengan suatu profesi
tertentu. Ketentuan tersebut sebagai pengecualian dari rumusan tindak
pidana yang berlaku untuk umum. Perumusan tidak pidana tertentu
tersebut hanya ditujukan untuk perbuatan orang dalam menjalankan
264 profesi tertentu, karena profesi tersebut terkait dengan pelanggaran
hukum pidana.146
Hal tuntutan pidana kampanye di luar jadwal kampanye resmi, maka
harus dilihat subjek hukum setiap orang yang dapat melakukan kampanye
pemilu. Berdasarkan Pasal 77 ayat (1) kampanye pemilu dilaksanakan
oleh pelaksana kampanye. Sedangkan lebih dalam lagi pelaksana
kampanye berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (1) Pelaksana kampanye
Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri
atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota, juru kampanye, orang-seorang, dan organisasi yang
ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota.
Bahwa dalam perkara ini jaksa penuntut umum telah menghadirkan
seorang terdakwa yang mengaku bernama TRI MULYONO yang selama
sidang majelis hakim mengamati dan berkesimpulan bahwa terdakwa
dalah orang yang berakal sehat sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kemudian berdasarkan fakta hukum terdakwa
TRI MULYONO merupakan sebagai calon Legislatif Daerah Kabupaten
Banyumas yang ditunjuk oleh peserta pemilu Partai Gerindra.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka unsur setiap orang khususnya
146
Mudzakkir, Pendapat Hukum Tentang Hukum Pidana dan Pers, di dalam http://www.anggara.wordpress.com, diakses pada tanggal 07 Juni 2009. 265 pelaksana kampanye Pemilu calon legislatif yang ditunjuk oleh peserta
pemilu dapat dibuktikan.
2. Unsur Sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah
ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk
masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82.
Sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 82 UU No 10 tahun 2008 adalah :
(1)
(2)
(3)
Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf a
sampai dengan huruf e dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah calon
Peserta Pemilu ditetapkan sebagai Peserta Pemilu sampai dengan
dimulainya masa tenang.
Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf f
dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai
dengan dimulainya masa tenang.
Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari/tanggal pemungutan
suara.
Jaksa Penuntut Umum mendasarkan jadwal waktu kampanye yang
diputusakan
oleh
KPU
kabupaten/kota
Banyumas.
Berdasarkan
Keputusan KPU Kabupaten Banyumas tanggal 30 Desember 2008 No.
01/Pileg/2008 Tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi kampanye
Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tahun 2009,
pada tanggal 16-22 Februari 2009 tedakwa dijadwalkan berkampanye di
daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang,
Rawalo, Kebasen, Patikraja dan Purwojati;
Bahwa berdasarkan fakta terdakwa TRI MULYONO
dan Sadar
Subagyo pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2009 telah melakukan
kampanye tertutup di Grumbul Karangtengah, Desa Jambu, Rt 1 Rw 9
266 Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas yang masuk dalam daerah
pemilihan Banyumas 1 (satu).
Kemudian pada tanggal 13 Maret 2009 keluarlah keputusan KPU
Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor :
01/PILEG/2009, yang menetapkan
bahwa Memberikan kesempatan
kepada partai politik peserta Pemilu 2009 untuk melaksanakan kampanye
pertemuan terbatas/pertemuan tatap muka setiap hari di semua Daerah
Pemilihan Kabupaten Banyumas.
Terdakwa TRI MULYONO melakukan
kampanye tertutup sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan Keputusan KPU Banyumas tanggal 30
Desember 2008 No. 01/Pileg/2008 Tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi
kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Banyumas
Tahun 2009, dan tidak sesuai jadwal kampanye yang ditetapkan
berdasarkan tempat berkampanye di daerah pemilihan Banyumas 2 (dua).
Namun berdasarkan dengan keputusan KPU Kabupaten Banyumas No.
13/PEMILU/2009 tanggal 13 Maret 2009 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor :
01/PILEG/2009. Jadwal kampanye yang dilakukan terdakwa TRI
MULYONO adalah sesuai.
Bahwa majelis hakim berpendapat berdasarkan Pasal 1 ayat (2) KUHP
terhadap perbuatan terdakwa a quo harus diberlakukan peraturan yang
267 menguntungkan bagi terdakwa, yaitu harus diberlakukan keputusan KPU
Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009,
dengan ukuran peraturan yang baru tersebut, perbuatan terdakwa
melakukan kampanye tertutup/terbatas dibolehkan disetiap waktu dan
setiap tempat, dengan demikian tidak ada pelanggaran jadwal dan tempat
kempanye tertutup/terbatas yang dilakukan oleh terdakwa.
Sesuai dengan uraian tersebut di atas unsur sengaja melakukan
kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, tidak terpenuhi.
Karena semua unsur dalam dakwaan tidak terbukti, Majelis Hakim
Pada kasus ini berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa TRI MULYONO terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan
tindak pidana dan melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari
segala tuntutan hukum atau ontslag van ale rechtvervolging.
b)
Putusan Pada Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Semarang
Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding atas Putusan Pengadilan
Negeri Purwokerto Perkara Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt. Permintaan
banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dapat diterima karena
diajukan masih dalam tenggang waktu dengan cara serta memenuhi
syarat-syarat lain menurut undang-undang.
268 Setelah mempelajari dengan seksama berkas perkara yang dimintakan
banding, Pengadilan Tinggi Semarang berpendapat bahwa Putusan
Pengadilan Negeri Purwokerto telah didasarakan pada pertimbanganpertimbangan yang sudah tepat dan benar menurut hukum. Oleh karena
itu pertimbangan Pengadilan Negeri Purwokerto oleh Pengadilan Tinggi
Semarang dijadikan pertimbangan sendiri sehingga Putusan Pengadilan
Negeri Banjarnegara Perkara Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt dapat
dikuatkan.
Dengan demikian, Pengadilan Tinggi Semarang memutuskan untuk
Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret
2009 Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt, yang dimintakan banding.
7.2
Tindak Pidana Kampanye Dan Merusak Alat Peraga Kampanye Peserta
Pemilu
Dalam hal ini ketentuan Pasal yang dikaji adalah Pasal 270 UU No.10
Tahun 2008 terhadap dua putusan peradilan, yaitu di dalam Putusan Perkara
Nomor 01/Pid.S./2009/PN.Bjn diteruskan hingga Putusan PT Semarang
Nomor : 129/Pid/2009/P.T.Smg, dengan Terdakwa yang mengaku bernama
GINANJAR SAPUTRA BIN SAPARI PUJI YUWONO. Kemudian
dibandingkan dengan
Putusan Perkara Nomor 01/Pid.S/Pid.Lu/2009/
PN.Kbm, dengan terdakwa yang mengaku bernama SITI ROKHAYAH
BINTI SUBAWEH.
269 I. Kasus GINANJAR SAPUTRA BIN SAPARI PUJI YUWONO
a) Putusan Tingkat Pertama
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 270 UU No.10 Tahun
2008 maka unsur-unsur dari tindak pidana pemilu yang dituduhkan kepada
terdakwa adalah :
1. Setiap Orang
Menurut Majelis hakim secara umum “setiap orang” dapat diartikan
sebagai siapa saja yang merupakan subyek hukum sebagai penyandang
hak dan kewajiban, baik orang laki-laki maupun orang perempuan, anakanak ataupun orang dewasa, yang perbuatannya dapat dipertanggung
jawabkan dihadapan hukum. Bahwa pengertian “setiap orang” di dalam
Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 10 Tahun
2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mempunyai
pengertian yang khusus sehingga merupakan Le Specialis dari pengertian
“setiap orang” dalam pengertian yang umum tersebut di atas.
Bahwa
Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 menentukan
bahwa “setiap orang” yang dilarang melanggar larangan kampanye
Pemilu termasuk yang tersebut di dalam huruf g adalah setiap orang yang
merupakan : “Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dan berdasarkan saksi saksi dan
fakta hukum yang ada, dengan Terdakwa yang mengaku bernama
270 GINANJAR SAPUTRA BIN SAPARI PUJI YUWONO tidak terbukti
sebagai baik Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye. Maka Unsur
setiap orang menurut Majelis hakim tidak terpenuhi.
2. Dengan Sengaja. Dengan tidak terpenuhinya unsur setiap orang dalam
pengertian khusus tersebut, maka majelis hakim tidak menimbang unsur
dengan sengaja yang di tuntut oleh Jaksa Penuntut umum.
3. Kemudian juga Majelis Hakim tidak menimbang unsur melanggar
larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf
g, huruf h, atau huruf I yang diajukan Jaksa Penuntut Umum.
Karena semua unsur dalam dakwaan tidak terbukti, Majelis Hakim
Pada kasus ini berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO
tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Dengan demikian Majelis
Hakim
tidak
sependapat
dengan
Jaksa
Penuntut
Umum
dan
membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan tersebut.
b) Putusan Pada Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Semarang
Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding atas Putusan Pengadilan
Negeri Banjarnegara Perkara Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjr. Permintaan
banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dapat diterima oleh Majelis
271 Hakim, karena diajukan masih dalam tenggang waktu dengan cara serta
memenuhi syarat-syarat lain menurut undang-undang.
Setelah mempelajari dengan seksama berkas perkara yang dimintakan
banding, Pengadilan Tinggi Semarang berpendapat bahwa Putusan
Pengadilan Negeri Banjarnegara telah didasarakan pada pertimbanganpertimbangan yang sudah tepat dan benar menurut hukum. Oleh
karenanya dapat diambil alih sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi
sendiri dalam mengadili perkara ini dalam tingkat banding. Oleh karena
itu pertimbangan Pengadilan Negeri Banjarnegara
oleh Pengadilan
Tinggi Semarang dijadikan pertimbangan sendiri sehingga Putusan
Pengadilan Negeri Banjarnegara
nomor 01/Pid.S/2009/ PN.Bjn dapat
dikuatkan.
Dengan demikian, Pengadilan Tinggi Semarang memutuskan untuk
Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret
2009 Nomor : 01/Pid.S/2009/PN.Bjn, yang dimintakan banding.
II. Kasus SITI ROKHAYAH BINTI SUBAWEH
Atas perbuatannya terdakwa yang mengaku bernama SITI ROKHAYAH
BINTI SUBAWEH pada didakwa oleh jaksa penuntut umum Pasal 270
UU Nomor 10 Tahun 2008 Jo. Pasal 84 huruf i UU Nomor 10 Tahun
2008 tentang pelarangan membawa atau menggunakan tanda gambar
dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta
pemilu yang bersangkutan. Dengan demikian benar sebelum berangkat
272 ke Masjid tersebut, dengan cara disimpan dan dalam tasnya, terdakwa
membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya yang bernama
Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan
Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal,
Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan
Kecamatan Prembun. Bahwa benar pada saat acara Yasin tersebut,
beredar stiker kepada peserta Yasinan kecuali kepada seorang peserta
yaitu Hj. Muryati.
Menurut Majelis hakim, bahwa terdakwa dihadapkan ke depan
persidangan oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan tunggal melanggar
Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
Setiap orang;
Dengan Sengaja;
Melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf, a, b, c, d, e, f, g; h; i;
(1) Unsur Kesatu “setiap orang”
Menurut majelis hakim bahwa unsur “setiap orang” menunjukkan
adanya subjek yang didakwakan terhadap dirinya, maka dapat disebut
sebagai pelaku dari tindak pidana yang didakwakan terhadap dirinya.
Kemudian bahwa oleh karena itu pula, dalam membuktikan unsur “setiap
orang” tersebut di dalam Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 Majelis Hakim
273 akan mempertimbangkan setelah unsur-unsur lainnya dipertimbangkan
terlebih dahulu.
Bahwa selanjutnya yang dimaksud dengan unsur “setiap orang” dalam
Pasal ini menunjuk kepada Pasal 84 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 yaitu
pelaksana, peserta, petugas kampanye. Menimbang, bahwa berdasarkan
catatan Penuntut Umum tidak secara tegas menyebutkan status terdakwa
apakah pelaksana, peserta atau petugas kampanye akan tetapi hanya
menyebutkan bahwa terdakwa adalah isteri dari Triyono yang merupakan
caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dan berdasarkan saksi saksi dan
fakta hukum yang ada, dengan Terdakwa yang mengaku bernama SITI
ROKHAYAH BINTI SUBAWEH tidak terbukti sebagai baik Pelaksana,
Peserta dan Petugas Kampanye. Maka Unsur setiap orang menurut Majelis
hakim tidak terpenuhi.
(2) Unsur Kedua “dengan sengaja”
Majelis hakim berpendapat bahwa unsur sengaja dapat diartikan
bahwa si pelaku menyadari/menghendaki suatu akibat dari perbuatannya.
Bahwa dengan pengertian di atas dihubungkan dengan perkara ini maka
dimaksudkan adalah bahwa terdakwa menyadari dan menghendaki suatu
kampanye yang dilaksanakan di rumah ibadah berupa perbuatan penyebaran
bahan kampanye kepada umum.
274 Berdasarkan saksi saksi dan alat bukti yang ada, majelis hakim
berpendapat bahwa bahwa dengan demikian unsur “dengan sengaja” tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh karenanya Majelis hakim akan
mempertimbangkan unsur “setiap orang”
Karena semua unsur dalam dakwaan tidak terbukti, Majelis Hakim Pada
kasus ini berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa
ROKHAYAH BINTI SUBAWEH tersebut tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pelanggaran Pelaksanaan
Kampanye Pemilu” sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dengan
demikian Majelis Hakim tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum
dan membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan tersebut.
7.3
Tindak Pidana Mengikutsertakan Pihak Yang Dilarang Di Dalam
Kegiatan Kampanye dan Politik Uang
Dalam hal ini yang dikaji adalah ketentuan Pasal 271 jo. Pasal 274 UU
No.10
tahun
2008
terhadap
Putusan
Perkara
Nomor
:
02/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm, dengan terdakwa yang mengaku bernama
GITO PRASETYO, S.T. BIN MUFID sebagai salah seorang Pengurus Partai
Politik PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa
adalah Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah
Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1. Pada kasus ini Majelis Hakim
menyatakan tindak pidana pada dakwaan Alternatif Pertama Primer dan
275 Subsider, yaitu Pasal 274 UU No. 10 Tahun 2008 jo. Pasal 53 KUHP ini
tidak terbukti. Adapun unsur-unsurnya adalah:
1. Unsur Pelaksana Kampanye
Menurut Majelis hakim berdasarkan Pasal 78 UU Nomor 10
Tahun 2008 bahwa yang disebut Pelaksana Kampanye adalah salah
satunya adalah Pengurus Partai Politik atau Calon Anggota Legislatif.
Dengan melihat uraian tersebut di atas maka Unsur Pelaksana
Kampanye dapat dibuktikan.
2. Unsur dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada peserta kampanye
Menurut Majelis Hakim yang dimaksud dengan sengaja adalah
pelaku mengetahui akan perbuatannya dan menghendaki akibat
perbuatannya. Berdasarkan keterangan saksi saksi dan bukti yang ada,
diketahui bahwa keterangan saksi yang berasal dari Panitia Pengawas
Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai
keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan yang diperoleh
dari pihak ketiga sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian.
Berdasarkan fakta tersebut di atas maka menurut Majelis unsur
dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada peserta kampanye yang dilakukan terdakwa tidak
terbukti dan oleh karena itu terdakwa tidak terbukti melakukan tindak
276 pidana dalam dakwaan. Dengan demikian menurut Majelis hakim
Unsur tersebut tidak dapat dibuktikan.
3. Unsur Secara langsung atau tidak langsung agar tidak menggunakan
haknya untuk memilih, atau memilih peserta tertentu atau menggunakan
haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak
sah.
Menurut Majelis Hakim pada prinsipnya Unsur ke-3
berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yang
dihubungkan bukti yang ada dan melihat unsur ke-1 dan unsur ke-2
yang tidak terbukti. Maka, Majelis Hakim menganggap unsur ke tiga
pada intinya adalah sama. Dengan demikian Unsur ke tiga pada kasus
ini tidak dapat dibuktikan.
4. Unsur Perbuatan mana tidak selesai bukan semata-mata atas kehendak
Terdakwa.
Menurut Majelis hakim dengen pertimbangan keterangan
saksi-saksi dan keterangan terdakwa dengan dikaitkan dengan bukti
yang ada. Bahwa dengan pertimbangan tersebut maka tidak terbukti
menurut hukum Terdakwa melakukan perbuatan pendahuluan
memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye dan
tidak terbukti menurut hukum adanya fakta berupa tindakan pihak lain
yang mencegah perbuatan Terdakwa sehingga perbuatan Terdakwa
tidak sampai selesai. Dari uraian unsur-unsur tersebut di atas yang di
277 mana tidak dapat dibuktikan, maka majelis hakim mempertimbangkan
bahwa maka Terdakwa haruslah dibebaskan dari Dakwaan Kesatu
baik Primair maupun Subsidair.
Untuk dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 271 UU No.10 Tahun 2008 maka unsur-unsur dari tindak
pidana pemilu yang dituduhkan kepada terdakwa adalah :
1. Setiap Pelaksana Kampanye
Menurut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 10
tahun 2008 telah secara tegas menyebutkan secara limitatif pelaksana
kampanye Pemilu Anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota terdiri atas Pengurus Partai Politik, Calon anggota DPR,
DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juru kampanye, orang seorang
dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu anggota DPR, DPRD
Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota.
Bahwa Terdakwa adalah salah seorang Pengurus Partai Politik PAN
yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah Calon
Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah
Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1. Maka dari uraian tersebut di atas
maka Unsur “pelaksana kampanye” dapat dibuktikan.
2. Dalam Kegiatan Kampanye
Berdasarkan pengertian Kampanye menurut ketentuan Umum dalam
UU No.10 tahun 2008 adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan
278 para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu.
Menurut Majelis hakim pertemuan acara konsolidasi Partai Amanat
Nasional ranting desa Ambakprogaten Kec.Klirong yang dihadiri
Terdakwa beserta saksi saksi dan perangkat desa tersebut bukanlah
termasuk
kegiatan
kampanye.
Karena
terdakwa
tidak
terbukti
menyampaikan visi misi dan program peserta pemilu di dalam acara
tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka unsur kegiatan kampanye
tidak dapat dibuktikan. Dengan demikian tidak ada larangan akan
hadirnya perangkat desa pada acara tersebut. berdasarkan seluruh
pertimbangan di atas Majelis berkesimpulan bahwa terdakwa tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dalam
dakwaan alternatif kedua dan oleh karena itu terdakwa harus dibebaskan
dari dakwaan alternatif kedua Jaksa Penuntut Umum.
Dengan demikian, Pengadilan Negeri Kebumen memutuskan untuk
menyatakan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam
dakwaan alternatif kesatu maupun dakwaan alternatif
kedua
sebagaimana di dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Membebaskan
terdakwa tersebut di atas dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
279 8. Tinjauan Ketentuan Pidana Pemilu Dalam Empat Kasus Tindak Pidana
Pemilu
Penyelesaian pidana pemilu oleh Majelis Hakim dalam putusan badan
peradilan yang berkekuatan hukum tetap baik pada tingkat Pengadilan
Negeri maupun tingkat Pengadilan Tinggi pada keempat kasus akhirnya
tetap dan konsisten menggunakan ketentuan pidana di UU No. 10 Tahun
2008 sebagai dakwaan pidana pemilu, dengan tetap mempertimbangkan
asas-asas dalam pidana umum. Sedangkan jaksa penuntut umum berusaha
dengan hati-hati menggunakan ketentuan KUHP dengan ketentuan yang
berada di dalam UU No 10 tahun 2008 sebagai dakwaan pidananya.
Perbedaan sikap antara Majelis Hakim yang menggunakan UU No 10
Tahun 2008 sebagai dakwaan pemilu dengan Jaksa Penuntut Umum dengan
menambah penggunaan ketentuan di dalam KUHP sebagai dakwaan pidana
pemilu. Dalam hal ini menurut penulis jika diperhatikan lebih jauh
berdasarakan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis maka, dalam
dakwaan pemilu ketentuan yang digunakan adalah hanya di dalam ketentuan
UU No.10 Tahun 2008.
Apa yang dilakukan majelis hakim dengan
konsisten menggunakan UU No 10 Tahun 2008 sebagai dakwaan pemilu
adalah sudah tepat.
280 Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana
pemilu, Unsur-Unsur tindak pidana pemilu yang menjadi pertimbangan
Majelis Hakim berdasarkan UU No.10 Tahun 2008 tidak terpenuhi
pembuktiannya secara keseluruhan berdasarkan saksi-saksi dan alat bukti
yang sah. Sehingga sanksi tindak pidana pemilu yang dituntut jaksa penuntut
umum pada keempat perkara tersebut tidak dapat diterapkan.
Pengajuan
saksi-saksi
oleh
jaksa
penuntut
umum,
terdapat
kelemahannya yaitu bahwa saksi–saksi yang diajukan bukanlah saksi yang
berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 148 KUHAP. Saksi yang diajukan
Jaksa Penuntut Umum hampir di keempat kasus tersebut adalah saksi dari
Pengawas Pemilu yang berdasarkan laporan masyarakat kepada Pengawas
Pemilu. Hal ini mengakibatkan bahwa saksi Panwas yang berdasarkan
laporan tidak bisa disebut saksi karena tidak berdasarkan apa yang di dengar
sendiri, pengetahuan sendiri. Pengawas Pemilu tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan
yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP) sehingga tidak
mempunyai nilai pembuktian. Menurut penulis seharusnya Panwas
mengajukan saksi-saksi yang melihat, mendengar dan mengetahui secara
langsung kejadian yang diduga pidana pemilu. Dalam hal ini adalah pihak
Panwas sendiri yang melihat secara langsung atau pihak yang melaporkan
kejadian kepada Panwas karena melihat secara langsung. Sehingga
keterangan saksi tersebut dapat dikategorikan sebagai bukti.
281 Unsur subjek hukum “setiap orang” pada ketentuan Pasal 269 dan
Pasal 270 UU No.10 Tahun 2008, Majelis Hakim memberikan pengertian
khusus daripada pengertian umum, Subjek hukum yang dimaksud pada Pasal
269 dan 270 adalah terbatas pada Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye.
Dengan demikian hal tersebut Majelis Hakim menganggap di luar subjek
hukum Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye pada ketentuan Pasal 269
dan Pasal 270 UU No.10 Tahun 2008, penerapan sanksi tindak pidana
pemilu tidak dapat diterapkan. Sedangkan yang disebut dengan Pelaksana
dan Petugas Kampanye adalah mereka yang terdaftar secara resmi di dalam
Daftar Resmi Pelaksana dan Petugas di KPU. Di luar daftar resmi KPU
tersebut tidak disebut di dalam pengertian khusus, walau mereka bertindak
dan berperan sebagai Pelaksana dan Petugas Kampanye di lapangan.
Sekilas pengertian khusus tersebut seperti menggunakan metode
interpretasi penafsiran menyempit di dalam ilmu hukum. Padahal penafsiran
menyempit tidak lazim di dalam metode interpretasi ilmu hukum. Majelis
hakim menggunakan
beberapa Pasal yang berkaitan dengan pengertian
khusus tersebut. Hal ini berarti majelis hakim, menurut penulis
menggunakan metode interpretasi penafsiran restriktif. Penafsiran restriktif
adalah penafsiran yang bersifat membatasi. Untuk menjelaskan suatu
ketentuan undang-undang ruang lingkunp ketentuan itu dibatasi. Sehingga
berdasarkan pasal-pasal yang berkaitan dalam pengertian khusus tersebut,
menurut penulis sudah tepat.
282 Pada unsur “Kegiatan Kampanye “ pada ketentuan Pasal 269, 270,
271 dan Pasal 274 UU No.10 Tahun 2008. Majelis hakim mengacu kepada
pengertian Kegiatan kampanye pada ketentuan umum UU No 10 Tahun
2008. Berdasarkan pengertian Kampanye menurut ketentuan Umum dalam
UU No.10 tahun 2008 adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan
para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu.
Dengan demikian hal tersebut di atas, Majelis Hakim menganggap bahwa
setiap kegiatan yang diadakan oleh Pelaksana, Petugas, Peserta Kampanye
yang tidak meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan
program peserta pemilu tidak disebut sebagai kegiatan kampanye. Akibatnya
tidak ada larangan-larangan dalam kegiatan kampanye yang diatur dalam
ketentuan Pasal 269, 270, 271 dan Pasal 274 UU.No 10 Tahun 2008 dan
sanksinya, yang bisa diterapkan kepada kegiatan bukan kampanye yang
dilaksanakan oleh petugas, peserta, pelaksana kampanye.
Berbeda dengan Jaksa Penuntut Umum dalam pengertian Kampanye
Pemilu lebih menggunakan metode interpretasi penafsiran extensif/luas.
Penafsiran luas adalah memberikan penafsiran dengan memperluas arti katakata dalam ketentuan undang-undang, sehingga suatu peristiwa dapat
dimasukkan artinya.
Menurut penulis, apa yang dilakukan majelis hakim sudah tepat
dengan mempertahankan pengertian yang sesuai dengan undang-undang.
Karena jika dikaitkan dengan salah satu aspek asas legalitas yaitu tidak ada
283 penerapan undang-undang hukum pidana secara analogi. Sedangkan
penafsiran luas menurut penulis lebih memilih pendapat bahwa sebenarnya
penafsiran
luas
merupakan
“analogi
yang
terselubung”
dikhawatirkan akan merusak eksistensi asas legalitas.
sehingga
284 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, terkait dengan
formulasi kebijakan hukum pidana dalam pemilu dan penerapan sanksi tindak
pidana pemilu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu
Legislatif di Indonesia. Maka, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kebijakan formulasi dalam perumusan tindak pidana pemilu pada
Undang-undang No.10 Tahun 2008 mengalami perkembangan yang
cukup baik dibandingkan dengan KUHP maupun dengan UU Pemilu
sebelumnya. Hal ini bisa dilihat dari bertambahnya subjek hukum baik
untuk setiap orang maupun korporasi, bertambahnya jenis tindak
pidana pemilu, bertambahnya jumlah atau lamanya sanksi tindak
pidana pemilu, dan diaturnya pasal pemberatan tindak pidana pemilu.
Di sisi lain UU No.10 Tahun 2008 masih ada kelemahannya dibanding
dengan KUHP. Hal ini bisa dilihat dari tidak diaturnya tentang jenis
pidana tambahan dan ketentuan sanksi pidana hanya bersifat
kumulatif.
2. Ditinjau dari kebijakan hukum pidana dalam tahapan yudikatif, yaitu
beberapa kasus tindak pidana pemilu yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. Penerapan ketentuan Tindak Pidana Pemilu berdasarkan
285 UU No 10 Tahun 2008 pada ke empat kasus tersebut dijatuhkan
putusan bebas. Sehingga penerapan ketentuan tindak pidana pemilu
tersebut belumlah cukup untuk menjangkau beberapa kasus yang
berkembang di dalam masyakarat yang dianggap sebagai tindak
pidana pelanggaran pemilu. Beberapa kelemahan di dalam UU No 10
Tahun 2008 berdasarkan keempat kasus tersebut bisa dilihat dari
definisi khusus unsur “setiap orang” di dalam pasal 269 dan pasal 270
UU No.10 Tahun 2008 sehingga tidak setiap orang dapat dikenai
sanksi pidana berdasarkan pasal-pasal tersebut. Selain itu ruang
lingkup definisi “kampanye pemilu” dalam ketentuan tindak pidana
pemilu yang masih sempit sehingga walau disebut dengan kegiatan
kampanye pemilu oleh KPU dan Kepolisian maupun Masyarakat
namun tidak termasuk pengertian sempit tersebut maka, tidak bisa
disebut dengan kampanye pemilu.
286 B. Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat diberikan
saran sebagai berikut :
1. Pembuat undang-undang perlu mengkaji ulang Undang-Undang No 10
Tahun 2008 khususnya masalah ketentuan pelanggaran tindak pidana
pemilu berdasarkan kasus-kasus pemilu yang semakin berkembang di
masyarakat. Hal yang perlu dikaji adalah sistematika dan kategorisasi
yang cukup jelas dan lengkap baik masalah tujuan filosofis dari tindak
pidana, unsur-unsur perbuatan pidana pemilu, pembagian subjek
hukum, jenis tindak pidana, jenis sanksi ancaman pidana dan lain
sebagainya.
Sehingga
pembuat
undang-undang
dapat
memformulasikan undang-undang khusus tentang tindak pidana
pemilu yang jelas dan lengkap yang dapat mengikuti dan menjangkau
pelanggaran pidana pemilu yang berkembang di masyarakat.
2. Majelis Hakim, Kejaksaan, Panwaslu, dan semua pihak yang
berkepentingan di dalam pemilu perlu meningkatkan kerja sama serta
sosialisasi antara semua pihak dalam penyamaan persepsi tentang
Tindak Pidana Pemilu sehingga semua pihak dapat singkron
menerapkan ketentuan Tindak Pidana Pemilu dalam UU Pemilu baik
di dalam masyarakat maupun di dalam peradilan dapat diselesaikan
dengan cepat dan tepat.
287 DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Anwar, H.A.K. Moch. 1994. Cetakan VII. Hukum Pidana Bagian Khusus
(KUHPBuku II) Jilid 1. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti;
Anwar & Adang. 2008. Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana.
Grasindo;
Anwar, Yasmil & Adang. 2008. Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum
Pidana. Grasindo;
Arief, Barda Nawawi. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung:
PT.Citra Aditya Bakti;
_________________.2001.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti;
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Cetakan III. Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai
Politik dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI;
Budiardjo, Miriam.1982. Cetakan VII. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT
Gramedia;
Farid, Zainal Abidin. 2007. Cetakan II. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika;
Gaffar, Afan. 2005. Cetakan V. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
Hamzah, Andi. 1994. Asas – Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta;
Handoyo,B.Hestu Cipto. 2003. Cetakan I. Hukum Tata Negara, Kewarganegraan &
Hak asasi Manusia. Yogyakarta: Universitas Atmajaya;
Hattum, Van. 1953. Hand-en Leerboek. hal 112 dalam Lamintang, P.A.F. 1997.
Cetakan III. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti;
Held, David. 2004. Cetakan I. Demokrasi dan Tatanan Global Dari Negara Modern
Hingga Pemerintahan Kosmopolita. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
Hendarmin, Ranadireksa. 2007. Cetakan I. Visi Bernegara Aksitektur Konstitusi
Demokratik. Bandung: Fokusmedia;
Huda, Ni’matul. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada;
288 Joeniarto. 1984. Cetakan II. Demokrasi Dan Sistem Pemerintahan Negara. Jakarta:
Bina Aksara;
Lamintang , P.A.F. 1987. Cetakan I. Delik-Delik Khusus:Kejahatan-Kejahatan
Terhadap Kepentingan Hukum Negara. Bandung:Sinar Baru;
_______________. 1990. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar
Baru;
_______________.1997. Cetakan III. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti;
Legowo, TA dan Salang, Sebastian. 2008. Cetakan I. Panduan Menjadi Calon
Anggota DPR/DPD/DPRD Mengahadapi Pemilu. Jakarta :Forum
Sahabat;
Mayo, Henry B. 1960. An Introduction to Demokratic Theory. Oxford University
Press; hal 70 dalam Huda, Ni’matul. 2006. Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada;
MD, Moh. Mahfud. 1999. Hukum dan Pilar-Pilar Demokras. Yogyakarta: Gama
Media;
M, Topan. 1989. Demokrasi Pancasila analisa Konsepsional Aplikatif;
Moch Najih, Usfah dan Togat. 2004. Pengantar Hukum Pidana. Malang: UMM
Press;
Muladi & Nawawi, Barda. 1984. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung:
Alumni;
Prakoso, Djoko. 1987. Tindak Pidana Pemilu, Jakarta: Rajawali;
Prihatmoko,Joko J. 2008. Cetakan I. Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai
Elemen Teknis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Cetakan I. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di
Indonesia. Bandung: Refika Aditama;
Rafik,Ishak. 2008. Cetakan I. Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia. Ufuk
Publishing House;
Sadik, Muh Nur. Vol 13 Nomor 2. Jurnal Ilmiah Hukum Legality. Fakultas Hukum
UMM;
Santoso, Topo. 2000. Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan syariat
Dalam Wacana dan Agenda. Jakarta:Asy Syamil, Gema Insani;
289 _____________.2006. Cetakan I. Tindak Pidana Pemilu. Jakarta: Sinar Grafika;
Saragih, Bintan R. 1998. Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Indonesia.
Jakarta: Gaya Media Pratama;
Sholehuddin. 2003. Cetakan I. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar
Double Track System & Implementasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada;
Soedarto. 2001. Pengantar Kuliah Hukum Pidana Jilid IA – IB. Purwokerto: Fakultas
Hukum UNSOED;
Soehino. 2000. Cetakan III. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty;
Sukarna. 1981. Sistem Politik. Bandung: Alumni;
Wahyudi, Setya. 2006. Pembaharuan Hukum Pidana. Purwokerto:Universitas
Jenderal Soedirman;
B. Peraturan Perundang-undangan
Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana;
Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UndangUndang
Nomor
8
Tahun
1974
tentang
Pokok
Pokok
Kepegawaian;
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-undang No 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam
Masalah Pidana;
290 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum (PEMILU);
Undang_Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On
Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang
Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana);
Peraturan KPU No.03 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan
Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan
Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota Tahun 2009.
Peraturan KPU Nomor: 19 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Perwakilan Rakyat
Daerah.
291 C. Putusan
Putusan Mahkamah Agung RI No.81 K/Kr/1962 tanggal 1 Desember 1962
Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 9/PUU-VII/2009, Tentang
Pokok Perkara Pengujian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Nomor Perkara : 01/Pid.S.
/2009/PN.Bjn.
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara :
129/Pid
/2009/P.T.Smg.
Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara : 01/Pid.S/Pid.Lu/
/2009/PN.Kbm
Putusan Pengadilan Negeri Kebumen
Nomor Perkara
No : 02
Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor Perkara
: 02/Pid.S
/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm
/2009/PN.Pwt.
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara
/2009/PT.SMG.
: 142/PID
292 D. Artikel Online
Abdul
Fickar Hadjar, Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu,
www.fickar15.blog.friendster.com, diakses tanggal 25 April
2009
Ahmad Irzal Fardiansyah, Kebijakan Hukum Pidana Pemilu, dalam
http://www.lampungpost.com diakses tanggal 23 Juni 2009
Aldri
Frinaldi, Pelanggaran Pemilu Hanya Tiga Jenis, dalam
http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?mod=detail_berit
a.php&id=1030, diakses tanggal 18 April 2009
Anonimous, Tata cara penyelesaian pelanggaran (Tindak Pidana Pemilu)
pada Pemilu 2009, dalam
http://www.kizatox.wordpress.com/2009/01/13/tata-carapenyelesaian-pelanggaran- tindak-pidana-pemilu-pada-pemilu2009 diakses tanggal 18 April 2009
Anonimous, Problem Hukum Pemilu 2009 Akan Lebih Rumit, dalam
http://hukumonline.com/ diakses tanggal 23 Juni 2009
Didik Endro Purwoleksono, Pengaturan Sanksi Pidana dalam Ketentuan UU
(Bagian III), di dalam http://gagasanhukum.wordpress.com,
diakses pada tanggal 6 Mei 2009
Marsudin Nainggolan, Pelanggaran Pidana Pemilu Dalam UU Pemilu No. 10
Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008, di dalam
www.pakpakbharatkab.go.id, diakses tanggal 27 April 2009
Hikmahanto Juwana, Sulitnya menindak Pelaku Pelanggar Pidana Pemilu Di
Luar Negeri, di dalam www.hukumonline.com, diakses tanggal
28 April 2009
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
di dalam
http://pusatbahasa.diknas.
go.id/ kbbi/index.php, diakses pada tanggal 29 April 2009
Mudzakkir, Pendapat Hukum Tentang Hukum Pidana dan Pers, di dalam
http://www.anggara.wordpress.com, diakses pada tanggal 07
Juni 2009
Muchsin, Tindak pidana pemilu serta tugas peradilan umum, dalam
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1859793-tindakpidana-pemilu-serta-tugas/, diakses tanggal 18 April 2009
293 Ramlan, Subakti, Putusan MK Suara Terbanyak Amburadul,
http://www.inilah.com/rubrik/politik diakses tanggal 13 Januari
2009.
Suhariyono AR, Proses Legislasi Dalam Pengembangan Sistem Hukum,
dalam
http://www.legalitas.org/?q=Proses+Legislasi+Dalam+Pengem
bangan+Sistem+hukum diakses tanggal 23 Juni 2009.
Topo Santoso, Banyak Salah Kaprah Penerapan Pidana Pemilu, dalam
http://www.republika.co.id/berita/31876/Banyak_Salah_Kapra
h_Penerapan_Pidana_Pemilu, diakses tanggal 25 April 2009
____________, Ketentuan Pidana Diarahkan ke Penyelenggara Pemilu,
www.hukumonline.com, diakses tanggal 25 April 2009
Veri Junaedi, Penegakkan Pidana Pemilu Rawan Dipecundangi,dalam
www.reformasihukum.org, diakses tanggal 25 April 2009
Download